psikologi pendidikan
DESCRIPTION
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.TRANSCRIPT
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul Hakekat Belajar dengan baik.
Tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Pendidikan Semester Genap Rombel 20 UNNES.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi tercapainya kata sempurna.
Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya agar memahai hakekat belajar.
Semarang, 3 Oktober 2013
Penulis
-
DAFTAR ISI
JUDUL ..... i
KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI........ iii
BAB I PENDAHULUAN.... 1
A. Latar Belakang.... 1
B. Rumusan Masalah . 6
C. Tujuan Penulisan 6
BAB II PEMBAHASAN . . 7
A. Pengertian Belajar .......................... 7
B. Unsur-Unsur Belajar ................... 14
C. Hasil Belajar ................................................... 15
D. Hirarkhi Tugas Belajar .............. 17
E. Prinsip-Prinsip Belajar .................... 24
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar .............................
G. Jenis-Jenis Belajar dan Kondisinya .........................................
BAB III PENUTUP... .. 28
A. Simpulan .... 28
B. Saran ..... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mengapa manusia belajar? Jawabannya adalah karena ia ingin mengetahui
atau memperoleh pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan. Jawaban lengkapnya
adalah manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar, yang dipacu oleh
sikap ingin tahu dan didukung kemampuan untuk mengetahui. Manusia yang
diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah diatas bumi dilengkapi dengan akal sehat
serta hasrat ingin tau, sehingga selalu ingin bertanya, mulai dari hal-hal yang
sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang sangat rumit.
Hasrat ingin mengetahui itu telah tampak sejak anak masih kanak-kanak,
bahkan masih bayi. Apa yang dapat dijangkau diraihnya, dipegangnnya di
masukkan ke dalam mulutnya, dijatuhkan atau dilemparkan. Tampaknya, ia
belajar, ia melakukan eksperimen. Dengan demikian memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman atau eksperimen, bahwa apa yang disentuhnya itu ada ynag
panas atau ada yang dingin, ada yang halus dan ada yang kasar, ada yang jatuh
menimbulkan bunyi dan ada yang tidak menimbulkan bunyi, ada yang pecah dan
ada yang tidak pecah; bahwa apa yang dikecapnya ada yang manis dan ada yang
kecut, ada yang hambar dan ada yang asin, dan sebagainya.
Salah satu ciri khas manusia adalah hasrat ingin tahu dan setelah
mengetahui atau memperoleh lebih pengetahuan tentang sesuatu, segera
kepuasaanya disusul dengan kecenderungan untuk ingin lebih tahu, dan
seterusnya, karena didukung oleh kemampuan untuk mengetahui. Kemampuan
manusia untuk belajar adalah ciri yang sangat penting yang membedakan manusia
dengan hewan.
Kelakuan dan kemampuan melakukan sesuatu pada hewan tidak diperoleh
melalui proses belajar dalam arti sadar tujuan, tetapi melalui mekanisme naluri,
yang berkembang dengan sendirinya, siap pakai tanpa latihan sebelumnya, tetapi
tak dapat meningkat karena dibatasi suatu pola yang sudah tertentu. Belajar bagi
manusia memainkan peranan penting dalam pewarisan kebudayaan berupa
-
kumpulan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada generasi pelanjut.
Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman lebih dalam mengenai
hakekat belajar yang sesungguhnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengajukan makalah
yang berjudul Hakekat Belajar yang nantinya dapat memperjelas pengertian dan
hakekat dari belajar.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian belajar ?
2. Apa saja unsur-unsur dalam belajar ?
3. Apa saja hasil dari belajar ?
4. Bagaimana hirarkhi tugas belajar ?
5. Apa saja prinsip-prinsip dalam belajar ?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?
7. Apa saja jenis-jenis belajar dan kondisinya ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan pengertian belajar.
2. Menjelaskan unsur-unsur belajar.
3. Menjelaskan hasil belajar.
4. Menjelaskan hirarkhi tugas belajar.
5. Menjelaskan prinsip-prinsip belajar.
6. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
7. Menjelaskan jenis-jenis belajar dan kondisinya.
-
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BELAJAR
Setiap orang, baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan
belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur
kembali akan selalu diwarnai oleh kegiatan belajar.
Efektivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak
semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi peserta didik yang
bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama pendidik yang profesional.
Ada kecenderungan bahwa sikap menyenangkan, kehangatan, persaudaraan, tidak
menakutkan, dan sejenisnya, dipandang sebagian orang sebagai pendidik yang
baik.
Berikut beberapa definisi guru uang baik diambil dari mitos umum
tentang guru dan pengajaran.
Mitos pertama : Guru yang baik adalah guru yang tenang, tidak pernah
bertemperamen baik, tenang, dan tidak pernah
menunjukkan emosi yang tinggi.
Mitos kedua : Guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk, tidak
pernah membeda-bedakan anak atas dasar suku, ras, dan
jenis kelamin.
Mitos ketiga : Guru yang baik menyembunyikan perasaan yang
sesungguhnya terhadap murid-muridnya.
Mitos keempat : Guru yang baik menerima semua anak dengan pandangan
yang sama, tidak pernah punya favorit dan tidak pilih
kasih.
Mitos kelima : Guru yang baik menyediakan lingkungan belajar yang
menarik, tenang, bebeas dan sesuai dengan aturan pada
setiap saat.
-
Mitos keenam : Guru yang baik selalu konsiste, tidak pernah merasa
tinggi, rendah, tidak pernah lupa, atau membuat kesalahan,
tidak pernah menunjukkan sebagian-sebagian dan tidak
mendua.
Mitos ketujuh : Guru yang baik selalu tahu jawaban, mempunyai
pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan dengan
murid-muridnya.
Motos kedelapan : Guru yang baik saling membantu satu sama lain, selalu
menjadi satu barisan dalam menghadapi anak-anak tanpa
mempertimbangkan perasaan, nilai, atau hukuman.
(Gordon, 1984)
Pendidik yang profesional dituntut memiliki karakteristik yang lebih dari
aspek-aspek tersebut, seperti kemampuan untuk menguasai bahan belajar,
keterampilan peserta didikan, dan evaluasi peserta didikan. Dengan demikian
profesionalitas pendidik merupakan totalitas perwujudan kepribadian yang
ditampilkan sehingga mampu mendorong peserta didik untuk belajar efektif.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang
setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan
dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam
perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan
persepsi seseorang. Oleh karena itu, dengan menguasai konsep dasar tentang
belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar iru memegang
peranan penting dalam proses psikologis.
Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar
psikologi. Berikut disajikan beberapa pengertian tentang beajar.
1. Gage dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari
pengalaman.
2. Morgan et.al. (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.
-
3. Slavin (1994:152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu
yang disebabkan pengalaman.
4. Gagne (1977:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi
atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan
perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan
Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar
mengandung tiga unsur utama, yaitu:
a. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku
Peilaku mengacu pada suatu tindakan atau berbagai tindakan. Perilaku
yang tampak (overt behavior) seperti berbicara, menulis puisi, mengerjakan
matematika, dapat member pemahaman tentang perubahan perilaku seseorang.
b. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
Pengalaman dapat mebatasi jenis-jenis perubahan perilaku yang di
pandang mencerminkan belajar. Pengalaman dalam pengertian belajar dapat
berupa pengalaman fisik, psikis dan sosial.
c. Perubahan perilaku Karena bersifat relative permanen.
Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu,
satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.jika seseorang memahami prinsip-prinsip
belajar, maka akan mampu mengubah perilaku seperti yang di inginkannya. Oleh
karena itu apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan
pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan
mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
B. UNSUR-UNSUR BELAJAR
Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat pelbagai
unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku (Gagne,
1997: 4). Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
-
1. Peserta didik. Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik,
warga belajar, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.
Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap
rangsangan; otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil
penginderaan ke dalam memori yang kompleks; dan syaraf atau otot yang
digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukan apa yang telah
dipelajari. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh
peserta didik diorganisir di dalam syaraf, dan ada beberapa rangsangan yang
disimpan di dalam memori. Kemudian memori tersebut diterjemahkan ke
dalam tindakan yang dapat diamati seperti gerakan syaraf atau otot dalam
merespon stimulus.
2. Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang penginderaan peserta
didik disebut stimulus. Banyak stimulus yang berada di lingkungan
seseorang. Suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang
adalah stimulus yang selalu berada di lingkungan seseorang. Agar peserta
didik mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu
yang diminati.
3. Memori. Memori yang ada pada peserta didik berisi pelbagai kemampuan
yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari
kegiatan sebelumnya.
4. Respon. Tindakan yang dihasilkan dari tindakan aktualisasi memori disebut
respon. Pserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong
memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam
peserta didikan diamati pada akhir proses belajar yang disebut dengna
perubahan perilaku atau perubahan kinerja (performance).
Keempat unsur belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Kegiatan beajar akan terjadi pada diri peserta didik apabila terdapat interaksi
antara stimulus dengan isi memori, sehingga perilakunya berubah dari waktu
sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku,
-
maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah
melakukan kegiatan belajar.
C. HASIL BELAJAR
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku
tersebut tergantung apa yang dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu apabila
peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku
yang diperoleh adalah pengusaan konsep. Dalam peserta didikan, perubahan
perilaku yang harus dicapai peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar
dirumuskan dalam tujuan peserta didikan. Tujuan peserta didkian merupakan
deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang
bahwa belajar telah terjadi (Gerlach dan Ely,1980). Perumusan tujuan peserta
didikan itu, yakni hasil belajar yang didinginkan pada peserta didik, lebih rumit
karena tidak dapat diukur secara langsung.
Tujuan peserta didikan merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan
melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada
diri peserta didik, yakni pernyatan tentang apa yang diinginkan pada diri peserta
didik setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Kerumitan hasil belajar itu
disebabkan karena bersifat psikologis. Misalnya, seorang pendidik memiliki
tujuan peserta didikan: pesrta didik mampu menulis kalimat sempurna. Tujuan
peserta didikan seperti ini cukup komleks. Kemempuan aktual untuk menulis
kalimat sempurna tidak dapat diamati secara langsung karena belajar terjadi di
dalam otak peserta didik. Begitu pula apakah kemampuan menulis tersebut
disebabkan karena proses peserta didikan ataukah karena kemempuan yang telah
dimiliki oleh peserta didik pada waktu sebelum peserta didikan. Untuk mengukur
kemampuan peserta didik di dalam mencapai tujuan peserta didikan tersebut
diperlukan adanya pengamatan kinerja (performance) peserta didik sebelum dan
setelah peserta didikan berlangsung, serta mengamati perubahan kinerja yang
telah terjadi.
-
Dalam kegiatan belajar, tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu dalam
belajar memiliki beberapa peranan penting, yaitu:
1. Memberikan arah pada kegiatan peserta didikan. Bagi pendidik, tujuan
peserta didikan akan mengarahkan pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang
tepat. Kemudian bagi peserta didik, tujuan itu mengarahkan peserta didik
untuk melakukan kegiatan balajar yang diharapkan dan mampu menggunakan
waktu seefisien mungkin.
2. Untuk mengetahui kemampuan belajar dan perlu tidaknya pemberian peserta
didikan pembinaan bagi peserta didik (remidial teaching). Dengan tujuan
peserta didikan itu pendidik akan mengetahui seberapa jauh peserta didik
telah menguasai tujuan peserta didikan tertentu, dan tujuan peserta didikan
mana yang belum dikuasai.
3. Sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan peserta didikan, pendidik dapat
mengkomunikasikan tujuan npeserta didikannya kepada peserta didik,
sehingga peserta didik dapat mempersiapkan diridalam mengikuti proses
peserta didikan.
Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan
ranah belajar, yaitu ranah kognitif (cognitif domain), ranah afektif (affective
domain) , ranah psikomotorik (psychomotoric domain).
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan
dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).
Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali
informasi (materi peserta didikan) yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan
ini meliputi pengingatan kembali tenyang rentang materi yang luas, mulai dari
fakta yang spesifik sampai teori yang kompleks. Pengetahuan mencerminkan
tingkat belajar yang paling rendah pada ranah kognitif.
-
Pemahaman didefinisikan sebagai kemapuan memperoleh makana dari
materi peserta didikan. Hal ini ditujukan melalui penerjemahan materi peserta
didikan dan melalui mengestimasikan kecenderunga masa depan. Hasil belajar ini
berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana dan mencerminkan
tingkat pemahan aling rendah.
Penerapan mengacu pada kemampuan mengguanakan materi peserta
didikan yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Hal ini
mencangkup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prisip-prinsip,
dalil, dan teori. Hasil belajar di bidang ini memerlukan pemahaman yang lebih
tinggi dari pada tingkat pemahaman sebelumnya.
Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam
bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini
mencangkup identifikasi bagian-bagian, analisi hubungan antar bagian dan
mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian. Hasil belajr ini mencerminkan
tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada pemahaman dan penerapan, karena
memerlukan pemahaman isi dan bentik struktural materi peserta didikan yang
telah dipelajari.
Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam
membentuk strutur yang baru. Hal ini mencangkup produksi komunikasi yang
unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), seperangkat
hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi). Hasil belajar di
bidang ini menekankan pada perilaku kreatif , dengan penekana dasar pada
pembentuka strujtur atau pola pola.
Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang materi
peserta didikan (pernyataan, novel, pusisi, laporan) untuk tujuan tertentu.
Keputusan itu didasarka pada kriteria tertentu. Kriteria itu mungkin berupa
kriteria internal (organisasi) atau kriteria eksternal (relevansi terhadap tujuan) dan
peserta didik dapat menetapkan kriteria sendiri. Hasil belajar di bidang ini adalah
yang paling tinngi di dalam hirarki kognitif karena berisi unsur-unsur seluruh
-
kategori tersebut dan ditambah dengan keputusan tentang nilai yang didasarkan
pada kriteria yang telah ditetapkan dengan jelas.
Ranah afektif berkaitan denga perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori
tujuannya mencerminkan hirarki yang bertentangan dari keinginan untuik
menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan peserta
didikan afektif adalah penerimaaan (receiving), penaggapan (responding),
penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukan pola hidup
(organization by a value complex).
Penerimaaan mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan
rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, danm
sebagainya). Dari sudut pandang peserta didikan, ia berkaitan dengan meperolah,
menangani, dan mengarahkan perhatian peserta didik.
Hasil belajar ini bertentangan dari kesadarean sederhana tentang adanya
sesuatu sampai pada perhatian selektif yang menjadi bagian milik individu peserta
didik. Penerimaaan itu mencerminka tingkat hasil belajar paling rendah di dalam
ranah afektif.
Penanggapan mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Pada
tingkat ini peserta didik tidak hanya menghadirkan fenomena tertentu tetapi juga
mereaksinya dengan berbagai cara. Hasil belajar di bidang ini adalah penekanan
pada kemahiran merespon (mengerjakan tugas secara suka rela), atau kepuasan
dalam merespon (membaca untuk hiburan). Tingkat yang lebih tinggi dari
kategori ini adalah mencangkup tujuan dari peserta didikan yang umumnyta
diklasifikasikan ke dalam minat peserta didik, yakni minat yang menekankan
pencarian dan penuikmatan kegiatn tertentu.
Penilaitan berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek,
fenomena atau perilaku tertentu pada diri peserta didik. Penilaian ini bertentangan
dari penerimaaan nilai yang lebih sederhana (keinginan memperbaiki
keterampilan kelompok), sampai pada tingkat kesepakatan yang kompleks
(bertanggung jawab agar berfungsi secara efektif pada kelompok). Penilaian
-
didasarkan pada internalisasi seperangakat nilai tertentu, namun menunjukan
nilai-nilai yang diungkapkan di dalam perilaku yang ditampakkkan oleh peserta
didik. Hasil belajar di bidang ini dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan
cukup stabil di dalam membuat nilai yang dapat dikenali secara jelas. Tujuan
pesreta didikan yang diklasifikasikan ke dalam sikap dan spresiasi akan masuk ke
dalam kateghori ini.
Pengorganisasian berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda,
memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai dan mulai menciptakan sistem
nilai ynag konsisten secara internal. Hasil belajar ini dapat berkaiatan dengan
konseptualisasi nilai (mengenali tanggung jawab setiap individu untuk
memperbaiki hubungan antar manusia) atau pengorganisasian sistem nilai
(mengembangkan rencana kerja yang memenuhi kebutuhan sendiri baik dalam hal
peningkatan ekonomi maupun pelayanan sosial). Tujuan peserta didikan yang
berkaitan dengan pengembangan pandangan hidup dapat dimasukkan ke dalam
karegori ini.
Pembentukan pola hidup mengacu pada individu peserta didik memiliki
sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama
sehingga mampu mengembangkan menjadi karakteristik gaya hidupnya. Perilaku
pada tingkat ini adalah bersifat pervasif, konsisten dan dapat diramalkan. Hasil
belajar pada tingkat ini mencangkup berbagai aktifitas yang luas namun
penekanan dasarnya adlah pada kekhasan perilaku peserta didik atau peserta didik
memiliki karakter yang khas.
Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti
keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.
Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih
dengan ranah kognitif dan afektif. Misalnya di dalam tujuan peserta didikan
seperti: menulis kalimat sempurna. Hal ini dapat mencakup ranah kognitif
(pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat), ranah afektif (keinginan untuk
merespon), psikomotorik (koordinasi syaraf). Kategori jenis perilaku untuk ranah
-
psikomotorik menurut Elizabeth Simpson adalah persepsi (perception), kesiapan
(set), gerakan terbimbing (guide response), gerakan terbiasa (mechanism),
gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan
kreativitas (originality).
Persepsi berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk
memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik. Kategori ini berentangan
dari rangsangan penginderaan (kesadaran akan adanya stimulus), melalui memberi
petunjuk pemilihan (memilih yang petunjuk yang relevan dengan tugas), sampai
penerjemahan (menghubungkan persepsi pada petunjuk dengan tindakan di dalam
suatu perbuatan tertentu).
Kesiapan mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini
mencakup kesiapan mental (kesiapan mental untuk bertindak), kesiapan jasmani
(kesiapan jasmani untuk bertindak), dan kesiapan mental(keinginan untuk
bertindak). Pada tingkat ini persepsi terhadap petunjuk itu menjadi prasyarat
penting.
Gerakan terbimbing berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam belajar
keterampilan kompleks. Ia meliputi peniruan (mengulangi tindakan yang
didemonstrasikan oleh pendidik) dan mencoba-coba (dengan menggunakan
pendekatan gerakan ganda unbtuk mengidentifikasi gerakan yang baik).
Kecukupan kinerja ditentukan oleh pendidik atau oleh seperangkat kriteria yang
sesuai.
Gerakan terbisa berkaitan dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang
telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat
meyakinkan dan mahir. Hasil berlajar pada tingkat ini berkaitan dengan
keterampilan kinerja dari berbagai tipe, namun pola-pola gerakannya kurang
kompleks dibandingkan dengan tindakan berikutnya yang lebih tinggi.
Gerakan kompleks berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan
motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan
ditunjukkan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan
-
energi minimum. Kategori ini mencakup pemecahan hal-hal yang tidak menentu
(bertindak tanpa ragu-ragu) dan kinerja otomatis (gerakan dilakukan dengan
mudah dan pengendalian yang baik). Hasil belajar pada tingkat ini mencakup
kegiatan motorik yang sangat terkoordinasi.
Penyesuaian berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat
baik sehingga individu partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai
dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru.
Kreativitas mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk
disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar
pada tingkat ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang
benar-benar telah dikembangkan.
Gagne dan Briggs (1979:119) memaknai tujuan belajar atau peserta
didikan ke dalam tujuan kinerja (performance objectives). Alasannya, tujuan
kinerja berkaitan dengan kinerja manusia (atau perilaku manusia). Keduanya
menyamakan tujuan kinerja dengan tujuan yang dirumuskan secara operasional
(operationally defined objectives), dan tujuan yang dirumuskan secara behavioral
(behaviorally defined objectives). Tujuan itu digunakan untuk berkomunikasi
dengan orang lain mengenal apa yang harus dilakukan dengan mengamati
pencapaian tujuan belajar atau peserta didikan yang diperoleh peserta didik.
Gagne dan Briggs mengklasifikasikan tujuan peserta didikan ke dalam
lima kategori, yaitu (1) kemahiran intelektual (intelectual skills); (2) strategi
kognitif (cognitive strategies); (3) informasi verbal (verbal information); (4)
kemahiran motorik (motor skills); dan (5) sikap (attitudes). Berikut dideskripsikan
secara singkat.
Kemahiran intelektual merupakan kemampuan yang membuat individu
kompeten. Kemampuan ini berentangan mulai dari kemahiran bahasa sederhana
seperti menyusun kalimat sampai pada kemahiran teknis itu seperti teknologi
rekayasa, dan kegiatan ilmiah. Kemahiran teknis itu misalnya menemukan
kekuatan jembatan, atau memprediksikan inflasi mata uang.
-
Strategi kognitif merupakan kemampuan yang mengatur perilaku belajar,
mengingat, dan berfikir seseorang. Misalnya, kemampuan mengendalikan
perilaku ketika sedang membaca dalam belajar;dan metode internal yang
digunakan untuk memperoleh inti masalah. Istilah strategi kognitif oleh Burner
disebut mathemagenic behaviors, dan oleh Skinner disebut self-management
behaviors. Kemampuan yang berada di dalam strategi kognitif ini digunakan oleh
peserta didik dalam memecahkan masalah secara kreatif.
Informasi verbal merupakan kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik
dalam bentuk informasi atau pengetahuan verbal. Peserta didik pada umumnya
telah memiliki memori yang pada umumnya digunakan dalam bentuk informasi,
seperti nama bulan, hari, minggu, bilangan, huruf, kota, negara, dan sebagainya.
Invormasi verbal yang dipelajari di situasi peserta didikan diharapkan dapat
diingat kembali setelah peserta didik menyesuaikan kegiatan peserta didikan.
Kemahiran motorik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
kelenturan syaraf atau otot. Peserta didik naik sepeda, menyetir mobil, dan
menulis halus merupakan beberapa contoh yang menunjukkan kemahiran
motorik. Dalam pendidikan di sekolah, kemahiran motorik ini acapkali diabaikan,
kecuali untuk sekolah teknik, dan umumnya lebih menekankan pada fungsi
intelektual.
Sikap merupakan kecenderungan peserta didik untuk merespon sesuatu.
Setiap peserta didik memiliki sikap terhadap berbagai benda, orang, dan situasi.
Efek sikap ini dapat diamati dari reaksi peserta didik (positif atau negatif)
terhadap benda, orang, ataupun situasi yang dihadapi.
D. HIRARKHI TUGAS BELAJAR
Sistematika hirarkhi tugas belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah
didasarkan pada hasil penelitian dari para pakar psikologi. Tipe hirarkhi tugas
belajar itu dipandang sebagi tahap-tahap yang saling mendasari, yakni dimulai
dari tahapan yang palng rendah. Dengan demikian, hirarkhi tugas belajar yang
berada di bawah menjadi landasan bagi kategori belajar yang ada di atasnya.
-
Peserta didik yang tidak menguasai hirarkhi tugas belajar yang mendahului atau di
bawah, akan mengalami kesulitan dalam menguasai hirarkhi tugas belajar yang
lebih atas. Namun demikian, Gagne tidak berani memastikan bahwa hirarkhi tugas
belajar pertama menjadi landasan bagi hirarkhi tugas belajar kedua sampai dengan
kedelapan, sehingga dia menyusun hirarkhi tugas belajar dimulai dari tipe kedua
ke atas.
Penyusunan hirarkhi tugas belajar secara hirarkhi itu berarti bahwa
hirarkhi tugas belajar yang berada di tingkat atas bersifat lebih kompleks, karena
mencakup semua hirarkhi tugas belajar yang terdapat di bawahnya. Kemampuan
belajar pada tingkat kedelapan, misalnya, menuntut pengusaan kemampuan
belajar tingkat ketujuh, keenam, kelima, dan seterusnya. Dengan kata lain, peserta
didik agar mampu memperoleh prinsip pemecahan masalah menuntut penguasaan
beberapa kaidah; kemudian kaidah dapat dikuasai oleh peserta didik apabila
terlebih dahulu menguasai konsep-konsep tertentu, begitu seterusnya.
Gagne menyusun delapan hirarkhi tugas belajar meliputi: (1) belajar tanda
(signal learning); (2) belajar stimulus-response (stimulus-response learning); (3)
jalinan (chaining); (4) jalinan verbal (verbal chaining); (5) belajar membedakan
(discrimination learning); (6) belajar konsep (concept learning); (7) belajar
kaidah (rule learning); dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Gagne,
1997; Gagne dan Briggs, 1979; Romizoswki; 1981).
Belajar Tanda. Kategori belajar ini dapat disamakan dengan respon
bersyarat seperti yang disampaikan oleh Pavlov. Perangsang alamiah
(unconditioned stimulus, S1) secara spontan menimbulkan reaksi alamiah
(unconditioned response, R1), kemudian perangsang alamiah itu dihubungkan
dengan perangsang lain (conditioned stimulus, S2) yang secara spontan tidak
menimbulkan reaksi alamaiah. Karena terjadi asosiasi antara S1 Dengan S2
sampai beberapa kali, akhirnya S2 menimbulkan reaksi yang sama dengan R1
atau mirip dengan R1. Dalam kegiatan belajar sehari-hari, misalnya, pendidik
yang kretaif dalam menyajikan peseta didikan dapat menimbulkan perasaan
-
senang dan nyaman pada peserta didik dalam belajar, dan perasaan ini berpindah
kepada mata pelajaran yang disampaikan oleh pendidik tersebut.
Belajar (asosiasi) Stimulus-Response. Unsur pokok dalam belajar ini adlah
penguatan (reinforcement). Dalam pola belajar ini dibentuk hubungan antara suatu
stimulus dengan suatu respon berdasarkan efek yang mengikuti pemberian respon
tertentu. Proses belajar ini akan berhasil apabila diikuti dengan pemberian
penguatan terhadap respon yang benar, sedangkan respon yang salah tidak
diberikan penguatan. Pemberian penguatan itu dapat dilakukan dalam bentuk
rangkaian, yakni setiap kali respon yang disampaikan oleh peserta didik
mendekati kebenaran, kemudian langsung diberikan penguatan.
Belajar Jalinan Psikomotorik. Dalam belajar ini terdapat sejumlah langkah
sebagai mata rantai dalam keseluruhan rangkaian gerakan yang dilakukan secara
berurutan. Peserta didik harus mampu melakukan suatu gerakan lebih dahulu
sebelum mampu melakukan keseluruhan rangkaian gerakan dalam urutan yang
tepat. Gerakan yang dilakukan dalam urutan tertentu akan terbentuk suatu
rangkaian motorik. Misalnya, peserta didik belajar mengenakan baju, kemudian
mengenakan dasi, kedua kegiatan ini merupakan rangkaian gerakan motorik
mengenakan pakaian.
Belajar Jalinan Verbal. Dalam belajar ini peserta didik meng-hubungkan
suatu kata dengan suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian, dan
merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Pada mulanya peserta didik
belajar jalinan verbal dengan cara memberi nama suatu benda, objek atau
peristiwa. Misalnya, benda berkaki empat dan mempunyai alas disebut kursi.
Setelah peserta didik menguasai nama sesuatu, biasanya mulai merangkai satu
kata menjadi bentuk kalimat, dan kalimat menjadi paragraf. Setiap suku kata yang
mendahului menjadi stimulus pada suku kata berikutnya. Peserta didik dalam
mempelajari lagu misalnya, apabila telah menguasai suku kata di depannya, maka
akan mampu merangkaikan dengan suku kata berikutnya.
-
Belajar Perbedaan Jamak. Pola belajar ini menghasilkan kemampuan
untuk membeda-bedakan antara objek yang terdapat di lingkunagn fisik.
Kemampuan untuk membedakan ini diperoleh melalui proses pengamatan. Hasil
dari proses pengamatan disebut persepsi dan melalui persepsi ini peserta didik
mengenal ciri-ciri fisik dari suatu objek, seperti warna, bentuk, ukuran, berat, dan
seterusnya. Hasil dari proses pengamatan itu kemudian ditampung di dalam
persepsi dan, melalui proses pengamatan pelbagai objek yang lain, peserta didik
dapat membedakan antara objek satu dengan objek lainnya. Misalnya, peserta
didik mengamati anak bangun persegi empat, bujur sangkar, dan trapesium.
Berdasarkan hasil pengamatan dari keempat objek tersebut, dia dapat
membedakan antara bangun persegi, empat, bujur sangkar, dan trapesium.
Semakin teliti peserta didik mengamati suatu objek, semakin tajam persepsi yang
dihasilkan, dan semakin tepat pula dalam membedakan objek di lingkungannya.
Kemampuan mengamati suatu objek pada pelajaran di sekolah memegang peranan
peranan penting, karena akan mempermudah untuk memperoleh konsep dan
kaidah. Misalnya, anak yang melakukan praktikum kimia, dia harus mampu
membedakan warna, bau, dan unsur-unsur lain yang terkandung di dalam bahan.
Belajar Konsep. Konsep dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata
yang mewakili pengertian tertentu. Belajar konsep merupakan tipe belajar yang
memungkinkan peserta didik mengidentifikasi objek berdasarkan pada gambaran
yang telah diinternalisasi. Gagne membedakan antara konsep kongkrit yang
didasarkan pada karakteristik objek yang dapat diamati, dan konsep definisi yang
didasarkan pada definisi verbal. Contoh konsep kongkrit yaitu pisang, mangga,
durian, dan sebagainya, sedangkan konsep definisi yaitu buah-buahan, makanan,
sarana transportasi, dan sebagainya. Penguasaan konsep ini menjadi karena
sebagai dasar bagi belajar kaidah.
Belajar Kaidah. Kadah merupakan jalinan antara dua konsep atau lebih.
Tipe kaidah paling sederhana yaitu :jika A, maka B. Misalnya, jika air
dimasukkan ke dalam ruang yang bersuhu kurang dari nol derajat Celsius, maka
air akan membeku. Contoh ini menggambarkan hubungan antara air diturunkan
-
sampai di bawah temperatur non derajat Celsius. Contoh sederhana lainnya adalah
misalnya penggabungan antara kota dengan besar, menjadi kota besar.
Penggabungan antara konsep ini akan membentuk pemahaman baru terhadap
suatu objek yang berkaitan.
Pemecahan masalah. Belajar ini menghasilkan prinsip yang digunakan
untuk memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah itu dilakukan dengan
cara menghubung-hubungkan beberapa kaidah, sehingga membentuk suatu kaidah
yang lebih tinggi (higher order rule), dan hal ini seringkali dilahirkan sebagai
hasil berpikir pada waktu peserta didik menghadiri masalah baru. Misalnya,
peserta didik yang telah menemukan cara memecahkan teka-teki tentang telur
yang tidak rubuh pada waktu didirikan di atas tempat datar. Peserta didik tersebut
kemungkinan telah memiliki pemahaman bahwa telur yang memiliki sifat tidak
bundar maka tidak mungkin dapat didirikan. Kemudian untuk mendirikan benda
yang tidak bundar di alas datar, maka ada suatu bagian yang harus dibuat rata.
Oleh karena itu agar telur dapat didirikan, maka bagian tertentu dari telur tersebut
harus diratakan terlebih dahulu.
Dari delapan kategori belajar itu tampak bahwa Gagne me-masukkan
pandangan Skinner, Gilbert, dan Pavlov dalam merumuskan konsep belajar.
Pandangan yang menarik dari Gagne yaitu disampaikannya hirarkhi belajar.
Keberhasilan hirarkhi belajar tingkat tinggi bergantung pada penguasaan belajar
pada tingkat yang lebih rendah. Demikian pula Gagne memberikan saran untuk
mengajarkan isi belajar tingkat tinggi, yaitu penggunaan strategi ekspositori (
dimulai dari kaidah menuju kepada contoh), dan strategi diskoveri terbimbing
(dimulai dari contoh menuju kepada kaidah).
E. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Beberapa prinsip belajar lama yang berasa dari teori dan penelitian tentang
belajar masih relevan dengan beberapa prinsip lain yang dikembangkan oleh
Gagne. Beberapa prinsip yang dimaksud yaitu: keterdekatan (contiguity),
pengulangan (repetition), dan penguatan (reinforcement). Prinsip keterdekatan
-
menyatakan bahwa situasi stimulus yang hendak direspon oleh pembelajar harus
disampaikan sedekat mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan. Prinsip
pengulangan menyatakan bahwa situasi stimulus dan responnya perlu diulang-
ulang, atau dipraktikan, agar belajar dapat diperbaiki dan meningkatkan retensi
belajar. Prinsip penguatan menyatakan bahwa belajar sesuatu yang baru akan
diperkuat apabila belajar yang lalu diikuti oleh perolehan hasil yang
menyenangkan. Dengan kata lainpembelajar akan kuat motivasinya untuk
mempelajari sesuatu yang baru apabila hasil belajar yang telah dicapai
memperoleh penguatan.
Gagne disamping mengakui pentingnya ketiga prinsip tersebut, dan ketiga
prinsip itu dipandang sebagai kondisi eksternal yang mempengaruhi belajar, juga
mengusulkan tiga prinsip lain yang menjadi kondisi internal yang harus ada pada
diri pembelajar. Ketiga prinsip itu harus dimiliki oleh pembelajar sebelum
melakukan kegiatan belajar baru. Ketiga prinsip itu adalah : (a) informasi faktual
(factual information); (b) kemahiran intelaktual (intelectual skill); dan (c) strategi
(strategy). Ketiga prinsip itu merupakan kondisi internal yang harus dimiliki oleh
pembelajar agar mamapu melaksanakan kegiatan belajar secara optimal. Berikut
disajikan ketiga prinsip tersebut secara ringkas.
Informasi verbal. Informasi ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (a)
dikomunikasikan kepada pembelajar; (b) dipelajari oleh pembelajar sebelum
memulai belajar baru; dan (c) dilacak dari memori, karena informasi itu telah
dipelajari dan disimpan di dalan memori selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun yang lalu.
Kemahiran intelektual. Pembelajar harus memiliki pelbagai cara dalam
mengerjakan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan simbol-simbol bahasa dan
lainnya, untuk mempelajari hal-hal baru. Pertama, mungkin ada stimulasi untuk
mengingat kemahiran intelaktual itu dengan bantuan beberapa petunjuk verbal.
Misalnya, pembelajar diminta belajar kaidah tentang mekanika, pendidik
menyatakan: kamu harus ingat tentang cara menemukan nilai variabel dalam suatu
-
persamaan. Perlu diketahui bahwa kemahiran intelektual tidak dapat disajikan
melalui petunjuk lisan atau petunjuk tertulis yang disampaikan oleh pendidik.
Kemahiran intelektual harus telah dipelajari sebelumnya agar dapat digunakan
atau diingat ketika diperlukan.
Strategi. Setiap aktivitas belajar memerlukan pengaktifan strategi belajar
dan mengingat. Pembelajar harus mampu menggunakan strategi untuk
menghadirkan stimulus yang kompleks; memilih dan membuat kode bagian-
bagian stimulus; memecahkan masalah; dan melacak kembali informasi yang
telah dipelajari. Pembelajar yang telah dewasa dalam melakukan aktivitas belajar
umumnya dibantu oleh kemampuan pengelolaan diri (self-management).
Kemampuan mengelola diri dalan belajar ini pada akhirnya menjadikan
pembelajar sebagai pembelajar diri (self-leaners).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Faktor faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil
belajar adalah kondisi internal dan kondisi eksternal peserta didik.
Kondisi Internal meliputi :
1. Kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh yang ada dalam diri peserta didik
tersebut yang dapat dilihat.
2. Kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual ,emosional
3. Kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Peserta
didik tersebut bersosialisasi dengan sesama teman ataupun dengan
lingkungan sekitar sekolah.
Oleh karena itu kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki
peserta didik akan berpengaruh terhadap kesiapan,proses, dan hasil belajar.
Berikut kondisi eksternal yang ada di lingkungan peserta didik meliputi :
1. Variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari
(direspon)
-
Peserta didik yang akan mempelajari materi belajar yang memiliki tingkat
kesulitan tinggi,misalnya, sementara itu dia belum memiliki kemampuan
internal yang dipersyaratkan untuk mempelajarinya, maka dia akan
mengalami kesulitan belajar. Oleh karena itu agar peserta didik berhasil
dalam mempelajari materi belajr baru, dia harus memiliki kemampuan
internal yang dipersyaratkan.
2. Tempat belajar
Tempat belajar yang kurang memenuhi syarat juga tidak akan menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar. Seperti contoh tempat sekolah yang
kurang memadai yaitu atap kelas bocor sehingga air menetes saat hujan
turun,tentunya akan sangat mengganggu belajar.
3. Iklim
Jika iklim dan cuaca yang panas dan menyengat akan mengganggu
konsentrasi belajar. Sehingga dibutuhkan suasana yang sejuk supaya
pembelajaran dapat berlangsung nyaman.
4. Suasana lingkungan
Apabila suasana lingkungan yang bising tentu akan mengganggu proses
belajar. Hal tersebut dapat dikarenakan letak sekolah yang dekat dengan pusat
keramaian seperti terminal atau pasar.
5. Budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan,proses,dan hasil
belajar
Masyarakat yang menerapkan budaya belajar yang terstruktur tentu akan
mendorong kesiapan siswa tersebut untuk mengikuti kegiatan belajar di
sekolah deengan baik.
Piaget berbicara tentang skema (scheme), yang merupakan unit dasar
kognisi seseorang. Istilah behavioristic untuk skema ini adalah respons atau
kebiasaan (habit) (Good dan Brophy, 1990). Namun Piaget membedakan dua jenis
scheme, yaitu sensorimotorik contohnya keterampilan berjalan, membuka botol,
dan cognitive scheme seperti pengembangan konsep, berpikir pemahaman dan
sebagainya. Kelenturan pengertian skema mencakup koordinasi keterampilan
sensomotorik maupun pengetahuan kompleks kognitif. Perkembangan scheme
-
merupakan suatu proses interaksi yang terus-menerus (continous) antara
lingkungan dan kondisi manusia yang disebut adpatasi. Pengalaman adaptasi ini
(adaptation experience) mewujudkan perkembangan scheme baru. Pengetahuan
itu dibangun (constructed) apabila diperoleh pengalaman.
Dua mekanisme adpatasi terkait dalam setiap tindakan, yaitu akomodasi
dan asimilasi. Akomodasi adalah perubahan respons terhadap tuntutan lingkungan
yang mencakup perkembangan scheme baru dari adaptasi scheme yang sudah ada,
terhadap situasi baru. Asimilasi secara umum diartikan dalam istilah behavioristic
sebagai transfer atau proses memberi respons terhadap stimulus tertentu. Dengan
menggunakan scheme yang sudah ada, semua tindakan yang disebut belajar
mencakup asimilasi dan akomodasi (Hall, 1983). Maka belajar menurut aliran
Piaget adalah adaptasi yang holistik dan bermakna yang datang dari dalam diri
seseorang terhadap situasi baru, sehingga mengalami perubahan yang relatif
permanen. Berbeda dari para behavioris, Piaget percaya bahwa harus ada kesiapan
(readiness) dan kematangan (maturity) dari dalam diri seseorang sebelum
perubahan tersebut terjadi.
(Semiawan, 2002)
G. JENIS-JENIS BELAJAR DAN KONDISINYA
Gagne ( 1979;1981) mengklasifikasi apa yang dipelajari oleh pembelajar
ke dalam lima macam yaitu :
1. Informasi Verbal ( Verbal Information )
Kemampuan untuk menyajikan gagasan merupakan kemampuan yang
dipelajari disebut informasi verbal. Semakin luas informasi verbal yang dimiliki
oleh pembelajar pada suatu bidang tertentu, maka semakin besar pula
kemungkinannya untuk menjadi ahli di bidang yang bersangkutan, karena
informasi verbal itu menjadi bahan untuk berfikir.
Kondisi internal yang diperlukan untuk belajar informasi verbal yaitu
bahwa perolehan dan penyimpanan informasi baru harus berkaitan dengan
informasi yang telah dimiiki.Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu komunikasi
-
verbal, menunjukkan gambar, atau petunjuk lain yang digunakan untuk
merangsang ingatan pembelajar mengenai serangkaian informasi yang telah
dimiliki.
2. Kemahiran Intelektual (intelectual skill)
Kategori kemahiran intelektual oleh Gagne dibagi lagi kedalam empat sub-
kemampuan yaitu:
a) Diskriminasi jamak (multiple diskrimination)
Pembelajar mampu membedakan antara objek satu dengan yang lainyya
setelah melakukan pengamatan secara cermat terhadap berbagai objek.
Kondisi internal yang harus dimiliki pembelajar adalah kemampuan
pengingeraan dan kemampuan merespon terhadap berbagai objek yang dapat
diamati, seperti kesamaan dan perbedaan objek menurut bentu, ukuran dan
sebagainya. Kondisi eksternal yang diperlukan adalah:
keterdekatan, yakni respon harus mengikuti stimulus dalam waktu yang
singkat
penguatan, yakni pemberian penguatan atas respon yang benar
pengulangan, yakni situasi belajar mengkin memerlukan pengulangan
agar pembelajar dapat memilih stimulus yang benar.
b) Konsep (concept)
Konsep dapat dibedakan menjadi konsep kongkrit dan konsep definisi.
Konsep Kongkrit menunjukkan pada objek-objek di lingkunan fisik.
Konsep Definisi merupak konsep yang mewakili realita kehidupan, namun
tidak secara langsung menunjukkan realita di lingkungan secara fisik karena
realita ini tidak kasat mata.
Kondisi Internal yang diperlukan adalah bahwa dalam belajar konsep
kongkrit, pembelajar harus mengingat tentang perbedaab objek atau
peristiwa.
Kondisi eksternal yang diperlukan adalah bahwa dalam belajar konsep
kongkrit, guru hendaknya menyajikan conto-contoh yang memiliki
karakteristik relevan dan tidak relevan, kemudian pembelajar diminta untuk
mengidentifikasinya.
-
c) Kaidah (rule)
Kaidah merupakan dua konsep atau lebih yang dihubungkan sehingga
terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. Dalam
kaidah ini terkandung tiga konsep yaitu pujian, prestasi belajar dan motivasi
belajar.
Kondisi internal yang diperluukan yaitu pembelajar harus mengingat setiap
unsur konsep tentang kaidah, termasuk didalamnya konsep yang
mencerminkan hubungan antar konsep.
Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu penggunaan komunikasi verbal
dengan tujuan memberi petunjuk penyusunan konsep secara benar.
d) Prinsip (higher order rule)
Prinsip merupakan kombinasi dari beberapa kaidah yang bertaraf lebih tinggi
dan lebih kompleks.
Kondisi internal yang diperlukan yaitu pembelajar harus mengingat kaidah
yang relevan dan juga informasi yang relevan.
Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu pembelajar dihadapkan pada situasi
masalah aktual yang tidak pernah dihadapi sebelumnya.
e) Strategi kognitif (cognitive strategy)
Pembelajar telah belajar keterampilan untuk mengelola belajar, mengingat
dan berfikir. Pembelajar yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas
mentalnya sendiri dibidang kognitif akan jauh lebih efisien dan efektif dalam
menggunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan
dengan pembelajar yang tidak memilikinya.
kondisi Internal yang diperlukan yaitu pembelajar perlu memiliki pelbagai
strategi kognitif untuk memecahkan masalah.
Kondisi eksternal yang diperlukan adalah masalah baru yang dapat
memunculkan pelbagai alternatif pemecahan masalah.
f) Keterampilan motorik (motor skill)
Pembelajar telah melakukan gerakan berupa tindakan motorik terorganisir,
seperti pada waktu melempar bola. Ciri khas dari keterampilan motorik
adalah otomatisme, yakni rangkaian gerakan yang berlangsung secara teratur
-
dan berjalan dengan lancar dan fleksibel tanpa diperlukan banyak refleksi
tentang apa yang harus dilakukan dan alasan mengikuti gerakan tertentu.
Kondisi internal yang diperlukan yaitu penguasaan bagian-bagian gerakan,
dan jalinan antar gerakan.
Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu perbaikan ketepatan,kecepatan,dan
kualitas bagian-bagian gerakan.
g) Sikap (attitude)
Pembelajar telah memperoleh kondisi mental yang mempengaruhi pilihan
untuk bertindak. Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam
pengambilan tindakan, lebih-lebih apabila terbuka pelbagai kemungkinan
untuk bertindak.
Kondisi internal yang diperlukan yaitu sikap menghormati atau
mengidentifikasi dengan model telah dimiliki oleh pembelajar.
Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu :
penyajian model
demonstrasi atau deskripsi oleh model tentang perilaku yang diinginkan
demonstrasi oleh model tentang kepuasan atas hasil dari perilakunya.
-
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang
setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan
dikerjakan oleh seseorang
2. Unsur-unsur belajar ada empat, yaitu: (1) peserta didik, (2) rangsangan, (3)
memori, dan (4) respon.
3. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik
setelah mengalami kegiatan belajar.
4. Delapan hirarkhi tugas belajar meliputi: (1) belajar tanda (signal learning);
(2) belajar stimulus-response (stimulus-response learning); (3) jalinan
(chaining); (4) jalinan verbal (verbal chaining); (5) belajar membedakan
(discrimination learning); (6) belajar konsep (concept learning); (7)
belajar kaidah (rule learning); dan (8) pemecahan masalah (problem
solving).
5. Prinsip-prinsip belajar yaitu: keterdekatan (contiguity), pengulangan
(repetition), dan penguatan (reinforcement).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu kondisi internal dan
kondisi eksternal.
7. Lima macam yang dipelajari oleh pembelajar: (1) informasi verbal (verbal
information), (2) kemahiran intelektual (intelectual skill), (3) strategi
kognitif (cognitif strategy), (4) keterampilan motorik (motor skill), dan (5)
sikap (attitude).
B. SARAN
Era global yang ditandai dengan berbagai perubahan ini dikomunikasikan
melalui informasi dengan berbagai media, seperti komputer, data base dan
jaringan informasi canggih yang beraneka ragam. Semakin lama semakin canggih
informasi yang harus disampaikan ke tangan pemakainya. Bila kita tidak mau
-
terpelanting dalam era global tersebut, maka perlengkapan manusia harus disertai
upaya belajar. Jadi, manusia harus terus-menerus belajar untuk mampu mencapai
kemandirian dan sekaligus mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
lingkungan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Gordon, Thomas. 1984. Guru yang Efektif Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam
Kelas. Jakarta: CV. Rajawali.
Rifai, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UNNES PRESS.
Semiawan, Conny R. 2002. Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah
Dasar. Jakarta: Indeks.