buku ajar i mpkt a

Upload: jeffry-marzellie

Post on 08-Feb-2018

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    1/151

    124

    BAB I

    KEKUATAN DAN KEUTAMAAN KARAKTER

    Bagus Takwin

    1. Pendahuluan

    Persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali. Ada banyak pembahasan tentang

    karakter di dalam diskusi dan seminar. Bermunculan juga lembaga pendidikan yang diberi

    label pendidikan karakter. Program-program pendidikan dari pemerintah pun mulai banyak

    memberi penekanan pada pendidikan karakter. Kecenderungan ini adalah kecenderungan

    yang baik jika memang persoalan karakter dibidik secara tepat, dan juga jika pendidikan

    karakter yang dimaksud bukan label saja.

    Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan

    pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah menekankan pentingnya

    pembentukan karakter bersama dengan pembangunan rasa kebangsaan dan peningkatan

    pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988). Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa

    tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia

    dengan karakter yang kuat (Dewantara, 2004). Pembentukan karakter juga merupakan isu

    penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau

    karakter (Santoso, 1979).

    Dalam psikologi, khususnya psikologi positif, belakangan ini pembahasan tentang

    karakter dengan kekuatan dan keutamaannya cukup menonjol. Dalam rangka memahami

    kebahagiaan, mereka sampai pada pengertian bahwa kebahagiaan yang otentik adalah

    perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan

    berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Kebahagian otentik bersumber pada diri

    sendiri dan pada kekuatan dan keutamaan karakter, tetapi bukan berasal dari hal-hal lain di

    luar diri sendiri. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan

    perasaan-perasaan positif dalam situasi apa pun. Ia juga dapat melihat sisi-sisi baik dari

    hidupnya sehingga ia dapat memberikan penilaian positif pula kepada hidupnya. Oleh sebab

    itu, pendidikan karakter juga merupakan usaha untuk membantu peserta didik mencapai

    kebahagiaan.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    2/151

    125

    Jika kita pikirkan dengan lebih mendalam lagi, kekuatan karakter bersumber pada

    keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual. Manusia memiliki daya-daya spiritual yang

    memberikan kebebasan kepadanya untuk melampaui apa yang ada di sini dan saat ini.

    Dengan spiritualitasnya, manusia mengatasi dan melampaui keterbatasannya sebagai

    makhluk alamiah. Spiritualitas manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter.

    Kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber

    pada daya-daya spiritualnya.

    Dalam bab ini akan dibahas pengertian karakter dengan merujuk kepada Allport

    (1937;1961). Selanjutnya akan dibahas kekuatan dan keutamaan karakter yang sudah

    dihimpun oleh Peterson dan Seligman (2004) dari pendekatan psikologi positif. Kemudian

    dibahas spiritualitas sebagai dasar kekuatan karakter.

    2. Kepribadian dan Karakter

    Karakter bukan kepribadian meskipun keduanya berkaitan erat. Perlu dibahas lebih

    dulu apa yang dimaksud dengan kepribadian mengingat istilah ini sering dipertukarkan

    dengan karakter. Selain itu, penjelasan tentang karakter akan lebih mudah dilakukan dengan

    menjelaskan kepribadian terlebih dahulu.

    Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai . . . the dynamic organization

    within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustment to

    his environment. . . . organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri

    individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.

    Dari definisi itu dapat dipahami bahwa kerpibadian manusiasebagai hal yang

    terorganisasitidak acak, dan unsur-unsurnya tidak bekerja sendiri-sendiri. Kepribadian

    manusia adalah kesatuan yang teratur dengan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.

    Allport juga memandang kepribadian manusia sebagai sesuatu yang dinamis. Artinya,

    kepribadian manusia terus bergerak dan berkembang, tidak berhenti atau terhenti pada satu

    titik. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis seperti

    berpikir, mempercayai dan merasakan sesuatu. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang

    melibatkan aspek fisik manusia seperti berjalan, berbicara dan melakukan tindakan-tindakan

    motorik.

    Organisasi, dinamika, dan interaksi antara psikis dan fisik manusia dalam

    kepribadiannya menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya. Di sini

    terkandung pengertian bahwa baik faktor internal diri manusia maupun faktor eksternal

    (lingkungan)-nya mempengaruhi kepribadian manusia. Manusia memiliki otonomi dalam

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    3/151

    126

    dirinya tetapi, di sisi lain, ia juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara unik.

    Dengan keunikan itu, seorang manusia berbeda dari manusia lainnya.

    Allport (1937; 1961) menambahkan beberapa pengertian yang menyangkut kepribadian

    sebagai berikut. Pertama, kepribadian dapat dipahami sebagai perpaduan dari sifat-sifat

    (traits) mayor dan minor yang masing-masing dapat berdiri sendiri dan dikenali. Kedua, sifat

    kepribadian (personality trait) merupakan suatu mekanisme paduan antara faktor-faktor

    biologis, psikologis, dan sosial yang mengarahkan individu kepada kegiatan-kegiatan spesifik

    dalam suatu keadaan yang spesifik. Ketiga, seorang ahli psikologi dapat mengatakan bahwa

    dirinya memahami orang lain hanya jika keseluruhan sejarah hidup orang itu telah

    ditelitinya, hanya jika hidup orang itu diamati, dan hanya jika orang itu sendiri ikut

    berkontribusi dalam proses penilaian terhadap dirinya sendiri (self-evaluation).

    Allport cenderung untuk tidak memilah-milah dan menganalisis motif, keinginan, dan

    perilaku sebagai hal yang terpisah satu sama lain, melainkan menganggapnya sebagai hal-hal

    yang saling mempengaruhi. Allport (1961) melihat manusia sebagai keseluruhan yang utuh

    berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya. Oleh karena itu, dalam memahami kepribadian

    seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter,

    motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya.

    Pemahaman tentang unsur-unsur kepribadian berdasarkan analisis terhadap unsur-unsurnya

    masing-masing itu baru merupakan langkah awal untuk membantu pemahaman tentang

    keseluruhan kepribadian. Pada akhirnya, sintesis dari unsur-unsur itulah yang merupakan

    gambaran kepribadian.

    Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya,

    karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan

    nilai dan norma tertentu. Karakter, dengan demikian, adalah kumpulan sifat mental dan etis

    yang menandai seseorang. Kumpulan ini menentukan orang seperti apa pemiliknya. Karakter

    juga menentukan apakah seseorang akan mencapai tujuan secara efektif, apakah ia apa

    adanya dalam berurusan dengan orang lain, apakah ia akan taat kepada hukum, dan

    sebagainya.

    Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan meskipun potensialitasnya ada

    pada setiap orang. Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani serangkaian

    proses pemelajaran, pelatihan dan peneladanan. Seperti yang sudah disebutkan di atas,

    pendidikan pada intinya merupakan proses pembentukan karakter.

    3.Kekuatan dan Keutamaan Karakter

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    4/151

    127

    Identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu pada

    diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil

    dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan Seligman

    (2004) mengembangkan klasifikasi keutamaan beserta pendekatan metodik untuk

    mengidentifikasinya. Mereka mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang

    bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Di sini keutamaan

    sebagai kekuatan karakter dibedakan dari bakat dan kemampuan. Mereka juga menjelaskan

    kondisi situasional yang dapat memunculkan atau menyurutkan kekuatan-kekuatan itu,

    pelatihan atau pembinaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter yang kuat,

    serta hasil-hasil positif yang dapat diperoleh seseorang yang memiliki keutamaan.

    Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik

    inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group

    discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yang

    memahami konstruk karakter dan keutamaan, terutama dalam proses penafsiran dan

    pemaparan keseluruhan karakter subjek yang diteliti. Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa

    teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu

    singkat.

    4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional

    Peterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari karakter, yaitu

    keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Pembedaan ini berguna untuk

    kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter. Komponen karakter yang baik

    tampil dalam level abstraksi yang berbeda sehingga pengenalannya dalam kenyataan praktis

    pun memerlukan pendekatan yang berbeda. Cara mengenali keutamaan berbeda dengan cara

    mengenali kekuatan karakter, juga berbeda dengan cara mengenali tema situasional.

    Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat

    hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional

    di level bawah. Dalam keseharian, kita terlebih dahulu mengenali tema situasional dari

    karakter. Ketika orang menampilkan serangkaian perilaku dalam situasi tertentu, kita dapat

    mengenai tema situasional tertentu dari karakter, tetapi kita belum dapat menyimpulkan

    bahwa orang itu memiliki kekuatan tertentu. Kita dapat lebih memastikan kekuatan apa yang

    dimiliki orang itu jika kita dapat mengenali bahwa orang itu juga menampilkan perilaku-

    perilaku sesuai tema situasional tertentu dalam beberapa situasi. Kemudian, jika dalam

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    5/151

    128

    berbagai situasi dan dalam rentang waktu yang relatif lama, seseorang menunjukkan berbagai

    kekuatan tertentu secara konsisten, baru kita dapat mengenali keutamaan orang itu.

    Keutamaan merupakan karakteristik utma dari karakter (Peterson & Seligman, 2004).

    Para filsuf dan agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu

    keutamaan dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Berbagai perilaku dapat dinilai

    berdasarkan keutamaan yang secara umum terdiri dari: kebijaksanaan, courage(kesatriaan),

    kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Enam kategori

    besar keutamaan ini muncul secara konsisten dalam survei sejarah sehingga dinilai sebagai

    keutamaan universal. Peterson dan Seligman (2004) pun menegaskan bahwa enam

    keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam

    keutamaan ini harus ada di atas batas nilai standar pada individu yang dipercaya sebagai

    orang yang memiliki karakter yang baik.

    Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme,

    yang mendefinisikan keutamaan. Dengan kata lain, keutamaan dapat dicapai melalui

    pencapaian kekuatan karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan pendidikan karakter,

    kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu

    atau lebih keutamaan pada diri seseorang. Peterson dan Seligman (2004) memberi contoh

    berikut ini. Keutamaan kebijaksanaan dapat dicapai melalui kekuatan seperti kreativitas, rasa

    ingin tahu, cinta pembelajaran, keterbukaan pikiran, dan perspektif (memiliki gambaran

    besar mengenai kehidupan). Untuk memiliki keutamaan kebijaksanaan, orang harus

    memiliki kekuatan-kekuatan ini. Kekuatan karakter ini memiliki kesamaan peran dan

    pengaruh dalam keterlibatannya menghasilkan pengetahuan. Perolehan dan penggunaan

    pengetahuan melibatkan kekuatan-kekuatan ini. Tetapi, kekuatan-kekuatan ini juga berbeda

    satu sama lain. Sekali lagi, kita mengenali semua kekuatan ini di setiap tempat dan dihargai

    meski jarang orang menampilkannya. Selain itu, tidak harus semua kekuatan tampil untuk

    dapat menyebut seseorang berkarakter baik. Orang yang memiliki satu atau dua kekuatan ini

    saja dapat dikatakan berkarakter baik, bahkan dapat disebut memiliki keutamaan

    kebijaksanaan.

    Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang

    untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Pengenalan rinci terhadap tema

    situasional membutuhkan pengenalan terhadap situasi dari satu tempat ke tempat lain.

    Sebagai contoh, survei oleh The Gallup Organization mengenali ratusan tema yang relevan

    dengan kinerja prima di tempat kerja, di antaranya empati, inklusivitas (menghargai

    perbedaan dan terbuka pada siapa saja), dan positivitas (berpikir positif) yang mencerminkan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    6/151

    129

    kebaikan hati yang tercakup dalam kekuatan cinta dan kecerdasan sosial, serta tercakup

    dalam keutamaan kemanusiaan (Peterson dan Seligman, 2004). Munculnya tema situasional

    bergantung pada karakteristik tempat beradanya seseorang. Tema situasional dapat muncul

    dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Dari sini

    dapat dipahami bahwa lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya

    kekuatan karakter melalui pemunculan tema situasional. Semakin banyak dan sering tema

    situasional ditampilkan semakin terbentuk kekuatan karakter. Dalam pendidikan karakter,

    perancangan lingkungan yang memfasilitasi tampilnya tema situasional menjadi faktor

    penting untuk pembentukan karakter yang baik.

    5. Kriteria karakter yang kuat

    Apa yang menjadi kualitas dari kekuatan karakter pribadi dan bagaimana

    mengenalinya?

    Peterson dan Seligman (2004) mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat

    sehingga kita dapat mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ialah kriteria dari

    karakter yang kuat.

    1. Karakter yang ciri-ciri (keutamaan yang dikandung)-nya memberikan sumbanganterhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri dan sekaligus untuk orang

    lain.

    2. Ciri-ciri atau kekuatan yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yangbaik bagi diri sendiri dan orang lain, bahkan walaupun tak ada keuntungan langsung yang

    dihasilkannya.

    3. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, membatasi atau menghambat orang-orang disekitarnya.

    4. Kekuatan karakter tampil dalam rentang tingkah laku individu yang mencakup pikiran,perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-

    lemahnya.

    5. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya.6. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal.7. Kekuatan karakter dapat dibedakan dari sifat positif yang lain tetapi yang saling terkait

    secara erat.

    8. Dalam konteks dan ruang lingkup tertentu, kekuatan karakter tertentu menjadi ciri yangmengagumkan bagi orang-orang yang mempersepsinya.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    7/151

    130

    9. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi kebanyakandari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu.

    10.Kekuatan karakter memiliki akar psiko-sosial; potensinya ada dalam diri sendiri, danaktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

    Peterson (2006) percaya bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan

    yang disebut Allport sebagai personal traits (sifat pribadi) satu dekade lalu. Kekuatan

    karakter itu yang dimiliki, dihargai, dan seringkali dilatih orang. Dalam penelitian Peterson,

    ditemukan bahwa hampir setiap orang dapat secara cepat mengenali sekumpulan kekuatan

    yang mereka ia miliki, sekita 2 sampai 5 kekuatan pada setiap orang.

    6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter Yang Membentuknya

    Dalam usaha membentuk karakter, diperlukan pemahaman mengenai apa yang saja

    keutamaan dan kekuatan karakter yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia.

    Peterson dan Seligman (2004) berusaha untuk membuat daftar kekuatan karakter pribadi.

    Daftar ini masih terus dilengkapi dan tidak tertutup terhadap penambahan. Seperti teori

    ilmiah lainnya, teori tentang kekuatan karakter adalah subyek yang siap untuk diubah sesuai

    dengan bukti yang ditemukan dari waktu ke waktu. Berikut ini 24 kekuatan karakter yang

    tercakup dalam 6 kategori keutamaan.

    Kebijaksanaan dan Pengetahuan

    Kebijaksanaan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan dengan fungsi

    kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan pengetahuan. Ada enam

    kekuatan yang tercakup dalam keutamaan ini, yaitu (1) kreativitas, orisinalitas dan

    kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, (3) cinta akan

    pembelajaran, (4) pikiran yang kritis dan terbuka, dan (5) perspektif atau kemampuan

    memahami beragam perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis untuk

    pencapaian hidup yang baik.

    Kreativitas memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru dan produktif

    dalam membuat konsep dan menyelesaikan pekerjaan. Bersama dengan kekuatan orisinalitas

    dan kecerdasan praktis, kreativitas memungkinkan orang yang memilikinya untuk dapat

    menemukan solusi atau produk orisinal serta mampu menemukan cara-cara yang cerdik

    untuk untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    8/151

    131

    Keingintahuan mencakup minat, dorongan untuk mencari kebaruan, keterbukaan

    terhadap pengalaman. Kekuatan ini menjadikan orang memiliki minat dalam pengalaman

    yang sedang berlangsung baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain, serta

    melakukan penjelajahan dan penemuan.

    Keterbukaan pikiran mencakup kemampuan membuat penilaian dan berpikir kritis.

    Kekuatan ini memampukan orang yang memilikinya untuk berpikir mendalam dan

    menyeluruh tentang berbagai hal, memeriksa mereka dari semua sisi, serta menimbang semua

    bukti memadai.

    Cinta pembelajaran memampukan orang yang memilikinya menguasai keterampilan,

    topik, dan cabang pengetahuan baru, baik dengan cara belajar sendiri maupun secara formal

    dalam lembaga pendidikan. Dengan kekuatan ini, orang mau terus belajar dan terus menerus

    mengembangkan dirinya menjadi lebih.

    Kekuatan perspektif menjadikan orang yang memilikinya mampu memberikan nasihat

    bijak kepada orang lain serta memiliki cara untuk melihat dunia yang masuk akal bagi diri

    sendiri dan orang lain. Dengan keutamaan ini, orang dapat memahami berbagai perspektif

    yang ada dan menemukan benang merah di antara perspektif.

    Kemanusiaan dan Cinta

    Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan

    interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan ini terdiri

    atas kekuatan (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki waktu dan tenaga untuk membantu

    orang lain, mencintai dan membolehkan diri sendiri untuk dicintai, serta (3) kecerdasan sosial

    dan kecerdasan emosional.

    Kekuatan Kemanusiaan adalah kekuatan interpersonal yang melibatkan

    kecenderungan dekat dan berteman dengan orang lain. Kekuatan cinta membuat orang

    mampu menjalin hubungan dekat dengan orang lain, khususnya yang bercirikan kegiatan

    berbagi dan peduli yang saling membalas.

    Kekuatan kebaikan hati mencakup kedermawanan, pemeliharaan, perawatan, kasih

    sayang, dan altruistik menjadikan orang mau berbagi kesenangan dan kebaikan dengan orang

    lain. Orang dengan kekuatan ini menjadi berbuat baik sebagai bagian dari pengembangan

    dirinya.

    Kecerdasan sosial mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal

    memampukan orang yang memilikinya memahami motif dan perasaan orang lain, serta

    memahami motif dan perasaan diri sendiri. Orang dengan kekuatan ini dapat menempatkan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    9/151

    132

    diri sesuai dengan kebutuhan orang lain tanpa mengorbankan kebutuhan diri sendiri. Mereka

    mengembangkan dirinya sekaligus juga mengembangkan orang lain.

    Kesatriaan (Courage)

    Keutamaan kesatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang melibatkan

    kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipun mendapat halangan atau tentangan,

    baik eksternal maupun internal. Keutamaan ini mencakup empat kekuatan, yaitu (1) untuk

    menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan,(2) ketabahan atau kegigihan, tegus dan keras

    hati, (3) integritas, kejujuran, dan penampilan diri dengan wajar, serta (4) vitalitas,

    bersemangat dan antusias.

    Kekuatan Keberanian mencakup kekuatan emosional yang melibatkan pelaksanaan

    kehendak untuk mencapai tujuan dalam menghadapi oposisi eksternal dan internal membuat

    orang tahan menghadapi ancaman dan tantangan. Orang dengan kekuatan ini kehendaknya

    tidak menyusut ketika berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi seperti rasa nyeri

    atau keletihan. Kekuatan ini memampukan orang bertindak atas keyakinan meskipun tidak

    populer.

    Ketabahan atau kegigihan mencakup ketekunan dan kerajinan adalah kekuatan yang

    memampukan orang untuk menyelesaikan apa sudah dimulai, bertahan dalam suatu

    rangkaian pencapaian tindakan meskipun ada hambatan. Orang dengan kekuatan ini mampu

    menyesuaikan kata-kata dan perbuatan, serta berpegang pada prinsip dalam berbagai situasi,

    bahkan situasi yang menghambat dan mengancam.

    Integritas yang mencakup otentisitas (keaslian), kejujuran dan penampilan diri yang

    wajar adalah kekuatan yang membuat orang mampu menampilkan diri secara tulus. Orang

    dengan kekuatan ini mengambil tanggung jawab atas perasaan dan tindakannya. Ia mau

    bertanggung jawab untuk semua perbuatannya dan menjalankan tugas-tugas secara jujur.

    Vitalitas mencakup semangat, antusiasme, semangat, dan penuh energi adalah

    kekuatan yang membuat orang dapat menjalani kehidupan penuh dengan kegembiraan,

    semangat dan energi. Orang dengan kekuatan ini merasa hidup, aktif dan penuh daya juang.

    Keadilan

    Keutamaan keadilan (justice) mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu

    masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup di sini, yakni 1) kewarganegaraan atau

    kemampuan mengemban tugas, dedikasi dan kesetiaan demi keberhasilan bersama, 2)kesetaraan (equitydanfairness) perlakuan terhadap orang lain atau tidak membeda-bedakan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    10/151

    133

    perlakuan yang diberikan kepada satu orang dengan yang diberikan kepada orang lain, dan 3)

    kepemimpinan. Keadilan adalah kekuatan sipil yang mendasari kehidupan masyarakat yang

    sehat.

    Kewarganegaraan mencakup tanggung jawab sosial, loyalitas dan kesiapan kerja

    dalam tim membuat orang dapat bekerja dengan baik sebagai anggota kelompok yang setia

    kepada kelompok.

    Kesetaraan adalah kekuatan yang membuat orang memperlakukan semua orang sama

    di hadapan keadilan, bukan membiarkan keputusan atau perasaan pribadi yang bias tentang

    orang lain. Kekuatan ini menghindarkan orang dari prasangka primordial seperti rasisme dan

    stereotipe. Orang dengan kekuatan ini mementingkan kesejahteraan orang lain seperti

    kesejahteraannya sendiri.

    Kepemimpinan adalah kekuatan yang mendorong orang sebagai anggota kelompok

    atau sebagai pemimpin untuk menyelesaikan tugas dan pada saat yang sama menjaga

    hubungan yang baik dengan orang lain dalam kelompok. Orang dengan kekuatan ini dapat

    menempatkan diri dan bekerja secara prima baik sebagai pemimpin maupun sebagai

    bawahan.

    Pengelolaan Diri

    Pengelolaan diri (temperance) adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala

    akibat buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri. Di dalamnya

    tercakup kekuatan (1) pemaaf dan pengampun, (2)pengendalian diri, (3) kerendahan hati, dan

    (4) kehati-hatian (prudence). Keutamaan ini melindungi terhadap kemungkinan hidup

    berlebihan atau berkurangan, serta menjaga orang berada di situasi yang tepat. Kata lain yang

    dapat digunakan untuk keutamaan ini adalah ugahari.

    Pengampunan dan belas kasihan adalah kekuatan yang memberikan orang

    kemampuan untuk mengampuni mereka yang telah berbuat salah, menerima kekurangan

    orang lain, memberikan orang kesempatan kedua, dan tidak pendendam. Kekuatan ini

    membuat orang percaya kepada kemampuan manusia untuk berbuat baik dan menghindarkan

    diri dari pesimisme terhadap kebaikan manusia.

    Pengendalian diri adalah kekuatan yang memampukan orang mengetahui apa yang

    masuk akal dan tidak masuk akal untuk dilakukan sehingga dapat memilih hal-hal yang

    masuk akan untuk dilakukannya. Kekuatan ini membuat orang dapat disiplin, mengendalikan

    selera dan emosi mereka. Orang dengan kekuatan ini dapat menentukan tindakan-tindakan

    yang tepat bagi dirinya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    11/151

    134

    Kerendahan hati atau kesederhanaan adalah kekuatan yang membuat orang

    mengedepankan prestasi daripada pengakuan atas keberhasilan. Orang dengan kekuatan ini

    tidak melakukan kebaikan hanya untuk diri mereka sendiri. Prestasi bagi orang dengan

    kekuatan ini bukan tentang diri sendiri, melainkan untuk sebanyak mungkin orang. Mereka

    tida menilai diri sendiri sebagai lebih atau khusus dibandingkan orang lain.

    Kehati-hatian adalah kekuatan yang membuat orang selalu berhati-hati dalam memilih

    seseorang, tidak mengambil risiko yang tidak semestinya, tidak mengatakan atau melakukan

    hal-hal yang nantinya mungkin akan disesali.

    Transendensi

    Transendensi merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia

    dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Di dalam keutamaan

    ini tercakup kekuatan (1) penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan; (2)

    kebersyukuran (gratitude) atas segala hal yang baik, (3) penuh harapan, optimis, dan

    berorientasi ke masa depan, semangat dan gairah besar untuk menyongsong hari demi hari;

    (4) spiritualitas: memiliki tujuan yang menuntun kepada kebersatuan dengan alam semesta,

    serta (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai. Keutamaan Transendensi adalah

    kekuatan yang menempa orang untuk dapat memahami koneksi yang ada di alam semesta,

    memahami daya-daya yang lebih besar dari manusia, serta memperoleh dan memberikan

    makna.

    Penghargaan terhadap keindahan dan keunggulan yang mencakup kekaguman,

    keheranan, peningkatan kesadaran adalah kekuatan yang membuat orang mampu menghargai

    keindahan, keunggulan, keterampilan, dan kinerja yang baik dalam berbagai ranah

    kehidupan. Pada diri sendiri, orang dengan kekuatan ini terdorong juga untuk menghasilkan

    keindahan, keunggulan, keterampilan dan kinerja yang baik. Kekuatan ini juga membuat

    orang mampu menangkap inspirasi atau gugahan untuk menampilkan diri lebih baik.

    Syukur adalah kekuatan yang menbuat orang dapat menyadari dan berterima kasih

    atas hal baik yang terjadi, serta meluangkan waktu untuk mengungkapkan terima kasih.

    Orang dengan kekuatan ini menerima apa yang ada dalam kehidupan sebagai anugrah dan

    berkah sehingga selalu berusaha menampilkan perilaku yang baik sebagai ungkapan terima

    kasihnya.

    Harapan mencakup optimisme, menjalani hidup secara positif dari waktu ke waktu,

    dan pikiran yang berorientasi ke masa depan adalah kekuatan yang membuat orang selalu

    mengharapkan yang terbaik di masa depan dan bekerja untuk mencapainya. Orang dengan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    12/151

    135

    kekuatan ini selalu optimistik menjalan hidup, berusaha terus menerus untuk lebih baik, dan

    percaya bahwa yang baik selalu dapat dicapai dalam hidup.

    Spiritualitas mencakup religiusitas, iman, dan adanya tujuan hidup adalah kekuatan

    yang membuat orang memiliki keyakinan koheren tentang tujuan yang lebih tinggi, makna

    hidup, dan makna alam semesta. Orang dengan kekuatan ini menampilkan perilaku yang

    konsisten dan koheren sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan hidupnya dan berusaha

    menyesuaikan diri dan aktivitasnya dengan daya-daya yang lebih besar di alam semesta.

    Kekuatan menikmati hidup dan humor membuat orang dapat menjalani hidup yang

    penuh suka-cita, menyukai tertawa dan menggoda orang untuk menghasilkan keceriaan,

    membawa dirinya dan orang lain kepada situasi yang membuat tersenyum, serta melihat sisi

    terang dari kehidupan. Orang dengan kekuatan ini menjalani hidup secara ringan meski

    dalam situasi-situasi yang sulit dan berat.

    Tabel 4.1: Kekuatan dan Keutamaan Karakter

    No. Kekuatan Keutamaan

    1. Kekuatan kognitif:Kebijaksanaan dan

    pengetahuan

    kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai

    kegiatan belajar, perspektif (memiliki gambaran besar

    mengenai kehidupan).

    2. Kekuatan interpersonal:

    Kemanusiaan

    cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli,

    sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruisitik),

    serta memiliki kecerdasan sosial.

    3. Kekuatan emosional:

    Kesatriaan

    keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui

    kesalahan, teguh dan keras hati, integritas (otentisitas,

    jujur), serta bersemangat dan antusias.

    4. Kekuatan kewarganegaraan

    (Civic): Berkeadilan

    citizenship (tanggung jawab sosial, kesetiaan, mampu

    bekerjasama), fairness (memperlakukan orang setara dan

    adil), serta kepemimpinan.

    5. Kekuatan menghadapi dan

    mengatasi hal-hal yang tak

    menyenangkan:Pengelolaan-

    diri (Temperance)

    pemaaf dan pengampun, kerendahatian, hati-hati dan penuh

    pertimbangan, serta regulasi-diri.

    6. Kekuatan spiritual:

    Transendensi

    apresiasi keindahan dan kesempurnaan, penuh rasa terima

    kasih, harapan (optimis, berorientasi ke masa depan),

    spritualitas (religiusitas, keyakinan, tujuan hidup), serta

    menikmati hidup dan humor,

    7. Karakter dan Spiritualitas

    Manusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan seluruh

    alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta. Kekuatan karakter

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    13/151

    136

    transendensi memungkinkan manusia memahami keterkaitan itu. Dengan kekuatan itu

    manusia dapat memaknai apa yang ada di dunia dalam hubungannya dengan hal lain dan

    dalam konteks keseluruhan semesta. Pemaknaan terhadap keseluruhan alam ini

    dimungkinkan adanya pada manusia meskipun secara fisik ia terbatas dan tak pernah dapat

    mengenali keseluruhan dunia secara empirik.

    Kekuatan transendensi ditandai oleh kemampuan untuk membayangkan apa yang

    mungkin ada di luar situasi yang dialami kini dan di sini. Pembayangan itu dapat

    menggerakkan manusia untuk melampaui situasi kini dan di sini, mewujudkan apa yang

    dibayangkannya itu menjadi situasi nyata yang memberikan kebaruan bagi dunia.

    Kemampuan membayangkan apa yang mungkin ada dan kemampuan melampaui situasi kini

    dan di sini mensyaratkan adanya kemampuan memahami keterkaitan semua unsur alam

    semesta. Daya yang memungkinkan manusia untuk melakukan itu semua disebut spiritualitas.

    Istilah spiritualitas mempunyai pengertian yang luas dan menghasilkan penafsiran

    yang berbeda-beda. Meskipun tak ada kesatuan pengertian, secara umum kita dapat

    memahami fenomena spiritualitas dari berbagai pengertian yang ada dan pernah diajukan

    oleh beberapa ahli. Dengan pertimbangan itu, pemaparan beberapa pengertian spiritualitas di

    sini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang apa itu spiritualitas. Dalam salah satu

    pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang teramat religius, sesuatu yang

    berkaitan dengan roh (spirit) dan hal-hal yang sakral. Pembicaraan tentang spiritualitas

    merujuk kepada hal-hal yang berhubungan dengan roh dan hal-hal sakral lainnya yang

    dianggap berkaitan dengan roh, misalnya Tuhan dan makhluk-makhluk di luar manusia yang

    memiliki sifat dan kekuatan gaib. Di dalamnya juga terkandung pengertian tentang

    bagaimana kita bersikap dan memperlakukan hal-hal yang gaib dan sakral itu.

    Pandangan lain menunjukkan bahwa spiritualitas tidak terpisah dari kehidupan sehari-

    hari. Ia adalah pengalaman yang terjadi di tengah keseharian hidup manusia. Spiritualitas

    memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan manusia sebagai makhluk yang

    hidup dalam kebudayaan, tempat, dan waktu tertentu. Perbedaan-perbedaan yang ada

    antarmasyarakat hanya gejala yang tampil di permukaan. Di bagian yang lebih dalam, setiap

    masyarakat memiliki dasar spiritualitas yang universal. Spiritualitas terpancar dari dalam

    semua struktur sosial yang ada dalam setiap masyarakat dan dalam tampilan fisik. Setiap

    peristiwa fisik dapat membawa manusia kepada aspek spiritual jika manusia meningkatkan

    kepekaannya. Dengan menghayati kehidupan sehari-hari, seseorang dapat merasakan

    pengalaman spiritual yang mendalam.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    14/151

    137

    Narayanasamy (dalam McSherry, 1998) menegaskan bahwa tidak ada satu pun

    definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Burnard (1988, dalam McSherry, 1998) melihat

    spiritualitas dapat merujuk kepada pengertian yang berbeda pada orang yang berbeda.

    Menurutnya semua individu memiliki spiritualitas yang khas dan khusus bagi diri mereka,

    terlepas dari orientasi religius dan kepercayaan yang dianutnya. Meskipun begitu, Burnard

    menilai definisi spiritualitas yang dikemukakan oleh Murray dan Zentner (1989, dalam

    McSherry, 1998) mendekati pengertian yang universal dan komprehensif. Mereka

    mendefinisikan spiritualitas demikian:

    . . . a quality that goes beyond religious affiliation, that strives for inspirations,

    reverence, awe, meaning and purpose, even in those who do not believe in any god.

    The spiritual dimension tries to be in harmony with the universe, and strives for

    answers about the infinite, and comes into focus when the person faces emotionalstress, physical illness or death.

    Definisi Murray dan Zentner tersebut mengusulkan spiritualitas harus ditempatkan

    dalam konteks keseluruhan alam semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas

    melampaui afiliasi terhadap agama tertentu. Spiritualitas merupakan suatu kualitas yang juga

    dapat dicapai bahkan oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Pada intinya, dimensi

    spiritual manusia selalu berusaha melakukan penyelarasan dengan alam semesta dan

    menjawab pertanyaan tentang yang tak terbatas. Definisi ini menunjukkan spiritualitas

    sebagai hal yang kompleks dan memiliki kaitan dengan banyak variabel. Segala hal yang ada

    di alam semesta ini terkait dengan spiritualitas.

    Dengan demikian, spiritualitas dapat dipahami sebagai dasar kekuatan dan keutamaan

    karakter manusia. Keutamaan-keutamaan yang terkandung dalam kekuatan transendensi

    merupakan keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan seluruh alam

    semesta dan memberi makna kepada kehidupan. Sebagaimana disebutkan di atas, dalam

    kekuatan transendensi ada penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan. Penghargaan

    ini memberikan dasar bagi manusia untuk menjalani hidup secara bermakna, optimis, dan

    selalu memperjuangkan kebaikan. Penghargaan ini juga menyebabkan kekuatan karakter

    yang lain menjadi penting dalam rangka memperjuangkan kehidupan yang indah dan

    sempurna. Tanpa penghargaan akan kehidupan yang indah dan sempurna, kita tidak dapat

    mengembangkan kekuatan karakter pada diri kita sebab kita akan cenderung pesimis, masa

    bodoh, semena-mena, dan membiarkan saja hal-hal buruk terjadi, jika kita memaknai hidup

    sebagai hal yang buruk, jelek, dan kacau-balau. Kita memperjuangkan kehidupan yang baik

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    15/151

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    16/151

    139

    memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan

    menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang

    lebih besar dari diri sendiri. Jelaslah bahwa ketiga bentuk kebahagiaan ini berkaitan erat

    dengan keutamaan dan kekuatan manusia. Jelas juga bahwa ketiga hal itu merupakan kategori

    spiritual. Ketiganya dimungkinkan oleh daya-daya spiritual manusia. Singkatnya,

    kebahagiaan manusia mensyaratkan pemanfaatan daya-daya spiritualnya.

    Menurut Seligman, tidak ada jalan pintas untuk mempersingkat pencapaian

    kebahagiaan. Kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan memandang hidup sebagai hal yang

    bermakna dan berharga, mengenali diri sendiri dan menemukan kekuatan-kekuatan kita, lalu

    memanfaatkan kekuatan-kekuatan itu untuk kepentingan yang lebih besar. Jadi, jika kita

    ingin bahagia, maka kita harus mulai dengan belajar berpikir positif, memandang hidup dan

    orang lain sebagai hal yang baik, serta memaknai dunia dan seisinya sebagai kebaikan yang

    dianugerahkan kepada kita.

    Pendidikan harus diarahkan kepada ketiga kebahagiaan itu. Peserta didik difasilitasi

    dan dilatih untuk selalu memaknai setiap tindakan yang dilakukannya. Mereka juga

    difasilitasi untuk memahami kekuatan dan keutamaan tertinggi yang dimiliki manusia. Lalu

    mereka difasilitasi dan dibiasakan untuk melayani atau mengerjakan hal-hal yang lebih besar

    dari mereka sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter

    merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta

    didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan

    keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan

    keutamaan.

    Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter maka

    seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan karakter. Dengan

    demikian tidak diperlukan pendidikan karakter khusus di luar pendidikan secara

    keseluruhan; juga tak diperlukan pelatihan pembentukan karakter. Tetapi belakangan kita

    menyaksikan pendidikan secara umum seperti dipisahkan dari pembentukan karakter

    sehingga diperlukan usaha khusus untuk menyelenggarakan pendidikan karakter sebelum

    nanti pembentukan karakter kembali menjadi inti dari pendidikan.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    17/151

    140

    DAFTAR PUSTAKA

    Allport, G. W. 1937. Personality: APsychological Interpretation. New York: Holt.

    Allport, G. W. 1961. Becoming: Basic Consideration for a Psychology of Personality. New

    Haven: Yale University Press.

    Dewantara, K. H. 2004. Karya K. H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta:

    Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

    Hatta, M. 19932/1988. Ke Arah Indonesia Merdeka. Dalam Karya Lengkap Bung Hatta

    (Buku 1): Kebangsaan dan Kerakyatan, hlm. 21130. Jakarta: Penerbit PT

    Pustaka LP3ES Indonesia.

    McSherry, W. 1998. Nurses Perceptions of Spirituality and Spiritual Care NursingStandard. 13, 4, 36-40. Situs Web: http://www.nursing-

    standard.co.uk/archives/vol13-04/research.htm.

    Peterson, C. (2006).A Primer in Positive Psychology. New York: Oxford University Press

    Peterson, C. dan Seligman, M. E. P. 2004. Character Strengths and Virtues: A Handbook and

    Classification.Oxford: Oxford University Press.

    Radhakrishnan, Sarvepalli, dll. (ed.). 1957.History of Philosophy: Eastern and Western, Vol.

    I. London: George Allen & Unwin.

    Ross, L. 1995. The Spiritual Dimension: Its Importance to Patients Health, Well-being andQuality of Life and Its Implications for Nursing Practice. Dalam International.

    Journal of Nursing Studies, 32, 5, 451-468.

    Santoso, S. I. 1979. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta: Universitas

    Indonesia.

    Seligman, M. P. E. 2004. Interview with Martin Seligman. DalamEdge,23 Maret 2004.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    18/151

    141

    BAB II

    DASAR-DASAR FILSAFAT

    Bagus Takwin

    1. Pendahuluan

    Tulisan ini menyajikan secara singkat hal-hal yang mendasar atau prinsip-prinsip

    dasar tentang filsafat. Dengan demikian, materi yang disajikan di sini boleh dikatakan hanya

    berupa pengantar filsafat disertai identitas utamanya sebagai perkenalan. Pokok bahasan yang

    termuat dalam bab ini terdiri atas pengertian, cabang, dan aliran filsafat, serta alternatif

    langkah belajar dan manfaat filsafat.

    Sebelum masuk ke pembahasan topik-topik tersebut, terlebih dahulu akan dibahas

    alasan perlunya kita yang mendalami ilmu pengetahuan atau sains belajar filsafat. Di

    pendahuluan ini juga dibahas hubungan filsafat dengan kekuatan dan keutamaan karakter.

    Mengapa ilmuwan masih perlu filsafat?

    Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat kita temui

    dalam literatur filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi, metode, dan

    implikasi dari ilmu pengetahuan. Kajian ini juga berkaitan dengan penggunaan dan manfaat

    ilmu pengetahuan, serta eksplorasi apakah hasil ilmiah sungguh-sungguh menghasilkan

    kebenaran. Filsafat ilmu juga mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu tertentu

    (misalnya filsafat biologi atau filsafat fisika). Beberapa filsuf ilmu juga menggunakan hasil

    kontemporer ilmu pengetahuan untuk memperoleh kesimpulan tentang filsafat. Di sisi lain,

    filsafat ilmu berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh ilmu

    pengetahuan.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    19/151

    142

    Ada alasan karya pemenang Hadiah Nobel fisika 1932, Weiner Heisenberg, mengenai

    fisika abad ke-20 diberi judul Physics and Philosophy (Fisika dan Filsafat). Juga ada alasan

    hasil karya Karl Popper disebut filsafat ilmu. Keduanya memberikan indikasi yang kuat

    bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan saling membutuhkan. Meski ada pertentangan pendapat

    mengenai hubungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat, dewasa ini hubungan keduanya

    erat lagi dewasa ini. Setidaknya, ada tiga bidang kajian filsafat yang dibutuhkan ilmu

    pengetahuan untuk menjadi dasar bagi aktivitas-aktivitasnya mencari pengetahuan.

    1. Etika. Ilmuwan dituntut bertindak secara etis, baik dalam aktivitas mencaripengetahuan maupun dalam penerapan pengetahuan. Sejarah menunjukkan bahwa

    tanpa dasar etis, ilmu pengetahuan dapat menghasilkan kerugian dan kerusakan di

    dunia.

    2. Epistemologi. Sebagai bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan, epistemologidiperlukan oleh ilmu pengetahuan untuk memberi dasar bagi perolehan pengetahuan.

    Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan epistemologi juga merupakan pertanyaan yang

    perlu diajukan ilmu pengetahuan. Bagaimana kita mengetahui apa yang kita ketahui?

    Sejauh mana ilmu pengetahuan dapat bekerja tanpa mengkaji pengetahuan? Apa itu

    pengetahuan? Apa yang membuat pengetahuan benar dan bagaimana kita

    mengetahuinya? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab baik oleh filsafat maupun

    ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membutuhkan jawaban, setidaknya pendekatan

    kerja yang akan digunakan dalam penelitian, yang biasanya tampil dalam bentuk

    paradigma ilmiah.

    3. Logika. Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan yang kita peroleh dihasilkan darimetode rasional? Apa itu metode rasional? Bagaimana kita memastikan pikiran yang

    digunakan dalam usaha perolehan pengetahuan yang benar adalah pikiran yang tepat?

    Untuk dapat menjawab ini semua dibutuhkan filsafat logika. Tanpa logika, filsafat

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    20/151

    143

    dan ilmu pengetahuan tidak dapat memastikan langkah-langkah perolehan

    pengetahuan yang benar.

    Lalu, mengapa filsafat dibahas beriringan dengan pengembangan kekuatan dan

    keutamaan karakter? Apa hubungan antara keduanya?

    Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Filsafat memang

    mengandalkan pikiran karena untuk mencapai kebenaran diperlukan pikiran. Tetapi

    berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran. Berfilsafat berarti juga melibatkan keseluruhan

    diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Ada syarat-syarat berfilsafat yang melibatkan

    sifat-sifat baik manusia.

    Dari sini dapat dipahami bahwa berfilsafat membutuhkan kekuatan dan keutamaan

    karakter. Filsafat yang berarti cinta kebenaran menuntut orang yang menekuninya memiliki

    keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan beserta kekuatan-kekuatan yang tercakup di

    dalamnya. Tetapi, berfilsafat juga merupakan sebuah cara untuk membangun karakter.

    Aktivitas dalam filsafat mencakup kegiatan berpikir, mencari kemungkinan lain dari situasi,

    menjaga kesetiaan, berani mengambil risiko, dan sebagainya merupakan aktivitas yang dapat

    menguatkan karakter. Dengan dasar itu, maka filsafat dipelajari beriringan dengan

    pengembangan karakter.

    2. Pengertian Filsafat

    Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan Yunani Kuno, Herodotus

    (484-424 SM). Ia menggunakan kata kerja berfilsafat dalam percakapannya dengan

    Croesus yang kemudian menyampaikan kepada Solon bahwa ia mendengar Solon telah

    melakukan perjalanan melalui berbagai negeri untuk berfilsafat digerakkan oleh hasrat akan

    pengetahuan. Kata berfilsafat di situ mengindikasikan bahwa Solon mencari pengetahuan

    untuk pengetahuan semata. Kata filosof atau filsuf berasal dari kata philosophos yang berati

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    21/151

    144

    pencinta kebijaksanaan; philos berarti kebijaksanaan, dan sophos berarti pecinta dari kata

    dasar sophia yang berarti cinta.

    Ada dugaan yang tak dapat dilacak catatan tertulisnya bahwa kata filsafat dapat dilacak

    lebih jauh lagi asalnya pada Pythagoras (sekitar 582-500 SM). Dugaan itu didasarkan pada

    tulisan Cicero (106-43 SM), Diogenes Laertes dan Iamblichus. Sebagaimana dikatakan oleh

    Cicero (terjemahan King, 1945), cerita tentang penggunaan kata filsafat itu terdapat dalam

    percakapan Pythagoras dengan Leon, penguasa Phlius di Peloponnesus. Pythagoras

    menjelaskan dirinya sebagai filsuf, dan berkata bahwa urusannya adalah menyelidiki hakikat

    benda-benda. Penjelasan Cicero diperkuat oleh Laertes (terjemahan Hicks, 1931) dan

    Iamblichus (terjemahan Burch, 1965). Dari ketiganya, dapat disimpulkan bahwa berbeda dari

    orang-orang kebanyakan yang mencari ketenaran atau kemasyuran (doxa), filsuf mencari

    kebenaran (aletheia, kalliston theorian).

    Penggunakan kata filsuf selanjutnya digunakan oleh beberapa penulis Yunani, di

    antaranya Xenophon (430-354 SM) dan Plato (427-347 SM). Pengertian filsuf dalam tulisan-

    tulisan mereka adalah orang yang mencurahkan diri dan hidupnya untuk mencari

    kebijaksanaan atau untuk melakukan pembelajaran. Dalam arti sempitnya, filsuf adalah orang

    yang menyelidiki dan mendiskusikan sebab-sebab benda dan kebaikan tertinggi (Thayer,

    2011).

    Dalam dialog Plato, Phaedrus, ditemukan penggunaan kata filsuf melalui paparan

    Socrates:

    to all of them we are to say that if their compositions are based on knowledge of

    the truth, and they can defend or prove them, when they are put to the test, by spoken

    arguments, which leave their writings poor in comparison of them, then they are to

    be called, not only poets, orators, legislators, but are worthy of a higher name,

    befitting the serious pursuit of their life Wise, I may not call them; for that is a

    great name which belongs to God alone,lovers of wisdom or philosophers is their

    modest and befitting title.(Plato, terjemahan Jowett, 1892: 488)

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    22/151

    145

    Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang

    kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat patut disebut filsuf.

    Mereka adalah pencinta kebijaksanaan.

    Apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Dari asal katanya dalam

    bahasa Yunani Kuno yaitu philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) maka artinya adalah

    cinta akan kebenaran atau kebijaksanaan (wisdom). Definisi ini masih terlalu umum sebab

    ada banyak juga usaha untuk memperoleh kebenaran yang bukan filsafat. Untuk itu perlu

    dirumuskan sebuah definisi filsafat yang lebih spesifik. Jika kita pelajari lebih lanjut

    pemikiran-pemikiran filosofis sejak Yunani Kuno hingga abad ke-21, filsafat dapat

    didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan

    secara kritis, radikal dan sistematis.

    Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Sebuah usaha adalah

    sebuah proses, bukan semata produk. Dengan demikian, yang pertama-tama memiliki sifat

    sistematis, kritis dan radikal adalah proses memperoleh pengetahuan. Filsafat sebagai sebuah

    upaya adalah sebuah proses yang terus menerus berlangsung, tak ada kata putus, berlangsung

    terus hingga kini. Proses itu berisi aktivitas-aktivitas untuk memahami segala perwujudan

    kenyataan atau apa yang ada (being). Hasrat filsafat adalah memahami apa yang ada dan

    mungkin ada. Apa yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses

    pemahaman itu berlangsung terus menerus.

    Meski produk filsafat berupa pemikiran filosofis mencerminkan proses pencariannya

    dan merupakan pelajaran penting, tidak tepat jika dalam memahami filsafat kita hanya fokus

    pada produknya. Sebagai produk, filsafat dapat terkesan sebagai barang jadi, sesuatu yang

    telah selesai. Bisa jadi, jika kita lihat produknya saja kalimat-kalimat dalam filsafat tampil

    sebagai resep, ibarat resep masakan, tinggal diikuti petunjuknya mulai dari bahan sampai cara

    memasak, jadilah makanan yang siap santap. Atau sebaliknya kalimat-kalimat dalam filsafat

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    23/151

    146

    tampil sebagai kerumitan yang sulit dimengerti, membuat orang gentar dan berpikir bahwa

    filsafat bukan urusan orang kebanyakan. Itu bisa terjadi jika kita tidak memahami prosesnya.

    Padahal, filsafat semestinya ditujukan kepada siapa saja, kepada semua orang. Filsafat

    mengupayakan pengetahuan universal. Lebih penting lagi, filsafat mengupayakan

    berlangsungnya proses pencarian pengetahuan universal.

    Jika filsafat hanya dianggap sebagai sebuah produk yang sudah selesai, maka akan

    terjadi kontradiksi dalam pengertian filsafat. Filsafat yang memiliki sifat kritis tidak mungkin

    merupakan barang yang jadi. Setidaknya, sebagai produk filsafat adalah pemikiran yang perlu

    dikaji, direfleksikan dan dikritik lagi.

    Istilah kritis dalam pengertian filsafat berasal dari istilah latin kritein yang berarti

    memilah-milah dan kritikos yang berarti kemampuan menilai. Sifat kritis filsafat

    mengandung dua pengertian ini. Berfilsafat berarti memilah-milah obyek yang dikaji dan

    memberi penilaian terhadap obyek itu. Dalam berfilsafat, para filsuf memilah satu hal dari hal

    lainnya untuk diperbandingkan. Hasil perbandingan kemudian dinilai guna mengetahui

    hubungan antara hal. Penilaian diberikan dalam bentuk yang paling sederhana seperti lebih

    kecil atau lebih besar hingga bentuk yang kompleks seperti hubungan sebab-akibat dan

    dialektika (perpaduan dua hal yang berlawanan dengan dasar pemikiran yang lebih

    abstrak).

    Secara lebih khusus lagi kritis di sini diartikan sebagai terbuka pada kemungkinan-

    kemungkinan baru, dialektis (menjajaki kemungkinan perpaduan dua hal yang bertentangan),

    tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang sudah ada, serta selalu hati-hati

    dan waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran. Berfilsafat berarti juga

    berpikir kritis. Lebih khusus lagi, yang dimaksud berpikir kritis di sini adalah usaha yang

    dilakukan secara aktif untuk memahami dan mengevaluasi informasi dengan tujuan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    24/151

    147

    menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau belum dapat diputuskan

    penerimaannya karena belum jelas.

    Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radikal berasal dari kata radix yang

    berarti akar. Radikal berarti mendalam, sampai ke akar-akarnya. Pemahaman yang ingin

    diperoleh dari kegiatan filsafat adalah pemahaman yang mendalam. Berpikir kritis

    memungkinkan orang untuk dapat berpikir radikal. Dengan berpikir kritis yang sifatnya luas

    dan mendalam, orang tidak begitu saja menerima apa yang ada, melainkan mencermati,

    menemukan masalah dan lubang-lubang pada pengetahuan yang sudah ada, lalu mencari

    pejelasan baru yang lebih lengkap. Penjelasan baru itu bisa jadi menggantikan penjelasan

    terdahulu, membongkar dasar dan mencabut akar-akar pemikiran sebelumnya. Sifat radikal

    pada filsafat memungkinkannya memahami persoalan sampai ke akar-akarnya dan

    mengajukan penjelasan yang mendasar.

    Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah systema yang berarti

    keteraturan, tatanan dan saling keterkaitan. Sistematis di sini memiliki pengertian bahwa

    upaya memahami segala sesuatu itu dilakukan menurut suatu aturan tertentu, runut dan

    bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti suatu aturan tertentu pula. Sifat sistematis itu

    disertai dengan jaminan langkah-langkah berpikir yang tepat. Dengan kata lain, sifat

    sistematis dalam filsafat sekaligus mencakup sifat logis. Dari sini dapat dipahami bahwa

    filsafat mencakup logika. Artinya, filsafat selalu memegang keyakinan akan daya argumen

    dan penalaran. Logika yang digunakan dalam filsafat merupakan logika baru untuk

    jamannya. Jika kita cermati pemikiran para filsuf besar dunia, maka kita temukan di sana

    logika yang mereka gunakan untuk memahami perwujudan kenyataan yang dikaji.

    Berdasarkan pengertian filsafat yang sudah dipaparkan di sini, dapat disimpulkan

    bahwa berpikir filosofis berarti merenung yang bukan mengkhayal atau melamun. Merenung

    yang dimaksudkan adalah berkontemplasi, yaitu berpikir mendalam, kritis, dan universal

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    25/151

    148

    dengan konsentrasi tinggi yang terfokus atau menitikberatkan pada segi usaha mengetahui

    sesuatu. Seorang filsuf bernama Jacques Maritain mengatakan, Filsafat ialah suatu

    kebijaksanaan dan sifatnya pada hakikatnya berupa usaha mengetahui.Mengetahui dalam arti

    paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian berdasarkan sebab-

    sebabnya mengapa barang sesuatu itu seperti keadaannya, tidak bisa lain dari itu (Kattsoff,

    2004:65). Usaha mengetahui yang dilakukan melalui filsafat dengan cara berpikir, harus

    mengikuti kriteria yang sekaligus merupakan ciri berpikir filosofis yang disarikan berikut ini.

    Filsafat merupakan pemikiran yang sistematis. Perenungan filosofis ialah percobaan untuk

    menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional untuk memahami dunia tempat kita hidup,

    maupun untuk memahami diri kita sendiri. Perenungan itu dapat dilakukan oleh

    perseorangan, sama seperti cara bertanya kepada diri sendiri, dan bisa juga secara

    berkelompok yang diisi dengan dialog yang bersifat analitis dan kritik secara timbal balik.

    Hasrat filosofis ialah berpikir secara ketat. Kegiatan filosofis sesungguhnya

    merupakan perenungan atau pemikiran yang sifatnya kritis, tidak begitu saja menerima

    sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lainnya,

    menanyakan mengapa, dan mencari jawaban yang lebih baik dari jawaban pertama

    (pandangan awal). Suatu perenungan filosofis harus bersifat koheren atau runtut (tidak boleh

    mengandung pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan alias tidak runtut

    (inconsistent)). Dua pernyataan yang saling bertentangan (contradictory), tidak mungkin

    kedua-duanya benar.

    Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagian konsepsional yang

    merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-

    proses, satu demi satu. Di antara yang dibicarakan itu adalah pemikiran itu sendiri. Filsafat

    merupakan hasil menjadi sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan

    menjadi kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    26/151

    149

    dipikirkannya. Jadi, seorang filsuf pada hakikatnya membicarakan tiga hal, yaitu dunia di

    sekitarnya, dunia yang ada dalam dirinya, dan perbuatan berpikir itu sendiri. Dalam filsafat

    tidak boleh ada misteri. Misteri adalah sesuatu yang gelap, belum terpecahkan, bahkan bisa

    jadi tidak akan pernah terpecahkan karena gaib. Misteri yang telah terpecahkan turun

    statusnya menjadi problem. Problem adalah sesuatu masalah yang dapat dipecahkan (ada

    ilmu untuk itu: how to solve the problem). Objek filsafat haruslah menyangkut sesuatu yang

    nyata dan jelas. Pada dasarnya filsafat menelaah segala masalah yang dapat dipikirkan oleh

    manusia. Namun, masalah yang dipikirkan itu harus jelas, bukan yang misterius. (Kattsoff,

    2004:15.)

    3. Cabang dan Aliran Filsafat

    Ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki

    obyek kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika

    permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari

    ontologi, epistemologi dan axiologi. Kita juga bisa menemukan pembagian filsafat

    berdasarkan obyek kajian dengan cabang-cabang di antaranya filsafat alam, filsafat

    matematika, filsafat ilmu, filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat bahasa, filsafat agama

    dan filsafat politik.

    Di sini kita akan fokus pada pembagian filsafat berdasarkan sistematika

    permasalahannya. Seperti yang sudah disebut, filsafat secara sistematis terbagi menjadi 3

    bagian besar:

    1) Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being) atau tentang apa

    yang nyata;

    2) Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup

    pengetahuan; dan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    27/151

    150

    Epistemologi

    dlm arti sempit

    Metodologi

    Logika

    2

    1

    Ontologi

    Metafisika

    Etika

    Estetika

    3

    Gambar 1. Diagram pembagian bidang filsafat

    Filsafat Ilmu

    3) Axiologi yaitu bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang

    seharusnya dilakukan manusia.

    Ontologi

    Istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu ontayang berarti ada dan

    logia yang berarti ilmu, kajian, prinsip atau aturan. Ontologi secara umum

    didefinisikan sebagai studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta

    kategori dasar keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi secara tradisional dianggap

    sebagai cabang utama filsafat. Tetapi belakangan, banyak filsuf modern dan pascamodern

    yang mengabaikan ontologi dan tidak memiliki pemikiran ontologis, atau menganggap

    ontologi bukan bagian penting dari filsafat. Meskipun demikian, masih banyak filsuf yang

    masih menganggap penting ontologi.

    Sebagai bidang kajian filsafat tentang ada, ontologi dalam arti umum dibagi dua

    menjadi dua subbidang, yaitu ontologi(dalam arti khusus) dan metafisika. Ontologi dalam

    arti khusus mengkaji ada yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita

    berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh

    indra. Sedangkan metafisika mengkaji ada yang masih disangsikan kehadirannya.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    28/151

    151

    Kata metafisika berasal dari kata tameta dan taphysika. Tameta berarti di balik atau

    dibelakang. Taphysikaberarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap bentuknya oleh

    indra. Berdasarkan asal katanya itu, metafisika diartikan sebagai kenyataan di balik fisika

    atau kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra. Metafisika berhubungan dengan

    obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melampaui sesuatu

    yang bersifat fisik. Secara fisik ada itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap

    ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.

    Dalam perkembangannya, pengertian metafisika bergeser menjadi suatu cabang filsafat

    yang mengkaji hal-hal (being) yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika

    berhubungan dengan objek-objek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena objek

    itu melampaui sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik hal itu tidak tampak namun oleh

    sebagian orang dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya. Dapat

    dikatakan pula bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji realitas yang supra-

    inderawi dibalik gejala-gejala fisik.

    Beberapa ahli filsafat memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika.

    Salah satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai The theory of the

    nature of the universe as a whole, and of those general prinsiples which are true of

    everything that exist. Menurutnya metafisika adalah teori tentang sifat-sifat alamiah

    keberadaan dunia sebagai suatu keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu

    dapat menjelaskan secara benar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.

    Epistemologi

    Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber,

    hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Oleh karenanya kajian ini masuk juga dalam ruang

    lingkup epistemologi. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    29/151

    152

    bagaimana proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat

    mengetahui. Dalam epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi

    dalam arti sempit; (2) filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika.

    Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

    pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur

    pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini

    adalah pengetahuan umum atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang

    berguna bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).

    Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-

    cara memperoleh ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan yang dikaji berbeda dengan

    pengetahuan pada epistemologi dalam arti sempit. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang

    menjadi obyek adalah pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (science). Berbeda dengan

    pengetahuan sehari-hari (knowledge), pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang

    sistematis, diperoleh dengan menggunakan metode-metode tertentu, logis dan teruji

    kebenarannya.

    Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara dan metode-metode ilmu

    pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih (valid), dan teruji. Di

    sini cara dan metode ilmu pengetahuan dikaji sejauh mana kesahihannya dalam kegiatan

    menemukan ilmu pengetahuan. Di dalamnya termasuk juga kritik dan upaya pengujian

    keabsahan cara kerja dan metode ilmu pengetahuan. Selain mengkaji cara-cara dan metode-

    metode yang sudah ada, dalam metodologi dikaji pula kemungkinan-kemungkinan cara dan

    metode baru.

    Seperti yang sudah disinggung terdahulu, logika adalah kajian filsafat yang

    mempelajari teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Yang menjadi satuan

    penalaran dalam logika adalah argumen yang merupakan ungkapan dari putusan (judgment).

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    30/151

    153

    Penalaran berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari

    premis ke kesimpulan lewat proses penyimpulan (inference). Logika berkaitan dengan filsafat

    ilmu dan metodologi ilmu. Proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan (afirmasi) atau

    menyangkal (negasi) sesuatu yang dapat diujicoba, di dalamnya termasuk bahasa kognitif.

    Proposisi terdiri dari pokok yang dibicarakan (subyek), apa yang disangkal atau diiyakan

    (predikat), dan hubungan yang sifatnya menyatukan atau memisahkan (kopula). Secara

    umum ada dua jenis argumen: 1) induktif dan 2) deduktif. Argumen induktif bergerak dari

    premis-premis khusus ke kesimpulan atau premis umum. Argumen deduktif bertolak dari

    premis umum ke premis atau kesimpulam khusus. Penilaiannya adalah valid atau invalid.

    Induksi menghasilkan pengetahuan yang tidak niscaya, melainkan boleh jadi. Kadar

    kebolehjadiannya dapat diukur lewat statistik dengan penilaian kuat atau lemah.

    Axiologi

    Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan Apa yang

    dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia? Di sini yang dibicarakan

    adalah nilai-nilai (kata axiologi sendiri dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang menjadi

    sumbu perilaku penghayatan dan pengamalan manusia). Axiologi mengkaji pengalaman dan

    penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Di dalamnya dibahas tentang nilai apa yang

    berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Selain itu juga dibicarakan tentang

    nilai rasa manusia yang dikaitkan dengan keindahan. Cabang filsafat yang termasuk dalam

    axiologi adalah etika dan estetika.

    Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan

    dan apakah itu perilaku baik. Cabang ini meliputi apa dan bagaimana hidup yang baik,

    menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.

    Kata etika menunjuk dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    31/151

    154

    pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup

    manusia yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku manusia. Dalam etika kita juga

    mempelajari moralitas dan alasan-alasan yang lebih abstrak mengapa manusia berbuat dan

    tidak berbuat sesuatu.. Etika bukanlah sekedar kumpulan perintah dan larangan (harus dan

    jangan) tetapi merupakan satu sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu secara

    teratur untuk mencapai masyarakat yang berbudaya dan hidup bahagia. Estetika mengkaji

    pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau

    tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan yang dipersepsi oleh manusia.

    Pada dasarnya, pembahasan tentang nilai menyangkut banyak cabang pengetahuan

    yang berkaitan atau bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus seperti ekonomi,

    estetika, etika, agama, dan epistemologi. Dari lima cabang ilmu tersebut, ada tiga nilai yang

    berbeda namanya, tetapi mempunyai persamaan dalam penafsiran. Etika berkaitan dengan

    masalah kebaikan; epistemologi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah

    keindahan. Kebaikan, kebenaran, dan keindahan merupakan tiga serangkai yang bertalian dan

    saling melengkapi. Dari sudut pandang filsafat, baik, benar, dan indah membentuk kesatuan

    makna.

    Kattsoff (2004:324) berpendapat bahwa istilah nilai mempunyai bermacam makna,

    yakni mengandung nilai (artinya, berguna); merupakan nilai (artinya, baik atau benar atau

    indah); mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang

    dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sikap nilai tertentu);

    dan memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal

    yang menggambarkan nilai tertentu). Pembicaraan tentang nilai mempunyai spektrum atau

    jangkauan yang sangat luas. Penjelasan Kattsoff tentang cara penggunaan kata nilai dapat

    kita jadikan pedoman dalam pemakaiannya. Menurut Kattsoff, sesuatu benda atau perbuatan

    dapat mempunyai nilai, dan karena itu dapat dinilai. Hal-hal tersebut di bawah ini dapat

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    32/151

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    33/151

    156

    tertata dari pengalaman empirik, lalu mengatur dan menertibkannya dalam kategori-

    kategori.

    d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-prosesmental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Materi tidak memiki

    kedudukan yang independen melainkan hanya merupakan materialisasi dari pikiran

    manusia.

    e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan

    secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. Manusia

    memiliki kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis menjadi lebih

    dinamis.

    f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan memandang

    gejala dan kesadaran selalu saling terkait.

    4. Alternatif Langkah Belajar Filsafat

    Ada banyak cara untuk belajar filsafat sesuai dengan pesatnya perkembangan filsafat

    sehingga sekarang kini. Para filsuf mengembangkan cara belajar filsafat sesuai dengan

    pendekatan yang digunakannya. Dalam tulisan ini dikemukakan satu alternatif langkah

    belajar filsafat yang umum dipakai oleh para filsuf, juga oleh ahli filsafat dan ilmuwan untuk

    memecahkan masalah filsafat secara umum dan mengkaji aliran filsafat tertentu.

    Secara umum, filsuf berusaha memperoleh makna istilah-istilah dengan cara

    melakukan analisis terhadap istilah-istilah itu berdasarkan pengenalan obyeknya dalam

    kenyataan. Analisis didefinisikan sebagai pemilahan bagian-bagian satu satu hal berdasarkan

    kategori yang relevan. Analisis terhadap istilah dilakukan dengan memilah-milah bagian

    makna atau isi pikiran dari istilah berdasarkan kategori tertentu. Meski pada dasarnya para

    filsuf memulai filsafat dari benda-benda dan bukan dari kata atau istilah, pemakaian istilah

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    34/151

    157

    yang tepat harus dilakukan. Bahasa adalah medium filsafat dan oleh karena itu istilah dan

    pernyataan yang merupakan bagian dari bahasa menjadi penting dalam filsafat. Analisis

    terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan makna

    yang tepat dan memadai.

    Setelah analisis istilah, filsuf berusaha untuk memadukan hasil-hasil penyelidikannya

    melalui aktivitas sintesis. Dalam aktivitas sintesis, filsuf membanding-bandingkan bagian-

    bagian dari makna istilah yang dihasilkan dari aktivitas analisis. Lalu ia mencari benang

    merah antar-bagian untuk kemudian menemukan kesamaan makna di antara mereka. Dari situ

    diperoleh satu makna istilah yang komprehensif yang memayungi semua bagian sekaligus

    menjelaskan hubungan antar-bagian istilah.

    Penggunaan analisis dan sintesis dalam filsafat ini disebut metode analisis-sintesis.

    Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh filsuf. Menganalisis

    adalah melakukan pemeriksaan konsepsional terhadap istilah-istilah yang digunakan atau

    pernyataan-pernyataan yang dibuat. Tujuannya adalah (1) memperoleh makna baru yang

    terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan, dan (2) menguji istilah-istilah itu melalui

    penggunaannya, atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya. Analisis

    istilah berarti perincian istilah atau pernyataan ke dalam bagiannya sedemikian rupa sehingga

    orang dapat melakukan pemeriksaan terhadap makna yang dikandungnya. Tujuan

    pemeriksaan ini adalah penentuan makna apa yang akan diberikan.

    Menurut Kattsoff (2004), secara filosofis analisis adalah pengumpulan semua

    pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk menyusun suatu pandangan

    tentang dunia. Sedangkan sintesis dapat didefinisikan sebagai aktivitas menemukan benang

    merah antar-bagian yang dipilah berdasarkan kategori tertentu untuk kemudian menemukan

    kesamaan makna di antara bagian-bagian itu.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    35/151

    158

    Secara ringkas, Kattsoff (2004:34-38) mengemukakan langkah-langkah umum yang

    disarankan dalam menganalisis dan sintesis.

    1.Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau kelengkapannya.2.Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni menguji prinsip-

    prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan kebenarannya

    (untuk menyimpulkan kebenaran yang lain).

    3.Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya dengankebenaran.

    4.Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang bersangkutan danmenguji penyelesaian-penyelesaian mereka.

    5.Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah yangdiajukan.

    6.Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap hasil-hasilpenjabaran yang telah dilakukan.

    7.Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan.

    Metode belajar filsafat sebenarnya bukan hanya dapat digunakan untuk belajar

    filsafat, melainkan juga dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran di bidang ilmu pengetahuan

    lain. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan filsuf untuk menemukan pengetahuan diperlukan juga

    oleh bidang ilmu lain. Selain sifat filsafat, kritis, radikal dan sistematis, cara filsuf

    menemukan pengetahuan juga dimanfaatkan oleh ilmuwan untuk menemukan pengetahuan.

    Hanya saja, para ilmuwan sangat mementingkan juga bukti empirik dari penjelasan tentang

    gejala. Bagi ilmuwan, cara berpikir filosofis, yaitu kritis, radikal dan sistematis ditambah

    dengan bukti empirik harus muncul bersama untuk menghasilkan solusi permasalahan yang

    dianggap paling tepat atau paling benar.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    36/151

    159

    Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia untuk menyelesaikan

    masalah yang dihadapinya. Jika orang menyadarinya, maka lebih banyak lagi manfaat

    berpikir filosofis yang dapat diperoleh. Dengan berpikir filosofis orang dapat berpikir

    mendalam dan mendasar. Orang juga dapat memperoleh kemampuan analisis, berpikir kritis

    dan logis sehingga ia mampu juga berpikir secara luas dan menyeluruh. Berpikir filosofis

    juga membuat orang dapat berpikir sistematis dalam mengumpulkan pengetahuan sebanyak

    mungkin secara tertata. Berpikir filosofis juga membantu orang untuk menjajaki

    kemungkinan baru sehingga dapat memperoleh pengetahuan baru. Orang dapat terus menerus

    menambah pengetahuannya dengan berpikir filosofis. Di sisi lain, berpikir filosofis juga

    memberikan kesadaran kepada orang mengenai keterbatasan pengetahuannya. Kesadaran

    akan masih banyaknya hal yang tidak diketahui membuat orang menjadi rendah hati, terbuka

    dan siap untuk memperbaiki pengetahuannya. Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan

    satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-

    kekuatan yang dikandungnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Diogenes Laertes,Lives of Eminent Philosophers, VIII, 8 (Loeb Classical Library, trans. R.D.

    Hicks, Harvard University Press, 1931, Vol II. pp. 327 & 329)

    Gazalba, Sidi. (1979). Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

    Kattsoff, Louis O. (2004).Dasar-dasar Filsafat (terjemahan Soejono Soemargono). Cetakan

    ke-9. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

    Iamblichus, The Life of Pythagoras, chap. XII. (translated by R. Burch fromDe vita

    Pythagorica liber, ed. [A.M. Hakkert, 1965], pp. 39-41).

    Jowett, B. (1892). The Dialogues of Plato, 3rd

    Edition. Oxford: Clarendon.

    Thayer, J.H. (2011). Thayers Greek Lexicon. Electronic Database. Biblesoft, Inc.

    Whiteley, C.H. (1977).An Introduction to Metaphysics. Hassocks Eng. and AtlanticHighlands, N.J: Harvester Press.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    37/151

    160

    BAB III

    DASAR-DASAR LOGIKA

    Bagus Takwin

    1. Apakah Logika Itu?

    Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang

    menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika

    sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika

    dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar

    untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

    Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari

    filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika

    ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji

    seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang

    menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari

    bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis sepertiyang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa

    non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi.

    Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali

    membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani

    Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan

    seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang

    bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru

    ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.

    Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip,

    aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari

    Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai

    oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti seni berdebat.

    Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan

    terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudah

    dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    38/151

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    39/151

    162

    bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas

    epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan.

    Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup

    unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.

    Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta mengapa dan

    bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran

    yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

    pengetahuan. Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga

    memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-

    segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan

    pengetahuan. Sebuah sistem logika didasari oleh asumsi tentang sumber pengetahuan, apakah

    pengetahuan itu dianggap bersumber dari pikiran, pengalaman atau dari hal-hal lain. Dalam

    sistem logika yang komprehensif juga ditentukan batas-batas kemampuan manusia untuk

    mengetahui, jenis pengetahuan yang dapat diperoleh, dan syarat-syarat dari pengetahuan

    sehingga dapat dipahami manusia. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana

    pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga

    mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah

    penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.

    Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini

    disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Belakangan,

    mereka yang membahas matematika kebanyakan adalah filsuf, seperti Bertrand Russell,

    Alfred North Whitehead dan Gottlob Frege. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi

    masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead

    dalam buku mereka yang berjudul Principia Mathematica (1925). Dalam pengertiannya

    sebagai kajian tentang penalaran yang benar, logika memunculkan pertanyaan-pertanyaan

    yang relevan dengan aspek matematis dari logika. Dua di antaranya ialah bagaimana

    pembuatan kesimpulan dari prinsip-prinsip umum yang sudah ada dan validitasnya

    berhubungan dengan penalaran yang benar? Dan bagaimana matematika sebagai proses

    pembuatan kesimpulan khusus berdasarkan hukum-hukum umum dapat dipahami dari segi

    logis; dan, sebaliknya, bagaimana logika dipahami dari sudut pandang matematika?

    Sebagai kajian tentang penalaran, logika juga berhubungan erat dengan bahasa

    alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Untuk berkomunikasi, orang bernalar dengan

    menggunakan bahasa alamiah. Ini juga berkaitan dengan matematika. Hal ini menimbulkan

    sejumlah pertanyaan: bagaimana matematika dapat diterapkan di dalam kenyataan non-

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    40/151

    163

    matematik? Bagaimana matematika dapat menjelaskan realitas sehari-hari? Bagaimana

    matematika dapat digunakan untuk melakukan penalaran yang benar? Apa dasar

    epistemologis dari matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat penalaran yang

    benar?

    Buku ini tidak akan menjelaskan bagaimana logika dan matematika saling

    berhubungan, dan juga tidak menjelaskan secara khusus dan rinci hubungan antara bahasa

    dan penalaran sehari-hari dengan logika. Uraian tadi hanya sekadar menunjukkan secara

    singkat bahwa logika berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol

    matematika digunakan di dalam logika. Logika juga berkaitan dengan pemahaman manusia

    dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai medianya.

    Di atas sudah dibahas secara umum tentang dua pengertian logika, yakni sebagai

    cabang filsafat dan sebagai cabang matematika. Sebelum pembahasan lebih khusus tentang

    logika, di sini dikemukakan dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian

    tentang kebenaran khusus atau fakta dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum

    dari putusan (bahasa Inggris: judgment). Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika

    merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu,

    sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya.

    Kebenaran logis dapat dipahami sebagai kebenaran paling umum, satu kebenaran yang

    dikandung oleh semua kumpulan kebenaran lain yang hendak dijelaskan oleh ilmu

    pengetahuan. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum;

    tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan

    mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob

    Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman. Konsepsi logika ini secara dekat

    diasosiasikan dengan satu pernyataan yang diperoleh dengan menggunakan logika secara

    fundamental tentang kesimpulan-kesimpulan tertentu dan tentang semua konsekuensi logis

    dari tiap kesimpulan itu. Pengertian logika di sini dapat dipulangkan kepada asal katanya,

    logos, dari Herakleitos yang berarti aturan, prinsip, atau kata-kata yang menjelaskan

    realitas.

    Kebenaran logis dalam pengertian ini merupakan satu kebenaran yang diungkapkan

    dengan representasi yang secara logis tidak mengikuti asumsi apa pun. Kebenaran logis ini

    dapat dipahami juga sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip pertama yang mencukupi

    dirinya sendiri (self-sufficient reason). Dalam pengertian lain, kebenaran logis adalah satu

    pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas

    dari apa makna bagian lain yang menyertainya.

  • 7/22/2019 buku ajar I MPKT A

    41/151

    164

    Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari

    putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan

    susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan

    putusan. Satu contoh bentuk kegiatan dari logika ini adalah penyelidikan tentang struktur

    hubungan antara subjek dan predikat dari berbagai putusan yang ada; penelitian tentang jenis

    putusan, dan bagaimana pikiran manusia menggunakan bentuk-bentuk pernyataan tertentu

    untuk membuat kesimpulan. Fokus kajian dari logika ini adalah pikiran, representasi

    linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. (Putusan terdapat dalam pikiran

    dan diungkapkan dengan tanda-tanda konvensional yang dapat diinderai.) Kajian ini

    berurusan dengan berbagai bentuk putusan, bukan bentuk kalimat seperti yang dipelajari oleh

    linguistik meskipun dalam praktiknya keduanya mirip karena sama-sama menggunakan

    bahasa sebagai alat ekspresi utamanya. Berbeda dengan bentuk dari bahasa sebagai

    representasi linguistik yang konstan terlepas dari apa pun isinya, bentuk pikiran diperoleh

    melalui abstraksi dari isi pikiran.

    2. Kategori

    Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Contohnya, kita mengenal kursi

    sebagai perabot, kucing sebagai makhluk hidup, mobil sebagai kendaraan, dan rumah sebagai

    tempat tinggal. Perabot, makhluk hidup, kendaraan, dan tempat tinggal adalah contoh

    kategori yang digunakan untuk mengenali dan mengelompokkan benda-benda. Sejak anak

    dapat mengenali dunia, kategori digunakan untuk mengenali obyek-obyek di dunia.

    Pada awalnya kategori yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih

    besar dan lebih kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut.

    Kemudian kategori yang lebih kompleks dikembangkan, seperti makhluk hidup yang

    bernafas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan nyaman, dan sebagainya.

    Selain itu, ada hierarki kategori, baik berdasarkan sifat umum atau khusus, maupun

    sifat kom