program pemberdayaan nelayan pasca pelarangan alat tangkap...
TRANSCRIPT
1
PROGRAM PEMBERDAYAAN NELAYAN PASCA PELARANGAN
ALAT TANGKAP PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK DI KAMPUNG
BUGIS KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2017
Ramfati, Yudhanto Satyagraha Adiputra, M.A, Handrisal, S.Sos, M.Si
Program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Kampung Bugis merupakan wilayah terbesar ke 3 setelah Dompak dan
Senggarang yang penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan.
Fenomena yang terjadi adalah sejak adanya aturan alat tangkap ikan banyak
nelayan di Kampung Bugis tidak bisa melaut karena tidak memiliki alat tangkap
yang sesuai dengan peraturan, masyarakat nelayan mengharapkan bantuan dari
pemerintah daerah. Kampung Bugis memiliki 266 orang yang bermata
pencaharian sebagai nelayan, setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat
Penangkapan Ikan Pukat Hela
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana Program
Pemberdayaan Nelayan sudah berjalan. Kemudian untuk mengetahui apa saja
program pemberdayaan yang dilakukan di Kampung Bugis. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpuan bahwa
program pemberdayaan nelayan pasca pelarangan alat tangkap pukat hela dan
pukat tarik di Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017 sudah berjalan
dengan baik, walaupun ada beberapa hal yang masih menjadi hambatan
pemerintah sudah pernah diberikan bantuan namun selama tahun 2017 belum
adanya bantuan sarana prasarana dari pemerintah alasannya karena tidak adanya
anggaran. Kenyataannya tahun 2014 masih ada yang menggunakan pukat. Tahun
2015 mati total karena larangan pukat tadi, 2016 masih menurun. Di tahun 2017
agak meningkat dikarenakan penggunaan purseseine tadi. Purseseine sudah ada
sejak akhir tahun 2016, akan tetapi nelayan masih belum bisa mengoperasikannya.
Kata Kunci : Pemberdayaan, Alat tangkap, Nelayan
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan hasil tangkapan nelayan
adalah memberikan bantuan-bantuan salah satunya adalah bantuan alat tangkap
yang sesuai dengan aturan. Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 02 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat
hela dan pukat tarik yang melarang penggunaan alat tangkap tersebut di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan gerakan kesadaran
Pemerintah kepada masyarakat luas untuk lebih serius memanfaatkan, menjaga,
dan mengelola sumber daya alam laut yang memiliki potensi besar yang
terkandung didalamnya.
Aturan tersebut diatur dalam Permen KP No.2/PERMEN-KP/2015 tentang
Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, meskipun
pemerintah daerah ingin memberikan izin kepada nelayan di atas 30GT, kapal
tersebut hanya bisa beroperasi di bawah 12 mil, wilayah yang menjadi otoritas
provinsi.
Sejak PERMEN No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah
pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan diterbitkan, peraturan tersebut menuai pro-kontra di kalangan
masyarakat nelayan, khususnya nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat
untuk penangkapan ikan. Peraturan tersebut dianggap menurunkan penghasilan
3
nelayan, dimana alat tangkap tersebut menjadi andalan bagi nelayan dan
kesejahteraan nelayan yang notabene bergantung kepada hasil tangkapan ikan
sehari-hari menjadi menurun (Ermawati dan Zuliyati : 2015).
Kampung Bugis merupakan wilayah terbesar ke 3 setelah Dompak dan
Senggarang yang penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan.
Fenomena yang terjadi adalah sejak adanya aturan alat tangkap ikan banyak
nelayan di Kampung Bugis tidak bisa melaut karena tidak memiliki alat tangkap
yang sesuai dengan peraturan, masyarakat nelayan mengharapkan bantuan dari
pemerintah daerah. Kampung Bugis memiliki 266 orang yang bermata
pencaharian sebagai nelayan. Berikut jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap
Setelah dikeluarkan peraturan tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik maka pemerintah mengeluarkan
peraturan tentang pemberdayaan masyarakat nelayan yang tertuang pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang
Pemberdayaan Nelayan Kecil Dan Pembudidaya-Ikan Kecil, dimana dijelaskan
bahwa Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil
untuk melaksanakan kegiatannya yang lebih baik.
Fenomena yang terjadi di Kelurahan Kampung Bugis adalah masih banyak
nelayan yang belum beralih ke alat tangkap yang aman, bahkan sebagian dari
mereka memilih untuk tidak bekerja atau melaut lagi karena tidak memiliki alat
tangkap baru. Bantuan dari pemerintah sebagai program pemberdayaan belum
berjalan. Selama ini yang dilakukan pemerintah adalah sosialisasi aturan baru,
4
pemberdayaan ibu atau isteri nelayan seperti membuat kerupuk, pelatihan SDM,
dan memberikan bantuan seperti bubu ketam namun tidak semua nelayan di
Kampung Bugis mendapatkannya.
Untuk mengetahui tentang upaya pemerintah daerah dalam pemberdayaan
masyarakat, maka penulis bermaksud meneliti lebih lanjut dalam bentuk penulisan
Skripsi dengan memilih judul penelitian: “Program Pemberdayaan Nelayan Pasca
Pelarangan Alat Tangkap Pukat Hela Dan Pukat Tarik Di Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang Tahun 2017”
BAHAN DAN METODE
A. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deksirptif
kualitatif
b. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang
c. Jenis Data
a. Data Primer
b. Data Sekunder
B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Observasi
b. Wawancara
5
HASIL
Program Pemberdayaan Nelayan Pasca Pelarangan Alat Tangkap Pukat
Hela Dan Pukat Tarik Di Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017
Penelitian ini menulusuri jawaban informan mengenai Program Pemberdayaan
Nelayan Pasca Pelarangan Alat Tangkap Pukat Hela Dan Pukat Tarik Di
Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh
penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi
keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan
ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa
tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk
mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar
daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah
mengalami over fishing atau over exploited.
Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang cukup
banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di Kota
Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah
Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan
Riau, Indonesia. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
(Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif seperti Nelayan
tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga berdampak pada
hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi koflik sosial akibat
6
terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di masyarakat nelayan. Adanya
potensi perubahan sosial di masyarakat; dan Terganggunya pasokan ikan untuk
konsumsi dalam negeri (jangka pendek).
Salah satu wilayah di Kota Tanjungpinang yang sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian sebagai nelayan adalah kampung bugis. Sejak PERMEN No.
2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela
(trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara
Republik Indonesia oleh Menteri Kelautan dan Perikanan diterbitkan, peraturan
tersebut menuai pro-kontra di kalangan masyarakat nelayan, khususnya nelayan
yang menggunakan alat tangkap pukat untuk penangkapan ikan. Peraturan
tersebut dianggap menurunkan penghasilan nelayan, dimana alat tangkap tersebut
menjadi andalan bagi nelayan dan kesejahteraan nelayan yang notabene
bergantung kepada hasil tangkapan ikan sehari-hari menjadi menurun
PEMBAHASAN
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana
Program Pemberdayaan Nelayan Pasca Pelarangan Alat Tangkap Pukat Hela Dan
Pukat Tarik Di Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017
1. Reorientasi
Berdasarkan hasil wawancara maka dapat dianalisa bahwa sosialisasi dalam
pengenalan dan pemahaman kebijakan ini sudah ada. Bentuk pengetahuan yang
pemerintah berikan biasanya ceramah, maupun sosialisasi secara tidak langsung.
Keberhasilan suatu implementasi kebijakan, membutuhkan adanya pemahaman
standart dan tujuan kebijakan dari masing-masing individu yang bertanggung
7
jawab melaksanakannya. Oleh karena itu standard dan tujuan kebijakan harus
dikomunikasikan dengan jelas agar tidak menimbulkan distorsi implementasi. Jika
standart dan tujuan tidak diketahui dengan jelas oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam implementasi kebijakan, dapat menimbulkan salah pengertian yang dapat
menghambat implementasi kebijakan.
2. Gerakan sosial
Berdasarkan pernyataan informan diatas dapat diketahui bahwa pihak pemerintah
dalam hal ini DPPP hanya memberikan bantuan berupa dana kepada masyarakat
untuk selanjutnya dipergunakan sebagai modal dalam mengembangkan usaha
dalam bidang perikanan dan kelautan dan pihak pemerintah juga sudah
mengarahkan masyarakat untuk membuat usaha dengan meminjam modal kepada
Lembaga Keuangan Mitra yang nantinya dapat membantu masyarakat untuk
mengembangkan usaha di bidang perikanan dan kelautan. Jawaban senada juga
dilontarkan oleh informan pegawai pelaksana dan pendamping yang senada
mengatakan bahwa pihak Dinas hanya memberikan bantuan saja kalau untuk
modal usaha yang lebih sudah diarahkan kepada pihak lembaga keungan agar
masyarakat dapat meminjam modal usahanyaWawancara
3. Institusi Lokal
Berdasarkan hasil wawancara maka diketahui bahwa institusi lokal dibentuk
melalui KUBE atau kelompok usaha bersama, kemudian koperasi. Menyadari
bahwa institusi lokal yang telah berurat dan berakar di dalam masyarakar
merupakan struktur mediasi yang dipandang efektif dan efisien dalam mentransfer
pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat, maka dalam upaya
8
pemberdayaan istitusi lokal diwilayahnya selanjutnya ditetapkanlah anggota
institusi lokal sebagai kelompok sasaran dalam implementasi kebijakan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan
dalam upaya pemberdayaan institusi lokal diwilayahnya
4. Pengembangan Kapasitas
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa
pengembangan kapasitas dilakukan dengan memberikan bantuan, kemudian
melakukan peningkatan SDM nelayan dan pembuatan alat bantu penangkapan
ikan, namun memang pendampingan saat ini sudah tidak ada lagi. Pengembangan
kapasitas masyarakat pada hakikatnya merupakan usaha meningkatkan
kemampuan masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat sebagai pihak yang
paling berkepentingan belum memahami secara betul makna dari pengembangan
kapasitas itu sendiri dan tidak memberikan tanggapan secara positif terhadap
upaya-upaya pengembangan kapasitas yang dilaksanakan maka bisa dipastikan
upaya tersebut tidak akan berdaya guna dan berhasil sesuai tujuan yang ingin
dicapai.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpuan bahwa program
pemberdayaan nelayan pasca pelarangan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik di
Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Tahun 2017 sudah berjalan dengan baik, hal
ini dapat dilihat dari :
9
Berdasarkan hasil wawancara maka dapat dianalisa bahwa sosialisasi
dalam pengenalan dan pemahaman kebijakan ini sudah ada namun belum optimal.
Selama ini hanya dilakukan himbauan saja bahwa alat tangkap pukat di larang,
kemudian pemberitahuan tidak langsung juga diberikan sejak adnya aturan alat
tangkap tadi otomatis izin mereka tidak berjalan, tidak bisa perpanjangan isin.
Dari situ mereka sudah tahu kalau pukat itu dilarang. Kemudian nelayan di
Kampung Bugis juga membentuk kelompok usaha bersama, kemudian ada juga
koperasi, hal ini untuk membantu nelayan, apalagi setelah adanya pelarangan alat
tangkap, nelayan butuh banyak biaya untuk beli alat tangkap baru itulah perlu
adanya koperasi kemudian kelompok usaha bersama juga perlu untuk saling
bertukar pikiran dan bertukar informasi. Pemerintah dianggap kurang tanggap
dalam hal ini Kalau nelayan secara mandiri membuat koperasi ini, tanpa bantuan
dana dari pihak manapun
Kemudian setelah pelarangan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik di
Kampung Bugis pemerintah sudah pernah diberikan bantuan namun selama tahun
2017 belum adanya bantuan sarana prasarana dari pemerintah alasannya karena
tidak adanya anggaran. Kenyataannya tahun 2014 masih ada yang menggunakan
pukat. Tahun 2015 mati total karena larangan pukat tadi, 2016 masih menurun. Di
tahun 2017 agak meningkat dikarenakan penggunaan purseseine tadi. Purseseine
sudah ada sejak akhir tahun 2016, akan tetapi nelayan masih belum bisa
mengoperasikannya. Pengembangan kapasitas dilakukan dengan memberikan
bantuan, kemudian melakukan peningkatan SDM nelayan dan pembuatan alat
10
bantu penangkapan ikan, namun memang pendampingan saat ini sudah tidak ada
lagi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya pendanaan dari pemerintah daerah untuk program
pemberdayaan nelayan setelah keluarnya pelarangan alat tangkap seperti
memberikan bantuan modal, sarana prasarana, maupun pelatihan.
2. Perlu adanya pendampingan bagi nelayan untuk bantuan yang diberikan
agar bantuan yang diberikan tepat sasaran
3. Pemerintah harus lebih melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan pelarangan alat tangkap ini agar meminimalisir dampak negatif
dari kebijakan ini yang membuat masyarakat nelayan semakin sulit
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
BPS/Badan Pusat Statistik dan Depsos/Departemen Sosial. 2002. Penduduk Fakir
Miskin Indonesia. Jakarta: BPS.
Hikmat, Harry. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Humaniora
utama pers
Labolo, Muhadam. 2005. Memahami Ilmu Pemerintahan, Rajawali Press, Jakarta
Kencana, Inu Syafiie. 2011. Manajemen Pemerintahan. Pustaka Reka Cipta.
Bandung.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja
Rosdakarya.
11
Ndraha, Taliziduhu. 2004. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jilid 1-2.
Rineka Cipta. Jakarta.
Nugroho Riant, 2008. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik, Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
Pambudi, dkk, 2003, Politik Pemberdayaan; Jalan Mewujudkan. Otonomi Desa,
Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta
Rasyid.M, 2000. Otonomi Daerah Negara Kesatuan, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Sedarmayanti. 2004, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju
Setiawati dkk. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Slamet. 2003. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:
Sebelas Maret University Press
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Perencanaan pembangunan daerah otonom dan
pemberdayaan masyarakat. Jakarta : Citra Utama
Syafiie, Inu Kencana. 2011. Manajemen Pemerintahan. Pustaka Rineka Cipta.
Bandung
Syarief, Efrizal. 2008. Pembangunan kelautan dalam konteks pemberdayaan
masyarakat pesisir. Makasar : Bappenas
Usman, Husaini dkk. 2006. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara,
Winardi. 2004. Manajemen Prilaku Organisasi. Prenada Media Group. Jakarta
Wrihantolo, Randy R & Dwijiwidjoto, Riant Nugroho. 2007. Manajemen
pemberdayaan. Jakarta : Gramedia
12
B. Jurnal :
Adzah Rawaeni. 2017. Implementasi Larangan Penggunaan Alat Tangkap
Cantrang Pada Jalur Penangkapan Ikan. Departemen Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar. SKRIPSI
Djoko Edy Imhar. 2009. Pemberdayaan Institusi Lokal Dan Implikasinya Bagi
Masyarakat (Studi Implementasi Kebijakan Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Di Desa Kundur,
Kundur, Kabupaten Karimun). Wacana Vol. 10 No.1 Januari 2009 ISSN.
1411-0199
Hendra. 2016. Dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 Tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Dan Pukat Tarik Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Kota Tanjungpinang (Studi
Pada Kelurahan Senggarang). Jurnal Ilmu Pemerintahan. Umrah.ac.id
Hotler Panjaitan. 2015. Penangkapan Ikan Dengan Alat Tangkap (Gill Net
Milenium) Ramah Lingkungan Mendukung Permen Kp Nomor 02 Tahun
2015 di kabupaten belitung timur prov. Kepulauan bangka belitung. Jakarta :
Badan Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Muntalim dan Mohammad Syafuani Choiruddin. 2016. Pengaruh Kebijakan
Penggunaan Alat Tangkap Pukat Tarik (Seine Nets) Terhadap Pendapatan
Nelayan Di Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmia Fakultas Perikanan
Mulheri. 2017. Implementasi Program Pengembangan Perikanan Tangkap Di
Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang Tahun 2016. Jurnal Ilmu
Pemerintahan. Umrah.ac.id
Riesti Triyanti dan Maulana Firdaus, 2016. Tingkat Kesejahteraan Nelayan Skala
Kecil Dengan Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan Di Kabupaten
Indramayu. Jurnal Sosial Ekonomi perikanan. Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 29-43
C. Perundang-Undangan :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 Tentang
Pemberdayaan Nelayan Kecil Dan Pembudidaya-Ikan Kecil
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015 Tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela
Website :
Ermawati N, Zuliyati. 2015. Dampak Sosial dan Ekonomi atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus
13
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Journal of Management of Aquatic
Resources Vol. 2, No. 3 : 197-202 [prosiding]. Diunduh di
http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/sendi_u/article/viewFile/3287/89
4
www.worldfriend.web.id/indonesia/provinsi-kepulauan-riau
Tanjungpinang Dalam Angka. 2016. Diakses dari
https://tanjungpinangkota.bps.go.id