buletin surya | edisi 6 | september 2013

Upload: buletinsurya

Post on 10-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    1/28

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Content:

    FatwadanKepentingan

    Fatwa Dan Ijtihad Politik Cendekiawan | Membincang Metodologi Fatwa, Mengharap Persatuan Umat |Reposisi Fatwa ditengah Kepentingan | Wanita berfatwa, why not??? | Belajar Menghargai waktu |

    Pondok Pesantren Langitan | Hilang Sudah | Intropeksi | SPA dan Pemilihan Umum Selesai Juga |Imam Al Barmawy ; Grand Syeikh Kedua Al-Azhar | Antra Fikih dan Akhlak |

    Buletin

    ur a

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    2/28

    Susunan Redaksi:

    Penanggung jawab

    Pemimpin Umum

    Pemimpin Redaksi

    Pemimpin Usaha

    Kru

    Editor

    Layouter

    Ketua DP Gamajatim

    Afiat Fahma Zamani

    Darul Siswanto

    M. Mufi Himam

    Dana Ahmad Dahlani

    M. Samsul HadiKholili Badriza

    Assalamu'alaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillah, al-Sholatu wa al-Salam ala Rasulillah. Salamhangat buat seluruh pembaca Buletin Surya yang berbahagia. Dalamedisi ini, Buletin Surya mencoba untuk membahas sedikit tentangfatwa yang belakangan ini dianggap sebagai jalan keluar untuksebuah kepentingan. Apakah fatwa yang seharusnya di keluarkandan dipergunakan dengan kehati-hatian, saat ini mulai diabaikan??

    Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

    [LAPORAN UTAMA] Fatwa Dan Ijtihad PolitikCendekiawan[KOLOM] Membincang Metodologi Fatwa, MengharapPersatuan Umat[BAHTS] Reposisi Fatwa di Tengah Badai Kepentingan[FEMINA] Wanita Berfatwa, Why Not????[HIKMAH] Belajar Menghargai Waktu[PODJOK KAMPOENG]Pondok Pesantren Langitan

    [SASTRA] Hilang Sudah[KONTEMPLASI]Introspeksi[WARTA GAMA] SPA dan Pemilihan Umum Selesai Juga[BIOGRAFI] Imam al-Barmawi : Grand Syeikh Kedua al-Azhar[DAWUH] Antara Fikih dan Akhlak[GALERI]

    3

    7

    9131718

    202122

    2426

    Daftar Isi:

    Buletin

    ur a

    Media Informasi dan Silaturrahim Warga Gamajatim Mesir

    Sugeng Rawuh

    Rumah Rakyat Gamajatim37 Swessry A Flat 01 2nd Gate

    10th District, Nasr City, Cairo,Egypt

    Phone: +201064403881

    Fathimah Nurul K.

    Khoirul AnamAbdullah Muhammad FaiqDziaul HaqFahruddinAhmad ZulfikarSiti ShofiyahRabbani RizkiNashirat Zimam AlhusnaHeni Septianing Widayanti

    Selamat membaca and enjoy your reading :)

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    3/283

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim MesirBuletin

    ur a Laporan Utama

    Laporan Utama

    Oleh: Fahim Khasani*

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Fatwa Dan Ijtihad Politik Cendekiawan

    kaitannya dengan perihal agama yangmenyangkut Allah Swt. Kedua. Fatwa tersebutkeluar dari seorang tokoh atau ulama, sosokyang dianggap mempunyai ototritas dalammasalah keagamaan, dan ketiga. Fatwa tersebutmenyangkut permasalahan yang berbau politisdan sedang menjadi trend perdebatan dikalangan politisi maupun masyarakat. Sepertifatwa tentang infasi militer ke suatu Negara

    atau seruan untuk mencampuri urusan politikNegara lain, dan fatwa membunuh demonstranatau pihak-pihak tertentu.

    Munculnya fatwa-fatwa kontroversialseperti di atas menyisakan tanda tanya besar dibenak masyarakat. Benarkah fatwa-fatwaseperti di atas mewakili sikap Islam dalammengatasi krisis?. Terkesan ada yangmengganjal dengan istilah 'fatwa' yang ditulis

    oleh awak media. Entah ganjalan itu berasaldari tokoh yang mengeluarkan fatwa ataukahmedia yang menuliskan istilah 'fatwa' tersebut.Berawal dari sini, muncul opini-opini negatifdari masyarakat mengenai fatwa dan tokohyang mengeluarkan fatwa. Lebih lanjut kondisiyang seperti ini bisa memunculkan stigma yangnegatif terhadap Islam.

    Memaknai FatwaAda analogi menarik dari paracendekiawan mengenai fatwa dan fikih.

    Seorang mufti tak ubahnya seperti dokter yangmendiagnosa penyakit pasien dengan berbagaialat bantu. Sedangkan f ik ih adalahsekumpulan ramuan obat untuk berbagaimacam penyakit dengan kadar dan dosis yangsudah ditentukan. Sang dokter mendiagnosapasien guna mengetahui penyakit yangdiderita untuk kemudian memberikan 'resep'yang cocok dan sesuai dengan penyakit pasien.

    Kurang lebih seperti itulah fatwa dipahami.Sehingga dalam pemaknaan yang demikianseorang fakih dan mufti tidaklah sama. Dalamartian, seorang fakih belum tentu mufti.Adapun mufti sudah barang tentu fakih.

    Seorang mufti dituntut untukmengetahui betul latar belakang dan hal-ihwalyang mengitari mustafti. Sehingga nantinya malpraktek dalam memberi fatwa tidak akan

    pernah terjadi. Inipun jika yang dihadapiadalah kasus yang sifatnya individu (Fiqh al-Afrad) tidak menyangkut masyarakat luas.

    Tak ada yang memungkiri bahwa konflik dan krisis yang terjadi di Negara-negara arabakhir-akhir ini berpangkal pada masalah politik. Konflik yang terjadi amat kompleks danmelibatkan beberapa tokoh agama yang dipandang mempunyai pengaruh. Kata-kata yang keluarpun menjadi sorotan beberapa media yang diplot sebagai corong informasi yang nantinya akanmembentuk opini publik.

    Pada konteks yang demikian kata 'Fatwa' kerap kali menjadi headline beberapa medialantaran dianggap kontroversi. Berita seperti ini menjadi heboh karena: Pertama, kata fatwa erat

    Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    *Mahasiswa Ushuluddin Al-Azhar

    Dok. Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    4/284

    Buletin

    ur a Laporan Utama

    Akan tetapi peran seorang mufti terkadangditunggu-tunggu oleh khalayak untukmengurai problem yang mempunyai dampakluas dan menyangkut kemaslahatan umumseperti kebijakan politik, ekonomi atau sosial

    sebuah Negara (Fiqh Al-Ummah). Padatataran ini posisi mufti tidak lagimudah, ia dihadapkan denganbejibun pertimbangan yangharus diteliti dan dianalisad e n g a n s a n g a t c e r m a t .Tentunya agar maqashid Al-Syariah yang menjadi titiktolak dan tujuan agama bisaterealisasi sebagaimanamestinya. Kekurangc e r m a t a n d a l a mmenganalisa al-waqi'bisa berakibat fatal,mal praktek.

    S e t i d a k n y a a d aempat fase bagi seorang muftisebelum ia memutuskan untuk

    mengeluarkan fatwa: pertama, Al-Tashwiratau deskripsi masalah. Setidaknya, menurutAl-Ghazali ada beberapa pertanyaan yangharus dijawab: what, why, when dan howsehingga dimensi waktu (al-Zaman), tempat (al-Makan), person (Al-Ashkhas) dan keadaan (Al-Ahwal) bisa terpenuhi dengan lengkap. Dengandemikian, apabila seorang mufti dihadapkandengan problem yang menyangkut fiqh al-

    Ummah, maka ia harus bekerja sama denganpakar ilmu ekonomi, ilmu sosial, politik,pertahanan Negara dan para pakar lainnyasesuai dengan problem yang sedang dihadapi.Menakar gejala yang muncul, serta menimbangdengan cermat berbagai kemungkinan yangnanti akan terjadi. Dan hal seperti inimembutuhkan riset yang mendalam dan tidakmudah.

    Kedua, Al-Takyif. Fase ini adalah yangmenghubungkan antara deskripsi masalahyang dihadapi dengan hukum-hukum fikih.

    Upaya pencarian titik temu antara masalahd e n g a n h u k u m f i k i h i n i h a r u smempertimbangkan empat dimensi; waktu,tempat, person dan keadaan. Sebab perubahan

    salah satu dari keempat dimensi sangat

    menentukan apakah fatwa yang akandiberikan. Ulama-ulama klasikseperti Ibn Qayyim dan IbnAbidin telah jauh-jauh harite lah berpesan bahwahukum fikih bisa sajaberubah-ubah sei r ingdengan perubahan zaman,tempat, person dank e a d a a n . S e m i s a lh u k u m m e m a k a nbangkai bagi mereka

    yang berada dalams i t u a s i d h a r u r a t a d a l a h b o l e h ,apabila tidak ada

    bahan makanan lainyang bisa digunakan untuk

    bertahan hidup. Namun, bagi

    mereka yang tidak dalam keadaan dharurathal tersebut diharamkan.

    Ketiga, bayan al-hukm. Setelah melaluiproses deskripsi masalah yang tidak sederhanaitu, lalu mengkorelasikannya denganperangkat hukum yang ada dalam ilmu fikih,barulah sang mufti bisa memutuskan perihalhukum atau nasehat-nasehat tertentu agarmasalah yang dihadapi bisa terurai dengan

    baik dan benar. Setelah itu, fase keempat, ishdaral-Fatwa. Fatwa hasil racikan mufti yang telahmengalami berbagai fase tersebut bisadisampaikan kepada mustafti atau diterbitkansecara umum untuk masyarakat jikamenyangkutfiqh al-Ummah-.

    Begitu rumitnya proses lahirnya fatwa,berikut tanggung jawab moral dan agama yangamat berat membuat sahabat dan ulama-ulama

    klasik memberi wejangan yang serius. IbnMas'ud misalnya, beliau pernah berkata: siapasaja yang memberikan fatwa kepada orang-orang

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    Dok.

    Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    5/28

    Buletin

    ur a

    atas segala hal yang mereka tanyakan, berarti iaadalah orang gila. Pun dengan imam Al-Syafi'I,konon, ketika ditanya tentang sebuah masalah,beliau selalu diam sejenak. Lalu si penanyamemberanikan diri untuk bertanya: apa

    gerangan yang menjadikan engkau terdiam?. Akuberfikir sejenak, kiranya mana yang lebihbermanfaat; diam ataukah aku memberimu sebuahjawaban. Demikian jawab imam Al-Syafi'Idengan hati-hati.

    Sikap kehati-hatian ulama ini tak lainlantaran mereka khawatir bahwa fatwa yangmereka berikan tidak sesuai atau tidak bisamemenuhi maqashid al-Syari'ah yang menjadiruh hukum islam itu. alih-alih memberi solusi,sang mustafti malah mendapat masalah baru.Karena pada dasarnya fatwa itu munculsebagai sebuah solusi dan menjelaskan sikapIslam sebagai agama yang rahmatan lil'alaminatas permasalahan yang muncul.

    Ijtihad Politik Cendekiawan DanMedia

    pada dasarnya, fatwa bisa masuk di

    berbagai lini kehidupan baik yang sifatnyaindividual ataupun sosial-komunal. Dengancatatan problem atau fenomena yang terjadimasih kategori af'al al-Mukallafiin. Takterkecuali dalam urusan politik yang terkenallicik dan penuh intrik itu. sebab dalamkehidupan yang si fatnya sosial danbermasyarakat, manusia tidak bisa lepas dariurusan kuasa dan menguasai; pemimpin. Hal

    ini lebih bersifat fitri yang memang tidak untukdihindari.

    Sebuah problem muncul mana kalad a l a m u p a y a m e n g u a s a i a t a umempertahankan kekuasaan ada suarabernada keras yang berasal dari cendekiawan.Insan pers yang rajin memburu berita lalumenulis dengan judul besar 'Fatwa'. Atausuara-suara bernada sinis yang juga keluar dari

    mulut cendekiawan sebagai ungkapan kritikatau bahasa perlawanan pada pihak tertentu.Lagi-lagi keluar sebagai headline dalam sebuah

    media ditulis menggunakan font besar lengkapdengan warna tinta yang mencolok bertuliskan'Fatwa'. Opini pun perlahan terbentuk dantersebar di seluruh masyarakat. Entahfenomena seperti ini dibuat atau memang

    terjadi secara alami. Namun, fakta di lapanganmembuktikan bahwa setiap seruan, laranganatau himbauan yang berasal dari cendekiawanditerjemahkan sebagai 'fatwa'.

    P r o b l e m j u g a m u n c u l d a r icendekiawan itu sendiri. Tidak bisa dipungkiridi Mesir atau di Indonesia- bahwa setiapormas atau partai politik yang berbasis Islammasing-masing memiliki dewan syariah atau

    mufti yang diberi otoritas minimal dalamtubuh ormas atau partai- untuk berfatwa.Barangkali untuk urusan yang bersifatindividu tidak begitu problematic. Akan tetapiketika berurusan dengan hal-hal yang memuat

    kepentingan banyak pihak, disinilah problemitu bermula. Penulis di sini tidak meragukankecakapan atau kapasitas mufti-mufti tersebut.Hanya saja, yang perlu digaris bawai adalahmereka berangkat dari sebuah lembaga yangmempunyai tujuan tertentu. Dan sang mufti,secara emosional mempunyai ikatan yang kuatdengan lembaga tersebut. Sebab padadasarnya, manusia sendiri adalah produk

    lingkungan (walid al-bi'ah). Sehingga, ketikakepentingan lembaganya bersinggungandengan lembaga lain, secara tidak sadar akan

    Laporan Utama

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 5

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Dok. Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    6/28

    Buletin

    ur a

    melahirkan seruan atau himbauan yangemosional. Ia pun membahasakan seruannyaitu dengan istilah 'Fatwa'. Sebagaimana di atas,fenomena seperti ini terjadi berulang kali.

    Bagi sebagian orang, dua fenomena di

    atas dianggap tidak wajar sehingga perludiadakan riset dan penelitian tentangfenomena sosial dan politik ini. Muncullahkemudian apa yang diistilahkan denganpolitisasi 'fatwa' (tasyis al-Fatawa).

    Sebenarnya, menjamurnya mufti-muftiyang berakar pada ormas dan parpol itu sendiriadalah problematis. Terlebih jika berbedah a l u a n d a n s e l a l u b e r s e l i s i h p a d apermasalahan yang sifatnya fundamental.

    Kondisi yang seperti ini menjadikan perang'fatwa' hampir tidak bisa dihindari. Akan tetapipenulis tidak akan masuk ke ranah itu.

    Kaitannya dengan dua fenomena diatas, setidaknya kita menjadi tahu bahwa adareduksi besar-besaran pada pengertian fatwa.Fatwa yang pada awalnya mempunyai maknadan tujuan yang luhur serta memiliki nilaisakralitas sebagai perwujudan dari agama

    untuk menjawab berbagai problem, di tanganjurnalis berubah makna menjadi semuakomentar dan pendapat yang berasal daricendekiawan. Atau 'ijtihad politik' jika kitakaitkan dengan urusan kekuasaan. Lebihlanjut, fatwa juga mengalami reduksi ketikadiucapkan pada kondisi emosi yang tidakstabil, terlebih jika terkesan menyangkutkepentingan golongan. Sebab, pada dasarnya,

    fatwa itu mempunyai tujuan yang universaldan untuk kemaslahatan umat. Tidak hanya

    kemaslahatan sepihak.Seorang mufti, dalam perspektif Ibn

    Shalah, haruslah bersikap obyektif dalammenangani masalah. Ia tidak diperkenankanmemberikan fatwa kala obyektifitasnya dalam

    memandang persoalan itu hilang. Sepertiketika ia terlibat langsung dalam masalahsecara emosional dan lain sebagainya.

    Mengenai permasalahan yang berbaupolitik dan menjadi perdebatan banyak orang,penulis lebih suka menamainya dengan istilah'Ijtihad politik' ketimbang menyebutnyasebagai fatwa. Istilah ijtihad politik dinilai lebihselamat karena sisi subyektifitas bisaterangkum lewat kata 'ijtihad'. Pun tidakmewakili agama secara langsung sebagaimanafatwa. Fatwa sendiri mempunyai tanggung

    jawab ilmiyah yang tidak gampang sepertidipaparkan di atas, selain tanggung jawabmoral dan agama yang tidak ringan.

    Meski demikian, penulis tidakmenafikan adanya fatwa dalam permasalahanpolitik. Tentunya setelah melewati empat fasesecara ketat dan bisa dipertanggung jawabkan

    secara ilmiyah. Lebih-labih pada deskripsim a s a l a h (A l - T a s h w i r) d e n g a nmempertimbangkan berbagai kemungkinanyang terjadi. Sebab permaslahan politik selalumudah menyulut permusuhan dan rentandisalah artikan. Sehingga kesalahan sekecilapapun dalam mengeluarkan fatwa politiksangat berpotensi untuk dianggap sebagai'politisasi fatwa', tantunya media juga

    mempunyai andil yang tidak kecil dalammasalah ini. Wallahu A'lam.[$]

    6 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    EXPRESS COPYMelayani fotokopi berbagai macam dokumen

    , ,

    Laporan UtamaMedia Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    7/28

    Buletin

    ur a Kolom

    Kolom

    menjawab tantangan zaman.

    Jangan sampai universalitasIslam yang mereka elu-elukan

    bagai indah kabar dari rupa.

    Mutlak perlu diketahui

    bahwa dengan universalitasnya

    I s l a m b u k a n b e r a r t i

    menunjukkan universalnya

    seorang Faqih atau Mufti -

    sehingga fatwanya dianggap

    s e b a g a i p e n g e n d a l ikepentingan masyarakat-.

    Maka dari itu, harus ada

    perbedaan antara universalitas

    Islam, tugas fikih dan ahli fikih,

    sebagaimana harus dibedakan

    antara fikih dan polit ik.

    S a y a n g n y a , p e r u b a h a n -

    perubahan peristiwa politik

    k e r a p m e n g a k i b a t k a nk e k a c a u a n i n i s e h i n g g a

    menuntut adanya "peran",

    fungsi, dan ruang lingkup

    fatwa.

    Apabila kita telisik

    peran sentral fikih dalam

    sejarah peradaban islam, kita

    akan menemukan bahwa ilmu

    Fikih merupakan salah satu

    kuntum ilmu Islam yang

    darinyalah sejumlah ilmu

    p e n g e t a h u a n s e m e r b a kbermekaran. Bahkan beberapa

    masterpiece Hadis perdana

    dinilai sebagai masterpiece fikih.

    S e b a g i t a m s i l k i t a b a l -

    Muwaththo' dan kitab Sahih

    Bukhari, serta kitab-kitab

    Sunnah lain yang semula hanya

    bertujuan mengoleksi Hadis

    N a b i k e m u d i a n b e r a l i hpenyusunannya berdasarkan

    pada klasifikasi fikih, untuk

    kemudian menjadi bahan

    rujukan ahli fikih.

    Hukum Islam kembali

    e k s i s d a n b e r k e m b a n g

    dilatarbelakangi aneka sistem

    politik dan pemerintahan, sejak

    era Nabi, Khalifah Arba'ah,Khalifah Bani Umayyah dan

    Abbasiyah. Suatu fenomena

    yang berakhir pada kesimpulan

    bahwa Syariat Islam ialah

    kekuasaan paling absolut dan

    melebihi apapun di benak kaum

    Muslimin selama beberapa

    p e r i o d e s e j a r a h p o l i t i k .

    M e s k i p u n r e a l i t a n y a

    perpol i t ikan umat I s lam

    terpecah, tetapi Syariat Islam

    merupakan faktor pendukung

    p e r s a t u a n u m a t . Y a i t upersatuan yang terbentuk dari

    kesadaran bahwa Syariat Islam

    mengatur semua tindakan

    manusia, hubungan sesama

    manusia, dan merepresentasi

    se luruh aspek indiv idu ,

    kolektif, perundang-undagan,

    ibadah, dan lain sebagainya.

    Perannya yang mampu

    mempersatukan umat, Syariat

    Islam kerap dijadikan alat oleh

    beberapa kepentingan individu

    u n t u k m e n g - g o l - k a n

    manuvernya. Meski sebetulnya

    dalam kacamata fikih, manuver

    itu sungguh bertentangan.

    Melalui corong pembicarafa twa f ik ih a l ias Muft i ,

    kepentingan individu itu

    'diupayakan' untuk lolos

    melalui observasi Syariat Islam.

    Padahal , Muft i ber tugas

    menyampaikan permasalahan

    dan maslahat umat yang erat

    kaitannya dengan fikih, bukan

    meloloskan kepentingan pihaktertentu. Disinilah muncul

    kecarutmarutan antara Syariat

    Islam dan fikih. Hingga sulit

    membedakan antara Syariat

    yang merupakan hukum Allah

    dan Fikih sebagai produk

    S y a r i a t y a n g t u g a s n y a

    menyelesaikan problematika

    kontemporer, zaman, dan fakta-

    fakta yang terjadi sepanjang

    Saat ini dunia Islam dijejali dengan berbagai problematika

    kontemporer yang menuntut eksistensi fikih sebagai jawaban atas

    problematika yang ada. Benturan inovasi, gagasan, dan carutmarutnya problematika kontemporer memaksa fikih untuk tak

    tinggal diam kemudian ditinggalkan. Justru eksistensinya kian

    dibutuhkan meski bersinggungan dengan problematika yang

    sebelumnya tak tersentuh. Apalagi dengan munculnya istilah

    universalitas Islam di kalangan ulama', fikih diharap mampu

    Oleh: Dhoriefah Niswah El Fidaa'

    Membincang Metodologi Fatwa, Mengharap Persatuan Umat

    7Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    8/28

    Buletin

    ur a Kolom

    sejarah hidup Islam.

    Sebagai contoh ialah fatwa Mesir tentang

    pembangunan dinding pembatas beton setinggi

    30 m sepanjang perbatasan Gaza dan Mesir, fatwa

    Irak tentang hukum partisipasi dalam pemilu

    pemerintahan boneka AS, fatwa tentang hukum

    pewarisan kekuasaan, fatwa embargo produk-

    produk AS, fatwa penjualan gas pada Zionis

    Israel, dan lain sebagainya.

    Terlepas dari kepentingan individu,

    marilah kita merujuk pada metodologi fatwa.

    Mufti dalam berijtihad, menggunakan pisau

    analisa Ushul Fikih sebagai rujukan metodologis

    yang dituntut mampu mempadu-padankan teks

    yang jumlahnya terbatas untuk menyelesaikanproblematika umat yang tak terbatas. Ushul Fikih

    merupakan cerminan dari dua kutub ilmu, ilmu

    bahasa Arab dan ilmu Maqashid Syari'ah. Ilmu

    bahasa Arab di dalamnya mencakup pembahasan

    hukum-hukum syara' dan ilmu Kalam yang mana

    keduanya mengupas istinbath hukum nash-nash

    syara' dengan kaedah-kaedah tertentu.

    Salah satu metodenya ialah dengan

    mengembalikan problematika Fikih pada sifat-sifat yang mirip atau sepadan. Sifat ini

    diistilahkan oleh ahli Ushul Fikih dengan sebutan

    'illat; yang umumnya dipelajari di dalil syara'

    Qiyas. Maka dari itu, Qiyas merupakan salah satu

    metode untuk menyelesaikan problematika Fikih

    kontemporer. Sehingga pada akhirnya,

    problematika umat terselesaikan melalui hukum

    Allah melalui nash-nash-Nya atau diqiyaskan

    pada nash-nash tersebut. Kutub Ilmu bahasa

    Arab inilah yang telah menjadi rujukan utama

    umat Islam dari kebangkitan Islam dan akan

    selamanya dijadikan rujukan hingga kini dan

    mendatang.

    Kemudian, pada Abad ke-4 Hijriah,

    metodologi Qiyas kian meluas seiring dengan

    munculnya taqlid untuk mengikuti seorang Fakih

    dan berkembangnya madzhab Fikih yang empat.Hingga pada taraf munculnya suatu kelompok

    yang berpendapat, j ika ter jadi suatu

    problematika Fikih, maka seorang Mufti tak boleh

    merujuk ke al-Qur'an dan Sunnah terlebih

    dahulu, melainkan merujuk pada perkataan

    Fakih yang diikutinya yang mana Fakih tersebut

    telah merujuknya pada al-Qur'an dan Sunnah.

    Apabila problematika Fikihnya sesuai dengan

    perkataan Fakih, maka Mufti boleh berfatwa dan

    menghukumi. Apabila bertentangan dengan

    perkataan Fakih, maka Mufti dilarang berfatwa.

    Dan apabila berani menentangnya, maka ia akan

    diturunkan jabatannya. Agaknya untuk kasus

    keterkinian, penurunan jabatan merupakan

    tangan besi dari kepentingan individu.

    Kutub ilmu kedua, yaitu ilmu Maqashid

    Syari'ah. Diskursus ini mencuat dan mulai

    ditelaah kembali pada akhir abad kesembilanbelas, tepatnya tahun 1884, tahun dimana buku

    al-Muwafaqt karya Imam al-Sythib dicetak

    untuk pertama kalinya. Imam Thohir Bin 'Asyr

    berkata: "Suatu hal yang tak layak jika para ulama

    tak sepakat dalam mengi'tibarkan maslahah dan

    menjauhkan dari mafsadah. Utamanya jika terjadi

    suatu problematika umat. Dan tak layak jika

    seorang alim hanya menunggu datangnyamaslahat tanpa mencar inya a tau takmengembalikannya pada Qiyas. Akan tetapi ia

    harus berijtihad untuk menemukan maslahatnya

    atau berusaha mencari padanannya di Qiyas

    syara'.

    Problematika yang belum tuntas dengan

    Qiyas, akhirnya dikembalikan pada Maqashid

    Syari'ah. Misalnya, permasalahan-permasalahan

    yang terjadi di masyarakat seperti sistem

    perpolitikan, lembaga-lembaga politik, tentara,

    pelayanan publik, pendidikan, kehidupan

    berpolitik, konstitusi, pemilu, isu-isu hak asasi

    manusia, lindungan hidup, akad-akad keuangan,

    pe r u s a h a a n - pe r u s a h a a n m o de r n , da n

    sebagainya. Permasalahan-permasalahan

    tersebut berkait kelindan dengan Maqashid

    Syari'ah meskipun sebagian dapat disimpulkan

    dengan dalil-dalil Fikih klasik atau Qiyas. [$]

    8 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Suatu hal yang tak layak jika para ulama taksepakat dalam mengi'tibarkan maslahah dan

    menjauhkan dari mafsadah .

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    9/28

    Buletin

    ur a Bahts

    Prolog

    Agama Islam didaulat sebagai agamaparipurna yang senantiasa sesuai denganperkembangan zaman; shlihun li kulli zamn wamakn. Meskipun teks-teks wahyu yangditurunkan kepada Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam jumlahnyaterbatas, namun Islam memiliki cara atauinstrumen tersendiri dalam menjawabberbagai persoalan umat manusia di mana dankapan pun itu. Instrumen ini bernama ijtihad.Ijtihad diartikan sebagai sebuah upayapenggalian hukum syariat dari dua sumberutama; Al-Quran dan Hadis. Ijtihad sangat eratkaitannya dengan fatwa. Karena fatwamerupakan salah satu produk dari aktivitasijtihad yang dikeluarkan oleh seorangmujtahid.

    Seiring berjalannya waktu, persoalan

    di dunia ini terus mengalami perkembangan,sehingga banyak hal-hal baru yang muncul danbelum memiliki status hukum yang spesifikdalam syariat Islam. Persoalan-persoalan baruinilah yang kerap mendorong khalayak umumuntuk bertanya kepada seorang ulama demimendapatkan status hukumnya, yangkemudian disebut dengan fatwa. Namundalam perjalanannya fatwa tidak lepas dari

    berbagai kepentingan tertentu. Lantasdimanakah posisi fatwa di tengah badaikepentingan seperti saat ini?

    Pengertian Fatwa

    Sebelum kita terlalu jauh membahasmengenai berbagai persoalan yang terjadi didunia fatwa, kita harus lebih dahulu

    mengetahui makna fatwa itu sendiri. Denganmengetahui maknanya, kita akan memilikipersepsi yang benar dan utuh tentang fatwa,sehingga t idak salah kaprah dalam

    mengklasifikasikan vonis status hukum dalam

    agama yang mirip namun berbeda makna dankosekuensinya.Secara bahasa, Ibnu Mandzur dalam

    Lisn al-Arab menjelaskan bahwa makna ift'adalah memberikan penjelasan atas sebuahperkara dan menghilangkan persoalan pelik didalamnya. Sedangkan fatwa sendiri diartikansebagai jawaban seorang mufti.

    S e c a r a i s t i l a h , M a y y a r a hmendefenisikan fatwa adalah pemberitahuan

    akan status hukum syariat yang tidakmengikat. (al-Itqn wa al-Ihkm, 1/8).

    Al-Bahuti dalam Syarh Muntaha al-Iradt mendefinisikannya sebagai sebuahpenjelasan akan hukum syariat bagi orangyang bertanya. (3/483).

    Al-Munawi dalam at-Ta'arf lebihsimpel dalam memberikan definisi fatwa, yaitu

    jawaban seorang mufti.

    Dari pengertian secara bahasa danistilah di atas dapat kita ambil sebuahkesimpulan bahwa tujuan fatwa adalahmemberikan penjelasan status hukum syariatterhadap sebuah perkara dan sifatnya tidakmengikat. Hal ini berbeda dengan qadha', yaitukeputusan hukum seorang hakim dalamsebuah perkara, maka ini sifatnya mengikatkepada orang yang bersangkutan. Dengan

    demikian, tugas seorang mufti hanya sebatasmenyampaikan status hukum perkara yangditanyakan oleh mustafti (orang yang memintafatwa), dan mustafti masih memiliki peluanguntuk menjalankan atau tidak keputusan

    Oleh: M. Hidayatulloh*

    Reposisi Fatwa di Tengah Badai Kepentingan

    Bahts

    * Santri Ruwaq Al-Azhar

    9Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Secara bahasa, Ibnu Mandzur dalam Lisn al-Arabmenjelaskan bahwa makna ift' adalah memberikanpenjelasan atas sebuah perkara dan menghilangkan

    persoalan pelik di dalamnya. Sedangkan fatwa sendiridiartikan sebagai jawaban seorang mufti.

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    10/28

    Buletin

    ur a Bahts

    hukum yang telah diambil oleh mufti tersebut.

    Bahaya Fatwa

    Fatwa merupakan produk Islam yangsangat tinggi nilainya, sehingga tidak semua

    orang boleh mengeluarkan pendapat atasnama fatwa. Fatwa hanya boleh dikeluarkanoleh orang-orang yang telah memenuhikualifikasi ketat, baik dalam sisi kapabilitasmaupuan kredibilitas. Seorang mufti harusmemiliki kapabilitas keilmuan agama yangmumpuni, dengan penguasaan yang baik akanberbagai disiplin ilmu dalam Islam. Dia jugaharus merupakan sosok yang memiliki

    kredibilitas unggul sehingga terlepas dariprilaku-prilaku yangkurang terpuji.

    B e g i t uketatnya kualifikasiuntuk menjadi seorangm u f t i , s e h i n g g abanyak ulama yangtidak berani untuk

    maju ke zona bahayayang bernama 'fatwa'ini. Mereka memilihuntuk tidak bermainapi di zona ini. Karenah a k i k a t b e r f a t w aadalah penyampaianhukum Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apalagipimpinan para mufti Sayyiduna Muhammadshallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabdayang artinya: "Orang yang paling beraniberfatwa di antara kalian adalah orang yangpaling berani masuk neraka."

    Imam Nawawi berkata: "Ketahuilahbahwasanya fatwa itu sangat berbahaya, besarurusannya, dan banyak keutamaannya. Karenaseorang mufti adalah pewaris para nabishalawatullahi wa salamuhu 'alaihim, jugaseorang yang menunaikan fardhu kifayah.

    Akan tetapi dia sangat rentan untuk terjatuhpada kesalahan. Oleh karena itu, para ulamam e n g a t a k a n b a h w a s e o r a n g m u f t i

    penyambung keputusan Allah Ta'ala." (AdabulFafwa, hlm. 13).

    Ibnu Qayyim berkata: "Hendaklahseorang mufti mengetahui siapa yang diawakili dalam fatwanya. Hendaklah diaberkeyakinan bahwa dirinya kelak akan

    ditanya di hadapan Allah Ta'ala." (I'lmMuwaqqi'n, 1/10-11).

    Para ulama salaf senantiasa berhati-hati dalam memberikan sebuah fatwa, bahkanmereka sering memberikan saran kepadaorang yang meminta fatwa agar bertanyakepada orang selain dirinya. Abdurrahman binAbi Laila pernah berkata: "Aku pernahmendapati 120 sahabat Nabi shallallahu 'alaihi

    wa sallam dari kalangan Anshar. Saat salahseorang merekabertanya mengenais u a t up e r m a s a l a h a n ,maka sahabat yangi n i m e l e m p a rpertanyaan kepadasahabat yang lain,

    d a n d i a p u nm e l e m p a r n y ak e p a d a s a h a b a ty a n g l a i n l a g i ,hingga akhirnyapertanyaan tersebutkembal i kepada

    orang pertama." (Trikh Bagdd, 13/412).Imam Malik bin Anas pernah berkata:

    "Barangsiapa menjawab sebuah pertanyaan,maka sebelum menjawabnya, hendaklah diamengingat surga dan neraka serta bagaimanakelak nasibnya di akhirat. Setelah itu barulahdia menjawab pertanyaan tersebut." (AdabulMufti wal Mustafti, hlm. 79-80).

    Fatwa dan Kepentingan

    Dari paparan di atas, tampak begitu

    berat konsekuensi sebuah fatwa. Olehkarenanya para ulama tidak serta mertamenjawab seluruh pertanyaan keagamaan

    0 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Para ulama salaf senantiasa berhati-hati dalammemberikan sebuah fatwa, bahkan mereka seringmemberikan saran kepada orang yang meminta fatwa agarbertanya kepada orang selain dirinya. Abdurrahman bin AbiLaila pernah berkata: "Aku pernah mendapati 120 sahabatNabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan Anshar. Saatsalah seorang mereka bertanya mengenai suatu

    permasalahan, maka sahabat yang ini melempar pertanyaankepada sahabat yang lain, dan diapun melemparnya kepadasahabat yang lain lagi, hingga akhirnya pertanyaan tersebutkembali kepada orang pertama." (Trikh Bagdd, 13/412).

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    11/28

    Buletin

    ur a Bahts

    yang dilontarkan kepada mereka. Merekasadar betul bahwa jawabannya kelak akandipertanggungjawabkan di hadapan AllahSubhanahu wa Ta'ala. Namun demikian,seorang ulama juga tidak boleh bersembunyi

    dari realitas yang ada. Menyembunyikan ilmuyang telah dianugerahkan oleh Allah Ta'alakarena takut salah dalam memberikankeputusan hukum juga merupakan tindakankurang terpuji. Menyembunyikan ilmu ini punjuga memiliki ancaman tersendiri. Jadi,idealnya adalah bersikap apa adanya sesuaik a p a s i t a s y a n gdimiliki dengan

    t e r u s b e r h a r a pm e n d a p a t k a ntaufik dari AllahTa'ala. Seorangulama yang diberipertanyaan tentangs t a t u s h u k u msebuah perkara,l a n t a s d i am e n j a w a b n y asesuai prosedurd a n s t a n d a rkei lmuan Is lamyang berlaku, makajika dia salah akanmendapatkan satupahala dan jika benarakan mendapatkan duapahala. Karena dengan demikian berarti dia

    telah berijtihad. Dan dalam konsep pahalaijtihad, jika benar mendapatkan dua dan jikasalah mendapatkan satu.

    Seiring dengan meningkatnya rasakeingintahuan masyarakat terhadap Islam,fatwa mulai bergeser dari peranannya semula.Jika semula fatwa hanya bertujuan untukmemberikan penjelasan dengan sebenar-benarnya mengenai status hukum syariat atas

    sebuah perkara yang bersifat tidak mengikat,kini fatwa seakan dijadikan instrumen untukkepentingan-kepentingan tertentu. Di tangan

    seorang ekonom, fatwa akan dijadikanjustifikasi keabsahan atau kehalalan akanproduk-produk bisnis atau transaksi-transaksikeuangan yang dia tawarkan. Di tanganseorang politisi, fatwa akan digunakan sebagai

    jargon politik atau alat untuk meraupdukungan massa sebanyak-banyaknya.Demikian pula, fatwa akan ditarik-tarik dandikait-kaitkan oleh pihak selain mereka, demimemberikan segel 'halal' pada aktivitas atauproduk yang mereka ciptakan.

    Di titik ini, fatwa sudah tidak lagimenjadi sekedar penjelasan statush u k u m , namun justru

    b e r u b a h m e n j a d iobye k studi yangp e r l ud i j e l a s k a nh u k u m n y as e n d i r i .

    A r t i n y a , k i t aa k h i r n y a p e r l u

    bertanya lagi kepada parau l a m a t e n t a n g h u k u m

    berfatwa demi kepentingan-kepentingan tertentu. Fatwaberbalut kepentingan inilahyang kerap menimbulkanperang fatwa antar ulama danmembuat kondisi sosialmasyarat menjadi t idak

    kondusif. Alih-alih masyarakatmendapatkan pencerahan dan kemaslahatan

    dari sebuah fatwa yang telah dikeluarkan olehseorang ulama, mereka justru akan salinglempar cacian bahkan baku hantam demimembela ulama idolanya. Tentunya ini akanmelahirkan persoalan baru dan sangatbertentangan dengan konsep dan spirit yangterkandung dalam fatwa itu sendiri.

    Perang fatwa mungkin jarang kitatemukan di tengah masyarakat muslim

    Indonesia. Karena perlu kita akui bahwa dinegara kita belum ada yang berani untukberfatwa, kalau tidak ingin dikatakan memang

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 11

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Dok.Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    12/28

    Buletin

    ur a

    belum ada sosok yang layak untukmengeluarkan fatwa. Penulis teringat sebuahstatemen dari guru penulis Dr. Amr Wardani,salah seorang ulama staf fatwa di Dar el-Fatwa(Lembaga Pusat Fatwa) Republik Arab Mesir.Pasca kunjungan beliau ke Indonesia, beliaumengatakan bahwa di Indonesia belum adaseorang mufti, yang ada hanyalah para fuqaha(ahli fikih). Hal itu beliau dasarkan pada faktabahwa para ulama Indonesia sering terjebakpada ijtihad-ijtihad ulama klasik dalammemberikan hukum pada persoalan-persoalanbaru. Padahal bisa jadi empat aspek dalamproses fatwa sudah berbeda; asykhs(personal), ahwl (kondisi), makn (tempat),

    dan zamn (waktu).Namun beda halnya jika kita melihat

    kasus yang terjadi di dunia Arab. Meskisebagian besar ulama telah menggulirkan ideagar dibuat lembaga khusus yang menjadikiblat fatwa, karena sulitnya ditemukan sosokmufti yang memenuhi kualifikasi, tapi tetapsaja fatwa individu banyak kita temukan. Faktaterbaru, betapa perang fatwa di Mesir betul-

    betul tersajikan dengan sangat panas, antarapara mufti dari kalangan Ikhwanul Muslimin,Salafi, dan Al-Azhar. Konflik 'kepentingan'yang terjadi di Mesir ini pun mempengaruhibahkan menciptakan konflik serupa dibelantika dunia Islam lainnya yang selama iniberkiblat kepada Mesir dalam keilmuannya.Hal serupa juga terjadi lebih dahulu di Suriah.Dan untuk saat ini di dunia Arab sendiri sedang

    mengalami kerancuan pemahaman terkait

    fatwa ini. Masyarakat awam dan sebagiancivitas akademika-- sering salah dalammemahami statemen para ulama yangmengandung keputusan hukum syariat.Mereka hampir tidak bisa membedakan antara

    fatwa dengan ra'yun fiqhi (pandangan fikih).Semua statemen ulama mereka anggap sebagaisebuah fatwa, padahal kenyataannya tidakdemikian.

    Penutup

    Dengan melihat uraian singkat di atas,merupakan sebuah keniscayaan untukmengembalikan lagi fatwa pada posisi semula.

    Posisinya yang permanen sebelum ditarik kekanan dan ke kiri demi mengukuhkan sebuahkepentingan. Dengan demikian fatwa tidaklagi dijadikan alat justifikasi sebuahkepent ingan yang hanya cenderungmenguntungkan pihak tertentu. Jika pun adakepentingan yang harus dibela oleh sebuahfatwa, maka kepentingan itu bernama'kebenaran'. Kebenaran yang didasarkan pada

    prinsip-prinsip baku dalam Islam. Akhirnyapenulis ingin mengajak seluruh pihak untuklebih hati-hati dalam persoalan fatwa ini.Kemaslahatan publik harus menjadi misiutama dalam urusan fatwa, sehingga kondisisosial masyarakat menjadi lebih kondusif.Dengan demikian, pikiran dan tenaga umatdapat lebih disinergiskan dan dioptimalkansehingga menghasilkan karya-karya nyata

    yang produktif. Wallahu A'lam. [$]

    2 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir Bahts

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Do

    k.

    Goog

    le

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    13/28

    Buletin

    ur a Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir Bahts

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 13BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Femina

    Fatwa menurut istilah dalam kamusLisan al 'arob karya Ibnu Mandzur adalahmengeluarkan hukum bagi orang yang tahuakan masalah dan mempunyai ilmu-ilmu yangmumpuni untuk menyelesaikan masalah yangada. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwatidak ada syarat khusus yang membahastentang penentuan gender apa saja yang bolehdan tidak boleh untuk berfatwa. Syarat utama

    yang ditentukan disini hanyalah orang yang aqilbaligh dan ilmu yang mumpuni sehinggamampu mengambil hukum demi penyelesaiansebuah masalah.

    Secara bahasa, fatwa berarti petuah,nasihat, dan jawaban pertanyaan hukum.MenurutEnsiklopedi Islam, fatwa dapatdidefinisikan sebagai pendapat mengenaisuatu hukum dalam Islam yang merupakan

    tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaanyang diajukan oleh peminta fatwa dan tidakmempunyai daya ikat.

    Disebutkan dalam Ensiklopedi Islambahwa si peminta fatwa baik perorangan,lembaga maupun masyarakat luas tidak harusmengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikankepadanya. Hal itu disebabkan karena fatwaseorang mufti atau ulama di suatu tempat bisa

    saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempatyang sama.Pada kebanyakan kasus, dapat kita

    temui bahwa fatwa-fatwa tersebut memilikisatu ciri khusus, yaitu bersifat dinamis, karenam e r u p a k a n t a n g g a p a n t e r h a d a pperkembangan baru yang sedang dihadapimasyarakat peminta fatwa, juga karena adanyakemungkinan perubahan hukum jika munculpermasalahan baru setelah dikeluarkannyafatwa tersebut.

    Tindakan memberi fatwa disebut futyaatau ifta, suatu istilah yang merujuk pada

    profesi pemberi nasihat. Orang yang memberifatwa disebut mufti atau ulama, sedangkanyang meminta fatwa disebut mustafti, danseperti yang kita ketahui dari definisisebelumnya, bahwa peminta fatwa bisaperseorangan, lembaga ataupun siapa sajayang membutuhkannya.

    Futya pada dasarnya adalah profesiindependen, namun dibanyak negara Muslim

    menjadi terkait dengan otoritas kenegaraandalam berbagai cara. Dalam sejarah Islam, dariabad pertama hingga ketujuh Hijriyah,negaralah yang mengangkat ulama bermutusebagai mufti. Namun, pada masa-masaselanjutnya, pos-pos resmi futya mulaididirikan, sehingga mufti menjadi jabatankenegaraan yang hierarkis, namun tetap dalamfungsi keagamaan.

    Untuk dapat melaksanakan profesifutya, ada beberapa persyaratan yang harusdipenuhi. Pertama, beragama Islam. Kedua,memiliki integritas pribadi (adil), ketiga ahliijtihad (mujtahid) atau memiliki kesanggupanuntuk memecahkan masalah melaluipenalaran pribadi. Berbeda dengan seoranghakim, seorang mufti bisa saja wanita, orangbuta, atau orang bisu, kecuali untuk jabatan

    kenegaraan.Keperluan terhadap fatwa sudah terasasejak awal perkembangan Islam. Denganmeningkatnya jumlah pemeluk Islam, makasetiap persoalan yang muncul memerlukan

    jawaban. Untuk menjawab persoalan tersebutdiperlukan bantuan dari orang-orang yangkompeten di bidang tersebut. Dalam masalahagama, yang berkompeten untuk itu adalahpara mufti atau para mujtahid.

    Mengeluarkan fatwa itu bukan sesuatuyang mudah, jika kita salah dalam berfatwamaka taubatnya tidaklah semudah yang kita

    Femina

    Oleh: Elok Ningtyas Rachmania

    Wanita berfatwa, Why Not????

    Wanita

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    14/28

    Buletin

    ur a FeminaMedia Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    4 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    bayangkan, hanya dengan salat Taubat laluberes, melainkan taubatnya adalah harusmelalui tiga tahapan di mana tahapan-tahapanini akan sangat sulit jika seorang wanita yangmenjalankannya, karena wanita lebih memakai

    perasaan, memakai hati, mungkin jugagengsinya lebih besar dari pada laki-laki. Diantara tahapan-tahapan tersebut adalah yangpertama bertaubat kepada Allah dengan salatTaubat, lalu membenarkan apa yang salah darifatwanya dan menjelaskan kepada semuaorang yang telah menerima fatwanya dengancara door to dooratau datang ke rumah-rumahatau dengan menggunakan pengeras suara danmengelilingi negara tempat ia mengeluarkanfatwanya tersebut.

    M e m a n gbenar kita akuibahwa kebanyakanmufti-mufti negaraadalah seorang laki-laki, tetapi itu bukanberarti ada laranganbagi wanita untuk

    berfatwa. Berkacapada zaman Rasul,Sayyidah Aisyah r.asebagai istri RasulSAW pada saat itujuga berfatwa bukan hanya sesekali, tapibanyak kita temui tercatat di buku-bukusejarah Islam. Mengapa? karena memangSayyidah Aisyah dipercaya oleh Rasul untuk

    melakukannya, terutama dalam penyelesaianmasalah-masalah yang berkaitan denganwanita. Dan memang Sayyidah Aisyahmempunyai ilmu yang memadai, denganbimbingan dari sang suami tentunya.

    Jadi, amat sangat tidak salah bagiseorang wanita untuk berfatwa. Apakah fatwaseorang wanita dapat di terima dan dijadikanhukum? Tunggu dulu, bukan berarti wanita

    boleh berfatwa lalu semua fatwa wanita dapatdi terima, kita harus terlebih dahulumengetahui siapa wanita yang berfatwa itu,kedalaman ilmu, kebijaksanaan dalam

    mengambil hukum,dan asal-usul wanitatersebut, semua harus dipertimbangkanterlebih dahulu oleh si pengambil hukum.

    Otomatis dari hal-hal tersebut, dapatkita ambil kesimpulan bahwa ada syarat-syarat

    khusus bagi seorang wanita untuk berfatwa.Diantaranya adalah kadar keilmuan yangmumpuni, ke'aqil balighan yang sudah tidak diragukan lagi, kemampuan dalam mengontrole m o s i d i r i j u g a h a r u s b e n a r - b e n a rdipertimbangkan. Wanita diperbolehkanberfatwa asal memenuhi kapibilitas di atasuntuk berfatwa.

    Lalu, mengapa kebanyakan di setiap

    negara arab yang menjadi mufti adalah seoranglaki-laki? Memang wanita tidak dilarang untukb e r f a t w a , t a p it e r k a d a n gkeadaan emosiw a n i t a i t ukurang stabil dandipengaruhi olehhormon yangb e r k e m b a n gd a l a mdirinya,karenam u f t i d a u l a h a d a l a hkedudukan yang

    sangat penting dalam mengeluarkan hukumsehingga ditakutkan jika wanita yang menjadimufti negara maka hukum yang dikeluarkanmungkin saja kurang tepat karena saat itu ia

    sedang kurang baik moodnya maka hukumnyaasal-asalan.

    Laki-laki lebih stabil hormon sehari-harinya,tanpa ada menstruasi jadi tidak naikturun hormonnya. Maka lebih bijaksana jikakedudukan seorang mufti adalah bagi laki-lakidan bukan wanita, tetapi bukan berarti hal inimenjadi landasan bahwa wanita tidak bolehberfatwa.

    Imam Syafi'i rahimahullahu pernahberkata: Siapa saja yang mengatakan sesuatudengan hawa nafsunya, yang tidak ada seorangimampun yang mendahuluinya dalam

    Memang benar kita akui bahwa kebanyakan mufti-mufti negaraadalah seorang laki-laki, tetapi itu bukan berarti ada larangan bagi

    wanita untuk berfatwa. Berkaca pada zaman Rasul, SayyidahAisyah r.a sebagai istri Rasul SAW pada saat itu juga berfatwa

    bukan hanya sesekali, tapi banyak kita temui tercatat di buku-bukusejarah Islam. Mengapa? karena memang Sayyidah Aisyah

    dipercaya oleh Rasul untuk melakukannya, terutama dalam

    penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan wanita. Danmemang Sayyidah Aisyah mempunyai ilmu yang memadai, dengan

    bimbingan dari sang suami tentunya.

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    15/28

    Buletin

    ur a Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir Femina

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 15BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    sering mengoreksi ayat, hadits, dan hukumyang keliru diberlakukan untuk kemudiandijelaskan kembali maksud yang sebenarnya.Salah satu contoh adalah perkataan yangdiungkapkan oleh Abu Hurairah. Ketika ituAbu Hurai rah meru juk hadi s yang

    diriwayatkan oleh Fadhl ibnu Abbas bahwabarang siapa yang masih dalam keadaan junubpada terbit fajar, maka dia dilarang berpuasa.Ketika Abu Hurairah bertanya kepada Aisyah,Aisyah menjawab, Rasulullah pernah junub(pada waktu fajar) bukan karena mimpi,kemudian beliau meneruskan puasanya.Setelah mengetahui hal itu, Abu Hurairahberkata, Dia lebih mengetahui tentang

    keluarnya hadis tersebut. Kamar Aisyah lebihbanyak berfungsi sebagai sekolah, yang murid-muridnya berdatangan dari segala penjuruuntuk menuntut ilmu. Aisyah senantiasamembentangkan kain hijab di antara muridyang bukan mahramnya. Aisyah tidak pernahmempermudah hukum kecuali jika sudah jelasdalilnya dari Al-Qur'an dan Sunnah.

    Dalam penetapan hukum pun, Aisyah

    kerap langsung menemui wanita-wanita yangmelanggar syariat Islam. Aisyah pun pernahmenyaksikan adanya perubahan pada pakaianyang dikenakan wanita-wanita Islam setelah

    Rasulullah wafat. Aisyah menentangperubahan tersebut seraya

    b e r k a t a , S e a n d a i n y aRasulullah melihat apa yangterjadi pada wanita (masa kini),

    niscaya beliau akan melarangmereka memasuki masjidsebagaimana wanita Bani Israildilarang memasuki tempat

    ibadah mereka.Di dalam Thabaqat

    Ibnu Saad mengatakanbahwa Hafshah bintiAbdirrahman menemuiU m m u l - M u k m i n i n

    Aisyah. Ketika itu Hafsyahmengenakan kerudung tipis.

    Secepat kilat Aisyah menarik

    permasalahan tersebut, baik Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam ataupun parasahabat beliau, maka sungguh dia telahmengadakan perkara baru dalam Islam.Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga telah bersabda: Barangsiapa yang

    mengada-ada atau membuat-buat perkara barudalam Islam, maka baginya laknat Allah Subhanahuwa Ta'ala, para malaikat, dan manusia seluruhnya.

    Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima infaqdan tebusan apapun darinya.Al-Hafizh IbnuHajar rahimahullahu berkata : Adapun paraimam dan para ulama ahlul hadis, sungguhmereka semua mengikuti hadis yang sahih apaadanya bila hadis tersebut diamalkan oleh para

    sahabat, generasi sesudah mereka (tabi'in) atausekelompok dari mereka. Adapun sesuatuyang disepakati oleh salafush shalih untukditinggalkan maka tidak boleh dikerjakan.Karena sesungguhnya tidaklah merekameninggalkannya melainkan atas dasar ilmubahwa perkara tersebut tidak (pantas, -pen.)dikerjakan.(An-Nubadz Fi Adabi Thalabil'Ilmi, hal. 113-115)

    Sebagai contoh konkrit dari wanitayang di perbolehkan berfatwa itu ada sejakzaman Rosulallah SAW yaitu Sayyidah AisyahRA. Aisyah memiliki wawasan ilmu yang luass e r t a m e n g u a s a i m a s a l a h - m a s a l a hkeagamaan, baik yang dikaji dari Al-Qur'an, hadis-hadis Nabi, maupun ilmufikih. Tentang masalah ilmu-ilmu yangdimiliki Aisyah ini, di dalam Al-M u s t a d r a k , a l - H a k i mmengatakan bahwa sepertigadari hukum-hukum syariatdinukil dan Aisyah. Abu Musaal-Asya'ari berkata, Setiapkal i kami menemukankesulitan, kami temukank e m u d a h a n n y a p a d aAisyah. Para sahabat seringmeminta pendapat jika

    menemukan masalah yangt i d a k d a p a t m e r e k aselesaikan sendiri. Aisyah pun

    Dok.

    Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    16/28

    Buletin

    ur a Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir Femina

    6 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    kerudung tersebut dan menggantinya dengankerudung yang tebal. Aisyah adalah orangyang paling dekat dengan Rasulullah sehinggabanyak menyaksikan turunnya wahyu kepadabeliau, sebagaimana perkataannya ini : Akupernah melihat wahyu turun kepadaRasulullah pada suatu hari yang sangat dinginsehingga beliau tidak sadarkan diri, sementarakeringat bercucuran dari dahi beliau. (HR.Bukhari)

    Aisyah pun memiliki kesempatanuntuk bertanya langsung kepada Rasulullahjika menemukan sesuatu yang belum diapahami tentang suatu ayat. Dengan demikiandapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu

    langsung dan Rasulullah sebagaimanaungkapannya ini : Aku bertanya kepadaRasulullah tentang ayat, 'Dan orang-orang yangmemberikan apa yang telah mereka berikan denganhati yang takut.' (QS. Al-Mu'minun: 60).Apakah yang dimaksud dengan ayat di atasadalah para peminum khamar dan pencuri?Beliau menjawab, 'Bukan, putri ash-Shiddiq!Mereka adalah orang yang berpuasa, salat, dan

    bersedekah, tetapi takut (amal mereka tidakditerima). Mereka menyegerakan diri dalamkebaikan, tetapi mendahului (menentukan sendiri)kebaikan tersebut. (HR. Ibnu Majah danTirmidzi).

    Aisyah berkata lagi : Aku bertanyakepada Rasulullah tentang firman Allah:'Yauma tabdalul-ardhu ghairal-ardha was-samawati. Di manakah manusia berada, wahaiRasulullah? Beliau menjawab, Manusiaberada di atas shirath. (HR. Muslim)

    Aisyah termasuk wanita yang banyakmenghafalkan hadis-hadis Nabi Shallallahualaihi wassalam, sehingga para ahli hadismenempatkan dia pada urutan kelima daripara penghafal hadis setelah Abu Hurairah,Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas.Aisyah memiliki keistimewaan yang tidakdimiliki siapa pun, yaitu meriwayatkan hadis

    yang langsung dia peroleh dan Rasulullah danmenghafalkannya di rumah. Karena itu, sering

    dia meriwayatkan hadis yang tidak pernahdiriwayatkan oleh perawi hadis lain. Parasahabat penghafal hadis sering mengunjungirumah Aisyah untuk langsung memperolehhadis Rasulullah karena kualitas kebenarannyasangat terjamin. Jika berselisih pendapattentang suatu masalah, tidak segan-seganmereka meminta penyelesaian dari Aisyah.Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anaksaudara laki-laki Aisyah, mengatakan bahwa

    pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, danUtsman, Aisyah menjadi penasihat pemerintahhingga wafat.

    Jadi sudah sangat jelas bahwa sayyidahAisyah yg menjadi panutan kita sebagaimuslimah boleh untuk berfatwa karena ilmuyang beliau punya juga sangat memadai, makatidak ada larangan bagi kita sebagai muslimahapabila ilmu kita memadai dan kita mampu

    untuk berfatwa tanpa melebihi kapasitas kitasebagai wanita. Kenapa tidak? [$]

    Para sahabat penghafal hadis sering mengunjungirumah Aisyah untuk langsung memperoleh hadisRasulullah karena kualitas kebenarannya sangat

    terjamin

    Dok. Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    17/28

    Buletin

    ur a Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 17BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Hikmah

    Hikmah Belajar Menghargai WaktuOleh: Achmad Dzulfikar

    Kalau berbincang mengenai waktu, maka

    sering kita dengar orang mengatakan: time is money,betapa pentingnya waktu bagi orang yang sedangmencari uang. Islam juga mengajarkan betapapentingnya waktu, time is worship, waktu adalahibadah. Makna ibadah tidak hanya sebatas shalatdan puasa, tapi luas maknanya. Di dalam Al-Quran,ada banyak surat yang diawali oleh peringatantentang waktu dan bahkan menjadi nama-namasurat dalam Al-Qur'an, di antaranya: al-Fajr, al-Laildan adh-Dhuha. Ini menunjukan bahwa waktu itu

    sangat penting dan berharga di sisi Allah SWT. Paraulama pun mengakui pentingnya waktu sehinggatak ada sedikitpun waktu mereka yang terbuang sia-sia. Hal ini telah ditegaskan Imam Syafi'i RA:

    Saya telah bergaul dengan kaum sufi. Aku

    tidaklah mengambil faidah darinya kecuali dua hal,

    pertama: waktu itu ibarat pedang. Jika engkau tidak bisa

    memotongnya, maka ia akan memotongmu. Kedua:

    jiwamu, jika tidak kau sibukkan dengan kebenaran, maka

    ia akan menyibukkanmu dengan kebatilan.

    Di sinilah poin pentingnya. Waktu itu

    sangat penting dalam hidup seseorang. Waktu

    mampu mengatur dan membatasi segala hal yang

    akan dijalani, mulai dari terbukanya mata sampai

    menutup kembali. Usaha orang yang tidak pandai

    mengatur waktunya dengan baik akan berbedahasilnya dengan orang yang pandai mengatur

    waktu. Jika ada kesempatan, maka jangan biarkan ia

    lewat tanpa ada sebuah makna yang berarti. Hidup

    hanya sekali, maka hiduplah yang berarti. Kematian

    itu pasti akan datang, sedangkan semua orang tidak

    tahu kapan gilirannya akan tiba. Sementara kita

    akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan

    Allah berkaian dengan waktu yang telah kita

    habiskan di dunia ini.Jika kita mau merenung lebih dalam dan

    berpikir lebih tajam, begitu dahsyatnya pertanyaan-

    pertanyaan yang akan kita dapatkan esok ketika

    menghadap Sang Khalik. Lantas mampukah kita

    menjawab semua pertanyaan-Nya? Rasulullah Saw.sudah menjelaskan:

    Sebaik-baik manusia adalah yang diberi umur

    panjang dan baik amalnya, dan sejelek-jelek manusia

    adalah yang diberi umur panjang dan jelek amalnya.

    (H.R. Thabrani)

    Pernahkah kita merenungi semua

    kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa yang kita

    lakukan? Umur kita yang masih tersisa sampai saat

    ini, sering terbuang sia-sia tanpa arti. Sementara itu,

    tanpa kita sadari masih ada dosa yang menyertai

    kita dalam setiap langkah.

    Di antara kita mungkin ada yang

    menyesali waktu-waktu yang telah dilalui. Ketika

    kita terlalu larut dalam sebuah penyesalan, kita

    mulai lupa akan waktu yang sedang kita jalani saat

    ini. Sebuah penyesalan tidak perlu dipertahankan

    t e r u s - t e r u s a n . Y a n g t e r p e n t i n g a d a l a h

    mempersiapkan bekal masa depan dengan banyak

    mengingat, bersyukur atas nikmat Allah SWT dan

    memohon ampunan-Nya. Hal ini ditegaskan dari

    perkataan Sayyidina Ali RA.:

    Janganlah menyesali hari-hari (yang telah

    berlalu)! Sesungguhnya tidak akan ada yangmenggantikannya. * Dan janganlah menangisi dunia

    yang kelak kita akan meninggalkannya

    Maka mulai detik ini, marilah kita

    ubah semua kebiasaan buruk kita, kebiasaan yang

    hanya akan membuat kita rugi nantinya. Memotret

    diri sendiri, intropeksi diri, menjadi insan dan

    pribadi yang lebih baik dari hari kemarin, sampai

    kita merasakan pahit dan manisnya perjalanan

    hidup dengan tidak menyia-nyiakan waktu hilangtak berarti. Waktu terus berjalan, tidak akan pernah

    berhenti dan kembali!!! [$]

    : ":

    ......

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    18/28

    Buletin

    ur a

    Petikan di atas adalah salah satu kaidahyang dipegang teguh oleh Pondok PesantrenLangitan. Dengan memelihara budaya-budayaklasik yang baik serta mengambil budaya-budaya baru yang konstruktif, PondokPesantren ini mampu berkembang hingga saatini. Dalam perjalanannya, pondok ini senantiasamelakukan upaya-upaya perbaikan dan

    kontekstualisasi dalam merekonstruksibangunan-bangunan sosio kultural, khususnyadalam hal pendidikan dan manajemen.

    Pondok Pesantren Langitan adalah salahsatu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

    Lembaga ini berdiri jauh sebelum Indonesiamerdeka, tepatnya pada tahun 1852, di DusunMandungan, Desa Widang, Kecamatan Widang,Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kompleksnyaterletak di samping Bengawan Solo dan di atastanah seluas kurang lebih 7 hektar.

    Letak Pondok Pesantren Langitanberbatasan dengan Desa Babat, KecamatanBabat, Kabupaten Lamongan. Dengan posisinyayang strategis, pesantren ini mudah dijangkau

    melalui sarana angkutan umum, baik berupabus, kereta api, atau sarana yang lain.

    Lembaga pendidikan ini dulunya hanya

    sebuah surau kecil, tempat KH. Muhammad Nurmengajarkan ilmunya dan menggemblengkeluarga dan tetangga dekat untuk meneruskanperjuangan dalam mengusir kompeni dari tanah

    Jawa. Beliau adalah perintis pertama berdirinyapondok ini. Beliau mengasuh selama kuranglebih 18 tahun (1852-1870 M), yang kemudiankepengasuhan selanjutnya dipegang oleh

    putranya, KH. Ahmad Sholeh. Setelah 32 tahunmengasuh (1870-1902 M), beliau wafat dankepengasuhan selanjutnya diteruskan olehputra menantu, KH. Muhammad Khozin. Iasendiri mengasuh selama 19 tahun (1902-1921M). Setelah beliau wafat, mata rantaikepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya,KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50tahun (1921-1971 M), dan seterusnya diserahkankepada adik kandungnya, KH. Ahmad Marzuqi

    Zahid selama 29 tahun (1971-2000 M), dankeponakan beliau KH. Abdulloh Faqih.

    Perjalanan Pondok Pesantren yangberada di Tuban ini senantiasa memperlihatkanpeningkatan yang dinamis dan signifikan darisatu periode ke periode selanjutnya.Perkembangannya terjadi secara gradual dankondisional. Bermula dari KH. Muhammad Nuryang memulai fase perintisan, perjuangan

    diteruskan oleh KH. Ahmad Sholeh dan KH.Muhammad Khozin yang membawa Langitanmamasuki fase perkembangan. Setelah ituberlanjut pada KH. Abdul Hadi Zahid, KH.Ahmad Marzuqi Zahid, dan KH. AbdullohFaqih yang meletakkan beberapa pembaharuandi Langitan.

    Dalam rentang waktu satu abad,Langitan mampu menunjukkan kiprah danperan luar biasa. Buktinya, hanya berawal dari

    sebuah surau kecil, kini pondok itu bisa menjadilembaga yang representatif dan populer di matamasyarakat luas, baik dalam negeri maupun

    Podjok Kampoeng

    Podjok Kampoeng

    Pondok Pesantren LangitanOleh: Fatimah Nurul KH

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    18 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Al-Muhafadhatu ala al-Qadimi ash-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadidi al-Ashlah

    Dok. Google (inset : Alm. KH. Abdullah Faqih)

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    19/28

    Buletin

    ur a

    mancanegara. Banyak santri-santrinya yangkemudian menjadi tokoh-tokoh besar danpengasuh pondok pesantren ternama sepertiKH. Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asyi'ari danKH. Syamsul Arifin (ayahanda dari KH. As'adSyamsul Arifin).

    Usaha-usaha modernisasi memangsedang marak di era sekarang. Namun PondokPesantren Langitan dalam hal ini mempunyaibatasan-batasan kongkrit yang tidak bolehdilanggar oleh siapapun. Modernisasi tidakboleh mengubah atau mereduksi orientasi danidealisme awal. Maka dari itu, pondok ini tidaksampai terombang-ambing oleh derasnya arusglobalisasi, namun justru dapat menempatkan

    diri dalam posisi yang strategis di tengahglobalisasi.Adapun nama Langitan sendiri

    adalah perubahan dari kata Plangitan, yaitukombinasi dari kata plang (Jawa) yang berartipapan nama dan wetan (Jawa) yang artinyatimur. Memang di daerah Widang dulu sebelumPondok Langitan ini didirikan, pernah berdiridua buahplang atau papan nama, yang masing-masing terdapat di timur dan barat. Di dekat

    plang timur inilah lembaga ini dibangun. Kelakpara pengunjung menjadikan plang wetansebagai petunjuk untuk memudahkan orangmendata penduduk setempat atau sekedarberkunjung ke Pondok Pesantren. Lama-kelamaan, Pondok Pesantren ini dinamakanPlangitan, yang kemudian populer dengannama Langitan.

    Kini, Pondok Pesantren Langitan telah

    memiliki pondok putra dan putri dengan tigalembaga yaitu Al-Falahiyah, Al-Mujibiyah, danAr-Roudhoh. Al-Falahiyah berada di pondokputra. Jenjang pendidikannya mulai tingkatRA/TPQ, Madrasah Ibtidaiyah, MadrasahTsanawiyah dan Madrasah Aliyah. SedangkanAl-Mujibiyah berada di pondok putri bagianbarat. Jenjang pendidikannya dari MI, MTs danMA. Dan Ar-Roudhoh di pondok putri bagiantimur. Lembaga pendidikannya terdiri atas MI,

    MTs dan MA. Ketiga lembaga ini berada dalamnaungan satu atap, yaitu Pondok PesantrenLangitan dan menggunakan kurikulum PonpesLangitan.

    Pondok Pesantren ini mempunyaikeunikan tersendiri. Masih dengan berlabelkanPondok Pesantren Salaf, ia bisa menerapkanbeberapa ekstra kurikuler di dalamnya, diantaranya munazharah dan muhafadzhah.Munazharah adalah diskusi tentang ilmu-ilmu

    atau permasalahan yang ada di setiap kitabkuning yang mereka kaji . Sedangkanmuhafadzhah adalah hafalan kitab sesuai dengantingkatan yang mereka tempuh.

    Se l a i n i tu , p e s a n t r e n i n i ju gam e n e r a p k a n d u a m e t o d e d a l a mpembelajarannya. Metode wekton dan sorogan. Dimetode wekton, sang guru membacakan maknakitab yang dikaji dan menjelaskannya secara

    terperinci, sedangkan para santri mendengarkandan memberi maknanya di buku. Lain lagidengan sorogan. Jika di metode wekton sang guruyang aktif, di metode sorogan, murid dituntutuntuk membaca dan menjelaskan maksudnya,sementara sang guru mendengarkan danmemberikan koreksi, komentar dan bimbingan.Kedua metode ini saling melengkapi.

    Kini Pondok Pesantren Langitandipimpin oleh KH. Ubaidillah Faqih yang kerap

    disapa Gus Ubed. Gus Ubed menggantikanposisi ayahnya KH. Abdulloh Faqih yang wafatpada Rabu, 29 Februari 2012 malam di usia 80tahun. Gus Ubed akan didampingi oleh KH. AliMarzuki, putra dari KH. Ahmad Marzuki.Sebelum meninggal, KH. Abdulloh Faqih sendiriberpesan kepada putra-putranya untuk terusberjuang pada umat melalui Pondok Pesantren.Ia juga melarang mereka duduk sebagai pejabat.

    Pengasuh Pondok Pesantren sendiri ditentukanmelalui musyawarah keluarga. Pergantiankepemimpinan di Ponpes Langitan juga telahdisampaikan pada Kamis, sebelum jenazah KH.Faqih dimakamkan di pemakaman umumWidang, sekitar 600 meter dari kompleks PonpesLangitan. Dan sejak saat itu, Pondok PesantrenLangitan yang sudah terkenal itu dipimpin olehKH. Ubaidillah Faqih. [$]

    HikmahMedia Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 19BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    ...

    Adapun nama Langitan sendiri adalah perubahan darikata Plangitan, yaitu kombinasi dari kata plang (Jawa)

    yang berarti papan nama dan wetan (Jawa) yang artinyatimur

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    20/28

    Buletin

    ur a Sastra

    Hilang sudah...Kata demi kata telah terucap

    Mencari makna akan arti hidupBerfikir untuk menatap

    Logikapun meratap

    Ku ingat siluet senja yang teduh di sorehari

    Ku tatap mata itu dalam-dalam untukmencari sebuah arti

    Tapi apalah ini?, serasa kehilanganarah untuk pergi

    Tak ku temukan secercah cahaya di hatiIngin ku kembali

    Ke jalan dimana aku aku mencari akanarti hidup ini

    Tapi..Apalah daya ini?

    Tuk melihat dunia ini aku takutSeakan terpuruk dalam kegelapan yang

    pekat

    Mata inipun tak sanggup untuk melihat

    Hanya suara hati yang dekatSeakan telingapun tak mendengarMulut pun tak sanggup untuk berucapHanya mata yang sanggup berkedip

    Karena pedihnya hati oleh kegelapan

    Mata inipun menangisMelihat kesuraman hidup yang tanpa

    jalan keluar

    Entah kemana harus melangkahkankaki,

    Seakan kehilangan arah,tanpa peta dankompas kehidupan

    Logikapun mencoba untuk berfikirTapi tak kunjung jawaban itu datangYang ada hanya sebuah kebingungan

    Mencari akan jawaban itu terasa sulit

    Hilang sudah semuanya

    Dan takkan pernah kembaliDan penyesalan yang telah singgah di

    hati

    Oleh: Heni Septianing Widayanti

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    Sastra

    0 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Hilang Sudah

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    21/28

    Buletin

    ur a Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 21BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Sastra

    Belajar untuk selalu berpikiran positif itu ternyata tidak gampang. Apalagi terhadap orang lain. Seringkali, mata kita justru, entah

    sengaja atau tidak, mencari hal-hal negatif pada orang lain. Yang negatif itu lebih menarik untuk dibahas, diberitakan bahkan dijadikan

    bahan olok-olok. Mengapa? Karena itu membahagiakan EGO kita sendiri. Ketika dihadapkan pada kenegatifan orang lain, kita jadi

    merasa superior, merasa lebih, merasa benar. Ketika melihat seorang melakukan kebodohan, kepicikan, kemunafikan, kita merasa lebih

    pintar, lebih baik, lebih jujur, lebih tercerahkan. Tanpa kita sadari, kita pun terjerat pada kepongahan dan keangkuhan EGO kita.

    Sebagai seorang yang sangat impulsif, saya termasuk kaum reaksioner "self

    righteous" seperti ini, Telunjuk saya cepat sekali menuding, tanpa merasa bahwa

    empat jari yang lain menuding balik kepada diri saya sendiri. Melihat apa

    yang saya rasa sebagai ketidak adilan, saya cepat terbakar dan menghakimi

    tanpa terlebih dahulu mencoba mencari tahu alasan di baliknya. Melihat

    kebodohan, saya cepat sekali menertawakan, tanpa mau mengakui

    bahwa berapa kali dalam kehidupan ini, saya melakukan kebodohan-

    kebodohan yang lebih dahsyat lagi. Melihat orang berdusta, berkata atau

    berlaku munafik, saya cepat sekali menganggap mereka rendah dan

    buruk, tanpa mengingat berapa kali dalam hidup ini saya "terpaksa"

    berdusta atau melakukan apa yg mungkin dinilai orang lain sebagai kemunafikan, dengan berbagi alasan pribadi. Melihat orang-orang

    fanatik terhadap apa yang dirasa sebagai kebenarannya, saya cepat sinis dan meremehkan, tanpa menyadari bahwa tidak sekali dua

    saya mati-matian mempertahankan apa yang saya yakini sebagai kebenaran.

    Karena itu saya sangat berterimakasih, ketika diingatkan oleh sahabat tersayang, untuk mencoba berlaku adil, menimbang hal-hal yang

    postif dalam setiap keadaan sebelum memfokuskan diri pada kenegatifannya. Mencoba untuk introspeksi diri. mencoba untuk

    mempositifkan diri sebelum dengan pongah keluar dan mencoba mengorek kenegatifan orang lain.

    Apakah itu berarti saya akan berubah dan tidak akan menjadi Tya suket yang norak, pendekar Gaia yang bebas merdeka lagi? NO WAY!

    Cuma saya berjanji ingin menjadi Tya Suket yang norak tapi lebih dewasa, menjadi Putri Gaia yang bebas merdeka tapi lebih adil dan

    tidak mudah menuding. Dengan bantuan anda mengingatkan saya (plus konsumsi brokoli yang baik untuk kesehatan otak), semoga saya

    bisa.

    Yuk ah. Saya mau ke bukit mencari kembang liar, yang sederhana dan tak pernah menghakimi :)(PS. Terima kasih untuk kakak yang sudah menjewerku) [$]

    * Disarikan dari sekarsuket

    Oleh: Danin Alghazali

    Sastra

    Dok. Google

    Intropeksi*

    Duh! Tarik napas panjang dulu...

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    22/28

    Buletin

    ur a Warta GamaMedia Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    2 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Warta Gama

    Pada mulanya, agenda SPA XV akan

    dilaksanakan dari tanggal 15 Agustus 2013

    dengan dua bagian : Pra SPA dan acara inti yaitu

    sidang pertanggung jawaban dan pemilihan

    ketua baru. Pra SPA sendiri dibagi menjadi dua

    bagian : Perlombaan outdoor yang berupa oleh

    raga seperti Futsal antar marhalah, volley, dll.

    Sedang indoor meliputi perlombaan PES, catur

    dan ada pula bazar Gamajatim. Dengan acara

    puncaknya SPA dan pemilihan umum pada

    tanggal 24 Agustus 2013.Namun, dikarenakan pada saat itu

    kondisi Mesir yang kurang stabil dan kondusif,

    akhirnya agenda Sidang Permusyawaratan

    anggota XV diundur menjadi tanggal 29

    Agustus 2013.

    Acara SPA dan Pemilihan Umum

    Gamajatim diketuai oleh saudara Adnan

    Assyahibi dan Sugeng dengan beberapa panitia

    dari marhalah Namlah (angkatan Gamajatimtahun 2012) dan dibantu dari beberapa senior

    lainnya.

    Panitia tahun ini sangat kompak dan

    patut diacungi jempol. Kerjasama dari semua

    kawan-kawan panitia benar-benar baik,

    walaupun sempat ada beberapa kendala yang

    dihadapi terkait dengan kondisi Mesir yang

    rawan. Setelah melalui musyawarah yang

    panjang, akhirnya acara SPA pun disetujui dandilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2013.

    Acara SPA sendiri merupakan acara

    terakhir dalam sebuah kepengurusan. Acara ini

    ber i s i t en t an g p er t an g g u n g j aw aban

    kepengurusan Gamajatim tahun 2012-2013

    selama satu periode. Program apa saja yang telah

    dilaksanakan dan belum terlaksana oleh

    pengurus, dibacakan dan dipertanggung

    jawabkan pada hari itu dihadapan warga

    Gamajatim.

    Alhamdulillah, hasil pertanggung

    jawaban pengurus masa bakti 2013-2014 diterima

    oleh segenap warga masyarakat Jawa Timur.

    Kendati tidak bisa dipungkiri, bahwa masihbanyak kekurangan dan kekhilafan yang perlu

    dikoreksi.

    Setelah itu acara dilanjutkan dengan

    Pemilihan Umum ketua Gamajatim untuk masa

    bakti 2013-2014. Pada tahun ini gamajatim

    mengusungkan dua kandidat; 1. saudara Rendi

    Ahmad Fadli dan Muhammad Anwar Fathoni

    yang pada akhirnya dimenangkan oleh

    Muhammad Anwar Fathoni.Pemilihan umum itu dimaksudkan

    untuk regenerasi baru. Dan juga sebagai wadah

    penanaman bibit-bibit pemimpin masa depan.

    Patah tumbuh, hilang berganti. Sebelum patah

    sudah tumbuh. Sebelum hilang sudah berganti.

    Semoga acara SPA tahun ini bisa menjadi

    contoh yang baik untuk selanjutnya. Dan semoga

    dengan adanya Pemilihan umum ketua baru

    Gamajatim ini bisa untuk terus melanjutkan taliestafet kepemimpinan dan membawa

    Gamajatim semakin berjaya. [$]

    Gamajatim sebagai kekeluargaan masyarakat Jawa Timur

    di Mesir mempunyai berbagai kegiatan. Kegiatan yang ada di

    Gamajatim merupakan wujud dari ide dan kecenderungan warga

    dalam berbagai macam kegiatan keorganisasian.

    Salah satu kegiatan yang baru saja dilaksanakan oleh

    Gamajatim adalah Sidang Permusyawaratan anggota (SPA) XV

    yang dilanjutkan dengan acara Pemilihan umum ketua Gamajatim

    baru periode 2013/2014.

    SPA dan Pemilihan Umum selesai jugaOleh: Khoirul Anam

    Foto bersama Panitia SPA XV Gamajatim

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    23/28

    Buletin

    ur a

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 23BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Warta Gama

    Warta Gama

    Bpk. Noor Kholis Mukti, Lc, MM. Bpk. Mukhlason Jalaluddin, Lc, MM. Bpk. Efendi Ponco Prasetyo Bpk. Ismail Bpk. Nur Fu'ad Sofiyullah, Lc, MM Bpk. Habibul Anami, Lc. Bpk. Agus Hendrijanto Bpk. Danny Yulianto

    Ibu. Dahlia Kusuma Dewi, S.sos, MIA Ibu. Faizah

    Mukhammad Anwar Dahlan Achmad Ainul Yaqin Adib Ali Rahbini Abdul Basid Dana Akhmad Dahlani

    KetuaUmum:Muhammad Anwar FathoniKetua I :Kholili BadrizaKetua II :Rendy Achmad FadlySekretaris I :Muhammad Adnan AssyahibiSekretaris II :Toton Fathoni

    Bendahara I :Akhmad Akbar FasikhullisanBendahara II:Ibnu Chamdun

    Dept. Peningkatan :FahruddinSDM & Kaderisasi :Abdul Aziz Bin Muriddin Dhomaz ManggalaB.

    Dept. Data :Sugeng& Statistik :Mohamad Samsul Hadi Agung Setyawan

    Dept. Penerbitan :Achmad Musthofa Nizam C.& Pustaka :Darul Siswanto

    Riza Azkia

    Dept. Olahraga :Rosyad Denhas& Seni :Alif Bahrurrozi Akbar

    Muhammad Nabil M.

    Dept. Sosial :Hofid Eksan Rawi Muh. Nur Syaifullah Ahmad Dzulfikar Fawzi

    Dept. Keputrian:Faiqoh HimmahWardatul HumairoRoudhotul Ilmiyah

    BO. Graha Jatim : Abdul Aziz Khusein Muhammad Nabil M. Abdullah Muh. Faiq A.F M. Syifauddin

    Biro : M. Ariq UdlohiKesekretariatan Fauzul Hanif Noor Athief Wahyu Firmansyah

    Susunan Dewan Pengurus

    Keluarga Masyarakat Jawa Timur (Gamajatim)

    Periode 2013-2014

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    (Dewan Konsultatif) (Dewan Pengawas Organisasi)

    (Dewan Pengurus)

    (Departemen-Departemen)

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    24/28

    Buletin

    ur a

    4 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Biografi

    seusianya, Al-Barmawi kecil pun tumbuh

    dalam nuansa keilmuan yang begitu kental,

    mulai dari menghafal al Qur'an, mempelajari

    ilmu syariah dan lughah serta disiplin ilmu

    yang lainya, apalagi di masa itu Birma

    memang terkenal sebagai suatu daerah yang

    memiliki banyak ulama besar, di antaranya

    ialah Syekh Syamsuddin Al-Barmawi dan

    Syekh Ali Al-Barmawi, tentu hal tersebutsangat berpengaruh bagi pembentukan

    pondasi keilmuan seorang Al-Barmawi kecil,

    lain dari pada itu, pembentukan keilmuan itu

    pun beliau dapatkan dari keluarganya, oleh

    karena keluarganya adalah pengikut madzhab

    Syafi'i, maka Al-Barmawi pun tumbuh dalam

    nuansa madzhab Imam Syafi'i yang begitu

    mendalam, sehingga tak ayal beliau begitu

    cinta akan madzhab Syafi'i tersebut.Ketika usianya mulai beranjak dewasa,

    beliau pergi ke Kairo dalam rangka

    memperdalam keilmuannya di Al-Azhar, di

    Kairo inilah beliau banyak mengambil ilmu

    dari para ulama Al-Azhar, namun di antara

    banyak ulama, ada seorang ulama yang

    berpengaruh besar dalam kehidupan

    intelektual Syekh Al-Barmawi, karena

    mulazamahnya dengan ulama tersebut,beliaulah Syekh Abu al Abbas Syihabuddin

    Muhammad al Qalyubi, dan karena keluhuran

    intelektual seorang Al-Barmawi itu pulalah,

    yang membuat Syekh Al-Qalyubi memberikan

    p e n g h o r m a t a n k e p a d a n y a , d e n g a n

    mempercayakan majlis ilmu yang beliau ampu,

    kepada Al-Barmawi.

    Sampai pada akhirnya pada tahun 1101

    H/1690 M, beliau Syekh Al-Barmawi

    mendapat amanat sebagai Grand Shaikh Al-

    Azhar yang kedua, menggantikan Syekh Al-

    T i d a k a d a n y a p a k s a a n d a l a m

    b e r a g a m a , k e b e b a s a n b e r f i k i r d a n

    berkeyakinan, tidak pula memonopoli sebuah

    pengetahuan dan memaksakan hasil dari

    sebuah ijtihad, karena pada dasarnya berfikir

    itu sendiri ialah suatu kewajiban bagi setiap

    muslim, begitulah mungkin kiranya gambaran

    yang tepat untuk suatu metode dakwah yang di

    usung oleh Al-Azhar dari masa ke masa, corak

    dakwah semacam itu pulalah yang melekat kuat

    tatkala Imam Al-Barmawi menjabat sebagai

    Grand Shaikh Al-Azhar kedua sepeninggalImam Al-Kharasyi.

    Nama lengkap beliau ialah Ibrahim bin

    Muhammad bin Syihabuddin bin Khalid Al-

    Barmawi Al-Azhari As-Syafi'i Al-Anshari,

    nama Al-Barmawi sendiri disandarkan pada

    nama sebuah desa di mana beliau dilahirkan,

    yaitu di desa Barma, tepatnya di Thanta

    provinsi Gharbiyah, Mesir. Tidak ada satu pun

    sumber yang menyebutkan tahun berapapastinya beliau di lahirkan.

    Sebagaimana lazimnya anak-anak

    Biografi

    Imam Al Barmawi ; Grand Shaikh Al- Azhar KeduaOleh: Fahrudin al Brengkowi

    Dok. Google (Syuyukh Al-Azhar)

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    25/28

    Buletin

    ur a

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 25

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    - Emily Giffin -

    Biografi

    aneh tatkala Grand Shaikh yang menjabat dari

    pengikut madzhab Syafi'i.

    Terlepas dari semua hal tersebut,

    tetaplah Syekh Al-Barmawi yang resmi

    menjabat sebagai Grand Shaikh Al-Azhar

    kedua, dan banyak buah karya yang lahir dari

    goresan pena beliau, di antaranya ialah Hasiyahala syarh ''Ibnu al Qasim fi fiqh syafi'i'', Hasiyah ala

    syarh ''as sabth ala ar rahbiyah'' fi al mawarits, Al

    mitsaq wa al 'ahd fi man ta'allama fi al mahd,

    Risalah fi ahkami al qaul haula al kalb wa al khinzir

    'ala madzhabi imam as syafi'i.

    Selain tashnif al kutub, beliau juga tashnif

    ar rijal, banyak ulama kenamaan yang lahir atas

    didikan beliau. Salah satu di antaranya yang

    paling menonjol ialah Syekh Ibrahim bin Musa

    Al-Fayyumi (Grand Shaikh Al-Azhar ke enam).

    Akhirnya pada tahun 1106 H/ 1695 M,

    Imam Al-Barmawi menghadap ke haribaanIlahi, setelah memangku jabatan sebagai Grand

    Shaikh Al-Azhar selama lebih kurang enam

    tahun, meski cukup singkat, namun buah karya

    beliau akan tetap bersinar sepanjang zaman

    serta sumbangsih beliau akan tetap terkenang

    bagi generasi penerus sepeninggal beliau.

    Fa salamun alaika ayyuha al imam al karim

    fi al alamin wa salamun alaika ila yaumi yub'atsun.[$]

    K h a r r a s y i . N a m u n d a l a m

    pengangkatannya sebagai Grand Shaikh Al-

    Azhar ini, terjadi silang pendapat, ada versi

    sejarah yang tidak selaras, apakah Imam Al-

    Barmawi kah yang menjadi Grand Shaikh Al-

    Azhar kedua, ataukah Imam An-Nasyrati,

    dalam hal ini Al-Jabaruti dalamAjaibu al Atsar

    menyebutkan bahwasanya Grand Shaikh Al-

    Azhar yang kedua, bukanlah Imam Al-

    Barmawi, melainkan Imam An-Nasyrati,

    pendapat ini juga diamini oleh Ali Mubarak

    dalam al Khuthatat Taufiqiyah, namun menurut

    Syekh Ahmad Rafi' Ath-Thahtawi, pendapat

    yang paling benar tetaplah bahwa Syekh Al-

    Barmawi yang menjabat sebagai Grand ShaikhAl-Azhar yang kedua, dan bukan Imam An-

    Nasyrati.

    Kalau kita menelisik lebih jauh,

    sebenarnya terdapat beberapa polemik dan

    kontroversi dalam pengangkatan Syekh Al-

    Barmawi sebagai Grand Shaikh Al-Azhar, di

    antara sebabnya ialah sebagaimana kita

    ketahui, bahwa Syekh Al-Barmawi adalah

    bermadzhab Syafi'i, sementara Grand Shaikhsebelumnya bermadzhab Maliki dan punya

    ratusan lebih sahabat, yang semuanya

    bermadzhab Maliki, dan paham benar dengan

    madzhabnya tersebut, terlebih pada waktu itu

    l ag i memanasnya sens i t i f i tas da l am

    bermadzhab, sedangkan posisi sebagai Grand

    Shaikh Al-Azhar jelas nantinya akan punya

    peran besar dalam penentuan berbagai

    persoalan yang terjadi. Dan di sisi lain, pengikutmadzhab yang lain tidak akan rela menerima

    putusan dari pengikut madzhab yang

    berseberangan dengan madzhabnya. Lebih

    lanjut lagi, Dr. Abdul Aziz Gunaim menjelaskan

    bahwa pada saat itu, keputusan apapun yang

    dihasilkan oleh seorang Grand Shaikh Al-

    Azhar, harus sejalan dengan pemerintahan

    yang berkuasa, sedangkan di masa itu,

    pemerintahan yang berkuasa adalah

    bermadzhab Maliki, maka menjadi hal yang

    Dok. Google

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    26/28

    Buletin

    ur a

    6 Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim...

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    Silence is one of the hardest arguments to refute.- Josh Billings

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Dawuh

    Bahasa Jawa:Fikih, awalipun dipun artosaken

    pemahaman utawi usoho manungso mahamipunopo-punopo ingkah kedah ditindaaken tiangengkang gadah iman. Sak lajengipun, fikihpuniko dados hukum-hukum kagem tiangmukal la f . F ik ih puniko inggih dadospasanganipun akhlak, ngelengkapi punopo-punopo ingkang dituju lan dikebiasaanipunkalian akhlak. Bilih akhlak puniko ngarahakenperkembanganipun potensi diri kalian ngerujuk

    dumateng potensi diri kagem ngeraih rososeneng, fikih ngarahaken perkembanganipunpotensi diri kalian mertimbangaken pihak lentuengkang terlibat lan paring pengaruh dumatengkahidupan puniko. Nanging orientasi prilakutanpo mertimbangaken aturan-aturan Ilahiahpuniko saget malingaken saking ancanganakhirat, ing akhiripun saget datengakenkontradiksi prilaku: setunggal sisi tansahhumanis, nanging sisi lentunipun saget

    ngalalaken prilaku-prilaku olo. Peradaban Baratpuniko nyerminaken kontradiksi puniko,setunggal sisi tansah humanis nanging sisilentunipun sering nerapaken standar ganda.Teng titik puniko fikih dibutuhaken sangetminongko pelengkap akidah akhlak.

    Arah pengembangan pembelajaranfikihtakseh ing dalem kerangka bangkitaken

    kecerdasan spiritual. Artinipun hal-hal ingkang

    nerangaken hukum lan ibadah wajib/rukunIslam (kaleh materi utomo fikih) mboten namung

    hafalan. Fikih kedah tetep den arahaken

    dumateng orientasi penemuan makno, nilai,

    tujuan, lan motivasi ing dalem kahidupan.

    Sedoyo perintah dumugi rukun Islam kedah

    saget ditemoaken makno, nilai, lan tujuanipun

    kagem pangembangan dirimanungso.

    Bahasa Indonesia:F i k i h , p a d a a w a l n y a b e r a r t i

    pemahaman atau upaya manusia memahamiapa yang harus dilakukan sebagai orang beriman.Pada perkembangan selanjutnya fikih berubahmenjadi sejumlah hukum bagi mukallaf. Fikihmerupakan pasangan dari akhlak, memberikankelengkapan pada apa yang dicapai dandibiasakan melalui akhlak. Bila akhlakmengarahkan pengembangan potensi diri denganmerujuk pada potensi diri demi pencapaian

    kebahagiaan atau kebebasan rohani, fikihmengarahkan pengembangan potensi diri denganmempertimbangkan adanya pihak lain yangterlibat dan berpengaruh dalam hidup. Akhlakdapat saja bersifat netral, dapat dicapai oleh siapapun dan terlepas dari aturan-aturan ilahiah.N a m u n o r i e n t a s i t i n d a k a n t a n p amempertimbangkan aturan-aturan ilahiahmembuat ancangan akhirat tidak disertakan,akibatnya akan terjadi kontradiksi tindakan: pada

    sisi tertentu sangat humanis, namun padabeberapa aspek lainnya menghalalkan tindakan-tindakan negatif. Peradaban Barat tampakmenunjukkan kontradiksi ini, satu sisi sangathumanis namun pada sisi lain kerap menerapkanstandar ganda. Di titik ini fikih sangat dibutuhkansebagai pelengkap akidah akhlak.

    Arah pengembangan pembelajaran fikih

    masih dalam kerangka pembangkitan kecerdasan

    spiritual. Ini berarti uraian mengenai hukum danibadah wajib/rukun Islam (dua materi utama

    fikih) lagi-lagi tidak sekadar hafalan. Fikih harus

    tetap diarahkan pada orientasi penemuan makna,

    nilai, tujuan, dan motivasi dalam kehidupan.

    Setiap perintah dari rukun Islam harus dapat

    ditemukan maknanya, nilainya, serta tujuannya

    bagi pengembangan diri manusia.

    ANTARA FIKIH DAN AKHLAKOleh: Rawnathelejji

    - Emily Giffin -

    The world is not that black and white, guys.There are no moral absolutes. It is complex.The world is not that black and white, guys.There are no moral absolutes. It is complex.

    - Emily Giffin -

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    27/28

    Buletin

    ur a Galeri

    3Anda boleh besar di manapun, tapi ingat anda adalah warga Gamajatim... 27

    Media Kajian dan Informasi Warga Gamajatim Mesir

    Galeri

    Pelantikan DP Gamajatim Periode 2013-2014

    Latihan Qosidah Keputrian Gamajatim Perpisahan dg Sdri. A'yunina Mahanani

    Perpisahan dg Sdri. Mei Rachmawati Rapat Redaksi Kru Buletin Surya

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    Sidang Permusyawaratan Anggota Gamajatim XV

  • 7/22/2019 Buletin Surya | Edisi 6 | September 2013

    28/28

    BULETIN SURYA I EDISI 6 I September 2013

    GAMAJATIMM E S I R

    - Menjaga Lisan -

    Rasulullah SAW bersabda: "Setiapucapan Bani Adam itu

    membahayakan dirinya (tidakmemberi manfaat), kecuali kata-kata

    berupa amar ma'ruf dan nahimungkar serta berdzikir kepada Allah

    Azza wa Jalla." (HR. Turmudzi)

    Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah

    s.a.w. bersabda: Barangsiapa yangberiman kepada Allah dan hari akhir,

    maka hendaklah ia berkata yangbaik atau kalau tidak dapat berkatayang baik, hendaklah ia berdiam diri

    saja. (Muttafaq alaih)

    Imam Asy - Syafii berkata: Apabilaingin berbicara hendaklah berpikirdulu. Bila jelas maslahatnya maka

    berbicaralah, dan jika ragu makajanganlah berbicara hingga nampak

    maslahatnya. (Al-Adzkar hal. 284)

    Silaturrahim dg Bpk. Efendi Ponco Prasetyo

    BULETIN SURYA I EDISI 5 I Agustus 2013

    Content:Fatwa Dan Ijtihad PolitikCendekiawan | Membincang Metodologi Fatwa, MengharapPersatuan Umat|

    Reposisi Fatwa ditengah Kepentingan | Wanita berfatwa, why not???| Belajar Menghargai waktu|PondokPesantren Langitan | HilangSudah | Intropeksi | SPAdan Pemilihan UmumSelesai Juga |

    ImamAlBarmawy ; Grand Syeikh Kedua Al-Azhar| Antra Fikih dan Akhlak|

    Buletin

    ur a

    Media KajiandanInformasi Warga GamajatimMesir

    Coming Soon !!!!Nant an !!! ikan dan saksikKemeriahan

    HUT Gamajatim keXV

    Fatwadan

    Kepentingan

    Gam

    a j a t im

    Kegiatan Sosial bersama Dompet Dhuafa

    Oc

    to

    ber

    201

    3