its undergraduate 18460 paper 2055271
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
1/10
1
STUDI NAIKNYA MUKA AIR LAUT DI KAWASAN PESISIR SEMARANG
Efi Ariyanta Wibawa(1), Wahyudi(2), Kriyo Sambodho(3)1Mahasiswa Teknik Kelautan,
2,3
Staf Pengajar Teknik Kelautan
Semarang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan saat ini mengalami banjir pasang. Hampir setiap hari di kawasan pesisir Semarangmengalami banjir pasang. Melihat fenomena ini perlu dilakukan analisa mengenai kenaikan muka air di kawasan tersebut dan juga analisa
perubahan garis pantai. Dalam tugas akhir ini dilakukan analisa mengenai pasang surut untuk kemudian didapatkan besarnya kenaikan muka airlaut per tahun menggunakan metode Least Square. Dari hasil penelitian ini didapatkan besarnya kenaikan muka air laut per tahun di pesisirSemarang adalah 3,64 mm. Juga analisa perubahan garis pantai menggunakan foto citra Landsat TM dan ETM dengan metode overlay.Pengolahan foto citra Landsat dilakukan dengan bantuan softwareEr Mapper 7.0.
Kata kunci: Semarang, foto citra Landsat, perubahan garis pantai, pasang surut, Er Mapper 7.0.
1.PENDAHULUAN
Perubahan iklim global sebagai implikasi dari
pemanasan global telah mengakibatkan
ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama
yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasanglobal ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah
kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-
industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat inimenimbulkan efek pemantulan dan penyerapanterhadap gelombang panjang yang bersifat panas
(inframerah).
Perubahan iklim mengakibatkan perpecahan
siklus hidrologi wilayah yang berarti, yaitu
mengubah evaporasi, transpirasi, run-off, air tanah,
dan presipitasi. Sebagai akibatnya, hal tersebut akan
meningkatkan intensitas air hujan, tetapi dalamperiode tertentu juga dapat mengakibatkan musim
hujan yang berkepanjangan sehingga bahaya akan
banjir juga semakin meningkat. Selain itu,
pemanasan global yang berdampak pada kenaikan
suhu dan mengakibatkan pencairan gletser dapatmempengaruhi terjadinya kenaikan permukaan airlaut. Perubahan elevasi air laut ini tentu saja dapat
mengganggu kehidupan karena akan mengakibatkan
genangan di wilayah pesisir dan daratan perkotaan
yang lebih rendah, bahkan mampu menenggelamkan
pulau-pulau kecil.
Pengamatan temperatur global sejak abad 19menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur
yang menjadi indikator adanya perubahan iklim.
Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan
terus meningkat sekitar 1.8-4.0o
C di abad sekarang
ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam IPCC
(2007) diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4o
C.Ketika permukaan air laut naik melebihi ketinggian
daratan, maka air laut akan menggenangi seluruhdaratan tesebut. Kondisi ini akan memperburuk
kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat di
sekitarnya.
Kota Semarang sebagai salah satu metropolitan yang
memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garispantai sepanjang 13 km jelas sangat terkena dampak
kenaikan muka laut tersebut. Menurut Sarbidi (2002)
kedalaman air akibat banjir rob bisa mencapai 20-60
cm dengan luas genangan diperkirakan mencapai
32,6 km2
2.
TINJAUAN PUSTAKA
.
Kenaikan muka laut yang diduga menjadi
salah satu penyebab banjir rob di Semarang
merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit
untuk dipecahkan. Sampai sekarangpun angka pasti
mengenai kenaikan muka laut di Semarang masih
belum jelas karena dari beberapa penelitian ternyata
menunjukan hasil yang berbeda-beda. MenurutWirakusumah dan Lubis (2002) sejak tahun 1950
sampai tahun 2003 terjadi kenaikan muka laut
sebesar 39 cm di perairan Semarang akibat
pemanasan global. Hal ini berarti kenaikan muka laut
di Semarang mencapai 7,36 mm/ tahun. MenurutAbdurachim (2002) kenaikan muka air laut di
Semarang mencapai 9,27 mm per tahun. Kemudian
menurut Manurung et al. (2002) kenaikan muka laut
di Semarang mencapai 6 mm/tahun. Suripin (2002)
dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa
kenaikan muka laut di Semarang mencapai 5,01
cm/tahun. Sedangkan berdasarkan penelitian Adhitya(2003) mulai tahun 1991 hingga tahun 1997 muka
air laut rata-rata tahunan di Semarang mengalami
kenaikan berkisar antara 1,5 6,7 cm tetapi pada
tahun berikutnya sampai tahun 2000 permukaan air
laut justru mengalami penurunan sebesar 1,31- 39,9
cm. Adanya kesimpangsiuran data tersebut didugakarena data time series pasang surut yang digunakan
untuk menentukan kenaikan muka laut di Semarang
tersebut hanya dalam kurun waktu yang singkat yaitu
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
2/10
2
1992. Dari hasil overlay untuk tahun 1992-2001,
garis pantai terutama pada bagian timur terjadi erosi
yang sangat kuat. Sementara itu di bagian barat yang
ditunjukkan oleh profil A, sedimentasi terjadi dan
garis pantai diperluas ke laut.
Gambar 1Garis pantai tahun 1992 dan 2001 (Marfai danKing 2007)
Untuk periode 2001-2003, pesisir pantai tidak
berubah banyak dan dianggap periode stabil.Infrastruktur buatan manusia dapat ditemukan di
sepanjang pantai, misalnya gili, reklamasi tanah,
perluasan pelabuhan, dan dermaga. Untuk periode
panjang hampir 100 tahun, garis pantai diperluas kewilayah laut sebagai akibat infrastruktur buatan
manusia dan proses alam seperti sedimentasi (Marfai
dan King, 2007).
Gambar 2Garis pantai tahun 2001-2003 (Marfai dan King2007)
3.DASAR TEORI
a. Pasang SurutPasang surut air laut adalah suatu gejala fisik
yang selalu berulang dengan periode tertentu dan
pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu dari muara sungai. Pasang surut terjadikarena adanya gerakan dari benda benda angkasayaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulanmengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi
matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan
teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang
tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya
sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar
daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat
daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari danmenghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasangsurut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Periode pasang surut adalah waktu antara puncak
atau lembah gelombang ke puncak atau lembah
gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut
bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50
menit.
Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang
didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu
pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semidiurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan,
variasi harian dari rentang pasang surut berubah
secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentangpasang surut juga bergantung pada bentuk perairan
dan konfigurasi lantai samudera.
Tipe pasang surut suatu perairan tertentu dapat
ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo
unsur-unsur pasang surut utama dengan unsur-unsur
pasang surut ganda yang dikenal dengan bilangan
Formazhl (Komar, 1998)
F= (2.1)
Dimana:
F = bilangan FormazhlK1 dan O2 = konstanta pasang surut harian
utama
M2 dan S2 = konstanta pasang surut gandautama
Maka jika nilai F berada diantara:
0 - 0.25 = pasut bertipe ganda
0.26 1.5 = pasut tipe campuran dengan
tipe ganda lebih menonjol
1.5 3.0 = pasut tipe campuran dengan
tipe tunggal lebih menonjol
Metode Analisa Pasang Surut
Metode analisa pasang surut ada 3 macamyang pertama adalah metode harmonik yaitu yangmendasarkan perhitungannya pada hubungan
antara waktu air tinggi dan waktu air rendah
dengan fase bulan dan berbagai parameter
astronomis lainnya. Metode yang kedua adalah
metode respons yang dikemukakan Munk dan
Cartwright dimana metode ini banyak digunakan
oleh beberapa lembaga pasang surut di beberapa
negara. Kelebihan metode ini dapat menganalisa
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
3/10
3
pasang surut baik di laut dangkal maupun laut
dalam. Untuk menganalisa laut dangkal, metode
ini hanya berlaku bagi gelombang linier saja,
sedangkan analisa laut dalam digunakan metode
hidrodinamika. Metode yang ketiga adalah
metode harmonik dimana variasi tinggi air lautsebagai superposisi dari sejumlah gelombang
komponen harmonik pasang surut yang kecepatansudut dan fasenya dapat dihitung berdasarkan
parameter astronomis. Berikut ini beberapa
metode analisa harmonik pasang surut, antara
lain:
a. Metode Admiralty
Pada metode Admiralty data pasang surut
yang ada yang digunakan untuk
menghitungkonstanta harmonik Ckdan
(t) = S
k
o+ cos(kt +kDimana
) (2.2)
SoCk = amplitudo komponen ke k
= tinggi muka air laut rerata
k
= fase komponen ke k, pada saat t=0
k
t = waktu
= frekuensi komponen ke k
nilai Ck dan k
tidak dapat langsung ditentukan,tetapi harus dikoreksi terlebih dahulu dengan
koreksi nodal karena amplitudo dan fase tersebutmerupakan amplitudo dan fase sesaat dari masing-
masing komponen.
b. MetodeLeast Square
Metode least square merupakan metode
perhitungan pasang surut dimana metode ini
berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah
selisis (jarak vertikal) antara data dengan regresiyang terkecil. Pada prinsipnya metode least square
meminimumkan persamaan elevasi pasut,sehingga diperoleh persamaan simultan.
Kemudian, persamaan simultan tersebut
diselesaikan dengan metode numerik sehinggadiperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode
least square faung adalah menentukan apa dan
berapa jumlah parameter yang ingin diketahui.
Pada umumnya, jika data yang diperlukan untuk
mengetahui tipe dan datum pasang surut
diperlukan 9 konstanta harmonis yang biasa
digunakan. Cukup aman untuk mengasumsikan
bahwa konstanta yang sama mendominasi sifatpasang surut pada lokasi yang baru sama seperti
pada lokasi yang sebelumnya untuk daerah
geografis yang sama.
Secara umum persamaan numerik pasang surut
untuk menentukan besarnya konstanta harmonisdirumuskan sebagai berikut:
(tn) = S o + cos ktn + sin kt n
(2.3)
Dimana
(tnA
) = elevasi pasang surut sebagai fungsi waktu
kdan Bkk = jumlah konstituen yang harus ditentukan
= konstanta harmonik
k=
Tkt
= periode komponen ke k
n
= waktu pengamatan tiap jam
c. Metode Fourier
Amplitudo dan fasa konstanta harmonik dari
analisa fourier dapat dituliskan sebagai berikut:
C(x,t) = (x) eint+ C-k(x) e-int(2.4)
k (x) = (x) eint
+ -k (x) e-int
dimana C
(2.5)
k (x) dan k (x) adalah amplitudo dan
fasa konstanta harmonik, C -k dan -k
Dasar dari analisa harmonik adalah hukumLaplace, gelombang komponen pasut setimbang
selama penjalarannya akan mendapatkan respondari laut yang dilewatinya sehingga amplitudonya
akan mengalami perubahan dan fasanya
mengalami keterlambatan namun frekuensi
(kecepatan sudut) masing-masing komponen
senantiasa tetap. Jadi variasi tinggi muka air laut
di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai
superposisi dari berbagai gelombang komponen
harmonik pasang surut.
adalah
conjugate kompleksnya.
b. Datum pasang surutMuka surutan (chart datum) adalah suatu
titik atau bidang yang digunakan pada peta-petanavigasi maupun pada peramalan pasang surutyang umumnya dihubungkan terhadap permukaan
air rendah (Ideris, 2003). Muka surutan bukanlah
bidang datar yang menerus, namun hanya terbatas
pada lokal. Mengingat elevasi muka air laut yang
selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang
surut, yang digunakan sebagai pedoman di dalam
perencanaan suatu bangunan pantai.
c. Sistem Informasi Geografi (SIG)Pengertian suatu sistem adalah kumpulan
elemen-elemen yang saling berintegrasi danmenginterdependensikan yang dinamis
untuk mencapai tujuan tertentu. Istilah inidigunakan untuk pendekatan sistem yang
digunakan dalam SIG, dengan lingkungan yang
kompleks dan komponen yang terpisah-pisah.
Sistem digunakan untuk mempermudah
pemahaman dan penanganan yang terintegrasi.
Informasi didefinisikan sebagai data yang diolah
menjadi lebih berguna dan bermanfaat bagi yang
menggunakannya. Sumber suatu informasi adalah
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
4/10
4
data. Data adalah kenyataan yang
menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata.
Setiap informasi mempunyai kadar kualitas
informasi yang bergantung pada 3 faktor, yaitu
keakuratan, ketepatan waktu, dan relevansinya.
Saat ini SIG dijadikan sebagai tool yangdigunakan untuk pemetaan dan analisa terhadap
banyak aktifitas di atas permukaan bumi. TeknologiSIG menggabungkan antara database operation
seperti query dan analisis statistik informasi,
visualisasi skenario, memecahkan masalah yang
kompleks, dan mengembangkan suatu solusi efektif
terhadap objek geografi yang belum pernah ada
sebelumnya. SIG memberikan pemahaman konsep,
perancangan sistem.
d.Sistem Penginderaan JauhKonsep dasar penginderaan jauh terdiri dari
beberapa elemen meliputi sumber tenaga, atmosfer,interaksi tenaga dengan objek, sensor, dan sistem
pengolahan data. Seluruh sistem penginderaan jauh
memerlukan sumber energi baik aktif (misalnya,sistem penginderaan jauh radar) maupun pasif
(misalnya, sistem penginderaan jauh satelit secara
optik). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas
dari tenaga elektromagnetik yang meliputi sinar
gamma, x, ultraviolet, tampak, inframerah,
gelombang mikro, dan gelombang radio. Spektrum
elektromagnetik yang biasa digunakan dalam
penginderaan jauh adalah sebagian dari spektrumultraviolet (0,3 - 0,4mm), spektrum tampak (0,4 -
0,7mm), spektrum inframerah dekat (0,7 - 1,3 mm),
spektrum inframerah thermal (3-18 mm), dan
gelombang mikro (1mm-1m). Interaksi tenaga
dengan objek sesuai dengan asas kekekalan tenaga,maka terdapat tiga interaksi, yaitu dipantulkan,
diserap, dan ditransmisikan atau diteruskan. Besarnya
tenaga yang dipantulkan, diserap, ditransmisikan
akan berbeda pada tiap penutupan lahan. Hal ini
mengandung pengertian bahwa apabila nilai tenaga
yang dipantulkan pada suatu tempat sama dengan
tempat lain maka dapat disimpulkan tempat tersebutmemiliki karakteristik penutupan lahan yang sama.
Software yang digunakan adalah tergantung dari
aplikasi yang akan diteliti. Terdapat berbagai macam
software aplikasi penginderaan jauh di pasaran dunia.
Namun pertimbangan pilihan dapat didasarkan pada
harga software dan penggunaannya.Software yang ada saat ini cukup banyak dan
beragam, diantaranya adalah Idrisi, Erdas Imagine,
PCI, ER Mapper dan lain-lain. Masing-masing
software bersaing menawarkan kemudahan
penggunaan (user friendly) dan keunggulan lainnya,serta juga bersaing dalam penawaran harga.
ER Mapper adalah salah satu software
(perangkat lunak) yang digunakan untuk mengolah
data citra atau satelit. ER Mapper dapat dijalankan
pada workstation dengan sistem operasi UNIX dankomputer PCs (Personal Computers) dengan sistem
operasi Windows 95/98 dan Windows NT. ER
Mapper mengembangkan metode pengolahan citra
terbaru dengan pendekatan yang interaktif, dimana
kita dapat langsung melihat hasil dari setiapperlakuan terhadap citra pada monitor komputer. ER
Mapper memberikan kemudahan dalam pengolahan
data sehingga kita dapat mengkombinasikan berbagai
operasi pengolahan citra dan hasilnya dapat langsung
terlihat tanpa menunggu komputer menuliskannya
menjadi file yang baru. Cara pengolahan ini dalam
ER Mapper disebut Algoritma.
e. Karakteristik Citra LandsatTeknologi penginderaan jauh satelit dipelopori
oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya
satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut
ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) padatanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun
1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam
Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yangmempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-
1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan
berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2,
diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat
3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 yangdiorbitkan bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru
dari Landsat 6 yang gagal mengorbit. Landsat 5,
diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masihberoperasi pada orbit polar, membawa sensor TM
(Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial
30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor
Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di
permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1,2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7
adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan
band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai
resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan
citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi.Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput
daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap16 hari pada (Ratnasari, 2000). Program Landsat
merupakan tertua dalam program observasi bumi.
Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1
yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah
tahun 1982, Thematic MapperTM ditempatkan pada
sensor MSS. MSS dan TM merupakan whiskbroomscanners. Pada April 1999 Landsat-7 diluncurkan
dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya
Landsat-5 dan 7 sedang beroperasi.
f. Pengolahan Citra
Pengolahan data citra adalah bagian pentinguntuk dapat menganalisa informasi kebumian melalui
data satelit penginderaan jauh. Aplikasi-aplikasiyang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra
antara lain:
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
5/10
5
pemantauan lingkungan manajemen dan perencanaan kota
dan daerah urban manajemen sumber daya hutan eksplorasi mineral pertanian dan perkebunan manajemen sumber daya air manajemen sumber daya pesisir
dan lautan
oseanografi fisik eksplorasi dan produksi minyak
dan gas bumi
Pengolahan data citra merupakan suatu cara
memanipulasi data citra atau mengolah suatu data
citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai
dengan yang kita harapkan. Adapun cara pengolahan
data citra itu sendiri melalui beberapa tahapan,
sampai menjadi suatu keluaran yang diharapkan.Tujuan dari pengolahan citra adalah mempertajam
data geografis dalam bentuk digital menjadi suatu
tampilan yang lebih berarti bagi pengguna, dapatmemberikan informasi kuantitatif suatu obyek, serta
dapat memecahkan masalah.
4. Metodologi Secara Umum
a. Lokasi PenelitianLokasi penelitian terletak di pesisir kota
Semarang propinsi Jawa Tengah dengan batas
wilayah studi 61440.87 LS dan 1105233.06 BTdan 61437.18 LS dan 1104924.00 BT.
Gambar 3Lokasi studi kawasan pesisir Semarang
b.
Peralatan dan BahanPeralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa perangkat keras yaitu notebookHP, hardisk external dan flash disk untuk menyimpan
data, scanner dan printer. Perangkat lunak berupa :
(1) ER Mapper 7.0, software ini digunakan untuk
pengolahan citra dimana untuk menganalisa
perubahan garis pantai, (2) AutoCad Map 2004,
software ini digunakan untuk pemetaan digital baik
RBI untuk menentukan ordinat garis pantai dan peta
LPI untuk menentukan kontur pantai, (3) Data pasang
surut dari BMKG Semarang, penggunaannya dalam
studi ini yaitu untuk menentukan datum elevasi
permukaan air laut yakni MSL (Mean Sea Level).
Secara sederhana metodologi dari studi ini
meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
Studi Literatur
Proses pengerjaan studi ini didasarkan pada teori
yang sudah ada. Teori tersebut diambil bahan pustaka
berupa jurnal-jurnal, buku, dan laporan penelitiantugas akhir yang berhubungan dengan analisa
kenaikan muka air laut memanfaatkan teknologi
sistem informasi geografi.Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam pemodelan
numerik merupakan data sekunder yang didapat dari
hasil pengukuran dan penelitian orang lain. Adapun
data yang diperlukan :
a) Data pasang surut harian dari tahun 1984-2010
b) Foto citra Landsat TM tahun 1991 dan Landsat
ETM+7 tahun 2003
c) Peta RBId) Peta batimetri
Analisa Data Pasang Surut dan Data CitraData pasang surut yang telah diinput ke dalam
kolom excel kemudian diproses menggunakan
metode least square yang nantinya akan didapatkan
output tren kenaikan MSL. Untuk pemrosesan data
citra, Peta RBI sebelumnya diregistrasi ke proyeksi
dan grid UTM (Universal Transverse Mercator)
untuk menyamakan titik koordinat dengan kondisi
real, digunakan sebagai referensi garis pantai awalterhadap citra. Data pasang surut digunakan untuk
mengkoreksi posisi garis pantai pada saat terjadinya
perekaman citra yang bertujuan untuk menentukan
acuan datum vertikal, ditetapkan sebagai referensi
garis pantai untuk mengkoreksi posisi garis pantaipada citra yang telah diproses.
Tahapan proses pengolahan citra meliputi : (1)
Pemotongan citra satu scene citra sesuai dengan
lokasi penelitian, (2) Koreksi geometrik, (3)
Pemisahan darat dan laut, (4) Kombinasi band.
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah
penelitian dan memperkecil memori penyimpanansehingga mempercepat proses pengolahan. Koreksi
citra yang dilakukan bertujuan untuk melakukan
rektifikasi citra agar koordinat citra sesuai dengan
koordinat geografi. Untuk melakukan registrasi posisi
citra dengan citra lain atau mentransformasikan
sistem koordinat citra multispektral atau citramultitemporal.
Pemisahan darat dan laut bertujuan untuk
memisahkan laut dan darat. Pemisahan darat dan laut
ini menggunakan komposit RGB dengan kombinasi
band 543. Nantinya dapat dioverlay untuk salingmengkoreksi setiap tahun terhadap bentuk dan
panjang garis pantai.
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
6/10
6
5.ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
1. Lokasi StudiKawasan pesisir kota Semarang terletak di
sebelah utara provinsi Jawa Tengah, dengan letak
geografis antara 6o58S dan 110
o25E. Luas
keseluruhan dari wilayah Semarang adalah 373.7
km2
. Populasinya mendekati 1.5 juta membuat kotaSemarang menjadi kota terbesar kelima di Indonesia.Menjadi salah satu kota pelabuhan terpenting di JawaTengah, Semarang semakin berkembang dan menjadi
pusat perkembangan nasional. Di tahun 1990an,
perkembangan terpusat di pesisir bagian utara dan di
kawasan dataran rendah yang membawa dampak
urbanisasi yang sangat cepat dan menimbulkan
masalah lingkungan, seperti erosi dan sedimentasi,
eksploitasi berlebihan sumber air tanah, land
subsidence, juga tidal inundation.
Gambar 4Peta Kota Semarang
Gambar 5Peta Pesisir Semarang
Topografi dari Semarang terdiri dari kawasan
perbukitan di sebelah selatan dan dataran rendah di
sebelah utara. Rata-rata elevasi dari kawasan
perbukitan adalah lebih dari 400 m dan sesuai dengan
kemiringan puncak 15-40%. Kondisi geologi lapisandasar adalah batuan vulkanik basalt, volcanic
breccias, tuff, dan batu pasir. Keragaman hutan,
hutan agro, perkampungan, dan pemandangan bentuk
persawahan. Menurut Development Planning Board
(DPB) 2002, temperatur di Semarang berada padabatas antara 25.80 C dan 29.30
Sementara itu, kawasan pesisir Semarang dan
kawasan dataran rendah merupakan kawasan yang
sangat dinamis. Pusat industri dan aktivitas ekonomi
Semarang terletak di dataran rendah dan di kawasan
pesisir menyebabkan eksploitasi air tanah yang
berlebihan. Populasi dan perkembangan kawasan
pesisir berkembang pesat, reklamasi dikembangkan
untuk perumahan, tempat rekreasi, dan tujuan
industri.
Semarang mempunyai beberapa sungai utama,diantaranya sungai Blorong, sungai Beringin, sungai
Silandak, sungai Garang, dan sungai Babon. Sungai-
sungai ini berperan penting atas terjadinya banjirpesisir di Semarang. Disamping itu, aliran sungai-
sungai tersebut membawa banyak sedimen karena
proses erosi di kawasan perbukitan. Hal ini
menimbulkan beberapa masalah seperti penyumbatan
di muara sungai yang menambah resiko banjir
pesisir.
2. Pengolahan Data Citra
C. Kelembaban
tahunan antara 62-84% dan rata-rata kecepatan angin
tahunan sebesar 5.7 km/jam. Curah hujan tahunan
antara 2.065-2.460 mm, biasanya terbawa oleh tiupan
angin lembah dari arah barat laut Laut Jawa. Curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Desember dan
Januari. Gatot dkk (2001) menyatakan bahwa hanya
sekitar 10% curah hujan yang masuk ke tanah
sebagai pengisi air tanah dan sebagian besar dari
curah hujan mengalir secara langsung sehinggamenyebabkan banjir dan genangan di dataran rendah
dan di kawasan pesisir.
a. Pemotongan Citra (Cropping)Umumnya setiap satu scane data citra,
mempunyai kapasitas yang besar hingga ratusanMega Byte. Sehingga untuk menjalankannya
komputer memerlukan kerja ekstra. Pada citra
Landsat setiap scane diwakili dengan perbedaannama path dan row yang memiliki cakupan luas.
Dimaksudkan dengan pemotongan citra yaitu
membatasi daerah penelitian dan memperkecil
memori penyimpanan sehingga mempercepat proses
pengolahan citra. Pemotongan atau cropping
dilakukan sesuai dengan daerah yang akan dikaji.
b. Koreksi GeometrikDimaksudkan koreksi geometrik yaitu untuk
mengkoreksi kesalahan yang disebabkan oleh
geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan
pergerakan satelit. Tujuannya adalah untuk
meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x
dan y) yang seharusnya. Untuk citra Landsat bisamenggunakan peta rupa bumi sebagai panduan.
Untuk melakukan rektifikasi diperlukan 10 buah titik
koordinat GCP (Ground Control Point).
c. Kombinasi BandKombinasi band dimaksudkan untuk
mempermudah dalam meneliti bidang kajian objek.
Karena setiap band dari citra Landsat memiliki
karakteristik kepekaan sendiri terhadap obyek yang
ditinjau. Citra Landsat memiliki kepekaan paling
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
7/10
7
baik terhadap air adalah band 3, 2, 1. Sedangkan
band 5 dan 4 pada citra Landsat peka terhadap air
dalam ekosistem, dan klorophil dalam tumbuhan.
Band 5 dan 4 hanya memberikan efek kenampakan
hitam bagi air untuk visualisasi citranya. Maka untuk
meneliti perubahan garis pantai diperlukan kombinasiband 543 agar dapat mengetahui semua kenampakan
yang ada pada garis pantai baik melihat kenampakansedimentasi maupun cell sedimentasi. Kombinasi
band 543 kita dapat melihat kenampakan visualisasi
asli objek yang ditangkap. Kombinasi ini merupakan
komposisi yang yang baik untuk menggambarkan
permukaan air dan tanah. Komposisi warna ini juga
sangat mirip dengan komposisi warna sebenarnya
terhadap permukaan bumi.
d. Koreksi Pasang Surut
Data pasang surut digunakan untukmengkoreksi posisi garis pantai saat terjadinya
perekaman citra, dimana data pasut ditetapkan
sebagai referensi garis pantai untuk mengkoreksiposisi garis pantai pada citra yang telah diproses.
Pada saat menyamakan posisi garis pantai,
kemiringan pantai dalam studi ini diabaikan. Langkah
selanjutnya yaitu menyamakan elevasi muka garis air
pantai yang telah terkoreksi terhadap MSL (Mean
Sea Level), dimana MSL sebagai acuan bersama.
Data pasut yang digunakan untuk mengkoreksi citra
Landsat yaitu bulan Juni tahun 1991 dan bulan Meitahun 2003. Hasil pengolahan data pasut
menunjukkan bahwa tipe pasang surut campuran
cenderung ke harian tunggal dengan nilai bilangan
Formhzal antara 1.5 - 3.0. Dari data citra Landsat
tahun 1991, perekaman citra dilakukan pada tanggal28 Juni 1991 pada pukul 02:47 pm. Sedangkan untuk
citra Landsat tahun 2003, diperoleh data perekaman
citra tanggal 20 Mei 2003 pada pukul 02:36 pm. Dari
data pasut dapat pula dilakukan koreksi terhadap
MSL pada saat perekaman citra. Untuk citraLandsat
bulan Juni tahun 1991 koreksi pasutnya sebesar 60
cm. Sedangkan untuk citra Landsatbulan Mei tahun2003 koreksi pasutnya sebesar 44 cm.
Tabel 1Koreksi pasang surut
e. Perubahan Garis Pantai Berdasarkan CitraLokasi penelitian terletak pada 6o5640 LS
dan 110o2833 BT serta 6
o5837 LS dan
110o
Perubahan garis pantai disebabkan karena
faktor gelombang dan arus laut. Hal ini terjadi karena
arus akan mengikis dan membawa sedimen
sepanjang pantai, sedangkan gelombang laut yangdisebabkan oleh hempasan angin, terutama padalokasi terbuka dengan energi gelombang yang besarlangsung mengehempas perairan pantai dan
mengakibatkan arus sepanjang pantai. Apalagi sudutdatang gelombang membentuk sudut terhadap garis
pantai. Gelombang tersebut akan naik ke atas yang
juga membentuk sudut. Massa air yang naik tersebut
akan turun lagi ke arah tegak lurus pantai. Gerak air
tersebut membentuk lintasan seperti mata gergaji
yang disertai dengan terangkutnya sedimen dalam
arah sepanjang pantai.
2024 BT. Setelah dilakukan koreksi pasang
surut maka setiap citra dioverlay (tumpang susun)
untuk mendapatkan perubahan garis pantai secara
spasial. Perubahan garis pantai didapatkan dengan
cara mendigitasi di sepanjang pantai dengan
menggunakan bantuan autocadmap. Selanjutnya dua
citra yang telah didigitasi (citra tahun 1991 dan tahun2003) dioverlay dengan acuan peta RBI yang telah
didigitasi sebelumnya. Chalabi dkk. (2006)
menunjukkan pemantauan garis pantai menggunakanberbagai skala gambar. Dia meningkatkan resolusi
dari foto udara dengan memindai dengan resolusi
piksel 2 meter. Hal ini memberikan fitur rinci untuk
analisis.
Di samping itu karena faktor iklim, terutamaletak Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa
yang mempunyai iklim tropis. Indonesia mempunyai
dua iklim musim yaitu musim barat dan musim timur.
Angin musim Barat Daya adalah angin yang bertiup
antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah.Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami
musim penghujan. Angin musim Timur Laut adalah
angin yang bertiup antara bulan April sampai
Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-
bulan tersebut, Indonesia mengalami musim
kemarau. Akibat dari pergerakan angin darat barat ke
timur demikian sebaliknya dapat menyebabkanperubahan garis pantai. Dimana hempasan angin
dapat menyebabkan arus permukaan yang dapat
membawa material sedimen.
Secara spasial, dari hasil overlaymenunjukkan
terjadinya pergeseran garis pantai dalam kurun waktu
12 tahun. Pada peta perubahan garis pantaimenunjukkan bahwa garis merah adalah citra tahun
1991, garis kuning citra tahun 2003 dan garis hijau
peta RBI.
Tanggal
Perekaman
MSL MSL
acuan
Selisih
28 Juni 1991 60 cm 0 cm 60 cm
20 Mei 2003 44 cm 0 cm 44 cm
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
8/10
8
Gambar 6Hasil overlayfoto citra LandsatDaerah B mengalami kemunduran garis pantai
sebesar 49,54 meter. Sedangkan untuk daerah Amengalami kemunduran garis pantai sebesar 284,138
meter. Area ini menunjukkan bahwa erosi yang kuat
terjadi. Sementara itu di area B, terjadi sedimentasi
yang diperluas ke laut. Sedimentasi terjadi karena
perubahan penggunaan lahan dan erosi yang tidak
terkendali pada daerah dataran tinggi.
f. Hasil Analisa Data Pasang SurutDari analisa data pasang surut dengan kurun
waktu dari tahun 1984 sampai tahun 2010
menggunakan metode Least Square, didapatkan tipe
pasang surut di pesisir Semarang adalah campurancenderung ke harian tunggal. Untuk tren kenaikan
muka air laut di pesisir Semarang mengikuti polalinier dengan persamaan y = 0,0003x + 1,24 dengan
kenaikan rata-rata per tahun sebesar 3,64 mm. Hasil
running pasut per bulan bisa dilihat di lampiran.Gambar 7Grafik kenaikan hhwl
Semarang merupakan kota yang berbatasan
dengan laut Jawa dan merupakan kota yang
menghadapi tiga macam banjir, yaitu banjir lokal
(local flood innudation), banjir kiriman (river flood),dan banjir rob (sea water tide flood). Banjir lokal
terjadi ketika sistem drainase tidak mencukupi di
suatu kawasan terutama di daerah dataran rendah dandi kawasan pesisir Semarang. Sistem drainase
sepertinya tidak efisien dan tidak cukup untuk
menampung air hujan selama musim penghujan.
Ketika air hujan melebihi kapasitas stream channel
dan selokan drainase, banjir akan terjadi di daerah
tangkapan yang lebih rendah (hilir). Kondisinya akan
semakin buruk ketika muara sungai tersumbat
sebagai hasil dari sedimentasi. Akhirnya terjadi tidalfloodketika muka air laut mencapai ketinggian kritis
diatas daratan pesisir (coastal land). Tidak
memadainya sistem kanal dan kualitas kanal dan juga
buruknya sistem drainase di wilayah pesisir juga
berkontribusi terjadinya genangan. Proses ini
diperburuk oleh superposisi dari badai dan
gelombang karena kondisi cuaca yang parah.Selain itu, fenomena land subsidencedi pesisir
Semarang juga sangat bepengaruh. Penurunan
bervariasi antara 2 hingga 10 cm per tahun. Hal inimenyebabkan kerusakan infrastruktur dan genangan
di kawasan pesisir dengan various seawater levels
(Marfai 2004). Land subsidence merupakan isu besar
di pesisir Semarang. Tiga penyebab utama dari land
subsidence di Semarang antara lain penarikan air
tanah, proses konsolidasi alami tanah aluvium, dan
penurunan yang disebabkan oleh beban konstruksi
[Public Works Department of Semarang (PWD)
(2000)]. Ekstraksi air tanah yang meningkat untukkebutuhan masyarakat dan industri juga memberikan
dampak penurunan tanah mengarah untuk
memperbesar banjir pasang di pemukiman. Kelakland subsidence diperkirakan akan semakin burukdengan 362 hektar di tahun 2010; 1.377,5 hektar pada
tahun 2015, dan 2.227 hektar di tahun 2020 (Marfai
dan King 2007a).
Banjir rob merupakan suatu masalah terutama
dimana pun perkembangan terjadi berdekatan dengan
sistem pantai. Zona pesisir dari area studi biasanya
digunakan untuk berbagai kegiatan intensif, sepertipemukiman dan pertanian. Daerah-daerah
pemukiman di pesisir terkena genangan atau rob
karena berbatasan langsung dengan laut tanpa atau
dengan perlindungan yang terbatas. Banjir pesisir
mempengaruhi infrastruktur seperti jalan, jembatan,dan juga membawa banjir ke permukiman pesisir danlahan pertanian. Setiap tahun pemerintah daerah
menghabiskan biaya yang besar untuk pemeliharaan.
Sebagai contoh, stasiun kereta api utama adalah
infrastruktur penting di Semarang yang mengalami
banjir hampir setiap tahun. Wilayah sekitar stasiun
utama dan yang dekat dengan pelabuhan hampir terusmenerus kebanjiran [Directorate of Geological and
Mining Area Environtment(DGME) (2004)].
Diperkirakan genangan dan model skenario
kenaikan muka air laut akan lebih buruk di masa
datang. Menurut laporan IPCC (1998), kenaikan
permukaan laut sebesar 30 cm akan meningkatkanefek kerusakan 36-58 %. Di daerah dengan elevasirendah seperti daerah pesisir, frekuensi genangan
akan meningkat drastis (Hoozemans et al. 1993).
6.
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
9/10
9
Berdasarkan dari hasil analisa yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Besarnya kenaikan rata-rata muka air laut di
kawasan pesisir Semarang adalah 3,64 mm
per tahun.2. Dari hasil analisa perubahan garis pantai
terlihat bahwa dalam kurun waktu 12 tahuntelah terjadi pergeseran garis pantai. Untuk
area B atau Kecamatan Tugu mengalami
pergeseran garis pantai sebesar 49,54 meter.
Sedangkan area A yang masuk Kecamatan
Sayung mengalami pergeseran garis pantai
terbesar, yaitu 284,138 meter.
3. Naiknya muka air laut di kawasan peisir
Semarang bukan merupakan penyebab
utama banjir rob. Faktor utamanya yaitu
tingginya fenomena land subsidence dikawasan pesisir tersebut.
b. Saran1. Data pasang surut yang digunakan masih
tergolong sedikit, hendaknya data pasut
yang dipakai adalah kurang lebih selama
100 tahun.
2. Foto citra yang digunakan untuk selanjutnya
lebih dari 2 foto citra dan menggunakan foto
citra yang memiliki resolusi tinggi (citra
SPOT atau Ikonos) agar lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachim, A., 2002. Dampak Kenaikan Muka Air
Laut terhadap Penanganan Kawasan
Permukiman. Seminar Nasional Pengaruh
Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil Ditinjau dari Kenaikan Permukaan
Air Laut dan Banjir. Jakarta.
Adhitya, F.W., 2003. Analisis Banjir Rob DiKecamatan Semarang Utara dan Kecamatan
Semarang Timur pada Saat Pasang Tertinggi.Skripsi Jurusan llmu Kelautan, FPIK UNDIP,
Semarang.
Brunel, Cedric., Francois Sabatier., 2007. Potential
influence of sea-level rise in controlling
shoreline position on the French
Mediterranean Coast. Aix Merseille
Universite, 13621 Aix-en-Provence Cedex 1,France.
Basir, Noerdin, dkk. 2010. Model Kerentanan Pantai
terhadap Kenaikan Muka Air Laut dengan
Memanfaatkan Teknologi Penginderaan JauhStudi kasus: Pulau Bengkalis. Seminar
Nasional Pascasarjana X ITS, Surabaya.Church, John A., et al., 2006. Sea-level rise around
the Australian coastline and the changing
frequency of extreme sea-level events. CSIRO
Marine and Atmospheric Research, Australia.
Denny Charter, Irma Agtrisari, Desain dan Aplikasi
GIS, Elexmedia Komputindo, Bandung, 2002.
Directorate of Geological and Mining Area
Environment (DGME) (2004) Civil-societyand inter-municipal cooperation for better
urban services/mitigation of Geohazards.
Department of Energy and Mineral Resources,
Indonesia.
Dwi Suryanti, Emi., 2008. Seminar Adaptasi
Masyarakat Kawasan Pesisir Semarang
terhadap Bahaya Banjir Pasang Air Laut.Yogyakarta.
Foreman, M.G.G and Henry, R F (1996). Tidal
Analysis Based on High and Low Water
Observation. Institute of Ocean Scientist,
Sydney.Development Planning Board (DPB) (2002) Profile
of Semarang coastal area (in Indonesian).
Development Planning Board of Semarang,Government of Semarang, Indonesia.
Gatot IS, Duchesne J, Forest F, Perez P, Cudennec C,
Prasetyo T, andvKarama S (2001) Rainfall-
runoff harvesting for controlling erosion and
sustaining upland agriculture development.Selected papers from the 10th international
soil conservation organization meeting held,
2429 May 1999 at Purdue University and theUSDA-ARS National Soil Erosion Research
Laboratory, pp 434441.
Hoozemans FMJ, Marchand M, Pennekamp HA
(1993): A global vulnerability analysis,
vulnerability assessments for population,coastal wetlands and rice production on a
global scale, 2nd edn. Delft Hydraulics and
Rijkswaterstaat, Delft.
IPCC (Intergovenrmental Panel on Climate Change),Climate Change 2007 : The Physical Science
Basis. Summary for Policy Makers,
Contribution of Working Group I to the FourthAssessment Report of the Intergovenrmental
Panel on Climate Change. Paris, February
2007. http://www.ipcc.ch/
Kobayashi H (2003) Vulnerability assessment and
adaptation strategy to sea level rise in
Indonesian coastal urban area. NationalInstitute for Land and Infrastructure
Management, Ministry of Land, Infrastructure
and Transport, Asahi-1, Tsukuba-city, Japan.
, 2007.
Manurung, P., J. Ananto, A. Restu, R. Marni, dan S.
Barlianto, 2002. Adakah Indikasi KenaikanPermukaan Air Laut Di Pantai Semarang?
Seminar Nasional Pengaruh Global Wacming
terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
-
7/23/2019 ITS Undergraduate 18460 Paper 2055271
10/10
10
Ditinjau dari Kenaikan Permukaan Air Laut
dan Banjir, Jakarta.
Marfai, M. A. (2003a). Monitoring of the coastal
zone dynamics by means of multi-temporal
Landsat TM. (Annual scientific meeting XII,
Indonesian remote sensing society, July 2003Bandung).
Marfai, M. A. (2003b). GIS modelling of river andtidal flood hazards in a waterfront city: case
study, Semarang City, Central Java, Indonesia.
M.Sc. thesis, International Institute for Geo-
Information and Earth Observation, ITC,
Enschede, The Netherlands.
Marfai, M. A., Sudrajat, S., Budiani, S. R., &
Sartohadi, J. (2005) Tidal flood risk
assessment using iteration model and
Geographic Information System. The
Competitive Research Grant scheme no ID:UGM/PHB/2004 Research Centre, Gadjah
Mada University (Yogyakarta: Gadjah Mada
University) (In Indonesian).Marfai, Muh Aris, Lorenz King, 2007. Coastal flood
management in Semarang, Indonesia.
Environmental Geology Springer, January 1st
Marfai, Muh Aris, Lorenz King, et al., 2007. The
impact of tidal flooding on a coastal
community in Semarang, Indonesia.
Environmentalist. doi: 10.1007/s10669-007-9134-4
2008, pp. 1507-1518.
Marfai, Muh Aris, dan King L. (2007c). Potentialvulnerability implications of coastal
inundation due to sea level rise for the coastal
zone of Semarang City, Indonesia. EnvironGeol. doi: 10.1007/s00254-007-0906-4
Nicholls, Robert J., 2002. Analysis of global impacts
of sea-level rise: a case study of flooding.
Middlesex University, Enfield, London EN3
4SF, UK.
Smith, Jane McKee, at al., 2008. Potential impact of
sea level rise on coastal surges in southeastLouisiana,
www.elsevier.com/locate/oceaneng.
Suripin, 2002. Model Development of Ground Water
Abstraction and Land Subsidence Potential
Maps at the North Coast of Semarang Based
On GIS. Civil Engineriing Study Program,Engineering Faculty, Diponegoro University,
Semarang.
Susandi, Dr. Armi, dkk. 2008. Dampak Perubahan
Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di
Wilayah Banjarmasin. Program StudiMeteorologi, Institut Teknologi Bandung.
Wirakusumah, A.D. dan S. Lubis, 2002. Antisipasi
Dampak Global Warming terhadap Investasi
dan Peluang Pengembangannya. Seminar
Nasional Pengaruh Global Warming terhadap
Pesisir dan PuIau-Pulau Kecil Ditinjau dari
Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir,
Jakarta.