bab ii tinjauan pustaka tentang kandang etawah 2

Upload: william-wijaya

Post on 10-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    1/9

    3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Kambing Etawah dan Peranakan Etawah

    Kambing Etawah yaitu kambing yang berasal dari distrik Etawah daerahantara sungai Yamuna dan Chambal Provinsi Uttar Pradesh, India (Mason, 1981).

    Kambing Etawah didatangkan ke Indonesia bertujuan untuk memperbaiki kambing

    kambing lokal yang memilki tubuh kecil, dengan cara persilangan antara kambing

    lokal dengan kambing Etawah, yang menghasilkan kambing Peranakan Etawah (PE).

    Berdasarkan tipe kambing PE tipe kambing dwiguna yaitu kambing yang dapat

    menghasilkan daging dan susu. Keunggulan Kambing PE dibandingkan ternak lokal

    sejenis adalah kambing PE betina mampu menghasilkan susu 1,2 liter/ekor/hari

    selama masa laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE memiliki

    karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan kambing jantan mencapai 90 kg,

    sedangkan betina mencapai 60 kg. Sarwono (2008) menyatakan bahwa kambing PE

    mempunyai ciri-ciri antara kambing kacang dengan kambing Etawah, yaitu bagian

    hidung atas melengkung, panjang telinga antara 15-30 cm menggantung ke bawah,

    sedikit kaku, warna bulu bervariasi antara hitam, putih, dan coklat. Kambing jantan

    mempunyai bulu yang tebal dan agak panjang di bawah leher dan pundak, sedangkan

    bulu kambing betina agak panjang terdapat di bagian bawah ekor ke arah garis kaki.

    Kandang

    Kandang memiliki arti yang sangat penting untuk menghindari pengaruh

    lingkungan yang kurang menguntungkan bagi usaha peternakan sehingga dengan

    adanya kandang maka penggunaan makanan untuk produksi dapat teratasi dengan

    baik. Perkandangan juga berfungsi sebagai pencegahan dan pemberantasan penyakit

    dan pengawasan terhadap pertumbuhan ternak (Sosromidjojo dan Soeraji, 1978). Hal

    tersebut sesuai dengan pendapat Budoyo (1978) menyatakan bahwa kandang

    diperlukan untuk melindungi ternak dari pencurian, gangguan alam, hujan, sinar

    matahari, gangguan binatang buas, dan kedinginan. Sosroamidjojo dan Soepardi

    (1976) menyatakan bahwa dalam pembuatan kandang hal yang perlu diperhatikan

    beberapa masalah antara lain: (1) biologi ternak masingmasing memiliki sistem

    perkandangan tersendiri, (2) teknik konstruksi bangunan kandang harus bersih,

    sirkulasi baik, ternak terhindar dari pengaruh cuaca yang merugikan, kandang harus

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    2/9

    4

    kuat, dan sesuai dengan ternak yang akan dikandangkan, dan (3) ekonomis, biaya

    pembuatan kandang harus murah tetapi masih memenuhi persyaratan yang tercantum

    pada poin 1 dan 2.

    Menurut Devendra dan Buns (1994), ada dua tipe kandang kambing yang

    umum dipakai di daerah tropis, yaitu kandang pada tanah dan kandang panggung.

    Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung.

    Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan dalam mengurangi

    pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta tergantung

    tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging (Devendra dan

    McLeroy, 1982). Pembuatan bangunan kandang harus bersih dan berventilasi agar

    ternak dapat terjaga kesehatannya karena ternak dikandangkan setiap hari.

    Kandang panggung yang baik memiliki tinggi kandang di atas tanah minimal

    100 cm, pondasi kandang terbuat dari beton atau batu sungai dengan bentuk

    trapesium agar mudah dalam pembersihan kotoran, tinggi alas dengan tempat pakan

    antara 50 60 cm, tujuannya adalah agar kambing mudah mengambil pakan dari

    tempat pakan, celah kandang untuk keluar masuk kepala kambing mengambil pakan

    adalah 20 x 25 cm. Pembuatan celah kandang kambing jantan harus lebih tinggi

    daripada celah kandang pada kambing betina, tujuannya adalah untuk menjaga

    kualitas rambut bagian leher kambing jantan akibat bergesekan dengan dinding

    kandang. Tinggi celah kambing betina cenderung lebih pendek agar anak kambing

    tidak keluar kandang melalui celah tersebut (Atabany, 2001).

    Kandang Induk

    Kandang induk merupakan tempat yang khusus untuk mengandangkan

    kambing betina induk PE agar mempermudah dalam penanganan. Kandang induk

    dibagi menjadi dua, yaitu kandang induk bunting dan kandang induk kering.

    Kandang induk kering digunakan untuk mengelompokkan kambing betina yang

    sudah tidak menyusui lagi anaknya (Sarwono, 2008), bentuk kandang induk masa

    kering dibuat dengan menggunakan bentuk sistem kandang koloni atau berkelompok.

    Kandang koloni berfungsi sebagai kandang perkawinan. Kambing biasanya

    diletakkan di dalam kandang koloni dengan kepadatan ternak pada tiap kandang

    sebanyak 5-10 ekor ternak dengan ukuran 3 x 5 m2. Kandang diberi sekat ruang

    masing-masing sekat kandang bertujuan untuk diberi pintu untuk keluar masuknya

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    3/9

    5

    ternak. Bentuk kandang induk yang sedang bunting lebih dari tiga bulan dan induk

    yang sedang mengasuh anak atau menyusui dibuat dengan sistem tipe kandang

    tunggal atau individu. Ukuran kandang bersalin 1 x 1 m2 sampai 1,5 x 1,5 m2

    (Mariono, 2007).

    Tingkah Laku

    Ethology merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan. Tingkah

    laku berasal dari kata ethosyang berarti karakter atau alam dan logosyang berarti

    ilmu. Ilmu tingkah laku berkaitan dengan penentuan karakteristik hewan terhadap

    lingkunganya serta respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang

    dihadapinya (Gonyou, 1991). Proses terjadinya tingkah laku hewan adalah ekspresi

    dari upaya hewan untuk beradaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi internal dan

    eksternal yang berbeda, yaitu perilaku dapat digambarkan sebagai respon hewan

    untuk stimulus. Studi tingkah laku perilaku (etologi) melibatkan tidak hanya hewan

    apa saja yang diamati akan tetapi juga kapan, bagaimana, mengapa dan dimana

    perilaku terjadi (Lehner, 1979).

    Tingkah Laku Makan

    Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda dari tiap bangsa

    yang berbeda. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif

    sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Tingkah laku makan lain

    adalah merumput, memakan hijauan hasil pemotongan atau penyimpanan, dan

    konsentrat. Cara makan pada kambing adalah meramban browse leguminosa dan

    tanaman yang agak lebih tinggi darinya) berbeda dengan domba yang cenderung

    grazing (merenggut) rumput dengan bibir bagian atas hingga memotong bagian

    bawah rumput (Ensminger, 2002).

    Tingkah laku makan lain adalah ruminasi. Ruminasi adalah proses

    mengunyah kembali pakan yang dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah

    dengan bantuan saliva. Kambing melakukan ruminasi sebanyak 15 kali per hari

    dengan lama waktu per ruminasi sekitar 1-120 menit, sehingga dalam satu hari total

    waktu yang digunakan untuk ruminasi adalah antara 8-10 jam (Ensminger, 2002).

    Menurut Tomaszewska et al. (1993), pengunyahan selama makan dan ruminasi dapat

    mengurangi ukuran partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    4/9

    6

    ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang diruminasi akan ditentukan oleh

    waktu yang diperlukan untuk makan, ruminasi, dan jumlah kunyahan per satuan

    waktu dalam setiap kegiatan dan oleh tingkat keefektifan pengunyahan.

    Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan, karenanya dapat

    membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984).

    Tomaszewska et al. (1991) mengatakan bahwa pada siang hari dengan suhu yang

    tinggi, kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi

    lebih singkat dengan istirahat yang relatif lama.

    Tingkah LakuAgonistic

    Tingkah laku agonistic merupakan suatu kegiatan mengais, menanduk, dan

    mendorong dengan bahu, lari bersama, dan menerjang (menendang, berkelahi,

    melarikan diri, menanduk) pada kambing, terlentang sambil tidak bergerak,

    menggigil (pada anak yang masih muda) mendengus, dan menghentakkan kaki pada

    kambing (Hafez, 1968), menurut Frazer (1975), tingkah laku agonistic merupakan

    tingkah laku yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif

    seperti berkelahi, berlari, serta tingkah laku agresif. Tingkah laku agonistic juga

    diperkuat oleh Ensminger (2002), mengatakan bahwa tingkah laku agonistic pada

    kambing jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu

    kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau tanduknya pada

    kepala lawan, kambing akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka berhenti

    dan menyerah, biasanya kambing sebelum berkelahi akan mendengus.

    Pola perilaku agonistic merupakan interaksi sosial antara satwa yang

    dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan

    seksual, dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat

    ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart, 1985). Perilaku agonistik ini

    merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan

    dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies. Kandungan hormon

    testoteron yang tinggi pada mamalia jantan mengakibatkan tingkah laku berkelahi

    lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina (Ensminger, 2002).

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    5/9

    7

    Tingkah Laku Kambing

    Keseluruhan tingkah laku kambing dapat dilihat pada Tabel 1 yang berbentuk

    etogram.

    Tabel 1. Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Kambing.

    Tingkah Laku Gambaran Karakteristik

    Ingestive Browsing, makan legum-legum, ranting muda, menguyah,

    menjilati garam, minum, dan menyusu.

    Investigatory Mengangkat kepala, mengarahkan mata, telinga, dan hidung

    kearah gangguan. Mencium kambing lain atau benda lainnya.

    Allelomimetik Berlari bersama, tidur bersama, dan menumbuk rintangan dengan

    kaki tegap bersamaan.

    Agonistik Mengais, mendorong dengan bahu, menanduk, lari bersama dan

    menerjang, bunching, lari, kedinginan, mendengus dan

    menghentakan kaki.

    Eliminatif Kambing mengangkat ekor pada saat buang air besar dan

    menghasilkan kotoran berbentuk pelet. Kambing betina jongkok

    pada saat buang urin. Selama musim tak kawin, kambing jantan

    membuang urinnya dengan sedikit dan tidak terjadi ekstensi dari

    penis yang keluar dari prepotium.

    Allow grooming Kambing menjilat-jilat dan membersihkan bulu, bergantian

    ataupun secara resiprok.

    Sumber : Hafez (1968)

    Sistem Pemeliharaan Terhadap Tingkah Laku Kambing

    Pemeliharaan kambing dengan sistem penggembalaan bebas, di daerah sub

    tropis periode merumput terjadi paling banyak ketika pagi sampai sore hari,

    sedangkan pada daerah tropis siklus merumput, pada siang hari, ternak beristirahat di

    bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode yang panjang pada malam

    hari. Pola tingkah laku makan kambing pada saat makan, kambing akan menolak

    setiap tanaman yang terkontaminasi dengan aroma air seni dan fesesnya, tingkah

    laku makan pada kambing di alam liar dengan cara browsing. Tingkah laku browsing

    ini bertujuan untuk memakan berupa kulit kayu, daun, tunas, semak, dan cabang

    yang memiliki rasa yang lebih pahit dari rumput. Kemampuan kambing dalam

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    6/9

    8

    menoleransi terhadap pakan yang rasanya pahit dari pada pakan yang memiliki rasa

    asin dan manis. Kebutuhan konsumsi air yang diperlukan kambing hanya 188

    cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185 cc/kg/24 jam, sedangkan untuk

    domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347 cc/kg/24 jam, mengakibatkan

    kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau dengan curah hujan sedikit.

    Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan terjadinya pengurangan ekskresi

    urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan pekat (Cakra et al., 2008).

    Kambing dipelihara di kandang intensif akan kehilangan ikatan berpasangan,

    berkurangnya sifat agresif, dan perpanjangan musim kawin (Tomaszewska et al.,

    1993). Menurut Roussel (1992) tingkah laku kambing yang sudah didomestikasi

    sebagian besar kegiatannya dilakukan untuk makan dan menghabiskan sebagian

    besar merumput di kandang. Kambing yang didomestikasi akan cenderung lebih baik

    dalam reproduksi dan performa pertambahan bobot badan, hal ini karena manusia

    akan memilih bangsa-bangsa kambing yang baik untuk disilangkan, sedangkan di

    alam liar kesempatan untuk terjadi inbreeding sangat tinggi yang mengakibatkan

    penurunan kualitas dari keturunan yang dihasilkan. Kambing yang sudah

    terdomestikasi akan cenderung tidak takut jika didekati manusia, sedangkan kambing

    yang masih liar akan cenderung menghindar dan lari jika bertemu dengan manusia.

    Suhu dan Kelembaban

    Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi

    produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan

    panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan

    keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian Smith dan

    Mangkuwidjojo (1988) menjelaskan bahwa kambing memerlukan suhu optimum

    antara 18-30 oC untuk menunjang produksinya, sedangkan untuk suhu rektal

    kambing pada kondisi normal adalah 38,5-40 oC dengan rataan 39,4 oC atau antara

    38,5-39,7 oC. Kambing akan berusaha menurunkan suhu tubuhnya melalui proses

    respirasi akibat suhu lingkungan yang tinggi (Yeates et al.,1975).

    Keadaan lingkungan yang kurang nyaman juga membuat kambing

    mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum. Mekanisme

    pelepasan panas tubuh dilakukan melalui empat cara yaitu : radiasi, konduksi,

    konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromegnetik, tidak

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    7/9

    9

    memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi

    merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan

    langsung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari suhu tinggi ke suhu

    yang rendah. Konveksi adalah suatu perambatan melalui aliran cair dan gas.

    Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi

    merupakan perubahan dari zat cair menjadi uap air. Pengaruh suhu dan kelembaban

    yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat sehingga pelepasan panas tubuh

    terhambat (McDowell, 1972). Cekaman panas pada ternak akan mengakibatkan

    energinya berkurang sehingga aktivitasnya terganggu, seperti laju pertumbuhan

    menurun, laju penafasan, dan denyut jantung meningkat (Curtis, 1983).

    Denyut Jantung

    Jantung adalah struktur maskular berongga yang bentuknya menyerupai

    kerucut. Jantung terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Masing-masing bagian terdiri

    dari atrium yang berfungsi menerima curahan darah dari pembuluh vena, dan

    ventrikel yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui

    arteri (Frandson, 1992). Satu denyut jantung terdiri dari satu sistole dan diastole.

    Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastole, yaitu periode

    pengisian jantung dengan darah, kemudian diikuti oleh satu periode kontraksi yang

    disebut sistol (Guyton, 1997).

    Peningkatan laju denyut jantung akan meningkat seiring dengan peningkatan

    suhu lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot (Edey, 1983). Adisuwardjo (2001)

    menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu (1)

    aktivitas, (aktivitas yang tinggi meningkatkan frekuensi kerja jantung) (2) ion

    kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu ruangan jantung pada

    proses pengosongan ruang tersebut, (3) kadar CO2, dapat menaikkan frekuensi

    maupun kekuatan kontraksi jantung, (4) acetylcolin, mengurangi frekuensi jantung,

    (5) adrenalin, dapat menaikkan frekuensi jantung, (6) morphin, dapat menurunkan

    denyut jantung, (7) suhu tubuh, semakin tinggi suhu tubuh maka frekuensi denyut

    jantung semakin meningkat, (8) berat badan, semakin berat badan seseorang

    frekuensi denyut jantung semakin besar, dan (9) usia, usia muda memiliki frekuensi

    denyut jantung lebih cepat.

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    8/9

    10

    Respon Fisiologis Terhadap Kandang

    Suhu pada kandang alas tanah lebih tinggi dari pada suhu pada kandang

    panggung hal ini dikarena gesekan aliran udara pada permukaan tanah lebih besar

    sehingga aliran udara pada kandang alas tanah terhambat menyebabkan terhalangnya

    pertukaran udara dari kandang ke lingkungan. Faktor lain yang menyebabkan suhu

    kandang alas tanah lebih tinggi adalah feses yang tertampung pada tanah mengalami

    proses fermentasi yang dapat menghasilkan gas metan dan amonia. Proses fermentasi

    ini dapat meningkatkan suhu kandang yang akan mengakibatkan bertambahnya

    beban panas. Kandang alas panggung keadaannya akan lebih nyaman dibandingkan

    kandang alas tanah karena gaya gesek udara pada lantai panggung lebih rendah.

    Pembuatan celah kandang dengan lantai slat bambu akan mengakibatkan aliran

    udaranya lebih lancar karena dari sela-sela bilah bambu angin dapat masuk (Puspani

    et al., 2008). Penurunan suhu kandang tidak hanya dengan modifikasi lantai kandang

    saja, tetapi juga dengan penggunaan naungan atau atap.

    Menurut Qiston dan Suharti (2011) penggunaan naungan atau atap dapat

    menciptakan kondisi yang lebih nyaman yang ditunjukkan dengan lebih rendah suhu

    rektal dan frekuensi denyut jantung. Rataan suhu rektal kambing yang diberi

    naungan yaitu 38,7o

    C dan rataan denyut jantung kambing yang diberi naungan

    adalah dan 86,6 kali/menit, sedangkan rataan denyut jantung kambing yang tidak

    diberi naungan yaitu 39,10oC dan dan suhu rektal kambing yang tidak diberi naungan

    yaitu 107,7 kali/menit.

    Respon Fisiologis Terhadap Pakan dan Waktu Pemberian Pakan

    Tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau

    mengkonsumsi pakan untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Respon

    untuk menghindari kondisi tersebut kambing mengurangi konsumsi pakan dan energi

    metabolis yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari

    perubahan fisiologi, endokrin, dan pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi

    yang tersedia (Setianah, 2004). Meningkatnya suhu cenderung mengurangi konsumsi

    pakan. Hal ini adalah upaya ternak untuk mengurangi produksi tubuh panas dengan

    cara mengurangi pakan yang berserat, melakukan aktivitas fisik rendah, mencari

    naungan, dan mengubah aktivitas merumput dari siang menjadi malam. Dampak

    langsung dari stres panas dapat dilihat dalam perubahan konsumsi air dan konsumsi

  • 7/22/2019 BAB II Tinjauan Pustaka Tentang Kandang Etawah 2

    9/9

    11

    pakan. Jika suhu naik, maka kebutuhan air juga akan naik sehingga harus

    menyediakan banyak air. Namun, jika air langka, maka kambing akan menyesuaikan

    diri dengan cara memanfaatkan kadar air pada hijauan (Cakra et al., 2008).

    Pemberian pakannya pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00-14.00 WIB

    berefek baik pada ternak karena pada pagi hari ternak memiliki waktu yang lama

    untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan kepada

    ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka akan menghasilkan bobot badan

    yang lebih optimal. Sebaliknya, pemberian pakan pada ternak kambing pada pukul

    14.00- 17.30 WIB, ternak tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk

    mengkonsumsi pakan dan mengunyah pakan dengan baik, sehingga akan

    menghasilkan bobot badan yang kurang optimal (Setianah, 2004).

    Akibat Heat stress jangka panjang adalah terjadi penurunan produktivitas

    anak pada ternak. Jika kambing bunting, terutama mendekati akhir kehamilan,

    kurangnya makan akibat dari stres panas dapat mengurangi asupan nutrisi yang

    diperlukan oleh janin dan mengakibatkan kelaparan pada janin. Di sisi lain, jika

    kambing betina kekurangan pasokan energi karena stres panas akan menyebabkan

    tidak adanya perkembangan folikel. Hal juga juga berlaku untuk reproduksi sperma.

    Kondisi panas yang ekstrim dapat mempengaruhi reproduksi langsung yaitu : (1)

    Terjadi degenerasi antara sperma dan ovum dalam saluran reproduksi, (2) penciptaan

    ketidak seimbangan hormon melalui tindakan dari hipotalamus dan (3) menekan

    libido dan tindakan fisik untuk kawin (Roussel, 1992).