laporan tutorial skenario 2 trauma

Upload: yunita-asri-pertiwi

Post on 11-Feb-2018

294 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    1/27

    Laporan TutorialSkenario 1 Blok Traumatologi

    PENANGANAN YANG TEPAT UNTUK TRAUMA ABDOMEN

    Oleh : Kelompok Tutorial 14

    Arum Alfiyah Fahmi (G0010028)

    Candra Aji S, (G0010040)Coraega Gena E. (G0010046)

    Erma Malindha (G0010074)

    Gunung Mahameru (G0010088)

    Namira Qisthina (G0010134)

    Paksi Suryo B. (G0010148)

    Puji Rahmawati (G0010154)

    Satria Adi P. (G0010172)

    Yunita Asri P. (G0010202)

    Tutor Pembimbing : Muthmainah, dr.

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    2013

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    2/27

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar BelakangSeorang laki-laki, berusia 34 tahun, diantar polisi ke IGD RSUD Dr.

    Muwardi. 1 jam MRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat

    mengendarai mobil tanpa mengenakan sabuk pengaman dengan kecepatan

    tinggi. Pasien menabrak pohon saat menghindari becak. Pasien terbentur setir

    mobil pada perut bagian bawah. Pasien dalam keadaan sadar (compos mentis)

    mengeluh nyeri pada perut bagian bawah dan disertai tidak bisa kencing

    setelah kejadian tabrakan.

    Dari hasil pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran pasien compos

    mentis (GCS E4V5M6= 15), pupil isokhor, refleks cahaya (+/+), lateralisasi (-

    ). Jalan nafas bebas. Didapatkan vital sign: nadi 120x/menit, tekanan darah

    90/60 mmHg, t: 36oC, akral dingin dan lembab RR 24x/menit. Terdapat jejas

    pada regio hipokondriaka kanan. Nampak darah keluar dari anus, orificium

    urethra externum dan hematom pada regio perineum sehingga dokter tidak

    melakukan pemsangan kateter (ada kontra indikasi). Dari pemeriksaan rectal

    toucher didapatkan prostat melayang, teraba pecahan tulang di daerah rectum

    bagian depan. Dalam pemeriksaan stabilitas pelvis (tes kompresi +, tes

    distraksi +). Dokter IGD melengkapi pemeriksaan primary survey, adjunct

    primary survey dansecondary survey untuk menegakkan diagnosis dan terapi

    selanjutnya. Dokter jaga IGD melakukan konsul pada dokter bedah

    (orthopaedi, digestif, dan urologi).

    B. Rumusan Masalah1. Bagaimanakah anatomi pelvis dan abdomen?2. Bagaimanakah patofisiologi gejala yang muncul pada skenario ini?

    - tidak bisa kencing- hematom regio perineum- tensi rendah-nadi tinggi

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    3/27

    - prostat melayang3. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan

    penunjang, serta komplikasi dari trauma uretra?

    4. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari ruptur recum?

    5. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari trauma pelvis?

    6. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari syok e.c dehidrasi?

    7. Bagaimanakan primary survey, adjunct survey dan secondary survey dariskenario ini?

    C. Manfaat Penulisan1. Mengetahui anatomi pelvis dan abdomen.2. Mengetahui patofisiologi gejala yang muncul pada skenario ini:

    - tidak bisa kencing- hematom regio perineum- tensi rendah-nadi tinggi- prostat melayang

    3. Mengetahui patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari trauma uretra.

    4. Mengetahui patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari ruptur recum.

    5. Mengetahui patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari trauma pelvis.

    6. Mengetahui patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaanpenunjang, serta komplikasi dari syok e.c dehidrasi?

    7. Mengetahui primary survey, adjunct survey dan secondary survey yangharus dilakukan dari skenario ini.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    4/27

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi Abdomen dan Pelvis1. Regio Pada Dinding Anterior Abdomen

    a. Hypochondrium deksterb. Epigastriumc. Hypochondrium sinisterd. Lumbalis dekstere. Umbilikalisf. Lumbalis sinisterg. Iliaca deksterh. Hypogastriumi. Iliaca sinister

    2. Proyeksi Pada Organ Intra Abdominal

    a. Lien : pada latero-posterior costae 9 10b. Hepar : pada anterior dinding abdomen dekstra, mulai dari costae 6

    kanan sampai ke arcus costae terakhir

    c. Gaster (Stomach) : mulai dari regio epigastrium sampai ke regioumbilikalis

    3. Vascularisasi Gastrointestinal

    a. A. Coeliaca ( truncus coeliacus) A. gastrica sinistra, A.Hepatica, A. Lienalis

    b. A. Mesenterica Superior a. colica media, a. colica dextra, a.ileocolica, a. pancreaticoduodenalis inferior, aa. Jejunales dan ilei

    c. A. Mesenterica Inferior a. colica sinistra, a. sigmoidea, a.hemorrhoidalis superior

    4. Anatomi Pelvis

    Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah

    dorsokaudal terhadap abdomen dan merupakan daerah peralihan dari

    batang tubuh ke extremitas inferior. Pelvis bersendi dengan vertebra

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    5/27

    lumbalis ke-5 di bagian atas dan dengan caput femoris kanan dan kiri

    pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang

    dibentuk oleh ulang, ligamentum, dan otot. Cavitas pelvis yang

    berbentuk seperti corong, memberi tempat kepada vesicaurinaria, alat

    kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf.

    Kerangka pelvis terdiri dari:

    a. Os inominatum (tulang panggul)Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu: ilium, iskium,

    dan pubis. Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya

    pada asetabulum.

    Ilium :batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Kristailiaka berjalan ke belakang dari spina iliaka

    anterior superior menuju spina iliaka posterior

    superior.

    Iskium : terdiri dari spina di bagian posterior yangmembatasi insisura iskiadika mayor (atas) dan

    minor (bawah. Tuberositas iskia adalah

    penebalan bagian bawah korpus iskium yang

    menyangga berat badan saat duduk. Ramus

    iskium menonjol kedepan dari tuberositas ini dan

    bertemu serta menyatu dengan ramus pubis

    inferior.

    Pubis :terdiri dari korpus serta rami pubis superior daninferior. Tulang iniberartikulasi dengan tulang

    pubis di tiap sisi simfisis pubis. Permukaan

    superior dari korpus memiliki krista pubikum dan

    tuberkulum pubikum. Foramen obturatorium

    merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami

    pubis dan iskium.

    b. Os sacrum

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    6/27

    Os sacrum terdiri dari lima vertebrae rudimenter yang bersatu

    membentuk tulang berbentuk baji yang cekung kea rah anterior.

    Pinggir atas atau basis ossis sacribersendi dengan vertebra lumbalis

    V. Pinggir inferior yang sempit bersendi dengan os coceygis. Di

    lateral, os sacrum bersendi dengan kedua os coxae membentuk

    articulation sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis

    pertama menonjol ke depan sebagai batas posterior apertura pelvis

    superior, disebut promontorium os sacrum, yang merupakan bagian

    penting bagi ahli kandungan untuk menentukan ukuran pelvis.

    Foramina vertebralia bersama-sama membentuk canalis

    sacralis.Canalis sacralis berisi radix anterior dan posterior nervi

    lumbales, sacrales, dan coccygeus filum terminale dan lemak

    fibrosa.

    c. Os coccygisOs coccygis berartikulasi dengan sacrum di superior. Tulang ini

    terdiri dari empat vertebra rudimenter yang bersatu membentuk

    tulang segitiga kecil yang basisnya bersendi dengan ujung bawah

    sacrum.Vertebra coccygea hanya terdiri atas corpus, namun

    vertebra pertama mempunyai processus transverses rudimenter dan

    cornu coccygeum. Cornu adalah sisa pediculusdan processus

    articularis superior yang menonjol ke atas untuk bersendi dengan

    cornu sacrale.

    d. Pelvis major (panggul besar, pelvis spurium) Terletak cranial terhadap aperture pelvis superior (aditus

    pelvis)

    Terbuka dan melebar pada ujung atasnya dan harus dipikirkansebagai bagian cavitas abdominalis.

    Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh

    promontorium corpus vertebrae sacral 1, linea innominata (terminalis) dan

    pinggir atas simfisis.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    7/27

    Panjang jarak dari pinggir atas simfisis pubis ke promontorium

    lebih kurang 11 cm, disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang

    pada pintu atas panggul lebih kurang 11,5 13 cm disebut diameter

    trasversal. Bila ditarik garis dari articulatio sakroiliaka ke titik persekutuan

    antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea

    innominata disebut diameter oblique, kurang lebih 13 cm.

    Konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5

    cm. konjugata obstretika jarak dari bagian tengah simfisis ke

    promontorium.

    Pintu bawah panggul bukan merupakan bidang datar, tetapi

    tersusun atas dasar dua bidang datar yang masing-masing berbentuk

    segitiga yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera

    ossis ischii dengan ujung os sacrum dan segitiga lainnya yang alasnya juga

    garis antara kedua buah tubera ossis ischii dengan bagian bawah simfisis.

    Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung kebawah dan membentuk

    sudut (arcus pubis). Dalam keadaan normal, besarnya sudut ini 90o atau

    lebih sedikit.

    Bila kurang sekali dari 90o maka kepala janin akan lebih sulit

    dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal. Jarak antara

    kedua tubera ossis ischii adalah 10,5 cm.

    Ruang panggul diatas pintu atas panggul mempunyai ukuran yang

    paling luas. Di panggul tengah terdapat penyempitan setinggi kedua spina

    ischiadika. Jarak antara kedua spina ini (distansia interspinarum)

    normalnya 10,5 cm.

    B. Primary Survey, Adjunct Primary Survey, dan Secondary Survey1.Primary Survey

    a. Airwaydengan kontrol servikal1)Penilaian

    a)Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)b)Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

    2)Pengelolaan airway

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    8/27

    a)Lakukan chin lift dan atau jaw thrustdengan kontrol servikalin-line immobilisasi

    b)Bersihkan airway dari benda asing bila perlusuctioningdenganalat yang rigid

    c)Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal dan pasang airwaydefinitif sesuai indikasi

    3)Fiksasi leher4)Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada

    setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan

    kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

    5)Evaluasib. Breathingdan Ventilasi-Oksigenasi

    1)Penilaiana)Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan

    kontrol servikal in-line immobilisasi

    b)Tentukan laju dan dalamnya pernapasanc) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali

    kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks

    simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-

    tanda cedera lainnya.

    d)Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonore)Auskultasi thoraks bilateral

    2)Pengelolaana)Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask11-

    12 liter/menit)

    b)Ventilasi denganBag Valve Maskc)Menghilangkan tension pneumothoraxd)Menutup open pneumothoraxe)Memasangpulse oxymeter

    3)Evaluasic.Circulationdengan kontrol perdarahan

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    9/27

    1)Penilaiana)Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

    b)Mengetahui sumber perdarahan internalc)Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus

    paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar

    merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.

    d)Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.e)Periksa tekanan darah

    2)Pengelolaana)Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

    b)Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedahserta konsultasi pada ahli bedah.

    c)Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambilsampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes

    kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-

    match serta Analisis Gas Darah (BGA).

    d)Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesancepat.

    e)Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan padapasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

    f) Cegah hipotermia3)Evaluasi

    d. Disability1)Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS2)Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya

    dan awasi tanda-tanda lateralisasi

    3)Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dancirculation.

    e. Exposure/Environment1) Buka pakaian penderita2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    10/27

    pada ruangan yang cukup hangat.

    RESUSITASI

    a. Re-evaluasi ABCDEb.Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada

    dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat.

    c. Evaluasi resusitasi cairan1) Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal.

    2)Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin )serta awasi tanda-tanda syok

    d.Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberiancairan awal.

    1) Respon cepat

    - Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau

    pemberian darah

    - Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif

    mungkin masih diperlukan

    2) Respon Sementara

    - Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberiandarah

    - Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif- Konsultasikan pada ahli bedah.

    3)Tanpa respon- Konsultasikan pada ahli bedah- Perlu tindakan operatif sangat segera- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade

    jantung atau kontusio miokard

    - Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya2.Adjunct Primary Survey

    a. Periksa vital sign: nadi, tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi napas

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    11/27

    b. Pasang EKG1) Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole

    harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi

    2) Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmiac. Pasang kateter uretra

    1) Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasipemasangan kateter urine

    2) Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretraatau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi,

    segera konsultasikan pada bagian bedah

    3) Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine4) Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai

    perfusi ginjal dan hemodinamik penderita

    5) Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orangdewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam

    pada bayi

    d. Pasang kateter lambung1) Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma

    maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan

    nasogastric tube, gunakan orogastric tube.

    2) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung,karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.

    e. Monitoring hasil resusitasi dan laboratoriumMonitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas,

    tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output

    urine dan pemeriksaan laboratorium darah.

    f. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST1) Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral,

    menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat

    kecurigaan trauma abdomen.

    2) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    12/27

    menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat

    dilakukan pada saat secondary survey.

    3) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetapharus dilakukan.

    3.Secondary Surveya. Anamnesis

    Anamnesis yang harus diingat :

    A : Alergi

    M : Mekanisme dan sebab trauma

    M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

    P : Past illness

    L : Last meal (makan minum terakhir)

    E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian

    perlukaan.

    b.Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada secondary survey meliputi pemeriksaan

    tingkat kesadaran, pupil, kepala, maksilofasial, leher, toraks,

    abdomen/pinggang, pelvis, medula spinalis, kolumna vertebralis,

    ekstremitas. Masing-masing aspek dilakukan identifikasi trauma

    terlebih dahulu, kemudian penilaian dengan pemeriksaan fisik,

    kemudian temuan klinis dari pemeriksaan fisik dikonfirmasi dengan

    pemeriksaan lanjutan sesuai dengan aspek.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    13/27

    Hal yang

    dinilai

    Identifikasi/

    tentukanPenilaian

    Penemuan

    Klinis

    Konfirmasi

    dengan

    TingkatKesadaran

    Beratnyatrauma

    kapitis

    Skor GCS 8, cederakepala berat

    9 -12, cedera

    kepala

    sedang

    13-15,

    cedera

    kepala

    ringan

    CT Scan Ulangi tanpa

    relaksasi

    Otot

    Pupil Jenis

    cedera

    kepala Luka

    pada

    mata

    Ukuran

    Bentuk

    Reaksi

    "mass

    effect"

    Diffuseaxional

    injury

    Perlukaan

    mata

    CT Scan

    Abdomen/

    pinggang

    Perlukaan

    dd.

    Abdomen

    Cedera

    intra-

    peritoneal

    Cedera

    retroperit

    oneal

    Inspeksi

    Palpasi

    Auskultasi

    Tentukan

    arah

    penetrasi

    Nyeri, nyeri

    tekan abd.

    Iritasi

    peritoneal

    Cedera

    organ viseral

    Cedera

    retroperitone

    al

    DPL

    FAST

    CT Scan

    Laparotomi

    Foto dengan

    kontras

    Angiografi

    Pelvis Cedera

    Genito-

    urinarius

    Fraktur

    pelvis

    Palpasi

    simfisis

    pubis untuk

    pelebaran

    Nyeri tekan

    tulang elvis

    Tentukan

    instabilitaspelvis

    (hanya satu

    kali)

    Inspeksi

    perineum

    Pem.

    Rektum/vagi

    na

    Cedera

    Genito-

    rinarius

    (hematuria)

    Fraktur

    pelvis

    Perlukaan

    perineum,rektum,

    vagina

    Foto pelvis

    Urogram

    Uretrogram

    Sistogram

    IVP

    CT Scan

    dengan

    kontras

    Tabel 1. Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    14/27

    C. Trauma UrogenitaliaSebagian besar cidera organ genetourinaria buakan cidera yang

    mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan

    kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh

    darah ginjal (Focseneanu and Merritt, 2013).

    1. Trauma GinjalGinjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otot-

    otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ

    intraperitoneal di sebelah anteriornya karena itu cedera pada ginjal

    jarang diikuti oleh cedera pada organ-organ yang mengitarinya. Cedera

    ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai

    daerah pinggang atau tidak langsung akibat deselerasi pergerakan

    ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera

    yang mengenai ginjal dapat berupa cedera tumpul, luka tusuk atau luka

    tembak. Pada trauma ringan mungkin pasien nyeri di daerah pinggang

    terlihat jejas berupa ekimosis dan terdapat hematuria makroskopik

    ataupun mikroskopik. Pada trauma mayor pasien datang dengan syok

    berat dan terdapat hematoma yang makin lama makin

    membesar.Untuk itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi

    untuk menghentikan perdarahan (Salmaslioglu et al., 2013).

    2. Trauma UreterCedera ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari

    seluruh cedera traktus urogenetalia. Cedera ini akibat trauma dari luar

    yaitu trauma tumpul maupun trauma tajam atau trauma iatrogenic.

    Cedera pada ureter akibat tindakan operasi terbuka berupa ureter

    terikat, crushing Karena terjepit oleh klem, putus (robek) atau

    devaskularisasi karena banyak jaringan vaskuler yang dibersihkan.

    Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adlah adanya

    hematuria pasca trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter

    iatrogenic bisa diketemukan pada saat operasi atau setelah

    pembedahan (Sharma, 2013).

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    15/27

    3. Trauma UretraTrauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan

    cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul

    yang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture uretra

    pars membranasea sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau

    straddle injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa.

    Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati

    dapat menimbulkan robekan uretra karena false route atau salah jalan.

    Demikian tindakan operasi trans uretra dapat menyebabkna cedera

    uretra iatrogenic.. kecurigaan adanya tarauma uretra adalah jika

    didapatkan perdarahan per-uretram yaitu terdapat darah yang keluar

    dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma. Pada trauma

    uretra yang berat pasien mengalami retensi urine dan pada

    pemeriksaaan colok dubur didapatkan floating prostate. Pada keadan

    ini tidak boleh melakukan tindakan pemasangan kateter karena dapat

    enyebabkan kerusakan uretra lebih parah (Song et al., 2013).

    Terapi dengan melakukan sistotomi untuk mengalihkan aliran

    urine. Kateter sistotomi dipasang sampai 2 minggu dan dileaps setelah

    diyakinkan dengan pemeriksaaan uretrografi bahwa sudah tidak ada

    ekstravasasi kontras atau tidak timbul stricture uretra. Namun jika

    timbul stricture uretra dilakukan reparasi uretra atau sachse (Karam

    and Templemen, 2013).

    Pasien yang menderita cedera uretra posterior sering kali datang

    dalam keadaan syok karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain

    yang menimbulkan banyak perdarahan. Pada daerah suprapubik dan

    abdomen bagian bawah, dijumpai jejas, hematom, dan nyeri tekan.

    Bila disertai ruptur kandung kemih, bisa ditemukan tanda rangsangan

    peritoneum. Ruptura uretra posterior sering kali memberikan gambaran

    yang khas berupa : (1). Perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan

    (3) pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya Floating prostate

    (prostat melayang) di dalam suatu hematom karena tidak terfiksasi lagi

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    16/27

    pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba prostat

    lagi karena pindah ke kranial. Pemeriksaan colok dubur harus

    dilakukan dengan hati-hati karena fragmen tulang dapat mencederai

    organ lain seperti rektum. Pada pemeriksaan uretrografi retrogad

    mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi kontras pada pars

    prostato-membranasea (Salmaslioglu et al., 2013; Focseneanu and

    Merrit, 2013).

    D. Ruptur RectumRuptur rectum merupakan kondisi cedera pada rectum. Cedera

    pada rectum dapat diakibatkan oleh luka peneterasi maupun luka tumpul

    misalnya benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi.

    Trauma pada rectum lebih banyak ditemui diakibatkan oleh luka tajam.

    Kejadian ruptur rektum akibat trauma tumpul sebenarnya jarang

    ditemukan karena rektum terletak dalam perlindungan cincin pelvis.

    Ruptur rectum ditemukan pada beberapa kasus fraktur pelvis (de Jong,

    2005; Snell, 2006).Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan

    adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai

    kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

    Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada

    abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :

    Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di

    antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan

    robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah,

    khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang

    mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada

    pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat

    menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah

    ginjal dan pada cervicothoracic junction.Kedua, isi intra-abdominal hancur

    di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    17/27

    toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat

    (spleen, hati, ginjal) terancam. Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal

    yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan

    mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga (de Jong, 2005; Odle,

    2007; Nestor, 2007).

    Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah,

    denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum

    melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,

    syok, dan infeksi atau sepsis juga diperhatikan. Pemeriksaan fisik pada

    pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi

    inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (de Jong, 2005; Salomone, 2007;

    Odle, 2007; Nestor, 2007).

    Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul

    abdomen karena adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius

    dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga

    peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung,

    duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan

    saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang

    menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami

    strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana

    vaskular. Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang

    sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen

    (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka

    tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme

    yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan

    stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak

    atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini

    merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi. Namun

    pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan

    berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan

    (de Jong, 2005; Salomone, 2007; Nestor, 2007).

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    18/27

    E. Syok Hipovolemik1.Definisi

    Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana

    terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan

    beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat

    dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok

    hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok

    hemoragik).

    Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan

    perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang

    paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat

    merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan

    dalam rongga dada dan rongga abdomen (Kolecki, 2008).

    2.EtiologiMenurut Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat disebabkan

    oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

    a. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yangmengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

    kehamilan ektopik terganggu.

    b. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampungkehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus

    menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

    menampung 1000-1500 ml perdarahan.

    c. kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karenakehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya

    pada:

    Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

    3. Patofisiologi

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    19/27

    Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan

    mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,

    kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

    Pada syok hipovolemik akibat kehilangan darah, sistem hematologi

    berespon dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi

    pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu,

    platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan

    membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh

    darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya

    menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.

    Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari

    bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.

    Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok

    hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

    kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

    Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan

    penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor

    di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah

    pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan

    darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot,

    dan traktus gastrointestinal.

    Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan

    peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan

    mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya

    akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati.

    Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu

    perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol

    otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

    Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan

    akhirnya akan menyebabkan retensi air.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    20/27

    Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan

    meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH

    dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap

    penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap

    penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor).

    Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air

    dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan

    lengkung Henle (Kolecki, 2008).

    4.Manifestasi klinisTanda-tanda syok adalah menurut Ashadi (2006) adalah:

    1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunanpengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi

    jaringan.

    2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalahrespon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan

    kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk

    hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi

    berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

    3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensipembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer

    adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.

    Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan

    arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

    4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syokhipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

    kurang dari 30ml/jam.

    5.PenatalaksanaanPenanganan Sebelum di Rumah Sakit menurut Kolecki (2008):

    Pencegahan cedera lebih lanjut. Transportasi segera pasien ke rumah sakit,

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    21/27

    Immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yangadekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi.

    Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positifdapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output,

    dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan

    ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak

    pada pasien dengan syok hipovolemik.

    Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpaketerlambatan transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai

    pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika

    pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat

    pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian

    cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun,

    infus intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan

    dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan.

    Penanganan di Rumah Sakit menurut Kolecki (2008):

    Memaksimalkan penghantaran oksigen Kontol perdarahan lanjut Resusitasi Cairan

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    22/27

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Seorang laki-laki usia 34 tahun diantar ke IGD RSUD dr.Muwardi. Satu

    jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat

    mengendarai mobil tanpa mengenakan sabuk pengaman dengan kecepatan tinggi.

    Pasien menabrak pohon saat menghindari becak. Jenis kecelakaan ini adalah

    tabrakan frontal di mana pengemudi menabrak benda mati di depannya. Ketika

    tabrakan menyebabkan kendaraan berhenti tiba-tiba, pengemudi atau penumpang

    bergerak terus ke depan dengan initial velocity yang sama sampai sesuatu

    menghentikan gerakan ke depan, seperti setir, dashboard, kaca depan, atau tanah

    kalau penumpang terlempar keluar.

    Pasien terbentur stir mobil pada perut bagian bawah. pasien mengalami

    benturan dikarenakan tidak mengenakan sabuk pengaman. Bagian yang dicurigai

    mengalami kerusakan adalah tulang pelvis. Pasien dalam keadaan sadar (compos

    mentis). Pasien yang sadar mempermudah pengelolaan anamnesis. Pasien dapat

    melokalisasi nyeri pada perut bagian bawah. Tidak bisa kencing setelah kejadian

    tabrakan dapat mengarah pada kerusakan sistem uropoetika.

    Dari pemerikasaan dokter IGD didapatkan GCS E4V5M6=15.

    Pemeriksaan GCS dilakukan dengan menilai eyes, verbal dan motorik. Nilai 15

    pada GCS menunjukkan bahwa pasien sadar penuh. Penilaian GCS dapat

    digunakan untuk menentukan berat tidaknya suatu cidera kepala apabila dicurigai

    adanya trauma kepala selain digunakan mengetahui penurunan kesadaran. Pupil

    ishokor menunjukkan tidak ada fraktur basis cranii. Dari pemeriksaan lateralisasi

    tersebut pasien tidak didapatkan lateralisasi baik ke kanan maupun ke kiri.

    Pemeriksaan lateralisasi digunakan untuk melihat ada tidaknya ketidaksamaan

    dari komponen neurologis kanan dan kiri pasien. Tanda lateralisasi ini dapat

    dilihat dengan menilai pupil isokhor serta menilai alat gerak pasien. Refleks

    cahaya diperiksa untuk melihat fungsi nervus opticus. Hasil (+/+) menunjukkan

    refleks cahaya normal pada mata kanan dan kiri. Tekanan darah rendah 90/60

    mmHg, nadi 120x/menit, temperatur hipotermi 36,0o

    C, akaral dingin dan lembab.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    23/27

    Pada pemeriksaan status sirkulasi dapat dikategorikan mengalami takikardi karena

    sudah melebihi 100 kali per menit. Keadaan ini disebabkan karena perfusi oksigen

    yang menurun di jaringan akibat terjadinya sumbatan jalan napas, gangguan

    ventilasi maupun akibat kehilangan darah akibat perdarahan aktif pada pasien.

    Peningkatan denyut nadi tersebut merupakan kompensasi untuk mempertahankan

    perfusi jaringan agar tetap adekuat. Apabila dilihat dari tekanan darah dan laju

    pernapasan per menit, kondisi pasien dapat digolongkan syok hipovolemik derajat

    3. Penanganan syok hipovolemik derajat ini adalah dengan resusitasi

    menggunakan Ringer Laktat dan mempersiapkan transfusi darah. RR meninggi

    24x/menit menujukkan pasien mengalami hiperpneu. Frekuensi pernapasan

    normal pada dewasa adalah 12-20 kali per menit. Abnormalitas dari pernapasan

    ini dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyebab, antara lain adalah gangguan

    pada ventilasi dan gangguan dari jalan nafas pasien.

    Sesuai dengan interpretasi di atas, pasien sudah mengalami syok. Adapun

    kriteria umum syok :

    a. Tekanan darah sistolik rendah ( 100x/menit; remaja >120x/menit;

    prasekolah >140x/menit; bayi >160x/menit.

    c. Oliguria ( 2 detik.

    Menurut beratnya gejala, dapat dibedakan empat stadium syok:

    No Stadium Plasma yang hilang Gejala

    1 Presyok (compensated) 10-15%

    750 ml

    Pusing, takikardi

    ringan, sistolik 90-100

    mmHg

    2 Ringan

    (compensated)

    20-25%

    1000-1200 ml

    Gelisah, keringat

    dingin, haus, diuresis

    berkurang, takikardi

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    24/27

    >100/menit, sistolik 80-

    90 mmHg

    3 Sedang

    (reversible)

    30-35%

    1500-1750 ml

    Gelisah, pucat, dingin,

    oliguri, takikardi

    >100/menit, sistolik 70-

    80 mmHg

    4 Berat

    (ireversibel)

    35-50%

    1750-2250 ml

    Pucat, sianotik, dingin,

    takipnea, anuri, kolaps

    pembuluh darah,

    takikardi/tak teraba

    lagi, sistolik 0-40

    mmHg

    Pada pasien dalam skenario merupakan syok hipovolemik.

    Penatalaksanaan pada pasien syok hipovolemik adalah dengan peningkatan

    perfusi jaringan dengan oksigenasi. Kemudian peningkatan preload dengan infus.

    Pemberian infus tidak secara langsung menormalkan tekanan darah dan denyut

    nadi melainkan melalui peningkatan preload. Kehilangan volume darah pada syok

    hipovolemik dapat diatasi dengan pemberian kristaloid ( ringer laktat, ringer astat

    dan NaCl), koloid serta tranfusi darah. Sedangkan kehilangan fungsi pompa pada

    syok cardiogenik dapat diatasi dengan pemberian dopamine, dobutamin,

    noradrenalin, diuretic dan vasodilator.

    Terdapat jejas pada regio hipokondriaka kanan. Organ yang terdapat pada

    regio ini antara lain hepar, vesica felea, dan flexura coli dextra. Untuk kondisi

    trauma tumpul, organ yang paling sering terkena adalah hepar. Pemeriksaan

    sekaligus terapi untuk trauma abdomen adalah dengan laparotomi. Dokter dapat

    memeriksa bagian mana saja yang mengalami kerusakan, membersihkan darah

    dalam rongga abdomen sekaligus melakukan perbaikan pada organ yang

    mengalami trauma. Nampak darah keluar dari anus yang menandakan adanya

    perdarahan pada saluran pencernaan. Darah keluar dari orificium urethra

    externum memunculkan dugaan adanya perdarahan pada saluran kemih. Rasa

    nyeri dan darah yang keluar merupakan tanda terjadinya striktur urethra.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    25/27

    Penegakan diagnosis striktur urethra melalui pemeriksaan urethrografi retrogard.

    Bagian striktur akan ditandai dengan gambar yang menyempit atau terhambatnya

    aliran kontras. Kateterisasi tidak dapat dilakukan karena adanya kontraindikasi

    berupa striktur urethra. Hematom pada region perineum sehingga menunjukkan

    adanya trauma pada bagian rectum pasien.

    Pasien juga mengalami fraktur pada bagian pelvis yang dibuktikan dari

    pemeriksaan stabilitas pelvis. Tes kompresi dilakukan dengan menekan bagian

    lateral pelvis pasien saat pasien tidur dalam posisi miring. Tes distraksi dilakukan

    dengan menekan pelvis pada bagian depan dalam posisi pasien terlentang. Dokter

    melakukan pemeriksaan rectal toucher dan teraba pecahan tulang di daerah rectum

    bagian depan yang menunjukan adanya potongan fraktur pelvis yang merobek

    organ dibelakangnya (uretra) dan menembus anus. Hal tersebut dibuktikan adanya

    darah keluar dari OUE dan anus. Disamping itu akibat fraktur os pubis,

    ligamentum puboprostatikum mengendur sehingga kelenjar prostat tidak terfiksir

    lagi. Selain itu darah yang berkumpul pada cavum pelvis mengakibatkan prostat

    meninggi.

    Dokter IGD melengkapi pemeriksaan primary survey, adjunct primary

    survey, dan secodary survey untuk menegakkan diagnosis dan terapi selanjutnya.

    Primary survey untuk pasien trauma terdiri dari airway, breathing, circulation,

    disability, dan environment. Adjunct primary survey melalui pemberian resusitasi

    untuk menanganni syok. Kemudian setelah itu baru dilakukan secondary survey

    berupa anamnesis mengenai lokasi nyeri dan kronologis kecelakaan, pemeriksaan

    fisik untuk mengidentifikasi organ yang mengalami kerusakan, di samping

    dilakukan pula pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan dan FAST. Dokter jaga

    IGD melakukan konsul pada dokter bedah (orthopaedi, digestif, dan urologi).

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    26/27

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan1. Pada scenario ini pasien mengalami trauma pada abdomen karena

    benda tumpul serta fraktur pelvis yang mengakibatkan syok

    hipovolemik.

    2. Tindakan yang harus dilakukan pada pertolongan kasus traumaberprinsip pada rangkaian primary survey, adjunct primary survey, dan

    secondary survey.

    B. Saran1. Pelaksanaan tutorial berjalan cukup baik. Namun diharapkan peran

    serta mahasiswa lebih aktif lagi sehingga semua Learning Objective

    dapat diselesaikan dengan baik.

  • 7/23/2019 Laporan Tutorial Skenario 2 Trauma

    27/27

    DAFTAR PUSTAKA

    Ashadi T (2006). Syok Hipovolemik. http:// www.medicastore. com/med/.detail-

    pyk. phd?id - Diakses Desember 2006.

    Focseneanu, M. A., & Merritt, D. F. (2013). Accidental Trauma.Practical

    Pediatric and Adolescent Gynecology, 72-75.

    Karam, M. D., & Templemen, D. C. (2013). Pelvic Ring Injury II. In Orthopedic

    Traumatology (pp. 195-206). Springer New York

    Kolecki P (2008). Syok hipovolemik. Thomas Jefferson University Hospital,

    Jefferson Medical College, Philadelphia Poison Control Center. Artikel

    Nestor.2007. Blunt Abdominal Trauma.

    Odle, Teresa. 2007. Blunt Abdominal Trauma. http://www.emedicine.com-

    Diakses Mei 2013.

    Salmaslioglu, A., Turkbey, B., & Karcaaltincaba, M. (2013). Bladder Trauma. In

    Genitourinary Radiology: Kidney, Bladder and Urethra (pp. 329-334).

    Springer London.

    Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency

    Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City

    School of Medicine.http://www.emedicine.com

    Sharma, D. M. (2013). The management of genitourinary war injuries: a

    multidisciplinary consensus.Journal of the Royal Army Medical Corps,

    159(suppl 1), i57-i59.

    Song, L., Xie, M., Zhang, Y., & Xu, Y. (2013). Imaging techniques for the

    diagnosis of male traumatic urethral strictures.Journal of X-ray science

    and technology, 21(1), 111-123.

    Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

    http://www.emedicine.com-/http://www.emedicine.com-/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com-/