jbptitbpp gdl yustineard 27648 2 2007ta 1

Upload: arinta-purwi-suharti

Post on 17-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    1/24

    BAB I

    TINJAUAN PUSTAKA

    1.1 Pepaya (Carica papaya Linn.)

    Pepaya berasal dari Amerika Tengah dan Mexico Selatan. Namun, pepaya dibudidayakan

    di negara-negara dengan iklim tropis, di mana Indonesia merupakan salah satunya (Tyler,

    1993).

    Pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut (Eisai, 1986;Lembaga Biologi Nasional, 1977). Habitat pepaya yang paling baik adalah pada tanah

    subur dengan pengairan yang baik yang mempunyai banyak kandungan humus (Lembaga

    Biologi Nasional, 1977).

    1.1.1 Taksonomi Pepaya (Carica PapayaLinn.)

    Pepaya termasuk dalam dunia Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae,

    kelas Dicotyledonae, bangsa Cistales, suku Caricaceae, marga Carica, jenis Carica papaya

    Linn. ( Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000).

    1.1.2 Kandungan Kimia Daun Pepaya (Carica papaya Linn.)

    Daun pepaya mengandung -karoten (116-514 ppm), 4 % papain, 0,07 % karpain,

    polifenol, asam organik, dan terpenoid (2) (3) (Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan, 2000).

    Papain merupakan enzim proteolitik (pemutus ikatan protein). Dilihat dari strukturnya,

    papain merupakan rantai peptida tunggal yang terdiri dari 212 residu asam amino yang

    terlipat menjadi dua bagian, dengan bobot molekul 23.406 Da dan mempunyai satu gugus -

    SH. Papain mempunyai rentang pH yang lebar (4,0-8,0) , dengan pH optimum antara 6,0-

    (2) Felter H.V. and J.U. Lloyd, 1898, Carica Papaya, Kings American Dispensatory [Serial Online],

    http://www.henriettesherbal.com/eclectic/kings/ carica.html. [18 Oktober 2006].

    (3) Jozef, F., 2005, The Chemical Anthropology of Antimicrobial Plants, Skadi.net [Serial Online],http://forum.skadi.net/showthread.php?p=353823[7 Oktober 2006].

    2

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    2/24

    3

    7,0. Papain bekerja optimum pada suhu 50-60 oC (4). Papain akan terdegradasi pada suhu

    lebih tinggi dari 60 oC(4).

    Papain mempunyai kemampuan exfoliating, yang bekerja pada kelenjar sebaseus (tempat

    sebum diproduksi), yaitu mengangkat sel kulit mati dan membantu pertumbuhan sel kulit

    baru, sehingga kulit wajah akan tampak lebih bersih, putih, dan bersinar.

    Karpain (suatu alkaloid) dan terpenoid yang terkandung dalam pepaya mempunyai efek

    antimikroba dan efek antiprotozoa (3)(Cowan, 1999). Osato et al., menemukan bahwa getah

    dari lateks pepaya bersifat bakteriostatik terhadapB. subtilis, Enterobacter cloacae, E. coli,

    Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, danProteus vulgaris(3).

    Gambar 1.1 Struktur karpain

    1.2 Kulit

    Kulit merupakan struktur pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik

    pengaruh fisik maupun pengaruh kimia dan merupakan membran barrierfisiologik yang

    penting, karena ia mampu menahan penetrasi bahan gas, cair maupun padat baik yang

    berasal dari lingkungan tubuh maupun dari komponen mikroorganisme. Meskipun kulit

    relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu

    kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan

    (4) Purnomo, Y., 2006, Optimasi Penambahan Crude Papain dan Suhu Inkubasi pada Proses Pembuatan Virgin CoconutOil, Kimi@net, LIPI, [Serial Online],http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?bacaforum&berita& 1136515852&3[5 Oktober2006].

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    3/24

    4

    efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat (lokal) maupun sistemik

    (Aiache, 1993).

    Penilaian aktivitas farmakologi sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan

    pembawa dalam proses pelepasan dan absorpsi zat aktif. Selain itu terbukti pula bahwa

    pemilihan bahan pembawa yang tepat dapat meningkatkan aksi zat aktif, baik lama aksi

    maupun intensitasnya (Aiache, 1993).

    Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-

    fisiologi yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan, sehingga dapat

    dirancang bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

    2.2.1Anatomi Fisiologi Kulit

    Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh

    permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh (Aiache, 1993). Kulit menerima

    dari peredaran darah dalam tubuh (Chien, 1992; Chien, 1987). Dengan ketebalan hanya

    beberapa milimeter (2,97 0,28 mm), kulit memisahkan organ vital dengan lingkungan

    luar. Kulit berperan sebagai pelindung (protective barrier) dari serangan fisika, kimia,

    atau mikrobiologi. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh (thermostat),

    regulasi tekanan darah, melindungi tubuh dari penetrasi sinar ultraviolet, mendeteksi

    adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, 1993; Chien,

    1992).

    Secara mikroskopis, kulit merupakan organ multilayer yang terbentuk dari beberapa

    lapisan histologis (Aiache, 1993; Chien, 1992; Chien, 1987),yaitu: (dari luar ke dalam)

    a) Lapisan epidermis

    Dibagi menjadi 5 lapisan, di mana lapisan terluar merupakan lapisan yang paling

    banyak menerima kontak dari lingkungan luar (Gambar 1.2).

    b) Lapisan dermis

    Lapisan ini tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening.

    c) Hipodermis

    Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan di bawah kulit

    yang berlemak.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    4/24

    5

    Gambar 1.2 Penampang kulit manusia

    Kulit mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous)

    yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan

    membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1.3).

    Lapisan-lapisan pada kulit manusia :

    a) Epidermis

    Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 m, dengan sel-sel yang

    berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan

    proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian (seperti terlihat pada gambar

    1.3 ), yaitu lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis = viable epidermis=

    living epidermis dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel matiyang mengalami keratinisasi.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    5/24

    6

    Gambar 1.3 Lapisan malfigi dan lapisan tanduk

    Bagian dari epidermis :

    1. Sel Malfigi

    Lapisan dasar atau stratum germinativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk

    kubus dengan sisi 6 m yang saling berhimpitan satu dengan lainnya dan terletak di

    atas membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini

    merupakan pusat kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan

    pembentukan sel-sel sub junction lainnya.

    Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat tiga elemen spesifik yaitu: tonofibril,

    granul keratohialin, dan senyawa lipida (lembaran Odland). Tonofibril merupakan

    benang protein yang miskin ikatan sulfida, tergabung membentuk serabut dengan

    diameter sekitar 100 . Sebagian serabut tersebut melekat pada dinding sel pada

    bagian desmosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Granul keratohialin

    merupakan protein amorf yang kaya akan ikatan sulfida. Sedangkan, granul lipida/

    lembaran Odland lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun

    keratohialin. Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan

    rangkap 2 (dua) dengan ketebalan 20 .

    Secara skematik sel malfigi dan berbagai perubahan kimia senyawa penyusunannya

    dapat dilihat pada gambar 1.4

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    6/24

    7

    Gambar 1.4 Struktur sel malfigi dan perubahan kimia bahan penyusunnya

    Epidermis terdiri dari beberapa desmosom yang diselubungi oleh semen

    glukosaminoglikan. Ikatan antar sel ditentukan oleh desmosoma yang tampak

    sebagai membran rangkap dan tebal serta saling berhadapan.

    Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lembaran Odland bergeser

    menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler

    yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran. Pada tahap ini terbentukbarrier difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air (Aiache,

    1993).

    2. Lapisan Tanduk (stratum corneum)

    Lima persen (5 %) dari sel tanduk (stratum corneum) merupakan elemen pelindung

    yang paling efisien. Membran tersebut tahan terhadap bahan reduktor keratolitik,

    sebagian besar protease, senyawa-senyawa alkali dan senyawa-senyawa asam.

    Ketahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya jembatan disulfida, tetapi juga oleh

    ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak diketahui. Serat keratin yang

    menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat keratin tersebut dilindungi oleh

    senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan ikatan disulfida, senyawa

    tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam pekat (Aiache, 1993).

    Senyawa larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada bagian

    dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel tersebut

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    7/24

    8

    mampu menahan air dari keringat atau lingkungan luar. Pembasahan terjadi perlahan

    secara osmosis melalui lipida interseluler. Air mutlak diperlukan untuk menjaga sifat

    mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal ia mengandung air 10-20% (Aiache,

    1993).

    Lipida yang terdapat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan 7-9% dari

    berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya,

    fosfolipida, skualen dan kolesterol. Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan

    dengan air.

    Sel-sel tanduk berbentuk poliedrik dan lempeng , ukuran rata-rata adalah 25 - 0,5 ,

    bertumpuk satu di atas lainnya dan saling menutup. Jumlah lapisan sel pada lapisantanduk (stratum corneum) tidak sama, rata-rata 20 - 30 sel pada sebagian besar bagian

    tubuh manusia. Sel-sel yang lebih dalam keadaannya lebih kompak dan terikat dengan

    kuat satu dengan lainnya (stratum corneum conjunctum); pada permukaan ia terlepas

    dan luruh (stratum corneumdisjunctum).

    Stratum corneum terdiri dari beberapa lapisan yang kompak (compacted). Sel-sel

    tersebut tidak aktif secara fisiologis dan diperbaharui secara berkesinambungan,

    biasanya terjadi setiap dua minggu pada manusia dewasa normal. Regenerasi sel ini

    terjadi melalui mitosis pada lapisan basal dari epidermis, di mana lapisan ini

    disebut sebagai lapisanpoliferative / germinal (Chien, 1992; Chien, 1987).

    Permukaan kulit manusia rata-rata mnengandung 10-70 rambut folikel dan 200-250

    kelenjar keringat per 1 cm2kulit (Chien, 1992; Chien, 1987).

    Keratin terakumulasi pada saat diferensiasi epidermis dan bertindak sebagai komponen

    utama dari stratum corneum. Kuku dan rambut akan tumbuh pada lapisan epidermis

    ini. Pada diferensiasi epidermis awal, sel didominasi dengan keratin dengan bobot

    molekul rendah, di mana kemudian berubah menjadi polipeptida dengan bobot molekul

    yang lebih tinggi. Polipeptida keratin disintesis sebagai pasangan asam-basa.

    Komponen ini distabilkan oleh pembentukan jembatan disulfida dan tidak bisa

    dilarutkan jika tidak ada reduktor.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    8/24

    9

    b) Dermis dan Hipodermis

    Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3 - 5 mm,

    peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis. Berdasarkan

    tinjauan kualitatif dan susunan ruang serabut kolagen dan elastin, dermis terdiri atas

    dua lapisan anatomik, yaitu lapisan papiler jaringan kendur yang terletak tepat di

    bawah epidermis dan lapisan retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan

    penyangga yang padat.

    Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler

    dengan kedalaman 100 - 200 m. Hipodermis dan jaringan penyangga kendur,

    mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar

    keringat.

    c) Aneksa Kulit (Aiache, 1993)

    Aneksa kulit (gambar 1.5) terdiri atas sistem pilosebaseus dan kelenjar sudoripori.

    Setiap bulu rambut membentuk saluran epidermis yang masuk ke dalam dermis dan

    selanjutnya membentuk selubung luar bulu rambut tersebut. Bagian yang paling dalam,

    tertanam oleh akar pada sebuah papila dari jaringan penyangga dermik yang

    mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian dalam mengelilingirambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan dengan kelenjar

    sebaseus.

    Gambar 1.5 Aneksa kulit

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    9/24

    10

    Pada umumnya kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, kecuali pada

    beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 m dari

    permukaan kulit.

    2.2.2 Permeasi melalui Kulit

    Aplikasi sediaan kosmetik gel digunakan untuk efek lokal, yaitu penetrasi zat aktif hanya

    terbatas sampai ke dalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, kelenjar

    sebaseus, kelenjar keringat, dan dermis. Namun, syarat dari mekanisme tersebut ialah

    obat tersebut harus dapat menembus membran barrier(penetrasi stratum corneum).

    Absorpsi secara sistemik suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang

    tidak dikehendaki dan dapat mendorong timbulnya toksisitas perkutan (Aiache, 1993).

    Pada pengobatan setempat sering diperlukan penetrasi zat aktif ke dalam struktur kulit

    yang lebih dalam, sehingga konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah

    pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Aiache, 1993).

    Pada tahun 1853, ditemukan bahwa lapisan kulit tidak mempunyai permeabilitas yang

    sama. Epidermis kurang permeabel jika dibandingkan dengan dermis. Jadi, dapat

    disimpulkan bahwa stratum corneum bertindak sebagai skin permeation barrier (Chien,

    1992).

    Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena penetrasi suatu senyawa dari

    lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena absorpsi dari struktur kulit

    ke dalam peredaran darah atau getah bening. Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa

    penetrasi terjadi pada lapisan epidermis dan absorpsi dapat terjadi pada lapisan

    epidermis yang berbeda (Aiache, 1993; Chien, 1987).

    Penetrasi melintasi stratum corneum dapat terjadi melalui penetrasi transepidermal dan

    penetrasi transappendageal / trans appendageal route(rute melalui folikel rambut). Rute

    penetrasi transepidermalpada kulit dibagi menjadi dua,yaitu inter cellular routedan trans

    cellular route(5).

    (5)

    Anonim. Transdermal Drug Delivery. http://faculty.mercer.edu/banga ak/pha326/Transdermal%20handout%20rev%2006%20-%206%20per%20page.pdf [26 May 2006].

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    10/24

    11

    Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya melalui epidermis (transepidermal)

    dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun melewati kelenjar keringat

    (transappendageal). Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal

    berdasarkan luas permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang

    bersifat aktif secara metabolik dan kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan

    secara topikal. Biotransformasi yang terjadi ini dapat berperan sebagai faktor penentu

    kecepatan (rate limiting step) pada proses absorpsi perkutan (Swarbrick and Boylan,

    1995).

    a) Penetrasi transepidermal

    Sebagian besar penetrasi zat adalah melalui kontak dengan lapisan stratum corneum. Jalur

    penetrasi melalui stratum corneum ini dapat dibedakan menjadi jalur transeluler dan

    interseluler.

    Gambar 1.6 Jalur penetrasi transepidermal

    Prinsip masuknya penetran ke dalam stratum corneum adalah koefisien partisi dari

    penetran. Obat yang bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transelular, sedangkan

    obat yang lipofilik akan masuk ke dalam stratum corneum melalui rute interselular.

    Sebagian besar difusan berpenetrasi ke dalam stratum corneum melalui kedua rute

    tersebut, hanya beberapa obat yang bersifat larut lemak berpartisi dalam corneocyt yang

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    11/24

    12

    mengandung residu lemak. Jalur interseluler yang berliku dapat berperan sebagai rute

    utama permeasi obat dan penghalang utama dari sebagian besar penetrasi obat (Swarbrick

    and Boylan, 1995).

    Permeasi melalui rute transepidermalmerupakan proses yang kompleks dengan berbagai

    penghalang yang harus dilalui. Obat harus dapat berpartisi keluar dari pembawa menuju

    stratum corneum sebelum dapat berdifusi melalui epidermis dan dermis di mana obat

    tersebut dapat dibawa melalui sirkulasi darah.

    b) Penetrasitransappendageal

    Penetrasi melalui rute transappendageal adalah penetrasi melalui kelenjar-kelenjar dan

    folikel yang ada pada kulit. Setiap satu cm2kulit manusia terdapat 10 folikel rambut, 15

    kelenjar minyak, dan 100 kelenjar keringat yang dapat dilalui oleh obat. Rute

    transappendageal ini sangat berarti bagi ion-ion dan molekul dengan ukuran yang besar

    yang berpermeasi lambat melalui stratum corneum(Swarbrick and Boylan, 1995).

    Rute transappendageal ini dapat menghasilkan difusi yang lebih cepat segera setelah

    penggunaan obat karena dapat menghilangkan waktu yang diperlukan oleh obat untuk

    melintasi stratum corneum. Difusi melalui rute transappendageal ini dapat terjadi dalam

    waktu lima menit dari pemakaian obat.

    Gambar 1.7 Jalur penetrasitransappendageal

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    12/24

    13

    Fenomena dari absorpsi perkutan (atau permeasi kulit) dapat dijelaskan melalui beberapa

    langkah, yaitu Penetrant molecule menempel pada permukaan kulit (permukaan stratum

    corneum) kemudian molekul tersebut terpenetrasi (menembus) permukaan stratum

    corneum. Selanjutnya, molekul tersebut akan mengalami difusi melalui viable epidermis

    dan akhirnya tiba padapapillary layerdari dermis (drug uptake) dan menimbulkan efek

    lokal (tidak terjadi absorpsi) (Chien, 1992).

    Stratum corneumbertindak sebagai membran difusi pasif. Tidak ada transport aktif yang

    terjadi pada mekanisme permeasi kulit ini (Chien, 1992).

    1.3

    Jerawat

    Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang dipicu oleh

    bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus.

    Jerawat yang terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus biasa disebabkan oleh

    tumpukan sebum pada infundibulum rambut yang dipicu oleh sekresi kelenjar sebaseus

    yang hiperaktif dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut. Tumpukan sebum ini juga

    dapat memicu pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan, di sini jerawat

    dapat dikatakan sebagai penyakit (Mitsui, 1997 ; Goodman and Gilman, 2001).

    Proses terjadinya jerawat diawali dengan tertutupnya folikel sebaseus oleh sel kulit mati

    sehingga menyebabkan terjadi akumulasi sebum. Sebum yang terakumulasi kemudian

    menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan Propionibacterium acnes.Bakteri ini kemudian

    menghasilkan metabolit yang memicu terjadinya inflamasi. Sedangkan, Staphylococcus

    epidermidis dapat menimbulkan infeksi sekunder pada jerawat, infeksi akan bertambah

    parah jika jerawat sudah bernanah (Wertz and Michniak, 2000; Harry, 1973; Caroline,2006).

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    13/24

    14

    Gambar 1.8 Skema terjadinya jerawat (Mitsui, 1997)

    Jerawat yang disebabkan oleh penyumbatan pada pilosebaseus disebut sebagai komedo.

    Komedo adalah nama ilmiah dari pori-pori yang tersumbat oleh sebum yang memadat, bisa

    terbuka atau tertutup. Komedo yang terbuka disebut juga sebagai blackhead, terlihat

    seperti pori-pori yang membesar dan menghitam. Komedo yang tertutup, atau whitehead,

    memiliki kulit yang tumbuh di atas pori-pori yang tersumbat; makanya terlihat sepertitonjolan putih kecil-kecil di bawah kulit. Jerawat jenis komedo ini disebabkan oleh sel-sel

    kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit.

    Blackheads dapat dihilangkan dengan plester pore strips (seperti Biore pore

    pack), Scrub yang mengandung BHA/AHA, asam salisilat. Untuk whitehead, dapat

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    14/24

    15

    dihilangkan dengan pemakaian obat jerawat yang mengandung salicylic-acid (6) (Harry,

    1962; Caroline, 2006).

    1.3.1 Penyebab Terjadinya Jerawat

    Ada tiga penyebab utama terjadinya jerawat (Mitsui, 1997).

    a) Sekresi Kelenjar Sebaseus yang Hiperaktif

    Pada kulit bagian dermis terdapat kelenjar sebaseus yang memproduksi lipida. Lipida yang

    dihasilkan disalurkan ke permukaan kulit lewat pembuluh sebaseus dan bermuara pada

    pori kulit. Kelenjar sebaseus yang hiperaktif menyebabkan produksi lipida berlebihan

    sehingga kadar lipida pada kulit tinggi, sehingga mengakibatkan kulit berminyak.

    Jika produksi lipida tidak diimbangi oleh pengeluaran yang sepadan maka akan terjadi

    penimbunan dan menyebabkan pori tersumbat. Sebum yang mampat akan memicu

    terjadinya inflamasi dan terbentuk jerawat.

    Aktivitas kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon testoteron, sehingga pada usia pubertas

    (10-16 tahun) akan banyak timbul jerawat pada muka, dada, punggung, sedangkan pada

    wanita, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang

    meningkat saat menjelang menstruasi.

    b) Hiperkeratosis pada Infundibulum Rambut

    Hiperkeratosis mudah terjadi pada infundibulum folikel rambut, yang menyebabkan sel

    tanduk menjadi tebal dan menyumbat folikel rambut, serta membentuk komedo.

    Jika folikel rambut pori tersumbat/menyempit maka sebum tidak bisa keluar secara normal,

    akibatnya akan merangsang pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan.

    Selain itu, adanya pengaruh sinar UV dapat menyebabkan jerawat bertambah parah, karena

    adanya sinar matahari merangsang terjadinya keratinisasi. Jerawat juga bisa disebabkan

    oleh muka yang kotor yang mengakibatkan pori-pori tersumbat.

    c) Efek dari Bakteri

    Kelebihan sekresi dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut menyebabkan

    terakumulasinya sebum. Sebum ini yang mengundang banyak timbulnya bakteri jerawat.

    (6) InStyle, 2001, Jerawat Oh Jerawat, dunia-ibu.com[Serial Online], http://www.dunia-ibu.org/html/jerawat.html[5 Oktober2006].

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    15/24

    16

    Enzim lipase yang dihasilkan dari bakteri tersebut menguraikan trigliserida pada sebum

    menjadi asam lemak bebas, yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya terbentuk jerawat.

    Ketiga faktor di atas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi ketiganya juga

    dapat saling mempengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu, masih ada faktor lain

    yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara lain faktor genetik, makanan,

    kerja berlebih, dan stress (Mitsui, 1997).

    1.3.2 Prinsip pengobatan jerawat

    Prinsip pengobatan jerawat dibagi menjadi empat mekanisme (Mitsui, 1997; Caroline,

    2006). Prinsip pengobatan jerawat :

    a.

    Meningkatkan proses regenerasi kulit melalui pengelupasan kulit agar tidak terjadi

    sumbatan pada permukaan kulit. Pengelupasan kulit dapat dilakukan dengan

    menggunakan zat-zat kimia yang bersifat keratolitik, contohnya asam salisilat,

    belerang.

    b. Mengurangi produksi kelenjar sebaseus.

    Produksi sebum pada kelenjar sebaseus dapat dikurangi dengan konsumsi obat-obat

    anti androgen, contohnya isotretionin.

    c.

    Menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit, terutama Propionibacterium acnes dan

    Staphylococcus epidermidis dalam kelenjar sebaseus. Pertumbuhan bakteri di kulit

    dapat diatasi dengan penggunaan antimikroba, baik secara topikal maupun secara

    sistemik. Contoh antimikroba yang digunakan adalah antibiotik klindamisin dan

    tetrasiklin.

    d. Mengurangi radang

    Radang dapat diatasi dengan penggunaan obat antiinflamasi yang dapat dikonsumsi

    langsung atau dapat diinjeksi langsung pada jerawat.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    16/24

    17

    1.4 Bakteri Jerawat

    Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus

    epidermidis.

    1.4.1 Staphylococcus epidermidis

    Staphylococcusadalah sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian

    tak beraturan seperti anggur dan menghasilkan enzim katalase. Biakan bakteri ini tumbuh

    optimum pada suhu 37 oC selama 18 jam (Jawetz, E. et al.,1996).

    Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berwarna abu-abu sampai putih,

    merupakan bakteri non-patogen, bersifat koagulasa negatif, dan memfermentasi glukosa.

    S.epidermidisdapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif (Jawetz, E. et al.,1996).

    S. epidermidismerupakan flora normal pada kulit. Infeksi lokal Staphylococcus muncul

    sebagai suatu jerawat, infeksi folikel rambut, peradangan atau abses di infundibulum

    ranbut. Biasanya peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang mengalami

    pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat apabila nanah dikeluarkan (Jawetz, E. et

    al.,1996; Wistreich and Lechtman, 1973).

    1.4.2 Propionibacterium acnes

    Propionibacterium acnes (P. acnes) merupakan suatu bakteri gram positif, anaerob

    fakultatif, tumbuh di pori yang kecil, dan bertumbuh relatif lambat (inkubasi 72 jam).

    Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 30-37 oC. Koloni bakteri ini pada media agar

    berwarna kuning muda sampai merah muda dan memiliki bentuk yang khas (Caroline,

    2006).

    P. acnes merupakan bakteri penyebab jerawat (acne vulgaris). P. acneshidup berkoloni

    pada kelenjar pilosebaceous (pada asam lemak) dari kulit manusia (pori-pori) dan folikel(7). Bakteri ini melepaskan lipase untuk mencerna kelebihan sebum (skin oil). Kombinasi

    dari produk digestive (asam lemak) dan antigen bakteri menstimulasi inflamasi lokal yang

    muncul pada folikel rambut. Kemudian, lesi akan membentuk permukaan menjadi bentuk

    pustule (whitehead)(7).

    (7) Brannan, C. 1998. Propionibacteria acnes. [email protected] [Serial Online].http://web.umr.edu/~microbio/BIO221_1998/P_acnes.html[18 Oktober 2006].

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    17/24

    18

    1.5 Gel

    Gel merupakan sediaan semi padat, berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi

    dalam pelarut cair. Dengan adanya air, gel akan membentuk struktur 3 dimensi melalui

    ikatan sambung silang (cross linked) dan akan menjerat air. Jumlah air yang banyak dalam

    gel akan menghidrasi stratum corneum,sehingga terjadi perubahan permeabilitas, stratum

    corneummenjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi

    zat aktif. Gel berpenampilan transparan (Banker, 1990) dan tidak berminyak serta

    digunakan secara eksternal.

    1.5.1 Sifat dan Karakteristik Gel

    Sifat gel sangat khas. Sifat dan karakteristik gel yang khas (Zatz and Kusla, 1989) :

    1. Swelling

    Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi larutan

    yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi di antara

    matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.

    2. Sineresis

    Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam masa gel

    dan akibatnya akan keluar air yang terjerat dari dalam gel, disebabkan oleh

    penyimpanan gel dalam waktu lama dan terjadi fluktuasi suhu pada penyimpanan gel.

    Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Mekanisme

    terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat tekanan elastis pada saat

    terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak

    antara matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.

    Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

    3. Efek suhu

    Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan

    temperatur, tetapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan sampai suhu

    tertentu. Contohnya metil selulosa dan HPMC, terlarut dan membentuk gel pada air

    dingin. Sedangkan, karagenan membentuk gel pada suhu 80 oC. Fenomena

    pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut

    thermogelation.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    18/24

    19

    4. Efek elektrolit

    Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik, karena

    ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada danterbentuk garam koloid yang larut. Contohnya, gel Na-alginat akan segera mengeras

    dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya

    pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

    5. Rheologi

    Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi

    memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non

    Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

    1.5.2 Penggolongan Gel

    Penggolongan gel berdasarkan bentuk struktur gel (Swarbrick and Boyland, 1992) :

    a. Kumparan acak

    Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan polimer sintetik dan

    derivate selulosa. Mekanisme pembentukan gel disebabkan adanya interaksi antara

    polimer-pelarut atau terjadi penggabungan antara molekul polimer yang menyebabkan

    jarak antar partikel menjadi kecil dan terbentuk ikatan silang antar molekul yang

    jumlahnya makin lama makin banyak. Ikatan silang antar molekul akan mengurangi

    mobilitas pelarut dan terbentuk massa gel. Penambahan jumlah polimer berikutnya

    akan menaikkan sifat viskoelatisitas dan ketegaran massa gel.

    b. Heliks

    Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan gom xanthan dan

    polisakarida dengan bentuk struktur gel lebih teratur akibat adanya jalinan antara dua

    rantai polimer.

    c. Batang

    disebut juga struktur gel model egg box yang terjadi ikatan silang antara polimer

    dengan kation divalen. Contoh yang spesifik adalah kalsium alginat.

    d. Bangunan kartu

    Struktur gel yang terbentuk dari partikel koloid terjadi akibat penggabungan antara

    muatan positif dari koloid dengan muatan negatif dari permukaan datar partikel koloid.

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    19/24

    20

    (c)(a)

    (d)

    (b)

    Gambar 1. 9 Bentuk struktur gel (Tarini, 1992)

    (a.)Kumparan acak (b.) Heliks (c.)Batang (d.) Bangunan kartu

    Untuk sediaan farmasi pembawa gel yang digunakan pada umumnya yang berbentuk

    kumparan acak dengan mekanisme terjadi interaksi antar polimer. Ada 3 macam sifat

    pelarut dalam struktur gel: pelarut yang bergerak bebas, pelarut yang terikat akibat adanya

    ikatan hidrogen dan pelarut yang terjerat di dalam jaringan struktur gel. Berdasarkan ketiga

    sifat tersebut, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas

    pelarut terhadap pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah air (hidrogel) dan pelarut

    organik (organogel).

    1.5.3 Keunggulan Gel

    Keunggulan gel pada formulasi sediaan antijerawat :

    1. Waktu kontak lama

    Kulit mempunyai barrieryang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup

    lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.

    2. Kadar air dalam gel tinggi

    Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi

    perubahan permeabilitas stratum corneummenjadi lebih permeabel terhadap zat aktif

    yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.

    3. Resiko timbulnya peradangan ditekan

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    20/24

    21

    Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut

    akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan

    bakteri jerawat.

    1.6 Preformulasi Bahan Pembantu

    Bahan Pembantu pembuatan gel antara lain Karbopol, Hidroksipropil Metilselulosa

    (HPMC),Hydroksypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV), trietanolamin (TEA), metil

    paraben, fenoksi etanol, propilen glikol, natrium metabisulfit, dan disodium EDTA.

    1.6.1 Hydroxypropyl Metil Cellulose (HPMC)

    Berbentuk serbuk halus / granul yang berwarna putih agak kekuningan sampai putih, tidak

    berasa dan berbau. HPMC termasuk bahan yang stabil meskipun bersifat higroskopis

    setelah dikeringkan. Bahan ini larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid yang

    kental. HPMC praktis tidak larut dalam etanol (95 %), tetapi larut dalam campuran air-

    alkohol, di mana komposisi alkohol tidak boleh lebih dari 50 % b/b. Nilai pH untuk larutan

    1 % b/v HPMC berkisar 5,5 - 8. HPMC dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk

    pembuatan sediaan oral dan topikal. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11. Peningkatan

    temperatur akan menyebabkan penurunan viskositas. HPMC membentuk transformasi sol-

    gel yang reversible melalui pemanasan. Larutan HPMC dalam air yang disimpan dalam

    jangka waktu lama sebaiknya diberi pengawet. Bahan ini tidak tercampur dengan beberapa

    zat oksidator (Wade, 2003; Rowe et al., 2006).

    Gambar 1.10 Struktur HPMC

    1.6.2

    Karbopol 934

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    21/24

    22

    Merupakan serbuk putih, bersifat asam, higroskopis, dengan bau khas. Karbopol

    merupakan polimer asam akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang (cross-linked)

    dengan polyalkenyl ether atau divinyl glykol. Karbopol dapat larut dalam air dan setelah

    dinetralkan dapat larut dalam etanol 95 % dan gliserin. Dispersi 1 % b/v Karbopol dalam

    air mempunyai pH yang berkisar antara 2,5-3,0. Karbopol larut dalam air membentuk

    koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan viskositasnya

    meningkat. Karbopol membentuk gel pada konsentrasi 0,5-2 % (Wade, 2003).

    Sebelum dinetralkan dengan basa, Karbopol harus didispersikan dengan merata di dalam

    air dan dihindari terbentuknya gumpalan yang tidak larut. Zat yang dapat digunakan untuk

    menetralkan Karbopol antara lain asam amino, KOH, natrium bikarbonat, NaOH, TEA.

    Viskositas paling maksimum terjadi pada pH 6-11, viskositas menurun pada pH < 3 dan >

    12. Sebaiknya Karbopol disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk, kering, dan

    resisten terhadap zat korosif (Wade, 2003).

    Gambar 1.11 Struktur Karbopol

    1.6.3 Hydroxypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV)

    HPC-LV merupakan serbuk putih hingga agak kekuningan dengan bau khas dan bersifat

    higroskopis. Kelarutan HPC-LV adalah satu bagian dalam 2,5 bagian etanol (95%) dansatu bagian dalam 2 bagian air (< 38 oC). HPC-LV tidak larut dalam air panas dan

    mengendap pada suhu 40-45 oC. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v HPC-LV berkisar 5 8,5.

    HPC-LV dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan

    topikal. Larutan HPC-LV stabil pada pH 6-8 (Rowe et al., 2006).

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    22/24

    23

    Gambar 1.12 Struktur HPC-LV

    1.6.4 Trietanolamin (TEA)

    Trietanolamin (TEA) merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat

    dengan sedikit bau amonia. TEA biasa digunakan sebagai pengemulsi dan pembuatsuasana basa. Bahan ini dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat akibat paparan

    dengan udara dan cahaya. TEA sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara yang

    terlindung dari cahaya di tempat yang sejuk dan kering (Wade, 2003).

    1.6.5 Metil Paraben

    Metil paraben berupa serbuk kristalin putih dan hampir tidak berbau. Metil paraben

    merupakan pengawet antimikroba yang banyak digunakan dalam kosmetik, produkmakanan, dan formulasi farmasetika. Konsentrasi metil paraben yang dapat digunakan

    untuk sediaan topikal adalah 0,02-0,3 % b/v. Metil paraben mempunyai aktivitas

    antimikroba pada pH 4-8 dan stabil pada rentang pH tersebut selama empat tahun. Metil

    paraben lebih efektif terhadap jamur daripada bakteri dan lebih efektif terhadap bakteri

    gram positif daripada gram negatif. Kelarutan metil paraben adalah satu bagian dalam tiga

    bagian etanol 95 %, satu bagian dalam lima bagian propilen glikol, dan satu bagian dalam

    400 bagian air. Metil paraben harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk, dan

    kering (Rowe et al., 2006).

    Gambar 1.13 Struktur metil paraben

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    23/24

    24

    1.6.6 Fenoksi etanol

    Fenoksi etanol merupakan cairan kental tidak berwarna dengan bau khas. Fenoksi etanol

    digunakan sebagai pengawet antimikroba dan disinfektan. Fenoksi etanol efektif pada

    rentang pH yang lebar dan efektif terutama terhadap bakteri gram negatif. Pada kosmetik

    formulasi topikal, fenoksi etanol digunakan dengan konsentrasi 0,5-1 %. Fenoksi etanol

    dapat bercampur dengan air ( 1 dalam 43), etanol, gliserin. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v

    fenoksi etanol adalah 6. Aktivitas fenoksi etanol meningkat jika digunakan bersama

    paraben (Rowe et al., 2006).

    Gambar 1.14 Struktur fenoksi etanol

    1.6.7 Propilen glikol

    Propilen glikol merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna, dan sedikit bau khas.

    Propilen glikolterutamadigunakan sebagai humectan, tetapi dapat juga digunakan sebagai

    pengawet antimikroba dan disinfektan, di mana aktivitas antiseptiknya mirip dengan etanol

    dan aktivitas terhadap jamur mirip dengan gliserin. Sebagai pengawet antimikroba

    digunakan dengan konsentrasi 15-30 % pada sediaan semisolid. Propilen glikol dapat

    bercampur dengan air, etanol (95 %), dan gliserin. Propilen glikol dapat melarutkan

    kortikosteroid, fenol, sulfa, barbiturat, vitamin (A,D), dan kebanyakan alkaloid (Rowe et

    al., 2006).

    Gambar 1.15 Struktur propilen glikol

    1.6.8 Natrium metabisulfit

  • 7/23/2019 Jbptitbpp Gdl Yustineard 27648 2 2007ta 1

    24/24

    25

    Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan kristal prisma tidak berwarna atau serbuk

    kristalin putih dan mempunyai bau khas sulfur dioksida. Natrium metabisulfit digunakan

    sebagai antioksidan dengan konsentrasi 0,01-0,1 % b/v untuk formulasi sediaan topikal.

    Nilai pH untuk larutan 5 % b/v adalah 3,5-5. Natrium metabisulfit agak larut dalam etanol

    (95%) dan larut dalam air (1 bagian dalam 1,9 bagian air) (Rowe et al., 2006).

    1.6.9 Disodium EDTA

    Disodium Etilendiamine tetraasetat (disodium EDTA) merupakan serbuk kristalin putih,

    tidak berbau, dan mempunyai rasa agak asam. Disodium EDTA digunakan sebagai

    khelating agent dengan konsentrasi 0,005 0,1 % b/v untuk sediaan topikal. Disodium

    EDTA di sini berfungsi untuk mencegah oksidasi (yang dikatalisis oleh ion logam). Nilai

    pH disodium EDTA untuk larutan 1 % b/v dalam karbon dioksida bebas air adalah 4,3-4,7.

    (Rowe et al., 2006).

    Gambar 1.16 Struktur disodium EDTA (C10H14N2Na2O8. 2 H2O)