bab iv vian
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 BAB IV vian
1/9
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Kalibrasi Pelarut
Pelarut yang dipakai : Aquades (H2O)
Volume pelarut awal (Vo) : 9 ml
Titik didih kalibrasi : 87 oC
pelarut : 0,963948 gr/mL (Geankoplis, 1993)
Popelarut : 76,345 kPa (Geankoplis, 1993)
4.1.2Penentuan Titik Didih Metode Landsberger
1. Sampel Sukrosa (C12H22O11)
Tabel 4.1 Penentuan Titik Didih Sukrosa (C12H22O11)dengan Metode Landsberger
Run W (g) V1(ml) V2 (ml) m1 m2 Td (oC) Td (oC)
I 0,2 10 12 0,0671 0,0549 85 2
II 0,3 9,5 11 0,0907 0,0835 89 2
III 0,4 10,5 11,5 0,1209 0,1063 90 3
IV 0,5 10 15 0,1511 0,1007 91 4
Kdteori = 7,228oC/molal
Kdpraktek = 11,833oC / molal
100%xKd
KdKdRalat%
teori
percobaanteori
100%x7,228
11,8337,228Ralat%
63,710Ralat% %
-
7/21/2019 BAB IV vian
2/9
17
2. Sampel Laktosa (C12H22O11)
Tabel 4.2 Penentuan Titik Didih Laktosa (C12H22O11) dengan Metode Landsberger
Run W (g) V1(ml) V2 (ml) m1 m2 Td (oC) Td (oC)
I 0,2 10 17 0,0671 0,0377 89 2
II 0,3 10,2 15 0,0907 0,0612 89 2
III 0,4 11 20 0,1209 0,0636 91 4
IV 0,5 9 16 0,1511 0,0889 91 4
Kdteori = 7,228oC/molal
Kdpraktek = 3,217oC/molal
%100xKd
KdKd
Ralat% teori
percobaanteori
x100%7,228
3,2177,228Ralat%
55,4925Ralat% %
3. Sampel Kalium Klorida (KCl)
Tabel 4.3 Penentuan Titik Didih Kalium klorida (NaCl) dengan Metode
Landsberger
Run W (g) V1(ml) V2 (ml) m1 m2 Td (oC) Td (oC)
I 0,1 11 19 0,1540 0,0815 85 2
II 0,2 11 16 0,2774 0,1848 90 3
III 0,3 10 15 0,4164 0,2773 91 4
IV 0,4 11 19 0,55486 0,3081 93 6
Kdteori = 7,228o
C/molal
Kdpraktek = 13,749oC/molal
%100xKd
KdKdRalat%
teori
percobaanteori
x100%7,228
13,7497,228Ralat%
90,2185Ralat% %
-
7/21/2019 BAB IV vian
3/9
18
Alasan persen ralat adalah sebagai berikut :
1. Terkontaminasinya larutan yang digunakan.
2.
Rangkaian alat yang kurang baik sehingga mengalami kehilangan uap yang
begitu banyak.
3. Pemanas yang kurang baik sehingga berpengaruh pada temperatur mendidihnya
larutan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Fraksi Mol Zat Terlarut (Xt) terhadap Penurunan Tekanan
Uap Larutan (P)
Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh fraksi mol zat terlarut Sukrosa, Laktosa
dan NaCl terhadap penurunan Tekanan Uap larutan Sukrosa, Laktosa dan NaCl.
Gambar 4.1 Pengaruh Fraksi Mol terhadap Penurunan Tekanan Uap
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012
PengaruhTekananUap(P)
Molalitas (m)
Sukrosa
Laktosa
Kalium Klorida
-
7/21/2019 BAB IV vian
4/9
19
Pada Gambar 4.1 diketahui bahwa sampel Sukrosa menunjukkan penurunan
tekanan uap (P) berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarutnya (X t). Pada run I
dengan fraksi mol zat terlarut sebesar 0,001204 diperoleh P 0,071 kPa, run II
0,00161 diperoleh P 0,106 kPa, run III 0,00215 diperoleh P 0,142 kPa, run IV
0,0271 diperoleh P 0,180kPa.
Pada sampel laktosa ditunjukkan bahwa penurunan tekanan uap (P) larutan
laktosa berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarutnya (Xt). Pada run I dengan
fraksi mol zat terlarut sebesar 0,001204 diperoleh P 0,071 kPa, run II 0,00161
diperoleh P 0,106 kPa, run III 0,00215 diperoleh P 0,142 kPa, run IV 0,0271
diperoleh P 0,180kPa.
Sampel kalium klorida juga menunjukkan bahwa penurunan tekanan uap (P)
berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarutnya (Xt). Pada run I dengan fraksi mol
zat terlarut sebesar 0,0024 diperoleh P 0,1594 kPa, run II 0,0048 diperoleh P
0,3189 kPa, run III 0,0073 diperoleh P 0,0073 kPa, run IV 0,0097 diperoleh P
0,6445kPa.
Secara teori, dapat dijelaskan melalui persamaan :
P = P. XB (Rahadian, 2008)
dimana:
P = tekanan uap jenuh larutan
P = tekanan uap jenuh pelarut murni
XB= fraksi mol pelarut
Karena XA+ XB= 1, maka persamaan di atas dapat diperluas menjadi:
P = P (1XA)
P = P - P . XA
P - P = P . XAP = P . XA (Rahadian, 2008)
dimana:
P = penurunanan tekanan uap jenuhpelarut
P = tekanan uap pelarut murni
XA= fraksi mol zat terlarut
Salah satu sifat koligatif larutan adalah penrunan tekanan uap pelarut pada
sebuah larutan yang berbanding lurus dengan zat yang terlarut dalam larutan. Larutan
-
7/21/2019 BAB IV vian
5/9
20
yang mengandung zat terlarut yang bersifat nonvolatil akan mengikuti hokum
Raoult.
Larutan yang mengikuti hokum Raoult bersifat ideal. Gaya intermolekul antara
zat pelarut dan zat terlarut dalam sebuah larutan bersifat sangat lemah. Struktur
larutan akan menghasilkan perubahan entalpi yang dapat diabaikan (Hlarutan ~ 0).
Tekanan uap larutan nonideal akan berbeda dari hokum Raoult. Derajat
penyimpangan tergantung pada jenis gaya intermolekul yang muncul antara pelarut
dan zat terlarut (Software, 1997).
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin besar molalitas
sukrosa, laktosa dan KCl, maka didapat pengaruh tekanan uap yang semakin besar.
-
7/21/2019 BAB IV vian
6/9
21
4.2.2 Pengaruh Molalitas Terhadap Kenaikan Titik Didih (Td) Larutan
Di bawah ini Gambar 4.4 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh molalitas
Sukrosa (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Sukrosa (Td), Gambar 4.5 yaitu
grafik yang menyatakan pengaruh molalitas Laktosa (m) terhadap kenaikan titik
didih larutan Laktosa (Td), dan Gambar 4.6 yaitu grafik yang menyatakan pengaruh
molalitas Kalium klorida (m) terhadap kenaikan titik didih larutan Kalium klorida
(Td).
Gambar 4.2 Pengaruh Molalitas terhadap Kenaikan Titik Didih
Pada gambar 4.2, sampel sukrosa ditunjukkan memiliki molalitas berbanding
lurus dengan kenaikan titik didih larutan (Td). Pada run I dengan 0,0549 m
diperoleh Td 2 oC, run II 0,0835 m diperoleh Td 2 oC, run III 0,1063 m diperoleh
Td 3 oC, dan run IV 0,1007 m diperoleh Td 4 oC.
-3
-2
-1
0
1
2
3
45
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1
Kenaika
nTitikDidih(T)
Molalitas (m)
Td Teori Sukrosa
Td Regresi Sukrosa
Td Praktek Sukrosa
Td Teori Laktosa
Td Regresi Laktosa
Td Praktek Laktosa
Td Teori KCl
Td Regresi KCl
Td Praktek KCl
-
7/21/2019 BAB IV vian
7/9
22
Sampel laktosa juga ditunjukkan memiliki molalitas yang berbanding lurus
dengan kenaikan titik didih larutan (Td). Pada run I dengan 0,0377 m diperoleh
Td 2 oC, run II 0,0612 m diperoleh Td 2 oC, run III 0,0636 m diperoleh Td 4 oC,
dan run IV 0,0889 m diperoleh Td 4 oC.
Pada gambar 4.2 juga diunjukkan molalitas Kalium klorida berbanding lurus
dengan kenaikan titik didih larutan (Td). Pada run I dengan 0,0815 m diperoleh
Td 2 oC, run II 0,1848 m diperoleh Td 3 oC, run III 0,2733 m diperoleh Td 4 oC,
dan run IV 0,3081 m diperoleh Td 6 oC.
Secara teori, apabila suatu zat nonvolatil dimasukkan ke dalam cairan, maka
pada saat tekanan udara luar 1 atm, tekanan dalam larutan akan lebih kecil. Untuk
membuat Pluar = Plarutan (mendidih), maka di atas larutan perlu fasa uap. Fasa uap
akan timbul bila larutan dipanaskan. Pemikiran yang demikian akan membantu
dalam memahami mengapa titik didih menjadi lebih tinggi.
Untuk menghitung besarnya kenaikan titik didih digunakan:
Td= - RTd2ln X / Huap
Untuk larutan yang sangat encer dan nonelektrolit persaman di atas menjadi :
Td= Kd. ms (Suharyanto, 2012)
dimana:
Td = kenaikan titik didih
Kd= konstanta kenaikan titik didih molal
ms= molalitas solut
Pada 1 atm air mendidih pada 100 C. Jika air dipanaskan pada tekanan yang
tinggi, seperti pada alat memasak bertekanan, maka titik didih air akan lebih besar
dari 100 C.
Cara lain yang digunakan untuk menaikkan titik didih sebuah larutan adalahdengan menambahkan zat terlarut nonvolatil (zat yang tidak memiliki tekanan uap).
Zat terlarut akan menurunkan tekanan uap suatu larutan dibandingkan dengan larutan
murni pada temperatur yang sama. Temperatur yang lebih tinggi akan diperlukan
untuk mendapatkan tekanan uap pada larutan sama dengan tekanan uap pelarut
murninya. Sehingga hal ini menyebabkan titik didih sebuah larutan akan naik
(Hochstim, 1996).
-
7/21/2019 BAB IV vian
8/9
23
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada sampel
sukrosa dan laktosa terdapat penyimpangan karena terdapat nilai Td yang sama
pada molalitas yang berbeda sedangkan pada sampel kalium klorida (KCl) tidak
terjadi penyimpangan
Penyimpangan kemungkinan disebabkan oleh berbagai hal seperti:
1.
Rangkaian alat yang kurang baik sehingga mengalami kehilangan uap yang
begitu banyak.
2.
Pemanas yang kurang baik sehingga berpengaruh pada temperatur mendidihnya
larutan.
3. Terkontaminasinya larutan yang digunakan.
4.2.3 Perbandingan Kenaikan Titik Didih Larutan dengan Berat Molekul yang
Sama
Gambar 4.7 adalah grafik yang menyatakan Perbandingan Antara Kenaikan
Titik Didih Larutan Sukrosa dengan Kenaikan Titik Didih Larutan Laktosa.
Gambar 4.3 Perbandingan Kenaikan Titik Didih Larutan Sukrosa dengan Kenaikan
Titik Didih Larutan Laktosa
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0.2 0.3 0.4 0.5
KenaikanT
idikDidihLarutan(Td)
Massa Sampel (w)
Td Sukrosa
Praktek
Td Sukrosa
Teori
Td Sukrosa
regresi
Td Laktosa
Praktek
Td Laktosa
Teori
Td Laktosa
regresi
-
7/21/2019 BAB IV vian
9/9
24
Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa Td teori sukrosa pada run I diperoleh
Td 0,3968 oC, run II Td 0,6035 oC, run III Td 0,7683 oC, dan run IV Td 0,7278
oC sedangkan Td teori laktosa yaitu pada run I diperoleh Td 0,2724 oC, run II Td
0,443 oC, run III Td 0,4597 oC, dan run IV Td 0,6425 oC. Pada Td praktek
sukrosa pada run I diperoleh Td 2 oC, run II Td 2 oC, run III Td 4 oC, dan run IV
Td 4 oC dan pada Td praktek laktosa pada run I Td 2 oC, run II Td 2 oC, run III
Td 4 oC, dan run IV Td 4 oC.
Secara teori perbedaaan kenaikan titik didih (Td) laktosa dengan kenaikan
titik didih (Td) sukrosa tidak begitu jauh. Kenaikan titik leleh (Td) Laktosa adalah
214 oC (ScienceLab, 2013) dan titik leleh Sukrosa adalah 186 oC (AcrosOrganics,
2009).
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa dengan massa yang bertambah
tidak selalu mengalami kenaikan titik didih.