kesehatan+finansial+dan+kinerja+sosial+bus azis+setiawan

Upload: purnama-putra

Post on 10-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    1/94

    Kesehatan Finansial dan Kinerja SosialBank Umum Syariah di Indonesia1

    Oleh

    Azis Budi Setiawan2

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Upaya untuk melakukan implementasi sistem keuangan Islami empat dekade terakhir

    berjalan begitu gencar. Beberapa eksperimen awal untuk mendirikan perbankan Islamberlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940-an, di Pakistan pada akhir 1950-an,dan di Mesir melalui Mit Ghamr Savings Banks (1963-1967) serta Nasser Sosial Bank(1971) (Lewis & Algaoud, 2007: 14-15). Meski sebagian besar institusi ini akhirnyagulung tikar, tetapi setidaknya telah memberikan pondasi yang kuat untuk pengembanganberikutnya.

    Serangkaian krisis yang bertubi-tubi ini, telah memunculkan kesadaran baru akankebutuhan reformasi arsitektur sistem keuangan sekaligus memberikan angin segar bagipengembangan sistem keuangan Islam. Fenomena-fenomena ini kemudian mendorongBank-bank Islam dalam jumlah besar bermunculan di seluruh penjuru dunia sepanjang 30tahun terakhir (Chapra & Ahmad, 2002: 1). Meskipun terdapat sejumlah kesulitan,

    gerakan Islamisasi perbankan berjalan dengan baik. Kemajuan yang dicapai selamaseperempat abad terakhir ini menunjukkan hasil yang menggembirakan (Chapra, 2002:22).

    Perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga cukup menggembirakan.Perbankan syariah memasuki sepuluh tahun terakhir, pasca-perubahan UU Perbankanyang ditandai dengan terbitnya UU No. 10/1998, mengalami pertumbuhan danperkembangan yang amat pesat. Perkembangan yang pesat itu terutama tercatat sejakdikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia yang memberi izin untuk pembukaan banksyariah yang baru maupun pendiriaan Unit Usaha Syariah (UUS). Sampai dengan akhir2007 sudah terdapat tiga bank umum syariah (BUS), UUS mencapai 26 bank, dan BPRSyariah menjadi 114 (BI, 2007: 1-2). Sedangkan selama tahun 2008 jumlah bank syariahmengalami penambahan 2 BUS yaitu Bank Syariah BRI dan Bank Syariah Bukopin.Selain itu juga dibuka 2 UUS yaitu Bank Tabungan Pensiunan Nasional dan BPD JawaTengah. Selain itu tahun 2008 juga bertambah 17 BPRS, sehingga pada akhir 2008terdapat 5 BUS, 27 UUS dan 131 BPR Syariah (LPPS BI, 2008: viii).

    1 Bagian dari tesis penulis, Disampaikan pada Seminar Ilmiah Kerjasama Magister Bisnis

    Keuangan Islam Univ. Paramadina, Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Pusat dan Masyarakat

    Ekonomi Syariah (MES), Aula Nurcholis Madjid, Jakarta, Kamis, 30 Juli 2009.2 Peserta Program Magister Bisnis Keuangan Islam Univ. Paramadina dan Staf Pengajar SEBI School

    of Islamic Economics (STEI SEBI).

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    2/94

    2

    Walaupun tingkat pertumbuhannya cukup tinggi, sejauh ini bank syariah barumenempati ceruk kecil (small niche) di sektor finansial negeri-negeri muslim, apalagi disektor keuangan internasional. Termasuk juga di Indonesia. Hingga akhir 2007, pangsa

    perbankan syariah dibandingkan perbankan nasional baru mencapai 1,84 persensedangkan akhir 2006 adalah 1,58 persen. Dimana nilai total aset perbankan nasionalsampai dengan Desember 2007 mencapai Rp 1.986,5 triliun (Bank Indonesia, 2007).Selanjutnya, pada tahun 2008 industri perbankan syariah mengalami peningkatan volumeusaha sehingga pada akhir tahun mencapai Rp49,55 triliun, dengan pangsa terhadap totalaset perbankan nasional sebesar 2,14% (LPPS BI, 2008: viii).

    Tantangan utama bank syariah saat ini diantaranya adalah bagaimanamewujudkan kepercayaan dari para stakeholder. Sudah menjadi rahasia umum bahwa,hanya bank-bank yang sanggup membangkitkan kepercayaan stakeholder mereka sajayang akan bisa tumbuh, berkembang dan mengukir sejarah baru. Bank tersebut akan

    mampu memobilisasi simpanan, menarik investasi, menyalurkan pembiayaan,menanamkan investasi, sekaligus memperluas kesempatan kerja, membantu pemerintahmembiayai defisit anggaran untuk pembangunan, dan mengakselerasi pembangunanekonomi dengan baik. Hal ini terjadi karena semua institusi keuangan harus meresponrealitas bahwa penyedia dana (shareholder dan deposan) serta stakeholder yang lainmemiliki harapan, dan mereka tidak akan menanamkan dana atau berkontribusi denganbaik apabila ekspektasi mereka tidak diproyeksikan terpenuhi.

    Ekspektasi stakeholder terhadap bank syariah tentu berbeda dengan bankkonvensional. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwasannya bank syariah dikembangkansebagai lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Tujuan ekonomi Islam sendiri dalam hal ini tidak

    hanya terfokus pada tujuan komersil yang tergambar pada pencapaian keuntunganmaksimal semata, tetapi juga mempertimbangkan perannya dalam memberikankesejahteraan secara luas bagi masyarakat, yang merupakan implementasi peran banksyariah selaku pelaksana fungsi sosial.

    Berdasarkan latar belakang diatas penting untuk dilakukan penelitian tentangkesehatan finansial dan kinerja sosial dari bank syariah, karena dengan pencapaiankeduanya diharapakan dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas deposan,shareholder, dan stakeholder lainnya terhadap bank syariah. Hal ini diharapakan dapatmengevaluasi kinerja bank syariah secara komprehensif baik pencapaian kinerja bisnisdan kinerja sosialnya selama lima tahun terakhir.

    1.2. Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

    Bank syariah dikembangkan sebagai lembaga bisnis keuangan yang melaksanakankegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Tujuanekonomi Islam bagi bank syariah tidak hanya terfokus pada tujuan komersil yangtergambar pada pencapaian keuntungan maksimal semata, tetapi juga mempertimbangkanperannya dalam memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat. Kontribusi untukturut serta dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut merupakan peran banksyariah dalam pelaksanaan fungsi sosialnya. Fungsi sosial tersebut yang paling nampak

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    3/94

    3

    diantaranya diwujudkan melalui aktivitas penghimpunan dan penyaluran zakat, infaq,sadaqah, hibah dan waqaf (ZISW). Selain itu bank syariah juga mengelurakan zakat darikeuntungan operasinya serta memberikan pembiayaan kebajikan (qardh). Melalui fungsi

    sosial ini diharapkan akan memperlancar alokasi dan distribusi dana sosial yangdibutuhkan oleh masyarakat, terutama mereka yang sangat membutuhkan.

    Dengan demikian, karena bank syariah memiliki fungsi bisnis dan fungsi sosialmaka dalam mengevaluasi kinerjanya juga harus dilakukan secara komprehensif. Banksyariah harus dievaluasi pencapaian kinerja bisnis sekaligus kinerja sosialnya. Namunsayangnya kinerja sosial bank syariah di Indonesia selama ini belum ada yang menelitilebih jauh. Penelitian selama ini lebih cenderung untuk mengevaluasi kinerja bisnisnyasaja (lihat penelitian Rosyadi, 2007; Prawira, 2007; Arsil, 2007; Mahfudz, 2006;Rindawati; 2007). Sehingga dengan demikian pencapaian kinerja sosial bank syariah diIndonesia belum diketahui. Padahal kinerja bisnis dan kinerja sosial merupakan bagian

    integral yang harus dievaluasi, menginggat bank syariah didirikan dan dikembangkanuntuk memenuhi dua fungsi tersebut. Pemenuhan kedua fungsi inilah yang juga menjadiciri unik bank syariah, dibandingkan dengan bank konvensional yang hanya berorientasibisnis atau profit maximizer semata.

    Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini akan mencoba menjawabpertanyaan sebagai berikut:

    1. Bagaimana kesehatan finansial dari Bank Umum Syariah di Indonesia.

    2. Bagaimana kinerja sosial dari Bank Umum Syariah di Indonesia.

    1.3. Batasan Masalah

    Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih fokus maka penelitianyang dilakukan dibatasi untuk beberapa hal berikut:

    1. Objek penelitian adalah dua bank umum syariah yang ada di Indonesia, yaitu: BankMuamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Pada akhir tahun 2007,market share kedua bank umum syariah tersebut telah mencapai 65 persen dilihatdari sisi aset perbankan syariah secara keseluruhan. Sedangkanshare pembiayaan dandana pihak ketiga (DPK) masing-masing mencapai 67 persen dan 70 persen darikeseluruhan industri perbankan syariah (Laporan Keuangan BMI & BSM, 2007;LPPS BI, 2007). Dengan demikian hal ini relatif dapat merepresentasi kinerja

    perbankan syariah di Indonesia secara umum.

    2. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Laporan Keuangan Tahunandan Laporan Tahunan periode 2003-2007 yang telah diaudit dan dipublikasikan.

    3. Untuk menilai kesehatan finansial BMI dan BSM penulis hanya berfokus untukmeneliti tiga variabel penting dalam komponen kesehatan finansial yaitu: KualitasAset (Asset Quality); Rentabilitas (Earning); dan likuiditas (Liquidity).

    4. Untuk menilai kinerja sosial BMI dan BSM penulis berfokus untuk mengevaluasiaspek Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE), Kontribusi Kepada Masyarakat

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    4/94

    4

    (KKM), Kontribusi UntukStakeholder(KUS), Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset(PKSR) serta Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE).

    1.4. Metodologi Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan studi kasus, yaitu menggambarkansifat sesuatu yang sedang berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu secara rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurunwaktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh (Husein Umar, 2003: 55-56).Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena. Teorisasi dan hipotesis dalam penelitian jenis ini kurangdiperlukan (Hariwijaya & Jaelani, 2005: 39). Dalam hal ini, penulis akan melakukanstudi kasus pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM).

    Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari LaporanKeuangan Tahunan dan Laporan Tahunan periode 2003-2007 yang telah dipublikasikan.Laporan Keuangan Tahunan yang digunakan adalah laporoan keuangan yang telahdiaudit, mencakup: Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Investasi Terikat, LaporanPerubahan Modal, Arus Kas, Laporan Dana Zakat Infaq dan Sadaqah serta Catatan AtasLaporan Keuangan yang sangat detail. Dari rincian Catatan Atas Laporan Keuangan hasilaudit banyak didapatkan data yang sangat rinci untuk menghitung beberapa rasio yangmembutuhkan data yang spesifik.

    II. LANDASAN TEORITIS

    2.1. Latar Belakang dan Tujuan Perbankan Syariah

    Perbankan Islam atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai perbankan syariah telahmenjadi lokomotif terdepan bagi proyek ilmu ekonomi Islam dan Islamisasi ilmuekonomi, yang telah dirintis mulai empat dekade yang lalu. Pengakuan dan penerimaanterhadap perbankan Islam dalam sistem keuangan global telah memberikan energi positifbagi para penggiat ekonomi Islam untuk melanjutkan upaya Islamisasi ilmu ekonomi danjuga institusi ekonominya.

    Menurut Zamir Iqbal (1997: 1) sejumlah negara Muslim, sedang bergiat untuk

    menjalankan reformasi atas sistem perbankan dan keuangan mereka agar sesuai denganajaran Islam. Adapun latar belakang yang mendasarinya menurutnya adalah telahlahirnya kesadaran bahwa lembaga kredit yang merupakan sistem perbankan dankeuangan kapitalis yang berdasarkan bunga, yang telah kokoh diterapkan oleh negara-negara Muslim selama dua abad terakhir dibawah pengaruh kolonialisme telahberimplikasi buruk pada pembangunan.

    Kesadaran pengembangan perbankan Islam dalam pandangan Abdullah Saeed(2003: 25-26) juga dipengaruhi oleh munculnya gerakan kebangkitan Islam (Islamicrevivalism), terutama dari kelompok gerakan neo-Revivalis yang dimotori oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin (Mesir) dan Jamiyat Al-Islami (Pakistan). Menurutnya, tokoh-

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    5/94

    5

    tokoh dari kelompok ini memiliki pendapat yang tegas bahwa bunga bank termasuk ribadan menyarankan untuk menghilangkannya. Hal ini kemudian membawa pengaruh padaaturan hukum di beberapa negara Muslim yang mengkategorikan bunga termasuk riba.

    Sehingga pada tahun 1970-an para pemimpin pemerintahan kemudian menetapkanpenghapusan bunga. Kondisi ini juga didukung oleh melimpahnya hasil kekayaan minyakdi negara kawasan Teluk, yang kemudian mendorong jutaan dolar di investasikan untukmendirikan bank-bank Islam di Timur Tengah dan secara bersamaan Pakistan, Iran danSudan menetapkan menghapus bunga dalam sistem perbankan dan keuangan mereka.

    Pebankan dan keuangan Islam kemudian berkembang secara pesat satu dekadeberikutnya. Hal yang menarik adalah ketertarikan negara-negara non-Muslim dalammenerapkan keuangan Islam di negaranya seperti, Denmark, Luxembourg, Swizerlanddan Inggris. Bahkan, pusat-pusat keuangan dunia, seperti New York, Tokyo, London,Hong Kong, dan Singapura juga sudah mendeklarasikan keinginan mereka untuk menjadi

    pusat keuangan Islam dunia. Keuangan Islam telah diakui sebagai fenomena global yangtelah terbukti sebagai suatu sistem keuangan yang mampu bertahan di tengah krisisekonomi dan diharapkan mampu memberikan keadilan ekonomi. Menurut IslamicDevelopment Bank (IDB) aset finansial syariah global saat ini telah mencapai US$900miliar dengan pertumbuhan 20% per tahun dan diprediksi akan mencapai US$2 triliunpada 2010 (Bisnis Indonesia, 6/6/2008). Pertumbuhan perbankan dan keuangan Islamyang cerah ini juga didukung oleh hasil riset Ernst & Young, dimana investor Muslimsaat ini diestimasi memiliki aset senilai 1,6 triliun dolar AS. Aset itu diproyeksimeningkat menjadi 2,7 triliun dolar AS pada 2010 (Republika, 2/6/2008).

    Menurut Hidayat (2008) faktor kenaikan harga minyak dunia memang merupakansalah satu faktor penting yang mendorong pertumbuhan keuangan syariah. Namun

    menurutnya, di balik semua itu, faktor utama pendorong pertumbuhan keuangan syariahadalah semakin tingginya kesadaran investor Muslim terutama investor Timur Tengahakan pentingnya penyelarasan seluruh aspek hidupnya, termasuk aspek keuangan agarselaras dengan syariat Islam. Besarnya aset yang dipegang oleh investor Muslim tentuakan berkorelasi positif dengan pertumbuhan instrumen dan institusi keuangan Islam,termasuk perbankan Islam didalamnya.

    Pondasi filosofis sistem perbankan dan keuangan Islam dalam pandangan Iqbal(1997: 3) berakar pada konsep interaksi faktor-faktor produksi dan perilaku ekonomiyang Islami. Menurutnya, sistem Islam memberikan penekanan yang sama pada dimensietis, moral, sosial, dan spiritual dalam upaya meningkatkan keadilan dan pembangunanmasyarakat secara keseluruhan. Hal ini menurutnya, sangat berbeda dengan sistemkeuangan konvensional yang memusat terutama hanya pada aspek transaksi keuangandan ekonomi saja.

    Dalam konsepsi Islam aktivitas komersial, jasa dan perdagangan harusdisesuaikan dengan prinsip Islam diantaranya bebas bunga. Hal inilah yang jugamenjelaskan mengapa pada tahap awal bank Islam atau bank syariah juga dikenal sebagaibank bebas bunga. Meski demikian, perbankan syariah tidak bisa disederhanakanmenjadi sekedar bank bebas bunga. Karena, pandangan yang penting bebas bungasaja, merupakan jebakan pengembangan bank syariah yang hanya berfokus pada aspektransasksi saja dan meredusir pondasi filosofisnya. Mengambarkan sistem ini secara

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    6/94

    6

    sederhana dengan hanya bebas bunga menurut Iqbal (1997: 3) tidak menghasilkansuatu gambaran yang benar atas sistem ini secara keseluruhan.

    Melarang menerima dan membayar bunga memang menjadi inti (nucleus) darisistem. Tetapi menurut Chapra (2000: 5) hal ini harus didukung oleh nilai-nilai Islamyang sangat fundamental seperti; berbagi resiko, hak dan kewajiban individu, hak milik,kesucian kontrak dan tangungjawab pembangunan bangsa atau ummat. Sehingga akanterbentuk kelembagaan perbankan Islam yang mendorong sharing resiko,mempromosikan entrepreneurship, melemahkan perilaku spekulatif, dan menekankankesucian kontrak. Dalam pandangan Hidayat (2008), sistem perbankan dan keuanganIslam yang ada saat ini tercipta sebagai hasil ijtihad para ulama dalam rangkamenyelaraskan semua aspek kehidupan seorang Muslim dengan ajaran agamanya. Hal inidikarenakan Islam adalah sebuah cara hidup yang komprehensif yang tidak hanyamencakup hal-hal yang bersifat ritual, tetapi juga mengatur hal-hal yang berkaitan

    dengan ekonomi, politik, dan aspek kehidupan lainnya.Sistem perbankan Islam, seperti halnya aspek-aspek lain dari pandangan hidup

    Islam, merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari sistem sosial danekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari sistemperbankan Islam menurut Chapra (2000: 2) antara lain: (a) Kemakmuran ekonomi yangmeluas dengan tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum; (b)Keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata; (c)Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi suatu unitperhitungan yang terpercaya, standar pembayaran yang adil dan nilai simpan yang stabil;(d) Mobilisasi dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan cara-caratertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan bagian

    pengembalian yang adil; dan (e) Pelayanan yang efektif atas semua jasa-jasa yangbiasanya diharapkan dari sistem perbankan. Dalam pandangan Chapra, jelas sekali bahwaselain memberikan jasa keuangan yang halal bagi komunitas muslim sebagai tujuankhusus, sistem keuangan dan perbankan Islam diharapkan juga memberikan kontribusibagi tercapainya tujuan sosio-ekonomi Islam.

    Senada dengan Chapra, Lewis & Algaoud (2007: 123) menyimpulkan bahwatujuan utama perbankan dan keuangan Islam dari perspektif Islam mencakup: (1)penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaruan semua aktivitas bankagar sesuai dengan prinsip Islam; (2) distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar; dan(3) mencapai kemajuan pembangunan ekonomi. Sedangkan menurut Hidayat (2008),sebagai suatu sistem keuangan yang berdasarkan syariat Islam, maka menurutnya, arahdan tujuan didirikannya keuangan Islam mestilah untuk mewujudkan tujuan syariah(maqasid al-syariah). Secara umum, tujuan syariah dikategorikan kepada pendidikan(tarbiyah), keadilan (adalah), dan kesejahteraan umat (maslahatul ammah). Perananinstitusi keuangan Islam, seperti bank syariah dalam mewujudkan ketiga tujuan tersebut,sangatlah penting. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, bank syariah perluterlibat aktif dalam sosialiasi dan edukasi tentang keuangan dan perbankan syariahkepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan institusipendidikan, institusi pelatihan, dan media masa. Tujuan menegakkan keadilan dapatdiwujudkan bank syariah dengan bersikap transparan dalam laporan keuangan, adil dalampembagian keuntungan dengan nasabah, dan adil dalam pembebanan setiap biaya jasa.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    7/94

    7

    Kesejahteraan umat menurutnya juga dapat diwujudkan bank syariah melalui alokasipembiayaan (financing) kepada sektor-sektor yang membawa manfaat bagi masyarakatluas.

    2.2. Karakter Unik Bank Syariah

    Sesuai dengan fungsi bank syariah yang salah satu diantaranya untuk menggantikanfungsi perbankan konvensional, maka pada dasarnya prinsip-prinsip pokok dalammanajemen dan pengelolaan yang dikembangkan secara umum bagi sistem perbankansebagian dapat berlaku pula pada bank syariah. Meski demikian, terdapat beberapakarakteristik khusus yang pada akhirnya menuntut adanya perbedaan dalam pengelolaanbank syariah

    3.

    2.2.1 Bank Syariah Melibatkan Lebih BanyakStakeholderPada bank konvensional, sistem tata kelola yang baik antara lain dapat

    dikembangkan dengan memperjelas fungsi, kewenangan dan pola hubungan antarapemegang saham (dewan komisaris) dan manajemen bank. Sedangkan pada perbankansyariah struktur tata kelolanya akan melibatkan lebih banyak pihak karena adanyakarakteristik khusus dari perbankan syariah. Dalam sistem organisasi bank syariah,masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda dan suatu sistem tata keolayang baik mempersyaratkan adanya pengaturan yang jelas tentang batasan hak,kewenangan dan kewajiban dari setiap unsur tersebut untuk menghindari terjadinyakonflik kepentingan dan agar tidak terjadi dominasi kepentingan salah satu pihak denganmengabaikan kepentingan pihak lain. Beragamnyastakeholderbank syariah dapat dilihat

    dalam gambar 2.1.

    Gambar 2.1StakeholderBank Syariah dalam PrespektifAgency Theory

    Sumber: Ilyas, 2004; Fatima & Pramono, 2007

    3 Bagian ini dikembangkan dari paper penulis Corporate Governance Bank Syariah: Teori dan DilemaPraktik di Indonesia, Paper Tugas Akhir Mata Kuliah Etika dan Tata Kelola Lembaga Keuangan Syariahpada Magister Bisnis dan Keuangan Islam Universitas Paramadina, Juli 2007.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    8/94

    8

    Selain banyaknya kepentingan yang harus dijaga bank syariah juga harus menjagacitra Islam. Karena menurut Chapra & Ahmad (2002),stakeholders terpenting dari banksyariah adalah Islam itu sendiri. Karena bank syariah memakai label Islami secara

    otomatis memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga citra Islam. Apabila terjadimasalah misalnya penyelewengan dan kegagalan usaha dari suatu bank syariah, secaralangsung maupun tidak langsung akan berdampak kepada citra Islam. Oleh karena itu, halini menimbulkan tuntutan struktur yang khas dalam pengelolaan bank syariah, yaitubagaimana kepentingan citra Islam dapat dilindungi.

    2.2.2 Tuntutan Pemenuhan Prinsip Syariah

    Bila dirujuk pada sejarah perkembangan bank syariah, alasan pokok darikeberadaan perbankan syariah adalah munculnya kesadaran masyarakat muslim yangingin menjalankan seluruh aktivitas keuangannya sesuai dengan tuntunan agama. Olehkarena itulah jaminan mengenai pemenuhan terhadap syariah (syariah compliance) dari

    seluruh aktivitas pengelolaan dana nasabah oleh bank merupakan hal yang sangat pentingdalam kegiatan usaha bank syariah. Ketika suatu bank syariah tidak memberikan suatusistem jaminan bahwa kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip syariah maka yang akantersisa dalam menggunakan jasa bank syariah adalah nasabah-nasabah yangberpandangan bebas nilai, dan jelas ini pada akhirnya menimbulkan pertanyaan kenapaperlu repot mengembangkan bank syariah.

    Temuan menarik dari penelitian Chapra & Ahmad (2002) juga menandaskan halini, dimana sejumlah 288 nasabah (62%) responden dari 463 nasabah yang terlibat dalamsurvei tata kelola (GCG) yang dilakukannya (berasal dari 14 bank syariah di Bahrain,Bangladesh dan Sudan) menjawab akan memindahkan dananya ke bank syariah yang lain

    jika ditengarai terjadi pelanggaran syariah dalam operasional bank syariah. Hal inimenunjukan bahwa aspek kepatuhan terhadap prinsip syariah amat signifikanmempengaruhi perilaku nasabah dalam memilih bank syariah.

    2.2.3 Karakteristik Operasional Mudharabah

    Bank syariah juga mempunyai keunikan berkaitan dengan hubungan PemilikRekening Investasi (Investment Account Holder/IAH) dengan bank yang menuntutkeberadaan struktur tata kelola yang memadai untuk menjamin kepentingan IAH. Hal initerjadi karena dalam operasional perbankan syariah memiliki ciri utama menerapkansistem bagi hasil (akad mudharabah) dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat(DPK). Dalam konteks Indonesia hal ini dapat dijustifikasi dari data Bank Indonesia(2006) yang menunjukan bahwa porsi DPK yang berbentuk investasi mudharabahmencapai 81,9% (terdiri dari tabungan 29,5% dan deposito 52,4%), sedangkan akadwadiah hanya 18,1% (baik giro, tabungan dan lainnya). Bahkan tahun 2008 porsi DPKyang berbentuk investasi mudharabah meningkat menjadi 88,5% dan giro wadiah hanya11,5% (BI, 2008). Manajemen bank syariah menjadi agent dari shareholder, dansementara itu bank juga sebagai mudarib yang bertindak sebagai agentdari IAH. Hal inidapat menimbulkan konflik kepentingan dari manajemen bank yang tidak hanya dalamhubungannya dengan shareholderdan IAH, tetapi perlakuan yang adil dan kepentinganantar kedua pihak tersebut.

    Hubungan antara bank dengan IAH memiliki konsekuensi agency problem yangunik yang agak berbeda dari konsepsi yang dikembangkan untuk bank konvensional.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    9/94

    9

    Permasalahan serupa itu juga muncul pada hubungan pemilik vs manajemen pada bankkonvensional, namun pada bank konvensional, shareholder mempunyai kewenanganuntuk melakukan pemantauan dan menggunakan kekuasaannya dalam RUPS. Sedangkan

    dengan logika berfikir demikian, IAH tidak memiliki kewenangan yang serupa dengankewenanganshareholderbank syariah. Secara umum, dari sisi pandang kepentingan IAHdengan skim mudharabah, terdapat sejumlah potensi permasalahan yang diakibatkan olehketentuan dasar mudharabah yang membatasi kekuasaan IAH untuk memonitor dancampur tangan dalam kegiatan bank, sementara itu akad mudharabah memberikankewenangan besar bagi bank dalam kaitan menetapkan segala keputusan. Hal inimenimbulkan pertanyaan penting mengenai bagaimana kepentingan IAH dapatdilindungi dalam struktur manajemen dan pengelolaan bank syariah.

    2.3. HarapanStakeholderterhadap Bank Syariah

    Beragamnya stakeholder bank syariah merupakan karakter unik dari bank syariahtersebut. Hal ini menuntut pengaturan yang jelas tentang batasan hak, kewenangan dankewajiban dari setiap unsur tersebut untuk menghindari terjadinya konflik kepentinganserta menjamin keadilan untuk masing-masing pihak. Dalam sistem nilai Islam,perlindungan hak-hak semua stakeholder secara adil sangat ditekankan. Konsep Islammemberikan kerangka sistem nilai yang memberikan prioritas maksimum pada realisasikeadilan dan kewajaran. Dengan demikian diharapkan seluruh kepentingan stakeholderakan terakomodasi secara adil dan wajar. Adapun kepentingan-kepentingan dan harapan-harapan dari seluruhstakeholderbank syariah dapat diidentikasi sebagai berikut.

    Tabel 2.1

    Kepentingan dan Harapan StakeholderBank Syariah

    Stakeholder Kepentingan dan HarapanManajemen o Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik.

    o Gaji, Tunjangan dan Fasilitas yang baik.

    Pegawai o Gaji dan Tunjangan yang baik.

    o Fasilitas Peningkatan Kompetensi SDM.

    o Penghargaan atas inovasi dan kreatifitas.

    Pemegang Saham o Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik.

    o Dividen yang tinggi dan peningkatan nilai harga saham.

    Pemegang InvestasiMudharabah

    o Bagi hasil (profit sharing) yang tinggi.

    o Investasi yang aman.Pemegang Giro Wadiah o Fasilitas jasa bank yang baik.

    o Bonus yang memadai.

    Pemerintah o Kontribusi pada pembangunan ekonomi nasional.

    o Kontribusi pembayaran pajak.

    Masyarakat (Ummat) o Kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk zakatperusahaan, pembiayaan qard dan peran edukasi publik.

    o Kontribusi dalam pembangunan ekonomi: mendorongpertumbuhan dunia usaha dan realisasi investasi.

    o Kontribusi dalam redistribusi pembangunan ekonomi.

    Sumber: Dikembangkan dari Chapra & Ahmad (2002), Ilyas (2004), Fatima & Pramono (2007).

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    10/94

    10

    Kepentingan dan harapan dari seluruh stakeholder bank syariah tentu harusdiupayakan untuk dipenuhi oleh pengelola bank syariah dalam kerangka keadilan dankewajaran. Seluruh kepentingan tersebut harus diakomodasi dengan menghindari

    terjadinya konflik kepentingan serta agar tidak terjadi dominasi kepentingan salah satupihak dengan mengabaikan kepentingan pihak lain. Dari seluruh kepentingan dabharapan stakeholder terhadap bank syariah diatas dapat diakomodasi oleh sistempenilaian kinerja bisnis (business performance) dan kinerja sosial (social performance)yang dikembangkan secara komprehensif. Kinerja bisnis bagi bank syariah diantaranyabisa diwakili dalam beberapa variabel dalam pengukuran kesehatan finansial banksyariah. Sedangkan untuk melihat kinerja sosial perlu dikembangkan sebuah modelpenilaian yang dikembangkan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah ada,yang diharapkan bisa mencover kepentingan dan harapan dari manajemen, pegawai,pemegang saham, pemegang rekening investasi mudharabah, pemegang rekening wadiah,pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

    2.4. Kesehatan Finansial Bank Umum Syariah

    Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik,pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank dan Bank Indonesia (BI) selaku otoritaspengawasan bank. Menurut Riyadi (2006: 169) tingkat kesehatan bank adalah penilaianatas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai denganstandar BI. Standar BI paling awal yang mengatur penilaian kesehatan bank adalah SuratKeputusan Direksi BI tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan BankUmum, yang kemudian disempurnakan dengan SK Direksi BI No. 30/277/KEP/DIR

    tanggal 19 Maret 1998 tentang Perubahan SK Direski BI No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan Bank Umum. Dalam standar tersebutfaktor-faktor yang menentukan tingkat kesehatan bank meliputi: (a) Permodalan; (b)Kualitas Aktiva Produktif; (c) manajemen dengan penekanan pada manajemen umum danmanajemen risiko; (d) Rentabilitas; (e) Likuiditas; dan (f) pelaksanaan ketentuan lainyang mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank.

    Dengan semakin kompleksnya usaha dan tingkat risiko yang semakin tinggi,sebagai akibat kemajuan informasi dan teknologi bank perlu mengidentifikasipermasalahan yang akan atau mungkin timbul dari operasional bank. Dengan demikianhasil akhir penilaian Tingkat Kesehatan Bank, menurut Riyadi (2006: 169) bagimanajemen bank dapat dipergunakan sebagai salah satu alat untuk menetapkan strategi

    dan kebijakan yang akan datang. Sedangkan bagi BI digunakan sebagai saranapengawasan terhadap pengelolaan bank oleh manajemen.

    Berikutnya, dikarenakan perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko bankserta perubahan metodologi penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasionalmaka BI membuat ketentuan baru berkaitan dengan penilaian tingkat kesehatan bank,menggantikan peraturan sebelumnya. BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat KesehatanBank Umum yang merupakan penyempurnaan dari sistem penilaian sebelumnya.

    Selanjutnya untuk mengakomodasi perbedaan operasional dari bank syariah,untuk menilai kesehatan bank syariah BI mengeluarkan ketentuan baru. Metode penilaian

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    11/94

    11

    baru tersebut ditetapkan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9 Tahun 2007tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.Tingkat Kesehatan Bank Syariah dalam PBI tersebut dijelaskan bahwa adalah hasil

    penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerjasuatu Bank atau UUS melalui: (1) Penilaian Kuantitatif dan Penilaian Kualitatif terhadapfaktor-faktor permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), rentabilitas (earning),likuiditas (liquidity), sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk); dan (2)Penilaian Kualitatif terhadap faktor manajemen (management).

    Dalam menilai faktor permodalan yang ditetapkan BI, penilaian meliputikomponen-komponen: (a) kecukupan, proyeksi (trend ke depan) permodalan dankemampuan permodalan dalam meng-cover risiko; dan (b) kemampuan memeliharakebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan untukmendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan

    pemegang saham. Selanjutnya dalam penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputipenilaian terhadap komponen-komponen: (a) kualitas aktiva produktif, perkembangankualitas aktiva produktif bermasalah, konsentrasi eksposur risiko, dan eksposur risikonasabah inti; dan (b) kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review)internal, sistem dokumentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.

    Penilaian terhadap faktor rentabilitas mencakup penilaian terhadap: (a)kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung ekspansi danmenutup risiko, serta tingkat efisiensi; dan (b) diversifikasi pendapatan termasukkemampuan bank untuk mendapatkan fee based income, dan diversifikasi penanamandana, serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya.Berikutnya, dalam menilai faktor likuiditas penilaian mencakup: (a) kemampuan

    memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi maturity mismatch, dan konsentrasi sumberpendanaan; dan (b) kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada sumberpendanaan, dan stabilitas pendanaan.

    Dalam penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar, penilaiandifokuskan terhadap komponen-komponen: (a) kemampuan modal Bank atau UUSmengcoverpotensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan(b) kecukupan penerapan manajemen risiko pasar. Sedangkan dalam penilaian terhadapfaktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen: (a). kualitasmanajemen umum, penerapan manajemen risiko terutama pemahaman manajemen atasrisiko Bank atau UUS; dan (b) kepatuhan Bank atau UUS terhadap ketentuan yangberlaku, komitmen kepada Bank Indonesia maupun pihak lain, dan kepatuhan terhadapprinsip syariah termasuk edukasi pada masyarakat, pelaksanaan fungsi sosial.

    Untuk menganalisa kesehatan finansial bank syariah, variabel operasionalpenelitian diturunkan dari metode penghitungan tingkat kesehatan untuk bank syariah.Metode ini baru ditetapkan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9 Tahun 2007tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.Dalam PBI tersebut dijelaskan bahwa Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaiankualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bankatau UUS melalui: (1) Penilaian Kuantitatif dan Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap risiko pasar;dan (2) Penilaian Kualitatif terhadap faktor manajemen. Selain itu, dalam PBI tersebut

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    12/94

    12

    juga dijelaskan faktor finansial adalah salah satu faktor pembentuk Tingkat KesehatanBank yang terdiri dari faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dansesitivitas terhadap risiko pasar. Dalam penelitian ini penulis hanya berfokus untuk

    meneliti tiga variabel penting dalam komponen kesehatan finansial tersebut yaitu:kualitas aset (asset quality); rentabilitas (earning); dan likuiditas (liquidity).

    Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 9 Tahun 2007 mengenai SistemPenilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, diatur lebihlanjut tentang rasio-rasio yang digunakan. Rasio-rasio keuangan tersebut dibedakanmenjadi rasio utama, rasio penunjang dan rasio pengamatan (observed). Rasio utamamerupakan rasio yang memiliki pengaruh kuat (high impact) terhadap Tingkat KesehatanBank, sedangkan rasio penunjang adalah rasio yang berpengaruh secara langsungterhadap rasio utama dan rasio pengamatan (observed) adalah rasio tambahan yangdigunakan dalam analisa dan pertimbangan (judgement). Adapun rasio-rasio yang akan

    digunakan dalam penelitian ini merupakan penurunan dari kelompok rasio kualitas aset,rentabilitas, dan likuiditas. Selanjutnya dari nilai rasio yang dihasilkan dari perhitungankemudian akan ditentukan peringkatnya dari peringkat 1 (tertinggi) sampai dengan 5(terendah) dimana kriterianya mengacu pada ketentuan BI (2007).

    2.4.1.1 Kualitas Aset (Asset Quality)

    Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasukantisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul.Penilaian kuantitatif faktor kualitas aset dalam penelitian ini dilakukan denganmelakukan penilaian terhadap dua rasio penting yaitu kualitas aktiva produktif bank

    syariah dan besarnya pembiayaan non performing.

    2.4.1.1.1 Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

    Kualitas aktiva produktif (KAP) merupakan rasio utama dalam mengukur kualitasaset bank syariah. KAP dihitung dengan cara mengurangkan satu dengan AktivaProduktif Yang Diklasifikasikan Non-Performing (APYD) terhadap total AktivaProduktif. APYD sendiri adalah aktiva produktif yang sudah maupun yang mengandungpotensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian yang besarnyaditetapkan sebagai berikut: (1) 25% dari aktiva produktif yang digolongkan DalamPerhatian Khusus; (2) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan Kurang Lancar; (3)75% dari aktiva produktif yang digolongkan Diragukan; dan (4) 100% dari aktiva

    produktif yang digolongkan Macet. Sedangkan aktiva produktif adalah penanaman danabank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang,qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modalsementara, komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif serta sertifikatwadiah Bank Indonesia. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin baik kualitasaktiva produktif bank syariah.

    Kriteria penilaian peringkat untuk rasio KAP ini menurut BI (2007) adalah:Peringkat 1 = KAP > 0,99; Peringkat 2 = 0,96 < KAP 0,99; Peringkat 3 = 0,93 < rasioKAP 0,96; Peringkat 4 = 0,90 < rasio KAP 0,93; dan Peringkat 5 = KAP 0,90.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    13/94

    13

    2.4.1.1.2 Pembiayaan Non-Performing (NPF)

    Pembiayaan non performing(NPF) merupakan rasio penunjang dalam mengukur

    kualitas aset bank syariah. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat permasalahanpembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah. NPF dihitung dengan membandingkanpiutang dan pembiayaan yang non-performing terhadap total piutang dan pembiayaan.Piutang terdiri dari tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkanakad murabahah, istishna dan atau ijarah. Sedangkan pembiayaan mencakuppembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, dan pembiayaan qardh. Cakupankomponen dan kolektibilitas pembiayaan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesiatentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan UsahaBerdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku. Dimana yang dihitung disini mencakupkolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkankualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio

    NPF ini menurut BI (2007) adalah: Peringkat 1 = NPF < 2%; Peringkat 2 = 2% NPF 3%; Peringkat 2 = 2% < NOM 3%; Peringkat 3 =1,5% < NOM 2%; Peringkat 4 = 1% < NOM 1,5%; dan Peringkat 5 = NOM 1%.

    2.4.1.2.2 Return on Assets (ROA)

    Return on assets (ROA) merupakan rasio penunjang dalam menghitungrentabilitas bagi bank syariah. Rasio ini digunakan untuk mengukur keberhasilanmanajemen dalam menghasilkan laba. ROA dihitung dengan membagi laba sebelumpajak dengan total aset. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan kurangnya kemampuanmanajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan ataumenekan biaya. Kriteria penilaian peringkat ROA ini menurut BI (2007) adalah:Peringkat 1 = ROA > 1,5%; Peringkat 2 = 1,25% < ROA 1,5%; Peringkat 3 = 0,5% 89%.

    2.4.1.2.4 Diversifikasi Pendapatan (DP)

    Diversifikasi pendapatan (DP) merupakan rasio penunjang untuk menghitung

    rentabilitas bagi bank syariah. Rasio ini mengukur kemampuan bank syariah dalammenghasilkan pendapatan dari jasa berbasis fee. Rasio DP ini dihitung dengan membagipendapatan berbasis fee dengan pendapatan dari penyaluran dana. Pendapatan berbasisfee merupakan pendapatan yang diperoleh bank dari jasa-jasa perbankan yang diberikanoleh bank syariah. Pendapatan dari penyaluran dana adalah pendapatan yang berasal daripenyaluran dana setelah dikurangi bagi hasil untuk investor dana investasi. Semakintinggi pendapatan berbasis fee mengindikasikan semakin berkurang ketergantungan bankterhadap pendapatan dari penyaluran dana. Adapun kriteria penilaian peringkat dalamrasio DP ini menurut BI (2007) adalah: Peringkat 1 = DP > 12%; Peringkat 2 = 9% < DP 12%; Peringkat 3 = 6% < DP 9%; Peringkat 4 = 3% < DP 6%; dan Peringkat 5 =DP 3%.

    2.4.1.2.5 Return on Equity (ROE)

    Dalam menghitung rentabilitas bagi bank syariah, Return on Equity (ROE)merupakan rasio pengamatan (observed). ROE digunakan untuk mengukur kemampuanmodal disetor bank dalam menghasilkan laba. ROE dihitung dengan membagi labasetelah pajak dengan modal disetor. Cakupan modal disetor termasuk agio dan disagio.Semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan modal disetor bank dalammenghasilkan laba bagi pemegang saham semakin besar. Karena rasio pengamatankriteria penilaian peringkat untuk rasio ini tidak ada.

    2.4.1.2.6 Komposisi Penempatan Dana pada Surat Berharga (IdFR).

    Dalam perhitungan rentabilitas bagi bank syariah, komposisi penempatan danapada surat berharga (IdFR) merupakan rasio pengamatan (observed). Rasio ini digunakanuntuk mengukur besarnya penempatan dana bank syariah pada surat berharga dan pasarkeuangan. Untuk mendapatkan nilai rasio ini diakumulasikan terlebih dahulu nilaipenempatan dana pada SWBI, surat berharga dan penyertaan kemudian dibagi dengantotal aktiva produktif. Surat berharga mencakup SWBI dan surat berharga yang meliputisurat berharga pada bank lain maupun pada non bank. Penyertaan termasuk penyertaanpada bank lain. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan fungsi intermediasi banksyariah belum optimal. Karena rasio pengamatan kriteria penilaian peringkat untuk rasioini tidak ada.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    15/94

    15

    2.4.1.3 Likuiditas (Liquidity)

    Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam

    memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditasyang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dalam penelitian ini dilakukandengan melakukan penilaian terhadap tiga komponen rasio.

    2.4.1.3.1 Besarnya Aset Jangka Pendek Dibandingkan dengan Kewajiban

    Jangka Pendek (Short Term Mismatch/STM)

    Dalam menghitung likuidtas bank syariah, besarnya aset jangka pendekdibandingkan dengan kewajiban jangka pendek (STM) merupakan rasio utama. Rasio inidigunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasjangka pendek. Aset jangka pendek adalah aktiva likuid kurang dari 3 bulan selain kas,SWBI dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam laporan maturity profile yang

    terdapat dalam Laporan Berkala Bank Umum Syariah. Sedangkan kewajiban jangkapendek merupakan kewajiban likuid kurang dari 3 bulan yang juga terdapat dalamlaporan maturity profile. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio ini menurut BI (2007)adalah: Peringkat 1 = STM > 25%; Peringkat 2 = 20% < STM 25%; Peringkat 3 =15%< STM 20%; Peringkat 4 = 10% < STM 15%; dan Peringkat 5 = STM 10%.

    2.4.1.3.2 Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve

    dalam Memenuhi Kewajiban Jangka Pendek (Short Term

    Mismatch Plus/STMP)

    Dalam menghitung likuidtas bank syariah, kemampuan Aset Jangka Pendek, Kasdan Secondary Reserve dalam memenuhi Kewajiban Jangka Pendek (STMP), merupakan

    rasio penunjang. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank syariah dalammemenuhi kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva jangka pendek, kas,dan secondary reserve. Aset jangka pendek dan kewajiban jangka pendek sebagaimanatelah dijelaskan diatas. Sedangkan kas adalah uang tunai dan secondary reservemencakup Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) ditambah dengan Surat BerhargaSyariah Negara (SBSN). Kriteria penilaian peringkat untuk rasio ini menurut standar BI(2007) adalah: Peringkat 1 = STMP 50%; Peringkat 2 = 40% STMP < 50%;Peringkat 3 = 30% STMP < 40%; Peringkat 4 = 20% STMP < 30%; dan Peringkat 5= STMP < 20%.

    2.4.1.3.3 Rasio Antar Bank Pasiva (RABP)

    Rasio Antar Bank Pasiva (RABP), merupakan rasio pengamatan (observed) dalamperhitungan likuiditas bank syariah. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkatketergantungan bank syariah pada dana antar bank. Nilai RABP didapatkan denganmembandingkan nilai Antar Bank Pasiva dengan Total Kewajiban. Antar Bank Pasivamerupakan semua kewajiban bank syariah kepada bank lain. Sedangkan Total Kewajibanterdiri dari Dana Pihak Ketiga, Antar Bank Pasiva, Pinjaman yang diterima, dan SuratBerharga yang diterbitkan. Karena rasio pengamatan kriteria penilaian peringkat untukrasio ini tidak ada.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    16/94

    16

    2.4.1.4 Penilaian Kesehatan Finansial Bank Syariah

    Berikutnya untuk menghitung nilai kumulatif tingkat kesehatan bank syariah

    perlu dibuat pembobotan untuk masing-masing faktor keuangan. Berdasarkan ketentuanBI (2007) pembobotan tersebut adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.2 Bobot Penilaian Faktor Keuangan

    Keterangan Bobot

    Peringkat Faktor Permodalan 25%

    Peringkat Faktor Kualitas Aset 50%

    Peringkat Faktor Rentabilitas 10%

    Peringkat Faktor Likuiditas 10%

    Peringkat Faktor Sensitivitas atas Risiko Pasar 5%

    Sumber: Lampiran SE-BI No.9/24/DPbS, 2007.

    Berikutnya karena dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel, yaitukualitas aset (asset quality), rentabilitas (earning), dan likuiditas (liquidity) maka perludilakukan penyesuaian atas pembobotannya dengan mengacu pada standar pembobotanBI tersebut.

    Tabel 2.3 Penyesuaian Bobot Penilaian Faktor Keuangan

    Keterangan Penyesuaian Bobot Akhir

    Peringkat Faktor Kualitas Aset 50/70 70%

    Peringkat Faktor Rentabilitas 10/70 15%

    Peringkat Faktor Likuiditas 10/70 15%

    Total nilai bobot 70/70 100%

    Sumber: Penyesuaian dengan mengacu SE-BI No.9/24/DPbS, 2007.

    Maka berdasarkan penyesuaian pembobotan agar ketiga komponen berniali 100%maka hasil perhitungan menetapkan bahwa bobot untuk kualitas aset adalah 70%,rentabilitas 15%, dan likuiditas 15%. Selanjutnya berkaitan dengan penentuan angkakredit maka diberikan nilai masing-masing sebagai berikut: Peringkat 1 mendapatkanangka kredit 100, Peringkat 2 memiliki angka kredit 80, peringkat 3 mendapat angkakredit 60, peringkat 4 dan 5 masing-masing mendapatkan angka kredit 40 dan 20(Assesment dari Penulis). Sedangkan predikat kesehatan finansial berdasarkan nilaiterbobot adalah memiliki kriteria sebagai berikut:

    Tabel 2.4 Predikat Kesehatan Finansial Bank

    Keterangan Nilai Bobot

    Sehat 81 s/d 100

    Cukup Sehat 66 s/d

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    17/94

    Tabel 2.5 Komponen dan Formula Kesehatan Finansial Bank Syari

    Faktor Dinilai Komponen Formula/Rasio KeKualitas aktiva produktif(rasio utama)

    Mengukur kualitaSemakin tinggi rakualitas aktiva pr

    Kualitas Aset

    Besarnya Pembiayaan nonperforming(rasio penunjang)

    Mengukur tingkatdihadapi oleh banmenunjukkan kuasemakin buruk.

    Net operating margin (NOM)

    (rasio utama)

    Mengetahui kemamenghasilkan lab

    Return on assets (ROA)

    (rasio penunjang)

    Mengukur keberhmenghasilkan labmengindikasikanmanajemen bank

    meningkatkan pebiaya.

    Rasio efisiensi kegiatanoperasional (REO)

    (rasio penunjang)

    Mengukur efisiensyariah.

    Diversifikasi pendapatan

    (rasio penunjang)

    Mengukur kemammenghasilkan peSemakin tinggi pemengindikasikanketergantungan bpenyaluran dana

    Rentabilitas

    Return on equity(ROE)

    (rasio pengamatan)

    Mengukur kemam

    menghasilkan labmenunjukkan kemdalam menghasilsemakin besar.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    18/94

    Komposisi penempatan danapada surat berharga/pasarkeuangan

    (rasio pengamatan)

    Mengukur besarnpada surat berhatinggi rasio ini mebank syariah belu

    Besarnya Aset Jangka Pendekdibandingkan dengankewajiban jangka pendek(rasio utama)

    Mengukur kemamkebutuhan likuidi

    Kemampuan Aset JangkaPendek, Kas dan SecondaryReserve dalam memenuhikewajiban jangka pendek(rasio penunjang)

    Mengukur kemamkewajiban jangkaaktiva jangka pen

    Likuiditas

    Ketergantungan pada danaantar bank(rasio pengamatan)

    Mengukur tingkatdana antar bank.

    Sumber: Bank Indonesia, 2007

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    19/94

    23

    2.5. Kinerja Sosial Bank Syariah

    Secara umum, dengan melihat sejarah dan idealisme awal pendirian bank syariah dapatdisimpulkan bahwa bank syariah memiliki dua fungsi penting yaitu fungsi bisnis dan jugafungsi sosial. Suharto, dkk. ( 2001: 24) menjelaskan fungsi dan peran bank syariah,adalah sebagai : (1) Manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabahdengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi; (2) Investor yangmenginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakankepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah danmembagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang disepakati antara bank danpemilik dana; (3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank nonsyariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan (4) Pengemban fungsisosial berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pinjaman kebajikan (qardhulhasan) sesuai ketentuan yang berlaku. Dari penjelasan diatas sangat jelas bahwa fungsipertama sampai ketiga berkaitan dengan fungsi bisnis, sedang fungsi keempat adalahperan sosial dari bank syariah.

    Hal senada juga disampaikan oleh Antonio (2001: 201-202), dimana menurutnyabank syariah selain memiliki fungsi sebagai pengelola investasi dan penyedia jasa-jasakeuangan juga memiliki jasa sosial. Dalam padangannya, konsep perbankan Islammengharuskan bank syariah melaksanakan jasa sosial, bisa melalui dana pinjamankebaikan (qard), zakat, atau dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagimenurutnya, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank Islam memainkan perandalam pengembangan sumber daya insani dan meyumbang dana bagi pemeliharaan sertapengembangan lingkungan hidup.

    Dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, fungsi sosial daribank syariah ini juga dipertegas. Pada pasal 4 dinyatakan, bahwa selain berkewajibanmenjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, Bank Syariah danUUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerimadana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya danmenyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu Bank Syariah dan UUSjuga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannyakepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

    Selain penghimpunan dan penyaluran zakat dan wakaf, bank syariah jugamemiliki produk pembiayaan qard(dana kebajikan). Produk ini juga dapat dikategorikansebagai wujud tanggung jawab sosial bank syariah yang tidak dapat diperoleh dari bankkonvensional. Dengan demikian jelas sekali bahwa fungsi sosial dari bank syariah sangatstrategis dalam merealisasikan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melaluiinstrumen ekonomi Islam yang lain. Tetapi kemudian permasalahannya, sejauhmanapemenuhan tangungjawab sosial tersebut telah diwujudkan oleh bank syariah. Apakahfungsi bisnis dan fungsi sosial ini dimanage secara seimbang? Ataukah bank syariahterutama di Indonesia selama ini lebih cenderung berfokus untuk mengembangkan fungsibisnisnya, sehingga fungsi sosialnya relatif terabaikan? Oleh karena itu sangat pentinguntuk direview kembali bagaimana pencapaian fungsi sosial atau yang bisa disebutsebagai kinerja sosial bank syariah ini.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    20/94

    24

    Evaluasi kinerja menurut Hameed, et. al. (2004) adalah satu metode untukmengukur pencapaian perusahaan berbasis pada target-target yang disusun diawal. Halini menjadi bagian penting kontrol pengukur yang dapat membantu perusahaan

    memperbaiki kinerjanya dimasa depan. Dalam Islam keberadaan evaluasi kinerja sangatdianjurkan. Konsep muhasabah merupakan representasi yang mendasar dari evaluasikinerja, yang bisa diterapkan untuk individu atau perusahaan. Hal ini kemudian menjadilandasan filosofis penting mengapa perlu dilakukan evaluasi kinerja bagi bank syariah,termasuk kinerja sosialnya.

    Selain itu, yang juga mendasar karena karakter khas bank syariah yang memilikifungsi sosial maka alat ukur penilaian perlu dikembangkan secara berbeda. Hal ini untukmengakomodasi kekhususan model operasi bank syariah tersebut. Sayangnya penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kinerja bank syariah di Indonesia lebih banyak hanyaberfokus pada kinerja keuangan atau bisnis saja (lihat penelitian Rosyadi, 2007; Prawira,

    2007; Arsil, 2007; Mahfudz, 2006; Rindawati; 2007). Tentu hal ini kurang sesuai dengankhitah awal kelahiran dari bank syariah. Karena menurut Hameed, et. al. (2004),peradaban barat yang melahirkan perbankan konvensional, ketika mengembangkan alatpengukuran kinerja seperti return on investmen (ROI) misalnya, berbasis pada paradigmautilitarian positivis (utilitarian positivist paradigm) sebagai target utama atau hanyamelihat kinerja keuangan saja. Dan ini tidak sepenuhnya sesuai untuk diterapkan bagibank syariah.

    Kalau penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kinerja bank syariah diIndonesia lebih banyak berfokus pada kinerja keuangan atau bisnis maka beberapa pakarperbankan syariah internasional telah mencoba melihat kinerja bank syariah lebihkomprehensif. Hal ini didasari oleh sebuah kesadaran bahwa perbankan syariah berbeda

    dengan perbankan konvensional. Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomiIslam didirikan juga untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi Islam seperti mewujudkankeadilan distribusi, dan seterusnya.

    Kesadaran akan sasaran ini, kemudian menghasilkan alat ukur kinerja bagi banksyariah yang khas dan lebih komprehensif. Penelitian Samad dan Hasan (2000) misalnyabisa merepresentasi upaya awal ini. Dalam penelitian ini Samad dan Hasan selainmenggunakan beberapa rasio keuangan yang umum digunakan seperti rasioprofitability,liquidity, risk and solvency juga mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadappembangunan ekonomi dan masyarakat muslim (commitment to domestic and Muslimcommunity). Untuk mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap pembangunanekonomi digunakan analisis:

    1. Long Term Loan Ratio (LTA)

    2. Government Bond InvestmentRatio (GBD)

    3. Mudaraba-Musharaka Ratio (MM/L).

    Upaya lebih serius untuk merumuskan sekaligus menggunakan alat evaluasikinerja yang khas bagi perbankan syariah dilakukan oleh Hameed, et. al. (2004). Dalampenelitian dengan judul Alternative Disclosure dan Performance for Islamic Banks,mereka merumuskan apa yang disebut Islamicity Performance Index. Dalam metode

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    21/94

    25

    pengukuran kinerja bagi bank syariah tersebut rasio keuangan yang digunakan antaralain:

    1. Profit Sharing Ratio (Mudaraba+Musyarakah/Total Financing)2. ZakatPerformance Ratio (Zakat/Net Asset)

    3. Equitable Distribution Ratio

    4. Directors-Employees Welfare Ratio (Average directors remuneration/Averageemployees welfare)

    5. Islamic Investment vs Non-Islamic Investment Ratio

    6. Islamic Income vs Non-Islamic Income Ratio.

    Rumusan indeks kinerja bank syariah baru ini diaplikasikan mereka untukmengevaluasi kinerja Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan Bahrain Islamic Bank

    (BIB) secara deskriptif. Dalam Islamicity Performance Index sebagian besarnya dapatdisebut sebagai kinerja sosial sebagaimana alat evaluasi komitmen perbankan syariahterhadap pembangunan ekonomi yang digunakan oleh Samad dan Hasan diatas.

    Untuk melihat kinerja sosial bank syariah penulis mengembankan pendekatanyang pernah dibuat oleh Samad dan Hasan (2000), Hameed, et., al. (2004), sertamenggabungkan dengan rasio-rasio yang berdimensi sosial dan telah ada dalam penilaiankesehatan bank syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (2007). Adapunkomponen yang akan diteliti dalam kinerja sosial bank syariah ini mencakup: KontribusiPembangunan Ekonomi (KPE), Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM), KontribusiUntuk Stakeholder (KUS), Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR) serta Distribusi

    Pembangunan Ekonomi (DPE). Selanjutnya dari nilai rasio yang dihasilkan dariperhitungan kemudian ditentukan peringkatnya, dari peringkat 1 (tertinggi) sampaidengan 5 (terendah) yang kriterianya sebagian besar merupakan assesmentpenulis danbeberapa telah ada dalam ketentuan BI (2007), dan akan dijelaskan pada bagian masing-masing.

    2.5.1 Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE)

    Penilaian atas Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE) dimaksudkan untukmenilai peran perbankan syariah dalam pembangunan ekonomi bagi umat danmasyarakat secara umum. Hal ini didasari oleh premis bahwa ide dasar kelahiranperbankan syariah juga untuk meningkatkan pembangunan ekonomi agar lebihberkualitas. Untuk mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap pembangunanekonomi, Samad dan Hasan (2000) telah menggunakan analisis terhadap Long TermLoan Ratio (LTA), Government Bond Investment Ratio (GBD) dan Mudaraba-Musharaka Ratio (MM/L). Dalam penelitian ini, KPE bank syariah dinilai dari aspekIntensitas Pembiayaan Profit Sharing (MMR), Intensitas Fungsi Agency (AR), KontribusiPembangunan Jangka Panjang (KPJP), dan Pendalaman Fungsi Agency (PFA).

    2.5.1.1 Rasio Intensitas Pembiayaan Profit Sharing (MMR)

    Sebagian besar ulama dan pakar sependapat bahwa bank syariah merupakan bankyang berprinsip utama bagi hasil, sehingga pembiayaan bagi hasil seharusnya lebihdiutamakan dan dominan dibandingkan dengan pembiayaan nonbagi hasil. Selain itu pola

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    22/94

    26

    pembiayaan bagi hasil, selain merupakan esensi pembiayaan syariah, juga lebih cocokuntuk menggiatkan sektor riil, karena meningkatkan hubungan langsung dan pembagianrisiko antara investor dengan pengusaha (Ascarya & Yumanita, 2005: 9). Rasio intensitas

    pembiayaanprofit sharingatau mudharabah-musyarakah ratio (MMR) digunakan untukmengukur besarnya fungsi intermediasibank syariah melalui penyaluran dana denganakad profit sharing. Menurut Hameed, et. al. (2004) karena sasaran utama dari banksyariah adalah profit sharing, maka sangat penting untuk mengidentifikasi sejauh manabank syariah telah mencapai sasaran ini. Sedangkan menurut Samad & Hasan (2000)semakin tinggi rasio pembiayaan ini menunjukkan komitmen kepada pembangunankomunitas yang lebih tinggi. Nilai rasio ini dihitung dengan membagi jumlah pembiayanmudharabah dan musyarakah dengan total pembiayaan. Dengan demikian secara umumsemakin besar hasil rasio ini maka kontribusi bank syariah untuk pengembangan sektorusaha dan pembangunan ekonomi umat semakin besar. Kriteria penilaian peringkat untukrasio MMR adalah: Peringkat 1 = MMR > 50%; Peringkat 2 = 40% < MMR 50%;

    Peringkat 3 = 30% < MMR 40%; Peringkat 4 = 20% < MMR 30%; dan Peringkat 5 =MMR 20%.

    2.5.1.2 Rasio Intensitas FungsiAgency (AR)

    Rasio intensitas fungsi agency (AR) bank syariah digunakan untuk mengukurbesarnya fungsi agency bank syariah dalam menghimpun dana investasi masyarakat.Dana investasi masyarakat ini mencakup dana pihak ketiga (DPK) profit sharing yangdihimpun dari tabungan dan deposito mudharabah yang menggunakan metode bagi hasil(profit sharing). Untuk menghasilkan nilai dari rasio AR ini, DPKprofit sharingdibagidengan DPK total. Semakin besar AR menunjukkan bahwasanya peran bank syariahuntuk mendorong masyarakat berinvestasi cukup baik, demikian juga sebaliknya. Selain

    itu menurut Bank Indonesia (2007) semakin besar AR maka biaya sistemik saat likuidasisemakin kecil. Apabila biaya sistemik likuidasi menurun maka kebutuhanfinancial safetynet turun. Dan ini akan memperkuat sistem perbankan, keuangan dan perekonomiansecara keseluruhan. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio AR adalah: Peringkat 1 = AR> 90%; Peringkat 2 = 80% < AR 90%; Peringkat 3 = 70% < AR 80%; Peringkat 4 =60% < AR 70%; dan Peringkat 5 = AR 60%.

    2.5.1.3 Kontribusi Pembangunan Jangka Panjang (KPJP)

    Bagian penting untuk mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadappembangunan ekonomi menurut Samad dan Hasan (2000) adalah dengan melihatkontribusinya pada pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Hal ini mengingat

    pembangunan infrastruktur-infrastruktur ekonomi yang penting biasanya bersifat jangkapanjang dan juga akan memberi manfaat dalam masa yang panjang. Banyaknya investasiinfrastruktur ekonomi jangka panjang juga akan memungkinkan sebuah negara untukmemiliki pertumbuhan yang bersifat berkelanjutan. Selain itu investasi jangka panjangjuga akan memberikan efek multiplikasi yang besar dan berdaya jangkau waktu jauhsehingga memberi manfaat yang lebih luas. Rasio Kontribusi Pembangunan JangkaPanjang (KPJP) bank syariah digunakan untuk mengukur besarnya pembiayaan yangberjangka waktu diatas 5 tahun. Pembiayaan ini mencakup baik Piutang Murabahah,Pembiayaan Qard, Mudharabah, Musyarakah, dan juga Aktiva Ijarah. Untukmenghasilkan nilai dari rasio KPJP ini, pembiayaan berjangka waktu diatas 5 tahundibagi dengan total aset yang dimiliki bank syariah yang bersangkutan. Semakin besar

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    23/94

    27

    rasio KPJP menunjukkan peran bank syariah yang semakin baik dalam mendukungpembangunan ekonomi nasional, demikian juga sebaliknya. Kriteria penilaian peringkatuntuk rasio KPJP adalah: Peringkat 1 = KPJP > 15%; Peringkat 2 = 12% < KPJP 15%;

    Peringkat 3 = 9% < KPJP 12%; Peringkat 4 = 6% < KPJP 9%; dan Peringkat 5 =KPJP 6%.

    2.5.1.4 Rasio Pendalaman FungsiAgency (PFA)

    Rasio pendalaman fungsi agency (PFA) bank syariah digunakan untuk mengukurseberapa dalam fungsi agency bank syariah dalam menghimpun dana investasimasyarakat. Kedalaman ini berkaitan dengan horison waktu yang dipilih oleh investor.Karena semakin lama jangka waktu yang dipilih, juga akan memudahkan bank syariahuntuk menginvestasikan pada pilihan-pilihan investasi yang baik. Selain itu, kebanyakanproyek atau bisnis juga membutuhkan invetasi dengan waktu yang relatif lama. Dengandemikian yang akan diperhatikan dalam rasio PFA ini adalah DPKprofit sharingyang

    dihimpun dalam bentuk deposito mudharabah ditambahkan dengan obligasi mudharabahatau musyarakah yang dikeluarkan oleh bank syariah. Deposito dan obligasi mudharabahdipilih karena memiliki jangka waktu yang lebih panjang paling tidak satu bulandibandingkan dengan tabungan mudharabah yang lebih pendek. Untuk menghasilkannilai dari rasio PFA ini, nilai deposito dan obligasi mudharabah dibagi dengan totalkewajiban. Semakin besar rasio PFA menunjukkan bahwasanya peran bank syariah untukmendorong masyarakat berinvestasi dengan horison waktu yang lebih panjang cukup baik,demikian juga sebaliknya. Dan hal ini akan memperkuat bank syariah dalam membiayaiproyek dan bisnis jangka panjang dan memiliki dampak ekonomi yang luas. Kriteriapenilaian peringkat untuk rasio PFA adalah: Peringkat 1 = PFA > 70%; Peringkat 2 =60% < PFA 70%; Peringkat 3 = 50% < PFA 60%; Peringkat 4 = 40% < PFA 50%;

    dan Peringkat 5 = PFA 40%.

    2.5.2 Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM)

    Penilaian atas Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM) dimaksudkan untuk menilaikontribusi langsung perbankan syariah kepada masyarakat, diantaranya untuk nasabahyang sedang membutuhkan dan masyarakat miskin. Penilaian ini penting mengingatperbankan syariah juga diharuskan untuk menjalankan peran sosialnya terutama berkaitandengan distribusi zakat, memberikan pembiayaan kebajikan (qard) dan bahkan jugapendidikan publik. Untuk mengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap hal ini,Hameed, et. al. (2004) telah berupaya memasukkan ZakatPerformance Ratio (Zakat/NetAsset). Sedangkan pada pengukuran kesehatan BI (2007) untuk bank syariah jugamemasukkan rasio pelaksanaan fungsi sosial (RFS) yang digunakan untuk mengukurbesarnya pelaksanaan fungsi sosial bank syariah. Dalam penelitian ini KKM bank syariahdinilai dari aspek Rasio Pembiayaan Qardh (QR), Rasio Kinerja Zakat (ZR), RasioPelaksanaan Fungsi Sosial (RFS), dan Rasio Pelaksanaan Fungsi Edukasi (CSR).

    2.5.2.1. Rasio Pembiayaan Qardh (QR)

    Dalam aktivitasnya bank syariah juga berkewajiban untuk menjalankan fungsisosial dengan diantaranya memberikan pembiayaan kebajikan (qard). Dengan demikianmaka perlu dinilai sejauh mana peran ini telah dijalankan. Rasio pembiayaan qardh atau

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    24/94

    28

    qardh ratio (QR) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi pembiayan qardh banksyariah tersebut. QR dihitung dengan membandingkan pembiayaan qardh dengan totalpembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah. Semakin tinggi komponen ini

    mengindikasikan kepedulian bank syariah yang tinggi kepada pihak yang mengalamikesulitan. Kriteria penilaian peringkat untuk QR adalah: Peringkat 1 = QR > 5%;Peringkat 2 = 3% < QR 5%; Peringkat 3 = 2% < QR 3%; Peringkat 4 = 1% < QR2%; dan Peringkat 5 = QR 1%.

    2.5.2.2. Rasio Kinerja Zakat (ZR)

    Rasio kinerja zakat atau zakah ratio (ZR) digunakan untuk mengukur besarnyakontribusi zakat perusahaan yang dikeluarkan oleh bank syariah. Menurut Hameed, et. al.(2004) rasio ini penting karena zakat sendiri merupakan perintah dalam ajaran Islam.Menurutnya, untuk melihat kinerja bank syariah harus berbasis pada pembayaran zakatyang dilakukan oleh bank syariah untuk menggantikan indikator kinerja konvensional

    earning per share (EPS). Dalam standar AAOIFI sendiri, lembaga keuangan syariahdiwajibkan untuk membayar zakat dengan berbasis pada aset bersih. Dalam penelitian iniZR diperoleh dengan membandingkan zakat yang dibayarkan bank syariah dengan labasebelum pajak. Karena secara konsensus umum bank syariah di Indonesia menghitungzakat berbasis pada laba sebelum pajak ini. Semakin tinggi komponen inimengindikasikanzakah performance bank syariah yang baik. Kriteria penilaian peringkatuntuk ZR adalah: Peringkat 1 = ZR > 2,5%; Peringkat 2 = 2% < ZR 2,5%; Peringkat 3= 1,5% < ZR 2%; Peringkat 4 = 1% < ZR 1,5%; dan Peringkat 5 = ZR 1%.

    2.5.2.3. Rasio Pelaksanaan Fungsi Sosial (RFS)

    Rasio pelaksanaan fungsi sosial (RFS) digunakan untuk mengukur besarnya

    pelaksanaan fungsi sosial bank syariah. Nilai RFS didapatkan dengan membandingkanpembiayan qardh ditambahkan dengan pembayaran zakat perusahaan dengan modal intiatau total ekuitas. Menurut BI (2007) semakin tinggi komponen ini mengindikasikanpelaksanaan fungsi sosial bank syariah semakin tinggi. Kriteria penilaian peringkat untukRFS adalah: Peringkat 1 = RFS > 20%; Peringkat 2 = 15% < RFS 20%; Peringkat 3 =10% < RFS 15%; Peringkat 4 = 5% < RFS 10%; dan Peringkat 5 = RFS 5%.

    2.5.2.4. Rasio Pelaksanaan Fungsi Edukasi (CSR)

    Rasio pelaksanaan fungsi edukasi (CSR) digunakan untuk mengukur besar fungsicorporate social reponsibility (CSR) terhadap proses pembelajaran masyarakat. RasioCSR dihitung dengan membandingkan biaya edukasi publik dengan total biaya

    operasional. Biaya edukasi publik dicerminkan oleh biaya promosi. Menurut BI (2007)semakin tinggi rasio CSR ini menunjukkan semakin besar peran bank syariah dalamproses pembelajaran masyarakat. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio CSR adalah:Peringkat 1 = CSR > 7%; Peringkat 2 = 5% < CSR 7%; Peringkat 3 = 3% < CSR 5%;Peringkat 4 = 2% < CSR 3%; dan Peringkat 5 = CSR 2%.

    2.5.3 Kontribusi UntukStakeholder(KUS)

    Penilaian atas Kontribusi UntukStakeholder (KUS) dimaksudkan untuk menilaikontribusi langsung perbankan syariah bagi stakeholder terdekat. Stakeholder terdekat

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    25/94

    29

    yang dimaksud mencakup: Pemegang Saham (Shareholder/Sohibul Maal); Manajemendan Pegawai Bank Syariah (Mudharib); Pemilik Rekening Tabungan dan DepositoMudharabah (Investor); Pemilik Rekening Giro dan Tabungan Wadiah; dan juga

    Pemerintah. Masyarakat seluruhnya sebenarnya juga masuk sebagai stakeholder tetapitidak dimasukkan disini karena sudah dinilai tersendiri melalui pengukuran kinerja banksyairah dalam aspek Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM). Peningkatan kesejahteraanseluruhstakeholdermenjadi sasaran penting dari bank syariah.

    Peningkatan kesejahteraan tersebut juga harus dilihat aspek pemerataannyaterhadap masing-masing pihak, yang sangat berbeda dengan perbanan konvensional yanglebih condong untuk mementingkan shareholder dan deposan saja misalnya. Hal inipenting karena menurut Chapra (2000: 2) salah satu tujuan dan fungsi penting hadirnyaperbankan syariah adalah mengupayakan terwujudnya keadilan sosial-ekonomi dandistribusi pendapatan serta kekayaan yang merata. Selain itu juga harus menjamin bahwa

    pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) mendapatkan bagian pengembalian yangadil. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana kinerja bank syariah memberikan kontribusipeningkatan dan distribusi pendapatan bagi masing-masing stakeholder tersebut. Untukmengevaluasi komitmen perbankan syariah terhadap hal ini, Hameed, et. al. (2004)menggunakan Equitable Distribution Ratio dan Directors-Employees Welfare Ratio.Dengan mempertimbankan kesediaan data dalam penelitian ini KUS bank syariah dinilaidari aspek kontribusi terhadap Kesejahteraan Sohibul Maal (KSM), KesejahteraanMudharib (KM), Kesejahteraan Investor (KI), Kesejahteraan Pemegang Wadiah (KPW),dan Kontribusi Pajak untuk Pemerintah (KPP).

    2.5.3.1. Rasio Kontribusi Untuk Kesejahteraan Sohibul Maal (KSM)

    Rasio kontribusi bank syariah terhadap peningkatan kesejahteraan Sohibul Maal(KSM) digunakan untuk mengukur besarnya keuntungan bank syariah yang dinikmatioleh pemegang saham yang akan ditandai dengan meningkatnya laba yang ditahan olehperusahaan. Hal ini bermakna peningkatan kekayaan dari pemegang saham melaluipeningkatan nilai perusahaan. Rasio KSM dihitung dengan membandingkan Laba SetelahPajak dengan Modal Inti atau Total Ekuitas dari bank syariah yang mencerminkankepemilikan Sohibul Maal(Shareholder). Semakin tinggi komponen ini mengindikasikankontribusi bank syariah atas peningkatan kesejahteraan Sohibul Maalyang baik. Kriteriapenilaian peringkat untuk rasio KSM adalah: Peringkat 1 = KSM > 15%; Peringkat 2 =12% < KSM 15%; Peringkat 3 = 9% < KSM 12%; Peringkat 4 = 6% < KSM 9%;dan Peringkat 5 = KSM 6%.

    2.5.3.2. Rasio Alokasi KesejahteraanMudharib (KM)

    Rasio alokasi kesejahteraanMudharib (KM) digunakan untuk mengukur besarnyaproporsi alokasi pendapatan operasional bank syariah yang dinikmati oleh manajemendan pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan lainnya. Rasio KM dihitung denganmembandingkan biaya gaji dan tunjangan kesejahteraan pegawai dengan pendapatanoperasional dari bank syariah. Semakin tinggi komponen ini mengindikasikan alokasidari bank syariah untuk kesejahteraan Mudharib yang baik. Kriteria penilaian peringkatuntuk rasio KM adalah: Peringkat 1 = KM > 15%; Peringkat 2 = 12% < KM 15%;Peringkat 3 = 9% < KM 12%; Peringkat 4 = 6% < KM 9%; dan Peringkat 5 = KM 6%.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    26/94

    30

    2.5.3.3. Rasio Kontribusi Atas Kesejahteraan Investor (KI)

    Rasio kontribusi bank syariah terhadap peningkatan kesejahteraan Investor (KI)

    digunakan untuk mengukur besarnya keuntungan bank syariah yang dinikmati olehPemilik Rekening Tabungan dan Deposito Mudharabah. Hal ini ditandai dengan nilaibagi hasil yang diterima dari bank syariah. Rasio KI dihitung dengan membandingkanDistribusi Bagi Hasil yang telah dibayarkan oleh bank syariah dengan Total Dana PihakKetiga (DPK) yang berbentuk Investasi Tidak Terikat (Mudharabah Muthlaqoh).Semakin tinggi komponen ini mengindikasikan kontribusi bank syariah atas peningkatankesejahteraan Investor yang baik. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio KI adalah:Peringkat 1 = KI > 8%; Peringkat 2 = 6% < KI 8%; Peringkat 3 = 4% < KI 6%;Peringkat 4 = 2% < KI 4%; dan Peringkat 5 = KI 2%.

    2.5.3.4. Rasio Kontribusi Untuk Kesejahteraan Pemegang Wadiah (KPW)

    Rasio kontribusi bank syariah terhadap peningkatan kesejahteraan PemegangRekening Wadiah (KPW) digunakan untuk mengukur besarnya keuntungan bank syariahyang dinikmati oleh Pemilik Rekening Giro dan Tabungan Wadiah. Hal ini ditandaidengan nilai bonus yang diterima dari bank syariah. Rasio KPW dihitung denganmembandingkan Bonus yang telah dibayarkan oleh bank syariah dengan Total DanaPihak Ketiga (DPK) dalam bentuk Wadiah. Semakin tinggi komponen inimengindikasikan kontribusi bank syariah atas peningkatan kesejahteraan PemegangRekening Wadiah yang baik. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio KPW adalah:Peringkat 1 = KPW > 1,5%; Peringkat 2 = 1,2% < KPW 1,5%; Peringkat 3 = 0,9% 7%; Peringkat2 = 5% < KPP 7%; Peringkat 3 = 4% < KPP 5%; Peringkat 4 = 3% < KPP 4%; danPeringkat 5 = KPP 3%.

    2.5.4 Kontribusi Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR)

    Penilaian atas Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR) dimaksudkan untukmenilai kontribusi langsung perbankan syariah bagi peningkatan kualitas SDI dan jugapembangunan institusinya. Hal ini penting mengingat keberlanjutan pelayanan yangberkualitas serta pelayanan yang efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkandari sistem perbankan perlu terus dijalankan oleh bank syariah untuk menjadi alternatifdari sistem ribawi. Dengan demikian menurut Chapra (2000: 2), mobilisasi dan investasitabungan bagi pembangunan ekonomi dapat diperankan dengan baik oleh bank syariah.Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana kinerja bank syariah dalam mengalokasikan

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    27/94

    31

    budgetnya untuk Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset. Dalam penelitian ini PKSR banksyariah dinilai dari aspek alokasi anggaran untuk Peningkatan Pendidikan dan PelatihanPegawai (P4) dan Riset dan Pengembangan (R&D).

    2.5.4.1. Rasio Alokasi Untuk Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan

    Pegawai (P4)

    Rasio alokasi anggaran bank syariah untuk peningkatan pendidikan dan pelatihanpegawai (P4) digunakan untuk mengukur besarnya alokasi dana untuk programpendidikan dan pelatihan pegawai. Sebagai institusi jasa peningkatan kapasitas SDI bagibank syariah sangat penting, karena jantung penciptaan layanan yang berkualitas adalahSDII yang dimiliki oleh bank syariah bersangkutan. Rasio PKSR dihitung denganmembandingkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelatihan yang tercermin dalamBiaya Pendidikan dan Pelatihan dengan Laba Setelah Pajak. Semakin tinggi komponenini mengindikasikan alokasi anggaran bank syariah untuk peningkatan kualitas SDI-nya

    yang baik. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio PKSR adalah: Peringkat 1 = PKSR >15%; Peringkat 2 = 12% < PKSR 15%; Peringkat 3 = 9% < PKSR 12%; Peringkat 4= 6% < PKSR 9%; dan Peringkat 5 = PKSR 6%.

    2.5.4.2. Rasio Alokasi Untuk Riset dan Pengembangan (R&D)

    Rasio alokasi anggaran bank syariah untuk penelitian dan pengembangan (R&D)digunakan untuk mengukur besarnya alokasi dana untuk program riset danpengembangan institusinya. Persaingan dalam industri jasa perbankan sangat ketat, danmereka yang memiliki keunggulan dan kemampuan menciptakan keunggulan baru yangakan mampu tumbuh. Dengan demikian inovasi yang menghasilkan keunggulan secaraberkelanjutan menjadi penting bagi bank syariah dan ini akan tercermin dari konsen

    mereka terhadap alokasi sumber daya untuk program risetnya. Diantara buktikomitmennya adalah alokasi dana. Rasio R&D dihitung dengan membandingkan alokasianggaran untuk riset yang tercermin dalam Biaya Riset dan Tenaga Ahli dengan LabaSetelah Pajak. Semakin tinggi komponen ini mengindikasikan alokasi anggaran banksyariah untuk peningkatan riset dan pengembangannya yang baik. Kriteria penilaianperingkat untuk rasio R&D adalah: Peringkat 1 = R&D > 3%; Peringkat 2 = 2% < R&D 3%; Peringkat 3 = 1% < R&D 2%; Peringkat 4 = 0,5% < R&D 1%; dan Peringkat 5= R&D 0,5%.

    2.5.5 Kontribusi Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE)

    Penilaian atas peran bank syariah dalam menjalankan Distribusi PembangunanEkonomi (DPE) dimaksudkan untuk menilai apakah bank syariah turut berkontribusidalam pemerataan distribusi ekonomi nasional. Hal ini sangat penting mengingat kondisisaat ini menunjukkan bahwa kesenjangan distribusi pembangunan ekonomi antar wilayahyang semakin besar. Pulau Luar Jawa yang dihuni 40 persen jumlah penduduk hanyamenikmati sebagain kecil dari kue ekonomi nasional. Disinilah arti penting peran banksyariah selama ini, apakah telah mendorong distribusi pembangunan ekonomi atau turutmenciptakan konsentrasi di pulau Jawa. Evaluasi ini sejalan dengan tujuan dan fungsipenting yang diharapkan dari sistem perbankan syariah menurut Chapra (2000: 2).Tujuan tersebut adalah berupaya untuk mewujudkan kemakmuran ekonomi yang meluas

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    28/94

    32

    dengan tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum sertamenciptakan keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yangmerata. Dalam penelitian ini kontribusi Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE) dari

    bank syariah akan dinilai dari aspek Pemerataan Distribusi Aset Nasional (PDAN),Pemerataan Distribusi Investasi Nasional (PDIN), dan Kontribusi Pendapatan dari LuarJawa (KPLJ). Ukuran distribusi yang ideal paling tidak mengacu pada proporsi 40berbanding 60 sesuai dengan sebaran jumlah penduduk Luar Jawa dan Jawa.

    2.5.6.1. Rasio Pemerataan Distribusi Aset Nasional (PDAN)

    Rasio Pemerataan Distribusi Aset Nasional (PDAN) digunakan untuk mengukurproporsi kekayaan atau aset bank syariah yang berada diluar Jawa dibandingkan denganaset nasionalnya. Selama ini aset perbankan nasional lebih cenderung terkonsentrasi dipulau Jawa dan khususnya Jakarta. Dengan kondisi ini, maka perbankan juga turutmendorong terjadinya konsentrasi aktivitas ekonomi dan pembangunan ke pulau Jawa.

    Padahal konsentrasi pembangunan ekonomi hanya pada satu wilayah akan menimbulkanbanyak dampak sosial ekonomi lanjutan yang buruk, baik berupa tekanan sosial bagipusat-pusat konsentrasi yang berlebihan. Atau menimbulkan dampak kemiskinan,ketertinggalan, kelesuan ekonomi, dan separatisme bagi daerah-daerah yang tertinggal.Dengan demikian perlu dievaluasi peran bank syariah dalam melakukan dekonsentrasipembangunan ekonomi untuk Luar Jawa. Rasio PDAN dihitung dengan membandingkanproporsi Aset bank syariah di Luar Jawa dengan Total Aset Nasionalnya. Semakin tinggikomponen ini mengindikasikan disribusi pembangunan ekonomi bank syariah yang baik.Kriteria penilaian peringkat untuk rasio PDAN adalah: Peringkat 1 = PDAN > 40%;Peringkat 2 = 30% < PDAN 40%; Peringkat 3 = 20% < PDAN 30%; Peringkat 4 =10% < PDAN 10%; dan Peringkat 5 = PDAN 10%.

    2.5.6.2. Rasio Pemerataan Distribusi Investasi Nasional (PDIN)

    Rasio Pemerataan Distribusi Investasi Nasional (PDIN) digunakan untukmengukur proporsi investasi nasabah bank syariah yang berasal dari luar Jawadibandingkan dengan total investasi nasabah nasionalnya. Bank syariah memiliki peranpenting untuk mendorong pertumbuhan investasi nasabah yang ada diluar Jawa, yangjuga merupakan representasi peningkatan ekonomi masyarakat luar Jawa. Dengandemikian perlu dievaluasi peran bank syariah dalam mendorong investasi nasabah LuarJawa. Rasio PDIN dihitung dengan membandingkan proporsi invetasi nasabah banksyariah di Luar Jawa dengan Total Investasi Nasabah Nasionalnya. Semakin tinggikomponen ini mengindikasikan disribusi investasi nasabah bank syariah secara nasional

    yang baik. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio PDIN adalah: Peringkat 1 = PDIN >40%; Peringkat 2 = 30% < PDIN 40%; Peringkat 3 = 20% < PDIN 30%; Peringkat 4= 10% < PDIN 10%; dan Peringkat 5 = PDIN 10%.

    2.5.6.3. Rasio Kontribusi Pendapatan dari Luar Jawa (KPLJ)

    Rasio Kontribusi Pendapatan dari Luar Jawa (KPLJ) digunakan untuk mengukurproporsi pendapatan bank syariah baik dari aktivitas pembiayaan maupun jasa yangberasal dari Luar Jawa dibandingkan dengan pendapatan nasionalnya. Semakin tinggiproporsi pendapatan dari Luar Jawa mengindikasikan bahwa aktifitas pembiayaan,investasi dan layanan jasa bank syariah yang semakin tinggi di Luar Jawa. Dengandemikian perlu dievaluasi pendapatan bank syariah dari Luar Jawa tersebut. Rasio KPLJ

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    29/94

    33

    dihitung dengan membandingkan Pendapatan bank syariah dari Luar Jawa dengan TotalPendapatan Nasional. Kriteria penilaian peringkat untuk rasio KPLJ adalah: Peringkat 1 =KPLJ > 40%; Peringkat 2 = 30% < KPLJ 40%; Peringkat 3 = 20% < KPLJ 30%;

    Peringkat 4 = 10% < KPLJ 10%; dan Peringkat 5 = KPLJ 10%.

    2.5.6.4. Penilaian Kinerja Sosial Bank Syariah

    Berikutnya untuk menghitung nilai kumulatif tingkat kinerja sosial bank syariahperlu dibuat pembobotan untuk masing-masing faktor. Berdasarkan assessmentpenelitidengan mengacu pada model pembobotan untuk menghitung kesehatan finansial banksyariah, maka pembobotan untuk kinerja disusun sebagai berikut:

    Tabel 2.6 Bobot Penilaian Komponen Kinerja Sosial

    Keterangan Bobot

    Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE) 20%

    Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM) 20%

    Kontribusi Untuk Stakeholder (KUS) 20%

    Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR) 20%

    Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE) 20%

    Sumber:AssessmentPeneliti.

    Selanjutnya berkaitan dengan penentuan angka kredit maka diberikan nilai untukmasing-masing sebagai berikut: Peringkat 1 mendapatkan angka kredit 100, Peringkat 2

    memiliki angka kredit 80, peringkat 3 mendapat angka kredit 60, peringkat 4 dan 5masing-masing mendapatkan angka kredit 40 dan 20. Sedangkan predikat kinerja sosialberdasarkan nilai terbobot adalah memiliki kriteria sebagai berikut:

    Tabel 2.7 Predikat Kinerja Sosial Bank Syariah

    Keterangan Nilai Bobot

    Sangat Baik 81 s/d 100

    Baik 66 s/d

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    30/94

    Tabel 2.8 Komponen dan Formula Kinerja Sosial Bank SyariahFaktor Dinilai Komponen Formula/Rasio

    Intensitas pembiayaanprofitsharingbank syariah (MMR)

    Mudharabah + MusyarakahTotal Pembiayaan

    Mengukur bedengan akadini maka kontpengembang

    Intensitas fungsi agencybanksyariah (AR)

    DPK Profit SharingTotal DPK

    Mengukur beSemakin bessemakin kecimenurun ma

    Kontribusi PembangunanJangka Panjang (KPJP)

    Pembiayaan Jangka PanjangTotal Aset

    Mengukur bewaktu diatas akan membeberdaya jangmanfaat yang

    KontribusiPembangunanEkonomi (KPE)

    Rasio Pendalaman Fungsi

    Agency(PFA)

    Deposito & Obligasi Mudharabah

    Total Kewajiban

    Mengukur se

    syariah dalammasyarakat. waktu yang d

    jangka waktubank syariahpilihan invest

    Rasio Pembiayaan Qardh(QR)

    Pembiayaan QardTotal Pembiayaan

    Mengukur besyariah. Semmengindikaskepada pihak

    Kontribusi KepadaMasyarakat (KKM)

    Rasio kinerja zakat (ZR) Penyaluran Zakat PerusahaanLaba Sebelum Pajak

    Mengukur besyariah. Sem

    mengindikasyang baik.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    31/94

    Rasio pelaksanaan fungsisosial (RFS)

    Dana Zakat dan KebajikanModal Inti

    Mengukur besyariah. Semmengindikassyariah sema

    Rasio pelaksanaan fungsiedukasi (CSR)

    Biaya PromosiBiaya Operasional

    Mengukur be(CSR) terhadSemakin tingperan bank smasyarakat.

    Rasio KontribusiKesejahteraan Sohibul Maal(KSM)

    Laba Setelah PajakModal Inti (Total Ekuitas)

    Mengukur bedinikmati olehkomponen insyariah atas yang baik.

    Rasio Alokasi KesejahteraanMudharib (KM)

    Biaya Gaji dan KesejahteraanPendapatan Operasional

    Mengukur beoperasional b

    manajemen dtunjangan laimengindikaskesejahteraa

    Rasio KontribusiKesejahteraan Investor (KI)

    Distribusi Bagi HasilTotal DPK-ITT

    Mengukur bedinikmati olehDeposito Mumengindikaspeningkatan

    Kontribusi UntukStakeholder (KUS)

    Rasio KontribusiKesejahteraan PemegangWadiah (KPW)

    Bonus Rekening WadiahTotal DPK-Wadiah

    Mengukur bedinikmati olehWadiah. Semmengindikas

    peningkatan Wadiah yang

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    32/94

    Rasio Kontribusi Pajak untukPemerintah (KPP)

    Beban Pajak Penghasilan BersihPendapatan Operasional

    Mengukur bebank syariahtinggi komposyariah untuk

    Kontribusi PeningkatanKapasitas SDI dan Riset(PKSR)

    Biaya Pendidikan dan PelatihanLaba Setelah Pajak

    Mengukur bependidikan dkomponen insyariah untuk

    Peningkatan KapasitasSDI dan Riset (PKSR)

    Rasio Alokasi Untuk Risetdan Pengembangan (R&D)

    Biaya Riset dan DevelopmentLaba Setelah Pajak

    Mengukur bedan pengembkomponen insyariah untukpengembang

    Rasio Pemerataan DistribusiAset Nasional (PDAN)

    Aset Diluar JawaTotal Aset Nasional

    Mengukur prdiluar Jawa d

    Semakin tingdisribusi pembaik.

    Rasio Pemerataan DistribusiInvestasi Nasional (PDIN)

    Investasi Nasabah Diluar JawaTotal Investasi Nasabah Nasional

    Mengukur pryang berasaltotal investaskomponen innasabah ban

    DistribusiPembangunan

    Ekonomi (DPE)

    Rasio Kontribusi Pendapatandari Luar Jawa (KPLJ)

    Pendapatan Dari Luar JawaTotal Investasi Nasabah Nasional

    Mengukur praktivitas pemLuar Jawa dinasionalnya. Luar Jawa m

    pembiayaan,yang semaki

    Sumber:Assessmentdan pengembangan dari penelitian sebelumnya.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    33/94

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    34/94

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    35/94

    Peneliti Judul Tujuan Metodologi

    Hameed, et.all. (2004)

    Alternative Disclosuredan Performance forIslamic Banks

    Mengevaluasi kinerja Bank IslamMalaysia Berhad (BIMB) danBahrain Islamic Bank (BIB)secara deskriptif.

    Selain merumuskan Islamicity Disclosure Indexjuga merancang apa yang disebut IslamicityPerformance Index. Dengan indeks tersebutmencoba mengakomodasi kepentingan

    stakeholder bank syariah secara lebih luas.

    Dalam Islamicity Performance Index, merekamemasukkan Profit sharing ratio(Mudaraba+Musyarakah/Total financing), Zakatperformance ratio (Zakat/Net Asset), Equitabledistribution ratio, Directors-Employees welfareratio, Islamic Investment vs Non-Islamic Investmentratio, dan Islamic Income vs Non-Islamic Incomeratio.

    Sumber:Assesmentdari penelitian-penelitian sebelumnya.

  • 7/22/2019 Kesehatan+Finansial+Dan+Kinerja+Sosial+BUS Azis+Setiawan

    36/94

    40

    III. HASIL ANALISIS KESEHATAN FINANSIAL DAN KINERJA

    SOSIAL

    3.1. Kesehatan Finansial BMI dan BSM

    Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil perhitungan dan analisis penilaian kesehatanfinansial BMI dan BSM yang mencakup: kualitas aset (asset quality), rentabilitas(earning), dan likuiditas (liquidity). Setelah masing-masing bagian kesehatan finansial inidianalisis, kemudian dilanjutkan dengan analisis tingkat kesehatan finansial tahunan yangmerupakan kumulatif dari seluruh komponen untuk setiap tahun serta rata-rata dalamlima tahun. Data yang digunakan untuk melakukan analisis diolah dari LaporanKeuangan BMI dan BSM yang telah diaudit tahun 2003-2007.

    3.1.1 Kualitas Aset (Asset Quality)

    Penilaian kuantitatif faktor kualitas aset dalam penelitian ini dilakukan denganmelakukan penilaian terhadap dua rasio penting yaitu kualitas aktiva produktif BMI danBSM dan besarnya pembiayaan non performing.

    3.1.1.1 Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

    Melalui perhitungan kualitas aktiva produktif (KAP) BMI dan BSM dapatdiketahui kondisi aset produktifnya untuk mengantisipasi risiko gagal bayar daripembiayaan (financing risk). KAP BMI d