ikm parotitis

4
Diagnosa Banding 1. Pembesaran kelenjar parotitis asimtomatik Disebabkan oleh kelainan metabolik dan nutrisi seperti diabetes melitus, kwasiokor, malnutrisi, obesitas, sirosis. 2. Pembesaran kelenjar parotis simtomatik Pembesaran kelenjar parotis akibat operasi 3. Parotis supurativ Disebabkan oleh bakteri dan ditemukan pus yang keluar dari dutus kelenjar. Penyebabnya dari otitis media atau mastoiditis. 4. Adenopati dan tonsilofaringitis Telinga tidak terangkat oleh pembengkakan, inflamasi faring nyata. 5. Difteri berat (bullneck) Pembengkakan tidak nyeri. Inflamasi faring serta pseudomembrane. 6. Penyakit lain yang bergejala pembengkakan kelenjar parotid Sarkoidosis, Leukimia, Sindrom Uveoparotitis. 7. Salivary Calculus Batu membuntu saluran parotis, yang sering ductus submandibular. 8. Tetanus karena tr ismusnya Mudah dibedakan karena tidak ada kaku otot lain. 9. Reaksi Obat Obat sulfonamid atau yodium organik bisa menimbulkan pembengkakan parotid dan kelenjar salivaria lain disertai nyeri tekan. Parotitisiodium, biasanya terjadi setelah prosedur seperti urogravi intravena. Obat antihipertensi seperti guanetidin dapat menyebabkan pembengkakan parotis. 10. Sindroma Sjorgen Merupaka inflamasi kronik parotis dan kelenjar liur lainnya yang seringkali disertai dengan atrofi kelenjar lakrimalis dan paling sering terjadi pada wanita pascamenopaus e.

Upload: mahresya-kamajaya

Post on 07-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/21/2019 ikm parotitis

http://slidepdf.com/reader/full/ikm-parotitis 1/4

Diagnosa Banding

1. Pembesaran kelenjar parotitis asimtomatik

Disebabkan oleh kelainan metabolik dan nutrisi seperti diabetes

melitus, kwasiokor, malnutrisi, obesitas, sirosis.

2. Pembesaran kelenjar parotis simtomatik

Pembesaran kelenjar parotis akibat operasi

3. Parotis supurativ

Disebabkan oleh bakteri dan ditemukan pus yang keluar dari dutus

kelenjar. Penyebabnya dari otitis media atau mastoiditis.

4. Adenopati dan tonsilofaringitis

Telinga tidak terangkat oleh pembengkakan, inflamasi faring nyata.

5. Difteri berat (bullneck)

Pembengkakan tidak nyeri. Inflamasi faring serta pseudomembrane.

6. Penyakit lain yang bergejala pembengkakan kelenjar parotid

Sarkoidosis, Leukimia, Sindrom Uveoparotitis.

7. Salivary Calculus

Batu membuntu saluran parotis, yang sering ductus submandibular.

8. Tetanus karena trismusnya

Mudah dibedakan karena tidak ada kaku otot lain.

9. Reaksi Obat

Obat sulfonamid atau yodium organik bisa menimbulkan

pembengkakan parotid dan kelenjar salivaria lain disertai nyeri tekan.

Parotitisiodium, biasanya terjadi setelah prosedur seperti urogravi

intravena. Obat antihipertensi seperti guanetidin dapat menyebabkan

pembengkakan parotis.10. Sindroma Sjorgen

Merupaka inflamasi kronik parotis dan kelenjar liur lainnya yang

seringkali disertai dengan atrofi kelenjar lakrimalis dan paling sering

terjadi pada wanita pascamenopause.

7/21/2019 ikm parotitis

http://slidepdf.com/reader/full/ikm-parotitis 2/4

Penatalaksanaan

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limites (sembuh/hilang

sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada

terapi spesifik bagi infeksi virus “Mups” oleh karena itu pengobatan

parotitis seluruhnya simtomatis dan suportif.

1. Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila : tidak ada komplikasi, keadaan

umum cukup baik,

a. istirahat cukup

b. pemberia diet lunak dan cairan yang cukup

c. medikamentosa

analgetik-antipiretik bila perlu

-metampiron : anak > 6 bulan 250-500 mg/hari maksimum 2g/hari

-parasetamol : 7,5-10 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis

2. Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala

hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.

a. ddit lunak, cair, TKTPb. analgetik-antipiretik

c. Penangan komplikasi tergantung jenis komplikasinya

3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi

a. Encephalitis

-simtomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk

mengurangi sakit kepala.

b. Orkhitis-istirahat yang cukup

-pemberian analgetik

-sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24jam, peroral, selama

2-4 hari

c. Pankreatitis

- simtomatik

7/21/2019 ikm parotitis

http://slidepdf.com/reader/full/ikm-parotitis 3/4

Pencegahan

Pencegahan terhadap parotistis epidemika dapat dilakukan secara

imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

1. Aktif

Dilakukan dengan memberikn vaksinasi dengan virus parotitis

epidemika yang hidup tai telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-

merck,sharp and dohme) diberikan subkutan pada anak berumur

15 bulan, vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain

dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.

Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama

vaksin campak dan rubella.

2. Pasif

Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis

atau mengurangi komplikasi.

Pemberian vaksinasi dengan virus “Mumps”, sangat efektif dalam

menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi “Mumps” pada

individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dantelah memberikan

proteksi 15% sampai 95%. Proteksi yang baik sekurang-kurangnyaselama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella,

dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.

Kontraindikasinya adalah bayi dibawah usia satu tahun karena

efek antibodi maternal, individu dengan riwayat hipersensitivitas terhdap

komponen vaksin, demam akut, selama kehamilan, leukimia dan

keganasan, limfoma, sedang diberi obat-obatan imunosupresif, alkilasi

dan anti metabolit, sedang mendapat radiasi.Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila iberikan

setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaaan

vaksin “Mumps” dalam situasi ini. 

7/21/2019 ikm parotitis

http://slidepdf.com/reader/full/ikm-parotitis 4/4

Daftar pustaka

 Adam A. Rosenberg, David W. Kaplan, Gerald B. Merenstein, Mumps

(Epidemic Parotitis), dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI, Colordo,

1991, hal: 442-444.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis Epidemika, dalam

Ilmu Kesehatan Anak, Edisi VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.