pajak internasional

Upload: henny-yusnita

Post on 12-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pajak internasional

TRANSCRIPT

pajak internasional.docx

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGDalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negara yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional. Pergaulan antar negara-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur. Perkembangan yang terjadi sampai saat ini menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan hubungan antar masyarakat bangsa dari berbagai penjuru dunia, sehingga batas-batas negara pun menjadi semakin pudar. Hal tersebut antara lain ditenggarai oleh adanya hubungan kerjasama antar berbagai negara yang tergabung dalam organisasi-organisasi antara lain seperti ASEAN, OPEC, APEC, G7 dan lain sebagainya. Keadaan ini yang kemudian mengantarkan pada kenyataan seakan-akan di dunia ini tidak ada batasan-batasan yang menunjukan negara bangsa, melainkan lebih pada grup-grup dimana suatu negara tergabung di dalamnya. Inilah yang oleh Kenichi Ohmae disebut dengan The Borderless World. Hukum antar negara adalah hukum yang mengatur pergaulan internasional. Demikian juga halnya yang berhubungan dengan pemungutan pajak. Sehingga tercipta undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.Rumitnya hukum dan aturan yang menentukan pajak bagi perusahaan asing dan laba yang dihasilkan di luar negeri sebenarnya berasal dari beberapa konsep dasar. Konsep ini mencakup istilah netralisasi pajak dan ekuitas pajak.Netralisasi pajak berarti bahwa pajak tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan alokasi sumber daya. Dengan kata lain, keputusan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi, seperti tingkat imbalan dan bukan pertimbangan pajak. Ekuitas berarti wajib pajak yang menghadapi situasi yang mirip serupa semestinya membayar pajak yang sama, tetapi terdapat situasi yang mirip serupa menginterpretasikan konsep ini. Dalam kasus ini, laba yang berasal dari luar negeri harus dikenakan pajak dengan jumlah yang sama dengan perusahaan di negara itu, yaitu berdasarkan tarif pajak negara asing. Suatu perusahaan dapat melakukan bisnis internasional dengan mengekspor barang jasa atau melakukan investasi asing atau tidak langsung. Pengelolaan yang efektif atas potensi pajak ini memerlukan pemahaman atas system pajak nasional yang sangat berbeda dari suatu negara ke negara lain.B. TUJUAN DAN MANFAATTujuan dari makalah yang berjudul KONSEP DASAR PAJAK INTERNASIONAL ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah Perpajakan.Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengenal dan mengetahui tentang pajak internasional khususnya mengenai konsep dasar dalam pajak internasional. Sehingga diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang pajak internasional dan permasalahan-permasalahan yang terjadi.C. RUMUSAN MASALAHPermasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut ;1. Apakah pengertian dari hukum pajak internasional ?2. Apa saja sumber-sumber hukum pajak internasional ?3. Apakah definisi dari pajak internasional ?4. Apa tujuan dari kebijakan perpajakan internasional ?5. Apa saja prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam pemajakan internasional ?6. Apa yang dimaksud insentif pajak luar negeri ?a. System administrasi pajakb. Perjanjian pajakc. Dimensi perencanaan pajakd. Induk perusahaan di luar negerie. Keputusan pendanaanf. Kompetisi pajak yang membahayakang. Pemajakan terhadap sumber laba dari luar negeri dan pemajakan gandah. Kredit pajak luar negerii. Pembatasan kredit pajak7. Apakah pengertian dari pajak berganda ?a. Penyebab terjadi pajak bergandab. Cara penghindaran pajak berganda internasionalc. Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)d. Contoh kasus8. Bagaimana dengan Indonesia ?

a. Dasar hukum perjanjian penghindaran pajak berganda

b. Model, Sifat, Tujuan dan Struktur P3Bc. Aplikasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)BAB IIPEMBAHASANA. Hukum Pajak InternasionalPengertian beberapa hukum pajak internasional dari beberapa pendapat para ahli hukum ;1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang Undang Nasional mengenai ;1. Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri2. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak ganda3. Traktat-traktatMenurut negara-negara Anglo Saxon ( Amerika Serikat, Inggris dan Jepang ), hukum pajak internasional yang dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu ; 1. Hukum Pajak Nasional mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax Law)2. Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax Law)3. Hukum Pajak Internasional (Internasional Tax Law)National External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di luar negeri).Foreign Tax Law keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada diseluruh dunia.International Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internsional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, danlazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan. Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan yang berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek tersebut.B. Sumber-Sumber Hukum Pajak InternasionalProf.Dr.Rochmat Soemitro dalam bukunya Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada beberapa sumber hukum pajak internasional, yaitu ;1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing2. Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara Bilateral maupun Multilateral3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasionalR. Santoso Brotodihardjo, S.H dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu ; 1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar Negara2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negara lain, seperti ;a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak bergandab. Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asingc. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asingSubyek Pajak dan Objek Pajak dalam Pajak InternasionalDalam hal pajak internasional, subyek pajak terbagi menjadi dua, yaitu :1. Subyek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri.2. Subyek pajak di luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di dalam negeri.

Obyek pajak internasional terbagi menjadi dua, yaitu ;1. Obyek pajak dengan sumber di dalam negeri.2. Obyek pajak dengan sumber di luar negeri.C. Definisi Pajak Internasional(Bapak Sriadi, Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak), Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina ( Pacta Sursenvada ). Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas ;a. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negerib. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas penghasilan dari dalam negeri (domestic)D. Tujuan Kebijakan Perpajakan InternasionalKebijakan perpajakan internasional mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda internasional. E. Prinsip-Prinsip yang Harus Dipahami Dalam Pemajakan InternasionalDoernberg (1989) menyebut 3 (tiga) unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional ;1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik); kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari 2 (dua) negara. Hal ini akan melandasi UU PPh pasal 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional); darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanen estabilishment (PE) atau Badan Usaha Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku. 3. National Neurality; setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurangan laba.F. Insentif Pajak Luar Negeri Banyak negara yang menawarkan insentif pajak untuk menarik minat investasi luar negeri. Insentif dapat berupa hibah tunai bebas pajak yang digunakan untuk biaya aktiva tetap dari proses industry baru atau pengampunan untuk membayar pajak selama beberapa periode. Bentuk pembebasan pajak sementara yang lainnya seperti tarif pengurangan pajak penghasilan, penangguhan pajak dan pengurangan atau penghapusan berbagai jenis pajak tidak langsung. Kebanyakan negara industry menawarkan sejumlah target insentif seperti pengurangan tarif pajak perusahaan. System administrasi pajakBeberapa system yang digunakan saat ini ;1. System klasik, pajak penghasilan perusahaan atas penghasilan kena pajak dikenakan pada tingkat perusahaan dan tingkat pemegang saham. Pemegang saham dikenakan pajak pada saat laba perusahaan dibayarkan sebagai deviden atau pada saat mereka mencairkan investasinya. Ketika suatu perusahaan dikenakan pajak atas laba yang diukur sebelum dilakukan pembayaran deviden, pemegang saham kemudian dikenakan pajak atas deviden yang mereka terima, maka pendapatan deviden pemegang saham secara efektif telah dikenakan pajak sebanyak dua kali.2. System terintegrasi, pajak perusahaan dan pemegang saham terintegrasi sedemikian rupa sehingga mengurangi atau mengeleminasi pengenaan pajak berganda atas pendapatan perusahaan. Kredit pajak atau system imputasi merupakan jenis system pajak terintegrasi yang umum. Berdasarkan system ini, pajak yang dikenakan terhadap perusahaan, tetapi sebagian dari pajak yang dibayarkan dapat diperlukan sebagai kredit terhadap pajak penghasilan pribadi jika deviden dibagikan kepada para pemegang saham. System pajak ini di dukung Uni Eropa dan dapat ditemukan (digunakan) di Australia, Kanada, Meksiko dan banyak lagi di Negara Eropa seperti Perancis, Italia dan Inggris. Perjanjian pajakMeskipun kredit pajak luar negeri melindungi sumber pajak luar negeri dari pengenaan pajak ganda, perjanjian dapat melakukan lebih dari itu.Perjanjian pajak biasanya berisikan bagaimana pajak dan insentif pajak yang akan dikenakan, dihormati, dibagi atau yang lain dihapuskan terhadap pendapatan usaha yang dihasilkan oleh warga negara lain di satu wilayah yurisdiksi pajak.Perjanjian pajak juga berpengaruh pada pajak pungutan atas deviden, bunga, royalti yang dibayarkan oleh perusahaan disatu negara kepada pemegang saham asing. Dimensi perencanaan pajakPengamatan atas perencanaan pajak dimulai dengan hal dasar ;1. Pertimbangan pajak seharusnya tidak pernah mengendalikan strategi usaha2. Perubahan hukum pajak secara konstan membatasi manfaat perencanaan pajak dalam jangka panjang3. Pertimbangan organisasi, jika anak perusahaan diorganisasi sebuah negara surga pajak yang tidak mengenakan pajak sama sekali, maka penangguhan pajak akan semakin terlihat menarik Induk perusahaan di luar negeri Sebuah perusahaan multinasional yang berpusat di AS dengan di beberapa negara asing dapat memiliki keuntungan apabila memiliki berbagai investasi yang melalui induk perusahaan di negara ke tiga. Keuntungan dari bentuk organisasi induk perusahaan yang menyangkut pajak antara lain;1. Mempertahankan manfaat tingkat pajak pungutan atas deviden, bunga royalty dan pembayaran serupa lainnya2. Menunda pajak AS atas laba luar negeri hingga laba tersebut direpatriasikan ke perusahaan AS3. Menunda pajak AS atas keuntungan dari penjualan saham anak perusahaan operasi luar negeri. Keputusan pendanaanCara yang digunakan untuk mendanai operasi luar negeri dapat dipengaruhi oleh faktor pajak. Dengan mengasumsikan hal ini tidak berubah, dimungkinkannya utang untuk di kurangi pajak, yang meningkatkan imbalan setelah pajak atas ekuitas juga akan meningkatkan daya tarik pendanaan utang di negara-negara dengan pajak tinggi. Kompetisi pajak yang membahayakanOrganisasi kerja ekonomi dan pembangunan mencoba untuk menghentikan kompetisi yang dilakukan oleh beberapa negara surga pajak. Sebenarnya kompetisi pajak akan bermanfaat jika dapat membuat pemerintah menjadi lebih efisien. Disisi lain kompetisi itu akan berbahaya jika pengalihan pendapatan pajak dari pemerintah yang sebenarnya memerlukan pendapatan tersebut untuk meniadakan jasa yang dibutuhkan oleh kalangan usaha. OECD secara khusus mengkhawatirkan bahwa negara-negara surga pajak akan memungkinkan kalangan usaha untuk menghindari atau mencurigai pajak negara lain. Sebenarnya yang disebut sebagai anak perusahaan plat nama tidak memiliki pekerjaan yang nyata yang terkait; perusahaan tersebut tidak memiliki kegiatan yang substansial dan hanya menyalurkan transaksi keuangan melalui negara surga pajak untuk menghindari pajak negara lain. Secara khusus OECD mencurigai negara surga pajak yang tidak bersedia untuk membagi informasi dengan otoritas pajak di negara lain menerapkan atau memberlakukan hukum pajak secara tidak wajar atau secara rasia. Pemajakan terhadap sumber laba dari luar negeri dan pemajakan gandaFilosofi nasional atas pengenaan pajak terhadap sumber dari luar negara pajak merupakan hal penting dari seorang perencana pajak. Beberapa negara seperti Perancis, Hongkong, Panama, Afrika Selatan, Swiss dan Venezuela menerapkan prinsip pemajakan territorial da tidak mengenakan pajak terhadap perusahaan yang berdomisili di dalam negeri yang labanya dihasilkan dari luar negara tersebut. Kredit pajak luar negeriKreditor pajak luar negeri dapat dihitung sebagai kredit langsung atas penghasilan yang dibayarkan atas laba cabang atau anak perusahaan dan setiap yang dipungut pada sumbernya seperti deviden, bunga dan royalty yang dikirimkan kembali kepada investor domestik. Kredit pajak juga dapat diperkirakan jika jumlah pajak penghasilan luar negeri yang dibayarkan tidak terlampau jelas. Deviden yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak induk perusahaan harus dihitung kotor untuk mencakup jumlah pajak ditambah seluruh pajak pungutan luar negeri yang berlaku. Artinya induk perusahaan domestik menerima deviden yang didalamnya termasuk pajak terutang kepada pemerintah asing dan kemudian membayar pajak tersebut. Kredit pajak tidak langsung luar negeri yang diperbolehkan ditentukan dengan cara sebagai berikut;

Pembatasan kredit pajakBeberapa negara mengenalkan pajak atas sumbernya dengan kredit pajak untuk sumber pajak luar negeri tersebut maksimum sebesar pajak domestik terkait yang dapat dikenakan atas laba.Kewajiban laba maksimum adalah mana yang lebih tinggi antara tarif pajak negara tuan rumah atau negara asal. Untuk mencegah agar kredit pajak luar negeri dapat menghapuskan pajak atas sumber penghasilan domestik. Banyak negara menetapkan batasan umum atas jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan setiap tahunnya. Kredit pajak luar negeri adalah dapat dihitung sebagai berikut ;

Pembatasan kredit pajak luar negeri tersendiri berlaku untuk pajak USA atas sumber pajak penghasilan luar negeri untuk masing-masing jenis penghasilan berikut ini ;1. Pendapatan pasif2. Pendapatan jasa keuangan3. Pendapatan pajak pungutan yang tinggi4. Pendapatan transportasi5. Deviden dari masing-masing perusahaan luar negeri dengan porsi kepemilikan sebesar 10% hingga 50%G. Pajak Berganda (double taxation)Pajak berganda merupakan salah satu bagian dari masalah yang terdapat dalam hukum perpajakan. Dan permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dihadapi oleh negara-negara di dunia dan sangat meresahkan karena menimbulkan efek ketidakadilan. Berikut pengertian dari pajak ganda internasional ;1. Volkendbond (league of nation)Pajak ganda internasional terjadi apabila pajak-pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa sehinggga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu, memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tersebut tidak terjadi semata-mata disebabkan oleh perbedaaan tarff negara-negara yang bersangkutan, melaikan karena ada dua negara atau lebih yang memungut pajak atas obyek dan subyek pajak yang sama.Dari pendapat diatas, dapat diketahui unsur-unsur dari pajak ganda internasional, yaitu;a. Ada pajak dari dua negara atau lebih yang saling tumpang tindih b. Subyek pajak memikul beban pajak yang lebih besar dari apabila ia hanya dikenakan pajak dari satu negara sajac. Beban tambahan bukan karena perbedaan tarif pajakd. Pengenaan pajak atas objek dan subjek yang sama2. Fiscal Committee OECDSebuah komite fiskal dari Organisation of Economic Cooperation and Development, mendefinisikan pajak ganda internasional sebagai ;the phenomenon international double taxation, which can generally defined as imposition of comparable taxes in two (or more) states on the same taxpayer in respect of the same subject matter and for identical period3. Ottmar BuhlerMembedakan arti pajak ganda dalam arti sempit dan arti luas. Pajak ganda dalam arti sempit adalah apabila pajak yang bersangkutan dikenakan pada subjek pajak yang sama. Sementara itu, pajak ganda dalam arti luas adalah pajak yang terjadi manakala suatu tatbestand yang sama pada saat yang sama, oleh beberapa Negara dikenakan pajak yang sama atau pajak yang sifatnya sama. Penyebab terjadinya pajak berganda (double taxation)Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Dan terjadi karena adanya prinsip pemajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan territorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana, penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber. Misalnya ; PT A mempunyai cabang di Jepang, penghasilan cabang di Jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang, di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.Bentrokan klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagai wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya ;Mr.A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap hari sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr.A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.Dalam kaitan pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang melakukan perjanjian perpajakan dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah negara sumber (source country) yang merupakan negara dimana penghasilan yang merupakan objek pajak timbul. Kedua, adalah negara domisili (resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat tinggal, berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan. Baik, negara sumber maupun negara domisili biasanya berhak untuk mengenakan pajak berdasarkan undang-undang domestiknya. Pengenaan pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan terhadap satu jenis penghasilan inilah yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili. Cara penghindaran atau penyelesaian pajak berganda internasionalMengingat besarnya akibat yang ditimbulkan oleh pajak ganda bagi atmosfir perekonomian dan hubungan antarnegara, maka masalah pajak ganda ini harus segera diselesaikan. Dan berikut adalah cara-cara penuntasan permasalahan tersebut , yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan negara yang bersangkutan;1. Cara Unilateral (sepihak)Penyelesaian dengan cara ini dilakukan dengan memasukan ketentuan yang dapat menghindarkan pajak ganda ke dalam undang-undang pajak nasional. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode antara lain;a. Tax Exemption, merupakan penghindaraan pajak ganda yang umumnya dilakukan oleh negara domisili yang mempunyai kewenangan pemungutan pajak secara tak terbatas (world wide income). Dal hal ini dilakukan dengan melepaskan haknya untuk memungut pajak terhadap objek pajak yang sumbernya atau asalnya dari luar negeri. Dengan demikian hak untuk memungut pajak diserahkan kepada negara sumber. Metode ini dibedakan menjadi dua macam ;a.1. Pure territorial principleapabila suatu Negara menerapkan metode ini, maka negara tempat subjek pajak berdomisili tersebut sama sekali tidak mengenakan pajak terhadap penghasilan yang di dapat atau diperoleh dari luar negeri. Dengan kata lain, negara domisili melepaskan haknya untuk memungut pajak terhadap penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan menggunakan asas world wiede income. a.2. Restricted territorial principle

berbeda dengan pure territorial principle, restricted territorial principle memperhatikan penghasilan subjek pajak yang diperoleh atau berasal dari luar negeri dan digunakan untuk menentukan tarif progressif pajak terhadap penghasilan yang diperoleh subjek pajak dari dalam negeri. b. Tax Credit, merupakan metode pengurangan pajak apabila penghasilan yang diperoleh subjek pajak dari luar negeri dikenakan pajak baik di dalam negeri maupun di luar negeri (negara sumber). Pemberian tax credit ini dilakukan apabila jumlah pajak yang dikenakan oleh negara sumber tidak melebihi jumlah pajak yang dikenakan oleh negara domisili. Dengan kata lain, tax credit ini hanya diberikan maksimum sebesar pajak yang dikenakan negara domisili. Metode ini dapat berupa;b.1.. Direct tax creditMetode ini banyak diberlakukan di negara-negara Anglo Saxon. Objek pajak dikenakan pajak di negara domisili dengan menggunakan azas world wide income, dimana terhadap jumlah pajak itu dapat dikurangkan dengan jumlah pajak yang dikenakan oleh negara sumber atas penghasilan di negara sumber, asalkan penghasilan itu sudah termasuk dalam world wide income dari subjek pajak yang bersangkutan. Apabila pajak yang dibayar di negara sumber lebih kecil daripada yang dibayarkan di negara domisili, maka dapat dikurangkan sepenuhnya (full tax credit), dimana hal seperti ini akan baik apabila tekanan dan tarif pajak di kedua negara bisa seimbang. Apabila tarif di negara sumber lebih besar daripada di negara domisili, maka dalam hal ini tax credit hanya dapat diberlakukan sebagian saja (ordinary credit). b.2. Indirect tax credit

Metode ini dimaksudkan untuk memberikan tax credit kepada perusahaan induk di negara domisili terhadap pajak yang dibayarkan sub-ordinarynya di negara sumber. b.3. Fictitious tax credit atau tax sparing

Yang disebut dengan fictitious tax credit atau tax sparing merupakan perkembangan baru dalam hukum pajak internasional. Dalam hubungan antara negara berkembang dengan negara maju, sering sekali negara sedang berkembang mempunyai kepentingan untuk mengundang investor asing dengan memberikan berbagai tax incentive. Salah satunya dengan memberikan pengenaan pajak dengan tarif yang diperendah dan tidak sama dengan tarif umum di negara tersebut atau tidak mengenakan pajak sepanjang keuntungannya ditanam kembali di negara yang bersangkutan. Sementara itu di negara maju tempat investor berdomisili, pengenaan pajak dengan menerapkan tax credit terhadap penghasilan yang diperoleh sumber pajaknya berdomisili di negara itu yang bersumber di negara asing, dimana pengenaan tax credit itu berdasarkan pada tarif umum yang dikenakan kepada negara sumber. Dari kenyataan seperti itu maka subjek pajak memperoleh keuntungan ganda, yaitu di negara sumber memperoleh keringanan pajak atau bahkan tidak dikenakan pajak, sementara dari negara domisili memperoleh keuntungan karena dikenakan tax credit. c. Reduced rate for foreign income Merupakan metode penghindaran pajak ganda yang dilakukan negara domisili terhadap subjek pajak yang berdomisili di negara tersebut yang bersumber dari luar negeri. Terhadap penghasilan yang diperoleh atau bersumber dari luar negeri tersebut dikenakan pajak dengan tarif yang diperingan atau tidak sama dengan tarif umum yang berlaku di negara domisili itu. Jadi dalam hal ini negra domisili tidak melepaskan haknya untuk memungut pajak dar penghasilan subjek pajak yang berdomisili di negara tersebut yang diperoleh dari luar negeri, melainkan terhadap penghasilan yang bersumber dari luar negeri tersebut dikenakan pajak dengan tarif yang diperingan (telah diturunkan).d. Tax deduction for foreign income Berbeda dengan metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya, metode ini bukan tidak mengenakan pajak sama sekali terhadap penghasilan luar negeri (credit of income againts income), atau mengkreditkannya dengan pajak yang dibayarkan di dalam negeri(credit of tax againts tax), melainkan dengan memasukkan pajak yang dibayar di luar negeri dalam komponen biaya. Seperti diketahui bahwa untuk pengenaan pajak, pada umumnya yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak (tax base) adalah laba bersih, yaitu laba kotor yang telah dikurangi dengan biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran tertentu yang oleh undang-undang diperbolehkan untuk dikurangkan dari laba kotor.2. Cara Bilateral (Timbal Balik Dua Negara) Yaitu dengan menggunakan hukum internasional diantara dua negara yang terlibat, yang isinya menyepakati untuk menghindari pajak ganda internasional. Penghindaran pajak berganda internasional (tax treaty) seperti itu sering disebut dengan P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda). Biasanya di dalamnya menyepakati tentang hak pemungutan pajak, yang dilakukan secara timbal balik, mengingat adanya kemungkinan dalam suatu negara diterapkan lebih dari satu asas pengenaan pajak. Dengan P3B sebenarnya ada keuntungan tertentu, yakni persoalan yang berkaitan dengan pajak ganda nasional pada umumnya dapat terpecahkan hampir secara menyeluruh. Akan tetapi, bukan berarti cara ini tidak mengandung kelemahan. Kelemahan yang sering kali muncul adalah tidak mudahnya mencapai kesepakatan antara dua negara yang saling berkepentingan. Demikian pula terjadinya kemungkinan akan menguntungkan salah satu pihak.

Secara umum dikenal dua model P3B. Model pertama adalah model yang disusun oleh komite fiskal organisasi kerja ekonomi dan pembangunan (organisation for economic cooperation and development OECD), sedangkan yang kedua adalah model berdasarkan konvensi PBB (UN-Model).3. Cara Multilateral Dalam cara ini, sejumlah negara menandatangani traktat yang isinya menyepakati penghindaran pajak ganda internasional yang terjadi antara mereka terhadap subjek pajak atau objek pajak tertentu. Dalam hal ini biasanya hak untuk mengenakan pajak diberikan kepada negara sumber. Sementara negara domisili dan negara kebangsaan mengalah seperti halnya konvensi Wina tahun 1961, di dalamnya juga memuat mengenai kemungkinan dibebaskannya perwakilan negara yang ditempatkan di negara lain dari pengenaan pajak.4. Cara Kebiasaan Internasional Cara penyelesaian ini dilakukan, terutama apabila cara-cara seperti tersebut di atas tidak dapat ditempuh. Pada umumnya dianut kebiasaan bahwa negara sumber diberikan hak terlebih untuk memungut pajak, sementara negara domisili dan negara kebangsaan melepaskan haknya. Hal tersebut dapat dipahamu mengingat negara domisili dan negara kebangsaan akan memiliki banyak peluang untuk mengenakan pajak, tentunya apabila negara tersebut menggunakan asas domisili untuk negara domisili dan asas kebangsaan di negara dimana subjek pajak berkebangsaan.

Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B)Secara ekonomis pajak berganda internasional (PBI) memperberat beban usaha, investasi dan kegiatan internasional lainnya sehingga dapat menghambat mobilitas sumberdaya dimaksud. Dalam sektor perpajakan untuk menghindari beban ekonomis dari PBI tersebut dilakukan kerjasama antar negara dengan membuat perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). pada tahun 1980, P3B merupakan perjanjian bilateral (namun dalam kasus tertentu dapat multilateral) yang dilakukan oleh dua negara atau lebih dengan tujuan utama untuk menentukan solusi terhadap PBI yang disebabkan oleh implementasi hak pemajakan (berdasarkan ketentuan domestik) kedua negara atau lebih atas suatu objek atau subjek yang sama. H. Bagaimana Dengan Indonesia ?1. Dasar hukum perjanjian penghindaran pajak bergandaKedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia dengan negara lain, dapat dilihat pada Konstitusi pasal 11 (1) UUD 1945 Presiden dengan persetujuan DPR membuat perjanjian dengan negara lain. Berdasarkan pertimbangan keparaktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak lagi diperlukan persetujuan DPR tetapi cukup diberitahu saja. Kesimpulan dari pasal 11 UUD 1945 bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional. Selanjutnya, pasal 4 (1) UU No.24 Tahun 2000 tentang perjanjian internasional antara lain menyatakan bahwa pemerintah RI membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih atau subjek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjiantersebut dengan itikad baik. Khusus untuk pajak penghasilan, pasal 32 A UU PPh menyatakan bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam kerangka hukum internasional Vogel (1991) menyatakan bahwa P3B merupakan perjanjian internasional dan berkekuatan law-makin treaties karena kreasi dan konsekuensinya tunduk pada The Viena Convention on the Law of Treaties tanggal 23 Mei 1969 (Konvensi Wina). Walaupun terdapat communis opini doctorum (pendapat yang berterima umum), bahwa diatas kekuasaaan suatu negara diakui adanya kekuasaaan yang lebih tinggi, yaitu hukum antar negara (public international law ; Brotodihardjo; 1971). Namun ketentuan di berbagai negara berbeda. Ada negara yang menyatakan perlu diratifikasi agar menjadi bagian dari hukum nasional yang mengikat warga, namun ada pula negara yang menyatakan tidak perlu. Pasal 3 UU No.24 Tahun 2000 menjelaskan bahwa pemerintah mengikatkan diri pada perjanjian internasional antara lain melalui pengesahan. Selanjutnya Pasal 9 (2) menyatakan bahwa pengesahan dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Khusus untuk P3B karena materinya tidak termasuk dalam kewenangan pasal 10 UU N0.24 Tahun 2000. Pasal 11 menyatakan bahwa pengesahan dilakukan dengan keputusan presiden yang salinannya disampaikan kepada DPR (sebagai lembaga legislative). Karena lebih bersifat teknis administrative (Darussalam dan Septriadi; 2006), maka ratifikasi P3B cukup dilakukan dengan keputusan presiden. Dengan pertukaran nota diplomatik antara Indonesia dengan negara mitra runding, P3B mulai berlaku di kedua negara mitra runding tersebut. 2. Model, Sifat, Tujuan Umum dan Struktur P3Ba. Model Perjanjian Penghindaran Pajak BergandaDampak kurang kondusif dari PBI terhadap arus pertukaran barang dan jasa dan mobilitas sumber daya dan dana, sains dan teknologi, telah diketahui secara meluas sehingga upaya untuk mengeliminasi pajak berganda merupakan salah satu instrumen dari pengembangan hubungan ekonomi antarnegara. Sebetulnya dalam ketentuan domestik negara domisili yang menganut sistem pemajakan global terhadap WPDN telah terdapat ketentuan pemberian keringanan PBI seperti Pasal 24 UU PPh, namun dua negara secara bersama-sama dapat mengupayakan eliminasi PBI. Upaya eliminasi tersebut biasanya dirumuskan dalam suatu bentuk perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Walaupun dalam ketentuan domestik (misalnya Pasal 24 UU PPh) sudah tersedia keringanan PBI namun P3B paling kurang memberikan tiga kelebihan (Van Raad; 1986). Kelebihan yang dimaksud adalah (1) P3B dapat memberikan keringanan lebih baik dari ketentuan domestik (misalnya pengecualian), (2) memungkinkan harmonisasi saat pemajakan antara negara domisili dan sumber, dan (3) tujuan lainnya.Perumusan P3B didasarkan kepada salah satu model yang tersedia (1) OECD, (2) UN, atau (3) US. Dengan berbagai variasi dan modifikasi antarnegara anggota OECD (antarnegara maju) mendasarkan P3B-nya pada model EOCD, antara negara berkembang dan negara maju mendasarkan pada UN dan/atau OECD model, sedangkan P3B antara Amerika Serikat dengan negara mitra runding mendasarkan pada US Model.Model OECD dirumuskan selaras dengan kebutuhan harmonisasi hubungan perpajakan antara negara anggota OECD, sebagai organisasi dari negara-negara industri maju dengan kekuatan ekonomi yang cukup untuk melakukan investasi ke mancanegara. Situasi demikian merupakan dasar pijakan alokasi penerimaan pajak dari kegiatan lintas batas antara para anggota domisili berdasarkan keseimbangan ekonomi dan resiprositas pengorbanan penerimaan.Sebagai akibat dari kemampuan untuk saling berdagang dan berinvestasi pada setiap wilayah, pengorbanan penerimaan pada negara sumber sebagai aplikasi prinsip residensi akan dialami timbal balik (resiprositas) antarnegara anggota. Model OECD dikonsepkan dengan berlandaskan dua premis, yaitu pertama hak pemajakan utama kebanyakan diberikan kepada negara domisili wajib pajak. Negara sumber harus rela untuk melepaskan klaim pemotongan pajak sumber (withholding tax at source) mereka harus mengurangi tarif pajaknya untuk memberikan kepastian bahwa beban pajak negara sumber selalu dapat diserap oleh batasan kredit pajak negara residen (kalau keduanya) diperbolehkan menerapkan ketentuan pajak domestiknya, keringanan pajak berganda diberikan dengan meminta negara residens untuk menyediakan kredit atau bebas pajak atas penghasilan yang telah dikenakan pajak oleh negara sumber.Di pihak lain, UN Model, yang secara khusus didesain untuk P3B antara negara maju dan berkembang, dirumuskan berdasarkan premis bahwa OECD Model, yang kebanyakan meminta negara sumber untuk merelakan penerimaan pajaknya, kurang tepat untuk dipakai sebagai panduan P3B antara negara maju dan berkembang. Hal itu disebabkan oleh karakteristik hubungan ekonomi negara maju dengan negara berkembang yang diwarnai oleh ketimpangan arus penghasilan antarkedua kelompok negara tersebut (penghasilan dari negara berkembang lebih besar mengalir ke negara maju). Arus penghasilan satu arah tersebut menyebabkan pengorbanan yang kurang proposional dan kurang adil dalam pembagian penerimaan pajak dari objek pajak lintas batas dan sepertinya mengesampingkan kepentingan pemajakan negara sumber (berkembang). Kurangnya penerimaan negara berkembang tersebut menyebabkan terbatasnya dana penyediaan fasilitas umum dan jasa publik lainnya. Selain menyebabkan kurang kondusifnya iklim investasi di negara berkembang, keterbatasan dana juga menyebabkan tidak mampunya negara berkembang yang umumnya sebgai negara pengutang untuk membayar utang luar negeri dan dalam negerinya.b. Sifat P3BIstilah treaty dan convention sering dipakai secara bersamaan dan saling dipertukarkan. Sehubungan dengan kedua istilah tersebut, Pires (1989) berpendapat bahwa konvensi dapat dikaitkan dengan perjanjian secara umum, yang salah satu bentuknya adalah .treaty.. Perjanjian (.agreement.) merupakan konvensi dengan tujuan kultural dan ekonomi serta dalam bentuk sederhana. Konvensi untuk mengeliminasi pajak berganda umumnya dirumuskan dalam bentuk .treaty.. Sebagai perjanjian bilateral, sesuai dengan hukum publik internasional, P3B bersifat mengikat kedua negara (contracting states). Selanjutanya, menurut Knechtle (1979), P3B yang ditutup suatu negara (Indonesia) juga mempunyai validitas internal domestik dan menjadi self executing. Sehubungan dengan penghindaran pajak berganda, P3B mempunyai kemungkinan yang dapat bersifat restriktif atau ekspansif. Sebagai elemen dari hukum internasioanl, sesuai dengan prinsip negatif efek, P3B membatasi aplikasi dari ketentuan domestik (kewenangan mengenakan pajak). Sementara itu, perluasan hak pemajakan tidak bisa diperoleh hanya dengan menciptakan kewajiban pajak yang tidak tersurat (ada) dalam ketentuan domestik atau dengan mengeliminasi keringanan dalam ketentuan domestik (dengan ketentuan pada P3B). Sehubungan dengan kewajiban pajak, Van Raad (1986) menyatakan bahwa kewajiban tersebut hanya dapat dikenakan berdasarkan ketentuan domestik (misalnya undang-undang perpajakan) dan bukan dengan P3B. begitu juga keringanan (pembebasan) pajak pada ketentuan domestik tetap ada dan tidak terhapus oleh rumusan pada P3B. Hanya untuk tujuan aplikasi P3B dengan suatu negara tertentu ketentuan domestik tersebut dikesampingkan.c. Tujuan P3BSelain untuk mengeliminasi PBI dalam rangka memperlancar mobilitas global sumberdaya, Pires (1989) menyebutkan beberapa tujuan lain dari P3B, antara lain: 1)melindungi wajib pajak,2)mendorong atau menarik investasi (dengan berbagai keringanan pajak),3)memudahkan ekspansi perusahaan negara maju,4)membantu mengurangi dan menanggulangi penghindaran dan penyelundupan pajak, meningkatkan kerja sama aplikasi ketentuan domestik, perbaikan perutakaran informasi dan pengalaman perpajakan, peningkatan pengetahuan tentang kemampuan bayar wajib pajak, perbaikan interpretasi ketentuan pajak (misalnya sehubungan dengan praktik transfer pricing),5)harmonisasi kriteria pemajakan, 6)mencegah diskriminasi, 7)menumbuhsuburkan hubungan ekonomis dan sebagainya, dan meningkatkan pencegahan penyalahgunaan perjanjian dan kerja sama dalam penetapan dan penagihan serta aktivitas administrasi pajak lainnya.d. Struktur P3BSebagaimana telah dikemukakan bahwa perumusan P3B didasarkan kepada salah satu model yang tersedia, yaitu (1) OECD, (2) UN, atau (3) US. Dengan berbagai variasi dan modifikasi antarnegara anggota OECD (antarnegara maju) mendasarkan P3B-nya pada model EOCD, antara negara berkembang dan negara maju mendasarkan pada UN dan/atau OECD model, sedangkan P3B antara Amerika Serikat dengan negara mitra runding mendasarkan pada US ModelBerikut adalah perbandingan struktur antara model OECD dan Model UN :MODEL UNMODEL OECD

B AB I RUANG LINGKUP PERJANJIAN

Pasal 1 : orang dan badan yangTercakup dalam perjanjianPasal 1 : orang atau badan yang tercakup dalam perjanjian

Pasal 2: pajak-pajak yang tercakup dalam PersetujuanPasal 2 : pajak-pajak yang tercakup

BAB II PENGERTIAN-PENGERTIAN

Pasal 3 : definisi-definisi umumPasal 3 : pengertian umum

Pasal 4 : pendudukPasal 4 : penduduk

Pasal 5 : bentuk usaha tetapPasal 5 : but

BAB III PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pasal 6 : penghasilan dari harta tak gerakPasal 6 : penghasilan dari harta tak gerak

Pasal 7 : laba usahaPasal 7 : laba usaha

Pasal 8 : perkapalan dan pengangkutanudaraPasal 8 : pelayaran, pengangkutan danau dan sungai, dan penerbangan jalur internasional

Pasal 9 : perusahaan-perusahaan yangmempunyai hubungan istimewaPasal 9 : perusahan yang mempunyai hubungan istimewa

Pasal 10: dividenPasal 10: dividen

Pasal 11: bungaPasal 11: bunga

Pasal 12: royaltiPasal 12: royalti

Pasal 13 : keuntungan dari pemindahtanganan hartaPasal 13 : keuntungan karena pemindahtanganan harta

Pasal 14 : pekerjan bebasPasal 14 : pekerjaan bebas

Pasal 15 : pekerjaan dalam hubungan kerjaPasal 15 : hubungan pekerjaan

Pasal 16 : imbalan direkturPasal 16 : pembayaran untuk direktur

Pasal 17 : para artis dan atlitPasal 17 : para artis dan olahragawan

Pasal 18 : pensiunPasal 18 : pensiun

Pasal 19 : pejabat pemerintahPasal 19 : jabatan pemerintahan

Pasal 20 : guru dan penelitiPasal 20 : mahasiswa dan pelajar

Pasal 21 : siswa dan pemagangPasal 21 : penghasilan lain-lain

BAB IV PAJAK ATAS KEKAYAAN

Pasal 22: penghasilan lainnyaPasal 22 : kekayaan

BAB V METODA PENGHINDARAN

Pasal 23: metode penghindaran pajakbergandaPasal 23: metoda pengkreditan

BAB VI KETENTUAN KHUSUS

Pasal 24: non diskriminasiPasal 24 non diskriminasi

Pasal 25 tata cara persetujuan bersamaPasal 25 prosedur kesepakatan bersama

Pasal 26 : pertukaran informasiPasal 26 : pertukaran informasi

Pasal 27 : pejabat diplomatik dan konsulerPasal 27 : para diplomat dan pejabat konsular

Pasal 28 : berlakunya persetujuanPasal 28 : perluasan wilayah berlakunya perjanjian

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29: berakhirnya persetujuanPasal 29 : berlakunya perjanjian

Pasal 30 : penghentian perjanjian

3. Aplikasi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)Dalam mendorong efisiensi ekonomi, pemajakan merupakan salah satu pertimbangan yang tidak begitu saja dengan mudah dapat diabaikan. Dalam sistem pajak, netralitas dimasksudkan sebagai suatu pola kebijakan pemajakan (tax policy) yang tidak mencampuri atau mempengaruhi maupun mengarahkan pemilihan wajib pajak untuk melakukan kegiatan ekonomi atau investasi di dalam atau di luar negeri. Netralitas pajak menghendaki agar ketentuan perpajakan tidak memberikan perlakuan yang berbeda atas satu kegiatan atau satu keputusan ekonomi dari kegiatan atau keputusan ekonomi lainnya. P3B merupakan salah satu kebijakan dalam mewujudkan netralitas pajak tersebut. Beberapa hal yang sering dialami dalam aplikasinya meliputi:3.a. Kedudukan P3BUntuk mengalokasikan hak pemajakan atas kategori penghasilan tertentu kepada salah satu negara penandatangan, P3B mempunyai ketentuan tersendiri tentang sumber penghasilan. Dalam bahasa P3B istilah asal (originating, atau arising) lebih sering dipakai ketimbang istilah sumber (source); Dapat terjadi bahwa kriteria penentu asal penghasilan P3B tidak sama dengan kriteria penentu Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan berdasarkan peraturan domestik. Dalam hal demikian, maka prioritas pemberlakuan diberikan kepada ketentuan dalam P3B.3.b. Penentuan penduduk (residensi)Sebagaimana telah dikemukanpada bagian awal modul ini, bahwa penentuan domisili suatu badan usaha menurut Pasal 2 ayat (3) UU PPh berdasarkan kriteria (1) tempat pendirian residence dengan memberikan ketentuan (Pasal 4 ayat (3) model OECD) Tiebreaker Rule. , yaitu dengan merujuk apakah kepada (1) tempat pendirian, (2) manajemen efektif, atau (3) kesepakatan bersama (mutual agreement procedures). Dengan merujuk kepada ketentuan solusi tersebut, maka untuk tujuan penerapan P3B tidak terdapat residensi ganda.Sementara itu, untuk menentukan status penduduk wajib pajak orang pribadi apabila terjadi dual residences, ditetapkan berdasarkan:(1) Tempat tinggal tetap yang tersedia baginya(2) Hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan kepentingan pokok) (3) Tempat kebiasaan berdiam(4) Kewarganegaraan(5) Persetujuan bersama pejabat-pejabat yang berwenang.3.c. Time Test untuk Penentuan BUTKeberadaan BUT menentukan hak pemajakan bagi negara sumber. Negara sumber mempunyai hak pemajakan penuh terhadap suatu atau kegiatan yang memenuhi kriteria BUT. Pasal 2 ayat (5) UU PPh menentukan kriteria BUT meliputi keberadaan sarana fisik dan terpenuhinya batas waktu tertentu (time test) untuk suatu aktivitas atau kegiatan. Dalam hal ini, aktivitas di bidang konstruksi (membangun jalan, jembatan, bangunan dan sebagainya) kriterianya tidak menggunakan time test. Time test digunakan untuk menentukan keberadaan BUT pemberian jasa saja, yaitu pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam 12 bulan. Namun, apabila antara Indonesia dengan negara domisili WPLN sudah ada P3B, maka penentuan BUT dari aktivitas pemberian jasa tersebut berdasarkan time-test yang disepakati dalam P3B.3.d. Surat Keterangan Domisili (SKD)Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 26 sehubungan dengan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, maka untuk memberikan kemudahan bagi semua pihak, penerapan PPh 26 sesuai dengan P3B dilaksanakan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 sebagai berikut :(1) Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar;(2) Asli SKD menjadi dasar bagi pihak yang membayar untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luar negeri tersebut.(3) Dalam hal Surat Keterangan Domisili akan digunakan untuk lebih dari satu pembayar penghasilan, maka Wajib Pajak luar negeri dapat menyampaikan fotokopi yang telah dilegalisasi Kepala KPP tempat salah satu pihak pembayar penghasilan terdaftar kepada pihak yang membayar penghasilan. Kepala KPP yang melegalisasi fotokopi tersebut wajib memegang aslinya.Surat Keterangan Domisili diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner. Namun demikian, Surat Keterangan Domisili yang dibuat oleh pejabat pada kantor pajak tempat wajib pajak luar negeri yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan surat keterangan domisili yang dibuat competent authority. 3.e. Tata Cara Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedures)Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara Pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia berkedudukan, atau apabila masalah yang timbul menyangkut perlakuan diskriminatif, maka permasalahan tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang di Negara Pihak pada Persetujuan di mana ia menjadi warganegara. Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu dua tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan P3B.Apabila keberatan yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan dan apabila atas masalah itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, pejabat yang berwenang harus berusaha menyelesaikan masalah itu melalui prsetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B.Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keraguraguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan P3B. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan tersebut. Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Persetujuan, melalui konsultasi, mengembangkan tatacara, kondisi, dan tehnik yang bersifat bilateral guna pencapaian prosedur persetujuan bersama.3.f. Pertukaran InformasiAdakalanya untuk kelancaran pemajakan terhadap wajib pajak luar negeri, khususnya untuk mencegah terjadinya penggelapan dan penyelundupan pajak, diperlukan informasi dari negara pihak lainnya. Untuk kelancaran pertukaran informasi (exchange of information) diatur dalam P3B sebagai berikut:(1) Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan memberikan informasi itu hanya untuk maksud tertentu tetapi juga boleh mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam pembuatan keputusan-keputusan pengadilan.(2) Negara pihak tidak dapat mewajibkan negara pihak lainnya untuk :a. Melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundangundangan dan praktek administrasi yang berlaku di Negara itu atau di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;b. Memberikan informasi yang tidak mungkin diberikan di bawah perundang-undangan atau dalam praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada Persetujuan;c. Memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia apapun di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan umum (ordre public).Dalam P3B atau untuk melaksanakan undang-undang nasional Negara masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan P3B.Setiap informasi yang diterima oleh suatu negara Pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiaannya dengan cara yang sama seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan nasional negara tersebut. Bagaimanapun, informasi yang dianggap rahasia itu hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan, atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam P3B. BAB IIIKASUS dan PENYELESAIANSimulasi Kasus Pajak InternasionalWajib pajak A yang berkedudukan di Negara P yang mengenakan pajak penghasilan dengan tarif 25% mendapat penghasilan dari Negara Q sebesar 100.000.000 yang telah dikenakan pajak sebesar 30%, sedangkan penghasilan domestic adalah 200.000.000, berapakah pajak terutangnya ?Penghasilan domestic (Negara P)200.000.000

Penghasilan Luar Negeri (Negara Q)100.000.000

Penghasilan global300.000.000

Pajak terutang (300.000.000 x 25%)75.000.000

Eksemsi pajak100.000.000 75.000.000(25.000.000)

Pajak Penghasilan kurang bayar50.000.000

Jika, misalnya, dari operasi di Negara Q tersebut diperoleh kerugian sebesar 50, maka penghitungan pajaknya adalah sbb. :Penghasilan domestic (Negara P)200.000.000

Rugi Penghasilan Luar Negeri (Negara Q)(50.000.000)

Penghasilan global150.000.000

Pajak Penghasilan kurang bayar: 25% x 150.000,00037.500.000

Dengan demikian, apabila kegiatan diluar negeri mendapat kerugian sebagai konsekuansi dari system pemajakan global, kerugian tersebut sepertinya dapat mengurangi penghasilan kena pajak domestic. Namun secara berkesinambungan pengurangan tersebt harus dipulihkan/diganti kembali (recaptured) pada periode berikutnya apabila memperoleh laba. Kalau misalnya, dalam contoh tersebut, pada tahun berikutnya dari operasi di Negara Q didapat laba 150.000,000, di samping laba domestic 250.000.000, maka penghitungan pajak terutangnya, sbb :Penghasilan domestic (Negara P)250.000.000

Penghasilan Luar Negeri (Negara Q)(150.000.000)

Penghasilan global400.000.000

Pajak terutang (400.000.000 x 25%)100.000.000

Eksemsi pajakPenghasilan luar negeri 150.000.000Perhitungan rugi laba tahun lalu (50.000.000)

Basis penghitungan eksemsi100.000.000

Eksemsi pajak 100.000.000 x 25%(25.000.000)

Pajak Penghasilan kurang bayar75.000.000

BAB IVKESIMPULANOtoritas pajak menyiapkan pertahanan yang baru untuk kesenjangan yang terjadi, korporasimenyesuaikan dengan strategi dan mencoba untuk membuka celah baru atau memanfaatkanyang sudah ada. Untuk perusahaan-perusahaan multinasional (MNE), setiap otoritasperpajakan di seluruh dunia memiliki sekumpulan perbedaan yang harus disesuaikan.Tantangannya adalah signifikan, dan kantor akuntan pajak harus bekerja sama dengan pakarhukum dari pajak di setiap negara di mana perusahaan beroperasi, serta dengan penasehatteknis dalam kontrol pertukaran dan kemungkinan arus kas. Bagian ini menganggap filosofidari pajak dan sistem perpajakan, khususnya yang berkaitan dengan filosofi asing dansumber pendapatan pajak yang berkaitan dengan penerimaan dan penghasilan dari operasiWalaupun sistem pajak di seluruh dunia berbeda, Hal ini umumnya diterima bahwa setiap negara mempunyai hak untuk pajak pendapatan yang diperoleh di dalam batas itu. Pendapat berbeda mengenai anggapan pajak penghasilan, berapa biaya yang ditentukan, dan apa jenis pajak harus digunakan (seperti langsung atau tidak langsung). Selain itu, terdapat perbedaankepatuhan hukum pajak berdasarkan perbedaan budaya dan sikap terhadap penegakan hukum.

Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (both Contracting States). Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.BAB VKRITIK dan SARANDalam pemabahasan kami mungkin masih banyak kekurangan dan kekhilafan kami oleh karena itu pemakalah mohon kepada dosen pembimbing dan juga rekan rekan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi acuan bagi kami berbuat yang lebih baik di tugas yang akan datang.BAB VIDAFTAR PUSTAKA1. KUP UU NO.36 Tahun 2008, SITIRESMI,PERPAJAKAN TEORI dan PRAKTEK, SALEMBA 4, 20132. MARDIASMO, PERPAJAKAN, 20103. Brotodihardjo Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama4. Ilyas B. Wirawan, dkk, 2007, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat.1