buku hukum tata negara indonesia hestu cipto handoyo

Upload: afris

Post on 11-Feb-2018

349 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    1/347

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    2/347

    KATA PENGANTAR

    Buku yang tersaji dihadapan anda ini disusun dengan maksudagar dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mempelajari,

    memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsipketatanegaraan Indonesia dalam rangka menuju konsolidasisistem demokrasi. Buku ini merupakan hasil revisi dari bukuyang sudah pernah penulis susun, berjudul Hukum Tata Negara,Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia.

    Judul buku ini memang sengaja penulis ubah, karenapenulis menyadari bahwa dalam sepanjang sejarahketatanegaraan Indonesia, proses menuju konsolidasi sistemdemokrasi selalu diupayakan oleh setiap penyelenggaraNegara. Namun demikian sangat disayangkan, proses tersebutbelum mampu dilaksanakan dengan baik. Hal ini berartikonsolidasi sistem demokrasi masih terus berjalan.

    Bertitik tolak dari gambaran singkat tersebut, makaperubahan judul tersebut dimaksudkan agar buku ini menjadisemacam inspirasi bagi penulis-penulis buku sejenis ataupunpara pihak yang tertarik dengan Hukum Tata NegaraIndonesia, untuk dapat dilengkapi dengan ide-ide ataugagasan-gagasan lain yang lebih bagus dan lengkap.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak Undang-UndangDasar 1945 diamandemen oleh Majelis PermusyawaratanRakyat, maka mulai saat itu sistem ketatanegaraan Indonesia

    mengalami perubahan yang sangat cepat. Di tingkatkehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia sendiri,perubahan tersebut menimbulkan kegagapan tersendiri. Halini merupakan gejala wajar bagi suatu masyarakat dan bangsayang sudah lama hidup dalam struktur dan sistemketatanegaraan yang otoritarian.

    Perlu diketahui bahwa langkah untuk melaksanakankonsolidasi sistem demokrasi sudah barang tentu akan melaluiberbagai macam tahapan. Bahkan tidak jarang tahapan-tahapan tersebut memunculkan kesan adanya eksperimentasiatau uji coba sistem ketatanegaraan. Oleh sebab itu konsolidasi

    sistem demokrasi yang berarti suatu langkah untukmemperteguh atau memperkuat demokrasi dalam sistemketatanegaraan tentu tidak dengan serta merta dapat dihitungdalam jangka waktu tertentu. Apalagi dengan memberikanpatokan setelah tahun 2009, seperti yang diungkapkan olehAkbar Tanjung atau Daniel Sparringga yang menganggapsebagai masa transisi dengan ukuran progresif berlangsung 2tahun, dan ukuran konvensional sekitar 10 tahun. (Kompas,16/2/2009).

    Sebagai sebuah langkah pemantapan atau penguatansistem demokrasi, maka bagi negara yang belum akrab dengansistem demokrasi seperti Indonesia, konsolidasi demokrasitentu akan melewati beberapa langkah eksperimentasi atau ujicoba. Seperti uji coba infra struktur demokrasi, perumusanperangkat hukum untuk mengawal jalannya sistem demokrasi,

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    3/347

    serta uji coba penerapan sistem demokrasi. Eksperimentasi itudiarahkan untuk membangun budaya demokrasi dalamkonsolidasi demokrasi.

    Dengan demikian, sebenarnya prasyarat penguatan ataupeneguhan demokrasi melalui konsolidasi memang tidakhanya berpijak pada sistem demokrasi prosedural belaka,

    melainkan yang lebih utama adalah menyangkut substansidemokrasi yakni kultur demokrasi itu sendiri. Henry B. Mayomengemukakan bahwa demokrasi di samping sebagai suatusistem pemerintahan dapat juga dikatakan sebagai suatu lifestyle yang mengandung unsur-unsur moril, sepertipenyelesaian secara damai dan melembaga,

    Kata Pengantar v

    terjadinya perubahan secara damai, menyelesaikan pergantiankepemimpinan secara teratur, membatasi pemakaiankekerasan, menganggap wajar adanya keanekaragaman, dan

    menjamin tegaknya keadilan. Unsur-unsur moril seperti inijelas belum semuanya diterapkan dalam budaya demokrasi diIndonesia.

    Banyak contoh yang dapat dikemukakan di sini. Maraknyademonstrasi yang dibarengi dengan aksi kekerasan dan me-makan korban, hilangnya kesantunan dalam berpendapat atauberargumentasi, black campaign para elit politik, menunjukkanbahwa budaya demokrasi di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai yang dikemukakan oleh Henry B. Mayo tersebut. Dengandemikian sejak tahun 1998 ketika reformasi dikumandangkansampai dengan amandemen UUD 1945, semuanya tidak

    termasuk kategori konsolidasi demokrasi, melainkan lebihbernuansakan eksperimentasi demokrasi.

    Penataan sistem demokrasi prosedural yang mulaidilakukan pasca reformasi 1998 termasuk melakukanamandemen UUD 1945 pada hakikatnya hanya merupakanlangkah eksperimentasi demokrasi. Tidak ada satupun yangsifatnya definitif dan subtantif melalui pendekaan kulturdemokrasi. Akibatnya sistem demokrasi yang dikembangkanhampir semuanya bersifat coba-coba. Belum ada yangmenunjukkan kemantapan dan penguatan kultur demokrasi.

    Dari tingkatan infra sruktur politik sampai dengan tingkatansupra struktur politik masih tetap menyisakan berbagaipersoalan.

    Di tingkatan infra struktur politik, terutama pembenahankehidupan kepartaian jauh dari idealisme budaya demokrasi.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    4/347

    Pembatasan jumlah Parpol melalui electoral threshold danparliamentary threshold sebagai prasyarat dari sistem presidensiiltetap belum final. Uji coba seperti ini malah memunculkantuntutan Partai-partai kecil melalui yudicial review MahkamahKonstitusi yang nuansa uji cobanya juga sangat kental. Artinyadisetujui oleh Mahkamah Konstitusi atau tidak yang penting

    nuntut dulu di Mahkamah Konstitusi.

    Sementara itu keputusan Mahkamah Konstitusi itu sendirijuga bernuansakan coba-coba, karena keputusan tersebut meng-

    akibatkan terjadinya inkonsistensi dalam menrerjemahkan

    makna pemilihan presiden/wakil presiden bila dihubungkan

    dengan norma kesamaan hukum dan pemerintahan

    sebagaimana tertuang di dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

    Artinya calon pasangan Presiden dan Wakil Presiden dari

    tokoh-tokoh independen dan nonpartisan sudah tertutup.

    Higemoni parpol dalam kancah kehidupan ketatanegaraan

    semakin menguat. Hal ini berarti tidak semua warga negaramemiliki kesamaan di depan hukum dan pemerintahan

    khususnya dalam mencalonkan diri untuk menjadi Presiden

    atau Wakil Presiden, kecuali yang dicalonkan oleh partai

    politik atau gabungan partai politik.

    Demikian pula dengan sistem pemilu dengan mencontreng

    nama caleg menunjukkan bahwa budaya demokrasi di tubuh

    internal Parpol melalui penguatan sistem pencalegan juga

    belum berjalan. Mekanisme mencontreng nama caleng di

    masing-masing Parpol dalam pemilu, sebenarnya dapat

    dilakukan melalui mekanisme internal Parpol melalui

    konvensi. Di lingkungan internal Parpol, Caleg-caleg itu di fitand propertest terlebih dahulu dengan melibatkan konsituen dan

    simpatisan masing-masing parpol. Kemudian hasil dari fit and

    propertest tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk

    penentuan caleg yang ditawarkan kepada pemilih. Cara sepertiini jelas akan membangun budaya demokrasi di masing-

    masing parpol.

    Ternyata mekanisme ideal yang seharusnya seperti ini, di-

    tempuh melalui pemungutan suara dalam Pemilu 2009.

    Akibatnya kemungkinan terjadi konflik antar caleg di masing-

    masing parpol terbuka lebar. Hal ini berarti konflik antaracaleg dengan Parpolnya seperti yang terjadi menjelang Pemilu

    2004 karena perebutan nomor urut, diubah melalui

    eksperimentasi dengan cara menyerahkan pilihan mentah caleg

    kepada rakyat lewat mencontreng dalam pemilu legislatif

    tahun 2009.

    Eksperimentasi demokrasi memang selalu mengandungfenomena coba-coba. Hal ini mengakibatkan rakyat sebagai

    pemegang kedaulatan justru berperan sebagai kelinci percobaan.

    Sebagai kelinci percobaan dari elit-elit politik dalam

    menterjemahkan sistem demokrasi prosedural, maka rakyat

    hanya sekedar menerima produk-produk hukum yangmengikat mereka untuk dilaksanakan. Penerimaan rakyat ini

    tidak dapat dikatakan sebagai sebuah penguatan atau

    peneguhan demokrasi, karena penerimaan mereka tidak

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    5/347

    didasarkan pada kehendak dan aspirasi mereka sendiri,

    melainkan atas dasar paksaan melalui instrument ataupreparat

    eksperimen elit politik. Partisipasi sebagai salah satu nilai

    terpenting dari budaya demokrasi direduksi menjadi prosedur

    demokrasi. Besar kecilnya suara di parlemen justrumendominasi pengambilan keputusan politik.

    Dalam kesempatan yang sangat baik ini, penulis inginmengucapkan terima kasih kepada istri tercinta MariaBernadeth Maitimo, SH yang selalu memberikan semangatkepada penulis untuk terus berkarya di bidang akademik. Diapernah mengatakan: "Jangan berhenti untuk menulis, karenadengan tulisan itu, kamu dapat menuangkan ide-ide dan ikutmencerahkan masyarakat, walau kamu belum meraih derajadkesarjanaan yang paling tinggi. Biarkan orang lain yang menilaikarya-karyamu". Dorongan semangat seperti inilah yangmenyebabkan buku ini bisa tersusun. Untuk anak-anakpenulis, Giovanni Battista Maheswara dan Alexandra KevinMaheswara, penulis juga ucapkan terima kasih atas pengertiandan pengorbanan kalian. Karena ambisi papamu yang sepertiini, kadang kala kalian menjadi kurang perhatian. Tidak lupapenulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mas Joki staffdi bagian Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tanpabantuannya pasti buku ini tidak mungkin dapat diterbitkan.

    Penulis tidak mungkin mampu mengingat satu persatupara pihak yang ikut mendorong penulis untuk menyelesaikannaskah buku ini. Oleh sebab itu, sembari menanti sapaan,kritikan, saran, bahkan mungkin cemoohan dari semua pihak

    guna penyempurnaan buku ini, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya.

    Akhir kata, dengan mengutip kata-kata bijak PujanggaBesar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer dalam salah satukarya tetraloginya berjudul Rumah Kaca: "Pergunakan ilmumuitu kemudian untuk menuntun bangsamu ke luar dari kegelapanyang tiada habis-habisnya ini", Penulis menyampaikan semogabuku ini bermanfaat. Selamat membaca dan Berkah Dalem.

    Kotagede, Medio April 2009.

    Penulis;

    B. Hestu Cipto Handoyo.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    6/347

    ContentsBab I PENDAHULUAN .................................................................. 8

    A. Batasan Pengertian. ................................................................. 81. Pengertian Hukum. ........................................................... 8

    B. Pengertian Negara Hukum. ................................................ 21D. Definisi Hukum Tata Negara dan Peristilahan. ............... 26E. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu-ilmuLainnya. ....................................................................................... 29F. Sumber-Sumber Hukum Tata Negara. ............................. 35

    Bab II ................................................................................................. 61SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA ....................... 61

    A. Pendahuluan. ......................................................................... 61B. Periodesasi Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. ............... 62

    Bab III ............................................................................................. 101SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA, BENTUK NEGARA

    DAN BANGUNAN NEGARA ................................................... 101A. Pengertian Sistem. ............................................................... 102B. Pengertian Pemerintahan. ................................................. 102C. Tiga Pengertian Sistem Pemerintahan Negara. ............... 104D. Bentuk Negara. .................................................................... 105E. Bangunan Negara. .............................................................. 106F. Organisasi Sistem Pemerintahan Negara. ...................... 107G. Bentuk Pemerintahan dan Sistem Pemerintahan. .......... 112

    1. Sistem Pemerintahan Parlementer (ParliamentaryExecutive). .............................................................................. 1132. Sistem Pemerintahan Presidensiil (Fixed Executive). . 114

    H. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. ............... 122I. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia......... 128

    Bab IV ............................................................................................. 143LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA .............. 143

    A. Pengertian Umum. .............................................................. 143B. Majelis Permusyawaratan Rakyat. ................................... 145C. Dewan Perwakilan Rakyat. ................................................ 152D. Dewan Perwakilan Daerah. ............................................... 154

    Bab V .............................................................................................. 162SUPRA STRUKTUR POLITIK DAN INFRA STRUKTURPOLITIK ......................................................................................... 162

    A. Pengertian. ........................................................................... 162B. Supra Struktur Politik. ....................................................... 165C. Infra Struktur Politik. .......................................................... 167D. Hubungan Supra Struktur Politik dan Infra StrukturPolitik Dalam Pengambilan Keputusan Politik. .................. 170E. Mekanisme Sistem Politik Demokrasi Menurut UUD1945. ............................................................................................ 172

    Bab VI ............................................................................................. 187PEMILIHAN UMUM DAN PARTAI POLITIK ....................... 187

    A. Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi Melalui ReformasiPemilu. ....................................................................................... 187B. Pemilu dan Rekrutmen Kepemimpinan Nasional. ........ 196B. Pemilu dan Rekrutmen Kepemimpinan Nasional. ........ 199C. Asas-Asas Pemilu. ............................................................... 210D. Partai Politik. ........................................................................ 214

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    7/347

    Bab VII PEMERINTAHAN LOKAL .......................................... 233A. Peristilahan. .......................................................................... 233B. Bentuk Pemerintahan Lokal. ............................................. 234C. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Lokal. ........ 237D. Sistem Rumah Tangga Daerah. ......................................... 252F. Hakikat Otonomi Daerah Menurut Sistem Rumah

    Tangga Daerah .......................................................................... 279Bab VIII KEWARGANEGARAAN ............................................ 284A. Pengertian dan Batasan. ..................................................... 284B. Konsekuensi Yuridis Status Kewarganegaraan. ............ 289C. Kewarganegaraan Menurut UUD 1945. ........................... 291D. Tinjauan Kritis Terhadap UU No. 12 Tahun 2006 TentangKewarganegaraan Republik Indonesia. ................................ 293E. Asas-asas Kewarganegaraan Menurut Undang-UndangNo. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RepublikIndonesia. .................................................................................. 295F. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. .... 298G. Syarat dan Tata Cara Memperoleh KewarganegaraanRepublik Indonesia. ................................................................. 299H. Hukum Kewarganegaraan Dalam PerspektifKonvensi Internasional. ........................................................... 300I. Status Yuridis Bagi Orang yang Tidak MemilikiKewarganegaraan Menurut Konvensi Internasional.226 ..... 303

    Bab IX ............................................................................................. 308HAK-HAK ASASI MANUSIA ................................................... 308

    A. Pendahuluan. ....................................................................... 308B. Sejarah Perkembangan. ...................................................... 310C. Dimensi Universalitas dan Kontekstualitas Dalam Hak

    Asasi Manusia. .......................................................................... 313D. Beberapa Pemikiran Founding Fathers Tentang HakAsasi Manusia di Indonesia. ................................................... 316E. Perumusan Hak Asasi Manusia Dalam AmandemenUUD 1945. ................................................................................. 322F. Hak Asasi Manusia Menurut Undang-Undang No. 39Tahun 1999. ............................................................................... 326

    DAFTAR KEPUSTAKAAN......................................................... 332

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    8/347

    Bab I PENDAHULUAN

    Negara se6agai sebuah organisasi kekuasaan memiCiki otoritasuntuk^ memaksakan kefiendak^kepada warganya. 'Pemaksaan

    kehendak^tersebut memiCiki tujuan agar ketertiban dan keamananhidup bersama dalam organisasi kekuasaan dapat terwujud. Namundemikian otiritas untuk^ memaksakan kehendak^ tanpa dilandasidengan perangkat aturan akan mengakibatkan Negara melakukantindakan yang sewenang-wenang dan menindas.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    9/347

    Berdasarkan kerangka teoritis tersebut, maka jika ditinjau

    dari sudut pandang sosiologis, maka pengertian hukum

    adalah kumpulan nilai-nilai ataupun norma-norma

    kemasyarakat sebagai hasil dari proses integrasi dari sektor-

    sektor (sub-sub sistem) yang terdapat di dalam pergaulanhidup manusia dalam masyarakat.

    Dalam kerangka teori hukum, pemahaman hukum jikaditinjau dari sudut pandang sosiologis sebenarnya mulai

    dikenal pada waktu Von Savignij mengemukakan teori hukum

    historis. Fokus pemahaman mengenai hakikat hukum menurut

    teori ini ada pada perkembangan dan pertumbuhan suatu

    masyarakat. Hukum dianggap merupakan produk dari

    kebudayaan masyarakat dan berkembang sejalan dengan

    peradaban serta kebudayaan masyarakat itu sendiri. Inti dariteori hukum historis sebagaimana dikemukakan oleh Von

    Savigny, antara lain adalah :

    a. Titik tolak pandangannya teori hukum historismenganggap

    bahwa setiap bangsa mempunyai volkgeist (jiwa rakyat)

    yang

    berbeda, baik menurut waktu maupun tempat.

    Pencerminan

    dari volkgeist ini nampak pada kebudayaan masing-masing

    bangsa. Oleh sebab itu hukum haruslah bersumber darivolkgeist tersebut.

    b. Hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembangdari suatu masyarakat sederhana yang tercermin pada

    setiap

    tingkah laku individu-individu kepada masyarakatkompleks,

    dimana kesadaran hukum nampak pada ucapan-ucapan

    para

    ahli hukumnya.3

    Pengaruh konsep teori yang dikemukakan oleh VonSavigny tersebut, diikuti oleh para ahli hukum jauh di luar

    Jerman. Bahkan sampai di Indonesia yang dibawa oleh

    para ahli hukum Belanda, seperti Van Vollenhoven, Ter

    Haar serta tokoh hukum adat lainnya, seperti Soepomo

    dan Imam Sudiyat.

    Kendatipun teori hukum seperti ini mempunyai

    pengaruh yang sangat luas, akan tetapi teori ini tetap

    mengandung kelemahan yang sangat mendasar.

    Kelemahan yang paling kelihatan di permukaan adalahtidak diberikannya tempat bagi ketentuan-ketentuan

    hukum yang bersifat tertulis (Peraturan Perundang-undangan) dalam sistem hukum secara keseluruhan. Oleh

    sebab itu, sumbangan teori ini bagi teori perundang-

    undangan tidak begitu besar, bahkan dapat dikatakan

    atjipto a ar jo, , eman aatan mu- mu os aBagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, him.19, dst.

    atjipto a ar jo, a am i i asyi i, , sa at Hukum Apakah Hukum Itu?, Remaja Rosdakarya,Bandung, him. 47-49.

    4 B. Hestu Cipto Handoyo, 2008,Prinsip-prinsip Legal

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    10/347

    tidak ada sama sekali. Hal ini mengingat hukum hanya

    dipandang sebagai gejala sosial yang tumbuh dan

    berkembang sejalan dengan kebudayaan masyarakat.4

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    11/347

    Dari pemahaman normatif yuridis, hukum dipandangsebagai sarana pengendali sosial yang mengarahkan kepadatercapainya suatu tertib atau pola kehidupan yang telah ada.Dalam pengertian seperti ini fungsi hukum hanya dianggaphanya sekedar menjaga agar setiap orang menjalankanperanannya sebagaimana yang telah ditentukan, atau

    sebagaimana yang diharapkan dari padanya.5 Dari pengertianyang demikian inilah, maka hukum dianggap sebagai saranauntuk mempertahankan status quo dan tidak tanggap terhadapperubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.

    Oleh karena menurut pemahaman hukum dari sudutpandang normatif yuridis yang demikian itulah, maka hukumdianggap hanya berfungsi mempertahankan pola kehidupanyang sudah ada. Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jikalauhukum hanya dipandang sebagai sekumpulan peraturan-peraturan yang tertulis dan bersifat logis, konsisten dantertutup serta berfungsi untuk mengatur kehidupan manusiadalam ikatan pergaulan masyarakat. Hukum merupakankristalisasi norma-norma yang terdapat di dalam masyarakatyang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diakuikebenarannya, sehingga menjadi pedoman yang mengikatdalam melaksanakan pergaulan hidup bersama.

    Munculnya dua pemahaman mengenai hakikat hukumtersebut disebabkan oleh adanya dua madzhab besar di bidangfilsafat hukum yang masing-masing melahirkan teori hukumyang relatif berbeda. Dua madzhab besar di bidang hukumtersebut adalah madzhab hukum historis yang dalam

    perkembangannya melahirkan teori sosiologi hukum danmadzhab positivisme hukum yang melahirkan teori hukummurni.

    Hukum Ditinjau dari Perspektif Sosiologis-Empiris.

    Von Savignij sebagai pengagas madzhab hukum historismenegaskan inti ajarannya bahwa das Recht wird nicht gemacht,est ist und wird mit dem Volke (hukum itu tidak dibuat, tetapitumbuh dan berkembang bersama masyarakat). Pandanganseperti ini bertitik tolak dari pandangan bahwa di dunia initerdapat banyak bangsa, dan tiap-tiap bangsa tadi memiliki

    suatu volksgeist (jiwa rakyat/bangsa). Jiwa rakyat/bangsa[volksgeist) ini berbeda-beda, baik menurut waktu maupuntempat. Percerminannya nampak pada kebudayaannyamasing-masing yang berbeda-beda. Hukum bersumber darijiwa rakyat/bangsa ini, oleh karena itu hukum itu akanberbeda-beda pada setiap waktu dan tempat.6 Lebih lanjutSavignij berpendapat:

    "Apa yang menjadi isi hukum itu ditentukan olehpergaulan hidup manusia dari masa ke masa. Hukumberkembang dari suatu masyarakat sederhana yangtercermin pada setiap tingkah laku individu-individukepada masyarakat yang kompleks, dimana kesadaranhukum rakyat nampak dari ucapan-ucapan para ahlihukumnya".7

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    12/347

    Berkaitan dengan pandangan seperti ini Soerjono Soekantomengemukakan argumentasi sebagai berikut:

    "Saran dari Von Savignij seperti ini tidak dapatdikesampingkan begitu saja. Oleh sebab itu bagi ahlisosiologi, penelitian tentang hubungan antara hukumdengan struktur masyarakat beserta sistem nilainya

    sangatlah penting. Dengan demikian pendapat ini nampakmenjadi pegangan banyak ahli sosiologi yang melihatbahwa sistem hukum sesungguhnya tidak terlepas darisistem sosial yang lebih luas, dan antara sistem hukum tadidengan aspek-aspek sistem sosial lainnya terdapathubungan timbal balik dan saling mempengaruhi".8

    Berdasarkan dua pendapat tersebut, maka menurut aliransosiologis, pemahaman hukum akan selalu dikaitkan denganstruktur masyarakat dan sistem nilai yang ada di dalamnya.Hal ini berarti hukum tidak dapat dilepaskan dari konteksgejala sosial kemasyarakatan. Oleh sebab itulah konsep-konsep

    hukum maupun teori hukum akan selalu diketemukan didalam

    Hukum Ditinjau Dari Perspekstif Normatif Yuridis.

    Madzhab positivisme hukum merupakan akar daripemahaman hukum dari perspektif normatif yuridis. Madzhabini melahirkan teori hukum murni yang pada hakikatnyamenolak pandangan dari madzhab hukum historis VonSavignij. Dari perspektif ini hukum dipandang sebagaiperintah penguasa yang dituangkan dalam Undang-Undang(perundang-undangan). Artinya hukum tidak lain adalahsuatu perintah dari mereka yang memegang kekuasaantertinggi atau yang memegang kedaulatan. Oleh sebab itumenurut pandangan ini tidak ada hukum di luar Undang-Undang (perundang-undangan). Hukum harus bersifat logis(dapat ditangkap oleh akal budi manusia), konsisten (selalutetap dan tegas), dan tertutup (tidak dipengaruhi olehkepentingan-kepentingan yang tidak yuridis). Dalampemahaman ini, hukum harus dilepaskan dari anasir-anasiryang tidak yuridis, seperti sejarah, ekonomi, politik, budayadan anasir lain yang tidak yuridis.11

    Pandangan yang demikian inilah yang seringmemunculkan argumentasi bahwa hukum, undang-undangmaupun perundang-undangan adalah sama. Bahkan tidakjarang, jika terjadi suatu peristiwa hukum yang tidak adaparangkat peraturan secara tertulis (Undang-Undang/Perundang-undangan) orang langsung menganggaptelah terjadi suatu rechtsvacuum (kekosongan hukum).

    Dari argumentasi yang seperti inilah, maka pengertianhukum dapat dirumuskan sebagai seperangkat paraturan yangsengaja dibentuk oleh penguasa dan tersusun secara tertulisyang dipergunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat

    dan berlaku serta bersifat mengikat umum yang apabiladilanggar akan dikenai sanksi yang tegas.

    Dalam kaitan dengan pengertian tersebut di atas, JohnAustin menegaskan adanya 4 (empat) unsur penting untukdapat dinamakan hukum, yaitu perintah, sanksi, kewajiban,

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    13/347

    dan kedaulatan. Ketentuan-ketentuan yang tidak mengandungkeempat unsur ini bukanlah merupakan hukum positif,melainkan hanya sebagai moral positif. Lebih lanjutdikemukakan bahwa keempat unsur tersebut memilikiketerkaitan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    "Unsur perintah berarti bahwa satu pihakmenghendaki agar orang lain melakukan kehendaknya,pihak yang diperintah akan mengalami penderitaan jikaperintah itu tidak dijalankan atau ditaati. Perintah itumerupakan pembedaan kewajiban terhadap yangdiperintah, dan yang terakhir ini hanya dapat terlaksanajika yang memerintah itu adalah pihak yang berdaulat.Dan yang memiliki kedaulatan itu dapat berupaseseorang atau sekelompok orang(a souvereign person, or asouvereign body of person)".12

    Dari pandangan positivisme hukum ini, maka kita bisa

    membedakan hukum ditinjau dari perspektif sosiologisempiris dan dari perspektif normatif yuridis. Berdasarkan

    perspektif sosiologis empiris, hukum itu tidak dibuat, karena

    tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan

    dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Sanksi yang

    dimunculkan bukan berdasarkan pada pemegang kedaulatan,

    melainkan muncul dengan sendirinya, karena sanksi itu justru

    berasal dari masyarakat itu sendiri. Sanksi yang dimaksud

    disini - menurut kacamata positivisme hukum -hanyalah dalam

    dataran moral positif.

    Sedangkan dari sudut pandang normatif yuridis, hukum

    itu selalu dibuat, dan yang membuat hukum itu adalah

    penguasa yang memiliki kedaulatan. Pembuatan hukum itu

    harus melalui rumusan yang konkrit, yakni tertulis, dan jikalau

    ada yang tidak menjalankan atau mentaati, maka akan dikenai

    sanksi oleh pembuat hukum, yakni seseorang atau sekelompok

    orang yang dianggap berdaulat tersebut. Sanksi yang

    dimaksud disini tidak lain adalah berupa penderitaan.

    2. Pengertian Negara.

    Untuk mengkaji berbagai hal yang berkaitan dengan

    Hukum Tata Negara, maka kita perlu memahami terlebihdahulu pengertian dan hakikat negara itu sendiri. Hal ini

    penting, karena Hukum Tata Negara pada intinya mengatur

    perihal kehidupan organisasi yang disebut negara.

    Menurut LJ. Van Apeldorn pengertian negara menunjukpada berbagai gejala yang sebagian termasuk pada kenyataan,dan sebagian lagi menunjukkan gejala-gejala hukum.13 Lebihlanjut dikemukakan bahwa negara mempunyai berbagai arti,yaitu:

    a.

    Perkataaan negara dipakai dalam arti penguasa, jadi untukmenyatakan orang atau orang-orang yang memiliki

    kekuasaan

    tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal

    dalam suatu daerah;

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    14/347

    b. Perkataan negara juga dapat diartikan sebagai suatupersekutuan

    rakyat, yakni: untuk menyatakan suatu bangsa yang hidup

    dalam suatu daerah, di bawah kekuasaan tertinggi,

    menurutkaidah-kaidah hukum yang sama;

    c. Negara ialah suatu wilayah tertentu. Dalam hal ini,perkataan

    negara dipakai untuk menyatakan sesuatu daerah, dimana

    diam sesuatu bangsa di bawah kekuasaan yang tertinggi;

    d. Negara diartikan sebagai Kas Negara atau fiskus, yangmaksudnya ialah harta yang dipegang oleh penguasa guna

    kepentingan umum.14

    Beberapa arti negara sebagaimana dikemukakan oleh

    Apeldorn tersebut di atas menunjukkan bahwa unsur utama

    dan terpenting dari negara adalah kekuasaan dan penguasa.

    Hal ini berarti pemahaman mengenai negara dan kekuasaanmenjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, artinya suatupersekutuan atau organisasi yang ada tanpa ada unsur

    kekuasaan dan penguasa tentu belum dapat dikategorikan

    sebagai negara.

    Lain daripada itu pengertian tersebut di atas mengandung

    pemahaman mengenai negara baik dalam lingkup sosiologis

    maupun lingkup hukum. Dengan demikian pemahaman

    mengenai negara mengandung dua dimensi, yaitu pertama;

    negara sebagai suatu persekutuan rakyat yang berada di

    bawah satu kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum yangsama. Kedua; negara ditempatkan dalam persoon-persoon

    (badan-badan) tertentu yang melakukan kekuasaan tertinggi

    dalam suatu wilayah (daerah). Berpijak dari pengertian ini,

    maka pelajaran Hukum Tata Negara tentunya berkisar pada

    dimensi pengertian tersebut, negara ditnjau dari aspek Hukum

    sekaligus juga ditinjau dari aspek sosial (politik).

    Oleh Apeldorn dikemukakan bahwa salah satu pengertiannegara adalah suatu wilayah atau daerah tertentu yang didiami olehsuatu bangsa. Pengertian negara yang demikian ini sudah tidaklagi sesuai dengan perkembangan abad modern sepertisekarang ini. Kenyataan menunjukkan bahwa di dalam suatunegara tidak hanya terdiri dari satu bangsa saja, melainkanjuga dijumpai adanya negara yang di dalamnya terdiri dariberbagai bangsa (multi bangsa).

    Pendapat Apeldorn tersebut dapat diterima sepanjangpengertian bangsa yang dimaksud disini dalam lingkupnasionaliteit (kewarganegaraan). Sehubungan dengan hal ini

    Keniche Ohmae mengemukakan bahwa, kita sekarang hidupdalam dunia tanpa batas, di mana negara bangsa telah menjadisebuah "rekaan" dan dimana para politikus telah kehilangansemua kekuatan efektif mereka.15

    13 LJ. Van Apeldorn, 1981, Pengantar Ilmu Hukum, PradyaParamita akarta him. 204.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    15/347

    Ketidaksesuaian pendapat yang dikemukakan olehApeldorn dengan kenyataan yang berkembang dewasa ini,telah disempurnakan oleh Bierens de Hans yangmengemukakan bahwa negara adalah lembaga manusia;manusialah yang membentuk negara. Manusia yangmembentuk negara itu, merupakan mahluk perorangan

    (endelwezen) dan merupakan juga mahluk sosial(gemeenschapswezen). Masyarakat dalam dirinya secara alamimengandung keinginan untuk berorganisasi yang timbul

    karena

    nt ony i ens, , e r ay a an et gaPembaruan Demokrasi Sosial, PT. Gramedia Pustaka

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    16/347

    dorongan dari dalam. Negara adalah bentuk berorganisasinya

    suatu masyarakat, yaitu masyarakat bangsa. Meskipun masya-

    rakat bangsa terbagi dalam kelompok-kelompok, negara mem-

    bentuk kesatuan yang bulat dan mewakili sebuah cita (een idee

    vertegemuoordigt).

    Dalam kaitan dengan pengertian negara, Miriam Budiarjo

    mengemukakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaanatau integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi

    pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari

    masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur

    hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat.17

    Pengertian tersebut lebih menunjukkan adanya hubungan

    timbal balik antara manusia sebagai individu dan mahluk

    sosial di satu pihak dengan gejala-gejala kekuasaan yang ada

    di dalam masyarakat di pihak yang lain. Pendek kata, menurut

    Miriam Budiardjo, negara adalah organisasi kekuasaan politik.

    Dengan demikian, pandangan ini belum melihat negara dariperspektif hukum.

    Di dalam setiap pergaulan hidup masyarakat, akan selalu

    dijumpai adanya fenomena kekuasaan. Pendek kata,

    kekuasaan merupakan hal yang wajar di dalam setiap

    kehidupan masyarakat dan interaksi sosial yang ada. Oleh

    sebab itulah keberadaan negara dapat dipergunakan sebagai

    sarana (alat) bagi pengaturan kekuasaan-kekuasaan dalam

    masyarakat tersebut agar dapat dipergunakan sebagaimana

    mestinya. Artinya kekuasaan-kekuasaan tersebut dapat

    dipergunakan selaras dengan norma-norma atau kaidah-

    kaidah hidup bersama, dan kekuasaan tersebut dapatdijalankan dengan tertib.

    Konsep pengertian negara sebagaimana dikemukakan oleh

    Miriam Budiardjo tersebut nampaknya lebih mendekati

    kenyataan,

    khususnya jika diletakkan dalam konteks terbentuknya suauorganisasi kemasyarakatan yang disebut negara. Hal inimengingat terjadinya atau terbentuknya negara di dasarkanoleh adanya penggabungan (baca: integrasi) dari kekuasaan-kekuasaan politik yang terdapat di dalam masyarakat.Penggabungan ini mempunyai tujuan untuk menertibkankekuasaan dalam masyarakat itu sendiri.

    Berdasarkan pemahaman yang demikian itu, pengertiannegara sudah mulai dihubungkan dengan perangkat peraturan(rule of the game). Oleh sebab itu keberadaan hukum di dalampembentukan suatu negara menjadi bagian yang tidakterpisahkan antara satu dengan yang lain. Dengan adanyagejala perangkat peraturan hukum inilah, tindakan penertibanterhadap gejala-gejala kekuasaan (politik) di dalam masyarakatdapat dilakukan. Lain daripada itu membicarakan suatu

    16 Bierens de Hans, dalam Hamid S. Attamimi, 1990, (Disertasi), Peranan Keputusan PresidenRI Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Analisis Mengenai Keputusan

    Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu PELITA I - PELITA TV),

    Pascasarjana UI, Jakarta, him. 53-54.

    17 Miriam Budiardjo, 1986,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, him. 38.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    17/347

    organisasi yang disebut negara, maka akan dijumpai adanyaunsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kekuasaan.Pertanyaannya adalah apa hakikat dari sumber kekuasaan itu?

    Berkaitan dengan pertanyaan tersebut, MochtarKusumaatmaja mengemukakan bahwa kekuasaan seringbersumber pada kekuatan fisik (force), akan tetapi hal ini tidak

    menjadi satu-satunya ukuran untuk menentukan ada tidaknyakekuasaan. Di samping itu kekuasaan dapat juga bersumberpada wewenang formal (formal authority). Berdasarkan padapemahaman ini, maka kekuasaan adalah fenomena yangberaneka ragam bentuknya (polyform) dan banyak macamsumbernya. Hanya hakikat kekuasaan dalam berbagai bentukitu tetap sama, yaitu kemampuan seseorang untukmemaksakan kehendaknya atas pihak lain.18

    Bila hakikat kekuasaan itu kita hubungkan denganpengertian negara, maka yang dimaksud disini adalahkemampuan yang dimiliki oleh unsur-unsur masyarakat untuk

    memaksakan kehendak atas terbentuknya suatu organisasi

    yang disebut negara. Hal

    oc tar usumaatmaja, anpa ta un, ungs anPerkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,

    -

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    18/347

    ini berarti masyarakatlah yang mempunyai kekuasaan (dalam

    arti kekuatan) untuk melaksanakan kehendak-kehendaknya,

    khususnya dalam membentuk suatu organisasi yang disebutnegara. Pandangan semacam ini dalam perkembangan ilmunegara sering diletakkan dalam konsepsi teori kedaulatan

    rakyat.Johan Galtung memberikan argumentasi mengenai sifat

    kekuasaan dengan dua dimensi yang nampak dipermukaan,

    yaitu dimensi yang mempesona sekaligus dimensi yangmenakutkan. Kekuasaan mempunyai sifat dalam konteksdimensi yang mempesona karena dengan kekuasaan itu orang

    atau kelompok orang akan memperoleh berbagai fasilitas baikmateriil maupun moril, dan sekaligus dengan kekuasaan yang

    dimiliki tersebut akan dapat mengendalikan chaos

    (kesemrawutan) di dalam masyarakat. Sedangkan dimensi sifatyang menakutkan karena kekuasaan itu cenderung untukdisalahgunakan, menindas, manipulatif yang pada akhirnya

    sering menyengsarakan masyarakat baik secara individual

    maupun struktural.19

    Di samping unsur kekuasaan menjadi sendi pokok dalam

    organsasi yang disebut negara, maka ada sendi lain yang tidak

    dapat dilupakan begitu saja. Sendi yang dimaksud disiniadalah menyangkut ada tidaknya proses penyatuanmasyarakat-masyarakat (integrasi) dalam rangka membentuk

    organisasi yang disebut negara. Sehubungan dengan hal ini CRBirch mengemukakan bahwa secara teoritik integrasi

    masyarakat tersebut dapat dibedakan dan sekaligus melaluidua tahapan sebagai berikut:

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    19/347

    a. Integrasi Nasional; adalah proses menyatunya kelompok-

    kelompok masyarakat dalam bidang politik-historis, sosio-kultural, interaksi (transportasi-komunikasi) dan ekonomis,

    sehingga menjadi kelompok yang lebih besar darikelompok daerah (regional), tetapi bukan kelompokinternasional yang mempunyai identitas berbeda dari

    kelompok lain sesamanya. Integrasi nasional seperti ini

    disebut Bangsa.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    20/347

    b Integrasi negara; adalah proses munculnya kelompokpenguasa yang menguasai wilayah bangsa itu secarabertahap. Pertama, menundukkan saingan-saingannya;kedua, menentukan batas-batas kekuasaannya; ketiga,menciptakan polisi dan pengadilan untuk menciptakanketertiban, dan keempat, tahap penetrasi administrasi, yaitu

    pembentukan birokrasi untuk melaksanakan Undang-Undang dan pengumpulan pajak.20

    Argumentasi CF. Birch tersebut di atas menunjukkan sekalilagi bahwa yang dimaksud negara tidak lain adalah organisasikemasyarakatan yang dibentuk melalui dua tahapan proses,vakni integrasi nasional dan integrasi negara. Dalam tahapanproses integrasi negara itulah unsur kekuasaan mulaimemainkan peranan penting, khususnya dalam hal melakukanpengaturan hidup bersama. Sementara itu dalam prosesintegrasi nasional yang membentuk bangsa, unsur kekuasaan

    bukan menjadi satu-satunya pilar untuk mengikat kelompok-kelompok masyarakat melainkan lebih pada unsur politik-historis, sosio-kultural dan interaksi antar kelompok yangmenjadi pilar utamanya.

    Masih berkaitan dengan pengertian negara, Max Webermengemukakan bahwa negara adalah satu-satunya lembagayang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasankepada warganya. Hal ini menunjukkan bahwa kalau kitaberbicara mengenai negara salah satu aspek yang palingmenonjol adalah kekuasaan yang besar.21 Argumentasi sepertiini menunjukkan bahwa unsur utama dan pertama dari suatuorganisasi yang disebut negara tidak lain adalah kekuasaan(dalam arti keabsahan untuk melakukan kekerasan). Oleh sebabitulah tidak berlebihan jikalau negara bisa juga disebut sebagaiorganisasi kekuasaan.

    Sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka di dalam negaratentunya tidak hanya terdiri dari satu kekuasaan tunggal saja,melainkan tentunya terdapat berbagai jenis kekuasaan.

    Organisasi kekuasaan sama artinya dengan adanya berbagaikekuasaan yang melakukan penggabungan membentuk suatupersekutuan (organisasi). Argumentasi seperti ini dilandasi olehanggapan bahwa yang disebut organisasi - entah apapunbentuk dan tujuannya -di dalamnya akan selalu menyangkutberbagai unsur yang saling berhubungan antara satu denganlain guna mewujudkan suatu tujuan yang sama. Untukmencapai tujuan tersebut maka unsur-unsur yang ada didalamnya saling melakukan kerja sama dan pembagian tugas.

    Negara sebagai organisasi kekuasaan tentunya jugamempergunakan dasar pemahaman yang demikian. Oleh sebab

    itu sebagai suatu kumpulan kekuasaan yang terintegrasi di

    dalam suatu organisasi, maka diperlukan perangkat penataan

    agar ketika kekuasaan-kekuasaan tersebut dilaksanakan justru

    20PJ. Suwarno, 1994,Hamengku Buwono IX Dan SistemBirokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974 SebuahTinjauan Historis, Kanisius, Yogyakarta, him. 37.

    21Arief Budiman, 1996, Teori Negara (Negara, Kekuasaan

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    21/347

    tidak menimbulkan dimensi sifat yang menakutkan,

    sebagaimana dikemukakan oleh Johan galtung di atas. Lain

    daripada itu perangkat pengaturan tersebut juga sangat

    diperlukan, mengingat sifat kodrati dari kekuasaan itu

    cenderung disalahgunakan, seperti yang pernah dikemukakanoleh Lord Acton.

    Perangkat pengaturan yang dimaksud antar lainmenyangkut pembentukannya, tugas, fungsi, wewenang dan

    tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing kekuasaan

    serta hubungan antara komponen kekuasaan yang satu dengan

    lainnya maupun hubungan kekuasaan-kekuasaan itu dengan

    masyarakat yang dikuasai. Terkait dengan hal ini prinsip yang

    terpenting adalah bagaimanakah kekuasaan-kekuasaan tersebut

    dibatasi. Komponen pengaturan inilah yang akan menjadi

    pokok kajian Hukum Tata Negara.

    B. Pengertian Negara Hukum.

    Munculnya pemikiran tentang negara hukum sebenarnyadimulai sejak abad XIX sampai dengan abad XX. Arti negara

    hukum itu sendiri pada hakikatnya berakar dari konsep teori

    kedaulatan hukum yang pada prinsipnya menyatakan bahwa

    kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh

    sebab itu seluruh alat perlengkapan negara apapun namanya

    termasuk warga negara harus tunduk dan patuh serta

    menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali. Krabe

    mengemukakan:

    "Negara sebagai pencipta dan penegak hukum didalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum yangberlaku. Dalam arti ini hukum membawahkan negara.Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber darikesadaran hukum rakyat, maka hukum mempunyaiwibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang(impersonal)" ?2

    Berdasarkan konsep teori inilah berkembang konsep negarahukum yang menghendaki adanya unsur-unsur tertentu dalampenyelenggaraan sistem ketatanegaraan, yaitu:

    1. Jaminan Hak Asasi Manusia (Warganegara). Unsur ini di-tempatkan yang pertama kali karena sejatinya negara ituterbentuk karena adanya kontrak sosial. Dari kontrak sosialinilah individu-individu dalam ikatan kehidupan bersamadalam negara menyerahkan hak-hak politik dan sosialnyakepada komunitas negara, maka negara harus memberikanjaminan kepada hak-hak yang melekat di dalam inividu-individu maupun di dalam ikatan kehidupankemasyarakatan. Hal ini bisa terjadi, karena di dalamkontrak sosial tersebut kedudukan antara negara sebagaisuatu ikatan organisasi di satu pihak dengan warga negarasecara keseluruhan di pihak lain adalah sejajar. Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Olehsebab itulah diantara keduanya harus saling memberikanperlindungan, dan karena negara adalah organisasi

    sep anawijaya, , u um ata egara asar-Dasamya, Ghalia Indonesia, Jakarta, him. 181.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    22/347

    kekuasaan - dimana sifat kodrati kekuasaan itu cenderungdisalahgunakan - maka kewajiban untuk melindungi hak-hak asasi warga negara menjadi mutlak dan diletakkandalam tanggung jawab maupun tugas dari negara.

    Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan. Untuk memberikanjaminan terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia,

    maka kekuasaan di dalam negara harus dipisah-pisah dandilaksanakan oleh beberapa organ negara. Sejarahperadaban manusia membuktikan bahwa ketika kekuasaanitu dilaksanakan secara absolut oleh satu tangan dandilaksanakan secara otoriter karena tidak dilandasi aturanmain, maka terjadilah penindasan terhadap harkat danmartabat kemanusiaan. Oleh sebab itulah, antara kekuasaanmenjalankan pemerintahan (eksekutif), kekuasaanmembentuk perundang-undangan (legislatif), dankekuasaan untuk melaksanakan peradilan (yudikatif) harusdipisahkan. Implementasi dari prinsip pemisahankekuasaan ini dapat beraneka ragam. Ada yang berdimensipembagian kekuasaan, yakni pemisahan dari aspekkelembagaan sedangkan mengenai fungsi dan tugasnyamasih tetap bisa saling berhubungan. Ada juga yangberdimensi pemisahan secara tegas baik secarakelembagaan maupun fungsi dari masing-masingpemegang kekuasaan tersebut. Terlepas dari implementasitersebut, pada hakikatnya unsur adanya pemisahan ataupembagian kekuasaan yang ada di dalam organisasikekuasaan yang disebut negara tetap bertujuan agar

    kekuasan-kekuasaan itu tidak disalahgunakan yang padaakhirnya justru menindas harkat dan martabatkemanusiaan dari warga negara.Asas Legalitas Pemerintahan. Maksud dari asas ini adalahpemerintah dalam melaksanakan tugas dantanggungjawabnya harus berdasarkan pada hukum atauperaturan perundang-undangan yang berlaku. Hukumharus menjadi landasan bagi negara dalam menjalankanpemerintahan. Prinsip peradilan yang bebas dan tidakmemihak. Prinsip seperti ini bagi negara hukum sangatlahpenting. Supremasi hukum yang diletakkan dalam

    kehidupan ketatanegaraan harus benar-benar terjaminpelaksanaannya. Peradilan yang bebas dan tidak memihaktidak semata-mata diletakkan dalam konteks kebebasanlembaga peradilan, yakni melalui prinsip

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    23/347

    Pendahuluan 19

    independensi hakim, melainkan harus diletakkan dalamkonteks proses peradilan dalam rangka penegakan hukum(law enforcement). Dengan demikian dalam mekanismeproses peradilan yang harus bebas dan tidak memihak

    menyangkut organ-organ penegak hukum, seperti hakim,Jaksa, Kepolisian maupun para pengacara (advokat).

    Unsur-unsur yang terdapat di dalam konsep negara hukumyang demikian ini, menjadikan negara berperan sebagaipencipta hukum sekaligus penegak hukum dalam rangkamenjaga keamanan dan ketertiban hidup bersama dalam ikatanorganisasi kekuasaan yang disebut negara. Kendati negaraadalah pencipta hukum, namun negara harus tetap tundukpada hukum ciptaannya. Argumentasi inilah yangmengakibatkan negara hanya berfungsi layaknya sebagai

    penjaga malam. Artinya negara berfungsi menciptakan hukum,dan melalui hukum ciptaannya itulah diharapkan dapattercipta keamanan dan ketertiban di dalam negara. Negarahanya dikonstruksikan sebagai alat untuk menjunjung tinggikeamanan dan ketertiban hidup bersama. Konsepsi seperti inikemudian lazim disebut Negara Hukum Formal.

    Seturut dengan perkembangan pemikiran mengenai negaradan hukum, unsur-unsur yang terdapat di dalam konsepnegara hukum formal tersebut di atas juga mengalamiperkembangan. Pendek kata, dalam perkembangan pemikiran

    negara dan hukum, tugas dan fungsi negara tidak hanyaterbatas pada konstruksi tugas dan fungsi ketiga kekuasaanyang ada (legislatif, eksekutif dan yudikatif) serta menjagakeamanan dan ketertiban. Hal ini mengingat semakinberagamnya kehidupan masyarakat (warga negara) denganberbagai macam dimensi yang ada di dalamnya. Pola-polakehidupan dan kegiatan dari warga negara makin lama sukaruntuk dipisahkan dengan pola dan kegiatan yang dilakukanoleh negara (pemerintah). Di lingkungan warga negara munculorganisasi-organisasi yang manifestasinya juga mengarahkepada kekuasaan, seperti partai politik, golongan fungsional,

    dan lain sebagainya.diletakkan dalam tataran ide, konsep, dan gagasan yang masihbersifat teoritis dengan pendekatan filsafati. Sedangkan HukumTata Negara obyek kajiannya adalah negara dalam pengertianyang konkrit. Pengertian konkrit disini adalah mengkajiHukum Tata Negara Positif, yakni Hukum Tata Negara yangberlaku saat ini dan di suatu tempat, dalam hal ini adalahIndonesia.

    Telah kita ketahui bersama bahwa hakikat negara tidak lainadalah organisasi kekuasaan. Sebagai suatu organisasi tentunyasusunan negara terdiri dari bagian-bagian yang mempunyaiikatan dengan keseluruhan dan saling melakukan kerjasamauntuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam rangkamelakukan kerjasama tersebut maka suatu organisasi jugaharus ada mekanisme pembagian tugas, fungsi dan wewenang

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    24/347

    diantara bagian-bagian tersebut. Bagian-bagian yang dimaksuddi dalam organisasi kekuasaan tersebut tidak lain dan tidakbukan adalah cerminan dari aspek-aspek kekuasaan itu sendiri.Dalam lingkup pengetahuan Hukum Tata Negara aspek-aspekdari pelaksana kekuasaan seperti ini sering disebut sebagai alat-alat perlengkapan negara.

    Untuk mencapai tujuan tertentu alat-alat perlengkapannegara tersebut masing-masing mempunyai wewenang, tugas,kewajiban dan tanggungjawab. Akan tetapi dalammelaksanakan hal ini, alat-alat perlengkapan negara tersebuttidak dapat melepaskan diri dari ikatan antara satu denganyang lain sebagai satu kesatuan organisasi. Berdasarkanpemahaman ini, maka pokok kajian Hukum Tata Negara akanberkisar pada:

    1. Bentuk dan cara pembentukan atau penyusunan alat-alatperlengkapan negara. Dalam hal ini juga menyangkutbentuk organisasi negara yang dikehendaki;

    2. Wewenang, fungsi, tugas, kewajiban dan tanggungjawabdari masing-masing alat perlengkapan negara;

    3. Hubungan antara alat perlengkapan negara baik yangbersifat vertikal maupun horizontal;

    4. Hubungan antara warga negara termasuk hak-hak asasidari warga negara sebagai anggota organisasi.

    Keempat bidang kajian tersebut pada prinsipnya tidakdapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, sebab baikbentuk, hubungan antar alat perlengkapan negara secara

    vertikal maupun horizontal (termasuk wewenang, fungsi,tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing), sertahubungan antara warga negara dengan negara (termasuk hak-hak asasi manusia/ warga-negara) pada akhirnya akanmelahirkan suatu sistem tertentu yang akan dipergunakandalam menggerakkan mekanisme kehidupan organisasi darinegara yang bersangkutan.

    Hubungan Antar Alat Perlengkapan Negara.

    1. Hubungan Horizontal.

    Yang dimaksud hubungan horizontal adalah hubunganantar alat perlengkapan negara di tingkat pusat sebagai akibatadanya prinsip trias politika yang menghendaki adanyapemisahan/ pembagian kekuasaan terhadap cabang-cabangkekuasaan di dalam negara. Dengan demikian dimensi darihubungan ini tidak lain adalah hubungan antara pemegangkekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun demikiandalam tataran implementasi teori ketatanegaraan yangbersumber pada prinsip negara hukum, hubungan yangdimaksud disini tidak lain hanyalah hubungan antara

    kekuasaan legislatif dan eksekutif. Hanya menyangkuthubungan antara pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif,karena sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dalammemahami negara hukum, kekuasaan yudikatif (peradilan)diletakkan sebagai kekuasaan yang bebas dan tidak memihak.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    25/347

    Berdasarkan pemahaman mengenai hubungan antara keduaalat perlengkapan negara ini, maka dapat diketahui sistempemerintahan yang dipergunakan di tingkat pusat. Apakah itusistem pemerintahan parlementer, presidensiil, campuranataukah sistem pemerintahan dengan mempergunakanmekanisme Badan Pekerja (Swiss).

    2. Hubungan Verikal.

    Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa salah satuunsur terpenting dari negara menurut Konvensi Montevideoadalah memiliki suatu wilayah tertentu. Dengan adanya unsurini, maka hubungan yang bersifat vertikal dalam kajian HukumTata Negara adalah mengenai kedudukan wilayah-wilayah didalam negara tersebut. Apakah juga berkedudukan layaknyasebagai suatu negara, ataukah masih dalam satu ikatan negara.Titik tolak pembahasan yang menyangkut hubungan vertikalini pada hakikatnya berkisar pada persoalan pemencaran

    kekuasaan dari Pemerintah Pusat (Negara) sampai ke tingkatpemerintahan yang paling rendah. Dengan demikianpembahasan yang dimaksud menyangkut:

    1. Bentuk negara ditinjau dari susunannya, yakni negaraserikat, konfederasi, dan kesatuan (dengan asas

    desentralisasi ataukah sentralisasi); dan

    2. Sistem Pemerintahan Daerah.3. Hubungan Negara dengan Warga Negara dan Hak-hak

    Asasi Manusia.

    Berdasarkan teori terbentuknya suatu negara, maka warganegara merupakan salah satu unsur terpenting yang harus di-

    penuhi. Hal ini disebabkan pada hakikatnya tidak ada satupun

    negara yang tersusun atau lahir secara tiba-tiba tanpa melaluiproses yang melibatkan orang-orang yang ada di dalamnya

    untuk menggabungkan diri ke dalam ikatan organisasi yang

    disebut negara. Orang-orang yang menggabungkan diri dalam

    ikatan organisasi kekuasaan yang disebut negara inilah yang

    kemudian disebut sebagai Warga Negara. Oleh sebab itulah

    keberadaan warga negara perlu mendapat perhatian dalam

    melaksanakan pengkajian mengenai obyek Hukum Tata

    Negara. Pengkajian yang dimaksud meliputi asas-asas danpersyaratan bagi kewarganegaraan dan perlindungan terhadap

    hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    26/347

    D. Definisi Hukum Tata Negara dan Peristilahan.

    Setelah kita membahas pengertian mengenai Hukum dannegara dengan berbagai seluk beluknya serta obyek kajianHukum Tata Negara, maka secara umum dapat ditarik

    pemahaman bahwa definisi Hukum Tata Negara adalah:sekumpulan peraturan baik tertulis (berwujud peraturanperundang-undangan) maupun tidak tertulis(kebiasaan/konvensi) yang mengatur organisasi kekuasaanyang disebut negara. Pengaturan tersebut meliputi:

    1. Bentuk Negara yang dikehendaki;2. Tata cara pembentukan alat-alat pemegang kekuasaan

    (alat-alat perlengkapan negara);3. Wewenang, tugas, fungsi, kewajiban, dan tanggungjawab

    masing-masing alat perlengkapan negara;

    4. Hubungan antar alat perlengkapan negara (baik secaravertikal maupun horizontal); serta

    5. Hubungan antara organisasi kekuasaan (negara denganwarga negara berikut hak-hak asasi manusia).

    Dengan demikian secara umum, Hukum Tata Negaratidak lain adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaanyang disebut negara beserta seluk-beluk yang ada didalamnya. Dalam kaitan dengan hal ini di lingkungan IlmuHukum Ketatanegaraan, dikenal berbagai macam istilah yangmemilki arti yang berbeda-beda, yakni:

    1.

    Constitutional Law. Istilah ini dipergunakan di Inggris yangpada intinya berdasarkan pada alasan bahwa Hukum Tata

    Negara lebih menitik beratkan kepada unsur-unsur yang

    terdapat di dalam konstitusi. Dengan kata lain pokok

    kajian yang akan dilakukan adalah mengenai hukum

    konstitusinya.2. State Law. Istilah ini merupakan variasi dari istilah

    Constitutional Law, dan di dasarkan pada pertimbanganbahwa Hukum Negaralah yang lebih dipentingkan;

    3. Droit Constitutionel yang dilawankan dengan DroitAdministrative. Peristilahan ini dipergunakan di Perancis

    dan bertujuan

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    27/347

    untuk membedakan antara Hukum Tata Negara denganHukum Administrasi Negara. Istilah ini pararel denganyang dipergunakan di Jerman, yakni Verfassungrecht danVervaltungrecht.24

    Bagi khasanah Hukum di Indonesia yang tradisinya tidak

    banyak berbeda dengan tradisi hukum Belanda, tidaklahmengherankan jikalau sebagian besar pendapat para ahliHukum Tata Negara terdapat garis hubungan denganpendapat para ahli Hukum Tata Negara Belanda. Penggunaanistilah Hukum Tata Negara pun pada intinya merupakanterjemahan dari istilah bahasa Belanda, yakni Staatsrecht.

    Dalam kamus hukum diketemukan bahwa pengertianStaatsrecht sama dengan Hukum Tata Negara atau HukumNegara, yakni keseluruhan dari norma-norma hukum yangmengatur bagaimana negara itu harus diselenggarakan,perundang-undangan, peradilan dan penentuan kekuasaan

    masing-masing badan serta hubungannya satu dengan yanglain.25

    Istilah Staatsrecht menurut kepustakaan Belandamempunyai 2 (dua) arti, yaitu Staatsrecht in ruimere zin(Hukum Tata Negara dalam arti luas) dan Staatsrecht in engerezin (Hukum Tata Negara dalam arti sempit).26 SelanjutnyaHukum Tata Negara dalam arti luas dapat dibagi dalam duagolongan, yaitu:

    1. Hukum Tata Negara dalam ari sempit, atau hanya disebutHukum Tata Negara; dan

    2.

    Hukum Tata Usaha Negara (Administrative Recht), yangdalam khasanah ilmu Hukum di Indonesia lebih populer

    dengan sebutan Hukum Administrasi Negara.27

    18 Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, 1983,Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PusatKajian HTN-UI, Jakarta, him. 23. Lihat Pula Kartasapoetra RG, 1987, Sistematika Hukum

    Tata Negara, Bina Aksara, Jakarta, him. 1.

    19 Simorangkir JTC, et.all, 1980,Kamus Hukum, Cet H, Aksara Baru, Jakarta, him. 161.20 Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Op,cit, him. 20.21 Usep Ranawijaya, Op.cit, him. 11.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    28/347

    Pengertian tersebut di atas terasa membingungkan, akantetapi kalau dicermati lebih mendalam, maka yang dimaksuddengan pengertian Hukum Tata Negara dalam arti luas adalahgabungan antara Hukum Tata Negara (arti sempit) danHukum Administrasi Negara. Sedangkan pengertian HukumTata Negara sebagaimana judul dalam buku ini tidak lain

    adalah Hukum Tata Negara dalam arti sempit. Perumusanseperti ini mendasarkan pada prinsip residu yang menyatakanbahwa Hukum Administrasi itu merupakan Hukum TataNegara dalam arti luas dikurangi Hukum Tata Negara dalamarti sempit.28

    Ph. Kleintjes dalam buku yang berjudul Staatinstelling vanNed. Indiee mengatakan bahwa Hukum Tata Negara Belandaterdiri dari kaidah-kaidah hukum mengenai tata (inrichting)Hindia Belanda, yaitu tentang alat-alat perlengkapankekuasaan negara (de met overheidsgezag bekleede organen) yangharus menjalankan tugas Hindia Belanda, dan tentangsusunan (samenstelling), tata (inrichting), wewenang(bevoegdhegen), dan perhubungan kekuasaan (onderlingemachtverhouding) diantara alat-alat perlengkapan itu.29

    Van Vollenhoven mengemukakan bahwa, Hukum TataNegara itu mengatur semua masyarakat hukum tingkat atasdan bawah, yang selanjutnya menentukan wilayahlingkungan, menentukan badan-badan yang berkuasa,berwenang dan berfungsi dalam masyarakat hukum tersebut.30

    Sementara itu Van Der Pot mengemukakan bahwa HukumTata Negara itu merupakan peraturan-peraturan yang

    menentukan berbagai badan yang demikian diperlukan,termasuk wewenang, fungsi dalam hubungan antara badan-badan itu dan antara badan-badan itu dengan para individuserta kegiatan-kegiatannya.31 Sedangkan Wade dan Philipsmengatakan bahwa, Hukum Tata Negara merupakan

    kumpulan peraturan yang dimaksud untuk

    28Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim,Op.cit, him. 32.29Ph. Klientjes dalam Usep Ranawijaya,Op,rit, him. 12.

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    29/347

    pengaturan alat-alat perlengkapan negara termasuk tugas-

    tugas dan hubungan antar alat perlengkapan negara tersebut.32

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas,

    maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Tata Negara adalah

    sekumpulan peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis)

    yang mengatur mekanisme pembentukan tugas, fungsi, danwewenang dari alat-alat perlengkapan negara serta hubungan

    antar alat-alat perlengkapan negara tersebut. Kesimpulan inimemang terasa belum lengkap untuk mewakili pemahaman

    mengenai definisi Hukum Tata Negara. Oleh sebab itu menurut

    hemat penulis yang dapat dianggap mewakili adalah

    pengertian yang telah penulis kemukakan di awal pembahasan

    ini.

    E. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu-ilmu

    Lainnya.

    1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara.

    Antara Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara

    merupakan dua bidang kajian ilmu yang memiliki hubungan

    sangat dekat. Ilmu Negara mempelajari negara dalam

    pengertian abstrak (tidak terikat waktu maupun tempat),

    artinya mempelajari negara yang masih dalam tataran ideataupun gagasan. Dalam Ilmu Negara yang menjadi pokok

    bahasan adalah prinsip-prinsip atau konsep-konsep, serta teori-

    teori mengenai negara dan seluk beluk yang ada di dalamnya.

    Dengan kata lain, Ilmu Negara merupakan suatu cabang ilmu

    yang berusaha untuk mengkaji mengenai hakikat negara.Sedangkan Hukum Tata Negara pada prinsipnya mempelajari

    negara dalam keadaan konkrit, artinya sudah terikat waktu

    maupun tempat. Disebut demikian karena dasar pijakan yang

    dipergunakan untuk mempelajari dan mengkaji Hukum Tata

    Negara adalah hukum positif yang berlaku di dalam suatu

    negara.

    Kendatipun demikian diantara Hukum Tata Negara danIlmu Negara sebenarnya sama-sama membahas negara dalam

    keadaan "diam". Maksud dari pernyataan ini adalah: Hukum

    Tata Negara mempelajari negara ditinjau dari strukturnya atau

    dapat dikatakan mempelajari "anatomi" negara, sedangkan

    Ilmu Negara mempelajari negara dari aspek ide dan

    konsepnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama

    mempelajari negara yang belum melaksanakan fungsi maupun

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    30/347

    tugasnya secara nyata, oleh sebab itu kedua ilmu itu dapat

    dikatakan mempelajari negara dalam keadaan "diam".

    Berdasarkan masing-masing kajian dari kedua bidang ilmutersebut, maka hubungan antara Hukum Tata Negara denganIlmu Negara dapat diterangkan sebagai berikut. Untukmempelajari Hukum Tata Negara dan segala aspek yang

    terkandung di dalamnya, tentu harus mempelajari danmenguasai terlebih dahulu Ilmu Negara. Artinya Ilmu Negarayang mempelajari dan mengkaji konsep-konsep, ide-idemaupun teori kenegaraan, pada hakikatnya merupakan sumberutama bagi penyelenggaraan praktek kehidupan kenegaraan.Sedangkan penyelenggaraan praktek kehidupan kenegaraanbila ditinjau dari aspek hukum jelas diatur oleh Hukum TataNegara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa landasanteori untuk mempelajari dan mengkaji Hukum Tata Negaratidak lain dan tidak bukan adalah Ilmu Negara.

    2. Hubungan Hukum Tata Negara Dengan Ilmu Politik.

    Antara Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik mempunyaikedekatan hubungan timbal balik yang sangat erat, bahkankadang kala terasa sulit untuk dipisahkan. Oleh sebab ituhubungan yang semacam ini sering diibaratkan layaknya duasisi dalam satu keping mata uang (two sides of one coin).Kedekatan seperti ini disebabkan oleh karena antara keduailmu tersebut pada hakikatnya membahas aspek kekuasaandalam negara dan segala seluk beluk yang ada di dalamnya.Hukum Tata Negara mempelajari paraturan-peraturan hukum

    baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur organisasikekuasaan, sedangkan Ilmu Politik juga mengkaji persoalankekuasaan ditinjau dari aspek perilaku kekuasaan tersebut.

    Berbagai ketentuan hukum yang digariskan oleh Hukum

    Tata Negara sering disebabkan oleh adanya konsep-konsep

    perilaku kekuasaan negara sebagaimana dipelajari oleh Ilmu

    Politik. Demikian pula sebaliknya implementasi dari perilaku

    kekuasaan di dalam negara sering dan harus di dasarkan oleh

    konsep hukum yang terkandung di dalam Hukum Tata

    Negara.

    Peraturan Perundang-undangan jika ditinjau dari sudut

    pandang Ilmu Politik sejatinya merupakan hasil dari proses

    politik yang diwarnai oleh perilaku kekuasaan. Bahkan

    Peraturan Perundang-undangan itu pada hakikatnya

    merupakan bentuk dari suatu keputusan politik. Mengapa

    demikian? Karena Peraturan Perundang-undangan pada

    hakikatnya disusun dan dibentuk oleh lembaga-lembaga

    politik. Lain daripada itu Peraturan perundang-undangan pada

    hakikatnya merupakan kebijakan politik yang sarat dengan

    kepentingan-kepentingan politik. Sementara itu bagi Hukum

    Tata Negara, Peraturan Perundang-Undangan adalah produk

    hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan negara yangdiberi wewenang untuk itu dengan melalui prosedur dan tata

    cara yang telah digariskan oleh Hukum Tata Negara.

    Dengan mempergunakan cara pandang yang lain dapat

    juga dikemukakan bahwa perancangan Peraturan Perundang-

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    31/347

    undangan di samping merupakan sebuah proses politik karena

    melibatkan komponen infra maupun supra struktur politik,

    sekaligus juga merupakan proses hukum. Kondisi yang

    demikian ini mengakibatkan para perancang peraturan

    perundang-undangan harus memformulasikan berbagaikepentingan termasuk perilaku kekuasaan yang ada ke dalam

    norma hukum perundang-undangan sepanjang tidakmelanggar kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang dikenal

    dalam lingkup ilmu hukum termasuk Hukum Tata Negara.33

    Politik (sebagai ilmu) dapat dikatakan sebagai ibu dari

    Hukum Tata Negara, artinya politiklah yang melahirkan

    rumusan-rumusan Hukum Tata Negara. Sebaliknya rumusan-

    rumusan Hukum Tata

    Negara dapat pula bertindak sebagai Ibu dari politik, artinyaperilaku politik (dalam arti kekuasaan) harus berlandaskanpada rumusan-rumusan Hukum Tata Negara. Pemahamansemacam ini dapat dianalogkan dengan pertanyaan "lebihduluan mana antara telur dengan ayam".

    Gambaran lain mengenai hubungan Hukum Tata Negaradengan Ilmu Politik diungkapkan oleh Barents yangmemberikan perumpamaan bahwa Hukum Tata Negara itudiibaratkan sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politikbisa diibaratkan daging yang membalut kerangka tersebut.34

    Sementara itu dalam argumentasi yang lain Moh. Kusnardidan Harmaily Ibrahim mengemukakan bahwa dalam beberapahal untuk mengetahui latar belakang dari suatu peraturanperundang-undangan sebaiknya perlu dibantu denganmempelajari Ilmu Politik, karena kadang-kadang sukardiketahui apa maksud serta bagaimana terbentuknya suatuperundang-undangan itu.35

    3. Hubungan Hukum Tata Negara dengan HukumAdministrasi Negara.

    Sebagaimana telah penulis kemukakan terdahulu bahwa,

    Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari HukumTata Negara dalam arti luas setelah dikurangi Hukum TataNegara dalam arti sempit. Dengan kata lain, Hukum

    Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata

    Negara dalam arti luas. Konsepsi seperti ini sering menjadi

    bahan perdebatan dikalangan ahli hukum. Disatu pihak ada

    yang menganggap bahwa antara Hukum Tata Negara dengan

    Hukum Administrasi Negara terdapat perbedaan yang bersifat

    prinsipiil, sedangkan dipihak yang lain menganggap bahwa

    antara keduanya tidak dijumpai adanya perbedaan yang

    bersifat prinsipiil.Golongan yang menganggap bahwa Hukum Tata Negara

    dan Hukum Administrasi Negara terdapat perbedaan yang

    bersifat prinsipiil adalah Van Vollenhoven, Logemann dan

    33 B. Hestu Ci to Hando o Prinsi -Prinsi Le al

    34Barent, dalam Moh. Kusnardi & Harmaily-

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    32/347

    Stelingga. Sedangkan golongan yang menganggap tidak ada

    perbedaan prinsip adalah Kranenburg, Van der Pot dan

    Vegting.36

    Bagi golongan yang menganggap ada perbedaan yang

    berifat prinsipiil antara Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara melandaskan pada argumentasi-

    argumentasi sebagai berikut:

    1. Hukum Administrasi Negara merupakan peraturan-peraturan hukum yang tidak masuk di dalam lingkup

    bidang hukum materiil, baik Hukum Tata Negara Materiil,

    Hukum Perdata Materiil maupun Hukum Pidana Materiil.

    Ini berarti Hukum Administrasi Negara dianggap masuk

    dalam kategori Hukum Formil.

    2. Hukum Tata Negara mempelajari struktur organisasi darisuatu negara beserta aspek-aspek yang terkandung di

    dalamnya, seperti fungsi dan wewenang organ-organ yangterdapat di dalam organisasi yang disebut negara,hubungan antar organ-organ negara, hubungan antara

    organ negara dan penduduknya. Sedangkan Hukum

    Administrasi Negara mempelajari jenis hukum dan akibat-

    akibat hukum yang dilakukan oleh organisasi yang disebut

    negara.

    3. Hukum Tata Negara mempelajari negara dalam keadaandiam, artinya hanya mempelajari susunan organisasi dari

    suatu negara yang menyangkut tugas, wewenang dan

    kewajiban. Sedangkan Hukum Administrasi Negaramempelajari negara dalam keadaan bergerak, yaitu

    mempelajari bagaimana prinsip-prinsip hukum mengenai

    pelaksanaan dari tugas, wewenang dan kewajiban negara

    tersebut.37

    Sementara itu bagi golongan yang berpendapat bahwaHukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak

    ada

    perbedaan yang bersifat prinsipiil melandaskan padaargumentasi-argumentasi sebagai berikut:

    1. Antara Hukum Tata Negara dan Hukum AdministrasiNegara tidak ada perbedaan yang bersifat prinsipiil.Kalaupun ada pembedaan hal itu semata-mata sebatasberfungsi sebagai pembagian kerja dalam rangkamemenuhi kepentingan Ilmu Pengetahuan.

    2. Bidang kajian Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara adalah sama. Sedangkan langkah-langkah pembedaan yang dilakukan hanyalah bermaksud

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    33/347

    untuk lebih memperjelas mengenai sistem-sistem hukumyang berlaku diantara keduanya.

    3. Obyek kajian Hukum Tata Negara dan HukumAdministrasi Negara, yaitu negara sedangkan yangmembedakan adalah penyelidikannya, yaitu bahwaHukum Tata Negara melakukan penyelidikan mengenai

    hal-hal yang asasi tentang negara. Sedangkan HukumAdministrasi Negara melakukan penyelidikan mengenaihal-hal yang bersifat teknis mengenai negara.38

    Dari kedua golongan pandangan tersebut di atas, penulislebih condong mengikuti pandangan yang mengemukakanbahwa antara Hukum Tata Negara dan Hukum AdministrasiNegara tidak ada perbedaan yang bersifat prinsipiil. Hal inidisebabkan kedua merupakan cabang Ilmu Hukum yangsama-sama mengatur mengenai organisasi kekuasaan yangdisebut negara. Pembedaan disini hanya menyangkut

    substansi pengkajiannya. Hukum Tata Negara melakukanpengkajian tentang organisasi negara dan seluk beluk yangada di dalamnya ditinjau dari aspek hukum materiilnya.Sedangkan Hukum Administrasi Negara melakukanpengkajian tentang organisasi negara, namun subtansinyamenyangkut hukum formilnya (acara), artinya mengkajiaspekaspek hukum ketika organisasi kekuasaan yang disebutnegara itu melaksanakan aktifitasnya.

    Lain daripada itu, sebenarnya pandangan yang

    mengatakan bahwa antara Hukum Tata Negara dan Hukum

    Administrasi Negara merupakan cabang ilmu hukum yang

    mengandung perbedaan-perbedaan yang bersifat prinsipiil,

    sebenarnya merupakan pandangan klasik yang dewasa ini

    sudah tidak mungkin lagi dapat dijadikan referensi.

    Argumentasi seperti ini berlandaskan pada pemahaman

    bahwa dewasa ini pola kehidupan kenegaraan sudah

    mengalami perubahan yang sedemikian pesat, khususnya

    sejak diterapkannya konsep Negara Hukum Materiil atau

    sering disebut Negara Kesejahteraan (welfare state).

    Dalam konsep negara hukum materiil fungsi negara tidakhanya sebatas kepada fungsi pemerintahan (eksekutif),

    pembentukan perundang-undangan (legislatif), dan fungsi

    peradilan (yudikatif). Fungsi negara hanya sebatas

    menciptakan ketertiban dan keamanan hidup bersama. Fungsi

    negara dalam konsep negara hukum materiil sudah bergeser

    kearahpublic services dalam rangka peningkatan kesejahteraan

    umum warga negara.

    Dengan adanya pergeseran fungsi yang demikian inilah,maka konsep-konsep yang terdapat di dalam bidang kajian

    Hukum Tata Negara dan yang terdapat di dalam bidang kajian

    Hukum Administrasi Negara sukar sekali untuk dipisahkan.

    Walaupun mungkin masih tetap dapat dibedakan. Bahkan

    dalam berbagai kesempatan, pengkajian terhadap kedua

    konsep ilmu pengetahuan ini menjadi satu kesatuan dan tidak

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    34/347

    bisa untuk dipisahkan. Contohnya adalah fungsi pembentukan

    peraturan perundang-undangan.

    Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum

    selalu akan dilandasi dan sekaligus dikaji oleh doktrin-doktrin

    (teori) Hukum Tata Negara. Kendatipun demikian, dalamproses penyusunan peraturan perundang-undangan, baik itu

    dari aspek perencanaannya, proses penyusunannya, prosespengesahannya serta pengundangannya, sumbangan dari

    doktrin (teori) Hukum Administrasi Negara tidak mungkin

    dinafikan begitu saja. Hal ini mengingat ditinjau dari aspek

    perencanaan, penyusunan draft yuridis sampai dengan

    pengesahan dan pengundangan dari suatu peraturan

    perundang-undangan, kerja-kerja yang bersifat administratif

    menjadi bagian yang tak terpisahkan.

    Contoh lain yang dapat dikemukakan disini adalah

    menyangkut obyek penyelidikan Hukum Tata Negara

    mengenai pengertian dan hakikat Pemerintah. Pengertian danhakikat Pemerintah sebagaimana dikembangkan pada saat

    berlakunya prinsip negara hukum klasik (formal) tentunya

    sudah tidak sesuai lagi dengan pengertian dan hakikat

    pemerintah menurut paham negara hukum kesejahteraan

    (materiil).

    Dalam konsep negara hukum kesejahteraan, pengertian

    dan hakikat Pemerintah tidak hanya sebatas pada fungsi-

    fungsi eksekutif semata, bahkan kadang kala juga

    melaksanakan fungsi pengaturan dan fungsi yudisiil. Hal ini

    disebabkan tugas dan fungsi pemerintah dalam konsep negara

    kesejahteraan sudah sedemikian kompleks bahkanmenjangkau sebagian besar kehidupan ketatanegaraan danwarga negara. Mengapa demikian? Ya karena untuk

    melaksanakan fungsi public services dalam rangka

    meningkatkan kesejahteraan umum, Pemerintah (negara)

    diberi wewenang untuk mengatur berbagai aspek kehidupan

    negara dan warga negara.

    Berdasarkan pemahaman arti pemerintah menurut konsep

    negara hukum kesejahteraan yang demikian inilah, maka

    Hukum Tata Negara yang salah satu kajiannya menyangkut

    tugas, fungsi dan wewenang Pemerintah tidak mungkin akanterlepas dari pelaksanaan dari fungsi dan tugas-tugas secara

    konkrit yang merupakan bidang kajian Hukum Administrasi

    Negara. Berkaitan dengan hal ini, Sudargo Gautamamengemukakan:

    "Negara hukum yang modern dianggap mempunyaikewajiban yang lebih luas. Negara yang modern harusmengutamakan kepentingan seluruh masyarakat.Kemakmuran dan keamanan sosial, bukan hanyakeamanan senjata yang harus dikejar. Kemakmuranseluruh lapisan masyarakat yang harus dicapai.Berdasarkan tugas pemerintah ini, maka penguasajaman sekarang turut serta aktif dalam mengaturpergaulan hidup dari khalayak ramai. Lapangan kerjapenguasa pada waktu ini jauh lebih besar daripadapemerintah model kuno".39

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    35/347

    Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk menjalankantugas dengan sempurna, maka penguasa sekarang sangatmemerlukan kemerdekaan bergerak. Untuk memeliharakesejahteraan umum, badan penyelenggara penguasa ini, yanglazim disebut administrasi, memerlukan kebebasan bertindak.Segala sesuatu dalam batas-batas patokan yang dalam garis

    besar ditentukan oleh Undang-Undang.40Dari pendapat yang dikemukakan oleh Sudargo Gautama

    tersebut di atas, nampak jelas bahwa pengkajian mengenaipengertian dan hakikat Pemerintah dalam lingkup HukumTata Negara dewasa ini menjadi tidak terpisahkan denganpengertian dan hakikat pemerintah sebagaimana juga dibahasdan dikaji di dalam Hukum Administrasi Negara. Bahkanmenurut Sudargo Gautama kata pemerintah dan penguasadikonotasikan sebagai administrasi. Hal ini merupakan salahsatu bukti dari sekian banyak bukti yang menunjukkan bahwakonsepsi negara kesejahteraan (negara hukum modern) baik

    yang dikaji di dalam Hukum Tata Negara maupun HukumAdministrasi Negara tidak dapat dipisahkan.

    F. Sumber-Sumber Hukum Tata Negara.

    Pengertian Umum Sumber Hukum.

    Dalam buku yang berjudul Hukum Tata Negara Indonesia

    Dasar-Dasarnya, Usep Ranawijaya mengemukakan bahwa

    perkataan sumber hukum sebenarnya mempunyai dua arti.

    Pertama; sumber hukum sebagai penyebab adanya hukum.Penyebab adanya hukum tidak lain adalah keyakinan hukum

    dari orang-orang yang melakukan peranan menentukan

    tentang apa yang harus

    39Sudargo Gautama, 1983, Pengertian Tentang Negara

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    36/347

    menjadi hukum di dalam negara (welbron). Kedua; sumberhukum dalam arti bentuk perumusan dari kaidah-kaidahHukum Tata Negara yang terdapat di dalam masyarakatdarimana kita dapat mengetahui apa yang menjadi hukum itu(kenbron).^ Pengertian seperti ini menunjukkan bahwa sumberhukum terdiri dari segala sesuatu yang menentukan isi dari

    hukum (sumber hukum ditinjau dari aspek materiil) dansumber hukum yang menunjukkan pada bentuk perumusankaidah-kaidah hukum (sumber hukum dalam pengertianformil).

    Eugen Ehrlich, pemuka aliran sosiologi hukum antara lainmengemukakan bahwa hukum positif yang baik (dankarenanya efektif) adalah hukum yang sesuai dengan living lawyang sebagai inner orderdari masyarakat mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya. Oleh sebab itu di dalampembuatan Undang-Undang hendaklah diperhatikan apa yang

    hidup di dalam masyarakat.42

    Pendapat ini bila dihubungkandengan pandangan dari Usep Ranawijaya menunjukkan bahwayang dimaksud sumber hukum dalam arti yang pertama(welbron) tidak lain wujudnya adalah living law yangmencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.Dengan demikian sumber hukum dalam arti materiil tidak lainadalah nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat yang diakuikebenarannya serta diberlakukan secara umum dan bersifatmengikat.

    Dormer mengemukakan bahwa sumber hukum adalahajaran yang memberikan ukuran atau kriteria apakah suatu

    ketentuan itu berlaku umum atau tidak. Jika ketentuan ituberlaku umum maka disebut hukum, sedangkan jika tidakberlaku umum maka bukan merupakan hukum.43 Lebih lanjutdikemukakan bahwa untuk menentukan apakah suatuketentuan itu berlaku umum atau tidak, ukuran atau

    kriterianya adalah:

    1. Ukuran materiil, yakni ukuran yang dipergunakan untukmenilai apakah isi dari ketentuan tersebut dapat menjadiketentuan hukum atau tidak; dan

    2. Ukuran formil, yakni ukuran yang dipergunakan untukmenilai apakahprosespembentukan suatu ketentuan itumenjadi ketentuan hukum dapat dipenuhi, atau prosestnempositifkan ketentuan yang berlaku umummenjadi ketentuan hukum. Proses pembentukan yang

    dimaksud disini menyangkut:a. Perumusan;b. Pembahasan;c. Pengesahan; dand. Pemberlakuan.

    sep anawijaya, p.cit, m. .42Eugen Ehrlich, dalam Mochtar Kusumaatmaja, Op.cit,hlm. 3.43Dormer dalam Sugeng Istanto, 1983,Hand Out Hukum

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    37/347

    Berdasarkan kedua ukuran atau kriteria itulah, makadikenal adanya sumber hukum materiil yang menyangkut isisebuah ketentuan itu berlaku umum atau tidak, dan sumberhukum formil menyangkut proses pembentukan atauproses tnempositifkan suatu ketentuan umum itumenjadi ketentuan hukum.

    Jika pandangan seperti ini diterapkan dalam konteksHukum Tata Negara Indonesia, maka dapat ditarik garispemahaman sebagai berikut:

    1. Sumber Hukum materiil dari Hukum Tata Negara Indonesiaadalah isi dari suatu ketentuan yang berlaku umum, danbagi bangsa Indonesia tidak lain adalah Pancasila yang ber-kedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm. Dalamkedudukan yang demikian ini Pancasila dapatdikategorikan sebagai isi dari ketentuan yang berlakuumum, karena Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan melekat di dalam masyarakat danbangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut telah diakuikebenarannya serta menjadi pedoman hidup (way of life)masyarakat dan bangsa Indonesia. Dengan demikianPancasila yang terdiri dari lima prinsip (the Five Principles)merupakan manifestasi isi dari berbagai ketentuan yangberlaku umum sehingga nilai-nilai tersebut merupakan isidari hukum. Dari pandangan seperti ini, maka dapatdisimpulkan bahwa Pancasila adalah Sumber Hukum TataNegara dalam arti materiil.

    2. Sumber Hukum Tata Negara Formil tidak lain adalah seluruh

    tahapan proses untuk membentuk suatu ketentuan umumitu menjadi ketentuan hukum. Atau semua tahapan

    mempositifkan suatu ketentuan umum menjadi ketentuan

    hukum. Dalam kaitan dengan hal inilah, maka bentuk dari

    sumber Hukum Tata Negara Formil adalah:

    a. Perundang-undangan, yakni proses yang dilakukanoleh

    alat-alat perlengkapan negara untuk membentuk

    ketentuan

    umum menjadi ketentuan-ketentuan hukum yang

    mengikatdan dituangkan dalam satu kitab (kodifikasi). Hasil dariproses ini bisa dalam bentuk Undang-Undang,

    Peraturan

    Pemerintah, Peraturan Presiden maupun Peraturan

    Daerah,

    yang kesemuanya itu bersifat pengaturan.

    b. Yurisprudensi, yakni proses penemuan hukum yangdilakukan oleh hakim berdasarkan kasus-kasus konkrit

    yang terjadi dalam masyarakat yang kemudian menjadi

    preseden bagi keputusan-keputusan hakim berikutnya

    yangmemeriksa kasus-kasus konkrit yang sifatnya sejenis.

    c. Kebiasaan atau Konvensi, yakni prosesmemformulasikan

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    38/347

    suatu praktek kehidupan ketatanegaraan yang tidak

    tertulis

    namun dilakukan secara berulang-ulang dan bersifat

    mengikat.

    d. Traktat, yakni proses merumusan kesepakatan-kesepakatan

    dalam perjanjian internasional yang kemudianmengikat

    negara peserta dan dijadikan sebagai ketentuan yang

    termuat di dalam hukum nasional.

    e. Doktrin atau pendapat para sarjana, yakni proses mem-formulasikan teori-teori ketatanegaraan melalui

    serangkaian

    penelitian dan pengujian, kemudian dipergunakan

    sebagai

    referensi bagi pembentukan Hukum Tata Negara.

    Kelima hal tersebut di atas dikatakan sebagai SumberHukum Tata Negara dalam arti formil karena kesemuanya

    menunjuk kepada serangkaian proses dan sekaligus organ

    yang membentuk. Dengan demikian yang disebut Sumber

    Hukum Tata Negara formil bukan menunjuk pada jenisnya,

    seperti UUD, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan lain

    sebagainya. Jenis-jenis peraturan perundang-undangan ini

    pada hakikatnya adalah hasil atau produk dari suatu proses.Sebagaimana telah penulis kemukakan bahwa titik tolak

    pengkajian terhadap Hukum Tata Negara Indonesia adalah

    hukum positif yakni hukum-hukum yang menyangkutkehidupan ketatanegaraan Indonesia yang berlaku dewasa ini.Berkaitan dengan hal inilah, maka Sumber Hukum TataNegara Positif perlu mendapat porsi penjelasan yang cukupmemadai, agar tidak dijumpai adanya pemahaman yangkeliru, sehingga mengakibatkan kerancuan yang mengarahkepada penyamaan arti sumber hukum dan dasar Hukum TataNegara Indonesia.

    Pengertian Dasar Hukum Tata Negara Indonesia jelasberbeda dengan pengertian Sumber Hukum Tata NegaraIndonesia. Perbedaan tersebut terletak pada sifat dari

    keduanya. Dasar Hukum sifatnya konkrit, artinya sudahmenunjuk pada landasan berpijak dari setiap tingkah lakumanusia dalam melakukan hubungan hukum dengan manusiayang lain. Sehingga dasar hukum lebih mengarah kepadabentuk atau jenis peraturan perundang-undangan yangdipergunakan sebagai pedoman manusia dalam melakukanhubungan hukum. Sedangkan sumber hukum sifatnya masihabstrak, karena menyangkut isi suatu ketentuan itu berlakuumum atau tidak dan bagaimana proses atau mempositifkanketentuan yang berlaku umum itu menjadi ketentuan hukum.

    Hamid S. Attamimi mengemukakan bahwa arti sumber

    hukum (rechtsquelle) dapat beraneka ragam, bergantung jenishukum yang kita maksud, hukum tertulis atau tidak tertulis.Bagi hukum tidak tertulis sumber hukum itu antara lain adat,petunjuk lisan, petuah, dan kebiasaan. Sedangan bagi hukum

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    39/347

    tertulis sumber hukum ialah dasar-dasar bagi berlakunyahukum tertulis tersebut, baik berupa norma-norma maupunberupa aturan yang lebih tinggi

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    40/347

    hirarkhisnya daripada jenis hukum tertulis yang dimaksud,sebagaimana dasar-dasar bagi suatu jenis perundang-undangan.44

    Dari pandangan yang demikian ini, maka kalau diterapkandalam pemahaman sumber Hukum Tata Negara Indonesia,maka makna sumber Hukum Tata Negara - khususnya dalam

    arti yang formil - tidak diletakkan dalam pengertian prosesmempositifkan ketentuan umum menjadi ketentuan hukum,melainkan justru diletakkan dalam pengertian jenis ataubentuk. Menurut hemat penulis, pemahaman seperti inimenimbulkan kerancuan pengertian sumber hukum dengandasar hukum. Pandangan tersebut seolah-olah menyamakansumber hukum dengan dasar hukum.

    Dasar hukum - di samping telah penulis kemukakanterdahulu - memang sudah menunjuk pada jenis atau bentukdari peraturan perundang-undangan berdasarkan hirarkhinya.Sedangkan sumber hukum sebenarnya masih terkait dengankriteria atau ukuran apakah suatu ketentuan itu berlaku umumatau tidak, jadi nuansanya masih bersifat abstrak.

    Dengan demikian sumber Hukum Tata Negara Indonesiaseharusnya diletakkan dalam pengertian dan argumentasisebagaimana dikemukakan oleh Dormer. Kalaupun HukumTata Negara Indonesia berpijak pada Hukum Positif (HukumTata Negara yang berlaku pada saat ini), maka bagi sumberHukum Tata Negara dalam pengertian formil bukan berartimenunjuk pada jenis atau bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku dewasa ini, melainkan tetap mengacu

    pada proses mempositifkan suatu ketentuan menjadiketentuan hukum. Terkait dengan hal ini, Undang-Undang No10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan antara lain:

    1. Pancasila merupakan sumber dari segala hukum negara.45

    2. Jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-undangan adalahsebagai berikut:a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penggantu Un-

    dang-Undang;c. Peraturan Pemerintah;d. Peraturan Presiden;e. Peraturan Daerah.46Menurut Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun

    2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangandinyatakan bahwa penempatan Pancasila sebagai sumber darisegala sumber hukum negara adalah sesuai denganPembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai

    ami . ttamimi, , ancas a ta u um a amKehidupan Hukum Bangsa Indonesia, dalam OetojoOesman dan Alfian, Pancasila Sebagai Ideologi DalamBerbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa danBernegara, BP7 Pusat, Jakarta, hlm. 71.

    -

  • 7/23/2019 Buku Hukum Tata Negara Indonesia Hestu Cipto Handoyo

    41/347

    dasar negara dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofisbangsa dan negara sehingga setiap materi muatan PeraturanPerundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nlai yang terkandung dalam Pancasila. Dari pernyataantersebut, nyata dan jelas bahwa Pancasila merupakan ukuranmateriil dan sekaligus sebagai sumber hukum materiil dari

    setiap materi muatan peraturan perundang-undangan.Pasal 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pem-

    bentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan bahwaUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan seperti ini, dalam penjelasannyadinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar merupakansumber hukum bagi pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-Undan