draft rapermen gabungan
TRANSCRIPT
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 1/127
1
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … /PRT/M/2015
TENTANG
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
bahwa untuk mewujudkan perumahan dan kawasan
permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur
dibutuhkan peningkatan kualitas perumahan kumuh
dan permukiman kumuh;
b. bahwa sesuai pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
berwenang untuk menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan
urusan pemerintahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 2/127
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 16);
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan
Kriteria Teknis Jalan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 900);
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 3/127
3
03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 470);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PENINGKATAN KUALITAS
TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,
baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
4. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk
di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 4/127
4
pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
5. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan
kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
6. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi
syarat.
7. Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman
Kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta
prasarana, sarana dan utilitas umum.
8. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
9. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.
10. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan
lingkungan hunian.
11. Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk menghindari tumbuh
dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh baru.
12. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan perumahan dan
permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas umum.
13. Perbaikan adalah pola penanganan dengan titik berat kegiatan perbaikan
dan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan termasuk sebagian
aspek tata bangunan.
14. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali rumah
serta prasarana, sarana, dan utilitas umum ke bentuk aslinya.
15. Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara
menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan permukiman.
16. Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat
terdampak dari lokasi perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang
tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan/atau rawan bencana.
17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 5/127
5
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
19. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
20. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara
Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
21. Kelompok swadaya masyarakat adalah kumpulan orang yang menyatukan
diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan
pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dan kebutuhan yang sama,
sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai
bersama.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pekerjaan umum, perumahan, dan kawasan permukiman.
Bagian Kedua
Maksud, Tujuan dan Lingkup
Pasal 2
(1) Peraturan menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah,
Pemerintah daerah, dan setiap orang dalam penyelenggaraan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Peraturan menteri ini bertujuan untuk mewujudkan perumahan dan
kawasan permukiman yang layak huni dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur.
Pasal 3
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. kriteria dan tipologi;
b. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan;
c. pola-pola penanganan;
d. pengelolaan; dan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 6/127
6
e. pola kemitraan, peran masyarakat, dan kearifan lokal.
BAB II
KRITERIA DAN TIPOLOGI
Bagian Kesatu
Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 4
(1) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria
yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e. pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
Pasal 5
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mencakup:
a. ketidakteraturan bangunan;
b. tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan rencana tata ruang; dan/atau
c. ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Ketidakteraturan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman:
a. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata
Ruang (RDTR), yang meliputi pengaturan bentuk, besaran, perletakan,
dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 7/127
7
lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL),
yang meliputi pengaturan blok lingkungan, kapling, bangunan,
ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep
orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
(3) Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan
permukiman dengan:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam
RDTR, dan/atau RTBL.
(4) Ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi
bangunan gedung pada perumahan dan permukiman yang bertentangan
dengan persyaratan:
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, di
atas dan/atau di bawah air, di atas dan/atau di bawah
prasarana/sarana umum;
c. keselamatan bangunan gedung;
d. kesehatan bangunan gedung;
e. kenyamanan bangunan gedung; dan
f. kemudahan bangunan gedung.
Pasal 6
(1) Dalam hal kabupaten/kota belum memiliki RDTR dan/atau RTBL, maka
penilaian ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan dengan
merujuk pada persetujuan mendirikan bangunan untuk jangka waktu
sementara.
(2) Dalam hal bangunan gedung tidak memiliki IMB dan persetujuan
mendirikan bangunan untuk jangka waktu sementara, maka penilaian
ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan oleh pemerintah
daerah dengan mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan
Gedung (TABG).
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 8/127
8
Pasal 7
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b mencakup:
a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan
perumahan atau permukiman; dan/atau
b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk.
(2) Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan
atau permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan atau permukiman
tidak terlayani dengan jalan lingkungan.
(3) Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan kondisi sebagian atau seluruh jalan
lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan.
Pasal 8
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c mencakup:
a. ketidaktersediaan akses aman air minum; dan/atau
b. tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai
standar yang berlaku.
(2) Ketidaktersediaan akses aman air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana masyarakat tidak dapat
mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa.
(3) Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana kebutuhan air
minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau permukiman tidak
mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.
Pasal 9
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d mencakup:
a. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan
sehingga menimbulkan genangan;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 9/127
9
b. ketidaktersediaan drainase;
c. tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan;
d. tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di
dalamnya; dan/atau
e. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk.
(2) Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan
sehingga menimbulkan genangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak
mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan
dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih
dari 2 kali setahun;
(3) Ketidaktersediaan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan kondisi dimana saluran tersier dan/atau saluran lokal tidak
tersedia.
(4) Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi dimana saluran lokal
tidak terhubung dengan saluran pada hierarki di atasnya sehingga
menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.
(5) Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di
dalamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik
berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
(6) Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e merupakan kondisi dimana kualitas konstruksi
drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau
penutup atau telah terjadi kerusakan.
Pasal 10
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e mencakup:
a. sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang
berlaku; dan/atau
b. prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 10/127
10
persyaratan teknis.
(2) Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang
berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi
dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau
permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari
kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara
individual/domestik, komunal maupun terpusat.
(3) Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada
perumahan atau permukiman dimana:
a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik; atau
b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.
Pasal 11
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f mencakup:
a. prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan
teknis;
b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis;
dan/atau
c. tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik
sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase.
(2) Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi
dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan
atau permukiman tidak memadai sebagai berikut:
a. tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik atau
rumah tangga;
b. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle)
pada skala lingkungan;
c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan; dan
d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala lingkungan.
(3) Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 11/127
11
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kondisi dimana
pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman
tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. pewadahan dan pemilahan domestik;
b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan; dan
d. pengolahan lingkungan.
(4) Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik
sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kondisi dimana pemeliharaan
sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik
berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Pasal 12
(1) Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g mencakup ketidaktersediaan:
a. prasarana proteksi kebakaran; dan
b. sarana proteksi kebakaran.
(2) Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a merupakan kondisi dimana tidak tersedianya:
a. pasokan air yang diperoleh dari sumber alam maupun buatan;
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan
pemadam kebakaran;
c. sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran;
dan/atau
d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah
diakses.
(3) Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
b. kendaraan pemadam kebakaran;
c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan/atau
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 12/127
12
d. peralatan pendukung lainnya.
Bagian Kedua
Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Pasal 13
(1) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan
pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan
letak lokasi secara geografis.
(2) Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. di atas air;
b. di tepi air;
c. di dataran rendah;
d. di perbukitan; dan
e. di daerah rawan bencana.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria dan Tipologi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III
PENETAPAN LOKASI DAN PERENCANAAN PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1) Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib
didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Proses pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 13/127
13
(3) Penetapan lokasi dilakukan oleh pemerintah daerah dalam bentuk
keputusan bupati/walikota atau gubernur khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan hasil penilaian lokasi.
(4) Penetapan lokasi ditindaklanjuti dengan perencanaan penanganan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat.
Bagian Kedua
Penetapan Lokasi
Pasal 16
(1) Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a
dilakukan sesuai dengan prosedur pendataan identifikasi lokasi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Identifikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
identifikasi terhadap:
a. satuan perumahan dan permukiman;
b. kondisi kekumuhan;
c. legalitas lahan; dan
d. pertimbangan lain
Pasal 17
(1) Prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) pada
dilakukan oleh pemerintah daerah yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Prosedur pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat pada lokasi yang terindikasi sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(3) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan
prosedur pendataan dan format isian identifikasi lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh.
Pasal 18
(1) Identifikasi satuan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 14/127
14
dalam Pasal 16 huruf a merupakan upaya untuk menentukan batasan
atau lingkup entitas perumahan dan permukiman formal atau swadaya
dari setiap lokasi dalam suatu wilayah kabupaten/kota.
(2) Penentuan satuan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk perumahan dan permukiman formal dilakukan
dengan pendekatan fungsional melalui identifikasi deliniasi.
(3) Penentuan satuan perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk perumahan dan permukiman swadaya dilakukan
dengan pendekatan administratif.
(4) Penentuan satuan perumahan swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat rukun warga.
(5) Penentuan satuan permukiman swadaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan dengan pendekatan administratif pada tingkat
kelurahan/desa.
Pasal 19
(1) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf b merupakan upaya untuk menentukan tingkat kekumuhan pada
satuan perumahan dan permukiman dengan menemukenali
permasalahan kondisi bangunan gedung beserta sarana dan prasarana
pendukungnya.
(2) Identifikasi kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kriteria perumahan kumuh dan permukiman
kumuh.
Pasal 20
(1) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 huruf c
merupakan upaya untuk mengetahui status legalitas lahan pada setiap
lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai dasar untuk
menentukan pola penanganan.
(2) Identifikasi legalitas lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. status penguasaan lahan, dan
b. kesesuaian dengan rencana tata ruang.
(3) Status penguasaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
merupakan kejelasan terhadap status penguasaan lahan berupa:
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 15/127
15
a. kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat hak atas tanah
atau bentuk dokumen keterangan status tanah lainnya yang sah; atau
b. kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat), dengan bukti izin
pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah
dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau
pemilik tanah dengan pemanfaat tanah.
(4) Kesesuaian dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b merupakan kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam
rencana tata ruang, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Rencana
Kabupaten/Kota (SKRK).
Pasal 21
(1) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf d merupakan tahap identifikasi terhadap beberapa hal lain yang
bersifat non fisik untuk menentukan skala prioritas penanganan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Identifikasi pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi aspek:
a. nilai strategis lokasi;
b. kependudukan; dan
c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
(3) Nilai strategis lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
merupakan pertimbangan letak lokasi perumahan atau permukiman
pada:
a. fungsi strategis kabupaten/kota; atau
b. bukan fungsi strategis kabupaten/kota.
(4) Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan
pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasi perumahan atau
permukiman dengan klasifikasi:
a. rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 jiwa/ha;
b. sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151 – 200 jiwa/ha;
c. tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201 – 400 jiwa/ha;
d. sangat padat yaitu kepadatan penduduk di atas 400 jiwa/ha.
(5) Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c merupakan pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi perumahan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 16/127
16
atau permukiman berupa:
a. potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung
pembangunan;
b. potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi tertentu yang bersifat
strategis bagi masyarakat setempat; dan
c. potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan budaya tertentu
yang dimiliki masyarakat setempat.
Pasal 22
(1) Penilaian lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b
dilakukan untuk menilai hasil identifikasi lokasi terhadap aspek:
a. kondisi kekumuhan;
b. legalitas lahan; dan
c. pertimbangan lain.
(2) Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas klasifikasi:
a. kumuh kategori ringan;
b. kumuh kategori sedang; dan
c. kumuh kategori berat.
(3) Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas lahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas klasifikasi:
a. status lahan legal; dan
b. status lahan tidak legal.
(4) Penilaian berdasarkan aspek pertimbangan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. pertimbangan lain kategori rendah;
b. pertimbangan lain kategori sedang; dan
c. pertimbangan lain kategori tinggi.
Pasal 23
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
dilengkapi dengan:
a. tabel daftar lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
b. peta sebaran perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Tabel daftar lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berisi
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 17/127
17
data terkait nama lokasi, luas, lingkup administratif, titik koordinat,
kondisi kekumuhan, status lahan dan prioritas penanganan untuk setiap
lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang ditetapkan.
(3) Prioritas penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan
hasil penilaian aspek pertimbangan lain.
(4) Peta sebaran lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat
dalam suatu wilayah kabupaten/kota atau provinsi khusus DKI Jakarta
berdasarkan tabel daftar lokasi.
Pasal 24
(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
dilakukan peninjauan ulang paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk mengetahui pengurangan jumlah lokasi
dan/atau luasan perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai
hasil dari penanganan yang telah dilakukan.
(3) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
proses pendataan.
(4) Hasil peninjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam bentuk keputusan bupati/walikota atau gubernur khusus untuk
Provinsi DKI Jakarta.
Bagian Ketiga
Perencanaan Penanganan
Pasal 25
(1) Perencanaan penanganan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (4)
dilakukan melalui tahap:
a. persiapan;
b. survei;
c. penyusunan data dan fakta;
d. analisis;
e. penyusunan konsep penanganan; dan
f. penyusunan rencana penanganan.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 18/127
18
(2) Penyusunan rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f berupa rencana penanganan jangka pendek, jangka menengah,
dan/atau jangka panjang beserta pembiayaannya.
(3) Rencana penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam bentuk peraturan bupati/walikota atau gubernur khusus untuk
Provinsi DKI Jakarta sebagai dasar penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penetapan Lokasi dan Perencanaan
Penanganan tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
POLA-POLA PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
(1) Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang
manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.
(2) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
hasil penilaian aspek kondisi kekumuhan dan aspek legalitas lahan.
(3) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan
dengan mempertimbangkan tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh.
(4) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
(5) Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 19/127
19
kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.
Pasal 28
Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) diatur
dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali;
c. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status
lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan;
d. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan status
lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman
kembali;
e. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan
legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemugaran;
f. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status lahan
ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali.
Pasal 29
Pola-pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan
mempertimbangkan tipologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3)
diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di atas air, maka penanganan yang dilakukan harus
memperhatikan karakteristik daya guna, daya dukung, daya rusak air serta
kelestarian air;
b. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan harus
memperhatikan karakteristik daya dukung tanah tepi air, pasang surut air
serta kelestarian air dan tanah;
c. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di dataran rendah, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah, jenis tanah serta
kelestarian tanah;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 20/127
20
d. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di perbukitan, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik kelerengan, daya dukung tanah, jenis
tanah serta kelestarian tanah;
e. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di kawasan rawan bencana, maka penanganan yang
dilakukan harus memperhatikan karakteristik kebencanaan, daya dukung
tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah.
Bagian Kedua
Pemugaran
Pasal 30
(1) Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) huruf a
dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali perumahan
kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan permukiman
yang layak huni.
(2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan
perbaikan rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum untuk
mengembalikan fungsi sebagaimana semula.
(3) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 31
(1) Pemugaran pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (3) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran;
b. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
c. pendataan masyarakat terdampak;
d. penyusunan rencana pemugaran; dan
e. musyawarah untuk penyepakatan.
(2) Pemugaran pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (3) huruf b meliputi:
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 21/127
21
a. proses pelaksanaan konstruksi; dan
b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi.
(3) Pemugaran pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (3) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Ketiga
Peremajaan
Pasal 32
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) huruf b
dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat sekitar.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadap rumah,
prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum.
(3) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan
terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal sementara bagi masyarakat
terdampak.
(4) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 33
(1) Peremajaan pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (4) huruf a meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan peremajaan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana peremajaan; dan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 22/127
22
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Peremajaan pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (4) huruf b meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil
kesepakatan;
b. penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi lain;
c. proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi permukiman
eksisting;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremajaan; dan
e. proses penghunian kembali masyarakat terdampak.
(3) Peremajaan pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (4) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Bagian Keempat
Pemukiman Kembali
Pasal 34
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) huruf
c dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat.
(2) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui tahap:
a. pra konstruksi;
b. konstruksi; dan
c. pasca konstruksi.
Pasal 35
(1) Pemukiman kembali pada tahap pra konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a meliputi:
a. kajian pemanfaatan ruang dan/atau kajian legalitas lahan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat di perumahan dan
permukiman kumuh pada lokasi rawan bencana;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 23/127
23
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana pemukiman baru, rencana pembongkaran
pemukiman eksisting dan rencana pelaksanaan pemukiman kembali;
dan
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
(2) Pemukiman kembali pada tahap konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) huruf b meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil
kesepakatan;
b. proses legalisasi lahan pada lokasi pemukiman baru;
c. proses pelaksanaan konstruksi pembangunan perumahan dan
permukiman baru;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukiman
kembali;
e. proses penghunian kembali masyarakat terdampak; dan
f. proses pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting.
(3) Pemukiman kembali pada tahap pasca konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pola-Pola Penanganan tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
BAB V
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 37
(1) Pengelolaan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 24/127
24
telah ditangani bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas
perumahan dan permukiman secara berkelanjutan.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masyarakat secara swadaya.
(3) Pengelolaan oleh masyarakat secara swadaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan oleh kelompok swadaya masyarakat.
(4) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pemeliharaan dan perbaikan.
(5) Pengelolaan dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan perumahan
dan permukiman layak huni.
(6) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan antara lain
dalam bentuk:
a. penyediaan dan sosialisasi norma, standar, pedoman, dan kriteria;
b. pemberian bimbingan, pelatihan/penyuluhan, supervisi, dan
konsultasi;
c. pemberian kemudahan dan/atau bantuan;
d. koordinasi antar pemangku kepentingan secara periodik atau sesuai
kebutuhan;
e. pelaksanaan kajian perumahan dan permukiman; dan/atau
f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi.
Bagian Kedua
Pemeliharaan Dan Perbaikan
Paragraf 1
Pemeliharaan
Pasal 38
(1) Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum
dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala.
(2) Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan oleh setiap orang.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 25/127
25
Pasal 39
(1) Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan,
dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap
orang.
(2) Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.
(3) Pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.
Paragraf 3
Perbaikan
Pasal 40
Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum dilakukan melalui
rehabilitasi atau pemugaran.
Pasal 41
(1) Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.
(2) Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan
permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap
orang.
(3) Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang
(4) Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.
BAB VI
POLA KEMITRAAN, PERAN MASYARAKAT, DAN KEARIFAN LOKAL
Bagian Kesatu
Pola Kemitraan
Pasal 42
Pola kemitraan antar pemangku kepentingan yang dapat dikembangkan dalam
upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 26/127
26
kumuh yaitu kemitraan antara Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dengan setiap orang.
Bagian Kedua
Peran Masyarakat
Paragraf 1
Lingkup Peran Masyarakat
Pasal 43
Lingkup peran masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh dilakukan pada tahap:
a. penetapan lokasi dan perencanaan penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
b. peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh; dan
c. pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Paragraf 2
Peran Masyarakat pada Tahap Penetapan Lokasi dan Perencanaan Penanganan
Pasal 44
Peran masyarakat pada tahap penetapan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a dilakukan
dalam bentuk:
a. partisipasi pada proses pendataan lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, dengan mengikuti survei lapangan dan/atau
memberikan data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. pemberian pendapat terhadap hasil penetapan lokasi perumahan kumuh
dan permukiman kumuh dengan dasar pertimbangan berupa dokumen
atau data dan informasi terkait yang telah diberikan saat proses
pendataan.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 27/127
27
Pasal 45
Dalam tahap perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam pembahasan yang dilaksanakan pada tahapan
perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang
dalam penyusunan rencana penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
c. memberikan dukungan pelaksanaan rencana penanganan perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada lokasi terkait sesuai dengan
kewenangannya; dan/atau
d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan terhadap hasil penetapan
rencana penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan
dasar pertimbangan berupa dokumen atau data dan informasi terkait
yang telah diajukan dalam proses penyusunan rencana.
Paragraf 3
Peran Masyarakat pada Tahap Peningkatan Kualitas
Pasal 46
Peran masyarakat pada tahap peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf
b dilakukan dalam proses pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman
kembali.
Pasal 47
Dalam proses pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat
yang terdampak;
b. berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi penyepakatan rencana
pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali;
c. berpartisipasi dalam pelaksanaan pemugaran, peremajaan, dan/atau
pemukiman kembali baik berupa dana, tenaga maupun material;
d. membantu pemerintah daerah dalam upaya penyediaan lahan yang
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 28/127
28
berkaitan dengan proses pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman
kembali terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum;
e. membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan pemugaran,
peremajaan, dan/atau pemukiman kembali;
f. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses
pelaksanaan pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali;
dan/atau
g. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf f kepada
instansi berwenang agar proses pemugaran, peremajaan, dan/atau
pemukiman kembali dapat berjalan lancar.
Paragraf 4
Peran Masyarakat pada Tahap Pengelolaan
Pasal 48
Dalam tahap pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c, masyarakat dapat:
a. berpartisipasi aktif pada berbagai program pemerintah daerah dalam
pemeliharaan dan perbaikan di setiap lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang telah tertangani;
b. berpartisipasi aktif secara swadaya dan/atau dalam kelompok swadaya
masyarakat pada upaya pemeliharaan dan perbaikan baik berupa dana,
tenaga maupun material;
c. menjaga ketertiban dalam pemeliharaan dan perbaikan rumah serta
prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan dan permukiman;
d. mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses
pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan; dan/atau
e. melaporkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, kepada
instansi berwenang agar proses pemeliharaan dan perbaikan dapat
berjalan lancar.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 29/127
29
Paragraf 5
Kelompok Swadaya Masyarakat
Pasal 49
(1) Pelibatan kelompok swadaya masyarakat merupakan upaya untuk
mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
(2) Kelompok swadaya masyarakat dibentuk oleh masyarakat secara swadaya
atau atas prakarsa pemerintah.
(3) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu dilakukan
dalam hal sudah terdapat kelompok swadaya masyarakat yang sejenis.
(4) Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Ketiga
Kearifan Lokal
Pasal 50
(1) Kearifan lokal merupakan petuah atau ketentuan atau norma yang
mengandung kebijaksanaan dalam berbagai perikehidupan masyarakat
setempat sebagai warisan turun temurun dari leluhur.
(2) Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di
daerah perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berlaku pada masyarakat
setempat dengan tidak bertentangan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan kearifan lokal dalam
peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di
daerah dapat diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pola Kemitraan, Peran Masyarakat, dan
Kearifan Lokal tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 30/127
30
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal … ................ 20...
MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
M. BASUKI HADIMULJONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal … ................ 20...
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR…
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 31/127
1
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR …/PRT/M/2015
TENTANG
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
A. UMUM
1.
Latar Belakang
Telah terjadi urbanisasi secara signifikan dalam arti luas di Indonesia, yaitu
urbanisasi dalam artian 1) arus perpindahan penduduk dari rural ke urban;
2) berubahnya kondisi rural menjadi urban; atau 3) berubahnya gaya hidup
masyarakat rural menjadi gaya hidup urban. Dengan peningkatan jumlah
penduduk akibat urbanisasi dalam arti luas tersebut, maka pembangunan
perumahan dan permukiman menghadapi tantangan yang semakin besar.
Dibutuhkan upaya besar untuk mampu mangakomodasi berbagai kebutuhan
masyarakat, termasuk lahan, perumahan dan permukiman beserta
infrastruktur pendukungnya secara memadai. Hanya dengan begitu
perkembangan populasi dapat diakomodasi secara positif dalam bidang
perumahan dan permukiman.
Keterlambatan atau ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan
berbagai kebutuhan masyarakat, khususnya dalam hal lahan, perumahan
dan permukiman beserta infrastruktur pendukungnya akan mengakibatkan
timbulnya kantung-kantung perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Kurangnya antisipasi dan akomodasi terhadap perkembangan yang terjadi
akan semakin memperparah kondisi kekumuhan kawasan dan pada
akhirnya akan mengakibatkan degradasi lingkungan perumahan dan
permukiman. Kondisi dan kecenderungan tersebut sebenarnya telah disadari
bersama, baik oleh pemerintah maupun oleh pemerhati perumahan dan
permukiman di Indonesia.
Dalam mengantisipasi kondisi dan kecenderungan perkembangan
kekumuhan maupun degradasi lingkungan perumahan dan permukiman,
pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan tindakan melalui program
pembangunan yang ada di berbagai kementerian. Walaupun upaya dan
tindakan penanganan perumahan dan permukiman kumuh tidaklah mudah
karena faktor penyebab yang bersifat multi dimensional (tidak hanya
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 32/127
2
permasalahan fisik semata), namun langkah-langkah penanganan harus
tetap dilakukan. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, program penanganan
perumahan kumuh dan permukiman kumuh menjadi satu amanah yang
wajib dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah serta didukung oleh
setiap orang. Sebagai dasar operasionalisasi bagi peningkatan kualitas
perumahan kumuh dan permukiman kumuh, maka disusun Pedoman Teknis
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
sebagai acuan dan panduan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam
melaksanakan upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
2. Pengertian
Yang dimaksud dengan:
a. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
b. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,
baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
d.
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan
perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk
di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem
pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
e. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan
kualitas fungsi sebagai tempat hunian.
f. Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,
dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat.
g. Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman
Kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta
prasarana, sarana dan utilitas umum.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 33/127
3
h. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
i. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.
j. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan
lingkungan hunian.
k. Pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk menghindari
tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh baru.
l.
Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan perumahan dan
permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas umum.
m. Perbaikan adalah pola penanganan dengan titik berat kegiatan
perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan
termasuk sebagian aspek tata bangunan.
n. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali rumah
serta prasarana, sarana, dan utilitas umum ke bentuk aslinya.
o.
Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar
secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan permukiman.
p. Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat
terdampak dari lokasi perumahan kumuh atau permukiman kumuh
yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan/atau rawan bencana.
q.
Pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
r. Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
s.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
t. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara
Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
u. Kelompok Swadaya Masyarakat adalah kumpulan orang yang
menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya
ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan, dan kebutuhan yang
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 34/127
4
sama, sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin
dicapai bersama.
v. Menteri adalah menteri yang menyelenggarkan urusan pemerintahan di
bidang pekerjaan umum, perumahan, dan kawasan permukiman.
Gambar 1.
Ilustrasi Perumahan, Permukiman, Lingkungan Hunian
dan Kawasan Permukiman
B. KETENTUAN-KETENTUAN
1. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria
yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan
kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan
permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:
Rumah Perumahan
KumpulanRumah + PSU
Permukiman
Lebih dari satu satuanperumahan + PSU
Lebih dari satu satuanPermukiman
Keterangan:
RTH = Ruang Terbuka HijauKT-2 = Perkantoran Swasta
Lingkungan Hunian:R-2 = PerumahanKepadatan Tinggi
R-3 = PerumahanKepadatan SedangR-5 = Perumahan
Kepadatan Rendah
Lingkungan Hunian
Kawasan Permukman
Keterangan:
Kws.Hutan Produksi
Kws.Perdagangan & Jasa
Kws.Perkantoran
Kws.Pertanian
Kws.Industri
Kws.Permukiman
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 35/127
5
a. bangunan gedung;
b. jalan lingkungan;
c. penyediaan air minum;
d. drainase lingkungan;
e.
pengelolaan air limbah;
f. pengelolaan persampahan; dan
g. proteksi kebakaran.
Penjelasan lebih lanjut terkait kriteria kekumuhan adalah sebagai berikut:
1.a. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Bangunan Gedung
Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung mencakup:
1)
Ketidakteraturan Bangunan
Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung
pada perumahan dan permukiman:
a. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil
Tata Ruang (RDTR), yang meliputi pengaturan bentuk, besaran,
perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau
b. tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas
lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), yang meliputi pengaturan blok lingkungan, kapling,
bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas
lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
Gambar 2.
Kondisi Ketidakteraturan Bangunan
2) Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai dengan
Ketentuan Rencana Tata Ruang
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 36/127
6
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan
ketentuan rencana tata merupakan kondisi bangunan gedung pada
perumahan dan permukiman dengan:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam
RDTR, dan/atau RTBL.
Gambar 3.
Kondisi Kepadatan Bangunan yang Tinggi
3) Ketidaksesuaian Terhadap Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung
merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan
permukiman yang bertentangan dengan persyaratan:
a. pengendalian dampak lingkungan;
b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah
tanah, di atas dan/atau di bawah air, di atas dan/atau di bawah
prasarana/sarana umum;
c. keselamatan bangunan gedung;
d. kesehatan bangunan gedung;
e. kenyamanan bangunan gedung; dan
f. kemudahan bangunan gedung.
Gambar 4.
Kondisi Bangunan yang Tidak Sehat
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 37/127
7
Semua persyaratan yang dimaksud pada huruf a sampai f di atas
secara prinsip semestinya sudah termaktub dalam IMB atau
persetujuan sementara mendirikan bangunan, oleh karena itu
penilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung
dapat merujuk pada kedua dokumen perizinan tersebut.
Mengingat Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 menyebutkan bahwa “bagi daerah yang belum memiliki RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL untuk lokasi yang
bersangkutan, pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan
mendirikan bangunan gedung pada d
aerah tersebut untuk jangka
waktu sementara ”. Oleh karena itu, dalam hal kabupaten/kota
belum memiliki RDTR dan/atau RTBL, maka penilaian
ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan dengan
merujuk pada persetujuan mendirikan bangunan untuk jangka
waktu sementara.
Dalam hal bangunan gedung tidak memiliki IMB dan persetujuan
mendirikan bangunan untuk jangka waktu sementara, maka
penilaian ketidakteraturan dan kepadatan bangunan dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan mendapatkan pertimbangan dari Tim Ahli
Bangunan Gedung (TABG).
1.b. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Jalan Lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:
1)
Jaringan Jalan Lingkungan Tidak Melayani Seluruh Lingkungan
Perumahan atau Permukiman
Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan
perumahan atau permukiman merupakan kondisi sebagian
lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan
jalan lingkungan.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 38/127
8
Gambar 5.
Kondisi Perumahan yang Tidak Terlayani Jalan Lingkungan
2) Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan Buruk
Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk merupakan kondisi
sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan
permukaan jalan.
Gambar 6.
Kondisi Permukaan Jalan Lingkungan yang Rusak
1.c.
Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Penyediaan Air Minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup:
1) Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum
Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi
dimana masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki
kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
2)
Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum Setiap Individu Sesuai
Standar Yang Berlaku
Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
merupakan kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam
lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal
sebanyak 60 liter/orang/hari.
1.d.
Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan
1) Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengalirkan Limpasan Air
Hujan Sehingga Menimbulkan Genangan
Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan
sehingga menimbulkan genangan merupakan kondisi dimana
jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 39/127
9
air sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm
selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun.
Gambar 7.
Kondisi Genangan di Samping Jalan Lingkungan
2) Ketidaktersediaan Drainase
Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran
tersier dan/atau saluran lokal tidak tersedia.
Gambar 8.
Kondisi Jalan yang Tidak Dilengkapi Saluran Drainase
3) Tidak Terhubung dengan Sistem Drainase Perkotaan
Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan
kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran pada
hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalirdan menimbulkan genangan.
Gambar 9.
Kondisi Saluran Drainase yang Tidak Terhubung dengan SistemDrainase Perkotaan Sehingga Menimbulkan Genangan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 40/127
10
4) Tidak Dipelihara Sehingga Terjadi Akumulasi Limbah Padat dan Cair
di Dalamnya
Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di
dalamnya merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran
drainase tidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Gambar 10.
Kondisi Saluran Drainase yang Tidak Terpelihara
5)
Kualitas Konstruksi Drainase Lingkungan Buruk
Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi
dimana kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian
tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi
kerusakan.
Gambar 11.
Kondisi Saluran Pasangan Batu yang Rusak
1.e. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Air Limbah
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:
1) Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai dengan Standar Teknis
Yang Berlaku
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 41/127
11
Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis
yang berlaku merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah
pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki
sistem yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang
terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik,
komunal maupun terpusat.
Gambar 12.
Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat yang Tidak Sesuai Standar
2)
Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak MemenuhiPersyaratan Teknis
Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi
persyaratan teknis merupakan kondisi prasarana dan sarana
pengelolaan air limbah pada perumahan atau permukiman dimana:
a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik;atau
b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau
terpusat.
Gambar 13.
Kondisi Sanitasi dimana Tidak Tersedia Prasarana Tangki Septik
1.f. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:
1) Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai dengan
Persyaratan Teknis
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 42/127
12
Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan
teknis merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana
persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak
memadai sebagai berikut:
a.
tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik
atau rumah tangga;
b. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse,
recycle ) pada skala lingkungan;
c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan;
dan
d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala
lingkungan.
Gambar 14.
Kondisi Tidak Tersedianya Tempat Sampah Sehingga SampahDibuang Sembarang
2) Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan
Teknis
Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan
teknis merupakan kondisi dimana pengelolaan persampahan pada
lingkungan perumahan atau permukiman tidak memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. pewadahan dan pemilahan domestik;
b. pengumpulan lingkungan;
c. pengangkutan lingkungan; dan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 43/127
13
d. pengolahan lingkungan.
Gambar 15. Sistem Pengangkutan Sampah yang Tidak Berjalan BaikSehingga Terjadi Penumpukan Sampah di TPS
3) Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan
Persampahan Sehingga Terjadi Pencemaran Lingkungan Sekitar oleh
Sampah, Baik Sumber Air Bersih, Tanah Maupun Jaringan Drainase
Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh
sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainasemerupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan persampahantidak dilaksanakan baik berupa:
a. pemeliharaan rutin; dan/atau
b. pemeliharaan berkala.
Gambar 16.
Bangunan Bak Sampah yang Tidak Terpelihara
(Rusak Konstruksinya)
1.g. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Proteksi Kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup
ketidaktersediaan sebagai berikut:
1) Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 44/127
14
Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi
persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya:
a. pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau,
sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang,
reservoir air, mobil tangki air dan hidran);
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat
pemadaman kebakaran di lokasi;
c. sarana komunikasi yang terdiri dari alat-alat yang dapat dipakai
untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran baik kepada
masyarakat maupun kepada Instansi Pemadam Kebakaran;
dan/atau
d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah
diakses.
2) Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran
Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran yang memenuhi
persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya
sarana proteksi kebakaran yang meliputi:
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
b. kendaraan pemadam kebakaran;
c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan/atau
d. peralatan pendukung lainnya.
1.h. Acuan Yuridis
Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh disesuaikan
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan adalah
sebagai berikut:
1) Aspek Kondisi Bangunan Gedung (rumah dan sarana perumahan
dan/atau permukiman)
1) a) Keteraturan Bangunan
Komponen keteraturan bangunan meliputi:
1. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimal
GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat
bangunan terhadap tepi jalan; dihitung dari batas terluar
saluran air kotor (riol ) sampai batas terluar muka bangunan,
berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 45/127
15
terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai,
antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran,
jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan
sebagainya (building line ).
2.
Tinggi Bangunan
Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian
bangunan, yang diukur dari rata-rata permukaan tanah
sampai setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak
dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.
3. Jarak Bebas Antarbangunan
Jarak bebas antarbangunan adalah jarak yang terkecil,
diukur di antara permukaan-permukaan denah dari
bangunan-bangunan atau jarak antara dinding terluar yang
berhadapan antara dua bangunan.
4. Tampilan Bangunan
Tampilan bangunan adalah ketentuan rancangan bangunan
yang ditetapkan dengan mempertimbangkan ketentuan
arsitektur yang berlaku, keindahan dan keserasian bangunan
dengan lingkungan sekitarnya
5. Penataan Bangunan
a. pengaturan blok, yaitu perencanaan pembagian lahan
dalam kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok
terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi
tertentu.
b. pengaturan kaveling dalam blok, yaitu perencanaan
pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah
kaveling/petak lahan dengan ukuran, bentuk,
pengelompokan dan konfigurasi tertentu.
c. pengaturan bangunan dalam kaveling, yaitu perencanaan
pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.
6. Identitas Lingkungan
a. karakter bangunan, yaitu pengolahan elemen – elemen fisik
bangunan untuk mengarahkan atau memberi tanda
pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga
pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang
dikunjunginya.
b. penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen –
elemen fisik bangunan/lingkungan untuk mempertegas
identitas atau penamaan suatu bangunan sehingga
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 46/127
16
pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi
tujuannya.
c. tata kegiatan, yaitu pengolahan secara terintegrasi
seluruh aktivitas informal sebagai pendukung dari
aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan,
untuk menghidupkan interaksi sosial dan para
pemakainya.
7. Orientasi Lingkungan
a. tata informasi, yaitu pengolahan elemen fisik di
lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/
petunjuk mengenai tempat tersebut, sehingga
memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap
lingkungannya.
b. tata rambu pengarah, yaitu pengolahan elemen fisik di
lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan
berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau
pun area tujuannya.
8. Wajah Jalan
a.
penampang jalan dan bangunan
b. perabot jalan
c. jalur dan ruang bagi pejalan kaki
d. elemen papan reklame
Gambar 17.
Ilustrasi Keteraturan Bangunan
1) b) Tingkat Kepadatan Bangunan
Komponen kepadatan bangunan meliputi
1. KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas
seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun
dengan luas lahan yang dikuasai.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 47/127
17
2. KLB, yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah
seluruh lantai bangunan gedung yang dapat dibangun
dengan luas lahan yang dikuasai.
Gambar 18.
lustrasi KDB dan KLB
1) c) Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
Komponen persyaratan teknis bangunan meliputi
1. Pengendalian Dampak Lingkungan Untuk Bangunan Gedung
Tertentu bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya
di luar bangunan rumah tinggal tunggal dan deret. Elemen
pengendalian dampak lingkungan adalah Analisis MengenaiDampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkugan (UKL/UPL)
a. AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.b. UKL/UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Keterangan: KDB: Luas lantai dasar per luas kapling / persil
KLB: Luas total lantai per luas kapling / persil
Luas lantai dasar
Luas Kapling
Luas TotalLantai =LuasLantaidasar +Luas
Lantai 2
Lantai 2
Lantai dasar
Kepadatan bangunan dalam perumahan /
ermukiman
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 48/127
18
2. Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah
tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum yang dibangun
dengan memperhatikan kesesuaian lokasi, dampak bangunan
terhadap lingkungan, mempertimbangkan faktor
keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi
pengguna bangunan, dan memiliki perizinan.
3. Persyaratan Keselamatan
a. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap
beban muatan meliputi persyaratan struktur Bangunan
Gedung, pembebanan pada Bangunan Gedung, struktur
atas Bangunan Gedung, struktur bawah Bangunan
Gedung, pondasi langsung, pondasi dalam, keselamatan
struktur, keruntuhan struktur dan persyaratan bahan.
b. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap
bahaya kebakaran meliputi sistem proteksi aktif (di luar
rumah tinggal tunggal dan rumah deret), sistem proteksi
pasif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret),
persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk
pemadaman kebakaran, persyaratan pencahayaan
darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan
bahaya, persyaratan komunikasi dalam Bangunan
Gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gas dan
manajemen penanggulangan kebakaran.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 49/127
19
A. Penangkal Petir
B Sprinkler
c. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap
bahaya petir meliputi persyaratan instalasi proteksi petir
dan persyaratan sistem kelistrikan.
Gambar 19.
Ilustrasi Aspek Keselamatan Bangunan
4. Persyaratan Kesehatan
a. sistem penghawaan berupa ventilasi alami dan/atau
ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
b. pencahayaan berupa sistem pencahayaan alami
dan/atau buatan dan/atau pencahayaan darurat sesuai
dengan fungsinya
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 50/127
20
c. sanitasi dan penggunaan bahan bangunan berupa
sistem air minum dalam Bangunan Gedung, sistem
pengolahan dan pembuangan air limbah/kotor,
persyaratan instalasi gas medik (untuk sarana medik),
persyaratan penyaluran air hujan, persyaratan fasilitasi
sanitasi dalam Bangunan Gedung (saluran pembuangan
air kotor, tempat sampah, penampungan sampah
dan/atau pengolahan sampah).
Gambar 20.
Ilustrasi Sanitasi dalam Kaveling Rumah
5.
Persyaratan Kenyamanan
a. kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang
merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari
dimensi ruang dan tata letak ruang serta sirkulasi
antarruang yang memberikan kenyamanan bergerak
dalam ruangan.
b. kenyamanan kondisi udara dalam ruang merupakan
tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan
kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya
fungsi Bangunan Gedung.
c. kenyamanan pandangan merupakan kondisi dari hak
pribadi pengguna yang di dalam melaksanakan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 51/127
21
kegiatannya di dalam gedung tidak terganggu Bangunan
Gedung lain di sekitarnya.
d. kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan
merupakan tingkat kenyamanan yang ditentukan oleh
satu keadaan yang tidak mengakibatkan pengguna dan
fungsi Bangunan Gedung terganggu oleh getaran
dan/atau kebisingan yang timbul dari dalam Bangunan
Gedung maupun lingkungannya.
Gambar 21. Ilustrasi Kenyamanan dalam Bangunan
6. Persyaratan Kemudahan
a. kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan
Gedung tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yangmudah, aman dan nyaman termasuk penyandang cacat,
anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 52/127
22
b. kelengkapan sarana dan prasarana dalam pemanfaatan
Bangunan Gedung yaitu sarana hubungan vertikal antar
lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi
Bangunan Gedung berupa tangga, ram, lift, tangga
berjalan (eskalator ) atau lantai berjalan (travelator ).
Gambar 22.
Ilustrasi Aspek Kemudahan Bangunan
2) Aspek Kondisi Jalan Lingkungan
Komponen jalan lingkungan meliputi:
1. Cakupan Pelayanan
a. Perlunya keterhubungan antar perumahan dalam lingkup
permukiman skala wilayah
1)
jalan lingkungan sekunder bagi kendaraan bermotor
beroda 3 (tiga) atau lebih.
2) Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih.
b. Perlunya keterhubungan antar persil dalam perumahan
dalam skala kawasan
1) Jalan Lingkungan I, merupakan penghubung antara
pusat perumahan dengan pusat lingkungan I, atau pusat
lingkungan I dengan pusat lingkungan I dan akses
menuju jalan Lokal Sekunder III.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 53/127
23
2) Jalan Lingkungan II, merupakan penghubung antara
pusat lingkungan I dengan pusat lingkungan II, atau
pusat lingkungan II dengan pusat lingkungan II dan akses
menuju jalan lingkungan I yang lebih tinggi tingkat
hirarkinya.
Gambar 23.
Ilustrasi Jaringan Jalan Lingkungan
2.
Kualitas Permukaan Jalan, mengacu dan menyesuaikan denganStandar Pelayanan Minimal Jalan
a. Kualitas jalan aspal
Baik: IRI ≤ 4
Sedang: IRI > 4 dan IRI ≤ 8
b. Kualitas jalan penmac (penetrasi macadam)
Baik: IRI ≤ 8
Sedang: IRI > 8 dan IRI ≤ 10 c. Jalan tanah/diluar perkerasan
Baik: IRI ≤ 10
Sedang: IRI > 10 dan IRI ≤ 12
Keterangan:
A. Jalan Lingkungan 1
B. Jalan Lingkungan 2
C. Jalan Lingkungan Sekunder di antara dua
klaster perumahan
A
A
B
C
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 54/127
24
IRI (International Roughness Index ) jalan adalah parameter
kekerasan permukaan jalan yang dihitung dari jumlah kumulatif
naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi dengan
jarak/panjang permukaan.
Gambar 24.
Ilustrasi Jalan Aspal dan Beton/Penmac
Gambar 25. Ilustrasi Jalan Tanah
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 55/127
25
3) Aspek Kondisi Penyediaan Air Minum
Komponen penyediaan air minum meliputi:
1. Akses aman air minum
Syarat kesehatan air minum sesuai peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
a. Persyaratan fisika: sifat fisik air seperti bau, warna,
kandungan zat padat, kekeruhan, rasa, dan suhu
b. Persyaratan mikrobiologis: kandungan bakteri dalam air yaitu
bakteri E-Coli dan bakteri koliform,
c. Persyaratan kimiawi: kandungan mineral dalam air seperti
arsen, fluorida, sianida, khlorin, alumunium, mangan dan
mineral lainnya
2. Kebutuhan air minum
Kebutuhan minimal adalah 60 liter/orang/hari. Kebutuhan air
minum dapat dipenuhi dengan Sistem Penyediaan Air Minum
dengan jaringan perpipaan (SPAM) maupun Sistem Penyediaan Air
Minum Bukan Jaringan Perpipaan (SPAM BJP).
a. SPAM
SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non
fisik dari prasarana dan sarana air minum yang unit
distribusinya melalui perpipaan dan unit pelayanannya
menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan,
hidran umum, dan hidran kebakaran
Gambar 26.
Ilustrasi Sistem Penyediaan Air Minum Jaringan Perpipaan
Komponen SPAM meliputi
1) Unit air baku dengan kapasitas Rencana 130% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
mata air
Keterangan: A. Sumber Air B. IPA C. Reservoir D. Hidran Umum E. Jaringan Perpipaan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 56/127
26
air tanah
air permukaan (sungai, danau, laut)
air hujan
pipa transmisi air baku dari sumber air baku ke
Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA)
2) Unit produksi dengan kapasitas rencana 120% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
Bangunan Penangkap Mata Air
Bangunan Pengambilan Air Baku dari Air Tanah (Sumur)
Bangunan Saringan Pasir Lambat
Instalasi Pengolahan Air Minum
Pipa transmisi air minum dari IPA ke reservoir.
3) Unit distribusi dengan kapasitas rencana 115% - 300% dari
kebutuhan rata-rata, dengan komponen
Reservoir (penampungan air sementara sebelum
didistribusikan)
Pipa distribusi dari reservoir ke unit pelayanan
4) Unit pelayanan dengan komponen
sambungan rumah
hidran umum
hidran kebakaran
b. SPAM BJP
SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan
non fisik dari prasarana dan sarana air minum baik bersifat
individual, komunal, maupun komunal khusus yang unit
distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan
sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM .
SPAM BJP meliputi:
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 57/127
27
Keterangan: A. Area Tempat Cuci Rumah B. Mesin Pompa Air
B.1 Pipa Hisap Air Bersih
C. Mesin Pompa Saringan C.1Pipa Saringan
Keterangan:
A. Atap Rumah
A.1 Talang Air Hujan
B. Bak Penampungan Air Hujan
B.1 Pipa Buangan Air Hujan
C. Bak Penyaring Air Hujan
D. Bak Pengendap Air Hujan
E. Mesin Pompa Air Hujan
F. Tandon Air / Profil Tank
G. Pipa Distribusi
H. Pagar Pengaman
Keterangan: A. Pipa dari Mata Air B. Bak Penampungan
C. Bak Kontrol / Pembubuh Bahan Kimia D. Pipa Peluap E. Pipa Distribusi
1) Sumur dangkal dan/atau Sumur Dalam
Gambar 27.
Ilustrasi Sumur Dangkal dan/atau Sumur Dalam
2)
Penampungan Air Hujan (PAH)
Gambar 28.
Ilustrasi PAH
3) Perlindungan Mata Air (PMA)
Gambar 29. Ilustrasi Perlindungan Mata Air
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 58/127
28
Keterangan:
A. Wadah Sarut dari Fiber
B. Sumber Air
C. Pipa Saringan
D. Mata Kran
E. Area Cuci Rumah
Keterangan: A. Atap Kaca / Konsensor Kaca B. Pipa dari sumber air
C. Stop Kran D. Pipa PVC E. Kran Air
F. Konstruksi bersi siku
4) Saringan Rumah Tangga (Sarut)
Gambar 30. Ilustrasi Sarut
5) Destilator Surya Atap Kaca
Gambar 31.
Ilustrasi Destilator Surya Atap Kaca
6) IPA sederhana
Gambar 32.
Ilustrasi IPA Sederhana
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 59/127
29
Keterangan: A. Terminal Tangki Air A.1Kran A.2Pipa Distribusi B. Mobil Tangki Air E. Pagar Pengaman D. Rumah
7) Terminal Air (mobil tangki / tangki air)
Gambar 33. Ilustrasi Terminal Air
4) Aspek Kondisi Drainase Lingkungan
Penyediaan jaringan drainaseadalahuntuk mengelola/mengendalikan
air permukaan (limpasan air hujan) sehingga tidak menimbulkan
masalah genangan, banjir dan kekeringan bagi masyarakat serta
bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup. Yang disebut
genangan adalah terendamnya suatu kawasan lebih dari 30 cm
selama lebih dari 2 jam dan lebih dari 2 kali setahun).
Komponen Drainase Lingkungan meliputi:
1. Sistem Drainase yang terbentuk
a. Sistem drainase utama adalah jaringan saluran drainase
primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya
yang melayani kepentingan sebagian besar masyarakat.
pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan
tanggung jawab pemerintah kota
b. Sistem sistem drainase lokal adalah saluran awal yang
melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek, areal
pasar, perkantoran, areal industri dan komersial
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 60/127
30
Keterangan: A. Gorong - gorong
Gambar 34. Ilustrasi Sistem Drainase
2. Sarana Drainase
Sarana Drainase adalah bangunan pelengkap yang merupakanbangunan yang ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran
air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan daerah
curam, bangunan tersebut.
a. Gorong-gorong
Gambar 35.
Ilustrasi Gorong - gorong
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 61/127
31
b. Bangunan Pertemuan Air
Gambar 36.
Ilustrasi Bangunan Pertemuan Drainase
c. Bangunan Terjunan Air
Gambar 37.
Ilustrasi Bangunan Terjunan Air
d. Siphon
Gambar 38. Ilustrasi Siphon Drainase
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 62/127
32
Keterangan: A. Mesin Pompa B. Katrol Pengaman MesinPompa E. Pipa Inlet
e. Street Inlet
Gambar 39. Ilustrasi Street Inlet
f. Pompa
Gambar 40. Ilustrasi Pompa Air
g. Pintu Air
Gambar 41.
Ilustrasi Pintu Air
3. Prasarana Drainase
Prasarana Drainase adaalah lengkungan atau saluran air di
permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara
alami maupun dibuat oleh manusia, yang berfungsi menyalurkan
kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air penerima.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 63/127
33
a. Sumur Resapan
Gambar 42.
Ilustrasi Sumur Resapan
b. Kolam Tandon/kolam retensi
Gambar 43.
Ilustrasi Kolam Tandon
4. Konstruksi Drainase
a.
Saluran pasangan batu: umumnya digunakan pada daerah
yang mempunyai tekstur tanah yang relatif lepas, dan
mempunyai kemiringan yang curam.
Gambar 44.
Ilustrasi Saluran Pasangan Batu
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 64/127
34
b. Saluran beton: umumnya digunakan pada daerah yang
mempunyai topografi, yang terlalu miring atauterlalu datar,
serta mempunyai tekstur tanah yang relatif lepas.
Gambar 45.
Ilustrasi Saluran Beton
c. Saluran dengan perkuatan kayu: umumnya digunakan pada
daerah yang mempunyaai tekstur tanah yang sangat jelek
(gambut) dan selalu terjadi pergeseran (tanah bergerak).
Gambar 46.
Ilustrasi Saluran Perkuatan Kayu
5) Aspek Kondisi Pengelolaan Air Limbah
Komponen Pengelolaan Air Limbah meliputi:
1. Sistem Pengelolaan Air Limbah
a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) adalah
sistem pengelolaan air limbah sistem secara kolektif melalui
jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara
terpusat.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 65/127
35
Gambar 47. Ilustrasi Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat (SPAL-S) adalah
sistem pengelolaan air limbah secara individual dan/atau
komunal, melalui pengolahan dan pembuangan air Air limbah
limbah setempat.
Gambar 48. Ilustrasi Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat
2.
Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
a. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Terpusat
1) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab pemilik
rumah
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 66/127
36
Kloset leher angsa dan kamar mandi
Gambar 49.
Ilustrasi Kloset Leher Angsa
MCK Umum
Gambar 50.
Ilustrasi MCK Umum
2) Unit Pelayanan menjadi tanggung jawab pemilik rumah
Sambungan Rumah
Lubang Inspeksi
3) Unit Pengumpulan menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah Pipa retikulasi
Pipa induk
Bangunan Pelengkap
4) Unit Pengolahan menjadi tanggung jawab pengembang/
pemerintah, baik IPAL Komunal ataupun IPAL Kota
Fasilitas Utama IPAL
Fasilitas Pendukung IPAL
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 67/127
37
Zona Penyangga
Gambar 51.
Ilustrasi IPAL
5) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah
Sarana pembuangan efluen
Sarana penampungan sementara lumpur hasil
pengolahan
b. Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Setempat
1) Sarana Buangan Awal menjadi tanggung jawab pemilik
rumah
Kloset leher angsa dan kamar mandi
MCK Umum
2) Unit Pengolahan Setempat menjadi tanggung jawab
pemilik rumah
Cubluk
Gambar 52. Ilustrasi Cubluk yang Terhubung dengan Kloset
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 68/127
38
Tangki septik dengan sistem resapan
Gambar 53.
Ilustrasi Tangki Septik
Biofilter
Gambar 54. Ilustrasi Biofilter
Unit pengolahan air limbah fabrikasi
Gambar 55.
Ilustrasi Unit Pengolahan Limbah Fabrikasi
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 69/127
39
Truk Tinja
3) Unit Pengangkutan menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah
Truk tinja
Gambar 56. Ilustrsi Truk Tinja
Motor roda tiga pengangkut tinja
Gambar 57.
Ilustrasi Motor Pengangkut Tinja
4)
Unit Pengolahan Lumpur Tinja menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah
Fasilitas Utama IPLT
Fasilitas Pendukung IPLT
Zona Penyangga
Gambar 58.
Ilustrasi IPLT
5) Unit Pembuangan Akhir menjadi tanggung jawab
pengembang/pemerintah
Sarana pembuangan efluen
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 70/127
40
Sarana penampungan sementara lumpur hasil
pengolahan
6) Aspek Kondisi Pengelolaan Persampahan
Komponen dari pengelolaan persampahan meliputi:
1. Sistem Pengolahan Sampah yang saling terintegrasi
a. Pemilahan
Sistem pemilahan adalah kegiatan pengelompokan sampah
menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah yang terdiri atas:
sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
serta limbah bahan berbahaya dan beracun
sampah yang mudah terurai
sampah yang dapat digunakan kembali
sampah yang dapat didaur ulang
sampah lainnya
b. Pengumpulan
Sistem pengumpulan adalah kegiatan mengambil dan
memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau TPS
3R.
c. Pengangkutan
Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari
sumber atau TPS menuju TPST atau TPA dengan
menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang
didesain untuk mengangkut sampah.
d. Pengolahan
Sistem pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik,
komposisi, dan/atau jumlah sampah.
e. Pemrosesan Akhir
Sistem pemrosesan akhir adalah kegiatan mengembalikan
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 71/127
41
Gambar 59.
Ilustrasi Sistem Persampahan
2.
Prasarana dan Sarana Pengolahan Sampah
a. Sarana Pemilahan
1) Kantong Sampah
2) Bak Sampah
Gambar 60. Ilustrasi Bak Sampah
3) Kontainer Sampah
Gambar 61.
Ilustrasi Kontainer Sampah
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 72/127
42
b. Sarana dan Prasarana Pengumpulan
1) Gerobak Sampah
Gambar 62.
Ilustrasi Gerobak Sampah
2)
Motor Sampah
Gambar 63. Ilustrasi Motor Pengangkut Sampah
3) Mobil Bak Sampah
Gambar 64.
Ilustrasi Mobil Bak Sampah
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 73/127
43
4) Perahu / Sampan Sampah
Gambar 65.
Ilustrasi Perahu Pengangkut Sampah
5) Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Gambar 66. Ilustrasi TPS
c. Sarana Pengangkutan
1) Dump Truck
Gambar 67.
Ilustrasi Dump Truck
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 74/127
44
Keterangan:A - C : Tempat pemilahan sampah
D. Tempat pengkomposanE. Gudang bahan daur ulangF. Parkir
G. Ruang kantor
2) Armroll Truck
Gambar 68.
Ilustrasi Armroll Truck
3) Compactor Truck
Gambar 69.
Ilustrasi Compactor Truck
4)
Trailer Truck
Gambar 70.
Ilustrasi Trailer Truck
d. Prasarana Pengolahan
1) Tempat Pengolahan Sampah Dengan Prinsip 3R (TPS 3R)
Gambar 71. Ilustrasi Ruang Dalam TPS 3R
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 75/127
45
Keterangan: A - C : Tempat pemilahansampah D. Tempat pengkomposan E. Gudang bahan daur ulang
F. Tempat pengeringan sampah G. Ruang instalasi biogasH. Ruang kantorI. Ruang parkir
2) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Gambar 72.
Ilustrasi Ruang Dalam TPST
3) Stasiun Peralihan Antara (SPA) jika lokasi TPA jauhnya
lebih dari 25 km dari pusat permukiman.
Gambar 73.
Ilustrasi Kebutuhan Ruang pada SPA
e.
Prasarana Pemrosesan Akhir, yaitu TPA dengan sistemSanitary Landfill , Controlled Landfill , dan TPA dengan
menggukan teknologi ramah lingkungan.
Gambar 74. Ilustrasi TPA Sanitary Landfill
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 76/127
46
7) Aspek Kondisi Proteksi Kebakaran
Komponen Proteksi Kebakaran meliputi:
1. Prasarana Proteksi Kebakaran
a. Pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air,
danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air,
kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran).
Gambar 75. Ilustrasi Salah
Satu Bentuk Pasokan Air ke Hidran Kebakaran
b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya
kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat
pemadaman kebakaran di lokasi.
Gambar 76.
Ilustrasi Jalan Lingkungan yang Dilalui Kendaraan PemadamKebakaran
c. Sarana Komunikasi yang terdiri dari telepon umum dan alat-
alat lain yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya
kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi
Pemadam Kebakaran.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 77/127
47
Gambar 77.
Ilustrasi Sarna Komunikasai pada Pusat Pertokoan
d. Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang
terletak didalam ruang kendali utama dalam bangunan gedung
yang terpisah dan mudah diakses.
2. Sarana Proteksi Kebakaran
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Gambar 78. Ilustrasi APAR
b. Mobil pompa.
Gambar 79.
Ilustrasi Mobil Pompa Pemadam Kebakaran
c. Mobil tangga sesuai kebutuhan
Gambar 80.
Gambar 80. Ilustrasi Mobil Tangga Kebakaran
d. Peralatan pendukung lainnya.
C. TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan
pengelompokan perumahan kumuh dan permukiman kumuh berdasarkan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 78/127
48
letak lokasi secara geografis. Tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh terdiri dari perumahan kumuh dan permukiman kumuh:
a. di atas air;
b.
di tepi air;
c. di dataran rendah;
d. di perbukitan; dan
e. di daerah rawan bencana.
Secara umum, pembagian tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
NO TIPOLOGI LOKASI
1. perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di
atas air
perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang berada di atas air, baik daerah
pasang surut, rawa, sungai ataupun laut.
2. perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di
tepi air
perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang berada tepi badan air (sungai,
pantai, danau, waduk dan sebagainya),
namun berada di luar Garis Sempadan
Badan Air.
3. perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di
dataran rendah
perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang berada di daerah dataran
rendah dengan kemiringan lereng < 10%.
4. perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di
perbukitan
perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang berada di daerah dataran
tinggi dengan kemiringan lereng > 10 % dan
< 40%
5. perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di
daerah rawan bencana
perumahan kumuh dan permukiman
kumuh yang terletak di daerah rawan
bencana alam, khususnya bencana alam
tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 79/127
49
Perumahan / Permukiman Kumuh di Atas Air Perumahan / Permukiman Kumuh di Tepi Air
Perumahan/Permukiman Kumuh
di Dataran Rendah Perumahan/Permukiman Kumuh
di Perbukitan
Perumahan/Permukiman Kumuh
di Daerah Rawan Longsor Gambar 81. Tipologi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 80/127
1
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR …/PRT/M/2015
TENTANG
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
PENETAPAN LOKASI DAN PERENCANAAN PENANGANAN
A. UMUM
Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib
didahului proses pendataan sesuai prosedur, yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Proses pendataan
meliputi proses:
a. identifikasi lokasi; dan
b. penilaian lokasi.
Penetapan lokasi dilakukan oleh pemerintah daerah dalam bentuk keputusan
bupati/walikota atau gubernur khusus untuk Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan hasil penilaian lokasi. Penetapan lokasi ditindaklanjuti dengan
perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat.
Gambar 1. Skema Penetapan Lokasi
IDENTIFIKASI LOKASI
Identifikasi Kondisi Kekumuhan
menentukan tingkat kekumuhan padasuatu perumahan dan permukiman dengan
menemukenali permasalahan bangunangedung, sarana dan prasarana
pendukungnya.
Identifikasi Satuan Perumahan danPermukiman
Menentukan batasan atau lingkup entitasperumahan atau permukiman dari setiap
lokasi
Identifikasi Legalitas Lahan
menentukan status legalitas lahan padasetiap lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagai dasar yangmenentukan bentuk penanganan.
Identifikasi Pertimbangan Lain
identifikasi terhadap beberapa hal lain yangbersifat non fisik untuk menentukan skala
prioritas penanganan perumahan &permukiman kumuh.
PROSEDUR PENDATAAN
dilakukan oleh pemerintah daerah
dengan melibatkan masyarakat
PENILAIANLOKASI
KondisiKekumuhan
LegalitasLahan
PertimbanganLain
LEGALISASIDAFTARLOKASI
Dlm bntkKeputusan Bup/Wal(gubernur utk DKI)
Dilengkapi TabelDaftar Lokasi &
Peta Sebaran
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 81/127
2
B. PROSEDUR PENDATAAN
Identifikasi lokasi dilakukan sesuai dengan prosedur pendataan identifikasi
lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Identifikasi lokasi
meliputi identifikasi terhadap:
a. satuan perumahan dan permukiman;
b. kondisi kekumuhan;
c. legalitas lahan; dan
d. pertimbangan lain
Prosedur pendataan identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dilakukan oleh pemerintah daerah yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Prosedur pendataan
juga dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat pada lokasi yang
terindikasi sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Prosedur
pendataan dilakukan dengan melibatkan instansi kecamatan/distrik,
kelurahan/desa, hingga rukun wilayah (RW), dan masyarakat pada lokasi
yang terindikasi sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Partisipasi masyarakat dalam pendataan dilakukan dengan melakukan
pengisian format isian identifikasi lokasi yang disebarkan dan dikumpulkan
oleh ketua RW. Setelah dilakukan pengisian, format isian identifikasi lokasi
dikumpulkan dan dilakukan rekapitulasi pada tingkat RW, dilanjutkan
dengan rekapitulasi pada tingkat kelurahan/desa, rekapitulasi pada tingkat
kecamatan/distrik, hingga rekapitulasi pada tingkat kabupaten/kota.
Dengan prosedur pendataan seperti ini diharapkan hasil pendataan akan
memiliki validitas dan akurasi yang tepat.
Secara skematis, prosedur pendataan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh sebagaimana telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
1. Indikasi Perumahan
Kumuh dan
Permukiman Kumuh
Berdasarkan Desk
2. Pendataan Lokasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
yang Terindikasi
3. Rekapitulasi
Hasil
Pendataan
Masyarakat Pada
Lokasi
RW
Kelurahan/ Desa
Kecamatan/
Distrik
Kabupaten/ Kota
Rekapitulasi Tingkat RW
Rekapitulasi Tingkat
Kelurahan/ Desa
Rekapitulasi Tingkat
Kecamatan/ Distrik
Rekapitulasi Tingkat
Kabupaten/ KotaPenjelasan Format
Pendataan
Penjelasan Format
Pendataan
Penjelasan Format
Pendataan
Penjelasan &
Penyebaran Form
Isian Masyarakat
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 82/127
3
Gambar 2. Prosedur Pendataan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Untuk mendukung prosedur pendataan, pemerintah daerah menyiapkan
prosedur pendataan dan format isian identifikasi lokasi perumahan kumuh
dan permukiman kumuh. Prosedur pendataan dan format isian identifikasi
lokasi dapat dilihat sebagai berikut
Tabel 1. Format Isian Pendataan Identifikasi Lokasi Perumahan Kumuh Dan Permukiman
Kumuh
I.1. FORMAT ISIANA. DATA SURVEYORNama Surveyor : …………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………… Alamat : ………………………………………………………………………… No. Telp. : ………………………………………………………………………… Hari/Tanggal Survei : ………………………………………………………
B. DATA RESPONDENNama Responden : …………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………… Alamat : ………………………………………………………………………… No. Telp. : ………………………………………………………………………… Hari/Tanggal Pengisian :
…………………………………………………………………………
C. DATA UMUM LOKASINama Lokasi : ………………………………………………………………………… Luas Area : ………………………………………………………………………… Koordinat : ………………………………………………………………………… Demografis:
Jumlah Jiwa : ………………………………………………………………………… Jumlah Laki-Laki :
………………………………………………………………………… Jumlah Perempuan :
…………………………………………………………………………
Jumlah Keluarga : ………………………………………………………………………… Administratif:
RW : ………………………………………………………………………… Kelurahan : ………………………………………………………………………… Kecamatan : ………………………………………………………………………… Kabupaten : ………………………………………………………………………… Provinsi : …………………………………………………………………………
Permasalahan : ………………………………………………………………………… Potensi : …………………………………………………………………………
Tipologi : ………………………………………………………………………… Peta Lokasi :
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 83/127
4
D. KONDISI BANGUNAN1. Ketidakteraturan Bangunan
Kesesuaianbentuk, besaran,perletakan dantampilanbangunan denganarahan RDTR
76% - 100% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
51% - 75% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
25% - 50% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
Kesesuaian tatabangunan dantata kualitaslingkungandengan arahanRTBL
76% - 100% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
51% - 75% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
25% - 50% bangunan pada lokasitidak memiliki keteraturan
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan ketidak-teraturanbangunan pada lokasi.………………………………………………………………………………………………… Mohon dapat dilampirkan Dokumen RDTR / RTBL yang menjadi rujukanpenataan bangunan…………………………………………………………………………………………………
2. Tingkat Kepadatan BangunanNilai KDB rata-rata bangunan
: ………………………………
Nilai KLB rata-ratabangunan
: ………………………………
Kesesuaian tingkatkepadatanbangunan (KDB,KLB dankepadatanbangunan) denganarahan RDTR danRTBL
76% - 100% kepadatan bangunanpada lokasi tidak sesuai ketentuan
51% - 75% kepadatan bangunan padalokasi tidak sesuai ketentuan
25% - 50% kepadatan bangunan padalokasi tidak sesuai ketentuan
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan tingkat kepadatanbangunan pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
3.
Ketidaksesuaian dengan Persyaratan Teknis Bangunan
Persyaratanbangunan gedung
yang telah diatur
pengendalian dampak lingkungan
pembangunan bangunan gedung diatas dan/atau di bawah tanah, airdan/atau prasarana/sarana umum
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 84/127
5
keselamatan bangunan gedung
kesehatan bangunan gedung
kenyamanan bangunan gedung
kemudahan bangunan gedung
Kondisi bangunangedung padaperumahan danpermukiman
76% - 100% bangunan pada lokasitidak memenuhi persyaratan teknis
51% - 75% bangunan pada lokasitidak memenuhi persyaratan teknis
25% - 50% bangunan pada lokasitidak memenuhi persyaratan teknis
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan ketidaksesuaiandengan persyaratan teknis bangunan pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
Mohon dapat dilampirkan Dokumen yang menjadi rujukan persyaratan teknisbangunan…………………………………………………………………………………………………
E. KONDISI JALAN LINGKUNGAN1. Cakupan Jaringan Pelayanan
LingkunganPerumahan danPermukiman yangdilayani oleh
Jaringan JalanLingkungan
76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan
51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan
25% - 50% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan
Mohon dapat dilampirkan 1 gambar / peta yang memperlihatkan jaringan jalan lingkungan pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
2.
Kualitas Permukaan Jalan
Jenis permukaan jalan
jalan perkerasan lentur
jalan perkerasan kaku
jalan perkerasan kombinasi
jalan tanpa perkerasan
Kualitaspermukaan jalan
76% - 100% area memiliki kualitaspermukaan jalan yang buruk
51% - 75% area memiliki kualitaspermukaan jalan yang buruk
25% - 50% area memiliki kualitaspermukaan jalan yang buruk
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kualitas permukaan jalan lingkungan yang buruk (rusak).…………………………………………………………………………………………………
F. KONDISI PENYEDIAAN AIR MINUM1. Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum
Akses amanterhadap airminum (memilikikualitas tidakberwarna, tidakberbau, dan tidakberasa)
76% - 100% populasi tidak dapatmengakses air minum yang aman
51% - 75% populasi tidak dapatmengakses air minum yang aman
25% - 50% populasi tidak dapatmengakses air minum yang aman
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kualitas air minum
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 85/127
6
yang dapat diakses masyarakat.…………………………………………………………………………………………………
2. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum
Kapasitaspemenuhan
kebutuhan (60L/hari)
76% - 100% populasi tidak terpenuhikebutuhan air minum minimalnya
51% - 75% populasi tidak terpenuhikebutuhan air minum minimalnya
25% - 50% populasi tidak terpenuhikebutuhan air minum minimalnya
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kurang terpenuhinyakebutuhan air minum pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
G. KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN1.
Ketidakmampuan Mengalirkan Limpasan Air
Genangan yangterjadi
lebih dari (tinggi 30 cm, selama 2 jamdan terjadi 2 x setahun)
kurang dari (tinggi 30 cm, selama 2 jam dan terjadi 2 x setahun)
Luas Genangan 76% - 100% area terjadigenangan>30cm, > 2 jam dan > 2 xsetahun
51% - 75% area terjadigenangan>30cm, > 2 jam dan > 2 x
setahun25% - 50% area terjadigenangan>30cm, > 2 jam dan > 2 xsetahun
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan genangan pada lokasitersebut (bila ada).…………………………………………………………………………………………………
2. Ketidaktersediaan Drainase
saluran tersier
dan/atau saluranlokal pada lokasi
76% - 100% area tidak tersedia
drainase lingkungan51% - 75% area tidak tersediadrainase lingkungan
25% - 50% area tidak tersediadrainase lingkungan
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan saluran tersierdan/atau saluran lokal pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
3.
Tidak Terpeliharanya Drainase
Jenispemeliharaansaluran drainase
yang dilakukan
Pemeliharaan rutin
Pemeliharaan berkala
Pemeliharaandrainasedilakukan pada
76% - 100% area memiliki drainaselingkungan yang kotor dan berbau
51% - 75% area memiliki drainaselingkungan yang kotor dan berbau
25% - 50% area memiliki drainaselingkungan yang kotor dan berbau
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 86/127
7
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kegiatan pemeliharaandrainase pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
4.
Ketidakterhubungan dengan Sistem Drainase Perkotaan
Komponen sistemdrainase yang adapada lokasi
Saluran primerSaluran sekunder
Saluran tersier
Saluran Lokal
Ketidakterhubungan saluran lokaldengan saluranpada hirarki diatasnya
76% - 100% drainase lingkungan tidakterhubung dengan hirarki di atasnya
51% - 75% drainase lingkungan tidakterhubung dengan hirarki di atasnya
25% - 50% drainase lingkungan tidakterhubung dengan hirarki di atasnya
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan ketidakterhubungansaluran lokal dengan saluran pada hirarki di atasnya pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
5. Kualitas Konstruksi Drainase
Jenis konstruksidrainase
Saluran tanah
Saluran pasang batu
Saluran beton
KualitasKonstruksi
76% - 100% area memiliki kualitaskontrsuksi drainase lingkungan buruk
51% - 75% area memiliki kualitaskontrsuksi drainase lingkungan buruk
25% - 50% area memiliki kualitaskontrsuksi drainase lingkungan buruk
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kualitas konstruksidrainase yang buruk pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
H. KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH1. Sistem Pengelolaan Air Limbah yang Tidak Sesuai Standar Teknis
Sistem pengolahan
air limbah tidakmemadai(kakus/kloset
yang tidakterhubung dengantangki septik /IPAL)
76% - 100% area memiliki sistem
pengelolaan air limbah yang tidaksesuai standar teknis
51% - 75% area memiliki sistempengelolaan air limbah yang tidaksesuai standar teknis
25% - 50% area memiliki sistempengelolaan air limbah yang tidaksesuai standar teknis
Mohon dapat dilampirkan 1 dokumen memperlihatkan / menjelaskan sistempengelolaan air limbah pada lokasi.
…………………………………………………………………………………………………
2. Prasarana dan Sarana Air Limbah Tidak Sesuai Persyaratan Teknis
Prasarana danSaranaPengolahan AirLimbah yang AdaPada Lokasi
Kloset Leher Angsa Yang TerhubungDengan Tangki Septik
Tidak Tersedianya Sistem PengolahanLimbah Setempat atau Terpusat
KetidaksesuaianPrasarana dan
76% - 100% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan air limbah
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 87/127
8
SaranaPengolahan AirLimbah denganpersyaratan teknis
yang tidak memenuhi persyaratanteknis
51% - 75% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan air limbah
yang tidak memenuhi persyaratanteknis
25% - 50% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan air limbah
yang tidak memenuhi persyaratanteknis
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kondisi prasarana dansarana pengolahan air limbah pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratantenis.…………………………………………………………………………………………………
I. KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN1. Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai Persyaratan Teknis
Prasarana danSaranaPersampahan yangAda Pada Lokasi
Tempat Sampah
tempat pengumpulan sampah (TPS)atau TPS 3R
gerobak sampah dan/atau truksampah
tempat pengolahan sampah terpadu(TPST) pada skala lingkungan
KetidaksesusianPrasarana danSarana
PersampahandenganPersyaratan
Teknis
76% - 100% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan persampahantidak memenuhi persyaratan teknis
51% - 75% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan persampahantidak memenuhi persyaratan teknis
25% - 50% area memiliki prasaranadan sarana pengelolaan persampahantidak memenuhi persyaratan teknis
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan masing-masingprasarana dan sarana persampahan pada lokasi yang tidak memenuhipersyaratan teknis.…………………………………………………………………………………………………
2. Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Sesuai Standar Teknis
Sistempersampahan(pemilahan,pengumpulan,pengangkutan,pengolahan)
76% - 100% area memiliki sistempengelolaan persampahan yang tidaksesuai standar teknis
51% - 75% area memiliki sistempengelolaan persampahan yang tidaksesuai standar teknis
25% - 50% area memiliki sistempengelolaan persampahan yang tidaksesuai standar teknis
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan prasarana dan saranapersampahan pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
3. Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan
JenispemeliharaanSarana danPrasaranaPengelolaan
Pemeliharaan rutin
Pemeliharaan berkala
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 88/127
9
Persampahan yangdilakukan
PemeliharaanSarana danPrasarana
PengelolaanPersampahandilakukan pada
76% - 100% area memiliki sarpraspersampahan yang tidak terpelihara
51% - 75% area memiliki sarpras
persampahan yang tidak terpelihara25% - 50% area memiliki sarpraspersampahan yang tidak terpelihara
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan kegiatan pemeliharaandrainase pada lokasi.…………………………………………………………………………………………………
J. KONDISI PROTEKSI KEBAKARAN1.
Ketidaktersediaan Sistem Proteksi Secara Aktif dan Pasif
Prasarana Proteksi
KebakaranLingkungan yangada
Pasokan air untuk pemadam
kebakaran jalan lingkungan yang memadai untuksirkulasi kendaraan pemadamkebakaran
sarana komunikasi
data tentang sistem proteksikebakaran
bangunan pos kebakaran
KetidaktersediaanPrasarana ProteksiKebakaran
76% - 100% area tidak memilikiprasarana proteksi kebakaran
51% - 75% area tidak memiliki
prasarana proteksi kebakaran25% - 50% area tidak memilikiprasarana proteksi kebakaran
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang memperlihatkan masing-masing sistemProteksi kebakaran pada lokasi/…………………………………………………………………………………………………
2. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran
Sarana ProteksiKebakaranLingkungan yang
ada
Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
mobil pompa
mobil tangga
peralatan pendukung lainnya
KetidaktersediaanSarana ProteksiKebakaran
76% - 100% area tidak memilikisarana proteksi kebakaran
51% - 75% area tidak memiliki saranaproteksi kebakaran
25% - 50% area tidak memiliki saranaproteksi kebakaran
Mohon dapat dilampirkan 1 foto yang sumber pasokan air untuk pemadaman
di lokasi.…………………………………………………………………………………………………
C. IDENTIFIKASI LOKASI
1. Identifikasi Satuan Perumahan dan Permukiman
Identifikasi satuan perumahan dan permukiman merupakan tahap
identifikasi untuk menentukan batasan atau lingkup entitas perumahan dan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 89/127
10
permukiman dari setiap lokasi dalam suatu wilayah kabupaten/kota.
Penentuan satuan perumahan dan permukiman untuk perumahan dan
permukiman formal dilakukan dengan pendekatan fungsional melalui
identifikasi deliniasi. Penentuan satuan perumahan dan permukiman untuk
perumahan dan permukiman swadaya dilakukan dengan pendekatan
administratif, dimana:
a. Penentuan satuan perumahan swadaya dilakukan dengan pendekatan
administratif pada tingkat rukun warga.
b. Penentuan satuan permukiman swadaya dilakukan dengan pendekatan
administratif pada tingkat kelurahan/desa.
Gambar 3. Ilustrasi Perumahan dan Permukiman Formal serta Perumahan dan PermukimanSwadaya
2. Identifikasi Kondisi Kekumuhan
Identifikasi kondisi kekumuhan merupakan upaya untuk menentukan
tingkat kekumuhan pada suatu perumahan dan permukiman dengan
menemukenali permasalahan kondisi bangunan gedung beserta sarana dan
Perumahan Formal
PerumahanSwadaya
Permukiman Formal
PermukimanSwadaya
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 90/127
11
prasarana pendukungnya. Identifikasi kondisi kekumuhan dilakukan
berdasarkan kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
3. Identifikasi Legalitas Lahan
Identifikasi legalitas lahan merupakan upaya untuk mengetahui status
legalitas lahan pada setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh sebagai dasar untuk menentukan pola penanganan.
Identifikasi legalitas lahan meliputi aspek:
a. Status Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan merupakan kejelasan terhadap status
penguasaan lahan berupa:
1)
kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat hak atas tanah
atau bentuk dokumen keterangan status tanah lainnya yang sah; atau
2) kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat), dengan bukti
izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik
tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas
tanah atau pemilik tanah dengan pemanfaat tanah.
b. Kesesuaian Dengan Rencana Tata Ruang
Kesesuaian dengan rencana tata ruang merupakan kesesuaian terhadap
peruntukan lahan dalam rencana tata ruang, dengan bukti Surat
Keterangan Rencana Kabupaten/Kota (SKRK).
4. Identifikasi Pertimbangan Lain
Identifikasi pertimbangan lain merupakan tahap identifikasi terhadap
beberapa hal lain yang bersifat non fisik untuk menentukan skala prioritas
penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Identifikasi
pertimbangan lain meliputi aspek:
a. Nilai Strategis Lokasi
Nilai strategis lokasi merupakan pertimbangan letak lokasi perumahan
atau permukiman pada:
1) fungsi strategis kabupaten/kota; atau
2) bukan fungsi strategis kabupaten/kota.
b.
Kependudukan
Kependudukan merupakan pertimbangan kepadatan penduduk pada
lokasi perumahan atau permukiman dengan klasifikasi:
1) rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 jiwa/ha;
2) sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151 – 200 jiwa/ha;
3) tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201 – 400 jiwa/ha;
4) sangat padat yaitu kepadatan penduduk di atas 400 jiwa/ha;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 91/127
12
c. Kondisi Sosial, Ekonomi, Dan Budaya
Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya merupakan pertimbangan potensi
yang dimiliki lokasi perumahan atau permukiman berupa:
1) potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung
pembangunan;
2) potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi tertentu yang bersifat
strategis bagi masyarakat setempat; dan
3) potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan budaya tertentu
yang dimiliki masyarakat setempat.
D.
PENILAIAN LOKASI
Penilaian lokasi dilakukan untuk menilai hasil identifikasi lokasi terhadap
aspek:
1. Kondisi Kekumuhan
Penilaian lokasi berdasarkan aspek permasalahan kekumuhan terdiri
atas klasifikasi:
a. kumuh kategori ringan;
b.
kumuh kategori sedang; dan
c. kumuh kategori berat.
2. Legalitas Lahan
Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas lahan terdiri atas klasifikasi:
a. status lahan legal; dan
b. status lahan tidak legal.
3. Pertimbangan Lain
Penilaian berdasarkan aspek pertimbangan lain terdiri atas:
a. pertimbangan lain kategori rendah;
b. pertimbangan lain kategori sedang; dan
c. pertimbangan lain kategori tinggi.
Formulasi penilaian lokasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 92/127
13
Tabel 2. Formula Penilaian Lokasi Berdasarkan Kriteria, Indikator dan Parameter Kekumuhan
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
A. IDENTIFIKASI KONDISI KEKUMUHAN
1. KONDISIBANGUNANGEDUNG
a. KetidakteraturanBangunan
Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan
dalam RDTR, meliputi pengaturan bentuk,besaran, perletakan, dan tampilan bangunanpada suatu zona; dan/atau
Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan
dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL,meliputi pengaturan blok lingkungan, kapling,bangunan, ketinggian dan elevasi lantai,konsep identitas lingkungan, konsep orientasi
lingkungan, dan wajah jalan.
76% - 100% bangunan pada
lokasi tidak memilikiketeraturan
5
Dokumen RDTR &RTBL, Format
Isian, Observasi
51% - 75% bangunan pada
lokasi tidak memilikiketeraturan
3
25% - 50% bangunan pada
lokasi tidak memilikiketeraturan
1
b. Tingkat KepadatanBangunan
KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau
RTBL;
KLB melebihi ketentuan dalam RDTR,
dan/atau RTBL; dan/atau
Kepadatan bangunan yang tinggi pada lokasi, yaitu:
untuk kota metropolitan dan kota besar>250
unit/Ha
untuk kota sedang dan kota kecil >200
unit/Ha
76% - 100% bangunan
memiliki lepadatan tidaksesuai ketentuan
5
Dokumen RDTR &RTBL, Dokumen
IMB, FormatIsian, Peta Lokasi
51% - 75% bangunan
memiliki lepadatan tidaksesuai ketentuan
3
25% - 50% bangunan
memiliki lepadatan tidaksesuai ketentuan
1
c. Ketidaksesuaiandengan Persyaratan Teknis Bangunan
Kondisi bangunan pada lokasi tidak memenuhipersyaratan:
pengendalian dampak lingkungan
pembangunan bangunan gedung di atas
dan/atau di bawah tanah, air dan/atauprasarana/sarana umum
keselamatan bangunan gedung
kesehatan bangunan gedung
kenyamanan bangunan gedung
kemudahan bangunan gedung
76% - 100% bangunan pada
lokasi tidak memenuhipersyaratan teknis
5
Wawancara,Format Isian,
Dokumen IMB,Observasi
51% - 75% bangunan pada
lokasi tidak memenuhipersyaratan teknis
3
25% - 50% bangunan padalokasi tidak memenuhipersyaratan teknis
1
2. KONDISI JALANLINGKUNGAN
a. Cakupan Pelayanan Jalan Lingkungan
Sebagian lokasi perumahan atau permukimantidak terlayani dengan jalan lingkungan yang
76% - 100% area tidak
terlayani oleh jaringan jalan
5 Wawancara,Format Isian, Peta
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 93/127
14
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
sesuai dengan ketentuan teknis lingkungan Lokasi, Observasi
51% - 75% area tidak
terlayani oleh jaringan jalanlingkungan
3
25% - 50% area tidak
terlayani oleh jaringan jalanlingkungan
1
b. Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan
Sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadikerusakan permukaan jalan pada lokasiperumahan atau permukiman
76% - 100% area memiliki
kualitas permukaan jalan yang buruk
5
Wawancara,
Format Isian, PetaLokasi, Observasi
51% - 75% area memiliki
kualitas permukaan jalan yang buruk
3
25% - 50% area memiliki
kualitas permukaan jalan yang buruk
1
3. KONDISIPENYEDIAANAIR MINUM
a. KetidaktersediaanAkses Aman AirMinum
Masyarakat pada lokasi perumahan danpermukiman tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidakberbau, dan tidak berasa
76% - 100% populasi tidak
dapat mengakses air minum yang aman
5
Wawancara,Format Isian,
Observasi
51% - 75% populasi tidak
dapat mengakses air minum yang aman
3
25% - 50% populasi tidak
dapat mengakses air minum yang aman
1
b. Tidak TerpenuhinyaKebutuhan AirMinum
Kebutuhan air minum masyarakat padalokasiperumahan atau permukiman tidak mencapaiminimal sebanyak 60 liter/orang/hari
76% - 100% populasi tidak
terpenuhi kebutuhan airminum minimalnya
5
Wawancara,Format Isian,
Observasi
51% - 75% populasi tidak
terpenuhi kebutuhan airminum minimalnya
3
25% - 50% populasi tidak
terpenuhi kebutuhan airminum minimalnya
1
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 94/127
15
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
4. KONDISIDRAINASELINGKUNGAN
a. KetidakmampuanMengalirkanLimpasan Air
Jaringan drainase lingkungan tidak mampumengalirkan limpasan air sehingga menimbulkangenangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selamalebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kalisetahun
76% - 100% area terjadi
genangan>30cm, > 2 jamdan > 2 x setahun
5
Wawancara,Format Isian, PetaLokasi, Observasi
51% - 75% area terjadi
genangan>30cm, > 2 jamdan > 2 x setahun
3
25% - 50% area terjadi
genangan>30cm, > 2 jamdan > 2 x setahun
1
b. KetidaktersediaanDrainase
Tidak tersedianya saluran drainase lingkunganpada lingkungan perumahan atau permukiman,
yaitu saluran tersier dan/atau saluran lokal
76% - 100% area tidak
tersedia drainase lingkungan
5
Wawancara,
Format Isian, PetaRIS, Observasi
51% - 75% area tidaktersedia drainase lingkungan 3
25% - 50% area tidak
tersedia drainase lingkungan
1
c. Ketidakterhubungandengan SistemDrainase Perkotaan
Saluran drainase lingkungan tidak terhubungdengan saluran pada hirarki di atasnya sehinggamenyebabkan air tidak dapat mengalir danmenimbulkan genangan
76% - 100% drainase
lingkungan tidak terhubungdengan hirarki di atasnya
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% drainase
lingkungan tidak terhubungdengan hirarki di atasnya
3
25% - 50% drainase
lingkungan tidak terhubungdengan hirarki di atasnya
1
d. Tidak TerpeliharanyaDrainase
Tidak dilaksanakannyapemeliharaan salurandrainase lingkungan pada lokasi perumahan ataupermukiman,baik:1. pemeliharaan rutin; dan/atau
2.
pemeliharaan berkala
76% - 100% area memiliki
drainase lingkungan yangkotor dan berbau
5
Wawancara,
Format Isian, PetaRIS, Observasi
51% - 75% area memiliki
drainase lingkungan yangkotor dan berbau
3
25% - 50% area memiliki
drainase lingkungan yangkotor dan berbau
1
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 95/127
16
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
e. Kualitas KonstruksiDrainase
Kualitas konstruksi drainase buruk, karenaberupa galian tanah tanpa material pelapis ataupenutup maupun karena telah terjadi kerusakan
76% - 100% area memiliki
kualitas kontrsuksi drainaselingkungan buruk
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% area memiliki
kualitas kontrsuksi drainaselingkungan buruk
3
25% - 50% area memiliki
kualitas kontrsuksi drainaselingkungan buruk
1
5. KONDISIPENGELOLAAN
AIR LIMBAH
a. Sistem PengelolaanAir Limbah Tidak
Sesuai Standar Teknis
Pengelolaan air limbah pada lokasi perumahanatau permukiman tidak memiliki sistem yang
memadai, yaitukakus/kloset yang tidakterhubung dengan tangki septik baik secaraindividual/domestik, komunal maupun terpusat.
76% - 100% area memiliki
sistem air limbah yang tidak
sesuai standar teknis
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% area memiliki
sistem air limbah yang tidaksesuai standar teknis
3
25% - 50% area memiliki
sistem air limbah yang tidaksesuai standar teknis
1
b. Prasarana danSarana PengelolaanAir Limbah TidakSesuai denganPersyaratan Teknis
Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan airlimbah pada lokasi perumahan atau permukimandimana:1. kloset leher angsa tidak terhubung dengan
tangki septik;2. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah
setempat atau terpusat
76% - 100% area memiliki
sarpras air limbah tidaksesuai persyaratan teknis
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% area memiliki
sarpras air limbah tidaksesuai persyaratan teknis
3
25% - 50% area memiliki
sarpras air limbah tidaksesuai persyaratan teknis
1
6. KONDISIPENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
a. Prasarana danSarana
Persampahan TidakSesuai denganPersyaratan Teknis
Prasarana dan sarana persampahan pada lokasiperumahan atau permukiman tidak sesuai
dengan persyaratan teknis, yaitu:1. tempat sampah dengan pemilahan sampah
pada skala domestik atau rumah tangga;2. tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS
3R (reduce, reuse, recycle ) pada skala
76% - 100% area memiliki
sarpras pengelolaan
persampahan yang tidakmemenuhi persyaratanteknis
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi 51% - 75% area memiliki
sarpras pengelolaan
3
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 96/127
17
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
lingkungan;3. gerobak sampah dan/atau truk sampah
pada skala lingkungan; dan4. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST)
pada skala lingkungan.
persampahan yang tidakmemenuhi persyaratanteknis
25% - 50% area memiliki
sarpras pengelolaanpersampahan yang tidakmemenuhi persyaratanteknis
1
b. Sistem PengelolaanPersampahan yang Tidak SesuaiStandar Teknis
Pengelolaan persampahan pada lingkunganperumahan atau permukiman tidak memenuhipersyaratan sebagai berikut:1. pewadahan dan pemilahan domestik;2.
pengumpulan lingkungan;3. pengangkutan lingkungan;4. pengolahan lingkungan
76% - 100% area memiliki
sistem persampahan tidaksesuai standar
5
Wawancara,Format Isian, PetaRIS, Observasi
51% - 75% area memilikisistem persampahan tidaksesuai standar
3
25% - 50% area memiliki
sistem persampahan tidaksesuai standar
1
c. TidakterpeliharanyaSarana danPrasaranaPengelolaanPersampahan
Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana danprasarana pengelolaan persampahan pada lokasiperumahan atau permukiman, baik:1. pemeliharaan rutin; dan/atau2. pemeliharaan berkala
76% - 100% area memiliki
sarpras persampahan yangtidak terpelihara
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% area memiliki
sarpras persampahan yangtidak terpelihara
3
25% - 50% area memiliki
sarpras persampahan yangtidak terpelihara
1
7. KONDISIPROTEKSIKEBAKARAN
a. KetidaktersediaanPrasarana ProteksiKebakaran
Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaranpada lokasi, yaitu:1. pasokan air;
2.
jalan lingkungan;3. sarana komunikasi;4. data sistem proteksi kebakaran lingkungan;
dan5. bangunan pos kebakaran
76% - 100% area tidak
memiliki prasarana proteksikebakaran
5
Wawancara,Format Isian, PetaRIS, Observasi
51% - 75% area tidakmemiliki prasarana proteksikebakaran
3
25% - 50% area tidak
memiliki prasarana proteksi
1
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 97/127
18
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
kebakaran
b. KetidaktersediaanSarana ProteksiKebakaran
Tidak tersedianya sarana proteksi kebakaranpada lokasi, yaitu:1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);2. mobil pompa;3. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan4. peralatan pendukung lainnya
76% - 100% area tidak
memiliki sarana proteksikebakaran
5
Wawancara,Format Isian, Peta
RIS, Observasi
51% - 75% area tidak
memiliki sarana proteksikebakaran
3
25% - 50% area tidak
memiliki sarana proteksikebakaran
1
B. IDENTIFIKASI LEGALITAS LAHAN
1.
LEGALITASLAHAN a.
Kejelasan StatusPenguasaan Lahan Kejelasan terhadap status penguasaan lahanberupa:1. kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen
sertifikat hak atas tanah atau bentukdokumen keterangan status tanah lainnya yang sah; atau
2. kepemilikan pihak lain (termasuk milikadat/ulayat), dengan bukti izin pemanfaatantanah dari pemegang hak atas tanah ataupemilik tanah dalam bentuk perjanjiantertulis antara pemegang hak atas tanahatau pemilik tanah dengan
Keseluruhan lokasi memilikikejelasan status penguasaanlahan, baik milik sendiriatau milik pihak lain
(+)
Wawancara,Format Isian,
DokumenPertanahan,Observasi
Sebagian atau keseluruhan
lokasi tidak memilikikejelasan status penguasaanlahan, baik milik sendiriatau milik pihak lain
(-)
b. Kesesuaian RTR Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalamrencana tata ruang (RTR), dengan bukti IzinMendirikan Bangunan atau Surat KeteranganRencana Kabupaten/Kota (SKRK).
Keseluruhan lokasi berada
pada zona peruntukanperumahan/permukimansesuai RTR
(+)
Wawancara,Format Isian,RTRW, RDTR,
Observasi
Sebagian atau keseluruhan
lokasi berada bukan pada
zona peruntukanperumahan/permukimansesuai RTR
(-)
C. IDENTIFIKASI PERTIMBANGAN LAIN
1. PERTIMBANGANLAIN
a. Nilai StrategisLokasi
Pertimbangan letak lokasi perumahan ataupermukiman pada:
Lokasi terletak pada fungsi
strategis kabupaten/kota
5 Wawancara,Format Isian,
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 98/127
19
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER NILAI SUMBER DATA
1. fungsi strategis kabupaten/kota; atau2. bukan fungsi strategis kabupaten/kota
Lokasi tidak terletak pada
fungsi strategiskabupaten/kota
1 RTRW, RDTR,Observasi
b. Kependudukan Pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasiperumahan atau permukiman dengan klasifikasi:
1. rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah150 jiwa/ha;
2. sedang yaitu kepadatan penduduk antara151 – 200 jiwa/ha;
3. tinggi yaitu kepadatan penduduk antara201 – 400 jiwa/ha;
4. sangat padat yaitu kepadatan penduduk diatas 400 jiwa/ha;
Untuk Metropolitan& Kota Besar
Kepadatan Penduduk pada
Lokasi sebesar >400 Jiwa/Ha
Untuk Kota Sedang & Kota Kecil
Kepadatan Penduduk pada
Lokasi sebesar >200 Jiwa/Ha
5
Wawancara,Format Isian,
Statistik,Observasi
Kepadatan Penduduk padaLokasi sebesar 151 - 200 Jiwa/Ha
3
Kepadatan Penduduk pada
Lokasi sebesar <150 Jiwa/Ha
1
c. Kondisi Sosial,Ekonomi, danBudaya
Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasiperumahan atau permukiman berupa:
1. potensi sosial yaitu tingkat partisipasimasyarakat dalam mendukungpembangunan;
2. potensi ekonomi yaitu adanya kegiatanekonomi tertentu yang bersifat strategis bagimasyarakat setempat;
3. potensi budaya yaitu adanya kegiatan atauwarisan budaya tertentu yang dimilikimasyarakat setempat
Lokasi memiliki potensi
sosial, ekonomi dan budayauntuk dikembangkan ataudipelihara
5
Wawancara,Format Isian,
Observasi
Lokasi tidak memiliki potensi
sosial, ekonomi dan budayatinggi untuk dikembangkanatau dipelihara 1
Sumber: Tim Penyusun, 2015
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 99/127
20
Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan berdasarkan formula penilaian
tersebut di atas, selanjutnya lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dapat dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi sebagaimana
ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 3. Formula Hasil Penilaian Penentuan Klasifikasi dan Skala Prioritas Penanganan
NILAI KETERANGAN BERBAGAI KEMUNGKINAN KLASIFIKASI
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Kondisi Kekumuhan
71 – 95 Kumuh Berat X X X X X X
45 – 70 Kumuh Sedang X X X X X X
19 – 44 Kumuh Ringan X X X X X X
Legalitas Lahan
(+) Status Lahan Legal X X X X X X X X X
(-) Status Lahan TidakLegal
X X X X X X X X X
Pertimbangan Lain
7 – 9 Pertimbangan Lain Tinggi
X X X X X X
4 – 6 Pertimbangan LainSedang
X X X X X X
1 – 3 Pertimbangan LainRendah
X X X X X X
SKALA PRIORITAS
PENANGANAN =
1 1 4 4 7 7 2 2 5 5 8 8 3 3 6 6 9 9
Sumber: Tim Penyusun, 2015
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa:
1. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi merupakan:
a. kumuh berat bila memiliki nilai 71-95;
b. kumuh sedang bila memiliki nilai 71-95;
c.
kumuh berat bila memiliki nilai 71-95;2. Berdasarkan pertimbangan lain, suatu lokasi memiliki:
a. pertimbangan lain tinggi bila memiliki nilai 7-9;
b. pertimbangan lain sedang bila memiliki nilai 4-6;
c. pertimbangan lain rendah bila memiliki nilai 1-3;
3. Berdasarkan kondisi kekumuhan, suatu lokasi memiliki:
a. status lahan legal bila memiliki nilai positif (+);
b.
status lahan tidak legal bila memiliki nilai negatf (-).
Berdasarkan penilaian tersebut, maka dapat terdapat 18 kemungkinan
klasifikasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh, yaitu:
1. A1 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan legal;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 100/127
21
2. A2 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan tidak legal;
3. A3 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan legal;
4.
A4 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan tidak legal;
5. A5 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan legal;
6. A6 merupakan lokasi kumuh berat, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan tidak legal;
7. B1 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan legal;
8. B2 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan tidak legal;
9. B3 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan legal;
10. B4 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan tidak legal;
11.
B5 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan legal;
12. B6 merupakan lokasi kumuh sedang, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan tidak legal;
13. C1 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan legal;
14. C2 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain tinggi,
dan status lahan tidak legal;
15. C3 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan legal;
16. C4 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain sedang,
dan status lahan tidak legal;
17. C5 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan legal;
18.
C6 merupakan lokasi kumuh rendah, dengan pertimbangan lain rendah,
dan status lahan tidak legal.
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, maka dapat ditentukan skala
prioritas penanganan, sebagai berikut:
Prioritas 1 yaitu untuk klasifikasi A1 dan A2;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 101/127
22
Prioritas 2 yaitu untuk klasifikasi B1 dan B2;
Prioritas 3 yaitu untuk klasifikasi C1 dan C2;
Prioritas 4 yaitu untuk klasifikasi A3 dan A4;
Prioritas 5 yaitu untuk klasifikasi B3 dan B4;
Prioritas 6 yaitu untuk klasifikasi C3 dan C4;
Prioritas 7 yaitu untuk klasifikasi A5 dan A6;
Prioritas 8 yaitu untuk klasifikasi B5 dan B6;
Prioritas 9 yaitu untuk klasifikasi C5 dan C6.
E. PENETAPAN LOKASI
Penetapan lokasi dilakukan oleh pemerintah daerah dalam bentuk
keputusan bupati/walikota atau gubernur khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan hasil penilaian lokasi. Keputusan bupati/walikota atau
keputusan gubernur khusus untuk Provinsi DKI Jakarta mengenai
penetapan lokasi dilengkapi dengan:
1. Tabel Daftar Lokasi
Tabel daftar lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh berisi
data terkait nama lokasi, luas, lingkup administratif, titik koordinat,
kondisi kekumuhan, status lahan dan prioritas penanganan untuk
setiap lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang
ditetapkan. Prioritas penanganan berdasarkan hasil penilaian aspek
pertimbangan lain
2. Peta Sebaran Lokasi
Peta sebaran lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dibuat
dalam suatu wilayah kabupaten/kota atau provinsi khusus DKI Jakarta
berdasarkan tabel daftar lokasi.
Format kelengkapan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dapat dilihat pada tabel berikut ini.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 102/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 103/127
24
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5188);
4.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
5.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor .../PRT/M/2015 tentang Peningkatan
Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan
Permukiman Kumuh;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA ............. TENTANG
PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN
PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN/KOTA ...............
KESATU : Lokasi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
merupakan satuan perumahan dan permukiman dalam
lingkup wilayah kabupaten/kota yang dinilai tidak laik huni
karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana
dan prasarana yang tidak memenuhi syarat;
KEDUA : Lokasi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
ditetapkan berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakatmenggunakan Ketentuan Tata Cara Penetapan Lokasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor .../PRT/M/2015
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh
Dan Permukiman Kumuh;
KETIGA : Lokasi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh di
Kabupaten/Kota ..... ditetapkan sebagai dasar penyusunan
Rencana Penanganan Perumahan Kumuh Dan Permukiman
Kumuh di Kabupaten/Kota ....., yang merupakan komitmen
Pemerintah Daerah dalam mendukung Program Nasional
Pengentasan Permukiman Kumuh, termasuk dalam hal ini
Target Nasional Permukiman Tanpa Kumuh;
KEEMPAT : Lokasi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh di
Kabupaten/Kota ..... meliputi sejumlah ... (terbilang .........)
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 104/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 105/127
26
Tabel 5. Format Daftar Lokasi sebagai Lampiran I
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA .........................
NOMOR ...........................
TENTANG
PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN/KOTA........................
NO NAMALOKASI
LUAS(HA)
LINGKUP ADMINISTRATIF KEPENDUDUKAN KOORDINAT KEKUMUHAN PERT. LAIN LEGALITASLAHAN
PRIORITAS
RT/RW KELURAHAN/DESA
KECAMATAN/DISTRIK
JUMLAH KEPA-DATAN
LINTANG BUJUR NILAI TINGK. NILAI TINGK.
1 Dabag 1,86 05/08 Condongcatur Depok - < 400 Jiwa /
Ha
7° 46'16,71"
7° 46'16,71"
46 Sedang 9 Tinggi Legal B1/ 2
2 Ngropoh 0,52 04/24 Condongcatur Depok - < 400 Jiwa /
Ha
7° 45'48,41"
110°24'
14,19"
35 Ringan 5 Sedang Legal C3 / 6
3
4
5
dst
Sumber: Olahan dari Profil Kawasan Permukiman Kumuh 2014
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 106/127
27
Gambar 2. Format Peta Sebaran Lokasi sebagai Lampiran II(Versi Tegak)
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA NOMOR ....
TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
PETA SEBARAN
LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUHDI KABUPATEN/KOTA
....
LEGENDA: PETA INSET:
BUPATI/WALIKOTA ............................
(Tanda Tangan)
Nama Lengkap (Tanpa gelar)
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA .....
Skala, Orientasi, Proyeksi, Sistem
Grid, Datum
Judul Peta
Keterangan Lampiran SK Kepala
Daerah
Keterangan Legenda
Peta Inset
Tanda Tangan Kepala Daerah
Lambang dan Nama Kabupaten/Kota
Keterangan Koordinat
(Lintang & Bujur)
Keterangan Koordinat
(Lintang & Bujur)
Garis Koordinat
(Lintang & Bujur)
SUMBER PETA:
Keterangan Sumber Peta
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 107/127
28
Gambar 3. Format Peta Sebaran Lokasi sebagai Lampiran II (Versi Horisontal)
Ketetapan lokasi dalam bentuk keputusan bupati/walikota atau keputusan
gubernur khusus untuk Provinsi DKI Jakarta dilakukan peninjauan ulang
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Peninjauan ulang dilakukan
oleh pemerintah daerah untuk mengetahui pengurangan jumlah lokasi
dan/atau luasan perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagai hasil
dari penanganan yang telah dilakukan. Peninjauan ulang dilakukan melalui
proses pendataan. Hasil peninjauan ulang ditetapkan dalam bentuk
keputusan bupati/walikota atau gubernur khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta.
F.
PERENCANAAN PENANGANAN
Perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat sesuai
dengan hasil penetapan lokasi. Tahap perencanaan penanganan meliputi:
a. persiapan;
b. survei;
c. penyusunan data dan fakta;
d.
analisis;
e. penyusunan konsep penanganan; dan
f. penyusunan rencana penanganan
penyusunan rencana penanganan berupa rencana penanganan jangka
pendek, jangka menengah, dan/atau jangka panjang beserta
pembiayaannya.
Keterangan Koordinat
Lintan & Buur
Keterangan Koordinat
(Lintang & Bujur)
Garis Koordinat
(Lintang & Bujur)
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA NOMOR ....
TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN KUMUH
DAN PERMUKIMAN KUMUH
PETA SEBARAN
LOKASI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN
KUMUH DI KABUPATEN/KOTA ....
Skala, Orientasi, Proyeksi,
Sistem Grid, DatumPETA INSET
Judul Peta
Keterangan Lampiran SK
Kepala Daerah
Keterangan Legenda
Keterangan Sumber PetaSUMBER PETA:
Tanda Tangan Kepala
Daerah
BUPATI/WALIKOTA ............................
(Tanda Tangan)
lLambang dan NamaKabupaten/Kota
PEMERINTAH
.....
LEGENDA:Peta Inset
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 108/127
29
Dokumen perencanaan penanganan ditetapkan dalam bentuk peraturan
bupati/walikota atau gubernur khusus untuk Provinsi DKI Jakarta sebagai
dasar penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 109/127
1
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR …/PRT/M/2015
TENTANG
PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
POLA-POLA PENANGANAN
A. UMUM
Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan
kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya,
berkeadilan, dan ekonomis. Pola-pola penanganan ditentukan berdasarkan
hasil penilaian aspek kondisi kekumuhan dan aspek legalitas lahan.
Pola-pola penanganan direncanakan dengan mempertimbangkan tipologi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Pola-pola penanganan
meliputi:
a. pemugaran;
b. peremajaan; dan
c. pemukiman kembali.
Pola-pola penanganan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.
Pola-pola penanganan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh direncanakan dengan mempertimbangkan:
1. Hasil Penilaian Aspek Kondisi Kekumuhan dan Aspek Legalitas Lahan
Pertimbangan hasil penilaian aspek kondisi kekumuhan dan aspek
legalitas lahan diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status
lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
peremajaan;
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dengan status
lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
pemukiman kembali;
c. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan
status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
peremajaan;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 110/127
2
d. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang dengan
status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
pemukiman kembali;
e. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan
status lahan legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
pemugaran;
f. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan
status lahan ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah
pemukiman kembali
2. Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh
Pertimbangan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh berdasarkan tipologi diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di atas air, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik daya guna, daya dukung, daya
rusak air serta kelestarian air;
b. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di tepi air, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah tepi air,
pasang surut air serta kelestarian air dan tanah;
c. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di dataran rendah, maka penanganan yang
dilakukan harus memperhatikan karakteristik daya dukung tanah,
jenis tanah serta kelestarian tanah;
d.
dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di perbukitan, maka penanganan yang dilakukan
harus memperhatikan karakteristik kelerengan, daya dukung tanah,
jenis tanah serta kelestarian tanah;
e. dalam hal lokasi termasuk dalam tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh di kawasan rawan bencana, maka penanganan
yang dilakukan harus memperhatikan karakteristik kebencanaan,
daya dukung tanah, jenis tanah serta kelestarian tanah.
Pola penanganan terhadap aspek bangunan gedung dan infrastruktur
pendukungnya berdasarkan tipologi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh dapat dilihat pada tabel berikut ini.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 111/127
3
Tabel 1 Pola Penanganan Bangunan dan Infrastruktur Pendukung pada Permukiman Kumuh Menurut Tipologinya
NO TIPOLOGI
PERMUKIMAN
KUMUH
BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
JALAN
LINGKUNGAN
DRAINASE PENYEDIAAN AIR
MINUM
PENGELOLAAN
AIR LIMBAH
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
KEBAKARAN
1 Perumahan
kumuh dan
permukiman
kumuh di atas
air
membangun rumah
dengan sistem
panggung dengan
pondasi umpak
atau pondasi dalam
sesuai karakteristik
bangunan
intensitas
pemanfaatan ruang
untuk bangunan
disesuaikan dengan
ketentuan yang
berlaku
memanfaatkan
bahan bangunan,
khususnya untuk
pondasi, yang
punya ketahanan
terhadap daya
rusak air
pondasi jalan
dengan sistem
cerucuk
memanfaatkan
material jalan yang
punya ketahanan
terhadap daya
rusak air, bisa
tanpa perkerasan (
kayu, bambu) atau
dengan perkerasan
kaku (beton) sesuai
dengan
karakteristik lokal
dilengkapi dengan
bangunan:
o bronjong
o bangunan
pemecah ombak
sistem drainase
lokal dilengkapi
dengan pintu
air
memanfaatkan
material
saluran
drainase yang
punya
ketahanan
terhadap daya
rusak air, bisa
tanpa
perkerasan (
kayu, pasangan
batu) atau
dengan
perkerasan
kaku (beton)
sesuai dengan
karakteristik
lokal
sumber air
baku
diusahakan
memanfaatkan
air permukaan
setempat
sistem
distribusi jika
menggunakan
perpipaan,
maka:
pipa
sambungan
dipasang
menempel
pada
konstruksi
jalan /
drainase di
atas air; atau
pipa
sambungan
berada dibawah air
dan
memanfaatka
unit pengolahan
air limbah
setempat
ditempatkan:
secara
floating; atau
di bawah air
memanfaatkan
material yang
punya
ketahanan
terhadap daya
rusak air
unit pemipaan
jika
menggunakan
sistem
pengolahan air
limbah terpusat,
maka:
pipa
sambungan
dipasangmenempel
pada
konstruksi
Unit
pengumpulan
sampah seperti
TPS dapat
ditempatkan di
atas air
Unit
pengangkutan
sampah dapat
menggunakan
moda
transportasi air
Pasokan air
memanfaatka
n sumber air
setempat
Kendaraan
pemadam
kebakaran
dapat
menggunaka
n moda
transportasi
air
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 112/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 113/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 114/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 115/127
7
NO TIPOLOGI
PERMUKIMAN
KUMUH
BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
JALAN
LINGKUNGAN
DRAINASE PENYEDIAAN AIR
MINUM
PENGELOLAAN
AIR LIMBAH
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
KEBAKARAN
kumuh dan
permukiman
kumuh di
perbukitan
dengan sistem
panggung dengan
pondasi umpak
untuk bangunan
sederhana
intensitas
pemanfaatan ruang
untuk bangunan
disesuaikan denganketentuan yang
berlaku
memanfaatkan
bahan bangunan
sesuai dengan daya
dukung tanah
dengan sistem
konvensional
memanfaatkan
konstruksi
perkerasan yang
sesuai dengan
daya dukung
tanah
dilengkapi dengan
bangunan penahan
longsor
lokal dapat
dilengkapi
dengan
bangunan
terjunan
memanfaatkan
material
saluran
drainase
pada tekstur
tanah keras
adalah
saluran
tanah
pada tekstur
tanah yang
sangat jelek
(gambut)
adalah
saluran
perkuatan
kayu
pada daerah
curam adalahsaluran
pasangan
batu atau
baku
diusahakan
memanfaatkan
air permukaan
setempat, air
hujan, air tanah
dangkal dan air
tanah dalam
sistemdistribusi jika
menggunakan
perpipaan,
maka pipa
sambungan
berada di
bawah tanah
air limbah
setempat
ditempatkan:
secara
floating
memanfaatka
n material
yang punya
ketahananterhadap
daya rusak
air; atau
di bawah
tanah
memanfaatka
n material
sesuai daya
dukung
tanah
unit pemipaan
jika
menggunakan
sistem
pengolahan air
limbah terpusat,
maka pipa
sambungan
pengumpulan
sampah seperti
TPS dapat
ditempatkan di
atas atas tanah
Unit
pengangkutan
sampah dapat
menggunakanmoda
transportasi
darat
memanfaatka
n sumber air
setempat
Kendaraan
pemadam
kebakaran
dapat
menggunaka
n modatransportasi
darat
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 116/127
8
NO TIPOLOGI
PERMUKIMAN
KUMUH
BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
JALAN
LINGKUNGAN
DRAINASE PENYEDIAAN AIR
MINUM
PENGELOLAAN
AIR LIMBAH
PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
KEBAKARAN
beton berada di bawah
tanah
5 Perumahan
kumuh dan
permukiman
kumuh di
daerah rawan
bencana
membangun rumah
dengan sistem
panggung dengan
pondasi umpak
untuk bangunan
sederhana
intensitas
pemanfaatan ruang
untuk bangunan
disesuaikan dengan
ketentuan yang
berlaku
memanfaatkan
bahan bangunan
sesuai dengan daya
dukung lahan
terhadap
kerawanan bencana
pada kondisi
tertentu
membutuhkan
rekayasa teknologibangunan
pondasi jalan:
pada kawasan
kerawanan
banjir (di atas
air / di tepi air)
dengan sistem
cerucuk
pada sisi
daratan dengan
sistem
konvensional
memanfaatkan
konstruksi
perkerasan yang
sesuai dengan
daya dukung lahan
terhadap
kerawanan
bencana
dilengkapi dengan
bangunan
pelengkap tertentusesuai dengan
kerawanan
bencana
sistem drainase
lokal dilengkapi
dengan
bangunan
tertentu sesuai
kerawanan
bencana:
banjir:
berupa
gorong-
gorong
dilengkapi
dengan
bronjong dan
pintu air
tsunami:
berupa
gorong-
gorong
dilengkapi
dengan
bronjong longsor:
berupa
bangunan
sumber air
baku
diusahakan
memanfaatkan
air permukaan
setempat, air
hujan, air tanah
dangkal dan
dalam
sistem
distribusi jika
menggunakan
perpipaan,
maka peletakan
pipa
sambungan
disesuaikan
dengan
kerawanan
bencananya
o rawan banjir
dan tsunami:sistem
jaringan pipa
dalam tanah
penempatan unit
pengolahan air
limbah setempat
sesuai dengan
kerawanan
bencananya:
rawan banjir
dan tsunami:
di bawah air,
di atas air,
atau di dalam
tanah dengan
memanfaatkan
material yang
punya
ketahanan
terhadap daya
rusak air
rawan longsor:
di atas tanah
dengan
memanfaatkanmaterial sesuai
daya dukung
tanah
Unit
pengumpulan
sampah seperti
TPS dapat
ditempatkan di
atas atas tanah
Unit
pengangkutan
sampah
disesuaikan
dengan
lokasinya:
di perairan
menggunakan
moda
transportasi
air
di daratan
menggunakan
moda
transportasi
darat
Pasokan air
memanfaatka
n sumber air
setempat
Kendaraan
pemadam
kebakaran
dapat
menggunaka
n moda
transportasi
darat
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 117/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 118/127
10
B. PEMUGARAN
Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali
perumahan kumuh dan permukiman kumuh menjadi perumahan dan
permukiman yang layak huni. Pemugaran merupakan kegiatan perbaikan
rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum. Pemugaran dilakukan
untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula. Pemugaran dilakukan
melalui tahap:
1. Pra Konstruksi
Pemugaran pada tahap pra konstruksi meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran;
b. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
c.
pendataan masyarakat terdampak;
d. penyusunan rencana pemugaran; dan
e. musyawarah untuk penyepakatan.
2. Konstruksi
Pemugaran pada tahap konstruksi meliputi:
a. proses pelaksanaan konstruksi; dan
b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi.
3.
Pasca Konstruksi
Pemugaran pada tahap pasca konstruksi meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
C. PEREMAJAAN
Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan
permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan dilakukan melalui
pembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadap rumah,
prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum. Peremajaan dilakukan dengan
terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal sementara bagi masyarakat
terdampak. Peremajaan dilakukan melalui tahap:
1. Pra Konstruksi
Peremajaan pada tahap pra konstruksi meliputi:
a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan peremajaan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak;
c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana peremajaan; dan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 119/127
11
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
2. Konstruksi
Peremajaan pada tahap konstruksi meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil
kesepakatan;
b. penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi lain;
c. proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi permukiman
eksisting;
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremajaan; dan
e. proses penghunian kembali masyarakat terdampak.
3. Pasca Konstruksi
Peremajaan pada tahap pasca konstruksi meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
D. PEMUKIMAN KEMBALI
Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan
dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan
melalui tahap:
1. Pra Konstruksi
Pemukiman kembali pada tahap pra konstruksi meliputi:
a. kajian pemanfaatan ruang dan/atau kajian legalitas lahan;
b. penghunian sementara untuk masyarakat di perumahan dan
permukiman kumuh pada lokasi rawan bencana;
c.
sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak;
d. pendataan masyarakat terdampak;
e. penyusunan rencana pemukiman baru, rencana pembongkaran
pemukiman eksisting dan rencana pelaksanaan pemukiman kembali;
dan
f. musyawarah dan diskusi penyepakatan.
2. Konstruksi
Pemukiman kembali pada tahap konstruksi meliputi:
a. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil
kesepakatan;
b. proses legalisasi lahan pada lokasi pemukiman baru;
c. proses pelaksanaan konstruksi pembangunan perumahan dan
permukiman baru;
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 120/127
12
d. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukiman
kembali;
e. proses penghunian kembali masyarakat terdampak; dan
f. proses pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting.
3.
Pasca Konstruksi
Pemukiman kembali pada tahap pasca konstruksi meliputi:
a. pemanfaatan; dan
b. pemeliharaan dan perbaikan.
Terkait dengan pola-pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, dapat diidentifikasi penanganan fisik untuk bangunan dan
lingkungan serta prasarana dan sarana sesuai dengan bentuk peningkatan
kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 121/127
13
Tabel 2. Penanganan Fisik Infrastruktur menurut Pola Penanganan Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
NOPROGRAM
PENANGANAN FISIKINFRASTRUKTUR
BENTUK-BENTUK PEMUGARAN BENTUK-BENTUK PEREMAJAANBENTUK-BENTUK
PEMUKIMAN KEMBALI
1 Bangunan Gedung Rehabilitasi bangunan gedung agar fungsidan massa bangunan kembali seusai kondisisaat awal dibangun
Perubahan fungsi dan massa bangunandari kondisi awal saat dibangun
Peningkatan kapasitas tampung daribangunan gedung
Pembangunan bangunangedung pada lokasi baru yang sesuai arahanrencana tata ruang dansesuai daya tampungnya
2 Jalan Lingkungan
Rehabilitasi jalan untuk mengembalikankondisi kemantapan jalan saat awaldibangun, seperti perbaikan struktur jalan
Perubahan fungsi jalan akibat adanyaperubahan fungsi kawasan yangdihubungkan
Peningkatan kapasitas jalanlingkungan, seperti: penambahan lajurdan/atau pelebaran badan jalandan/atau menghubungkan jaringan jalan yang pada lokasi yang samanamun belum tersambung
Pembangunan jalanlingkungan pada lokasibaru yang sesuai arahanrencana tata ruang
3 Penyediaan Air Minum Rehabilitasi unit penyediaan air minumuntuk mengembalikan kondisi sesuai denganpersyaratan teknis saat awaldibangun/disediakan, seperti penggantiankomponen pada unit-unit air baku, unitproduksi dan jaringan unit distribusi dan unitpelayanan
Peningkatan kapasitas dari unitpenyediaan air minum, sepertipenambahan komponen pada unit-unitair baku dan unit produksi
Peningkatan jangkauan pelayanan dariunit penyediaan air minum, seperti
penambahan/ perluasan jaringan unitdistribusi dan unit pelayanan
Penyediaan air minumpada lokasi baru yangsesuai arahan rencanatata ruang dan rencanainduk sektor air minum
4 Drainase Lingkungan Rehabilitasi sarana dan prasarana drainaseuntuk mengembalikan kondisi sesuai denganpersyaratan teknis saat awal
Peningkatan kapasitas/jumlah saranadan prasarana drainase, sepertipenambahan gorong-gorong,
Pembangunan drainaselingkungan pada lokasibaru yang sesuai arahan
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 122/127
14
NOPROGRAM
PENANGANAN FISIKINFRASTRUKTUR
BENTUK-BENTUK PEMUGARAN BENTUK-BENTUK PEREMAJAANBENTUK-BENTUK
PEMUKIMAN KEMBALI
dibangun/disediakan, seperti penggantiankomponen gorong-gorong, perbaikan strukturdrainase
penambahan pompa, penambahankapasitas kolam tandon, dan lainnya yang sejenis.
Peningkatan jangkauan pelayanan dari jaringan drainase, seperti pelebaransaluran atau dan/ataumenghubungkan jaringan drainasepada lokasi yang sama namun belum
tersambung
rencana tata ruang danrencana induk sektordrainase
5 Pengelolaan Air Limbah Rehabilitasi unit pengelolaan air limbahuntuk mengembalikan kondisi sesuai denganpersyaratan teknis saat awaldibangun/disediakan, seperti penggantiankomponen pada SPAL-T seperti komponenpemipaan, penggantian komponen padaSPAL-S seperti tangki septik, cubluk, biofiterdan komponen sejenis.
Peningkatan kapasitas dari unitpengelolaan air limbah, sepertipenambahan komponen pada SPAL-S
Peningkatan jangkauan pelayanan darisistem pemipaan pada SPAL-T
Pembangunan unitpengelolaan air limbahpada lokasi baru yangsesuai arahan rencanatata ruang dan rencanainduk sektor pengelolaanair limbah
6 PengelolaanPersampahan
Rehabilitasi unit pengelolaan persampahanuntuk mengembalikan kondisi sesuai denganpersyaratan teknis saat awal dibangun,seperti penggantian sarana dan prasaranapemilahan, pengumpulan, pengangkutan, danpengolahan.
Peningkatan kapasitas dari unitpengelolaan persampahan, sepertipenambahan komponen pewadahan,pengumpulan, dan pengolahan.
Peningkatan jangkauan pelayanan darisistem pengangkutan sampah
Pembangunan unitpengelolaan persampahanpada lokasi baru yangsesuai arahan rencanatata ruang dan rencanainduk sektor pengelolaanpersampahan
7 Proteksi Kebakaran Rehabilitasi unit proteksi kebakaran untukmengembalikan kondisi sesuai denganpersyaratan teknis saat awal dibangun,seperti penggantian sarana dan prasarana
Peningkatan kapasitas dari unitproteksi kebakaran, sepertipenambahan komponen sarana danprasarana proteksi kebakaran
Pembangunan unitproteksi kebakaran padalokasi baru yang sesuaiarahan rencana tataruang dan rencana induk
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 123/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 124/127
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 125/127
2
Dalam tahap perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman
kumuh, masyarakat dapat:
a.
berpartisipasi aktif dalam pembahasan yang dilaksanakan pada tahapan
perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
b.
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang
dalam penyusunan rencana penanganan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh;
c.
memberikan dukungan pelaksanaan rencana penanganan perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada lokasi terkait sesuai dengan
kewenangannya; dan/atau
d.
menyampaikan pendapat dan pertimbangan terhadap hasil penetapan
rencana penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan
dasar pertimbangan berupa dokumen atau data dan informasi terkait yang
telah diajukan dalam proses penyusunan rencana.
3. Peran Masyarakat pada Tahap Peningkatan Kualitas
Peran masyarakat pada tahap peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh dilakukan dalam proses pemugaran,
peremajaan, dan/atau pemukiman kembali. Dalam proses pemugaran,
peremajaan, dan/atau pemukiman kembali masyarakat dapat:
a.
berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat
yang terdampak;
b.
berpartisipasi aktif dalam musyawarah dan diskusi penyepakatan rencana
pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali;
c.
berpartisipasi dalam pelaksanaan pemugaran, peremajaan, dan/atau
pemukiman kembali baik berupa dana, tenaga maupun material;
d.
membantu pemerintah daerah dalam upaya penyediaan lahan yang
berkaitan dengan proses pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman
kembali terhadap rumah, prasarana, sarana, dan/atau utilitas umum;
e.
membantu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan pemugaran, peremajaan,
dan/atau pemukiman kembali;
f.
mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses
pelaksanaan pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali;
dan/atau
g.
melaporkan perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses
pelaksanaan pemugaran, peremajaan, dan/atau pemukiman kembali
kepada instansi berwenang agar proses pemugaran, peremajaan, dan/atau
pemukiman kembali dapat berjalan lancar.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 126/127
3
4.
Peran Masyarakat pada Tahap Pengelolaan
Dalam tahap pengelolaan perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
masyarakat dapat:
a.
berpartisipasi aktif pada berbagai program pemerintah daerah dalam
pemeliharaan dan perbaikan di setiap lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang telah tertangani;
b.
berpartisipasi aktif secara swadaya dan/atau dalam kelompok swadaya
masyarakat pada upaya pemeliharaan dan perbaikan baik berupa dana,
tenaga maupun material;
c.
menjaga ketertiban dalam pemeliharaan dan perbaikan rumah serta
prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan dan permukiman;
d.
mencegah perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses
pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan; dan/atau
e.
melaporkan perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi
pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan kepada instansi berwenang agar
proses pemeliharaan dan perbaikan dapat berjalan lancar.
5.
Kelompok Swadaya Masyarakat
Pelibatan kelompok swadaya masyarakat merupakan upaya untuk
mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kelompok swadaya masyarakat
dibentuk oleh masyarakat secara swadaya atau atas prakarsa pemerintah.
Pembentukan tidak perlu dilakukan dalam hal sudah terdapat kelompok
swadaya masyarakat yang sejenis. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh berbasis
masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
dapat mengikuti siklus sebagai berikut.
7/23/2019 Draft Rapermen Gabungan
http://slidepdf.com/reader/full/draft-rapermen-gabungan 127/127
Gambar 1. Siklus Pengembangan Kawasan Permukiman Berbasis Masyarakat
C.
KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal merupakan petuah atau ketentuan atau norma yang
mengandung kebijaksanaan dalam berbagai perikehidupan masyarakat
setempat sebagai warisan turun temurun dari leluhur. Peningkatan kualitas
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan kearifan lokal yang berlaku pada masyarakat setempat
dengan tidak bertentangan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan kearifan lokal dalam
peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh di daerah
dapat diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah.