jurnal vol 5 no 2

Upload: baydoi-fisa

Post on 27-Feb-2018

289 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    1/173

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    2/173

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    3/173

    SURAT DARI REDAKSI

    Puji syukur dan terima kasih atas penyertaanNya, sehingga Jurnal Generasi

    Kampus Volume 5 nomor 2 September tahun 2012 dapat terbit sesuaidengan harapan

    yang diinginkan. Jurnal Generasi Kampus merupakan sebuah media ilmiah yang

    menyuguhkan artikel hasil penelitian dan artikel non hasil penelitian (kajian teori) yang

    menjelaskan berbagai fenomena bidang pendidikan.

    Pada kesempatan yang baik inidisampaikan terima kasih kepada para penulis,

    penyunting pelaksana, dan para penyunting ahliyang telah membantu dalam rangka

    penyusunan artikel pada jurnal ilmiah ini. Dalam jurnal edisi ini akan ditampilkan

    beberapa artikel yang berjudul: 1) Pendidikan dan Pembelajaran yang Demokratis dan

    Humanitis, 2) Desain Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran

    Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan, 3) Pengaruh Pemberian Insentif dan Motivasi

    Kerja terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kota Pematang Siantar, 4) Model Pengendali

    Implementasi Pendidikan Karakter Guru-Guru, 5) Pengaruh Komunikasi Interpersonal

    dan Motivasi Berprestasi terhadap Kepuasan Kerja Guru SMA Parulian 2 Medan, 6)

    Rancang Bangun Pembelajaran Berbasis Website Dari Materi Penggunaan

    Motor Listrik Di Unimed, 7) Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok

    dalam Menyanyikan Lagu Daerah Batak Toba (Sik-sik Sibatumanikam), 8) Application

    of Vasiceks Rate Interest Model in Term Insurance Premiums Calculation, 9) Metode

    Heuristik untuk Menyelesaikan Masalah Optimalisasi Portfolio Berbasis Mean-Variance-

    Value at Risk, 10) Identifikasi Pencemaran Air Tanah di Tempat Pembuangan Akhir

    sampah (TPAS) Marelan dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resitivitas.

    Kiranya Jurnal Generasi Kampus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

    membutuhkan dalam rangka pemberdayaan dunia pendidikan

    Medan, September 2012

    Penanggungjawab Pembantu Rektor

    Bidang Kemahasiswaan UNIMED,

    Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd.

    NIP. 19570515 198403 1 004

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    4/173

    MAJALAH/JURNAL

    GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008

    IL 2008

    VOLUME 5, NOMOR 2, SEPTEMBER 2012

    Daftar Isi

    Bornok Sinaga Pendidikan dan Pembelajaran yang

    Demokratis dan Humanitis1-18

    Hamonangan Tambunan Desain Pembelajaran Berbasis MultimediaInteraktif untuk Pembelajaran Menerapkan

    Dasar-Dasar Kelistrikan

    19-28

    Sukarman Purba Pengaruh Pemberian Insentif dan Motivasi

    Kerja terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di

    Kota Pematang Siantar

    29-44

    Wanapri Pangaribuan Model Pengendali Implementasi Pendidikan

    Karakter Guru-Guru45-66

    Paningkat Siburian Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan

    Motivasi Berprestasi terhadap Kepuasan

    Kerja Guru SMA Parulian 2 Medan

    67-81

    Maju Lumban Gaol Rancang Bangun Pembelajaran BerbasisWebsite Dari Materi Penggunaan Motor

    Listrik Di Unimed

    82-104

    Lamhot Basani Sihombing Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi

    Kelompok dalam Menyanyikan Lagu Daerah

    Batak Toba (Sik-sik Sibatumanikam)

    105-119

    Sudianto Manullang Application of Vasiceks Rate Interest Model

    in Term Insurance Premiums Calculation120-130

    Erlinawaty Simanjuntak Metode Heuristik untuk Menyelesaikan

    Masalah Optimalisasi Portfolio Berbasis

    Mean-Variance-Value at Risk

    131-147

    Rahmatsyah, Rita Juliani,

    Nita Kartika Rini

    Identifikasi Pencemaran Air Tanah di Tempat

    Pembuangan Akhir sampah (TPAS) Marelandengan Menggunakan Metode Geolistrik

    Resitivitas

    147-167

    ISSN 1978-869X

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    5/173

    1

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

    YANG DEMOKRATIS DAN HUMANISTIS

    (Refleksi terhadap Paradigma, Proses, dan Produk Pendidikan Sebagai Dasar

    Revitalisasi Prinsip dan Nilai Pendidikan di Indonesia)

    Bornok Sinaga

    Abstrak

    Prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran yang demokratis adalah memberi

    kepercayaan dan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk mengembangkan

    potensinya, karakternya, pengetahuannya, keterampilannya, dan kreativitasnya

    untuk mencapai cita-cita bersama bangsa ini. Pendidikan yang demokratis dalam

    pengertian luas hendaklah mampu memberdayakan semua kelompok (kelompok

    budaya, agama, organisasi, anak cacat, kelompok suku terasing, kelompok profesi,

    masyarakat desa tertinggal dan terpencil) tanpa batas-batas yang spesifik.

    Pendidikan humanis sebagai pemikiran pendidikan telah berkembang denganmengadopsi prinsip-prinsip pendidikan dari dua aliran, yaitu progresivisme dan

    eksistensialisme. Tetapi pendidikan humanis juga memperoleh dukungan dari para

    ahli psikologi humanistik dan ahli pendidikan kritis.

    Kata Kunci : demokratis,humanis

    PENDAHULUAN

    Sistem pendidikan dan

    pembelajaran yang demokratis dan

    humanistis adalah sistem pendidikan

    yang memberikan ruang gerak yang

    luas dan penghargaan yang tinggi

    akan keunikan kelompok masyarakat

    dan keunikan setiap individu peserta

    didik. Setiap anak dilahirkan dalam

    sebuah matriks sosial tertentu,

    memiliki budaya yang berbeda-beda,

    agama yang berbeda, kecerdasan dan

    daya adaptasi yang berbeda-beda,

    serta kondisi fisikologi dan psikologi

    yang berbeda. Semua kelompok

    masyarakat (umumnya) dan peserta

    didik (khususnya) yang berbeda

    tersebut perlu dikembangkan dan

    diberdayakan karakternya,

    pengetahuannya, keterampilanya,

    dan kreatifitasnya. Dalam konsep

    Inteligensi Multipel setiap individu

    memiliki 8 (delapan) kecerdasan

    mengolah informasi (kecerdasan

    logical, linguistik, numerikal,

    musikal, spasial, intra-personal,

    inter-personal, dan bodily kinetic),

    tetapi hanya ada tepat satu

    kecerdasan yang dominan di dalam

    diri setiap individu. Sedangkan

    Hogan Garcia (2003)

    memperkenalkan 2 (dua) jenis

    kemampuan mengolah informasi

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    6/173

    2

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    budaya atau cultural diversity skills,

    yaitu yang meniru mekanisme

    pengolahan informasi budaya dari

    lingkungan atau yang diputuskan

    sendiri oleh seseorang. Dalam sistem

    pendidikan yang demokratis dan

    humanistis, berbagai keunikan

    individu diakomodasi secara

    manusiawi.

    Finlandia adalah salah satu

    negara yang menerapkan sistem

    pendidikan yang demokratis dan

    humanis. Hasil survey internasional

    PISA pada tahun 2007 yang

    menempatkan prestasi peserta didik

    asal Finlandia dengan peringkat

    terbaik sedunia. Banyak kalangan

    begitu ingin tahu mengapa negara

    yang cenderung sangat longgar

    perlakuannya terhadap peserta didik

    ini dapat meraih peringkat lebih

    tinggi dalam PISA daripada Korea

    Selatan yang beban belajar bagi

    masing-masing peserta didiknya

    adalah 50 jam per minggu, sangat

    padat bila dibandingkan dengan

    Finlandia yang hanya 30 jam per

    minggu. Terlebih lagi, sistem

    pendidikan Finlandia tidaklah

    mengenal Ujian Nasional (UN)

    sebagaimana Indonesia yang telah

    menjadikannya sebagai ritual

    tahunan. Finlandia juga tidak

    mengenal adanya sistem rangking,

    maupun peserta didik yang tinggal

    kelas, apalagi tidak lulus sekolah,

    tidak seperti yang terjadi di

    Indonesia. Jadi Finlandia tidak

    mengkotak-kotakkan masyarakat

    pendidikannya. Lebih lugas lagi,

    tidak ada diskriminasi dalam

    masyarakat pendidikan yang

    didasarkan atas tingkat

    intelektualitas, agama, budaya,

    kelompok masyarakat, kelompok

    organisasi, kelompok anak cacat,

    kelompok suku terasing, dan lainnya.

    Semua kelompok masyarakat dan

    individu diberi kepercayaan dan

    kesempatan yang sama tumbuh dan

    berkembang demi kepentingan

    bangsa dan negara.

    Bila membandingkan

    Indonesia dengan negara yang

    ekonominya sangat maju seperti

    Finlandia dianggap terlalu

    berlebihan, maka mengetahui posisi

    Indonesia dalam Indeks

    Pembangunan Pendidikan

    (Education Development Index) yang

    terdapat pada laporan EFA

    (Education For All) yang

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    7/173

    3

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    dipublikasikan dalam Global

    Monitoring Report (GMR) tahun

    2011 oleh UNESCO, dan hasil

    survey Human Development Report

    (HDR) tahun 2011 versi UNDP. Dari

    187 negara yang dinilai, Indonesia

    berada pada rank 124 dengan Indeks

    Pembangunan Pendidikan (IPP)

    adalah 0,584, dan Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM) adalah

    0617. Kedua hasil survey ini

    membuktikan bahwa peringkat

    Indonesia memang rendah bahkan

    bila dibandingkan dengan negara

    tetangga sekalipun, seperti Malaysia

    dan Filipina.

    Dalam kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa, dan

    bernegara di Indonesia saat ini,

    berbagai fenomena sosial terjadi,

    seperti penindasan Hak Azasi

    Manusia (HAM), produktivitas dan

    kreatifitas Sumber Daya Manusia

    Indonesia rendah, kemiskinan,

    penganguran, ketimpangan sosial,

    lemahnya layanan sektor publik,

    korupsi, rendahnya kualitas ketaatan

    terhadap hukum, lemahnya

    nasionalisme anak bangsa dan

    berbagai permasalahan sosial lainnya

    semakin bermunculan dan

    frekuensinya cukup tinggi. Sebagian

    besar fenomena tersebut terjadi

    akibat dari pola tindak kaum

    terdidik. Produk pendidikan

    melahirkan lulusan yang kehilangan

    karakter (lost character)

    kemanusiaannya. Peserta didik dan

    lulusan mengalami anomali-anomali

    dalam adaptasi terhadap perubahan

    zaman dan tuntutan globalisasi

    dunia.

    Pendidikan dan pembelajaran

    berbagai bidang ilmu di sekolah saat

    ini terkesan gersang (kering) dari

    keindahan hidup, dijejali dengan

    hafalan teori dan sangat minim

    praktek, terlalu abstrak, dan kurang

    menyentuh value dan dimensi

    kemanusiaan dari bidang ilmu yang

    diajarkan. Seyogianya pendidikan

    dan pembelajaran sebagai bagian

    integral dari kebudayaan manusia

    dan oleh karenanya mempunyai

    karakteristik yang bersifat humanistis

    (manusiawi). Pendidikan dan

    pembelajaran yang demokrasi dan

    humanistis adalah praktek

    pendidikan dan pembelajaran yang

    membawa peserta didik nyaman

    dalam perbedaan (berbeda dalam

    kecerdasan/potensi, budaya, suku,

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    8/173

    4

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    dan agama), kebebasan berpikir dan

    berkreasi, berkesempatan

    mengonstruksi estetika keilmuan,

    suasana akademik yang kolaboratif

    dan adaptif terhadap perubahan

    dengan orientasi pendidikan adalah

    menghasilkan lulusan yang memiliki

    character/soft skills, life skills, dan

    survive dalam hidup.

    Dalam tulisan ini akan

    dipaparkan suatu ide yang masih

    terbatas terkait pentingnya

    mengimplementasikan pendidikan

    yang demokratis dan humanistis di

    Indonesia dengan berbagai

    pertimbangan fenomena yang terjadi

    ditengah-tengah bangsa yang besar

    ini, dan kenyataannya telah

    digariskan dalam UU Sisdiknas

    tahun 2003 pada pasal 4 ayat 1

    sampai 6.

    PEMBAHASAN

    Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Di Indonesia Menuntut Pendidikan

    yang Demokratis dan Humanistis

    Prinsip yang dianut dalam

    penyelenggaraan sistem pendidikan

    di Indonesia tertuang dalam UU

    Sisdiknas Tahun 2003, pasal 4 ayat 1

    sampai 6. Pada ayat 1 dinyatakan

    pendidikan diselenggarakan secara

    demokratis dan berkeadilan serta

    tidak diskriminatif dengan

    menjunjung tinggi hak asasi

    manusia, nilai keagamaan, nilai

    kultural, dan kemajemukan bangsa.

    Namun pasal-pasal selanjutnya

    dalam UU Sisdiknas sendiri ternyata

    memperlakukan peserta didik dengan

    cara yang sangat diskriminatif,

    sebagaimana pasal 5 ayat 2 hingga 4,

    yang menyatakan bahwa hanya

    warga negara yang memiliki

    kelainan fisik, emosional, mental,

    intelektual, sosial, atau tinggal di

    daerah terpencil atau terbelakang,

    masyarakat adat yang terpencil, serta

    warga negara yang memiliki potensi

    kecerdasan dan bakat istimewa

    berhak memperoleh pendidikan

    khusus, yang mekanismenya tidak

    dipaparkan dengan jelas bahkan

    tidak tersedia peraturan pemerintahuntuk implementasinya. Landasan

    hukum inilah yang akhirnya menjadi

    dasar bagi sekolah-sekolah untuk

    mengadakan kelas unggulan yang

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    9/173

    5

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    berisi peserta didik yang dianggap

    oleh sekolah memiliki tingkat

    intelektual yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan peserta didik

    lainnya. Peserta didik di kelas

    unggulan biasanya mendapatkan

    fasilitas lebih, berupa tambahan mata

    pelajaran intensif dan juga tenaga

    pendidik dengan kapasitas lebih.

    Perlakuan khusus yang dapat

    diterjemahkan sebagai pendidikan

    khusus ini menimbulkan

    kecemburuan sosial di antara peserta

    didik karena persaingan tidak sehat

    yang diciptakan oleh sekolah.

    Terlebih lagi kemunculan label

    sekolah favorit dan sekolah tidak

    favorit, label SSN dan SBI, yang

    telah mengkotak-kotakkan level

    sekolah sehingga juga memunculkan

    persaingan yang tidak sehat di antara

    masing-masing sekolah yang tentu

    saja akan berimplikasi negatif pada

    peserta didik.

    Sebagaimana tergambar

    dalam prinsip-prinsip

    penyelenggaraan sistem pendidikan

    UU Sisdiknas, sebenarnya negara ini

    memiliki niat menerapkan prinsip

    pendidikan yang demokratis dan

    humanistis, tetapi masih sebatas

    retorika, belum diwujudkan dalam

    praktek pendidikan dan pembelajaran

    di sekolah. Hal ini dapat dicermati

    dalam proses pembelajaran, guru

    lebih cenderung menganut paham

    behavioristik (dehumanis) dengan

    prinsip teori tabularasa dari John

    Locke. John Locke beranggapan

    bahwa pendidikan adalah penentu

    masa depan seseorang sebab manusia

    dilahirkan bagaikan kertas putih

    yang masih kosong. Tulisan di atas

    kertas putih yang kosong itulah yang

    menentukan baik buruknya manusia.

    Hal ini bertentangan prinsip

    pembelajaran yang humanis, yang

    menekankan bahwa sejak lahir

    manusia sudah membawa potensi

    dan bakat yang menentukan masa

    depannya sedangkan pendidikan dan

    lingkungan hidup/belajar peserta

    didik adalah pemicu potensi dan

    bakat yang dimiliki peserta didik

    menjadi lebih matang.

    Pendidikan yang Demokratis dan

    Humanis

    Prinsip dasar pendidikan dan

    pembelajaran yang demokratis

    adalah memberi kepercayaan dan

    kesempatan kepada seluruh

    masyarakat untuk mengembangkan

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    10/173

    6

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    potensinya, karakternya,

    pengetahuannya, keterampilannya,

    dan kreativitasnya untuk mencapai

    cita-cita bersama bangsa ini.

    Pendidikan yang demokratis dalam

    pengertian luas hendaklah mampu

    memberdayakan semua kelompok

    (kelompok budaya, agama,

    organisasi, anak cacat, kelompok

    suku terasing, kelompok profesi,

    masyarakat desa tertinggal dan

    terpencil) tanpa batas-batas yang

    spesifik.

    Berdasarkan kelompok

    sasaran tersebut, dapat digambarkan

    bagaimana variasi pendidikan yang

    perlu diupayakan. Semua jenis

    kelompok ini harus dapat

    diberdayakan dan tidak ada yang

    disisihkan kalau ingin diciptakan

    pendidikan yang benar-benar

    demokratis. Dinamika program

    pendidikan tidak lain adalah: (1)

    pendidikan tersebut bersumber pada

    dan dibangun atas landasan pola

    kebenaran setempat (lokal, regional,

    dan nasional), (2) visi dan misi

    pendidikan disesuaikan dengan

    kebutuhan peserta didik dan

    kebutuhan masyarakat yang otonom.

    Pihak permerintah, masyarakat, dan

    organisasi bisa menyiapkan lembaga

    pendidikan yang memberi

    kesempatan pada setiap orang bebas

    memilih secara adil sesuai

    keinginannya untuk mengembangkan

    jati dirinya. Kebebasan yang

    dimaksud adalah kebebasan yang

    lebih luas, yaitu tercapainya cita-cita

    bersama, sehingga memungkinkan

    anggotanya untuk lebih berkembang,

    lebih makmur, dan lebih berbahagia.

    Jadi dasar demokratisasi tidak lain

    adalah kepercayaan, pengakuan atas

    kebebasan manusia dan kesempatan

    yang diberikan kepadanya untuk

    berkembang dan keharusan untuk

    bertanggungjawab bersama dan demi

    kepentingan bersama (Tilaar,

    2002:351).

    Sebenarnya konsep

    humanizing human through

    education telah lama dikemukakan

    oleh banyak pakar pendidikan

    humanis sejak berabad-abad lalu.

    Humanis berasal dari kata humanus

    yang merupakan kata sifat dari homo

    yang berarti manusia. Pendidikan

    humanis tersebut didefinisikan

    sebagai keseluruhan unsur dalam

    pendidikan yang mencerminkan

    keutuhan manusia dan membantu

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    11/173

    7

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    agar manusia menjadi lebih

    manusiawi dengan tiga prinsip yang

    dikemukakan oleh Mardiatmaja

    sebagaimana dikutip oleh T. Sarkim

    (1998), sebagai berikut:

    a. Dalam proses pendidikan,

    pengembangan hati dan pikiran

    harus berjalan secara bersama-

    sama;

    b. Peserta didik harus diberi

    kesempatan untuk berkenalan

    dengan nilai-nilai kemanusiaan

    yang abadi dan universal;

    c. Dalam pendidikan harus ada

    kerjasama erat antara peserta

    didik dan pendidik, juga antara

    teori dan praktek.

    Pembelajaran yang sejalan dengan

    ketiga prinsip di atas lebih cenderung

    menganut paham konstruktivisme

    (khususnya aliran konstruktivis

    sosial dari Vygotsky). Intinya,

    pendidikan humanis dapat dipahami

    sebagai model pendidikan yang

    memuliakan manusia atas potensi-

    potensi kemanusiaan yang sudah ada

    dalam dirinya. Pada model

    pendidikan ini, manusia dipandang

    sebagai subyek yang otonom,

    sehingga pendidikan harus berpusat

    pada peserta didik dan bukan pada

    pendidik. Selama tujuan pendidikan

    adalah untuk mengenalkan peserta

    didik terhadap realitas yang ada di

    sekitarnya dan menyadarkan mereka

    akan proses humanisasi yang terjadi

    atasnya, maka peserta didik tidak

    lagi dijejali dengan hapalan teori

    melainkan dengan membawa mereka

    pada realitas itu sendiri, melalui

    integrasi antara teori dengan praktek.

    Salah satu jalan untuk dapat

    menciptakan pendidikan yang

    demokratis dan humanis adalah

    pendidikan kewargaan. Pendidikan

    kewargaan yang paling penting

    adalah yang menyangkut muatan

    proses-proses demokrasi,

    menjunjung tinggi nilai-nilai

    kemanusiaan, partisipasi aktif, dan

    keterlibatan warga negara dalam

    masyarakat madani. Hal-hal yang

    spesifik tercakup dalarn pendidikan

    kewargaan adalah: (1) pernahaman

    dasar tentang cara kerja demokrasi

    dan lembaga-lembaga, (2)

    pernahaman tentang HAM dan

    pemerintahan berdasarkan hukum,

    (3) penguatan keterampilan

    partisipatif agar peserta didik

    berdaya memecahkan berbagai

    masalah masyarakat, (4)

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    12/173

    8

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    pengembangan budaya demokrasi

    dan perdamaian (Azra, 2002:168).

    Implementasi pendidikan dan

    pembelajaran yang demokratis dan

    humanistis di sekolah, mudah-

    mudahan dapat dipahami melalui

    skema berikut

    Gambar 1: Model Pendidikan yang Demokratis dan Humanis

    Dalam pendidikan demokratis dan

    humanis, tidak ada pengotak-kotakan

    sekolah dan peserta didik. Peserta

    didik hanya diklasifikasi atas dua

    bagian, yaitu berkemampuan tinggi

    dan rendah. Bagi peserta didik yang

    lemah diberi waktu belajar yang

    cukup melalui proses pembinaan

    ENVIROMENT OTHER PEOPLE

    CULTURE

    Thinking ATTITUDE Acting

    Feeling

    Zone of Proximal Development

    META-AWARENESSKelompok

    Peserta Didikdengan

    KecepatanBelajar yang

    Tinggi(Adanya

    Pembinaan

    Khusus)

    Kelompok

    Peserta Didikdengan

    KecepatanBelajar yang

    Rendah(Adanya

    Pembinaan

    Khusus)

    Masyarakat Majemuk dengan Berbagai Perbedaan (Budaya, Agama,

    Kecerdasan, Organisasi, Cacat Fisik atau Mental)

    Survive dalam Hidup

    Memiliki Character

    Soft Skills dan Hard Skills

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    13/173

    9

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    khusus, sampai mereka dapat

    dikembalikan belajar bersama

    dengan temanya yang satu angkatan.

    Demikian juga bagi peserta didik

    yang berkemampuan tinggi diberi

    program pengayaan pada tingkat

    yang lebih tinggi.

    Pendidikan humanis sebagai

    pemikiran pendidikan telah

    berkembang dengan mengadopsi

    prinsip-prinsip pendidikan dari dua

    aliran, yaitu progresivisme dan

    eksistensialisme. Tetapi pendidikan

    humanis juga memperoleh dukungan

    dari para ahli psikologi humanistik

    dan ahli pendidikan kritis. Prinsip-

    prinsip pendidik humanis yang

    diambil dari prinsip progresivisme

    adalah prinsip pendidikan yang

    berpusat pada anak (child centered),

    peran guru yang tidak otoriter, fokus

    pada keterlibatan dan aktivitas

    peserta didik, dan aspek pendidikan

    yang demokratis dan kooperatif.

    Prinsip-prinsip pendidikan ini adalah

    sebagai reaksi terhadap pendidikan

    tradisional yang menekankan pada

    metode pengajaran formal yang

    kurang memberi kebebasan pada

    peserta didik sehingga peserta didik

    menjadi tidak kreatif yang sekadar

    mengikuti program pendidikan yang

    ditetapkan oleh orang dewasa.

    Nenek moyang kita

    mewariskan nilai kebudayaan yang

    tinggi, namun proses pewarisan dan

    implementasi nilai kebudayaan

    tersebut terasa kering dalam proses

    pendidikan dan pembelajaran di

    sekolah. Sebagai contoh, Nenek

    moyang berpesan putihnya tepung

    bukan karena besarnya alu tetapi

    karena adanya gesekan antar butiran

    beras. Nilai yang terkandung dari

    ungkapan tersebut, maksimalnya

    kemampuan peserta didik, tidaklah

    semata-mata karena kemampuan

    guru tetapi dengan adanya interaksi

    sosial di antara peserta didik. Hal ini

    sejalan dengan apa yang dinyatakan

    Vygotsky (Taylor, 1993) bahwa

    higher (uniquely human) mental

    functioning has social origins and

    quasi-social nature. Higher

    mental functioning is mediated by

    socio-culturally evolved tools and

    signs. The signs and symbols of

    culture influences individual

    development. Kutipan ini menuntut

    para pendidik mengenali

    karakteristik dan budaya peserta

    didik. Berdasarkan pengenalan

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    14/173

    10

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    karakteristik peserta didik, para guru

    merancang berbagai masalah dari

    lingkungan budaya peserta didik dan

    diupayakan berada pada zone of

    proximal development. Pemecahan

    masalah menjadi bermanfaat bagi

    peserta didik untuk membawa

    mereka dari tarap perkembangan

    aktual menuju perkembangan

    potensial. Namun kenyataannya

    dalam proses pembelajaran di

    sekolah saat ini, para guru terlalu

    mendominasi peserta didik dalam

    pembelajaran, peserta didik kurang

    dilibatkan dalam berpartisipasi aktif

    mengonstruksi pengetahuan,

    berkolaborasi dalam pemecahan

    masalah, dan guru belum melatih

    peserta didik secara proaktif dan

    kreatif untuk mengubah masalah

    menjadi peluang.

    Prinsip-prinsip pendidikan

    tradisional yang ditolak humanis

    adalah (1) guru yang otoriter, (2)

    metode pengajaran yang

    menekankan pada buku teks semata,

    (3) belajar pasif yang menekankan

    mengingat data atau informasi yang

    diberikan guru, (4) pendidikan yang

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Ma

    sa

    lah

    Subkelompok

    (orang dewasa)Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Ma

    sa

    lah

    Kelompok III

    Kelompok I

    Gambar-2: Pola Interaksi Sosial

    Dalam Pemecahan Masalah

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Subkelompok

    2 orang siswa

    Masa

    lah

    Kelompok II

    Komunikasi Transaksional

    Komunikasi Transaksional

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    15/173

    11

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    membatasi pada ruang kelas

    sehingga terasing dari realita

    kehidupan sosial, (5) penggunaan

    hukuman fisik atau rasa takut sebagai

    bentuk pembangun disiplin. Jadi

    motivasi yang ditanamkan adalah

    motivasi ekternal, bukan

    membangun motivasi internal dalam

    diri peserta didik.

    Sekolah demokratis dengan

    sistem pendidikan yang demokratis

    itu diharapkan dapat memecahkan

    masalah-masalah nasional dan lokal

    dewasa ini. Dalam pembelajaran

    perlu dilibatkan nilai-nilai budaya

    luhur, pola interaksi sosial yang

    dipahami peserta didik di lingkungan

    budayanya, merancang masalah

    autentik yang dipecahkan bersama.

    Hal ini mencerminkan kehidupan

    keselarasan hubungan-hubungan

    orang per orang dalam masyarakat,

    yang dilandasi dengan

    prinsip-prinsip keadilan dan

    menghargai etika dan estetika

    keilmuan. Artikulasi keselarasan dan

    kerukunan itu akan dapat

    diwujudkan melalui kerjasama

    (gotong-royong), sopan santun,

    norma dan moral, kasih sayang,

    kekeluargaan, rasa berbakti, dan

    lain-lain (Sumjati, 2001:12). Mulal

    dari sekolah dapat dibentuk

    pendidikan kewargaan yang berbasis

    budaya lokal, nasional, bahkan

    global. Kegiatan strategis yang,

    dapat dikembangkan oleh guru

    adalah kondisi yang menyebabkan

    peserta didik betah di sekolah

    sehingga mereka mau berada di

    sekolah, senang dan suka bergaul

    dengan teman, berdiskusi,

    menyelesaikan tugas-tugas

    kelompok, membaca, bermain peran,

    membuat majalah dinding, membuat

    jurnal metakognisi di sekolah, latihan

    memecahkan kerumitan bersama,

    dan lain-lain (Delors, 1999:45;

    Rosyada, 2002:20).

    Dalam ide sekolah

    demokratis dikemukakan kondisi

    atau persyaratan yang dikembangkan

    oleh James A. Beane dan Michael

    W. Apple sebagai berikut (Rosyada,

    2004:16):

    a. Keterbukaan saluran ide dan

    gagasan, sehingga semua orang

    bisa menerima informasi

    seoptimal mungkin.

    b. Memberikan kepercayaan

    kepada individu-individu dan

    kelompok dengan kapasitas yang

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    16/173

    12

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    mereka miliki untuk

    menyelesaikan berbagai

    persoalan sekolah.

    c. Menyampiakan kritik sebagai

    hasil analisis dalam proses

    penyampaian evaluasi terhadap

    ide-ide, problem-problem dan

    berbagai kebijakan yang

    dikeluarkan sekolah.

    d. Memperlihatkan kepedulian

    terhadap kesejahteraan orang lain

    dan terhadap persoalan-persoalan

    publik.

    e. Mengembangkan kondisi

    demokratis dalam kehidupan

    manusia yang dimulai dari

    anak-anak sekolah dan praktek

    desain pembelajaran.

    f. Kepedulian terhadap martabat,

    harga diri, hak-hak individu, dan

    hak-hak minoritas.

    g. Secara institusional sekolah

    sebagai wadah penerapan dan

    mempromosikan serta

    mengembangkan cara-cara hidup

    demokratis.

    Sejalan dengan prinsip-

    prinsip pendidikan yang telah

    disebutkan di atas maka para

    pendidik humanis memiliki

    pandangan tentang pendidikan

    sebagai berikut:

    1). Tujuan pendidikan dan proses

    pendidikan berasal dari anak

    (peserta didik). Oleh karenanya,

    kurikulum dan tujuan pendidikan

    menyesuaikan dengan kebutuhan,

    minat, dan prakarsa anak.

    2). Peserta didik adalah aktif bukan

    pasif. Anak memiliki keinginan

    belajar dan akan melakukan

    aktivitas belajar apabila mereka

    tidak difrustasikan belajarnya

    oleh orang dewasa atau penguasa

    yang memaksakan keinginannya.

    3). Peran guru adalah sebagai

    fasilitator, motivator, penasihat,

    pembimbing, mitra belajar bagi

    peserta didik, bukan penguasa

    kelas. Tugas guru ialah

    membelajarkan peserta didik

    sehingga peserta didik memiliki

    kemandirian dalam belajar. Guru

    berperan sebagai pembimbing

    dan melakukan kegiatan

    menggali, mengonstruksi dan

    menemukan pengetahuan

    bersama peserta didik. Tidak

    boleh ada pengajaran yang

    bersifat otoriter, di mana guru

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    17/173

    13

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    sebagai penguasa dan murid

    menyesuaikan.

    4). Sekolah sebagai bentuk kecil dari

    masyarakat luas. Pendidikan dan

    pembelajaran seharusnya

    fleksibel, dalam arti dapat

    dilakukan di dalam dan luar

    kelas, di perpustakaan, di

    laboratorium, bahkan di tempat

    sumber masalah yang akan

    dipecahkan. Pendidikan yang

    bermakna adalah pendidikn

    yang berguna bagi peserta didik

    dan dapat dimanfaatkan dalam

    kehidupan masyarakat.

    5). Aktivitas belajar harus berfokus

    pada pemecahan masalah

    autentik, bukan sekadar

    memindahkan ilmu pengetahuan.

    Pemecahan masalah adalah

    bagian dari kegiatan kehidupan.

    Oleh karenanya, pendidikan

    harus membangun kemajuan

    peserta didik untuk memecahkan

    masalah. Kegiatan pendidikan

    bukan sebagai pemberian

    informasi dari guru kepada

    peserta didik, yang terbatas

    sebagai aktivitas mengumpulkan

    dan mengingat kembali

    pengetahuan statis.

    6). Iklim sekolah harus demokratis

    dan kooperatif karena kehidupan

    di masyarakat selalu hidup

    bersama orang lain, maka setiap

    orang harus mampu

    berkolaborasi dengan orang lain.

    Dalam realita pendidikan

    tradisional sering peserta didik

    dilarang untuk berbicara, berpindah

    tempat, atau kerja sama dengan

    peserta didik lain. Iklim demokratis

    dalam kelas dibutuhkan agar peserta

    didik dapat hidup secara demokratis

    di masyarakat. Prinsip-prinsip

    pendidikan yang humanis diambil

    dari pandangan progresivisme, yang

    lebih menekankan bahwa individu

    sebagai satuan sosial (anggota

    masyarakat). Sedangkan prinsip

    pendidikan humanis yang diambil

    dari pandangan eksistensialisme

    adalah menekankan pada keunikan

    peserta didik sebagai individu. Setiap

    peserta didik dipandang sebagai

    individu yang memiliki keunikan

    yang berbeda dengan peserta didik

    lain. Perbedaan keunikan individu

    peserta didik dalam kegiatan

    pendidikan dan pembelajaran harus

    dapat tampak dan dihargai oleh

    pendidik atau guru. Pandangan

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    18/173

    14

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    eksistensialis yang diambil oleh

    pendidik humanis adalah adanya

    kemerdekaan atau kebebasan dalam

    diri individu untuk memilih apa yang

    dianggap benar bagi dirinya untuk

    dapat membangun dirinya menjadi

    (to become) seperti apa yang

    diinginkan. Kelahiran sebagai wujud

    keberadaan (eksistensi) individu di

    dunia adalah titik awal bagi individu

    untuk mengembangkan esensi

    dirinya. Esensi diri manusia

    dibangun melalui proses kehidupan

    di mana individu memiliki

    kebebasan untuk memilih dan dia

    harus bertanggung jawab terhadap

    apa yang telah dipilih. Individu akan

    terbentuk menjadi apa adalah sesuai

    dengan pilihan bebas yang diambil,

    yang selanjutnya terbentuk menjadi

    siapa dirinya, sebagai dokter,

    insinyur, atau guru adalah sebagai

    akibat dan pilihan bebas yang dia

    lakukan. Nilai-nilai keagamaan

    berada dalam diri individu yang

    memperoleh pemaknaan oleh

    individu masing-masing, tidak ada

    otoritas di luar diri individu yang

    dapat memberikan makna. Apabila

    individu melakukan perubahan

    makna akan pengetahuan, nilai-nilai,

    atau keagamaan maka hal itu

    dilakukan oleh dirinya dengan rasa

    sukarela dan bukan karena paksaan

    dan otoritas di luar dirinya. Oleh

    karenanya, komunikasi atau dialog

    menjadi instrumen penting bagi

    perubahan pemaknaan akan

    pengetahuan, nilai-nilai, maupun

    keagamaan.

    Dalam model pendidikan

    tradisional, komunikasi atau dialog

    yang bersifat interaksi dua arah dari

    guru pada peserta didik, dan peserta

    didik pada guru, telah diubah

    menjadi bentuk perintah atau

    penyampaian informasi yang satu

    arah. Dalam hal ini, hak-hak peserta

    didik sebagai individu yang memiliki

    kebebasan atau otoritas atas dirinya

    telah dirampas oleh guru.

    Pengetahuan dan nilai yang

    ditangkap peserta didik menjadi

    tidak orisinal atau tidak otentik,

    tetapi sekadar pengetahuan yang

    tidak memiliki makna bagi individu

    dan kehidupannya. Hanya dengan

    metode dialog maka pengetahuan

    dan nilai-nilai yang dijadikan materi

    (isi) dialog tersebut dapat membantu

    mengubah pengetahuan subjektif

    menjadi pengetahuan objektif.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    19/173

    15

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    Dalam metode dialog terjadi proses

    komunikasi yang setara antara

    individu satu dengan individu lain,

    tidak ada unsur pemaksaan sehingga

    memberi kebebasan bagi setiap

    individu untuk mengambil atau tidak

    mengambil pengetahuan dan nilai-

    nilai. Hal ini juga sesuai dengan

    prinsip belajar yang disampaikan

    Carl Rogers, yaitu situasi belajar

    yang paling efektif meningkatkan

    belajar yang bermakna adalah

    apabila (1) situasi yang mengancam

    diri peserta didik dikurangi

    seminimal mungkin, (2) perbedaan

    persepsi terhadap objek pemahaman

    diizinkan atau difasilitasi.

    Paulo Freire menjelaskan dialog

    adalah sebagai cara yang menusiawi

    untuk memaknai dunia, dalam arti

    juga untuk memahami dan

    memaknai pengetahuan dan nilai-

    nilai. Dia mengatakan dialog adalah

    pertemuan antarorang (manusia),

    diperantarai oleh dunia, agar

    memahami (memaknai) dunia.

    Apabila ini diterapkan pada situasi

    belajar maka dialog adalah

    perjumpaan antara guru dan peserta

    didik, diperantarai oleh materi (isi)

    pelajaran, agar dapat memahami

    (memaknai) materi pelajaran. Dialog

    tidak akan terjadi di antara mereka,

    di mana yang satu merampas hak

    orang lain (penindas) dan yang lain

    dirampas haknya (tertindas). Atau

    dengan bahasa lain bahwa dialog

    tidak akan terjadi antara guru yang

    telah merampas hak kebebasan

    peserta didik dengan peserta didik

    yang telah dirampas hak

    kebebasannya oleh guru. Terakhir,

    Friere mengatakan dialog tidak

    mungkin terjadi apabila tidak

    melibatkan berpikir kritis. Manusia

    dan dunianya sebagai unsur yang

    tidak terpisahkan, sebagaimana guru

    dan murid dengan materi pelajaran

    sebagai unsur yang tidak terpisahkan.

    Pemahaman atau pemaknaan

    terhadap dunia atau materi pelajaran

    dengan tujuan untuk melakukan

    perubahan kehidupan tidak dapat

    dilakukan tanpa berpikir kritis.

    Dalam proses pendidikan atau

    belajar dengan tujuan untuk

    perubahan kehidupan maka guru dan

    peserta didik harus melakukan

    pemahaman atau pemaknaan dengan

    menggunakan pemikiran kritis.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    20/173

    16

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    PENUTUP

    Indonesia telah menggariskan

    prinsip penyelenggaraan

    pendidikannya yang demokratis dan

    humanistis, namun masih sekedar

    selogan (bersifat retorik) dalam UU

    Sisdiknas. Prinsip pendidikan dan

    pembelajaran yang demokratis dan

    humanis belum tampak diwujudkan

    praktek pengelolaan pendidikan dan

    pembelajaran di sekolah.

    Pengelolaan pendidikan kita masih

    membeda-bedakan kelompok

    masyarakat, organisasi, budaya,

    agama, dan pembelajarannya masih

    menganut prinsip behavioristik yang

    sangat dehumanis dalam sistem

    pendidikannya. Namun bila

    penyelenggaraan sistem pendidikan

    di Indonesia mau lebih banyak

    belajar dari sistem pendidikan

    negara-negara yang telah

    menerapkan pendidikan dan

    pembelajaran yang demokratis dan

    humanis, bukannya tidak mungkin

    lambat laun Indonesia yang kaya

    dengan potensi SDM, budaya dan

    SDA ini dapat segera bangkit dari

    krisis yang sedang melanda negeri

    ini.

    Untuk mewujudkan sistem

    pendidikan yang demokratis dan

    humanistis, pemerintah dan sekolah

    mengharuskan tenaga edukatif hijrah

    dari paradigma guru mengajar

    (behavioristik) menuju paradigma

    siswa belajar (konstruktivistik).

    Pembinaaan dan pelatihan guru-guru

    perlu dilakukan dalam implementasi

    paradigma baru pembelajaran yang

    mengapresiasikan nilai estetika

    keilmuan. Seluruh sistem pendukung

    pendidikan dan pembelajaran harus

    dibenahi, seperti implementasi

    berbagai model pembelajaran

    inovatif yang berbasis pada

    pendidikan kewargaan, pembelajaran

    multikultural, muatan laboratorium

    yang memadai, pembelajaran yang

    fleksibel (tidak harus di kelas),

    Implementasi desentralisasi

    pendidikan dalam konteks sistem

    pendidikan yang demokratis dan

    humanis, otonomi pengelolaan

    pendidikan melalui pengelolaan

    berbasis komptensi akan dapat

    berjalan dengan baik jika perangkat-

    perangkat pendukungnya seperti

    dewan pendidikan daerah dan komite

    sekolah dapat menjalankan fungsinya

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    21/173

    17

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    dengan baik. Dalam arti membantu

    pengembangan pendidikan umumnya

    dan sekolah khususnya. Melalui

    dewan pendidikan dan komite

    sekolah, partisipasi masyarakat di

    bidang pendidikan dapat

    diwujudkan. Namun sebaliknya

    sekolah harus pula membuka diri dan

    bekerjasama dengan institusi-

    institusi masyarakat di lingkungan

    dalam upaya memberdayakan dan

    bekerjasama dengan masyarakat

    termasuk dalam penyelenggaraan

    pendidikan berbasis masyarakat.

    Diharapkan dengan itu akan

    terbentuk komunitas yang belajar,

    organisasi sekolah yang juga belajar

    dan akhirnya akan terbentuk

    masyarakat madani yang berbasis

    pengetahuan (knowledge-based

    society).

    DAFTAR PUSTAKA

    Daniel Mohammad Rosyi. 2008.

    Keaduhan Nasional. Diakses

    dari

    http://jawabali.com/blog/keadu

    han-nasional-790/trackback

    pada tanggal 25 April 2008.

    Delors, J. 1996. Four Pillars of

    Learning.

    http://www.unesco.org/delors/d

    elors November 25, 2007.

    Gardner, H. 1993. Frames of Mind:

    The theory of multiple

    intelligences. N.Y.: Basic

    Books.

    Gardner, H. 2004. Changing Minds.

    Boston, MA: Harvard Business

    School Press.

    Gardner, H. 2006.Five Minds for the

    Future. Boston, MA: Harvard

    Business School Press.

    Hogan-Garcia, M. 2003. The Four

    Skills of Cultural Diversity

    Competence: a Process for

    Understanding and Practice.

    Pacific Grove, CA.:

    Brooks/Cole.

    Joyce, Bruce R., Weill. 1992. Model

    of Teaching (fourth Edition).

    Boston-London-Toronto-

    Sydney-Singapore: Allyn and

    Bacon Publishers.

    Pai, Young. 1990. Cultural

    Foundations of Education.

    New York: Macmillan

    Publishing Company.

    Rosyada, Dede. 2004. Paradigma

    Penddikan Demokratis.

    Jakarta: Prenada Media.

    Raka Joni, T. 2008a. Changing

    Parenting Styles: NurturingCultural Diversity Competence

    in Indonesia. Makalah

    disajikan dalam Konggres ke-5

    Asosiasi Psikoterapis se-Asia

    Pasifik, tanggal 5 - 7 April

    2008, di Jakarta.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    22/173

    18

    Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan

    Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

    Negeri medan

    Salla Korpela. 2005. Free Schooling

    for All: The Finnish School

    System Supports Life Long

    Learning. Diakses darihttp://virtual.finland.fi/netcom

    m/news/

    showarticle.asp?intNWSAID=2

    5819 pada tanggal 16 Maret

    2008.

    Sarkim, T. 1998. Humaniora Dalam

    Pendidikan Sains. Dalam

    Pendidikan Sains yang

    Humanistis: Persembahan 72

    Tahun Pater JIGM. Drost, SJ.

    Yogyakarta: Universitas SanataDharma dan Penerbit Kanisius.

    Halaman 128-129.

    Sumjati, As. 2001. Manus dan

    Dinamika Budaya. Yogyakarta:

    BIGRAF.

    Taylor, Lyn. 1993. Vygotskyan

    Scientific Concepts:

    Implications for Mathematics

    Education. Focus on learning

    problems in mathematics

    Vol. 15, 2-3.

    Tilaar, H. A. R. 2000 Paradigma

    Baru Pendidkan Nasional.

    Jakarta:PT Rineka Cipta.

    Departemen Pendidikan NasionalRepublik Indonesia. (2003).

    Undang-undang Nomor 20

    tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional. Jakarta:

    Kemendiknas.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    23/173

    19

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF

    UNTUK PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR

    KELISTRIKAN

    Hamonangan Tambunan

    Abstrak

    Tujuan pembelajaran kelistrikan akan dapat dicapai dengan efektif apabila

    didukung oleh sarana yang memungkinkan siswa dapat membangun

    kompetensinya. Dengan keterbatasan peralatan yang dibutukan di

    laboratorium kelistrikan untuk melakukan percobaan-percobaan menjadi

    kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Penelitian ini

    dilakukan untuk mengembangkan salah satu media pembelajaran yang

    menggunakan sarana computer untuk melakukan beberapa simulasi yang

    dapat dilakukan oleh pebelajar sendiri sehingga dapat membangunkompetensi yang diharapkan pada lingkup kelistrikan. Penelitian ini

    dilakukan untuk merancang pembelajaran menerapkan dasar-dasar

    kelistrikan yang berbasis multimedia interaktip dengan metode penelitian

    pengembangan.

    Kata kunci:Pembelajaran,Multimedia interaktif

    PENDAHULUAN

    Mutu lulusan suatu lembaga

    pendidikan ditentukan oleh kondisi

    sekolah-sekolah yang ada. Semua

    sekolah yang sejenis menggunakan

    kurikulum yang sama, namun

    masing-masing sekolah memiliki

    prestasi yang berbeda pula. Beberapa

    hal yang membedakan kualitas setiap

    sekolah itu adalah media

    pembelajaran yang digunakan serta

    kondisi alat dan bahan yang ada. Hal

    ini menimbulkan adanya perbedaan

    kualitas lulusan disetiap sekolah.

    Sekolah favorite maupun sekolah

    swasta bergengsi dapat menghasilkan

    lulusan yang sangat kompeten, lalu

    bagaimana dengan sekolah yang

    cenderung biasa-biasa saja? Sekolah

    favorite maupun sekolah swasta

    bergengsi mampu mengunakan

    media pembelajaran yang up to date

    serta dapat menyediakan alat dan

    bahan yang dibutuhkan dalam proses

    pembelajaran sebab didukung

    dengan kondisi finansial yang

    memadai. Sementara itu banyak

    sekolah lain yang hanya

    menggunakan fasilitas seadanya.

    Pemerintah membuat rencana

    melalui Kementerian Pendidikan dan

    Kebudayaan menjadikan SMA

    menjadi SMK dengan tujuan ingin

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    24/173

    20

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    mengatasi banyaknya lulusan SMA

    yang mengalami penganguran akibat

    tidak memiliki biaya untuk melanjut

    ke tingkat universitas ditambah lagi

    mereka kurang memiliki kemampuan

    untuk terjun ke dunia kerja.

    Pemerintah berusaha membuat

    perbandingan antara SMK dan SMA

    menjadi 50:50. Pada dasarnya

    pemerintah merancang program ini

    adalah untuk memberikan solusi

    kepada anak bangsa yang kurang

    mampu untuk melanjutkan studi ke

    perguruan tinggi kerena dengan ini

    sekolah dapat menghasilkan lulusan-

    lulusan yang memiliki skill untuk

    terjun ke dunia kerja.

    Kondisi keterbatasan alat dan

    bahan di SMK sangat mempengaruhi

    tingkat pencapaian hasil belajar

    siswa, dimana siswa tidak hanya

    belajar berdasarkan teori melainkan

    juga harus dengan praktek langsung

    guna membentuk pengalaman kerja

    yang sesungguhnya. Jika siswa SMK

    juga hanya dibekali dengan teori saja

    maka tidak ada ubahnya dengan

    siswa SMA. Memilih SMK sebagai

    tempat mereka belajar, berarti

    mereka ingin memiliki kompetensi

    yang memampukan mereka bekerja.

    Oleh karena itu, maka mereka harus

    dibekali dengan keahlian untuk

    hidup bersaing di dunia usaha

    apabila mereka tidak dapat

    melanjutkan studi ke perguruan

    tinggi. Namun, apakah mereka dapat

    belajar jika peralatan dan bahan yang

    dibutuhkan tidak ada? Mengatasi hal

    itu maka diperlukanlah media belajar

    alternatif yang dapat dijangkau

    sekolah yang dapat mengatasi

    kondisi alat dan bahan tersebut.

    Mengatasi permasalahan diatas

    maka penelitian ini merancang media

    pembelajaran berbasis multimedia

    dalam bentuk CD interaktif untuk

    dapat meningkatkan hasil belajar

    siswa tanpa dibebani oleh dukungan

    alat dan bahan yang kurang memadai

    di sekolah, sebab mereka akan dapat

    belajar dimana saja dan kapan saja

    menggunakan fasilitas yang ada

    diluar sekolah. Pembelajaran adalah

    suatu kombinasi yang terdiri dari

    unsur-unsur manusiawi, material,

    fasilitas, perlengkapan dan prosedur

    yang saling mempengaruhi untuk

    mencapai tujuan pembelajaran

    melalui proses komunikasi

    (penyampaian pesan/informasi)

    antara pengajar dengan pembelajar,

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    25/173

    21

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    dimana pesan/informasi tersebut

    adalah bahan ajar (Hamalik, 2010;

    Sadiman, 2011).

    Penelitian ini mengembangkan

    media pembelajaran didasarkan

    ketertarikan terhadap hasil dari

    penelitian (Kristiningrum,2007;

    Faizin, 2009) tentang multimedia

    interaktif yang menyatakan bahwa

    pembelajaran berbasis multimedia

    dapat meningkatkan hasil belajar

    siswa. Bedasarkan hal tersebut

    ditetapkan topik penelitian ini yaitu

    desain pembelajaran berbasis

    multimedia untuk mempermudah

    proses pembelajaran di SMK

    khususnya jurusan Teknik Audio

    Video (TAV) untuk standar

    kompetensi Menerapkan Dasar-

    Dasar Kelistrikan yang dikemas

    dalam bentuk CD Interaktif. Media

    adalah sebuah alat yang mempunyai

    fungsi menyampaikan pesan dan

    merupakan alat bantu dalam proses

    belajar mengajar baik dalam

    pendidikan formal maupun informal

    (Widada,2010; Sanaky,2011).

    Multimedia Interaktif kombinasi

    dari beberapa jenis media; teks, grafi

    k, suara, animasi, dan video dalam sa

    tu aplikasi (program) komputer, yang

    memiliki 3 level , yaitu level teknis

    yang berkaitan dengan alat-alat

    teknik, level semiotik yang berkaitan

    dengan bentuk representasi (yaitu

    teks, gambar/grafik); bentuk

    representasi ini dapat dianggap

    sebagai jenis tanda (types of sign)

    dan level sensorik, berkaitan dengan

    saluran sensorik level

    yang berfungsi menerima tanda

    (Mayer, 2009; DAloisio,1998).

    METODOLOGI PENELITIAN

    Perancangan produk dilakukan

    dengan menggunakan model desain

    pembelajaran ADDIE (Analisys,

    Design, Development,

    Implementation, Evaluation), seperti

    gambar 1. berikut.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    26/173

    22

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Gambar 1 Diagram Prosedur Penelitian

    Pada tahap analisis dilakukan

    identifikasi kebutuhan pembelajaran

    dan menyusun tujuan pembelajaran.

    Mengacu pada kurikulum yang

    berlaku di SMK, mengidentifikasi

    perilaku dan karakteristik siswa. Hal

    ini dilakukan untuk mengetahui

    kondisi dari pada siswa atau sasaran

    produk yang dikembangkan agar

    produk yang di kembangkan dapat

    diterima. Berdasarkan ini maka

    ditentukan spesifikasi produk yang

    dikembangkan berkaitan dengan

    kemenarikan tampilan, kemudahan

    penggunaan, kemudahan akses

    computer, software pendukung,

    materi sesuai dengan kebutuhan

    belajar dan mudah di mengerti

    (dilengkapi dengan simulasi,

    animasi, audio dan video serta

    gambar).

    Pada tahap desain dilakukan

    penyiapan software Adobe Flash

    CS3, Autoplay Media Studio 6.4.0

    untuk membuat desain menjadi

    produk. Tahapan yang dilakukan

    adalah pertama, merancang desain

    tampilan pembuka saat cd interaktif

    dijalankan; kedua, merancang

    desain tampilan penyajian materi;

    ketiga, menyusun materi, keempat,

    menyusun tes.

    Pada tahap pengembangan

    dilakukan pembuatan tampilan awal

    cd saat di jalankan di computer;

    Membuat halaman penyajian materi;

    Membuat tombol-tombol menu;

    Mempersiapkan gambar, teks,

    animasi dan simulasi yang

    diperlukan sebagai bagian dari

    materi.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    27/173

    23

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Pada tahap implementasi

    dilakukan untuk melihat kondisi

    media interaktif (cd interaktif) saat di

    jalankan di komputer. Jika media

    interaktif yang di buat sudah dapat

    dijalankan sesuai dengan yang

    direncanakan.

    Pada tahap evaluasi ini menguji

    produk dilakukan dalam rangka

    memvalidasi produk dengan

    melibatkan 3 orang reviewer ahli

    media dan 1 orang reviewer ahli

    materi dimana berdarkan masukan

    reviewer dilakukan revisi, Aspek-

    aspek yang menjadi focus perhatian

    para reviewer adalah Penyajian

    Informasi, Kegunaan Media,

    Kemudahan Penggunaan,

    Kemanfaatan.

    Pada tahap validasi produk

    dilakukan dengan tahapan desiminasi

    (penyebaran) untuk melihat respon

    kelayakan produk dari pengguna

    (siswa), meliputi aspek daya Tarik,

    tingkat kesulitan, manfaat.

    Selanjutnya efektivitas dan efisiensi

    produk terhadap proses dan hasil

    belajar siswa dilihat dari hasil tes

    yang tersedia pada produk.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan penilaian dari para

    ahli dan pengguna produk yang

    dikembangkan berikut digambarkan

    tanggapan para ahli terkait dengan

    tata letak, huruf, bahasa dan warna.

    Untuk penyajian informasi secara

    keseluruhan ahli media menyatakan

    sudah sangat baik terlihat pada table

    1 Berikut:

    Tabel 1. Hasil validasi ahli terhadap aspek penyajian informasi

    Aspek yang

    dinilai

    AhliRata-rata Kategori

    I II III IV

    Tata Letak 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Baik

    Huruf 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Baik

    Bahasa 4 5 5 5 19/4 = 4,75 Sangat Baik

    Warna 4 4 4 5 17/4 = 4,25 Baik

    Penilaian secara keseluruhan 19/4 = 4,75 Sangat Baik

    Adapun kategori yang diberikan

    untuk setiap penilaian adalah Sangat

    Baik (SS) dengan skor 5, Baik (B)

    dengan skor 4, Cukup (C) dengan

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    28/173

    24

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    skor 3, Kurang Baik (KB) dengan

    skor 2 dan Tidak Baik (TB) dengan

    skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil

    rata-rata penilaian dari para ahli

    adalah 4,75 dan nilai ini cenderung

    kepada skor 5 sehingga penilaian

    ahli media terhadap penyajian

    informasi adalah sangat baik. Dalam

    bentuk grafik tampak sebagai

    berikut. Untuk aspek kegunaan

    media secara keseluruhan para ahli

    menyatakan sudah sangat baik

    terlihat pada tabel 2. Berikut:

    Tabel 2. Hasil validasi ahli terhadap aspek kegunaan media

    Aspek yang dinilaiAhli

    Rata-rata Kategori

    I II III IV1. Materi penyajian dapat

    membantu untuk

    memahami lebih baik

    5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    2. Penyajian materi dapat

    mendorong untuk

    belajar

    5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    3. Dengan menggunakan

    format simulasi dari

    materi dapat

    membantu memahami

    konsep

    4 5 5 4 18/4 = 4,5 Sangat Setuju

    Penilaian secara keseluruhan 14,5/3 = 4,83 Sangat Setuju

    Adapun kategori yang diberikan

    untuk setiap penilaian adalah Sangat

    Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)

    dengan skor 4, Cukup (C) dengan

    skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan

    skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan

    skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil

    rata-rata penilaian dari para ahli

    adalah 4,83 dan nilai ini cenderung

    kepada skor 5 sehingga penilaian

    ahli media terhadap penyajian

    informasi adalah dianggap sangat

    setuju.

    Untuk aspek kegunaan media

    secara keseluruhan para ahli

    menyatakan sudah sangat baik

    terlihat pada table 3. Berikut:

    Tabel 3 Hasil validasi ahli terhadap aspek kemudahan penggunaan.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    29/173

    25

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Aspek yang dinilaiAhli Rata-rata KategoriI II III IV

    1. Media mudah

    digunakan 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    2. Dengan adanya media

    ini pemahaman materi

    jauh lebih baik

    5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    3. Dengan media ini

    diperoleh materi ajar

    yang lebih banyak

    5 4 5 4 18/4 = 4,5 Sangat Setuju

    Penilaian secara keseluruhan 14,5/3 = 4,83 Sangat Setuju

    Adapun kategori yang diberikan

    untuk setiap penilaian adalah Sangat

    Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)

    dengan skor 4, Cukup (C) dengan

    skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan

    skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan

    skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil

    rata-rata penilaian dari para ahli

    adalah 4,83 dan nilai ini cenderung

    kepada skor 5 sehingga penilaian

    ahli media terhadap penyajian

    informasi adalah dianggap sangat

    setuju.

    Tabel 4 Hasil validasi ahli terhadap aspek kemanfaatan media

    Aspek yang dinilaiAhli

    Rata-rata KategoriI II III IV

    1. Dengan media ini dapat

    digunakan untuk

    mempelajari materi yang ada

    hubungannya dengan konsep

    lain

    5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    2. Dengan menggunakan

    media ini dapat mendorongsaya untuk memahami ICT

    lebih baik

    5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju

    Penilaian secara keseluruhan 10/2 = 5 Sangat Setuju

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    30/173

    26

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Adapun kategori yang diberikan

    untuk setiap penilaian adalah Sangat

    Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)

    dengan skor 4, Cukup (C) dengan

    skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan

    skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan

    skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil

    rata-rata penilaian dari para ahli

    adalah 5 sehingga penilaian ahli

    media terhadap penyajian informasi

    adalah dianggap sangat setuju.

    Dari deseminasi produk yang

    dilakukan diperoleh pad engujian

    tahap I yang dilakukan terhadap 10

    orang siswa TAV kelas X. Uji coba

    dilakukan untuk mendapatkan

    informasi penggunaan cd interaktif

    dalam proses pembelajaran respon

    siswa. Setiap siswa diberikan cd

    interaktif, kemudian siswa

    menggunakan cd interaktif secara

    mandiri. Setelah menggunakan cd

    interaktif ini, siswa memberikan

    komentar pada angket yang

    disediakan dan mengerjakan tes.

    Adapun aspek-aspek penilaian

    yang dikomentari oleh siswa adalah

    sebagai berikut:

    Tabel. 5 Hasil angket cd interaktif terhadap siswa pada pengujian I

    Daya tarik Tinggkat

    Kesulitan

    Manfaat

    a b A B A BJumlah siswa yang

    menyatakan

    Ya

    10 10 9 2 10 10

    Jumlah siswa yang

    menyatakan

    Tidak

    - - 1 8 - -

    Pada tabel 5 setiap komponen

    dibagi menjadi 2 bagian lagi yaitu a

    dan b yang merupakan aspek-aspekyang dinilai setiap komponen.

    Respon yang diberikan siswa yang

    tertera pada tabel 5 menunjukkan

    bahwa tingkat kesulitan merupakan

    kendala siswa dalam menggunakan

    cd interaktif tersebut. Hasil tes yang

    dikerjakan oleh siswa juga

    menunjukkan hasil yang belummaksimal. Hasil tes siswa terlihat

    pada tabel 4.9 berikut.

    Pegujian pada tahap berikutnya

    setelah dilakukan revisi dengan

    melibatkan jumlah siswa sebagai

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    31/173

    27

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    responden, yaitu 30 orang siswa

    TAV. Dengan langkah yang sama

    setiap siswa diberikan cd interaktif

    namun sebelum digunakan, siswa

    terlebih dahulu diberikan penjelasan

    menggunakan cd interaktif dengan

    bantuan LCD proyektor. Setelah

    penggarahan diberikan kemudian

    siswa dipersilahkan menggunakan cd

    interaktif secara mandiri. Setelah

    menggunakan cd interaktif ini, siswa

    memberikan komentar pada angket

    yang disediakan dan melakukan tes.

    Komentar siswa pada pengujian

    tahap II dapat dilihat pada tabel 6

    berikut:

    Tabel 6 Hasil angket cd interaktif pada pengujian tahap II

    Daya tarik TinggkatKesulitan

    Manfaat

    a B a B A B

    Jumlah siswa yang

    menyatakan Ya 30 30 30 30 30 30

    Jumlah siswa yang

    menyatakan

    Tidak- - - - - -

    Pada tabel 6 dapat dilihat respon

    yang diberikan siswa menunjukkan

    cd interaktif sangat disukai siswa

    sebagai media dalam proses

    pembelajaran. Hal tersebut sangat

    berpengaruh pada hasil tes yang

    dikerjakan oleh siswa yang

    menunjukkan hasil yang maksimal.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Media pembelajaran interaktif

    yang dikemas dalam bentuk cd

    interaktif pada penelitian ini

    berdasarkan pengujian oleh para ahli

    telah dinyatakan layak digunakan

    dalam proses pembelajaran dan

    ternyata sangat menarik minat

    belajar siswa terlihat dari respon

    yang diberikan siswa melalui angket

    dan hasil belajar siswa yang naik

    secara siknifikan. Media

    pembelajaran interaktif ternyata

    sangat efektif digunakan dalam

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    32/173

    28

    Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    proses pembelajaran ditinjau dari

    hasil belajar siswa dengan nilai

    terendah adalah 8,0 (delapan koma

    nol) yaitu lebih tinggi 1 angka dari

    nilai KKM yang ditetapkan hanya

    dalam 1 kali penerapan tanpa harus

    melakukan remedial.

    Saran

    Beberapa hal yang dapat

    disarankan dari hasil penelitian ini

    adalah bahwa guru yang mengajar

    dikelas hendaknya memiliki

    kemauan untuk membuat media

    pembelajaran yang belum ada

    maupun mengembangkan media

    pembelajaran yang sudah ada untuk

    mengatasi keterbatasan dalam

    penyampaian informasi dalam proses

    pembelajaran di kelasnya. Penelitian

    yang lebih mendalam perlu

    dilakukan oleh peneliti beriktnya

    untuk dapat mengembangkan produk

    yang lebih mutakhir.

    DAFTAR PUSTAKA

    Faizin, Noor. 2009. Penggunaan

    Model Pembelajaran

    Multimedia Interaktif (MMI)

    Pada Konsep Listrik Dinamis

    Untuk Meningkatkan

    Penguasaan Konsep Dan

    Memperbaiki Sikap Belajar

    Siswa (online)

    Hamalik, Oemar.2010. Kurikulum

    dan

    Pembelajaran.Jakarta;Bumi

    Aksara

    HR, Widada. 2011. Multimedia

    Interaktif untuk Guru &

    Profesional.Yogyakarta;

    Pustaka Widyatama.

    Kristiningrum, 2007.Pengembangan

    Multimedia Pembelajaran

    Interaktif dengan

    Macromedia Authorware 7.0pada Materi Fisika Sekolah

    Menengah Atas (SMA) Pokok

    Bahasan Kinematika Gerak

    Lurus (online)

    Sanaky, Hujair. 2011. Media

    Pembelajaran. Yogyakarta:

    Kaukaba

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    33/173

    29

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI KERJA

    TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI

    DI KOTA PEMATANG SIANTAR

    Sukarman Purba

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung pemberian

    insentif dan motivasi kerja terhadap kinerja guru. Populasi dalam penelitian

    ini adalah guru-guru SMP Negeri di Kota Pematang Siantar, dengan jumlah

    sampel 140 orang guru. Metode penelitian adalah penelitian survey dengan

    pendekatan analisi jalur. Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket,

    yang telah diujicobakan.Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh

    langsung positif dan signifikan pemberian insentif, dan motivasi kerja

    terhadap kinerja guru. Untuk itu, diperlukan kebijakan untuk meningkatkan

    kinerja guru, maka perlu peningkatan pemberian insentif dan motivasi kerja.

    Kata kunci :Pemberian Insentif, Motivasi Kerja dan Kinerja Guru

    PENDAHULUAN

    Keberhasilan suatu bangsa

    tidak terlepas dari kualitas Sumber

    Daya Manusia (SDM) yang

    dimilikinya. Pemerintah berupaya

    agar kualitas SDM semakinditingkatkan dengan cara

    peningkatan kesejahteraan,

    peningkatan kemampuan dan

    pengetahuan, melakukan sertifikasi.

    Guru sebagai suatu asset sumber

    daya manusia memiliki peranan yang

    sangat penting dalam proses

    pendidikan, dan merupakan ujung

    tombak dalam memajukan kualitas

    pendidikan. Sebagaimana dinyatakan

    Tilaar (1999:104) bahwa

    peningkatan kualitas pendidikan

    tergantung banyak hal, terutama

    mutu gurunya. Ini menunjukkan

    bahwa tugas guru tidaklah mudah.

    Guru harus memiliki kemampuan

    dan ketrampilan yang bersifatprofessional. Peranan guru dalam

    proses pembelajaran meliputi sebagai

    pengajar, pemimpin kelas,

    pembimbing, perencana, supervisor,

    motivator, dan konselor. Sebagai

    tulang punggung pendidikan, guru

    diharapkan mampu melaksanakan

    tugas-tugas dan fungsinya demi

    tercapainya tujuan pendidikan.

    Untuk menjadikan guru sebagai

    tenaga yang profesional maka perlu

    dilakukan pembinaan secara terus

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    34/173

    30

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    menerus dan berkesinambungan,

    dihargai dan diakui

    keprofesionalannya. Pekerjaan guru

    bukan semata-mata pekerjaan

    pengabdian namun guru adalah

    pekerja professional. Usaha-usaha

    untuk membuat mereka menjadi

    profesional tidak semata-mata hanya

    meningkatkan kompetensinya, baik

    melalui pemberian penataran,

    pelatihan maupun kesempatan untuk

    belajar, namun perlu juga

    memperhatikan guru dari segi yang

    lain, seperti peningkatan disiplin,

    peningkatan motivasi kerja,

    pemberian bimbingan melalui

    supervisi, pemberian insentif, gaji

    yang layak dengan keprofesionalnya

    demi mewujudkan kinerja yang

    tinggi dalam mencapai tujuan

    pendidikan yang diharapkan.

    Namun dalam kenyataannya,

    bahwa pendidikan di Indonesia

    masih belum menunjukkan

    perubahan ke arah yang lebih baik.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh

    Balitbang PDIP pada tahun 2007

    menemukan bahwa presentasi guru

    yang layak sesuai dengan profesinya

    adalah sebagai berikut: guru SMA

    67,1%, guru SMP 64,1%, dan guru

    SD sebesar 50,7%. Temuan ini

    menunjukkan rata-rata keseluruhan

    guru, mulai dari guru SD, SMP, dan

    SMA rata-rata 60,6% yang layak dan

    39,4% belum profesional atau belum

    layak menjadi guru. Data ini

    menunjukkan masih belum

    profesionalnya guru akan

    mengakibatkan kinerja guru rendah.

    Bila dilihat dari hasil Ujian akhir

    nasional juga belum menunjukan

    nilai yang memuaskan dan jumlah

    siswa yang yang tidak lulus masih

    cukup banyak apalagi siswa dari

    sekolah swasta. Ini menunjukan

    bahwa kinerja guru dalam mendidik

    anak masih belum maksimal. Bila

    diamati beberapa fenomena yang

    terjadi saat ini di Pematang Siantar,

    masih banyak ditemukan motivasi

    untuk mengembangkan materi

    pelajaran masih kurang, kemampuan

    guru untuk menghimpun materi

    pelajaran dari berbagai buku sumber

    masih rendah, sebagian guru masih

    menggunakan silabus dan rencana

    pelaksanaan pembeiajaran (RPP)

    milik orang lain, mengajar tidak

    sesuai dengan program yang telah

    disusun, tidak mengajar sesuai

    dengan bidang keahliannya akibat

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    35/173

    31

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    kurangnya guru sesuai dengan

    bidang yang dibutuhkan. Masih

    banyaknya guru mencari kerja

    tambahan di luar tugasnya sebagai

    guru, sehingga para guru tidak fokus

    dalam melakukan tugas dan

    tanggungjawabnya. Hal ini akan

    memberi dampak pada kinerja guru.

    Untuk itu, perlu dilakukan penelitian

    untuk mengetahui kinerja guru

    Sekolah Menengah Pertama dan

    faktor-faktor yang diprediksi

    mempengaruhinya yaitu, Pemberian

    Insentif dan Motivasi kerja guru.

    Kinerja Guru

    Kinerja dapat dinyatakan segala

    sesuatu yang dilakukan dalam

    menyelesaikan suatu tugas dengan

    menggunakan sumberdaya yang

    dimiliki guna mencapai tujuan yang

    diharapkan. Robbins (1997:231)

    menyatakan kinerja mengarah pada

    suatu upaya pencapaian prestasi

    kerja yang lebih baik. Keberhasilan

    dalam melakukan sesuatu pekerjaan

    sangat ditentukan oleh kinerja.

    Pengertian ini menyatakan bahwa

    kinerja merujuk pada hasil dalam

    penyelesaian pekerjan, penanganan

    atau pelaksanaan suatu tugas. Bates

    dan Hoeton seperti yang dikutip oleh

    Amstrong dan Baron (1998: 15)

    menyatakan kinerja sebagai suatu

    hasil kerja.

    Robbins dalam Purba (2009:11-

    12) menyatakan pencapaian tujuan

    yang telah ditetapkan merupakan

    satu tolok ukur kinerja individu. Ada

    tiga kriteria dalam melakukan

    penilaian kinerja individu, yakni: (a)

    hasil kerja individu (individual task

    outcomes), perilaku (behaviors), dan

    ciri (traits). Untuk mengukur hasil

    kerja individual maka yang

    dievaluasi adalah hasil tugas dari

    seseorang atau produk apa yang

    dihasilkan. Adapun pengertian

    perilaku disini adalah perilaku ring

    dilakukan dan berkaitan dengan

    tugas yang harus ia lakukan dalam

    melaksanakan pekerjaannya. Untuk

    mengukur kinerja berdasarkan

    perilaku kerja dapat dilakukan

    dengan mengevaluasi aktivitas atau

    kegiatan yang dilakukan oleh

    pegawai dalam kaitannya dengan

    pekerjaannya. Hodgetts dan Kuratko

    (1988:438) menyatakan kinerja

    berkaitan dengan seberapa baik

    seseorang melakukan pekerjaannya.

    Hugh and Feldman (1986: 24), bila

    dikaitkan dengan peran individu

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    36/173

    32

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    dalam organisasi, kinerja adalah

    serangkaian perilaku atau kegiatan

    individu yang sesuai dengan harapan

    atau keinginan organisasi tempat ia

    bekerja. Purba (2008: 29)

    menyatakan bahwa penekanan

    kinerja adalah untuk mendapatkan

    hasil yang berorientasi pada

    efektifitas dan efisiensi untuk

    mencapai suatu tujuan. Dengan

    demikian, dapat dinyatakan bahwa

    kinerja adalah hasil, baik kuantitas

    maupun kualitas, yang dicapai

    seseorang dalam melaksanakan

    tugas-tugasnya sesuai dengan standar

    atau kriteria yang telah ditentukan

    sehingga tercapai tujuan yang

    diharapkan secara efektif dan efisien.

    Menurut Gomes (1995: 135)

    bahwa penilaian terhadap kinerja

    mempunyai tujuan untuk men-

    reward kinerja sebelumnya (to

    reward past performance) dan untuk

    memotivasi demi perbaikan kinerja

    pada waktu yang akan datang (to

    motivate fulture performance

    improvement). Hayness (1984: 131),

    yang menyatakan kriteria penilaian

    kinerja yang efektif berfokus pada

    serangkaian kegiatan yang dilakukan

    oleh seseorang dalam melaksanakan

    tugas yang menjadi kewajibannya

    serta hasil yang diperolehnya dalam

    menyelesaikan pekerjaan tersebut.

    Hodgett dan Kuratko (1988: 439)

    menyatakan bahwa sistem penilaian

    kinerja yang didesain dengan baik

    mempunyai lima karakteristik dasar,

    yaitu: (1) berkaitan langsung dengan

    tugas orang tersebut dan mengukur

    kemampuannya dalam melaksanakan

    tugas; (2) lengkap, karena mengukur

    semua aspek penting; (3) bersifat

    objektif, karena benar-benar

    mengukur kinerja tugasnya; (4)

    berdasarkan pada standar kinerja

    yang diinginkan; dan (5) didesain

    untuk mengetahui kekuatan dan

    kelemahan seseorang dan selanjutnya

    menjelaskan mengapa hal tersebut

    terjadi dan bagaimana mengatasinya.

    Dalam penelitian ini penilaian

    terhadap kinerja guru dilakukan

    berdasarkan perilaku. Penilaian

    terhadap kinerja guru dilakukan

    secara rater oleh kepala sekolah dan

    pembantu kepala sekolah.

    Berdasarkan uraian di atas dapat

    disimpulkan pengertian kinerja guru

    dalam penelitian ini adalah unjuk

    kerja guru dalam melakukan tugas-

    tugas dan tanggungjawabnya untuk

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    37/173

    33

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    mencapai tujuan organisasi, dengan

    indikator: melakukan tugas dengan

    baik, hasil kerja sesuai dengan

    tujuan, melakukan kerjasama, pola

    komunikasi, dan tanggungjawab

    terhadap tugas.

    Pemberian Insentif

    Dalam Kamus Bahasa Indonesi

    Insentif diartikan sebagai tambahan

    penghasilan (uang, barang dan

    sebagainya) untuk menambah dan

    meningkatkan gairah kerja. Kata

    Insentif berasal dari bahasa Inggris

    "incentive" artinya something that

    encourage to do (sesuatu yang dapat

    mendorong untuk melakukan

    sesuatu). Pemberian insentif dapat

    merangsang seseorang untuk dapat

    bekerja lebih baik. Seperti

    dikemukan oleh Monday dan Noe

    (1996:124) bhwa The basic purpose

    of all incentive plans is to improve

    employei productivity in order to gain

    a competitive advantage. Pernyataan

    ini menunjukkan bahwa pemberian

    insentif adalah sesuatu hal yang dapat

    mendorong peningkatan produktivitas

    seseorang meningkat. Pemberian

    Insentif yang dimaksud dapat berupa

    seperti kenaikan gaji, pemberian

    tunjangan profesi, pertambahan

    tanggung jawab, pujian, pemberian

    jabatan pindah kepekerjaan yang lebih

    bagus, dan memberikan tugas khusus.

    Pemberian insentif juga terpaut

    dengan waktu, seperti dinyatakan

    Nawawi (2000:34) bahwa semakin

    cepat insentif dibayarkan kepada

    pegawai, semakin besar motivasinya

    terhadap pekerjaan yang diberikan dan

    nilai insentif yang diberikan akan

    berkurang apabila pemberiannya

    ditunda untuk jangka waktu yang terlalu

    lama. Pemberian Insentif merupakan

    suatu usaha dari Sekolah untuk

    memberikan tambahan di luar gaji,

    yang dapat merangsang atau

    mendorong guru agar bekerja

    lebih giat dan bersemangat guna

    meningkatkan kinerjanya.

    Pemberian insentif sebagai bagian

    dari keuntungan diberikan kepada

    pekerja yang bekerja secara baik atau

    berprestasi, misalnya dalam bentuk

    pemberian bonus dan dapat pula

    diberikan dalam bentuk barang

    sehingga dapat meningkatkan

    kinerjanya. Ranupanjodo dan Husnan

    dalam

    Nawawi(2000:45)mengklassifik

    asikan jenis-jenis insentif yang

    diberikan, yaitu, (1) Uang,

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    38/173

    34

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    seseorang ingin bekerja karena

    ingin memperoleh uang, dengan

    uang seseorang dapat memuaskan

    kebutuhannya, dan merupakan

    daya rangsang yang sangat kuat, (2)

    Keamanan, merupakan sebuah

    kebutuhan manusia yang fundamental

    bagi sebagian tenaga kerja kadang-

    kadang pekerjaan yang aman lebih

    penting dari pada uang atau upah, (3)

    Persahabatan, manusia bekerja

    memerlukan manusia lainnya,

    adanya persahabatan akan akan

    menyatukan mereka secara

    kelompok yang bekerja sama dan

    saling memiliki, (4) Pengakuan yang

    adil, merupakan salah satu kebutuhan

    sosial yang dapat diperoleh dari

    hubungan antara atasan dan bawahan.

    Perlakuan yang adil ini dimaksudkan

    tidak pandang bulu dalam pemberian

    tugas, insentif dan penghargaan

    serta lainnya yang dapat

    mengganggu kosentrasi guru dalam

    bekerja, (5) Otonomi, merupakan

    salah satu bentuk insentif dalam

    memenuhi egoistik guru untuk

    melaksanakan suatu pekerjaan dalam

    batas-batas tertentu akan

    meningkatkan kreatifitas dan

    spontanitas, (6) Prestasi, pemberian

    kesempatan pada guru untuk

    berprestasi merupakan salah satu

    kebutuhan egoistik dalam hubungan

    dengan pemberian insentif.

    Sedangkan, Manulang (2004:4)

    pada dasarnya bentuk insentif dapat

    digolongkan menjadi dua bagian

    yaitu: 1) Insentif Finansial, yang

    terdiri atas: (a).Bonus, adalah uang

    yang diberikan sebagai balas jasa

    yang diberikan secara ikatan

    dimasa datang dan diberikan

    kepada guru yang berhak

    menerimanya, (b). Komisi, adalah

    jenis komisi yang diberikan kepada

    guru yang berprestasi; 2) Insentif

    non finasial, yang terdiri atas: (a)

    Pembelian pujian secara lisan

    maupun tertulis, (b) Pemberian

    promosi jabatan, (c) Ucapan

    terima kasih secara formal maupun

    tidak formal, (d) Pemberian

    perlengkapan khusus pada ruang

    kerja, dan (e) Pemberian

    penghargaan.

    Berdasarkan uraian di atas, maka

    pengertian pemberian insentif dalam

    penelitian ini adalah imbalan dalam

    bentuk uang dan barang serta jasa

    yang diberikan kepada seseorang untuk

    dapat mendorong semangat dan

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    39/173

    35

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    prestasi kerjanya dengan indikator

    pemberian penghargaan, pemberian

    pujian, merasa dihargai dan dihormati,

    penyediaan sarana dan prasarana

    penunjang, pemberian bonus, dan

    kesesuaian antara tugas dengan

    tanggung jawab.

    Motivasi Kerja

    Motivasi adalah dorongan atau

    keinginan individu untuk melakukan

    kegiatan tertentu dalam mencapai

    tujuan. Robbins (2007:208)

    menyebutkan bahwa motivasi

    sebagai suatu proses yang

    menghasilkan intensitas, arah dan

    ketekunan individual dalam usaha

    untuk mencapai satu tujuan.

    Berdasarkan pernyataan tersebut

    dapat disimpulkan bahwa motivasi

    adalah suatu kondisi yang

    menggerakkan seseorang agar

    mampu mencapai tujuan dari motif.

    Gibson, et al(2006:103) menyatakan

    bahwa motivation has to do with 1)

    the direct of behavior, 2) the strength

    of the response (i.e., effort) once an

    employee chooses to follow a course

    of action, and 3) the persistence of

    the behavior. Sedangkan, Siagian

    (1995: 137-138) menyatakan

    motivasi adalah daya pendorong

    yang mengakibatkan seorang

    anggota organisasi mau dan rela

    untuk mengerahkan kemampuannya,

    tenaga dan waktunya untuk

    melakukan berbagai kewajiban yang

    menjadi tanggung jawabnya, dalam

    rangka pencapaian tujuan dan

    sasaran organisasi. Luthans

    (2005:141) mengatakan motivasi

    adalah suatu proses di dalam diri

    seseorang karena memiliki

    kebutuhan psikologis dan fisiologis

    sehingga mengerakkan perilaku atau

    dorongan untuk mencapai suatu

    tujuan. Menurut Maslow ada 5 (lima)

    kebutuhan pegawai dalam organisasi

    yang disusun secara hirarkhis

    (bertingkat) yaitu : (1) Kebutuhan

    yang bersifat biologis dan fisiologis

    (Biological and physiological needs),

    seperti sandang, pangan, papan,

    kepuasan seksual dan kebutuhan

    fisik lainnya, (2) Kebutuhan

    keamanan (safety needs), seperti

    kebutuhan akan keamanan dan

    perlindungan dari gangguan fisik dan

    emosi, (3) Kebutuhan perhatian dan

    kasih sayang (Belongingness and

    Love needs), seperti kebutuhan akan

    kasih sayang, perasaan diterima oleh

    orang lain, perasaan dihormati,

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    40/173

    36

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    perasaan maju dan tidak gagal dan

    kebutuhan ikut serta dalam

    organisasi, (4) Kebutuhan akan

    penghargaan (Esteem needs), yaitu

    kebutuhan akan status yang diduduki

    seseorang (prestasi), penghargaan

    diri, (5) Kebutuhan aktualitas diri

    (Self actualization needs), yaitu

    kebutuhan untuk mengembangkan

    kapasitas mental dan karyanya

    melalui on the job training, seminar,

    lokakarya dan sebagainya,

    pencapaian potensi seseorang dan

    pemenuhan diri sendiri.

    Selanjutnya, teori Frederick

    Herzberg tentang motivasi, yaitu

    teori dua faktor, yang disebut

    Hygiene Motivators atau disebut

    juga Disatisfactiers-satisfers atau

    disebut juga Extrinsic-Intrinsic

    Factors. Dalam teori tersebut ada

    seperangkat kondisi ekstrinsik dan

    intrinsik yang akan mempengaruhi

    prestasi kerja. Faktor ekstrinsik yang

    disebut hygiene terdiri dari gaji,

    keamanan kerja, kondisi kerja, status,

    prosedur perusahaan, supervisor, dan

    hubungan antar personal.

    Kesemuanya merupakan faktor yang

    berasal dari luar individu. Faktor

    intrinsik yang menjadi motivators

    mencakup prestasi, pengakuan,

    pertumbuhan, tanggung jawab,

    peningkatan kerja, ketertarikan

    dalam kerja (pekerjaan itu sendiri),

    dan peluang untuk bertumbuh.

    Luthans (2005:108) menyatakan

    pengertian motivasi kerja adalah

    Work motivation is defined as

    conditions which influence the

    causal, direction and maintenance of

    behavior relevant in work settings

    Pernyataan ini menunjukkan

    motivasi kerja didefinisikan sebagai

    kondisi yang berpengaruh

    membangkitkan, mengarahkan dan

    memelihara perlakuan yang

    berhubungan dengan lingkungan

    kerja. Dengan demikian, motivasi

    kerja dapat diartikan sebagai daya

    dorong yang mengakibatkan seorang

    anggota organisasi mau dan rela

    mengerahkan kemampuan-nya dalam

    bentuk keahliannya atau

    keterampilan, tenaga dan waktu

    untuk menggerakkan berbagai

    kegiatan yang menjadi

    tanggungjawabnya dan menunaikan

    kewajiban dalam rangka pencapaian

    tujuan dan berbagai sasaran yang

    telah ditentukan sebelumnya.

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    41/173

    37

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Dengan demikian pengertian

    motivasi kerja dalam penelitian ini

    adalah dorongan yang dari dalam diri

    guru untuk mau bekerja dengan

    sunguh-sungguh dan dapat

    memberikan pelayanan yang

    bermutu kepada siswa-siswanya

    untuk mencapai tujuan yang

    diharapkan, dengan indikator:

    berusaha memenuhi kebutuhan

    hidup, berusaha menyelesaikan tugas

    dengan baik, peduli terhadap

    pekerjaan, keinginan meningkatkan

    kemampuan, senang berkompetisi,

    keinginan meraih prestasi, dan berani

    mengambil resiko.

    HIPOTESIS PENELITIAN

    Berdasarkan kerangka berfikir

    yang telah diuraikan di atas, maka

    dirumuskan hipotesis penelitian

    sebagai berikut : 1) Pemberian

    Insentif (X1) berpengaruh langsung

    terhadap Motivasi Kerja (X2); 2)

    Pemberian Insentif (X1) berpengaruh

    langsung terhadap Kinerja Guru

    (X3); 3) Motivasi Kerja (X2)

    berpengaruh langsung terhadap

    Kinerja Guru (X3)

    METODE PENELITIAN

    Metode penelitian yang

    digunakan adalah metode survei

    dengan pendekatan analisis jalur

    (path analysis). Populasi target pada

    penelitian ini adalah guru SMP

    Negeri di Kota Pematang Siantar

    dengan jumlah populasi berjumlah

    305 orang guru. Untuk menentukan

    jumlah sampel penelitian, ditentukan

    dengan menggunakan tabel Kreijcie,

    sehingga diperoleh sebanyak 140

    orang. Teknik pengambilan sampel

    yang digunakan Proporsional

    Random Sampling. Pengumpulan

    data dilakukan dengan kuesioner.

    Teknik Analisis data yang

    digunakan adalah analisis deskriptif

    dan analisis inferensial. Analisis

    deskriptif digunakan untuk melihat

    gambaran tentang data dari masing-

    masing variabel penelitian yang

    ditunjukkan melalui mean, median,

    modus, daftar distribusi frekuensi

    dan histogram. Analisis inferensial

    digunakan untuk menguji hipotesis

    memakai analisis jalur (path

  • 7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2

    42/173

    38

    Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

    Universitas Negeri Medan

    Analysis) yang didahului dengan uji

    normalitas, homogenitas varians dan

    uji linieritas.

    DESKRIPSI DATA HASIL PENELITIAN

    Pada tabel disajikan data dari

    setiap variabel penelitian, yang

    meliputi data variabel Kinerja Guru

    (X3), Pemberian Insentif (X1), dan

    Motiuvasi Kerja (X2).

    Tabel 1. Deskripsi Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif

    Keterangan Pemberian

    Insentif (X1)

    Motivasi

    Kerja (X2)

    Kinerja

    Guru (X3)

    Jumlah Sampel (n) 140 140 139

    Mean 130,67 127,61 136,68Median 130 128 137,66

    Mode 130 128 137,33

    Std. Deviation 8,25 7,63 8,28

    Variance 67,83 58,28 68,49

    Range 37 37 37,67

    Minimum 111 107 113,33

    Maximum 148 145 151,00

    Sum 18109 17738 18998,13

    Sebelum dilakukan pengujianhipotesis, maka terlebih dahulu

    dilakukan pengujian persyaratan

    analisis jalur (Path Analysis), yaitu

    Uji normalitas, Uji homogenitas

    varians untuk setiap variabel bebasterhadap variabel terikat dan Uji

    linieritas, yaitu mengetahui

    hubungan antara variabel dalam

    model harus linier.

    Tabel 2. Rangk