produktivitas padang penggembalaan sabana timor barat

168
7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 1/168 Prosiding Semnas II HITPI Page 184 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT Arnold E. Manu Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui Kupang Telp.(0380)-881084, HP.085239299545, E-mail: [email protected] ABSTRACT The objectives of this study were to evaluate the West Timor savanna  productive at different season. The location of this study is in the station of Lili field, Assessment Institute for Agricultural Technology Naibonat Kupang, with 40 hectare of savannah for pasture, held in one year. The data collected are botanical composition, production, feed intake in savannah and forage quality also the carrying capacity. The data analyzed descriptively. The amount of goat used for measurement of feed intake in savannah is 10 does. The result showed that the averages of forage fluctuation available is between 0.61-4,33 ton/hectare. The lowest point of production is happened in the edge of dry season (October) that is 0.61 ton/hectare. Then it increases in early of rainy (December) and reaches the highest point in the early of dry season (April). From this point, then it decreases and reach the lowest point in October, so, the forage production in nature was increases in December. The composition rate of CP is very varied, that is 2.71- 9.48%. The composition of CP in nature grass has no significant difference with the composition in other locations of Timor, that is 2.26% in the ends of dry season and become 8-10% in the rainy. Most of forage on the pasture is nature grass that is upper 90% and relative less of leguminous plants. The lack  proportion of leguminous plants in nature savannah result in the less of forage quality, especially during the dry season there is no legume proportion and the quality of nature grass become very low.  Key words : Production, savannah, pasture, West Timor ABSTRAK Suatu penelitian yang bertujuan untuk mengukur produktivitas sabana Timor Barat sebagai padang penggembalaan pada musim yang berbeda telah dilakukan di stasiun kebun percobaan Lili, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)  Naibonat Kupang, dengan sabana sebagai padang penggembalaan seluas 40 ha dan berlangsung selama 1 (satu) tahun. Data yang dikumpulkan adalah: komposisi  botani, produksi, kualitas hijauan dan konsumsi di sabana serta daya tampung, data dianalisis secara deskriptif.  Ternak yang digunakan untuk pengamatan konsumsi sebanyak 10 ekor induk kambing Bligon. Pengukuran jumlah konsumsi  pakan di sabana pada puncak musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkan fluktuasi hijauan yang tersedia secara rata-rata diantara 0,61-4,33 ton/ha. Produksi  pada titik terendah terjadi pada puncak kemarau (Oktober) yaitu 0,61 ton/ha. Kemudian bergerak naik pada di bulan Desember dan mencapai puncak tertinggi  pada awal kemarau (April). Dari sini terus menurun dan mencapai titik terendah di Oktober. Kandungan PK sangat besar variasinya diantara 2,71-9,48%. Kandungan PK ini sangat berfluktuasi sesuai dengan perubahan musim. Sebagian  besar hijauan adalah rumput alam (di atas 90%), hanya terdapat sedikit tanaman

Upload: thomas-halim

Post on 18-Feb-2018

270 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 1/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 184

PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA

TIMOR BARAT

Arnold E. Manu

Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto Penfui KupangTelp.(0380)-881084, HP.085239299545, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The objectives of this study were to evaluate the West Timor savanna productive at different season. The location of this study is in the station of Lili

field, Assessment Institute for Agricultural Technology Naibonat Kupang, with 40hectare of savannah for pasture, held in one year. The data collected are botanicalcomposition, production, feed intake in savannah and forage quality also the

carrying capacity. The data analyzed descriptively. The amount of goat used formeasurement of feed intake in savannah is 10 does. The result showed that the

averages of forage fluctuation available is between 0.61-4,33 ton/hectare. Thelowest point of production is happened in the edge of dry season (October) that is0.61 ton/hectare. Then it increases in early of rainy (December) and reaches the

highest point in the early of dry season (April). From this point, then it decreasesand reach the lowest point in October, so, the forage production in nature was

increases in December. The composition rate of CP is very varied, that is 2.71-9.48%. The composition of CP in nature grass has no significant difference withthe composition in other locations of Timor, that is 2.26% in the ends of dry

season and become 8-10% in the rainy. Most of forage on the pasture is naturegrass that is upper 90% and relative less of leguminous plants. The lack

 proportion of leguminous plants in nature savannah result in the less of foragequality, especially during the dry season there is no legume proportion and thequality of nature grass become very low. Key words : Production, savannah, pasture, West Timor

ABSTRAK

Suatu penelitian yang bertujuan untuk mengukur produktivitas sabana TimorBarat sebagai padang penggembalaan pada musim yang berbeda telah dilakukan

di stasiun kebun percobaan Lili, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat Kupang, dengan sabana sebagai padang penggembalaan seluas 40 ha

dan berlangsung selama 1 (satu) tahun. Data yang dikumpulkan adalah: komposisi botani, produksi, kualitas hijauan dan konsumsi di sabana serta daya tampung,data dianalisis secara deskriptif.  Ternak yang digunakan untuk pengamatan

konsumsi sebanyak 10 ekor induk kambing Bligon. Pengukuran jumlah konsumsi pakan di sabana pada puncak musim kemarau. Hasil penelitian menunjukkanfluktuasi hijauan yang tersedia secara rata-rata diantara 0,61-4,33 ton/ha. Produksi

 pada titik terendah terjadi pada puncak kemarau (Oktober) yaitu 0,61 ton/ha.Kemudian bergerak naik pada di bulan Desember dan mencapai puncak tertinggi

 pada awal kemarau (April). Dari sini terus menurun dan mencapai titik terendahdi Oktober. Kandungan PK sangat besar variasinya diantara 2,71-9,48%.Kandungan PK ini sangat berfluktuasi sesuai dengan perubahan musim. Sebagian

 besar hijauan adalah rumput alam (di atas 90%), hanya terdapat sedikit tanaman

Page 2: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 2/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 185

leguminosa. Konsumsi hijauan selama penggembalaan berkisar antara 0,7-1,9%

dari berat badan. Kurangnya proporsi tanaman leguminosa di padang rumput alammenyebabkan rendahnya kualitas hijauan, terutama selama musim kemarau

 proporsi legum sudah tidak ada, di mana rumput alam sudah menjadi sangat

rendah mutunya. Kata Kunci : Produksi, sabana, padang penggembalaan, Timor Barat

PENDAHULUAN

Timor Barat merupakan salah satu tempat konsentrasi ternak ruminansia di

 Nusa Tenggara Timur (NTT). Ternak biasanya dipelihara dengan dilepas bebas di padang penggembalaan dan dikandangkan pada malam hari. Hal ini

dimungkinkan karena didukung oleh potensi alam Timor Barat yang memiliki padang sabana yang luas, menurut data tahun 1999 terdapat 1.399.980,824 ha, danyang digunakan sebagai padang penggembalaan seluas 736.981 ha. Kawasan

 pulau Timor memiliki kondisi alam yang dipengaruhi oleh sistem angin musonyang dicirikan dengan musim hujan yang pendek (tiga sampai empat bulan yaitu

Desember sampai Maret) dan musim kemarau panjang (delapan sampai sembilan bulan yaitu April sampai Nopember). Adanya jarak waktu yang tidak seimbangantara musim hujan dan musim kemarau mengakibatkan pengaruh negatif

terhadap kuantitas dan kualitas pakan yang tersedia di padang penggembalaan dansecara tidak langsung mempengaruhi proses produksi dan reproduksi ternak.

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim sistem Schmidt dan Ferguson, wilayahTimor Barat termasuk dalam tipe iklim E (agak kering) (Anonim, 2002). Kondisiini berpengaruh secara langsung terhadap ketersediaan air tanah untuk proses

fisiologis tanaman. Besarnya hasil fotosintesis netto  pada tanaman berhubungan

erat dengan ketersediaan air di daerah perakaran termasuk hijauan yang terdapatdalam hamparan sabana.

Gejala yang sudah lazim terjadi adalah kekurangan air selama musimkemarau bagi pertumbuhan rumput, di samping terjadi kekurangan air selama

musim kemarau juga terjadi peningkatan suhu (mencapai di atas 32oC) yangmengakibatkan peningkatan laju proses fotosintesis dan menurun setelah

mencapai titik optimum. Keadaan ini bermuara pada menurunnya kualitas rumputyang ditandai dengan menurunnya kandungan protein kasar. Penurunankandungan protein kasar akan berpengaruh terhadap penurunan total konsumsi

 bermuara pada penurunan berat badan.Berdasarkan pemikiran ini maka telah dilakukan suatu penelitian yang

 bertujuan untuk: mengukur produktivitas sabana Timor Barat sebagai padang penggembalaan pada musim yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitianPenelitian ini dilakukan di stasiun kebun percobaan Lili, Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) Naibonat Kupang, yang memiliki sabana sebagai

 padang penggembalaan seluas 40 ha. Penelitian berlangsung selama 1 (satu) tahunyaitu selama 2 musim yang berbeda.

Page 3: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 3/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 186

Materi penelitian

Ternak percobaan. Ternak yang digunakan untuk pengamatankonsumsi di sabana sebanyak 10 ekor induk kambing Bligon kering.

Peralatan. Peralatan yang digunakan adalah timbangan duduk merk

Tanita kapasitas 115 kg dengan kepekaan 0,1 kg untuk menimbang ternak, untukhijauan dengan timbangan merk Camry kapasitas 5 kg dengan kepekaan 20 g, dan

 bingkai kuadrat untuk pengukuran produksi hijauan.

Metode penelitianUntuk dapat menjawab tujuan yang diajukan dilaksanakan penelitian yang

meliputi:

Padang penggembalaan sabana

Untuk keperluan pengamatan komposisi botani, produksi dan kualitashijauan serta daya tampung, areal penggembalaan dibagi ke dalam 8 petak dengan

luas masing-masing petak 5 ha. Pengukuran dilakukan dengan metode Halls et al. (1964) yang dikutip Susetyo (1980) yaitu dengan menggunakan bingkai kuadrat

 berukuran 1 ×  1 m2  sebagai titik pengamatan. Penempatan bingkai kuadrat

dilakukan dengan menggunakan bilangan teracak di setiap petak. Sebanyak 8 titik pengamatan untuk masing-masing petak sehingga diperoleh 64 titik pengamatan.

Pengamatan dilakukan sepanjang tahun setiap 2 bulan sekali.

Pengamatan komposisi botanisPada setiap titik pengamatan diamati vegetasi yang ada yaitu rumput,

legum dan gulma, dan dihitung persentase masing-masing vegetasi dari setiap

 petak. Kemudian dihitung rata-rata masing-masing vegetasi dari 64 titik pengamatan.

Pengamatan produksi hijauanUntuk mengukur produksi hijauan pada padang penggembalaan, pada

setiap titik pengamatan hijauan dipotong setinggi 5 cm dari tanah. Selanjutnyadihitung produksi hijauan (g/BK/titik) setiap kali pemotongan dan produksi bahan

kering per hektar dari padang penggembalaan. Pemotongan dilakukan sepanjangtahun bersamaan dengan pengamatan komposisi botani, kualitas hijauan dan dayatampung. Dari 64 titik pengamatan ini kemudian dihitung rata-ratanya dan

dikonversi ke produksi per ha.

Pengamatan kualitas hijauan.Pengamatan dilakukan sama dengan pengukuran produksi hijauan.

Kualitas hijauan dilakukan dengan analisis nilai nutrien, meliputi kadar PK, LK,

SK, abu, Ca, P, BETN, energi, NDF dan ADF, sedangkan TDN dihitung denganrumus Hartadi et al . (2005). Hijauan dari 64 titik pengamatan untuk setiap

 pemanenan dikomposit kemudian dikeringkan dan diambil sampel sebanyak 10%

untuk dianalisis.

Daya tampungPerhitungan daya tampung padang penggembalaan dilakukan dengan

membagi produksi hijauan/ha dengan kebutuhan BK/UT/tahun. Kebutuhan BK

Page 4: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 4/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 187

untuk 1 unit ternak (UT) adalah sebesar 2,5%/hari dari berat badan (BB). Satu UT

adalah satu ekor sapi dewasa dengan BB 400 kg atau 8 ekor domba dewasadengan BB 40 kg/ekor (Anggraeny dan Umiyasih, 2005).

Pengukuran jumlah konsumsi pakan di padang penggembalaanEstimasi konsumsi bahan kering (dry matter =DM) di sabana dilakukan

dengan metode  Fecal Techniques  dengan rumus Minson (Manu et al ., 2007):

DM = keluaran feses sehari( 1 - DMD )

Estimasi keluaran feses menggunakan external indicator   (tracer ) yaitu chromicoxide (Cr 2O3) dan dilakukan selama 10 hari.

Keluaran feses/hari = Q/CQ = jumlah tracer  yang diberikan per hari

C = konsentrasi tracer  pada sampel feses

Estimasi bahan kering tercerna (digestible dry matter   = DMD) dari hijauan yang

digembalakan menggunakan internal tracer   (tracer   alami) yang tidak tercerna,dalam hal ini yang digunakan adalah lignin.

DMD = X2  –  X1 X2

X1 = tracer  alami di pakanX2 = tracer  alami di feses

Dari data konsumsi di sabana ini diketahui berapa kekurangan bahankering selama ternak kambing merumput.

Perhitungan konsumsi dilakukan pada puncak musim kemarau selama 10hari di bulan Oktober. Tracer   diberikan sebanyak 10 g/ekor/hari, sampel diambildari feses yang baru keluar dari rectum  ternak sebanyak ± 10 g setiap

 pengambilan. Setiap hari diambil sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 11.00,17.00 dan 22.00. Sampel selama 10 hari dikomposit dan diperiksa tracer   alami

(lignin) dan tracer   chromic oxide.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Hijauan

Hasil penelitian produksi hijauan dan besarnya kapasitas tampung lokasi penelitian tertera pada Tabel 1. Fluktuasi produksi hijauan dapat digambarkandalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.

Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa fluktuasi hijauanyang tersedia secara rata-rata diantara 0,61-4,33 ton/ha. Produksi (BK, PK)

terendah terjadi pada puncak kemarau (September-Oktober), kemudian bergeraknaik pada awal hujan yaitu bulan Desember dan mencapai puncak tertinggi padaawal kemarau yaitu bulan April. Produksi hijauan kemudian menurun dan

mencapai titik terendah bulan Oktober, jadi produksi rumput alam mulai membaik

 pada bulan Desember.

Page 5: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 5/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 188

Hijauan di sabana merupakan asset yang sangat penting peranannya dalam

menunjang pengembangan usaha ternak ruminansia di Timor Barat. Hamparanareal penggembalaan terdiri dari spesies rumput dan legum lokal serta adanya

leguminosa pohon dan tanaman keras lainnya yang tumbuh secara alamiah

maupun sengaja ditanam. Pengukuran produksi hijauan dalam areal penggembalaan, penting artinya dalam menentukan peluang pengembangan

ternak yang diusahakan di atasnya. Produksi dan kandungan kimia rumput alam diIndia yang beriklim semi arid seperti Timor dilaporkan oleh Bhatta et al . (2004),

menunjukkan gejala yang sama.Tabel 1 menunjukkan bahwa variasi kandungan PK sangat besar yaitu

diantara 2,71-9,48 %. Kandungan PK rumput alam ini tidak jauh berbeda dengan

PK rumput alam di lokasi lain di Timor yaitu 2,26% di akhir musim kemarau danmenjadi 8-10% di musim hujan. Kandungan PK ini sangat berfluktuasi sesuai

dengan perubahan musim. Pada musim hujan kandungan dinding sel rumput alamdi Timor yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebesar 65% dan

meningkat menjadi 85% pada musim kemarau (Nulik dan Bamualim, 1998).

Tabel 1. Produksi, daya tampung dan kualitas hijauan di lokasi penggembalaan

selama penelitianParameter Musim/Bulan

Hujan Awal kemarau Akhir kemarau

Des. Feb. Apr. Juni Agst Okt.

Produksi BK (ton/ha) 2,66 3,27 4,33 2,27 1,50 0,61

Daya tampung (UT/ha/thn) 0,74 0,91 1,20 0,83 0,42 0,17

BK (%) 16,01 22,27 40,41 71,22 78,41 80,41

PK (%) 6,18 9,48 8,65 6,45 4,43 2,71

LK (%) 2,78 2,17 1,77 1,65 1,16 1,93

SK (%) 20,38 36,15 42,54 45,63 58,47 69,22BETN (%) 61,47 50,63 46,83 44,88 43,77 42,11

Abu (%) 9,81 11,57 10,21 11,39 12,17 13,92

Ca (%) 0,43 0,56 0,62 0,84 1,13 1,22

P (%) 0,15 0,24 0,29 0,35 0,64 0,58Gross Energi (Kkal/kg) 3897 3915 4055 4144 4065 3982

 NDF (%) 51,04 54,18 58,65 65,55 76,48 89,48

ADF 32,12 36,45 38,44 46,48 55,10 51,14

DT UT/ha/thn 0,74 0,91 1,20 0,93 0,42 0,17

BK=bahan kering; PK=protein kasar; LK=lemak kasar; UT=unit ternak

Gambar 1. Fluktuasi ketersediaan hijauan di lokasi penelitian

Kandungan kimia hijauan alam ini sangat mempengaruhi kecernaan

 pakan, karena kecernaan berhubungan erat dengan kandungan PK dan dinding sel

(NDF). Semakin rendah PK dan semakin tinggi kandungan NDF akan semakin

0

1

2

3

4

5

Peb April Juni Agst Okt Des   P  r  o   d  u   k  s   i   B   K   (   t  o  n   /   h  a   )

Bulan

BK

Page 6: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 6/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 189

memperkecil kecernaan suatu bahan pakan. Aoetpah (2002) melaporkan bahwa

kecernaan BO (bahan organik) rumput alam Timor tertinggi terjadi pada bulanDesember dimana rumput masih muda dan kandungan PK tertinggi di bulan ini,

dan kecernaan terendah di bulan Oktober. Setiap penurunan 1% PK maka

kecernaan BO turun sebesar 1,77%.Secara fisiologis dapat dijelaskan bahwa sintesis protein mikrobia

tergantung kecepatan pemecahan nitrogen pakan, kecepatan absorbsi ammoniadan asam-asam amino, kecepatan aliran bahan dari rumen dan jenis fermentasi

rumen berdasarkan jenis pakan. Kualitas sumber protein penting karena 40% zein-nitrogen, 90% casein-nitrogen dan 50% nitrogen tanaman diubah menjadi proteinmikrobia. Mikrobia rumen menggunakan 25-50% N dari protein pakan.

Kandungan PK ditentukan oleh konsentrasi N, semakin tingginya konsentrasi Nhijauan yang digunakan oleh mikrobia akan meningkatkan aktivitas pencernaan

mikrobia terhadap kandungan BO pakan (McDonald et al ., 2002).Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan NDF berfluktuasi

mengikuti musim. Kandungan NDF terendah terdapat pada musim hujan(Desember dan Pebruari), terus bergerak naik dan tertinggi pada puncak musimkemarau yaitu Oktober. Fluktuasi kandungan PK dan NDF dapat digambarkan

dalam gambar seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Fluktuasi kandungan PK dan NDF hijauan sabana

Aoetpah (2002) mendapatkan bahwa semakin tinggi kandungan NDF akanmenurunkan kecernaan BO pakan. Setiap kenaikan kandungan NDF rumput alamsebesar 1% akan mengurangi kecernaan BO secara in vitro  rata-rata sebesar

0,87%.

Daya cerna pakan dipengaruhi oleh komposisi nutrien dan daya cerna berhubungan erat dengan kandungan serat kasar. Dinding sel tanaman terutamaterdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama jika berikatandengan lignin. Setiap penambahan 10% serat kasar dalam tanaman menyebabkan

 penurunan daya cerna BO sebesar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Katipana et al .,2009). Pada tanaman muda kandungan selulosa dan hemiselulosa kira-kira 40%

dari BK dan karbohidrat yang larut dalam air terutama fruktan kira-kira 25%. Bilahijauan semakin tua proporsi selulosa dan hemiselulosa bertambah, sedangkankarbohidrat yang mudah larut berkurang. Selulosa berhubungan erat dengan lignin

dan kombinasi lignin-selulosa yang merupakan bagian terbesar pada tanamanyang tua maupun jerami. Selulosa dan hemiselulosa tidak dicerna oleh enzim

tetapi oleh mikrobia, sedangkan lignin tidak dicerna oleh enzim maupun mikrobia

01020

30405060708090

100

Des Feb Aprl Juni Agst Okt.   K  a  n   d

  u  n  g  a  n   (   %   )

Bulan

PK

NDF

Page 7: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 7/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 190

rumen. Hal yang sama dilaporkan oleh Bhatta et al . (2004) bahwa dengan

semakin rendah kandungan PK dan semakin tinggi serat kasar (ADF) kecernaanBO pada kambing yang merumput semakin menurun.

Terdapat banyak pendapat mengenai mengapa lignin dapat mengurangi

 biodegradasi BO. Jelantik (2001) merangkum beberapa pendapat yangmenyebutkan berbagai alasan hubungan kandungan lignin terhadap kecernaan BO

antara lain karena sulitnya mikrobia melekat pada substrat, lignin membentuklapisan bagian dalam yang tidak dapat dicerna, lignin terikat bersama-sama

hemiselulosa , atau lignin merupakan racun bagi mikrobia.Produksi rumput alam yang berfluktuasi ini menyebabkan jumlah ternak

yang dapat ditampung per satuan luasan area penggembalaan juga berfluktuasi

seperti pada Tabel 1. Terjadi penurunan daya tampung padang penggembalaanyang tajam dari bulan Juni ke bulan Oktober. Produksi rumput alam menjadi

sangat rendah selama puncak musim kemarau sehingga daya tampung hanya 0,6UT/ha. Hal ini terjadi terutama akibat tidak adanya pertumbuhan rumput selama

tidak adanya curah hujan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau danditambah dengan semakin naiknya suhu lingkungan dan semakin berkurangnyakelembaban sehingga udara menjadi sangat kering. Dengan demikian peranan

 pakan yang berasal dari luar lahan penggembalaan menjadi sangat penting selama periode pertengahan sampai akhir musim kemarau, terutama pada wilayah yangmempunyai kepadatan ternak tinggi.

Dari data Tabel 1 ini jelas terlihat padang sabana mulai memasuki akhirmusim kemarau sudah tidak bisa menyediakan rumput sebagai pakan ternak

dalam jumlah yang cukup. Kekurangan jumlah ini ditambah lagi dengan kualitasrumput yang sudah menurun karena tingginya kandungan SK, NDF danrendahnya PK. Hal ini dapat mengakibatkan pada menurunnya produktivitas

ternak yang digembalakan di padang sabana ini.

Konsumsi di padang penggembalaanJumlah konsumsi BK pada puncak musim kemarau (bulan Oktober) dapat

dilihat pada Tabel 2. Hasil konsumsi BK pada Tabel 2 merupakan hasil

 perhitungan dari rumus metode  Fecal Techniques  dan perhitungannya sepertitertera pada Lampiran 1.

Tabel 2. Konsumsi hijauan di padang penggembalaan jika kebutuhan BK 3% dari BB pada akhir musim kemarau

 No. Konsumsi bahan

kering (g)

Konsumsi bahan

segar (g)

Konsumsi BK

(% dari BB)

% Kekurangan

12

345

67

89

10

319,21156,89

245,79432,76285,43

198,90325,92

290,77285,56

189,44

396,98195,11

305,67538,19354,97

247,36405,30

361,61355,13

235,59

1,430,70

1,101,941,28

0,891,46

1,301,28

0,85

1,572,30

1,901,061,72

2,111,54

1,701,72

2,15

Page 8: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 8/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 191

Rata-rata konsumsi dari hasil perhitungan selama musim kemarau berkisar

antara 0,70% sampai 1,94% dari BB, jika kebutuhan BK dari ternak adalah 3%dari BB, maka selama kemarau ada kekurangan sebanyak 1,06% sampai 2,30%

dari BB. Keadaan ini jelas sangat jauh dari kebutuhan ternak karena pada bulan

Oktober ini ketersediaan hijauan di lapangan sangat sedikit.

Komposisi Botani padang penggembalaanYang dihitung dalam penelitian ini adalah proporsi dari rumput,

leguminosa dan gulma. Setelah dihitung proporsinya maka untuk melihat jenisrumput dan leguminosa hanya diidentifikasi yang dominan saja. Jenis rumput danleguminosa yang dominan terdapat di padang penggembalaan dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Jenis rumput dan legum yang dominan di padang penggembalaanRumput  Leguminosa 

 Heteropogon contortus  Digitaria sangunalis  Bothriochloa timorensis  Ischaemum timorense  Digitaria sp Cyprus rotundus 

 Alysicarpus vaginalis  Desmodium spp  Glysine spp 

Proporsi dari tanaman rumput, leguminosa dan gulma yang terdapat di

lokasi padang penggembalaan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proporsi rumput, leguminosa dan gulma di lokasi penggembalaan

Bulan  Rumput (%)  Leguminosa herba (%)  Gulma (%) Desember   92,3  4,1  3,6 Pebruari  91,3  4,8  4,2 April  90,4  4,3  5,3 Juni  91,9  2,5  5,6 Agustus  98,5  0,2  1,3 Oktober   99,2  -  0,8 

Sebagian besar hijauan yang ada di padang penggembalaan adalah rumput

alam yakni diatas 90%, hanya terdapat relatif sedikit tanaman leguminosa.Kurangnya proporsi tanaman leguminosa di padang rumput alam menyebabkan

rendahnya kualitas hijauan, terutama selama musim kemarau proporsi legumsudah tidak ada, di mana rumput alam sudah menjadi sangat rendah mutunya yangmenjadi sumber pakan satu-satunya. Pada kebanyakan padang rumput alam di

Timor sekarang ditambah dengan ancaman gulma semak bunga putih(Chromolena odorata) yang semakin mempersempit lahan penggembalaan, tetapi

 pada lokasi penelitian ancaman semak ini belum terlalu banyak karena gulma distasiun ini secara rutin setiap musim hujan dimusnahkan.

Pemeliharaan yang dilakukan adalah ternak digembalakan sepanjang pagi

sampai sore hari dan pada malam hari dikandangkan. Setelah masuk kandangmaka ternak diberi hijauan pohon, jenis hijauan yang diberikan sangat tergantung

 pada ketersediaannya di sabana. Ketersediaan hijauan sangat tergantung pada

musim dan sifat dari regrowth  tanaman setelah pemotongan, maka ada perbedaan

Page 9: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 9/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 192

hijauan yang diberikan sepanjang tahun, yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis hijauan yang diberikan kepada ternak selama dikandangkanBulan  Jenis Hijauan 

Desember –  Januari   Leucaena leucochepala , Lannea corromandelica  Pebruari –  Maret   Leucaena leucochepala, Lannea corromandelica, Gliricidia sepium 

April  –  Mei  Gliricidia sepium, Leucaena leucochepala, Samania saman Juni –  Agustus  Samania saman, Schleichera oleosa September –  Nopember Thamarindus, Schleichera oleosa  

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulansebagai berikut:

1.  Produksi dan kualitas hijauan, daya tamping sabana Timor Baratmengalami fluktuasi sesuai musim, produksi tertinggi di awal kemarau,kualitas terbaik di musim hujan serta produksi dan kualitas terendah di

akhir kemarau.2.  Di akhir musim kemarau ternak hanya mengkonsumsi 0,7-1,94% BK

hijauan sabana dari BB sehingga mengalami kekurangan 1,06-2,3% BK pakan dari kebutuhan 3 % BK berdasarkan BB.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, Y.N. dan U. Umiyasih. 2005. Tinjauan tentang upaya penyediaan

hijauan pakan ternak sepanjang tahun di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan

Kering. Fapet-UGM, Yogyakarta.Anonim. 2002. Data Curah Hujan Daerah NTT. Stasiun Klimatologi Klas II

Lasiana, Kupang.Aoetpah, A. 2002. Fluktuasi ketersediaan dan kualitas gizi padang rumput alam di

 pulau Timor. J.of Dryland Agric. Information 11:32-43. Pusat Penelitian

Lahan Kering Lembaga Penelitian Universitas Nusa Cendana, Kupang.Bhatta,R.,N.Swain, D.L. Verma and N.P.Singh. 2004. Study on feed intake and

nutrient utilitation of sheep under two housing system in a semi arid regionof India. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17 (6):814-819.

Hartadi,H., S.Reksohadiprodjo, A.D.Tillman. 2005. Tabel-tabel Dari KomposisiBahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Edisi kelima. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Jelantik, I G.N. 2001. Improving Bali cattle (Bibos banteng Wagner) productionTrough protein supplementation. PhD. Tesis. Dept. of Science and AnimalHealth. The Royal Veterinary and Agricultural University Copenhagen.

Katipana, N.G.F., J.I. Manafe, D. Amalo. 2009. Manfaat Limbah Organik BagiProduktivitas Ternak Ruminansia, Ketahanan Pangan dan Pencemaran

Lingkungan: I. Uji Laboratoris Terhadap Produksi NH3 dan TingkatDegradasi Protein Limbah Organik dari Mikrobia Rumen. LaporanPenelitian. Fakultas Peternakan  –  Undana. Kupang.

Page 10: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 10/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 193

Manu, A.E., E. Baliarti, S. Keman, F. Umbu Datta. 2007. Effects of Local Feed

Supplementation on the Performance of Bligon Goat Does at the End ofGestation Reared in West Timor Savannah. Anim. Proc. 9 (1): 1-8.

McDonald, P.; R.A Edwards; J.F.D. Greenhalgh; and C.A. Morgan. 2002. Animal

 Nutrition.  Prentice Hall. New York. Nulik, J. dan A. Bamualim. 1998. Pakan Ruminansia Besar di Nusa Tenggara.

Laporan Penelitian. BPTP Naibonat Kupang dan Eastern Island VeterinaryService Project.

Susetyo. 1980. Padang Penggembalaan. Balai Penyuluhan PertanianBatangkaluku. Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluh Pertanian,Departemen Pertanian.

Page 11: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 11/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 194

PENDUGAAN DAYA TAMPUNG RUSA LIAR (Cervus timorensis) DI

PADANG RUMPUT MAR TAMAN NASIONAL WASUR MERAUKE

Bambang Tjahyono Hariadi1)

 dan Thimotius Sraun1)

 bot [email protected]

ABSTRACT

The objective of this experiment was to know carrying capacity of rusa deer(Cervus timorensisi )  at Mar, Wasur National Park Merauke district. The data

collected were spesies of grasses, production each species and carrying capacity.The results showed species of grasses were  Cynadon dactylon,  Imperatacylindrica and Phragmites karka. Mar was dominated by Cynadon dactylon. The

 production of Cynodon dactylon  was 2.183 kg/ha. The Carryng capacity of rusadeer was 0,5 ha/head/year.

Key words : Carryng capacity, rusa deer, savannah, national park  

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kapasitas tampung rusa liar

( Macropus agilis)  di Mar Taman Nasonal Wasur Merauke. Variabel yang diamatiyaitu jenis rumput, produksi per ha dan kapasitas tampung. Berdasarkan

 pengamatan menunjukkan bahwa  jenis hijauan yang ditemukan di padang rumput

Mar yang dikonsumsi oleh rusa liar adalah Grinting (Cynadon dactylon), Alang-alang ( Imperata cylindrica) dan Palungpung ( Phragmites karka), dimana grinting

merupakan rumput yang sangat dominan. Produksi Grinting (Cynadon dactylon)

2.183 Kg/ha. Daya tampung padang rumput Mar terhadap rusa liar adalah 0,5Ha/ekor/tahun.

Kata kunci :  Daya tampung, padang rumput, rusa liar, taman nasional  

PENDAHULUAN

Latar belakang

Taman Nasional Wasur merupakan taman nasional yang terletak dikabupaten Merauke-Papua. Taman Nasioanl Wasur ditetapkan sebagai taman

nasional berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan nomor : 448/Menhut-VI/1990, tertanggal 6 Maret 1990. Luas areal Taman Nasional Wasur sebesar

413.810 Ha.Potensi flora dan fauna di Taman Nasional Wasur sangat besar. Taman ini

mempunyai 10 jenis induk vegetasi dengan daerah hutan savana   2/3 dari

seluruh taman. Habitat lain yang dapat dijumpai adalah hutan pantai, hutan bakau,hutan bambu, padang rumput dan rawa sagu yang cukup luas. Di Taman Nasional

Wasur terdapat sekitar 80 jenis mamalia, dimana 27 jenis merupakan jenisendemik. Jenis burung yang ada sekitar 390, sehingga merupakan daerah yang

 paling kaya di Papua (Petocz, R.G. , 1987). Jenis-jenis fauna antara lain kanguru/

walabi lincah ( Macropus  agilis), kaswari (Casuarius-casuaarius) dan faunaeksotik adalah rusa liar (Cervus timorensis).

Page 12: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 12/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 195

Permasalahan

Mar, merupakan salah satu zona inti di dalam kawasan Taman Nasional

Wasur. Di lokasi tersebut banyak dijumpai padang rumput/savana yang sangatluas. Satwa yang bisa dilihat dalam padang rumput di Mar antara lain yaitu walabi

lincah dan rusa liar. Pengelolaan padang rumput di Mar menjadi sangat penting,karena padang rumput tersebut menjadi sumber pakan utama bagi rusa liar .Sedangkan rusa liar merupakan sumber protein yang penting juga bagi masyarakat

yang berdiam di dalam Taman Nasional Wasur maupun masyarakat di Meraukedan sekitarnya. Kondisi padang rumput yang perlu diperhatikan adalah jangansampai terjadi kondisi over grazing maupun under grazing   oleh rusa liar pada

 padang rumput tersebut.Untuk mencegah terjadinya kondisi over   maupun under grazing   di dalam

suatu kawasan padang rumput, salah satu caranya adalah dengan mengukurkapasitas tampung /carrying capacity  pada lokasi tersebut. Dengan mengetahuiadanya kapasitas tampung di padang rumput Mar, maka bisa diketahui berapa

 jumlah ideal rusa liar yang dapat ditampung pada padang rumput tersebut.Hal ini menjadi sangat penting bagi strategi pengelolan kawasan zona inti di

Mar tersebut. Bila jumlah rusa liar berlebihan maka perlu dilakukan pemburuanterhadap rusa liar, agar tidak terjadi over grazing . Tetapi bila jumlah rusa liardirasa kurang, maka perburuan perlu dilarang, karena akan mengakibatkan

terjadinya under grazzing   di padang rumput tersebut. Mengingat sampaisekarang data tentang kapasitas tampung di Mar sampai saat ini belum ada, maka

 penelitian untuk mengetahui kapasitas tampung di Mar mutlak perlu sebagai dasardalam pengelolaan zona inti di Mar Taman Nasional Wasur Merauke.

Tujuan dan ManfaatTujuan penelitian ini untuk mengetahui kapasitas tampung rusa liar di Mar

Taman Nasonal Wasur Merauke.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dasar dalam melakukanstrategi pengelolaan rusa liar di padang rumput Mar Merauke.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu

Penelitian ini dilakasanakan di padang rumput Mar Taman NasionalWasur. Penelitian dilaksanakan selama 7 hari.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu rumput. Sedangkanalat yang dipakai adalah : Timbangan duduk berkapasitas 2 kg, meteran rol,kantong plastik, parang, gunting, kwadran kayu ukuran 1 m2, spirtus, kertas koran,

 buku identifikas i jenis rumput, dan alat tulis menulis.

MetodaMetoda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metoda deskriptif

dengan teknik survei. Survei dilakukan di Padang rumput Mar Taman Nasional

Page 13: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 13/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 196

Wasur Merauke. Untuk mengetahui produksi rumput dan kapasitas tampung,

 pengambilan contoh rumput dilakukan secara stratifikasi dengan menggunakanmetoda kwadran (Alikodra 1990) dan (Reksohadiprodjo, 1996). Sedangkan

koleksi spesimen dilakukan untuk mengetahui spesies rumput yang dimakan oleh

rusa liar.

Identifikasi jenis rumputIdentifikasi jenis rumput dilakukan dengan mengamati jenis-jenis rumput

dan mencabut jenis rumput terutama yang sudah berbunga. Kemudian dicocokkandengan buku identifikasi lapangan ( Mannetje L. „t and R.M. Jones, 1992).Rumput yang belum teridentifikasi, akan dibuat spesimen basah untuk

diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium atau spesimen tersebut nantinya dikirimke Herbarium Bogoriense- Bogor.

Stratifikasi lokasi

Stratifikasi lokasi dilakukan berdasarkan jenis rumput yang tumbuh.Berdasarkan pengamatan lapangan menunjukan bahwa terdapat tiga jenis rumputyaitu grinting (Cynodon dactylon  ), Palungpung ( Prhagmites karka) dan Alang-

alang ( Imperta cylindrica). Tetapi luasan palungpung dan alang-alang sangatkecil kurang dari 1%, maka pada kedua jenis rumput tersebut tidak diambilsampelnya. Sedangkan grinting tumbuh sangat dominan di padang rumput

tersebut hampir 100%, sehingga padang rumput sangat homogen. Berdasarkanhal tersebut maka dilakukan pengambilan sampel untuk rumput grinting pada tiga

lokasi yang berbeda.

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menempatkan kwadran 1 m2  pada padang rumput tersebut. Rumput yang masuk dalam kwadran semuanya dipotong

serendah mungkin dengan tanah, kemudian ditimbang berat segarnya.Pengukuran produksi padang rumput dimodifikasi dari (Reksohadiprodjo, 1996):

1.  Diamati spesies padang rumput yang dikonsumsi oleh satwa, dan dihitung

 produksinya per hektar2.  Dihitung % cover masing-masing spesies, kemudian dijumlahkan sehingga

merupakan total % cover.3.  Ditentukan P.U.F (proper use factor). untuk menjamin pertumbuhan

kembali. PUF untuk penggunaan padang rumput yang ringan adalah 25%

4.  Dipertimbangakan juga periode merumput atau periode stay dan periodeistirahat atau rest. Voisin (1959) dalam  Reksohadiprodjo (1996)

memasukkan periode rest(istirahat) 10-14 minggu atau 70 hari rata-ratadan periode merumput 30 hari untuk negara tropis. Persamaan Voisin(1959)  dalam  Reksohadiprodjo (1996) untuk mengukur kebutuhan luas

tanah pertahun adalah :(Y-1) s = r

dimana Y = luasan tanah yang diperlukan oleh seekor satwas = Periode merumput (30 hari)r = Periode istirahat (70 hari)

(Y-1) 30 = 70

30Y – 30 = 70

Page 14: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 14/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 197

30Y = 100; Y = 3,3 (Kebutuhan tanah pertahun adalah

3,3 kali kebutuhan tanah perbulan).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu :a.  Jenis rumput

 b.  Produksi rumput dihitung dengan membandingkan berat segar rumput (gr) per luasan 1 m2.

c.  Proyeksi daya tampung. Untuk menetapkan proyeksi daya tampung didaerah tropis dimodifikasi berdasarkan rumus Voisin (1959) dalam Reksohadiprodjo

( 1996) sebagai berikut :(y - 1 ) s = r

dimana :Y : angka konversi luas tanah yang dibutuhkan per ekor rusa liar per

tahun terhadap kebutuhan per bulanS : periode merumput (S = stay : selama 30 hari)R : periode istirahat (r = rest : selama 70 hari)

Dengan menggunakan nilai r = 70 dan s = 30 pada rumus di atas, maka diperolehnilai Y = 3,3. Sehingga dengan mengetahui kebutuhan luas tanah per bulan/Ha/unit rusa liar (UR) , maka kebutuhan luas padang rumput atau daya tampung per

tahunnya dapat diketahui = 3,3 ×  taksiran kebituhan luas tanah /bulan/UR.

Pengolahan dataPengolahan data dilakukan secara tabulasi sesuai dengan variabel

 pengamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis Hijauan

Jenis-jenis hijauan yang terdapat dalam padang rumput Mar Taman Nasional Wasur yang dikonsumsi oleh rusa liar adalah Grinting (Cynodon

dactylon)  (L.) Pers.), palungpung  —   ( Phragmites karka)  (Retz.) Trin., Alang-alang   –   ( Imperata cylindrical )  (L.) Beauv. Grinting mempunyai daya pengikattanah yang kuat dan tahan terhadap injakan sehingga rumput ini merupakan

rumput penutup halaman dan lapangan olah raga yang baik. Karena sifat-sifatnya

itulah rumput ini sudah umum ditanam. Grinting juga merupakan rumputmakanan ternak yang bernilai tinggi. Tumbuhnya memberi respon terhadap pemupukan. Seperti jenis rumput lainnya, dalam penanamanya juga biasadicampur dengan jenis legum yang tujuannya untuk meningkatkan nilai gizi dan

 produksinya. Jenis legum yang dapat ditanam bersama-sama yaitu Trifoliumrepens, Trifolium procumbens, Trifolium dubium dan Lespedeza sp. (Anonimous,1982)

Jenis legum (leguminosa) tidak dijumpai di padang rumput tersebut.Berdasarkan kandungan gizinya, maka legum lebih tinggi kandungan protein

kasarnya dari pada rumput ( McIlroy R.J., 1977).Dengan demikian maka sebenarnya rusa liar masih perlu suplai protein

kasarnya dalam pakannya, sehingga pertumbuhan rusa liar bisa lebih baik lagi.

Page 15: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 15/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 198

Dimana salah satu fungsi dari protein adalah untuk pertumbuhan (Tilmann, dkk.,

1998). Disamping itu peranan legum sangat penting untuk satwa, legum jugamempunyai peranan sangat penting untuk padang rumput antara lain yaitu yaitu :

(1) memperbaiki kualitas produksi suatu padang rumput, karena kadar protein

kasar legum yang lebih tinggi dari pada rumput. (2) Memanfaatkan transfernitrogen dari legum untuk menjaga produksi rumput padang rumput karena

 pelapukan bintil akar serta rontokan daun legum akan menyumbangkan N padatanah setelah melewati proses dekomposisi. Hal tersebut pada gilirannya akan

meningkatkan produktivitas satwa/walabi yang hidup pada padang rumputtersebut (Humphreys, 1995). Alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan

 penanaman legum yang sudah ada di dalam Taman Nasional Wasur. Apakah

 berupa legum pohon, legum yang menjalar atau legum perdu.

Produksi HijauanBerdasarkan pengamatan lapangan terdapat tiga jenis rumput yang dapat

dikonsumsi oleh Rusa liar, yaitu palungpung, alang-alang dan grinting. Tetapiyang diambil sebagai sampel hanya terhadap rumput grinting. Produksi rumputgrinting dari tiga lokasi di Mar disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Produksi rumput grinting di padang rumput Mar

 No Tempat/Lokasi Produksi ( gr / m ) Produksi (kg /Ha)

1

23

Lokasi I

Lokaasi IILokasi III

195

210250

1.950

2.1002. 500

Rata-rata 218,3 2.183

Berdasarkan Tabel 1 tersebut diatas menunjukkan bahwa produksirumput grinting rata sebesar 2.183 kg/Ha. Dapat dikatakan cukup tinggi.

Berdasarkan waktu pengambilan sampel pada bulan November, maka waktutersebut merupakan akhir musim kering. Dengan demikian maka pada akhirmusim keringpun produksi grinting masih cukup tinggi.

Menurut Subagiyo dan Kusmartono (1988), musim terutama curahhujan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi rumput. Dari

segi kualitas perubahan musim antara musim penghujan dan musim kemarau akanmengakibatkan adanya perubahan nilai gizi rumput. Hal ini disebabkan karena

kandungan nilai gizi rumput berasal dari unsur hara dalam tanah. Dengan berkurangnya kadar air tanah di musim kemarau, maka unsur hara tersebut kurangdapat diabsorbsi rumput untuk pembetukan zat gizi. Dengan demikian maka

kandungan protein kasarnya pun pada mudim kemarau akan menurun. Disampingitu radiasi sinar matahari yang lebih besar pada musim kemarau akanmengakibatkan pembentukan serat kasar yang lebih aktif, sehingga kandungan

kasar rumput akan lebih tinggi.Pada musim kemarau juga akan menurunkan kuantitas produksi rumput.

Karena kadar air tanah yang rendah, maka rumput akan mengalami hambatan pertumbuhan karena berkurangnya kadar air tanah serta kurang dapatnya unsurhara untuk diabsorbsi rumput untuk pertumbuhan tersebut. Bahkan penurunan

 produksi rumput pada musim kemarau dapat mencapai lebih dari setengah

Page 16: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 16/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 199

 produksi pada musim penghujan. Fluktuasi ini juga akan dapat mengakibatkan

fluktuas inya pertumbuhan satwa (rusa liar) di padang rumput tersebut.

Proyeksi Daya Tampung

Di dalam menentukan proyeksi daya tampung padang rumput Mar ditarik beberapa asumsi sebagai berikut:

Berat rata-rata rusa liar diasumsikan adalah 110 kg, Semiadi (1998) dalam Andoy E F S (2002) sehingga kebutuhan rumput/hijauan perhari adalah 10% dari

 berat badan = 110 kg ×  10% = 11kg. Sehingga kebutuhan perbulan = 11 kg ×30= 330 Kg/bulan. Proyeksi daya tampung di padang rumput Mar disajikan dalam

Tabel 2.

Tabel 2. Proyeksi kebutuhan lahan/ekor rusa liar

 No Jenis

rumput 

Produksi 

(Kg/Ha) 

PUF 

(25%) 

Kons.pakan per bulan

(Kg) 

Kebth.lahan

(bulan/ Ha) 

Kebth.lahan

(tahun/Ha) 

1  Grinting  2.183  545,75(kg)  330  0,60  1,98 

Keterangan : Kons.pakan : Konsumsi pakan

Kebuth. Lahan : Kebutuhan lahan

Berdasarkan tabel 2 di atas terlihat bahwa kebutuhan lahan seekor rusa

liar adalah 0,6 Ha/bulan atau 1,98  2 Ha/tahun. Dengan kata lain Daya Tampung

 perhektar 0,5/ekor/th. Jumlah ini sama dengan yang dilaporakan oleh Burhanudin

M dkk. (2008) sebesar 0,5 ekor/ha/tahun di Tanjung Pasir Taman Nasional BaliBarat.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.  Jenis hijauan yang ditemukan di padang rumput Mar yang dikonsumsioleh rusa liar adalah Grinting (Cynadon dactylon), Alang-alang ( Imperata

cylindrica) dan Palungpung ( Phragmites karka).2.  Produksi Grinting (Cynadon dactylon) 2.183 Kg/ha.

3.  Daya tampung padang rumput Mar terhadap rusa liar adalah 0,5Ha/ekor/thn.

SaranHal-hal yang perlu disarankan setelah penelitian ini yaitu: perlu dilakukan

survei jumlah populasi rusa liar di padang rumput Mar.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra Hadi S., 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Departemen Pendidikandan Kebudayaan . Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Pusat Antar

Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 17: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 17/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 200

Andoy Elvis Erikson Sonny, 2002. Studi Populasi Rusa Timr (Cervus timorensis)

dan Perburuan oleh Penduduk di Desa Poo, Tomer dan Sota Dalam Taman Nasional Wasur Merauke.  Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri

Papua. Tanpa Publikasi.

Anonimous, 1982. Rumput Dataran Rendah. Lembaga Biologi Nasional, Bogor.Burhanudin Masy‟ud, Indra Hadi Kusuma dan Yandi Rahmadani, 2008 . Potensi

Vegetasi Pakan dan Efektivitas Perbaikan Habitai Rusa Timor (Cervustimorensis de Blainfile 1828) di Tanjung Pasir Taman Nasional di Taman

 Nasional Bali Barat).  Media Knservasi. Vol.13 No.2. Agustus 2008 : 57-64

Humphreys L.R., 1995. Diversity and Productivity of tropical legumes. In :

D‟Mello J.P.F. and Devendra C (ed)., 1995. Tropical Legumes in Animal Nutrition. CAB international, Wallingford UK.

Mannetje L. „t and R.M. Jones, 1992. Forages. Prosea, Bogor.McIlroy R.J., 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya

Paramita, Jakarta.Petocz, R.G. , 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. Pustaka

Grafitipers, Jakarta.

Reksohadiprodjo Soedomo, 1996. Evaluasi Produksi Pasture. Dalam KursusSingkat Teknik Evaluasi Pakan Ruminansia. Jurusa liarn Nutrisi danMakanan Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogjakarta.

Soesanto, H dan Subagiyo, 1988. Landasan Agrostologi. NUFFIC. UniversitasBrawijaya, Malang.

Subagiyo ,I. dan kusmartono, 1988. Ilmu Kultur Padangan. NUFFIC. UniversitasBrawijaya, Malang.

Susetyo, 1979. Pengelolaan dan Pemanfaatan Padang Rumput. Direktorat

Jendral Peternakan dan Fakultas Peternakan IPB, Bogor.Tillman A.D., Hartadi H., Reksohadiprodjo S., dan Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu

Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press dan FakultasPeternakan UGM., Yogjakarta.

Page 18: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 18/168

Page 19: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 19/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 202

sebesar 20,8% pada pemotongan pertama dan 10,7% pada pemotongan kedua, dan

mampu meningkatkan kualitas protein hijauan sebesar 17,01% pada pemotongan pertama dan 38,95% pada pemotongan kedua. Cara persiapan lahan dengan

menyemprotkan herbisida yang berbahan aktif glyphosate setelah dipotong

terlebih dahulu, merupakan cara yang paling tepat dalam menanam leguminosake padang rumput alami. Untuk meningkatkan ketersediaan pakan berkualitas,

menanam centro ke padang rumput alami dengan cara persiapan lahanmenggunakan herbisida yang berbahan aktif glyphosate adalah merupakan cara

yang paling tepat. Diperlukan suatu penelitian dalam jangka waktu yang panjanguntuk memperoleh data yang lebih akurat mengenai produksi hijauan pakansepanjang tahunnya.

Kata kunci:  persiapan lahan, penyebaran legume, padang rumput alami 

PENDAHULUAN

Latar BelakangSalah satu faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan

 produksi ternak ruminansia adalah tersedianya hijauan makanan ternak yang berkualitas sepanjang tahun. Hijauan makanan ternak yang berkualitas terutamaterdiri dari rumput rumputan sebagai sumber energi dan leguminosa sebagai

sumber protein. Di Indonesia, khususnya di Bali, petani ternak masihmemanfaatkan rumput lapangan sebagai pakan ternaknya (Mendra, 1992 ), karena

lahan yang khusus dipergunakan untuk menanam rumput tidaklah memadai.Padang rumput alami yang tersebar pada beberapa daerah di Indonesia

luasnya 2.399.597 ha, dan lebih dari 90% luas padang rumput yang diusahakan

untuk menghasilkan pakan ternak di Indonesia didominasi oleh rumput alam dankomponen leguminosa hampir tidak ada (Sanchez, 1993). Rendahnya

 produktivitas ternak pada padang rumput alami didaerah tropis terutamadisebabkan oleh rendahnya kualitas hijauan. Salah satu faktor yang menyebabkanrendahnya kualitas hijauan padang rumput alami adalah kelengasan dan

kesuburan tanah yang rendah (Sanchez, 1993).Di negara-negara maju, asosiasi rumput dan leguminosa banyak

diterapkan di padang penggembalaan (padang rumput). Bayer (1990) menyatakan bahwa keuntungan leguminosa dibandingkan dengan rumput adalah (1)leguminosa dapat mengikat N bebas dan bersimbiose dengan rhizobia, (2) kualitas

hijauan leguminosa tidak menurun drastis pada musim kemarau, (3) hijauan yang

lebih banyak mengandung leguminosa mempunyai kandungan protein dan nilaicerna yang lebih tinggi.Pada umumnya leguminosa yang diintroduksikan ke dalam padang rumput

adalah leguminosa penutup tanah (cover crops), seperti Centrosema pubescens,

Calopogonium mucunoides  dan  Pueraria phaseoloides. Jenis leguminosa penutuptanah ini adalah leguminosa tahunan yang tumbuhnya membelit dan memanjat,dan panjangnya bisa mencapai 5 m (Bogdan, 1977) Spesies tahunan seperti

Centrosema pubescens  dan Calopogonium mucunoides ini mempunyai sistem perakaran yang kuat dan relatif tahan terhadap cekaman air. Centrosema

 pubescens  mempunyai pertumbuhan awal yang sangat lambat, tetapi akan berkembang sangat cepat dan agresif jika sudah beradaptasi, serta mempunyai

daun yang lebat (Skerman, 1988). Sumbangan nitrogen yang dapat diberikan

Page 20: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 20/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 203

leguminosa setiap tahunnya pada padang rumput menurut Sanchez (1993) adalah

 berkorelasi langsung dengan kandungan bahan kering bagian atas apabila spesiesyang digunakan telah dikelola dengan baik.

Di beberapa tempat yang mengembangkan padang rumput leguminosa,

daya tampung dapat ditingkatkan 5-6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan padang rumput alamiah. Hal ini didukung oleh t‟Mannetje dan Jones (1992) yang

menyatakan bahwa pada pertanaman campuran rumput dan leguminosa dapatmeningkatkan kapasitas tampung, meningkatkan kenaikan berat badan dan

meningkatkan produksi dari ternak.Leguminosa memerlukan aerasi yang baik supaya bintil akar dapat

 berkembang dan memfiksasi N bebas dengan baik. Hasil fiksasi N inilah nantinya

yang akan membantu pertumbuhan leguminosa, sehingga mampu berproduksimaksimal dengan kualitas yang baik (Humphreys, 1980). Pada umumnya

leguminosa kalah bersaing dengan rumput lapangan yang telah menyesuaikan diridengan kondisi yang ada. Rumput-rumputan termasuk tanaman golongan C4 

sedangkan leguminosa termasuk golongan C3. Tanaman C4  lebih efisien dalammemanfaatkan sinar matahari, CO2  dan lebih efisien dalam penggunaan air,karena mempunyai sistem perakaran yang lebih luas dibandingkan dengan C3 

(Sastroutomo, 1980).Cara persiapan lahan yang tepat juga bertujuan untuk mengurangi

kompetisi oleh rumput sehingga leguminosa dapat tumbuh optimum. Pemilihan

cara persiapan lahan ini sangat dibatasi oleh biaya, ketersediaan tenaga kerja danluasan padang rumput yang akan diintroduksi dengan leguminosa, serta tingkat

erosi (Leach et al ., 1976 dalam  Nurjaya, 1987).Pengolahan tanah didalamnya termasuk pencangkulan sampai dengan

tanpa pengolahan hanya dibuat larikan atau ditugal.Selain dengan pengolahan

tanah pengelolaan padang rumput alam juga dapat dilakukan dengan pembakaran padangan. Maksud utama pembakaran adalah untuk memusnahkan tanaman

rumput dan gulma yang tua dan tidak palatabel dan kering, serta untukmerangsang pertumbuhan tanaman muda yang mengandung nutrisi yang lebihtinggi dan lebih disukai ternak. Pembakaran juga dapat memberantas hama dan

 penyakit baik yang menyerang ternak atau tanaman (Reksohadiprodjo, 1994),serta melepaskan fosfor dan unsur hara yang lain yang terikat dalam jaringan

tanaman tua dan membuatnya tersedia bagi tanaman (Sanchez, 1993).Pengontrolan kompetisi tanaman juga dapat dilakukan dengan

menggunakan herbisida. Herbisida sistemik seperti dalapon dan glyphosate,

ditranslokasikan ke tanaman dan akan membunuh sampai ke akar tanaman. Nurjaya (1987) menemukan bahwa pada tanah berpasir, cara persiapan lahan

dengan memotong kemudian menyemprot dengan glyphosate 3 kg a.i. ha  – 1  dansetelah dua minggu ditanami, memberikan hasil yang lebih baik daripada

 persiapan lahan secara konvensional (membajak dan membersihkan tanaman yang

ada). Hal ini disebabkan oleh temperatur permukaan tanah lebih tinggi pada persiapan lahan secara konvensional dibandingkan dengan menyemprotnya

dengan herbisida.

Rumusan Masalah

Padang rumput alami didominasi oleh rumput-rumputan lokal sehingga

kuantitas dan kualitas pakan ternak yang dihasilkan rendah. Penanaman

Page 21: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 21/168

Page 22: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 22/168

Page 23: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 23/168

Page 24: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 24/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 207

Tabel 5.1 Signifikansi pengaruh cara persiapan lahan (P), jenis leguminosa (L)

dan interaksinya terhadap variabel yang diamati.Variabel Pengaruh

P L P X L

PEMOTONGAN PERTAMA

4 Kompos isi botani (%)

a) Rumput ** ** **

 b)Leguminosa ** ** NS

c) Gulma ** ** *

9 Produksi (t ha – 1

)

a). Produksi bahan kering rumput ** ** **

 b). Produksi bahan kering gulma ** NS NS

c). produksi bahan kering leguminosa ** ** NS

d).Produksi total bahan kering hijauan ** ** **

e). Produksi total protein kasar NS ** NS

10 Kualitas hijauan (%)

a). Kandungan protein kasar ** ** * b). Kandungan bahan kering (DM) NS ** NS

c). Kandungan bahan organik NS NS NS

d). Kandungan abu. NS NS NS

PEMOTONGAN KEDUA

4 Kompos isi botani (%)

a) Rumput ** ** **

 b) Leguminosa ** ** **

c) Gulma ** ** **

9 Produksi (t ha-1

)

a). Produksi bahan kering rumput ** ** **

 b). Produksi bahan kering gulma ** ** **

c). produksi bahan kering leguminosa ** ** **

d) Produksi total bahan kering hijauan ** ** NSe) Produksi total protein kasar ** ** **

10 Kualitas hijauan (%)

a). Kandungan protein kasar ** ** **

 b). Kandungan bahan kering (DM) NS ** NS

c). Kandungan bahan organik NS NS NS

d). Kandungan abu. NS NS NS

11 Jumlah nodul NS NS NS

Keterangan :

1) * = berbeda nyata (P < 0,05 )

2) ** = berbeda sangat nyata (P < 0,01)

3) NS = tidak berbeda nyata (P> 0,05)

Pada pemotongan pertama, cara persiapan lahan tanpa penanamanleguminosa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap poduksi bahankering rumput, kecuali pada persiapan lahan secara konvensional (Tabel 5.2).

Penanaman centro mengakibatkan penurunan produksi bahan kering rumput padacara persiapan lahan dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan. Pada

 penanaman calopo, persiapan lahan dengan pembakaran menghasilkan produksi

 bahan kering rumput yang lebih tinggi dibandingkan dengan persiapan lahankonvensional, tetapi tidak berbeda nyata dengan persiapan lahan dengan herbisida

dan tanpa olah tanah. Persiapan lahan secara nyata (P<0,05) meningkatkan produksi bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan, tetapi penanaman leguminosa ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap berat

kering gulma (Tabel 5.2).

Page 25: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 25/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 208

Pada pemotongan kedua, persiapan lahan pada penanaman centro secara

nyata meningkatkan produksi bahan kering leguminosa dibandingkan dengantanpa persiapan lahan, sedangkan pada calopo persiapan lahan dengan herbisida

dan tanpa persiapan lahan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel

5.3). Produksi bahan kering leguminosa tertinggi dijumpai pada persiapan lahandengan herbisida dan ditanami dengan centro, serta yang terendah dijumpai pada

 persiapan lahan secara konvensional yang ditanami dengan Calopo (Tabel 5.3).Penanaman leguminosa mengakibatkan penurunan produksi bahan kering rumput

dibandingkan dengan tanpa ditanami dengan leguminosa kecuali pada persiapanlahan secara konvensional. Tanpa penanaman leguminosa, cara persiapan lahanmenekan produksi bahan kering rumput dibandingkan dengan tanpa persiapan

lahan kecuali pada persiapan lahan dengan herbisida. Pada penanaman dengan centro,

cara persiapan lahan memberikan produksi rumput yang sama kecuali pada persiapan lahan secara konvensional yang mampu menekan produksi bahan

kering rumput. Pada penanaman dengan calopo, cara persipan lahan tidakmemberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan tanpa persiapan lahan(Tabel 5.3).

Tabel 5.2 Pengaruh cara persiapan lahan (P) dan jenis leguminosa (L) terhadap produksi bahan kering gulma dan leguminosa (t ha  – 1) pada

 pemotongan pertama dan produksi bahan kering total (t ha-1) pada pemotongan kedua (Pem.II)

Perlakuan Produksi bahan kering Prod. Bahan

Pemotongan I Kering total

Leguminosa Gulma Pem. II------ t ha- ---------- ------t ha- -----

Persiapan lahan

Pt (TOT) 1,47 c 0,68 b 2,85 a

Ph(herbisida) 2,39 a 1,06 a 2,84 a

Pp(pembakaran) 1,70 b 1,07 a 2,54 b

Pk(konvensional) 1,77 b 0,98 a 2,20 c

Jenis Leguminosa

Ltl (Tanpa legum) - 1,02 a 2,75 b

LCp (Centro) 1,71 b 0,89 a 3,08 a

LCm (calopo) 1,96 a 0,93 a 1,95 c

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%

Tanpa penanaman leguminosa, persiapan lahan meningkatkan produksi

 bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa persipan lahan kecuali pada persiapan lahan dengan herbisida. Pada penaman dengan centro, cara persiapanlahan meningkatkan produksi bahan kering gulma dibandingkan dengan tanpa

 persiapan lahan, sedangkan pada penanaman calopo persiapan lahan tidakmemberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi bahan kerinng gulma (Tabel

5.3)

Page 26: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 26/168

Page 27: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 27/168

Page 28: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 28/168

Page 29: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 29/168

Page 30: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 30/168

Page 31: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 31/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 214

herbisida yang ditanami dengan leguminosa produksi bahan kering rumputnya

hampir sama dengan pada persiapan lahan tanpa olah tanah (Tabel 5.4), tetapiuntuk produksi bahan kering leguminosa pada persiapan lahan dengan herbisida

 pada penanaman centro memberikan hasil yang berbeda nyata. Hal inilah yang

mengakibatkan produksi total bahan kering hijauan di atas tanah, pada persiapanlahan dengan herbisida yang ditanami centro memberikan hasil yang paling

tinggi.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penanaman leguminosa dan

cara persiapan lahan mampu menekan pertumbuhan rumput dibandingkan dengantanpa olah tanah. Tanpa penanaman leguminosa, prosentase rumput masih tingggitetapi dengan penanaman leguminosa prosentase rumput berkurang baik pada

 pemotongan pertama maupun pada pemotongan kedua. Calopo, pada pemotongan pertama mempunyai daya menekan pertumbuhan rumput yang lebih tinggi

dibandingkan dengan centro.Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa centro lebih tahan terhadap

 pemotongan. Reksohadiprodjo (1994) menyatakan bahwa centro adalahleguminosa dengan sifat tumbuh yang agresif, tumbuhnya merayap dan membelitdengan batang-batang yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya,

sehingga dapat menghindari dari tertutupnya oleh bayangan tanaman yangtumbuh bersamanya, dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Centro merupakantanaman leguminosa tahunan yang lebih tahan terhadap pemotongan jika

dibandingkan dengan calopo (Skerman, 1988).Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan

terhadap kualitas hijauan (kandungan bahan organik dan kandungan abu) kecualiterhadap kandungan protein kasar hijuan (Tabel 5.7). Pada semua perlakuandihasilkan kandungan protein kasar di atas 7% yang merupakan kandungan

 protein kasar kritis pada hijauan pakan ternak. Penanaman leguminosa nyatameningkatkan kandungan protein kasar hijauan dibandingkan dengan tanpa

ditanami leguminosa (Tabel 5.7). Cara persiapan lahan dengan herbisidamenghasilkan hijauan dengan kandungan protein kasar yang tertinggi, tetapi tidak

 berbeda dengan antara leguminosa centro dan calopo.

Semakin besar persentase leguminosa, maka kandungan protein kasar akansemakin besar dan semakin banyak prosentase rumput akan semakin menurunkan

kandungan protein hijauan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (1984)dan Reksohadiprodjo (1994) yang menyatakan bahwa leguminosa mempunyainilai nutrisi yang lebih baik daripada rumput, memiliki kandungan protein kasar,

kalsium dan fosfor yang lebih tinggi, dan seringkali mempunyai nilai serat kasaryang lebih rendah. Sementara itu, Mc Illroy (1977) menyatakan bahwa tingkat

dan stadia pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan perbaikan kualitas pakan.Selanjutnya dikatakan bahwa nilai gizi jenis hijauan makanan ternak dipengaruhioleh perbandingan daun/batang, fase pertumbuhan, kesuburan tanah dan

 pemupukan, serta keadaan iklim. Lebih lanjut, Djuned, dkk. (1980) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi kimia hijauan

diantaranya adalah faktor tanaman meliputi umur, jenis dan bagian tanaman.Daun mempunyai nilai protein yang lebih tingggi dibandingkan dengan batang,karena pada batang lebih banyak mengandung serat kasar dibandingkan dengan

daun.

Produksi total bahan kering hijauan di atas tanah dan kandungan protein

Page 32: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 32/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 215

kasar hijauan akan mempengaruhi produksi total protein kasar di padang rumput

alami. Produksi total protein kasar yang tertinggi diperoleh pada cara persiapanlahan dengan herbisida yang ditanami dengan centro pada pemotongan pertama

dan kedua.(Tabel 5.1). Produksi total protein kasar berkorelasi erat dengan

 produksi bahan kering leguminosa. Semakin banyak jumlah bahan keringleguminosa pada hijauan akan semakin meningkatkan produksi total protein kasar,

dan dengan semakin banyaknya rumput maka akan mengakibatkan semakinrendahnya produksi total protein kasar. Selain itu produksi total protein kasar juga

 berkorelasi erat dengan nodul yang terbentuk. Nodulasi leguminosa juga dapatmempertahankan tingginya konsentrasi protein pada rumput, sehingga keberadaanleguminosa dalam hijauan akan memberikan pakan yang lebih baik bagi ternak

(Skerman,1977). Penanaman centro pada perbagai cara persipan lahan, mampumeningkatkan produksi total protein kasar mendekati dua kali lipat pada

 penanaman calopo. Hal ini disebabkan karena setelah defoliasi calopo lebihlambat tumbuh kembali dibandingkan dengan centro.

Kompetisi yang terjadi setelah defoliasi, antar spesies tanaman yang berbeda atau pada spesies yang sama meliputi banyak faktor. Penampilan spesiestanaman yang berbeda dalam asosiasi yang berbeda dari sangat depresif, depresif

hingga menunjukkan interaksi yang tidak menguntungkan. Kompetisi akhirnyaakan mengurangi jumlah faktor yang esensial bagi masing-masing individu.Berhasilnya tanaman dalam kompetisi tergantung pada kedalaman dan distribusi

akar, lebar daun dan sifat genetik (Donald,1963).Rumput merupakan tanaman C4  yang lebih efisien dalam memanfaatkan

sinar matahari, CO2  dan lebih efisien dalam penggunaan air, karena mempunyaisistem perakaran yang lebih luas dibandingkan dengan C3  (Sastroutomo, 1990).Hal tersebutlah yang akan membatsi pertumbuhan leguminosa setelah

 pemotongan. Selanjutnya Mc.Illroy (1977) menyatakan bahwa penekanan inidisebabkan penaungan rumput dan persaingan akar dalam menyerap unsur hara di

dalam tanah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :1.  Terjadi interaksi antara cara persiapan lahan dengan jenis leguminosa dalam

hal produksi dan kualitas hijauan di padang rumput alami.

2.  Jenis leguminosa yang lebih mampu menghasilkan bahan kering yang lebihtingggi terutama pada pemotongan kedua adalah Centrosema pubescens 

Benth.3.  Penanaman leguminosa mampu meningkatkan produksi total bahan kering dan

kualitas hijauan di padang rumput alami.

4.  Cara persiapan lahan dengan menyemprotkan herbisida sistemik yang berbahan aktif glyphosate setelah dipotong terlebih dahulu, merupakan cara

yang paling tepat dalam menanam leguminosa di padang rumput alami.

Page 33: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 33/168

Page 34: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 34/168

Page 35: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 35/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 218

PEMANFAATAN LIMBAH DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK

UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH

 Nani Yunizar, Elviwirda dan Yenni Yusriani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh

ABSTRAK

Provinsi Aceh merupakan daerah prioritas penyumbang ternak sapi potong

yang memberi kontribusi terhadap penyediaan daging untuk konsumsi dalamdaerah dan memberi pendapatan yang cukup tinggi 25,5%. Akan tetapi akhir-

akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25%. Salah satu penyebabnya yaiturendahnya daya reproduksi terutama pada usaha peternakan rakyat akibat dari

terbatasnya ketersediaan pakan. Penelitian ini bertujuan untuk ; 1). Meningkatkan

 produksi dan produktivitas ternak untuk mencukupi kebutuhan daging 2).mendapatkan teknologi pakan yang berasal dari limbah pertanian (padi dan kakao)sebagai sumber hijauan pakan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten AcehTimur dan Kabupaten Bireuen. Ternak sapi di kelompokkan atas berdasarkan

umur dan bobot hidup. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan AcakKelompok. Nilai ekonomis ransum dihitung menggunakan R/C ratio. Design

 perlakuan pakan sebagai berikut : A0  =Perlakuan Petani dan A1 = 50% jerami padi fermetasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat ; A2  = 50% kulit kakaofermentasi + 50% hijauan pakan + 1% konsentrat. Peubah yang diamati adalah:

Pertambahan bobot badan harian, konsumsi dan analisis ekonomi (B/C ratio).Hasil penelitian diperoleh rata-rata pertambahan bobot badan harian A0  sebesar

0,759 kg, A1  sebesar 0,801 kg dan A2  sebesar 0,675 kg. Nilai B/C ratio Ao

sebesar 1,48 ; A1 sebesar 1,55, dan A2 sebesar 1,39.Kata kunci: integrasi, sapi, jerami padi, kulit kakao, ketahanan pakan

PENDAHULUAN

Kebijakan pembagunan peternakan di Provinsi Aceh dewasa ini lebihditekankan pada upaya untuk menyongsong kecukupan daging 2014. Salah satu

faktor yang dominan pada keberhasilan pengembangan ternak adalah ketersediaansumber pakan baik secara kuantitas maupun kualitas. Provinsi Aceh sebagai salah

satu Provinsi yang memiliki ternak sapi lokal dengan populasi sebesar 587,122

ekor memiliki potensi lahan pertanian berupa perkebunan, antara lain kebun kakao105,625 ha dan lahan sawah 352,201 ha. Kedua komoditi tersebut memiliki

 potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.Akan tetapi akhir-akhir ini laju pengembangan dan pertumbuhannya

sangat lambat, sehingga terjadi penurunan populasi ternak mencapai 1,25%(Dinas Peternakan Prov. NAD, 2009). Hambatan utama petani ternak khususnyadalam peningkatan populasi ternak yaitu terbatasnya pakan. Perluasan areal untuk

 penanaman rumput sebagai pakan ruminansia sangat sulit, karena alih fungsilahan yang sangat tinggi. Mengingat sempitnya lahan penggembalaan, maka

usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah) pertanian untuk pakan perlu dipadukandengan bahan lain yang sampai saat ini belum biasa digunakan sebagai pakan.

Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan

Page 36: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 36/168

Page 37: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 37/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 220

diberikan vitamin dan obat cacing. Dilakukan adaptasi selama 10 hari dengan

 bahan pakan yang akan diuji. Setiap 10 hari ternak ditimbang. Pakan diberikansebanyak 10% dari bobot badan. Konsentrat diberikan setiap pagi bersama dengan

mineral blok. Peubah yang diamati meliputi  pertambahan bobot badan, konsumsi

ransum dan analisis ekonomi (B/C ratio) berdasarkan nilai input dan output.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik di Kabupaten BireuenDesa Juli Mee Tengoh merupakan salah satu desa di Kecamatan Juli

Kabupaten Bireuen dengan luas wilayah 207 Ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan

3,5 km dan jarak desa ke ibukota kabupaten 5,5 km. Desa ini mudah dikunjungikarena transportasi dan sistem komunikasi relatif lancar. Batasan desa adalah

sebagai berikut:Sebelah Utara berbatasan dengan Meunasah Teungoh

Sebelah Timur berbatasan dengan Blang KeutumbaSebelah Selatan berbatasan dengan Bate Raya, PeuradenSebelah Barat berbatasan dengan Seunebok Gunci

Karakteristik Usahatani dan Jenis UsahataniUsahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Juli Mee Teungoh sangat

 beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani.Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanaman

semusim seperti padi, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominanditanam adalah kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutandan pisang. Adapun komoditas ternak yang banyak diusahakan adalah sapi,

kerbau, kambing, ayam dan itik.

Karakteristik Fisik di Kabupaten Aceh TimurDesa Lhok Asahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Idi Timur

Kabupaten Aceh Timur dengan luas wilayah 230 Ha. Jarak desa ke ibukota

kecamatan 1,5 km, dan jarak desa ke ibukota kabupaten 6,5 km.Batasan desa adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Seunebok KuyunSebelah Timur berbatasan dengan Meunasah JempaSebelah Selatan berbatasan dengan Keutapang Dua

Sebelah Barat berbatasan dengan Seunebok Tengoh

Karakteristik Usahatani dan Jenis UsahataniUsahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Lhok Asahan sangat

 beragam dimana umumnya petani mengelola lebih dari satu jenis usahatani.

Beberapa jenis komoditas utama yang diusahakan masyarakat adalah tanamansemusim seperti padi, sayuran dan cabe. Jenis tanaman perkebunan yang dominan

ditanam adalah kelapa sawit, kakao, pinang, dan kelapa. Tanaman hortikultura berupa rambutan dan pisang. Adapun komoditi ternak yang banyak diusahakanadalah sapi, kerbau, kambing, ayam dan itik. Susunan dan komposisi pakan sesuai

dengan pemberian saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Page 38: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 38/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 221

Tabel 1. Susunan pakan berdasarkan bahan kering

Bahan pakan Susunan Formulasi ransum (%) 

A0  A1  A2 Hijauan  100  81.7  76.3 

 jerami padi fermentasi  0  18  0 kulit kakao fermentasi  0  0  23.4 Konsentrat  0  0.3  0.3 

Total  100  100  100 

Tabel 2. Komposisi bahan pakan sesuai jumlah yang diberikan (kg)

Bahan pakan Susunan Formulasi Ransum (kg) A0  A1  A2 

Hijauan  18.46  15.36  14.44 

 jerami padi fermentasi  0  3.38  0 

kulit kakao fermentasi  0  0  4.43 

Konsentrat  0  0.06  0.06 Total  18.46  18.8  18.93 

Pertambahan Bobot Badan Selama PenelitianRata-rata pertambahan bobot badan sapi selama penelitian 90 hari

 perlakuan A0  (perlakuan petani) sebesar 38.97 g/ekor/hari, perlakuan A1 (pemakaian 50% jerami padi permentasi tambah 50% hijauan tambah 1%

konsentrat) sebesar 72.66 g/ekor/hari dan perlakuan A2  (kulit buah kakao permentasi hijauan tambah 1% Konsentat) sebesar 60.66 g/ekor/hari.

Dari hasil data penelitian yang diperoleh A0, A1, dan A2  secara statistik

menunjukkan perbedaan tingkat pertambahan bobot badan ternak sapi yang nyata

terutama antara perlakuan petani (A0) dengan perlakuan penambahan bahan

 pakan hasil fermentasi yaitu A1  dan A2. Namun perbedaan pertambahan bobot bobot badan ternak sapi yang diberikan pakan perlakuan hasil fermentasi antaraA1  dengan A2  memperlihatkan selisih yang tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan

karena pengaruh hasil proses fermentasi jerami padi (A1) yang menunjukkanserat-seratnya sudah terurai semua sehingga memberikan daya cerna lebih tinggidibandingkan dengan perlakuan petani maupun perlakuan penambahan kulit buah

kakao difermentasi.Tingkat daya cerna pakan yang dikonsumsi dapat menunjukkan tingkat

tinggi rendahnya penambahan bobot badan, karena dapat memberikan gambaran

seberapa banyak pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap oleh pili-pili ususuntuk membentuk otot daging dan tidak banyak di buang dalam bentuk feses.

Fitriani (2003) menyatakan bahwa perlakuan amoniasi jerami padi dengan aditifmikroba dapat meningkatkan nilai kecernaan NDF dan hemisellulosa rumput.

Tabel 3. Rataan Pertambahan Bobot Badan Sapi Selama Penelitian(gram/ekor/hari)

PerlakuanUlangan

Total Rata-rata1 2 3

A0 38.97 39.96 37.98 116.91 38.97a 

A1 69.03 37.98 74.97 217.98 72.66c 

A2

56.97 62.01 63.0 181.98 60.66 b

 

Ket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata (P>0,05)

Page 39: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 39/168

Page 40: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 40/168

Page 41: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 41/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 224

Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor

 produksi, yang digunakan dalam proses produksi, dan biaya adalah suatu nilaiyang dikorbankan untuk produksi (Teken dan Asnawi, 1977). Penerimaan adalah

hasil perkalian antara jumlah produksi fisik dengan harga satuan dari produksi

tersebut. Dalam hal ini jelas bahwa harga dari jumlah produksi sangat menentukan besar kecilnya penerimaan (Bishop dan Toussaint, 1979). Sedangkan pendapatan

adalah jumlah penerimaan total dari hasil usaha setelah dikurangi biaya riil usaha(Adiwilaga, 19820).

Untuk menilai kelayakan ekonomi dari hasil penelitian maka digunakananalisa tingkat keuntungan dan rasio manfaat biaya (B/C Ratio) disajikan padaTabel 7.

Tabel 7. Nilai B/C Ratio selama penelitian 90 Hari

Perlakuan PenerimaanBiaya produksi

B/C Ratio

(Rp)A0  Rp. 7.824.950 Rp. 5.261.554 1.48

A1  Rp. 9.123.100 Rp. 5.889.358 1.55

A2  Rp. 8.748.600 Rp. 6.284.309 1.39

KESIMPULAN

1.  Pertambahan bobot badan sapi selama penelitian mengalami kenaikan yg

signifikan dengan pemberian ransum perlakuan yang terdiri dari pakan perlakuan Hasil penelitian diperoleh rata-rata pertambahan bobot badan

harian A0  sebesar 0,759 kg, A1  sebesar 0,801 kg dan A2  sebesar 0,675 kg. Nilai B/C ratio Ao sebesar 1,48 ; A1 sebesar 1,55, dan A2 sebesar 1,39.

2.  Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan seperti pelepah sawit, kulit buah kakao yang di olah dengan cara fermentasi memberikan B/C ratio yang

lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, 2009. Data Base Peternakan Provinsi

Aceh. Banda Aceh.Fitriani. 2003. Analisis Usaha Penggemukan Sapi Yang Diberi pakan Jerami padi

Fermentasi ditambah Aktivator Mikroorganisme. Skripsi JurusanPeternakan Unsyiah, Darussalam Banda Aceh. 

Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal.2006.

Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta

Suharto. 2004. Pengalaman Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Sapi  –   KelapaSawit di Riau. Prosiding Lokakarya Nasional Kelapa Sawit  –   Sapi. BadanLitbang Pertanian. Bogor. Pp. 57-63

Zainuddin. 1995. Kecernaan dan Fermentasi Limbah Kakao serta Manfaatnya.Kumpulan Hasil-hasil Pertanian APBN TA 94/95, Balia Penelitian Ternak

Ciawi, Bogor.

Page 42: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 42/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 225

KERAGAAN PASTURA Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick

PADA SISTEM PENGGEMBALAAN DAN STOCKING RATE  BERBEDADI LAHAN PERKEBUNAN KELAPA

Selvie D. Anis

1

, M.A. Chozin

2

, M. Ghulamahdi

2

, Sudradjat

2

dan H. Soedarmadi

3

1DepartemenNutrisidanMakananTernakFakultasPeternakan UNSRAT, Manado.

2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

3DepartemenMakananTernakdanTeknologi Pakan, FakultasPeternakan IPB, Bogor.

ABSTRACT

Integreted pasture and livestock in coconuts based farming systemswere expected to enhance the efficiency and the sustainability of land utilization.

The aim of this experiment was to studies the effects of stocking rate andgrazing systems on performance of pasture. This experiment was conducted at

Coconut and Others Palma Research Center (BALITKA) Manado since July 2009

until June 2010. Two grazing system and three stocking rate were put on SplitPlot arrangement based on Rendomized Block Design (RBD). Measured variables

were number of mother plant, ground tiller, aerial tiller, weight of dry roots andcrown. The results shows that all highest performances measured were found

on the interaction of rotational grazing system (SP2) and stocking rate 2,31AU (SR3).

 Key word: performance, humidicola, grazing system, stocking rate.

ABSTRAK

Integrasin pastura dan ternak sapi ke dalam system pertanian berbasis kelapadiharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan secar aberkelanjutan.

Percobaan ini bertujuan mempelajari pengaruh stocking rate dan system penggembalaan terhadap keragaan pastura.Penelitian ini telah dilakukan di Kebun

Percobaan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) Manado sejakJuli 2009 sampai Juni 2010. Perlakuan terdiri dari dua sistem penggembalaan dantiga stocking rate diatur dalam pola petak terpisah yang didasarkan pada

Rancangan Acak Kelompok (RAK). Variabel yang diukur adalah jumlah tanamaninduk, jumlah  ground tiller , jumlah aerial tiller , bobot akar dan bobot crown.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua parameter keragaan pastura yangterbaik diperoleh pada interaksi antara sistem penggembalaan rotasi (SP2) dan

 stocking rate 2,31 UT (SR3).Kata kunci : keragaan, humidicola, sistempenggembalaan,  stocking rate. 

PENDAHULUAN

Frekuensi defoliasi akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan

 produksi biomassa bahan kering hijauan di atas tanah (Flemmer et al.,  2002) dan pada tekanan penggembalaan berat akan terjadi pengurangan absorbsi unsur hara

yang dapat mengancam terhadap pemulihan jaringan fotosintesis (Dawson et al.,2000), bahkan gangguan kehidupan perakaran dan kematian akar (Mousel et al .,2005). Namun demikian laporan terbaru menunjukkan naiknya frekuensi defoliasi

tidak berpengaruh terhadap produksi dan dinamika akar, sebaliknya menaikan

Page 43: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 43/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 226

konsentrasi (%) dan kandungan TNC (g/tanaman) dalam crown  dan akar (Gittins

et al.,2010). Sebelumnya, Gao  et al .  (2007) melaporkan bahwa penggembalaan berat 2,9 Yaks/ha menghasilkan rasio biomassa akar/pucuk lebih tinggi dari pada

 penggembalaan ringan 1,2 Yaks/ha dan medium 2,0 Yaks/ha. Naiknya alokasi,

yang biomassa komponen akar rumput adalah respons adaptasi tanaman terhadap perenggutan pada gilirannya akan mendukung terjadinya restorasi tanaman setelah

direnggut (Wang et al ., 2003).Ketika terjadi defoliasi atau perenggutan bagian pucuk tanaman akan

menyebabkan kehilangan unsur nitrogen, yang menyebabkan terjadinyaketidakseimbangan kedua unsur tersebut. Untuk menjaga tanaman beradadalam keadaan homeostatis, secara otomatis tanaman akan melepaskan unsur

karbon ke lingkungan risosfer melalui eksudat akar (Manske, 2001; Kuzyakov,2002; Mousel et al . ,  2003). Eksudat akar mengadung glukosa dan asam amino

yang optimal, akan menjadi pilihan utama untuk pertumbuhan bakteri(Kuzyakov, 2002).

Pada umumnya rerumputan pakan tropis selalu menghasilkan biomassahijauan berlimpah. Namun tanpa manajemen penggembalaan yang benar akanterjadi akumulasi material mati yang dapat menghambat ternak untuk merumput

(Sollenberger dan Burns, 2001). Intensitas defoliasi atau perenggutan yangoptimum berbeda untuk setiap jenis rumput, dan sebagai contoh untuk jenislimpograss ( Hemarthria altissima) dapat memenuhi kebutuhan ternak dan

memberi keragaan ternak terbaik pada struktur pastura dengan tinggi conopy40 cm, sebagai ukuran tinggi tanaman yang terjangkau oleh ternak untuk

direnggut dengan ditandai suplai hijauan tertinggi (Newman et al . , 2002). Tinggitunggul yang tersisa 30 cm setelah digembalakan menghasilkan komponen daunlebih banyak dan memberikan efisiensi penggembalaan 80%, lebih tinggi

dibandingkan 68% pada tinggi tunggul 50 cm pada rumput  P. Maximum(Carnevalli  et al., 2006), demikian juga dilaporkan pada jenis rumput

 Brachiaria yang lebih sering digembalakan, efisiensinya lebih tinggidibandingkan dengan yang kurang digembalakan (CIAT, 2006).

Pengaruh sistem penggembalaan terhadap produksi ternak tidak sebesar

 pengaruh  stocking rate  (SR). Sistem penggembalaan rotasi dapat menyajikanhijauan yang lebih seragam, tumbuh relatif pendek tetapi berdaun muda dan

 bergizi, serta lebih disukai dan dipilih ternak (Mayne et al ., 2000). Pada sistem penggembalaan rotasi dengan SR tinggi, memberikan kenaikkan hasil susu sapi per induk sebesar 16%, dibandingkan dengan hanya 4% pada SR

rendah,demikian juga pertambahan berat badan harian ternak sapi lebih tinggi pada rumput  B.humidicola  dengan naiknya SR (Pereira et al ., 2009).

Penentu utama jumlah hijauan yang terenggut per hari oleh ternak sapiadalah bobot hijauan per renggutan.Volume tersebut ditentukan oleh tinggirendahnya kanopi pastura, sebagai akibat dari perbedaan SR (Newman et al .,

2002; Carnevalli  et al., 2006) dimana tinggi kanopi pastura antara 8-10 cmmemberikan hasil pertambahan berat badan lebih tinggi (Mayne et al , 2000).

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di lapang pada kebun percobaan Balai

Page 44: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 44/168

Page 45: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 45/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 228

Tabel 1. Pengaruh interaksi perlakuan system penggembalaan dan  stocking rate

terhadap keragaan pasture  B.humidicola. 

Interaksi

Tanaman Induk

Parameter

 Aerial

Tiller  

Ground

Tiller  

Bobot

Akar 

Crown

SP1-SR1

SP1-SR2

SP1-SR3

SP2-SR1 

SP2-SR2 SP2-SR3 

6,22b

6,44b

9,22b

2,66c

7,00b

12,22a 

13,22b 

18,78b 

26,55a 

3,67c 

14,00b 

27,89a 

16,55a 

9,78b 

7,33b

12,77a 

4,55b 

1,11c 

4,35c

5,48b

6,06b

4,07c

5,80b

11,09a 

5,11c

6,99b

9,78b

3,48c

9,01b

14,34a 

Ket : angka yang diikuti huruf tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata P<0,05

Anakan/Ground Tiller. Jumlah anakan ( ground tiller ) tertinggi padainteraksi SP2  SR 3 (27, 89) dan SP1 SR 3 (26, 55) dimana keduanya berbeda nyata

lebih tinggi dari interaksi lainya, tetapi keduanya tidak berbeda nyata. Sedangkan jumlah anakan yang paling rendah diperoleh pada interaksi SP2  SR 1  (3,67) dannyata lebih rendah dari interaksi lainnya. Tingginya jumlah anakan pada interaksi

 perlakuan SP2  SR 3  tersebut mungkin disebabkan karena sebagian besar biomassahijauan terenggut oleh ternak, sehingga terjadi pengurangan  phytomas  berupa

mulsa dan material mati (Schuman et al., 1999). Kondisi ini memungkinkan penetrasi cahaya yang cukup dan meningkat kankecepatan pertukaranCO2melalui proses fotosintesis (Lecain et al ., 2000; Bremer et al ., 1998), dan

terjadi peningkatan suhu udara mikroklimat dekat permukaa ntanah yangmerangsang pertumbuhan pucuk baru dari crown (McMaster et al ., 2003).

Selanjutnya aktivitas fotosintesis meningkat pada bagian tanaman yang tidak

terdefoliasi karena naiknya rasio akar tajuk yang bersinergi dengan naiknyaintesitas penyinaran akibat lingkungan pastura semakin terbuka (Schnyder dan

de Visser, 1999; Thornton et al ., 2000).Hasil penelitian Zhang et al . (2011) menunujukkan bahwa penggembalaan

 berdampak positif terhadap perkecambahan, dimana pada pedok yang digembalaikumulatif perkecambahan meningkat 77% , sedangkan yang didefoliasi secaramekanik (mowing ) peningkatan tersebut hanya 59%. Peningkatan jumlah

kecambah yang tumbuh tersebut berkorelasi positif dengan temperatur tanahlapisan atas (Wang et al.,  2003). Pada pastura yang tidak digembalakan vegetasirumput akan menutupi permukaan tanah sehingga membatasi masuknya cahaya

matahari yang akan menentukan tinggi rendahnya suhu tanah lapisan atas

(Huang dan Gutterman, 2004; Romo, 2004).

Anakan/Aeri el ti ll er . Jumlah anakan (aerial tiller ) tertinggi pada interaksiSP1 SR 1 (16,55) dan SP2 SR 1 (12,77). Keduanya tidak berbeda nyata, tetapi nyata

dibandingkan dengan interaksi lainnya. Selanjutnya jumlah aerial tiller   terendahdihasilkan oleh interaksi SP2  SR 3  sebanyak 1,11 anakan. Hal ini disebabkan

sebagian besar pucuk tanaman terenggut oleh ternak sehingga kurangkemungkinan menghasilkan aerial tiller  (Busque dan Herrero, 2001).

Bobot Akar dan Crown . Akar sebagai representasi sumber cadangan

energy pada bagian tanaman di bawah tanah, dan dengan biomassa yang besar

Page 46: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 46/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 229

dapat memberikan kontribusi lebih banya unsur C dan N ke dalam tanah

(Mouselet al,  2003). Bobot akar seberat 11,09 g dan bobot crown sebanyak14,34 g dihasilkan pada perlakuan SP2 SR 3(Gambar), dan nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan interaksi lainnya.

Pada jenis rerumputan perenial akan terjadi penurunan bobot akar bila

frekuensi defoliasi meningkat (Flemmer et al ., 2002). Namun tingginya bobotakar dan crown yang kami peroleh pada penelitian ini merupakan respons adaptasitanaman terhadap perenggutan, yang pada gilirannya akan mendukung terjadinya

restorasi tanaman setelah direnggut (Wang et al ., 2003). Hal ini pentingmengingat fungsi akar sebagai  sink untuk C dan N di padangrumput. Gao et al .(2007) melaporkan bahwap enggembalaan berat 2,9 yaks/ha menghasilkan rasio

akar/pucuk lebih tinggi dari pada penggembalaan ringan 1,2 yaks/ha dan medium2,0 yaks/ha. Hasil bobot akar tertinggi yang diperoleh pada perlakuan SP2SR 3sebanyak 11,09 g. Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa pada sistem

 penggembalaan rotasi terjadi pertumbuhan akar yang lebih panjang, dan adanyaakar-akar baru yang lebih segar, dibandingkan dengan pada sistemp

enggembalaan kontinyu. Hal ini terjadi kerena pada system penggembalaan rotasitanman diberi kesempatan untuk bertumbuh kembali optimal. Dalam

 perkembangan tanaman, naiknya proporsi pucuk selalu diimbangi dengan perkembangan akar yang lebih aktif. Sejalan dengan penelitian terbaru olehGittins et al .  ( 2010) yang menunjukkan bahwa defoliasi yang berat tidak

 berpengaruh negatif terhadap kecepatan tumbuh akar, biomasa akar dan crown,kecepatan rekrutmen akar dan tingkat hidup akar rumput  Poa ligularis. Penulis

tersebut mengatakan bahwa hal ini sebagai petunjuk karakteristik morfologisrerumputan yang tergolong persisten sebagai padang penggembalaan.Kemungkinan lain dari hasil penelitian kami adalah bahwa rumput  B.humidicola

semasa pertumbuhan vegetatif tidak hanya menyimpan cadangan energi di akardan crown, tetapi juga alokasi asimilat terjadi secara horinsontal ke stolon.

Dengan demikian ketika terjadi perenggutan, untuk bertumbuh kembali tanamanrumput tidak tergantung sepenuhnya cadangan energi yang berasal dari akar dancrown saja melainkan juga dari stolon (Baruch dan Guenni, 2007).

KESIMPULAN 

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :Semua keragaan pastura yang terbaik diperoleh pada interaksi sistem

 penggembalaan rotasi (SP2) dan stocking rate tiga (SR 3).

Page 47: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 47/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 230

DAFTAR PUSTAKA

Baruch, Z., O. Guenni. 2007. Irradiance and defoliation effects in three species of

the forage grass  Brachiaria.  Tropical Grassland 41: 269-276Busque.J., M. Herrero. 2001. Sward structure and patterns of defoliation of signal

gass (Brachiariadecumbens) pastures under different cattle gazingintensities. Tropical Gassland 35: 193-204.

Carnevalli R.A., S.C. Da Silva., A.A.O. Bueno., N.G. Silva., J.P.G Morais. 2006.Herbage production and grazing losses in  Panicum maximumcv. Mombacaunder four grazing managements. Tropical Grassland 40: 165-176

Carnevalli R.A., S.C. Da Silva., A.A.O. Bueno., N.G. Silva., J.P.G Morais. 2006.Herbage production and grazing losses in  Panicum maximumcv. Mombaca

under four grazing managements. Tropical Grassland 40: 165-176Centro InternationaleAgicultureTropicale (CIAT). 2009. Exploiting biological

nitrification inhibition in agiculture. http://www.ciat.cgiar.org.Dawson, L.A., S.J. Gayston., E. Paterson. 2000. Effects of gazing on the roots and

rhizosphere of gasses. GasslandEcaophysisolgy and GazingEcoalogy. (Ed)

G. Lemaire et al. CAB International.Flemer, A.C., C.A. Busso., O.A. Fernandez., T. Montani. 2002. Root gowth,

appearance and disappearance in perennial gasses: Effects of the timming of

water stress with or without defoliation. Canadian Journal of Plant Science.82: 539-547.

Gao, Y.H., P. Luo., N. Wu., W. Chen., G.X. Wang. 2007. Gazing intensityimpacts on carbon sequestration in an Alpine Meadow on the EasternPlateau. Research J. Agi and Biology Sci. 3 (6): 642-647.

Gittings,C., C.A. Busso., G, Becker., L. Ghermandi., G. Siffredi. 2010.Defoliation frequency affects morphophysiological traits in the

 bunchgass Poaligularis. Int. J. Exptl Botany 79: 55-68.Gomez, A.A and A.A. Gomez. 1995. ProsedurStatistikuntukPenelitianPertanian.

(Edisi II). PenerbitUniversitas Indonesia.

Huang, Z., Y. Guttreman. 2004. Seedling desiccation tolerance of Leymusracemous(Poaceae) (wild rye) a perennial sand-dune grass

inhabiting the Junggar Basin of Xinjiang, China. Seed Sci. Res. 2(14):233-241

Kuzyakov,Y.2002.  Factor affecting rhizosphere priming effects.J.PlantNut.

SoilSci 165: 382-396Lecain, D.R., Morgan, J.A., Schuman, J.D and H. Hart. 2000. Carbon exchange

rates gazed and ungazed pastures of Wyoming. J. Range Management.53: 199-206.

Manske,L.L. 2001. Well-Timed gazing can stimulate gassgowth and tiller

development.North Dakota State University-NDSU AgicultureCommunication. hhtp://www.ag.ndsu.nodak.edu

Mayne, C.S,.Wright, I.A and G.E.J. Fisher. 2000. Gassland management undergazing and animal respons.  In: Gass Its Production and Utilization. ThirdEdition.Edited by Alan Hopkins. Institute of Gassland and Environment

Research, North Wyke, Okehampton, Devon, UK. Blackwell Science Ltd.

McMaster, G.S., W.W.Wilhelm., D.B.Palic., J.R. Porter., P.D. Jamieson. 2003.

Page 48: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 48/168

Page 49: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 49/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 232

PERILAKU MAKAN RUMINANSIA SEBAGAI BIOINDIKATOR

FENOLOGI DAN DINAMIKA PADANG PENGGEMBALAAN

Suhubdy Yasin

Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropis,Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram-NTB

e-mail:  [email protected] 

ABSTRACT

Grazingland or Rangeland is an “eating table” of ruminants and/or other

herbivores for supporting their life. The adequacy and uptake of essential nutrientssuch as dry matter, protein and energy are very much determined by quality and

 phenology of pasture vegetation. The phenology of grass influences directly to

ingestive behaviour of the herbivores. During grazing time, ruminantanimals/herbivores tend to select the pastures that are easy to be prehended for

fulfilling their dry matter requirement. Therefore, monitoring and recording thediurnal ingestive or grazing behaviour of ruminant animals or other herbivoreswould be as useful bioindicator for understanding the change of growth and

availability of grass on pasture and/or rangeland. This behavioral aspect ofruminants is also useful clue and effective information to be considered for

managing the grassland developments. This paper reviews and discusses theingestive behaviour of ruminants as one of bioindicators determining the

 phenology of grass and dynamics of grasslands or rangelands.

 Keywords: bioindicator, grasslands, ingestive behaviour, plants phenology, pastures, rangelands, ruminants

ABSTRAK

Padang rumput (penggembalaan) merupakan “meja makan” bagi ternakruminansia dan/atau herbivora lainnya untuk menopang hidupnya. Ketercukupankebutuhan dan asupan zat gizi utama seperti bahan kering, protein dan energi

sangat ditentukan oleh mutu dan fenologi tumbuhan pakan tersebut. Fenologitumbuhan pakan secara langsung mempengaruhi cara dan pola konsumsi

(ingestive behaviour ) dari ternak herbivora. Pada saat merumput, ruminansiamemiliki kecenderungan memilih dan menyenggut hijauan pakan yang gampangdisenggut untuk memenuhi kebutuhan bahan kering pakannya. Oleh sebab itu,

memonitor dan merekam karakteristik aktivitas merumput ( grazing ) dan polamakan harian ruminansia dan/atau herbivora lainnya menjadi salah satu petunjuk

 biologis (bioindikator) yang mungkin sangat berguna untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi terhadap padang penggembalaan dan aspek ini pula padagilirannya menjadi salah satu faktor manajemen strategis pengelolaan padang

 penggembalaan. Makalah ini mereview dan mendiskusikan tentang perilakumakan (ingestive behaviour ) ternak ruminansia sebagai salah satu bioindikator

fenologi dan dinamika padang penggembalaan alam dan/atau pastura. Kata kunci: bioindikator, fenologi tumbuhan, padang penggembalaan, padang

rumput, perilaku makan, ruminansia

Page 50: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 50/168

Page 51: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 51/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 234

NOLOGI DAN KARAKTERISTIK NUTRISI TUMBUHAN PAKAN

Fenologi tumbuhan didefinisikan sebagai siklus perubahan biologi

tumbuhan yang erat kaitannya dengan faktor iklim (MacAdam, 2009 dan Gibson,

2009). Pada saat musim penghujan, rerumputan yang potensial sebagai hijauan pakan tumbuh dengan baik dan produksi biomassanya relatif berlimpah. Akan

tetapi pada musim kemarau, produktivitasnya relatif sedikit. Artinya, faktor pembatasnya adalah ketersediaan air bukan hujan. Jika air dapat disediakan secara

memadai sepanjang tahun maka produksi dan ketersediaan hijuan pakan tak akanmenjadi kendala.

Fenologi tumbuhan pakan sangat mempengaruhi nilai gizi dan tabiat

makan dan/atau ruminasia (Flores, dkk., 1993; Minson, 1990; Prache, 1997;Prache, dkk., 1998;). Pada fase vegetatif kandungan protein kasar cenderung

tinggi dan kadar seratnya relatif rendah. Demikian sebaliknya, kadar seratcenderung semakin meningkat pada saat mencapai fase generatif (Brazle., dkk.,

2000). Tingginya kadar serat berkaitan erat dengan tingkat lignifikasinya. Hijauan pakan biasanya disukai oleh ternak jika diberikan biomassa pada saat fasevegetatif dan kurang diminati jika diberikan pada saat sudah menua. Pada kondisi

 padang penggembalan, hijauan pakan yang sudah menua akan menyulitkanternak mengkonsumsinya hal ini berkaitan dengan kesulitan dalam halmenyenggut dan mengunyahnya (Yasin, 2012). Di samping itu, nilai nutrisinya

(daya cerna) pun cenderung menurun (Tabel  1, Minson, 1990).

Tabel 1. Daya cerna (in vitro) lima species rumput tropis (Minson, 1990).

Daya cerna bahan kering

Tumbuhan Pakan Monthlyregrowths

Matureregrowths

Rata-rata

Setaria sphacelata var. splendida 0,65 0,58 0,62

 Digitaria decumbens 0,63 0,57 0,60Chloris gayana 0,61 0,54 0,58

 Panicum maximum 0,61 0,52 0,57

 Pennisetum clandestinum 0,60 0,52 0,56Rata-rata 0,62 0,55 0,59

Page 52: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 52/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 235

Gambar 1. Hasil pantauan perubahan biomassa (□) dan standing CP (■) dankandungan CP (○) dari tiga tingkat penggembalaan (a) NG: non-

 grazed grassland, (b)LG: lightly grazed grassland , (c)MG:intermediately grazed grassland, dan (d)HG: heavily grazed

 grassland ) pada stepa Xilingol, Mongolia (Kawamura dan Akiyama,

2010).

Perubahan kualitas hijauan pakan dapat dimonitor secara langsung dantidak langsung. Cara jitu dan sahih untuk menilai qualitas hijauan pakan adalahdengan menyajikannya kepada ternak. Respons ternak ruminansia terhadap

hijauan yang dikonsumsinya dapat dimonitor dari pertambahan bobot badan dan produksi air susunya. Namun, melakukan percobaan pemberian pakan biasanya

relatif membutuhkan waktu, biaya, dan fasilitas yang mahal (NRC, 1962; „tMannetje and Jones, 2000). Pada kondisi padang penggembalaan, kualitas dankuantitas hijauan pakan sesungguhnya dapat diamati setiap saat dengan

memperhatikan tabiat atau pola makan ternak herbivore (Forbes, 1995). Gambar 1mengilustrasikan perubahan kandungan nutrient (CP) dan biomassa hijauan pada

 padang penggembalaan di Xilingol stepa di Mongolia (Kawamura dan Akiyama,

2010). Dari ilustrasi (Tabel 1 dan Gambar 1) menunjukkan bahwa fenologinampak mempengaruhi kandungan protein, jumlah biomassa hijauan, dan daya

cerna tumbuhan pakan.

FENOLOGI, PERILAKU MAKAN RUMINANSIA, DAN DINAMIKA

PADANG PENGGEMBALAAN

Berbagai ahli nutrisi ternak ruminansia telah melaporkan bahwa terdapathubungan yang positif antara fenologi tumbuhan pakan, pola makan, dandinamika padang penggembalaan (Bailey, dkk., 1996; Baumont, dkk., 2000;

Boland dan Scaglia, 2011). Selanjutnya Baumont dkk., (2000) menyimpulkan bahwa pada pastura, konsumsi, komposisi pakan, dan dampak merumput terhadap

Page 53: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 53/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 236

 berkembangan vegetasi merupakan interaksi yang kompleks antara ternak dan

vegetasi. Dinamika padang penggembalaan sesungguhnya sangat komplekmelibatkan komponen utama yaitu peternak, ternak, dan vegetasi. Ternak dan

tumbuhan pakan sangat rentan perubahan akibat perubahan pengaruh iklim. Oleh

sebab itu, untuk kontinyuitas hubungan ini, peternak harus mampu mengantisipasisetiap perubahan yang terjadi terutama dalam beradapatsi pada kondisi lokal-

setempat. Kepekaan peternak untuk memantau dan merekam setiap perubahanyang terjadi akan mendapatkan informasi yang akurat dalam mengelola padang

rumput alami maupun pastura.Ternak herbivora mengekploitasi vegetasi padang penggembalaan untuk

memenuhi kebutuhan bahan kering dan zat makanan esensial lainnya. Konsumsi

 pakan merupakan penentu utama keberlangsungan hidup dan berproduksi. Padakondisi padang penggembalaan yang kompleks, fenologi tanaman pakan secara

langsung mempengaruhi pola makan. Sebagai contoh, jika hijauan pakan yangtersedia relatif sedikit dan tinggi tanaman relatif rendah untuk disenggut secara

maksimal, maka herbivora akan memperpanjang waktu merumput agarmendapatkan total jumlah senggutan yang diharapkan (Baumont, dkk, 2000;Brazle, dkk., 2000; Kirch, dkk, 2007; Gregorini, dkk, 2006; 2008; 2009; Boland

dan Scaglia, 2011; Yasin, 2012). Jika hijauan yang tersedia sangat padat dankomposisi botaninya relatif seragam maka herbivora akan mempersingkat waktumerumput akan tetapi memperpanjang waktu ruminasi (Bailey, dkk., 1996;

Gregorini, dkk., 2008; Yasin, 2012). Ingestive behaviour   dari ternak ruminansia ditentukan oleh karakeristik

vegetasi, kondisi fisiologi, dan aktivitas rongga mulut (buccal cavity) (Coleman,dkk., 1989; Yasin, 2012). Komponen pola makan dapat dijadikan parameteruntuk menentukan konsumsi pakan harian dan secara keseluruhan hubungan

anatar komponen ingestive behaviour   seperti diilustrasikan pada Gambar 2(Gordon dan Lascano, 1993).

Gambar 2. Skema hubungan ingestive behaviour   dengan konsumsi pakan harian

ruminansia (Gordon dan Lascano, 1993).

Page 54: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 54/168

Page 55: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 55/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 238

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perilaku makan (ingestive behaviour ) ternak ruminansia dan/atau

herbivora non-ruminansia merupakan salah satu bioindikator yang praktis, sakildan mangkus untuk mengetahui perubahan fenologi, karakteristik tumbuhan

 pakan, dan dinamika padang penggembalaan.

SaranBioindikator ini dapat juga dijadikan petunjuk agronomis dalam

memaksimalkan komposisi botani padang penggembalaan, dan pada gilirannya

dapat pula dijadikan acuan ilmiah yang jitu untuk mengetahui perubahan kapasitas produksi, nilai gizi, dan strategi untuk mengembangkan ternak ruminansia

 berbasis padang penggembalaan.

DAFTAR PUSTAKA

Allden, WG. Dan Whittaker, IA.McD. 1970. The determinants of herbage intake

 by grazing sheep: The interrelationship of factors influencing herbageintake and availability. Aust. J. Agric. Res., 21:755-766.

Bailey, DW., Gross, JE., Laca, EA., Rittenhouse, R., Coughenour, MB., Swift,

DM. dan Sims, PL. 1996. Invited Synthesis Paper: Mechanism that resultsin large herbivores grazing distribution patterns. J. Range Manage. 49:386-

400.Boland, HT. dan Scaglia, G. 2011. Case Study: Giving beef calves a choice of

 pasture type influences behaviour and performance. The Professional

Animal Scientist, 27:160-166.Boumant, R., Ptache, S., Meuret, M. dan Morand-Fehn, P. 2000. How forage

characteristic influence behaviour and intake in small ruminants: a review.Ivestock Production Science, 64:15-28.

Brazle, FK., Kilgore, GL., dan Fausett, MR. 2000. Effect of season on grazing

native-grass pastures. The Professional Animal Scientist, 16:30-32.Coleman, SW., Forbes, TDA. Dan Stuth, JW. 1989. Measurements of the plant-

animal interface in grazing research. Dalam: Grazing Research: Design,Methodology, and Analysis. CSSA Special Publication No. 16.

Flores, ER., Laca, EA., Griggs, TC. Dan Demment, MW. 1993. Sward height and

vertical morphologyal differentiation determine cattle bite dimensions.Agron. J., 85:527-532.

Forbes, JM. 1995. Voluntary food Intake and Diet Selection in Farm Animals.CAB International, UK.

Gordon, IG. Dan Lascano, C. 1993. Foraging strategies of ruminant livestock on

intensively manged grasslands: potential and constrains. Proceedings of theXVII International Grassland Congress New Zealand, p.681-690.

Gibson, DJ. 2009. Grasses and Grassland Ecology. Oxford University Press, UK.Gregorini, P., Gunter, SA. dan Beck, PA. 2008. Matching plant and animal

 processes to alter nutrient supply in strip-grazed cattle: timing of herbage

and fasting allocation. J. Anim. Sci., 86:1006-1020.

Gregorini, P., Gunter, SA., Beck, PA., Calwell, J., Bowman, MT., dan Coblentz,

Page 56: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 56/168

Page 57: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 57/168

Page 58: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 58/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 241

umur 6 tahun didominasi oleh Ottochloa nodosa  (33,89%),  Melastoma

malabatrichum  (28,23%), dan  Paspalum urvillei  (8,37%). Produksi berat keringtanaman pada perkebunan umur 3 tahun adalah 3.205,1 kg per ha menurun

menjadi 1.165,4 kg per ha pada perkebunan umur 6 tahun. Kandungan zat-zat

makanannya, terutama PK meningkat dari 8,25% pada umur tanaman 3 tahunmenjadi 10,5% pada umur 6 tahun, sedangkan SK menurun dari 23,20% pada

umur 3 tahun menjadi 22,43% pada umur 6 tahun. Kapasitas tampung perkebunankelapa sawit umur 3 tahun adalah 1,44 ST ha-1  th-1  dan umur 6 tahun adalah 0,71

ST ha-1  th-1. Secara alami, perkebunan kelapa sawit di Kabupaten KutaiKartanegara, Kalimantan Timur memiliki potensi yang baik sebagai sumberhijauan pakan sapi potong.

 Kata kunci: Kelapa sawit, komposisi botanis, produksi hijauan, zat-zat makanan,kapasitas tampung

PENDAHULUAN

Populasi sapi potong di Provinsi Kalimantan Timur dalam lima tahunterakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 tercatat 81.746 ekor (Dinas

Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2012) dan pada tahun 2012 meningkatmenjadi 104.017 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2013). DiKabupaten Kutai Kartanegara sendiri peningkatannya cukup besar dari 12.470

ekor pada tahun 2007 menjadi 21.900 ekor pada tahun 2011 (Dinas PeternakanProvinsi Kalimantan Timur, 2012). Meningkatnya populasi ini memberikan

konsekuensi terhadap penyediaan lahan bagi sapi potong. Lahan tersebut tidakhanya berperan sebagai sumber hijauan pakan, namun juga sebagai ruang jelajah.Hingga saat ini, di Provinsi Kalimantan Timur belum ada alokasi lahan yang

diperuntukan khusus sebagai kawasan peternakan, sehingga integrasi dengan berbagai subsektor pertanian lainnya seperti perkebunan, tanaman pangan, dan

hortikultura, serta kehutanan, maupun pertambangan merupakan pilihan untukmemenuhi kebutuhan pakannya.

Pada tahun 2011, luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan

Timur sudah mencapai 827.347 ha dari 339.292,50  ha pada tahun 2007 (DinasPerkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012). Seiring dengan meningkatnya

areal perkebunan kelapa sawit, maka potensi untuk mengembangkan ternak sapi potong secara terintegrasi di kawasan ini cukup besar. Menurut Direktorat PakanTernak (2011) Konsep integrasi ternak dalam usahatani tanaman baik itu tanaman

 perkebunan, pangan, atau hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakansejumlah ternak, tanpa mengurangi aktifitas dan produktifitas tanaman. Dengan

adanya ternak ini dapat meningkatkan produktifitas tanaman sekaligus produksiternaknya. Dengan demikian, dalam sistem integrasi ternak dan tanaman akanterjadi suatu hubungan yang saling menguntungkan (mutualism sinergicity).

Keberadaan ternak di perkebunan kelapa sawit memberikan beberapakeuntungan, diantaranya adalah mengurangi biaya untuk mengendalikan gulma

dan menyumbangkan kotoran ternak sebagai sumber hara bagi tanaman. Chung(1994) menyatakan bahwa kerbau yang dipelihara di kebun kelapa sawit dapatmengurangi biaya pengendalian gulma, selain itu juga akan diperoleh keuntungan

 berupa daging dan ternak sebagai nilai tambah dalam proses produksi hilir.

Diketahui, penggunaan herbisida sebagai pengendalian gulma dilakukan pada

Page 59: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 59/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 242

kisaran 13-18 kali pada saat tanaman muda.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya di  Kecamatan Samboja, saatini telah   berkembang sistem pemeliharaan ternak sapi   bali di bawah areal

 perkebunan kelapa sawit  dengan  memanfaatkan hijauan antar tanaman. Sistem

integrasi sapi-sawit dengan memanfaatkan hijauan tersebut cukup prospektifuntuk meningkatkan produksi ternak dan tanaman  kelapa sawit yang baik. Tujuan

 penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai potensi hijauanantara tanaman di perkebunan kelapa sawit ditinjau dari produksinya dan

kandungan zat-zat makanannya untuk memperkirakan kapasitas tampung darikebun kelapa sawit pada umur 3 tahun dan 6 tahun di perkebunan rakyat,Kabupaten Kutai Kartanegara.

MATERI DAN METODE

Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai

Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2013.

Sampel tanaman diambil di bawah tanaman kelapa sawit yang telah

 berumur 3 tahun dan 6 tahun. Masing-masing umur tanaman di ambil seluas 5hektar, dan setiap hektar di cuplik sebanyak 5 cuplikan dengan menggunakankuadran ukuran 1 m × 1 m secara acak.

Untuk memperkirakan produksi hijauan per hektar digunakan rumus sebagai

 berikut: P = C x 10.000  –   (LP ×  JS), dimana P adalah produksi hijauan per hektar(kg), C adalah rata-rata berat hijauan per m2, LP adalah luas piringan pada pohon

kelapa sawit, dan JS adalah jumlah tanaman kelapa sawit dalam 1 hektar. Jumlahtanaman kelapa sawit rakyat yang ditanama di Kecamatan Semboja, KabupatenKutai kartanegara rata-rata 136 pohon per hektar. Jari-jari piringan pada pohon

kelapa sawit umur 3 tahun adalah 2 m dan pada umur 6 tahun adalah 3 m. Dengandemikian luas piringan pohon kelapa sawit umur 3 tahun adalah 12,56 m2  per

 pohon, dan umur 6 tahun adalah 28,26 m2  per pohon. Produksi hijauan antartanaman yang dimaksud adalah produksi berat kering, yaitu hijauan segar yangtelah di lakukan pengeringan dengan oven pada suhu 65 oC selama 48 Jam atau

 beratnya stabil.Komposisi botanis tanaman dihitung berdasarkan perbandingan berat kering

antara suatu spesies tanaman terhadap total berat kering seluruh tanaman dalamsetiap cuplikan, kemudian dibandingkan terhadap seluruh cuplikan. Pengambilan

sampel ini dilakukan sebelum dilakukan perhitungan produksi berat kering.Komposisi kimia zat-zat makanan, dianalisis secara proksimat untukmemperoleh kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan abu. Analisis

 proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas PertanianUniversitas Mulawarman.

Untuk memperoleh perkiraan kapasitas tampung kebun kelapa sawit bagi

sapi potong, digunakan persamaan Voisin (Reksohadiprodjo, 1994). Persamaantersebut, yaitu (Y  –   1) s = r, dimana Y adalah jumlah luas lahan yang diperlukan

oleh seekor sapi, s adalah periode merumput pada setiap luas lahan, dan r adalah periode istirahat agar tanaman melakukan pertumbuhan kembali. Dalam penelitianini s adalah 30 hari dalam satu bulan dan r adalah 60 hari. Sedangkan PUF

( proper use factor ) yang diperhitungkan adalah 40%, dengan asumsi bahwa

Page 60: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 60/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 243

 penggembalaan yang dilakukan adalah sedang. Setiap satu satuan ternak (ST)

dihitung setara dengan sapi jantan seberat 400 kg. Konsumsi hijauan segardiasumsikan 10% dari setiap satuan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi botanisKomposisi botanis adalah proporsi suatu spesies tanaman terhadap seluruh

tanaman yang tumbuh bersamanya. Hijauan yang tumbuh di perkebunan kelapasawit rakyat, Kecamatan Samboja merupakan hijauan alam, sehinga perubahankomposisi botanis hijauan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti

kesuburan tanah, ketersediaan air, dan naungan dari tajuk sawit (cahaya). Hasil penelitian ini (Tabel 1) menunjukkan bahwa jenis tanaman yang tumbuh di bawah

kelapa sawit dengan umur yang berbeda proporsinya juga berbeda.Pada kebun kelapa sawit umur 3 tahun didominasi oleh  Paspalum

conjugatum  (45,54%), yang diikuti oleh  Mikania micrantha  (9,93%), danOttochloa nodosa  (7,89%), sedangkan di kebun kelapa sawit umur 6 tahundidominasi oleh Ottochloa nodosa  (33,89%), yang diikuti oleh  Melastoma

malabatrichum (28,23%) dan Paspalum urvillei (8,37%).

Tabel 1. Komposisi botanis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawit

umur 3 tahun dan 6 tahun di Kecamatan Semboja, Kabupaten KutaiKartanegara

 No. Jenis tanaman

Komposisi botanis (%) pada

kelapa sawit umur

3 tahun 6 tahun

1  Ageratum conyzoides 0 1,06

2  Asystasia intrusa 5,49 1,17

3  Borreria latifolia 6,73 5,47

4 Chromolaena odorata 1.96 0

5 Clidemia hirata 0 1,14

6 Cyperus brevifolius 0 0,48

7 Cyperus rotundus 0 1,15

8  Imperata cylindrica 2,05 0

9  Leptochloa chinensis 0,57 7,95

10  Melastoma malabatrichum 3,89 28,2311  Mikania micrantha 9,93 3,9

12  Nephrolepsis bisserata 1,45 0

13 Ottochloa nodosa 7,89 33,89

14  Panicum sarmentosum 5,73 0

15  Paspalum conjugatum 45,54 1,49

16  Paspalum urvillei 3,07 8,37

17 Solanum violaceum 5,7 5,4

Berdasarkan hal tersebut nampak bahwa O. nodosa  memiliki proporsi yang

semakin tinggi dengan meningkatnya umur pohon kelapa sawit. Hal ini

Page 61: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 61/168

Page 62: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 62/168

Page 63: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 63/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 246

komponen kualitas lainnya. Disebutkan pula bahwa naungan sebesar 63% dapat

meningkatkan konsentrasi protein kasar sebesar 26% pada rumput. Meningkatnyakonsentrasi senyawa nitrogen akibat naungan biasanya dengan mengorbankan

karbohidrat terlarut.

Kapasitas Tampung

Berdasarkan hasil perhitungan untuk mendapatkan kapasitas tampung perhektar tanaman kelapa sawit pada umur 3 tahun diperoleh hasil sebesar 1,44 ST

ha-1  dan untuk tanaman kelapa sawit umur 6 tahun sebesar 0,71 ST ha -1.Menurunnya kapasitas tampung ini berkaitan dengan menurunnya produksihijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit akibat semakin tuanya umur

tanaman kelapa sawit. Pada tanaman kelapa sawit umur muda menghasilkanhijauan yang tinggi sehingga dapat mendukung jumlah ternak yang optimum.

Menurunnya kapasitas tampung akibat semakin tuanya tanaman kelapa sawit jugaditunjukkan oleh Wan Mohammad et al . (1997). Ketika tanaman kelapa sawit

 berumur 1-2 tahun dapat menampung 3 ekor sapi per hektar, kemudian menurunmenjadi 2 ekor per hektar ketika tanaman telah berumur 2-3 tahun, selanjutnyamenurun lagi menjadi 1 ekor per hektar pada tanaman umur 5 tahun.

Untuk mempertahankan kapasitas tampung sebaiknya dilakukan penggembalaan dengan sistem rotasi pada interval sekitar 60 hari. Chen & Dahlan(1995) menyarankan agar system rotasi dilakukan pada interval 6-8 minggu agar

diperoleh kapasitas tampung yang berkelanjutan. Hal itu juga perlumemperhatikan ketersediaan hijauan.

Dalam hal meningkatkan kapasitas tampung, selain memperbaiki jenishijauan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit, bisa juga melalui

 pemupukan. Hanafi (2007) melaporkan bahwa pemupukan dengan 100 kg urea +

50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuk rumput, serta 50 kg SP-36 + 50 kg KCl untuklegume ha-1  tahun-1  dapat meningkatkan kapasitas tampung dari 2,78 ST ha -1 

menjadi 5,12 ST ha-1 pada tanaman kelapa sawit umur 4 tahun.

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa hijauan antar tanaman di

 perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang besar sebagai sumber hijauan bagisapi potong. Jenis-jenis tanaman yang tumbuh di bawah pohon kelapa sawitumumnya sebagai gulma, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan

 pakan bagi sapi potong. Hal ini digambarkan oleh produksi hijauan yang tumbuhdi bawah tanaman kelapa sawit maupun komposisi kimia zat-zat makanan yang

dikandungnya. Berdasarkan produksi hijauan tersebut, perkebunan kelapa sawitrakyat yang berada di Kecamatan Sembija, Kabupaten Kutai Kartanegara dapatmenampung 1,44 ST ha-1  pada tanaman umur 3 tahun, dan menurun menjadi 0,71

ST ha-1  pada tanaman umur 6 tahun. Untuk mempertahankan kapasitas tampungtersebut diperlukan pengelolaan hijauan pakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2006. The development of integrated forage production system for

ruminants in rainy tropical region. Bull. Facul. Agric. Niigata Univ. 58 (2):

Page 64: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 64/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 247

125-128.

Abdullah, L. 2011. Prospek Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit-Sapi Potongdalam Upaya Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Nasional 2014 :

Sebuah Tinjauan Perspektif Penyediaan Pakan. Orasi Ilmiah, disampaikan

 pada Sidang Senat Terbuka (Wisuda) V Sekolah Tinggi Ilmu PertanianKutai Timur. Sangatta.

Buxton, D.R., Fales, S.L. 1994. Plant Environment and Quality. Dalam: Fahey,G.C (Ed). Forage Quality, Evaluation, and Utilization. American Society

of Agronomy, Madison, WI, USA.Chen, C.P. 1990. Problem and Prospects of Integration of Forage Into Permanent

Crops. www.fao.org/ag/Agp/AGPC/doc/publicat/GRASSLAN/128.pdf

Chen, C.P., Wong, H.K., Dahlan, I. 1991. Herbivores and the plantations.Proceedings of 3rd. International Symposium on Nutrition of Herbivores.

MSAP.Chen, C. P., Dahlan, I. 1995. Tree spacing and livestock production. Paper

 presented at the FAO First International Symposium on the integration oflivestock to oil palm production. 25-27 May 1995, Kuala Lumpur,Malaysia.

Chin, F.Y. 1998. Sustainable use of ground vegetation under mature oil palm andrubber trees fo commercial beef production. Dalam: de la Vina, A.C.,Moog, F.A., (eds). Proceedings of 6 th. Meeting of the Regional Working

Group on Grazing and Feed Resources for Shoutheast Asia. Legaspi City,Philippines.

Chung, G.F. 1993. Herbicide evaluation for general weed control in immature oil palm with and without EFN mulching. Dalam: Jalami Sukaimi et.al., (eds).PORIM International Palm Oil Congress: Update are vision. Ministry of

Primary Industries Malaysia.Crowder, L. V., Chheda, H.R. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman

group. New YorkDinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Buku Statistik Perkebunan

Tahun 2007-2011. Perkebunan Kalimantan Timur, Samarinda.

Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Statistik PeternakanKalimantan Timur Tahun 2007  –   2011. Dinas Peternakan Provinsi

Kalimantan Timur. Samarinda.Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2013. Laporan Penyelenggara

Rapat Konsultasi dan Koordinasi Teknis Daerah (Rakontekda)

Pembangungan Peternakan dan Pertemuan Kelompok Tani Ternak SeKaltim, Samarinda 25-26 Februari 2013. Dinas Peternakan Provinsi

Kalimantan Timur. Samarinda.Direktorat Tanaman Pakan. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi

Tanaman  –   Ruminansia Tahun 2012. Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Jakarta.Hanafi, D.N. 2007. Keragaan Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan

dan Aplikasinya pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi, SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kephart, K.D., Buxton, D.R. 1993. Forage quality responses of C3 and C4

 perennial grasses to shade. Crop. Sci. 33: 831-837

Page 65: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 65/168

Page 66: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 66/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 249

PROSPEKTIF AGRONOMI DAN EKOFISIOLOGI I ndigofera zoll i ngeri ana  

SEBAGAI TANAMAN PENGHASIL HIJAUAN PAKANBERKUALITAS TINGGI

L. AbdullahBagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Indigofera sp. are very diverse legume species. The plant has been utilizedas a natural dye for generations. One such species namely  Indigofera

 zollingeriana  has been widely used as forage because of its advantages in the

agronomic and nutritional aspect. However, agronomic knowledge about Indigofera  is still limited. It is therefore, some results relating to agronomic and

nutritional aspect of  I. zollingeriana  are elucidated in this paper. Some of theinformation obtained during this study showed that from agronomic view point  I.

 zollingeriana  is a prospective plant, ease to be developed generatively and has a

high forage production capability and rapid regrowing. In addition it has theability to adapt to drought condition.

 Keyword: Indigofera zollingeriana, agronomic view, and regrowing.

ABSTRAK

 Indigofera  merupakan leguminosa yang sangat beragam spesiesnya dan

kegunaannya. Masyarakat industri pakaian mengenal  Indigofera  sebagai tanamansumber pewarna alami yang sudah digunakan secara turun temurun. Salah satuspesies Indigofera seperti  Indigofera zollingeriana  telah banyak digunakan karena

kelebihannya secara agronomis maupun nutrisi menjadikannya salah satu pilihansumber pakan berkualitas. Pengetahuan agronomi tanaman  Indigofera  masih perludisosialisaikan kepada masyarakat agar penggunaan hijauannya lebih luas.

Beberapa informasi yang berhasil diperoleh dari penelitian selama ini menunjukan bahwa  Indigofera  secara agronomis mudah untuk dikembangkan secara

generative dan memiliki kemampuan produksi hijauan yang tinggi sertaregrowing yang cepat. Selain itu memiliki kemampuan adaptasi kekeringan.Kata kunci:  Indigofera zollingeriana,  secara gronomi, dan regrowing  

PENDAHULUAN

 Indigofera zollingeriana  termasuk salah satu genus tanaman yangmemiliki kegunaan untuk industri baik industri pewarna secara alami maupun

industri peternakan. Keberadaan Indigofera di Indonesia telah dikenal sejak lamauntuk industri pewarna alami. Namun dilaporkan oleh banyak peneliti bahwa

 Indigofera  selain sebagai sumber pewarna alami terdapat beberpa spesiesIndigofera memiliki potensi sebagai hijauan pakan sumber protein. Setidaknyaterdapat 700 spesies Indigofera yang telah teridentifikasi. Sebanyak 64 spesies

ditemukan mengandung senyawa nitro alifatik dalam konsentrasi 2 sampai 12 mg

 NO2/g tanaman. Empat spesies yang diuji 4 sampai 12 mg NO2/g yang cukup

Page 67: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 67/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 250

 beracun untuk umur anak ayam 1 minggu. Sekitar 20 spesies yang telah dipelajari

untuk tanaman pakan. Beberapa spesies Indigofera yang diketahui memiliki peranan penting sebagai bahan pakan antara lain,  Indigofera zollingeriana,

 Indigofera arrecta, Indigofera tinctoria, dan spesies lain seperti  I. spicata  and  I.

nigritana yang diujikan pada ternak tikus tidak menunjukan gejala abnormalitassecara histologi.

Secara nutritif telah dilaporkan bahwa  I. zollingeriana  tergolong sebagaitanaman legume semak yang mampu menghasilkan hijauan pakan dengan kualitas

tinggi (Abdullah et al ., 2010) seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi hijauan (daun dan bagian cabang edible)  Indigofera

 zollingeriana

Sumber : (Abdullah et al ., 2010)

Pengujian secara in vivo terhadap kambing perah PE dan Saanen dengan

 pemberian hijauan  I. zollingeriana  dalam bentuk sampai taraf 100% menunjukan peningkatan produksi susu 14-28% dan persistensi produksi menjelang masakering (Apdini, 2012). Produksi susu kambing menjelang masa kering dari ternak

kambing Saanen dan peranakan etawah (PE) yang diberi pellet daun  I. zollingeriana  sebanyak berturut-turut 761 ml dan 675 ml dibandingkan produksi

susu kambing pada waktu yang sama dari kambing Saanen dan PE berturut-turutyang hanya 379 ml dan 390 ml.

Banyak pertanyaan di lapangan tentang prospek Indigofera sebagai

tanaman pakan yang baru-baru ini mulai banyak dibicarakan dalam forum ilmiah.Secara ekofisiologis,  I. zollingeriana  termasuk tanaman yang sangat adaptif

terhadap kondisi lingkungan yang relatif kering, karena mekanisme fisiologi yangdibangun dalam sistem tubuh tanaman tersebut melalui ekskresi prolin menjadi

salah satu cirinya, disamping terdapat mekanisme interaksi dengan hifa mikoriza

Page 68: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 68/168

Page 69: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 69/168

Page 70: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 70/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 253

hama dan penyakit seperti jamur pada polong dapat mencapai 36% pada musim

hujan.

Gambar 2. Bentuk tanaman dan polong  Indigofera zollingeriana

Kadar air benih Indigofera untuk penyimpanan bisa mencapai 8-9%. Benih

normal  I. zollingeriana  dapat berkecambah pada umur 4 hari dengan persentase

 perkecambahan (daya kecambah) 28-35% jika benih pernah mengalami penyimpanan selama 2 bulan. Pada umumnya daya kecambah yang rendahdisebabkan oleh kulit benih yang tebal dan invasi jamur pada saat perkecambahan.Pengalaman di laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB menunjukan

 pemberian bahan organik (pupuk organik) pada media penyemaian dapatmeningkatkan daya kecambah menjadi 67%-74%. Perlakuan benih dengan

skarifikasi pemanasan kering dari 30oC menjadi 45oC menurunkan dayakecambah dari 58% menjadi 29% pada pengamatan umur perkecambahan 7 hari.Benih  I. zollingeriana  tergolong benih dengan sifat fotoblastik negatif, karena

 benih yang berkecambah pada germinator gelap lebih banyak dibandingkangerminator terang (44% - 57% vs 24% - 29%; P<0.05). Karakteristik fisiologi

lainnya dari benih  I. zollingeriana  adalah menurunnya daya kecambah benih jika telah mengalami penyimpanan dan penundaan waktu berkecambah.Penyimpanan lebih dari 4 minggu dapat menurunkan daya kecambah benih

hingga 24%.Secara fisik benih berwarna coklat (b) dan coklat kehitaman (c) bulat

 berisi lebih baik dibandingkan dengan benih berwarna kuning atau hijaukecoklatan (Gambar 3). Penambahan panjang hipokotil dari umur kecambah 4hari ke umur 7 hari mencapai 177%, namun mengalami penurunan penambahan

tinggi hipokotil sebanyak 26.26% dengan bertambahnya umur kecambah menjadi14 hari. Pengeringan benih hingga 45oC dapat menurunkan daya kecambah benih

hingga 29.85% dan 41.53% berturut-turut pada umur kecambah 4 hari dan 14hari.

Gambar 3. Bentuk dan warna benih Indigofera pada kondisi masak fisiologis berbeda. Benih berwarna coklat kehitaman lebih bernas  dibanding

yang masih muda (Sumber Foto : Nanda dan Rhoma, 2011)

Page 71: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 71/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 254

Persemaian

Benih Indigofera sangat mudah dihasilkan Persemaian benih pada bakiyang berisi media tumbuh pasir, tanah dan pupuk kandang (1:1:1). Setelah

 pengujian benih, benih langsung ditabur secara merata ke permukaan media tanam

 pada baki Penyiraman dilakukan secara hati-hati agar kecambah tidak rusak,tidak tergenang (Gambar 4). Hari ke 7-10 dipindahkan ke polibag ukuran 0.5 kg.

Bibit muda dipelihara di bawah naungan dengan menggunakan paranet naungan65%. Pembersihan lahan, pembajakan, penggaruan, penggemburan, pengguludan

dan dibuat jarak tanam 1.5 ×  1 m. Jarak individu tanaman antar guludan 1.5 mdan jarak invidu tanaman dalam guludan 1m. Populasi tanaman 6600 individu

tanaman/ha. Tanaman berumur 1 bulan dapat dipindahkan secara hati-hati kelobang tanaman dengan jarak tanam yang sudah ditentukan.

Gambar 4. Proses penyemaian dan pembibitan tanaman Indigofera

Untuk hasil yang baik, pemberian pupuk kandang dalam lobang tanam

sebanyak 250-300g/lobang. Untuk menghasilkan bentuk tajuk yang baik dan pertumbuhan cabang yang baik, potong tanaman dengan ketinggian 75-100cm.

Pemotongan pertama sebaiknya dilakukan setelah tanaman mencapai targetketinggian yang diharapkan. Pemberian pupuk cair anorganik maupun organikseperti urin sapi dapat memacu pertumbuhan dan pembentukan tajuk lebih cepat

dibandingkan dengan kontrol (tanpa pupuk). Salah satu pupuk buatan yangdikembangkan di Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB yang

dirancang khusus untuk pertumbuhan tajuk Indigofera adalah INDIGO-

FERTILIZER dalam kemasan 1 L/botol (Abdullah, 2010). Pupuk ini untuk setiapsatu liter diencerkan dalam 100-150 liter, tergantung hasil yang diharapkan.

Kebutuhan pupuk cair untuk satu hektar adalah 10 botol untuk sekali penyemprotan. Pupuk daun diberikan 4 kali selama periode penanaman, yaitu

 pada saat tanaman berumur 30, 34, 38 dan 42 hari setelah pemangkasan atau panen sebelumnya (Gambar 5).

Pemanenan dilakukan dengan interval 60 hari, menyisakan tegakan

tanaman 75-100 cm. bagian tanaman yang dipanen daun dan batang (edible).Batang yang tidak terpakai hasil pemangkasan yang dianggap tidak dapat dimakan

dapat digunakan sebagai kayu bakar ringan atau digunakan untuk mulsa.Pertumbuhan kembali (regrowth) tajuk Indigofera akan terlihat setelah satuminggu jika cukup curah hujan (Gambar 6). Daun dan batang dikeringkan,

Page 72: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 72/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 255

kemudian dirontokan dengan mesin perontok (daun kering dengan sendirinya

terlepas dari batang edible). Pengeringan dengan sinar matahari 4 jam sudahmenyisakan kadar air sekitar 28%, dan pada 2 jam pertama kadar air sudah

mencapai 30%, atau pengeringan dengan oven 70oC selama 2 jam. Kadar air ini

sangat sesuai untuk pembuatan tepung (agar tidak terlalu berdebu) dan mudahdibentuk pelet.

Gambar 5. Pertumbuhan, pembentukan tajuk dan penyemprotan pupuk cair padadaun Indigofera

Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah et al . (2010), mengungkapkan

 bahwa aplikasi pupuk daun dapat memperbaiki produksi hijauan tanamanIndigofera, total produksi daun, rataan tinggi tanaman, rataan jumlah cabang,rataan persentase pucuk terhadap total daun dan rasio daun-batang. Seperti terlihat

 pada Tabel 1. Respons tanaman  I. zollingeriana  terhadap perlakuan pemupukandaun menunjukan bahwa terdapat peluang yang besar untuk meningkatkan

 produktivitasnya. Pemupukan daun dengan menggunakan pupuk cair INDIGO-FERTILIZER juga dapat memperbaiki komposisi dan konsentrasi asam amino pada daun (Abdullah dan Kumalasari 2012). Pemupukan tidak hanya melalui

daun tetapi praktek pemupukan dengan pupuk organik pada tanah sangatdianjurkan, karena dapat meningkatkan produksi hijauan pakan secara signifikan

(18%).

Tabel 2. Pengaruh dosis pupuk cair daun terhadap produksi hijauan dan

 pertumbuhan tanaman Indigofera

Sumber : Abdullah dan Kumalasari (2010)

Page 73: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 73/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 256

Produksi dan kualitas hijauan pakan sangat dipengaruhi oleh komposisi

daun muda dan daun tua tanaman Indigofera. Dinamika komposisi antara daunmuda dan daun tuda terjadi sesuai waktu pemangkasan. Hasil studi menunjukan

 bahwa semakin tua umur pemangkasan dari 38 hari menjadi 88 hari semakin

meningkat proporsi daun tua dari 58.4% menjadi 75.3% dan semakin menurun proporsi daun muda dari 41.6% menjadi 24.7% (Abdullah dan Suharlina, 2010),

meskipun produksi total hijauan meningkat dari 2673 kg BK/ha/panen menjadi5410 kg BK/ha/panen. Konsekuensi perubahan komposisi ini adalah penurunan

kualitas yang ditunjukan oleh penurunan kandungan protein dari 22% menjadi20%, dan penurunan kecernaan bahan kering dari 74.52% menjadi 67.39% serta

 penurunan kecernaan 73.79% menjadi 69.63%.

Gambar 6. Pemanenan menghasilkan hijauan pakan dan batang untuk kayu bakar.

Pertumbuhan kembali setelah pemanenan pada musim hujan bisaterlihat setelah satu minggu

Peran Tanaman Indigofera terhadap Kesuburan Tanah

Sebagai tanaman leguminosa yang akan dikembangkan untuk sumberhijauan pakan, Indigofera juga diharapkan dapat berkontribusi positif terhadapkestabilan kesuburan tanah. Mekanisme simbiosis untuk fiksasi nitrogen udaradengan bakteri rhizobium dan transfer unsur hara dan air melalui simbiosis

dengan mikoriza diharapkan dapat meningkatkan peran Indigofera dalam menjagaekologi tanah. Hasil pengamatan pada pot terkontrol di rumah kaca menunjukan

 bahwa keberadaan Indigofera dipandang mampu mempertahankan kandungan C, N dan P. Indigofera mampu meningkatkan residu akar dan asam organik padatanah sehingga dapat meningkatkan taraf kandungan karbon organik tanah sebesar

16.8%, yang berarti dapat memberikan peluang untuk berkembangnyamikroorganisme tanah (Suharlina dan Abdullah, 2012). Demikian halnya dengan

kandungan N dan P tanah yang relatif masih stabil setelah penanaman Indigofera,meskipun sebagian telah dimanfaatkan (uptake) oleh tanaman untuk kebutuhan

 pertumbuhan dan pembentukan tajuk. Hal penting lainnya secara mikrobiologis,

keberadaan perakaran Indigofera pada tanah dapat meningkatkan populasi bakteri pelarut fosfat, yang diduga menjadi salah satu factor stabilnya kandungan fosfat

tersedia pada tanah setelah penanaman Indigofera.

KESIMPULAN

 Indigofera zollingeriana  sebagai tanaman leguminosa sangat potensial

sebagai sumber hijauan pakan, yang secara agronomis mudah dikembangkan

melalui benih. Reproduktivitas yang tinggi memungkinkan pengembangan secara

Page 74: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 74/168

Page 75: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 75/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 258

MASALAH PENGEMBANGAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK

DI ACEH

M. Nur Husin dan Didy Rachmadi

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

ABSTRACT

Forage development in Aceh is slow if it is compared to other Agriculture

sectors. Program of population growth of animal ruminant and its genetic qualitydepend on the quality and production of forage since forage is the basis of animal

feed of ruminant. The problems found were: forage planting was vegetative andthe raising system of ruminant was permanent grazing (traditional system). Thereis no standard regulation about the land used in raising animal in agriculture area,

and no investor to develop Animal Husbandry sector as well. The result of the

research on the plant of grass and legume in Experimental Farm, University ofSyiah Kuala shows that it can improve carrying capacity from 6 Animal Unit(AU) to 12 AU. There is a valuable potential land in Aceh to develop animalruminant in West Indonesia in order to achieve self supporting of meat in

Indonesia. Without sufficient fund this program is impossible to be implementedin the future.

 Key words: Forage, problems, and development.

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan di Aceh mempunyai peranan penting dalam

 pembangunan pertanian secara keseluruhan, namun kemajuannya dirasakanlamban bila dibandingkan dengan kemajuan di sektor pertanian lainnya. Berbagai

faktor yang menyebabkan lambatnya kemajuan ini dapat diidentifikasi antara lain:Adanya penyakit parasiter, keguguran, mutu genetik ternak yang rendah,

kurangnya pemanfaatan bibit hijauan unggul dan cara beternak yang masihtradisional.

Program peningkatan populasi dan mutu genetik ternak ruminansia selalu di

dasarkan kepada peningkatan mutu dan produksi hijauan, karena hijauanmerupakan basis utama makanan ternak ruminansia. Tanpa perbaikan mutu dan

 produksi hijauan adalah sulit  untuk memajukan usaha pengembangan ternakruminansia. Usaha apapun (pengobatan, bibit unggul) tidak akan nampak hasilnya

apabila masalah hijauan makanan ternak tidak ditanggulangi terlebih dahulu.Hijauan yang mempunyai produksi tinggi membutuhkan tempat tumbuh

(tanah) dengan tingkat kesuburan tinggi. Kenyataan menunjukan bahwa lahan

yang tersedia untuk pengembangan perternakan adalah lahan klass IV sampaikritis. Lahan ini harus dikelola dengan hati-hati disertai pemupukan berat.Penanaman hijauan unggul (rumput, dan leruminosa) memungkinkan daya

tampung ternak dapat di pertinggi 5-20 kali (Mc Ilroy, 1976) di samping dapatmeningkatkan kesuburan tanah akibat fiksasi nitrogen oleh leguminosa. Tanaman

leguminosa selain mempunyai protein tinggi juga dapat berfungsi ganda dalam penghematan penggunaan pupuk dan sintetik. Setiap kg N yang difiksasi setaradengan 2,22 kg pupuk urea (N urea 46%)

Program budidaya hijauan unggul telah lama dilakukan di Aceh. Namun

Page 76: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 76/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 259

hasilnya masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain:

1.  Keinginan masyarakat untuk menanam rumput unggul masih rendah, karenatersedia rumput alam

2.   Nilai ekonomis hijauan sangat rendah di bandingkan dengan tanaman lain.

3.  Tidak mempunyai kebun bibit hijauan disetiap Kabupaten/Kota yang mudahdiperoleh peternak kecuali kabupaten Aceh Besar

4.  Sistem pemeliharaan ternak dipedesaan pada umumnya masih tradisionalMerubah sistem usaha ternak dari sistem tradisional ke intensif bukanlah

 pekerjaan yang mudah karena memerlukan perubahan bentuk usaha taniternak, disamping memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keberanian,kepercayaan dan modal usaha yang memadai. Untuk ini diperlukan pemikiran

 para cendikiawan dalam berbagai disiplin ilmu dan investor untuk mengolahsumber daya alam yang tersedia secara optimal.

PEMBAHASAN

Potensi Ternak RuminansiaPotensi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba lokal)

sampai saat sekarang masih menjadi primadona dalam penyediaan daging diAceh. Jumlahnya semakin berkurang akibat adanya konflik bersenjata yangdimulai tahun 1976 antara GAM dan pemerinta RI yang berkepanjangan dan

ditambah Tsunami 2004.Potensi genetik sapi aceh tidak terlalu rendah dibandingkan sapi bali.

Pertambahan berat badan sapi jantan aceh yang dipelihara secara tradisional padaumur 2-3 tahun antara 252-354 g/hari per ekor dan yang intensif 400-500g/hari/ekor (Basri, 2003) sedangkan sapi bali mempunyai tambahan berat badan

 jantan 600- 700 g/hari/ekor (Sitepu, 2009) dan Brahman Cross 1200 g/hari/ekor(Rahmadi, 2012).

Menurut BPS (2012) di Aceh terdapat 701.284 ekor sapi (19.743 diantaranya adalah sapi bali), kerbau 303.156 ekor, kambing 768.869 ekor, dandomba 168.994 ekor. Populasi sapi, kambing dan domba terbesar di temukan di

 pantai utara Aceh (Banda Aceh Sampai Aceh Tamiang), sedangkan populasikerbau banyak di temukan di Pantai Barat Selatan (Banda Aceh sampai Aceh

Singkil, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Pulau Simeulu). Pemotongan ternak sapi75.097/ekor/tahun, kerbau 25.513/ekor/tahun, kambing 169.764 /ekor/tahun, dandomba 43.780/ekor/tahun. Harga daging di Banda Aceh termasuk harga tertinggi

di Dunia. Secara konkrit harga daging sapi, kerbau dan domba berkisar antara Rp110.000-Rp. 120.000 /kg dan harga daging kambing berkisar antara Rp 140.000-

Rp 150.000 /kg. (Mai 2013) dan pada hari Megang (2 hari sebelum bulan puasa/idul Fitri dan Idul Adha) harga daging naik 20-30%.

Sistem pemeliharaan ternak sapi, kerbau, kambing, dan domba pada

umumnya secara tradisional. Dimana ternak dilepas bebas mencari makan sendiridi permukiman penduduk atau di jalan raya. Hal ini merugikan banyak pihak

karena menjadi hama bagi tanaman pertanian dan mengakibatkan seringterjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Pemeliharaan secara intensifdengan pemberian hijauan unggul banyak di temukan di bantaran Krueng Aceh

dan Kabupaten Aceh Besar.

Page 77: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 77/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 260

Potensi Lahan

Aceh mempunyai lahan padang penggembalaan seluas 500.000/ha pada tahun1973. Akibat infasi tanaman industri, perkebunan dan permukiman penduduk,

sekarang luasnya 232.023 ha, persawahan 314.991 ha, lahan kering 139.049 ha,

kebun rakyat 800.401 ha, perkebunan besar (sawit dan karet) 200.680 ha, lahan pemukiman 305.624 ha, merupakan sumber lahan yang dapat digunakan untuk

 pengembangan hijauan dan ternak (BPS, 2012).Merubah sistem usaha ternak tradisional ke intensif akan memberikan

keuntungan antara lain;1.  Mempertinggi daya guna tanah dan daya tamping ternak2.  Memperluas lapangan kerja bagi pengangguran dan masyarakat pedesaan

3.  Dapat menambah pendapatan dan mengurangi kemiskinan4.  Dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengangguran dan Kemiskinan

Komplek bersenjata antara GAM dan Pemerintah RI yang berkepanjanganditambah gempa dan Tsunami 26 Desember 2004, yang melanda Aceh telahmenimbulkan banyak korban jiwa manusia, ternak, tananam, harta benda, mata

 pencaharian yang tidak terkira nilainya. Namun disisi lain, terdapat hikmah besaryang timbul secara spontan dan sangat luar biasa dari masyarakat Indonesia danInternasional yang membantu perjuangan hidup mati rakyat Aceh. Perdamaian

antara GAM dan Pemerintah RI 15 agustus 2005 di Helsinki telah membawaangin sejuk bagi rakyat miskin untuk bangkit kembali menyongsong hari depan

yang lebih cerah.Daerah Aceh sejak kemerdekaan merupakan salah satu daerah kaya di

Indonesia dan dijuluki sebagai daerah modal (Soekarno, Presiden RI) namun

kenyataannya sampai saat ini merupakan salah satu daerah miskin di Indonesiadengan jumlah penduduk 5,1 juta jiwa, penduduk miskin 19,46% dan

 pengangguran 7,43% (di atas rata-rata nasional). Tidak diketahui secara pastikapan kemiskinan dan penganguran dapat ditanggulangi di Aceh. Masalahkemiskinan dan kesempatan kerja merupakan masalah nasional yang belum dapat

ditanggulangi sampai saat sekarang. Jangankan masyarakat miskin dan pemuda putus sekolah, ―Lulusan Sarjana‖  saja banyak yang menganggur belum

mendapat pekerjaan yang layak.Menciptakan lapangan kerja pada saat sekarang bukanlah pekerjaan mudah,

karena memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keberaniaan dan modal usaha yang

memadai.Membuka usaha peternakan adalah salah satu alternatif untuk menggurangi

 pengangguran dan kemiskinan di Aceh. Hal ini juga sejalan dengan kebijakanstrategi dan terobosan Gubernur Aceh (Zaini Abdullah, 2013) memilih bidangusaha peternakan menjadi salah satu usaha andalan untuk memerangi kemiskinan

dan pengangguran “Pekerjaan ini tidak semudah membalik telapak tangan”  

Budidaya HijauanBudidaya hijauan unggul daerah Aceh di temukan berkembang pesat

dipinggiran Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Daerah ini dikenal sebagai

kantong tempat penggemukan ternak dikandang ( zero grazing ). Diprediksi jumlah

rumput unggul yang telah dibudidaya mencapai   2.465 ha, dimana 70% berada di

Page 78: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 78/168

Page 79: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 79/168

Page 80: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 80/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 263

PRODUKSI PADANG PENGGEMBALAAN ALAM DAN POTENSI

PENGEMBANGAN SAPI BALI DALAM MENDUKUNG PROGRAMKECUKUPAN DAGING DI PAPUA BARAT

Onesimus Yoku, Andoyo Supriyantono, Trisiwi Widayati dan Iriani SumpeJurusan Peternakan Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Papua Jl. Gunung Salju Amban Manokwari

ABSTRACT

West Papua is an area with high potential for the development of beef

cattle because the capacity of the area is quite extensive. Availability of thenatural resources provides great opportunities to develop of Bali cattle business.This study aims to analyze the botanical composition, carrying capacities, and

forage production potential in Kebar, West Papua. Botanical composition wasanalyzed by the ranking method (dry weight rank) which observing only three

types of forage that has a big contribution, and set them as 1, 2, and 3 ranking based on dry matter, while forage production was estimated by sample methodusing 1 m2 quadrants. The results showed that almost 100% forage on pasture

were dominated by grass; very low carrying capacity of natural pastures, it wasabout 0.48 to 1.70 UT / ha / year; forage production on natural pastures have not

any potential for planing of Bali cattle/beef cattle development to support beefsufficiency program in West Papua.

 Keywords: grassland natural, botanical composition, carrying capacities

ABSTRAK

Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan

ternak sapi potong karena daya dukung wilayah cukup luas. Ketersediaansumberdaya alam tesebut memberikan peluang besar bagi pengembangan usaha

 peternakan sapi bali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi botanis, kapasitas tampung, dan potensi produksi hijauan pakan di dataran Kebarkabupaten Tambraw provinsi Papua Barat. Komposisi botanis dianalisis dengan

metode ranking (dry weight rank) yaitu dengan mengobservasi hanya tiga jenishijauan yang mempunyai kontribusi besar  , dan menetapkannya sebagai ranking 1,

2, dan ranking 3 berdasarkan bahan kering, sedangkan produksi hijauan pakandiestimasi dengan metode cuplikan menggunakan kuadran berukuran 1 m2. Hasil

 penelitian menunjukkan bahwa hampir 100% hijauan pada padang penggembalaan di dominasi jenis rumput; kapasitas padang penggembalaan alamsangat rendah yaitu 0,48-1,70 UT/ha/tahun; dan produksi hijauan pada padang

 penggembalaan alam sangat tidak potensial untuk rencana pengembangan ternaksapi bali dan/atau sapi potong untuk mendukung program kecukupan daging sapidi provinsi Papua Barat.

 Kata Kunci: Padang penggembalaan alam, komposisi botanis, kapasitas tampung

PENDAHULUAN

Papua Barat merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan

ternak sapi potong karena daya dukung wilayah berupa padang penggembalaan

Page 81: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 81/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 264

alami cukup luas. Ketersediaan sumberdaya alam tesebut memberikan peluang

 besar bagi pengembangan usaha peternakan sapi bali. Namun demikian sapi balisaat ini cenderung mengalami penurunan kualitas karena adanya seleksi negatif

ditingkat peternak (Djagra et al ., 2002; Jan, 2000; Talib et al ., 2002;

Supriyantono et al ., 2011).Pembangunan peternakan secara nasional secara mutlak memerlukan

 peran serta peternakan rakyat, mengingat produksi ternak di Indonesia didominasioleh peternakan rakyat yang dikelola secara tradisional (99,70%) dan sisanya

sebesar 0,30% diusahakan oleh perusahaan berskala besar (Soedjana, 2005).Sehingga sangat perlu untuk melakukan langkah-langkah strategis dalammengembangkan peternakan rakyat, melalui dukungan baik dari permodalan,

teknologi, bibit, manajemen pengembangan melalui standardisasi usaha peternakan.

Peningkatan kualitas bibit sapi bali dapat dilakukan denganmengembangkan village breeding center   (VBC) dengan melibatkan masyarakat.

Salah satu daerah pengembangan VBC di Papua Barat adalah Kabupaten Kebaryang memiliki hamparan padang penggembalaan seluas ±1.500 ha. Daerah inidiharapkan mampu menjadi salah satu lumbung daging sapi di Papua Barat guna

mendukung Program Swasembada Daging Sapi 2014.Pengembangan padang penggembalaan alam dataran Kebar dapat

dilakukan hanya jika diketahui susunan/komposisi vegetasi dan kapasitas tampung

 padang penggembalaan dimaksud.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi yaitu padang penggembalaan alam

kampung Inam dan kampung Jandurau. Kampung Inam dan Kampung Janduraumerupakan bagian dari wilayah distrik Kebar, kabupaten Tambrauw, provinsi

Papua Barat.Lokasi pengambilan sampel (cuplikan) ditetapkan secara purposif

 berdasarkan jenis vegetasi (hijauan pakan ternak) dan luas padang penggembalaan

alam. Cuplikan diambil secara sistematik dengan arah diagonal. Menurut petunjukSusetyo (1980) yaitu untuk padangan dengan luas 65 ha, ditetapkan sebanyak 100

cuplikan. Cuplikan diambil secara sistematik dengan arah diagonal.Metode dry weight rank (DWR) digunakan untuk mengestimasi komposisi

 jenis-jenis hijauan pakan (komposisi botani) atas dasar bahan kering. Metode DWRdigunakan dengan mengobservasi hanya tiga jenis hijauan yang mempunyai kontribusi besar yang ditemukan dalam kuadran (ranking 1, 2, dan 3) tanpa melakukan pemotongan

dan pemisahan spesies hijauan.  Selanjutnya untuk mengetahui produksi hijauan dan

sampel untuk analisis laboratorium, hijauan yang terdapat dalam areal kuadrandipotong sekitar 5-10 cm di atas permukaan tanah dan ditimbang beratnya

menggunakan timbangan digital kapasitas 5 kg dengan ketelitian 10 g.Variabel penelitian meliputi komposisi botani dan kapasitas tampung.

Komposisi botani dihitung untuk mengetahui komposisi atau susunan spesies

hijauan pada suatu padang penggembalaan. Jenis hijauan yang termasuk dalamranking 1, 2, dan 3, tanpa melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan.

Selanjutnya dikalikan dengan angka konstanta berturut-turut 8,02; 2,41; dan 1

(jika total tidak sama) atau 70,2; 21,1; dan 8,7 (jika total sama) ,

Page 82: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 82/168

Page 83: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 83/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 266

(Kyllinga brevifolia) sebesar 38,93% dan 100% termasuk kategori rumput,

sedangkan pada kelompok Bitawi didominasi oleh  Imperata cylindrica sebesar73,42% dengan sebaran 73,42% rumput dan 26,58 bukan pakan ternak.

Tabel 2. Jenis-jenis hijauan yang dominan pada lokasi kampung Jandurau No. Nama hijauan/Spes ies Persen Ket.

1.  Paspalum conjugatum 18,28 R

2.  Ischaemum indicum 12,87 R

3.  Ipomea batas 0,73 BP

4.  Phragmites karka 1,75 R

5.  Mikania cordata (bkn pakan) 0,73 BP

6. Cyperus rotundus (teki) 9,36 R

7. Sida rhumbefolia 2,48 BP

8.  Imperata cyl indrica 20,76 R

9. Osmuda regalis (paku tauge) 11,70 BP

10.  Rumput k elinci btg merah 0,73 R

11.  Hyparrhenia hirta 9,79 R

12.  Amaranthus sp (bayaman-bkn hmt) 1,75 BP13.  Panicum bunga coklat 6,58 R

14.  Kyllinga brevifolia (tek i) 1,75 R

15.  Lycopodium cernuum (paku jari) 0,73 BP

TOTAL 100,00

Rumput 73,42

Hijauan lain 26,58

Keterangan : Ket. = Keterangan, R = Rumput, BP = Bukan pakan ternak  

Pada lokasi kampung Jandurau tiga jenis hijauan yang dominan, masing-masing 20,76%  Imperata cylindrica, 18,28%  Paspalum conjugatum , 12,87%

 Ischaemum indicum  dan tidak ditemukan jenis hijauan legum, tetapi hanya jenis

rumput dan jenis hijauan lainnya yang tidak termasuk jenis hijauan pakan (tidakdapat dikonsumsi ternak). Kondisi ini sebagaimana dikemukakan oleh Setiana(2010) bahwa ternak ruminansia secara alami memanfaatkan tumbuhan untukkebutuhan hidupnya, terutama jenis tumbuhan berasal dari famili Gramineae atau

Poacea atau rumputan. Menurut Kristianto dan Nappu (2004), sistem pemeliharaan sapi potong di tingkat petani juga masih kurang optimal, oleh

karena ternak sapi pada siang hari diikat di padang penggembalaan alam dengankualitas hijauan yang masih rendah, karena komposisi hijauan pakan ternakdidominasi oleh alang-alang dan semak belukar. Selanjutnya dikemukakan

 bahwa hijauan pakan ternak lokal yang tidak bernilai gizi tinggi merupakan penyebab utama rendahnya produks i sapi.

Potensi Produksi Hijauan dan Kapasitas TampungHasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas tampung padang

 penggembalaan alam di dataran Kebar cukup rendah yaitu berkisar antara 0,48-1,70 UT/ha/thn. Potensi produksi hijauan dan kapasitas tampung padang

 penggembalaan menurut lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.

Page 84: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 84/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 267

Tabel 3. Potensi produksi hijauan dan estimasi kapasitas tampung

a. Padang Penggembalaan Alam

Variabel Pengamatan/UraianKAMPUNG INAM KAMPUNG JANDURAU

Wanimeri Bitawi Amawi Aruwam

Produksi hijauan , kg/m2 0,955 1,751 1,054 0,478Produksi hijauan , kg/ha, *10.000 9550 17510 10540 4780

Produksi hijauan tersedia, kg/ha,

*25% (rendah)2387,5 4377,5 2635 1195

KT (carrying capacity), UT/ha/thn 0,9646 1,7687 1,0646 0,4828

b. Kebun Rumput Raja

Variabel Pengamatan/Uraian HASIL

Produksi hijauan, kg/rumpun 4,2

Produksi hijauan (PH), kg/ha 67.200,00

Produksi hijauan tersedia, kg/ha

Musim hujan, 100%, (5/2)(1*PH) 168.000,00

Musim kemarau, 60%, (7/3)(0,6*PH) 94.080,00Jumlah (kg/ha/thn) 262.080,00

Berat 1 unit ternak (UT) sapi , kg 250

Kebutuhan pakan (10% BB), kg/hari 25

Kebutuhan pakan per tahun (365

hari), 25 kg*3659.125

Kapasitas tampung, UT/ha/thn 28,72

c. Total kapasitas tampung

(UT/ha/thn) 29,68 30,49 29,78 29,20

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa produktivitas padang

 penggembalaan alam sangat tidak potensial untuk mendukung rencana pengembangan ternak sapi potong (sapi bali). Kapasitas tampung padang penggembalaan alam sangat rendah yaitu berkisar antara 0,48-1,70 UT/ha/thn atausetinggi-tingginya dapat menampung 2 unit ternak (2 ekor sapi betina dewasa atau

1 UT setara satu ekor sapi betina dewasa dengan berat badan 250 kg).Diperlukan upaya-upaya perbaikan padang penggembalaan alam dan

 peningkatan kapasitas tampung. Salah satu upaya alternatif yaitu membangunkebun hijauan pakan ternak. Jika dalam luasan 1 ha ditanami rumput raja dengan

 jarak tanam 100 cm ×  60 cm, untuk jangka waktu satu tahun dapat mencapai

kapasitas tampung sekitar 28,72 UT/ha/thn atau setara 28,72 atau 29 ekor sapi

dewasa (lihat Tabel 3). Untuk mendukung peningkatan produksi sapi potong danusaha untuk mencapai program swasembada daging sapi, maka diperlukan

 perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi di tingkat petani secara tepat (Kristianto

dan Nappu, 2004) 

Komposisi Kimia Padang Penggembalaan AlamHasil analisis komposisi kimia nutrien hijauan pakan di lokasi penelitian,

masing-masing bahan kering (BK), protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat

kasar (SK), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) disajikan pada Tabel 4.

Page 85: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 85/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 268

Tabel 4. Komposisi kimia hijauan pakan di padang penggembalaan alam Kebar

 No Komponen Komposisi Kisaran

1. Air (%) 9,74 8,25 –  10,752. BK (%) 90,26 89,26 –  91,75

3. PK (%) 3,99 3,54 –  4,424. LK (%) 2,37 1,98 –  2,81

5. SK (%) 40,87 37,37 –  46,636. BETN (%) 44,75 42,20 –  49,217. Abu (%) 8,02 5,27 –  10,57

Ca (%) 0,0874 0,0357 –  0,1162P (%) 0,0809 0,0651 –  0,0993

8. GE (Kal/g) 4391,63 4092,55 –  4747,86Keterangan :

BK =bahan kering, PK = protein kasar, LK = lemak kasar, SK = serat kasar,

BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca = kalsium, P = fosfor, Kalori = gross energy (GE) 

Rata-rata kandungan PK hijauan pakan pada padang penggembalaan alamsebesar 3,99% termasuk dalam kategori sangat rendah. Hal ini sesuai yang

dikemukakan oleh Siregar (1994) bahwa hijauan dikategorikan pada kualitasrendah bila kandungan protein kasarnya kurang dari 5%, sedang bila kandungan

PK adalah 5-10%, dan tinggi bila PK hijauan adalah lebih besar dari 10%.Rata-rata kandungan PK padang penggembalaan sebesar 3,99% (Tabel 1)

disebabkan karena komposisi botani hijauan sebagian besar adalah jenis rumput,

sebagian kecil hijauan bukan pakan, dan tanpa leguminosa. Kondisi padang penggembalaan ini akan berdampak pada rendahnya produktivitas ternak karena

kebutuhan minimal PK bagi ternak ruminansia sebesar 8% tidak terpenuhi.

Produktivitas dan kualitas padang penggembalaan di kampung Inam danJandurau perlu ditingkatkan dengan introduksi hijauan pakan jenis rumput dan

leguminosa yang sesuai kondisi setempat atau sesuai dengan jenis tanah dankondisi iklim.

KESIMPULAN

Hijauan pakan yang mendominasi padang penggembalaan alam Kebaradalah jenis rumput dengan kapasitas tampung sangat rendah yaitu 2 UT/ha/tahun.

Produktivitas padang penggembalaan alam dataran Kebar dapat ditingkatkandengan introduksi spesies yang cocok dan potensi produksi tinggi dan/atau perlu

dilakukan program pemberian pakan tambahan (dasar hijauan pakan).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat JenderalPendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui Proyek: DP2M

Ditjen Dikti, Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan PerluasanPembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Nomor Kontrak:

244/SP2H/PL/Dit.Litabmas/ III/2012.

Page 86: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 86/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 269

DAFTAR PUSTAKA

Djagra, I.B., I.G.N.R. Haryana, I.G.M. Putra, I.B. Mantra, A.A. Oka., 2002.

Ukuran Standar Tubuh Sapi Bali Bibit. Laporan Hasil PenelitianKerjasama Bappeda Propinsi Bali dengan Fakultas Peternakan Universitas

Udayana, Denpasar.Jan, R., 2000. Penampilan Sapi Bali di Wilayah Proyek Pembibitan dan

Pengembangan Sapi Bali di Daerah Tingkat I Bali. Tesis PPS-UGM,Yogyakarta.

Kristanto, L.K dan M. B. Nappu. 2004. Prospek Pengembangan Sapi Potong

Melalui Pola Pengembangan Kolektif Dalam Upaya Swasembada DagingSapi di Kalimantan Timur. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Samarinda

Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak. BPFE.Yogyakarta.

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Cetakan Pertama. Swadaya,Jakarta.

Subagio, I dan Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur Padangan, NUFIC. Universitas

Brawijaya Malang.Supriyantono, A., L. Hakim, Suyadi and Ismudiono, 2011. Breeding Programme

Development of Bali Cattle at Bali Breeding Centre. Journal of Animal

Production. 13, 1: 45-51.Susetyo, S, 1980. Pengelolaan dan Potensi Hijauan Makanan Terak untuk

Produksi Ternak Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S. Budiarti-Turner and D. Lindsay, 2002.

Survey of Population and Production Dynamics of Bali Cattle and Existing

Breeding Programs in Indonesia. Working Papers: Bali Cattle Workshop.Bali, 4-7 February 2002.

Lampiran 1. Estimasi produksi hijauan rumput raja tahunan

Penanaman rumput Raja : 100 cm x 60 cm

Populasi 1 ha = (10.000 m2)/ (1 m x 0,6 m) = 16.666 rumpun; dalamhitungan dibulatkan 16.000 rumpun

Untuk kondisi umum, 1 rumpun menghasilkan 7 (tujuh) kg hijauan segarKhusus Kebar, diperhitungkan hanya 60%  sehingga produksi hijauan segar

yang dihasilkan sebanyak 4,2 kg Jadi produksi per ha = 4,2 kg * 16.000 rumpun = 67.200 kg/ha

Estimasi Produksi Hijauan setahunMasa pertumbuhan dan produksi hijauan

Kemarau = 3 bulanHujan = 2 bulan

Jika data Klimatologi tahun 2010 : di Manokwari

Bulan Hujan = Nov, Des, Jan, Feb, dan Mart (5 bulan)

Page 87: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 87/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 270

Bulan Panas = April, Mei, Jun, Jul, Agust, Sep dan Okto (7 bulan)

Hitungan :Hujan = (5 bulan / 2 bulan) x produksi hijauan

Kemarau = (7 bulan / 3 bulan) x produksi hijauan

Estimasi produksi rumput raja =

Lampiran 2. Estimasi kapasitas tampung padangan di kampung Inam dan

Jandurau, Kebar, Manokwari

a. Padang Penggembalaan

Alam

Variabel Pengamatan/Uraian Satuan Hitungan KAMPUNG INAMKAMPUNGJANDURAU

Wanimeri Bitawi Amawi Aruwam

Produksi hijauan kg/m2 0,955 1,751 1,054 0,478

Produksi hijauan kg/ha * 10.000 9550 17510 10540 4780

Produksi hijauan tersedia

(PHT)kg/ha

* 25%

(rendah)2387,5 4377,5 2635 1195

Berat 1 unit ternak (UT) sapi kg 250 (BB) 250 250 250 250

Kebutuhan pakan (10% BB) kg/hari 10% * BB kg 25 25 25 25

Kebutuhan pakan (30 hari) kg/bulan25 kg * 30

hari750 750 750 750

Kebutuhan luas lahan per bulan(LLB)

Ha/bulan

750/PHT * 1ha

0,3141 0,1713 0,2846 0,6276

Kebutuhan luas lahan per tahun

(LLT)

Ha/UT/t

h3,3 * LLB 1,0366 0,5654 0,9393 2,0711

KT (carrying capacity)UT/ha/t

h1/LLT 0,9646 1,7687 1,0646 0,4828

b. Kebun Rumput Raja

Variabel Pengamatan/Uraian Satuan Hitungan HASIL

Produksi hijauankg/rump

un4,2

Produksi hijauan kg/ha * 16.000 67200,00

Produksi hijauan tersedia kg/ha

Musim hujan 100%(5/2)(1*Prod

Hij)168000,00

Musim kemarau 60%(7/3)(ProdHij*0,6)

94080,00

Jumlah

(kg/ha/thn)262080,00

Berat 1 unit ternak (UT) sapi kg 250 (BB) 250

Kebutuhan pakan (10% BB) kg/hari 10% * BB kg 25

Kebutuhan pakan per tahun

(365 hari)

kg/ha/U

T

25 kg * 365

hari9125

Kebutuhan luas lahan per bulan UT/ha/ta 262080/9125 28,72

Estimasi Produksi Hijauan Produksi Hijauan TOTAL

Rata-Rata (kg/ha) Rata-Rata (kg/ha) PRODUKSI

HUJAN

(100%)

PANAS

(60%) HUJAN KEMARAU (kg/ha/thn)

67.200,00 40.320,00 168.000,00 94.080,00 262.080,00

Page 88: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 88/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 271

hun

c. Total kapasitas tampung 29,68 30,49 29,78 29,20

PERTUMBUHAN GENERATIF ALFALFA (Medicago sati va  L)

MUTAN TROPIS, RESPON TERHADAP PEMUPUKAN FOSFAT

(HASIL MUTASI INDUKSI EMS)

Widyati-Slamet. Sumarsono, S. Anwar dan D.W. Widjajanto

 Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan manajemen pemupukan fosfatuntuk pertumbuhan generatif alfalfa yang ditanam pada ketinggian tempat

tertentu. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari 5 perlakuan (0, 50, 100, 150, 200 kg P2O5/ha) dan 4 kelompok ulangan. Variabel

yang diamati adalah karakteristik pertumbuhan generatif alfalfa, yaitu jumlahtanaman berbunga, jumlah tanaman berpolong dan berat per 100 biji. Hasil

 penelitian menunjukkan bahwa, pemupukan fosfat tidak berpengaruh terhadap

 jumlah tanaman yang berbunga dan berpolong pada umur 14 minggu. Pemupukanfosfat tidak nyata meningkatkan persen tanaman alfalfa yang berbunga dan

 berpolong, tetapi meningkatkan bobot per 100 biji. Alfalfa mutan membutuhkan pemupukan fosfat 122,50 kg P2O5/ha untuk mendapatkan berat per 100 biji yangmaksimum.

 Kata kunci: alfalfa, pemupukan P, pertumbuhan generatif

ABSTRACT

The research was aimed to obtain 

management of Phosphat fertilization

for the growth generative of alfalfa at a certain altitude. The research CompletelyRandomized Block Design with 5 treatments (0, 50, 100, 150, 200kg P2O5 /ha)

and 4 replicated. The variable observed growth generative of alfalfa (number offlowering plants, the number of pods plants and weight per 100 seeds). The resultof research showed P fertilization had no effect on the number of flowering plants

and pod plants at the age of 14 weeks. P fertilization did not increase the percentof alfalfa plants were flowering and pods. Fertilizing of mutan alfalfa with 122.50

kg P2O5/ha of P-fertilizer provided the maksimum weight of 100 seeds. Keywords: alfalfa, P fertilization, generative growth

PENDAHULUAN

Alfalfa ( Medicago sativa  L. ) dikenal sebagai “Queen of Forages", palatabel dan bergizi, kaya protein, vitamin dan mineral (Orloff, 1997), dapatdipakai sebagai sumber energi untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak karena

mempunyai serat kasar dan protein kasar yang tinggi. Tanaman alfalfa merupakanleguminosa yang biasa tumbuh di daerah temperate (Hoy et al ., 2002) dan

merupakan tanaman hari panjang. Pertumbuhan alfalfa membutuhkan sinarmatahari dan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahankelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan

kesuburan tanah yang baik (Agricultural Experiment Station and Cooperative

Page 89: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 89/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 272

Extension Service, 1998).

Kelebihan tanaman alfalfa dapat hidup 3 hingga 12 tahun, tergantungvarietas dan iklim di mana tanaman itu hidup. Tingginya dapat mencapai satu

meter, memiliki akar yang sangat panjang hingga mencapai 4,5 meter.

Keunggulan itulah yang menyebabkan alfalfa mampu bertahan hidup, sekalipunsaat terjadi kekeringan.

Alfalfa adalah tanaman tahunan berupa herba berakar dalam, bercabang danmembentuk rhizom, mempunyai batang mendatar, menanjak sampai tegak,

 berkayu di bagian dasar, cabang-cabang di bagian dasar dan menanjak setinggi30-120cm, satu tangkai berdaun tiga (trifoliat ), panjang daun 5-15mm, berbulu

 pada permukaan bawah, tangkai daun berbulu, bunga berbentuk tandan yang rapat

 berisi 10-35 bunga, mahkota berwarna ungu atau biru jarang yang berwarna putih(Mannetje dan Jones, 2000). Tanaman, daun, bunga dan polong alfalfa tersaji

 pada Ilustrasi 1.Tanaman alfalfa merupakan leguminosa yang biasa tumbuh di daerah

temperate (Hoy et al ., 2002). Pertumbuhan alfalfa membutuhkan sinar mataharidan kadar kapur yang cukup, tahan temperatur tinggi tetapi tidak tahankelembaban tinggi. Memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan

kesuburan tanah yang baik (Agricultural Experiment Station and CooperativeExtension Service, 1998). Karakteristik Alfalfa di daerah temperate antara lain:kapasitas produksi tinggi (40-150 ton bahan segar/ha/th), kualitas hijauan tinggi

(PK 18-24%), nilai kemampuan tumbuh tinggi yang dipengaruhi tekanan musimdan resistensi terhadap penyakit daun dan tunas serta penyakit akar, kecepatan

tumbuh setelah pemotongan, penghasil biji yang baik (Smith et al ., 1986). Alfalfatropis yang berasal dari Taiwan merupakan hasil perbaikan dari alfalfa subtropisyang dilakukan para ahli pertanian di Taiwan, dapat beradaptasi dan tumbuh baik

di daerah tropis di Propinsi Taiwan sebagai penghasil hijauan. Perbaikan alfalfatropis yang berasal dari Taiwan telah dilakukan agar dapat beradaptasi secara

alami sebagai penghasil biji. Alfalfa di Indonesia belum menghasilkan biji.Akibatnya tanaman alfalfa tidak berkembang karena keterbatasan bibit (Sajimin,2011).

Tanaman Alfalfa Daun Alfalfa

Bunga Alfalfa Polong alfalfa

Ilustrasi 1. Tanaman, daun, bunga dan polong alfalfa

Page 90: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 90/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 273

Perbaikan tanaman dapat dilakukan antara lain dengan melakukan mutasi

induksi yang dapat meningkatkan keragaman genetik sehingga benih yangdihasilkan dapat dipakai sebagai bahan seleksi untuk mendapatkan tanaman yang

dikehendaki. Keragaman yang tinggi merupakan salah satu faktor untuk merakit

varietas unggul baru (Hutami et al., 2006).Unsur fosfat (P) pada dosis tinggi lebih diinginkan legume untuk memacu

 pertumbuhan (Mikkelsen, 2004; Liani et al ., 2011). Penelitian Yu et al.  (2007)menunjukkan bahwa alfalfa sangat sensitif terhadap P tersedia dan terdapat

korelasi positif antara penurunan P tanah tersedia dengan hasil hijauan alfalfasetelah berumur 3 tahun. Pemupukan P sampai 100kg P2O5  /ha dan Intervaldefoliasi yang berbeda tidak mempengaruhi produksi bahan kering (BK), protein

kasar (PK) maupun serat kasar (SK) hijauan alfalfa (Widyati-Slamet et al., 2008).Liani et al . (2011), mendapatkan produksi bahan kering tertinggi dengan

 pemupukan TSP dengan dosis 125 mg P2O5/kg tanah.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian yang digunakan biji hasil alfalfa mutan, hasil mutasi

induksi dengan EMS (Ethyl Methyl Sulfanate), kebun percobaan, kompos, pupukUrea (45%N), SP-36 (36% P2O5  ), KCl (52%K 2O), dan insektisida. Penelitiandilaksanakan di kebun di desa Sidomulyo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten

Semarang yang terletak pada ketinggian + 400 m dpl.Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari 5

 perlakuan dosis fosfat (0, 50, 100, 150 dan 200kg P2O5/ha) dengan 4 kelompokulangan. Variabel yang diamati adalah karakteristik pertumbuhan generatif alfalfa,yaitu jumlah tanaman berbunga, jumlah tanaman berpolong dan berat per 100

 biji.Data yang diperoleh diolah secara statistik menurut prosedur analisis

ragam untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati, apabilaterdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Ganda Duncan (Steeldan Torrie, 1980) dan Uji Polinomial. Apabila diperoleh pengaruh kuadratik,

dirumuskan dalam persamaan Polinomial Kuadratik y = a + bx + cx2, selanjutnyauntuk mendapatkan Titik Puncak (TP) perlakuan pemupukan P optimum

diperoleh dengan rumus;TP = - b , di mana a = intersep, b, c = koefisien regresi linier dan kuadratik.

2 c

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tempat PenelitianPenelitian untuk produksi biji dilakukan pada lahan di desa Sidomulyo

kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang yang terletak pada ketinggian +

400 m diatas permukaan laut. Hasil analisis tanah lahan penelitian mengandung P potensial 499,39 ppm dengan pH 6,57 Temperatur selama penelitian berkisar

antara 23-35oC dengan kelembaban berkisar antara 31-80%. Masa adaptasitanaman alfalfa dari persemaian ke lahan + 2 minggu. Hujan turun sepanjang hari

 pada bulan Agustus sampai Nopember. Angin yang kencang menyebabkan curah

hujan tidak terukur. Data yang didapat dari Balai Meteorologi dan Geofisika

didapatkan bahwa curah hujan selama bulan September 133 mm (4 hari hujan)

Page 91: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 91/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 274

lainnya tidak terukur. Curah hujan bulan Oktober 137 mm (10 hari hujan) lainnya

tidak terukur. Curah hujan bulan Nopember 217 mm (19 hari hujan) lainnya tidakterukur. Pengamatan pada tanaman alfalfa dilakukan selama 16 minggu (Agustus-

 Nopember 2011) setelah benih ditanam ke lahan, karena pengaruh cuaca,

 beberapa tanaman belum berbiji, hal tersebut disebabkan karena Alfalfa tumbuhuntuk produksi biji hanya jika kondisi cuaca tepat. 

Pertumbuhan generatif alfalfa

 Jumlah Tanaman BerbungaJumlah tanaman yang berbunga diamati pada umur tanaman 14 minggu.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan P yang berbeda tidak

 berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap jumlah tanaman yang berbunga. Persen jumlah tanaman yang berbunga pada pemupukan P yang beda tersaji pada

Tabel 1.Tabel 1. Jumlah tanaman yang berbunga (14 mg) pada Pemupukan P yang

Berbeda==========================================================Perlakuan

PemupukanP

Jumlah tanaman yang berbunga

Ulangan Rerata

1 2 3 4

--------------------------- %/petak ------------------------------P1 (0kg P2O5/ha) 31,25 56,25 37,5 93,75 54,69P2 (50kg P2O5/ha) 43,75 31,25 68,75 18,75 40,63 

P3 (100kg P2O5/ha) 43,75 81,25 37,50 87,50 62,50 

P4 (150kg P2O5/ha) 81,25 81,25 56,25 43,75 65,63 

P5 (200kg P2O5/ha) 81,25 81,25 87,25 62,5 78,06 

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Pemupukan P tidak mempengaruhi jumlah tanaman yang berbunga. Hasil

analisis tanah menunjukkan bahwa P2O5 total 323,43 ppm melebihi yangdibutuhkan legum (21-40 ppm) (Hardjowigeno, 1987), tetapi P yang ada pada

tanah bukan P tersedia, sehingga pemupukan P dengan berbagai level belummempengaruhi pertumbuhan tanaman alfalfa. Alfalfa sangat sensitif dengan Ptersedia (Yu et al.,  2007), sehingga jika kandungan P pada media tanam cukup

tinggi, pemberian P tidak efektif. Kemungkinan P yang ada pada media tanamdalam bentuk mineral yang kompleks, biasanya sangat lambat tersedia dan sulit

diserap oleh tanaman (Agustina, 2004). Unsur P pada dosis tinggi lebihdiinginkan legume untuk memacu pertumbuhan (Mikkelsen, 2004). Alfalfa padaumur 10 minggu setelah tanam sudah memasuki akhir fase vegetatif, karena

 beberapa tanaman dalam petak sudah mulai berkuncup dan tinggi tanaman lebihdari 30 cm. Fase reproduktif alfalfa dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap

terakhir vegetatif dengan ditandai belum terdapat kuncup bunga dengan tinggitanaman lebih dari 30 cm, tahap kuncup bunga, tahap berbunga pertama, berbungasemuanya dan pembungaan terakhir (Bagg, 2003).

Tanah lokasi penelitian pada waktu hujan tergenang air tetapi pada waktukering tanahnya padat sehingga aerasi kurang baik. Aerasi yang kurang baik

 penyerapan P dan unsur-unsur lain nya akan terganggu. Selama penelitian hujan

turun sepanjang hari pada bulan Agustus sampai Nopember. Angin yang kencang

Page 92: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 92/168

Page 93: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 93/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 276

Alfalfa berbunga kira-kira 7 minggu tiap periode, jika terjadi penyerbukan,

menghasilkan polong biji dan masak 3 sampai 5 minggu. Pada kondisi yang bagus tiap polong mengandung 3 sampai 5 biji. Dibawah kondisi tekanan

serangga yang tinggi, beberapa polong tidak mengandung biji yang dapat hidup

(Oklahoma Cooperative Extension Service, 2009).

 Berat per 100 bijiBulan Nopember curah hujan merata sepanjang hari sehingga polong yang

telah terbentuk tidak mengandung biji. Beberapa polong tidak mengandung bijiyang dapat hidup, hal tersebut disebabkan tanaman di bawah kondisi tekananserangga yang tinggi (Oklahoma Cooperative Extension Service, 2009). Alfalfa

tumbuh untuk produksi biji hanya jika kondisi cuaca tepat. Tanaman untuk produksi biji harus menerima hanya cukup air untuk meningkatkan pertumbuhan

 puncak yang cukup sampai berbunga. Kondisi kelembaban akan meningkatkan pertumbuhan lambat ( slow-growing ). Tambahan air akan menunda periode

 pembungaan, tetapi kelebihan air akan meningkatkan pertumbuhan vegetatifdan hasil biji lebih rendah. Waktu alfalfa berbunga yang ideal untuk produksi

 biji yang tinggi adalah pada musim kemarau. Bunga mekar terus untuk kira-kira

3 minggu, dan biji matang sampai beberapa minggu (Agricultural ExperimentStation and Cooperative Extension Service, 1998).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan P yang berbeda

 berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap berat per 100 biji alfalfa. Berat per 100 bijialfalfa pada pemupukan P yang berbeda tersaji pada Tabel 3.

Hasil uji Duncan menunjukkan berat per 100 biji pada pemupukan P dosis50 kg P2O5/Ha lebih tinggi dari semua perlakuan pemupukan. Pemupukan sampai50 kg P2O5/Ha meningkatkan berat per 100 biji pada alfalfa mutan kemudian

menurun pada perlakuan 100, 150, dan 200 kg P2O5/Ha.

Tabel 3. Berat per 100 biji (16 mg) pada Pemupukan P yang Berbeda==========================================================Perlakuan

PemupukanFosfat

Berat per 100 biji

Ulangan Rerata

1 2 3 4

-------------------------------- g ---------------------------------P1 (0kg P2O5/ha) 0,5580 0,5520 0,6920 0,9460 O,6945P2 (50kg P2O5/ha) 1,3520 1,4100 1,3120 1,3100 1,3460a 

P3 (100kg P2O5/ha) 0,8940 0,8460 0,7640 1,3720 0,9690P4 (150kg P2O5/ha) 0,7920 0,9860 1,1060 0,7520 0,9090

P5 (200kg P2O5/ha) 1,3900 0,9240 0,8500 0,8700 1,0085*Superskrip yang berbeda pada kolom rerata menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Hasil uji lanjut menunjukkan besarnya nilai koefisien regresi pada

 persamaan alfalfa mutan Y = 0,8348 + 0,0049 X - 0,00002 X2  (R 2 = 0,13) yangmempunyai titik puncak 122,50 kg P2O5/Ha. Pemupukan alfalfa mutan 122,50 kg

P2O5/Ha memberikan berat per 100 biji yang optimum walaupun hanyadipengaruhi 13% oleh pemupukan P, Hal tersebut disebabkan kandungan P padamedia tanam (499,39 ppm) melebihi yang dibutuhkan legum (21-40 ppm)

(Hardjowigeno, 1987), sehingga pemupukan P dengan berbagai level tidak akan

Page 94: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 94/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 277

mempengaruhi pertumbuhan tanaman alfalfa secara nyata.

Perubahan asam amino pada rantai DNA akan mempengaruhimetabolisme tanaman. disebabkan alfalfa mutan mengandung asam amino yang

kaya AT dan GC, sehingga beberapa asam amino berubah karena komposisi nya

 berubah (Yuwono, 2006). Perubahan asam amino akan mempengaruhi prosesmetabolisme tanaman. Proses metabolisme tanaman akan mempengaruhi produksi

tanaman (biji). Pemakaian mutagen EMS dengan konsentrasi yang tepatmenunjukkan mutasi yang positif (Chopde, 2006). Mutasi dengan EMS akan

menunjukkan peningkatan perubahan genetik (Jabeen dan Mirza, 2002).Perubahan genetik pada organisme yang tercermin dari perubahan ekspresinyamungkin dapat mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu.

Berdasarkan variabel genetik, alfalfa memiliki kemampuan beradaptasi yang baikuntuk kondisi lingkungan yang berbeda (Radovic et al ., 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dapat diambil adalah, bahwa pada kondisi tempat penelitian, tanaman alfalfa mutan kurang responsif terhadap pemupukan P.

Pemupukan P tidak meningkatkan persen tanaman berbunga dan berpolong alfalfamutan, tetapi meningkatkan bobot per 100 biji. Pemupukan 122,50 kg P2O5/hacukup memberikan berat per 100 biji yang maksimum.

Dapat disarankan bahwa, masih diperlukan penelitian lebih lanjut terhadapkarakteristik pertumbuhan generatif alfalfa mutan ini untuk produksi biji pada

kondisi yang lebih mendukung.

DAFTAR PUSTAKA

Agriculture Experiment Station and Cooperative Extension Service, 1998. Alfalfa

Production Handbook. Kansas State University, Manhattan, Kansas.Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Bagg, J. 2003. Cutting Management of Alfalfa. Government of Ontario. OntariaHoy. D. M,., K. J. Mooere, J. R. George and E. C. Brummer. 2002. Alfalfa Yield

and Quality as Influenced by Establishment Method. Agron J. 94: 65-71.Hutami, S., I. Mariska dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik

Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. J. AgroBiogen 2(2):81-88.

Liani, Y., H. H. Qing, Sumarsono, D.W. Widjajanto and J. Guanjie. 2011.Phosphate rock application on alfalfa ( Medicago sativa  L) production and

macronutrient in latosol soil. J. Indonesia Trop. Anim. Agric. 36 (4) :290-296.

Mannetje, L dan R.M. Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. PT.

Balai Pustaka, Bogor.Mikkelsen, R. 2004. Managing phosphorus for maximum alfalfa yield and quality.

Dalam: Proccedings National Alfalfa Symposium, San Diego 13-15December 2004. CA, CU Cooperative Extension, University of California,Davis. Pp 617-622.

Oklahoma Cooperative Extension Service. 2009. Alfalfa Production Guide for

the Southern Great Plains. Division of Agricultural Sciences and Natural

Page 95: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 95/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 278

Resources. Oklahoma State University, Stillwater, Oklahoma.

Sajimin. 2011.  Medicago sativa  L (alfalfa) sebagai tanaman pakan ternak harapandi Indonesia. Wartazoa vol 21(2):91-98.

Smith D, Raymond J.B and Richard P W. 1986. Forage Management. 5 th 

Edition. Kendall/Hunt. Publishing Company. Dubuque. Iowa.Steel, R.G.D and J.H Torrie. 1980. Principle and Procedures of Statistics. Mc.

GrawHill Book Company, Inc. New York.Widyati-Slamet, F. Kusmiyati dan E.D. Purbayanti. 2008. Produksi Alfalfa

( Medicago sativa). dengan Pemupukan Fosfat dan Interval Defoliasi yangBerbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 33 (2 ): 158-163.

Yuwono, T.W. 2008. Bioteknologi Pertanian. Cetakan kedua. Gadjah Mada

University Press. YogjakartaYu Jia, Xu Bingcheng, Li Fengmin and Wang Xiaoling. 2007. Availability and

Contributions of soil phosphorus to forage production of seeded alfalfa insemiarid Loess Plateau. Acta Ecologica Sinica. 2007, 27(1): 42-47.

Page 96: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 96/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 279

UJI PENGAWETAN TERHADAP DAYA SIMPAN BAHAN TANAM

STEK RUMPUT GAJAH (Penn isetum purpureum  Schummach)

M. Agus Setiana

Fakultas Peternakan Institut Pertanian BogorJl. Agatis Kampus IPB Darmaga Bogor

Hp. 0811111835

email: [email protected]

ABSTRAK

Pendistribusian bahan tanam stek masih menjadi kendala karena sifatnya

yang mudah rusak akibat faktor luar seperti mikroba dan fungi. Metode penyimpanan stek yang baik diperlukan agar stek memiliki daya simpan yang

lebih lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan dan alat yangdapat memperpanjang umur stek dan menentukan lama masa simpan yang terbaik

untuk bahan tanam stek rumput gajah ( Pennisetum purpureum Schummach).Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola faktorial dengan ulangan 5 kali. Faktor A adalah perlakuan

 pengawetan berupa 4 jenis bahan atau alat pengawet yaitu cairan gula 2%, cairanlilin, silica gel dan refrigerator (4°C) dan faktor B adalah 5 tingkat lama

 penyimpanan 3, 6, 9, 12 dan 15 hari. Bahan yang digunakan adalah stek rumput

gajah ( Pennisetum purpureum Schummach) sebanyak 625 batang. Peubah yangdiukur adalah keadaan umum stek, penyusutan bobot, awal pertumbuhan setelah

tanam, daya tumbuh, dan tinggi vertikal.Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi nyata (P<0,05) terhadap

 penyusutan bobot stek yang berpengaruh nyata antara penggunaan bahan

 pengawet dengan lama penyimpanan, interaksi terjadi pada bahan pengawet gula,silica gel, dan kontrol. Interaksi menunjukkan bahwa optimal lama penyimpanan

kurang lebih 13 hari. Lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadapdaya tumbuh, dimana lama penyimpanan 15 hari menunjukkan penurunan dayatumbuh yang signifikan. Lama penyimpanan dan bahan pengawet berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap tinggi vertikal, dimana penyimpanan 15 hari secarasignifikan berpengaruh pada tinggi vertikal dan rataan tinggi vertikal tertinggi

 pada penggunaan lilin dan gula. Daya simpan stek rumput gajah ( Pennisetum purpureum  Schummach) dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan pengawet gula, silica gel, lilin, dan refrigerator pada suhu 4° C selama 15 hari.

 Kata kunci: Pennisetum purpureum Schummach, stek, bahan pengawet, penyimpanan.

ABSTRACT

Elephant grass‟s producers still can not distribute more than a week, because of the damaged of the cutting by external factors such as microbes and

fungi. Therefor it is necessary that both storages methods cuttings that have alonger shelf life. The aim of this study was to determine the materials and toolsthat can extend the life of old cuttings and det ermine the shelf life is best for

 planting material cuttings of elephant grass.

Experimental design used was completely randomized design (CRD)

Page 97: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 97/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 280

factorial with repeated 5 times. A factor is a preservation treatment is 4 types of

materials or equipment that is preservative 2% liquid sugar, liquid wax, silica gel,an refrigerator (4°C) and factor B are 5 levels of storage time of 3, 6, 9, 12, and 15

days. The materials used are cutting grass counted 625 pieces. The variables

measured were the general state of cuttings, weight decrease, and early growthafter planting, growing power, and vertical height.

Results showed that the real interaction (P<0.05) the weight decreasesignificant cuttings between the used of preservatives with storage time, the

interaction occurs in sugar preservatives, silica gel and control. The teractionshowed a point of intersection between the sugar, silica gel and control overstorage time chart at approximately 13 days. Intersection indicates that the

maximum points of planting cuttings storage materials are given preservativesugar, silica gel, and control is about 13 days. Storage time significantly (P<0,05)

the ability of grow, where teh storage time of 15 day showed a significantreduction in the growth of storage longer than others. Preservative retention and

significantly (P<0.05) to the vertical height, where the storage time of 15 dayshowed higher average vertical drop significantly and the average height of thehighest vertical is when using wax and sugar preservatives. The shelf life cuttings

of elephant grass ( Pennisetum purpureum  Schummach) can be improved by usingsugar preservatives, silica gel, wax, and refrigerator at 4°C for 15 days storagetime and quality is good for 15 days of shelf life that is using a refrigera tor at 4°C.

 Keyword: Pennisetum purpureum Schummach, cuttings, preservatives, storage

PENDAHULUAN

Kendala yang dihadapi pada saat penyediaan dan penyebaran bahan tanam

stek (vegetatif) adalah sifatnya yang mudah rusak akibat proses fisiologis daninvasi mikroorganisme yang dapat menurunkan kandungan bahan organik. Dalam

distribusi stek yang relatif jauh memerlukan upaya penanganan stek yang tepatuntuk mempertahankan kualitas bibit dan mempertahankan daya tumbuh selama

 penyimpanan. Bahan-bahan dan alat seperti lilin, gula, silica gel dan refrigerator

dapat digunakan sebagai sarana pengawetan. Penggunaan sarana pengawetantersebut diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan dapat membantu

 penyebaran hijauan yang berkualitas tinggi ke daerah yang membutuhkan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa teknik

 pengawetan untuk dapat mempertahankan umur bahan tanam stek rumput gajah

( Pennisetum purpureum Shummach) selama penyimpanan

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April-Mei 2012, di LaboratoriumAgrostologi Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor.

MateriBahan yang digunakan adalah stek  Pennisetum purpureum  Schummach

umur 4 bulan, panjang 20-25 cm, sebanyak 625 stek. Stek diambil dari tanaman

induk yang seragam dari Laboratorium Lapang Agrostologi. Bahan pengawet

Page 98: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 98/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 281

yang digunakan adalah larutan gula 2%, lilin, silica gel, dan pupuk. Alat yang

digunakan yaitu: refrigerator, karung, tali, polybag, dan cangkul.

Metode

Persiapan Stek dan Bahan Penyimpanan Stek1. Pencelupan lilin

Kedua ujung stek dicelupkan ke dalam lilin yang telah. Setelah itu stekdidiamkan hingga lilin memadat, lalu dimasukkan ke dalam karung dan diikat.

2. Pencelupan cairan gulaPencelupan stek pada cairan gula menggunakan konsentrasi 2%. Kedua ujungstek direndam di dalam cairan gula selama 30 menit. Stek ditiriskan lalu

dimasukkan ke dalam karung dan diikat dengan rapat.3. Penambahan silica gel

Stek ditimbang satu persatu, lalu dimasukkan dalam karung bersama silica gel30 g dalam kemasan berpori. Kemudian karung tersebut diikat dengan rapat.

4. Penggunaan refrigerator (suhu 4°C)Refrigerator diatur suhunya menjadi 4ºC. Stek ditimbang dan dimasukkan kedalam karung lalu diikat dan dimasukkan ke dalam refrigerator.

PenyimpananPenyimpanan stek dilakukan pada setiap perlakuan pengawetan dibagi

menjadi 5 yaitu lama penyimpanan 3, 6, 9, 12, dan 15 hari.

PenanamanSetelah disimpan, stek ditimbang, dan ditanam di polybag yang berisi tanah

dan pupuk kandang (10 g/polybag), KCl (2 g/polybag), dan SP36 (2 g/polybag.

Peubah yang diamati

a. Keadaan umum stekKeadaan umum yang diamati adalah perubahan warna, bau, fisik (tumbuhnyacendawan) dan tekstur, pada setiap lama penyimpanan 3, 6, 9, 12, dan 15 hari.

 b. Penyusutan bobot stekStek ditimbang sebelum dan sesudah penyimpanan, dan dihitung selisihnya.

Rumus : selisih bobot stek (g) = bobot stek awal (g) –  bobot stek akhir (g).c. Awal pertumbuhan setelah tanam

Diamati dan dicatat munculnya tunas dan daun awal setelah penanaman stek

(setiap 2 hari hingga hari ke-14).d. Daya tumbuh

Pertumbuhan dilihat setelah muncul dua daun pada stek setiap perlakuan.e. Tinggi vertikal

Tinggi vertikal stek diukur 15 Hari setelah Tanam (HST).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap(RAL) faktorial dengan pengulangan 5 kali, dan setiap ulangan terdiri dari 5 stek.Faktor A adalah perlakuan bahan/alat pengawet dan faktor B adalah lama

 penyimpanan.

Page 99: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 99/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 282

Faktor A = Perlakuan bahan pengawet

A0 = Penyimpanan tanpa bahan pengawet (kontrol)A1 = Penyimpanan dengan cairan gula

A2 = Penyimpanan dengan cairan lilin

A3 = Penyimpanan dengan silika gelA4 = Penyimpanan dengan mesin pendingin (refrigerator)

Faktor B = Lama penyimpanan stekB1 = Stek disimpan selama 3 hari

B2 = Stek disimpan selama 6 hariB3 = Stek disimpan selama 9 hariB4 = Stek disimpan selama 12 hari

B5 = Stek disimpan selama 15 hari

Model matematis yang digunakan pada penelitian ini yaitu:Yijk = µ + ai + b j + (ab)ij + eijk  

Keterangan:Yijk   = nilai pengamatan untuk perlakuan bahan pengawet (A0,…,A5) ke-i

 perlakuan lama penyimpanan (B1,…,B5) ke-j dan ulangan k

µ = rataan umumai  = pengaruh perlakuan A ke-i

 b j  = pengaruh perlakuan B ke- j

(ab)ij  = pengaruh interaksi bahan pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-jeijk   = galat faktor A ke-i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k

Analisa data :Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik

ragam (ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan yang dilakukan terhadap bahan tanam stek meliputi keadaan

fisiologis, kualitas, dan daya tumbuh yang disajikan pada Tabel 1. Stek dengan perlakuan menggunakan pengawet lilin sudah mulai mengalami perubahan warna,

 bau, dan tekstur pada saat penyimpanan, karena lapisan lilin yang menutupi pori- pori pada stek tersebut rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Pengamatan bagian tekstur tidak terlihat adanya penyusutan meskipun bobotnya turun, hal ini

disebabkan karena penurunan bobot stek tidak terlalu banyak. Pelapisan lilin biasadigunakan pada buah-buahan. Permukaan buah yang dilapisi oleh lilin dapat

mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan danmenghambat laju respirasi (Suhaidi, 2008).

Pada perlakuan penanmabahan silica gel, terjadi perubahan warna stek

menjadi kuning kecoklatan, tumbuh cendawan dan terjadi penyusutan (keriput).Hal ini diduga karena kurang banyaknya jumlah silica gel yang digunakan

sehingga kurang dapat menyerap air yang dapat menyebabkan kebusukan dankelembaban sehingga mempermudah tumbuhnya cendawan.

Stek yang disimpan dalam refrigerator dengan suhu 4°C warna, bau dan

tekstur stek masih tetap terjaga sama sebelum stek mendapatkan perlakuan. Pada

 penyimpanan dalam refrigerator aktivitas mikroba terhambat, sehingga tidak

Page 100: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 100/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 283

merusak stek. Menurut Thalib dan Widiawati (2010), penyimpanan pada suhu

dingin menyebabkan aktivitas mikroba akan semakin melemah.

Tabel 1. Perubahan Warna, Bau, Fisik (Cendawan), dan Tekstur Stek Selama

Penyimpanan

PerlakuanLama penyimpanan (hari)

3 6 9 12 15

Kontrol

Warna - + + + + + + + + + +

Bau - + + + + + + + + + +

Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + +

Tekstur (keriput) - + + + + + + + + + +

Lilin

Warna - + + + + + + + +

Bau - - + + + + + +

Fisik (cendawan) + + + + + + + + +

Tekstur (keriput) - - - - -

Silica gel

Warna - + + + + + + + +

Bau - + + + + + + + + + +

Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + + + +

Tekstur (keriput) - - + + + + + + + +

Refrigerator

Warna - - - - -

Bau - - - - -

Fisik (cendawan) - - - - -

Tekstur (keriput) - - - - -

Gula

Warna - + + + + + + + + + +

Bau - - + + + + + +

Fisik (cendawan) + + + + + + + + + + +

Tekstur (keriput) - - + + + + + + + +

Keterangan : Tanda (-) : belum ada perubahan, (+) : sudah terjadi perubahan dan semakin banyak

tanda (+) maka perubahan yang terjadi semakin meningkat.

Pada perlakukan dengan bahan pengawet gula, stek mengalami perubahanwarna, bau, fisik (tumbuh cendawan), dan tekstur (keriput), yang disebabkan oleh

mikroorganisme yang menjadikan gula sebagai sumber nutrisinya. MenurutSuwijah (2011), pertumbuhan mikroorganisme membutuhkan karbon dan

nitrogen, dimana kebutuhan akan karbon dapat diperoleh dalam bentukkarbohidrat sederhana, misalnya adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain-lain.

Penyusutan Bobot StekData pada Tabel 2 menunjukkan adanya interaksi yang nyata (P<0,05)

terhadap perlakuan lama penyimpanan dengan penggunaan bahan pengawet.

Interaksi terjadi antara kontrol, gula dan silica gel, (Gambar 1), yang

Page 101: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 101/168

Page 102: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 102/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 285

suhu, saat tanaman berada pada suhu optimum maka tanaman tersebut dapat

tumbuh dengan baik, tetapi pada saat tanaman berada pada suhu di bawah suhuminimun maka laju pertumbuhannya tidak baik.

Tabel 3. Awal Pertumbuhan Bahan Tanam Stek Setelah TanamBahan

Pengawet

Awal pertumbuhan setelah tanam (hari)

2 4 6 8 10 12 14

Kontrol + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Lilin + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Silica gel + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Refrigerat - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Gula + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Keterangan : (-):belum ada pertubuhan, (+) : sudah terjadi pertumbuhan tunas dan semakin banyak

tanda (+) maka pertumbuhan yang terjadi semakin meningkat.

Pada perlakuan silica gel, pertumbuhan paling lambat terjadi pada

 penyimpanan 12 dan 15 hari akibat kontaminasi mikroorganisme yang mengambilcadangan makanan dalam stek. Hartman et al . (1997), menyatakan bahwaserangan cendawan pada stek dapat langsung menurunkan daya tumbuh dan

kemampuan stek untuk bertahan hidup sehingga stek mengalami kematian.Menurut Edi (2001), kecepatan tumbuh stek yang semakin menurun dikarenakan

cadangan karbohidrat yang diperlukan untuk energi oleh stek saat pertumbuhantunas semakin berkurang, baik akibat respirasi ataupun fermentasi yang dilakukanoleh stek untuk mempertahankan jaringan maupun fermentasi yang dilakukan

oleh bakteri atau cendawan yang terdapat pada stek.

Stek dengan pengawet gula sudah terlihat pertumbuhan tunas 2 hari setelahtanam dan tumbuh dua daun sempurna pada hari ke 6. Cadangan makanan yangdibutuhkan selama penyimpanan masih tersedia, sehingga stek lebih cepattumbuh. Napitupulu (2006) menyatakan bahwa cadangan makanan yang cukup

mampu memenuhi nutrisi bahan stek agar tetap bertahan hidup dimana bahan stekmasih terlihat segar dan tahan terhadap penyakit.

Daya Tumbuh StekStek yang diawetkan dengan lilin mulai tumbuh kuncup daun 2 hari setelah

 penanaman, karena lapisan lilin menghambat kontaminasi mikroorganisme. Stekyang tidak tumbuh, lebih sedikit pada penggunaan pengawet gula dibandingkan

dengan menggunakan lilin, silica gel, dan refrigerator. Cadangan makanan stekmasih tersedia sehingga daya tumbuhnya cepat. Penyimpanan dalam refrigerator,tunas tumbuh setelah 4 hari penanaman dan daya tumbuhnya lebih lambat

dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Stek membutuhkan waktu sesuai suhuoptimal untuk pertumbuhannya. Pengamatan pada keseluruhan perlakuan pada 2minggu setelah penanaman, semua stek sudah tumbuh dengan sempurna,

Pada Tabel 4, pengawetan dan lama penyimpanan tidak memiliki interaksiyang nyata (P<0,05) terhadap daya tumbuh stek. Lama simpan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap daya tumbuh stek (3, 6, 9, 12 dan 15 hari). Penyimpanan 3, 6,9, dan 12 hari menghasilkan daya tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan

 penyimpanan 15 hari, karena terjadinya penurunan cadangan makanan dalam stek

yang signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Saputri (2012), menyatakan

Page 103: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 103/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 286

 bahwa penyimpanan selama 3 hari tidak menimbulkan kerusakan yang berarti

sehingga daya tumbuh masih tinggi.Penyimpanan pada suhu 4°C, daya tumbuh stek setelah 15 hari adalah

 paling baik dibanding pengawetan lainnya. Pertumbuhan tunas yang cepat pada 4

hari setelah tanam dan hari ke 15 sudah tumbuh dua daun sempurna. Kemampuantumbuh yang baik setelah disimpan pada suhu 4°C juga disebabkan penyusutan

 bobot yang terkecil dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan silica gel, dayatumbuh relatif lebih kecil akibat banyak ditumbuhi cendawan sehingga cadangan

makanan dalam stek berkurang. Stek dengan perlakuan lilin menunjukkan dayatumbuh yang baik karena rata-rata daya tumbuhnya tidak jauh berbeda dengan

 perlakuan penyimpanan menggunakan refrigerator, sehingga penggunaan lilin

dapat menjadi alternatif selain penggunaan refrigerato r.

Tabel 4. Rataan Daya Tumbuh (%) Stek Berdasarkan Pengawetan dan LamaBahan

Pengawet

Lama penyimpanan (hari)

3 6 9 12 15 Rata-rataKontrol 76± 0,26 100±0,00 96± 0,09 92±0,11 76±0,26 88±0,11

Lilin 100±0,00 96±0,09 92± 0,18 96±0,09 84±0,17 94±0,06

Silica gel 92±0,11 100±0,00 88± 0,11 96±0,09 60±0,32 87±0,16

Refrigerat 100±0,00 96±0,09 84± 0,17 92±0,11 88±0,11 92±0,06

Gula 100±0,00 100±0,00 100±0,00 96±0,09 84±0,09 96±0,07

Rataan 94±0,16 98±0,07 92±0,11 94±0,06 78±0,04

Keterangan : superskrip pada baris menunjukkan pengaruh nyata pada (P<0,05)

Tinggi VertikalPengukuran tinggi vertikal dilakukan 15 Hari Setelah Tanam (HST).

Kemudian dihitung rata-rata tinggi vertikal tanaman untuk mengetahui bahan pengawet mana yang memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik.

Tabel 5. Rataan Tinggi Vertikal (cm) pada Stek selama PenyimpananBahan

Pengawet

Lama Pengawetan (hari) Rataan

3 6 9 12 15

Kontrol 43,66±11,09 59,62±9,39 54,96±8,04 53,38±14,61 38,8 ±17,43 50,09±8,56

Lilin 70,16±9,61 61,66±7,12 62,94±19,34 70,60±7,86 52,52±13,43 63,58±7,40a 

Silica gel 53,16±4,14 64,06±1,48 56,92±9,55 60,80±6,00 28,76±24,07 54,74±9,83 b 

Refrigerat 59,58±4,94 58,92±4,76 55,12±15,68 52,82±5,49 45,20±10,88 54,33±5,81Gula 64,36 ±10,36 66,90±2,12 63,60±9,47 57,74±8,23 50,14±7,41 60,55±6,72a 

Rataan 58,18±13,22 62,23±7,33 58,71±3,12 59,07±6,45 45,09±6,52

Keterangan : superskrip pada kolom dan baris menunjukkan pengaruh nyata pada (P<0,05)

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pengawetan dan lama penyimpanantidak berpengaruh nyata (P>0,05). Namun lama penyimpanan dan penggunaan bahan pengawet berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan tinggi vertikal.

Rataan tinggi vertikal pada lama penyimpanan 15 hari lebih rendah dibandingkandengan lama penyimpanan 3, 6, 9, dan 12 hari. Maka semakin lama penyimpanan,tinggi vertikal akan mengalami penurunan. Pengawetan dengan menggunakan

refrigerator suhu 4°C memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi vertikal yang lebihrendah dibandingkan dengan bahan pengawet yang lainnya, hal ini disebabkan

karena pada saat pengambilan data tinggi vertikal stek masih dalam tahap adaptasiterhadap lingkungan tempat penanaman stek setelah mengalami dormansi

Page 104: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 104/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 287

KESIMPULAN

Perlakuan pengawetan dengan menggunakan gula, silica gel, lilin dan

refrigerator dapat meningkatkan daya simpan dan pertumbuhan bahan tanam stek

rumput gajah selama penyimpanan hingga 15 hari. Pengawetan yang paling baikadalah penyimpanan di dalam refrigerator dengan suhu 4°C.

DAFTAR PUSTAKA

Agribisnis Deptan. 2008. Pengawetan Bunga Potong.http://www.agribisnis.deptan.go.id. [9 Maret 2011].

Edi, A. 2001. Perbandingan Daya Tumbuh dan Kesempurnaan Tumbuh StekRumput Gajah ( Pennisetum purpureum  Schummach) yang Disimpan

Dengan Metode Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut PertanianBogor, Bogor.

Hartman, H. T & D. E. Kester. 1997. Plant Propagation Principles and Practices.5rd. Prentice Hill.New York.

Meilawati, N. L. M. 2008. Pengaruh bahan stek dan konsentrasi zat pengatur

tumbuh hormonik terhadap keberhasilan stek Sansevieria  trifasciata  „TigerStripe‟. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

 Napitupulu, R. M. 2006. Pengaruh bahan stek dan dosis zat pengatur tumbuh

rootone-F terhadap keberhasilan stek  Euphorbia milii. Skripsi. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rochman, K. dan S.S. Haryadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Diktat. DepartemenAgronomi IPB, Bogor.

Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1992a. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Terjemahan D.

R. Lukman dan Sumaryono. 1995. Institut Teknologi Bandung (ITB)-Perss,Bandung.

Salisbury, F.B & C.W. Ross. 1992b. Fisiologi Tumbuhan jilid 3. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. 1995. Institut Teknologi Bandung (ITB) -Press,Bandung.

Saputri, E. L. 2012. Uji pengawetan terhadap daya simpan bahan tanam stekrumput meksiko ( Euchlaena mexicana  Schrad). Skripsi. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Suhaidi, I. 2008. Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah

Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Rekayasa. 1 (1): 47-50.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Garfindo. Jakarta.Suwijah. 2011. Pengaruh kadar gula, vitamin C dan kadar serat dari sari buah

markisa ungu (Passiflora edulis var eduls) pada pembuatan nata de cocodengan menggunakan Acetobacter xylinum. Skripsi. Fakultas Pertanian.Universitas Sumatera Utara, Medan.

Thalib, A & Y. Widiawati. 2010. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap DayaInhibitor Metanogenesis Sediaan Cair Kultur Bakteri Acetoanaerobium

noterae dan Acetobacterium woodii. Prosiding Seminar Nasional TeknologiPeternakan dan Veteriner. Buku I: 880-886.

Yunarti, R. A. 2008. Pengaruh suhu pemeraman dan konsentrasi etilen terhadap

mutu buah sawo (Achras Zapota L.) varietas sukatali ST 1. Skripsi. Fakultas

Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 105: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 105/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 288

ANALYSIS AND EXPRESSION OF AL-TOLERANT GENES

FROM SOYBEAN [Glycine max (L.) Merryl] ON FORAGE CROPS AND

Escheri chia coli  

S. Anwar, Sumarsono, Karno and F. KusmiyatiFaculty of Animal Agriculture, Diponegoro University

Email: [email protected][email protected]

ABSTRACT

In order to analyze and to study expressions of the Al-tolerant genes, we

have examined five clone genes that were isolated from soybean cv. Lumut.Soybean cv. Lumut and Slamet, Centrocema pubescens, Pennisetum purpureumand  Escherichia coli  were selected for futher analysis. Based on the DNA

sequencing, searching enzyme restriction sites and searching DNA homology withthe genebank database; the clones encoding: (1) Catalase ( gmali12, that function

as an antioxidant), (2) Proliferating cell nuclear antigen like protein/PCNALP( gmali15, that involved as one of transcriptional regulator in the eucaryotic cellcycle), (3) Growth hormone ( gmali22, this gene may play a role on stimulation of

cell growth/development), (4) Amine oxidase ( gmAO, genebank accessionnumber AF313622, a gene that function as amine oxidation and/or antioxidant),

and (5) Aminoacyl peptidase ( gmAP, genebank accession number AF091304, aserine protease gene). Expressions of the clone genes either on forage crops or

 Escherichia coli  indicated that all of the clones are basic genes, but its expression

increased with aluminium induction (Al-induced genes) and involved indetoxification to Al stress. From this research, we also found similar responses

 between oxidative stress and Al stress to gene responses. Keywords: Analysis, Expression, Al-Tolerant Genes, Soybean, Forage, E. coli

INTRODUCTION

Aluminum (Al) is regarded as one of the main toxic factors which exist in

most acidic soil in Indonesia (Notohadiprawiro, 1983), even of the world,comprising 1x109  hectares in the tropical and cool temperature regions (Van

Wambeke, 1976) or approximately 8% by Weight (Moller   et al ., 1984). Most Alin soil is insoluble, associated with complex aluminosilicates and oxides.However, under acidic soil condition (pH < 5) Al is converted from insoluble

forms into soluble Al+3

  (Marschner, 1991; Driscoll and Schecher, 1990; andKinraide, 1991), which block growth of plant roots (Rajaram and Villegus, 1990;

Kinraide and Ryan, 1991; Foy et al ., 1978; Wagatsuma  et al ., 1987; and Taylor,1991). Thus, Al toxicity is one of the most important soil problems that limits

 plant growth, particularly in the tropical regions.

Approximately 40% of the world‟s arable soils are too acid, and Indonesiahas over 47,6 millions hectares. A problem that is becoming increasingly severe,

 because of the use of nitrogenous fertilizer, industrial pollution and acid rain (Van breeman, 1985). Eventhough, normal rainfall can also cause acidification of soils by promoting the leaching of basic cations such as Ca+2, Mg+2, K +  and Na+  (Foy,

1984). Thus, Al toxicity is one of the most important soil problems that limits

 plant growth, particularly in the tropical regions (Kochian, 1995; Taylor, 1995;

Page 106: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 106/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 289

Matsumoto, 2000).

Identifying genetic resistance to aluminium toxicity would be a valuablecontribution toward the development of tolerant crops in the tropical areas,

especially in Indonesia. In these low pH aluminosilicate soils, the susceptibility

of field crops to aluminium toxicity leads to the inhibition of root growth into thelower soil horison. Aluminium saturates the charged sites of the soil particle and,

along with the restriction of root growth, acts to impede cation exchange withsubsoil elements (Ca+2, K +, and Mg+2), which are critical for normal plant

development. Determining the molecular basis of tolerance to increase levels ofaluminium in certain crops (such as soybean) poses a significant challenge.

Soybean is one of important crops in Indonesia. Its specific material for

Indonesian tradisional food such as tempe, tofu, sauce and soybean milk have brought the soybean to an important position in Indonesian nutrition. Demand for

soybean is increasing with the increase on protein need due to improvement program on Indonesian nutrition. The development of animal husbandry in

Indonesia have also increased the demand of this crop. Unfortunately, theincrease in demand for soybean can not be responded by the   sufficient increase in

 production of this crop.  This research was conducted to support soybean breeding

 programs by molecular approach. Considering the importance of molecularinformation on soybean tolerance to Al, we proposed the research on molecular

 biology of soybean tolerance to al stress as follow-through from previous

research, by two approach: (1) Analysis of the Al-tolerant and (2) Study ofexpression of the cloned genes. The genes also have been evaluated to forage

crop by northern/slot blot hybridization (heterologous approach) and  E. coli.

RESEARCH METHOD

The research consist of two programs: Research I (Analysis of Al-tolerant

genes) and Research II (Study expression of Al-tolerant genes).Research 1. There are 3 steps in this program: (a) Analysis of clone genes

 by nucleotide sequencing, (b) Analysis of clone genes by searching restriction

enzyme sites and (c) Analysis of clone genes by searching homology withGeneBank database.

DNA synthesis for chain-termination sequencing is carried out two steps.In the first, the primed strand of DNA is extended and at the same time labelled

 by the incorporation of dye-nucleotide. . In the second step, dideoxynucleotides

are added to the population of labelled DNA molecules (ranging in length from afew to many hundreds of nucleotides) and synthesis continues until a ddNTP is

incorporated, thus terminating the chains.Analysis of clone genes by nucleotide sequencing was started with

cDNAs cloned from our previous study that is not analyzed yet (Anwar, 1999).

Plasmid cDNAs cloned are prepared using the alkaline lysis method (Sambrook etal.,  1989). The selected cDNA clones was sequenced by dideoxynucleotide

chain-termination method (Sanger et al., 1977).Analysis of clone genes by searching restriction enzyme sites using the

amino acid and restriction enzyme sites software that have been developed by

DCRG-team database, which provided information about analysis of DNA

Page 107: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 107/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 290

especially for searching of restriction enzyme sites, start and stop codon, amino

acid sequence, including number of ATGC and amino acid.Analysis of clone genes by searching homology with GeneBank database.

The resulted cDNA sequences are then compared to the existing genes sequences

in Genebank. First, we access to the NCBI (National Center for BiotechnologyInformation) website (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), and then select GeneBank

database for searching similarity/homology sites for nucleotide sequence (BLAST program/BLAST web). Finally, follow instruction provided in the web electronic

guide till resulted kinds of the genes.In Research II, expression of the cloned genes have been studied by (a)

using mRNA analysis by northern/slot blot hybridization method both on soybean

and forage crop and (b)  Escherichia coli’s exposed to Al toxic level. There are 4steps for analysis of transcript level/mRNA analysis i.e: (a) Planting material, (b)

total RNA Isolation, (c) probe preparation and (d) northern/slot blot hybridization.Planting material was planted described by Anwar (1999). Total RNA was

isolated from the root tips (±  5 mm) and/or leaf of soybean and forage croptreated and untreated with Al+3, using phenol/SDS method (Ausabel  et al ., 1987).

 Northern/Slot Blot Hybridization. Total RNA (10-15 g) samples wasdenatured with glyoxal and DMSO, and followed incubation in 65 oC for 15

minutes. Then, the RNA was transferred to Hybond-N+ membranes (Amersham) by Slot-Hybridization (prior to use, the slot must be cleaned with 0.1 N NaOH andwashed by steril water- DEPC treated). Probes was prepared from cDNA inserts

isolated from agarose gels and labelled by non radioactive system (ECL-system).Hybridization was performed as described in Virca et al.  (1990). The filter was

washed twice with 2xSSC+0.4%SDS for 10 min at 42oC, and twice with 2xSSCfor 5 min at room temperature. Filter was stripped by immersion in warm (60oC)0.1% SDS and reprobed up to three times as described by Sambrook et al. (1989).

For Expression of clone genes by identifying tolerant-genes with itsexpression on  Escherichia coli  to Al toxic level was implemented by addition of

Al toxic level on LB (Luria Bertani) culture (2% bactotryptone, 0.5% yeastextract, 10 mM NaCl and 1% bactoagar. First of all, to set up assay for Al stress,

 E. coli  and  E. coli  containing vector was cultured in LB with various Al treatment

(0-500 ppm). Assay for Al-toxic level based on the reduction of  E. coli’s growthon media at least 75% from control (without Al). Secondly, all of the clones wascultured at LB plate with addition of Al-toxic level based on previous study for 2

days. The clones that involved to Al tolerance was indicated by E. coli  (contained

the clones) growing well in the selected media.

RESULTS AND DISCUSSIONS

Analysis of Al-tolerant GenesThere are five clones that are already analyzed (cDNA isolation and

sequencing, searching enzyme restriction sites and searching homology withGeneBank database) as shown on Table 1 and Figure 1-5. Based on the searchinghomology with the genebank database, the clones encode: (1) Catalase ( gmali12,

that function as an antioxidant), (2) Proliferating cell nuclear antigen like protein/PCNALP ( gmali15, that involves as one of transcriptional regulator in the

eucaryotic cell cycle), (3) Growth hormone ( gmali22), (4) Amine oxidase ( gmAO,

Page 108: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 108/168

Page 109: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 109/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 292

421 gacagtgtctttatatgcactgtggctaactatgagtatggatttttctggcacttttat 480481 caggatggaaaaatagaagcagagatcaagctcacaggaattctcagcttaggatcactt 540541 caaccaggtgaactcgaaaatatggcacaaccattgcacctggactatatgcgcctgtcc 600

601 accaacattttttgttgctcgtatggacatggcagtaaattgcaagcctggtgaaacatt 660661 taatcaggttgttgaaggtgaatgtcaaaattgaaaaaccagaaacaataatgttcctaa 720721 caatgcattttatgctgaaaaaaaaactgcttaaatcaaaaatggaagcaatgccttgat 780

781 tgtgacctttatctgcccctccctgggattgtttggaaccctaggacttt 830

Figure 4. Nucleotide sequence of the  gmAO (Glycine max Amine Oxidase)

Clone.

1 atggcagctactcaggaagatgtgtactctgatcccggttctcctatgatgcggagaact 60 61 caagctgggacatacattattgccaggataaagaaggaaagtgatgaaggaagatatatt 120 121 tatactgaatggaaatggtgctacaccagaaggaaacattccattccttgatctgtttga 180

181 cataaatacaggtaaaaaaatggaacgaatctgggagagcgataaggagaagtattatga 240241 gactgttgttgctctaatgtctgatcaagaagaaggggatttgtatttagataaactgaa 300

301 gaagatactgacttctaaagagtcaaaaactgaaaacacccaatactactttgttagctg 360361 ggccagataaaaacatagttcaggttacaaatttccctcatccataccctcagcttgcat 420

421 ccattgcagaaagagatgatcagatatgaaagaaaagacggggttcaacttactgctaca 480481 ttatacctaccaccaggttacaatccatcaacagatggccctttgccatgcctggtttgg 540541 tcttacccaggagaatttaagaacaaagatgctgctggacaagttcgtggtctccaaatg 600

601 aatttgtaggctccacatcttcctgagtagctgccatcgcccgaaacttcattcgtt 657

Figure 5. Nucleotide sequence of the  gmAP (Glycine max Aminoacyl

 Peptidase) Clone.

Expression of Al -tolerant Genes

Plants show spesific responses to many kinds of stress (biotic and abiotic)including aluminium stress. Genes response to Al stress will be reflected byincreasing transcription (production mRNA) level of one or more genes. The

molecular basis of these responses has not been completely worked out but thereare clear examples of the expressions of many induced genes by aluminium stress.

Based on slot blot analysis (Figure 6), all of the genes are basic genes(appear at all of control media/media pH 6.0 without Al) , but its expressionincreased with Al stress (media pH 4.0 with Al stress). Clone gmali12 is coding

catalase which involved as antioxidant. This result indicated that genes responseto Al stress is similar with oxidation stress responses. This novel information is

useful for genetic engineering. Similar result from the genes are expressed on Escherichia coli.

Page 110: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 110/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 293

Glycine max cv. Lumuta b c d

Gl yci ne max  cv. Slamet

a b c d Centrosema pubescens

a b c d Penn i setum purpu reum

a b c d 

gmali 12

(%)25 30 34 35 25 29 30 33 25 27 31 26 25 28 30 26

gmali 15

(%)22 23 26 30 25 25 31 35 20 28 30 34 25 30 32 33

gmali 22

(%)30 36 50 34 32 30 35 48 18 20 22 25 30 30 35 35

Gm AO

(%)25 30 35 40 20 20 22 35 0 0 0 0 20 20 24 25 

Gm AP

(%)20 22 24 27  22 20 25 27  42 42 47 48  15 15 15 20

 Notes : a = media pH 6.00 without Al; b = media pH 4.0 without Al

c = media pH 4.0 with 0.8 mM Al d = media pH 4.0 with 1.6 mM Al

Figure 6. Slot blot hybridization of clone genes on Glycine max,Centrocema pubescens and Pennisetum purpureum

Assay for Al-toxic level on  Escherichia coli, based on the reduction of  E.

coli’s  growth on media at least 75% from control (without Al). We found that300 ppm Al is a critical assay for  E. coli, and used it for study of expression of Al-

tolerant genes on  Escherichia coli.  The result of research is listed on Table 2-3and Figure 7.

Table 2. Optical density value (OD550) of growth of E. coli in Luria Clone Time of Stress (h)

0 2 8 24 48gmali 12: B+none

B+VnR

B+VR  

00

0

00

0.157

00.115

0.388

00.247

0.748

00.225

1.166

gmali 15: B+none

B+VnRB+VR  

000

00

0.125

00.1150.315

00.2470.685

00.2251.225

gmali 22: B+none

B+VnR

B+VR  

00

0

00

0.095

00.115

0.250

00.247

0.595

00.225

1.247gm AO: B+none

B+VnRB+VR  

0

00

0

00.210

0

0.0880.517

0

0.2821.025

0

0.2001.825

gm AP B+none

B+VnRB+VR  

000

00

0.144

00.0880.414

00.2820.661

00.2000.934

 Not es : B+none = DH10B E.coli; B+VnR = DH10B E.coli withVector/plasmid insite;B+VR = DH10B E.coli with Vector Recombiant

Page 111: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 111/168

Page 112: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 112/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 295

toxicity in acid soil. Agronomy Monograph 12:57-97.

Grierson, D. and S. Covey. 1985. Plant Molecular Biology. Blackie Publ., USA New York.176p.

Jusuf, M., Suharsono, and D. Sopandie. 1998. Molecular biology of soybean

tolerance to aluminium stress. HTTP report Batch II. Jakarta.Kinraide, T.B. 1991. Identity of the rhizotoxic aluminum species. Plant soil.

134:167-178.Kinraide, T.B and P.R. Ryan. 1991. Cell surface change may observe the

identity of the rhizotoxic aluminum species. In D.D. Randall, D.G.Blevins and C.D. Lies, ed., Current Topics in Plant Biochemistry andPhysiology. Univ. of Missouri, Columbia, pp. 94-106.

Kochian, L.V. 1995. Cellular mechanisms of aluminium toxicity and resistant in plants. Ann.Rev.Plant.Physiol.Plnat Mol.Biol.46:237-260.

Marshner. 1991. Mechanism of adaptation of plants to acid soils. Plant Soil134:1-20.

Matsumoto, H. 2000. Cell biology of aluminium tolerance and toxicity in higher plants. Int.Rev.Cytol. (in press).

Moller T., J.C. Bailar, J. Kleinberg, C.O. Guss, M.E. Castellion, and C. Motz.

1984. Chemistry with Inorganic Qualitative Analysis. Acad Press, Inc.Orlando.

 Notohadiprawiro, T. 1983. Persoalan Tanah Masam Dalam Pembangunan

Pertanian Indoonesia. Bull Faperta UGM. 18:44-47.Rajaram, S. and E. Villegas. 1990. Breeding wheat (Triticum aestivum) for

aluminum toxicity tolerance at CIMMYT. P. 489-495. In N.E. Bassam etal   (eds). Genetic aspexcts of plant mineral nutrition. Kluwer Acad. Publ.,Dordrecht, the Netherlands.

Rhue, R.D., G.O. Grugan, E.W. Stockmeyer, and H.L. Everett. 1978. Geneticcontrol of aluminum tolerance in corn. Crop Sci. 18:1063-1067.

Sambrook J, E.F. Fritsch and T. Mamatis 1989. Molecular Cloning : Alaboratory Manual. Cold Spring Harbor laboratory Press, New York.

Sanger, F., S.Nicklen and A.R. Coulson. 1977. DNA sequencing with chain-

termination inhibitors. Proc.Natl.Acad. USA 74:5463-5467.Taylor G.J. 1991. Current views of the aluminum stress respons : the

 physiological bases of tolerance. In D.D. Randall, D.G. Blevins and C.D.Miles, eds., Current Topics in Plant Biochemistry and Physiology.University of Missouri, Columbia, pp. 57-93.

Van Breemen N. 1985. Acidification and decline of Central European Forest. Nature : 316 : 16.

Van Wambeke A. 1976. Formation, distribution and consequence of acid soils inagriculture development. In M.J. wright and S.A. Ferrari, eds. Plantadaptation to mineral stress in problem soils. Spec. Publ. Cornell Univ.

Agric. Exp. Stn. Ithaca, New York. Pp. 15-24.Wagatsuma T., M. Kaneko and Y. Hayasaka. 1987. Destruction process of plant

root cells by aluminum. Soil Sci. Plant Nutr. 33 : 161-175.

Page 113: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 113/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 296

EVALUASI PRODUKTIVITAS TANAMAN KERANDANG (Canavalia

virosa ) SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK PADA LAHANPANTAI

Sajimin dan B.R. PrawiradiputraBalai Penelitian Ternak P.O.Box 221 Bogor 16002

ABSTRAK

Tanaman kerandang (Canavalia virosa) adalah jenis leguminosa yang banyak tumbuh dilahan salin (pantai). Indonesia merupakan negara kepulauan

yang memiliki garis pantai yang panjang dan berpotensi apabila dikelola dengan baik seperti untuk penyediaan pakan ternak. Memelihara ternak merupakanalternatif diversifikasi usaha untuk meningkatkan taraf hidup nelayan pada saat

tidak melaut. Tujuan penelitian untuk mengetahui produktivitas hijauan tanaman

kerandang pada berbagai media tanah. Rancangan percobaan adalah split plot pola faktorial dengan faktor utama media tanam dan dosis pupuk limbah kopi.Perlakuan yang diuji adalah tanah, pasir kali dan pasir pantai, media tersebutdiberi pupuk dengan dosis 0%, 5%, 10%, dan 15% yang diulang tiga kali.

Parameter yang diamati produktivitas hijauan setiap 60 hari, pertumbuhantanaman setiap minggu setelah panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

 produktivitas hijauan berat kering tertinggi pada media pasir kali 25,9 gram per panen pada dosis pemupukan 15%, kemudian diikuti pada media tanah 18,8gram/tanaman/panen pada dosis 10%. Produksi terendah pada media pasir pantai

16,6 gram/tanaman/panen pada dosis 5%. Rataan produksi hijauan yang diberikan pupuk dibandingkan dengan perlakuan kontrol (0%) meningkatkan produksi

92,99%. Produksi hijauan tiap panen terjadi penurunan setelah pemotongan keempat, sedangkan pada media pasir pantai pada awal produksi hijauan tertinggikemudian panen berikutnya menunurun sampai panen ke lima. Hasil penelitian

ini disimpulkan bahwa tanaman kerandang dapat ditingkatkan produktivitasnyadengan pemberian pupuk organik dan setelah empat kali pemanenan perlu

 pemberian pupuk untuk mendapatkan hasil stabil. Kata kunci : canavalia virosa, produksi hijauan, pupuk limbah kopi.

PENDAHULUAN

Porsi utama pakan ternak ruminansia adalah dari hijauan pakan yang

mencapai 80% dari pakan yang dikonsusmsi sebagai sumber serat. Namun pakanutama tersebut pada musim kemarau selalu terjadi masalah kekurangan. Hal ini ini

disebabkan pengembangan tanaman pakan pada umumnya dilahan-lahan marginal(kurang subur) atau sub-optimal.

Pemanfaatan lahan yang kurang subur untuk tanaman pakan menjadisangat penting seperti tanah salin (pesisir). Ekstensifikasi tanah salin mempunyai

 potensi yang besar karena Indonesia merupakan negara pulau yang mempunyai

garis pantai yang panjang dengan didominasi lahan salin. Menurut Suhardi (2008)lahan pasir di Indonesia 181000 km yang berada disepanjang pantai dan belum

dimanfaatkan.Pengembangan tanaman pakan ternak pada lahan marginal di pesisir yang

mengandung kadar garam (salinitas) tinggi diperlukan upaya perbaikan lahan

Page 114: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 114/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 297

terlebih dulu agar tanaman mampu tumbuh dan berproduksi. Salinitas

mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui keracunan akibat penyerapan unsur garam berlebihan seperti natrium yang mengakibatkan

 penurunan penyerapan unsur penting bagi tanaman (Purbayanti et al ., 2010).

Tanaman kerandang (Canavalia virosa  Roxb) adalah termasuk keluargaLeguminosa dan merupakan tanaman perenial yang tumbuh baik di daerah pantai

dengan perbanyakan taanaman dengan biji atau stek. Pemanfaatan biji kerandangdilakukan sebagai bahan pakan untuk menggantikan kedelai. Menurut Djaafar et

al . (2011) biji kerandang mengandung protein 31,3%, lemak 4,8%, abu 3,8% danasam amino seperti isoleusine, histidine, cystine, methionin, dan threonine. Bijikerandang telah diolah menjadi tempe, tahu dan minuman fermentasi. Namun

mengandung HCN tinggi sehingga apabila digunakan sebagai bahan pangan perlu proses pengolahan yang benar untuk menurunkan kandungan HCN. Menurut

Winarti et al . (2009) produktivitas kerandang biji 909,07 kg/ha, kulit biji 290,99kg/ha, kulit polong 809,94 kg/ha dan daun serta batang 3100 kg/ha/panen

Kerandang termasuk tanaman kacang-kacangan tropis tahunan yangmerambat, berdaun tiga dengan bunga warna pink. Panjang bunga kerandang 3cm, ukuran polong 17 cm ×  3 cm, warna biji coklat atau coklat kemerahan dengan

marble warna hitam (PROSEA, 1992). Tanaman tersebut mampu tumbuh cepatdi lahan pasir dan merupakan tanaman penutup lahan yang bagus untuk lahan

 pasir yang kering. Saat ini tanaman kerandang tumbuh sebagai tanaman liar, yangmampu hidup dan berproduksi tanpa adanya campur tangan manusia. Disamping

itu, kerandang juga mampu mengikat nitrogen dari udara sehingga berpotensiuntuk memperbaiki kesuburan lahan.

Pengembangan tanaman kerandang sebagai pakan ternak didaerah pantai

merupakan sumber hijauan yang dapat digunakan oleh nelayan terutama pada saattidak melaut. Penelitian ini bertujuan mempelajari produktivitas hiajauan dengan

 pemotongan teratur dan pertumbuhan tanaman dengan penambahan pupukorganik serta kualitas hijauan.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balitnak Bogor pada tahun 2011 -2012. Penelitian merupakan percobaan pot menggunakan media tanah, pasir kali,dan pasir pantai. Tanaman pakan yang digunakan kerandang (Canavalia virosa 

Roxb (W&A). Percobaan disusun dengan rancangan split plot dengan dua

faktorial yaitu media tanam dan dosis pupuk dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama media tanam tanaman dan faktor kedua dosis pupuk organik 0%, 5%,10% dan 15% dari berat tanah.

Tahap persiapan dilakukan penyiapan media yang diisikan dalam pot

 berisi tanah kering 7 kg. Kompos limbah kopi yang digunakan mengandung bahanorganik C/N rasio 2,77%, P2O5  4,25%, N 4,90%. Sedangkan media tanammasing-masing tanah kandungan P 7,34%, K 8,32%, Mo 3,34% dan C/N rasio 7.

Media pasir kali kandungan P 8,69%, K 9,20%, Mo 2,53% dan C/N 8. Media pasir pantai kandungan P 6,41%, K 7,12%, Mo 4,21% dan C/N 7.

Pemberian pupuk dilakukan saat pengisian pot dicampur merata sesuaidengan perlakuan dan diinkubasikan selama satu bulan dan tiap tanaman

menerima N 17,15 g (dosis 5%), 34,3 g (dosis 10%), dan 51,45 g (dosis 15%).

Page 115: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 115/168

Page 116: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 116/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 299

A. Gambar pertumbuhan tanaman pada media tanah

B. Gambar pertumbuhan tanaman pada lahan pasir kali

C. Gambar pertumbuhan pada media pasir pantai

Gambar 1. Pertumbuhan tanaman pada berbagai media tumbuh

Pada Gambar 1 terlihat bahwa dari pengukuran tinggi tanaman dari

Page 117: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 117/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 300

minggu pertama sampai minggu ke 7 (sebelum panen) menunjukkan kenaikan

yang cukup signifikan kecuali yang kontrol pertumbuhannya tetap bertambahwalaupun tidak setinggi yang dengan perlakuan pupuk.

Sedangkan pada media tanah nampaknya perlakuan kontrol

 pertumbuhannya tidak banyak berbeda banyak dengan perlakuan pemberian pupuk. Hal ini diduga tanaman kerandang yang termasuk jenis legum mampu

mengikat nitrogen dari udara yang dapat digunakan untuk pertumbuhannyasehingga dapat tumbuh baik pada media tanah dari pada media lainnya. Peran

 pupuk kandang sebagai sumber organik tanah dan unsur hara yang dibutuhkanoleh tanaman terlihat nyata meningkatkan laju pertumbuhan. Penggunaan pupukorganik menurut Purbayanti (2011) untuk tanah salin memberikan perbaikan sifat

kimia tanah yaitu penurunan salinitas dan perbaikan ketersediaan unsur hara.Bertambahnya unsur hara dari pupuk yang diberikan pada media menunjukkan

 peningkatan pertumbuhan tanaman yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan.Kemudian Burhanudin dan Nurmansyah (2010) juga melaporkan pupuk organik

 berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dalam menunjang pertumbuhantanaman. Karena dalam pemberian pupuk organik terjadi proses dekomposisiseperti yang dikemukakan Barber (1984) bahwa adanya proses dekomposisi dan

mineralisasi pupuk organik menghasilkan sejumlah hara dengan bantuan peranmikro organisme tanah. Unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, dan K menjadi bentuktersedia yang dapat diserap oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhannya

seperti menambah tinggi, pertambahan cabang, dan tajuk tanaman. Selain itu pupuk organik juga berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dan pertumbuhan

tanaman karena hara tetap tersedia. Hal senada juga dikemukakan oleh Baver(1975) bahwa pupuk organik berpengaruh baik terhadap kondisi tanah dalammenunjang pertumbuhan tanaman.

Pemberian pupuk organik pada penelitian ini dapat meningkatkanketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kerandang, sehingga dapat

memacu pertumbuhan tanaman. Sanchez (1976) melaporkan bahwa pemberian pupuk organik (pupuk kandang) dapat meningkatkan unsur hara makro dan mikroyang dibutuhkan tanaman.

Produksi hijauan

Produksi hijauan meningkat akibat pemupukan limbah kopi pada ketigamedia yang diaplikasikan seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata produksi hijauan berat segar dan berat keringMedia tanam Dosis pupuk (%) Berat segar (g/tanaman) Berat kering (g/tanaman)

Tanah 0 176,26 b 37,16 b

5 302,83 a 60,69 a

10 437,55 a 87,09 a

15 263,39 a 48.35 aPasir kali 0 157,19 b 38,09 b

5 572,57 a 123,38 a

10 665,54 a 107,26 a

15 633,56 a 129,71 a

Pasir pantai 0 193,81 b 43,24 b5 304,74 a 68,56 a

10 342,74 a 74,8 a

15 370,56 a 77,86 a

Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom sama tidak beda nyata (P<0,05)

Page 118: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 118/168

Page 119: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 119/168

Page 120: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 120/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 303

tanaman pegagan yang diberikan pupuk organik lebih tinggi juga meningkatkan

kandungan asiatik oksida.

KESIMPULAN

1. Pertumbuhan tanaman kerandang pada media tanah pasir kali tertinggi

sedangkan produksi hijauan tidak banyak berbeda.2. Penggunaan pupuk organik dari limbah kopi dapat meningkatkan produksi

 pada ketiga media rata-rata mencapai 160, 2 % dari perlakuan kontrol.3. Kandungan nutrisi hijauan dari masing perlakuan maupun media tanam yang

 berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Barber, S. A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability : A Mechanistic Approach. John

Willey & Sons. pp. 20-21.Baver, L. D. 1975. Soil Physics. Third edition, John Willey and Sons, Inc. New

York. 552 p.

Burhanudin dan Nurmansyah. 2010. Pengaruh pemberian pupuk kandang dankapur terhadap pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah podsolikmerah kuning. Bul.Littro. Vol 21(2). P138-144.

Djaafar, T.F., Y.P. Wanita dan E.S. Rahayu. 2011. Novel product, fermenteddrink from kerandang (C.virosa). The 12th Asean food Conference. 16 -

18 June 2011. Bangkok .Thailand. 704 -708.Dahono, M.Ghulamahdi, S.A. Azis dan Adiwirman. 2011. Kombinasi pupuk NPK

dan pupuk kandang dalam peningkatan pertumbuhan dan produksi

asiatik oksida tanaman Pegagan. Jurnal Littri. 17(2) : 51 - 59.PROSEA. 1992. Plant Resources of South-East Asia 4. Forages. Prosea, Bogor.

Purbayanti, E.D., D. Sutrisno, E. Hanudin dan S.P.S. Budi. 2010. Respon rumput benggala terhadap gypsum dan pakan di tanah salin. J. Agron. Indonesia.381 : 75 - 80.

Suhardi. 2008. Pengembangan Agro industri berbasis pangan lokal untukmeningkatkan kedaulatan pangan. Pros. Semnas Pengembangan produk

 berbasis pangan lokal. Universitas Mercu Buana, YogyakartaSanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John

Willey and Sons, Inc. New York. 618 p.

Winarti, E., Sarjiman, Supriyadi dan N. Cahyaningrum. 2009. Potensi kerandang(Canavalia virosa) sebagai sumber pangan dan pakan ternak alternatif. Pros.

Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. 765 - 769.

Page 121: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 121/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 304

INVENTARISASI HIJAUAN PAKAN KUDA PACUAN  

DI NUSA TENGGARA BARAT*)

 

Sudirman1)

, Gde Mertha2)

 dan Suhubdy1)

 1)

Dosen Fakultas Peternakan,

2)

Dosen Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan - Universitas Mataram - Mataram,

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pacuan kuda dilaksanakan setiap tahun di provinsi Nusa Tenggara Barat yang

diikuti oleh tidak kurang dari 700 ekor kuda pacuan dalam lima kelas lomba.Kegiatan ini umumnya berlangsung selama 1-2 minggu di pulau Sumbawa dansenantiasa menjadi agenda hiburan rakyat serangkaian dengan acara perayaan

hari-hari besar nasional maupun regional dan/atau lokal. Selama kurun waktutersebut, semua kuda yang akan dilombakan diberikan pakan berupa hijauan dari

 jenis tumbuhan tertentu dan/atau spesifik. Tujuan penelitian ini adalah (1)menginventarisisr jenis-jenis tumbuhan yang dijadikan hijauan pakan kuda

 pacuan selama lomba berlangsung, dan (2) mengkaji komposisi nutrisi jenis

hijauan pakan dimaksud. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara. Semua kuda pacuan yang

 berasal dari beberapa kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat yang mengikutilomba pacuan kuda di kabupaten Sumbawa tahun 2012 diamati pemberian

 pakannya, kemudian dilakukan identifikasi dan analisis komposisi nutrisi jenis

hijauan yang diberikan. Untuk mengetahui jenis pakan yang diberikan, dilakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan peternak kuda pacuan. Hasil

 penelitian menunjukkan bahwa tercatat 9 jenis tumbuhan (2 famili, 8 marga) yangdiberikan pada kuda pacuan selama lomba berlangsung, yaitu  Alysicarpusvaginalis  (Fabaceae),  Desmodium dichotomum  (Fabaceae), Cynodon dactylon 

(Poaceae), Cynodon  sp. (Poaceae),  Dactyloctenium aegyptium  (Poaceae), Brachiaria  sp. (Poaceae),  Eleusine indica  (Poaceae),  Eulalia fimbriata  (Poaceae)dan  Leersia hexandra  (Poaceae). Hijauan pakan diberikan pada kuda pacuan

dalam bentuk pakan tunggal maupun kombinasi diantara jenis-jenis tumbuhantersebut dengan komposisi nutrisi yang berbeda.

 Kata kunci: jenis hijauan pakan, kuda pacuan, poaceae, fabaceae

IDENTIFYING AND RECORDING OF FORAGES OFFERED TO

RICING HORCE IN WEST TENGGARA BARAT

Sudirman1)

, Gde Mertha2)

 dan Suhubdy1)

 1)

 Faculty of Animal Science ,2)

Faculty of Teacher Training and Education

Mataram University - Mataram

Email: [email protected]

ABSTRACT

A research had been done aimed at (1) identifying and recording the kind of

forages offered to ricing horses during the ricing competition, and (2) Analyzingthe chemical composition of that forages offered. Data had been collected bydoing an direct observation to forages and interview to the owners of the ricing

Page 122: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 122/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 305

horses who came to follow the competition at horse ricing arena at Sumbawa

Regency in 2012. All forages offered to each horse had been identified andsampled for analyzing the chemical composition. The results of this research is

that there were eight types of forages given to ricing horseS. Those are

 Alysicarpus vaginalis  (Fabaceae),  Desmodium dichotomum  (Fabaceae), Cynodondactylon  (Poaceae), Cynodon sp. (Poaceae), Dactyloctenium aegyptium (Poaceae),

 Eleusine indica  (Poaceae),  Eulalia fimbriata  (Poaceae) dan  Leersia hexandra (Poaceae). The forage offered to the horse was either as sole or combined diet

with different nutritional contents. Keywords: forages, fabaceae, poaceae, ricing horse, sumbawa

PENDAHULUAN

Pacuan Kuda pada awalnya merupakan sebuah tradisi pesta rakyat NusaTenggara Barat secara turun-menurun, khususnya di wilayah kabupaten se Pulau

Sumbawa, sebagai ungkapan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa ataslimpahan rezeqi hasil panen padi. Mengingat masa panen tanaman padi waktu itusekitar enam bulan yang ditanam di sawah tadah hujan, maka tradisi rakyat

dimaksud hanya dilaksanakan sekali dalam setahun. Dengan semakin pendeknyaumur tanaman padi dan/atau masa panen berubah menjadi dua kali setahun, makaacara Lomba Pacuan Kuda seringkali berlangsung lebih dari sekali setahun,

 bahkan telah menjadi agenda rutin pengurus PORDASI (Persatuan OlahragaBerkuda Seluruh Indonesia) bekerjasama dengan pemerintah daerah dirangkaikan

dengan perayaan hari besar nasional maupun regional. Tidak kurang kurang dari700 ekor kuda pacu terbagi dalam lima kelas terdaftar sebagai peserta pada setiapacara lomba yang memiliki bermacam-macam ciri yang bersifat karakteristik

morfologis (Sudirman, 2011). Hal inilah yang mendongkrak peluang peternakuntuk memelihara ternak kuda jantan pilihan, terutama dari keturunan kuda yang

memiliki silsilah jawara. Apabila kuda pacu dimaksud telah menurun kecepatanatau tidak lagi menjuarai turnamen, masih memiliki nilai jual yang relatif tinggikarena dapat digunakan sebagai kuda penarik Cidomo (Sudirman, dkk., 2012).

Memelihara Kuda Pacu ternyata memerlukan perhatian khusus, terutama jenis hijauan pakan yang disajikan menjelang dan/atau pada saat dilombakan.

Hijauan pakan yang diberikan biasanya berupa campuran lebih dari lima jenisdengan harapan saling menutupi kekurangan nutrisi masing-masing. Pemberianhijauan pakan dimaksud hanya berpatokan pada tradisi yang turun-temurun atau

yang dilakuksn oleh pemilik kuda pacu yang seringkali menjadi juara pada beberapa even sebelumnya.Dengan kata lain, para pemilik kuda pacu tidak

mengerti nama dan nutrisi apa serta berapa nilai yang terkandung di dalamnyasehingga disenangi oleh kuda. Makalah ini menginformasikan beberapa jenishijauan pakan pavorit Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat serta komposisi

kandungan makro-nutrisinya.

MATERI DAN METODE

Penelitian yang telah dilaksanakan bulan Januari 2012 bertepatan dengan pencanangan Revitalisasi Lomba Pacuan Kuda Tradisional Sumbawa oleh

Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat di Arena Pacuan Kuda Orong Gilae

Page 123: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 123/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 306

Sumbawa Besar. 179 orang resonden/pemilik kuda pacu yang telah berhasil

masuk babak semifinal (± 25 persen dari jumlah peserta) yang terbagi dalam limakategori kelas lomba (TK = 40 orang, O = 57 orang, TH = 35 orang, T = 30 orang,

dan D = 35 orang).

Wawancara dan inventarisasi langsung jenis hijauan pakan dilakukan padasore dan malam hari di lokasi kandang sementara yang didirikan di luar/tidak jauh

dari arena pacu. Sekitar 500 g sampel segar dari semua jenis hijuan pakan yangtersedia di dalam kandang diambil secara acak kemudian dibawa ke laboratorium

Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan Laboratorium AnalitikUniversitas Mataram untuk dianalisis secara mikroskopis dan makroskopis(Mertha, 2012) dan analisa proksimat bahan kering, protein kasar, lemak kasar,

serat kasar, energi kasar, kalsium dan fosfor (Harris, 1970 ; Sudirman, dkk.,1993 ; Sudirman, 2013). Hasil penelitian berupa data kualitatif dibahas secara

diskriptif, dan data kuantitatif (nilai rata-rata)  dianalisis statistik menggunakan program Microsoft Excel (Santosa dan Ashari, 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wawancara yang dilakukan pada sore dan/atau malam hari, nampaknyalebih banyak diperoleh informasi terutama yang terkait dengan jenis hijauan

 pakan kuda pacu karena para responden cenderung berkumpul di kandang kuda

yang akan dilombakan keesokan harinya. Koleksi sampel semua jenis pakan tidakmengalami kesulitan karena pada umumnya telah tersedia sehari sebelumnya serta

dibersihkan dan dipilah-pilah berdasarkan jenisnya. Penelitian menemukan

tidak kurang 25 jenis hijauan pakan yang diberikan kepada kuda pacumerupakan penyusun utama komposisi botani dan merupakan famili

Poaceae , Cyperaceae, Commelinaceae,  Euphorbiaceae,  Amaranthaceae, Fabaceae, Convolvuceae, dan lain-lain yang belum teridentifikasi. Tetapi hanya

delapan jenis hijuan pakan berikut ini (Tabel 1) yang dikoleksi dari respondentermasuk dalam famili  Poaceae dan Fabaceae.

Tabel 1. Jenis Hijauan Pakan Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat

 No. urut Nama ilmiah  Family

1.  Desmodium dichotomum Fabaceae

2.  Alysicarpus vaginalis Fabaceae3. Cynodon sp Poaceae

4.  Eulalia amora Poaceae5. Cynodon dactylon Poaceae6.  Leersia hexandra Poaceae

7.  Dactyloctenium aegyptium Poaceae8.  Eleusine indica Poaceae

Hasil pengamatan menunjukkan, Cynodon dactylon  merupakan jenis

hijaun pakan yang dominan proporsinya dalam campuran pakan kuda pacu, relatifsama dengan komposisi botani hijauan pakan kuda penarik cidomo di KotaMataram provinsi Nusa Tenggara Barat (Sudirman, dkk., 2012).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan makro-nutrisi (bahan

kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kalsium dan fosfor) kelima jenis

Page 124: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 124/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 307

hijauan pakan kuda pacu di Nusa Tenggara Barat tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Nutrisi Hijauan Pakan Kuda Pacu di Nusa Tenggara Barat 

Jenis Hijauan Pakan BK(%) PK(%)

LK

(%)

SK

(%)

GE

Kkal/k g

Ca

(%)

P

(%)

 Desmodium dichotomum 88,72 10,99 1,78 21,21 5.132 0.18 0.16

 Alysicarpus vaginalis 89,88 14,43 2,84 18,84 4.291 0.30 0.33

Cynodon sp 90,35 6,99 2,09 35,95 5.248 0.15 0.26

 Eulalia fimbriata 92,34 14,25 2,65 23,11 4.857 0.19 0.45

Cynodon dactylon 81,30 16,28 1,96 30,65 5.767 0.25 0.26

 Leersia hexandra 89,33 14,64 1,91 24,58 3.579 0.16 0.16

 Dactyloctenium

aegyptium92,71

7,502,36 27,47 3.720 0.17 0.54

 Eleusine indica 90,01 12,19 2,66 28,00 3.981 0.29 0.28Keterangan:  BK = Bahan Kering, PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK = Serat Kasar,

GE = Gross Energy, Ca = Kalsium, P = Fosfor.

Data kadar bahan kering pada Tabel 2 merupakan porsi di dalam hijauan

 pakan kering udara (air dry basis), tetapi setelah dikonversikan ke dalam hijauansegar ternyata kadar bahan keringnya (as fed basis) berturut-turut (dari atas ke

 bawah): 25,30%, 22,55%, 32,08%, 43,19%, 30,35%, 25,13%, 30,32%, dan

32,50%. Hasil analisis laboratorium terhadap bahan kering (as fed basis) tersebutmemberikan informasi bahwa hijauan pakan yang diberikan telah dilayukan atau

mengandung kadar air sekitar 56, 81-77,45 persen. Secara umum dapat diartikan

 bahwa pemilik kuda pacu yang menjadi responden didalam penelitian ini telahmemahami manajemen pemberian hijauan pakan atau efek negatif apabila ternak

mengkonsumsi hijauan pakan yang terlalu tinggi kadar air.Kadar protein kasar Cynodon dactylon  yang direkam dalam penelitian ini

hampir dua kali lipat dibanding laporan yang lain yaitu sebesar 9,70%, sedangkan Dactyloctenium aegyptiu, Eleusine indica, dan  Leersia hexandra relatif samakandungan proteinnya dibanding pernyataan Anonimus (cit. Adawiyah, 2012)

yaitu masing-masing 7,4-8,6%, 9,6-10,1%, dan 13,98%. Tingginya kadar proteinkasar Cynodon dactylon  yang diberikan kepada kuda pacu di kabupaten pulau

Sumbawa diduga karena rumput dimaksud banyak tumbuh di areal persawahanatau sengaja dipelihara sebagai pakan kuda pacu. Selain kadar protein kasar yangrelatif tinggi, informasi lain yang menarik terhadap Cynodon dactylon  adalah

rendahnya kadar lemak kasar, tingginya energi, dan seimbangnya kandungankalsium dan fosfor.

KESIMPULAN

Terinventarisir delapan jenis hijauan pakan kuda pacu di provinsi NusaTenggara Barat memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, relatif spesifik dan

telah menjadi pakan tradisional kuda pacu. Cynodon dactylon  merupakan jenishijauan pakan pavorit kuda pacu dengan proporsi komposisi botani di dalam

campuran pakan sangat dominan dan diberikan minimal sebulan sebelum lomba.

Page 125: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 125/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 308

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Riza Fakhlevi, Lismadia Utami, Saudatul Adawiyah,

Yuni Sulastiani, Marninayanti, dan seluruh panitia Revitalisasi Lomba Pacuan

Kuda Tradisional Sumbawa, yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, Saudatul, 2012. Inventarisai Jeni Pakan dan Energi Pakan danKecepatan Lari Kuda Sumbawa. Skripsi. Fakultas Peternakan UniversitasMataram.

Harris, Lorin E., 1970. Nutrition Research Techniques for Domestic and WildAnimals. Volume 1. An International Research System and Procedures for

Analyzing Samples. Printed in the United States of America.Mertha, I Gde, 2012. Visualization of Forest Trees of Lombok. Biology

Departement Mataram University. Pendanaan dan Penerbitan: JIFPR danDinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Santosa, P.B. dan Ashari, 2006. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan

SPSS. Penerbit ANDI. Yogyakarta.Sudirman, Muhammad Warman, I Nyoman Budiardja, Sofyan D. Hasan, dan

Suhubdy, 1993. Aspek Pakan Kuda Pacuan di Nusa Tenggara Barat

Kaitannya dengan Kecepatan Lari. Laporan Penelitian. DP3M Dirjen Dikti.Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

Sudirman, 2011. Penetapan Rumpun Kuda Sumbawa. Makalah disampaikan danDipertahankan di Depan Dewan Komisi Penilaian, Penetapan, danPelepasan Rumpun atau Galur Ternak. Bogor.

Sudirman, Suhubdy, Sofyan D. Hasan, Mohammad Iqbal, dan Oscar Yanuarianto,2012. Profil Pakan Kuda Penarik Cidomo: Skrening Bahan Pakan Lokal

Berdasarkan Indeks Kecernaan. Laporan Penelitian. Bantuan OperasionalPerguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Universitas Mataram.

Sudirman, 2013. Evaluasi Pakan Tropis, Dari Konsep ke Aplikasi (Metode in-

Vitro Feses). Pustaka Reka Cipta, Bandung.

Page 126: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 126/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 309

PRODUKTIVITAS TENAGA PENGARIT BERDASARKAN MODA

PENGANGKUT DI PETERNAKAN SAPI PERAH PONDOK RANGGON,JAKARTA TIMUR

Iwan Prihantoro1)

, M. A Setiana, Annisa Bahar

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas tenaga pengaritdan efektivitasnya berdasarkan moda pengangkut yang dipergunakan di

 peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Peternakan sapi perah

Pondok Rangon merupakan salah satu peternakan yang masih bertahan di DKIJakarta yang ketersediaan hijauan pakannya berasal pada padang rumput alam.

Penelitian didasarkan pada sumber data primer dan sekunder dengan cara sensusdari total 22 peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak

di Pondok Rangon 40,91% telah berumur > 55 tahun dan 45,46% telah memiliki pengalaman >20 tahun. Kapasitas mengarit tertinggi pada umur 38 tahun (395kg/hari) dan moda truck lebih efisien dalam penyediaan hijauan dibanding  pick up 

dan becak motor. 

PRODUCTIVITY OF GRASS SEEKERS BASE ON THE TRANSPORT

VEHICLE USED IN PONDOK RANGGON DAIRY CATTLE FARM,EAST JAKARTA

ABSTRACT

The aim of this study were analyze productivity of grass seekers base on thetransport vehicle used in pondok ranggon dairy cattle farm, east jakarta. PondokRanggon farm is one of the dairy cattle farms in Jakarta where the supply of

forage depend on natural pastures. Research based on primary and secondary datafrom the farmers and grass seekers using census techniques of 22 farmers. The

result showed, that 40.91% farmers were > 55 years old and 45.46% had >20years of experience. The highest capacity of grass seeker were 38 years old (395kg/d). Truck more efficient in supplying forages (p<0.05) than pick up and motor

tricycles. Keywords: grass seeker productivity, forage, dairy cattle

PENDAHULUAN

Usaha peternakan sapi perah sangat bergantung pada ketersediaan pakanterutama hijauan yang nilainya mencapai 60-70% dari biaya produksi. Mengingat

tingginya biaya tersebut, perlu adanya perhatian tentang penyediaan pakan yang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. DKI Jakarta merupakan kotametropolitan dengan pembangunan yang bertambah pesat setiap tahunnya yang

 berdampak langsung terhadap berkurangnya lahan terbuka yang beralih fungsimenjadi berbagai macam jenis bangunan. Dibalik pesatnya pembangunan Ibukota,

masih terdapat kawasan peternakan yang berbasis sapi perah. Peternakan sapi

 perah Pondok Ranggon terletak pada koordinat 06

o

21.435‟ lintang selatan dan

Page 127: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 127/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 310

106o54. 391‟ bujur timur. Kawasan peternakan Pondok Ranggon berbatasan

langsung dengan jalan Munjul Raya Kecamatan Cipayung (sebelah utara), perikanan ikan arwana dan perkemahan pramuka Cibubur (sebelah barat),

Kabupaten Bekasi (sebelah selatan), dan Tempat Pemakaman Umum (sebelah

timur).Penyediaan hijauan makanan ternak di Jakarta  cukup sulit didapat karena

ketersediaan lahan yang sedikit dan produktivitas hijauan sangat tergantung padamusim. Ketersediaan lahan hijau di Jakarta tiap tahun semakin berkurang seiring

 bertambahnya penduduk, sehingga lahan hijau beralih fungsi menjadi pemukiman.Hal ini menyebabkan ketersediaan hijauan pakan ternak berkurang, sehingga

 peternak akan mencari hijauan ke daerah lain hingga ke luar daerah Jakarta. Pola

mengarit ke luar daerah ini mengakibatkan waktu peternak akan banyak terbuanguntuk mencari hijauan daripada mengurus ternaknya.

Tingginya minat beternak sapi perah di Pondok Ranggon semakin menuntut pakan asal hijauan yang semakin tinggi. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu

umumnya peternak tidak memiliki lahan khusus penyedia hijauan seperti kebunrumput potong. Hingga saat ini penyediaan hijauan sangat bergantung pada

 padang rumput alam yang ketersediaanya semakin menurun. Saat ini kajian

tentang produktivitas tenaga pengarit dan komposisi hijauan pakan domestik didaerah penyedia hijauan belum dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produktivitas tenaga pengarit

dan efektivitasnya berdasarkan moda pengangkut yang dipergunakan di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu penelitianPenelitian dilaksanakan di kawasan usaha ternak sapi perah Pondok

Ranggon Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Waktu penelitiandilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Februari-April 2013.

MateriAlat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, GPS

device, kamera, dan kuisioner.

Prosedur

Pelaksanaan PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang

menggambarkan situasi atau keadaan berdasarkan data-data faktual dengan tekniksurvei dan observasi langsung di kawasan peternakan sapi perah PondokRanggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Responden dari

 penelitian ini adalah peternak sapi perah di Pondok Ranggon, dimana pemilihanresponden ini menggunakan teknik sensus terhadap 22 peternak sapi perah yang

 berada di kawasan tersebut. Pengamatan dan pengukuran terhadap 19 peternakdari total 22 peternak yang berada dikawasan ini hanya dilakukan terhadap

 peternak atau buruh yang mengarit di area terbuka dalam penyediaan hijauan

 pakan.

Page 128: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 128/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 311

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Observasi

di lapangan meliputi pengamatan aktivitas pengarit dengan mengikuti peternakselama mengarit dan dilakukan pencatatan serta dokumentasi. Observasi juga

dilakukan terhadap jarak dan waktu tempuh peternak ke tempat mengarit

menggunakan GPS untuk mengetahui jelajah pengarit dalam mencari hijauan, dan jenis moda yang dipakai peternak untuk mengangkut dari hasil mengarit. Waktu

efektif dan areal jelajah peternak dalam mengarit dihitung, serta dilakukan penimbangan terhadap hasil mengarit tiap peternak.

Analisis Deskriptif

Data survei dan observasi yang diperoleh terhadap responden masing-masing dari peternak dan buruh pengarit di daerah Pondok Ranggon, kemudian

diolah secara deskriptif. Analisis deskriptif ini meliputi gambaran keadaan umumdi daerah penelitian, serta menggambarkan karakteristik peternak dan tenaga

 pengarit yang meliputi, umur, pengalaman (beternak atau mengarit), pekerjaan,

dan pendidikan. Selain itu, analisis deskriptif dalam penelitian ini untukmenggambarkan komposisi hijauan yang dikonsumsi ternak, waktu dan jarak

tempuh ke tempat mengarit, moda transportasi yang digunakan dalam mengarit,serta kapasitas mengarit per satuan waktu dan areal jelajah dalam mengarit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Peternakan Pondok RanggonKawasan peternakan sapi perah Pondok Ranggon terletak di Kelurahan

Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Keadaan permukaan

tanah di Pondok Ranggon bergelombang dengan dengan ketinggian 36 mdpldengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun (Anggraeni, 2010). Temperatur dan

kelembaban udara harian berkisar antara 24-35oC dan 65-91% (Dewayani, 2012).Pondok Ranggon mempunyai luas wilayah 366.015 ha dengan jumlah penduduk24.962 jiwa (Profil Kelurahan Pondok Ranggon, 2012).

Peternak di Pondok Ranggon secara turun-temurun telah melakukankegiatan berternak secara tradisional sejak di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.

Peternak di daerah ini telah memiliki struktur organisasi yang bernama KelompokTani Ternak Swadaya Pondok Ranggon yang berdiri sejak tahun 1993. Kawasan

 peternakan sapi perah Pondok Ranggon mempunyai luas sebesar 11 ha dari 30 ha

yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur No. 300 tahun1986. Ternak yang dipelihara meliputi ternak ruminansia, yaitu: sapi perah, sapi

 potong, kerbau, domba, dan kambing perah. Sapi perah merupakan ternakdominan yang dipelihara dengan populasi 1.100 ekor atau setara dengan 941.5satuan ternak. 

Penggunaan Lahan Kelurahan Pondok RanggonBerdasarkan data penggunaan lahan, penggunaan lahan di Kelurahan

Pondok Ranggon terdiri dari perumahan, perkantoran, rekreasi, sekolah, saranaibadah, pemakaman, jalur hijau dan lain-lain. Lahan yang dapat digunakan

sebagai sumber hijauan pakan di Kelurahan Pondok Ranggon meliputi jalur hijausebesar 0.54% dan pemakaman sebesar 18.56%. Kondisi ini menggambarkan luaslahan hijau yang sangat terbatas. Hal ini dikarenakan maraknya pembangunan

 pemukiman dan bangunan lainnya sehingga lahan untuk sumber hijauan pakan

 berkurang.

Page 129: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 129/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 312

Tabel 1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Pondok RanggonJenis Lahan  Luas (Ha)  Persentase (%) 

Perumahan  210.015 56.47Perkantoran  4.6 1.24

Rekreasi/ OR   26 6.99

Fasum/Sekolah  20.5 5.51Sarana Ibadah  22 5.92

Pemakaman  69 18.56Jalur Hijau  2 0.54

Lain-lain  17.8 4.79

Sumber : Profil Kelurahan Pondok Ranggon, 2012

Karakteristik PeternakKarakteristik peternak di Pondok Ranggon dibedakan berdasarkan umur

 peternak, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pengalaman beternak.Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar peternak di Pondok Ranggon berumur antara25-70 tahun. Peternak berumur >55 tahun memiliki persentase paling besar yaitu

sebesar 40.91%. Umur tersebut merupakan umur yang cukup sulit untuk

mendapat pengarahan dalam mengembangkan usaha ternaknya. Hal tersebutdikarenakan peternak beranggapan bahwa pengalaman adalah sumber utama

 pengetahuan mereka dalam beternak.Tingkat pendidikan peternak di Pondok Ranggon sebagian besar adalah

lulusan SMA (54.54%), sedangkan lulusan SD, D2, dan S1 masing-masingsebanyak 27.27%, 4.55%, dan 13.64%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum

 peternak memiliki pendidikan yang relatif cukup tinggi. Meskipun tingkat pendidikan tergolong cukup tinggi, peternak di Pondok Ranggon belummenerapkan teknologi/mekanisasi dan masih bersifat tradisional.

Pekerjaan utama masyarakat di Pondok Ranggon adalah peternak dengan persentase sebesar 90.9%. Secara umum peternak sapi perah di Pondok Ranggon

menjadikan usaha ternaknya sebagai usaha utama. Hal ini disebabkan usahaternak sapi perah memberikan jaminan pendapatan yang berkesinambungan jikadikelola dengan baik. Tingkat pengalaman beternak di Pondok Ranggon relatif

lama yaitu lebih dari 20 tahun yang merupakan warisan keluarga secara turunmenurun.

Tabel 2 Karakteristik PeternakKarakterist ik Individu Jumlah Responden Peternak Persentase (%)

Umur (Tahun)

a.  25 - 35 tahun 6 27.27% b.  36 - 45 tahun 2 9.09%

c.  46 - 55 tahun 5 22.73%

d.  > 55 tahun 9 40.91%Pendidikan

a.  SD 6 27.27% b.  SMA 12 54.54%

c.  D2 1 4.55%

d.  S1 3 13.64%

Pekerjaan

a.  Peternak 20 90.9% b.  Petani 1 4.55%

c.  Lainnya 1 4.55%

Lama beternak

a.  1 –  10 tahun 8 36.36%

 b.  11 –  20 tahun 4 18.18%c.  > 20 tahun 10 45.46%

Sumber : Data primer 2013

Page 130: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 130/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 313

Produktivitas Tenaga Pengarit dan Manajemen Pakan Hijauan

Penyediaan hijauan pakan tidak terlepas dari ketersediaan alam dan produktivitas tenaga pengarit. Berdasarkan status tenaga pengarit, hanya terdapat

5.26% pengarit yang berstatus sebagai pemilik ternak. Tenaga pengarit

didominasi oleh tenaga lepas/buruh sebanyak 94.74%. Karakteristik tenaga pengarit di kawasan Pondok Ranggon disajikan pada Gambar 1.

Banyaknya tenaga pengarit meningkat seiring banyaknya jumlah ternak.Pengaruh ini dimodelkan dalam bentuk persamaan linear. Berdasarkan model

tersebut dapat diambil kesimpulan berupa satu tenaga pengarit bertanggung jawabterhadap 7.02 ST dengan Y = 32,23x - 25,21; R² = 0,552. Banyaknya kapasitasmengarit meningkat seiring besar berat badan pengarit dengan setiap kenaikan

 bobot badan tenaga pengarit sebesar 1 kg meningkatkan menaikkan kapasitasmengarit sebesar 19.663 kg. Berdasarkan umur tenaga pengarit, kapasitas

mengarit tertinggi berada pada umur 38 tahun dengan kapasitas mengarit sebesar395 kg/hari dan pengalaman mengarit cenderung meningkatkan banyak kapasitas

mengarit.Pemberian hijauan cenderung menurun seiring dengan banyaknya jumlah

kepemilikan satuan ternak (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

 peternak dalam mengarit. Peternak cenderung mengkonpensasi kekuranganhijauan dengan konsentrat dan ampas tahu. Konsentrat memiliki zat makananutama (protein, lemak, karbohidrat) yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

ternak. penambahan konsentrat terhadap sapi perah dara pada usaha peternakanrakyat secara efektif meningkatkan pertambahan berat badan dan mempercepat

umur pubertas ternak (Mariyono et al ., 1995)

(a) (b)

(c) (d) Gambar 1

Keterangan : (a) adalah hubungan banyak pengarit t erhadap jumlah t ernak, (b) adalah hubungan kapasitas mengarit

terhadap bobot badan, (c) adalah grafik hubungan antara kapasitas mengarit terhadap umur, dan (d) adalahhubungan ant ara kapasitas mengarit terhadap pengalaman.

y = 32,234x - 25,214R² = 0,5528

0

50

100

150

200

0 2 4 6   J   u   m    l   a    h   T   e   r   n   a    k    (   S   T    )

Jumlah Pengarit (orang)

y = 19,663x - 761,01

R² = 0,6383

0

200

400

600

800

40 50 60 70    k   a   p   a   s   i   t   a   s   m   e   n   g   a   r   i   t

    (    k   g    )

bobot badan tenaga pengarit (

y = -0,4561x2 + 35,268x -

286,17

R² = 0,3439

0

200

400

600

800

0 20 40 60 80

   K   a   p   a   s   i   t   a   s   m   e   n   g   a   r   i   t    (    k   g    )

Umur Tenaga Pengarit (tahun)

y = 26,451x + 221,18

R² = 0,2935

0

500

1000

1500

2000

0 10 20 30

   K   a   p   a   s   i   t   a   s   m   e   n   g   a   r   i   t    (    k   g    )

Pengalaman Mengarit (tahun)

Page 131: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 131/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 314

Gambar 2 Manajemen pemberian hijauan pakan

Moda Penyediaan Hijauan di Pondok Ranggon

Moda penyediaan hijauan di Pondok Ranggon terbagi atas 3 jenis alatangkut yaitu gerobak (29%), pick-up (53%), truk (12%) dan becak motor (6%).Berdasarkan hasil uji sidik ragam, moda truk berbeda nyata lebih efisien (p<0,05)

dibanding pick-up dan gerobak dalam perolehan hijauan. Hal ini disebabkan jaraktempuh yang lebih jauh dan areal jelajah yang lebih luas. Berdasarkan jumlah

ternak, moda truk nyata lebih banyak dari gerobak dan pick up. Meskipundemikian jumlah ternak/tenaga pengarit tidak menunjukkan perbedaan.

Tabel 3. Moda Penyediaan Hijauan Pakan

Parameter  Jenis alat angkut 

Gerobak Pick-up Truk

Jumlah Tenaga Pengarit (orang)  1.25±0.50c

  2.33±0.71 4±0a

 Waktu tempuh (menit)  22.75±22.65 15.22±6.98 32±1.41

Jarak (mil)  1.20±1.22 b

  2.81±2.29 b

  10.6±1.84a 

Jelajah mengarit (m2)  189.41±161.08

 b  155.84±52.49

 b  243.31±116.5

Kapasitas hijauan (kg)  310.25±231.42 859.00±377.17 2382±195.16a 

 jumlah Ternak (ekor)  28.75±17.59 b

  43.88±12.27 b

  151±41.01a 

Jumlah Ternak/ Tenaga

Pengarit 

22.38±9.69 21.87±13.64 37.75±10.25

Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama meunjukkan berbeda nyata pada

taraf p< 0.05

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak di PondokRangon 40,91% telah berumur > 55 tahun dan 45,46% telah memiliki pengalaman

>20 tahun. Kapasitas mengarit tertinggi pada umur 38 tahun (395 kg/hari) danmoda truck lebih efisien dalam penyediaan hijauan dibanding pick up dan becakmotor.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, L. 2010. Evaluasi usaha sapi perah dalam aspek financial berdasarkanskala usaha yang berbeda (studi kasus pada kelompok tani ternak sapi perah

y = -0,2967x + 20,524

R² = 0,1272

y = 0,0572x + 8,4675

R² = 0,0623

y = 0,0803x + 4,3728

R² = 0,1657

0

5

1015

20

25

30

        8        1        2

        1        8

        2        9

        3        0

        3       7

        4        0

        4        6

        4        2

        4        8

        1        0        8

   P   e   m    b   e   r   i   a   n    (

    k   g    /   S   T    /    h   a   r   i    )

Jumlah Ternak (ST)

Hijauan

Konsentrat

Ampas Tahu (BK)

Page 132: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 132/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 315

swadaya Pondok Ranggon di Jakarta Timur). Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.Dewiyani, N. 2012. Hubungan antara produksi dan kualitas susu sapi perah

dengan faktor yang mempengaruhi (studi kasus di Pondok Ranggon, Jakarta

Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.Kantor Kelurahan Pondok Ranggon. 2011. Profil Kelurahan Pondok Ranggon

Tahun 2012. Kecamatan Cipayung. Kota administrasi Jakarta Timur.Mariyono, A. Musofie, D. Pamungkas dan D. E. Wahyono. 1995. Pengaruh

 pemberian pakan konsentrat pada sapi perah dara dalam usaha peternakanrakyat terhadap tampilan produktivitas dan efisiensi ekonomis.  J. Ilmu

 Penelitian Ternak Grati. Vol 4 (1) : 1-5

Page 133: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 133/168

Page 134: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 134/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 317

2012). Hal ini menunjukkan konversi pakan berserat menjadi produk bermanfaat

(daging maupun susu) oleh kambing belum optimal, hanya 42% serat kasar pakanlimbah dapat dicerna (Mudita et al ., 2010). Hal ini disinyalir akibat tingginya

kandungan lignoselulosa pakan limbah yang membatasi pemanfaatannya oleh

ternak (Perez et al ., 2002).Lignoselulosa merupakan komponen utama biomassa tanaman pembangun

dinding sel yang terdiri dari tiga polimer yaitu lignin (25-30%), selulosa (35-50%)dan hemiselulosa (25-30%) yang berikatan kuat melalui ikatan non-kovalen dan

kovalen silang (Howard et al., 2003). Lignoselulosa hanya bisa didegradasi secarasempurna oleh aktivitas kompleks enzim lignoselulase yang dihasilkan olehkerjasama berbagai mikroba (Sarkar et al ., 2011; Wongwilaiwalin et al ., 2010).

Sehingga pemanfaatan isolat tunggal tidak mampu mendegradasi ketiga polimertersebut secara sempurna.

Konsorsium mikroba merupakan sekelompok mikroba dengan aktivitassinergis mendegradasi senyawa/substrat secara berkesinambungan menghasilkan

 produk akhir berupa monomer siap pakai (Pathma dan Sakthivel, 2012). Sarkar etal . (2011) mengungkapkan pemanfaatan konsorsium mikroba mengoptimalkan

 biodegradasi senyawa lignoselulosa melalui efisiensi waktu dan meniadakan bau

 busuk dekomposting limbah organik dapur. Wongwilaiwalin et al.,  (2010)mengungkapkan formulasi konsorsium mikroba dari 3 sumber serat yaitu baggastebu, jerami padi dan tongkol jagung “MC3F” mampu mengefisienkan

dekomposisi biomassa menjadi produk bernilai tinggi dengan aktivitas enzimendoglukanase, xylanase dan β-glukanase tinggi. Di alam, berbagai konsorsium

mikroba dapat diperoleh seperti isi rumen, rayap, cacing tanah, lahan pertanian,lahan gambut dan sumber lainnya.

Hasil penelitian Hibah Bersaing I dan II (Wibawa et al ., 2009-2010)

menunjukkan pemanfaatan 1,5% konsorsium mikroba cairan rumen sapi bali dan0,05% enzim optizime menghasilkan wafer ransum limbah nonkonvensional

 berkualitas dan produktivitas kambing PE yang tinggi. Sedangkan penelitianMudita et al.  (2009-2012) menunjukkan pemanfaatan konsorsium mikroba asallimbah rumen sapi bali dan rayap sebagai produk bioinokulan mampu

menghasilkan silase ransum berkualitas dengan tingkat kecernaan in-vitro  yangtinggi. Hasil-hasil penelitian tersebut dievaluasi lebih lanjut dalam optimalisasi

 pemanfaatan limbah dalam penegmbangan peternakan kambing kompetitif dan sustainable.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fapet UNUD Bukit Jimbarandengan waktu pengamatan dan pengambilan data lapangan selama 2 bulanmenggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 5 perlakuan dan 3 kelompok.

Tiap unit perlakuan menggunakan 1 ekor kambing PE betina muda dengan bobot badan awal 15,86 ± 2,57 kg/ekor. Lima inokulan konsorsium mikroba asal limbah

isi rumen sapi bali, rayap dan/atau enzim optyzime dimanfaatkan dalam penelitianini. Satu inokulan terdiri dari 1,5% cairan rumen dan 0,05% enzim optizyme“R 15E5” yang merupakan inokulan terbaik hasil penelitian Hibah Bersaing I dan

II, dan 4 bioinokulan yang diproduksi dari kombinasi 2 level cairan rumen {10%

(R1) dan 20% (R2)} serta 2 level rayap {0,1% (T1) dan 0,2% (T2)} yang

Page 135: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 135/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 318

dibiakkan dalam medium inokulan alami secara anaerob  T 39oC selama 1 minggu

(BR 1T1, BR 2T1, BR 1T2  dan BR 2T2) (Tabel 1). Inokulan tersebut  dimanfaatkandalam produksi wafer ransum perlakuan yaitu WFc  = Wafer ransum terfermentasi

1,5% cairan rumen dan 0,05% enzim optizyme, WF1  = Wafer ransum

terfermentasi bioinokulan BR 1T1, WF2  = Wafer ransum terfermentasi bioinokulanBR 2T1, WF3 = Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR 1T2  dan WF4  = Wafer

ransum terfermentasi bioinokulan BR 2T2.

Tabel 1. Komposisi Bioinokulan Limbah Rumen dan Rayap yang diproduksiBahan Bioinokulan

Alternatif

Komposisi Bioinokulan

BR 1T1  BR 2T1  BR 1T2  BR 2T2 

Cairan Rumen sapi bali 10,00 20,00 10,00 20,00

Rayap 0,10 0,10 0,20 0,20

Molases 8,99 7,99 8,98 7,98

Urea 0,90 0,80 0,90 0,80

Tepung Tapioka 0,90 0,80 0,90 0,80

Dedak Padi 0,45 0,40 0,45 0,40Kapur 0,22 0,20 0,22 0,20

Garam Dapur 0,22 0,20 0,22 0,20

Pignox 0,18 0,16 0,18 0,16

Dedak padi 0,02 0,02 0,02 0,02

Air Sumur 78,02 69,34 77,93 69,25

Total 100 100 100 100

Kandungan Nutrien dan Mikroba Bioinokulan1 

Protein Terlarut (%) 4,03 4,49 4,39 4,37

Fosfor/P (mg/l) 156,54  160,95 160,96 159,14

Kalsium/Ca (mg/l) 975,00 981,25 975,83 969,17

Belerang/Sulfur/S (mg/l) 244,00 244,33 241,33 246,00

Seng/Zinkum/Zn (mg/l) 7,96  8,00 7,92 8,07

Total Bakteri (x109 

koloni/ml)

11,96

13,27 12,94 14,01

Bakteri Selulolitik (x109 

koloni/ml)

6,33

6,65 6,43 7,00

Bakteri Silanolitik (x109 

koloni/ml)

4,87

6,01 5,56 6,39

 Keterangan:1) Hasil analisis Lab. Analitik UNUD,

2) Hasil Analisis Lab. Biofarmaka, Fakultas

 Farmasi Univerrsitas Hasanuddin, Makassar

Peubah yang diamati adalah: 1) Variabel Produktivitas Ternak meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering dan nutrien ransum

(Bahan Organik/BO, Protein Kasar/PK, Serat Kasar/SK dan Gross Energy/GE),

serta FCR, 2) Variabel Fermentasi Rumen, terdiri terdiri dari pH cairan rumen,konsentrasi VFA Total dan Parsial (Asetat, Propionat, Butirat dan asam lain), dankonsentrasi NNH3  cairan rumen, bahan organik terdegradasi (BOTr) dalamrumen, produksi ATP dalam rumen, jumlah energi untuk produksi VFA, jumlah

energi hilang sebagai metan, jumlah energi hilang sebagai panas, sintesis biomassa mikroba, sintesis protein mikroba dan efisiensi sintesis protein mikroba,

3) Variabel Kecernaan Bahan Kering dan Nutrien Wafer Ransum, meliputi KcBK,KcBO, KcSK, KCPK, Kc.energi, serta 4) Variabel Emisi Polutan, meliputi kadarCH4  dan CO2  cairan rumen serta konsentrasinya tiap unit VFA total, serta

konsentrasi dan produksi NH3 feses dan urine harian.

Page 136: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 136/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 319

Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrien Ransum Basal

Bahan Penyusun Komposisi (%)

Jerami Padi 15,00

Serbuk Gergaji kayu 4,00

Umbi ketela pohon10,00

Dedak Padi 25,00

Bungkil Kelapa 30,00

Molases 5,00

Urea 3,00

Garam dapur 1,50

Kapur/CaCO3 1,35

Lemak Tello 5,00

Pignox 0,15

TOTAL 100,00

Kandungan Nutrien *

Bahan Kering (% Asfed ) 91,07

Bahan Organik (% BK) 85,46Serat Kasar (% BK) 21,79

Protein Kasar (% BK) 14,71

Energi Bruto/GE (kkal/kg) 3222,55

 Keterangan: * Hasil analisis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud

Tabel 3. Teknik Fermentasi Ransum PenelitianWafer

Ransum

Jumlah

ransum

 basal (kg

 Asfed )

Komposisi Larutan Inokulan

Cairan

Rumen

(liter)

Enzim

Optizyme

(kg)

Bioinokulan

aktif (liter)

Air

(liter)

Molases

(liter)

WFc 100 1,5 0,05 - 77 1,5

WF1 100 - - 2,5 lt BR 1T1  76 1,5WF2 100 - - 2,5 lt BR 2T1  76 1,5

WF3 100 - - 2,5 lt BR 1T2  76 1,5

WF4 100 - - 2,5 lt BR 2T2  76 1,5

Tabel 4. Kandungan Nutrien Wafer Ransum Penelitian

NutrienKandungan Nutrien Wafer Ransum

WFc  WF1  WF2  WF3  WF4 

Bahan Kering (%

segar bas is) 84,1102 84,1449 84,3375 83,8565 83,0318

Bahan Organik (%

BK) 85,8946 86,5790 86,3961 86,0740 86,6677

Serat Kasar (% BK) 13,3163 12,5741 12,6264 12,4943 12,4596

Protein Kasar (% BK) 16,0837 16,1644 16,9250 17,1836 17,1393

Energi Bruto/GE

(kkal/kg) 3504,07 3521,65 3687,35 3743,68 3734,04

 Keterangan: Hasil analisis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud

Pertambahan bobot badan ternak ditentukan melalui penimbangan bobot

 badan ternak setiap dua minggu sekali selama penelitian, Konsumsi bahan keringdan nutrien ransum didasarkan pada jumlah konsumsi ransum ( Asfed ) dikalikan

kandungan bahan kering atau nutrien ransum, kecernaan bahan kering dan nutrienransum dihitung berdasarkan persentase selisih jumlah konsumsi nutrien ransumdengan jumlah nutrien yang keluar melalui feses dibagi dengan jumlah konsumsi

Page 137: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 137/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 320

nutrien ransum. Populasi protozoa dihitung menggunakan haemocytometer

dengan pewarna larutan  Methylgreen Formalin Saline/MFS (Ogimoto dan Imai,1981), pH cairan rumen diukur dengan pH meter Hanna Tife HI 9025, Kadar

VFA total dihitung menggunakan metode General Laboratory Procedure (1966),

VFA parsial (Asetat, Propionat dan Butirat) dianalisis menggunakan Standard Addition Technique  dengan HPLC (ICI Organic Acids Column), sedangkan Asam

lemak lain dihitung dari selisih VFA total dengan jumlah konsentrasi asetat, propionat dan butirat. Konsentrasi N-NH3 atau NH3  cairan rumen, feses dan urine

ditentukan dengan metode  Phenolhypochlorite  ( American Society of Limnology,1969), Bahan Organik terdegradasi dalam rumen (BOTr) ditentukan denganmenghitung jumlah bahan organik tercerna dikalikan 0,65 (ARC, 1990).

Sedangkan efisiensi sintesis protein mikroba dihitung berdasarkan produksimikrobial protein tiap 100 g unit bahan organik terdegradasi.

Produksi methan dan Carbondioksida diestimasi berdasarkan produksiVFA parsial (Owen and Goetsch, 1988), yaitu CH4  (mmol) = 0,5 Asetat  –   0,25

Propianat + 0,5 Butirat. Sedangkan CO2  = 0,5 Asetat + 0,25 Propionat + 1,5Butirat. Produksi ATP dalam rumen, jumlah energi untuk produksi VFA, jumlahenergi hilang sebagai metan, jumlah energi hilang sebagai panas, sintesis

 biomassa (BK) mikroba dan sintesis protein mikroba dihitung berdasarkankesetimbangan fermentasi dalam rumen (Owens dan Goetsch, 1988), yaitu :

  Produksi ATP dalam Rumen (mol) = 2,5Asetat + 2,75Propionat + 3,5Butirat

  Energi VFA (Mkal) = 0,2094Asetat + 0,3672Propionat + 0,5243Butirat

  Energi hilang sbg methan (Mkal) = 0,2108 ×  (0,5Asetat+0,5Butirat –  

0,25Propionat)

  Energi hilang sbg panas (Mkal) = 0,0042Asetat + 0,0028Propionat +

0,0188Butirat  Sintesis Biomassa Mikroba (g/h) = 25Asetat + 27,5Propionat + 35Butirat6000 × Prod ATP dalam Rumen

  Sintesis Protein Mikroba (g/h) =

162 × (0,5Asetat + 0,5Propionat + Butirat)

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapathasil yang berbeda nyata (P≤0,05), analisis dilanjutkan dengan uji Beda NyataJujur (BNJ)/ Honestly Significant Difference/ HSD (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produktivitas ternakHasil penelitian menunjukkan, pemberian kelima wafer ransum berbasis

limbah nonkonvensional terfermentasi inokulan konsorsium mikrobamenghasilkan produktivitas ternak sama (P>0,05) (Tabel 5), walaupun secara

kuantitatif pemberian WF3  menghasilkan pertambahan bobot badan harian,konsumsi serat kasar, konsumsi protein kasar dan konsumsi energi yang lebihtinggi masing-masing sebesar 0,54-10,62%, 1,27-9,44%, 1,25-24,62%, dan 1,25-

24,61%. Terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik, pemberian WFcmenghasilkasn tingkat konsumsi secara kuantitatif tertinggi (510,88 g/e/h dan

441,90 g/e/h) yang lebih besar 0,04-1,15% dan 0,53-4,54% dibandingkan dengan

 pemberian wafer ransum lainnya.

Page 138: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 138/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 321

Tabel 5. Pengaruh Biofermentasi Inokulan Konsorsium Mikroba Terhadap

Produktivitas Kambing PE

PeubahPerlakuan

SEM3 WFc WF1  WF2  WF3  WF4 

BB Awal (kg/ekor) 15,67a 15,72a 15,90a 15,93a 16,07a 1,26

BB Akhir (kg/ekor) 18,69a 19,04a 19,03a 19,27a 19,25a 1,29PBBH (gram/hari) 60,37a   66,42a  62,68a  66,78a  63,64a  5,63

Konsumsi BK (g/h) 510,88a 505,80a 507,96a 510,67a 505,07a 49,52

Konsumsi BO (g/h) 441,90a 437,91a 438,86a 439,56a 422,72a 53,45

Konsumsi SK (g/h) 61,74a 61,86a 62,07a 67,57a 66,72a 6,45

Konsumsi PK (g/h) 74,57a 79,53a 83,21a 92,93a 91,78a 8,08Konsumsi GE

(kkal/h)1624,67a 1732,58a 1812,75a 2024,64a 1999,57a 175,99

FCR 8,36a 7,67a 8,20a 7,68a 8,10a 0,63

 Keterangan:1 ) WFc = Wafer ransum terfermentasi cairan rumen dan enzim optizime, WF 1 yaitu

Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 1 , WF 2  yaitu Wafer ransum

terfermentasi bioinokulan BR2T 1 , WF 3  yaitu Wafer ransum terfermentasi

bioinokulan BR1T 2 , dan WF 4 yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR2T 2;2 ) 

 Hurup yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

(P>0.05), 3) SEM = Standard Error of the Treatment Means

Dihasilkannya produktivitas yang sama menunjukkan semua inokulankonsorsium mikroba mempunyai kualitas baik yang ditunjukkan terjadinya

 peningkatan kandungan protein dan energi serta penurunan kadar serat kasarwafer ransum terfermentasi yang dihasilkan dibandingkan dengan kualitas ransum

 basal (Tabel 2 dan 4). Hal ini cukup logis mengingat bioinokulan konsorsium

mikroba yang diproduksi dari limbah rumen sapi bali dan rayap mempunyaikandungan nutrien dan mikroba yang cukup tinggi (Tabel 1), sedangkan inokulan

R 15E5  merupakan inokulan terbaik hasil penelitian hibah bersaing I dan II (2009-2010). Sehingga semua inokulan tersebut mampu menjadi fermentor yang baik

untuk ransum berbasis limbah nonkonvensional. Disamping itu pada dasarnya

semua inokulan mengandung konsorsium mikroba dengan berbagai enzim pendegradasi serat, dimana limbah isi rumen sapi bali maupun rayap merupakan

sumber konsorsium mikroba dengan populasi bakteri, fungi, maupun protozoayang tinggi serta kaya berbagai enzim pendegradasi serat, sedangkan enzimoptyzime merupakan enzim kompleks yang mengandung  selulase, hemiselulase,

amylase, protease, dan  pektinase  (Guntoro,  Pers.Comm), sehingga inokulan yangdihasilkan kaya nutrien available, mikroba serta enzim pendegradasi serat pakan.

Secara kuantitatif, pemanfaatan bioinokulan konsorsium mikroba yangdiproduksi dari limbah rumen sapi bali dan rayap (BR 1T1, BR 2T1, BR 1T2  dan

BR 2T2) menghasilkan pertambahan bobot badan harian lebih tinggi 3,82-10,61%dan dengan FCR lebih rendah 2,00-8,35% dibandingkan dengan pemanfaatan“R 15E5”  inokulan limbah cairan rumen dan enzim optizime pada saat konsumsi

 bahan kering dan bahan organik secara kuantitatif lebih rendah 0,04-1,14% dan0,69-4,34% (Tabel 5). Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kandungan rayap

 pada bioinokulan alternatif yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas

enzim khususnya CMCase (endo β -D-1.4-glukanase), dimana diketahui rayapmempunyai aktivitas CMCase  yang tinggi yaitu 0,6961-0,7638 U/mg atau 7,11-

33,95 kali lebih besar dibandingkan dengan aktivitas CMCase  cairan rumenkerbau, bahkan 19,39-35,69 kali lebih besar daripada aktivitas enzim cairanrumen sapi (Prabowo et al ., 2007). Disamping itu kombinasi rayap dan cairan

rumen disinyalir meningkatkan kemampuan bioinokulan dalam mendegradasi

Page 139: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 139/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 322

serat pakan, karena produk hasil degradasi CMC-ase  (sebagian besar dihasilkan

mikroba rayap) dapat dilanjutkan untuk didegradasi oleh enzim eksoglukanase maupun  β -glukosidase (banyak dihasilkan mikroba cairan rumen) (Prabowo, et

al ., 2007; Tresnawati Purwadaria et al ., 2003;2004), sehingga meningkatkan

keseimbangan aktivitas kompleks enzim selulase (Beauchemin et al ., 2003 dalamPrabowo et al ., 2007). 

Fermentasi Rumen

Terhadap proses fermentasi rumen, penggunaan bioinokulan yangdiproduksi dari kombinasi 10% cairan rumen dan 0,2% rayap (BR 1T2) sebagaifermentor dalam produksi wafer silase ransum berbasis limbah nonkonvensional

mengakibatkan penurunan (P<0,05) populasi protozoa sebesar 38,37%,meningkatkan (P<0,05) produksi VFA total (78,67%), asam asetat (88,69%)

 produksi ATP dalam rumen (83,67%) dan sintesis bahan kering mikroba rumensebesar 83,59%, sedangkan terhadap derajat keasaman rumen (pH), produksi N-

 NH3, asam propionat, asam butirat, jumlah bahan organik terdegradasi dalamrumen, energi untuk produksi VFA, enegi yang hilang untuk produksi methan,enegi panas, sintesis protein mikroba maupun efisiensinya belum secara nyata

(P>0,05) menghasilkan nilai yang berbeda dibandingkan inokulan kombinasicairan rumen dan enzim optizime (R 15E5) (Tabel 6). Hasil penelitian jugamenunjukkan penggunaan bioinokulan lain (BR 1T1, BR 2T1  dan BR 2T2) secara

kuantitatif juga menurunkan populasi protozoa, meningkatkan VFA total, asamasetat, produksi ATP dalam rumen dan sintesis biomassa mikroba, walaupun

 belum menunjukkan nilai berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan penggunaan inokulan R 15E5 (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Biofermentasi Inokulan Konsorsium Mikroba TerhadapFermentasi Rumen Kambing PE

PeubahPerlakuan

SEM3 WFc WF1  WF2  WF3  WF4 

Protozoa (x10 ) 6,62b  5,00ab  5,00ab  4,08a  4,31a  0,44

Ph 6,74a 6,84a 6,81a 7,00a 6,68a 0,17

 N-NH3 (m.Mol) 20,03a 19,22a 18,50a 19,51a 20,41a 2,18

VFA Total (m.Mol) 81,50a 122,91ab 128,26ab 145,62b 134,94ab 12,33VFA Parsial

-  Asetat (mM) 42,36a 67,75ab 68,58a 79,93b 71,03ab 6,47

-  Prop ionat (mM) 22,89a 34,42a 36,81a 42,26a 38,07a 5,48

-  Butirat (mM) 9,65a 14,42a 16,28a 15,97a 13,94a 2,41

-  As. Lemak lain (mM) 6,60a 6,33a 6,58a 7,46a 11,89a 1,70

BO Terdegradasi (g) 187,78a 201,93a 201,03a 225,00a 218,61a 34,94Prod. ATP di Rumen

(mM)

202,61a 314,48ab 329,68ab

371,96b 331,07ab30,57

Energi u. Prod. VFA

(Mkal)

22,33a 34,38a 36,42a

40,63a 36,16a3,56

Energi Methan (Mkal) 4,50a 6,85a 7,00a 7,88a 6,95a 0,85

Energi Panas (Mkal) 0,42a 0,65a 0,70a 0,75a 0,67 0,07

Sintesis BK Mikroba (g) 2026,07a 3144,81ab 3296,83ab 3719,57b 3310,66ab 305,71

SPM (g) 177,56a 177,80a 177,19a 178,94a 179,09a 1,64

eSPM (g/100 g BOTr.) 108,27a 88,75a 89,07a 80,29a 94,01aa 20,02

 Keterangan: 1 ) WFc = Wafer ransum terfermentasi cairan rumen dan enzim optizime, WF 1  yaitu Wafer

ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 1 , WF 2 yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan

 BR2T 1 , WF 3  yaitu Wafer ransum terfermentasi bioinokulan BR1T 2 , dan WF 4  yaitu Waferransum terfermentasi bioinokulan BR2T 2;

2 )   Hurup yang sama pada baris yang sama

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05), 3) SEM = Standard Error of theTreatment Means

Page 140: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 140/168

Page 141: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 141/168

Page 142: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 142/168

Page 143: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 143/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 326

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian wafer

ransum terfermentasi kelima inokulan konsorsium mikroba menghasilkan

 produktivitas, kecernaan bahan kering dan nutrien ransum dan emisi polutan yangsama, sedangkan pemanfaatan bioinokulan BR 1T2  menghasilkan VFA total, Asam

Asetat, produksi ATP di rumen dan sintesis biomassa mikroba tertinggidibandingkan dengan bioinokulan lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dibiayai DP2MDikti melalui Program Hibah Bersaing III (2011). Ucapan terima kasih kami

sampaikan kepada DP2M Dikti, Rektor Universitas Udayana, LPPM Unud, DekanFakultas Peternakan Unud, Dekan Fakultas Peternakan Unhas, Kepala Lab. serta

staf analis laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biofarmaka FakultasFarmasi Unhas, Kepala Lab dan analis Lab. Nutrisi Ternak Fapet Unud atassegala bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. ICI Organic Acids Column. Instruction Manual. ICI AustraliaOperations Pty Ltd. Scientific Instruments Division

Anonymous. Pedoman Kerja (Edisi Indonesia). Biocon Diagnostik. QualityDiagnostics Manufactured in Germany. PT. Biocon Indonesia, Jakarta Selatan

Association of Official Analytical Chemist (A.O.A.C.). 1980. Official Method of

Analysis. 13th Ed., Washington, DC.Bratasida. 2002. Sustainable human settlements CSD12, Navy, New York

Hegarty, R. 2001. Green House Gas Emission From The Australian LivestockSector. What Do We Know, What Can We Do. Australian Green HouseOffice, Canberra ACT. ISBN: 1 876536 69 1. [cited 2007 Decembre 24].

Available from: URL: http://www.greenhouse.gov.au/agriculture/publications/pubs/ methane_emissions.pdf

Howard R. L., Abotsi E., J. V. Rensburg E. L., and Howard S. 2003.Lignocellulose Biotechnology; Issues of Bioconversion and EnzymeProduction. Review. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (12); 602-619

International Atomic Energy Agency/IAEA. 1997. Estimation of RumenMicrobial Protein Production From Purine Derivatives in Urine. A laboratory

Manual for The FAO/IAEA Co-ordinated Research Programme onDevelopment, Standardization and Validation of Nuclear Based Technologiesfor Measuring Microbial Protein Supply in Ruminant Livestock for

Improving Productivity. IAEA-TECDOC-945.Vienna, AustriaKamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial

Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007Decembre 20]. Available from: URL:http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf

Mudita, I M.. 2008. Suplementasi Multi Vitamin-Mineral dalam Ransum Komplit

Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea untuk Meningkatkan Efisiensi Sintesis

Page 144: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 144/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 327

Protein Mikroba Rumen Sapi Bali Penggemukan. Tesis Program Studi Ilmu

Peternakan, Program Pascasarjana Universitas Udayana, DenpasarMudita, I M., I G. L.O. Cakra, A.A.P.P.Wibawa, N.W.Siti. 2009. Penggunaan

Cairan Rumen sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta

Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan BerbasisLimbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan

Udayana. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, DenpasarMudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010 a. Penurunan

Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum BerbasisLimbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar

 Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

ISBN: 978-979-25-9571-0Mudita, I M., A.A.P.P.Wibawa, I W.Wirawan, N.W.Siti, and I G.L.O.

Cakra.2011. Improving the Nutritive Value of Total Mixed Ration Based onBy-Products Fermented by Rumen Liquor and Enzyme. Indonesian Journal of

 Nutrition & Feed Science Vol. 2 (1); 20-25.Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, I G.L. O. Cakra and N. W. Siti.

2011. Optimising Rumen Function of Bali Cattle Fed Ration Based on

Agriculture By-Products with Supplementation of Multivitamin-Minerals.Proceedings 3nd International Conference on Biosciences and Biotechnology.278-286

Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P.Wibawa, dan I G. N. Kayana 2012.Penggunaan cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif

serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitifdan Sustainable. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. UniversitasUdayana, Denpasar.

Owens, F.N. dan A.L. Goetsch. 1988. Ruminal Fermentation. In D.C. Church Ed.The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. A. Reston Book.

Prentice Hall, Eglewood Cliffs, New Jersey.Pathma, J. and N. Sakthivel. 2012. Microbial Diversity of Vermicompost bacteria

that Exhibit Useful Agricultural Traits and Waste Management

Potential.SpringerPlus.Vol.1(26);1-19Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002.

Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose andLignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56

Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi

Mikrobia Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah danCairan Rumen Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007

Putri, T.I., T.G.B.Yadnya, I M. Mudita, B.R. T. Putri., 2009. Biofermentasiransum berbasis bahan lokal asal limbah inkonvensional dalam

 pengembangan usaha peternakan sapi Bali kompetitif dan sustainable.

Laporan Penelitian Tahun Pertama Hibah Kompetitif Penelitian SesuaiPrioritas Nasional Batch IV. Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Sarkar, P., M. Meghvanshi and rajni Singh. 2011. Microbial Consortium; A NewApproach in Effective Degradation of Organic Kitchen Waste. InternationalJournal of Environmenmtal Science and development. Vol. 2 No. 3; 170-174

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi

Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Page 145: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 145/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 328

Theodorou, M.K., and J. France. 1993. Rumen Microorganisms and Their

Interaction. In;Quantitative Aspests of Ruminant Digestion andMetabolism.Edited by; J.M. Forbes and J. France. Pages; 145-163. C-A-B

International. United Kingdom at The University Press, Cambridge.

Tresnawati Purwadaria, Pesta A. Marbun, Arnold P. Sinurat Dan P. Ketaren.2003a. Perbandingan Aktivitas Enzim Selulase Dari Bakteri Dan Kapang

Hasil Isolasi Dari Rayap. JITV Vol. 8 No. 4 Th 2003:213-219Tresnawati Purwadaria, T., Pius P. Ketaren, Arnold P. Sinurat, and Irawan

Sutikno. 2003b. Identification and Evaluation of Fiber Hydrolytic Enzymes inThe Extract of Termites (Glyptotermes montanus) for Poultry FeedApplication. Indonesian Journal of Agricultural Sciences 4(2) 2003; 40-47

Tresnawati Purwadaria, T., Puji Ardiningsip, Pius P. Ketaren dan Arnold P.Sinurat. 2004. Isolasi dan Penapisan Bakteri Xilanolitik Mesofil dari Rayap.

Jurnal Mikrobiologi Indonesia, Vol. 9, No. 2.September 2004, hlm. 59-62Van Glyswyk, N.O. 1995. Factors Limiting Proliferation of Desirable Groups of

 bacteria in The Rumen of Animals Fed Poor Quality Feeds of High FibreContent. In; Rumen Ecology Research Plannig. Proceeding of Workshop heldat ILRI. Addis Ababa, Ethiopia 13  –  18 March 1995. Edited by;,R. J. Wallace

and A. L. Kassi. The International Livestock Research Institute, Nairobi,Kenya., Addis Ababa, Ethiopia.

Wanapat, M. 2000. Rumen Manipulation to Increase the Efficient Use of Local

Feed Resources and Productivity of Ruminants in the Tropics.  Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13 Supplement July B: 59-67

Wibawa, A.A. A. P. P., I M. Mudita, I W. Wirawan. I G. L. O. Cakra. 2009-2010.Aplikasi Teknologi Suplementasi dan Biofermentasi dalam Wafer RansumKomplit Berbasis Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan

Kambing Sustainable dengan Emisi Polutan Rendah. Laporan PenelitianHibah Bersaing I dan II Universitas Udayana, Denpasar

Wongwilaiwalin, S., U. Rattanachomsri, T. Laothanachareon, L. Eurwilaichirt, Y.Igarashi, V. Champreda. 2010. Analysis of a thermophilic lignocellulosedegrading microbial consortium and multi-species lignocellulolytic enzyme

system. Enzyme and Microbial Technology Journal 47; 283-290.

Page 146: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 146/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 329

PENGARUH  PEMBERIAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT

MENGANDUNG UREA-KAPUR   DAN  UBI KAYU  TERHADAP 

PENAMPILAN  KAMBING PE 

I G. Mahardika*; N.S. Dharmawan**; K. Budaarsa*I G.L.O. Cakra* , I P. Ariastawa* dan Indra Arimahayana*

*Fakultas Peternakan Universitas Udayana

**Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian hijauandan konsentrat yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu terhadap produktivitaskambing. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan

dan 4 ulangan. Ke empat perlakuan yang dicobakan adalah Perlakuan A: ransumdengan 75% konsentrat (mengandung 4% urea, 2% kapur dan 50% ubikayu) dan

25% hijauan (40% gamal dan 60% rumput raja), perlakuan B: rasnsum yangterdiri 60% konsentrat 40% hijauan, perlakuan C: ransum dengan 45% konsentratdan 55% hijauan dan perlakuan D: ransum dengan 30% konsentrat dan 70%

hijauan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa produktivitas kambing yangmendapat ransum dengan level konsentrat 45% sampai 75% tidak berbeda

sedangkan yang mendapat ransum dengan level konsentrat 30% lebih rendah.Ransum yang memebrikan nilai ekonomi tertinggi adalah ransum yangmengandung konsentrat antara 45% sampai 60%.

 Kata kunci:Produktivitas, kambing, urea, kapur, ubi kayu.

EFFECT OF FORAGE AND CONCENTRATE FEED CONTAININGUREA-LIME AND CASSAVA MEAL ON PRODUCTIVITY OF GOATS

I G. Mahardika*; N.S. Dharmawan**, K. Budaarsa*

I G.L.O. Cakra*, I P. Ariastawa* and Indra Arimahayana

*Faculty of Animal Husbandry, Udayana University

** Faculty of Veterinary Science, Udayana University

ABSTARCT

The experiment was conducted to study the effect of forage and

concentrate feed containing urea-lime and cassava meal on productivity of goat.

Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatments and 4 replicates wereused in this experiment. Treatment A: ration with 75% concentrate (4% urea 2%

lime and 50% cassava meal) and 25% forage (40% gliricidia leaf and 60% kinggrass), treatment B: ration with 60% concentrate and 40% forage, treatment C:

ration with 45% concentrate and 55% forage and treatment D: ration with 30%concentrate and 70% forage. Results of this experiment showed productivity ofgoat feed 45% to 75% higher than feed 30% concentrate. Ration with 45-60%

concentrate gives higher economic value. Key words: Productivity, goats, urea, lime, cassava meal

Page 147: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 147/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 330

PENDAHULUAN

Suplementasi urea dapat digunakan sebagai sumber amonia (nitrogen),

tetapi urea sangat cepat melepas nitrogen (N) dalam rumen, dan dapat

memproduksi amonia dengan cepat sehingga bila dosisnya berlebihan akanmenyebabkan keracunan bahkan dapat menyebabkan kematian ternak (Stanton

dan Whittier, 2006). Huntington et al . (2006) melaporkan bahwa urea dihidrolisisdengan cepat dalam rumen dan puncak produksi amonianya dicapai pada 1 jam

setelah pemberian urea. Taknik untuk memperlambat pelepasan amonia darihidrolisis urea di rumen dipandang lebih efisien, dan aman karena dapatmencegah keracunan amonia (Galo et al ., 2003).

Penggunakan urea dalam ransum perlu disertai dengan penggunaansumber energi (sumber karbohidrat) yang mudah larut/tersedia di dalam rumen,

karena untuk mensintesa protein mikroba yang optimal diperlukan keseimbanganantara energi (VFA) dan nitrogen dalam bentuk N-NH3. Bahan makanan sebagai

sumber karbohidrat yang sudah umum digunakan adalah molasis, namun bahanini harganya tinggi dan keberadaannya tidak tersebar diseluruh Indonesia, olehkarena itu perlu dicarikan sumber karbohidrat alternatif lainnya seperti ubi kayu.

Ubi kayu mengandung energi yang tinggi (85% BK) tetapi rendah kandungan proteinnya (Kyotong dan Wanafat, 2004; Wanafat dan Khampa, 2007).Disamping itu ubi kayu mengandung karbohidrat lebih tinggi dibandingkan

dengan jagung (Somart et al ., 2000; Chanjula et al.,  2003). Hasil penelitianChanjula et al.,  (2004) menunjukkan bahwa sinkronisasi penggunaan urea dengan

 pati yang berasal dari ubi kayu atau jagung dalam ransum sapi perah memberikanrespon yang tidak berbeda terhadap penampilan produksi sapi perah. SebelumnyaGerparcio et al.,  (1979) mendapatkan kandungan pati ubi kayu (48,49%) lebih

tinggi dari kandungan pati jagung (45,35%). Disisi lain harga ubi kayu lebihmurah dibandingkan dengan jagung. Dari fenomena ini dapat menunjukkan

 bahwa ubi kayu dapat dijadikan sumber energi yang potensial sebagai pakankambing. Namun imbangan yang optimal antara urea-kapur sebagai  slow releaseurea (SRU ) dan ubi kayu dalam ransum kambing Peranakan Etawah (PE) belum

ada informasinya. Penelitian pendahuluan kami mendapatkan bahwa penggunaanurea 5% dan 2% kapur dalam konsentrat yang disertai dengan penggunaan 50%

ubi kayu memberikan kinerja rumen yang terbaik. Berdasarkan atas hasil tersebut perlu dicoba berapa imbangan hijauan dan konsentrat tersebut di dalam ransumagar memberikan penampilan ternak yang terbaik dan efisiensi penggunaan pakan

yang tertinggi. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untukmengetahui produktivitas kambing yang diberikan pakan konsentrat mengandung

urea-kapur dan ubi kayu.Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain: 1)

sebagai dasar penyusunan ransum ternak kambing dengan menggunakan limbah

 pertanian yang disuplementasi dengan urea-kapur dan ubi kayu. 2) Penerapanhasil penelitian ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan

meningkatkan produktivitas ternak, 3) meningkatkan pendapatan peternakkambing karena menggunakan pakan yang efisien serta menghasilkan ternakdengan produksi yang baik.

Page 148: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 148/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 331

MATERI DAN METODE

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 ekor kambing

Peranakan Etawa (PE) jantan, dengan kisaran berat badan awal 25 kg. Kambing

tersebut ditempatkan sacara acak dalam kandang individu dengan kapasitas satuekor per kandang dan diberikan pakan sesuai dengan rancangan percobaan yang

digunakan.Ransum yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari imbangan antara

hijauan (40% gamal dan 60% rumput raja) dengan konsentrat yang mengandungurea-kapur dan ubikayu. Ransum disusun disesuaikan dengan standar kebutuhankambing berat 25 Kg. dengan pertambahan berat badan 75g per hari (Kearl 1982)

dengan protein kasar 11% dan total digestible nutrien 72%.Penelitian menggunakan rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

ulangan dan 4 Perlakuan. Adapuan keempat perlakuan yang dicobakan adalah:Perlakuan A: Ransum yang terdiri dari 25% hijauan dan 75% konsentrat.

Perlakuan B: Ransum yang terdiri dari 40% hijauan dan 60% konsentrat.Perlakuan C: Ransum yang terdiri dari 55% hijauan dan 45% konsentrat.Perlakuan D: Ransum yang terdiri dari 70% hijauan dan 30% konsentrat.

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan ternak, konsumsi pakan dankonsumsi nutrien, pH rumen, NH3, VFA  total, asam asetat, asam propionat, asam

 butirat, gas methan, efisiensi dan sintesis protein mikroba, populasi protozoa. Disamping itu dihitung juga kecernaan bahan kering, bahan organik, protein, kadar

urea darah, Sintesis Protein Mikroba (SPM), serta Neraca protein dan energi.Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil

yang berbeda nyata (P< 0,05), analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari

Duncan (Steel dan Torrie, 1986).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampilan ternak

Berat badan akhir kambing yang mendapat ransum yang terdiri dari 75%konsentrat dan 25% hijauan (perlakuan A) adalah: 36,65 kg, sedangkan berat

 badan kambing yang mendapat perlakuan B, C dan D berturut-turut adalah: 36,20kg; 35,15 kg dan 32, 75 kg. Berat badan akhir kambing pada perlakuan D nyatalebih rendah dari perlakuan A, B dan C (P<0,05). Lebih rendahnya berat badan

kambing pada perlakuan D tersebut disebabkan karena kambing pada perlakuan Dmengkonsumsi nutrien (energi, protein) yang lebih rendah dari peerlakuan

lainnya. Bila dihitung kenaikan berat badan selama 16 minggu maka diperolehkenaikan berat badan (PBB) kambing pada perlakuan A adalah: 112,50 g/h,sedangkan pada perlakuan B. 0,79% lebih tinggi dan pada perlakuan C 6,75%

lebih rendah dari perlakuan A, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).Kanaikan berat badan kambing pada perlakuan D nyata 31,74% lebih rendah dari

 perlakuan A (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yangmengandung 45-75% konsentrat yang dikombinasikan dengan hijauan yang terdiridari 40% gamal dan 60% rumput raja memberikan pertumbuhan yang tidak

 berbeda, sedangkan bila konsentratnya dibawah 45%, maka pertumbuhan

kambing menjadi nyata lebih rendah.

Page 149: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 149/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 332

Konsumsi ransum kambing yang mendapat perlakuan A adalah: 980,94

g/h, sedangkan konsumsi ransum pada perlakuan B, C dan D tidak berbedadengan perlakuan A (P>0,05). Dengan konsumsi ransum yang tidak berbeda

tersebut akan menyebabkan kambing mendapatkan nutrien dengan jumlah

 berbeda karena ransum pada perlakuan A mengandung konsentrat yang lebihtinggi. Hal ini menyebabkan kenaikan berat badan kambing yang mendapat

konsentrat yang lebih banyak adalah lebih tinggi. Akibatnya adalah FCR kambing pada perlakuan D paling tinggi.

Tabel 1. Penampilan Kambing yang mendapat pakan yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu

Variabel Perlakuan1)

 

A B C D

Berat badan awal (kg) 24.05a 23.50a 23.40a 24.16a2)

 

Berat badan akhir (kg) 36.1a 36.19a 35.15a 32.76b

Kenaikan berat badan (g/h) 112,5a 113,39a 104.91a 76,79b

Konsumsi BK (g/h) 980.94a 984,41a 970,82a 960,32a

FCR 8,72a 8,68a 9,25a 12,51bKeterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan

 B: Kam bing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauanC: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan

 D: Kam bing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan

2). Nilai yang diikuti oleh superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)

Rendahnya pertumbuhan kambing pada perlakuan D disebabkan karena penggunaan konsentrat yang terlalu rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan

akan nutrien untuk pertumbuhan. Di samping itu rendahnya pasokan nutrien jugaakan berpengaruh terhadap proses pencernaan di dalam rumen. Hal ini terlihat

dari sintesis protein mikroba (SPM) pada perlakuan D paling rendah yaitu 65,42

g/h, sedangkan pada perlakuan A, B, dan C adalah: 76,85; 72,72 dan 67,62 g/h.

Kecernaan PakanPengukuran secara in-vivo terhadap kecernaan bahan kering ransum dan

kecernaan protein pakan mendapatkan bahwa kecernaan bahan kering ransum

 pada perlakuan A adalah: 71,76% (Tabel 2), sedangkan kecernaan bahan kering pada perlakuan B dan C tidak berbeda dengan perlakuan A (P>0,05), tetapi

kecernaan bahan kering ransum perlakuan D nyata lebih rendah dari perlakuan A(P<0,05). Kecernaan protein semua ransum percobaan tidak berbeda nyata

(P>0,05).

Tabel 2. Kecernaan ransum yang mengandung urea-kapur dan ubi kayu pada

kambingVariabel Perlakuan

1) 

A B C D

Kecernaan Bahan Kering (%) 71,76a 73,05a 70,16a 68,06a2)

 

Kecernaan Protein (%) 78,62a 78,80a 76,72a 75,00a

Sintes is Protein Mikroba (g/h) 76,85a 72,72a 67,62b 65,42bKeterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan

 B: Kam bing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauan

C: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan D: Kam bing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan

2). Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)

Page 150: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 150/168

Page 151: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 151/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 334

diretensi, maka pertumbuhan ternak lebih baik.

Tabel 3. Keseimbangan Energi dan Protein pada kambing yang mendapatkan

ransum mengandung urea-kapur dan ubi kayu.

Variabel  PerlakuanA  B  C  D 

Energi tercerna/DE (k.kal/h)  2876a  2823a  2816a  2726a  Retensi Energi (k.kal/h)  326,1a  328,2a  304,8a  224,2b Konsumsi protein (g/h)  203,80a  194,551a  181,95ab  170,22b Protein tercerna (g/h)  160,20a  153,30a  139,60ab  127,70b Retensi protein (g/h)  21,72a  21,91a  20,24a  14,77b Keterangan:1). A: Kambing yang mendapat ransum 75% konsentrat dan 25% hijauan

 B: Kambing yang mendapat ransum 60% konsentrat dan 40% hijauan

C: Kambing yang mendapat ransum 45% konsentrat dan 55% hijauan

 D: Kambing yang mendapat ransum 30% konsentrat dan 70% hijauan

2). Nilai yang diikuti oleh superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05)

Aspek EkonomiHarga ransum yang terdiri dari 75% konsentrat dan 25% hijauan

(perlakuan A) adalah Rp. 3.078, sedangkan harga ransum pada perlakuan B; Cdan D berturut-turut adalah: Rp. 2.742; Rp. 2.407 dan Rp. 2.071. Kaikan berat

 badan kambing yang mendapat perlakuan A, B, C dan D berturut-turut: 112,50g/h, 113,39g/h, 104,91 g/h dan 76,79 g/h. Bila dihitung biaya pakan untukkenaikan 1 kg berat badan (PBB), maka pada perlakuan A adalah Rp. 26.842/kg

PBB, sedngakan ransum pada perlakuan B, C dan D berturut-turut Rp. 23.811/kgPBB, Rp. 22.274/kg PBB dan Rp. 25.905/kg PBB. Dilihat dari aspek ini maka

ransum pada perlakuan B (60% konsentrat dan 40% hijauan) serta ransum pada perlakuan C (45% konsentrat dan 55% hijauan) memberikan nilai ekonomitertinggi karena memerlukan biaya pakan paling murah untuk mendapatkan

kenaikan berat badan. Hubungan antara level konsentrat dengan biaya yangdibutuhkan untuk menaikan 1 kg kenaikan berat badan mengikuti persamaan Y =

41506 –  748,25 X + 7,40 X2  (R 2 = 0,95) (Gambar 1).

Gambar 1. Hubungan antara level konsentrat dengan biaya pakan untuk

menaikan 1 kg berat badan

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

0 10 20 30 40 50 60 70 80   B   i   a   y   a   p   a    k   a   n    /   P   B   B   B    (   R   p    /   1    k   g   P   B   B    )

Level konsentrat (%)

Page 152: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 152/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 335

Kurva Gambar 1. mengindikasikan bahwa pada level konsentrat yang

terlalu rendah meskipun biaya pakannya rendah akan menyebabkan kenaikan berat badan yang rendah sehingga tidaf efisien. Demikian juga dengan

 penggunaan konsentrat yang terlalu tinggi menyebabkan biaya pakan yang tinggi,

walaupun pertumbuhannya terbaik. Bila dilihat dari kurva tersebut, levelkonsentrat yang paling efisien antara 45% sampai dengan 60% atau pada rata-rata

 penggunaan konsentrat 50%. 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:

1.  Produktivitas kambing yang mendapat pakan yang mengandungkonsentrat yang mengandung ure-kapur dan ubi kayu di atas 45% lebih

 baik dibandingkan dengan kambing yang mendapat pakan dengankonsentrat kurang dari 45%, sedangkan produktivitas kambing yang

mendapat pakan yang mengandung konsentrat antara 45% sampai 70%tidak ada perbedaan.

2.  Level konsentrat (mengandung urea-kapur dan ubi kayu) 45% sampai 60%

dan hijauan 40% sampai 55% memberikan nilai ekonomi yang terbaik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat, Dikti atas pendanaan yang diberikan. Terimakasihkepada Rektor Universitas Udayana dan Ketua Lembaga Penelitian danPengabdian Masyarakat yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.

Kepada Andi Udin Saransi (analisis) di Laboratorium Nutrisi Ternak Fakultasserta Yogi dan Putri (mahasiswa S2 Program Pascasarjana Unud) terimakasih atas

segala bantuannya selama penelitian lapangan dan di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Bach, A., S. Calsamiglia, dan M.D. Stern. 2005. Nitrogen Metabolism in TheRumen.  J. Dairy Sci. 88(E.Suppl.): E9-E21. American Dairy Science

Association.Cherdthong, A., M. Wanapat and C. Wachirapakorn 2011. Influence of urea

calcium mixture supplementation on ruminal fermentation characteristics

of beef cattle fed on concentrates containing high levels of cassava chipsand rice straw.

Chiba, L.I. 2009. Animal Nutrition Handbook. Second Revision. URL:http://www.ag.auburn.edu/-chibale/animalnutrition.html diunduh 5Januari

2011. Currier, T.A., D.W. Bohnert, S.J. FALCK, C.S. Schauer and S.J. Bartle. 2004.

Daily and alternate-day supplementation of urea or biuret to ruminants

Consuming low-quality forage: III. Effects on ruminal fermentationcharacteristics in steers.  J. Anim. Sci. 82: 1528 – 1535.

Erwanto, 1995. “Optimalisasi system fermentasi rumen melalui suplementasisulfur, defaunasi, reduksi emisi metan dan stimulasi pertumbuhan mikroba

 pada ternak ruminansia” Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian

Page 153: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 153/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 336

Bogor.

Galo, E., S.M. Emanuele, C.J. Sniffen, J.H. White and JR. Knapp. 2003. Effectsof a polymer-coated urea product on nitrogen metabolism in lactating

Holstein dairy cattle.  J. Dairy Sci. 86: 2154-2162.

Huntington, G.B., D.L. Harmon, N.B. Kristensen, K.C. Hanson and J.W. Spears.2006. Effects of a slowrelease urea source on absorption of ammonia and

endogenous production of urea by cattle. Anim.  Feed Sci. Technol . 130:225-241.

Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section:  Microbial Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2010Decembre 20]. Available from:

URL:http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf.Khampa, S., M. Wanapat, C. Wachorapakorn, N. Nontaso and M. Watiaux ,2005.

Effect of urea level and sodium DL-malte in concentrate containing highcassava chip on ruminal fermentation effeciensy, microbial protein

synthesis in lactating dairy cows raised under tropical condition. Asian- Aust J. anim. Sci., 5: 837-844.

Kiyothong, K. & M. Wanapat. 2004. Growth, hay yield and chemical composition

of cassava and Stylo 184 grown under intercropping. Asian- Aust.J.Anim.Sci.17:799-807.

McDonald, P., R. A. Edwards, dan J. F. D. Greenhalgh. 1988.  Animal Nutrition.

4th Edition. New York : Longman Scientific & Technical.Partama, I.B.G., I G.L.O. Cakra, I W. Matheus, I K. Sutama dan N.G.K. Roni.

2010. Increasing productivity of bali steer through supplementation ofmulti vitamins and minerals in ration based on ammoniation rice straw andagroindustrial by products.  Proceeding Conservation and Improvement of

World Indigenous Cattle. Held by Study Centre for Bali cattle UdayanaUniversity.

Somart, K., Buttery, D.S., Rowlinson, P., and Wannapat, M. (2000). Fermentationcharacteristics and microbial protein

Stanton, T.L. & J. Whittier. 2006. urea and NPN for cattle and sheep.

http://www.ext.colostate.edu/Pubs/Livestk/01608.html. [25-01-2011]Stern, M.D., A. Bach and S. Calsamiglia. 2006. New Consepts in protein

 Nutrition of Ruminants. 21st  Annual Southwest Nutrition & ManagementConference. February 23 –  24. Pp: 45 –  46.

Suryani. 2012. Aktivitas Mikroba Rumen dan Produktivitas Sapi Bali yang

Diberikan Pakan Hijauan dengan Jenis dan Komposisi Berbeda. DisertasiProgram Pascasarjana Universitas Udayana.

Sutardi, T, D. Sastradipradja, E. B. Laconi, Wardana, I G. Permana. 1995.Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia Melalui Amoniasi Pakan seratBermutu rendah , Defaunasi

Wanapat, M. and O. Pimpa. 1999. Effect of ruminal NH3N levels on ruminantfermentation, purine derivatives, digestibility and rice straw intake in

swamp buffaloes. Asian Aust. J. Anim. Sci. 12: 904-907.Wanapat, M. & S. Khampa. 2007. Effect of levels of supplementation of

concentrate containing high levels of cassava chip on rumen ecology,

microbial N supply and digestibility of nutrients in beef cattle.  Asian-

 Aust.J.Anim.Sci. 20:75-81.

Page 154: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 154/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 337

EKSPLORASI HIJUAN PAKAN BABI DAN CARA PENGGUNAANNYA

PADA PETERNAKAN BABI TRADISONAL DI PROVINSI BALI

K. Budaarsa, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. Astawa

Email:  [email protected] HP. 08123629838Fakultas Peternakan Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hijauan yang

diberikan sebagai pakan ternak babi dan cara penggunaannya di propinsi Bali.Penelitian dilakukan dengan metode survei di seluruh kabupaten dan kota di Bali.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik  stratified random sampling , dengan pengelompokan atas dataran rendah dan dataran tinggi di masing-masingkabupaten dan kota. Pada masing-masing kelompok di ambil 2 orang peternak

 babi tradisional, sehingga ada 4 peternak yang diwawancarai di masing-masingkabupaten dan kota atau 32 peternak di seluruh Bali. Hasil survei menunjukkan

 bahwa ada perbedaan hijauan yang diberikan oleh peternak di dataran rendah dandataran tinggi. Jenis hijauan yang diberikan di dataran rendah antara lain: batang

 pisang ( Musa paradisiaceae), kangkung ( Ipomaea aquatica), biah-biah

( Limnocharis flava), dan eceng gondok ( Eichornia crassipes). Sedamgkan didataran tinggi antara lain: batang pisang ( Musa paradisiaceae), ketela rambat

( Ipomaea batatas), daunt alas (Colocasia esculenta) daun lamtoro ( Leucaenaleucocephala) dan dag-dagse ( Pisonia alba). Batang pisang dominan (95 %)diberikan di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Pemberian hijauan ada

dengan cara direbus ada yang diberikan dalam bentuk segar. Kesimpulan dari

 penelitian ini adalah terdapat keragaman jenis hijauan pakan babi dan cara pemberiannya antara di dataran rendah dengan dataran tinggi di Bali. Batang pisang merupakan hijauan yang paling banyak digunakan untuk pakan babi pada peternakan babi tradisional, baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi.

 Kata kunci: eksplorasi, hijauan dan peternakan babi tradisional

FORAGES EXPLORATION AND HOW TO USE ON TRADITIONALPIG FARM IN BALI PROVINCE

K. Budaarsa, N. Tirta. A, K. Mangku Budiasa dan P.A. AstawaEmail:  [email protected] HP. 08123629838

Faculty of Animal Husbandry Udayana University

ABSTRACT

This study aims to determine the types of forages fed to pigs and how touse them on traditional pig farm in the province of Bali. The research wasconducted using a survey in all districts and cities in Bali. Sampling was done by

stratified random sampling technique, by grouping the lowlands and highlands. Ineach of the 2 groups in the capture of traditional pig farmers, so there are four

farmers interviewed in each city or district and 32 farmers across Bali. The surveyresults indicate that there are differences in forage given by farmers in highlandsand lowlands. Given type of forage in the lowlands include: banana stem ( Musa

Page 155: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 155/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 338

 paradisiaceae), kale ( Ipomaea aquatica), “ biah-biah”  ( Limnocharis flava), and

water hyacinth ( Eichornia crassipes). In the highlands include: banana stem( Musa paradisiaceae), sweet potatoes ( Ipomaea batatas), taro leaf (Colocasia

esculenta) lamtoro leaf ( Leucaena leucocephala) and “dag-dagse”  ( Pisonia alba).

Banana stem dominant (95%) given in the lowlands and in the highlands. Givingforage there by boiling was provided in the form of fresh. The conclusion from

this study is that there is diversity of forage species and ways of administrationamong pigs in lowland plateau in Bali. Banana stem is the most widely used

forage to feed pigs on traditional pig farms, both lowland and highland. Keywords: exploration, forage and traditional pig farm

PENDAHULUAN

Peternakan babi di Bali masih menempati posisi penting bagi masyarakat pedesaan. Babi adalah salah satu komoditas ternak yang telah dipelihara sejak

lama oleh masyarakat. Usaha peternakan babi di Bali sebagian besar merupakan peternakan tradisional yang memelihara babi dua atau tuga ekor di masing-masingrumah tangga. Namun demikian, sudah banyak juga terdapat usaha peternakan

yang semi intensif dan bahkan modern dengan jumlah ternak piaraan lebih dari100 ekor.

Peternak tradisional di pedesaan masih banyak yang memilih babi bali

untuk dipelihara, namun sudah banyak juga yang memelihara babi ras,diantaranya babi landrace, duroc, large wight, dan yang lainnya. Babi bali di Bali

memiliki status sosial-budaya yang sangat penting sekali. Untuk kegiatan upacaradan bahan upakara banyak mempergunakan daging babi. Selain untuk memenuhikebutuhan untuk upacara agama, daging babi juga digunakan dalam berbagai

aktivitas sosial. Babi Bali sangat cocok dipelihara oleh para ibu rumah tangga diBali sebagai celengan atau ”tatakan banyu”, karena dengan pemberian pakan

seadanya dan pemanfaatan limbah dapur (banyu dan sebagainya) babi bali telahmampu memberikan pertambahan berat badan yang baik.

Kalau dilihat sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan, populasi babi tahun 2013 adalah 7.113.310ekor dan tahun 2014 adalah 7.204.768 ekor. Sementara target produksi daging

 babi tahun 2013 adalah 143.992 ton dan tahun 2014 sebanyak 247.420 ton. Olehkarena itu peningkatan produktivitas ternak babi menjadi suatu hal yang sangat

 penting, selain untuk meningkatkan komoditas ekspor, juga untuk memenuhi

 permintaan dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat, contohnya untukkebutuhan babi guling di Bali (Budaarsa, 2002 dan Budaarsa, 2006).

Meningkatnya permintaan daging babi dalam negeri sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk non muslim dan kunjungan wisatawan mancanegara yang terusmeningkat (Budaarsa, 2012). 

Peternakan babi tradisional di Bali masih menghandalkan limbah pertanianlokal dan hijauan yang ada di sekitar mereka sebagai pakan utama. Mereka tidak

mampu membeli pakan komersial, karena harganya sangat mahal. Limbah pertanian yang paling utama diberikan adalah dedak padi. Selain itu bungkilkelapa yang diperoleh dari proses pembuatan minyak secara tradisional, juga

 biasa diberikan pada ternak babi. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur

dengan hijauan.

Page 156: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 156/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 339

Hijauan yang diberikan jenisnya sangat beragam, tergantung lokasi daerah

dan musim saat itu. Di daerah dataran rendah, yang umumnya merupakan daerah persawahan, peternak lebih banyak memberikan kangkung sebagai hijauan pakan.

Sedangkan di daerah dataran tinggi atau pegunungan lebih banyak pohon ketela

rambat yang diberikan. Pemberian hijauan ada yang diberikan dalam bentuksegar, ada juga diberikan dengan merebus terlebih dulu. Batang pisang ternyata

merupakan bahan pakan yang dominan digunakan oleh peternak babi di seluruh plosok daerah Bali.

Sampai saat ini  belum ada informasi ilmiah mengenai jenis-jenis hijauanlokal dapat diberikan pada babi, termasuk cara pemberiannya. Padahalkenyataannya di lapangan peternak babi sebagaian besar memberikan hijauan

untuk ternak babinya. Hal ini dilakukan mengingat harga pakan komersial sangatmahal, tidak terjangkau oleh peternak, karena umumnya mereka beternak secara

tradisional dengan jumlah satu-tiga ekor.Informasi mengenai hijauan lokal dan kandungan nutrisinya untuk pakan

 babi hampir belum ada. Padahal peternak babi khususnya di pedesaan di Bali,sangat menghandalkan hijauan sebagai makanan tambahan. Hal ini mendoronguntuk dilakukannya penelitian ini, untuk memperkaya kasanah ilmu pengetahuan,

khususnya dalam pengembanan peternakan babi dengan berbasis sumber dayahijauan lokal yang melimpah.

MATERI DAN METODE

Materi dalam penelitian ini adalah jenis hijauan yang diberikan oleh peternak babi tradisional di provinsi Bali. Pengambilan sampel dilakukan denganteknik  stratified random sampling , dengan pengelompokan daerah atas dataran

rendah dan dataran tinggi di masing-masing kabupaten dan kota. Kesembilankabupaten dan kota tersebut adalah : Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem,

Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung dan Kota Denpasar. Pada masing-masingkelompok di ambil 2 orang peternak babi tradisional, sehingga ada 4 peternakyang diwawancarai di masing-masing kabupaten dan kota atau 32 peternak di

seluruh Bali. Pengelompokan tersebut didasarkan atas adanya perbedaan jenisflora yang tumbuh di kedua dataran tersebut, walau perbedaannya tidak

signifikan. Di daerah dataran rendah secara umum adalah daerah persawahan,maka hijauan yang tumbuh adalah tanaman yang tahan air. Demikian sebaliknya,di daerah dataran tinggi umumnya daerah perkebunan, maka yang tumbuh adalah

tanaman yang kurang tahan air.Penelitian dilakukan selama 7 minggu. Saat melakukan wawancara dengan

 peternak, sekaligus dilakukan pengamatan langsung terhadap pakan babi yangdiberikan oleh peternak untuk diidentifikasi. Selain identifikasi jenis hijauan,

 juga di catat cara pemberiannya. Peternak yang dipilih adalah peternak babi

tradisonal yang dengan ciri-ciri antara lain : memelihara 1-4 ekor babi, babi diikatatau dikandangkan pada kandang sederhana, tidak memberikan konsentrat buatan

 pabrik, dan tidak melakukan vaksinasi secara berkala. Data yang peroleh dianalisasecara sederhana menggunakan analisa kuantitatip dan deskriptif.

Page 157: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 157/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 340

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Hijauan

Kalau dilihat sebaran jenis hijauan yang diberikan oleh peternak babi di

masing-masing kabupaten/kota di Bali, tampaknya tidak banyak perbedaan antarakabupaten satu dengan kabupaten lain. Jenis hijauan yang diberikan yaitu: batang

 pisang, kangkung, ketela rambat, ketela pohon, daun papaya, daun pisang, bayam,eceng gondok, daun lamtoro, daun talas, suweg, ules-ules, kerokot, genjer, daun

candung, daun dag-dag, padang cekuh dan daun labu. Jenis hijauan yangdiberikan dan nama lokalnya disajikan pada Tabel 1.

Dari 32 orang peternak tradisional yang diwawancarai, sebanyak 30 orang

atau 95% yang memberikan batang pisang. Batang pisang sangat dominandigunakan baik di dataran rendah, maupun di dataran tinggi karena tanaman

 pisang banyak tumbuh di kedua daerah tersebut. Batang pisang yang digunakanadalah batang pisang yang sudah dipanen. Peternak tidak memilih jenis pisang

tertentu, yang penting pohon pisang tersebut sudah dipanen buahnya. Pohon pisang ada di mana mana, dan panennya tidak mengenal musim. Oleh karena itusangat mudah didapat tanpa harus membeli.

Hijauan ketela rambat dan kangkung, hampir ada di semua kabupaten dankota di Bali. Kedua jenis tanaman ini juga banyak ditanam baik di dataran rendah,maupun di dataran tinggi. Di daerah persawahan biasanya petani menanam ketela

rambat sehabis panen padi, ketika musim kemarau, sebagai tanaman sela,menunggu musim tanam berikutnya. Pohon ketela rambat saat ini sudah

merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Di pedesaan, sudah banyak peternak yang membeli pohon ketela rambat untuk babi piaraannya.Harganya relatif murah, satu ikat dengan berat kurang lebih 10 kg hanya Rp

10.000. Hijauan ketela rambat biasanya dipanen beberapa kali. Bisa dipotongsecara selektif beberapa kali sebelum umbinya di panen. Kemudian terakhir

dicabut saat umbinya dipanen.Tanaman kangkung, selain ditanam secara khusus, juga banyak tumbuh

secara liar di parit-parit, di pinggir sungai atau tanah-tanah kosong yang tergenang

air. Tanaman kangkung sebenarnya ditanam sebagai bahan sayur, tetapi jugadiberikan untuk ternak babi. Oleh karena itu kangkung merupakan tanaman yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Bahkan banyak sawah-sawah diperkotaansecara khusus ditanami kangkung dan dipanen setiap hari. Kangkung yangkualitas bagus dijual untuk sayur, yang kualitas kurang bagus dijual untuk pakan

 babi. Tanaman kangkung sebenarnya secara umum ada dua jenis, yaitu kangkungdarat dan kangkung air. Kangkung darat hidupnya memang di darat, kangkung

air hidup subur di daerah berair atau tergenang air. Kangkung yang banyakdigunakan untuk pakan babi di Bali adalah kangkung air.

Kalau dilihat dari ragam jenis hijauan yang diberikan pada ternak babi, di

daerah pegunungan jenis hijauannya lebih beragam dibandingkan dengan didaerah dataran rendah. Hal tersebut karena memang di daerah pegunungan

 persedian hijauan lebih beragam. Sebagai contoh tanaman suweg( Amorphophallus campanullatus) dan ules-ules ( Amorphophallus muelleri), hanyaditemukan di dataran tinggi atau di pegunungan dan sangat jarang terdapat di

dataran rendah apalagi di persawahan. Tanaman suweg dan ules-ules ini adalah

tanaman semusim. Pohon dan daunnya muncul ke permukaan tanah hanya pada

Page 158: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 158/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 341

musim penghujan saja. Pada musim kemarau, pohonnya rontok, tetapi umbinya

tetap utuh di bawah tanah. Umbinya inilah di panen, bisa diolah untuk aneka jenis panganan.

Tabel 1. Beberapa jenis hiajauan untuk pakan babi di Bali No Nama tanaman Nama latin Nama lokal (Bali)

1.  Batang pisang  Musa paradisiaceae Gedebong

2.  Ketela Rambat  Ipomaea batatas Sela bun

3.  Kangkung  Ipomaea aquatic Kangkung

4.  Daun talas Colocasia esculenta Don tales

5.  Ketela pohon  Manihot utilissima Sela sawi/kesawi/sela prahu

6.  Daun papaya Carica papaya Don gedang

7.  Daun lamtoro  Leucaena leucocephala Don lamtoro

8.  Daun pisang  Musa paradisiaceae Don biyu

9.  Bayam  Amaranthus caudatus Bayem

10.  Eceng gondok  Eichornia crassipes Eceng gondok

11.  Daun dag-dag  Pisonia alba Dag-dagse

12.  Suweg  Amorphophallus campanullatus Suweg13.  Ules-ules  Amorphophallus muelleri Tiyih

14.  Kerokot  Portulaca oleracea Kesegseg

15.  Genjer  Limnocharis flava Biah-biah

16.  Daun candung Don candung

17.  Padang cekuh Padang cekuh

18.  Daun labu Cucumbita maxima Don labu/waluh

Cara PemberianPemberian hijauan pada peternakan babi tradisional dapat dikatagorikan

menjadi dua, yaitu pemberian dalam bentuk segar dan direbus. Pemberiann dalam bentuk segar ini dilakukan dengan cara memberikan langsung hijauan tersebut

setelah diambil dari sumbernya. Sebagai contoh, tanaman kangkung diambil dari

kebun dalam jumlah tertentu langsung diberikan dengan menaruh di samping babi. Namun ada sebanyak 2% yang mencuci terlebih dahulu sebelum diberikan

kepada babi. Alasannya supaya bersih, sehingga babinya tidak sakit. Pemberiandalam bentuk segar mempunyai kelebihan antara lain: lebih praktis, kandungannutrisinya utuh, dan tidak perlu waktu dan biaya untuk merebus. Kekurangannya:

sangat rentan terhadap penularan telur cacing, jika berlebihan ternak bisakeracunan akibat toksin yang dikandungnya, dan kecernaannya lebih rendah

dibandingkan yang direbus.Pemberian dengan cara merebus dilakukan terhadap hijauan yang menurut

 peternak dianggap membahayakan kalau diberikan dalam bentuk segar.Pengetahuan tersebut mereka terima secara turun temurun, sehingga apa yangdiwarisi itu akan diteruskan kembali kepada anak-anak mereka. Beberapa hijauan

yang harus direbus diantaranya: daun talas, genjer, suweg, ules-ules, candung , dandaun papaya. Alasan utama mereka merebus hijauan adalah supaya babi tidakkeracunan. Alasan tersebut sangat masuk akal karena banyak diantara tanaman

tersebut yang mengandung toksin. Jika direbus maka kadar toksinnya akan berkurang, bahkan hilang.

Merebus hijauan sebelum diberikan kepada ternak babi ternyata memangada manfaatnya. Pertama, toksin yang dikandungnya menjadi tidak aktif bahkanhilang, sehingga babi aman mengkonsumsinya. Kedua, meningkatkan

valatabelitas, lebih lahap dimakan oleh babi karena baunya lebih enak dan

Page 159: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 159/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 342

merangsang. Ketiga, kecernaannya meningkat. Hanya saja dengan merebus akan

membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak. Kalau diperhitungkan secaraekonomi, hal ini akan menambah biaya produksi. Hanya saja peternak tradisional

tidak memperhitungkan hal tersebut. Biasanya mereka merebus di atas tungku

menggunakan kayu bakar. Hijaun yang direbus sebagian besar peternak (60%)mencampur dengan batang pisang, dedak padi atau polar.

Batang pisang sebelum diberikan terlebih dahalu dikupas lapisan luar yangagak tua, kemudian di iris-iris dengan ketebalan kurang lebih 0,5 cm. Irisan

 batang pisang tersebut kemudian ditumbuk sampai agak halus, di campur dengandedak padi atau polar, atau konsentrat lain yang dimilikinya. Semua peternak(100%) menambahkan garam dapur secukupnya pada campuran pakan yang

direbus, sebelum diberikan kepada babi. Pemberian garam dimaksudkan untukmenambah nafsu makan, disamping sebagai sumber mineral Na dan Cl. Peternak

tidak membeda-bedakan jenis batang pisang yang diberikan. Sangat tergantungdari jenis pisang apa yang kebetulan panen saat itu. Batang pisang kandungan

utamanya adalah air, serat kasar dan mineral Zn (Hartadi, dkk. 1990). Jenistanaman di masing-masing daerah dan cara pemberiannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis hijauan yang diberikan berdasarkan letak geografis/lokasi daerahdan cara pemberiannya

 No Lokasi

daerah

 Nama Tanaman Bahan Pencampur Cara Pemberian

1 Dataran

rendah

Ketela rambat - Diberikan utuh dalam bentuk segar

Kangkung - Diberikan dalam bentuk segar

Daun pisang - Diberikan dalam bentuk segar

Ketela pohon Daun talas, dedak Direbus dan ditambah garamsecukupnya

Daun papaya Dedak, polar, bungkil kelapa Direbus

Bayam Diberikan dalam bentuk segar

Batang pisang Dedak padi, polar Diris-iris tip is, kemudian ditumbuk,

 bisa segar basa direbusDaun talas Dedak padi, polar, batang

 pisang

Pelepah dan daunnya dicincang,

kemudian direbus dengan bahan lain

Daun lamtoro - Diberikan dalam benuk segar

Eceng gondok Dedak padi, polar, batang pisang

Dalam bentuk segar atau direbus

Genjer Dedak padi, polar, batang

 pisang

Direbus

Candung Dedak padi, polar, batang

 pisang

Direbus

2 Dataran

tinggi

Ketela rambat - Diberikan dalam bentuk segar

Batang pisang Dedak padi, polar, batang pisang Dalam bentuk segar atau direbus

Daun talas Direbus

Daun pisang - Diberikan dalam bentuk segar

Daun lamtoro - Dalam bentuk segarBayam - Dalam bentuk segar

Daun papaya Dedak padi, polar dan batang

 pisang

Direbus

Daun dag-dag Dedak padi, polar dan batang

 pisang

dalam bentuk segar atau direbus

Suweg Dedak padi, polar dan batang

 pisang

Direbus

Ules-ules Dedak padi, polar dan batang

 pisang

Direbus

Kerokot Dedak padi, polar dan batang pisang

direbus

Page 160: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 160/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 343

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis hijauan yang diberikan sebagai

 pakan babi di Bali cukup banyak. Terdapat keragaman jenis hijauan pakan babidan cara pemberiannya antara di dataran rendah dengan dataran tinggi di Bali.

Batang pisang merupakan hijauan yang paling banyak digunakan untuk pakan babi pada peternakan babi tradisional, baik pada dataran rendah maupun dataran

tinggi. Hijauan tersebut dapat diberikan dalam bentuk segar maupun direbus.Letak geografis (ketinggian tempat) mempengaruhi jenis hjauan yang tumbuh,sehingga menyebabkan ada perbedaan jenis hijauan yang diberikan untuk babi

antara dataran rendah dan dataran tinggi.

SaranPerlu diupayakan pelestarian dan pengembangan hijauan lokal yang

menjadi pakan ternak babi, sehingga bisa menunjang peningkatan produktivitasusaha ternak babi di Bali yang berbasis bahan pakan lokal. Penelitian ilmiah perludilakukan untuk menggali potensi hijauan lokal untuk pakan babi, terutama dari

kandungan nutrisinya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih di sampaikan kepada Wayan Budiarta dan Gede Mahendra,

dan semua mahasiswa KKN Unud yang telah membantu mengumpulkan datalapangan. Demikian juga kepada anggota grup riset “Kajian Nutrisi Ternak

 Nonruminansia” yang telah memberikan dukungan semangat selama penelitian

ini, kami ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2011. Populasi Ternak 2010.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2011. Bali Dalam Angka 2011.Budaarsa, K. 2002. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kota Denpasar. Laporan

Penelitian. DIK. Universitas Udayana.Budaarsa, K. 2006. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kabupaten Badung.

Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.

Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi sebagaiSumber Serat dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas

dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi Program Pascasarjana InstitutPertanian Bogor.

Budaarsa, K. 2011. Nama Nama Latin Hewan. Denpasar. Udayana University

Press.Cahyanti, I.D., E. Anggarwulan dan W. Mudyantini. Pertumbuhan, Kadar

Klorofil dan Nitrogen Total Gulma Krokot ( Portulaca oleracea  Linn.) pada Pemberian Ekstrak Anting-anting ( Acalypha indica.Linn.).BioSMART Vol. 7.1. 27-31.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan

Dasar RISKEDAS Indosesia Tahun 2007, DepKes, Jakarta.

Page 161: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 161/168

Page 162: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 162/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 345

POTENSI  PENGEMBANGAN   HIJAUAN PAKAN TERNAK   SAPI 

DI BAWAH  POHON KELAPAKECAMATAN   LOLAYAN  KABUPATEN  BOLAANG MONGONDOW

1

Artise H.S. Salendu dan2

Femi H. EllyJurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi,

Jl. Kampus Bahu Kleak Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia

e-mail: [email protected]/08124426056

[email protected]/081310980175

ABSTRAK

Kecamatan Lolayan memiliki potensi untk pengembangan ternak sapidilihat dari populasi ternaknya dan sumberdaya lahan. Permasalahannya lahan

yang ada belum dioptimalkan. Lahan di bawah kelapa dibiarkan ditumbuhirumput liar yang dikonsumsi oleh ternak. Berdasarkan pemikiran tersebut, telah

dilakukan penelitian tentang potensi pengembangan hijauan makanan ternak sapi.Tujuan penelitian adalah menganalisis kapasitas tampung lahan di bawah pohonkelapa untuk hijauan makanan ternak. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode suvey. Penetuan lokasi secara  purposive  yaitu desa Tonayan dan Bakanyang memiliki populasi ternak sapi terbanyak. Penentuan responden secara  simplerandom sampling terhadap populasi petani di desa terpilih. Jumlah responden

sebanyak 52 orang. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif denganmenggunakan formulasi kapasitas tampung (carring capacity). Nilai kapasitas

tampung (carring capacity) untuk kecamatan Lolayan sebesar 9,68, artinya berdasarkan luas lahan yang tersedia maka populasi riil masih dapat ditingkatkan9,68 kali. Nilai kapasitas tampung desa Bakan masih lebih tinggi dibanding

dengan desa Tonayan. Kesimpulan, kecamatan Lolayan memiliki potensi untuk pengembangan hijauan di bawah pohon kelapa dilihat dari nilai kapasitas

tampung. Pengembangan hijauan ini dapat memberikan manfaat baik bagi ternaksapi maupun bagi kelestarian lingkungan. Saran yang dapat disampaikan adalah

 pengembangan hijauan di bawah pohon dilakukan bersama-sama dengan

 pemerintah dan perguruan tinggi. Kata kunci: ternak sapi, hijauan, kapasitas tampung, kelapa

POTENCY OF DEVELOPMENT FORAGE FOR CATTLE UNDERCOCONUT IN LOLAYAN DISTRICT

BOLAANG MONGONDOW REGENCY1Artise H.S. Salendu dan

2Femi H. Elly

Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi,

Jl. Kampus Bahu Kleak Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia

e-mail: [email protected]/08124426056

[email protected]/081310980175

ABSTRACT

Lolayan districts have the potential remedy cattle development seen from

the livestock population and land resources. The problem is that there has not

Page 163: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 163/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 346

 been optimized land. Land under coconut are left overgrown with weeds that are

consumed by livestock. Based on these ideas, research has been conducted on the potential development of cattle forage food. The purpose of research is to analyze

the capacities of land under coconut trees to forage fodder. The method used was

a survey. Determination of the location has been done by purposive sampling, thevillage Tonayan and Bakan which has the largest cattle population. Determination

of the respondents by simple random sampling of the population of farmers in theselected villages. The number of respondents as many as 52 people. Data was

analyzed using descriptive analysis with a capacity formulation (carring capacity).Value capacities for Lolayan Distrct of 9.68, meaning that the area of landavailable then the real population could be enhanced 9.68 times. Bakan village

capacities value is still higher than the village Tonayan. Conclusion, Lolayandistrict has the potential for development of forage under coconut seen from a

capacity value. Forage development can provide benefits both for cattle and forenvironmental sustainability. Suggestions that can be delivered is the development

of forage under the trees together with the government and universities. Keywords: cattle, forage, carring capacity, coconut

PENDAHULUAN

Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang diandalkan oleh masyarakatKabupaten Bolaang Mongondow. Ternak sapi di daerah ini sebagai sumber

 pendapatan bagi masyarakat petani. Ternak sapi juga dimanfaatkan sebagai tenagakerja untuk pengangkutan dan pengolahan lahan. Fenomena ini menunjukkan

 bahwa ternak sapi sebagai sumber pendapatan alternatif bagi petani. Menurut

Elly,  (2008) dan Elly et al . (2008), ternak sapi memiliki peran terhadap sumber pangan (daging), sebagai tabungan, sumber pendapatan dan devisa, sumber tenaga

kerja, sumber pupuk organik serta sumber energi alternatif.Kecamatan Lolayan sebagai salah satu kecamatan yang memiliki ternak

sapi terbanyak yaitu sebesar 3210 ekor atau sekitar 14,16 persen dari total

 populasi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Berdasarkan sumberdaya ternakyang ada maka populasi ternak sapi di Kecamatan Lolayan mempunyai potensi

untuk dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pemeliharaan ternak sapi merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha peternakan di daerah tersebut. Hal ini seperti yang terjadi di NTT (Ratnawaty et

al ., 2004). Permasalahannya ternak sapi masih dipelihara secara tradisional dan

merupakan usaha sambilan. Ternak digembalakan di lahan lahan kering seperti dilahan perkebunan kelapa. Ternak di daerah ini mengkonsumsi limbah pertaniandan rumput yang tumbuh liar di lahan bawah pohon kelapa tersebut. Hal ini yangmenyebabkan produktivitas ternak sapi lebih rendah dibanding di daerah lain

seperti di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara.Lahan di bawah pohon kelapa di Kecamatan Lolayan dimanfaatkan petani

sebagai lahan tanaman pangan. Tetapi, hasil prasurvey menunjukkan bahwa lahan

di bawah pohon kelapa belum dimanfaatkan secara optimal. Artinya, lahan di bawah kelapa tersebut masih banyak yang hanya dibiarkan ditumbuhi rumput liar.

Disis lain, ternak sapi membutuhkan pakan untuk peningkatan bobot badan yangideal sesuai dengan umur dan jenis ternaknya. Kondisi ini sama dengan di daerah

lain di Sulawesi Utara, seperti hasil penelitian Salendu (2012) di Kabupaten

Page 164: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 164/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 347

Minahasa Selatan. Lahan di bawah pohon kelapa yang belum dimanfaatkan dapat

ditanami hijauan makanan ternak. Berdasarkan pemikiran tersebut maka telahdilakukan penelitian tentang potensi pengembangan hijauan pakan ternak sapi di

 perkebunan kelapa di Kecamatan Lolayan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis kapasitas tampung lahan di bawah pohon kelapa di KecamatanLolayan.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Lolayan dengan menggunakanmetode survey. Jenis data yang digunakan adalah data cross section, dari sumber

data primer dan data sekunder. Data primer (cross section setahun) diperoleh dariwawancara langsung dengan responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

instansi yang terkait dengan penelitian ini serta data hasil penelitian yangdipublikasi. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dengan petani peternak

serta pengamatan langsung di lapangan.Desa sampel ditentukan secara  purposive yaitu Desa Tonayan dan Desa

Bakan yang memiliki populasi ternak sapi terbanyak (BPS Kecamatan Lolayan,

2012). Responden ditentukan secara  simple random sampling dari populasi petani peternak sapi di desa terpilih. Jumlah responden sebanyak 52 sampel terdiri dari32 petani peternak sapi untuk desa Tonayan dan 20 petani peternak sapi untuk

desa Bakan. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dengan rumuskapasitas tampung (Kementerian Pertanian, 2010) sebagai berikut :

Kapasitas Tampung = K 

 P  

Keterangan :P : Produksi Hijauan (ton/ha/tahun)K: Konsumsi Ternak (ST/tahun) yaitu 35 kg/ST/hari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Lolayan adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten BolaangMongondow yang memiliki luas wilayah 297 km dengan batas-batas : SebelahUtara berbatasan dengan Kecamatan Kotamobagu dan Kecamatan Passi; Sebelah

Selatan dengan Kecamatan Pinolosian; Sebelah Barat dengan Kecamatan dumogadan Sebelah Timur dengan Kecamatan Modayag.

Keberhasilan petani dalam berusaha ternak sapi ditentukan oleh tiga unsuryang saling terkait yaitu penggunaan bibit, pakan dan manajemen usaha tersebut.Selain itu, karakteristik petani peternak juga sangat menentukan keberhasilan

usaha ternak sapi. Karakteristik petani peternak dimaksud diantaranya umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

umur responden berkisar antara 26-79 tahun atau rata-rata 45,35 tahun. Umurresponden sebagian besar (98,08 persen) dikategorikan sebagai umur produktif.Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden lebih mudah dalam

menerapkan iptek berkaitan dengan usahanya. Kiswanto et al .  (2004)mengemukakan bahwa makin tinggi umur petani, sampai batas tertentu, maka

kemampuan untuk bekerja akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat.

Tingkat pendidikan responden sesuai hasil penelitian berkisar antara

Page 165: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 165/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 348

tingkat pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi. Distribusi tingkat pendidikan SD

dan SMP masing-masing sebanyak 40,38 persen, SMA sebanyak 17,32 persendan PT 1,29 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani

 peternak di lokasi penelitian dikategorikan rendah. Padahal, tingkat pendidikan

formal yang semakin tinggi dapat menyebabkan seseorang makin berpikir rasional(Kiswanto et al , 2004).

Pakan merupakan salah satu unsur keberhasilan usaha ternak sapi. Hasil penelitian menunjukkan ternak sapi mengkonsumsi limbah pertanian dan rumput

yang tumbuh liar di lahan-lahan pertanian. Fenomena ini terjadi di beberapadaerah di Indonesia. Hasil penelitian Ratnawaty et al .  (2004) menunjukkanhijauan yang biasa digunakan untuk konsumsi ternak sapi berasal dari rumput

alam dan limbah tanaman jagung, kacang tanah yang baru dipanen. Djajanegaradan Ismail (2004) mengemukakan sebagian besar (95-100 persen) petani di

Wonogiri, Brobogan dan Blora memanfaatkan limbah tanaman sebagai pakansapi. Tetapi menurut Rohani et al .  (2013), jerami tergolong pakan yang

 berkualitas rendah.Ternak sapi di Kecamatan Lolayan sesuai hasil penelitian digembalakan di

 bawah pohon kelapa. Status lahan kelapa yang digunakan untuk menggembalakan

ternak sapi baik lahan sendiri maupun lahan yang dipinjam. Responden yangmemiliki lahan kelapa berjumlah 34 orang petani (65,38 persen) sedangkan 18orang petani (34,72 persen) memanfaatkan lahan kelapa dengan status pinjam.

Rata-rata luas lahan kelapa yang dimiliki dan dipinjam sebesar 1,47 Ha.Pemilikan ternak sapi di wilayah penelitian berkisar 2-6 ekor dengan

 jumlah keseluruhan untuk 52 responden sebanyak 152 ekor yang terdiri dari 40ekor jantan dan 112 ekor betina. Rumput yang dikonsumsi sesuai hasil penelitian

 berupa jerami jagung, jerami padi, rumput gajah dan rumput lapang (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Limbah/Rumput oleh Ternak Sapi di Wilayah

Penelitian No. Jenis Limbah/Rumput Konsumsi Rata-rata

(Kg/Hari/Ekor)Persentase (%)

1. Jerami Jagung 12,83 20,19

2. Jerami Padi 24,28 38,213. Rumput Gajah 11,25 17,70

4. Rumput Lapang 15,19 23,90

Total 63,55 100.00

Rata-rata 15,89

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi jerami padi adalah yangterbanyak (38,21 persen). Hal ini ditunjang oleh keadaan wilayah penelitian yang

merupakan daerah produksi tanaman pangan (padi). Petani peternak dalam hal initelah memanfaatkan limbah padi yang selama ini hanya dibakar, walaupunkualitas pakan tersebut masih sangat rendah.

Konsumsi rumput gajah adalah yang paling rendah yaitu sebanyak 17,70 persen. Rumput gajah di lokasi penelitian mudah diperoleh tetapi bukan ditanam

di lahan milik petani, sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan waktu. Didaerah penelitian pernah diintroduksi rumput gajah tetapi hanya petani tertentuyang menanamnya. Pengetahuan petani tentang manajemen penanaman rumput

gajah sangat rendah.

Rata-rata konsumsi ternak sapi per ekor untuk hijauan sesuai Tabel 1

Page 166: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 166/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 349

sebanyak 15,89 kg per hari per ekor. Konsumsi pakan ini belum sesuai dengan

yang dianjurkan yaitu sekitar 10 persen dari berat badan ternak sapi. Hal iniseperti yang dikemukakan Santoso (1989) bahwa ternak besar akan

mengkonsumsi hijauan sebesar 10 persen dari berat badannya atau sekitar 20-25

kg/ekor/hari.Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan ternak sapi

(Salendu, 2012). Menurut Menegristek (2000), pakan yang makin baik kualitasdan kuantitasnya menyebabkan makin besar tenaga yang ditimbulkan dan makin

 besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging. Ternak sapi dalam masa pertumbuhan dan sedang menyusui memerlukan pakan yang memadai dari segikualitas dan kuantitasnya. Kemampuan produksi ternak yang relatif rendah

tergantung kualitas dan kuantitas pakan yang tersedia (Haryanto, 2009).Berdasarkan kebutuhan ternak sapi tersebut maka sangat diperlukan penyediaan

 pakan yang cukup dan berkesinambungan.Sebagian besar lahan di bawah pohon kelapa di lokasi penelitian tidak

dioptimalkan. Ternak sapi yang digembalakan di bawah pohon kelapa hanyamengkonsumsi rumput liar yang tumbuh di lahan tersebut. Upaya yang dapatdilakukan untuk peningkatan kuantitas dan kualitas pakan di lokasi penelitian

adalah lahan di bawah pohon kelapa ditanami hijauan makanan ternak.Penanaman hijauan makanan ternak juga dapat bermanfaat dalam mengurangiemisi CO2  (Salendu, 2012). Penanaman hijauan ini dianggap seperti program

mempertahankan kelestarian hutan yang sering dianjurkan. Emisi CO2 dari perubahan penggunaan lahan menurut Herman et al . (2006) dapat dikurangi

dengan cara konversi hutan. Menurut Hurteau and North (2009) hutan dipandangsebagai penyerap potensi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecamatan Lolayan

memiliki potensi untuk pengembangan hijauan makanan ternak dilihat darikapasitas tampung lahan yang tersedia. Menurut Kementerian Pertanian (2010)

kapasitas tampung adalah kemampuan lahan untuk menampung ternak per satuanternak per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimal. Hasil analisiskapasitas tampung di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai kapasitas tampung (carringcapacity) untuk kecamatan Lolayan sebesar 9,68, artinya berdasarkan luas lahan

yang tersedia maka populasi riil masih dapat ditingkatkan 9,68 kali. Nilaikapasitas tampung desa Bakan masih lebih tinggi dibanding dengan desaTonayan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan hijauan di bawah

 pohon kelapa dapat dilakukan di lokasi penelitian, malahan populasi ternak masihdapat ditingkatkan. 

Tabel 2. Hasil Analisis Kapasitas Tampung Kecamatan Lolayan, Desa Tanoyan

dan Desa BakanKoefisien/Variabel Kecamatan Lolayan Desa Tanoyan Desa Bakan

Luas Lahan Kelapa 3308,14 40,00 45,00

Produksi Rumput

(Ton/Ha/Tahun) 120,00 120,00 120,00

POPRIL 3210,00 101,00 51,00

Konsumsi

Ternak(Kg/ST/Hari) 35,00 35,00 35,00

Kapasitas Tampung 9,68 3,72 8,29

Page 167: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 167/168

Prosiding Semnas II HITPI Page 350

Hijauan yang dapat ditanam di bawah pohon kelapa berupa rumput dan

leguminosa. Leguminosa dapat berfungsi sebagai tanaman penutup di bawah pepohonan. Tanaman ini kebanyakan digunakan untuk lahan yang ditanami

tanaman keras seperti karet, kelapa sawit dan kelapa (Salendu, 2012). Keberadaan

tanaman penutup tanah di bawah pohon kelapa berguna untuk melindungi tanahdari jatuhnya butir-butir hujan. Selain itu, adanya tanaman penutup tanah

menyediakan suatu perlindungan terhadap tanah sehingga dapat menjagakesuburan tanah.

Jenis rumput yang dapat diintroduksi di lahan di bawah kelapa misalnyarumput Brachiaria mutica. Introduksi dapat dilakukan dengan memperhatikanmanajemen penanaman rumput di bawah pohon kelapa harus sesuai dengan yang

dianjurkan. Menurut Rahim (2006), apabila rumput penutup (cover grass)digembalai secara berlebihan (over grazing ) dapat menimbulkan erosi.

Pengendalian erosi sangat ditentukan oleh jumlah ternak yang digembalakan padasuatu areal padang rumput ( stocking rate). Penggembalaan harus diatur

sedemikian rupa agar tidak terjadi over grazing, jumlah ternak sebaiknyatergantung pada kapasitas tampung (carring capacity) lahan di bawah pohonkelapa tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecamatan Lolayanmemiliki potensi untuk pengembangan hijauan di bawah pohon kelapa dilihat dari

nilai kapasitas tampung. Pengembangan hijauan ini dapat memberikan manfaat baik bagi ternak sapi maupun bagi kelestarian lingkungan.

Saran yang dapat disampaikan adalah pengembangan hijauan di bawah

 pohon dilakukan bersama-sama dengan pemerintah dan perguruan tinggi sebagai pendamping.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Sam Ratulangi yangtelah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh dana penelitian

melalui Hibah Unggulan UNSRAT Tahun 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Djajanegera, A dan I.G. Ismail. 2004. Manajemen Sarana Usahatani dan Pakan

dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . Prosiding Seminar, Sistem danKelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku EkonomiRumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara.

Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.Elly, F.H., B.M. Sinaga., S.U. Kuntjoro and N. Kusnadi. 2008. Pengembangan

Usaha Ternak Sapi Melalui Integrasi Ternak Sapi Tanaman di Sulawesi

Utara. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. 

Page 168: PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

7/23/2019 PRODUKTIVITAS PADANG PENGGEMBALAAN SABANA TIMOR BARAT

http://slidepdf.com/reader/full/produktivitas-padang-penggembalaan-sabana-timor-barat 168/168

Haryanto, B. 2009. Inovasi Tehnologi Pakan Ternak Dalam Sistem integrasi

Tanaman-Ternak Berbasis Limbah Mendukung Upaya PeningkatanProduksi Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Pengembangan Innovasi Pertanian 2 (3). 2009: 163-176.

Herman, F. Agus, and I. Las. 2006. Analisis Finansial dan Keuntungan yangHilang dari Pengurangan Emisi Karbon Dioksida pada Perkebunan Kelapa

Sawit. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 28 (4), 2006. p: 127-133.Hurteau. M, and M. North. 2009. Fuel Treatment Effects On Tree-Based Forest

Carbon Storage And Emissions Under Modeled Wildfire Scenarios. J.Frontiers in Ecology and the Environment. Volume 7, Issue 8 (October2009). p : 409-414.

Kementerian Pertanian. 2010. Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing ProdukPertanian Dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan.

 Blue Print . Kementerian Pertanian, Jakarta.Kiswanto., A. Probowo dan Widyantoro. 2004. Transformasi Struktur Usaha

Penggemukan Sapi Potong di Jawa Tengah.  Prosiding Seminar, Sistem danKelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Menegristek. 2000. Budidaya Ternak Sapi Potong (Bos sp.). Kantor DeputiMenegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IlmuPengetahuan dan Teknologi, Jakarta.

Ratnawaty, S., M. Ratnada., Yusuf dan J. Nulik. 2004. Pengelolaan Pakan Ternakdi Lahan Kering Nusa Tenggara Timur.  Prosiding Seminar, Sistem dan