psikologi pendidikan

Upload: dyah-larasati

Post on 09-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.

TRANSCRIPT

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan Makalah yang berjudul Hakekat Belajar dengan baik.

    Tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata

    kuliah Psikologi Pendidikan Semester Genap Rombel 20 UNNES.

    Penulis menyadari bahwa Makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu,

    kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi tercapainya kata sempurna.

    Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.

    Akhir kata, semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

    umumnya dan penulis pada khususnya agar memahai hakekat belajar.

    Semarang, 3 Oktober 2013

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    JUDUL ..... i

    KATA PENGANTAR.. ii

    DAFTAR ISI........ iii

    BAB I PENDAHULUAN.... 1

    A. Latar Belakang.... 1

    B. Rumusan Masalah . 6

    C. Tujuan Penulisan 6

    BAB II PEMBAHASAN . . 7

    A. Pengertian Belajar .......................... 7

    B. Unsur-Unsur Belajar ................... 14

    C. Hasil Belajar ................................................... 15

    D. Hirarkhi Tugas Belajar .............. 17

    E. Prinsip-Prinsip Belajar .................... 24

    F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar .............................

    G. Jenis-Jenis Belajar dan Kondisinya .........................................

    BAB III PENUTUP... .. 28

    A. Simpulan .... 28

    B. Saran ..... 29

    DAFTAR PUSTAKA ... 30

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Mengapa manusia belajar? Jawabannya adalah karena ia ingin mengetahui

    atau memperoleh pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan. Jawaban lengkapnya

    adalah manusia belajar karena mempunyai bakat untuk belajar, yang dipacu oleh

    sikap ingin tahu dan didukung kemampuan untuk mengetahui. Manusia yang

    diciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah diatas bumi dilengkapi dengan akal sehat

    serta hasrat ingin tau, sehingga selalu ingin bertanya, mulai dari hal-hal yang

    sangat sederhana sampai kepada hal-hal yang sangat rumit.

    Hasrat ingin mengetahui itu telah tampak sejak anak masih kanak-kanak,

    bahkan masih bayi. Apa yang dapat dijangkau diraihnya, dipegangnnya di

    masukkan ke dalam mulutnya, dijatuhkan atau dilemparkan. Tampaknya, ia

    belajar, ia melakukan eksperimen. Dengan demikian memperoleh pengetahuan

    melalui pengalaman atau eksperimen, bahwa apa yang disentuhnya itu ada ynag

    panas atau ada yang dingin, ada yang halus dan ada yang kasar, ada yang jatuh

    menimbulkan bunyi dan ada yang tidak menimbulkan bunyi, ada yang pecah dan

    ada yang tidak pecah; bahwa apa yang dikecapnya ada yang manis dan ada yang

    kecut, ada yang hambar dan ada yang asin, dan sebagainya.

    Salah satu ciri khas manusia adalah hasrat ingin tahu dan setelah

    mengetahui atau memperoleh lebih pengetahuan tentang sesuatu, segera

    kepuasaanya disusul dengan kecenderungan untuk ingin lebih tahu, dan

    seterusnya, karena didukung oleh kemampuan untuk mengetahui. Kemampuan

    manusia untuk belajar adalah ciri yang sangat penting yang membedakan manusia

    dengan hewan.

    Kelakuan dan kemampuan melakukan sesuatu pada hewan tidak diperoleh

    melalui proses belajar dalam arti sadar tujuan, tetapi melalui mekanisme naluri,

    yang berkembang dengan sendirinya, siap pakai tanpa latihan sebelumnya, tetapi

    tak dapat meningkat karena dibatasi suatu pola yang sudah tertentu. Belajar bagi

    manusia memainkan peranan penting dalam pewarisan kebudayaan berupa

  • kumpulan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada generasi pelanjut.

    Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman lebih dalam mengenai

    hakekat belajar yang sesungguhnya.

    Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengajukan makalah

    yang berjudul Hakekat Belajar yang nantinya dapat memperjelas pengertian dan

    hakekat dari belajar.

    B. RUMUSAN MASALAH

    1. Apa pengertian belajar ?

    2. Apa saja unsur-unsur dalam belajar ?

    3. Apa saja hasil dari belajar ?

    4. Bagaimana hirarkhi tugas belajar ?

    5. Apa saja prinsip-prinsip dalam belajar ?

    6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ?

    7. Apa saja jenis-jenis belajar dan kondisinya ?

    C. TUJUAN PENULISAN

    1. Menjelaskan pengertian belajar.

    2. Menjelaskan unsur-unsur belajar.

    3. Menjelaskan hasil belajar.

    4. Menjelaskan hirarkhi tugas belajar.

    5. Menjelaskan prinsip-prinsip belajar.

    6. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.

    7. Menjelaskan jenis-jenis belajar dan kondisinya.

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    A. PENGERTIAN BELAJAR

    Setiap orang, baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan

    belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur

    kembali akan selalu diwarnai oleh kegiatan belajar.

    Efektivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak

    semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi peserta didik yang

    bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama pendidik yang profesional.

    Ada kecenderungan bahwa sikap menyenangkan, kehangatan, persaudaraan, tidak

    menakutkan, dan sejenisnya, dipandang sebagian orang sebagai pendidik yang

    baik.

    Berikut beberapa definisi guru uang baik diambil dari mitos umum

    tentang guru dan pengajaran.

    Mitos pertama : Guru yang baik adalah guru yang tenang, tidak pernah

    bertemperamen baik, tenang, dan tidak pernah

    menunjukkan emosi yang tinggi.

    Mitos kedua : Guru yang baik tidak pernah berprasangka buruk, tidak

    pernah membeda-bedakan anak atas dasar suku, ras, dan

    jenis kelamin.

    Mitos ketiga : Guru yang baik menyembunyikan perasaan yang

    sesungguhnya terhadap murid-muridnya.

    Mitos keempat : Guru yang baik menerima semua anak dengan pandangan

    yang sama, tidak pernah punya favorit dan tidak pilih

    kasih.

    Mitos kelima : Guru yang baik menyediakan lingkungan belajar yang

    menarik, tenang, bebeas dan sesuai dengan aturan pada

    setiap saat.

  • Mitos keenam : Guru yang baik selalu konsiste, tidak pernah merasa

    tinggi, rendah, tidak pernah lupa, atau membuat kesalahan,

    tidak pernah menunjukkan sebagian-sebagian dan tidak

    mendua.

    Mitos ketujuh : Guru yang baik selalu tahu jawaban, mempunyai

    pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan dengan

    murid-muridnya.

    Motos kedelapan : Guru yang baik saling membantu satu sama lain, selalu

    menjadi satu barisan dalam menghadapi anak-anak tanpa

    mempertimbangkan perasaan, nilai, atau hukuman.

    (Gordon, 1984)

    Pendidik yang profesional dituntut memiliki karakteristik yang lebih dari

    aspek-aspek tersebut, seperti kemampuan untuk menguasai bahan belajar,

    keterampilan peserta didikan, dan evaluasi peserta didikan. Dengan demikian

    profesionalitas pendidik merupakan totalitas perwujudan kepribadian yang

    ditampilkan sehingga mampu mendorong peserta didik untuk belajar efektif.

    Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang

    setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan

    dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam

    perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan

    persepsi seseorang. Oleh karena itu, dengan menguasai konsep dasar tentang

    belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar iru memegang

    peranan penting dalam proses psikologis.

    Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar

    psikologi. Berikut disajikan beberapa pengertian tentang beajar.

    1. Gage dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu

    proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari

    pengalaman.

    2. Morgan et.al. (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan

    relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.

  • 3. Slavin (1994:152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu

    yang disebabkan pengalaman.

    4. Gagne (1977:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi

    atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan

    perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan

    Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar

    mengandung tiga unsur utama, yaitu:

    a. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku

    Peilaku mengacu pada suatu tindakan atau berbagai tindakan. Perilaku

    yang tampak (overt behavior) seperti berbicara, menulis puisi, mengerjakan

    matematika, dapat member pemahaman tentang perubahan perilaku seseorang.

    b. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.

    Pengalaman dapat mebatasi jenis-jenis perubahan perilaku yang di

    pandang mencerminkan belajar. Pengalaman dalam pengertian belajar dapat

    berupa pengalaman fisik, psikis dan sosial.

    c. Perubahan perilaku Karena bersifat relative permanen.

    Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu,

    satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun.jika seseorang memahami prinsip-prinsip

    belajar, maka akan mampu mengubah perilaku seperti yang di inginkannya. Oleh

    karena itu apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan

    pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan

    mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

    B. UNSUR-UNSUR BELAJAR

    Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat pelbagai

    unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku (Gagne,

    1997: 4). Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • 1. Peserta didik. Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai peserta didik,

    warga belajar, dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar.

    Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap

    rangsangan; otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil

    penginderaan ke dalam memori yang kompleks; dan syaraf atau otot yang

    digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukan apa yang telah

    dipelajari. Dalam proses belajar, rangsangan (stimulus) yang diterima oleh

    peserta didik diorganisir di dalam syaraf, dan ada beberapa rangsangan yang

    disimpan di dalam memori. Kemudian memori tersebut diterjemahkan ke

    dalam tindakan yang dapat diamati seperti gerakan syaraf atau otot dalam

    merespon stimulus.

    2. Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang penginderaan peserta

    didik disebut stimulus. Banyak stimulus yang berada di lingkungan

    seseorang. Suara, sinar, warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dan orang

    adalah stimulus yang selalu berada di lingkungan seseorang. Agar peserta

    didik mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu

    yang diminati.

    3. Memori. Memori yang ada pada peserta didik berisi pelbagai kemampuan

    yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari

    kegiatan sebelumnya.

    4. Respon. Tindakan yang dihasilkan dari tindakan aktualisasi memori disebut

    respon. Pserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong

    memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon dalam

    peserta didikan diamati pada akhir proses belajar yang disebut dengna

    perubahan perilaku atau perubahan kinerja (performance).

    Keempat unsur belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

    Kegiatan beajar akan terjadi pada diri peserta didik apabila terdapat interaksi

    antara stimulus dengan isi memori, sehingga perilakunya berubah dari waktu

    sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku,

  • maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah

    melakukan kegiatan belajar.

    C. HASIL BELAJAR

    Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik

    setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku

    tersebut tergantung apa yang dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu apabila

    peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku

    yang diperoleh adalah pengusaan konsep. Dalam peserta didikan, perubahan

    perilaku yang harus dicapai peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar

    dirumuskan dalam tujuan peserta didikan. Tujuan peserta didkian merupakan

    deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang

    bahwa belajar telah terjadi (Gerlach dan Ely,1980). Perumusan tujuan peserta

    didikan itu, yakni hasil belajar yang didinginkan pada peserta didik, lebih rumit

    karena tidak dapat diukur secara langsung.

    Tujuan peserta didikan merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan

    melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada

    diri peserta didik, yakni pernyatan tentang apa yang diinginkan pada diri peserta

    didik setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Kerumitan hasil belajar itu

    disebabkan karena bersifat psikologis. Misalnya, seorang pendidik memiliki

    tujuan peserta didikan: pesrta didik mampu menulis kalimat sempurna. Tujuan

    peserta didikan seperti ini cukup komleks. Kemempuan aktual untuk menulis

    kalimat sempurna tidak dapat diamati secara langsung karena belajar terjadi di

    dalam otak peserta didik. Begitu pula apakah kemampuan menulis tersebut

    disebabkan karena proses peserta didikan ataukah karena kemempuan yang telah

    dimiliki oleh peserta didik pada waktu sebelum peserta didikan. Untuk mengukur

    kemampuan peserta didik di dalam mencapai tujuan peserta didikan tersebut

    diperlukan adanya pengamatan kinerja (performance) peserta didik sebelum dan

    setelah peserta didikan berlangsung, serta mengamati perubahan kinerja yang

    telah terjadi.

  • Dalam kegiatan belajar, tujuan yang harus dicapai oleh setiap individu dalam

    belajar memiliki beberapa peranan penting, yaitu:

    1. Memberikan arah pada kegiatan peserta didikan. Bagi pendidik, tujuan

    peserta didikan akan mengarahkan pemilihan strategi dan jenis kegiatan yang

    tepat. Kemudian bagi peserta didik, tujuan itu mengarahkan peserta didik

    untuk melakukan kegiatan balajar yang diharapkan dan mampu menggunakan

    waktu seefisien mungkin.

    2. Untuk mengetahui kemampuan belajar dan perlu tidaknya pemberian peserta

    didikan pembinaan bagi peserta didik (remidial teaching). Dengan tujuan

    peserta didikan itu pendidik akan mengetahui seberapa jauh peserta didik

    telah menguasai tujuan peserta didikan tertentu, dan tujuan peserta didikan

    mana yang belum dikuasai.

    3. Sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan peserta didikan, pendidik dapat

    mengkomunikasikan tujuan npeserta didikannya kepada peserta didik,

    sehingga peserta didik dapat mempersiapkan diridalam mengikuti proses

    peserta didikan.

    Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan

    ranah belajar, yaitu ranah kognitif (cognitif domain), ranah afektif (affective

    domain) , ranah psikomotorik (psychomotoric domain).

    Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan

    dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan

    (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis

    (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).

    Pengetahuan didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali

    informasi (materi peserta didikan) yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan

    ini meliputi pengingatan kembali tenyang rentang materi yang luas, mulai dari

    fakta yang spesifik sampai teori yang kompleks. Pengetahuan mencerminkan

    tingkat belajar yang paling rendah pada ranah kognitif.

  • Pemahaman didefinisikan sebagai kemapuan memperoleh makana dari

    materi peserta didikan. Hal ini ditujukan melalui penerjemahan materi peserta

    didikan dan melalui mengestimasikan kecenderunga masa depan. Hasil belajar ini

    berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana dan mencerminkan

    tingkat pemahan aling rendah.

    Penerapan mengacu pada kemampuan mengguanakan materi peserta

    didikan yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Hal ini

    mencangkup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prisip-prinsip,

    dalil, dan teori. Hasil belajar di bidang ini memerlukan pemahaman yang lebih

    tinggi dari pada tingkat pemahaman sebelumnya.

    Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam

    bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini

    mencangkup identifikasi bagian-bagian, analisi hubungan antar bagian dan

    mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian. Hasil belajr ini mencerminkan

    tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada pemahaman dan penerapan, karena

    memerlukan pemahaman isi dan bentik struktural materi peserta didikan yang

    telah dipelajari.

    Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam

    membentuk strutur yang baru. Hal ini mencangkup produksi komunikasi yang

    unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), seperangkat

    hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi). Hasil belajar di

    bidang ini menekankan pada perilaku kreatif , dengan penekana dasar pada

    pembentuka strujtur atau pola pola.

    Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang materi

    peserta didikan (pernyataan, novel, pusisi, laporan) untuk tujuan tertentu.

    Keputusan itu didasarka pada kriteria tertentu. Kriteria itu mungkin berupa

    kriteria internal (organisasi) atau kriteria eksternal (relevansi terhadap tujuan) dan

    peserta didik dapat menetapkan kriteria sendiri. Hasil belajar di bidang ini adalah

    yang paling tinngi di dalam hirarki kognitif karena berisi unsur-unsur seluruh

  • kategori tersebut dan ditambah dengan keputusan tentang nilai yang didasarkan

    pada kriteria yang telah ditetapkan dengan jelas.

    Ranah afektif berkaitan denga perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori

    tujuannya mencerminkan hirarki yang bertentangan dari keinginan untuik

    menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan peserta

    didikan afektif adalah penerimaaan (receiving), penaggapan (responding),

    penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukan pola hidup

    (organization by a value complex).

    Penerimaaan mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan

    rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik, danm

    sebagainya). Dari sudut pandang peserta didikan, ia berkaitan dengan meperolah,

    menangani, dan mengarahkan perhatian peserta didik.

    Hasil belajar ini bertentangan dari kesadarean sederhana tentang adanya

    sesuatu sampai pada perhatian selektif yang menjadi bagian milik individu peserta

    didik. Penerimaaan itu mencerminka tingkat hasil belajar paling rendah di dalam

    ranah afektif.

    Penanggapan mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Pada

    tingkat ini peserta didik tidak hanya menghadirkan fenomena tertentu tetapi juga

    mereaksinya dengan berbagai cara. Hasil belajar di bidang ini adalah penekanan

    pada kemahiran merespon (mengerjakan tugas secara suka rela), atau kepuasan

    dalam merespon (membaca untuk hiburan). Tingkat yang lebih tinggi dari

    kategori ini adalah mencangkup tujuan dari peserta didikan yang umumnyta

    diklasifikasikan ke dalam minat peserta didik, yakni minat yang menekankan

    pencarian dan penuikmatan kegiatn tertentu.

    Penilaitan berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek,

    fenomena atau perilaku tertentu pada diri peserta didik. Penilaian ini bertentangan

    dari penerimaaan nilai yang lebih sederhana (keinginan memperbaiki

    keterampilan kelompok), sampai pada tingkat kesepakatan yang kompleks

    (bertanggung jawab agar berfungsi secara efektif pada kelompok). Penilaian

  • didasarkan pada internalisasi seperangakat nilai tertentu, namun menunjukan

    nilai-nilai yang diungkapkan di dalam perilaku yang ditampakkkan oleh peserta

    didik. Hasil belajar di bidang ini dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan

    cukup stabil di dalam membuat nilai yang dapat dikenali secara jelas. Tujuan

    pesreta didikan yang diklasifikasikan ke dalam sikap dan spresiasi akan masuk ke

    dalam kateghori ini.

    Pengorganisasian berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda,

    memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai dan mulai menciptakan sistem

    nilai ynag konsisten secara internal. Hasil belajar ini dapat berkaiatan dengan

    konseptualisasi nilai (mengenali tanggung jawab setiap individu untuk

    memperbaiki hubungan antar manusia) atau pengorganisasian sistem nilai

    (mengembangkan rencana kerja yang memenuhi kebutuhan sendiri baik dalam hal

    peningkatan ekonomi maupun pelayanan sosial). Tujuan peserta didikan yang

    berkaitan dengan pengembangan pandangan hidup dapat dimasukkan ke dalam

    karegori ini.

    Pembentukan pola hidup mengacu pada individu peserta didik memiliki

    sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama

    sehingga mampu mengembangkan menjadi karakteristik gaya hidupnya. Perilaku

    pada tingkat ini adalah bersifat pervasif, konsisten dan dapat diramalkan. Hasil

    belajar pada tingkat ini mencangkup berbagai aktifitas yang luas namun

    penekanan dasarnya adlah pada kekhasan perilaku peserta didik atau peserta didik

    memiliki karakter yang khas.

    Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti

    keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.

    Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih

    dengan ranah kognitif dan afektif. Misalnya di dalam tujuan peserta didikan

    seperti: menulis kalimat sempurna. Hal ini dapat mencakup ranah kognitif

    (pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat), ranah afektif (keinginan untuk

    merespon), psikomotorik (koordinasi syaraf). Kategori jenis perilaku untuk ranah

  • psikomotorik menurut Elizabeth Simpson adalah persepsi (perception), kesiapan

    (set), gerakan terbimbing (guide response), gerakan terbiasa (mechanism),

    gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan

    kreativitas (originality).

    Persepsi berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk

    memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik. Kategori ini berentangan

    dari rangsangan penginderaan (kesadaran akan adanya stimulus), melalui memberi

    petunjuk pemilihan (memilih yang petunjuk yang relevan dengan tugas), sampai

    penerjemahan (menghubungkan persepsi pada petunjuk dengan tindakan di dalam

    suatu perbuatan tertentu).

    Kesiapan mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini

    mencakup kesiapan mental (kesiapan mental untuk bertindak), kesiapan jasmani

    (kesiapan jasmani untuk bertindak), dan kesiapan mental(keinginan untuk

    bertindak). Pada tingkat ini persepsi terhadap petunjuk itu menjadi prasyarat

    penting.

    Gerakan terbimbing berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam belajar

    keterampilan kompleks. Ia meliputi peniruan (mengulangi tindakan yang

    didemonstrasikan oleh pendidik) dan mencoba-coba (dengan menggunakan

    pendekatan gerakan ganda unbtuk mengidentifikasi gerakan yang baik).

    Kecukupan kinerja ditentukan oleh pendidik atau oleh seperangkat kriteria yang

    sesuai.

    Gerakan terbisa berkaitan dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang

    telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat

    meyakinkan dan mahir. Hasil berlajar pada tingkat ini berkaitan dengan

    keterampilan kinerja dari berbagai tipe, namun pola-pola gerakannya kurang

    kompleks dibandingkan dengan tindakan berikutnya yang lebih tinggi.

    Gerakan kompleks berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan

    motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan

    ditunjukkan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan

  • energi minimum. Kategori ini mencakup pemecahan hal-hal yang tidak menentu

    (bertindak tanpa ragu-ragu) dan kinerja otomatis (gerakan dilakukan dengan

    mudah dan pengendalian yang baik). Hasil belajar pada tingkat ini mencakup

    kegiatan motorik yang sangat terkoordinasi.

    Penyesuaian berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat

    baik sehingga individu partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai

    dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru.

    Kreativitas mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk

    disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar

    pada tingkat ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang

    benar-benar telah dikembangkan.

    Gagne dan Briggs (1979:119) memaknai tujuan belajar atau peserta

    didikan ke dalam tujuan kinerja (performance objectives). Alasannya, tujuan

    kinerja berkaitan dengan kinerja manusia (atau perilaku manusia). Keduanya

    menyamakan tujuan kinerja dengan tujuan yang dirumuskan secara operasional

    (operationally defined objectives), dan tujuan yang dirumuskan secara behavioral

    (behaviorally defined objectives). Tujuan itu digunakan untuk berkomunikasi

    dengan orang lain mengenal apa yang harus dilakukan dengan mengamati

    pencapaian tujuan belajar atau peserta didikan yang diperoleh peserta didik.

    Gagne dan Briggs mengklasifikasikan tujuan peserta didikan ke dalam

    lima kategori, yaitu (1) kemahiran intelektual (intelectual skills); (2) strategi

    kognitif (cognitive strategies); (3) informasi verbal (verbal information); (4)

    kemahiran motorik (motor skills); dan (5) sikap (attitudes). Berikut dideskripsikan

    secara singkat.

    Kemahiran intelektual merupakan kemampuan yang membuat individu

    kompeten. Kemampuan ini berentangan mulai dari kemahiran bahasa sederhana

    seperti menyusun kalimat sampai pada kemahiran teknis itu seperti teknologi

    rekayasa, dan kegiatan ilmiah. Kemahiran teknis itu misalnya menemukan

    kekuatan jembatan, atau memprediksikan inflasi mata uang.

  • Strategi kognitif merupakan kemampuan yang mengatur perilaku belajar,

    mengingat, dan berfikir seseorang. Misalnya, kemampuan mengendalikan

    perilaku ketika sedang membaca dalam belajar;dan metode internal yang

    digunakan untuk memperoleh inti masalah. Istilah strategi kognitif oleh Burner

    disebut mathemagenic behaviors, dan oleh Skinner disebut self-management

    behaviors. Kemampuan yang berada di dalam strategi kognitif ini digunakan oleh

    peserta didik dalam memecahkan masalah secara kreatif.

    Informasi verbal merupakan kemampuan yang diperoleh oleh peserta didik

    dalam bentuk informasi atau pengetahuan verbal. Peserta didik pada umumnya

    telah memiliki memori yang pada umumnya digunakan dalam bentuk informasi,

    seperti nama bulan, hari, minggu, bilangan, huruf, kota, negara, dan sebagainya.

    Invormasi verbal yang dipelajari di situasi peserta didikan diharapkan dapat

    diingat kembali setelah peserta didik menyesuaikan kegiatan peserta didikan.

    Kemahiran motorik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan

    kelenturan syaraf atau otot. Peserta didik naik sepeda, menyetir mobil, dan

    menulis halus merupakan beberapa contoh yang menunjukkan kemahiran

    motorik. Dalam pendidikan di sekolah, kemahiran motorik ini acapkali diabaikan,

    kecuali untuk sekolah teknik, dan umumnya lebih menekankan pada fungsi

    intelektual.

    Sikap merupakan kecenderungan peserta didik untuk merespon sesuatu.

    Setiap peserta didik memiliki sikap terhadap berbagai benda, orang, dan situasi.

    Efek sikap ini dapat diamati dari reaksi peserta didik (positif atau negatif)

    terhadap benda, orang, ataupun situasi yang dihadapi.

    D. HIRARKHI TUGAS BELAJAR

    Sistematika hirarkhi tugas belajar yang dikemukakan oleh Gagne adalah

    didasarkan pada hasil penelitian dari para pakar psikologi. Tipe hirarkhi tugas

    belajar itu dipandang sebagi tahap-tahap yang saling mendasari, yakni dimulai

    dari tahapan yang palng rendah. Dengan demikian, hirarkhi tugas belajar yang

    berada di bawah menjadi landasan bagi kategori belajar yang ada di atasnya.

  • Peserta didik yang tidak menguasai hirarkhi tugas belajar yang mendahului atau di

    bawah, akan mengalami kesulitan dalam menguasai hirarkhi tugas belajar yang

    lebih atas. Namun demikian, Gagne tidak berani memastikan bahwa hirarkhi tugas

    belajar pertama menjadi landasan bagi hirarkhi tugas belajar kedua sampai dengan

    kedelapan, sehingga dia menyusun hirarkhi tugas belajar dimulai dari tipe kedua

    ke atas.

    Penyusunan hirarkhi tugas belajar secara hirarkhi itu berarti bahwa

    hirarkhi tugas belajar yang berada di tingkat atas bersifat lebih kompleks, karena

    mencakup semua hirarkhi tugas belajar yang terdapat di bawahnya. Kemampuan

    belajar pada tingkat kedelapan, misalnya, menuntut pengusaan kemampuan

    belajar tingkat ketujuh, keenam, kelima, dan seterusnya. Dengan kata lain, peserta

    didik agar mampu memperoleh prinsip pemecahan masalah menuntut penguasaan

    beberapa kaidah; kemudian kaidah dapat dikuasai oleh peserta didik apabila

    terlebih dahulu menguasai konsep-konsep tertentu, begitu seterusnya.

    Gagne menyusun delapan hirarkhi tugas belajar meliputi: (1) belajar tanda

    (signal learning); (2) belajar stimulus-response (stimulus-response learning); (3)

    jalinan (chaining); (4) jalinan verbal (verbal chaining); (5) belajar membedakan

    (discrimination learning); (6) belajar konsep (concept learning); (7) belajar

    kaidah (rule learning); dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Gagne,

    1997; Gagne dan Briggs, 1979; Romizoswki; 1981).

    Belajar Tanda. Kategori belajar ini dapat disamakan dengan respon

    bersyarat seperti yang disampaikan oleh Pavlov. Perangsang alamiah

    (unconditioned stimulus, S1) secara spontan menimbulkan reaksi alamiah

    (unconditioned response, R1), kemudian perangsang alamiah itu dihubungkan

    dengan perangsang lain (conditioned stimulus, S2) yang secara spontan tidak

    menimbulkan reaksi alamaiah. Karena terjadi asosiasi antara S1 Dengan S2

    sampai beberapa kali, akhirnya S2 menimbulkan reaksi yang sama dengan R1

    atau mirip dengan R1. Dalam kegiatan belajar sehari-hari, misalnya, pendidik

    yang kretaif dalam menyajikan peseta didikan dapat menimbulkan perasaan

  • senang dan nyaman pada peserta didik dalam belajar, dan perasaan ini berpindah

    kepada mata pelajaran yang disampaikan oleh pendidik tersebut.

    Belajar (asosiasi) Stimulus-Response. Unsur pokok dalam belajar ini adlah

    penguatan (reinforcement). Dalam pola belajar ini dibentuk hubungan antara suatu

    stimulus dengan suatu respon berdasarkan efek yang mengikuti pemberian respon

    tertentu. Proses belajar ini akan berhasil apabila diikuti dengan pemberian

    penguatan terhadap respon yang benar, sedangkan respon yang salah tidak

    diberikan penguatan. Pemberian penguatan itu dapat dilakukan dalam bentuk

    rangkaian, yakni setiap kali respon yang disampaikan oleh peserta didik

    mendekati kebenaran, kemudian langsung diberikan penguatan.

    Belajar Jalinan Psikomotorik. Dalam belajar ini terdapat sejumlah langkah

    sebagai mata rantai dalam keseluruhan rangkaian gerakan yang dilakukan secara

    berurutan. Peserta didik harus mampu melakukan suatu gerakan lebih dahulu

    sebelum mampu melakukan keseluruhan rangkaian gerakan dalam urutan yang

    tepat. Gerakan yang dilakukan dalam urutan tertentu akan terbentuk suatu

    rangkaian motorik. Misalnya, peserta didik belajar mengenakan baju, kemudian

    mengenakan dasi, kedua kegiatan ini merupakan rangkaian gerakan motorik

    mengenakan pakaian.

    Belajar Jalinan Verbal. Dalam belajar ini peserta didik meng-hubungkan

    suatu kata dengan suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian, dan

    merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Pada mulanya peserta didik

    belajar jalinan verbal dengan cara memberi nama suatu benda, objek atau

    peristiwa. Misalnya, benda berkaki empat dan mempunyai alas disebut kursi.

    Setelah peserta didik menguasai nama sesuatu, biasanya mulai merangkai satu

    kata menjadi bentuk kalimat, dan kalimat menjadi paragraf. Setiap suku kata yang

    mendahului menjadi stimulus pada suku kata berikutnya. Peserta didik dalam

    mempelajari lagu misalnya, apabila telah menguasai suku kata di depannya, maka

    akan mampu merangkaikan dengan suku kata berikutnya.

  • Belajar Perbedaan Jamak. Pola belajar ini menghasilkan kemampuan

    untuk membeda-bedakan antara objek yang terdapat di lingkunagn fisik.

    Kemampuan untuk membedakan ini diperoleh melalui proses pengamatan. Hasil

    dari proses pengamatan disebut persepsi dan melalui persepsi ini peserta didik

    mengenal ciri-ciri fisik dari suatu objek, seperti warna, bentuk, ukuran, berat, dan

    seterusnya. Hasil dari proses pengamatan itu kemudian ditampung di dalam

    persepsi dan, melalui proses pengamatan pelbagai objek yang lain, peserta didik

    dapat membedakan antara objek satu dengan objek lainnya. Misalnya, peserta

    didik mengamati anak bangun persegi empat, bujur sangkar, dan trapesium.

    Berdasarkan hasil pengamatan dari keempat objek tersebut, dia dapat

    membedakan antara bangun persegi, empat, bujur sangkar, dan trapesium.

    Semakin teliti peserta didik mengamati suatu objek, semakin tajam persepsi yang

    dihasilkan, dan semakin tepat pula dalam membedakan objek di lingkungannya.

    Kemampuan mengamati suatu objek pada pelajaran di sekolah memegang peranan

    peranan penting, karena akan mempermudah untuk memperoleh konsep dan

    kaidah. Misalnya, anak yang melakukan praktikum kimia, dia harus mampu

    membedakan warna, bau, dan unsur-unsur lain yang terkandung di dalam bahan.

    Belajar Konsep. Konsep dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata

    yang mewakili pengertian tertentu. Belajar konsep merupakan tipe belajar yang

    memungkinkan peserta didik mengidentifikasi objek berdasarkan pada gambaran

    yang telah diinternalisasi. Gagne membedakan antara konsep kongkrit yang

    didasarkan pada karakteristik objek yang dapat diamati, dan konsep definisi yang

    didasarkan pada definisi verbal. Contoh konsep kongkrit yaitu pisang, mangga,

    durian, dan sebagainya, sedangkan konsep definisi yaitu buah-buahan, makanan,

    sarana transportasi, dan sebagainya. Penguasaan konsep ini menjadi karena

    sebagai dasar bagi belajar kaidah.

    Belajar Kaidah. Kadah merupakan jalinan antara dua konsep atau lebih.

    Tipe kaidah paling sederhana yaitu :jika A, maka B. Misalnya, jika air

    dimasukkan ke dalam ruang yang bersuhu kurang dari nol derajat Celsius, maka

    air akan membeku. Contoh ini menggambarkan hubungan antara air diturunkan

  • sampai di bawah temperatur non derajat Celsius. Contoh sederhana lainnya adalah

    misalnya penggabungan antara kota dengan besar, menjadi kota besar.

    Penggabungan antara konsep ini akan membentuk pemahaman baru terhadap

    suatu objek yang berkaitan.

    Pemecahan masalah. Belajar ini menghasilkan prinsip yang digunakan

    untuk memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah itu dilakukan dengan

    cara menghubung-hubungkan beberapa kaidah, sehingga membentuk suatu kaidah

    yang lebih tinggi (higher order rule), dan hal ini seringkali dilahirkan sebagai

    hasil berpikir pada waktu peserta didik menghadiri masalah baru. Misalnya,

    peserta didik yang telah menemukan cara memecahkan teka-teki tentang telur

    yang tidak rubuh pada waktu didirikan di atas tempat datar. Peserta didik tersebut

    kemungkinan telah memiliki pemahaman bahwa telur yang memiliki sifat tidak

    bundar maka tidak mungkin dapat didirikan. Kemudian untuk mendirikan benda

    yang tidak bundar di alas datar, maka ada suatu bagian yang harus dibuat rata.

    Oleh karena itu agar telur dapat didirikan, maka bagian tertentu dari telur tersebut

    harus diratakan terlebih dahulu.

    Dari delapan kategori belajar itu tampak bahwa Gagne me-masukkan

    pandangan Skinner, Gilbert, dan Pavlov dalam merumuskan konsep belajar.

    Pandangan yang menarik dari Gagne yaitu disampaikannya hirarkhi belajar.

    Keberhasilan hirarkhi belajar tingkat tinggi bergantung pada penguasaan belajar

    pada tingkat yang lebih rendah. Demikian pula Gagne memberikan saran untuk

    mengajarkan isi belajar tingkat tinggi, yaitu penggunaan strategi ekspositori (

    dimulai dari kaidah menuju kepada contoh), dan strategi diskoveri terbimbing

    (dimulai dari contoh menuju kepada kaidah).

    E. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

    Beberapa prinsip belajar lama yang berasa dari teori dan penelitian tentang

    belajar masih relevan dengan beberapa prinsip lain yang dikembangkan oleh

    Gagne. Beberapa prinsip yang dimaksud yaitu: keterdekatan (contiguity),

    pengulangan (repetition), dan penguatan (reinforcement). Prinsip keterdekatan

  • menyatakan bahwa situasi stimulus yang hendak direspon oleh pembelajar harus

    disampaikan sedekat mungkin waktunya dengan respon yang diinginkan. Prinsip

    pengulangan menyatakan bahwa situasi stimulus dan responnya perlu diulang-

    ulang, atau dipraktikan, agar belajar dapat diperbaiki dan meningkatkan retensi

    belajar. Prinsip penguatan menyatakan bahwa belajar sesuatu yang baru akan

    diperkuat apabila belajar yang lalu diikuti oleh perolehan hasil yang

    menyenangkan. Dengan kata lainpembelajar akan kuat motivasinya untuk

    mempelajari sesuatu yang baru apabila hasil belajar yang telah dicapai

    memperoleh penguatan.

    Gagne disamping mengakui pentingnya ketiga prinsip tersebut, dan ketiga

    prinsip itu dipandang sebagai kondisi eksternal yang mempengaruhi belajar, juga

    mengusulkan tiga prinsip lain yang menjadi kondisi internal yang harus ada pada

    diri pembelajar. Ketiga prinsip itu harus dimiliki oleh pembelajar sebelum

    melakukan kegiatan belajar baru. Ketiga prinsip itu adalah : (a) informasi faktual

    (factual information); (b) kemahiran intelaktual (intelectual skill); dan (c) strategi

    (strategy). Ketiga prinsip itu merupakan kondisi internal yang harus dimiliki oleh

    pembelajar agar mamapu melaksanakan kegiatan belajar secara optimal. Berikut

    disajikan ketiga prinsip tersebut secara ringkas.

    Informasi verbal. Informasi ini dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (a)

    dikomunikasikan kepada pembelajar; (b) dipelajari oleh pembelajar sebelum

    memulai belajar baru; dan (c) dilacak dari memori, karena informasi itu telah

    dipelajari dan disimpan di dalan memori selama berbulan-bulan atau bertahun-

    tahun yang lalu.

    Kemahiran intelektual. Pembelajar harus memiliki pelbagai cara dalam

    mengerjakan sesuatu, terutama yang berkaitan dengan simbol-simbol bahasa dan

    lainnya, untuk mempelajari hal-hal baru. Pertama, mungkin ada stimulasi untuk

    mengingat kemahiran intelaktual itu dengan bantuan beberapa petunjuk verbal.

    Misalnya, pembelajar diminta belajar kaidah tentang mekanika, pendidik

    menyatakan: kamu harus ingat tentang cara menemukan nilai variabel dalam suatu

  • persamaan. Perlu diketahui bahwa kemahiran intelektual tidak dapat disajikan

    melalui petunjuk lisan atau petunjuk tertulis yang disampaikan oleh pendidik.

    Kemahiran intelektual harus telah dipelajari sebelumnya agar dapat digunakan

    atau diingat ketika diperlukan.

    Strategi. Setiap aktivitas belajar memerlukan pengaktifan strategi belajar

    dan mengingat. Pembelajar harus mampu menggunakan strategi untuk

    menghadirkan stimulus yang kompleks; memilih dan membuat kode bagian-

    bagian stimulus; memecahkan masalah; dan melacak kembali informasi yang

    telah dipelajari. Pembelajar yang telah dewasa dalam melakukan aktivitas belajar

    umumnya dibantu oleh kemampuan pengelolaan diri (self-management).

    Kemampuan mengelola diri dalan belajar ini pada akhirnya menjadikan

    pembelajar sebagai pembelajar diri (self-leaners).

    F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

    Faktor faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil

    belajar adalah kondisi internal dan kondisi eksternal peserta didik.

    Kondisi Internal meliputi :

    1. Kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh yang ada dalam diri peserta didik

    tersebut yang dapat dilihat.

    2. Kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual ,emosional

    3. Kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Peserta

    didik tersebut bersosialisasi dengan sesama teman ataupun dengan

    lingkungan sekitar sekolah.

    Oleh karena itu kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki

    peserta didik akan berpengaruh terhadap kesiapan,proses, dan hasil belajar.

    Berikut kondisi eksternal yang ada di lingkungan peserta didik meliputi :

    1. Variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari

    (direspon)

  • Peserta didik yang akan mempelajari materi belajar yang memiliki tingkat

    kesulitan tinggi,misalnya, sementara itu dia belum memiliki kemampuan

    internal yang dipersyaratkan untuk mempelajarinya, maka dia akan

    mengalami kesulitan belajar. Oleh karena itu agar peserta didik berhasil

    dalam mempelajari materi belajr baru, dia harus memiliki kemampuan

    internal yang dipersyaratkan.

    2. Tempat belajar

    Tempat belajar yang kurang memenuhi syarat juga tidak akan menunjang

    keberhasilan proses belajar mengajar. Seperti contoh tempat sekolah yang

    kurang memadai yaitu atap kelas bocor sehingga air menetes saat hujan

    turun,tentunya akan sangat mengganggu belajar.

    3. Iklim

    Jika iklim dan cuaca yang panas dan menyengat akan mengganggu

    konsentrasi belajar. Sehingga dibutuhkan suasana yang sejuk supaya

    pembelajaran dapat berlangsung nyaman.

    4. Suasana lingkungan

    Apabila suasana lingkungan yang bising tentu akan mengganggu proses

    belajar. Hal tersebut dapat dikarenakan letak sekolah yang dekat dengan pusat

    keramaian seperti terminal atau pasar.

    5. Budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan,proses,dan hasil

    belajar

    Masyarakat yang menerapkan budaya belajar yang terstruktur tentu akan

    mendorong kesiapan siswa tersebut untuk mengikuti kegiatan belajar di

    sekolah deengan baik.

    Piaget berbicara tentang skema (scheme), yang merupakan unit dasar

    kognisi seseorang. Istilah behavioristic untuk skema ini adalah respons atau

    kebiasaan (habit) (Good dan Brophy, 1990). Namun Piaget membedakan dua jenis

    scheme, yaitu sensorimotorik contohnya keterampilan berjalan, membuka botol,

    dan cognitive scheme seperti pengembangan konsep, berpikir pemahaman dan

    sebagainya. Kelenturan pengertian skema mencakup koordinasi keterampilan

    sensomotorik maupun pengetahuan kompleks kognitif. Perkembangan scheme

  • merupakan suatu proses interaksi yang terus-menerus (continous) antara

    lingkungan dan kondisi manusia yang disebut adpatasi. Pengalaman adaptasi ini

    (adaptation experience) mewujudkan perkembangan scheme baru. Pengetahuan

    itu dibangun (constructed) apabila diperoleh pengalaman.

    Dua mekanisme adpatasi terkait dalam setiap tindakan, yaitu akomodasi

    dan asimilasi. Akomodasi adalah perubahan respons terhadap tuntutan lingkungan

    yang mencakup perkembangan scheme baru dari adaptasi scheme yang sudah ada,

    terhadap situasi baru. Asimilasi secara umum diartikan dalam istilah behavioristic

    sebagai transfer atau proses memberi respons terhadap stimulus tertentu. Dengan

    menggunakan scheme yang sudah ada, semua tindakan yang disebut belajar

    mencakup asimilasi dan akomodasi (Hall, 1983). Maka belajar menurut aliran

    Piaget adalah adaptasi yang holistik dan bermakna yang datang dari dalam diri

    seseorang terhadap situasi baru, sehingga mengalami perubahan yang relatif

    permanen. Berbeda dari para behavioris, Piaget percaya bahwa harus ada kesiapan

    (readiness) dan kematangan (maturity) dari dalam diri seseorang sebelum

    perubahan tersebut terjadi.

    (Semiawan, 2002)

    G. JENIS-JENIS BELAJAR DAN KONDISINYA

    Gagne ( 1979;1981) mengklasifikasi apa yang dipelajari oleh pembelajar

    ke dalam lima macam yaitu :

    1. Informasi Verbal ( Verbal Information )

    Kemampuan untuk menyajikan gagasan merupakan kemampuan yang

    dipelajari disebut informasi verbal. Semakin luas informasi verbal yang dimiliki

    oleh pembelajar pada suatu bidang tertentu, maka semakin besar pula

    kemungkinannya untuk menjadi ahli di bidang yang bersangkutan, karena

    informasi verbal itu menjadi bahan untuk berfikir.

    Kondisi internal yang diperlukan untuk belajar informasi verbal yaitu

    bahwa perolehan dan penyimpanan informasi baru harus berkaitan dengan

    informasi yang telah dimiiki.Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu komunikasi

  • verbal, menunjukkan gambar, atau petunjuk lain yang digunakan untuk

    merangsang ingatan pembelajar mengenai serangkaian informasi yang telah

    dimiliki.

    2. Kemahiran Intelektual (intelectual skill)

    Kategori kemahiran intelektual oleh Gagne dibagi lagi kedalam empat sub-

    kemampuan yaitu:

    a) Diskriminasi jamak (multiple diskrimination)

    Pembelajar mampu membedakan antara objek satu dengan yang lainyya

    setelah melakukan pengamatan secara cermat terhadap berbagai objek.

    Kondisi internal yang harus dimiliki pembelajar adalah kemampuan

    pengingeraan dan kemampuan merespon terhadap berbagai objek yang dapat

    diamati, seperti kesamaan dan perbedaan objek menurut bentu, ukuran dan

    sebagainya. Kondisi eksternal yang diperlukan adalah:

    keterdekatan, yakni respon harus mengikuti stimulus dalam waktu yang

    singkat

    penguatan, yakni pemberian penguatan atas respon yang benar

    pengulangan, yakni situasi belajar mengkin memerlukan pengulangan

    agar pembelajar dapat memilih stimulus yang benar.

    b) Konsep (concept)

    Konsep dapat dibedakan menjadi konsep kongkrit dan konsep definisi.

    Konsep Kongkrit menunjukkan pada objek-objek di lingkunan fisik.

    Konsep Definisi merupak konsep yang mewakili realita kehidupan, namun

    tidak secara langsung menunjukkan realita di lingkungan secara fisik karena

    realita ini tidak kasat mata.

    Kondisi Internal yang diperlukan adalah bahwa dalam belajar konsep

    kongkrit, pembelajar harus mengingat tentang perbedaab objek atau

    peristiwa.

    Kondisi eksternal yang diperlukan adalah bahwa dalam belajar konsep

    kongkrit, guru hendaknya menyajikan conto-contoh yang memiliki

    karakteristik relevan dan tidak relevan, kemudian pembelajar diminta untuk

    mengidentifikasinya.

  • c) Kaidah (rule)

    Kaidah merupakan dua konsep atau lebih yang dihubungkan sehingga

    terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. Dalam

    kaidah ini terkandung tiga konsep yaitu pujian, prestasi belajar dan motivasi

    belajar.

    Kondisi internal yang diperluukan yaitu pembelajar harus mengingat setiap

    unsur konsep tentang kaidah, termasuk didalamnya konsep yang

    mencerminkan hubungan antar konsep.

    Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu penggunaan komunikasi verbal

    dengan tujuan memberi petunjuk penyusunan konsep secara benar.

    d) Prinsip (higher order rule)

    Prinsip merupakan kombinasi dari beberapa kaidah yang bertaraf lebih tinggi

    dan lebih kompleks.

    Kondisi internal yang diperlukan yaitu pembelajar harus mengingat kaidah

    yang relevan dan juga informasi yang relevan.

    Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu pembelajar dihadapkan pada situasi

    masalah aktual yang tidak pernah dihadapi sebelumnya.

    e) Strategi kognitif (cognitive strategy)

    Pembelajar telah belajar keterampilan untuk mengelola belajar, mengingat

    dan berfikir. Pembelajar yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas

    mentalnya sendiri dibidang kognitif akan jauh lebih efisien dan efektif dalam

    menggunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan

    dengan pembelajar yang tidak memilikinya.

    kondisi Internal yang diperlukan yaitu pembelajar perlu memiliki pelbagai

    strategi kognitif untuk memecahkan masalah.

    Kondisi eksternal yang diperlukan adalah masalah baru yang dapat

    memunculkan pelbagai alternatif pemecahan masalah.

    f) Keterampilan motorik (motor skill)

    Pembelajar telah melakukan gerakan berupa tindakan motorik terorganisir,

    seperti pada waktu melempar bola. Ciri khas dari keterampilan motorik

    adalah otomatisme, yakni rangkaian gerakan yang berlangsung secara teratur

  • dan berjalan dengan lancar dan fleksibel tanpa diperlukan banyak refleksi

    tentang apa yang harus dilakukan dan alasan mengikuti gerakan tertentu.

    Kondisi internal yang diperlukan yaitu penguasaan bagian-bagian gerakan,

    dan jalinan antar gerakan.

    Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu perbaikan ketepatan,kecepatan,dan

    kualitas bagian-bagian gerakan.

    g) Sikap (attitude)

    Pembelajar telah memperoleh kondisi mental yang mempengaruhi pilihan

    untuk bertindak. Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam

    pengambilan tindakan, lebih-lebih apabila terbuka pelbagai kemungkinan

    untuk bertindak.

    Kondisi internal yang diperlukan yaitu sikap menghormati atau

    mengidentifikasi dengan model telah dimiliki oleh pembelajar.

    Kondisi eksternal yang diperlukan yaitu :

    penyajian model

    demonstrasi atau deskripsi oleh model tentang perilaku yang diinginkan

    demonstrasi oleh model tentang kepuasan atas hasil dari perilakunya.

  • BAB III

    PENUTUP

    A. SIMPULAN

    1. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang

    setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan

    dikerjakan oleh seseorang

    2. Unsur-unsur belajar ada empat, yaitu: (1) peserta didik, (2) rangsangan, (3)

    memori, dan (4) respon.

    3. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik

    setelah mengalami kegiatan belajar.

    4. Delapan hirarkhi tugas belajar meliputi: (1) belajar tanda (signal learning);

    (2) belajar stimulus-response (stimulus-response learning); (3) jalinan

    (chaining); (4) jalinan verbal (verbal chaining); (5) belajar membedakan

    (discrimination learning); (6) belajar konsep (concept learning); (7)

    belajar kaidah (rule learning); dan (8) pemecahan masalah (problem

    solving).

    5. Prinsip-prinsip belajar yaitu: keterdekatan (contiguity), pengulangan

    (repetition), dan penguatan (reinforcement).

    6. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu kondisi internal dan

    kondisi eksternal.

    7. Lima macam yang dipelajari oleh pembelajar: (1) informasi verbal (verbal

    information), (2) kemahiran intelektual (intelectual skill), (3) strategi

    kognitif (cognitif strategy), (4) keterampilan motorik (motor skill), dan (5)

    sikap (attitude).

    B. SARAN

    Era global yang ditandai dengan berbagai perubahan ini dikomunikasikan

    melalui informasi dengan berbagai media, seperti komputer, data base dan

    jaringan informasi canggih yang beraneka ragam. Semakin lama semakin canggih

    informasi yang harus disampaikan ke tangan pemakainya. Bila kita tidak mau

  • terpelanting dalam era global tersebut, maka perlengkapan manusia harus disertai

    upaya belajar. Jadi, manusia harus terus-menerus belajar untuk mampu mencapai

    kemandirian dan sekaligus mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan

    lingkungan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Gordon, Thomas. 1984. Guru yang Efektif Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam

    Kelas. Jakarta: CV. Rajawali.

    Rifai, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:

    UNNES PRESS.

    Semiawan, Conny R. 2002. Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah

    Dasar. Jakarta: Indeks.