pediatric facial trauma

24
7/22/2019 Pediatric Facial Trauma http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 1/24 1 I. PENDAHULUAN Trauma merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak. Berbagai studi melaporkan insidens trauma wajah pada anak, selain gigitan  binatang, lebih rendah dibanding dewasa. Trauma wajah pada anak secara umum dibedakan menjadi trauma jaringan lunak dan fraktur tulang wajah. Meskipun  prevalensi fraktur tulang wajah pada anak lebih jarang dibanding dewasa, fraktur kraniofasial perlu ditangani dengan baik karena turut berperan dalam morbiditas anak. 1 Pada anak yang masih muda, penonjolan kranium 2,3  dan retrusi relatif wajah 2  menyebabkan risiko fraktur tengkorak akibat trauma tumpul lebih besar dibanding fraktur wajah karena tengkorak menyerap tumbukan awal. Hal inilah yang dapat melindungi wajah. 2,3  Seiring pertambahan usia dan perkembangan fisiologis, proyeksi wajah semakin ke bawah dan ke depan sedangkan wajah tengah dan mandibula semakin menonjol. Hal ini menyebabkan frekuensi fraktur wajah meningkat, sedangkan lesi kranial justru berkurang. 3 Wajah menggambarkan perasaan, kepribadian, dan kosmetik seseorang sehingga luka pada wajah akibat suatu trauma apabila tidak ditindaki secara  bersungguh-sungguh dapat mengganggu keseimbangan jiwa seseorang dan merusak masa depannya. Penderita cedera wajah pada anak perlu mendapat  perhatian khusus karena tulang wajah anak yang masih bertumbuh dan fungsi wajah yang penting, terutama fungsi kosmetik. Dalam hal ini, manipulasi minimal  pada tulang wajah harus dilakukan untuk mencegah adanya kelainan pertumbuhan wajah anak. 4 II. ANATOMI WAJAH Cranium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu neurocranium dan visceracranium. Neurocranium membentuk cavitas crania yang ditempati oleh encephalon dan dibagi menjadi bagian yang membentuk basis cranii dan calvaria cranii. Viscerocranium membentuk facies (wajah) yang dibentuk oleh sebagian os frontale, os nasale, os lacrimale, os zygomaticum, os maxilla, dan os mandibula. 5  

Upload: kurniawati-husnah

Post on 08-Feb-2018

293 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 1/24

1

I.  PENDAHULUAN

Trauma merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada

anak. Berbagai studi melaporkan insidens trauma wajah pada anak, selain gigitan

 binatang, lebih rendah dibanding dewasa. Trauma wajah pada anak secara umum

dibedakan menjadi trauma jaringan lunak dan fraktur tulang wajah. Meskipun

 prevalensi fraktur tulang wajah pada anak lebih jarang dibanding dewasa, fraktur

kraniofasial perlu ditangani dengan baik karena turut berperan dalam morbiditas

anak.1

Pada anak yang masih muda, penonjolan kranium2,3  dan retrusi  relatif

wajah2  menyebabkan risiko fraktur tengkorak akibat trauma tumpul lebih besar

dibanding fraktur wajah karena tengkorak menyerap tumbukan awal. Hal inilah

yang dapat melindungi wajah.2,3  Seiring pertambahan usia dan perkembangan

fisiologis, proyeksi wajah semakin ke bawah dan ke depan sedangkan wajah

tengah dan mandibula semakin menonjol. Hal ini menyebabkan frekuensi fraktur

wajah meningkat, sedangkan lesi kranial justru berkurang.3

Wajah menggambarkan perasaan, kepribadian, dan kosmetik seseorang

sehingga luka pada wajah akibat suatu trauma apabila tidak ditindaki secara

 bersungguh-sungguh dapat mengganggu keseimbangan jiwa seseorang dan

merusak masa depannya. Penderita cedera wajah pada anak perlu mendapat

 perhatian khusus karena tulang wajah anak yang masih bertumbuh dan fungsi

wajah yang penting, terutama fungsi kosmetik. Dalam hal ini, manipulasi minimal

 pada tulang wajah harus dilakukan untuk mencegah adanya kelainan pertumbuhan

wajah anak.4

II.  ANATOMI WAJAH

Cranium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu neurocranium dan

visceracranium. Neurocranium membentuk cavitas crania yang ditempati oleh

encephalon dan dibagi menjadi bagian yang membentuk basis cranii dan calvaria

cranii. Viscerocranium membentuk facies (wajah) yang dibentuk oleh sebagian os

frontale, os nasale, os lacrimale, os zygomaticum, os maxilla, dan os mandibula.5 

Page 2: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 2/24

2

Orbita adalah suatu rongga yang ditempati oleh bulbus oculi. Orbita

mempunyai margo superior, lateral, inferior, dan medial. Margo superior dibentuk

oleh os frontale, margo lateralis dibentuk oleh os zygomaticum dan os frontale,

margo inferior dibentuk oleh os zygomaticum dan os maxilla, dan margo medialis

dibentuk oleh os maxilla, os lacrimale, dan os frontale. Pada os maxilla terdapat

foramen infraorbitalis yang dilalui nervus dan vasa orbitalis. Tonjolan pipi

dibentuk oleh os zygomaticum yang bertumpu pada maxilla yang membentuk

lateralis wajah. Pada sisi lateral dari os zygomaticum terdapat foramen

zygomaticofacial yang dilalui oleh nervus zygomaticofaciale. Hidung dibentuk

oleh os nasale dan maxilla, membatasi apertura piriformis. Bagian hidung yang

dapat digerakkan dibentuk oleh kartilago yang difikasasi oleh jaringan ikat pada

apertura piriformis. Rahang dibentuk oleh dua buah tulang maxilla. Pertumbuhan

maxilla menentukan panjang wajah yang berlangsung antara usia 6-12 tahun.

Rahang bawah dibentuk oleh mandibula bersama dengan dentis yang berada pada

 pars alveolaris mandibula.6

Gambar 1. Anatomi wajah 7

Pembuluh darah yang menyuplai darah pada wajah adalah arteri dan vena

facialis. A. Facialis berjalan ke arah ventrocranial pada dinding pharynx melewati

 bagian dorsal glandula submandibularis dan keluar dari tepi anteriornya di bagian

caudal mandibula, selanjutnya naik ke wajah mengikuti tepi anterior m. Masseter.

Page 3: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 3/24

3

A. Facialis mempercabangkan a. Palatina ascendens, ramus tonsilaris, ramus

glandularis, dan a. Submentalis. Cabang-cabang a. Facialis berjalan bebas dan

 berkelok-kelok. Keadaan ini menguntungkan terutama dalam hubungannya

dengan wajah yang terus bergerak.6 

Gambar 2. Vaskularisasi wajah 7

Inervasi sensibel dari wajah tergantung dari perkembangannya. Wajah

 berkembang dari 3 primordia, yaitu processus frontonasalis, processus maxillaris,

dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis membentuk regio frontalis

dan regio nasalis. Processus maxillaris dan mandibularis (arcus brachiale I)

membentuk regio maxillaris dan mandibula. Masing-masing processus tersebut

mempunyai inervasinya sendiri. N. Ophtalmicus mempersarafi processus

frontalis, n. Maxillaris mempersarafi daerah maxilla, dan n. Mandibuaris

menyuplai regio mandibularis. Ketiga nervus tersebut merupakan cabang dari n. V

dan membagi tiga daerah inervasi sensibel, kecuali suatu daerah kecil pada

angulus mandibulae yang diinervasi oleh n. Auricularis magnus.6 

Inervasi motorik kelompok otot wajah dilakukan oleh n. Facialis (VII).

 N. fasialis meninggalkan cranium melalui foramen stylomastoideum, berjalan di

lateral proc. Styloideus dan mencapai permukaan posterior glandula parotis. Saraf

ini berjalan menembus kelenjar parotis, membagi kelenjar ini menjadi lobus

Page 4: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 4/24

4

superfisialis dan profundus. Dekat pada tepi anterior kelenjar parotis saraf ini

mempercabangkan cabang-cabang terminalnya. Di dalam kelenjar parotis terdapat

suatu plexus saraf yang disebut pes anserinus yang dibentuk oleh cabang-cabang

dari n. Facialis, n. Auricularis magnus, n. Occipitalis minor dan n.

Auriculotemporalis.6 

III.  EPIDEMIOLOGI

Distribusi cedera maksilofasial pada anak berbeda dengan orang dewasa.

Anak lebih sering mengalami cedera jaringan lunak dan jarang mengalami fraktur

fasial. Hal ini disebabkan bayi dan anak memiliki kranium dan os frontal yang

lebih besar, sinus paranasalis yang belum berkembang, tonjolan bantalan lemak

 bukkal, dan tulang wajah yang elastis. Adanya perbedaan anatomi ini juga

menyebabkan bayi dan anak kecil lebih sering mengalami trauma os frontal dan

 jarang wajah tengah. Ketika beranjak remaja, pola cedera pediatrik beralih

menjadi wajah tengah dan wajah bagian bawah.1

Sebuah penelitian di Parana (1986-2000) menunjukkan hasil dari 103

 pasien yang mengalami fraktur wajah, 27,18 % mengalami cedera jaringan lunak.

Dari jumlah tersebut, laserasi di regio mental merupakan cedera terbanyak, diikuti

 bibir, mukosa oral, dan lidah.8

Untuk kasus fraktur tulang wajah, anak memiliki frekuensi yang lebih

rendah dibanding orang dewasa.3 Fraktur wajah pada anak mencakup sekitar 1,5-

5% dari keseluruhan kejadian fraktur.9 Prevalensi fraktur wajah pada anak paling

rendah pada bayi dan meningkat progresif seiring pertambahan usia. Hanya 0,87-

1% fraktur wajah terjadi pada anak di bawah lima tahun, sedangkan 1-14,7%

terjadi pada pasien diatas 16 tahun. Puncak insidens terjadi pada usia 6-7 tahun

karena berhubungan dengan awal masuk sekolah dan 12-14 tahun karena aktivitas

fisik yang bertambah. Rasio laki-laki dan perempuan sebesar 1:1 hingga 8,5:1.

Perbedaan jumlah ini dihubungkan dengan aktivitas fisik anak laki-laki yang lebih

 banyak dan lebih berisiko.3

Persentasi fraktur pada setiap lokasi anatomi berbeda pada tiap kelompok

umur anak. Pada sebuah seri kasus ditemukan bahwa fraktur nasal merupakan

Page 5: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 5/24

5

 jenis yang paling banyak ditemukan (58,6%), diikuti fraktur mandibula (21,5%).

Fraktur orbita (9,5%), frontal (5,1%), dan midfasial (3,8%) menempati urutan

 berikutnya.9  Fraktur kompleks NOE (Naso-Orbita-Ethmoid) merupakan jenis

yang paling sedikit ditemukan (1,5%). Selain jenis fraktur tersebut, fraktur dental

dan alveolar sering terjadi bersama fraktur nasal, khususnya pada anak berusia 8-9

tahun.3

Gambar 3. Distribusi lokasi anatomi fraktur tulang wajah pada pediatrik 3

IV.  ETIOLOGI

Penyebab trauma wajah pada anak bervariasi, tergantung usia dan levelaktivitas. Bayi dan anak kecil rawan mengalami cedera akibat energi berkecepatan

rendah seperti trauma lahir, jatuh, mainan, kecelakaan lalu lintas, gigitan binatang,

dan penyiksaan anak.3,10 Penyiksaan anak merupakan kasus yang jarang, namun

 perlu dipertimbangkan pada setiap kasus dengan luka berulang.9 Anak yang lebih

tua lebih sering mengalami cedera akibat energi berkecepatan tinggi seperti

kecelakaan lalu lintas (pejalan kaki ataupun penumpang),2,10 jatuh,2,10 olahraga,2,10 

dan perkosaan.10 

Khusus fraktur tulang wajah, suatu seri kasus menyatakan kecelakaan

sepeda motor merupakan penyebab utama fraktur wajah pada anak dengan jumlah

36,4%. Sport related injury menempati posisi kedua dengan jumlah 26,2%.

Penyebab selanjutnya adalah kecelakaan yang tidak disengaja, seperti jatuh

(23,1%), kekerasan (9,3%), dan penyebab lain (6,2%).3  Sebuah studi klinis

terhadap 95 anak yang berusia kurang dari 16 tahun di India memperoleh temuan

yang sedikit berbeda. Berdasarkan studi tersebut, jatuh merupakan penyebab

Page 6: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 6/24

6

tersering cedera maksilofasial pada anak. Diagram berikut menunjukkan hasil

temuan studi klinis tersebut.11

Diagram 1. Frekuensi penyebab cedera maksilofasial pada anak 11

V.  PATOFISIOLOGI

Pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan facies penting

untuk mengetahui pola cedera pada trauma wajah pada anak. Perubahan bentuk

wajah, perkembangan sinus, dan pertumbuhan gigi memegang peranan penting

terhadap pola fraktur pada pasien anak. Ukuran kepala anak berkembang dua kali

lipat pada usia 5 tahun, mencapai 80% ukuran kepala orang dewasa. Bentuk dan

 proyeksi wajah berubah drastis selama tahun pertama kehidupan. Pada saat lahir,

rasio wajah : kranium = 1:8.1,3,12  Rasio ini meningkat menjadi 1: 4 saat usia 5

tahun dan mencapai rasio dewasa 1 : 2,5 selama remaja. Ukuran kranium

meningkat 4 kali dan wajah meningkat 12 kali sejak kelahiran hingga dewasa.1,3 

Pertumbuhan vertikal wajah berhubungan dengan erupsi gigi dan kebutuhan

respirasi. Hal ini berlangsung pertama kali pada usia 6 bulan, kemudian

 berlangsung selama tahun ketiga dan keempat, selama usia tujuh hingga sebelas

tahun, dan terakhir antara usia enam belas dan tujuh belas tahun.12

Page 7: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 7/24

7

Gambar 4. Perbedaan bentuk wajah saat (a) lahir, (b) 5 tahun, (c) dewasa 14 

Septum nasi dipertimbangkan sebagai pusat perkembangan wajah tengah.

Sebagian besar perkembangan wajah tengah terjadi di bagian bawah. Maksilla

 bagian bawah tumbuh dalam arah vertikal. Kavum nasi meluas hingga ke tengah

orbita dan dasarnya menurun seiring erupsi gigi permanen.1 

Kondilus mandibula berperan sebagai pusat pertumbuhan mandibula.

Mandibula bayi tumbuh ke arah lateral dan anterior sehingga memperbesar ukuran

dari wajah bagian bawah. Penambahan tulang pada kondilus dan ramus posterior

serta resorbsi pada bagian anterior menyebabkan terjadinya proyeksi ke depan.

Proses ini berlanjut hingga semua tulang wajah tumbuh sempurna. Oleh karena

itu, cedera pada kondilus dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan mandibula.1

Pneumatisasi sinus paranasalis dimulai dari sinus ethmoid dan berlanjut

secara bertahap hingga sinus maksillaris, sinus sphenoid, dan sinus frontalis.

Sinus mencapai ukuran sesungguhnya setelah pubertas dan pertumbuhan gigi

lengkap.3 Perkembangan sinus maxillaris dapat terlihat pada umur 5 bulan. Sinus

melebar pada 5 tahun pertama dan bergerak ke bawah dasar hidung seiring erupsi

gigi permanen pada usia 12 tahun. Sinus maxillaris tumbuh sempurna pada umur

16 tahun. Sinus ethmoidalis terlihat pada umur 1 tahun. Sinus frontalis terlihat

 pada umur 6 tahun dan mencapai ukuran maksimal pada akhir pubertas.1  Sinus

maksillaris dan frontalis memegang peranan penting dalam pola fraktur wajah.

Hal ini terlihat dari adanya korelasi positif antara frekuensi fraktur wajah tengah

dengan tingkat perkembangan dan pneumatisasi sinus paranasalis.3 Hal ini terjadi

Page 8: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 8/24

8

karena  adanya perkembangan sinus yang mampu mengatur kekuatan tumbukan

dan berfungsi sebagai efek bantalan.1

Gambar 5. Perkembangan sinus frontalis dan maxillaris berdasarkan

 perkembangan usia 3

Pertumbuhan gigi juga memiliki peran yang sangat penting dalam

 penanganan fraktur tulang wajah. Gigi nonpermanen mengalami erupsi sepanjang

2 tahun pertama kehidupan. Anak usia 2-6 tahun secara bertahap mengalami pergantian gigi menjadi permanen.1 Terdapat tiga fase pertumbuhan gigi, yaitu (1)

fase deciduous  yang berlangsung sekitar usia 2 tahun, (2) fase campuran yang

 berlangsung saat usia 6-12 tahun, dan (3) fase permanen atau fase definitif yang

 berlangsung sekitar usia 13 tahun. Pertumbuhan gigi yang belum lengkap

menguatkan maksilla dan mandibula karena adanya akar gigi dalam rahang bawah

meningkatkan stabilitas dan elastisitas tulang.3

Berbeda dengan dewasa, tulang wajah anak merupakan struktur yang

dinamis dan masih berkembang. Struktur anatomi wajah anak memiliki

karakteristik yang bersifat protektif yang dapat mengurangi kemungkinan fraktur

tulang wajah. Delapan puluh persen pertumbuhan kranium terjadi dalam satu

tahun pertama kehidupan. Meskipun pertumbuhan wajah pada fase ini masih

cepat, hanya pada usia setelah 2 tahun pertumbuhan wajah lebih cepat dibanding

kranium. Pertumbuhan kavum orbita dan otak hampir sempurna pada usia 7

tahun. Wajah bagian bawah terus tumbuh hingga usia dewasa awal. Oleh karena

anak memiliki rasio kraniofasial yang tinggi, insidens fraktur kranium lebih sering

Page 9: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 9/24

9

terjadi dibanding fraktur wajah tengah. Perkembangan sinus paranasal juga

memberikan proteksi tambahan relatif terhadap fraktur fasial. Elastisitas tulang

imatur yang lebih besar dapat menjelaskan insidens fraktur tipe  greenstick yang

lebih besar pada pediatrik dibanding dewasa. Maxilla dan mandibula pediatrik

 juga lebih resisten terhadap fraktur karena adanya gigi susu.9,13

Gambar 6. Perbandingan anatomi wajah anak dan dewasa 3

VI.  JENIS CEDERA

A.  Cedera Jaringan lunak

Cedera jaringan lunak wajah pada anak cukup sering terjadi.

Diagnosis awal dan terapi definitif penting dalam menangani cedera jaringan

lunak, khususnya cedera n. fasialis dan parotis, gigitan binatang, luka avulsi,

dan laserasi pada palpebra dan telinga.15  Penyebab cedera jaringan lunak

dapat disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam.

16

  Cedera jaringan lunak biasanya disertai cedera tulang dan paling sering disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas. Beberapa struktur anatomi yang perlu mendapat

 perhatian khusus pada trauma jaringan lunak wajah, yaitu palpebra, telinga,

hidung, dan mulut. Hal ini penting dilakukan untuk memperoleh kesejajaran

yang tepat.16 

Page 10: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 10/24

10

Gambar 7. Luka avulsi pada palpebra 15

Cedera jaringan lunak pada wajah dapat berupa : 4 

1.  Laserasi (simpel dan kompleks)

2.  Kontusi

3.  Abrasi

4.  Avulsi

B.  Fraktur

Beberapa jenis fraktur yang dapat terjadi pada trauma wajah yaitu :

1.  Fraktur os nasal

Insidens fraktur os nasal pada anak jarang karena kekuatan

 benturan disebar ke seluruh wajah tengah sehinga hanya terjadi edema

tanpa gangguan anatomi. Fraktur os nasal sering menyebabkan fraktur

longitudinal di anterior septum ataupun dislokasi septum dari perlekatan

dengan tulang sehingga menyebabkan obstruksi nasi dan gangguan

 pertumbuhan jangka panjang.17 Penyembuhan yang cepat os nasal pada

anak mengharuskan reduksi tertutup pada fraktur yang mengalami

dislokasi dalam 5-7 hari.10 

2.  Fraktur mandibula

Pola dan distribusi fraktur mandibula dipengaruhi kekuatan dan

arah benturan, serta tingkatan pertumbuhan tulang anak. Pada anak yang

lebih muda, os mandibula memiliki jaringan lunak yang lebih banyak

sebagai bantalan, pelindung disamping letak mandibula yang cukup

Page 11: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 11/24

11

terlindung. Oleh karena itu, benturan langsung pada dagu akan diteruskan

 pada kaput kondilus yang akan menyebabkan cedera tumbuk.1 

Regio kondilus merupakan regio yang paling sering mengalami

fraktur pada anak, diikuti parasimphiseal, korpus, dan angulus

mandibula.1  Hal ini disebabkan banyaknya tulang medular yang

mengelilingi kortex yang tipis. Tiga tipe fraktur kondilar meliputi fraktur

intrakapsular kaput kondilus, fraktur kondilar letak tinggi yang melalui

leher di atas  sigmoid notch, dan fraktur subkondilar yang berhubungan

dengan fraktur tipe  greenstick . Fraktur intrakapsular yang sering terjadi

 pada anak yang lebih kecil lebih banyak menyebabkan gangguan

 pertumbuhan jika dibandingkan frraktur tipe greenstick yang lebih sering

terjadi pada anak yang lebih besar.17 

Gambar 8.  Lokasi yang sering mengalami fraktur pada mandibula (a)

 symphyseal / parasymphyseal , (b) body, (c) angle, (d)  subcondylar , (e) condylar

head  18

3.  Fraktur NOE

Cedera pada regio NOE dapat menyebabkan defek fungsional dankosmetik pada anak.13 Fraktur pada regio ini jarang terjadi sebab tulang

 pada daerah ini tidak menonjol dan belum berkembang dengan baik.

Fraktur ini dapat bervariasi dari dislokasi minimal hingga fraktur

kominutif berat yang dapat melibatkan orbita, os maxilla, dan os

frontal.1,13  Fraktur pada empat sisi NOE secara anatomi terdiri dari

fraktur sutura nasofrontal, os nasal, rim orbita media, dan rim

infraorbita.13 

Page 12: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 12/24

12

4.  Fraktur kompleks zigomaticomaxilaris (fraktur tripod)

Fraktur kompleks zigomaticomaxilaris (ZMC) dihubungkan

dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Insidens fraktur ini jarang pada

anak di bawah 5 tahun13 dan meningkat seiring pertambahan usia karena

os zygoma semakin menonjol.1  Fraktur os zigomatikum dapat tepat

mengenai arkus saja atau seluruh korpus (eminensia malaris) sepanjang

dinding lateral dan dasar orbita. Perpindahan zygoma menyebabkan

 pendataran pipi dan depresi lingkaran dan dasar orbita.1 

Gambar 9. Gambaran CT scan 3D fraktur ZMC, yang mencakup fraktur dinding

maksilla, arkus zygoma (tanda panah) dan dinding lateral orbita pada sutura

zygomaticosphenoid (ujung panah) 19

5.  Fraktur wajah tengah

Fraktur wajah tengah relatif jarang pada anak karena belum

 berkembangnya sinus paranasal dan masih adanya gigi maxilla yang

 belum tererupsi. Selain itu, maxilla anak yang masih lembek,  spongy,

elastis, dan dilindungi oleh jaringan lemak turut menjadi penyebab

rendahnya insidens fraktur ini pada anak. Fraktur tipe ini paling sering

disebabkan oleh cedera berkecepatan tinggi sehingga sering disertai

cedera penyerta.1 

Pola cedera os maxilla meliputi dentoalveolar (34,3%), zygoma

(30%), dan fraktur Le Fort (20%). Klasifikasi fraktur Le Fort pada anak

sama dengan dewasa. Adapun klasifikasi fraktur Le Fort sebagai berikut :

1,20 

Page 13: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 13/24

13

1.  Fraktur Le Fort I (fraktur transmaxillaris) memisahkan os palatum

dan alveolaris dengan os maxilla. Fraktur ini menyusuri lantai

hidung, sinus maxillaris, dan lempeng pterygoid. Fraktur tipe ini

lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar karena sinus

maxillarisnya lebih berkembang dan gigi permanennya telah

mengalami erupsi.

2.  Fraktur Le Fort II (fraktur piramida) meliputi maxilla, sutura

nasofrontal, dan aspek medial dan lateral orbita sehingga

menghasilkan segmen berbentuk piramida yang mengambang.

3.  Fraktur Le Fort III memisahkan wajah dengan kranium secara

komplit. Garis fraktur meliputi arkus zygomatikus, sutura

frontozygoma, dinding lateral dan medial orbita, sutura

nasofrontal, septum, dan lempeng pterygoid.

Gambar 10. Klasifikasi fraktur Le Fort 18

VII.  DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis trauma wajah pada anak dimulai dengan melakukan

anamnesis dengan menanyakan riwayat AMPLE (allergies, medications, past

history, last meal, events) untuk memperoleh informasi detail tentang riwayat

trauma.21  Setelah anamnesis dilakukan pemeriksaan fisis yang dimulai dengan

memeriksa kepala dan leher.9 

Page 14: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 14/24

14

Pasien dengan cedera jaringan lunak harus ditentukan terlebih dahulu

 beberapa hal berikut, yaitu (1) jenis perlukaan (abrasi, kontusio, dll), (2) penyebab

cedera, (3) usia luka, (4) lokasi jaringan lunak, (5) derajat kontaminasi luka

sebelum, selama, dan setelah trauma, (6) ada tidaknya cedera penyerta, dan (7)

riwayat kesehatan umum pasien (alergi, obat yang pernah dikonsumsi). Lokasi

 perlukaan harus menjadi perhatian karena setiap jenis kulit memiliki karakteristik

 penyembuhan luka yang berbeda-beda.22

Pada pasien dengan trauma wajah, pemeriksaan fisis sering terhalang

oleh edema wajah. Wajah asimetris yang disertai edema, ekimosis, edema

 periorbital, trismus, dan maloklusi merupakan tanda fraktur fasial. Pemeriksaan

fisis dilakukan dengan mengevaluasi wajah, kavum oris, leher, vertebra servikal,

mata, otoskopi, dan rinoskopi.1 

Fraktur os nasal dapat didiagnosis dengan adanya deviasi, deformitas,

krepitus,  step-off , dan edema di daerah hidung.10  Pemeriksaan awal sebaiknya

meliputi evaluasi intranasal untuk mengevaluasi hematoma septum dan jika

ditemukan harus dievakuasi. Sebaiknya dilakukan evaluasi ulang 3-4 hari setelah

edema berkurang untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang lebih akurat.

 Neonatus yang mengalami trauma hidung sering ditemukan dengan deformitas

ujung hidung yang asimetris dengan bagian dorsum sering lurus. Hal ini dicurigai

terjadi akibat trauma lahir ataupun posisi intrauterin abnormal yang berlangsung

lama. 17 

Pemeriksaan fisis mandibula sebaiknya mengevaluasi ROM mandibula,

open bite, occlusal deformity,  dan cedera penyerta lainnya. Fraktur mandibula

dicurigai dari adanya nyeri, edema, oklusi abnormal, anestesi pada distribusi saraf

mentalis, perdarahan socket  gigi, dan trismus.1

Gambaran klinik fraktur kompleks NOE berupa akar hidung yang datar

dan tertekan, telekantus (pelebaran jarak interpalpebra),10  perdarahan

subkonjungtiva,1,13 dan mobilitas tendon kantus medial pada palpasi bimanual.1,13 

Tanda lain yang dapat ditemukan berupa rinore CSS,13  diplopia,13  edema

 periorbita,13 ekimosis,13 dan cedera apparatus lakrimalis.10

Page 15: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 15/24

15

Tanda diagnostik yang penting pada fraktur ZMC adalah perdarahan

subkonjungtiva,1,23  gangguan fungsi otot ekstraokuler (biasanya disertai

diplopia),23  pergerakan mandibula abnormal akibat keterbatasan gerakan

 processus koronoid,1  epistaksis akibat perdarahan dari sinus maksillaris,1  dan

hilangnya sensasi sisi yang terkena sebagai akibat trauma pada n. Infraorbitalis.23 

Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada fraktur maxilla seperti

edema wajah berat, ekimosis orbita, dan maloklusi.13

Pemeriksaan oftalmologi dan neurologis lengkap penting mengingat

tingginya cedera penyerta yang mengenai mata dan saraf pada wajah.9 

Pemeriksaan oftalmologi lengkap mencakup evaluasi riwayat penglihatan, visus,

 persepsi cahaya, motilitas bola mata, dan pemeriksaan pupil, konjungtiva, dan

kelopak mata.1  Untuk pemeriksaan neurologis, pemeriksaan fungsi n. V dan

fungsi motorik n.VII merupakan hal yang penting.9  Adanya laserasi, kontusio,

dan abrasi di daerah inervasi saraf sebaiknya menjadi fokus pemeriksa. Gangguan

sensoris di dahi, pipi, dan bibir bawah sebaiknya dicurigai sebagai defisit fungsi n.

Fasialis.1

Pelaksanaan rangkaian pemeriksaan diagnostik bergantung status

hemodinamik pasien dan ada tidaknya cedera penyerta. Diagnosis dan

 penatalaksanaan cedera yang mengancam jiwa dilakukan tanpa pemeriksaan

radiologis. Pemeriksaan foto polos yang dapat dilakukan untuk skrining awal

fraktur tulang wajah adalah posisi water’s, PA, dan lateral. Ketiga posisi ini dapat

mengidentifikasi sebagian besar fraktur.10  Namun demikian, pemeriksaan foto

 polos untuk diagnosis fraktur tulang wajah pada pediatrik masih memiliki

keterbatasan karena rasio tulang cancellous lebih besar dibanding tulang kortikal

sehingga sering terjadi fraktur tipe  greenstick yang terkadang tidak terbaca.9 

Selain itu, gigi yang belum mengalami erupsi dan korteks tulang yang belum

 berkembang turut mengaburkan visualisasi fraktur.17 

Terdapat beberapa posisi yang dapat membantu menegakkan diagnosis

untuk cedera tulang wajah tertentu, yaitu :10

a.  Posisi submental vertex ideal untuk mendiagnosis fraktur arkus zygoma

 b.  Posisi Towne’s untuk menilai kondilus mandibula 

Page 16: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 16/24

16

c.  Oblik lateral kiri dan kanan untuk melihat korpus dan ramus mandibula

CT scan merupakan modalitas yang sering digunakan untuk pencitraan

fraktur wajah pada anak. Potongan axial dapat memberikan gambaran volume

orbita dan perubahan luas wajah akibat fraktur orbita dan maksilla. Proyeksi

koronal dapat memberikan informasi penting tentang fraktur kompleks NOE dan

fraktur dasar orbita. Potongan koronal penting untuk memperoleh informasi

akurat tentang pola fraktur, namun demikian proyeksi ini terkadang sulit untuk

diperoleh pada anak yang tidak kooperatif.17 

CT scan dapat memberikan informasi yang lebih detail tentang struktur

 jaringan lunak dan tulang dengan tambahan kemampuan memberikan rekonstruksi

3D.9  Pada pasien stabil, kepala, leher, dan wajah dapat dilakukan pemeriksaan

 pada waktu yang bersamaan. Jika dicurigai adanya suatu fraktur orbita, harus

dilakukan pemeriksaan potongan axial dan koronal 2-3 mm melalui kavum

orbita.10

VIII.  PENATALAKSANAAN

Wajah merupakan salah satu area yang kaya vaskularisasi, lebih resisten

terhadap infeksi, dan penyembuhan lukanya lebih cepat dibanding area lain di

tubuh.22 Pada cedera wajah selain masalah umum seperti kerusakan kulit, jaringan

lunak, maupun tulang perlu diperhatikan secara khusus cedera saraf sensorik

maupun motorik, kelenjar, dan saluran liur. Di samping itu, perlu diperhatikan

 pula dampak cedera terhadap fungsi bicara, mengunyah, menelan, pernapasan,

dan penglihatan. Dampak jangka panjang seperti skar pada bibir, hidung, dan

kelopak mata serta aspek kosmetik perlu mendapat perhatian pada pengelolaan

luka.1 

Trauma maxilofasial pada anak menunjukkan berbagai tantangan.

Meskipun prinsip penanganan trauma maksilofasial sama dengan kelompok umur

lain, teknik rekonstruksi harus mempertimbangkan anatomi yang masih

 berkembang, kecepatan penyembuhan luka, imaturitas emosional, dan

kemungkinan deformitas jangka panjang sebagai konsekuensi gangguan

 pertumbuhan wajah.24

Page 17: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 17/24

17

Dasar tindakan terhadap luka pada wajah sama dengan luka pada daerah

lain, yaitu : 4

1.  Pencucian luka dengan larutan garam fisiologis atau air hangat-hangat

kuku dengan tujuan untuk menghilangkan jaringan nonviable dan benda

asing di dalamnya

2.  Debridemen

Debridemen sebaiknya tidak dilakukan atau kalau sangat perlu, dilakukan

seminimal mungkin. Hal ini disebabkan jaringan pada daerah luka yang

sangat minim dan suplai darah pada daerah wajah yang sangat baik

sehingga diharapkan penyembuhan luka lebih sempurna

3.  Hemostasis

Merupakan tindakan yang esensial bagi penyembuhan luka karena

dengan hemostasis yang baik, hematom yang menjadi penghambat

 penyembuhan dapat dihindari

4.  Penjahitan luka

Tegangan jaringam, dead space, dan pengikatan yang terlalu erat harus

dihindari karena dapat mengganggu penyembuhan.

Cedera jaringan lunak pada anak dapat sembuh dengan cepat sehingga

memerlukan penanganan lebih awal. Beberapa luka sembuh dengan

meninggalkan skar hipertofik yang sering membutuhkan penanganan lebih lanjut

sehingga lebih bijaksana untuk memberi tahu kepada orang tua tentang

kemungkinan dibutuhkannya operasi kedua. Skar tebal terkadang membutuhkan

 prosedur rekonstruktif oleh karena area yang tidak diterapi dapat menghambat

 pertumbuhan jaringan, khususnya di area mandibula. Hilangnya jaringan lunak

wajah akibat avulsi ataupun luka bakar diperbaiki dengan trasplantasi kulit. Defek

di nasal, pada beberapa kasus, dengan graft aurikular dapat memberikan hasil

yang memuaskan.12 

Kontusio jarang yang berakibat serius pada kulit. Penanganan kontusio

dengan observasi dan pembersihan sering memberikan hasil yang memuaskan.

 Namun demikian, kontusio sering muncul bersama hematom.25  Hematom yang

masih berada pada stadium current   jelly sebaiknya dievakuasi dengan insisi25

  dan

Page 18: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 18/24

18

dipasang pembalut lunak,26  sedangkan hematom yang telah membentuk cairan

harus diaspirasi dengan jarum.25  Walaupun hematom kecil di wajah sering

diabsorbsi spontan,25  terkadang hematom yang tidak diterapi membentuk

deformitas skar permanen.1 Pemberian preparat enzim proteolitik secara sistemik

terkadang tidak membantu.1 

Penanganan laserasi dimulai dengan inspeksi untuk mencari struktur

yang mengalami kerusakan, lalu membersihkannya dengan penyikatan (brushing ),

irigasi tekanan, dan debridemen secara minimal tetapi bijaksana pada tepi jaringan

yang mengalami kontusi. Biasanya reseksi cukup 2 mm. Reparasi berlapis

kemudian dilakukan untuk mencapai luka yang datar dengan jaringan parut yang

minimal. Debridemen harus sangat konservatif pada daerah komisura oris,

kelopak mata, dan hidung bagian distal. Semua material asing harus diangkat pada

saat pemeriksaan awal.1

Seperti halnya orang dewasa, anak dengan trauma wajah harus dicurigai

adanya cedera duktus parotis dan n. Fasialis. Adanya laserasi sistem lakrimalis

 juga harus dicurigai pada tiap luka yang terletak dekat dengan septi medial

kelopak mata.1  Laserasi saraf kranial dan duktus parotikus ditangani dengan

reparasi langsung26  dengan menggunakan jahitan permanen. Cedera duktus

 parotikus harus dipasang stent selama minimal 2 minggu atau hingga kontinuitas

 jaringan epitel dalam lumen telah mengalami perbaikan Selain itu, pasien juga

harus diberikan antibiotik selama 7-10 hari sehingga kelenjar tidak statis dan

mudah mengalami obstruksi (sialadenitis). Pemberian permen karet untuk

menstimulasi produksi saliva juga dapat dilakukan.15

Untuk cedera yang memerlukan tindakan operasi, terdapat beberapa hal

yang harus diperhatikan. Sebelum melakukan operasi, perlu dilakukan konsultasi

antara pasien dan ahli bedah agar dapat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan

menyeluruh terhadap pasien. Konsultasi ini memberi kesempatan bagi ahli bedah

untuk menciptakan keakraban, atau paling tidak kepercayaan, antara anak dan

orang tua pasien dengan ahli bedah yang akan melakukan operasi. Pada

 pertemuan ini dapat dibahas tentang diagnosis, perawatan paskaoperasi, dan

Page 19: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 19/24

Page 20: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 20/24

20

Pemberian salep antibiotik topikal harus dihentikan setelah 7 hari untuk mencegah

reaksi jaringan. Jika luka telah mengalami epitelisasi, biasanya 7-10 hari, gel skar

topikal dapat diberikan. Agen ini dapat mengurangi deposisi kolagen berlebihan.

Selama periode ini, sangat penting untuk mencegah kondisi basah dan panas yang

 berlebihan, serta agen iritan yang dapat mengeksaserbasi respon inflamasi.15

IX.  KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat trauma wajah pada anak

sebagai berikut :

1.  Syok hipovolemik

Syok hipovolemik dapat terjadi karena hilangnya sejumlah darah

dari wajah yang kaya akan vaskularisasi. Hal ini dapat menjadi ancaman

 jika darah tersebut masuk ke jalan napas.9 

2.  Gangguan airway

Dapat timbul akibat darah, sekret, ataupun obstruksi mekanik oleh

lidah.10 Intubasi oral lebih dipilih dibanding cricotirotomi dan tracheotomi

untuk mengatasi hal tersebut.9

3.  Infeksi

Infeksi dapat terjadi, khususnya pada trauma yang berhubungan

dengan kavum oris dan sinus, luka dengan jaringan nekrotik, dan fraktur

terbuka.9 

4.  Laserasi wajah dapat menyebabkan transeksi apparatus lakrmalis, duktus

 parotis, n. Trigeminus, dan n. Fasialis.10 

5.  Deformitas

Fraktur wajah tengah dapat menyebabkan deformitas tulang jangka

 panjang. Fraktur kompleks NOE dan fraktur nasal berat dapat

menyebabkan deformitas hidung pelana ataupun deviasi septum.

Keduanya juga dapat menghambat pertumbuhan wajah tengah karena

adanya hubungan antara ethmoid, vomer, septum, dan maksilla yang

 berkontribusi terhadap proyeksi wajah.27 

Page 21: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 21/24

21

Fraktur kondilus madibula biasanya sembuh dengan baik pada

anak-anak dan fungsinya dapat kembali normal dengan cepat. Namun

demikian, orang tua harus diinformasikan tentang risiko restriksi

 pertumbuhan jangka panjang yang lebih sering pada fraktur tipe ini,

khususnya pada anak-anak. Fraktur ini dapat menyebabkkan maloklusi

dengan deviasi pada sisi yang terkena yang tidak dapat dideteksi hingga

erupsi gigi permanen.27 

6.  Masalah psikologis

Skar pada wajah dapat menyebabkan masalah psikologis

 berkepanjangan pada anak.10

Page 22: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 22/24

22

DAFTAR PUSTAKA

1.  Younes AA, Faust RA.  Maxillary fractures in children. [Online]. Apr 12

2012. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :

http://emedicine.medscape.com/article/872768-overview

2.  Hawramy, FA.  Maxillofacial trauma among children below 15 years in

Sulaimani city/iraq . Kufa Med.Journal 2011.VOL.14.No.1

3.  Galiano AA, et al.  Pediatric facial fractures: children are not just small

adults. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :

http://radiographics.rsna.org/content/28/2/441.full.pdf+html

4.  Rieuwpassa AJ, Malawat H. Trauma muka. Dalam :  Naskah lengkap

 simposium kecelakaan lalu lintas. Ujung Pandang : Ikatan Ahli Bedah

Indonesia. 1976. hal. 117-121

5.  Japardi, Iskandar.  Anatomi tulang tengkorak . [Cited: 18 Oktober 2012].

Available from URL :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1985/1/bedah-

iskandar54.pdf

6.  Luhulima JW. Colli facialis. Dalam :  Anatomi umum & colli facialis.

Makassar : Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. 2010. hal. 97

7.  Crouch, Andre.  Facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from

URL : http://open.umich.edu/sites/default/files/3486/Lecture11-

advancedemergencytraumacourse-maxillofacialtrauma.ppt

8.  Scariot, Rafaela, Et Al. Maxillofacial injuries in a group of brazilian subjectsunder 18 years of age. J Appl Oral Sci. 2009;17(3):195-8 

9.  Ghaderi B, Dado D. Facial Injuries. In : Pediatric surgery. Texas : Landes

Bioscience. 2000. p. 120-122

10.  Shah BR, Lucchesi M.  Maxillofacial trauma. In  :  Atlas of pediatric

emergency medicine. The Mc Graw-Hill Companie. 2007

Page 23: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 23/24

23

11.  SV Kumaraswamy, et al.  Pediatric injuries. In :  Maxillofacial trauma : a 5

 year study. J Maxillofac Oral Surg 8(2):150 – 153

12.  Converse JM, Dingman RO.  Facial injuries in children. [Cited: 18 Oktober

2012]. Available from URL :

http://famona.sezampro.rs/medifiles/plastic/converse/co260794.pdf

13.  Krakovitz PR, Koltai PJ.  Facial and middle ear trauma. In : Current

 pediatric therapy 18th ed . Pensylvania : Elsevier. 2007

14.  Dufresne CR. Manson PN. Pediatric facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012].

Available from URL :http://images.bplastik.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SS6

1igoKCtIAAF361Ic1/Pediatric%20Facial%20Trauma.ppt?key=bplasti

k:journal:78&nmid=139342936

15.  Hogg NJV, Horswell BB. Soft tissue pediatric facial trauma: a review. J Can

Dent Assoc 2006; 72(6):549 – 52 

16.  Freiberg, A. Craniofacial fractures. In :  Plastic Surgery. [Cited: 18 Oktober

2012]. Available from URL :

http://www.angelfire.com/md2/liaquatian/PlasticSurg.pdf

17.  Pachigolla R, Quinn FB.  Pediatric facial trauma. [Cited: 18 Oktober 2012].

Available from URL : http://www.utmb.edu/otoref/grnds/ped-facial-

trauma-9905/ped-facial-trauma-9905.htm

18.  The Royal Children’s Hospital Melbourne Team. Maxillofacial injury. [Cited:

18 Oktober 2012]. Available from URL :

http://www.rch.org.au/paed_trauma/manual/115_Maxillofacial_injury

19.  Kaewlai, Rathachai.  Zygomaticomaxillary complex (zmc) fracture. Dec 6

2009. [Cited: 18 Oktober 2012]. Available from URL :

http://radiologyinthai.blogspot.com/2009/12/zygomaticomaxillary-

complex-zmc.html

20.  Jeffrey AN, et al.  Facial trauma. In : Surgery basic science and clinical

evidence. San Fransisco : Springer. 2000. p. 2011-3

Page 24: Pediatric Facial Trauma

7/22/2019 Pediatric Facial Trauma

http://slidepdf.com/reader/full/pediatric-facial-trauma 24/24

21.  Hollier L, Patrick Kelley. Soft tissue and skeletal injuries of the face. In :

Grabb & Smith’s Plastic Surgery 6 th ed . Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins. 2007. p. 315-31

22.  Way LW. Plastic & reconstructive surgery. In : Current Surgical Diagnosis

& Treatment 11th ed . India : McGraw-Hill Companies. 2003. p. 1252-

3

23.  Schrock, TR. Fraktur tulang-tulang muka. Dalam : Ilmu Bedah (Handbook of

 surgery) ed. 7 . Jakarta : EGC. 2005. hal. 371-3

24. 

Arensman, RM.  Preoperative  care. In :  Pediatric surgery. Texas : LandesBioscience. 2000. p. 2-3

25.  Schultz, RC. Soft tissue injuries of the face. In : Grabb & Smith’s  Plastic

 surgery 5th ed . Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2009. p.

227-32

26.  Manson, Paul. Cedera wajah. Dalam : Terapi bedah mutakhir ed 4. Jakarta :

Binarupa Aksara. 1997. hal. 472-84

27.  Hogg NJV, Horswell BB.  Hard tissue pediatric facial trauma: a review. J

Can Dent Assoc 2006; 72(6):555 – 8