makalah tipoid.docx

Upload: aulia-rahman

Post on 22-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    1/22

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang

    disebabkan oleh bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari

    membran mukosa hidung dan nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang

    terinfeksi (Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)

    Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta

    berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan

    mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya

    menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.

    Masa inkubasi difteri biasanya !" hari , #alaupun dapat sngkat hanya

    satu hari dan lama $ hari bahkan sampai % minggu. &iasanya serangan

    penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang ringan,

    panas yang tidak tinggi, berkisar antara ',$ )C * '$,+)C. ada mulanya

    tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membrane

    putih/keabu!abuan.'

    Kematian terjadi pada "-!- dari kasus pernapasan yang terjadi.

    0munisasi umum dengan toksoid difteri selama hidup untuk memberikan

    kadar antitoksin protektif konstan dan untuk mengurangi penghuni C.

    diphtheriae yang merupakan satu!satunya cara pengendalian efektif untuk

    penyakit difteri. enelitian ini tergolong jenis penelitian analitik

    observasional yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara

    status imunisasi difteri dengan meningkatnya kasus difteri di Kabupaten

    &angkalan tahun . 1tatus imunisasi difteri yang dimaksudkan dalam

    penelitian ini meliputi status imunisasi D2, D2, D2' dan D2 booster

    beserta cakupan dari imunisasi tersebut. Desain penelitian yang digunakan

    adalah cross sectional.

    1

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    2/22

    1.2 Rumusan masalah

    . &agaimana anatomi fisiologi saluran nafas atas 3

    . &agaimana definisi difteri 3

    '. &agaimana etiologi difteri 3

    %. &agaimana atofisiologi difteri 3

    ". &agaimana klasifikasi difteri 3

    4. &agaimana Manifestasi difteri 3

    . &agaimana enatalaksanaan difteri 3

    $. &agaimana encegahan difteri 3

    +. &agaimana komplikasi difteri 3

    . &agaimana hasil penelitian difteri 3

    . &agaimana system pelayanan kesehatan difteri 3

    . &agaimana legal etis difteri 3

    1.3 Tujuan

    . 2ujuan umum

    5ntuk mempelajari difteri

    . 2ujuan khusus

    a. 5ntuk mengetahui 6natomi dan fisiologi traktus respiratorius atas

    b. 5ntuk mengetahui Definisi difteri

    c. 5ntuk mengetahui etiologi difteri

    d. 5ntuk mengetahui patofisiologi dan 78C difteri

    e. 5ntuk mengetahui Klasifikasi difteri

    f. 5ntuk mengetahui Manifestasi difterig. 5ntuk mengetahui enatalaksanaan difteri

    h. 5ntuk mengetahui emeriksaan diagnostic

    i. 5ntuk mengetahui encegahan difteri

    j. 5ntuk mengetahui komplikasi difteri

    k. 5ntuk mengetahui hasil penelitian difteri

    BAB II

    PEBAHA!AN

    2.1 De"#n#s#

    Difteri adalah suatu penyakita infeksi yang bisa menular yang

    disebabkan oleh bakteri coryneabacterium diphteria yang berasal dari

    membran mukosa hidung dan nasovaring, kulit dan lesi lain dari orang yang

    terinfeksi (Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak)

    2

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    3/22

    Difteri adalah penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan oleh

    kuman Coryneabacterium diphteria. Mudah menular dan yang diserang

    terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas terbentuknya

    pseudo membran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan

    gejala umum dan lokal (Ilmu Kesehatan Anak)

    2.2 Et#$l$g#

    Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif

    yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. e#arna

    sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. &asil ini dapat

    ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi. Dengan pe#arnaan, kuman bisa

    tampak dalam susunan palisade, bentuk 9 atau :, atau merupakan kelompok

    dengan formasi mirip huruf cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam

    media sederhana, tetapi lebih baik dalam media yang mengandung K!tellurit

    atau media 9oeffler. ada membran mukosa manusia C.diphteriae dapat

    hidup bersama!sama dengan kuman diphteroid saprofit yang mempunyai

    morfologi serupa, sehingga untuk membedakan kadang!kadang diperlukan

    pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,glukosa, maltosa

    dan sukrosa.

    &asil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti; medium

    9oeffler, medium tellurite, medium fermen glukosa, dan 2indale agar. ada

    medium 9oeffler, basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni!koloni

    yang kecil, glanular, ber#arna hitam, dan dilingkari #arna abu!abu coklat.

    Menurut bentuk, besar, dan #arna koloni yang terbentuk, dapat

    dibedakan ' jenis basil yang dapat memproduksi toksin, yaitu;

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    4/22

    dan glikogen, sedangkan dua jenis lainnya tidak. 1emua jenis bakteri ini bisa

    memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda.

    1ebagian besar jenis yang tidak virulen adalah termasuk grup mitis,

    kadang!kadang ada bentuk grafis atauintermediate yang tidak virulen

    terhadap manusia. 1train toksigenik ini mungkin berubah menjadi non!

    toksigenik, setelah dilakukan subkultur yang berulang!ulang di laboratorium

    atau karena pengaruh pemberian bakteriofag. Ciri khas C.diphteriaeadalah

    kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in vivo maupunin vitro.

    Kemampuan suatu strain untuk membentuk/memproduksi toksin dipengaruhi

    oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa diproduksi oleh C.diphteriae yang

    terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung to>igene.

    5ntuk membedakan jenis virulen dan nonvirulen dapat diketahui

    dengan pemeriksaan produksi toksin, yaitu dengan cara;

    . ?lek precipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun +%+, dan masih

    dipakai sampai saat sekarang, #alaupun sudah dimodifikasi.

    . olymerase chain pig inoculation test (C@A

    '. @apid enByme immunoassay(?06A, pemeriksaan ini hanya membutuhkan

    #aktu ' jam, lebih singkat dibandingkan dengan?lek precipitin test yang

    membutuhkan #aktu % jam.

    ada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang!kadang

    dikacaukan dengan adanya basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil

    difteri. Misalnya basil offman, danCorynebacterium serosis.

    2erdapat ' jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas

    dasar perbedaan bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung

    kalium terlarut.

    &asil dapat membentuk ;

    seudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan ber#arna putih

    keabu!abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik

    dan basil.

    ?ksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah

    beberapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan

    yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf. Minimum

    lethal dose (M9DA toksin ini adalah ,ml. 1atu perlima puluh ml toksin

    4

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    5/22

    dapat membunuh marmut dan kurang lebih /" dosis ini dipakai untuk uji

    1chick.

    &akteri ini ditularkan dropplet dari batuk penderita atau bendamaupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. &iasanya bakteri

    berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau

    tenggorokan dan menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini

    menghasilkan teksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan

    pada jantung dan otak. Masa inkubasi ! hari (rata!rata ' hariA. asil difteria

    akan mati pada pemanasan suhu 4C selama menit, tetapi tahan hidup

    sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang telah mengering.

    2.3 Path$"#s#$l$g% &an '()

    Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta

    berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan

    mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya

    menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.

    ?fek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan

    protein dalam sel. embentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan

    asam amino yang telah diikat transfer @6 yang mendapati kedudukan

    dan 6 dari ribosom. &ila rangkaian asam amino ini akan ditambah dengan

    asam amino lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan cetakan biru

    @6, diperlukan proses translokasi. 2ranslokasi ini merupakan pindahnya

    gabungan transfer @6 E dipeptida dari kedudukan 6 ke kedudukan . roses

    translokasi ini memerlukan enBim traslokase (elongation factor!A yang aktif.

    2oksin difteria mula!mula menempel pada membran sel denganbantuan fragmen & dan selanjutnya fragmen 6 akan masuk dan

    mengakibatkan inaktivitasi enBim translokase melalui proses 6DE?F

    (aktifA toksin 6D!ribosil!?F (inaktifA E E ikotinamid 6D!ribosil!?F

    yang inaktif ini menyebabkan proses traslokasi tidak berjalan sehingga tidak

    terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati.

    ekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. 1ebagai respons terjadi

    inflamasi local, bersama!sama dengan jaringan nekrotik membentuk bercak

    5

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    6/22

    eksudat yang semula mudah dilepas. roduksi toksin semakin banyak, daerah

    infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin. 2erbentuklah suatu

    membran yang melekat erat ber#arna kelabu kehitaman, tergantung dari

    jumlah darah yang terkandung. 1elain fibrin, membran juga terdiri dari sel

    radang, eritrosit dan epitel. &ila dipaksa melepaskan membran akan terjadi

    perdarahan. 1elanjutnya akan terlepas sendiri pada masa penyembuhan. (A

    ada pseudomembran kadang!kadang dapat terjadi infeksi sekunder

    dengan bakteri (misalnya 1treptococcus pyogenesA. Membran dan jaringan

    edematous dapat menyumbat jalan nafas.

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    7/22

    cA 0nfeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala

    komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantungA,paralisis(kelemahan

    anggota gerakA dan nefritis (radang ginjalA.

    Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala

    yang dirasakan pasien, yaitu;

    aA Difteri hidung (nasal diphtheriaA bila penderita menderita pilek dengan

    ingus yang bercampur darah. revalesi Difteri ini - dari total kasus

    difteri. &ila tidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan

    sumber utama penularan.

    bA Difteri faring (pharingeal diphtheriaeAdan tonsil dengan gejala radang

    akut tenggorokan, demam sampai dengan '$," derajat celsius, nadi yang

    cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher.

    ada difteri jenis ini juga akan tampak membran ber#arna putih keabu

    abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang

    mulut (faringA.

    cA Difteri laring ( laryngo tracheal diphtheriae A dengan gejala tidak bisa

    bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai % derajat

    celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjarleher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa

    mengancam nya#a penderita akibat gagal nafas.

    dA Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriaeA dan vaginal dengan gejala

    berupa luka mirip saria#an pada kulit dan vagina dengan pembentukan

    membran diatasnya. amun tidak seperti saria#an yang sangat nyeri,

    pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa!apa.

    2., an#"estas# +l#n#s2anda dan gejala difteri tergantung pada focus infeksi, status

    kekebalan dan apakah toksin yang dikeluarkanitu telah memasuki peredaran

    darah atau belum. Masa inkubasi difteri biasanya !" hari , #alaupun dapat

    sngkat hanya satu hari dan lama $ hari bahkan sampai % minggu. &iasanya

    serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokanyang

    ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara ',$ )C * '$,+)C. ada

    7

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    8/22

    mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi

    membrane putih/keabu!abuan.'

    Dalam % jam membrane dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum

    molle, uvula. Mula!mula membrane tipis, putih dan berselaput yang segera

    menjadi tebal, abu!abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan

    masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyai batas!batas jelas

    dan melekat dengan jaringan diba#ahnya, shingga sukar diangkat sehingga

    jika diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. =aringan yang tidak ada

    membrane biasanya tidak membengkak. ada difteri sedang biasanya proses

    yang terjadi akan menurun pada hari!hari "!4, #alaupun antitoksin tidak

    diberikan.

    '

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    9/22

    b.

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    10/22

    hA &ila ada tanda!tanda obstruksi jalan nafas ;

    . &erikan 8ksigen

    . 2rakeostomi, yang mana disesuaikan dengan tingkat

    dispneu laryngeal menurut =ackson ;

    iA enderita tenang dengan cekungan ringal suprasternal

    jA @etraksi suprasternal lebih dalam E cekungan epigastrium

    dan penderita gelisah

    kA @etraksi supra dan infrasternal, penderita gelisah

    lA enderita sangat gelisah, ketakutan, muka pucat kelabu dan

    akan kehabisan tenaga, lalu tampak seolah!olah tenang,

    tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia

    2rakeostomi hanya diindikasikan pada tingkat 00 dan 000.

    b. T#n&akan !0es#"#k

    1. Tujuan

    a. Menetralisir 2oksin

    b. ?radikasi Kuman

    c. Menanggulangi infeksi sekunder

    2. /en#s T#n&akan A&a 3 jen#s 0eng$batan

    1. !erum Ant# D#"ter# !AD

    Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane dan

    beratnya penyakit.

    aA %. 05 untuk difteri sedang, yakni luas membran

    menutupi sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral.

    bA $. 05 untuk difteri berat, yakni luas membran

    menutupi hingga mele#ati tonsil, meluas ke uvula,

    palatum molle dan dinding faring.

    cA . 05 untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck,

    kombinasi difteri laring dan faring, komplikasi berupa

    miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus lanjut.

    16D diberikan dalam dosis tunggal melalui drips 0:

    dengan cara melarutkannya dalam cc aCl ,+ -.

    emberian selesai dalam #aktu jam (sekitar '% tetes/menitA.

    8leh karena 16D merupakan suatu serum heterolog maka

    dapat menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemberiannya.

    5ntuk mencegah r> anafilaktik ini maka harus dilakukan ;

    1. Uj# +e0ekaan

    10

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    11/22

    a. enga#asan tanda vital dan reaksi lainnya seperti

    perluasan membran, selama dan sesudah pemberian

    16D terutama sampai jam setelah pemberian serum.

    b. 6drenalin ; dalam dalam semprit harus selalu

    disediakan ( dosisnya , cc/kg && im, maksimal

    diulang '> dengan interval "!" menit A.

    c. 1arana dan penanggulangan reaksi anafilaktik harus

    tersedia.

    5ji Kepekaan yang dilakukan terdiri dari ;

    aA 2es kulit

    a. 16D , cc pengenceran ; dalam aCl

    ,+- intrakutan. asilnya dibaca setelah "!

    menit.

    b. Dianggap positif bila teraba indurasi dengan

    diameter paling sedikit mm.

    bA 2es Mata

    tetes pengenceran 16D ; dalam aCl ,+- diteteskan pada

    salah satu kelopak mata bagian ba#ah

    tetes aCl ,+- digunakan sebagai kontras pada mata lainnya.

    asilnya dilihat setelah " * menit kemudian Dianggap (EA bila ada tanda konjungtivitis (merah, bengkak,

    lakrimasi A

    Konjungtivitis diobati dengan adrenalin ;. &ila salah satu tes

    kepekaan (EA, maka 16D tidak diberikan secara sekaligus (single

    doseA tetapi secara bertahap, yaitu dengan dosis yang ditingkatkan

    secara perlahan!lahan (desensibilisasiA dengan interval menit.

    16D diencerkan dalam aCl ,+- dengan dosis sebagai berikut;

    ," cc dari pengenceran ; secarasubkutan

    , cc dari pengenceran ; secara

    subkutan

    , cc dari pengenceran ; secara

    subkutan

    , cc tanpa pengenceran secara subkutan

    ,' cc tanpa pengenceran secara subkutan

    ," cc tanpa pengenceran secara subkutan

    cc tanpa pengenceran secara subkutan

    11

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    12/22

    16D yang sisa diberikan secara drips 0:.

    &ila ada tanda!tanda reaksi anafilaktik

    segera berikan adrenalin ;.

    2. Ant#b#$t#ka. enicillin prokain . 05/kg&& selama hari.

    Maksimal ' gram/hariH

    b. ?ritromisin (bila alergi A " mg/kg && secara oral '!

    % kali/hari selama hari.

    3. +$rt#k$ster$#&

    a. 0ndikasi ; Difteri berat dan sangat berat (membran luas,

    komplikasi bull neckA

    b. rednison mg/kg&&/hari selama ' minggu.

    c. De>amethaBon ,"! mg/kg&&/hari seca 0: (terutamauntuk toksemiaA

    2. Pemer#ksaan D#agn$st#k

    a. !4h#4k test

    2es kulit ini digunakan untuk menentukan status imunitas

    penderita. 2es ini tidak berguna untuk diagnosis dini karena baru dapat

    dibaca beberapa hari kemudian. 5ntuk pemeriksaan ini digunakan dosis

    /" M?D. Iang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah

    diencerkan sebanyak , ml bila orang tersebut tidak mengandung

    antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah

    beberapa minggu. ada orang yang mengandung titer antitoksin yang

    rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul #arna

    merah kecoklatan dalam % jam. 5ji schick dikatakan negatif bila tidak

    didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang

    dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. ositif palsu

    dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap prot#in antitoksin yang akan

    menghilang dalam jam.

    b. Pemer#ksaan lab$rat$r#um

    12

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    13/22

    ada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin

    dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar

    albumin. ada urin terdapat albumin

    ringan.

    2.5 +$m0l#kas#

    1. 6angguan 0erna0asan

    C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi

    jaringan di daerah hidung dan tenggorokan. 0nfeksi tersebut

    menghasilkan membaran putih keabu!abuan (psedomembraneA terdiri

    dari membran sel!sel mati, bakteri dan Bat lainnya. Membran ini dapat

    menghambat pernapasan.

    2. +erusakan jantung

    2oksin (racunA difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan

    merusak jaringan lain dalam tubuh 6nda, seperti otot jantung, sehingga

    menyebabkan komplikasi seperti radang pada otot jantung (miokarditisA.

    Kerusakan jantung akibat miokarditis muncul sebagai kelainan ringan

    pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal jantung kongestif dan

    kematian mendadak.

    3. +erusakan sara"

    2oksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada

    tenggorokan, di mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan

    kesulitan menelan. &ahkan saraf pada lengan dan kaki juga bisa

    meradang yang menyebabkan otot menjadi lemah. =ika racun ini

    merusak otot!otot kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot!

    otot ini dapat menjadi lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan

    alat bantu napas.

    13

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    14/22

    2.7 Pen4egahan

    a. Is$las# 0en&er#ta

    enderita harus diisolasi dan baru dapat dipulangkan setelah

    pemeriksaan kuman difteri dua kali berturut!turut negatif.

    b. Pen4egahan terha&a0 k$ntak

    2erhadap anak yang kontak dengan difteri harus diisolasi selama

    hari. &ila dalam pengamatan terdapat gejala!gejala maka penderita

    tersebut harus diobati. &ila tidak ada gejala klinis, maka diberi imunisasi

    terhadap difteri.

    4. Imun#sas#

    enurunan drastis morbiditas diftery sejak dilakukan pemberian

    imunisasi. 0munisasi D2 diberikan pada usia , % dan 4 bulan.

    1edangkan boster dilakukan pada usia tahun dan % sampai 4 tahun. Di

    indonesia imunisasi sesuai 0 dilakukan pada usaia , ' dan % bulan dan

    boster dilakukan pada usia * tahun dan menjelang " tahun. 1etelah

    vaksinasi 0 pada usia bulan harus dilakukan vaksinasi ulang pada bulan

    berikutnya karena imunisasi yang didapat dengan satu kali vaksinasi tidak

    mempunyai kekebalan yang cukup proyektif. Dosis yang diberikan adalah

    ," ml tiap kali pemberian.

    14

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    15/22

    BAB III

    A!UHAN +EPERA'ATAN

    3.1 Pengkaj#an

    a. I&ent#tas

    b. R#8a%at kesehatan

    ! @i#ayat Kesehatan 1ekarang

    erhatikan tanda!tanda atau gejala klinis dari difteri

    ! @i#ayat Kesehatan Dahulu

    &ersangkutan dari etiologi (pernah atau tidak terkena difteriA atau

    gejala!gejala difteri yang masih akut

    ! @i#ayat Kesehatan Keluarga

    Mengkaji apakah anggota keluarga ada yang mengidap penyakit

    difteri

    4. Pemer#ksaan 9#s#k

    Memeriksa 22: pada anak dan bmelakukan observasi secara

    06 dari kepala samapai kaki (ead to toeA dan yang terpenting

    adalah. Kaji tanda!tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan

    laring. 9ihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiolog

    emeriksaan fisik @81 & ; &reathing (@espiratory 1ystemA @@ tak

    efektif (1esak nafasA, edema laring, obstruksi laring,

    penumpukan sekret dihidung,

    & ; &lood (Cardiovascular systemA 2achicardi,

    kelemahan otot jantung, sianosis.

    &' ; &rain (ervous systemA ormal

    &% ; &ladder (

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    16/22

    2etapi bila orang itu rentan!tidak mempunyai antitoksin alamiah naka

    akan terjadi reaksi peradangan setempat yang mencapai intensitas

    maksimum dalam % * hari. =ika uji 1hick ini menunjukkan adanya

    kerentanan terhadap difteri, maka orang de#asa sekalipun harus

    diimunisasi secara aktif.

    e. P$la Akt#:#tas

    . ola nutrisi dan metabolik; disesuaikan dengan tanda difteri seperti

    apakah nafsu amakan berkuarang (anoreksiaA muntah dsb

    . ola eliminasi ; &andingkan sesudah atau sebelum penyakit difteri

    dengan mencatat frekuensi sehari

    '. ola 6ktifitas dan latihan ; =ika klien terjangkit difteri maka

    tampak anak akan malas, lemah dan lesu%. ola tidur dan istirahat ; Mengkaji apakah anak tidurnya nyaman

    atau tidak mau tidur

    ". Kognitif J perseptual ; anak akan susah berkonsentrasi

    4. ersepsi diri ; Karena klien masih kategori anak maka konsep

    dirinya akan masih dalam tahap perkembangan dan anak akan

    tampak cemas karena penyakit yang diderita atau kerna

    perspisahan

    . ubungan peran ; 6nak banyak tampak diam karena efek

    hospitalisasi

    3.2 D#agn$sa +e0era8atan

    . ola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas

    . 2idak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan

    nafas.

    '. erubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    intake nutrisi yang kurangA.

    %. @esiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit

    (metabolisme meningkat, intake cairan menurunA.

    '.' Inter:ens#

    . ola napas tidak efektif b.d. sesak nafas

    Tujuan

    16

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    17/22

    ola pernafasan menjadi efektif setelah dilaksanakan tindakan

    pera#atan dalam > ' menit

    +r#ter#a has#l

    . @espirasi $ *% > /menit

    . 2idak ada tanda *tanda sianosis

    '. asien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang

    Inter:ens# Ras#$nal

    . Kaji frekuensi kedalaman

    pernapasan dan ekspansi dada

    Kedalaman pernapasan bervariasi

    tergantung derajat kegagalan napas

    . 6uskultasi bunyi napas dan catat

    adanya bunyi napas tambahan

    &unyi napas menurun bila jalan napas

    terdapat gangguan

    (obstruksi,perdarahan,kolapsA'. 2inggikan kepala dan bantu

    mengubah posisi

    Duduk tinggi memungkinkan ekspansi

    paru dan memudahkan pernapasan

    %. &antu pasien dalam napas dalam

    dan latihan batuk

    Dapat meningkatkan pernapasan karena

    adanya obstruksi

    ". Kolaborasi &erikan oksigen

    tambahan

    Memaksimalkan bernapas dan

    menurunkan kerja napas

    . 2idak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan

    nafas.

    Tujuan

    ! erbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    18/22

    Crackles, mengi.

    '. &antu pasien latian nafas sering.

    2unjukan atau bantu pasien

    mempelajari melakukan batuk,

    misalnya menekan dada dan batuk

    efektif sementara posisi duduk tinggi.

    %. &erikan cairan sedikitnay " ml

    perhari(kecuali kontraindikasiA.

    2a#rakan air hangat daripada dingin .

    Kolaborasi ;

    ". &antu menga#asi efek pengobatan

    nebuliBer dan fisioterapi lain, mis.

    1pirometer insentif, 0&, tiupan botol,

    perkusi, postural drainage. 9akukan

    tindakan diantara #aktu makan dan

    batasi cairan bila mungkin. &erikan

    obat sesuai indikasi mukolitik,

    ekspektoran, bronchodilator, analgesic.

    bronchial dapat juga terjadi pada area

    konsolidasi. Crackles, ronchi dan mengi

    terdengar pada inspirasi dan atau

    ekspirasi pada respon teradap

    pengupulan cairan , secret kental dan

    spasme jalan nafas atau obstruksi.

    '. afas dalam memudakan ekspansi

    maksimum paru!paru atau jalan nafas

    lebih kecil. &atuk adalah mekanisme

    pembersiaan jalan nafas alami,

    membantu silia untuk mempertaankanjalan nafas paten. enenkanan

    menurunkan ketidaknyamanan dada

    dan posisi duduk memungkinan upaya

    nafas lebih dalam dan lebih kuat.

    %. Cairan (khususnya yang

    hangatAmemobilisasi dan mengluarkan

    secret. Memudahkan pengenceran dan

    pembuangan secret

    ".6lat untuk menurunkan spasme bronkus

    dengan mobilisasi secret. 6nalgesic

    diberikan untuk memperbaiki batuk

    dengan menurunkan ketidaknyamanan

    tetapi harus digunakan secara hati!hati,

    karena dapat menurunkan upaya batuk

    atau menekan pernafasan.

    '. erubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    intake nutrisi yang kurangA.

    Tujuan

    1etelah dilakukan intervensi kepera#atan selama >%jam

    kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

    +r#ter#a has#l

    18

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    19/22

    a. Klien 2idak ada mual muntah

    b. enambahan berat badan pasien

    c. eningkatan nafsu makan

    Inter:ens#

    Inter:ens# Ras#$nal

    a. 0dentifikasi faktor yang menimbulkan

    mual/ muntah.

    b. &erikan #adah tertutup untuk sputum dan

    buang sesering mungkin, bantu kebersihan

    mulut.

    c. =ad#alkan pengobatan pernafasan sedikitnya

    jam sebelum makan.

    d. 6uskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi

    distensi abdomen.

    e. &erikan makan porsi kecil dan sering termasuk

    makanan kering atau makanan yang menarik

    untuk pasien.

    f. ?valuasi status nutrisi umum, ukur berat badan

    dasar.

    a. @asional ;ilihan intervensi tergan

    pada penyebab masalah

    b. @asional ;Menghilangkan bahaya,

    bau,dari lingkungan pasien dan

    menurunkan mual

    c. @asional ;Menurunkan efek mual

    berhubungan dengan pengobatan ini

    d. @asional ;&unyi usus mungkin men

    bila proses infeksi berat, distensi abdo

    terjadi sebagai akibat menelan udara

    menunjukkan pengaruh toksin bakteri

    saluran gastro intestinal

    e. @asional ;2indakan ini

    meningkatkan masukan meskipun

    makan mungkin lambat untuk kembali

    f. @asional ;6danya kondisi kronis

    menimbulkan malnutrisi, renda

    tahanan terhadap infeksi, atau lamb

    responterhadap terapi

    19

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    20/22

    BAB I;

    PENUTUP

    *.1 +es#m0ulan. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium

    diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman

    penyebabnya.

    . Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi ' tingkat yaitu;

    0nfeksi ringan, 0nfeksi sedang dan 0nfeksi berat

    '. Menurut lokasi gejala difteria dibagi menjadi ; Difteri hidung, difteri

    faring, difteri laring dan difteri kutaneus dan vaginal

    %.

  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    21/22

    http;//blitarnursingcybercenter.blogspot.com//4/askep!difteri.html.

    0ra.Asuhan keperawatan difteri.

    http;//Luantumnursing.blogspot.com/+//asuhan!kepera#atan.html.

    1isi. .Penyakit difteri. http;//shisiell!vierche.blogspot.com///artikel!

    tentang!penyakit!difteri.html.

    6iniBah. .Difteri. http;//ainiBanoor.#ordpress.com//

    7ahyu. . 6suhan kepera#atan difteri.

    http;//ns#ahyunc.blogspot.com/4archive.html.

    DA9TAR I!I

    +ATA PEN6ANTAR........................................................................................................#

    21

    http://blitarnursingcybercenter.blogspot.com/2011/06/askep-difteri.htmlhttp://quantumnursing2.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan.htmlhttp://shisiell-vierche.blogspot.com/2011/11/artikel-tentang-penyakit-difteri.htmlhttp://shisiell-vierche.blogspot.com/2011/11/artikel-tentang-penyakit-difteri.htmlhttp://ainizanoor.wordpress.com/http://nswahyunc.blogspot.com/2012_02_26_archive.htmlhttp://quantumnursing2.blogspot.com/2009/12/asuhan-keperawatan.htmlhttp://shisiell-vierche.blogspot.com/2011/11/artikel-tentang-penyakit-difteri.htmlhttp://shisiell-vierche.blogspot.com/2011/11/artikel-tentang-penyakit-difteri.htmlhttp://ainizanoor.wordpress.com/http://nswahyunc.blogspot.com/2012_02_26_archive.htmlhttp://blitarnursingcybercenter.blogspot.com/2011/06/askep-difteri.html
  • 7/24/2019 Makalah Tipoid.docx

    22/22

    DA9TAR I!I.....................................................................................................................##

    BAB IPENDAHULUAN

    . 9atar belakang...............................................................................1

    . @umusan masalah...........................................................................2

    .' 2ujuan......................................................................................... 2

    BAB II PEBAHA!AN

    . Definisi........................................................................................3

    . ?tiologi........................................................................................3

    .' athofisiology dan 78C..................................................................5

    .% Klasifikasi.....................................................................................7

    ." Manifestasi Klinis...........................................................................8

    .4 enatalaksanaan............................................................................. 9

    . emeriksaan Diagnostik..................................................................13

    .$ Komplikasi..................................................................................14

    .+ encegahan.................................................................................15

    BAB III A!UHAN +EPERA'ATAN

    '. engkajian..................................................................................16

    '. Diagnosa Kepera#atan...................................................................17

    '.' 0ntervensi....................................................................................18

    BAB I;PENUTUP

    %. Kesimpulan.................................................................................22

    DA9TAR PU!TA+A

    22

    ii