forwas edisi i/2013

Upload: aceel-sebastian

Post on 09-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    1/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    2/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    3/48

    Pembaca yang budiman, pada edisi kali ini

    Forwas mengangkat tema Pengendalian

    Gratifikasi di Lingkungan Kementerian

    Pendidikan dan Kebudayaan.

    Upaya-upaya yang dilakukan Inspektorat Jenderal

    sudah cukup intensif, sistematis, dan komprehensif.

    Inspektorat Jenderal telah memprakarsai pembentukan

    Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di lingkungan

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini

    menjadi catatan prestasi tersendiri karena hingga saat

    ini baru Kemdikbud yang mempunyai UPG. Selain

    itu Inspektorat Jenderal juga telah banyak melakukansosialisasi tentang Integritas dan Gratikasi melalui

    penyelenggaraan workshop dan pelatihan. Di samping

    itu dalam menjalankan fungsinya sebagai Konsultan,

    Inspektorat Jenderal juga menerbitkan buku Gratikasi

    dan Bagaimana Mengenalnya untuk dijadikan sebagai

    rujukan bagi seluruh pegawai Kemdikbud.

    Tulisan lain yang menarik untuk disimak adalah

    tentang Pendidikan Anti Korupsi yang merupakan

    ringkasan dari paparan Inspektur Jenderal yang

    disampaikan dalam forum Konferensi Pelajar ASEAN

    di hotel Borobudur Jakarta pada tanggal 3 April 2013.

    Tulisan ini mengetengahkan wacana tentang peran yang

    dapat dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa ASEAN

    dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

    Tulisan ini menggugah pelajar dan mahasiswa ASEAN

    untuk berbuat lebih banyak bagi bangsanya dalam rangka

    menegakkan integritas negara.

    Edisi ini juga menyajikan liputan tentang

    penye lenggaraan Workshop Program Revitalisasi

    Integritas Mental Aparatur (PRIMA). Workshop ini

    difasilitasi langsung oleh Tim Divisi Pencegahan Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama berlangsungnya

    workshop dilakukan proses pembelajaran, diskusi, dan

    praktik yang sangat dinamis untuk menjadikan peserta

    sebagai Komite Pelaksana Integritas di lingkungan

    Kemdikbud. Komite ini diharapkan dapat melakukan

    langkah-langkah yang konstruktif dalam membangunintegritas pegawai Kemdikbud berdasarkan pada

    nilai kepedulian, kejujuran, keberanian, dan tanggung

    jawab.

    Selanjutnya dalam edisi ini juga dimuat tulisan

    tentang retorika atau Public Speaking yaitu ilmu Seni

    Berbicara yang efektif di hadapan khalayak ramai. Ulasan

    tentang ilmu ini diuraikan dalam konteks kepentingan

    tim penatar gratikasi Kemdikbud. Tim akan melakukan

    diseminasi/sosialisasi peraturan gratikasi di 33 provinsi.

    Untuk membuat penyampaian informasi menjadi lebih

    jelas bagi audiens maka tim penatar gratikasi perlu

    menguasai ilmu retorika.

    Tulisan lain tentang integritas adalah Reformasi

    Birokrasi. Pemahaman yang dipersepsi pegawai tentang

    makna reformasi birokrasi dirasakan kurang tepat.

    Pegawai pada umumnya memaknai reformasi birokrasi

    sebagai remunerasi. Sesungguhnya makna yang lebih

    tepat tentang reformasi birokrasi adalah perubahan polapikir, pola sikap, dan pola tindak. Dengan menerapkan

    reformasi birokrasi secara efektif, maka organisasi akan

    menjadi lebih produktif dan pegawai akan menjadi lebih

    berintegritas.

    Ada tiga opini yang diwacanakan dalam edisi Forwas

    ini. Pertama, opini tentang Perspektif Akuntabilitas

    Pengawasan dalam konteks Administrasi Pendidikan.

    Opini ini mengemukakan pemikiran bahwa pengawasan

    merupakan bagian dari manajemen yang sangat penting

    dan strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua,

    opini tentang Audit Elektronik. Pemikiran tentang

    audit berbasis teknologi informasi memang sudah tidak

    dapat dihindari lagi karena era globalisasi ini sangat

    mengandalkan pada internet. Oleh karena itu audit

    Inspektorat Jenderal harus mengantisipasi penggunaan

    teknologi informasi. Ketiga, opini tentang pengaruh Zero

    Growth terhadap Honorer.

    Dalam edisi ini terdapat tiga artikel lepas. Pertama,

    artikel tentang Kodering Temuan Hasil Pemeriksaan.

    Artikel ini menyajikan informasi yang sangat penting

    karena akan melakukan perubahan yang sangat signikan

    terhadap kodekasi temuan hasil pemeriksaan dari 10

    kodekasi menjadi 3 kodekasi yaitu Temuan Kepatuhan

    terhadap Peraturan Perundang-undangan, Temuan Sistem

    Pengendalian Intern, dan Temuan 3 E. Kedua, artikel

    tentang Penulisan Menjaga Kualitas Hasil Audit. Ketiga,

    artikel tentang SDM yang berkualikasi S3.Bagi pembaca yang berminat untuk mengirimkan

    tulisan atau gagasan yang konstruktif dan inovatif

    seputar pengawasan pendidikan dapat menyampaikan ke

    redaksi Forwas, Gedung B, Kantor Inspektorat Jenderal

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jalan Jenderal

    Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat.

    Pengendalian Gratifikasi

    di Lingkungan Kemdikbud

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    4/48

    Alamat Redaksi :Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jl. Jend. Sudirman Senayan, Jakarta 102Kotak Pos 4403JKT 12044 Telp. (021) 5737104, 5737138 ISSN : 0856-42

    Redaksi Menerima Tulisan Maupun Artik

    Penanggung Jawab :Haryono Umar, Hindun Basri Purba Redaktur Pelaksana :Zarkoni, Agam Bayu Surya

    Penyunting :Ahmar Hafids, Hodden Simarmata,Photografer :Abdul Rohim, Dewi Septaviani Tari

    Design Grafis :Yusron Nurrachim, Mulyaning

    Sekretariat :Awan Syarif, Suryati, Asep Saefudin, Yanto Susanto, Ferry Hasan, Fanny BudimM. Affan Hasibuan, Fifi Novianti, Tri Astuti, Irawati Rohsehatni, Tri Puji Lego

    SUSUNAN REDAKSI

    Daftar Isi

    Tolak Gratikasi

    dan Harus Berani Jujur

    Pendidikan Anti Korupsi

    Workshop PRIMA

    Pentingnya Retorika Bagi

    Tim Penatar Gratikasi

    Reformasi Birokrasi

    Perspektif AkuntabilitasPengawasan dalam Konteks

    Administrasi Pendidikan

    E- Audit

    Pengaruh Zero Growth

    terhadap Honorer

    Kodering Temuan Hasil

    Pemeriksaan

    Menjaga Kualitas Hasil Audit

    SDM berkualikasi S3

    3

    6

    10

    13

    17

    21

    28

    33

    36

    41

    43

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    5/48

    Karyaningsih dan Agam Bayu Suryanto

    Dalam rangka Mewujudkan Tata kelola yang

    Baik (Good Governance) banyak barometer yang

    ditetapkan menjadi ukuran keberhasilan institusi

    pemerintah. Ukuran paling populer selama ini adalah

    kemampuan instansi pemerintah memperoleh opini

    Wajar Tanpa Pengecualian atas laporan keuangan

    dan nilai baik atas Laporan Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah. Belakangan ini ukuran-

    ukuran yang menilai berhasil atau tidaknya kinerja

    instansi pemerintah semakin

    bertambah. Inisiatif Anti Korupsi, Sistem

    Pengendalian Intern Pemerintah, Sistem Pengaduan

    Masyarakat (Whistleblower System), dan Wilayah

    Bebas dari Korupsi (WBK), Sistem Laporan Harta

    Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN),

    Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), dan

    Pendidikan Anti Korupsi merupakan contoh dari

    ukuran-ukuran kontemporer tersebut.

    Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan

    Internal Pemerintah (APIP) yang menjalankan

    peran sebagai Penjamin Mutu dan Konsultan

    mengambil prakarsa untuk mengkoordinasikan

    upaya-upaya yang sistematis oleh segenap

    komponen Kementerian dalam mencapai predikat

    Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK).

    Pelaksanaan TOT Gratifikasi

    Dalam melaksanakan Program Pengendalian

    Gratifikasi, Inspektorat Jenderal telah melaksanakan

    Training of Trainer (TOT) Penguatan Unit

    Grati f ikasi pada tahun 2012 dengan

    menghadirkan nara sumber dan fasilitator

    dari Komisi Pemberantasan Korupsi. TOTtersebut memakan waktu selama 7 hari

    penuh dengan mengikutsertakan auditor

    dan staff sekretariat yang akan dipersiapkan

    sebagai anggota Satuan Tugas Pengendalian

    Gratifikasi. Dalam TOT ini dilakukan diskusi

    secara intensif tentang makna dan ruang

    lingkup gratifikasi.

    Makna gratifikasi pada hakekatnya adalah

    pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian

    uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman

    tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan

    fasilitas lainnya.

    Pemberian gratifikasi kepada penyelenggara

    negara dan PNS merupakan budaya yang sudah

    lama diterapkan sebagai tanda mata dan buah

    tangan atau kenang-kenangan. Namun demikian

    gratifikasi dapat menjadi embrio cikal bakal

    munculnya motif untuk melakukan korupsi apabila

    FORWAS EDISI I / 2013

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    6/48

    nilai gratifikasi tersebut tidak wajar, terlalu besar,

    dan berlebihan.

    Ada tiga kriteria utama bagi pemberian sesuatu

    yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.

    Pertama, pemberian tersebut bersifat langsung dan

    personal. Kedua, pemberian itu ditujukan kepada

    penyelenggara negara dan Pegawai Negeri Sipil.

    Ketiga, pemberian itu bersifat untransactional.

    Penerbitan Buku Gratifikasi dan Bagaimana

    Mengenalnya

    Pada tahun 2012 Inspektorat Jenderal telah

    menerbitkan dan menyebarluaskan buku Gratifikasi

    dan Bagaimana Mengenalnya kepada segenap

    pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan

    dan Kebudayaan. Buku tersebut telah dijadikan

    pedoman bagi satker dalam memahami gratifikasi

    dan telah digandakan oleh masing-masing satker

    untuk disebarluaskan di internal satuan kerjanya.Penerbitan Buku

    Saku Memahami

    Gratifikasi

    Penerbitan buku saku

    dinilai sebagai

    salah satu metode penyebarluasan informasi

    yang menjadi bagian dari peranan Inspektorat

    Jenderal sebagai lembaga konsultansi. Pemberian

    advis nasehat dan penjelasan tentang makna

    dan ruang lingkup gratifikasi dapat dilakukan

    Inspektorat Jenderal baik melalui pemberian

    konsultasi langsung di kantor Sekretariat Satuan

    Tugas Pengendalian Gratifikasi maupun konsultasi

    tidak langsung berupa penyebarluasan buku saku.

    Penerbitan buku saku tersebut dimaksudkan untuk

    menyediakan buku saku praktis tentang gratifikasi

    yang dapat dibawa-bawa secara mudah sehingga

    bisa dibaca pada saat senggang. Metode ini

    dipandang dapat memberikan efek penyebaran

    informasi yang lebih luas cakupannya.

    Pembentukan Satuan Tugas Pengendalian

    Gratifikasi

    Sejak tahun 2012 Kemdikbud telah membentukSatuan Tugas Pengendalian Gratifikasi ditetapkan

    dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2012. Satuan

    Tugas ini memberikan layanan jasa konsultasi

    dan pemberian informasi tentang gratifikasi serta

    menerima laporan penerimaan gratifikasi. Laporan

    yang diterima Satuan Tugas akan diproses lebih

    lanjut dan diteruskan ke Komisi Pemberantasan

    Korupsi untuk mendapatkan penilaian. Hasil

    penilaian KPK akan memutuskan apakah barang

    tersebut masuk dalam kategori gratifikasi ataubukan. Apabila barang tersebut masuk dalam

    kategori gratifikasi sebagai barang milik negara

    yang harus diserahkan ke KPK untuk diteruskan ke

    Kementerian Keuangan dan selanjutnya diproses

    lelang, atau barang tersebut sebagai gratifikasi

    kedinasan untuk dapat digunakan di instansinya

    sendiri, atau bukan gratifikasi sehingga dapat

    dikembalikan pada si pelapor. Penilaian barang-

    barang tersebut ditetapkan dengan Keputusan

    Ketua KPK. Selanjutnya agar dapat dijadikan

    contoh teladan maka SK KPK tersebut diedarkan

    kepada seluruh pimpinan satker.

    Untuk dapat dijadikan peringatan dan contoh

    maka Inspektorat Jenderal juga menyiapkan

    Lemari Gratifikasi yang digunakan untuk

    menyimpan seluruh barang-barang gratifikasi

    yang sudah dilaporkan baik dalam

    bentuk aslinya untuk gratifikasi

    kedinasan maupun berupa foto

    FORWAS EDISI I / 20134

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    7/48

    untuk gratifikasi yang menjadi barang milik

    negara.

    Dalam rangka membangun kejujuran telah

    dibentuk Kantin Kejujuran yang tidak ada

    penjaganya, jadi setiap pembeli dapat mengambil

    barang yang dibeli dan meletakkan uang

    pembayaran di tempat yang telah disediakan tanpa

    ada yang melayani.

    Workshop Pembangunan Zona Integritas

    menuju WBK

    Inspektorat Jenderal telah menyelenggarakan

    Workshop Pembangunan Zona Integritas menuju

    WBK pada tahun 2012 di empat regional

    mencakup DI Yogyakarta, Medan, Makassar, dan

    Palembang. Dalam keempat workshop tersebut

    telah disosialisasikan langkah-langkah yang harus

    dilakukan Kementerian untuk mencapai predikat

    Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) berdasarkanPermenpan RB nomor 60 Tahun 2012 tentang

    Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju

    WBK dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani

    (WBBM). Pada saat ini juga sekaligus menyebarkan

    stiker TOLAK GRATIFIKASI dan HARUS

    BERANI JUJUR ke seluruh satker Kemdikbud.

    Workshop Rencana Aksi Kemdikbud menuju

    WBK

    Pada tahun 2013 Inspektorat Jenderalmelanjutkan Workshop Pembangunan Zona

    Integritas di tahun 2012 dengan menyelenggarakan

    Workshop Rencana Aksi Kemdikbud. Dalam

    workshop ini didiskusikan langkah-langkah praktis

    dan sistematis yang dapat dilakukan pihak-pihak

    Kementerian untuk mencapai predikat WBK.

    Pada tahun 2013 ini juga akan dilakukan kegiatan

    pemantauan untuk mengetahui sejauh mana

    komitmen satuan-satuan kerja Kemdikbud dalam

    mengimplementasikan rencana aksi yang telah

    disusun pada workshop ini.

    Workshop PRIMA (Program Revitalisasi

    Integritas Mental Aparatur)

    Pada tahun 2013 Inspektorat Jenderal

    telah menyelenggarakan Workshop

    PRIMA dengan peserta sebanyak 20

    orang dari pejabat esselon 2, esselon

    3, dan esselon 4 dari Unit Utama,

    Ditjen Dikti, Badan Pembinaan

    dan Pengembangan Bahasa, Biro Kepegawaian,

    Pusbangtendik, dan Inspektorat Jenderal. Untuk

    mengikuti workshop PRIMA, sebelumnya telah

    dilakukan seleksi melalui interviu oleh tim KPK

    pada tanggal 8 Mei 2013 di Itjen Kemdikbud

    dengan jumlah peserta yang diundang sebanyak

    62 orang dari seluruh unit utama, yang hadir dan

    mengikuti interviu sebanyak 42 orang.

    Sosialisasi dan Diseminasi Peraturan

    Gratifikasi

    Pada tahun 2013 Inspektorat Jenderal akan

    melakukan Sosialisasi dan Diseminasi Peraturan

    Gratifikasi kepada seluruh satker Kemdikbud pada

    33 provinsi dengan mengikutsertakan pejabat

    struktural dari Unit Utama Kemdikbud dan auditor

    sebagai nara sumber.

    Pada saat ini juga

    akan dibagikanB u k u S a k u

    Memahami

    Gratifikasi dan

    Permendikbud

    N o m o r 5 1

    Tahun 2012

    t e n t a n g

    Pengendalian

    G r a t i f i k a s i

    d i l ingkungan

    Kemdikbud.

    FORWAS EDISI I / 2013

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    8/48

    Inspektur Jenderal Kemdikbud Prof. Dr. H. Haryono Umar,M.Sc, Ak berpartisipasi sebagai salah satu penyaji materi dalamKonferensi ASEAN mengenai Mendidik Masyarakat ASEANtentang Integritas (Educating ASEAN Societies for Integrity)

    yang diselenggarakan pada tanggal 1 s.d 3 April 2013 di HotelBorobudur, Jakarta. Inspektur Jenderal menyajikan materi yangberjudul Pendidikan Anti Korupsi pada tanggal 3 April 2013 pukul15.45 s.d 16.45 di ruang Banda A. Konferensi ini diorganisir olehKementerian Luar Negeri dan LSM Tiri yang bergerak di bidangintegritas. Konferensi ini dihadiri oleh 150 pengajar dan pelajardari negara-negara anggota ASEAN. Materi yang disampaikan

    Inspektur Jenderal secara umum dapat disarikan sebagaiberikut.

    Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.508 pulau(6.000 yang memiliki penduduk). Luas Indonesia sangat luasdengan area sebesar 1.904.569 km2 yang terdiri dari tanah

    PENDIDIKAN

    ANTI KORUPSIoleh : Inspektur Jenderal Kemdikbud

    Dok. Itjen Kem

    FORWAS EDISI I / 20136

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    9/48

    seluas 1.811.569 km2 dan air seluas 93.000km2. Indonesia terdiri dari 33 provinsi dengan

    500 kabupaten/kota. Hutan Indonesia sangat luasmencakup 69% dari area tanah. Dengan kondisiyang ada sebenarnya Indonesia adalah negarayang sangat kaya sumber daya alam, sumberdaya manusia, dan sumber daya energi.

    Tapi kenyataan yang dihadapi Indonesia

    sangat memprihatinkan. Kondisi Indonesia saatini menghadapi begitu banyak pengangguran,tingkat kemiskinan yang tinggi dan tersebar keberbagai pelosok negeri, hutang luar negeriyang semakin besar dan tidak tahu kapan dapatdilunasi secara tuntas, dan kerusakan hutan.

    Organisasi Transparansi Internasional yangberkantor di Berlin telah menerbitkan Index

    Persepsi Korupsi Tahun 2012 yang menempatkanIndonesia pada peringkat ke 118 dari 178 negaradengan skor 32. Peringkat tersebut turun daritahun 2011 yang menempatkan Indonesia diperingkat 100 dari 183 negara. Peringkat ini sejajar

    dengan negara Madagascar, Mesir, Ekuadordan Republik Dominika. Index ini dilakukanberdasarkan pada bagaimana korupsi padasektor publik dipersepsikan. Skor suatu negaramengindikasikantingkatan persepsi

    p a d a s k a l a0-100 di mana

    0 berarti bahwanegara tersebutd iperseps ikansebagai negarat e r k o r u p ,sedangkan 100d iperseps ikan

    sebagai negaraterbersih.

    Ada 8 modust indak p idanakorupsi yaitu :M e n i m b u l k a n

    kerugian negara(pasal 2 UU 31t a h u n 1 9 9 9 ) ,Member i a tau

    menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeriatau penyelenggara negara dengan maksud

    supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yangbertentangan dengan kewajibannya (pasal 5),Memberi atau menjanjikan sesuatu kepadahakim dengan maksud untuk mempengaruhiputusan perkara (pasal 6), Pengadaan barang/jasa (pasal 7), Melakukan penggelapan uangdan surat berharga atau membiarkan uang dan

    surat berharga tersebut diambil atau digelapkanoleh orang lain, atau membantu dalam melakukanperbuatan tersebut (pasal 8), Melakukanpemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yangkhusus untuk pemeriksaan administrasi (pasal9 dan 10), Gratifikasi (pasal 12) dan Mencegah,merintangi atau menggagalkan secara langsung

    atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, danpemeriksaan terhadap tersangka dan terdakwa

    ataupun para saksi dalam perkara korupsi (pasal21 UU 31 tahun 1999).

    Dampak korupsi adalah terciptanya jurangkesenjangan yang semakin besar antara pihak

    yang kaya dengan pihak yang miskin. Yangkaya menjadi semakin berlimpah kemakmurandan bergelimang kernewahan, sedangkan yangmiskin semakin terpuruk dalam kehidupannya.

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 2013

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    10/48

    Hal inilah yang pada akhirnya dapat memicuterjadinya konflik sosial.

    Ada teori tentang segitiga kecurangan (TheTriangle of Fraud). Teori ini menyatakan bahwaseseorang terdorong untuk berperilaku curangkarena adanya tiga hal yaitu Kesempatan,Merasionalkan, dan Tekanan. Penjelasan singkatdari masing-masing hal tersebut adalah sebagai

    berikut :

    1. Kesempatan

    Kesempatan ada lah l ingkungan yangmemungkinkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas atau sesuatu yang bersifatmenyimpang.

    2. MerasionalkanKerangka pemikiran atau karakter yang tidak etis.Seseorang merasionalkan tindakan-tindakan

    yang tidak semestinya dilakukan menjadi suatuhal yang lazim.

    3. Tekanan (Pressure)

    Motif atau insentif seseorang untuk mempraktekkangaya hidup melebihi yang semestinya karenadorongan-dorongan hasrat kehidupan yang ingin

    serba senang dengan cara cepat tanpa maubekerja keras.

    Pengertian anti korupsi adalah segala upayauntuk memerangi, menghapuskan, melawandan mencegah korupsi. Untuk memberantaskorupsi ada tiga cara yaitu dengan mencegah,menindak secara represif, dan memberikanpendidikan. Tindakan pencegahan yang dapatdilakukan antara lain adalah meningkatkan sistem,

    pengendalian, pendekatan bisnis, dan pendekatan

    ekonomi. Pendekatan represif dilakukan melaluipenyelidikan, investigasi, penuntutan, daneksekusi. Pemberian pendidikan dilakukanmelalui pendekatan budaya, pendidikan formal,pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.

    Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikanadalah daya upaya untuk memajukan

    Ki Hajar Dewantoro

    Pendidikan adalah daya

    upaya untuk memajukanbertumbuhnya budi pekerti

    (kekuatan batin, karakter),

    pikiran (intellect), dan tubuh

    anak.

    bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,

    karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak.Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agarkita dapat memajukan kesempurnaan hidupanak-anak kita. Pendidikan akademik harusdilakukan bersamaan dengan pendidikankarakter untuk mengembangkan perilaku,

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 20138

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    11/48

    sebagai upaya pemasyarakatan nilai-nilai antikorupsi kepada seluruh unit utama.

    Pekerjaan dari Tim Satuan Tugas PengendalianGratifikasi adalah menyosialisasikan peraturantentang gratifikasi, memantau upaya pencegahandan pengendalian gratifikasi, mengorganisirpelaksanaan workshop Program RevitalisasiIntegritas Moral Aparatur (PRIMA), dan

    mengorganisir pelaksanaan workshop RencanaAksi menuju Wilayah Bebas dari Korupsi(WBK).

    Pelajar dan mahasiswa harus menjadi subjekpemberantasan korupsi. Hal ini sesuai dengankonsep segitiga pihak-pihak yang berkompeten

    untuk mewujudkan Tatakelola yang Baik (GoodCorporate Governance) dan Pemerintah yang

    Bersih (Clean Government). Ketiga pihaktersebut mencakup Pemerintah, Swasta, danMasyarakat yang di dalamnya termasuk pelajardan mahasiswa. Hal ini merujuk pada PPNomor 71 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa

    partisipasi masyarakat adalah peranan aktifdari individu dan organisasi masyarakat dalammencegah dan memberantas korupsi. Pelajardan mahasiswa dapat berperan sebagai agenperubahan besar sebagaimana telah terbuktidi Hamburg, Jerman, Iran pada tahun 1979,

    Filipina pada tahun 1985, dan Indonesia padatahun 1998.

    Ada tiga bentuk upaya pemberantasankorupsi yang dapat dilakukan pelajar danmahasiswa. Pertama, upaya pencegahan(Prevention) yang mencakup pendidikan antikorupsi, menerapkan semangat anti korupsi,pendidikan karakter, menghargai nilai-nilai mulia,

    dan mengkampanyekan ujian nasional bersih.Kedua, upaya membangun opini melalui gagasan,

    metode pemberantasan korupsi, dan memuat isu-isu korupsi lokal dan nasional ke dalam media.Ketiga, melalui gerakan moral meliputi kelompokpenekan, kampanye anti korupsi, memimpindengan keteladanan dalam kehidupan sehari-

    hari, berkompetisi secara sehat, mematuhi aturansecara ketat, dan berintegritas.

    pengetahuan, dan keterampilan. Pendidikanharus dapat mengeksplorasi, memperkuat, dan

    memberdayakan.

    Pendidikan Anti Korupsi telah diberikan dijenjang pendidikan dasar dan menengah sertapendidikan tinggi pada mata pelajaran Agamadan Kewarganegaraan. Modul-modul pendidikananti korupsi juga telah dipersiapkan.

    Pendidikan Anti Korupsi merupakan bagiandari pendidikan karakter. Muatan pendidikananti korupsi diserap dari nilai-nilai utama yangtelah menjadi praktek-praktek terbaik di duniameliputi kejujuran, kepedulian, keadilan, dankeberanian. Penanaman nilai-nilai ini dilakukan di

    sekolah, rumah, dan masyarakat sehingga akanmembentuk perilaku anti korupsi.

    Kegiatan akademik adalah bagian daritanggung jawab sosial. Di dalam universitasdikembangkan budaya kehidupan kampusdengan aktivitas mahasiswa di bidang akademik,

    olahraga, seni, dan sosial sehingga akanmembentuk kebiasaan sehari-hari yang baik.Selain itu juga dibangun budaya akademik yangbaik bagi mahasiswa agar selalu bersikap jujurdan tidak melakukan contek mencontek sertaplagiarisme.

    Banyak metode pembelajaran yang dapat

    diterapkan dalam pendidikan anti korupsi sehinggakegiatan akademik bisa dilakukan secara variatif.Metode-metode tersebut mencakup diskusidalam kelas, studi kasus, skenario sistempeningkatan, kuliah umum, diskusi film, laporaninvestigasi, ekplorasi tematik, prototipe, danmengkaji kebijakan pemerintah.

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    telah membentuk Satuan Tugas PengendalianGratifikasi melalui Keputusan Mendikbud Nomor72 Tahun 2012. Selain itu juga telah didistribusikanbuku saku tentang Gratifikasi kepada seluruhunit utama sebagai rujukan untuk memahami

    gratifikasi dengan lebih mendalam. SelanjutnyaInspektorat Jenderal telah membagi-bagikanstiker Tolak Gratifikasi dan Berani Jujur

    FORWAS EDISI I / 2013

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    12/48

    WorkshopProgram Revitalisasi

    Integritas Mental Aparatur

    (PRIMA)oleh: Sogol Sugiarto

    Inspektorat Jenderal telah menyelenggarakan Workshop PRIMAselama 5 hari sejak tanggal 20 s.d 25 Mei 2013 di Hotel Park,Jakarta. Workshop ini difasilitasi oleh tim dari Deputi Pencegahan

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah koordinasi BapakAsep Chaerulah. Workshop ini diorganisir penyelenggaraannyaoleh Bagian Pengolahan Laporan Pengawasan (PLP) InspektoratJenderal. Workshop ini diikuti secara aktif oleh 19 orang yangterdiri dari 6 orang pejabat struktural Inspektorat Jenderal, 4orang auditor Inspektorat Jenderal, dan 9 orang dari perwakilanunit utama Kemdikbud.

    Dok. Itjen K

    FORWAS EDISI I / 201310

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    13/48

    Tujuan Workshop PRIMA adalah untuk 1)

    membangun kesadaran secara komprehensif

    untuk menjauhkan diri dari perilaku korupsi;

    2) mengetahui 7 pola bahasa sugestif yang

    mencakup Clause of Time, Perubahan Waktu,

    Commentary Adjective and Adverb, Tag

    Questions, Double Bind, Embedded Command,

    dan Kalimat Tersembunyi; dan 3) mengetahui 7teknik dasar internalisasi penguatan integritas

    meliputi Anchoring, Utilisasi, Rileksasi, Amplify,

    Modality, Asosiasi, dan Sugesti.

    Seluruh peserta dengan bimbingan dari

    tim fasilitator telah berkontribusi secara aktif

    dalam workshop ini. Drs. M. Muhadjir, MA

    dari Badan Pembinaan dan Pengembangan

    Bahasa terpilih sebagai ketua kelas. Ke-19

    orang peserta workshop dibagi ke dalam 3kelompok diskusi yang diberi nama Kelompok

    Berani, Kelompok Jujur, dan Kelompok Hebat.

    Suasana workshop didominasi dengan diskusi

    dan presentasi kelompok. Tiap kelompok saling

    menyajikan presentasi atas topik yang diberikan

    kepadanya dan saling memberikan masukan

    dan penilaian skor.

    Materi utama dalam workshop ini adalah

    m e m b a n g u n

    Sistem IntegritasN a s i o n a l

    ( S I N ) y a n g

    diawali dengan

    p e m b e n t u k an

    p r i b a d i

    be r i n teg r i t as .

    K e t e l a d a n a n

    pemimpin (Tone

    o f t h e T o p )

    menjadi bagiany a n g s a n g a t

    p e n t i n g d a r i

    pembangunan

    SIN ini. Makna

    i n t e g r i t a s

    d i d e f i n i s i k a n

    sebagai suatu keutuhan pribadi yang selaras

    dengan nilai universal, nilai keluarga, nilai

    lingkungan, nilai organisasi, dan nilai bangsa

    dan negara. Kelima nilai tersebut dapat

    diselaraskan dengan harmonis maka akan

    terwujudlah kebahagiaan. Dengan telah

    semakin banyaknya dibentuk orang-orang

    yang berintegritas, maka tindak pidana korupsidiharapkan akan dapat ditekan semaksimal

    mungkin. Oleh karena itu perlu dibentuk Tunas-

    tunas Integritas di lingkungan Kementerian

    Pendidikan dan Kebudayaan yang akan selalu

    memberikan pemahaman, memberikan

    peringatan kepada seluruh pegawai untuk

    berkomitmen terhadap integritas.

    Bagian yang paling menarik dalam

    workshop ini adalah sesi praktek menggunakanteknik internalisasi integritas pribadi dengan

    pendekatan pembelajaran hipnotis sederhana

    (Hypno learning). Dalam sesi ini peserta

    dipasangkan berdua dengan mitranya untuk

    saling memberikan sugesti positif.

    Sebagai tindak lanjut dari workshop ini

    Inspektorat Jenderal akan memfasilitasi

    pembentukan Komite Pengarah dan Komite

    Dok.

    ItjenKemdikbud

    FORWAS EDISI I / 2013 1

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    14/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    15/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    16/48

    berupa informasi. Makna informasi adalah datayang sudah diolah menjadi makna yang lebih berarti(meaningful). Pesan utama yang ingin kita sampaikanadalah makna dan ruang lingkup gratifkasi. Tujuan yang

    ingin dicapai adalah agar penerima pesan (audience)dapat memahami secara tepat dan jelas tentanggratifkasi.

    2. KeselarasanHal lain yang sangat ditekankan dalam defnisi

    tersebut adalah keselarasan. Pidato atau presentasiyang baik harus harmonis antara bahasa verbal(kata-kata yang diucapkan) dengan bahasa nonverbal (bahasa tubuh atau gerak gerik/gesture).

    3. VokalSuara yang jelas, intonasi yang bervariasi namun

    sesuai dengan materi dan konteks pembicaraan, sertaartikulasi pengucapan kata yang jelas merupakan halketiga yang sangat ditekankan dalam defnisi retorika.

    Empat Elemen Retorika

    1. Penyaji InformasiKesiapan mental penyaji adalah modal awal yang

    sangat penting bagi keberhasilan sebuah pidato ataupresentasi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kalauseseorang belum mampu untuk melakukan sesuatu yangakan dikatakannya maka sebaiknya ia jangan berpidatoatau melakukan presentasi.

    Sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwaseseorang tidak harus menjadi baik dalam segala hal duluuntuk bisa menyampaikan presentasi. Pendapat ini justrumenyatakan bahwa bila seseorang sudah berpidatosebenarnya ia telah mempunyai niat baik dan memulaiuntuk melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik.Niat yang kuat akan mempengaruhi perbuatan.

    Penatar gratifkasi harus memiliki motivasi yang

    kuat sebagai seorang Motor Penggerak Integritas yangmemiliki kepedulian tinggi untuk mengubah kondisimenjadi lebih baik. Kalau bukan kita siapa lagi yangmau peduli. Biarlah semua orang tidak peduli dengan

    kondisi yang semakin hari terlihat semakin buruk,tetapi kita tetap menjadi pelita yang bisa mencerahkankegelapan.

    2. MateriMateri presentasi harus dirancang secara jelas,

    menarik, dan sistematis. Materi harus jelas pesan-pesannya. Kata-kata yang tertuang dalam materipresentasi harus singkat dan padat serta tidak boleh

    Dengan

    penguasaan retorika,

    maka tim penatargratikasi dapat

    menjadi orator yang

    mumpuni

    informasi yang bermakna dengan nada suara bervariasiserta bahasa yang baik.

    Seseorang yang ahli beretorika sering disebutdengan istilah Orator. Retorika dapat membantu untukmencapai suatu tujuan baik tujuan mulia maupuntujuan tercela. Orator-orator terkenal dari Indonesiaantara lain adalah Presiden Soekarno, Bung Tomo, danKH. Zaenudin MZ yang tentu saja mempunyai tujuanmulia dalam beretorika yaitu ingin membangun bangsamenjadi lebih berkarakter. Dalam contoh lain kita melihatpemimpin Jerman Adolph Hitler yang dengan pidatonya

    yang berapi-api mampu menggerakkan organisasi Nazihingga menimbulkan Perang Dunia.Dengan penguasaan retorika, maka tim penatar

    gratifkasi dapat menjadi orator yang mumpuni dalam

    menyampaikan pesan tentang gratifkasi. Selanjutnya

    diharapkan pemahaman yang benar tentang gratifkasi

    di kalangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaandapat lebih meningkat dan semakin tersebar luas.

    Definisi RetorikaKemampuan komunikasi di depan umum untuk

    menyampaikan sebuah informasi melalui bahasa verbaldan non verbal dengan nada suara yang selaras.

    Ada tiga hal yang ditekankan dalam definisi iniyaitu penyampaian pesan, keselarasan, dan nada suara(vokal).

    1. Penyampaian PesanDefinisi di atas sangat menekankan pada

    penyampaian pesan (Delivery Message). Pesan harus

    FORWAS EDISI I / 201314

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    17/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    18/48

    3. AudienceAudiens adalah objek presentasi atau pihak yang

    akan menjadi pemirsa/pendengar/pemerhari presentasi.Audiens dalam kegiatan sosialisasi gratifkasi adalah

    sebagai berikut.a. Pimpinan Unit Utama Kemdikbudb. Rektor PTN dan jajarannyac. Koordinator Kopertis

    d. Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikane. Kepala UPT Kemdikbud

    4. PenyampaianSeorang orator harus memiliki gaya yang sesuai

    dengan penampilannya. Gaya orator tidak dapatdiseragamkan. Tiap orator mempunyai gaya masing-masing dengan keunikan tersendiri. Ada dua hal utamadalam gaya penyampaian pidato yaitu Vokal danGesture.

    a. Vokal yang Impressive(Berkesan Kuat)

    Vokal adalah bahasa verbal yang merupakan mediautama seorang orator dalam menyampaikan pesan. Adalima hal tentang bahasa verbal meliputi vokal diafragma,tempo pidato, intonasi, jeda, dan artikulasi.

    b. GestureBahasa tubuh (non verbal) harus digunakan secara

    maksimal oleh orator untuk mendukung bahasa verbal.Penggunaan bahasa non verbal dengan bahasa verbalharus selaras. Terkadang dalam beberapa kasus tertentubahasa non verbal mampu menciptakan kesan yanglebih kuat bagi audiens daripada bahasa verbal. Ada limahal tentang bahasa tubuh yang perlu dipahami oratordengan baik yaitu kontak mata, air muka, gerak gerik,busana, dan sikap badan.

    Penguasaan ilmu retorika sangat menghajatkankeberanian. Ilmu retorika bukan hanya teori yangharus dikuasai, tetapi lebih dari itu untuk menguasaisepenuhnya ilmu ini maka harus dipraktekkan. Seseorangtidak dapat disebut sebagai ahli retorika hanya dengankemampuan dalam menguasai materi teori retorika,tetapi ia akan diingat dan diakui sebagai ahli retorikasecara mutlak apabila ia bisa melakukan pidato denganbaik.

    Bagi orang-orang yang sudah biasa melakukanpembicaraan di depan umum tentunya tidak akanterlalu sulit untuk menguasai ilmu retorika, tetapi bagi

    yang belum banyak pengalaman untuk berpidato ataubahkan belum pernah sama sekali rasanya mungkinakan begitu menakutkan. Perasaan cemas dan khawatiryang berlebihan mungkin akan menghinggapi paraorator, namun lagi-lagi tidak ada solusi yang palingtepat untuk mengatasi masalah ini selain maju ke depanmemberanikan diri dan memperbanyak praktek.

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 201316

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    19/48

    REFORMASI BIROKRASI

    PENGAWASANINSPEKTORAT JENDERALPerubahan Pola Pikir, Pola Sikap,

    dan Pola Tindak dalam menjalankan Peran

    sebagai Penjamin Mutu dan Konsultan

    oleh: Agam Bayu Suryanto

    Di era transparansi ini

    Inspektorat Jenderal

    tidak lagi menjalankan

    peran sebagai

    pengawas tetapi jugasebagai Penjamin

    Mutu dan Konsultan.

    Dalam menjalankan

    kedua peran barunya

    tersebut, Inspektorat

    Jenderal perlu

    melakukan reformasi

    birokrasi. Pemahamanterhadap makna

    reformasi birokrasi

    di kalangan pegawai

    masih sangat kurang

    memadai.

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 2013 1

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    20/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    21/48

    diberikan kepada publik dapat terus

    dikembangkan menjadi semakin

    berkua li tas. Pe layanan publ ik

    yang berkualitas tinggi mencakup

    pemenuhan beberapa kriteria antara

    lain keramahan aparatur, kelancaran

    komunikasi, kecepatan pelayanan,

    kejelasan prosedur, dan kualitas

    output.

    Pegawai menyadari tanggungjawab

    yang diembannya sebagai amanah

    yang dijalankan dengan sepenuh

    hati. Pekerjaan dilaksanakan dengan

    hati gembira dan tidak ada beban.

    Pegawai tidak perlu dikontrol

    secara ketat oleh pimpinan karena

    ia sudah memahami tugas-tugas

    yang akan dilaksanakan dan hasilpekerjaan yang dikeluarkannya.

    Ia bekerja dengan disiplin tinggi

    dan selalu mengambil prakarsa

    (inisiatif) yang perlu tanpa harus

    selalu menunggu instruksi atasan.

    Pemikiran pegawai yang sudah

    direformasi selalu positif. Dengan

    semangat antusiasme yang tinggi,

    ia menuntaskan pekerjaannya

    sehari-hari. Pemikiran yang positif

    membuat pegawai selalu berenergitinggi dan tidak cepat berprasangka

    buruk apabila sesuatu terjadi di luar

    yang dikehendakinya. Ia selalu

    memperlakukan koleganya dengan

    baik tanpa ada rasa curiga atau

    berpikiran negatif terhadapnya.

    Semangat dan energi yang begitu

    besar tersebut ditularkannya kepada

    kolega sehingga menjadi kekuatan

    besar perubahan ke arah yang lebih

    baik dan terus menjadi semakinbaik dari waktu ke waktu secara

    berkesinambungan.

    Pengawasan Inspektorat Jenderal

    pada tahun 2013 mulai diubah dari

    yang semula berorientasi pada

    regionalisasi kewilayahan menjadi

    substansi fungsi bidang pendidikan.

    Perubahan orientasi pengawasan

    ini berpengaruh secara langsung

    kepada pola pikir auditor. Auditor

    yang tadinya diposisikan sebagai

    Auditor Pendidikan yang bersifat

    generalis kemudian beralih menjadi

    seorang ahli spesialis. Dengan

    perubahan pola pikir ini auditor

    diharapkan dapat mengetahui

    permasalahan dalam suatu bidang

    pendidikan secara mendalam dan

    bisa memberikan rekomendasi

    perbaikan yang menyentuh akar

    permasalahan.

    Perubahan Pola Sikap

    Sikap pegawai negeri pada masa lalu

    cenderung digambarkan sebagaimalas, kurang berani mengambil

    inisiatif, dan selalu menunggu

    perintah atasan. Pegawai sering

    dicitrakan sebagai orang yang

    datang agak siang dan pulang

    sebelum petang. Kegemaran

    pegawai untuk membicarakan hal-

    hal yang tidak perlu dan mengobrol

    kesana kemari juga mendapat

    sorotan besar dari publik pemerhati

    kinerja pegawai. Sikap seperti inidisebabkan oleh ketidakjelasan

    proses perekrutan pegawai yang

    tidak diperuntukkan pada jabatan

    tertentu. Saat ini telah dilakukan

    proses reformasi birokrasi yang

    menetapkan seorang pegawai untuk

    menduduki jabatan yang spesik.

    Perubahan ini membuat pegawai

    dituntut untuk menyesuaikan sikap

    kerjanya menjadi lebih disiplin.

    Pegawai yang sudah bereformasi

    akan memiliki nilai-nilai etika

    yang mendasarinya dalam bekerja.

    Kedisiplinan merupakan kata kunci

    yang tidak bisa ditawar-tawar oleh

    pegawai. Kedisiplinan bukan lagi

    diterjemahkan sebagai kehadiran

    yang sesuai dengan jam kerja

    tetapi lebih dari itu kedisiplinan

    juga dimaknai sebagai kemampuan

    dalam mencapai output kerja yang

    ditargetkan untuk jabatannya.

    Pegawai akan menjalin kerja

    sama yang harmonis dan saling

    menghargai dengan sesama

    koleganya tanpa memandang suku,

    agama, dan etnis. Sinergitas antar

    pegawai akan saling melengkapi

    dan menutupi kekurangan yang

    ada. Pegawai akan menyelesaikan

    masalah dengan mencari solusi

    terbaik bagi semua pihak terutama

    bagi publ ik yang di layaninya.

    Masalah akan dihadapi dengan

    kematangan diri dan tidak bersikapemosional terhadap kendala dan

    keterbatasan yang ditemuinya.

    Pegawai saat ini dipacu untuk

    berprestasi tinggi dan menghasilkan

    sesuatu output yang bermanfaat

    bagi publ ik yang di layaninya.

    Pegawai di era reformasi diberikan

    ukuran-ukuran keberhasilan yang

    harus dicapai dalam suatu periode.

    Efektivitas kinerja pegawai akandinilai berdasarkan kemampuannya

    dalam mencapai ukuran kinerja

    sesuai dengan yang ditargetkan.

    Auditor Inspektorat Jenderal saat

    ini lebih aktif dalam merumuskan

    strategi pengawasan dan tidak

    lagi sekedar berjalan sebagaimana

    adanya (Business as usual).

    Audi to r d iwaj ibkan un tuk

    menyusun program kerja danmempresentasikannya sebelum

    melaksanakan pengawasan.

    Sekembalinya dari melaksanakan

    tugas, auditor juga diwajibkan

    untuk melakukan gelar hasil

    pengawasan.

    FORWAS EDISI I / 2013 1

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    22/48

    Perubahan Pola Tindak

    Tindak tanduk pegawai yang sudah

    tereformasi akan menunjukkan

    perilaku yang mulia dengan

    integritas yang tinggi. Integritas

    menjadi sumber kekuatan utama

    seorang PNS. Kekuatan pegawai

    bukan terletak pada latar belakang

    pendid ikan, pengalaman, atau

    hubungan koneksinya dengan

    pejabat teras, tetapi sumber

    kekuatan itu terletak pada integritas

    kepribadian yang kokoh dan

    berkarakter kuat.

    Makna integritas pada dasarnya

    adalah kesamaan antara ucapan

    dengan perbuatan. Tidak ada

    kontradiksi antara keduanya.Konsistensi merupakan sifat

    utama dari integritas. Pegawai

    yang mengucapkan kehendak

    untuk hidup sederhana tidak akan

    menggunakan atribut yang mewah

    dan mahal. Sorotan publik terhadap

    kinerja pegawai saat ini semakin

    tajam. Masyarakat

    s u d a h s e m a k i n

    c e r d a s k a r e n a

    adanya berbagaisumber informasi

    dan beraneka ragam

    media yang dapat

    dimanfaatkan untuk

    me n i l a i k in e r j a

    pegawai. Pegawai

    a k a n m e n u r u n

    ci tranya apabi la

    m e n u n j u k k a n

    perilaku yang tidak

    s e s u a i d e n g a nintegritas, demikian

    pula bila yang terjadi

    sebaliknya.

    P e g a w a i y a n g

    berintegritas tinggi

    akan menunjukkan

    t i n d a k a n s e b a ga i seorang

    profesional. Ia adalah seorang yang

    ahli dan kompeten di bidangnya.

    Pekerjaan yang dilakukannya

    memenuhi standar mutu yang tinggi.

    Publik yang menerima pelayanan

    akan merasa puas dengan hasil

    kerja pegawai. Pegawai tersebut

    tidak akan menurunkan nilai

    integritasnya dengan menerima

    hadiah atau pemberian dari publik

    yang dilayaninya. Ia sadar bahwa

    penerimaan hadiah tersebut dapat

    menjadi cikal bakal (embrio)

    terjadinya tindak pidana korupsi.

    Auditor Inspektorat Jenderal saat

    ini menjadi jauh lebih independen

    dan meningkat integritasnya dengan

    adanya pernyataan tertulis dalamsurat tugas untuk tidak menerima

    gratikasi. Auditor juga dilibatkan

    dalam satuan tugas pengendalian

    gratifikasi yang berperan dalam

    memberikan konsultasi kepada

    pegawai Kementerian yang ingin

    mengetahui informasi tentang

    gratifikasi dan melaporkan

    gratikasi yang telah diterimanya.

    Inspektorat Jenderal sudah banyak

    melakukan perubahan dalam rangka

    reformasi birokrasi. Perubahan pola

    pikir auditor dari semula adalah

    generalis menjadi spesialis membuat

    auditor akan lebih fokus dalam

    melaksanakan pengawasan. Auditor

    Inspektorat Jenderal telah lebih

    aktif dalam menyikapi tugasnya

    dibandingkan dengan masa lampau

    yang hanya berpedoman pada

    kebiasaan yang sudah ada. Auditor

    juga telah melakukan perubahan

    besar dalam tindakannya menjadi

    lebih berintegritas terutama dalam

    hal penerimaan gratikasi. Hal ini

    merupakan bukti yang nyata bahwareformasi birokrasi di lingkungan

    Inspektorat Jenderal tidak hanya

    pada slogan dan tataran konsep

    belaka, tetapi betul-betul telah

    diaplikasikan ke dalam program

    yang riil, konkret, dan nyata.

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 201320

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    23/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    24/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    25/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    26/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    27/48

    4) Pengawasan bukanlah untuk mencari kesalahan

    akan tetapi untuk memperbaiki kesalahan.

    Sementara itu dalam lingkungan aparatur pemerintah,

    seperti disebutkan oleh LAN dalam Sistem Administrasi

    Negara Republik Indonesia (1996:160), pengawasan

    bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan

    pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.

    Adapaun sasarannya adalah:

    1) Agar pelaksanaan tugas umum pemerintahan

    dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan

    perundangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-

    sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan

    agar tercapai daya guna, hasil guna dan tepat guna

    yang sebaik-baiknya;

    2) Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai

    dengan rencana dan program pemerintah serta

    peraturan perundang-undangan yang berlakusehingga tercapai sasaran yang ditetapkan;

    3) Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai

    seberapa jauh telah tercapai untuk memberi umpan

    balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran

    terhadap kebijaksanaan, perencanaan, pembinaan,

    dan pelaksanaan tugas umum pemerintah dan

    pembangunan;

    4) Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya

    pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan

    dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang,dan perlengkapan milik Negara, sehingga dapat

    terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa,

    berhasil guna dan berdaya guna.

    Berdasarkan kedua pendapat mengenai tujuan

    pengawasan tersebut di atas, sesuai dengan pendapat

    yang dikemukakan oleh Yudha EK, (2009:54)

    mengemukakan bahwa tujuan pengawasan adalah :

    1) Mengetahui apakah pelaksanaan kerja sesuai

    dengan rencana;2) Mengetahui apakah segala instruksi telah

    dilaksanakan;

    3) Mengetahui kesulitan-kesulit an apa yang

    dihadapi;

    4) Menemukan dan selanjutnya memperbaiki

    kesalahan.

    Secara mendasar dapat ditegaskan bahwa pengawasan

    menggambarkan wujud dari kegiatan manajemen,

    yang dalam hal ini berupa proses penilaian dan koreksi,

    atau proses mendeteminir serta evaluasi. Selain itu

    pengawasan yang dilakukan menggambarkan bagian

    yang hendak dicapai oleh kegiatan pengawasan,

    intinya berkaitan dengan pencapaian hasil yang telah

    direncanakan dan ditetapkan.

    Terdapat beberapa variasi tentang jenis dan

    macam pengawasan yang dirumuskan para ahli.

    Handayaningrat (1991:144) mengelompokkan

    pengawasan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:

    1) Pengawa san dari dalam, dibentuk dalam

    organisasi;

    2) Pengawasan dari luar, dilakukan aparat dari

    luar;

    3) Pengawasan represif, dilakukan setelah adanya

    pelaksanaan pekerjaan;4) Pengawasan preventif, dilakukan pada saat

    pelaksanaan pekerjaan, bersifat pencegahan.

    Kemudian LAN RI (1997:160), menyebutkan bahwa

    pengawasan dapat dibedakan menurut :

    1) Subjek yang melakukan pengawasan

    Dalam hal ini pengawasan terdapat 4 (empat)

    macam pengawasan, yaitu:

    (1) Pengawasan melekat (Waskat), yaitu

    pengawasan yang dilakukan oleh setiap

    pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja

    yang dipimpinnya;

    (2) Pengawasan fungsional (Wasnal), ialah

    pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang

    tugas pokoknya melakukan pengawasan;

    (3) Pengawasan legislatif (Wasleg), yaitu

    pengawasan yang dilakukan oleh lembaga

    perwakilan rakyat seperti DPR, dan

    pengawasan ini merupakan politik;

    (4) Pengawasan masyarakan (Wasmas), ialah

    pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat

    seperti termuat dalam media massa.

    2) Cara pelaksanaan pengawasan

    Berdasarkan faktor ini, dapat dibedakan antara

    pengawasan langsung dan pengawasan tidak

    langsung.

    FORWAS EDISI I / 2013 2

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    28/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    29/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    30/48

    HARAPAN

    DAN TANTANGAN

    E-AUDIT

    Tahun 2013 merupakan tonggak bagi pelaksanaan e-government

    dalam bidang audit, pada tahun inilah ditargetkan implementasi

    e-audit secara nasional, setelah sebelumnya pada tahun 2012 Pilot

    project e-audit dilaksanakan. Diharapkan pada tahun 2014 sistem

    e-audit mencapai taraf kematangan dalam semua jenis audit yang

    dilakukan oleh BPK, Pemeriksaan Laporan Keuangan, Pemeriksaan

    dengan Tujuan Tertentu, dan Pemeriksaan Kinerja. Bagaimana

    sistem e-audit berjalan? Apa saja manfaat yang diperoleh darie-audit? Dan, apa saja tantangan yang harus dijawab oleh e-audit?

    Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita temukan

    dalam tulisan ini.

    Dewasa ini kemajuan teknologi komunikasi

    dan informasi berkembang dengan

    pesat, potensi pemanfaatannya secara

    luas membuka peluang bagi pengaksesan,

    pengelolaan dan pendayagunaan informasidalam volume yang besar secara cepat

    dan akurat. Dalam proses pemerintahan,

    pemanfaatan teknologi komunikasi dan

    informasi diyakini akan meningkatkan efisiensi,

    efektifitas, transparansi dan akuntabilitas

    penyelenggaraan pemerintahan. Tanggal 9 Juni

    tahun 2003 merupakan dimana Pemerintahan

    Republik Indonesia menjawab tantangan

    kemajuan teknologi komunikasi dan informasi

    dengan diterbitkannya Instruksi Presiden nomor

    3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strateginasional pengembangan e-government.

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai

    lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam

    memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

    keuangan negara menargetkan implementasi

    e-government secara nasional dalam proses

    audit (e-audit) pada tahun 20135. Pilot project

    e-audit sudah mulai dilaksanakan pada tahun

    2012 terhadap enam Pemerintah Provinsi,

    yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa

    Tengah, Dl Yogyakarta dan Jawa Timur. Fondasiawal e-audit telah diletakkan oleh BPK dengan

    memasukkannya ke dalam Rencana Strategis

    (Renstra) BPK Tahun 2011-2015, dan menjadi

    bagian penting dalam Rencana Implementasi

    Renstra (RIR) BPK, sehingga secara otomatis

    melekat pada rencana Reformasi Birokrasi

    BPK6.

    Metodologi E-Audit

    E-audit rencananya diterapkan padasemua jenis audit yang dilakukan oleh BPK,

    Pemeriksaan Laporan Keuangan, Pemeriksaan

    dengan Tujuan Tertentu, dan Pemeriksaan

    Kinerja. Metodologi yang digunakan dalam

    e-audit tidak jauh berbeda dengan metodologi

    yang digunakan dalam audit konvensional,

    perbedaannya terletak pada pelaksanaan

    Opini

    Erna Tyas Dwi Prasetyo & Budi Pranowo

    FORWAS EDISI I / 201328

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    31/48

    e-audit, auditor tidak bertemu secara langsung

    dengan auditee. Secara umum metodologi

    pemeriksaan terdiri dari tiga tahapan yaitu

    persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Untuk

    metodologi Pemeriksaan Keuangan, dalam

    tahap persiapan terdapat sepuluh kegiatan.

    Pertama, Pemahaman Tujuan Pemeriksaan

    dan Harapan Penugasan. Kedua, Pemenuhan

    Kebutuhan Pemeriksa. Ketiga, Pemahaman

    atas Entitas. Keempat, Pemantauan Tindak

    Lanjut Hasil Pemeriksaan Sebelumnya. Kelima,

    Pemahaman atas Sistem Pengendalian Intern.

    Keenam, Pemahaman dan Penilaian Risiko.

    Ketujuh, Penetapan Materialitas.

    Awal dan Tolerable Error. Kedelapan,

    Penentuan Metode Sampling. Kesembilan,

    Substantif Atas Transaksi dan Saldo Akun.

    Keempat, Penyelesaian Penugasan. Kelima,

    Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan.

    Keenam, Perolehan Tanggapan Resmi dan

    Tertulis. Dan ketujuh, Penyampaian Temuan

    Pemeriksaan.

    Dalam tahap pelaporan, terdapat lima

    kegiatan yang dilakukan. Pertama, Penyusunan

    Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan. Kedua,

    Penyampaian Konsep Laporan Hasil

    Pemeriksaan kepada Pejabat Entitas yang

    Berwenang. Ketiga, Pembahasan Konsep

    Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Pejabat

    Entitas yang Berwenang. Keempat, Perolehan

    Surat Representasi. Dan kelima, Penyusunan

    Konsep Akhirdan Penyampaian Laporan Hasil

    Pemeriksaan.

    Implementasi E-Audit

    Untuk melaksanakan sistem e-audit,

    BPK memerlukan kesiapan aspek-aspek

    berupa penataan peraturan perundang-

    undangan, penataan tata laksana, penataan

    organisasi dan penataan manajeman sumber

    METODOLOGI PEMERIKSAAN KEUANGAN

    Ukuran Kinerja Pemeriksaan: Standar Pemeriksaan

    Panduan Manajemen Pemeriksaan Tujuan dan Harapan Penugasan

    PERENCANAANPEMERIKSAAN

    PELAKSANAANPEMERIKSAAN

    PELAPORAN HASILPEMERIKSAAN

    1. Pemahaman Tujuan Pemeriksaan danHarapan Penugasan

    2. Pemenuhan Kebutuhan Pemeriksa3. Pemahaman atas Entitas4. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil

    Pemeriksaan Sebelumnya5. Pemahaman atas Sistem

    Pengendalian Intern6. Pemahaman dan Penilaian Risiko7. Penetapan Materialitas Awal dan

    Tolerable Error8. Penentuan Metode Sampling,9. Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal10. Penyusunan Program Pemeriksaan

    dan Program Kegiatan Perseorangan.

    1. Pelaksanaan Pengujian AnalitisTerinci

    2. Pengujian Sistem Pengenda-lian Intern

    3. Pengujian Substantif Atas Tran-saksi dan Saldo Akun

    4. Penyelesaian Penugasan5. Penyusunan Konsep Temuan

    Pemeriksaan6. Perolehan Tanggapan Resmi

    dan Tertulis7. Penyampaian Temuan Pemer-

    iksaan.

    1. Penyusunan Konsep LaporanHasil Pemeriksaan,

    2. Penyampaian KonsepLaporan Hasil Pemeriksaankepada Pejabat Entitas yangBerwenang,

    3. Pembahasan KonsepLaporan Hasil Pemeriksaandengan Pejabat Entitas yangBerwenang

    4. Perolehan Surat Represen-tasi

    5. Penyusunan Konsep Akhirdan Penyampaian LaporanHasil Pemeriksaan.

    VISI, KENDALI DAN PENJAMINAN MUTU(Supervision, Quality Control and Assurance)

    Pelaksanaan Prosedur Analitis Awal. Dan

    kesepuluh, Penyusunan Program Pemeriksaan

    dan Program Kegiatan Perseorangan.

    Dalam tahap pelaksanaan, terdapat tujuh

    kegiatan yang dilakukan. Pertama, Pelaksanaan

    Pengujian Analitis Terinci. Kedua, Pengujian

    Sistem Pengendalian Intern. Ketiga, Pengujian

    FORWAS EDISI I / 2013 2

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    32/48

    Reinforcement/penguatan). Model ADKAR ini

    akan melakukan langkah untuk menciptakan

    kesadaran terlebih dahulu kepada satuan

    kerja dan para pegawai BPK maupun auditee

    bahwa penerapan e-audit ini penting bagi

    mereka, BPK, dan negara. Jika kesadaran

    daya. Aspek-aspek tersebut sudah masuk

    kedalam koridor reformasi BPK. Selain aspek-

    aspek tersebut diperlukan juga infrastruktur

    teknologi informasi yang kuat dan komitmen

    bersama dari auditee untuk menyampaikan

    bukti-bukti audit secara cepat dan akurat, oleh

    karena itu implementasi e-audit didahului oleh

    penandatanganan nota kesepahaman antara

    BPK dengan pihak auditee.

    Agar e-audit bisa berjalan sesuai koridor,

    BPK melakukan dua langkah, yaitu melakukan

    manajemen perubahan serta monitoring,

    evaluasi, dan pelaporan. Manajemen

    perubahan dilakukan untuk memastikan agarpihak internal (pegawai dan satuan kerja BPK)

    maupun eksternal BPK (auditee) mendukung

    dan berpartisipasi penuh dalam penerapan

    e-audit. Manajemen perubahan yang dilakukan

    BPK memakai pendekatan ADKAR (Awareness/

    kesadaran, Desire/keinginan, Knowledge/

    pengetahuan, Ability/keterampilan, dan

    tumbuh, akan muncul keinginan mendukung

    dan berpartisipasi di dalamnya. Jika sudah

    ada keinginan, mereka perlu pengetahuan

    dan keterampilan yang memadai agar bisa

    mendukung dan berpartisipasi penuh di dalam

    penerapan e-audit . Jika sudah seperti itu,

    yang dilakukan kemudian adalah penguatan.

    Tujuannya adalah agar kondisi perubahanyang terjadi dengan penerapan e-audit dapat

    diperkuat dan ditingkatkan lagi.

    Langkah kedua berupa monitoring, evaluasi,

    dan pelaporan bertujuan agar seluruh tahapan

    atau kegiatan implementasi penerapan e audit

    FORWAS EDISI I / 201330

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    33/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    34/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    35/48

    PENGARUH

    ZERO GROWTH

    TERHADAP

    TENAGA HONORERDrs. Sudarko, MM

    Opini

    Mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang

    berlaku, yaitu Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang

    Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dinyatakan :

    Di samping Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat

    pegawai think tetap (PTT); Penjelasan pasal 2 ayat (3): Yang

    dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang

    diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakantugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis

    profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan

    dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak

    berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.

    Dalam perjalanan waktu yang lalu telah diterbitkan

    Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48/2005 tentang

    Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS jo PP Nomor

    43/2007 jo PP Nomor 56/2012 pada pasal 8 disebutkan

    bahwa sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini,

    semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain dilingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer

    atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan

    Pemerintah.

    Dengan kebijakan pemerintah dimaksudkan kepada

    pimpinan seluruh instansi pemerintah dilarang mengangkat

    tenaga honorer, namun apabila kita memang masih

    FORWAS EDISI I / 2013 3

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    36/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    37/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    38/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    39/48

    Dalam menyusun laporan hasil pengawasan,KemenPAN dan RB selaku koordinator APIP memintakepada seluruh Inspektorat Jenderal agar menyusunklasikasi temuan berdasarkan Keputusan BPK Nomor5/K/I-XIII.2/8/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentangPetunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan.Setiap temuan dikelompokkan ke dalam kelompoktemuan Ketidakpatuhan, Kelemahan SPI, dan 3E

    dengan kodekasi sebagai berikut:

    KLASIFIKASI SEBAGAIIDENTITAS TEMUAN

    TEMUAN KETIDAKPATUHAN

    Adanya Ketidakpatuhan yang berakibat kerugian,potensi kerugian, kekurangan penerimaan atau bukansalah satu di antaranya (administrasi)

    a. Temuan kerugian negara/daerah atau kerugian

    negara/daerah yang terjadi pada perusahaanmilik negara/daerah

    Berkurangnya kekayaan negara/daerah atauperusahaan milik negara/daerah berupa uang,surat berharga, dan barang, yang nyata dan pastijumlahnya sebagai akibat perbuatan melawanhukum baik sengaja maupun lalai.

    (1) Belanja atau pengadaan barang/jasa ktif(2) Rekanan pengadaan barang/jasa tidak

    menyelesaikan pekerjaan(3) Kekurangan volume pekerjaan dan/atau

    barang(4) Kelebihan pembayaran selain kekurangan

    volume pekerjaan dan/atau barang(5) Pemahalan harga (Mark up)

    (6) Penggunaan uang/barang untuk kepentinganpribadi

    (7) Pembayaran honorarium dan/atau biayaperjalanan dinas ganda dan/atau melebihistandar yang ditetapkan

    (8) Spesikasi barang/jasa yang diterima tidaksesuai dengan kontrak

    (9) Belanja tidak sesuai atau melebihiketentuan

    (10) Pengembalian pinjaman/piutang atau danabergulir macet

    (11) Kelebihan penetapan dan pembayaran

    restitusi pajak atau penetapan kompensasikerugian

    (12) Penjualan/pertukaran/penghapusan asetnegara/daerah tidak sesuai ketentuan danmerugikan negara/daerah

    (13) Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai ketentuan

    (14) Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan

    Kode Kelompok Temuan Sub Kelompok Temuan

    1Kepatuhan terhadap

    Ketentuan per-Undang-Undangan

    kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi padaperusahaan milik negara/daerah (kode:101)

    potensi kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadipada perusahaan milik negara/daerah (kode:102)

    kekurangan penerimaan negara/daerah atau perusahaan milik negara/daerah (kode:103)

    Administrasi (kode : 104)

    Indikasi Tindak Pidana (kode : 105)

    2 Kelemahan SPI

    Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan Kode : 201

    TemuanKelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaranpendapatan dan belanja Kode : 202

    Kelemahan struktur pengendalian intern Kode : 203

    3 3E

    Ketidakhematan/pemborosan/ ketidakekonomisan Kode : 301

    ketidakefisienan Kode : 302

    Ketidakefektifan Kode : 303

    FORWAS EDISI I / 2013 3

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    40/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    41/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    42/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    43/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    44/48

    Reviu audit dilaksanakan seiring dengan tahapandalam audit, yaitu sebagai berikut:

    1. Perencanaan AuditPemahaman yang jelas dan kesamaan persepsi

    antara anggota tim, ketua tim, pengendali teknis,dan penanggung jawab audit akan memperlancarpelaksanaan audit, pembuatan KKA, dan penyusunanLaporan Hasil Audit (LHA). Ketua tim melakukanpembinaan kepada anggota tim untuk memahamitujuan audit, PKA, dan bentuk LHA beserta isi/informasi yang akan dituangkan di dalam LHA. Hal-halyang harus direviu oleh ketua tim pada saat sebelumpekerjaan lapangan dilakukan adalah:a. program survai pendahuluan;b. program pengujian sistem pengendalian manajemen

    (SPM);c. ikhtisar yang mungkin akan diperoleh/ diharapkan

    setelah survai pendahuluan dan pengujian SPMdilaksanakan.

    Kemudian berdasarkan informasi dan data yangtelah diperoleh, ketua tim melakukan analisis datadan penentuan risiko audit, yang selanjutnya akanmenjadi dasar dalam penyusunan PKA kegiatan auditberikutnya.

    2. Pelaksanaan AuditSelama audit berlangsung, hubungan antara ketua

    tim dengan anggota tim harus tetap terjaga denganbaik. Ketua tim harus terus memantau kegiatan yangdilakukan anggota tim secara terus menerus danbersinambungan. Ketua tim tidak boleh menyerahkan

    pelaksanaan audit sepenuhnya kepada anggota tim.Anggota tim tidak boleh dibiarkan terlalu lama dalamkesukaran atau kebingungan dalam melaksanakanaudit karena adanya hal-hal yang belum dapatmereka putuskan. Audit yang berjalan salah arahakan mengakibatkan kegiatan audit kurang efektif danpemborosan sumber daya dan dana. Konsultansi ataukoreksi dari ketua tim harus dapat dilakukan segerasebelum kesalahan berlarut-larut.

    Hal-hal yang harus direviu oleh ketua tim pada saatpelaksanaan kegiatan audit adalah sebagai berikut.a. Reviu atas pelaksanaan PKA.b. Reviu pembuatan KKA.c. Reviu atas kecukupan, relevansi, dan keandalan

    bukti.d. Reviu atas kecukupan dan kecermatan pengujiane. Reviu atas pembuatan simpulan, konsistensi data

    dan ikhtisar.f. Reviu atas pencapaian tujuan audit dan

    kegiatan.

    g. Reviu atas temuan dan penyajian temuan.h. Reviu atas rekomendasi.

    Secara teknis pelaksanaan reviu harus pulamemperhatikan tingkat keandalan dan relevansi buktiyang dikumpulkan oleh anggota tim, sehingga akandapat menghemat waktu, biaya, dan tenaga.

    3. Penyelesaian Pekerjaan AuditPada akhir penyelesaian pekerjaan audit, ketua

    tim harus dapat meyakinkan bahwa:

    a. semua tujuan audit yang ditetapkan telahdicapai;

    b. perolehan dan pengujian bukti audit telah cukupdilakukan dengan menggunakan kecermatan dankemahiran profesional;

    c. temuan audit telah diperoleh dari simpulanyang rasional, layak, lengkap, dan cermat

    informasinya;d. rekomendasi telah disusun secara rasional dandapat diterapkan dalam rangka peningkatankinerja manajemen;

    e. persetujuan dan kesanggupan manajemen untukmenindaklanjuti rekomendasi auditor dan buktipenyelesaian tindak lanjut yang telah dilakukantelah diperoleh;

    f. data dan informasi yang dimuat dalam LHA telahlengkap.

    Setelah reviu terhadap anggota tim dilaksanakanmaka konsep laporan hasil audit disusun oleh ketua timuntuk dilakukan reviu oleh Pengendali Teknis terhadapkeseluruhan aspek (aspek sik, format, maupunsubstansi) dalam bentuk pengujian kesesuaian antarakonsep laporan dengan dokumen pelaksanaan kegiatanaudit. Hasil kegiatan reviu tersebut akan berakhir padapersetujuan penandatanganan penerbitan laporanoleh Pengendali Mutu atau penanggung jawab auditdalam bentuk Laporan Hasil Audit/ LHA.

    Tingkat Keandalan Jenis Bukti Audit

    TinggiHasil pengujian pisik

    Hasil perhitungan ulang

    Menengah

    Doku mentasi

    Konfirmasi

    Pengujian/analisis

    RendahHasil wawancara

    Hasil pengamatan

    Tabel Tingkat KeandalanBerdasarkan Cara Perolehan Jenis Bukti

    FORWAS EDISI I / 201342

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    45/48

    SDM BERKUALIFIKASI S3

    DI LINGKUNGAN

    INSPEKTORAT JENDERAL

    KEMDIKBUD

    oleh : Drs. Zarkoni, MM

    Dalam 2 tahun terakhir ini secara kelembagaan, Inspektorat Jenderal Kemdikbud

    telah mendapatkan peningkatan kompetensi SDM-nya dengan berhasilnya

    penyelesaian studi S3 Sdr. Drs. Salwin MD, M.Pd auditor Inspektorat III

    bidang Pendidikan Tinggi dan Sdr Agam Bayu Suryanto, SE, MBA, KasubbagHukum dan Tatalaksana. Drs. Salwin MD, M.Pd berhasil mempertahankan

    disertasi dengan judul Akuntabilitas Kinerja Pengawas Fungsional Pendidikan

    pada tanggal 2 Oktober 2012 di auditorium Sekolah Pascasarjana Universitas

    Pendidikan Indonesia Bandung. Dalam kesempatan ini Inspektur Jenderal

    Kemdikbud Prof. Dr. Haryono Umar, M.Sc, Ak juga bertindak selaku salah satu

    guru besar penguji. Atas keberhasilannya tersebut, Sdr. Drs. Salwin MD, M.Pd

    diberikan gelar akademik Doktor Kependidikan.

    FORWAS EDISI I / 2013 4

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    46/48

    Selanjutnya pada tanggal 2Mei 2013 di ruang auditoriumUniversitas Trisakti Jakarta, Sdr.Agam Bayu Suryanto, SE, MBA

    juga berhasil mempertahankandisertasi berjudul Efek OrientasiPasar terhadap Perseps iMutu dan Implikasinya padaLoyalitas Pelanggan melaluiKepuasan Pelanggan. Dengankeberhasilannya tersebut Sdr.Agam Bayu Suryanto, SE,MBA berhak menyandanggelar akademik Doktor IlmuEkonomi. Dalam kesempatan

    sidang terbuka ini InspekturJenderal Kemdikbud Prof.Dr. Haryono Umar, M.Sc, Akberkenan memberikan pidatokata sambutan yang pada intinyamemberikan pesan agar SdrAgam Bayu Suryanto senantiasamenjaga integritas yang tinggi.

    Dengan adanya dua orangDoktor baru maka jumlahSDM yang berkualikasi S3 dilingkungan Inspektorat Jenderal

    bertambah dari semula 3 orangmenjadi 5 orang. SebelumnyaInspektorat Jenderal telahmemiliki 3 orang Doktor yaituProf. Dr. Haryono Umar, M.Sc,Ak dalam bidang Akuntansi,Dr. Amin Priatna dalam bidangManajemen Pendidikan, danDr. Nilam Suri dalam bidangManajemen Pendidikan.

    Saat ini ada 3 orang pegawai

    Inspektorat Jenderal yang tengahmenempuh pendidikan S3 yaituSdr. Drs. Maralus Panggabean,SE, SH, M.Sc di UniversitasIndonesia dalam bidang ilmuAdministrasi Publik, Sdr. FuadWiyono, SH, MH di UniversitasPadjadjaran dalam bidang ilmu

    Politik, dan Sdr. Harsono, S.IP,M.Si di Universitas Padjadjarandalam bidang ilmu Akuntansi.Apabila ketiganya berhasil

    menamatkan pendidikan, makaInspektorat Jenderal akanmemiliki 8 SDM berkualikasiS3.

    Dengan keberadaan tenagaSDM berkualikasi S3 diharapkandapat menjadi agen perubahandan motor penggerak institusiInspektorat Jenderal Kemdikbudmenjadi lebih berwibawa dandisegani oleh para stakeholderserta membuat InspektoratJenderal menjadi lebih meningkatproduktivitasnya.

    Dok. Itjen Kemdikbud

    FORWAS EDISI I / 201344

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    47/48

  • 7/22/2019 Forwas Edisi I/2013

    48/48