sistem pendidikan islam tradisional

Download Sistem Pendidikan Islam Tradisional

If you can't read please download the document

Upload: bimo-malingi

Post on 22-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

SISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT (Studi Kasus di Majelis Taklim SKRIPSI Oleh: Moh Hamid 05110180 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) April 2009ISLAM TRADISIONAL Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep)ISLAM MALANGSISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT ISLAM TRADISIONAL (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh: Moh Hamid 05110180 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April 2009HALAMAN PERSETUJUAN SISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT ISLAM TRADISIONAL (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep) SKRIPSI Oleh: Moh Hamid NIM: 05110180 Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing Abd Ghofur, M. Ag NIP. 150 368 773 Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Drs. Moh. Padil, M. PdI. NIP. 150 267 235LEMBAR PENGESAHAN SISTEM PEMBELAJARAN MASYARAKAT ISLAM TRADISIONAL (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep) SKRIPSI dipersiapkan dan disusun oleh Moh Hamid (05110180) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 14 April 2009 dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal 14 April 2009 Panitia Ujian Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Abd Ghofur, M.Ag. NIP. 150 368 773 Imron Rossidy, M.Th.,M.Ed. NIP. 150 303 048 Penguji Utama, Pembimbing, Drs. H. Abdul Ghofir NIP. 150 035 188 Abd Ghofur, M.Ag. NIP. 150 368 773 Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031MOTTO ...... . ......... .......... ........ ........... ....... .......... ......... .... ........ ... ....... ........... ..... Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujaadilah: 11)PERSEMBAHAN Karya sederhana ini ku persembahkan untuk Ayah & Ibu ku tercinta, H. Abd Qadir JL & Sulthona, Bude ku Sumiati, sertaAdik-Adik ku tercinta Rifhatun Hasanah & Sulfatun Na imah serta keluarga ku semuanya Mas dan Mba Ku Mas Hasan Badri & mba Lusi, mba Ustadzah, mba Zahroh, mba Ratuba yang tiada hentinya menyemangati ku ... Kiai ku beserta keluarga KH. Syafiuddin Noer Kholis & Nyiai Rohmaniyah, yang selalu mengarahkan dan membimbing ku, Neng Laila & Ra Anas yang lucu .. Serta Guru, Dosen, dan semua yang menemani penulis semasa di MI & MTs Al-Ishlah, MA Nurul Islam Karangcampaka, dan UIN Malang dan semasa hidup penulis Kawan-kawan di HMI UIN Malang (Abd Hayyi, Bisyri, Dodit, Masrur, Ulil, Udin, Samsul, Irul, Yuli, Agus, Rohil, Anis, Ida Cakep, Rahayu, Nora, Ika, Fatma, Zee & Ri2z......YAKUSA! Teman PKL ku, Gus Samsul, Din Haq Ali M, Adi, Marya, A2m, Fitri, Dila, Nisa , I2n S, Sofi, Inunk, Ica , merry, Wulan, Ellys Cholin. dan teman yang tidak bisa disebutkan 1 per 1, yang selalu bersama, bergurau, bercanda, saling membantu dan memberikan masukan dengan penuh ketulusan memberikan yang terbaik bagi penulis .. Anda dinilai gagal jika Anda berhenti mencoba. Janganlah pernah menyerah Semoga kita Menjadi orang yang selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin........ Yakin Usaha SampaiAbd Ghofur, M.Ag Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang NOTA DINAS PEMBIMBING Hal : Skripsi Moh Hamid Tanggal 02 April 2009 Lampiran : 4 (empat) eksemplar Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang di Malang Assalamu alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini: Nama : Moh Hamid NIM : 05110180 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep ) maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diaj ukan untuk diuji. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Pembimbing, Abd Ghofur, M.Ag NIP. 105 368 773SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertul is diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Malang, 02 April 2009 PenulisKATA PENGANTAR Kepada Allah SWT penulis selalu bersyukur dan memohon hidayah serta inayah-Nya. Dan kepada Rasul-Nya penulis menjadika cerminan dalam semua perilaku penulis dalam merombak struktur-struktur kejahiliyaan yang kokoh menuju terciptanya Insan Ulul Al-Baab. Penulis menyadari bahwa dirinya sebagai insan yang berpredikat insan mahallul khoto wannisyani, lagi pula sudah merupakan fitrah kejadiannya sebagai insan yang tercipta dalam kondisi dhaif, sudah barang tentu dalam perilaku dan semua tindakannya tak lepas dari sifat itu, sehingga tak terkecuali dalam penulisan skripsi yang berjudul Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep) ini terdapat banyak kekeliruan dan kekurangan, penulis mohon perbaikan dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan skirpsi ini. Dan juga penulis selalu ingat untuk mengucapkan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi dan sumbangsihnya kepada penulis, terutama sekali kepada; 1. Bapak dan Ibu tercinta beserta keluarga yang menjadi kebanggaan penulis yang selalu memberi dukungan dan dorongan dari beliau, baik itu material maupun spiritual di waktu penulis merasa kehilangan kepercayaan diri. 2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang 4. Bapak M. Padil, M.Ag, selaku Ketua Jurusan PAI Universitas Islam Negeri (UIN) Malang 5. Bapak Abd Ghofur, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Semua kawan-kawanku di HMI yang telah memberikan motivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas do a, motivasi, bantuan serta perhatiannya yang tulus ikhlas. Semoga Allah senantiasa meridhoi dan memberikan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Amin. Harapan penulis semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca semua khususnya bagi penulis sehingga dapat bersama-sama ada di Syiratal Mustaqim. Malang, 02 April 2009 PenulisLAMPIRAN Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran01 02 03 04 05 06 07: : : : : : :Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Tarbiyah Surat ijin dari majelis taklim Al-Ishlah Bukti Konsultasi Pedoman Wawancara Struktur Organisasi Majelis Taklim Al-Ishlah Daftar anggota majelis taklim Al-Ishlah Foto-foto dokumentasi penelitianDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................. .........................i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. ...............ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ ..............iii HALAMAN MOTTO .................................................................. .....................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ .............v HALAMAN NOTA DINAS ............................................................. ................ .vi HALAMAN PERNYATAAN ............................................................. .............vii KATA PENGANTAR.................................................................. .................. viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ .....................x DAFTAR ISI ..................................................................... ................................xi ABSTRAK ........................................................................ ..............................xiv BAB I: PENDAHULUAN.............................................................. ....................1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................... ..........1 B. Rumusan Masalah ............................................................. .............9 C. Tujuan Penelitian ........................................................... ................9 D. Manfaat Penelitian .......................................................... .............10 E. Definisi Operasional dan Batasan Masalah.................................11 F. Sistematika Pembahasan....................................................... .......12BAB II : KAJIAN PUSATAKA ....................................................... ...............15 A. Konsep Pembelajaran.......................................................... .........15 1. Definisi Pembelajaran........................................................ ........15 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran ................................................ .....19 3. Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional ...................27 B. Konsep Masyarakat Islam Tradisional........................................40 1. Pengertian Masyarakat Islam ................................................. ...40 2. Ciri-ciri Kehidupan Masyarakat tradisional...............................43 3. Keadaan Ekonomi Masyarakat Tradisional ...............................48 4. Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat Tradisional..................49 BAB III : METODE PENELITIAN..................................................... ...........52 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.............................................. ....52 B. Kehadiran Peneliti........................................................... .............53 C. Lokasi Penelitian ........................................................... ...............53 D. Teknik Sampling.............................................................. .............53 E. Sumber Data ................................................................. ................54 F. Prosedur Pengumpulan Data ................................................... ....55 G. Analisis Data ............................................................... ..................59 H. Pengecekan Pembahasan........................................................ ......60 I. Tahap-tahap Penelitian ...................................................... ..........61BAB IV : HASIL PENELITIAN ...................................................... ...............63 A. Latar Belakang Obyek ........................................................ ........63 1. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Al-Ishlah ............................63 2. Struktur Organisasi Majelis Taklim Al-Ishlah ..........................64 3. Keadaan Anggota yang Mengikuti Majelis Taklim Al-Ishlah ....65 4. Sumber Keuangan Majelis Taklim Al-Ishlah.............................66 5. Sarana dan Prasarana Majelis Taklim Al-Ishlah ........................67 6. Program Kerja Majelis Taklim AL-Ishlah .................................68 7. Tempat dan Waktu Belajar dan Pengajaran Pada Majelis Taklim Al-Ishlah....................................................................... ............70 B. Paparan Hasil Penelitian..................................................... .........70 1. Konsep Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional di Majelis Taklim Al-Ishlah................................................................ .......70 2. Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional di Majelis Taklim Al-Ishlah................................................................ .....72 BAB V : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ..........................................80 A. Konsep Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional di Majelis Taklim Al-Ishlah........................................................ ........ 80 B. Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional di Majelis Taklim Al-Ishlah................................................................ ..........82 1. Tujuan Pembelajaran ......................................................... .......82 2. Materi Pembelajaran ......................................................... ........833. Metode Pembelaran ........................................................... .......84 4. Media Pembelajaran........................................................... .......88 5. Evaluasi Hasil Pembelajaran ................................................. ....89 BAB VI : PENUTUP................................................................ ........................90 A. Kesimpulan .................................................................. .................90 B. Saran-saran.................................................................. .................91 DAFTAR RUJUKAN ................................................................. ...................xvi LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................... ............. xviiABSTRAK Hamid Moh, 2009: Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lanteng Sumenep). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dosen Pembimbing Abd Ghofur, M. Ag. Rendahnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan khususnya limu pengetahuan agama akan sangat mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian masyarakat tersebut. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap ilmu agama dapat dilakukan dengan banyak cara, Salah satu kegiatan pendidikan dan kelompok belajar yang berbasis masyarakat saat ini sedang tumbuh dan semakin berkembang yakni lembaga pengajian atau pendidikan Islam yang disebut dengan majelis taklim. Majelis taklim sebagai institusi pendidikan Islam yang berbasis masyarakat, peran strategisnya terutama terletak dalam mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa di batasi oleh usi a, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat. Berdasarkan latar belakang ini penulis mengangkat kasus ini melalui skripsi yang berjudul: Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep). Adapun masalah-masalah yang akan dikaji adalah, (1) Bagaimana konsep pembelajaran masyarakat Islam tradisional di majelis taklim Al-Ishlah di Desa Moncek Timur?, (2) Bagaimana sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional di Majelis taklim Al-Ishlah di Desa Moncek Timur? Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif; ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. teknik sampli ng dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling serta dalam perjalanan pengumpulan datanya, peneliti menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Sedangkan analisisnya, peneliti menggunakan analisis induktif yang berarti behwa kategori, tema dan pola berasal dari data atau dengan menggunakan teknik analisis descriptive analysis, yaitu dengan cara memadukan data yang otentik dengan berfikir induksi untuk kemudian menghasilkan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data, peneliti memakai triangulasi. Dari hasil temuan di lapangan dapat diperoleh hasil bahwa, (1) konsep pembelajaran di majelis taklim Al-Ishlah adalah upaya pendidik untuk memfasilitasi dalam memberikan materi bagi masyarakat desa dalam belajar, yang dalam kegiatan sehari-harinya sibuk dengan bertani. Dalam proses pembelajaran disini materi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, seperti tentang materi keislaman dan lain-lain, dikarenakan masyarakat tersebut banyak yang belum sempat mengenyam pendidikan Islam secara formal. Adapun tujuan pembelajaran ini yaitu untuk meningkatkan keimanan, pemehaman, penghayatandan pengamalan masyarakat tentang keagamaan, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) Sistem pembelajaran di majelis taklim Al-Ishlah ini, terdapat komponen yang terlibat dalam pembelajaran harus memerankan peranannya sebaik mungkin. Adapun sistem pembelajaran yang dilaksanakan di majelis taklim Al-Ishlah meliputi: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran. Dengan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah; (1) Metode yang telah diterapkan perlu ada perubahan atau variasi dalam setiap pertemuan agar masyarakat (anggota) tidak merasakan kejenuhan dalam proses pembelajaran tersebut. (2) Memberi kebebasan bagi masyarakat dari luar desa Moncek Timur untuk mengikuti majelis taklim Al-Ishlah tersebut. (3) Mencari terobosan baru yang dapat menggali dana dan menghasilkan dana untuk menunjang keberhasilan program-program yang ada di majelis taklim Al-Ishlah tersebut. Kata Kunci: Sistem Pembelajaran, Masyarakat Islam Tradisional, dan Majelis TaklimBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia di dalam hidupnya untuk selalu menambah pengetahuan tidak diragukan lagi, karena ilmu pengatahuan itu selalu berkembang dan tumbuh untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kalau kita kembali sejenak kapada sejarah umat manusia sejak Nabi Adam a.s. dahulu, akan tampak betapa besar sudah kemajuan yang dicapai manusia. Manusia yang pada mulanya hidup di alam lepas seperti makhluk Tuhan yang lainnya, akan berfikir mencari tempat berlindung dikala hujan dan berteduh di kala terkena panas matahari yang sedang terik. Karena kebutuhan itu berulangulang terjadi, maka dengan proses itulah manusia mulai berfikir membuat tempat berteduh yang permanen, yang kemudian berkembang menjadi rumah. Dari rumah yang sederhana berkembang terus sampai sekarang menjadi gedung-gedung pencakar langit seperti kita saksikan. Demikian pulalah perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang dan lapangan hidup manusia.1 Mencari ilmu atau bisa juga dikatakan belajar merupakan amanah dari Allah yang harus dilakukan oleh manusia hal ini dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al- Alaq: 1 1 Zakiah Daradjat, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 9. 1... ...... ....... ....... ....... ........ Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (QS. Al- Alaq: 1)2 Maksud dari pada ayat di atas adalah membaca dan menulis adalah merupakan kunci ilmu pengetahuan, semakin banyak membaca semakin banyak ilmu yang di dapat, semakin tinggi ilmu yang di dapat semakin mulia kedudukan nya di hadapan Allah. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini mempunyai peran dan tugas untuk memakmurkan dan membangun bumi ini sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh-Nya. Ini merupakan amanah yang berat, oleh sebab itu agar manusia mampu menjalankan amanah tersebut dengan baik dan benar, maka manusia harus dibekali dengan yang namanya pendidikan dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan segala potensi-potensi yang diberikan oleh Allah yang ada dalam diri manusia itu sendiri, sehingga bila potensi tersebut berkembang dengan baik akan mempermudah dirinya dalam kehidupannya Proses pendidikan bisa dikatakan juga belajar, maksudnya dengan belajar merupakan usaha dalam meningkatkan kualitas dirinya3 karena pada dasarnya setiap individu yang terlahir di dunia ini tidak memiliki suatu apapun dan tidak mempunyai ilmu pengetahuan sama sekali, akan tetapi dengan pengembangan segala potensi-potensi yang ada pada dirinya dan ditambah 2 Al-Qur an dan Terjemahannya, (Jakarta: DEPAG RI, 1994), hlm. 1079. 3 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, cet 1, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 1 .dengan pemberian Allah berupa pendenganran, penglihatan serta hati menjadikan manusia dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan baik dalam kehidupan Bangsa dan Negara. Karna maju mundurnya pendidikan sangat menentukan maju mundurnya suatu bangsa dan Negara. Bila diamati secara teliti kemajuan zaman dewasa ini sudah terlalu kompleks adanya, terutama kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pembaharuan pendidikan dan pengajaran. Di era reformasi, masyarakat dituntut untuk mengembangkan diri manjadi masyarakat yang berkualitas. Dalam artian masyarakat yang demokratis, berkeadilan, berdaya saing, mandiri beriman, bertakwa, berakhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi secara disiplin. Perwujudan masyarakat yang berkualitas diperlukan pendidikan yang berkualitas, intinya perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan professional pada bidangnya masing-masing.4 Dalam hal ini masyarakat secara cepat atau lambat, pasti akan mengalami pertumbuhan dan perubahan yang tidak dapat dielakkan. Apalagi dengan era globalisasi yang melahirkan suatu masyarakat yang terbuka, dimana seakan-akan tidak ada sekat antara bangsa satu dengan bangsa yang lainnya, 4 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implemen tasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 3.baik dari segi politik, sosial, budaya dan sebagainya. Terjadinya perubahan dan penggeseran tersebut apabila dikaitkan dengan pendidikan, maka akan berdampak sekali, karena masyarakat modern akan cenderung bersikap kritis dan selektif serta berorientasi untuk masa depan. Oleh karena itu masyarakat harus mencetak manusia yang berkualitas yaitu manusia yang berdaya. Memberdayakan manusia adalah membuat manusia yang berkualitas. Disini dapat dilihat betapa pentingnya proses pendidikan dalam memperdayakan manusia dalam menghadapi masa depannya.5 Maka pendidikan merupakan sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh manusia yang ada dimuka bumi ini. Karena semakin maju manusia dengan bertambahnya ilmu pengetahuan, semakin terasalah kebutuhannya akan tambahan pengetahuan untuk mengenal dan meneliti rahasia alam yang sangat kaya ini. Karena itu penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan berjalan terus.6 Barangkali sebab itulah manusia dituntut untuk menuntut ilmu seumur hidup. Asas pendidikan seumur hidup ini merumuskan suatu asas bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinyu, yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara formal, informal maupun non formal baik yang 5 H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Revormasi Pendidikan Nasional Dalam Prespektif Abad XXI, (Jakarta: Mageleng Sero, 1994), hlm. 354. 6 Zakiah Darajad, Op. cit., hlm. 10.berlangsung dalam lingkungan keluarga, di sekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.7 Secara umum memang pendidikan Islam diarahkan kepada usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Namun dalam kenyataannya manusia selaku makhluk individu memiliki kadar kemampuan, waktu, dan kesempatan yang berbeda. Karena itu dalam Islam dikembangkanlah berbagai sistem pendidikan Islam untuk tetap dapat membina umat (masyarakat) sesuai dengan perintah Allah swt. Hal ini yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman Saleh bahwa lingkungan pendidikan pada garis bersarnya meliputi (1) Lingkungan keluarga, (2) Lingkungan sekolah, (3) Lingkungan masyarakat.8 Ketiga macam lingkungan pendidikan ini, pada prinsipnya saling mendukung untuk membangun masyarakat sesuai dengan spesifikasi lingkungan pendidikannya. Dalam proses pendidikan yang lebih penting sebenarnya adalah pendidikan yang ada dalam masyarakat, karena masyarakat merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian seseorang, dalam lingkungan yang kondusif yang menjungjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan sosial akan menciptakan suasana lingkungan pendidikan yang baik. 7 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 20 01), hlm. 64. 8 Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Missi, dan Aksi, (PT . Gema Windu Panca Perkasa, 2000), hlm. 85.Lingkungan masyarakat sebagai salah satu lingkungan pendidikan, telah diakui serta memegang peranan yang sangat penting dalam memberdayakan ummat (masyarakat ) dalam berbagai aspek, termasuk aspek kehidupan beragama. Maka tidak heran akhir-akhir ini pendidikan berbasis masyarakat semakin mendapat perhatian yang besar dari berbagai kalangan masyarakat, baik pemerintah maupun pakar-pakar pendidikan. Salah satu kegiatan pendidikan dan kelompok belajar yang berbasis masyarakat saat ini sedang tumbuh dan semakin berkembang yakni lembaga pengajian atau pendidikan Islam yang disebut dengan majelis taklim. Majelis taklim merupakan institusi pendidikan Islam non formal. Dan merupakan fenomena budaya religius yang tumbuh dan berkembang di tengah komunitas muslim Indonesia, dan sekaligus lembaga dakwah yang memiliki peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama bagi masyarakat. Majelis taklim sebagai institusi pendidikan Islam yang berbasis masyarakat peran strategisnya terutama terletak dalam mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa di batasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat. Urgensi majelis taklim yang demikian itulah, yang menjadi sprit diintegrasikannya majlis taklim sebagai bagian penting dari Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Republik Indonesianomor 20 tahun 2003 Bab VI pasal 26 ayat 1 yang di nyatakan pemerintah bahwa, pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.9 Bahkan pada ayat 4 juga secara eksplisit disebutkan; Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.10 Hal ini menunjukkan bahwa majelis taklim merupakan bagian penting dari sistem pendidikan nasional. Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, majelis taklim melaksanakan fungsinya pada tataran non formal, yang lebih fleksibel, terbuka, dan merupakan salah satu solusi yang seharusnya memberikan peluang kepada masyarakat untuk menambah dan melengkapi pengetahuan yang kurang atau tidak sempat mereka peroleh pada pendidikan formal, khususnya dalam aspek keagamaan.11 Sebagai institusi pendidikan Islam non formal, majelis taklim dilihat dari karakteristiknya secara umum adalah lembaga (institusi) yang melaksanakan pendidikan, atau pengajian agama Islam, memiliki kurikulum, 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru & Dosen Serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendid ikan Nasional, (Bandung: Cira Umbara, 2006), hlm. 86. 10 Ibid., hlm. 87. 11 Harian Pikiran Rakyat, Majlis Taklim Kekuatan Dahsyat Kaum Ibu, Edisi, Cetak Minggu, 01Oktober 2006. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/ 102006/01/geul is/utama 01.htm Ket: akses, 5-2-2009.Kiai atau guru, jama ah, metode, materi dan tujuan pembelajaran.12 Kurikulum seperti ini yang juga dilaksanakan pada kegiatan majelis taklim Al-Ishlah yang ada di Desa Moncek Timur tersebut dengan tujuan memperdalam dan meningkatkan pengetahuan tentang ilmu agama bagi masyarakat setempat Berdasarkan pada undang-undang sistem pendidikan nasional di atas majelis taklim Al-Ishlah merupakan wadah organisasi masyarakat Islam tradisional yang bergerak dalam bidang keagamaan dan bidang sosial kemasyarakatan, serta tidak terlepas dari program dasar dengan mewujudkan peran masyarakat Islam tradisonal dalam mengisi dan menunjang pembangunan bangsa menuju masyarakat yang yang adil serta sejahtera sebagaimana tercantum dalam UUD-1945. Berdirinya Majelis taklim Al-Ishlah tersebut di latar belakangi kerena banyaknya masyarakat yang putus sekolah bahkan ada sebagian yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal sama sekali, sehingga tokoh masyarakat yang ada di Desa Moncek Timur merasa perihatin dengan keadaan masyarakat tersebut sehingga mendirikan majelis taklim Al-Ishlah sebagai lembaga (institusi) pendidikan Islam non formal bagi masyarakat Moncek Timur yang mayoritas penduduknya masih banyak mengikuti tradisi-tradisi nenek moyang mereka. Maka sistem pembelajaran yang diterapkan pada masyarakat tersebut banyak yang mengadopsi sistem pembelajaran yang ada pada pendidikan formal. 12 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeven, 2001 ), hlm.120-121.Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional seperti yang ada pada majelis taklim Al-Ishlah di Desa Moncek Timur, yang tertuang dalam penelitian yang berjudul: Sistem Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional (Studi Kasus di Majelis Taklim Al-Ishlah Moncek Timur Lenteng Sumenep) B. Rumusan Masalah Terkait dengan latar belakang masalah diatas maka kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pembelajaran masyarakat Islam tradisional di majelis taklim Al-Ishlah Moncek Timur? 2. Bagaimana sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional di majelis taklim Al-Ishlah Moncek Timur? C. Tujuan Penelitian Tujuan adalah merupakan target yang hendak dicapai dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan penulis diatas, tujuannya adalah: 1. Untuk mendeskripsikan konsep pembelajaran masyarakat Islam tradisional di majelis taklim Al-Ishlah Moncek Timur. Sebagai khasanah keilmuan, keislaman bagi dunia pendidikan Islam.2. Untuk mengetahui sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional di majelis taklim Al-Ishlah Moncek Timur guna menjadi telaah tersendiri sebagai tolak ukur dalam menerapkan pembelajaran agama Islam. D. Kegunaan Penelitian Dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan tidak hanya cukup belajar dari segi yang bersifat teoritis saja, karena penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya. Adapun hasil penelitian diharapkan dapat berguna: 1. Untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah pengalaman penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran masyarakat islam tradisional pada Majelis taklim Al-Ishlah yang ada di Desa Moncek Timur, serta sebagai bahan pustaka dan kajian untuk penelitian berikutnya. 2. Sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan dan desa yang bersangkutan untuk selalu lebih maju dan berkembang dengan konsepkonsep yang baru. 3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini di harapkan dapat menjadi konsentrasi lebih lanjut sehingga dapat mengetahui permasalahan yang ada dalam realitas dunia pendidikan dan dapat dicari solusi pemecahannya.E. Definisi Operasional dan Batasan Masalah Untuk menghindari terjadinya presepsi lain mengenai istilah-istilah yang ada dalam skripsi ini, maka perlu adanya penjelasan mengenai batasanbatasan masalah dan definisi istilah. Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Sistem Pembelajaran Secara umum istilah sistem diartikan metode atau cara yang teratur.13 Dalam pengertian lain sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untukmencapai suatu tujuan. Jadi, sistem pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas dalam pembelajaran. Dengan kata lain, sistem pembelajaran merupakan seperangkat unsur pembelajaran yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan pembelajaran. Adapun sistem pembelajaran masyarakat Islam Tradisional di majelis taklim Al-Ishlah penulis memberi batasan pada tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. 13 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arko la, 1994), hlm. 712.2. Masyarakat Islam Tradisional Adapun yang dimaksud dengan masyarakat Islam tradisional dalam tulisan ini adalah masyarakat Islam yang cenderung mempertahankan tradisi-tradisi masa lalu.14 Masyarakat tersebut hidup di desa dengan sejumlah penduduk yang merupakan kesatuan masyarakat dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah yang merupakan organisasi pemerintahan terendah lansung di bawah camat yang berhak meyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Dengan kata lain masyarakat Islam tradisional adalah sejumlah penduduk yang tinggal di Desa.15 A. Sistematika Pembahasan Adapun yang menjadi sistematika pembahasan pada penelitian ini adalah; BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional dan dipungkasi dengan sistematika pembahasan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini di bagian pertama dipaparkan mengenai pembahasan tentang konsep pembelajaran yang berisi tentang, definisi pembelajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan sistem pembelajaran, yang mengurai tentang, tujuan pembelajaran, pendidik, subjek didik, materi 14 Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Studi Tentang Daya Tahan Pesantren Tradisional), (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm. 41. 15 Darmansyah, Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 212.pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Bagian kedua berisi tentang konsep masyarakat Islam tradisional yang meliputi; pengertian masyarakat Islam, ciri-ciri kehidupan masyarakat tradisional, keadaan ekonomi masyarakat tradisional, dan tingkat pendidikan formal masyarakat tradisional BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan diuraikan mengenai pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, teknik sampling, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan, dan tahap-tahap penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang memaparkan hasil temuan di lapangan sesuai dengan urutan yaitu: latar belakang obyek yaitu; sejarah berdirinya majelis taklim Al-Ishlah, keadaan anggota yang mengikuti majelis taklim Al-Ishlah, sumber keuangan majelis taklim Al-Ishlah, dan sarana dan prasarana, program kerja majelis taklim Al-Ishlah, tempat dan waktu belajar dan pengajaran pada majelis taklim Al-Ishlah, bagian kedua berisi tentang konsep pembelajaran masyarakat Islam tradisional. Dan bagian akhir dari bab ini adalah sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional yang meliputi tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab V ini memaparkan konsep pembelajaran masyarakat Islam tradisional dan sistem pembelajaran masyarakat Islam tradisional yang meliputi tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. BAB VI PENUTUP Dalam bab ini dipaparkan kesimpulan dan saran-saran sebagai penutup penulisan penelitian. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRANBAB II KAJIAN PUSATAKA A. Konsep Pembelajaran 1. Definisi pembelajaran Dalam keseluruhan proses pendidikan, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru dalam mengajar. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mujiono bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk pembelajaran siswa16 Berikut beberapa definisi tentang pembelajaran: Pertama, upaya untuk membelajarkan siswa. Kedua, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa belajar. Kegiatan ini mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efesien. Ketiga, pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa17 Menurut Hamzah B. Uno. Pembelajaran (learning) adalah suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara integrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik 16 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan dan kebudayaan: PT Renika Cipta, 1999), hlm. 113-114. 17 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), hlm . 48. 15bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran baik penyampaian, pengelolaan maupun pengorganisasian pembelajaran.18 Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pembelajaran ialah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkngan belajar.19 Dalam hal ini pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi antara peserta belajar dengan pengajar, instruktur dan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan di atas secara umum pembelajaran adalah suatu proses perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari beberapa definisi di atas, bisa dipahami bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan belajar bagi siswa. Pembelajaran adalah suatu proses belajar-mengajar yang direncanakan sebelumnya dan diarahkan untuk mencapai tujuan melalui bimbingan, latihan dan mendidik. Istilah belajar dan mengajar adalah dua istilah yang berbeda, tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling pengaruh mempengaruhi dan saling menunjang anrtara satu dengan yang 18 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 5. 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru & Dosen Serta Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nas ional, Op.cit., hlm. 74.lainnya. Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. Sementara itu, pengertian mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik di sekolah. Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik. Hal ini juga mengandung beberpa konsep tentang pembelajaran. Pertama, pembelajaran merupakan persiapan di masa depan. Artinya bahwa masa depan kehidupan anak ditentukan oleh orang tua. Mereka yang dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar mampu hidup di masyarakat yang akan datang. Kedua, pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengatahuan. Ketiga, tinjauan utama pembelajaran adalah penguasaan pengetahuan. Keempat, guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa. Kelima, siswa selalu bersikap dan bertindak pasif. Keenam, kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas. Ada yang mengatakan bahwa mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda sebagai penerus atau pemegang tonggak estafet kebudayaan. Rumusan ini memiliki beberapa implikasi: pertama, bahwa pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya. Kedua, pembelajaran adalah proses pewarisan. Ketiga, bahan pembelajaran bersumberdari kebudayaan. Keempat, siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Ini berarti bahwa pendidikan bertujuan untuk mengubah tingkah laku peserta didik; kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan berupa pengorganisasian lingkungan; dan peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup. Senada dengan di atas ada yang mengatakan bahwa pembelajaran adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang baik. Itu artinya bahwa pendidikan itu harus berorientasi kepada kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Implikasi dari hal ini adalah bahwa tujuan pembelajaran adalah menyiapkan warga Negara yang dapat bekerja di masyarakat; pembelajaran berlangsung dalam suasana kerja; peserta didik sebagai calon warga Negara yang memiliki potensi untuk bekerja; sedangkan guru sebagai pemimpin dan pembimbing bengkel kerja. Selain itu, pembelajaran juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Pengertian ini mengandung arti bahwa tujuan pembelajaran adalah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakatnya; kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah dan masyarakat; siswa belajar secara aktif; guru juga bertugas sebagai komunikator. Pembelajaran masyarakat merupakan pembelajaran untuk mengarahkan bagaimana masyarakat untuk belajar (learning society) yang menunjukan padakenyataan bahwa warga masyarakat tersebut secara aktif menggali pengalaman belajar dalam setiap segi kehidupannya. Dalam hubungan ini, bukan lagi warga masyarakat yang ditarik-tarik atau malah digiring-giring untuk mengikuti pendidikan pada sesuatu lembaga resmi.20 Dengan kata lain pembelajaran masyarakat merupakan aktivitas pendidikan yang terdapat di masyarakat yang mengalami keterlantaran pendidikan yaitu individu-individu yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan melalui jalur sekolah, kalaupun mereka pernah memasuki jalur sekolah, tetapi putus di tengah jalan dan belum sempat terbebas dari kebutahuruf an. Tujuannya adalah memperoleh pengetahuan umum, juga agar dapat mengikuti perkembangan dan kehidupan masyarakat sekelilingnya.21 Berdasarkan teori-teori sebagaimana diuraikan di atas dapat dipahami bahwa kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks. Pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus; kesalingtergantungan antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan; tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. 2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Proses pembelajaran ialah proses individu mengubah perilaku dalam uapaya memenuhi kebutuhannya. Proses pembelajaran akan terjadi apabila 20 Sanafiah Faisal, Pendidikan Luar Sekolah: di dalam Pendidikan dan Pembangunan Nasional, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 46. 21 Ibid., hlm. 41.menetapkan dan mengembangkan metode pembelajaran perlu memehami prinsip-prinsip pembelajaran yang mengacu pada teori belajar dan pembelajaran. Dari konsep belajar dan pembelajaran dapat diidentifikasi prinsip-prinsip belajar dalam pelaksanaan pembelajaran. Mengenai prinsip pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan tentang apa saja yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik.22 a. Prinsip Kesiapan (Readinees) Proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subyek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis (jasmani-rohani) individu yang memunkinkan subyek dapat melakukan belajar. Biasanya, kalau beberapa taraf persiapan belajar telah dilalui peserta didik maka ia siap untuk melaksanakan tugas khusus. Peserta didik yang belum siap melaksanakan tugas dalam belajar maka akan mengalami kesulitan atau putus asa tidak mau belajar.23 Jadi, kesiapan belajar adalah kematangan dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik-psikis, intelegensi, latar belakang pengelaman, hasil belajar yang kaku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memunkinkan seseorang dapat belajar. 22 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, (Dari Teori Hingga Aplikasi), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 15. 23Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 1992), hlm. 21.b. Prinsip Motivasi Ada dua kemunkinan yang dapat digunakan untuk meninjau dan memahami motivasi, ialah; 1) Motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain. 2) Menentukan karakteristik proses ini berdasarkan petunjuk-petunjuk tingkah laku seseorang. Petunjuk-petunjuk tersebut dapat dipercaya apabila tampak kegunaannya untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.24 Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah tujuan tertentu. Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri para peserta didik tanpa ada campur tangan pihak luar. 2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari luar diri peserta didik yang menyebabkan peserta didik menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan motivasi tersebut, misalnya pemberian beasiswa bagi siswa yang berprestasi.25 Dalam upaya belajar dan pembelajaran motivasi dianggap penting dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Maka dari itulah fungsi motivasi adalah: 24 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hlm. 105-106. 25 Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 22.1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar. 2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.26 Pengembangan pembelajaran perlu diuapayakan bagaimana agar dapat mempengaruhi dan menimbulkan motivasi instrinsik melalui penataan metode pembelajaran yang dapat mendorong tumbuhnya semangat peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran. Penataan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi para peserta didik diharapkan mampu untuk menjadi motivasi ekstrinsik bagi peserta didik, yang pada akhirnya diharapkan dapat menumbuhkan motivasi instrinsik di dalam diri peserta didik. c. Prinsip Perhatian Perhatian dalam belajar amat diperlukan. Tanpa ini perbuatan belajar akan sia-sia. Ketidakmampuan seseorang untuk berkonsentrasi dalam belajar disebabkan buyarnya perhatian terhadap suatu objek. Hal semacam ini tidak diinginkan terjadi oleh siapapun yang sedang belajar. Tidak ada artinya membaca buku dalam rentang waktu yang relatif lama tetapi kemudian apa yang diinginkan dari buku yang dibaca itu tidak 26 Oemar Hamalik, Op.cit., hlm.108.didapatkan setelah melakukan kegiatan belajar. Yang terjadi kemudian justru rasa malas dalam belajar sebagai bentuk pemberontakan terhadap diri karena tidak mampu memusatkan perhatian. Tidak sedikit orang yang mengeluh akibat tidak bisa memusatkan perhatian, padahal bahan pelajaran yang harus dikuasai cukup banyak. Kalaupun mereka dapat berkonsentrasi hanyalah dalam waktu yang relatif singkat. Perhatian dalam proses pembelajaran merupakan faktor yang memiliki peranan yang besar, jika peserta didik memiliki perhatian yang besar terhadap materi yang disajikan atau dipelajari, peserta didik dapat memilih dalam menerima stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan, melihat masalah yang akan diberikan, mamilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Ada hal penting yang harus di ingat oleh para pendidik, bahwa suasana gaduh, pelajaran yang menjenuhkan, mudah sekali menghilangkan perhatian.27 Oleh sebab itu diperlukan cara atau metode untuk mengatasi masalah tersebut. 27 Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 24.d. Prinsip Apersepsi Apersepsi yang dimaksud di sini adalah bertitik tolak dari kesan mental states atau kesan-kesan atau sensasi-sensasi. John Locke mengartikan bahwa jiwa adalah bagaikan lembaran kertas putih dalam menangkap kesan-kesan dari panca indera. Sementara itu, pengalaman merupakan dari tiga unsur, yaitu kesan-kesan terdahulu; bayangan atau anggapan terdahulu yang telah berasosiasi; sedang dan tak senang. Keseluruhan pengalaman ini disebut persepsi. Jiwa manusia pada dasarnya adalah apersepsi atau kumpulan dari bahan-bahan pengalaman-pengalaman masa lampau. Bahan apersepsi ini tersimpan dalam ruangan bawah sadar, yang sewaktu-waktu muncul dalam kesadaran. Pembelajaran akan efektif bila guru lihai dalam menggunakan bahan apersepsi dalam interaksi belajar-mengajar. Dengan diungkapkannya lebih dulu bahan apersepsi yang telah dimiliki oleh peserta didik, peserta didik akan lebih mudah menerima pengalamanpengalaman baru yang akan disampaikan oleh guru. Lalu, antara pengalaman-pengalaman yang telah ada dengan pengalaman yang yang baru masuk terjadi ikatan asosiasi. Asosiasi ini menjelmakan bentuk tanggapan yang baru. Pengalaman yang tadinya masih baru, kemudian berubah berkat pengaruh dan ikatan dengan pengalaman yang telah ada sebelumnya.Selanjutnya, apersepsi menimbulkan motivasi dalam belajar. Apabila ada pertanyaan atau masalah yang dimaksudkan untuk mengungkapkan apersepsi, maka peserta didik akan memusatkan perhatiannya untuk menjawab atau memecahkan masalah itu. Pemusatan perhatian dan pikiran ini akan menciptakan kondisi siap-menerima bahan-bahan baru, tak ubahnya sebagai masa warming-up yang biasa dilakukan sebelum berolahraga. Pengalaman apersepsi juga mendorong berbuat belajar. Bila peserta didik berhasil menjawab pertanyaan guru atau berhasi memecahkan masalah yang diajukan, maka ia akan merasa puas. Dengan demikian akan timbul keinginannya untuk mengetahui sesuatu yang baru. Dorongan ini ditambah lagi berkat adanya dorongan ingin tahu pada peserta didik. Dengan demikian, apersepsi adalah salah satu prisnsip dalam pembelajaran yang ikut membantu anak didik memproses perolehan belajar. Prinsip ini bukan hanya dapat membantu anak didik untuk melakukan asosiasi, tetapi juga dapat mengadakan reproduksi terhadap pengalaman belajar. Sebab dengan prinsip ini, guru berusaha membantu anak didik dengan cara menghubungkan pelajaran yang sedang diberikan dengan pengetahuan yang telah dipunyai oleh anak didik. Proses pengolahan kesan lebih mudah dan cepat. Pengertian yang didapatkan anak didik pun tidak terkotak-kotak, seolah-olah terpisah satu sama lain.e. Prinsip Pengulangan (Retensi) Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat di ingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu, dengan dapat membuat apa yang di pelajari dapat bertahan dan tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika diperlukan. Oleh karena itu, retensi sangat menentukan hasil yang diperoleh peserta didik dalam pembelajaran. Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang dikemukan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada menusia yang terdiri atas daya mengamat, menganggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi asosiasi atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal, Thorndike. Berdasar pada salah satu hukum belajarnya, law of exercise, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus-respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.28 Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi retensi belajar, yaitu: pertama, apa yang terjadi permulaan, Kedua, pengulangan dengan interval waktu, dan ketiga, penggunaan istilah-istilah khusus. 28 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 103-104. Bandingkan juga dengan Oemar Hamalik dalam Pros es Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 39-40.f. Prinsip Transfer Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian transfer adalah pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari. Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan sekolah selalu diasumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk memcahkan masalah yang dialami dalam kehidupan atau pekerjaan yang akan dihadapi kelak. 3. Sistem Pembelajaran Pembelajaran Masyarakat Islam Tradisional Sistem pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan majelis taklim pada dasarnya masih sebatas kajian yang sifatnya teoritis, baik yang berupa skripsi maupun bentuk buku. Akan tetapi pada kenyataannya dari berbagai penelitian yang ada terdapat banyak sekali perbedaan sudut pandang tentang sistem pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan majelis taklim. Diantara penelitian tentang pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan majelis taklim seperti yang dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI di majelis taklim Al-Abrar di Poncok Lombok Timur, yang didirikan pada tahun 1940 oleh tuan Guru Haji Zainuddin Pancor dan juga majelis taklim Ahlus Sunnah wal Jama ah (Aswaja) di Masjid Nurul Hidayah 24 Ilir Palembang yang didirikan pada tahun 1980 oleh KH. M. Zen Syukri, dari hasil penelitian pada dua institusi majelis taklim ini, sistem pembelajaran yang digunakan yaitudengan pendekatan tradisional yaitu dengan salawat, zikir dan ceramah keagamaan. Majelis taklim seperti ini tidak hanya menyelenggarakan pengajian umum tetapi ada juga pengajian terbatas yang khusus mendalami ilmu-ilmu Agama.29 Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan pembelajaran mengendung sejumlah komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun sistem pembalajaran tersebut meliputi: a. Tujuan Pembelajaran Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan kearah mana kegiatan itu akan di bawa.30 Dalam adegium ushuliyah dijelaskan bahwa segala sesuatu harus berorientasi pada tujuan, dalam hal ini tujuan dalam pembelajaran adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalamai proses pembelajaran, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pembelajaran, juga 29 Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pendalaman Ajaran Agama Melalui Majelis Taklim, (Jakarta: Badan Litbang dan Dikl at Departemen Agama RI, 2007), hlm. 18. 30 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: P T Rineka Cipta, 1996), hlm. 48.berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pemebelajaran. Menurut Imam Al Ghazali tujuan dari pendidikan Agama Islam menurut beliau ada dua tujuan yang ingin dicapai sekaligus, yaitu kesempurnaan manusia yang bertujuan mendekatkan diri, dalam arti kualitatif kepada Allah SWT. Kesempurnaan manusia yang dimaksud adalah kebahagiaan yang di dunia dan akhirat. Untuk menjadikan insan kamil tidaklah tercipta dalam sekejap mata, tetapi mengalami proses yang panjang dan ada prasarat-prasarat yang harus dipenuhi diantaranya mempelajari berbagai ilmu, mengamalkannya dan menghadapi berbagai cobaan yang munkin terjadi dalam proses pendidikan itu. Sedangkan Ahmad D. Marimba mengemukakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian Muslim.31 Adapun tujuan dari pembelajaran ini sejalan dengan konsep dasar dan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yaitu meningkatkan keimanan, pemehaman, penghayatan dan pengamalan subjek didik tentang Agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. b. Pendidik Definisi pendidik dalam teori pendidikan Islam memiliki persamaan dengan teori pendidikan barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab 31 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, Cet: 1, (Solo: Ramadhani, 1996). hlm. 17.terhadap perkembangan peserta didik.32 Sedangkan pendidik menurut Wiji Suwarno adalah orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa baik dari segi jiwa atau keilmuan yang mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan.33 Adapun tugas pendidik dalam pendidikan Islam secara umum adalah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi efektif. Menurut ajaran Islam potensi tersebut harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat setinggi munkin. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidik dalam pembelajaran masyarakat Islam tradisional adalah orang yang memiliki kewenangan untuk menyampaiakan ilmu yang dimilikinya kepada para santri dalam pelaksanaan pembalajaran yang ada dalam majelis taklim tersebut. Dalam hal ini, pendidik dapat langsung dari pengasuh atau pendiri majelis taklim setempat (Kiai) ataupun Ustadz yang langsung ditunjuk oleh seorang Kiai. c. Subjek Didik Subjek didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.34 Dalam hal ini menurut Imam Al-Ghazali bahwasanya sifat-sifat yang harus dimiliki oleh 32 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung,: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 74. 33 Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 37. 34 Wiji Suwarno, Op.cit., hlm. 36.peserta didik (murid), sehingga pendidikan dan ilmu yang dikuasainya mendatangkan manfaat kepadanya. Sifat-sifat tersebut adalah; rendah hati, berjiwa bersih, patuh dan berpendirian kuat, murid yang memiliki sifat-sifat seperti ini, jelas akan menjadi murid teladan pada setiap masa dan tempat.35 Subjek didik yang dimakasud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang mangikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti majelis taklim. karena majelis taklim merupakan sebagai salah satu bentuk pendidikan Islam non formal, mempunyai andil besar dalam rangka membina pengetahuan keislaman masyarakat khususnya masyarakat bagi masyarakat yang tidak sempat mengenyam pendidikan Islam formal, subjek atau peserta didik pengejian majelis taklim tidak dibatasi dalam tingkat usia, kemapuan atau lainnya, tapi siapa saja yang berminat boleh mengikutinya. Untuk itu pesertanya sangat hetrogen, tidak ada tingkatan tertentu, yang penting mereka ikhlas dan tertib dalam mengikuti pengajian yang dilakukan.36 d. Materi Pembelajaran Materi pembelajaran adalah subtansi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran, tanpa materi pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengejar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan pada anak didik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam menetapkan materi pembelajaran yaitu: 35 Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-aliran dalam Pendidikan (Studi tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali), (Semarang: PT. Bina Utama, 1993), hlm. 45. 36 Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Op.cit., hlm. 21.1. Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan atau dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional. 2. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan peserta didik pada umumnya. 3. Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan. 4. Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual.37 Dalam penyajian materi dan bahan pengajaran ditetapkan dengan mengacu pada tujuan-tujuan instruksional yang ingin dicapai. Materi yang diberikan bermakna bagi siswa, dan merupakan bahan yang betul-betul penting, baik dilihat dari tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya. Adapun materi yang diajarkan dalam kegiatan majelis taklim adalah di sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa yang tidak sempat mengenyam pendidikan non formal seperti; materi fiqih, hadist, tauhid dan tafsir (semua ajaran agama disampaikan dengan penjelasan yang rinci). e. Metode Pembelajaran Secara etimologi, metode berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati, dan Hodos berarti jalan atau cara.38 Oleh karena itu, metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata 37 Syaifullah Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar), (Bandung: Alfabeta, 2007 ), hlm. 162. 38 Zuhairini dkk, Op.cit., hlm. 66.lain dapat diartikan merupakan suatu cara yang dilalui untuk mencapai apa yang diharapkan, seperti contoh metode belajar, berarti adalah suatu cara yang di gunakan dalam belajar tersebut, guna untuk mencapai tujuan yang di harapkan. Metode adalah salah satu sarana dalam pencapaian tujuan. Demikian halnya dalam pembelajaran Agama di lingkungan majelis taklim. Menghadapi peserta didik (masyarakat) yang hetrogen baik dari usia, kemampuan, daya tangkap dan jumlah yang tidak menentu, para ustadz atau penceramah sangat sulit dalam menentukan metode yang paling tepat diterapkan.dalam QS. Al-Maidah: 35 dijelaskan; ............ ............. ........ .............. .... ......... .......... ... ...... ........... .... ........... .......... .......... ... Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. AlMaidah 35)39. Implikasi ayat tersebut dalam pembelajaran bahwa dalam proses pelaksanaan pembalajaran dibutuhkan adanya metode yang tepat guna menghantarkan tercapainya tujuan dalam pebelajaran tersebut. Metode pembelajaran masyarakat Islam tradisional ada yang bersifat tradisional, yaitu metode pembalajaran yang diselenggarakan 39 Al-Qur an dan Terjamahannya, Op.cit., hlm. 165.menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama digunakan pada insitusi majelis taklim atau merupakan metode pembelajaran asli (original) majelis taklim. Ada pula metode pembelajaran yang bersifat baru (modern). Metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan ahli pendidikan dengan mengintrodusir metode-metode yang berkambang di masyarakat modern. Akan tetapi hendaknya semua metode yang ada disandarkan kembali pada metode yang telah diterapkan Nabi SAW. dalam menyebarkan ajaran Islam. Di antara metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran masyarakat Islam tradisional adalah sebagai berikut: 1) Ceramah Ceramah termasuk cara yang banyak dilaksanakan dalam pembelajaran. Manfaatnya banyak, karena dapat memberikan penjelasan dan penerangan kepada sekelompok atau sejumlah besar orang sekaligus.40 Sementara itu, untuk memperjelas uraiannya guru dapat menggunakan alat bantu, seperti benda, papan tulis, gambar atau sketsa, peta dan sebainya. Namun demikian media utama adalah komunikasi intraksinya adalah bahasa lisan. Penerapan metode ceramah yang paling banyak dilakukan dalam kegiatan majelis taklim. Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagian besar masyarakat majelis taklim masih lebih senang mendengarkan ceramah dari pada diskusi atau kajian, mereka merasa lebih mudah mencerna pesanpesan yang disampaikan oleh gurunya. Apalagi pesan-pesan itu 40 Zakiyah Drajad, Op.cit., hlm. 18.mengandung nilai-nilai keagamaan yang praktis dan langsung mengena dengan kehidupan sehari-hari: 2) Dialog (Hiwar) Dialog adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui Tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah kepada suatu tujuan.41 Dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar, teknik dialog ini dapat direalisasikan dalam bentuk: a. Tanya jawab (al-Ash ilah wa al-Ajwibah)Yang dimaksud tanya jawab adalah suatu cara penyampaian pelajaran dengan jalan pendidik mengajukan pertanyaan dan peserta didik memberi jawaban, atau sebaliknya peserta didik bertanya dan pendidik memberi jawaban.42 b. Diskusi (al-Munaqosah), di antara cara pembelajaran masyarakat yang agak sedikit mendalam dan lebih tegas adalah diskusi-diskusi yang dilaksanakan oleh orang-orang yang berdekatan minat, kepentingan dan kemampuan, sehingga banyak macam diskusi yang dapat dilakukan, misalnya mengenai masalah-masalah kehidupan sehari, masalah pendidikan masalah keluarga, masalah agama masalah masyarakat, ekonomi dan sebagainya.43 c. Dialek (al-Mujadalah), Pada dasarnya dialek atau berdebat sama dengan diskusi, hanya saja tehnik ini lebih bertujuan untuk menguatkan dan memantapkan hujjah kepada peserta didik sehingga sifatnya saling 41 Abdurrahman al-Nahlawi. Prinsisp-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat, (Bandung: CV. Dipenegoro. 1992), hlm. 284. 42 Zuhairini, dkk. Op.cit., hlm. 76. 43 Zakiyah Drajad, Op.cit., hlm. 19.menjatuhkan, mengalahkan dan mempertahankan diri.44 Dan juga bahwasanya berdebat itu diperbolehkan demi untuk memperlihatkan kebenaran, sedangkan bila untuk mengalahkan lawan tidak diperbolehkan. Pendapat ini mengisyaratkan teknik berdebat dalam proses belajar mengajar itu sangat efektif dalam penguasaan materi pelajaran. Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, teknik dialek atau berdebat ini mempunyai implikasi bagi proses pendidikan, yakni memberi semangat kepada peserta didik untuk mencari kebenaran dan mengemukakannya dengan argumen yang kuat dan rasioanal, menolak kebatilan serta mendidik mereka untuk menggunakan pikiran yang sehat yang dapat memperoleh hakekat kebenaran.45 Disamping itu, dalam proses berdebat peserta didik secara langsung dapat memecahkan otak, menguatkan argumen, memperjelas keterangan dan membiasakan percaya diri sendiri. Namun di sisi lain, dalam teknik ini bila tidak didasari ketulusan hati untuk mencari dan mempertahankan kebenaran dapat menimbulkan rasa saling permusuhan. d. Sumbang Saran, Sumbang saran adalah tehnik untuk mendapatkan ide dari sekelompok peserta didik dalam waktu yang singkat dengan jelas guru melontarkan sejumlah pertanyaan dan masalah kepada peserta sidik untuk ditanggapi dan dikomentari.46 Diantara keunggulan teknik 44 Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filososfi dan Karangka Dasar Oprasionalisasinya, Cet. I, (Bandung: Trigendea Karya, 1993), hlm . 315. 45 Abdurrahman al-Nahlawi, Op.cit., hlm. 319. 46 Muhaimin dan Abdul Mujib, Op.cit., hlm. 258.ini adalah peserta didik dapat berfikir-aktif, dapat menyatakan pendapatnya dengan cepat dan logis, adanya kebebasan berpendapat, terciptanya suasana demokratris sehingga merangsang peserta didik untuk berprestasi dalam meanggapi masalah yang dikedepankan. Adapun kelemahan teknik ini adalah karangya waktu untuk berpikir sehingga lebih didominasi peserta didik yang pandai saja, pendidik yang menampung ide tidak dapat menyimpulkan masalah sehingga peserta didik tidak segera mengetahui benar-tidaknya pendapat yang dikemukakan, akibatnya tidak menjamin penyelasaian masalah yang diajukan. Apalagi bila pendidinya kurang menguasai tehnik ini. e. Demonstrasi dan Eksperimen, Demonstrasi adalah suatu cara penyampian bahan pelajaran dengan jalan memperlihatkan suatu proses atau cara melakukan sesuatu yang menjadi pokok bahasan kepada peserta didik, sedangkan yang dimaksud dengan eksperimen adalah suatu cara penyampian pelajaran denagan jalan peserta didik secara aktif melakukan percobaan-percobaan. Misalnya mendemonstrasikan cara Sholat Jenazah dengan menunjukkan salah seorang peserta didik untuk berperan sebagai mayat. Teknik ini mempunyai kelebihan khusus yaitu memberi pengalaman praktis, memusatkan perhatian peserta didik, memperkuat ingatan serta mengurangi kesalahan pahaman. Sedangkan kelemahan teknik ini diantaranya adalah memerlukan waktu yang banyak, membutuhkan peralatan dan perlengkapan yang memadai dan tidaksemua materi pendidikan Islam dapat didemonstrasikan dan diadakan eksperimen. f. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah , perantara atau pengantar . Kata media merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti perantara, sedangkan menurut istilah adalah wahana pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.47 Dalam hal ini pengertian media pembelajaran adalah: 1) Media adalah wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada penerima pesan tersebut. 2) Bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan instruksional. 3) Tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada penerima pesan (anak didik). Dengan mengenal media pembelajaran dan memahami cara-cara penggunaannya akan sangat membantu tugas pendidik dalam meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Sehingga pendidik dituntut untuk mampu memanfaatkan media pembelajaran agar supaya proses pembelajaran tidak mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Bahkan tidak mustahil dapat mengakibatkan kegagalan mencapai tujuan tersebut, bila tidak dikuasai sungguh-sungguh oleh pendidik.48 47 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 3. 48 Syaifullah Sagala, Op.cit., hlm. 163-164.g. Evaluasi Hasil Pembelajaran Evaluasi merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia (anak didik) berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.49 Jadi evaluasi merupakan proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai oleh peserta didik sesui dengan kriteria yang telah ditetapkan. Maksud dan tujuan dari evaluasi adalah, menentukan hasil yang dicapai oleh peserta didik. Bagaimanapun, penetapan proses pembelajaran secara keseluruhan. Termasuk tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik, media pembelajaran, teknik pendekatan dalam pembelajaran, bahkan sifat efektif seorang pendidik memerlukan evaluasi. Dimana evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah suatu proses pembelajaran.50 Dalam pembelajaran, evaluasi disesuaikan dengan metode yang ditarapkan seperti metode dialog, ceramah dan hafalan. Dialog, ceramah, hafalan dan mendemonstrasikan kembali materi-materi praktek yang telah disampaikan merupakan bagian dari alat ukur yang digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program pembelajaran atau penyajian materi. 49 H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Edisi Revisi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 162. 50 Syaifullah Sagala, Op.cit., hlm. 164.B. Konsep Masyarakat Islam Tradisional 1. Pengertian Masyarakat Islam Secara etimologi kata masyarakat berasal dari kata Arab; syarikat (h). kata ini terpakai dalam bahasa Indonesia atau Malaysia, dalam bahasa Malaysia tetap dalam ejaan aslinya: syarikat, dalam bahasa Indonesia: serikat. Dalam kata ini tersimpul unsur-unsur pengertian; berhubungan dengan pembentukan suatu kolompok, golongan atau kumpulan. Dan kata masyarakat hanya terpakai dalam kedua bahasa tersebut untuk menamakan pergaulan hidup.51 Hasan Shadily mandefinisikan masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.52 Dari definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa masyarakat adalah kumpulan individu-individu, hubungan-hubungan sosial yang dibatasi oleh kebiasaan, undang-undang tertentu, aturan-aturan (tak tertulis) yang disepakati dan kekuasaan dan menjalankan urusan-urusan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat Islam ialah masyarakat yang berbeda dari masyarakat yang lainnya dengan aturan-aturan khasnya, perundang-undangan Qur aniyah, dan individu-individu yang sama-sama dalam satu kaidah dan sama-sama menghadap ke satu kiblat. Masyarakat ini, mesti terbentuk dari beraneka ragam kaum dan berbagai cara berbahasa, tetapi 51 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989 ), hlm. 01. 52 Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cip ta, 1993), hlm. 47.ia memiliki ciri khas yang sama, kebiasaan-kebiasaan umum dan tradisi-tradisi yang sama.53 Masyarakat Islam diatur oleh hukum syara , yang berasaskan syari at. Sanksi terhadap pelanggaran hukum syara terutama datang dari Tuhan sendiri, yang membuat hukum itu. Hukumannya berlangsung terutama di akhirat, tapi juga di dunia. Masyarakat atau lembaga masyarakat yang berfungsi mengawal hukum itu merupakan alat Tuhan dalam memberikan hukuman terhadap pelanggaran hukum syara . Sedangkan masyarakat tradisional atau masyarakat lama, seperti yang terwujud di desa, diatur oleh adat. Ia tidak merupakan hukum yang tidak tertulis. Tiap anggota masyarakat merasa terpanggil untuk mengawal adat. Karena itu sanksi terhadap pelanggarannya datang dari seluruh masyarakat. Karena sanksinya tidak ditentukan, hukuman terhadap pelanggaran tidak menentu, dan biasanya tidak adil. Tiap warga masyarakat merasa terpanggil untuk memberi hukuman. Di samping hukuman dari masyarakat dianggap ada pula hukuman dari yang ghaib. Melanggar adat ialah melanggar ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh nenek-moyang yang menyusun adat itu. Nenekmoyangpun menurunkan hukumannya secara ghaib. 54 Perlu kita ketahui bahwasannya dalam masyarakat itu terbagi dalam dua golongan, yaitu priyayi sebagai kelas atasan dan orang-orang kecil sebagai kelas bawahan. Desa adalah tempat tinggal orang-orang kecil dan kota tempat tinggal priyayi. Administrasi lokal di pedesaan diwakili oleh perangkat53 Muhammad Amin Al-Misri, Pedoman Pendidikan Masyarakat Islam Modren, (Bandung: Husaini, 1987), hlm. 9-10. 54 Sidi Gazalba., Op.cit., hlm. 36.perangkat desa yang anggota-anggotanya, terutama lurah, sering dianggap sebagai priyayi juga. Mereka menjadi priyayi karena mewakili kekuasaan supra desa, melaksanakan ketertiban dan keamanan, agen perpajakan. Di depan para petani mereka adalah priyayi, sekalipun di depan para pejabat di atas mereka hanyalah pejabat desa biasa. Pejabat desa digaji tanah, dan tanah itu kadangkada ng begitu luasnya jika dibanding dengan rata-rata tanah petani desa, sehingga mereka dapat tampak sebagai tuan tanah di pedesaan, tetapi pejabat desa bukanlah satu-satunya patron bagi petani. Dalam sejarah dapat dilihat bahwa para kyai dan guru ngelmu juga merupakan tempat bergantung para penduduk desa, sering di luar birokrasi desa ada juga golongan yang dianggap menonjol dengan cara lain, yaitu melalui kekayaannya. Pedagang dianggap berbeda dengan petani yang nerupakan mayoritas penduduk desa. Selain itu ada juga orang desa yang karena keahliannya seperti dalang, atau pendidikannya seperti guru mendapat penghormatan dari penduduk. Keruwetan stratifikasi social itu menandakan bahwa kekuasaan, kehormatan, dan kewibawaan bagi orang-orang desa tidaklah sederhana, tetapi mempunyai nuansa social-budaya yang lebih luas.55 Dalam kehidupan masyarakat desa kekayan orang lain memang kadang menarik perhatian tetangga, tetapi tidak selalu dipandang dengan kecurigaan. Alasannya ialah karena kekayaan selau berbuahkan kehormatan dan kekuasaan. Hak, kewajiban, kehormatan, dan status adalah sama bagi orang desa , sehingga perbedaan kelas tidak memainkan peranan penting di 55 Kuntowijoyo, Radikalisasi Petani, (Jogjakarta: Yayasan Bintang Budaya, 2002), hlm. 56.pedesaan . Orang desa memberi hormat lebih tinggi kepada orang-orang tua, terpelajar, guru agama dari pada kepada orang kaya.56 2. Ciri-ciri Kehidupan Masyarakat Tradisional Makna tradisi sebagai benteng pertahanan bagi kelompok tradisional. Ciri khas dari masyarakat tradisional tidak lain terletak pada kecendrungan dan upayanya untuk mempertahankan tradisi secara turun temurun. Terkadang dengan dalih bahwa tradisi leluhur tdak sepantasnya dilestarikan. Sesungguhnya dimaksudkan untuk melindungi diri dan kelompok dari bermacam-macam sentuhan budaya modern yang pada umumnya inkar terhadap apa yang mereka pertahankan selama ini.57 Masyarakat tradisional atau yang di sebut masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakat modern atau masyarakat perkotaan, dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan tentu tidak akan mendefinisikannya secara universal dan obyektif tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat Desa antara lain : a. Konflik dan Persaingan, Pertama-tama orang kota suka membayangkan masyarakat Desa itu sebagai temapat orang bergaul dengan rukun, tenang dan selaras, namun sering juga di dalam masyarakat Desa tempat orang hidup berdekatan dengan tetangga terus menerus, kesempatan untuk pertengkaran amat banyak dan peristiwa peledakan dari keadaan-keadaan tegang rupanya 56 Ibid., hlm. 31. 57 Imam Bawani, Op.cit., hlm. 41.sering terjadi. Para antropologi yang biasa meneliti masyarakat-masyarakat kecil menengah telah banyak mengumpulkan bahan tentang pertengkaranpertengakaran dalam masyarakat yang mereka teliti dan tidak hanya pertengakaran atau konflik tetepi juga mengenai pertentangan (kontrofersi) dan persaingan (kompetisi). Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa itu sama sekali tidak rukun tenang. b. Kegitan Bekerja, Desa itu bukan tempat untuk bekerja, tetapi tempat ketentraman. Ketentraman itu pada hakikatnya hidup yang sebenarnya bagi orang timur. Bekerja keras merupakan syarat penting untuk dapat tahan hidup dalam masyarakat pedesaan di Indonesia. Di dalam masyarakat Desa yang berdasarkan bercocok tanam, orang biasa bekerja keras dalam masa-masa tertentu, di dalam masa-masa yang paling sibuk adalah saat panen tiba keluarga petani tidak dapat menyelesaikan segala pekerjaan di ladang sendiri. Pada masa inilah orang dapat menyewa tenaga buruh tani sesama warga desanya dengan memberi upah berwujud uang. c. Sistem Tolong Menolong, Aktifitas tolong menolong dalam kehidupan masyarakat Desa banyak macamnya, misalnya dalam aktifitas kehidupan disekitar rumah tangga, dalam menyiapkan atau melaksanakan pesta dan upacara, serta dalam hal kecelakaan dan kematian, tolong menolong dengan kaum kerabat dalam hal pekerjaan pertanian, tolong menolong dengan warga Desa yang letak tanahnya berdekatan, dan sebagainya. Sikap dan kerelaan menolongdari orang-orang Desa sangatlah kuat, baik dalam kematian orang Desa otomoatis rela menolong tanpa berfikir tentang kemungkinan untuk mendapatkan balasan. d. Gotong Royong, Aktifitas-aktifitas kerjasama yang lain yang secara populer biasanya disebut gotong royong. Hal itu adalah aktifitas kerjasama antara sejumlah besar warga desa untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum, yang biasa disebut dengan Kerja Bakti atau bisa disebut sikap saling tolong menolong yang disertai dengan kerelaan, ketulusan dan penuh semangat. e. Jiwa Gotong Royong, Jiwa atau semangat gotong royong itu dapat diartikan sebagai peranan rela terhadap sesama warga masyarakat, misalnya kebutuhan umum akan dinilai lebih tinggi dari kebutuhan individu, bekerja bakti untuk umum adalah suatu hal yang terpuji. Mengenai hal tersebut seorang antropolog terkenal M. Meat, pernah menganalisa bahan dari 13 masyarakat yang tersebar di berbagai tempat di dunia ini menunjukkan dalam kebudayaan dan adat istiadatnya, jiwa gotong royong, jiwa persaingan dan jiwa individualisme. Terbukti bahwa lepas dari sifat terpencil atau terbuka dari lokasinya, lepas dari mata pencaharian hidupnya, lepas dari sifat sederhana atau kompleks dari masyarakatnya, dari antara ke 13 masyarakat itu ada 6 yang menilai tinggi jiwa gotong royong, 3 yang menilai tinggi jiwa persaingan, sedangkan 4 yang menilai tinggi jiwa individualisme.f. Musyawarah dan Jiwa Musyawarah, Musyawarah adalah satu gejala sosial yang ada dalam banyak masyarakat Pedesaan pada umumnya dan kuhusunya masyarakat Indonesia. Artinya ialah, bahwa keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas, yang menganut suatu pendirian tertentu, melainkan seluruh rapat seolah-olah sebagai suatu badan. Perlu kita ketahui bahwa musyawarah tidak hanya bisa diartikan sebagai suatu cara berapat atau memecahkan suatu permasalahan namun juga sebagai suatu semangat untuk menjiwai seluruh kebudayaan dan masyarakat. Jiwa musyawarah itu menurut hemat kami merupakan suatu eksistensi dari jiwa gotong royong. Tidak hanya dalam rapat-rapat saja tetapi juga dalam kehidupan sosial, warga dari suatu masyarakat yang berjiwa gotong royong yaitu diharapkan mampu bertukar pikiran atau mendapat supaya tidak merasa pendapatnya yang paling benar.58 g. Masyarakat yang Mempunyai Keseimbangan Lahir dan Batin Kebutuhan hidup manusia, dan dengan demikian juga masyarakat, adalah padu antara yang bersifat lahir dan batin, antara kebutuhan jasmani dan rohani. Apakah kebutuhan lahiriah ataupun batiniah, keduanya berlabuh pada satu tujuan, yaitu terpenuhinya ketentraman dan kebahagiaan hidup. Ini hanya munkin dicapai, jika keduanya berjalan seimbang. Terpenuhinya salah satu saja, belum secara otomatis memuaskan kebutuhan yang lain. 58 Pudjiwati Sayugyo, Sosiologi Pedesaan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Pre ss, 1955), hlm. 32.Di zaman yang serba materi ini, upaya individu untuk memperoleh kebutuhan lahiriyah dalam kadar tuntutan zamannya, adalah kelihatan menonjol dalam kehidupan sehari-hari. Dunia ekonomi, lapangan kerja, peningkatan profesi dan semacamnya, semua mengarah kepada tercapainya kebutuhan material. Tetapi dengan demikian, bukan berarti manusia tidak lagi memerlukan terpenuhinya kebutuhan spiritual. Kebutuhan yang terakhir ini, cara pemenuhannya bermacam-macam dan satu di antaranya bisa dikaitkan dengan fungsi atau makna tradisi. Misalnya suatu tradisi selamatan, di kalangan masyarakat atau individu tertentu benar-benar memiliki makna sebagai makna keseimbangan lahir dan batin. Mengapa demikian, adalah karena kondisi lingkungan menuntut kebiasaan tersebut. Ibaratnya, lebih baik mangkir kerja karena hanya manyangkut kepentingan materi, daripada tidak bisa selamatan sehingga tetap menjadi angan-angan. Atau sering pula terjadi, seseorang rela mengorbankan segalanya demi memenuhi selamatan, padahal akal sehat menyadari bahwa sebenarnya itu tidak perlu terjadi. Ini disebabkan, setelah melakukan selamatan dengan berbagai motivasi dan sebutannya, seseorang merasa telah melepaskan beban batin, malah ada yang menganggapnya puas karena telah menunaikan kewajiban yang paling pokok.59 59 Imam Bawani, Op.cit., hlm. 423. Keadaan Ekonomi Masyarakat Tradisional Mata pencaharian masyarakat tradisional adalah pada bidang pertanian, perikanan, peternakan, pengumpulan hasil buatan, kerajinan, perdagangan dan jasa-jasa atau buruh. Melihat tingkat mata pencaharian masyarakat tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pengahasilan. Masyarakat tradisional kebanyakan mata pencahariannya adalah petani, masyarakat pedesaaan yang berpenghasilan dari pertanian oleh Jhon Mellor dinyatakan sebagai masyarakat yang berpenghasilan rendah. Masyarakat pedesaan pada umumnya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga memiliki mata pencaharian dibidang usaha pertanian baik sebagai petani pemilik, petani penggarap maupun sebagai buruh tani dengan usaha sampingan. Namun demikian sangat jarang petani yang memiliki lahan sendiri, kebanyakan mereka pengelola lahan dengan hanya memilki lahan yang sangat sempit. Jika diikuti pendapat di antara para ahli, bahwa presentase kemiskinan terburuk terdapat di antara kaum tani, yang berarti bahwa daerah pedesaan adalah paling menderita oleh wabah kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh mentalitas si miskin itu sendiri, minimnya keterampilan yang dimilkinya, ketidak mampuannya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang disediakan dan peningkatan jumlah penduduk yang relative berlebihan.60 Namun tidak semua masyarakat tradisional di pedesaan mengalami kemiskinan, karena masyarakat tersebut terbagi dalam beberapa lapisan yaitu: 60 Sapari Imam Asy ari, Sosiologi Kota dan Desa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), hlm. 162.lapisan atas, menengah dan lapisan bawah. Lapisan atas pada masyarakat pedesaan diduduki oleh warga Desa yang kaya yang terdiri dari orang-orang pemilik perusahaan perkayuan yang besar yang bermukim di Desa, pemilik lahan usaha tani yang besar, dokter, dan para professional yang lulus Perguruan Tinggi. Sedangkan strata menengah di pedesaan misalnya guru sekolah, pemilik lahan usaha tani dalam ukuran menengah dan orang-orang berpenghasilan lumayan atau buruh termasuk kedalam kelas menengah. Sedangkan lapisan paling bawah adalah orang-orang yang bekerja sebagai buruh perusahaan Desa, pelayan toko, para buruh tenaga kasar, dan mereka yang berpenghasilan rendah.61 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi masyarakat tradisional beraneka ragam, namun mayoritas keadaan ekonomi masyarakat tradisional rendah karena latar belakang mata pencaharian mereka adalah bertani, sebagai penggarap atau buruh tani. Sedangkan yang mempunyai lahan sawah dibandingkan dengan yang tidak mempunyai lahan sawah lebih banyak yang tidak mempunyai lahan sawah. 4. Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat Tradisional Terpenuhinya berbagai sarana dan fasilitas hidup warga serta kemajuan masyarakat tradisional (pedesaan) masih kalah dan tertinggal dibanding dengan warga kota, khususnya dalam tingkat pendidikan formal dimana sarana pendidikan dan sekolah-sekolah di desa masih kurang memadai. Di sisi lain 61 Sugihen, Bahrein. T, Sosiologi Pedesaan (Jakarta: Grafindo Persada, 1996), hl m. 150.banyak dari masyarakat desa yang tidak dapat menikmati pendidikan atau sekolah karena faktor biaya berpenghasilan rendah. Akibatnya banyak anak usia sekolah bahkan remaja masih buta huruf, atau putus sekolah baik tingkat sekolah dasar ataupun menengah. Masalah putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Masalah ini khususnya pada jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau pengangguran dapat memeberikan beban bagi masyarakat bahkan sering menjadi penggannggu ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pendidikan atau pengalaman intelektual, serta tidak memiliki keterampilan yang dapat menopang kehidupannya sehari-hari. Lebihlebih bila mengalami frustasi dan merasa rendah diri tetapi bersifat overkompensasi, bisa menimbulkan gangguan-gangguan dalam masyarakat berupa perbuatan kenakalan yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang positif.62 Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, yang mana masyarakat pedesaan juga membutuhkan ilmu agama, ilmu pengetahuan, ketrampilan dengan tujuan supaya dirinya nanti mampu menjadi bangsa yang berkepribadian keimanan dan berpengetahuan luas. Dalam rangka mendidik anak tidak semua orang tua mempunyai ilmu yang cukup luas untuk ditransformasikan kepada anak-anaknya, padahal orang tua merupakan faktor 62 Ary H.Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 72.yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan maupun kemunduran anak dalam belajar. Oleh karena itu orang tua membutuhkan kerja sama dari dulu untuk memaksimalkan proses belajar putra-putrinya. Di sinilah fungsi lembaga pendidikan formal untuk memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anakanak mengenai apa yang dapat atau tidak ada kesempatan orang tua memberikan pendidikan dan pengajaran dalam keluarga.63 Sedangkan masyarakat tradisional (pedesaan) pada umumnya mengajari anak-anak mereka untuk membantu pekerjaan orang tuanya di sawah sesuai dengan kemampuan mereka sehingga anak mereka setelah dewasa mengerti cara menggarap sawah. Sedangkan orientasi masyarakat pedesaan mayoritas terhadap pendidikan sangat minim karena orientasi mereka hannya pada pekerjaan. Namun meski dalam lingkungan masyarakat pedesaan semuanya tergantung pada latar sosial keluarga masing-masing, karena tidak semua warga pedesaan menganggap pendidikan tidak penting. Adapun mayoritas tingkat pendidikan formal pada masyarakat pedesaan masih rendah, banyak dari masyarakat pedesaan yang belum sempat mengenyam pendidikan sampai jenjang SLTP dan SMU. Atau bahkan tidak mengenyam pendidikan formal sama sekali. 63 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 179.BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Obyek 1. Sejarah Berdirinya Majelis Taklim Al-Ishlah Pada tangggal 25 pebruari tahun 1999 secara resmi di dirikanlah Majelis Takli