chapter ii 2

13
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan gangguan mental psikotik yang etiologinya belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam proses pikir, mood , dan perilaku. Prevalensi seumur hidup sekitar 1%. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Puncak usia dari onset penyakit ini antara 15 dan 35 tahun. Onset sebelum usia 10 tahun atau setelah 45 tahun adalah jarang. 10,11  Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi sedikit nya 6  bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan mengalami waham, halusinasi,  pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi mengsubkategorikan gejala-gejala penyakit ini ke dalam 5 dimensi, yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresif/permusuhan, da n simtom depresif/cemas. 12  Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, ini termasuk bahasa dan komunikasi yang mengalami distorsi atau berlebih-lebihan (pembicaraan yang kacau) dan juga dalam memonitor perilaku (perilaku yang kacau atau katatonik atau teragitasi). Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 gejala yaitu pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia, dan hendaya dalam atensi. Simtom kognitif mungkin gambarannya dapat bertumpang tindih dengan simtom negatif. Gejala ini secara spesifik termasuk gangguan pikiran dari skizofrenia dan kadang-kadang  penggunaan bahasa yang aneh termasuk inkoherensia, asosiasi yang longgar, dan neologisme. Hendaya dalam atensi dan memproses informasi adalah hendaya kognitif spesifik lainnya yang Universitas Sumatera Utara

Upload: suci-wulandari

Post on 10-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Skizofrenia

    Skizofrenia merupakan gangguan mental psikotik yang etiologinya belum diketahui yang

    dikarakteristikkan dengan gangguan dalam proses pikir, mood, dan perilaku. Prevalensi seumur

    hidup sekitar 1%. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Puncak usia dari onset penyakit ini

    antara 15 dan 35 tahun. Onset sebelum usia 10 tahun atau setelah 45 tahun adalah jarang.10,11

    Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi sedikitnya 6

    bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan mengalami waham, halusinasi,

    pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun

    tidak dikenali secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah

    studi mengsubkategorikan gejala-gejala penyakit ini ke dalam 5 dimensi, yaitu simtom positif,

    simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresif/permusuhan, dan simtom depresif/cemas.12

    Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi

    yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, ini termasuk bahasa dan

    komunikasi yang mengalami distorsi atau berlebih-lebihan (pembicaraan yang kacau) dan juga

    dalam memonitor perilaku (perilaku yang kacau atau katatonik atau teragitasi). Simtom negatif

    terdiri dari sedikitnya 5 gejala yaitu pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia, dan hendaya

    dalam atensi. Simtom kognitif mungkin gambarannya dapat bertumpang tindih dengan simtom

    negatif. Gejala ini secara spesifik termasuk gangguan pikiran dari skizofrenia dan kadang-kadang

    penggunaan bahasa yang aneh termasuk inkoherensia, asosiasi yang longgar, dan neologisme.

    Hendaya dalam atensi dan memproses informasi adalah hendaya kognitif spesifik lainnya yang

    Universitas Sumatera Utara

  • dihubungkan dengan skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan bisa bertumpang tindih

    dengan simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada masalah mengontrol impuls.

    Simtom ini meliputi permusuhan yang jelas, seperti perlakuan yang kasar baik secara verbal atau

    fisik ataupun sampai melakukan penyerangan. Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku

    melukai diri sendiri, bunuh diri, membakar rumah dengan sengaja atau merusakkan milik orang

    lain. Tipe lain dari ketidakmampuan mengontrol impuls seperti sexual acting out, juga termasuk

    kedalam kategori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan cemas sering

    dihubungkan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan berarti memenuhi kriteria

    diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas atau gangguan afektif.12

    2.2. Agitasi

    Istilah agitasi secara umum menjelaskan aktivitas motor atau verbal yang berlebihan, dan

    perilaku agitasi ini berpotensi berbahaya.13

    Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-

    IV) dari American Psychiatric Association , agitasi didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang

    berlebih-lebihan dihubungkan dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku

    yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi ini terdapat pada sejumlah gangguan

    psikiatrik seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia (termasuk penyakit Alzheimer) dan

    penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).2,3

    Agitasi sangatlah sering dijumpai didalam pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai

    keluhan pasien-pasien dengan gangguan psikotik.1 Agitasi memiliki manifestasi yang bermacam-

    macam. Umumnya komponen perilaku dari agitasi dapat dikenali sebagai agresif secara fisik

    Universitas Sumatera Utara

  • atau verbal (berkelahi, melempar, merebut, menghancurkan barang-barang, memaki dan

    berteriak) dan juga nonagresif (tidak dapat tenang, mondar-mandir, bertanya berulang-ulang,

    bercakap-cakap dan inappropriate disrobing).4

    Dari data-data pasien yang mengunjungi pelayanan gawat-darurat psikiatri, agitasi

    merupakan gejala yang sering sekali dikeluhkan pada penderita dengan psikosis, gangguan

    bipolar dan demensia. Di Amerika Serikat, penderita dengan agitasi yang datang ke pelayanan

    gawat darurat psikiatri meliputi 21% pasien-pasien skizofrenik, 13% pasien dengan gangguan

    bipolar, dan 5% pasien dengan demensia.4

    Tabel 2.1. Definisi agitasi

    Kegelisahan motorik

    Peningkatan respons terhadap rangsangan

    Iritabilitas

    Aktifitas motor atau verbal yang tidak sesuai dan atau tak

    bertujuan

    Penurunan tidur

    Gejala-gejalanya berfluktuasi sepanjang waktu

    Sumber: Lindenmayer JP. The Pathophysiology of Agitation. J Clin Psychiatry 2006;61(suppl

    14):5-10.14

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3. Agitasi Pada Pasien Skizofrenik

    Agitasi dan perilaku yang kasar dapat terjadi di dalam setting klinis yang berbeda. Kejadian ini

    timbul dalam 10% dari emergensi psikiatri dan biasanya dihubungkan dengan psikosis atau

    penyalahgunaan zat.15 Pasien-pasien skizofrenik yang kasar mempunyai lebih banyak simtom

    positif dan perilaku aneh yang lebih menonjol dan mungkin bertindak sesuai dengan waham

    mereka, terutama jika waham mereka menimbulkan distressing bagi mereka. Pasien yang

    mengalami halusinasi perintah untuk mencelakai orang lain juga sering menjadi kasar.16 Gejala-

    gejala inti dari agitasi meliputi kegelisahan yang menonjol, permusuhan, perilaku agresif,

    penyerangan, kekerasan atau perilaku perusakan fisik, memaki, sikap atau bicara yang

    mengancam.17

    Didalam sampel komunitas, sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan

    kekonsistenannya bahwa pasien skizofrenik memiliki risiko lebih tinggi terlibat dalam tindakan

    kekerasan dibandingkan gangguan mental lain.13 Pasien skizofrenik berisiko tinggi berperilaku

    kasar bila memiliki kecurigaan dan permusuhan, halusinasi yang parah, insight yang buruk

    terhadap wahamnya, mengalami gangguan berpikir yang lebih menonjol dan kemampuan

    mengontrol impuls agresifnya yang buruk dibandingkan pasien yang tidak berperilaku kasar.

    Secara keseluruhan, keadaan tersebut merupakan alasan bagi keluarga untuk merawat pasien

    skizofrenia. 4

    Pada tahun 2004, American Psychiatric Association Committee on Practice Guidelines

    menegaskan bahwa meskipun hanya sedikit dari pasien skizofrenik yang bertindak kasar, bukti-

    bukti menunjukkan bahwa pasien skizofrenik berhubungan dengan meningkatnya risiko

    berperilaku agresif. Dalam studi retrospektif yang dilakukan di Eropa dengan mengevaluasi data

    Universitas Sumatera Utara

  • seluruh pasien skizofrenik yang masuk ke rumah sakit di Munich disimpulkan bahwa 14%

    menunjukkan perilaku agresif sewaktu masuk ke rumah sakit. Dalam studi ini, perilaku agresif

    paling banyak dijumpai pada pasien skizofrenik pria, pasien dengan subtipe skizofrenia yang

    disorganized dan pasien psikotik yang memperlihatkan gejala waham dan berpikir yang kacau.

    Dalam studi yang lain, didapati bukti-bukti bahwa pasien yang kasar lebih banyak dijumpai pada

    skizofrenia terutama bila komorbid dengan penyalahgunaan zat.4 Ada bukti yang menyarankan

    bahwa skizofrenia berhubungan dengan meningkatnya risiko perilaku yang agresif. Faktor risiko

    menjadi agresif pada skizofrenia adalah pria, miskin, tidak punya pekerjaan atau keahlian, tidak

    berpendidikan atau tidak menikah dan mempunyai riwayat pernah ditahan atau riwayat

    kekerasan sebelumnya.16

    Dasar neuroanatomi dan neurokimia agitasi masih belum banyak diketahui. Agitasi

    sering sebagai bagian dari suatu episode psikotik akut dan kebanyakan terkait dengan ranah

    simtom positif. Sistem neurotransmiter yang mendasari dalam patofisiologi simtom psikotik

    termasuk dopaminergik, serotonergik, gamma amino butyrid acid (GABA)-ergic, dan

    glutamatergik.13,14 Obat-obat yang menurunkan dopaminergik atau adrenergik, atau

    meningkatkan serotonergik dan GABAergik akan melemahkan agitasi.13

    Psikosis akut mungkin dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu sindroma diskoneksi

    mesokortikal disebabkan karena hiperaktifitas dopaminergik di limbik dengan terputusnya

    modulasi glutamatergik dari neurotransmisi dopaminergik dengan mereduksi inhibisi

    GABAergik dimana akan menurunkan aktifitas prefrontal kortikal, simtom positif dan negatif,

    dan simtom kognitif. Oleh sebab itu, fokus dari antiagitasi adalah antagonis dopaminergik oleh

    antipsikotik dengan bermacam variasi profil binding reseptor dopamin-2 (D2) dan 5HT2. Obat

    yang secara spesifik mempunyai afinitas ikatan reseptor D2 dan afinitas yang tinggi pada

    Universitas Sumatera Utara

  • reseptor 5HT2 juga akan meminimalkan gejala ekstrapiramidal.14 Penting bahwa obat-obat

    antipsikotik generasi kedua mempunyai efek yang signifikan terhadap variasi dari sistem

    neurotransmiter, termasuk jalur dopaminergik dan serotonergik.13

    Simtom positif menjadi prioritas target utama untuk distabilkan pada pasien-pasien yang

    psikosis akut yang dihospitalisasi. Agitasi dan permusuhan, sering berkaitan dengan simtom

    positif, umumnya juga diidentifikasikan sebagai target prioritas untuk distabilkan pada pasien

    psikosis akut yang dihospitalisasi terutama pada hari pertama penatalaksanaan. Untuk alasan

    inilah dalam memilih regimen pengobatan dipertimbangkan yang memiliki efikasi terhadap

    simtom positif, agresi pada psikotik dan agitasi pada psikotik.18

    2.4. Farmakoterapi Pada Agitasi

    Agitasi akut yang dihubungkan dengan psikosis merupakan suatu tantangan yang membutuhkan

    diagnosis dini, intervensi yang cepat dan efektif, dan pengobatan yang ditoleransi dengan baik.19

    Tujuan intervensi krisis pada pasien-pasien yang teragitasi adalah dengan menenangkan pasien

    tetapi tidak membuat mereka menjadi sedasi sehingga membuat mereka menjadi tidur. Sedasi

    yang berlebihan akan mengganggu kemampuan untuk melanjutkan evaluasi psikiatrik dan

    memulai pengobatan yang sesuai.13

    Dengan menggunakan penjelasan dari patofisiologi yang telah dijelaskan sebelumnya,

    tujuan dari pengobatan adalah untuk menurunkan keadaan hyperarousal, menurunkan

    impulsivitas, memaksimalkan fungsi eksekutif, dan memaksimalkan kapasitas terhadap

    pengaturan emosional diri. Kebutuhan akan hal ini harus dilakukan dengan cepat, aman dan

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan efek merugikan yang minimal. Tujuan pokok adalah untuk menempatkan pasien ke

    fungsi pengaturan emosional yang optimal, bukan hanya untuk meredakan/menenangkan.13

    Sebelum dikenalnya antipsikotik, penanganan psikosis akut dilakukan dengan

    pengekangan (restrain) fisik. Dengan diperkenalkannya klorpromazin dan kemudian agen-agen

    antipsikotik tipikal lainnya, pengekangan fisik mengalami perubahan menjadi kimiawi.8

    Obat antipsikotik dapat dibagi kedalam dua kelompok utama, yaitu antipsikotik

    konvensional yang disebut juga first-generation antipsychotics (FGA) atau dopamine receptor

    antagonist, dan obat-obat kedua yang disebut second-generation antipsychotics (SGA) atau

    serotonin-dopamine antagonist (SDA).20,21 Istilah FGA dan SGA berdasarkan pada teori bahwa

    efek antipsikotik dari obat antagonis reseptor dopamin dihasilkan dari blokade reseptor dopamin

    tipe 2 (D2), sedangkan SDA berbeda dimana efeknya dihubungkan dengan rasio dari antagonis

    D2 dan 5-hydroxytryptamime tipe 2A (5-HT2A). Antagonis reseptor dopamin selanjutnya dibagi

    lagi dengan yang berpotensi rendah, sedang, dan tinggi terhadap reseptor D2. Obat yang

    mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor D2 mempunyai tendensi menimbulkan

    efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar pula. Sedangkan obat yang potensi rendah akan

    menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil tetapi sering pula menyebabkan

    hipotensi postural, sedasi dan efek antikolinergik.20

    Perkembangan dari obat antipsikotik atipikal sangat menyolok dalam memperbaiki

    pengobatan skizofrenia, meskipun antipsikotik atipikal mempunyai efek samping seperti

    somnolen, obesitas, hiperglikemia, hiperlipidemia, dan perpanjangan QTc. Ada penelitian

    langsung mengenai perkembangan dari agonis parsial dopamin dalam penemuannya untuk

    pengobatan optimal dari pasien skizofrenik. Agonis parsial dopamin diperkirakan mengimbangi

    Universitas Sumatera Utara

  • (counterbalance) transmisi dopamin baik hiperdopaminergik maupun hipodopaminergik dan

    bekerja sebagai dopamine system stabilizer.22

    Meskipun semua antipsikotik tersedia dalam bentuk formulasi oral, hanya beberapa obat

    saja yang tersedia dalam bentuk injeksi. Klinisi sebaiknya memilih pemberian obat secara injeksi

    apabila pasien tersebut agitasi yang akan lebih menguntungkan jika obat mencapai kadar plasma

    dengan lebih cepat. Sebagai contoh, kebanyakan antipsikotik yang diberikan secara

    intramuskular mencapai kadar maksimum plasma dalam 30 sampai 60 menit, dengan efek klinis

    terlihat dalam 15 sampai 30 menit.20,21

    2.4.1. Aripiprazol

    Aripiprazol merupakan agen antipsikotik yang mempunyai cara kerja yang unik. Obat ini bekerja

    sebagai dopamine system stabilizer yang kelihatannya menjadi lebih signifikan dalam mengatasi

    simtom positif dan negatif pada skizofrenia.23

    Aripiprazol adalah turunan quinolinone 24-26 yang diperkenalkan dalam praktek klinis

    pada akhir tahun 2002.24,26 Aripiprazol mempunyai aktifitas agonis parsial terhadap reseptor

    dopamin 2 (D2) dan serotonin 1A (5HT1A), dan aktifitas antagonis yang poten pada reseptor

    5HT2A.25,27,28 Obat ini juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor D3; afinitas yang

    moderat terhadap reseptor D4, 5HT2C. 5HT7, adrenergik , histamin 1 (H1) dan afinitasnya tidak berarti (negligible) terhadap reseptor muskarinik.25,29 Metabolit aktif aripiprazol yaitu

    dehydroaripiprazole juga mempunyai afinitas yang sama terhadap reseptor D2 dan tidak

    memperlihatkan profil farmakologik yang berbeda secara signifikan dengan senyawa induk.25

    Aripiprazol dimetabolisme oleh isoenzim CYP2D6 dan CYP3A4.30

    Universitas Sumatera Utara

  • Sebagai agonis parsial terhadap D2, aripiprazol bekerja sebagai antagonis fungsional di

    area dimana level dopamin meninggi seperti di jalur mesolimbik tetapi tidak di area dimana level

    dopamin normal. Sehingga diperkirakan aripiprazol akan mengurangi simtom positif skizofrenia

    tanpa mengakibatkan gangguan pergerakan atau peningkatan prolaktin. Di daerah-daerah

    dimana konsentrasi dopamin rendah seperti jalur mesokortikal, aripiprazol bekerja sebagai

    agonis fungsional.31 Dalam studi-studi preklinis menunjukkan bahwa aripiprazol mempunyai

    aktifitas antagonis D2 dibawah kondisi hiperdopaminergik dimana ini dihubungkan dengan

    kontrol gejala-gejala positif dan aktifitas agonis D2 dibawah kondisi hipodopaminergik dimana

    ini dihubungkan dengan perbaikan gejala-gejala negatif dan kognitif skizofrenia, dengan

    perubahan prolaktin dan efek samping ektrapiramidal yang minimal.32 Aktifitas agonis parsial

    pada reseptor 5HT1A dihubungkan dengan sifat ansiolitik dan bisa dihubungkan dengan

    perbaikan gejala-gejala depresif, kognitif, dan negatif pada pasien skizofrenik.31 Juga

    diperkirakan bahwa aktifitas antagonis pada reseptor 5HT2A dihubungkan dengan efek yang

    menguntungkan terhadap gejala negatif skizofrenia dan akan memperbaiki gejala-gejala depresif

    dan kognitif skizofrenia 31,32 dan mengontrol agitasi dan agresi dan cenderung rendah

    menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.32 Efek merugikan yang sering dilaporkan biasanya

    kepala terasa ringan, insomnia, akatisia, somnolen, tremor, pandangan kabur, mual, muntah,

    dispepsia, konstipasi, sakit kepala, dan asthenia.30

    Aripiprazol injeksi (intramuskular) digunakan untuk mengontrol agitasi pada pasien

    dewasa dengan skizofrenia atau bipolar mania yang disetujui Food and Drug Administration

    (FDA) tahun 2006. Aripiprazol injeksi tersedia dalam bentuk dosis tunggal, dengan vial siap

    pakai mengandung aripiprazol 9,75mg dalam 1,3mL (7,5mg/mL),25,33 larutan yang steril, jernih

    dan tidak berwarna.33 Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak setelah pemberian

    Universitas Sumatera Utara

  • sekitar 1 dan 3 jam. Waktu paruh aripiprazol dan dehidroaripiprazol adalah 75 dan 94 jam.25,34,35

    Penelitian yang dilakukan Trans-Johnson dkk pada tahun 2007 menunjukkan bahwa aripiprazol

    intramuskular 9,75mg secara signifikan menurunkan skor PANSS-EC dibandingkan plasebo

    pada menit 45 dan cenderung signifikan pada menit 30, sedangkan haloperidol intramuskular

    7,5mg dibandingkan plasebo menurunkan skor PANSS-EC pada menit 105. Pada menit 30,

    kebanyakan pasien secara signifikan berespons terhadap aripiprazol intramuskular 9,75mg.

    Aripiprazol intramuskular 9,75mg secara signifikan memperbaiki agitasi tanpa over sedasi.6

    Aripiprazol intramuskular diberikan dengan dosis 9,75mg yang dapat diulang setiap 2

    jam dan tidak melebihi 30mg/hari. Dosis yang rendah seperti 5,25mg dapat digunakan jika ada

    peringatan dari faktor-faktor klinis.34 Dosis yang dianjurkan adalah 9,75mg.33 Aripiprazol

    mungkin dikaitkan dengan hipotensi ortostatik, maka pemberiannya harus hati-hati pada pasien

    yang mempunyai penyakit jantung, penyakit serebrovaskuler atau kondisi-kondisi yang akan

    menyebabkan terjadinya hipotensi34,35, pasien diabetes mellitus dan hiperglikemia,36,37 dan

    pasien dengan riwayat kejang.35-37

    2.4.2. Haloperidol

    Haloperidol merupakan butyrophenone pertama dari antipsikotik mayor.7 Kerja terapeutik obat-

    obat konvensional adalah memblok reseptor D2 khususnya di jalur mesolimbik. Hal ini

    menimbulkan efek berkurangnya hiperaktifitas dopamin pada jalur ini yang didalilkan sebagai

    penyebab simtom positif pada psikosis12, mengurangi penyerangan, perilaku yang meledak-ledak

    (explosive), dan perilaku hiperaktifitas.38

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemberian secara intramuskular dalam dosis 2-5mg diperlukan untuk mengontrol dengan

    cepat pasien skizofrenik akut dengan gejala-gejala yang sedang-berat sampai sangat berat.

    tergantung respons pasien, dosis ulangan dapat juga diberikan dalam setiap jam walaupun

    dengan interval 4-8 jam sudah memuaskan.7 Ketika diberikan secara intramuskular, haloperidol

    mempunyai onset of action dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh eliminasi mencapai 12

    sampai 36 jam, dan efek durasinya mencapai waktu sampai 24 jam.2

    Efek samping ekstrapiramidal sering dilaporkan terjadi selama beberapa hari pertama

    pengobatan. Efek samping ekstrapiramidal secara umum dapat dibagi atas gejala-gejala mirip

    Parkinson, akatisia atau distonia.7,38

    2.5. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS)

    Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) merupakan suatu alat ukur yang valid untuk

    menilai beratnya simtom yang dialami pasien skizofrenik dan penilaian terhadap keluaran

    terapeutik PANSS mempunyai 30 butir penilaian dengan 3 skala (skala positif = 7 butir; skala

    negatif = 7 butir; skala psikopatologi umum = 16 butir). Masing-masing butir mempunyai

    rentang nilai dari 1-7 (1= tidak ada; 2 = minimal ; 3 = ringan ; 4 = sedang ; 5 = agak berat ; 6 =

    berat ; 7 = sangat berat). Total skor PANSS antara 30-210).39

    Selain itu PANSS juga dapat dibagi kedalam 5 komponen, yaitu:39

    1. Komponen negatif ( penarikan emosional, penarikan sosial yang pasif /tidak acuh,

    kurangnya spontanitas dan arus percakapan, afek tumpul, kemiskinan rapport, atensi

    yang buruk, penghindaran sosial secara aktif, retardasi motorik, gangguan kehendak,

    mannerisme dan membentuk postur).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Komponen positif ( isi pikiran yang tidak biasanya, waham, kebesaran, kurangnya

    pertimbangan dan tilikan, perilaku halusinasi).

    3. Komponen gaduh gelisah ( gaduh gelisah, pengendalian impuls yang buruk, ketegangan,

    permusuhan, ketidakkooperatifan).

    4. Komponen depresi ( ansietas, perasaan bersalah, depresi, kekhawatiran somatik,

    preokupasi)

    5. Komponen kognitif dan lain-lain ( kesulitan berpikir abstrak, disorientasi, disorganisasi

    konseptual, pemikiran stereotipik).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6.Kerangka Konseptual

    Pre test Post test

    Keadaan agitasi dengan

    pengukuran PANSS-EC

    Waktu berkurangnya agitasi

    Keadaan agitasi dengan

    pengukuran PANSS-EC

    Aripiprazol intramusku- lar

    PANSS-

    PANSS-EC

    Haloperidol intramusku- lar

    Pasien skizofrenik dengan agitasi

    Waktu berkurangnya agitasi

    Universitas Sumatera Utara