modul 1 - sengketa dan permasalahan hukum kontr

Upload: firmansyah-ramhas-khairan

Post on 21-Feb-2018

257 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    1/32

    Permasalahan hukum pada kontrak tidaklah muncul secara tiba-tiba, melainkan karena

    ada penyebabnya. Penyebab permasalahan hukum pada kontrak bisa berasal dari ketentuan-

    ketentuan yang ada dalam dokumen kontrak atau akibat dari kejadian saat dilaksanakan-

    nya kontrak. Namun demikian kombinasi penyebab permasalahan dari ketentuan dalam

    kontrak dan kondisi saat pelaksanaan kontrak juga sering terjadi dalam sengketa kontrak.

    Permasalahan yang berasal dari ketentuan-ketentuan dalam kontrak dapat ditelusuri

    mulai dari penyusunan anggaran yang mengalokasikan paket kegiatan, besaran anggaran, lokasi

    kegiatan, dan waktu pelaksanaan. Peranan Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna

    Anggaran (KPA) atau Kepala Daerah serta Badan Legislatif dalam memutuskan alokasi

    anggaran sangat menentukan keberhasilan proses pengadaan barang dan jasa serta meminimalisir

    terjadinya permasalahan dalam pengelolaan kontrak.

    Tahapan berikutnya yang sering menjadi penyebab timbulnya permasalahan hukum pada

    kontrak adalah terkait dengan pelaksanaan tugas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam

    menyusun spesikasi teknis pekerjaan, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan konsep atau

    rancangan kontrak. Ketidakcermatan dalam meracik dan menyusun ketiga dokumen tersebut

    menjadi cikal bakal menc ln a pe masalahan pada p oses be ik tn a ait p oses pemilihan

    BAB 1 Pendahuluan

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    2/32

    menjadi cikal bakal menculnya permasalahan pada proses berikutnya yaitu proses pemilihan

    2 3

    Permasalahan hukum pada kontrak yang paling sering muncul ke permukaan adalah

    kejadian-kejadian saat pengelolaan kontrak. Ketidaksesuaian ketentuan dalam kontrak dengan

    tuntutan pelaksanaan kontrak menjadi masalah yang sering tidak bisa diselesaikan oleh

    Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia. Penyelesaian teknis yang sebenarnya bisa menyelesaikan

    masalah di lapangan seing terkendala dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.

    Akan tetapi, ada juga permasalahan pengelolaan kontrak yang bahkan secara teknis tidak

    bisa diselesaikan.

    Bagaimanapun permasalahan hukum yang dihadapi oleh para pihak tetap harus

    diupayakan. Perangkat-perangkat penyelesaian sengketa hukum harus diketahui oleh para pihak.

    Opsi perangkat musyawarah, arbitrase, dan pengadilan dapat dipilih oleh para pihak. Penetapan

    perangkat penyelesaian permasalahan hukum harus sudah mempertimbangkan konsekuensi yang

    timbul dari masing-masing perangkat tersebut.

    Permasalahan terakhir, tapi bukan yang paling sederhana, adalah kemampuan para

    pihak dalam merumuskan dan mengelola kontrak. Kemampuan yang dituntut untuk

    mencegah terjadinya permasalahan hukum kontrak adalah kompetensi para pihak yang

    menyusun, mengelola, dan melaksanakan kontrak. Ketidakmampuan atau kompetensi yangtidak dimiliki sering menimbulkan permasalahan. Permasalahan disebabkan bukan hanya

    karena ketidaktahuan tapi karena sikap yang tidak sesuai dalam menyusun dan mengelola kontrak.

    Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa penyebab permasalahan hukum pada

    kontrak untuk setiap tahapan dalam pengadaan barang/jasa dapat digambarkan sebagai berikut :

    Permasalahan hukum pada kontrak yang paling sering muncul ke permukaan adalah

    kejadian-kejadian saat pengelolaan kontrak. Ketidaksesuaian ketentuan dalam kontrak dengan

    tuntutan pelaksanaan kontrak menjadi masalah yang sering tidak bisa diselesaikan oleh

    Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia. Penyelesaian teknis yang sebenarnya bisa menyelesaikan

    masalah di lapangan seing terkendala dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.

    Akan tetapi, ada juga permasalahan pengelolaan kontrak yang bahkan secara teknis tidak

    bisa diselesaikan.

    Bagaimanapun permasalahan hukum yang dihadapi oleh para pihak tetap harus

    diupayakan. Perangkat-perangkat penyelesaian sengketa hukum harus diketahui oleh para pihak.

    Opsi perangkat musyawarah, arbitrase, dan pengadilan dapat dipilih oleh para pihak. Penetapan

    perangkat penyelesaian permasalahan hukum harus sudah mempertimbangkan konsekuensi yang

    timbul dari masing-masing perangkat tersebut.

    Permasalahan terakhir, tapi bukan yang paling sederhana, adalah kemampuan para

    pihak dalam merumuskan dan mengelola kontrak. Kemampuan yang dituntut untuk

    mencegah terjadinya permasalahan hukum kontrak adalah kompetensi para pihak yang

    menyusun, mengelola, dan melaksanakan kontrak. Ketidakmampuan atau kompetensi yangtidak dimiliki sering menimbulkan permasalahan. Permasalahan disebabkan bukan hanya

    karena ketidaktahuan tapi karena sikap yang tidak sesuai dalam menyusun dan mengelola kontrak.

    Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa penyebab permasalahan hukum pada

    kontrak untuk setiap tahapan dalam pengadaan barang/jasa dapat digambarkan sebagai berikut :

    Perencanaan

    Umum

    Perencanaan

    Pemilihan

    Penyedia

    Pelaksanaan

    Kontrak

    Penyusunan &

    Penandatanganan

    Kontrak

    Pemilihan

    penyedia

    Barang/Jasa

    Masalah :* Alokasi Paket Kegiatan

    * BesaranAnggaran

    * LokasiPekerjaan

    * Waktupelaksanaan.

    Masalah :* Spesikasi

    Pekerjaan* Harga Perkiraan Sendiri (HPS)* Konsep atau

    rancangan kontrak

    Masalah :

    * Kemampuan

    pengelolaan kontrak.

    Masalah :

    * Konsistensi

    dokumenkontrak.

    Masalah :

    * Pemahaman

    yang parsial* Menitik beratkan

    asas formalitas

    BAB 2 PENGERTIAN DASAR HUKUM

    2.1. Pengertian Hukum

    Belum ada kesepakatan dari para ahli hukum tentang denisi dari kata hukum. Namun

    demikian ada benang merah yang dapat diambil dari beberapa denisi yang dikembangkan oleh

    para pakar hukum. Sebagai titik awal kita gunakan pengertian hukum yang dibuat oleh pakar

    hukum ternama Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup

    dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan

    proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.

    Dengan demikian hukum adalah kumpulan dari kaidah, peraturan (perintah dan larangan),

    norma (benar dan salah), dan syarat tertulis maupun tidak tertulis yang dibutuhkkan oleh

    masyarakat dan diakui oleh pemerintah yang mengatur pergaulan hidup (harus ditaati) seseorang

    atau kelompok orang terhadap orang atau kelompok orang dalam masyarakat dan bertujuan

    untuk memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan

    berlakunya kaidah, peraturan, norma dan syarat dalam masyarakat disertai sanksi bagi yang

    melanggar.

    Dari uraian di atas pengertian hukum dapat disimpulkan bahwa hukum memiliki beberapa

    unsur sebagai berikut: Peraturan tentang perilaku manusia dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.

    Peraturan tersebut dibuat oleh lembaga resmi yang berwenang.

    Peraturan tersebut memiliki sifat memaksa.

    Sanksi atau hukuman pelanggaran bersifat tegas.

    Secara ringks Prof. Dr. Van Kan mendeniskan hukum adalah keseluruhan peraturan hidup

    yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

    2.2. Tujuan Hukum

    Terdapat dua teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis dan utilities. Teori etis mendasar-

    kan pada etika dimana isi hukum ditentukan oleh keyakinan pembuat hukum terhadap etika ten-

    tang yang adil dan tidak. Menurut teori ini, hukum bertujuan untuk semata-mata mencapai

    keadilan yang dalam penerapannya dengan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi

    haknya.

    Sedangkan teori utilities melihat pada manfaat dari suatu hukum terhadap masyarakat.

    Hukum bertujuan untuk memberikan manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat.

    Pada hakikatnya, tujuan hukum adalah manfaat dalam memberikan kebahagiaan atau

    kenikmatan besar bagi kelompok masyarakat yang terbesar.

    Sehingga Prof.Subekti, S.H. memiliki pendapat bahwa tujuan hukum adalah

    menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat untuk mendatangkan kemakmuran

    dan kebahagiaan (Subekti : 1977).

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    3/32

    4 5

    2.3. Dasar-dasar Hukum

    Dasar hukum adalah ketentuan atau norma hukum dalam peraturan perundang-undangan

    yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan hukum subjek

    hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Dasar hukum juga dapat berupa ketentuan atau

    norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi

    pembentukan peraturan perundang-undangan yang lain dan atau yang lebih rendah derajatnya

    dalam hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Bentuk yang disebut terakhir inijuga biasanya disebut sebagai landasan yuridis yang biasanya tercantum dalam konsiderans

    peraturan hukum atau surat keputusan yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga tertentu.

    Setiap aparatur atau lembaga negara dalam melaksanakan penyelenggaraan tugas, fungsi,

    dan wewenang harus memiliki dasar hukum, atau paling tidak tindakan atau penyelenggaraan

    tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika serta ketentuan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

    2.4. Perbedaan Dasar Hukum dan Hukum Dasar

    Hukum dasar adalah ketentuan yang menjadi dasar bagi pembentukan peraturan

    perundang-undangan lainnya. Sedangkan dasar hukum adalah ketentuan atau norma hukum

    dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap

    penyelenggaraan atau tindakan hukum. Dasar hukum dan hukum dasar merupakan sesuatu yang

    memiliki pengertian yang berbeda satu sama lain.

    Penggunaan dasar hukum dilakukan dengan mengambil ketentuan dari peraturan

    perundang-undangan yang berlaku, yang isinya menyuratkan perintah atau larangan untuk

    melakukan sesuatu tindakan hukum. Sementara yang dimaksud dengan hukum dasar hanya ada

    satu peraturan, yang biasanya disebut sebagai konstitusi negara.

    Dasar hukum merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pendukung

    sebuah tindakan hukum. Sedangkan hukum dasar memuat ketentuan peraturan hukum berupa

    prinsip-prinsip hukum umum atau secara garis besarnya saja. Berdasarkan ketentuan-ketentuan

    yang dimaksud dalam hukum dasar inilah kemudian dibuat penjabaran yang menguraikan

    ketentuan tersebut secara lebih spesik dalam peraturan perundang-undangan.

    Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :

    1. Hukum Tertulisadalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan.

    Contoh: hukum pidana dituliskan pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hukum perdata

    dicantumkan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

    2. Hukum Tidak Tertulis adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam

    perundang-undangan.

    Contoh: hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi

    dipatuhi oleh daerah tertentu.

    Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :

    1. Hukum Privat (Hukum Sipil) adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan

    orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan

    warganegara.

    Contoh: Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetapi dalam arti sempit hukum sipil disebut juga

    hukum perdata.

    2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, hukum tata negara danhukum administrasi negara.

    2.5. Subjek dan Objek Hukum

    Subjek hukum adalah apa yang dapat memiliki hak dan kewajiban, dengan demikian dia

    memiliki kewenangan untuk bertindak. Hak adalah izin dan wewenang yang diberikan oleh hukum.

    Sedangkan kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung seseorang yang bersifat kontraktual.

    Hak dan kewajiban ada karena hubungan antara dua pihak berdasarkan suatu perjanjian atau kon-

    trak. Subjek hukum dapat berupa perorangan atau badan hukum. Subjek hukum dianggap cakap

    melakukan perbuatan hukum apabila ia dapat melakukan atau bertindak dalam menjalankan hak

    dan kewajibannya. Seseorang dianggap cakap bilamana (1) sudah mencapai usia 21 tahun atau

    telah menikah, (2) mempunyai kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajiban, dan (3)

    memiliki jiwa dan akal yang sehat.

    Badan hukum adalah suatu badan atau wadah yang memenuhi persyaratan hukum tertentu

    sehingga badan itu disebut badan hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna atau

    bermanfaat atau sesuatu yang mempunyai nilai atau harga bagi subjek hukum (orang atau badan

    hukum) dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum, karena dapat dikuasai oleh subjek

    hukum. Sesuatu tersebut dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud dan/atau benda

    bergerak atau tidak bergerak.

    2.6. Hukum Administrasi Negara

    2.6.1. Pengertian

    Menurut Kusumadi Pudjosewojo, pengertian Hukum Administrasi Negara adalah

    keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara sebagai penguasa

    menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau bagaimana cara penguasa

    seharusnya bertingkah laku dalam mengusahakan tugas-tugasnya. Menurut Abdoel Djamali,

    Pengertian Hukum Administrasi Negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu

    hubungan antara warga negara dan pemerintahan yang menjadi sebab sampai negara itu

    berfungsi.

    Menurut Prof. Dr.J.H.A. Logemann dalam bukunya Staatsrecht van Nederlands Indie,

    memberikan denisi dari Pengertian Hukum Tata Negara adalah hukum tersebut mengatur

    hubungan-hubungan hukum dengan warga masyarakat dan antara alat pemerintahan yang satu

    dengan yang lainnya, serta dipertahankan dan diberi sanksi oleh pemerintah sendiri.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    4/32

    6 7

    2.6.2. Kewenangan Pemerintah

    Sesuai asas legalitas bahwa pemerintah diatur oleh peraturan perundang-undangan dalam

    kewenangannya. Penerapan asas ini menunjang berlakunya kepastian hukum dan kesamaan

    perlakuan. Artinya asas legalitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan kedudukan hukum

    warga negara terhadap pemerintah.

    Sumber dan cara memperoleh wewenang pemerintah bersumber dari Undang-undang Dasar

    dan Undang-undang. Secara teoretis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangan-

    undangan tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu Atribusi (Attributie), Delegasi (Delegatie),

    dan Mandat (Mandaat).

    Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada

    organ pemerintah. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ

    pemerintah kepada organ pemerintah lainnya. Sedangkan Mandat adalah terjadi ketika organ

    pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

    2.6.3. Tindakan Pemerintah

    Tindakan pemerintah (Bestuurshandeling) yang dimaksud adalah setiap tindakan atau

    perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan dalam menjalankan pemerintahan (bestuurs

    organ) dalam menjalankan fungsi pemerintahan (bestuurs functie).

    Ada 2 (dua) bentuk tindakan pemerintah yakni:

    1. Tindakan berdasarkan hukum (rechts handeling); dan

    2. Tindakan berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijkehandeling).

    2.6.4. Sengketa Tata Usaha Negara

    Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum

    perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai

    akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    2.6.5. Objek Sengketa TUN

    Sesuai dengan UU no. 5 tahun 1986 Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 , dapat

    disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:

    1. Keputusan Tata Usaha Negara

    Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan

    atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan

    peraturan peraturan perundang-undangan berlaku. Ketetapan tersebut bersifat kongkret,

    individual, dan nal serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

    Yang dimaksud dengan penetapan tertulis adalah isi tertulis dan bukan kepada bentuk kepu-

    tusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu diharuskan

    tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat keputusan penga-

    kuan dan sebagainya. Persyaratan tertulis tersebut dimaksudkan untuk kemudahan bagi pembuk-

    tian. Dengan demikian sebuah memo atau nota dapat dianggap memenuhi syarat tertulis dan akan

    merupakan suatu keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini

    apabila sudah jelas.

    2. Penetapan Norma-Norma Hukum secara Bertingkat

    Setiap perbuatan hukum badan atau Pejabat tata Usaha Negara itu selalu merupakan

    penentuan norma-norma hukum. Di dalam Tata Usaha Negara Badan atau Pejabat Tata Usaha

    Negara sering menentukan norma-norma hukum secara bertingkat. Pengaturan suatu bidang

    kehidupan itu dalam kenyataannya tidak cukup dilakukan dengan penentuan normanya oleh suatu

    Undang-undang tetapi sering harus dijabarkan dengan peraturan yang lebih rendah tingkatannya.

    Pada kenyataannya beberapa pangaturan yang tertuang dalam aturan yang secara hierarki lebih

    rendah bertentangan dengan substansi ketentuan yang lebih tinggi.

    3. Penetapan tertulis (Beschikking)

    Objek kompetensi dalam Peradilan TUN adalah penetapan tertulis. Penetapan yang belum

    tertulis tidak dapat dijadikan objek Peradilan TUN. Penetapan tertulis dikeluarkan oleh badan atau

    pejabat administrasi yang tentunya merupakan keputusan administrasi dan perbuatan hukum

    administrasi bersifat sepihak.

    Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan dua macam cara yaitu upaya administrasi

    dan gugatan. Upaya administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986) dilakukan

    melalui Banding Administratif dan Keberatan. Banding Administratif adalah upaya kepada atasan

    dari badan atau pejabat administrasi yeng menerbitkan keputusan. Keberatan adalah upaya

    administrasi yang diselesaikan oleh badan atau pejabat administrasi yang menerbitkan keputusan.

    Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986) adalah upaya seseorang atau

    Badan Hukum Perdata tersebut dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.2.6.6. Peradilan Tata Usaha Negara

    Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan

    di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan

    kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keaadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

    Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan

    Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan

    menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

    Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai pengendali yuridis

    terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara, baik secara preventif maupun secara

    represif. Secara preventif dimaksudkan adalah untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan badan/

    pejabat tata usaha negara yang melawan hukum dan merugikan masyarakat, sedangkan secara

    represif ditujukan terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang melawan

    hukum dan merugikan masyarakat harus dijatuhi sanksi. Selain itu tujuan peradilan tata usaha

    negara adalah juga untuk memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat tata usaha negara

    itu sendiri apabila telah bertindak benar sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

    Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri:

    1. Yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata

    Usaha Negara.

    2. Objek Sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis, termasuk yang

    dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang dikeluarkan oleh Badan atau

    Pejabat Tata Usaha Negara.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    5/32

    8 9

    3. Keputusan yang dijadikan objek sengketa bersifat kongkret, individual, nal, yang

    menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

    4. Bukan merupakan keputusan-keputusan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 49 Undang-

    undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

    2.6.7. Hukum Acara PTUN

    Hukum Acara PTUN adalah seperangkat peraturan yang memuat prosedur atau cara

    bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan, serta cara pengadilan

    bertindak untuk menegakkan peraturan Hukum Administrasi Negara (Materiil). Hukum Acara

    PTUN dapat pula disebut dengan Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara. Hukum Acara

    diartikan sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materil.

    2.7. Hukum Perdata

    2.7.1. Pengertian

    Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara

    individu-individu dalam masyarakat. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan

    hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum

    yang lain, perorangan atau badan, dengan menitikberatkan pada kepentingan subjek hukum,

    dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasikehidupan manusia atau seseorang atau badan hukum dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan

    atau kepentingannya.

    Hubungan antara subjek hukum tunduk pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang

    dibuat oleh para pihak sebagai subjek hukum. Kesepakatan atau perjanjian tersebut berisi hak

    dan kewajiban berikut dengan sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi tersebut dapat berupa

    ganti rugi yang wajib dibuktikan disertai alat bukti atas terjadinya pelanggaran pada kesepakatan

    atau perjanjian.

    2.7.2. Objek Hukum Perdata

    Objek Hukum Perdata adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan

    dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat berupa benda atau

    barang bergerak atau tidak bergerak ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.

    2.7.3. Sengketa PerdataSengketa Perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang

    bersengketa yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak. Perkara perdata yang di dalamnya

    tidak mengandung sengketa (seperti permohonan penetapan) bukanlah masuk dalam pengertian

    sengketa karena permohonan penetapan suatu hak dimaksudkan untuk memperkuat adanya hak

    pemohon.

    2.7.4. Gugatan Perdata

    Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke

    pengadilan untuk mendapatkan putusan. Menurut Darwan Prinst, gugatan adalah

    suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang

    berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa

    menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan

    terhadap gugatan tersebut.

    2.7.5. Hukum Acara Perdata

    Hukum Acara Perdata ialah kumpulan atau himpunan peraturan hukum yang

    mengatur perihal tata cara pelaksanaan hukum perdata atau penerapan

    peraturan-peraturan hukum perdata sebagaimana mestinya mulai sejak gugatan

    diajukan sampai pelaksanaan putusan hakim.

    2.8. Hukum Pidana

    2.8.1. Pengertian

    Hukum Pidana secara umum adalah keseluruhan aturan hukum yang memuat peraturan

    - peraturan yang mengandung keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau larangan-

    larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana bagi barang siapa yang

    melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan hukum dimaksud. Sanksi bagi yangmelanggar sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.

    2.8.2. Sumber Hukum

    Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Korupsi, Undang-undang HAM, dan

    Undang-undang lainnya yang mengatur kepentingan umum dan mengandung sanksi apabila

    dilanggar merupakan sumber hukum dalam hukum pidana.

    2.8.3. Jenis Hukuman

    Dalam hukum pidana dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.

    Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga

    bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelanggaran ialah

    perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang tapi tidak bertentangan dengan nilai moral,

    nilai agama atau rasa keadilan masyarakat.

    2.8.4. Hukum Acara PidanaHukum Acara Pidana adalah salah satu bagian dari keseluruhan hukum sebagai dasar dan

    aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur seperti apa sehingga ancaman pidana

    pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan ketika seseorang telah disangkakan melakukan

    perbuatan pidana (Prof Mulyatno).

    Hukum Acara Pidana adalah seluruh ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan

    peradilan pidana serta prosedur penyelesaian suatu perkara pidana, yang meliputi proses

    pelaporan dan pengaduan hingga penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan dan

    pemeriksaan di sidang pengadilan hingga lahirnya putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu

    putusan pidana terhadap suatu kasus pidana.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    6/32

    10 11

    2.9. Hukum Kontrak

    2.9.1. Pengertian

    Hukum kontrak adalah keseluruhan kaidah atau aturan hukum yang mengatur hubungan

    hukum antara dua pihak atau lebih dalam membuat dan melaksanakan kesepakatan yang

    menimbulkan akibat hukum.

    Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu Contract of Law,

    sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomstrecht. Lawrence M.

    Friedman mengartikan hukum kontrak adalah :

    Perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian

    tertentu. (Lawrence M. Friedman, 2001:196)

    Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal mengartikan Law of Contract yang artinya hukum

    kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang

    timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja,

    seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan

    pembayaran dengan uang.

    Pendapat ini mengkaji hukum kontrak dari aspek mekanisme atau prosedur hukum. Tujuan

    mekanisme ini adalah untuk melindungi keinginan/harapan yang timbul dalam pembuatan

    konsensus di antara para pihak, seperti dalam kontrak perjanjian pengadaan barang/jasa.

    Denisi ini didasarkan pada pendapat Van Dunne, yang tidak hanya mengkaji kontrak pada tahap

    kontraktual semata-mata, tetapi juga harus diperhatikan perbuatan yang mencakup tahap pracontractual dan post contractual. Pra contractual merupakan tahap penawaran dan penerimaan,

    sedangkan Post Contractual adalah pelaksanaan perjanjian. Hubungan hukum adalah hubungan

    yang menimbulkan akibat hukum berupa timbulnya hak dan kewajiban. Hak dapat dilihat sebagai

    sebuah kenikmatan, sedangkan kewajiban dilihat sebagai beban.

    Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak minimal mencakup:

    1. Adanya kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis;

    2. Subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban;

    3. Adanya prestasi; 4. Kata sepakat; dan 5. Akibat hukum.

    2.9.2. Dasar Hukum

    Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum kontrak diantaranya adalah Kitab

    Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, dan Undang-

    undang lainnya yang mengatur hubungan perikatan atau hak perdata. Acuan hukum kontrak

    diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang terdiri atas 18 bab dan 759

    pasal khususnya mengacu mulai pasal 1233 sampai pasal 1992 Kitab Undang-undang Hukum

    Perdata.

    2.9.3. Jenis Sengketa

    Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, sengketa kontrak meliputi masalah yang

    terkait hukum administrasi negara dan/atau hukum perdata. Tindakan PPK sebagai pejabat

    negara atau pejabat lainnya yang terkait dengan pelaksanaan kontrak selalu berhubungan

    dengan hukum administrasi negara.

    Pejabat yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan

    perundangan yang berlaku dapat menjadi pelanggaran atas hukum administrasi negara. Selain

    itu, tindakan para pihak dalam kontrak yang dapat merugikan pihak lain yang ada dalam kontrak

    akan berdampak pada sengketa perdata.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    7/32

    12 13

    BAB 3PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK

    3.1. Para Pihak

    Dalam suatu perikatan perjanjian, salah satu syarat sahnya suatu perjanjian menurut

    pasal 1320 UU Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah bahwa orang atau

    subjek yang melakukan persetujuan perjanjian harus cakap untuk membuat suatu perikatan.

    Kebebasan perikatan diperkuat dengan pasal 1329 yang menyebutkan bahwa tiap orang

    berwenang untuk membuat perikatan kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk itu.

    Dalam pasal 1330 KUH Perdata, ketidakcakapan untuk membuat persetujuan adalah:

    a. Anak yang belum dewasa;

    b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan;

    c. Perempuan telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada

    umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

    Ketidakcakapan tersebut pada pasal 1330 KUH Perdata akan berdampak pada tidak sahn-

    ya suatu persetujuan atau perjanjian. Di samping itu, ada ketidakcakapan sebagai subjek hukum

    yang akan berdampak pada permasalahan hukum tetapi tidak berdampak pada pembatalan sahn-

    ya perjanjian. Kecakapan seseorang dalam membuat persetujuan harus dilihat dari kompetensi

    orang tersebut sebelum melakukan persetujuan atas suatu perjanjian. Kompetensi terdiri dari

    aspek legal dalam kewenangan dan tanggung jawab, serta pengetahuan dan keterampilan atas

    apa yang terantum dalam persetujuan. Bab ini membahas kecakapan atau kompetensi para pihak

    yang terlibat dalam perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.

    3.2. Pengguna Anggaran (PA)

    Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara pada

    pasal 1 angka 12, Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan

    anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

    Pada tingkat Kementerian atau Lembaga Pemerintah Pusat, Pengguna Anggaran adalah

    Menteri atau Kepala Lembaga sebagaimana ketentuan dalam UU No 1 Tahun 2004 pasal 4 ayat

    (1) yang berbunyi : Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang

    bagi Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.Kewenangan Pengguna Anggaran pada Pemerintah Pusat:

    a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

    b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

    c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;

    d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;

    e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

    f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;

    g. menggunakan barang milik negara;

    h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;

    i. mengawasi pelaksanaan anggaran;

    j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.

    Pada tingkat Pemerintah Daerah, Pengguna Anggaran adalah Kepala Satuan Kerja

    Perangkat Daerah (SKPD) sebagaimana ketentuan dalam UU No 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (1)

    yang berbunyi:

    Kepala SKPD adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah

    yang dipimpinnya.

    Kewenangan Pengguna Anggaran pada Pemerintah Daerah tertuang pada ayat (2) yang

    berbunyi:

    Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna

    Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:

    a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

    b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

    c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

    d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

    e. mengelola utang dan piutang;

    f. menggunakan barang milik daerah;

    g. mengawasi pelaksanaan anggaran;

    h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.

    Tugas dan kewenangan PA menurut Perpres 54/2010 diantaranya:

    a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan;

    b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I;

    c. Menetapkan PPK;

    d. Menetapkan Pejabat Pengadaan;

    e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;

    f. Menetapkan:

    1) Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukkan Langsung untuk paket

    Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas

    Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau

    2) Pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket

    Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00

    (sepuluh miliar rupiah).

    g. Mengawasi pelaksanaan anggaran;

    h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan;

    i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi

    perbedaan pendapat; dan

    j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    8/3214 15

    Meskipun tidak ada peraturan yang secara rinci mengatur tugas dan kewenangan

    Pengguna Anggaran di masing-masing sektor yang ditangani, tetapi secara umum seorang

    Pengguna Anggaran harus memiliki kemampuan manajerial dan teknis yang memadai dalam

    sektor yang ditangani.

    Kemampuan manajerial terdiri dari kemampuan mengelola seluruh komponen yang

    menjadi tanggungjawabnya, termasuk kemampuan memimpin, dan memiliki pengetahuan umum

    tentang organisasi yang yang dipimpinnya.

    Seorang pemimpin (leader) berbeda dengan seorang pengelola (manager). Pemimpin

    harus memiliki beberapa karakter yang lebih strategis. Menurut Montgomery leadership

    (kepemimpinan) adalahKemampuan dan kemauan untuk menggerakkan laki-laki dan

    perempuan agar sama-sama berusaha mencapai suatu tujuan bersama. Kemampuan

    untuk mempengaruhi dan menggerakan orang yang dipimpin menjadi kunci keberhasilan dari

    seorang pemimpin.

    Pengguna Anggaran juga harus memiliki pengetahuan peraturan yang berlaku atas

    penggunaan anggaran pada organisasinya. Pengetahuan tentang tata cara penyusunan,

    pelaksanaan, dan pengendalian anggaran harus menjadi pengetahuan dasar yang dimiliki

    oleh Pengguna Anggaran. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan

    Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menjadi dua sumber

    peraturan yang harus dirujuk. Disamping itu Peraturan-peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden

    dan Peraturan Menteri yang menjabarkan kedua Undang-undang tersebut juga harus dipelajari,dipahami, dan dipatuhi. Untuk Pengguna Anggaran di daerah, Peraturan Kepala Daerah yang

    merinci peraturan tentang keuangan dan perbendaharaan juga harus menjadi pedoman dalam

    pelaksanaan tugas sebagai Pengguna Anggaran.

    Pengguna Anggaran memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas pelaksanaan

    anggaran belanja. Salah satu ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal 18

    berbunyi:

    Ayat (1)

    Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan

    pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan

    atas beban APBN/APBD.

    Ayat (2)

    Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa

    Pengguna Anggaran berwenang:

    a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;

    b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi per-syaratan/kelengkapan sehubungan dengan

    ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;

    c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;

    d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;

    dan

    e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.

    Ayat (3)

    Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan

    surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas

    kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

    Dengan ketentuan tersebut, apapun yang terjadi pada penggunaan anggaran dalam

    organisasinya maka Pengguna Anggaran harus bertanggung jawab. Demikian pula bilamana

    terjadi kerugian atas penggunaan anggaran tersebut maka Pengguna Anggaran harus

    bertanggung jawab. Dengan demikian, Pengguna Anggaran berkewajiban bukan hanya

    mengetahui tentang peraturan-peraturan yang terkait dengan penggunaan anggaran tetapi

    Pengguna Anggaran juga harus bertanggung jawab atas pengangkatan para pejabat

    bawahannya yang membantu atau mendapat delegasi dalam penggunaan anggaran

    di organisasinya.

    3.3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

    Istilah Kuasa Pengguna Anggaran tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

    Tentang Perbendaharaan Negara. Kata-kata Kuasa Pengguna Anggaran selalu disandingkan

    dengan kata-kata Pengguna Anggaran. Hal ini tercantum dalam banyak pasal diantaranya pasal

    18 yang berbunyi:

    Ayat (1)

    Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebutdalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.

    Ayat (2)

    Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan

    anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/

    perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

    Sepintas lalu, kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran seolah-olah sama dengan

    kewenangan Pengguna Anggaran. Bilamana Kuasa Pengguna Anggaran diangkat oleh Pengguna

    Anggaran, akan muncul pertanyaan : Apakah kewenangan pejabat yang diangkat sebagai Kuasa

    Pengguna Anggaran akan sama dengan kewenangan pejabat yang mengangkat sebagai

    Pengguna Anggaran?.

    Secara umum, kewenangan seorang pejabat tegantung pada Surat Keputusan atas

    pengangkatan jabatan tersebut atau berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini

    sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

    Barang dan Jasa Pemerintah pasal 10 ayat (4) yang berbunyi:

    Kuasa Pengguna Anggaran memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh Pengguna Anggaran.

    3.4. Pejabat Pembuat Komitmen

    Secara umum, pengertian Pejabat Pembuat Komitmen adalah seseorang yang ditugaskan

    untuk melakukan komitmen (menandatangani suat perjanjian) dan melaksanakan komitmen

    (isi dari surat perjanjian) tersebut.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    9/3216 17

    Ketentuan tentang Pejabat Pembuat Komitmen tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor

    54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah angka 7 yang berbunyi:

    Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung-

    jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

    Amanat yang tercantum dalam Peraturan Presiden tersebut merupakan penjabaran dari

    kewenangan Pengguna Anggaran yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

    Tentang Perbendaharaan Negara pasal 17 ayat (2) yang berbunyi:

    Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan

    anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/

    perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

    Kewenangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tersebut dapat dilimpahkan

    keapada pejabat lain yaitu Pejabat Pembuat Komitmen. Pelimpahan sebagian kewenangan Kuasa

    Pengguna Anggaran/Pengguna Anggaran kepada Pejabat Pembuat Komitmen tercantum dalam

    Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

    pasal 8 ayat (1) huruf c dan pasal 12 ayat (1) dengan tugas kewenangan tercantum dalam

    pasal 11.

    Pejabat Pembuat Komitmen sebagai subjek hukum harus memiliki syarat yang memenuhi

    ketentuan hukum yang berlaku dan juga harus memiliki kompetensi sesuai dengan dengan tugas

    dan kewenangan yang diembannya. Pemenuhan persyaratan sebagai subjek hukum

    sebagaimana yang tercantum pasal 1320 UU KUH Perdata mudah dipenuhi oleh setiap Pegawai

    Negeri Sipil yang diangkat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Demikian juga kekhawatiran

    pelanggaran pasal 1328 KUH Pedata dapat diabaikan. Namun permasalahan akan muncul

    bilamana Pejabat Pembuat Komitmen tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk

    menjalankan tugas dan menggunakan kewenangan yang diberikan oleh pejabat yang

    mengangkatnya yaitu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Pejabat Pembuat

    Komitmen yang tidak memiliki kompetensi yang lengkap masih tetap dianggap cakap untuk

    membuat suatu persetujuan perjanjian (sebagaimana ketentuan KUH Perdata pasal 1320),

    namun Pejabat Pembuat Komitmen tersebut akan memiliki resiko yang tinggi dalam mejalankan

    ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian tersebut. .

    Tingkat kerumitan tugas Pejabat Pembuat Komitmen paling tidak dapat dibagi kedalam 3

    (tiga) tingkatan. Tingkatan pertama adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang membuat dan

    melaksanakan perjanjian untuk pekerjaan yang sederhana atau untuk belanja rutin kebutuhan

    kantor. Lingkup tanggung jawab yang dihadapi pada tingkatan ini hanya untuk membeli barang

    atau jasa yang sederhana, bernilai kecil, dan sering atau berulang diadakan serta melibatkan para

    pihak yang sedikit jumlahnya. Tingkatan kedua adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang

    membuat dan melaksanakan perjanjian untuk pekerjaan yang bernilai cukup besar, dengantingkat kompleksitas menengah, dan melibatkan banyak pihak. Lingkup tanggung jawab yang

    dihadapi pada tingkatan ini yaiut untuk mengadakan barang atau jasa yang besar nilainya bagi

    instansi tersebut tetapi sudah menjadi hal yang banyak dilakukan oleh berbagai instansi lainnya.

    Pengadaan barang modal atau pembangunan gedung kantor masuk dalam tingkat kesulitan ini.

    Tingkatan ketiga atau yang paling rumit adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang membuat dan

    melaksanakan perjanjian yang bernilai sangat besar, tingkat kompleksitas pekerjaan yang tinggi,

    jarang dilakukan dalam dunia pengadaan atau bahkan melibatkan para pihak dari dunia

    internasional.

    3.5. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

    Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan merupakan tim atau orang yang diangkat oleh

    PA/KPA. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pasal 18 Panitia/Pejabat

    Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

    b. Memahami isi Kontrak;

    c. Memiliki kualikasi teknis;

    d. Menandatangani Pakta Integritas; dan

    e. Tidak menjabat sebagai pengelola keuangan.

    Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa

    Pemerintah pasal 11 tugas kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen:

    (1) PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:

    a. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: 1) Spesikasi teknis Barang/Jasa;

    2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan

    3) rancangan Kontrak.

    b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

    c. Menandatangani Kontrak;

    d. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

    e. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;

    f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;

    g. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita

    Acara Penyerahan;

    h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan

    pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

    i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

    (2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

    dalam hal diperlukan, PPK dapat:

    a. Mengusulkan kepada PA/KPA:

    1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau

    2) perubahan jadwal kegiatan pengadaan;

    b. Menetapkan tim pendukung;

    c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk

    membantu pelaksanaan tugas ULP; dan

    d. Menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    10/3218 19

    Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan mempunyai tugas pokok dan kewenangan untuk :

    a. melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan

    yang tercantum dalam Kontrak;

    b. menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian; dan

    c. membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.

    Tujuan utama dibentuknya PPHP adalah sebagai fungsi penyeimbang bagi PPK dalam

    menjalankan tugasnya. Dengan adanya pembagian tugas oleh PA/KPA kepada PPHP dan PPK,

    maka kedudukan PPHP dalam organisasi pengadaan barang/jasa pemerintaha adalah setara

    dengan PPK. PPHP bukan merupakan bagian atau bawahan dari PPK, demikian juga PPK bukan

    merupakan bagian atau bawahan PPHP. Kesetaraan derajat atau tingkatan antara PPHP dan PPK

    ditujukan agar PPHP dapat mengontrol hasil pekerjaan dari PPK. Sehingga PPHP dapat menolak

    hasil pengendalian kontrak oleh PPK bila tidak sesuai dengan kontrak. Demikian juga PPHP harus

    menerima pekerjaan PPK bila hasil pekerjaannya telah sesuai dengan kontrak.

    3.6. Penyedia Barang/Jasa

    Salah satu dari para pihak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah

    penyedia barang/jasa. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

    pasal 1 angka 12, penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang

    menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

    Seseorang atau badan usaha dapat menjadi penyedia barang/jasa pemerintah bilamanamemenuhi persyaratan yang tercantum dalam pasal 19 yaitu:

    a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;

    b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan

    Barang/Jasa;

    c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun

    waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk

    pengalaman subkontrak;

    d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa

    yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;

    e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam

    Pengadaan Barang/Jasa;

    f. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukankemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus

    mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan

    perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;

    g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha

    Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk

    usaha non-kecil;

    h. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang

    dan Jasa Konsultansi;

    i. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan

    Sisa Kemampuan Paket;

    j. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan

    dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam

    menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani

    Penyedia Barang/Jasa;

    k. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi

    kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan);

    l. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;

    m. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;

    n. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan

    o. Menandatangani Pakta Integritas.

    Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, huruf h dan

    huruf i, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa orang perorangan.

    Secara umum, persyaratan penyedia dalam pasal tersebut diatas terdiri dari 2 (dua) ba-

    gian besar yaitu (1) persyaratan legal dan administrasi dan (2) persyaratan kemampuan teknis.

    Persyaratan teknis lebih lanjut diukur dengan kualikasi dan klasikasi penyedia.

    3.7. Saksi dan Ahli Pengadaan

    Sebenarnya saksi dan ahli tidak termasuk dalam kategori para pihak baik dalam sengketamaupun pada permasalahan hukum dalam pengadaan barang/jasa pemerintah pada umumnya.

    Saksi dan ahli dalam permasalahan hukum pidana berperan sebagai pihak yang memberatkan

    atau meringankan. Seorang tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk menghadirkan saksi

    atau ahli yang menguntungkan dirinya dalam permasalahan hukum. Menurut Undang-undang

    KUHAP pasal 65 berbunyi:

    Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau

    seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan

    bagi dirinya.

    Demikian juga penyidik dapat menghadirkan saksi atau ahli yang memperkuat dugaan

    dalam proses penyidikan atau persidangan. Pemanggilan saksi ini tertuang dalam Udang-undang

    KUHP pasal 112 ayat (1) yang berbunyi:

    Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara

    jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan

    surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya

    panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.

    Dalam hal diperlukan dan dianggap akan memperkuat dugaan tindakan pidana yang

    dilakukan tersangka atau terdakwa, penyidik juga dapat menghadirkan ahli sesuai dengan

    permasalahan yang sedang disidiknya. Hal ini tertuang dalam Undang-undang KUHAP pasal 120

    KUHAP ayat (1) yang berbunyi:

    Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang

    memiliki keahlian khusus.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    11/3220 21

    3.8. Penasehat Hukum

    Penasehat hukum berperan dalam membantu para pihak yang sedang bersengketa atau

    tersangka atau terdakwa dalam menghadapi penyelidikan atau penyidikan dalam dugaan tindak

    pidana. Penasehat hukum akan sangat membantu bilamana pihak yang perlu mendapat bantuan

    penasehat hukum tidak memiliki pengetahuan tentang hukum yang menjadi dasar sengketa atau

    tuduhan tindak pidana. Dalam Undang-undang KUHAP pasal 114, tersangka memiliki hak untuk

    didampingi penasehat hukum sejak tahap awal peneyelidikan.

    Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya

    pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya

    untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh

    penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.

    Permasalahan hukum pada kontrak meliputi sengketa kontrak dan permasalahan hukum

    pidana. Sengketa kontrak meliputi permasalahan yang dihadapi oleh para pihak dalam kontrak

    sehingga merupakan bagian dari permasalahan hukum pada kontrak. Sedangkan permasalahan

    hukum pada kontrak yang tidak terkait sengketa kontrak merupakan wilayah permasalahan

    hukum pidana.

    1.1. Pengertian Sengketa

    Sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konik. Konik berarti

    adanya pertentangan atau oposisi antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-

    organisasi terhadap satu objek permasalahan.

    Sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana para pihak saling

    mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau

    perbedaan pendapat atau persepsi antara para pihak yang kemudian menimbulkan akibat hukum

    bagi mereka. Dengan demikian subjeknya bisa lebih dari satu, baik itu antar individu, kelompok,

    organisasi, bahkan lembaga besar sekalipun.

    Sengketa Perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang

    bersengketa dimana didalamnya mengandung sengketa yang harus diselesaikan oleh kedua

    belah pihak baik melalui musyawarah atau cara lain yang disepakati.

    Sebuah sengketa disebut sebagai sengketa hukum apabila dimungkinkan diselesaikan

    melalui lembaga peradilan atau arbitrase. Meskipun penyelesaian sengketa tersebut dilakukan

    di luar jalur hukum seperti musyawarah, namun karakter sengketa tersebut tetap merupakan

    sengketa hukum.

    1.2. Sumber Sengketa

    Sumber sengketa dalam pengadaan barang/jasa sangat bervariasi. Sengketa biasanya

    merupakan kombinasi langsung maupun tidak langsung lebih dari satu sebab. Kombinasi langsung

    merupakan kumpulan dua atau lebih sebab yang berasal dari pokok suatu urusan. Kombinasi

    tidak langsung merupakan kombinasi antara sebab sengketa dan kelemahan-kelemahan lainnyayang memunculkan terjadinya sebab dari sengketa. Namun intinya adalah sengketa tersebut

    mengganggu hubungan dua pihak yang bisa rumit gangguannya atau bisa menjadi sengketa

    terbuka.

    Apapun atau bagaimanapun rumitnya sebuah sengketa, para pihak yang terlibat dalam

    sengketa maupun pihak ketiga harus mampu mendapatkan sebab dari sengketa serta

    mendenisikan pusat situasi kritisnya atau permasalahan pokok yang menjadi penyebab

    terjadinya sengketa.

    BAB 4 Permasalahan Hukum

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    12/3222 23

    Sumber sengketa dapat dikelompokkan menjadi beberapa sebab, yaitu:

    a. Syarat Subjektif yang tidak terpenuhi

    Syarat subjektif dinyatakan tidak terpenuhi apabila subjek dalam kontrak tidak memiliki

    kecakapan yang dipersyaratkan dalam peraturan perundangan. Misalnya Pejabat Pembuat

    Komitmen (PPK) yang tidak memiliki sertikat ahli pengadaan telah melanggar

    Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa, atau subjek kontrak tidak memiliki

    kewenangan menandatangani kontrak karena tidak ada surat keputusan pengangkatan

    sebagai PPK, atau surat keputusan pengangkatan PPK tidak ditandatangani oleh pejabat yangmemiliki kewenangan anggaran (Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran).

    Sedangkan dari sisi Penyedia barang/jasa sebagai subjek dari kontrak, dianggap

    tidak memiliki kecakapan yang dipersyaratkan peraturan perundangan bilamana

    Penyedia sudah terkena hukuman daftar hitam sebelum tanggal penandatanganan

    kontrak, berarti penyedia tersebut cacat secara hukum atau cacat sebagai subjek dari

    kontrak. Selain itu, Penyedia yang masih dibawah umur, tidak waras, atau dibawah tekanan

    termasuk dalam subjek yang tidak cakap dalam kontrak. Pelanggaran integritas dalam proses

    pengadaan termasuk juga dalam kategori subjek yang tidak cakap dalam kontrak.

    Secara umum suatu kontrak tidak memenuhi syarat objektif bilamana kontrak tersebut

    mengandung suatu sebab yang tidak halal atau sesuatu yang tidak legal. Kontrak tersebut

    memuat kausa yang dilarang oleh peraturan perundangan, kausa yang bertentangan dengan

    kesusilaan, atau kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum. Namun dalam kontrak

    pengadaan barang/jasa pemerintah, persyaratan objektif dapat tidak terpenuhi akibat dari

    suatu kausa yang dilarang oleh peraturan perundangan. Misalnya dalam proses pemilihan

    penyedia barang/jasa yang melanggar peraturan pengadaan, seperti penunjukan langsung

    bukan untuk keadaan khusus atau keadaan tertentu, merupakan kontrak yang memiliki kausa

    yang dilarang karena hasil dari proses pemilihan penyedia barang/jasa tersebut menjadi tidak

    sah menurut peraturan yang berlaku.

    Permasalahan sengketa yang muncul dalam pelaksanaan kontrak pada prinsipnya mer-

    upakan sengketa perdata. Namun mengingat dalam beberapa kasus sengketa kontrak dimulai

    dengan adanya keputusan dari pejabat publik, maka putusan pejabat publik tersebut mer-

    upakan putusan administrasi publik. Keputusan atau tindakan pejabat pemerintah selain PPK

    sering dibawa ke ranah pengadilan Tata Usaha Negara.

    b. Syarat Objektif yang tidak terpenuhi

    4.3. Jenis Sengketa

    Secara umum, sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak adalah sengketa hukum

    yaitu perselisihan antara para pihak yang dapat diselesaikan dengan menerapkan aturan-aturan

    hukum yang ada atau yang sudah pasti. Sengketa hukum dalam suatu kontrak merupakan bagian

    dari permasalahan hukum yang penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur di luar pengadilan

    atau di pengadilan. Sengketa hukum dalam pelaksanaan kontrak dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

    a. Sengketa Hukum Administrasi

    Kaidah umum administrasi negara mengamanatkan bahwa Pemerintah sebagai badan

    hukum publik dapat membuat suatu tindakan perdata. Pejabat pemerintah khususnya

    Pejabat Pembuat Komitmen secara eksplisit membuat suatu keputusan yang akan berdampak

    pada hak perdata. Hal ini tertuang dalam ketentuan pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata, Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta,

    berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi perundang-

    undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau menundukkannya kepada tata

    cara tertentu.

    Meskipun tindakan pejabat pemerintah tersebut disamakan dengan tindakan perdata,

    namun karena jabatan sebagai pejabat pada instansi publik maka tindakan perdata tersebut

    menyangkut juga sebagai tindakan administrasi publik. Kekeliruan dalam mengambil

    keputusan oleh seorang pejabat publik menjadi ranah sengketa administrasi negara. Karena

    posisi dan keputusan pejabat publik tersebut, banyak putusan pejabat terkait dengan kontrak

    dipermasalahkan dan dibawa kasusnya ke Pengadilan Negeri untuk masalah sengketa

    perdata atau Pengadilan Tata Usaha Negara untuk pelanggaran administrasi negara.

    Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan keputusan pejabat publik atas

    kontrak dapat memulihkan hak perdata penyedia dalam berkontrak atau bahkan memiliki hak

    perdata lain di luar ketentuan yang ada dalam kontrak.

    Pejabat Pembuat Komitmen sebagai pejabat publik dapat memutus kontrak

    berdasarkan peraturan yang berlaku dan ketentuan yang ada dalam Syarat-syarat KhususKontrak (SSUK). Jadi tidak harus melalui pengadilan sebagaimana ketentuan pasal 1266 Kitab

    Undang-undang Hukum Perdata. Berdasarkan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 pasal 93

    pemutusan kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen karena:

    1) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa

    sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;

    2) penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak

    memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

    3) penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam

    proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

    4) pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan

    persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh

    instansi yang berwenang.

    Sedangkan bila dikembangkan dan disetujui oleh para pihak dan dimasukkan dalam

    Syarat-syarat Umum Kontrak (SSUK) maka pemutusan kontrak oleh PPK dapat disebabkan

    oleh:

    1) Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki

    kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;

    2) Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memulai pelaksanaan pekerjaan;

    3) Penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (duapuluh delapan) hari dan penghentian ini

    tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan;

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    13/3224 25

    4) Penyedia berada dalam keadaan pailit;

    5) Penyedia selama masa kontrak gagal memperbaiki cacat mutu dalam jangka waktu yang

    ditetapkan oleh PPK;

    6) Penyedia tidak mempertahankan keberlakuan jaminan pelaksanaan;

    7) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah melampaui

    5% (lima perseratus) dari nilai kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tidak akan sanggup

    menyelesaikan sisa pekerjaan;

    8) Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses

    pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

    9) Pengaduan tentang penyimpangan prosedur dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan

    sehat dalam pelaksanaan pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

    Dampak keputusan pejabat publik atas pemutusan kontrak dapat berdampak pada hak

    perdata berupa:

    1) jaminan Pelaksanaan dicairkan;

    2) sisa uang muka harus dikembalikan oleh penyedia atau jaminan uang muka dicairkan;

    dan/atau

    3) penyedia membayar denda.

    Sengketa perdata dalam pelaksanaan kontrak adalah suatu perkara perdata yang terjadi

    di antara para pihak dalam pelaksanaan kontrak dan harus diselesaikan oleh kedua belah pihak

    tersebut. Salah satu pihak merasa ada hak perdata yang dirugikan oleh pihak lain atau menjadi

    tanggung jawab atau kewajiban pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan menuntut pihak lain

    untuk mengkompensasi kerugian yang dialami sedangkan pihak yang dituntut merasa tidak

    berkewajiban memberi kompensasi sebagian atau keseluruhan yang dituntut oleh pihak yang

    dirugikan.

    Pengertian perkara perdata memiliki arti yang lebih luas dari sengketa perdata. Perkara

    perdata mencakup masalah perdata baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak

    mengandung sengketa. Namun demikian, dalam arti sempit perkara perdata dapat memiliki

    arti perkara perdata yang di dalamnya dipastikan mengandung sengketa.

    Sengketa perdata dalam kontrak pengadaan barang/jasa bermula dari tidakdipenuhinya kewajiban oleh salah satu pihak. Penyedia tidak memenuhi ketentuan atau

    keharusan yang ada dalam kontrak sehingga PPK tidak mau menerima atau tidak mau

    membayar barang/jasa. Tidak jarang juga penyedia sudah memenuhi ketentuan atau

    keharusan dalam kontrak tetapi PPK menganggap barang/jasa tidak memenuhi persyaratan

    yang sebenarnya tidak tercantum dalam kontrak. Gabungan dari berbagai hal yang tidak

    dipenuhi oleh para pihak menjadikan sengketa perdata merupakan kombinasi langsung

    perkara perdata.

    b. Sengketa Perdata

    Dalam berbagai kasus, sengketa perdata merupakan kombinasi tidak langsung dari

    perkara perdata yang disebabkan kerancuan dalam kontrak. PPK tidak mau membayar

    eskalasi karena kontrak yang ditandatanganinya adalah kontrak lumpsum dimana menurut

    peraturan yang berlaku kontrak lumpsum dilarang mendapatkan penyesuaian harga.

    Sedangkan penyedia merasa punya hak mendapatkan kompensasi eskalasi penyesuaian harga

    karena di dalam kontrak lumpsum tersebut terdapat rumusan penyesuaian harga. Secara

    sepintas penyebab sengketa adalah hal yang langsung terlihat yaitu adanya pihak yang tidak

    memenuhi kewajiban. Namun bila melihat pada lapis kedua dari penyebab sengketa perdata

    adalah adanya persyaratan atau ketentuan yang tidak memungkinkan para pihak yang

    sengketa untuk menyelesaikan sengketa hanya berdasarkan sebab di lapis pertama.

    4.4. Permasalahan Pidana

    Secara umum tindak pidana atau peristiwa pidana atau kejahatan adalah perbuatan

    seseorang atau beberapa orang yang merugikan pihak lain dimana inisiatif untuk mengajukan

    perkara diambil oleh pihak negara.

    Tindak pidana terjadi dari salah satu atau gabungan dari empat kemungkinan yaitu:

    a. Kedapatan tertangkap tangan (pasal 1 butir 19 KUHAP)

    b. Karena laporan (pasal 1 butir 24 KUHAP)

    c. Karena pengaduan (pasal 1 butir 25 KUHAP)

    d. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya

    delik, seperti dengar di radio, baca di surat kabar, dengar orang bercerita dan lain-lain.

    Inisiatif penanganan perkara oleh pemerintah berasal dari:

    a. Laporan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada

    pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa

    pidana (pasal 1 butir 24 KUHAP). Laporan dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja

    terhadap berbagai macam delik. Laporan yang sudah disampaikan kepada aparat penegak

    hukum tidak dapat ditarik kembali. Konsekuensinya seseorang yang telah melaporkan orang

    lain telah melakukan delik padahal tidak benar, dapat dituntut melakukan delik laporan palsu.

    b. Pengaduan yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan

    kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah

    melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (pasal 1 butir 25 KUHAP). Pengaduan

    hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang disebut dalam UU dan dalam

    kejahatan tertentu saja dan mempunyai jangka waktu tertentu untuk mengajukan (pasal 74

    KUHP). Pengaduan oleh seseorang dapat ditarik kembali.

    Perkara pidana dalam pelaksanaan kontrak umumnya terjadi karena pengaduan oleh ses-

    eorang atas suatu yang dianggap tindak pidana dan dilaporkan kepada aparat penegak hukum.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    14/3226 27

    Mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi, hal yang dianggap delik pidana dalam pengadaan barang/jasa mengandung unsur-

    unsur:

    a. Adanya Perbuatan Melawan Hukum

    Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20

    Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dalam Pasal 2 UU

    Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan

    unsur melawan hukum. Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan:Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan

    hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak

    diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela

    karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat,

    maka perbuatan tersebut dapat dipidana

    Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, peraturan yang menjadi acuan adalah

    Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang Perbendaharaan, Undang-undang Jasa

    Konstruksi, dan undang-undang atau peraturan yang terkait dengan proses pemilihan,

    pelaksanaan kontrak dan pembayaran uang negara.

    b. Adanya Kerugian Negara

    Belum ada kesamaan pengertian tentang kerugian negara. Bahkan belum ada kesamaan

    pengertian tentang keuangan negara. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 17 Tahun 2003

    tentang Keuangan Negara mendenisikan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban

    negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang

    yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan

    pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN menyatakan penyertaan negara

    merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Secara umum pengertian awam, pada saat

    kekayaan negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut bukan kekayaan negara yang berada

    di ranah hukum publik tetapi masuk di ranah hukum privat. Namun pada kenyataannya, kasus-

    kasus yang ada pada BUMN, aparat penegak hukum berpegang pada Pasal 2 huruf g Undang-

    undang Keuangan Negara yang menyatakan kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola

    sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

    dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan

    daerah. Demikian juga dalam penjelasan umum Undang-undang Tipikor yang menyatakan bahwa

    Penyertaan Negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara, sifatnya tetap berada di wilayah

    hukum publik.

    Pengertian kerugian negara dapat diambil dari ketentuan yang tertuang dalam beberapa

    undang-undang.

    Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

    (UU BPK) mendenisikan Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga,

    dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum

    baik sengaja maupun lalai.

    Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara (UU Perbendaharaan Negara) mendenisikan Kerugian Negara/Daerah

    adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pas-

    ti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

    Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 31/1999) mendenisikan Yang dimaksud dengan

    secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung

    jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

    c. Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain

    Delik pidana korupsi juga dikaitkan dengan perbuatan memperkaya diri dan/atau orang

    lain atau suatu badan (korporasi) yang tentunya dapat merugikan keuangan negara dengan cara

    melawan hukum, tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo.

    Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :

    (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

    sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

    perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

    paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp

    200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

    Pada sebagian besar pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pasal inilah yang

    paling sering digunakan dalam menjerat pelaku korupsi. Seorang Pejabat Pembuat Komitmen

    yang dengan sengaja mengurangi kualitas atau kuantitas pekerjaan yang tercantum dalam

    kontrak akan dikenai tuduhan melakukan tindak pidana dengan pasal ini.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    15/3228 29

    BAB 5PENCEGAHAN SENGKETA

    DAN PERMASALAHAN HUKUM

    Dalam mengantisipasi terjadinya sengketa, perlu untuk memahami peran para pihak

    sebagai subjek hukum maupun objek hukum dalam kontrak pengadaan barang/jasa.

    Hal-hal yang berkaitan dengan subjek hukum dan objek hukum dalam rangka pencegahan

    sengketa dan permasalahan hukum diuraikan sebagai berikut:5.1. Subjek Hukum

    Hukum Perdata dan Hukum Pidana memiliki konsekuensi yang berbeda terhadap

    subjek hukum. Subjek hukum dalam hukum perdata memiliki hak dan kewajiban dalam bidang

    perdata dan hukumnya bersifat sanksi perdata. Subjek hukum dalam hukum pidana diposisikan

    sebagai oknum pelaku yang akan menjadi fokus bagi kemungkinan pengenaan hukuman pidana.

    A. Subjek Hukum Perdata

    1) Orang

    Munurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-pokok Hukum Perdata (hal.

    19-21), orang sebagai subjek hukum berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum.

    Sehingga dapat disimpulkan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai

    dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya

    dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam

    keadaan hidup.

    2) Badan Hukum

    Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau

    perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang

    manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut

    serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga

    menggugat di muka hakim. Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum

    seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta

    kekayaan. Dalam pelaksanaannya badan atau lembaga diwakili oleh pengurus-pengurusnya.

    B. Subjek Hukum Publik (Pidana)1) Orang

    Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia

    (hal. 59) mengatakan bahwa yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia

    sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang

    menampakan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud

    hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu dalam bentuk hukuman penjara,

    kurungan, dan denda.

    2) Badan Hukum (Korporasi)

    Tindak pidana (kejahatan) yang dilakukan oleh suatu badan hukum atau korporasi masih

    sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara sik dilakukan oleh orang sebagai pelaku.

    Sebagaimana diketahui dalam suatu perekonomian, pelanggaran hukum pidana kebanyakan

    tidak selalu dalam bentuk sik. Mekipun demikian pelanggaran hukum selalu menjadi tanggung

    jawab manusia pengurusnya. Penerapan ini memiliki arti bahwa setiap perbuatan badan hukum

    adalah wujud dari perbuatan manusia dalam hal ini direksi pada badan hukum atau korporasi.Masih sedikit hukum yang berlaku di Indonesia menerapkan hukuman bagi perusahaan

    sebagai badan hukum sebagaimana hukuman yang ada dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    5.1.1. Kualifkasi Subjek Hukum

    Subjek hukum dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dibagi ke

    dalam dua kelompok. Kelompok pertama dari unsur pemerintah terdiri dari Pengguna Anggaran/

    Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat/Panitia Penerima Hasil

    Pekerjaan, dan Tim Teknis. Kelompok kedua dari pihak penyedia yang terdiri dari pemegang

    pelaksanaan kontrak dengan pemerintah yaitu kontraktor, suplier, atau konsultan yang ditugaskan

    mengawasi pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa.

    Subjek hukum dari pihak pemerintah sering menjadi penyebab terjadinya sengketa atau

    permasalahan hukum kontrak. Kualikasi subjek hukum dalam melaksanakan kesepakatan dalam

    kontrak merupakan menjadi penyebab utama dari keputusan-keputusan dalam mempersiapkan

    dan melaksanakan kontrak. Subjek hukum yang menjabat jabatan tertentu harus memiliki

    kualikasi yang dipersyaratkan dalam mengelola pengadaan barang/jasa termasuk mengelola

    kontraknya.

    Secara umum seorang pejabat yang menjadi pemimpin atau pelaksana dalam pengadaan

    barang/jasa harus memiliki memiliki karakter yang diantaranya adalah:

    a. Kepercayaan Diri yang Kuat

    Kepercayaan diri yang kuat ditentukan oleh karakter pribadi yang terlatih. Seseorang yang

    memiliki pengetahuan belum tentu akan memiliki kemampuan untuk bertindak. Namun

    seseorang yang memiliki pengetahuan dan sering menerapkan pengetahuannya maka orangtersebut memiliki keyakinan untuk menerapkan pengetahuan tersebut. Dengan demikian

    keberadaan seorang pemimpin bukan karena dilahirkan atau karena bakat keturunan tetapi

    seorang dapat menjadi pemimpin karena pembelajaran, pemahaman, pelatihan, dan

    penguasaan.

    Jika seorang pemimpin tidak memiliki percaya diri maka kepada siapa lagi keputusan harus

    dipercayakan. Kepercayaan diri yang tinggi merupakan suatu keyakinan atas kepandaian dan

    kemampuan yang didasarkan pada pendidikan dan pengalaman.

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    16/32

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    17/32

    32 33

    yang akan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada sektor yang ditangani akan

    memiliki resiko yang tinggi bilamana Pengguna Anggaran tersebut tidak memiliki pengetahuan

    yang memadai atas sektor yang ditangani. Kemampuan manajerial tidak akan mencukupi untuk

    mendukung pelaksanaan tugas sebagai Pengguna Anggaran. Resiko seorang pemimpin dalam

    suatu sektor akan semakin tinggi bilamana para pejabat yang dipimpinnya tidak memiliki

    kompetensi yang dituntut dalam tugasnya. Kompetensi di sini tidak diartikan dalam pengetahuan

    dalam sektor tersebut tetapi sikap dari pejabat-pejabat di bawahnya atas sektor yang ditangani.

    Sikap para pejabat yang sekedar menjalankan formalitas anggaran akan menambah beban

    berat bagi Pengguna Anggaran sebagai pemimpin organisasi. Tidak jarang Pengguna Anggaran

    yang tidak memahami sektor yang ditangani akan menjadi korban dari sikap para pejabat yang

    menjadi anak buahnya.

    Pengetahuan yang memadai dalam hal anggaran dan sektor yang ditangani akan

    mengurangi resiko terjadinya permasalahan hukum. Resiko tersebut berupa terjadinya

    penyimpangan administratif, pelanggaran hukum perdata, dan terjadinya tindak pidana akibat

    kerugian negara.

    5.1.1.2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

    Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden yang menyebutkan bahwa

    kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran sesuai dengan pelimpahan kewenangan oleh Pengguna

    Anggaran, maka sudah seharusnya bentuk-bentuk Surat Keputusan yang tidak mencantumkanpelimpahan kewenangan dan tanggung jawab harus ditinggalkan. Kekosongan pencantuman apa

    saja yang dilimpahkan dari Pengguna Anggaran kepada Kuasa Penggunaan Anggaran

    menimbulkan kekosongan hukum atau multi tafsir atas kewenangan dan tanggung jawab Kuasa

    Pengguna Anggaran. Saling lempar tanggung jawab menjadi fenomena yang sering terjadi

    bilamana ada sengketa atau permasalahan hukum pelaksanaan pengadaan barang/jasa

    pemerintah.

    Pengguna Anggaran harus sudah memutuskan dan menetapkan kewenangan dan

    kewajiban yang harus diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran. Banyak atau sedikitnya

    pelimpahan harus melihat beberapa hal sebagai berikut :

    a. Kewenangan apa yang harus tetap dimiliki oleh Pengguna Anggaran bilamana terjadi masalah

    yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran yang diangkat. Dengan kewenangan yang masih

    dimiliki, Pengguna Anggaran dapat mengambil keputusan yang kewenangannya masih dipegangtanpa harus mengubah surat keputusan pengangkatan Kuasa Pengguna Anggaran.

    b. Kemampuan Kuasa Pengguna Anggaran yang diangkat untuk menerima pendelegasian

    kewenangan dan tanggung jawab. Kuasa Pengguna Anggaran yang akan diangkat harus

    memiliki kompetensi untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab yang didelegasikan.

    c. Ketentuan perundangan yang berlaku yang menetapkan kewenangan dan tanggung jawab apa

    saja yang dapat didelegasikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran dan apa saja yang harus tetap

    dipegang oleh Pengguna Anggaran.

    5.1.1.3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

    Dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah pemenuhan syarat sah secara hukum

    bagi subjek hukum masih belum mencukupi. Subjek hukum harus menangani kontrak secara

    profesional agar kontrak yang ditandatangani tidak akan bermasalah. Disamping cakap secara

    hukum, seseorang yang akan menandatangani kontrak harus memiliki kompetensi tentang

    peraturan yang berlaku terkait pelaksanaan kontrak, kompetensi pengelolaan kontrak dan

    kompetensi teknis dari barang atau jasa yang diperjanjikan dalam kontrak.

    Baik Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun penyedia barang/jasa harus memiliki 3

    (tiga) kecakapan atau kompetensi tersebut diatas. PPK yang sudah memiliki sertikat ahli

    pengadaan harus tetap mengembangkan dirinya untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut

    peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan kontrak. PPK juga harus memiliki

    kemampuan mengendalikan pelaksanaan kontrak. Terakhir PPK juga harus memahami dengan

    baik substansi teknis barang/jasa yang diperjanjikan dalam kontrak. Ketiga kompetensi tersebut

    harus dimiliki oleh seorang PPK sesuai dengan tingkat kualikasi yang berbeda satu dengan

    lainnya sesuai dengan kompleksitas kontrak yang harus ditangani.

    Penunjukan seorang staf oleh PA/KPA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus

    berdasarkan kecakapan atau kompetensi yang dimiliki staf tersebut. Pemberian tanggungjawab

    oleh PA/KPA kepada PPK yang tidak memperhatikan kompetensi untuk menangani beban

    tanggung jawab tersebut merupakan kesalahan PA/KPA. Seorang staf yang memiliki kompetensi

    terbatas maka penugasan atau pemberian beban tanggungjawab kepada staf tersebut juga harusdibatasi sesuai kompetensi yang dimiliki.

    Salah satu tugas PA/KPA dalam mendelegasikan pelaksanaan anggaran adalah bahwa

    pendelegasian tersebut seimbang dengan kemampuan atau kompeteni pihak-pihak yang diberi

    beban tanggung jawab. Bilamana suatu beban tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada

    seorang staf yang akan diangkat sebagai PPK maka beban tanggung jawab tersebut dibagi

    kedalam beberapa orang atau kelompok orang. Tingkatan-tingkatan kesulitan dalam tugas

    Pejabat Pembuat Komitmen tersebut memerlukan jenis dan tingkatan kompetensi yang berbeda.

    a. Untuk pengadaan pekerjaan yang sederhana kompetensi yang dipersyaratkan bagi PPK cukup

    sederhana. Meskipun demikian secara peraturan PPK dituntut memiliki pengetahuan

    pengadaan barang/jasa yang telah teruji dan dibuktikan dengan memiliki sertikat ahli

    pengadaan barang/jasa pemerintah. PPK juga dituntut memahami peraturan-peraturan yang

    terkait dengan pelaksanaan anggaran. Di samping kompetensi tentang peraturan-peraturanyang tekait tugas anggaran PPK juga sepatutnya memahami pengelolaan kontrak atau

    memiliki kompetensi pengelolaan kontrak untuk jenis kontrak yang sederhana. Hal ini

    diperlukan bilamana PPK sudah ditugaskan untuk menandatangani kontrak/perjanjian

    meskipun dengan jumlah ketentuan yang masih terbatas. Pada pekerjaan yang sederhana ini

    PPK tidak dituntut memiliki kompetensi teknis yang tinggi dari barang atau jasa yang diadakan.

    b. Untuk pekerjaan yang cukup besar dan tingkat kompleksitas sedang persyaratan kompetensi

    bagi PPK sudah mulai meningkat. Kompetensi peraturan yang dimiliki belum memadaai untuk

    memenuhi tuntutan pekerjaan yang lebih besar. Pada tingkatan pekerjaan ini PPK dituntut

    memiliki kompetensi pengelolaan kontrak dengan berbagai aspek dan konsekuensinya. PPK

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    18/32

  • 7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr

    19/32

    36 37

    Dalam hal pemeriksaan sik, PPHP dapat melakukan uji coba dari hasil pelaksanaan kontrak tapi

    terbatas pada uji coba yang tidak menganggu hasil akhir dari pelaksanaan kontrak.

    PPHP yang memiliki kesetaraan dengan PPK dapat menolak hasil pelaksanaan kontrak.

    Kesalahan pelaksanaan kontrak dapat disebabkan oleh penyedia barang/jasa atau oleh PPK.

    Penyimpangan proses dan hasil dari pelaksanaan kontrak yang tidak sesuai dengan ketentuan

    dalam kontrak harus menjadi perhatian PPHP. PPHP dapat menolak hasil pekerjaan akibat

    dokumentasi yang tidak lengkap. Ketidaklengkapan dokumentasi yang berakibat pada keraguan

    dalam kualitas proses atau kualitas akhir akan menyulitkan penilaian oleh PPHP. PPHP yang

    cermat dan teliti tidak akan menerima hasil akhir pekerjaan bilamana kualitas proses dan kualitasakhir barang diragukan.

    5.1.1.5. Penyedia Barang/Jasa

    Penyedia barang/jasa sebagai subjek dari kontrak di samping memiliki syarat-syarat

    kecakapan secara hukum juga harus memiliki pemahaman yang baik atas peraturan

    perundangan yang berlaku atas pelaksanaan kontrak, memiliki kemampuan mengendalikan

    kontrak dan kompetensi teknis barang/jasa yang akan dikerjakannya.

    Penyedia harus memiliki pemahaman peraturan perundangan karena setiap pelaksanaan

    kontrak akan terikat dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penyedia harus mampu

    mencerna ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak serta konsistensi dari satu

    ketentuan ke ketentuan lainnya dalam kontrak tersebut. Setiap pengertian atau pemahaman

    harus selalu dilihat konsekuensinya dalam suatu lingkungan peraturan perundangan yang sedang

    berlaku. Kegagalan memahami korelasi ini akan merugikan penyedia barang/jasa.

    Penyedia juga harus memahami pengendalian pelaksanaan kontrak. Mengingat

    pelaksanaan kontrak memiliki konsekuensi hukum maka setiap kewajiban yang tertuang dalam

    kontrak harus sudah diantisipasi dan dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai ketentuan dalam

    kontrak. Demikian juga penyedia harus memahami hak-hak yang tercantum dalam kontrak

    sehingga kontrak yang ditandatangani tidak mengakibat kerugian atau permasalahan di

    kemudian hari. Jadwal pelaksanaan menjadi salah satu alat kendali dalam pelaksanaan kontrak.

    Kontraktor yang memiliki kompetensi yang mumpuni sudah terbiasa menindaklanjuti jadwal yang

    ada dalam kontrak ke dalam jadwal yang lebih rinci baik untuk alat, personil maupun bahan.

    Terakhir, penyedia yang lulus dan memenangkan kompetisi pengadaan barang/jasa tentunya

    penyedia yang memiliki kompetensi teknis yang memenuhi syarat minimal. Dibandingkan dengan

    penyedia perdagangan umum atau kontraktor generalis, penyedia spesialis memiliki keunggulan

    yang lebih tinggi dalam kompetensi teknis. Pemahaman metode kerja merupakan syarat utama

    bagi penyedia yang tidak mau punya masalah di kemudian hari. Penyedia yang baik akan

    memiliki berbagai metode kerja yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan disamping

    metoda kerja yang ditawarkan dalam proses pemilihan penyedia. Penyedia juga harus memiliki

    kompetensi dalam menilai kualitas barang yang akan dikerjakan dan diserahkan kepada PPK.

    Barang yang tidak sesuai dengan spesikasi teknis dalam kontrak akan mudah diketahui dan

    ditolak oleh penyedia sebelum diserahkan kepada PPK. Penyedia juga harus mampu menilai