tugas manajemen resiko bencana (harisman_edi)

13
7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi) http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 1/13 1 Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Harisman Edi (A153140011) Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan [email protected] I. Potret Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan Iingkungan, kerugian harta benda yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya, sehingga membutuhkan bantuan dari luar serta juga menimbulkan dampak  psikologis. Indonesia sebagai negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan dan kepulauan, diapit oleh samudera-samudera serta terletak diantara tiga lempengan besar dunia, sangat berpotensi terjadinya berbagai jenis bencana, sehingga negara ini disebut negara  bencana. Kenyataan telah memperlihatkan bahwa hampir seluruh jenis bencana yang ada di dunia terdapat di Indonesia mulai dari banjir, gempa bumi dan tsunami, angin puting beliung, kebakaran hutan dan kejadian jenis bencana lainnya. Salah satu bencana yang sering melanda negara Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan. Bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sudah pasti memberikan dampak negatif pada  berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, ekologi, dan sosiologis. Selain itu kebakaran hutan dan lahan juga memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kebakaran menyebabkan kematian tanaman dan kematian satwa yang ada di lokasi bencana. Secara tidak langsung, kebakaran menyebabkan kerusakan tanaman yang mengakibatkan kehidupan liar ( wildlife) mati karena hilangnya makanan dan habitat, kerugian bagi manusia atas hilangnya pendapatan dan sumber makanan yang diperoleh dari hutan, terjadinya erosi tanah, sedimentasi pada badan air, gangguan terhadap unsur hara. Terganggunya transportasi, pariwisata dan bisnis serta mengurangi kenyamanan hidup, serta gangguan kesehatan. Beberapa provinsi rawan kebakaran dan bergambut di Indonesia terletak di  perbatasan negara dan dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura, sehingga kabut asap tersebut bisa melintas ke negara tetangga ( transboundary haze pollution). Hal ini sangat berpotensi menimbulkan gangguan terhadap hubungan bilateral dan regional antara Indonesia dengan negara-negara tetangga tersebut. Pada tahun 2015, kebakaran lahan dan hutan kembali terjadi. Musim kemarau yang  berkepanjangan dan fenomena El-Nino memicu kebakaran lahan dan hutan di Indonesia. Kebakaran lahan dan hutan terjadi tidak hanya di Sumatera dan Kalimantan tetapi juga di Jawa dan Sulawesi. Kebakaran lahan dan hutan pada lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan terjadinya kabut asap di Pulau Kalimantan dan Sumatera hingga menyebar ke Malaysia, Singapura dan sebagian kecil Thailand. Menurut Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan, Kemen LHK, kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada tahun 2015 sampai dengan 30 September 2015 tercatat telah mengakibatkan terbakarnya areal seluas 1,7 juta Ha di Sumatera dan Kalimantan.

Upload: harisman-edi

Post on 18-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 1/13

1

Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia

Harisman Edi (A153140011)

Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan

[email protected] 

I.  Potret Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan Iingkungan,

kerugian harta benda yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk

mengatasinya, sehingga membutuhkan bantuan dari luar serta juga menimbulkan dampak

 psikologis. Indonesia sebagai negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan

lautan dan kepulauan, diapit oleh samudera-samudera serta terletak diantara tiga lempengan besar

dunia, sangat berpotensi terjadinya berbagai jenis bencana, sehingga negara ini disebut negara bencana. Kenyataan telah memperlihatkan bahwa hampir seluruh jenis bencana yang ada di dunia

terdapat di Indonesia mulai dari banjir, gempa bumi dan tsunami, angin puting beliung, kebakaran

hutan dan kejadian jenis bencana lainnya.

Salah satu bencana yang sering melanda negara Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan.

Bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sudah pasti memberikan dampak negatif pada

 berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, ekologi, dan

sosiologis. Selain itu kebakaran hutan dan lahan juga memberikan dampak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung, kebakaran menyebabkan kematian tanaman dan

kematian satwa yang ada di lokasi bencana. Secara tidak langsung, kebakaran menyebabkan

kerusakan tanaman yang mengakibatkan kehidupan liar (wildlife) mati karena hilangnya makanan

dan habitat, kerugian bagi manusia atas hilangnya pendapatan dan sumber makanan yang

diperoleh dari hutan, terjadinya erosi tanah, sedimentasi pada badan air, gangguan terhadap unsur

hara. Terganggunya transportasi, pariwisata dan bisnis serta mengurangi kenyamanan hidup, serta

gangguan kesehatan. Beberapa provinsi rawan kebakaran dan bergambut di Indonesia terletak di

 perbatasan negara dan dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura, sehingga

kabut asap tersebut bisa melintas ke negara tetangga (transboundary haze pollution). Hal ini

sangat berpotensi menimbulkan gangguan terhadap hubungan bilateral dan regional antara

Indonesia dengan negara-negara tetangga tersebut.

Pada tahun 2015, kebakaran lahan dan hutan kembali terjadi. Musim kemarau yang berkepanjangan dan fenomena El-Nino memicu kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.

Kebakaran lahan dan hutan terjadi tidak hanya di Sumatera dan Kalimantan tetapi juga di Jawa

dan Sulawesi. Kebakaran lahan dan hutan pada lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan

menyebabkan terjadinya kabut asap di Pulau Kalimantan dan Sumatera hingga menyebar ke

Malaysia, Singapura dan sebagian kecil Thailand. Menurut Ditjen Planologi dan Tata

Lingkungan, Kemen LHK, kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada tahun 2015 sampai

dengan 30 September 2015 tercatat telah mengakibatkan terbakarnya areal seluas 1,7 juta Ha di

Sumatera dan Kalimantan.

Page 2: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 2/13

2

Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia

menjadi kering, bukanlah biang kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Meskipun cuaca

 panas dan kering memperparah dan memperluas titik api di sejumlah provinsi seperti Riau, Jambi,

Sumatra Selatan dan Kalimantan yang menyebabkan kabut asap pekat, pemantik apinya adalah

manusia. Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry Purnomomenyatatakan fenomena kebakaran hutan dan lahan adalah kejahatan terorganisasi karena lebih

dari sembilan puluh persen disebabkan manusia atau sengaja dibakar dengan tujuan untuk

membuka lahan perkebunan. Pembakaran hutan merupakan cara yang paling murah untuk

mengubah lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga lahan. Riset

CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga lahan sekitar Rp 3 juta setelah pembakaran lahan.

Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp 8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11 juta per

hektar. Setelah ditanami sawit, harganya berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai Rp

100 juta per hektar apabila ditanami sawit bibit unggul. Di luar masyarakat yang menderita

kerugian akibat kabut asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan.

Mereka adalah orang pengejar keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani, pengklaim lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit.

Singapura kembali bersuara pedas menanggapi musibah kabut asap yang menyelimuti Sumatera

dan Kalimantan, serta berdampak ke Negara Singa itu. Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian

Balakrishnan menyatakan, kabut asap yang mengepung Singapura selama hampir 3 bulan terakhir

adalah tragedi kemanusiaan dan juga tindak kriminal, bukan bencana alam dan merupakan tragedi

yang yang dibuat manusia tak bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.

(Kompas,4 November 2015)

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan

Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles B. Panjaitan menyebut meluasnya

kebakaran hutan di Sumatera akibat sikap lamban para gubernur dalam menetapkan status siaga

darurat. Sebab, tanpa status tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak bisa

segera bergerak untuk melakukan operasi pemadaman. Ia merujuk Riau, Jambi, dan Kalimantan

Selatan, yang tergolong terlambat dalam menetapkan status tersebut.

Pembakaran hutan di Riau yang terus berlanjut juga akan berdampak pada krisis lingkungan yang

 parah dan hilangnya sumber air bagi manusia karena wilayah itu tidak memiliki gunung dan

 pegunungan yang berfungsi menyimpan cadangan air tanah. Air tanah disimpan di hutan-hutan

gambut. Karenanya, jika gambut terbakar dan kering, maka hampir dipastikan cadangan air tanah

di Riau juga kering. Ini bisa mengancam peradaban. Selain itu peneliti ekologi tumbuhan diLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yuni Setio Rahayu, menyebutkan bahwa kebakaran

hutan berdampak serius pada menyusutnya keragaman hayati di Indonesia. Riset LIPI di

Kalimantan Tengah, dari 125 spesies tanaman hutan yang diidentifikasi, hanya 10 persen dari

 populasi yang masih tersisa. Artinya, sebagian besar populasi musnah.

Pemerintah menaksir kerugian yang disebabkan oleh bencana kebakaran hutan dan kabut asap di

Indonesia mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan

 Nasional Penanggulangan Bencana. Tahun itu, berdasarkan assesment World Bank kerugiannya

adalah Rp 20 triliun, hanya di Riau. Sekarang kejadian ada di enam provinsi dan dengan begitu

(kerugian) akan lebih dari Rp 20 triliun. Sementara untuk penanganan kebakaran dan kabut asap

Page 3: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 3/13

3

tahun ini, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan bahwa BNPB sudah

menghabiskan dana hingga Rp 500 miliar. (BBC Indonesia, 1 Oktober 2015).

Kabut asap yang terjadi di enam provinsi juga menganggu aktivitas ekonomi dan perdagangan

masyarakat. Sebagai contohnya salah seorang petani di Riau, Purwo Hadi Subrotomengaku produksi tanaman pangan dan sayuran di ladangnya menurun sampai 40% karena proses produksi

tanaman yang mengandalkan sinar matahari terhalang kabut asap. Di sektor trasnportasi udara,

maskapai penerbangan juga mengalami kerugian karena terganggunya jarak pandang akibat kabut

asap. Garuda Indonesia sebagai contoh menyebutkan potensi kerugian yang dialami sampai

Oktober ini mencapai US$8 juta atau Rp109 miliar. Total sampai 25 Oktober 1.600 penerbangan

 batal. (BBC Indonesia, 27 Oktober 2015)

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi menimbulkan asap yang menyebabkan gangguan

kesehatan akut pada manusia seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).

Dalam jangka pendek, gangguan ISPA terutama mengganggu anak-anak dan para

 penderita asma, disamping batuk, penyakit kulit dan iritasi mata. Dalam jangka

 panjang, diperkirakan partikel kabut asap yang berukuran kecil (< 0.02 mikron)

dapat terdeposisi dalam paru-paru yang tentunya akan mengganggu fungsi organ

tersebut. Sebagai contoh di Provinsi Riau, rilis data terakhir dari Departemen Kesehatan Provinsi

Riau tanggal 20 oktober 2015, jumlah korban ISPA mencapai 66.234 orang penderita. Berikut

 pada Tabel 1 dapat dilihat jumlah penderita beberapa penyakit yang disebakan kabut asap

semenjak bencana kebakaran hutan melanda Provinsi Riau.

Tanggal 29 juni - 20 oktober 2015

Kabupaten ISPA Pneu Asama Mata Kulit Total

Dumai 6703 75 236 109 469 7592

Indragiri Hilir 2287 31 106 317 346 3087

Kampar 2937 11 114 69 200 3331

Rokan Hulu 5561 9 391 631 505 7097

Siak 7129 273 353 358 909 9022

Meranti 1134 27 76 10 45 1292

Bengkalis 6595 334 508 536 418 8391

Pelalawan 2471 82 105 178 229 3065

Rokan Hilir 2799 134 135 374 490 3932

Kuansing 7014 4 440 455 338 8251

Indragiri Hulu 6971 1 217 226 336 7751

Pekanbaru 14633 95 392 430 572 16122

Total 66234 1076 3073 3693 4857 78933

Selain terdapat peningkatan pasien gangguan saluran pernafasan, menurut data dari Kementerian

Kesehatan, telah terdapat korban jiwa akibat kejadian kebakaran lahan dan hutan yaitu: Provinsi

Riau korban meninggal sebanyak 6 orang, Provinsi Jambi korban meninggal sebanyak 1 orang,

Provinsi Sumatera Selatan korban meninggal sebanyak 4 orang, Provinsi Kalimantan Barat

korban meninggal sebanyak 1 orang, Provinsi Kalimantan Tengah korban meninggal sebanyak 4

orang, Provinsi Kalimantan Selatan korban meninggal sebanyak 3 orang, Provinsi Kalimantan

Utara korban meninggal sebanyak 1 orang.

Page 4: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 4/13

4

Dampak bencana asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan selama tiga bulan terakhir,

menyisakan problematika di dunia pendidikan. Para guru dan murid mengalami hambatan besar

untuk mengejar ketertinggalan jadwal belajar, akibat libur panjang menyusul polusi udara yang

 berbahaya bagi kesehatan. Kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan bencana kabut asap

menyebabkan aktivitas belajar dan mengajar di 6 provinsi rawan terganggu. Menurut data dariKementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2015), terdapat 19.716 sekolah yang diliburkan karena

dampak kabut asap sehingga mengakibatkan 2.394.030 siswa tidak dapat melakukan aktivitas

 belajar di sekolah. Hal ini dilakukan karena proses belajar-mengajar tidak memungkinkan untuk

dilakukan dalam kondisi kabut asap yang tebal yang juga berada di dalam kelas, disamping itu

untuk menghindarkan anak-anak sekolah dari bahaya kabut asap yang dapat meningkatkan

serangan penyakit ISPA.

II.  Upaya Penanggulangan dan Pencegahan

A. 

Penanggulangan

Pada kejadian kebakaran hutan dan lahan ini penaggulangan yang dilakukan untuk menghentikan

kebakaran adalah dengan melakukan pemadaman. Kegaian pemadamam dilakukan dengan

 bantuan beberapa ldiantaranya adalah operasi pemadaman darat dilakukan oleh TNI dan Polri.

Di dalam melakukan operasi pemadaman darat, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi

selama di lapangan diantaranya akses lokasi sulit dijangkau dari jalan umum sehingga pemadam

dan peralatan membutuhkan waktu dan ekstra tenaga untuk mobilisasi dan permaslahan lainnya.

Oleh karena itu upaya water bombing dilakukan ketika operasi pemadaman darat sudah tidak bisa

dilaksanakan. Selain itu juga dilakukan upaya teknologi modifikasi cuaca dan pemadaman dengan

 bahan kimia. Berikut digambarkan alur penanggulanagn bencana kebakaran hutan dan lahan di

Indonesia berdasarkan Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap

Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan .

Page 5: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 5/13

5

Pada umumnya penanganan pada awal kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan dilakukan

 pada tingkatan terendah di level kabupaten/kota dengan tingkatan pelaksana di lapangan seperti

BPBD, dinas damkar, dinas kehutanan, dinas pertanian, Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan

di bawah UPT Kementerian Kehutanan, TNI, POLRI, unsur swasta dan masyarakat setempat.

Pada beberapa kasus kejadian kebakaran yang terjadi di tingkat kabupaten/kota yang meluashingga lintas kabupaten tetangga didalam satu provinsi, maka gubernur bertanggung jawab atas

 penanganan kejadian kebakaran hutan dan lahan. Provinsi mengerahkan sumberdaya yang ada di

level provinsi dan dapat juga meminta bantuan sumberdaya dari provinsi tetangga terdekat untuk

mendukung upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan di daerahnya.

Ketika kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan ini meluas dampaknya hingga lintas provinsi

dan dianggap sebagai kejadian bencana yang sifatnya nasional sesuai kriteria tertentu, maka

 pemerintah berkoordinasi untuk menginisiasi tindakan pencegahan, respon dan memulihkan

kejadian kebakaran tersebut dengan memberikan pendampingan bantuan kepada pemerintah

 provinsi dengan pengerahan sumberdaya tingkat nasional.

Konsep operasi ini disusun untuk mengakomodir beragamnya peranan Kementerian dan Lembaga

di tingkat nasional dalam memberikan dukungan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan,

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam peraturan perundangan.

BNPB sebagai koordinator utama penanggulangan bencana di tingkat nasional mengkoordinir

Kementerian dan Lembaga terkait dalam penetapan kebijakan strategis terkait pemadaman

 bencana Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan. BNPB dibantu kementerian dan

lembaga terkait melakukan pengumpulan dan penyebarluasan informasi, perencanaan operasi,

dan pengerahan dukungan sumberdaya tingkat nasional yang dikoordinasikan oleh Pusdalops

BNPB.

Pada tingkat provinsi, BPBD berperan sebagai koordinator dalam pengerahan sumberdaya

 provinsi dan dukungan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Dalam hal ini BPBD

 berkewajiban memberikan laporan terkait operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan

dilapangan ke Pusdalops BNPB. Berikut di dijelaskan lebih rinci tahap-tahapan alur penanganan

kebakaran hutan dan lahan di Indonesia :

1.  BNPB mengoordinir kegiatan-kegiatan penanganan kebakaran hutan dan lahan di tingkat

nasional. Fungsi koordinasi ini dilakukan melalui mobilisasi sumberdaya pemadaman

kebakaran di tingkat nasional guna mendukung pemerintah daerah.2.  Pemerintah Daerah diwakili oleh BPBD menggunakan organisasi SKTD bertanggung

 jawab untuk melaksanakan kaji cepat situasi30 dan penetapan kebutuhan sumber daya

 berada pada Komandan Tanggap Darurat Bencana Kabupaten/Kota (Incident

Commander —  IC).

3.  Pemerintah Daerah akan:

a.  Menunjuk seorang komandan Penanganan Darurat (Incident Commander) untuk

mengendalikan operasi pemadaman (sesuai Peraturan Kepala BNPB No. 10 Tahun

2008 Tentang Komando Tanggap Darurat Bencana);

 b.  Mengaktifkan POSKOLAP (Crisis Centre);

c.  Melakukan upaya pemadaman api melalui pemadaman darat dan pemadaman udara;

Page 6: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 6/13

6

d.  Mengoordinasikan/mengendalikan instansi terkait sebagai pendukung dalam

menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan;

e.  Melaksanakan evaluasi kegiatan-kegiatan setiap hari.

4.  Mobilisasi sumber daya tingkat nasional dilakukan atas dasar pernyataan darurat bencana

kebakaran hutan dan lahan dari Kepala Daerah dan permintaan Kepala Daerah kepadaPresiden Republik Indonesia.

5.  BNPB akan:

a.  Memberikan dukungan pendampingan operasi pemadaman kebakaran hutan dan

lahan sesuai dengan kondisi atau kebutuhan penanganan bencana kebakaran hutan

dan lahan;

 b.  Melaksanakan fungsi komando untuk pengerahan sumber daya dan pengoordinasian

 penanganan bencana kebakaran hutan dan lahan tingkat nasional, sesuai peraturan

 perundang-undangan;

c.  Memfungsikan Pusdalops BNPB sebagai Pusat Pengendali Kebakaran Hutan dan

Lahan Nasional (Pusdalkarhut Nas);d.  Menugaskan seorang pejabat (Federal Coordinating Officer) sebagai perwakilan

BNPB di lokasi kejadian untuk berkoordinasi dengan pejabat yang mewakili Kepala

Daerah (State Coordinating Officer).

6.  Pengerahan sumberdaya Kementerian Kehutanan untuk mendukung operasi pemadaman

akan dikoordinasikan oleh BNPB kepada Pusdalops Nasional Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Kementerian Kehutanan.

7.  Pengerahan sumberdaya TNI untuk mendukung operasi pemadaman akan

dikoordinasikan oleh BNPB kepada Asisten Operasi Markas Besar TNI.

8.  Pengerahan sumberdaya Polri untuk mendukung operasi pemadaman akan

dikoordinasikan oleh BNPB kepada Asisten Operasi Markas Besar Polri.9.  Pengerahan sumberdaya BPPT untuk mendukung operasi pemadaman akan

dikoordinasikan oleh BNPB kepada UPT Teknologi Modifikasi Cuaca.

10. Pengerahan sumberdaya Basarnas untuk mendukung operasi pemadaman akan

dikoordinasikan oleh BNPB kepada Deputi Operasi Basarnas.

11. Pemerintah Daerah Provinsi dapat meminta bantuan provinsi terdekat dalam hal

dukungan sumberdaya terkait operasi pemadaman.

12. Komandan Tanggap Darurat dapat meminta dukungan sumberdaya dari pusat untuk

operasi pemadaman kebakaran melalui Tim TRC Pusat34, kemudian akan dilaporkan

oleh Tim TRC Pusat ke Pusdalops PB.

13.  Informasi mengenai perkembangan situasi bencana dilaporkan melalui prosedur jaring

komunikasi yang telah ditetapkan, sehingga arus komunikasi di daerah/ lokasi ke pusat

tetap berjalan.

Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, maka kewenangan Kementerian Kehutanan

terbatas hanya pada hutan konservasi saja1. Karenanya, untuk penanggulangan kebakaran hutan

dan lahan yang sifatnya lintas sektor, dan memberikan dukungan pendampingan operasi

 pemadaman kebakaran hutan dan lahan pada bencana tingkat kabupaten atau provinsi, maka

fungsi komando untuk pengerahan sumberdaya dan koordinasi penanganan diamanatkan kepada

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Page 7: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 7/13

7

Untuk kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015, pemerintah pusat dengan

kerjasama dengan pemerintah daerah serta lintas sektor telah melakukan kegiatan pengendalian

kebakaran hutan dan lahan. Beberapa langkah dan tindakan yang telah dilakukan untuk dapat

mengendalikan kebakaran hutan yang terjadi lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah

mengenai kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah dilakukan di 5 Provinsiyang rawan kebakaran hutan dan lahan.

Page 8: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 8/13

8

Untuk sekarang, pemerintah melaui Kemetrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sedang sibuk

untuk melakukan anlisis siapa yang terlibat dalam kegiatan pembakaran hutan dan memambillangkah hukum kepada siapa saja yang terlibat. Beberapa perusahaan dan perorangan telah

teridentifikasi, serta yang terbukti melakukan tindakan di beri sangsi. Melalui pemberian sangsi

ini diharapkan timbul efek jera sehingga pelaku pembakaran hutan kedepannya tidak ada lagi.

Berikut pada Tabel dibawah dapat dilihat beberapa perusahaan yang terkena sangsi dari

Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Page 9: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 9/13

9

Untuk penaganan dampak kesehatan, upaya yang telah dilakukan untuk menangani dampak

kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana kabut asap antara lain:

1. 

Pemberian bantuan masker, emergency kit, oxycan, dan paket obat.2.  Menyiapkan akses layanan kesehatan 24 jam yang dikoordinasikan secara lintas

sektor dan dengan jajaran kesehatan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota.

3.  Melakukan promosi kesehatan agar masyarakat memahami bahaya kabut asap dan dapat

melakukan cara-cara antisipasi untuk mengurangi dampak terhadap kesehatan.

4.  Melakukan penelitian dan kajian dampak asap pada kesehatan dalam jangka panjang.

5.  Memberdayakan masyarakat dalam menyiapkan rumah singgah di lingkungannya/shelter

untuk kelompok usia rentan seperti bayi, balita, ibu hamil dan lansia yang dilengkapi

dengan kipas angin dan air purifier/AC.

6.  Mengirimkan Tim ahli Rumah Sakit Umum Pusat / Rumah Sakit Vertikal Kementerian

Kesehatan untuk membantu dan meningkatkan layanan RSUD di provinsi terdampak.

Sedangakan untuk mengatasi terganggunya proses belajar mengajar, maka upaya yang telah

dilakukan untuk menangani dampak terhadap pendidikan akibat kebakaran hutan dan lahan antara

lain dengan kebijakan fleksibilitas waktu belajar, kalender akademis dan jadwal ujian,  rakor

dengan Dinas Pendidikan di 9 Provinsi dan 66 Kabupaten/kota yang terdampak bencana asap,

melakukan ujicoba sistem Sekolah Aman Asap. Sekolah Aman Asap dilakukan dengan

menciptakan ruang kelas yang bebas polusi kabut asap sehingga siswa masih dapat melakukan

 proses belajar di kelas.

Page 10: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 10/13

10

Kementerian Sosial pada tahun 2015 telah ikut melakukan beberapa upaya untuk ikut serta di

dalam penanganan bencana asap yaitu dengan beberapa kegiatan diantaranya adalah :

1.  Pemberian santunan kematian terhadap korban kabut asap di Sumatera

Selatan,Kalimantan Tengah dan Riau.

2. 

Pendirian rumah singgah dan shelter di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, KalimantanSelatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur

3.  Memberikan bantuan kepada pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di 7 provinsi

(Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim)

B.  Pencegahan

Pencegahan kebakaran lahan yang hutan merupakan langkah paling awal dalam kegiatan

 pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan pencegahan yang tepat sasaran dan

dilakukan pada saat yang tepat akan mengurangi resiko terjadinya kebakaran lahan dan

hutan. Pencegahan kebakaran lahan dan hutan hendaknya dapat dilakukan oleh berbagai

instansi terkait sesuai tugas pokok dan fungsinya dengan dukungan dari seluruh elemen

masyarakat. Keberhasilan di dalam pencegahan akan meminimalisir biaya yang harus

dikeluarkan oleh negara untuk melakukan operasi pemadaman disamping dapat

mengurangi kerusakan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran lahan

dan hutan. Beberapa upaya pencegahan yang telah dilakukan yaitu:

1.  Koordinasi dengan berbagai Instansi melalui Surat Menteri

2.  Pengembangan Deteksi dan peringatan dini (Early warning system dan early detection)

3.  Rapat Koordinasi

4.  Kunjungan Kerja di Provinsi Rawan Kebakaran

5. 

Pembuatan Sekat kanal

6.  Regulasi terkait Pengendalian Kebakaran Hutan

Selain itu, solusi untuk mengatasi bencana kabut asap menurut peneliti CIFOR Herry Purnomo

adalah memutus jaringan para pemburu keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan, dari petani

ke investor, menyusun tata ruang dan lahan, serta penegakan supremasi hukum. Selain itu

 pemerintah seharusnya memberikan alokasi dana yang lebih besar untuk pencegahan kebakaran

 jangka panjang, bukan pada pemadaman api. 

Kebakaran hutan dan lahan, bukan sesuatu yang baru lagi di provinsi Riau.

Kejadian ini sudah dimulai pada tahun 1997 dan hampir berulang setiap tahunnya sampaisekarang. Perlu dipahami dan disadari bahwa kerusakan yang diakibatkan kebakaran hutan

dan lahan bersifat eksplosif, yaitu terjadi dalam waktu relatif cepat dan luas. Untuk

mencegah kejadian ini terus berulang, disamping penguasaan mengenai ilmu dan

teknologi mengenai pemadaman kebakaran lahan dan hutan, pengetahuan mengenai

karakteristik lahan yang akan diolah, peningkatan teknologi pada saat pembersihan lahan

(land clearing ) dan yang tidak kalah pentingnya adalah supremasi dan penegakan regulasi

terkait. Berikut beberapa contoh instrument regulasi yang mengakomodir pengendalian dan

 pencegahan kebakaran hutan dan lahan  di Provinsi Riau diantaranya :

Page 11: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 11/13

11

1.  Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

2.  Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3.  Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

4. 

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan5.  Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau

Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau

Lahan.

6.  Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/1986 tentang Petunjuk Usaha

Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran Hutan.

7.  Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 188/Kpts-II/1995 tentang Pembentukan

Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional

8.  Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 38/KB.110/SK/DJ.BUN/05.95

tentang Petunjuk Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran untuk Pengembangan

Perkebunan9.  Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 222/Kpts/IV-BPH/1997

tentang Petunjuk Teknis Penyiapan Lahan untuk Pembangunan Hutan Tanaman

Industri tanpa Pembakaran

10. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen

Kehutanan Nomor:21 & 22/Kpts/DJ-IV/2002 tentang Pedoman Pembentukan Brigade

Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia dan Pembentukan Brigade Pengendalian

Kebakaran Hutan di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan

Kalimantan Tengah.

11.  Instruksi Gubernur Riau Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembuatan Bak Penampung

Air dan Embung di Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau dalam rangka PencegahanKebakaran Hutan dan lahan

Selanjutnya di Provinsi Riau, kebakaran lahan dan hutan seolah-olah sudah menjadi tradisi. Meski

 berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan, namun kabut asap

akibat kebakaran lahan terus menghantui masyarakat Riau. Salah satu penyebab utamanya adalah

kebiasaan masyarakat membuka lahan perkebunan dengan cara membakar. Bagi sebagian

masyarakat, membuka lahan perkebunan dengan cara membakar merupakan cara yang mudah

dan murah. Cukup dengan bermodal minyak tanah dan korek api, maka semak belukar yang

menutupi lahan dengan cepat dapat dibersihkan. Bandingkan dengan biaya membuka lahan

dengan menggunakan alat berat yang tentunya memerlukan biaya cukup mahal.

Menanggapi hal tersebut, ada hal yang menarik dilakukan oleh suatu perusahaan HTI di Provinsi

Riau. Mereka membuat suatu program desa bebas api. Desa-desa yang menjadi anggota ini adalah

desa-desa yang berada disekitar areal konsesi dan sekitar areal perusahaan. Bagi desa yang

terdeteksi tidak ada kebakaran hutan, maka desa tersebut diberi award. Award yang diberikan

 berupa sumbangan senilai Rp100.000.000 yang digunakan untuk kegiatan peningkatan pelayan

desa. Dengan hal ini maka desa-desa yang menjadi angota bersemangat untuk saling menjaga

supaya tidak ada lahan di daerah mereka yang terbakar, dengan harapan agar mendapatkan award

yang dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan desa. Selain itu warga juga menjadi semakin

sadar sadar bahwa membuka lahan dengan cara membakar memiliki dampak yang sangat negatif,

selain menimbulkan kabut asap yang berdampak buruk terhadap kesehatan.

Page 12: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 12/13

12

Selain itu masyarakat sebagai pihak yang berada paling dekat dan terdampak langsung dari

kebakaran bisa menjadi jalan keluar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan berada di

lokasi ketika bencana terjadi, namun setelah bisa mengatasi, mereka pun akan segera

 pergi. Dengan demikian, masyarakat yang senantiasa berada di lokasi hendaknya bisa mencegah

 pembakaran lahan dan hutan agar tidak menjadi bencana. Peran serta masyarakat untuk mencegahterjadinya bencana kebakaran lahan dan hutan bisa dimulai dari tingkat desa.

Masyarakat Desa Harapan Jaya, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau

telah memiliki Peraturan Desa (PerDes) Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pencegahan Kebakaran

Hutan dan Lahan. Peraturan desa ini lahir karena keprihatinan warga akan dampak kebakaran

hutan dan lahan serta melihat penegakan peraturan daerah di tingkat provinsi yang lemah. Di

dalam peraturan desa tersebut diatur dengan jelas dan tegas, bahwa setiap warga masyarakat yang

membakar lahan tanpa terkendali dan mengakibatkan kebun/ladang tetangga ikut terbakar akan

dikenakan sanksi. Besaran sanksi tersebut adalah sebagai berikut: tanaman karet dendanya Rp

100.000/batang dan tanaman sawit dendanya Rp 350.000/batang. Aturan tersebut terbukti ampuhdan sudah ada warga yang membayar denda sejumlah Rp 20.000.000. Dalam mekanisme ini,

 pemerintah daerah tidak menerima denda, namun hanya sebagai penengah antara korban dan

 pembakar. (Berita BNPB, 15 September 2015)

Peraturan Desa Harapan Jaya tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi

 penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan. Pertama, masyarakat dengan inisiatif sendiri

 bisa bekerja sama untuk menghukum warga yang membakar lahan tanpa terkendali. Kedua,

mekanisme denda atau sanksi ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pembakar. Ketiga,

kendati peraturan desa itu ampuh, namun cakupannya hanya terbatas pada administrasi desa dan

tidak berdaya untuk menghukum perusahaan yang membakar lahan.

Belajar dari peraturan desa dan penegakannya, maka inilah beberapa hal yang kiranya bisa

ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat dan daerah agar kebakaran tidak terus berulang setiap tahun.

Pertama, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan terutama untuk mengatasi kebakaran hutan

dan lahan di lingkungannya dengan pelatihan dan penyediaan sarana dan prasara untuk

memadamkan api. Kedua, kemitraan antara perusahaan dan masyarakat perlu dijalin oleh

 pemerintah daerah agar tidak timbul konflik. Ketiga, memberlakukan mekanisme denda kepada

 perusahaan yang wilayah konsesinya terbakar dengan perhitungan denda per hektar. Sistem denda

ini akan efektif karena efek jera dan kecepatan pelaksanaannya dibandingkan upaya pidana atau

 perdata. Keempat, pengembangan penelitian dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk

menggantikan metode pembakaran lahan. Kelima, bila metode membakar masih tetap menjadi pilihan, maka harus terkendali dan diawasi dengan ketat agar tidak meluas.

Page 13: Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

7/23/2019 Tugas Manajemen Resiko Bencana (Harisman_Edi)

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-manajemen-resiko-bencana-harismanedi 13/13

13

DAFTAR PUSTAKA

BeritaSatu. 18 November 2015. Desa Bebas Api Diharapkan Bisa Menjadi Model Nasional.

http://www.beritasatu.com/nasional/323078-desa-bebas-api-diharapkan-bisa-menjadi-

model-nasional.html

Berita BNPB. 15 September 2015. Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana Asap.

http://www.bnpb.go.id/berita/2577/masyarakat-dalam-penanggulangan-bencana-asap

BBC Indonesia. 27 Oktober 2015. Dampak kabut asap diperkirakan capai Rp 200 trilliun.

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151026_indonesia_kabutasap

BNPB. 2013. Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap Akibat

Kebakaran Hutan dan Lahan.

BNPB. 2015. Rencana Nasional Penanggulanagn Bencana 2015-2019.

BNPB.  2013.  Rencana Kontinjensi Nasional Menghadapi Ancaman Bencana Asap Akibat

Kebakaran Hutan dan Lahan.

CNN Indonesia. 1 Oktober 2015. BNPB: Kerugian Negara Akibat Kebakaran Hutan Melebihi Rp

20T. http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151001162312-20-82174/bnpb-kerugian

negara-akibat-kebakaran-hutan-melebihi-rp-20t/

Kompas. 4 November 2015. Menlu Singapura Nilai Kabut Asap adalah Hasil Perbuatan Kriminal.http://internasional.kompas.com/read/2015/11/04/00232171/Menlu.Singapura.Nilai.Kab

ut.Asap.adalah.Hasil.Perbuatan.Kriminal

Makalah Seminar Hapka. 2015. Mencari Akar Masalah Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia.

Institut Pertanian Bogor

Sunarti, Euis. 2009. Evaluasi Penaggulangan Bencana di Indonesia (Lesson Learned 2006-2007).

Pusat Studi Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut

Pertanian Bogor.