sekelumit tentang kaidah fiqhiyah

Upload: haye-genteng

Post on 26-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    1/26

    SEKELUMIT TENTANG KAIDAH FIQHOleh: Harry Yuniardi

    A. PendahuluanPernahkah kita dihadapkan pada pertanyaan: "Apakahsetelah mandi besar mesti wudlu lagi ketika hendak shalat?",atau pertanyaan: "Berapa kalikah kewajiban mandi besar,bagi wanita yang telah melahirkan dan selesai menjalanimasa nifas?", untuk menjawabnya, minimal kita perlumembuka-buka referensi kitab yang sudah barang tentu akanmenyita banyak waktu, belum lagi kalau ternyata kita tidakmenemukan sedikit pun keterangan di dalamnya. Inilah salahsatu bukti faktual sulitnya menari jawaban bagi pers!alan-pers!alan #h, ketika sese!rang tidak memilikiperbendaharaan kaidah-kaidah atau dlawbith#h. $ansebaliknya, bagi yang sudah mumpuni dalam memahamikaidah-kaidah tersebut, dengan mudahnya ia bisa menjawab

    pers!alan-pers!alan #h seara ermat.$i samping itu, jika kita hanya mempelajari satuanhukum #h dalam kitab-kitab klasik k!n%ensi!nal tanpadisertai rumusan-rumusan kaidahnya, maka yang akan kitaper!leh adalah keruwetan yang tak berujung pangkal. &ebabdinamika kehidupan manusia terus berkembang seiringpergantian waktu dan peralihan generasi, sementararumusan-rumusan hukum tersebut dibuat !leh para ulama

    yang hidup ratusan abad yang lalu, yang mana k!nstruksis!sial dan masyarakatnya jauh berbeda dengan masa kini.&ebagai !nt!h ketika menelaah k!nsep kafa'ah dalamperkawinan, sepintah kita akan dipusingkan dengan kapandan dalam k!ndisi seperti apa, kafa'ah itu dapat menjadimaw(ni' lu)umiyah atau bahkan membatalkan keabsahanperkawinan tersebut, sementara di era m!dernitas sekarangini, di mana sekat-sekat s!sial sudah hampir luruh,penerapan k!nsep kafa'ah tersebut serasa malah k!ntrapr!duktif dengan image Islam sebagai agama egaliter.

    $emikian pula menurut &yaikh *asin bin Isa al-+adani,

    1Bernama lengkap Abu al-Faydl 'Alam al-Din Muhammad Yasin ibn Muhammad 'Isa al-Fadani.

    Ulama keturunan Padang mufti !pemberi "at#a$ mad%hab &ya"i'i di Mekah dan penulis beberapa

    literatur kha%anah keislaman. ahir pada tahun 1(() *. di Makkah. Menimba ilmu mula-mula

    dari ayahnya sendiri+ &yaikh 'Isa al-Fadani lalu kepada pamannya &yaikh Mahmud al-Fadani.&etelah itu melan,utkan pendidikannya di Madrasah &ha#lathiyyah !1( *.$ dan terakhir di

    Dar al-/llurn al-Diniyyah Makkah !tamat 1()( *.$. &elain pendidikan "0rmal &yaikh Yasin

    ,uga banyak berguru kepada ulama'-ulama' besar /imur /engah. Diantaranya bela,ar ilmu

    *adits pada &yaikh 'Umar *amdan pada &yaikh Muhammad 'Ali bin *usain al-Maliki &yaikh'Umar Ba unaid mu"ti &ya"i'iyyah Makkah lalu pada &yaikh &a'id bin Muhammad al-Yamani

    dan &yaikh *asan al-Yamani. Dalam disiplin ilmu Ushul Fi2h beliau menimba ilmu

    diantaranya pada &yaikh Muhsin bin 'Ali al-Palimbani al-Makki !ulama keturunan Palembang

    yang tinggal di Mekah$ &ayyid 'Al#i bin 'Abbas al-Maliki al-Makki !ayah kandung &ayyidMuhammad ulama &unni 30ntemp0rer dari Arab &audi$ dan banyak ulama' berpengaruh

    lainnya. Bahkan disebutkan bah#a ,umlah gurunya men4apai kisaran 566 0rang laki-lakimaupun perempuan. &elama bertahun-tahun &yaikh Yasin akti" menga,ar dan memberi kuliah di

    Mas,idil *aram dan di Dar al-/llurn al-Diniyyah Makkah terutama pada mata kuliah ilmu*adits. Pada tiap-tiap bulan 7arnadlan selalu memba4a dan mengi,a%ahkan salah satu diantara

    Kutub al-Sittah ! kitab utama ilmu *adits$. *al itu berlangsung selama 8 1) tahun. &yaikh Yasin

    ,uga menulis banyak kitab hingga men4apai lebih dari 6 buah diantaranya 'Al-Durr al-Mandi ud

    Syar!l Sunan Abi Dawud' 96 ,u% 'Fath al-'Alldm Syarh Bulugh al-Mardm' ,ilid 'Nay! al-Ma 'mul 'alaLubb alUshUl wa Gbayab al-ushU! 'Al-Fawd'iad al-"aniyyah' dan lain sebagaimnya termasuk

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    2/26

    jika kita hanya belajar hukum-hukum yang sudah "jadi"dalam kitab-kitab #h k!n%ensi!nal, maka berapa waktu

    yang kita butuhkan? Berapa lama kita bisa bertahan? Berapakitab yang harus kita hafal? &eberapa erdas mem!ri !takmampu meng!lahnya? alaupun kita telah mengeluarkanbiaya bermiliar-miliar dan menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya, tapi kita masih bertahan dengan met!depembelajaran hukum seara parsial partikular tanpa disertaiprinsip-prinsip dasarnya, maka yang dapat kita kuasai hanyamateri hukum yang kebetulan kita pelajari, sementara diluar itu tidak ada yang kita pahami.

    Bahkan menurut usthafa al-ar#(, "Seandainya kaidahfqh tidak ada, maka hukum-hukum fqh (juru') akan tetapmenjadi ceceran-ceceran hukum yang secara lahir (hahir)

    saling bertentangan"!!$us, antara satu hukum denganhukum lainnya seringkali tampak ruwet dan k!ntradiktif, bak

    benang kusut yang teramat sulit untuk diurai.*a, usthafa al-ar#( tidak bisa disangkal, sebab bilakita terus-menerus berkutat mempelajari hukum-hukum #hseara parsial /sep!t!ng-sep!t!ng0, maka akan kita rasakanadanya k!ntradiksi antara satu hukum dengan hukumlainnya. 1ita sering dibuat bingung saat mempelajaripers!alan-pers!alan hukum yang karakternya sama tapiketentuan hukumnya berbeda. 2ak heran bila al-3arradalam mukadimah bukunya al-ur#q menulis:

    "#$%&'()*+(,-&/-0 1( 23#4# 25#6&/-27(8#$9&&/-0 ;&9(#?#@# -B#$#C-###- 0$# 8&$9&&/-0 ()-## C-# J# 25##'()*&/-0 (( 0##/-0

    && -R#C-J# 2# $# C-7#9## - 0$# 2V#)W( X&9&( 0## C-/#,#/-,##$#C-# 5#J#$# Z#/([#/(

    \$arang siapa yang menganalisa %ur#' fqh dengan telaah parsial-partikular (ju'iyyah) tanpa menggunakan kaidah-kaidah uni&ersalnya,maka ia akan menemukan banyak perbedaan dan kntradiksi! atinyaakan gundah gulana memikirkannya sampai ia menjadi putus asa! ia

    harus mengha%al beragam persalan yang tak ada ujung pangkalnya, danumurnya habis sebelum ia sempat memperleh apa yang diharapkan,tidak akan pernah puas terhadap apa yang diinginkan, bahkan bisa jadi

    putus asa\.]

    1etika menurut al-3arra, &yari4ah yang agung ini terdiridari *sh#ldan ur#', serta *sh#litu sendiri terdiri dari+aw'id *sh#liyahdan +aw'id iqhiyah,5berarti salah satus!lusi untuk mengurai "benang kusut" itu adalah denganmengetahui substansi dan esensi hukum-hukum syariat. 6adi,selain kita harus mempelajari hukum-hukum yang instant

    tulisannya tentang ilmu peri#ayatan hadits. &yaikh Yasin #a"at pada um'at dini hari 9: D%ual-*i,,ah 116 *. dan dimakamkan selepas shalat umat di Pemakaman Ma '#d! Makkah. ihat

    dalam mukadimah al-Fawd'id al-"aniyah Dar al-Fikr Beirut iban0n 4et. 1;;5 h. 9).$9Mustha"a Ahmad al-alam= 1;;:$ ,. II h. ;5.(Abu al-'Abbas Ahmad bin Idris al-&hanha,i al->arra"i al-Fur&% wa Anwr al-Bur&% fiy Anw' al-

    Fur&%! !Beirut= Dar al-3utub al-Ilmiyah 1;;:$ ,. I h. -5.#bid ,. I h. 9.

    9

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    3/26

    /%ur#' al-fqh0, kita juga dituntut untuk menguasai pangkalatausubstansi hukumnya. 7ara satu-satunya untuk

    menapai hal itu tidak lain adalah dengan mempelajarikaidah-kaidah p!k!k, baik kaidah ush#liyah maupun fqhiyah!$engan mengetahui dua jenis kaidah ini, maka k!ntradiksihukum yang biasa menghantui perasaan kita tidak akan kitadapati lagi. &ebab pada dua ranah met!d!l!gis itu,8nilai-nilaiesensial syariat terurai dengan sangat lugas, l!gis, tuntas,dan rasi!nal, sehingga sesuatu yang dulunya kita sangkasebagai pertentangan akan menjadi sirna tatkala kitamenelisik k!nsepsi dua kaidah tersebut.

    Pers!alannya, untuk menguasai kaidah-kaidah ush#liyahseara paripurna sebagaimana para mujtahid masa lalu

    adalah sebuah harapan yang sulit digapai. &elain ketatnyasyarat menjadi mujtahid, seperti keharusan mengetahuiseluruh isi al-3uran dan asbb al-nu#l-nya, atau menghafalratusan ribu hadits beserta asbb al-wur#d-nya,juga penguasaankaidah-kaidah ush#l!leh masyarakat n!n-Arab seringdihadapkan pada masalah kendala bahasa. 1etidakmahiranberbahasa Arab bagi !rang n!n-Arab akan menyulitkan diadalam menyelami kandungan al3uran dan 9adits. Padahalpr!blematika yang dihadapi masyarakat terus berkembang,sementara dalam al-3uran dan 9adits -yang n!tabeneberbahasa Arab- jawabannya pun belum tentu pernah

    disinggung seara langsung (sharh0.1endala seperti di atas, tidak akan kita temui bila kita

    mempelajari kaidah-kaidah fqhiyah /bukan *sh#liyah)! &ebabdalam kaidah fqhiyah tidak terdapat persyaratan seketatsyarat-syarat dalam kaidah ush#liyah, di samping penguasaanbahasa Arab tidak menjadi pat!kan utama. *ang menjadi titikpijak dalam kaidah fqhiyah adalah upaya pemahaman atasprinsip-prinsip dasar syariat dan rumusan-rumusan hukumseara general. &elama upaya pemahaman itu terus kitaperjuangkan, maka selama itu pula kita berkesempatanuntuk menguasai kaidah-kaidah fqhiyah hasil kreasi ijtihad

    para sala% al-shlih tersebut.

    . P^_i_i Kaidah Fi`hiyah&ebagaimana di singgung di atas, al-3arra dalam

    mukadimah kitab al-ur#q memilah syariat yang dibawa abiuhammad saw. dalam dua bagian, yakni ush#liyah /hukumdasar0 dan %ur#'iyah /hukum abang0. 9ukum-hukumyangbersifat ush#liyah adalah sejenis prinsip-prinsip dasar ataukaidah-kaidah p!k!k atas bangunan hukum syariat.&ementara hukum-hukum yang bersifat %ur#'iyah merupakan"buah" yangdihasilkan dari penerapan prinsif-prinsif dasar

    tersebut, dan jumlahnya terus berkembang seiring pegeseranwaktu dan peralihan generasi dengan beragam pr!blematika yangdihadapi.

    )3aidah Ush?lliyah berada pada tataran (a$hr)* al-Ah$m!#stinbth al-Ah$m$ sedangkan 3aidahFi2hiyah diletakkan pada tataran (athb)% al-Ah$m.

    (

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    4/26

    9ukum-hukum ush#liyah sendiri masih terpilah lagi dalamdua bagian; yakni kaidah ush#liyah /ush#l al-fqh0 dan kaidah

    fqhiyyah/kaidah #h0. Bagian pertama /ush#l al-fqh0 adalahdisiplin ilmu m!del deduktif yang menekankan kajiannyapada unsur-unsur kebahasaan /linguistik-semantik0 atas dalil-dalil nash /al-3uran

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    5/26

    $ari beragam pers!alan itulah para fu#aha kemudianmerumuskan sebuah kaidah:

    09c/0 eDf 09c/0$ bc/0 6E@0 0j"Bila perkara halal danharam berkumpul, maka yangdimenangkan adalah yang haram."

    1aidah ini merupakan rumusan general dari beragampers!alan tersebut di atas dan menjadi prinsip dasarpenggalian hukum pada pers!alan-pers!alan serupa lainnya.&etiap kali terjadi perampuran antara unsur halal danharam, maka hukumnya menjadi haram, sesuai substansikaidah tersebut. =umusan-rumusan hukum seperti inilah yangdinamakan dengan istilah "1aidah +i#h" atau al-+aw'id al-iqhiyah"!

    !. Dekni_i Kaidah$alam etim!l!gi Arab, kaidah dimaknai sebagai dasar,

    asas, p!ndasi, atau fundamen segala sesuatu. Bila dalambahasa Arab terdapat kalimat" qaw'id al-bayt",>maka yangdimaksud adalah p!ndasi! 9al ini terermin dalam rman Allah&wt.:

    ..... "$an /ingatlah0, ketika Ibrahim meninggikan da_arda_ar Baitullahbersama Ismail"

    2erm "al-qaw'id'' /jamak dari q'idah) yang berarti"dasar" atau "fundamen" dalam ayat ini, akhirnya dijadikanpijakan !leh para ahli bahasa untuk mendefenisikan arti"kaidah" seara etim!l!gis (lughawiy)!

    &edangkan bila ditinjau dari kaamata termin!l!gis(ishthilhiy), maka istilah "kaidah" mempunyai makna yangberbeda sesuai istilah masing-masing bidang studi. @lama@shul +i#h mengartikan kaidah sebagai ketentuan dasar yangbersifat tetap dan kulliyah, 7!nt!hnya adalah kaidah:

    m@/0 %2W0 +09/0 %9@ 0j 9B0\Bila kata perintah /amar0 berdiri sendiri /mutlak0, maka iamenunjukkan arti wajib\

    1etentuan di atas berlaku hanya pada kata perintah(amar) yang berdiri sendiri dan tidak beserta adanyaindikat!r-indikat!r lain (qarnah) yang dapat mengalihkanmaknanya menjadi tidak wajib. &elama qarnah itu tidak ada,maka selama itu pula kata perintah mempunyai makna

    A#-Shihah 1@9)9Mu'am Ma%y)s al-Lught! @16;Lisan al-Arab! III@(1 dikutip 0leh

    Abdurrahman bin Abdullah al-&ya'lani dalamDirasah wa (ah%i% Kitab al-+awa'id li (a%iy al-Din

    Abi Ba$ar bin Muhammad bin Abdul Mu 'min al-,ishni! !7iyad= Maktabah al-7usyd 1;;5$ ,. I. h.91.

    )

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    6/26

    wajib.Inilah yang dimaksud !leh *sh#liyyin sebagaiketentuan yang bersifat kulliyah.

    &ementara di kalangan +u#aha masih terjadi perbedaanpandangan dalam mendenisikan arti kaidah. &ebagai!nt!h, 2ajuddin al-&ubuki /w. C 9.0, memaknai kaidahsebagai sebuah rumusan hukum yang bersifat menyeluruh(kulliyah) dan merangkum pelbagai permasalahan %ur#'iyahyang tak terhitung jumlahnya, serta berfungsi untukmengetahui ketentuan hukum pada pers!alan serupa.&ementara itu $r. usthafa al-ar#(,Dmengartikan kaidahsebagai kerangka hukum may!ritas (aktsriyah atau aghlbiyah,dan bukan kulliyah) yang merangkum banyak permasalahanserta berfungsi untuk mengetahui hukum-hukumnya.CE

    Bila dilihat dengan seksama, sebenarnya tidak adaperbedaan prinsil antara dua pendapat di atas. 2itikperbedaannya hanya berkisar pada !byek akupan kaidah;apakah bersifat kulliyah /uni%ersal k!mprehensif0 atauaktsariyahaghlbiyah /may!ritas-representatif0? +u#aha yangmengklaim bahwa akupan kaidah bersifat aktsariyahmenyatakan, walaupun satu kaidah memuat banyakpers!alan %ur#'iyah, namun pasti terdapat pengeualian/mustatsnayt0! 1arena itu, kaidah tidak dapat dikatakansebagai perangkat hukum yang bersifat menyeluruh,karenadalam realitasnya masih terdapat permasalahan yang tidak

    diakupnya. &edangkan pihak yang menganggap bahwakaidah adalah prinsip hukum yang bersifat kulliyahberpendapat, walaupun terdapat pengeualian bukan berartikaidah itu sendiri yang tidak mampu merangkulnya,melainkan karena pers!alan yang dikeualikan itu termasuk"ur#' dari kaidah yang lain.

    $alam analisa $r. uhammad &hid#i al-Burnu',timbulnya pengeualian-pengeualian tersebut ditemukan!leh fu#aha setelah mereka melakukan pr!ses istiqr'

    5/etapi bila terdapat %ar)nah maka kata perintah atau amr dapat mempunyai implikasi maknaselain #a,ib baik berupasunnah tahdid ibahah dan lain sebagainya. amun CkebersamaanC amr

    dengan %ar)nah-%ar)nah ini tidaklah men,adikan kaidah ini keluar dari dimensi $ulliyah-nyakarena garis ketentuan kaidah di atas hanya berlaku pada amr yang tidak bersamaan dengan

    %ar)nah:&ebagai perbandingan dalam ilmu l0gika .manthi%/ dikenal istilah $ulliy dan $ulliyah Dalam

    Sullam al-Munawra% misalnya diterangkan bah#a yang dinamakan $ulliy adalah sebuah ketentuanyang menun,uk pada kumpulan !al-ma*m&'$hal-hal yang bersi"at partikular. &ebagai ilustrasi

    suatu ketika abi sa# pernah mendirikan shalat %huhur hanya dengan dua raka'at kemudian

    sahabat bertanya= CYa 7asulullah apakah shalat Anda diringkas !%ashr$atau Anda telah lupaC

    alu abi &a#. men,a#ab=0Kullun Laysa bi %i'0 !&emuanya tidak ter,adi$. ika kata CsemuaC

    .$ullun/ dalam hadits ini dikateg0rikan sebagai kata yang bermakna $ulliy maka maksudnya

    adalah tidak ter,adinya gabungan %ashr dan lupa se4ara bersamaan !mungkin %ashr sa,a atau lupa

    sa,a$. &edangkan ,ika dig0l0ngkan sebagai kata yang bersi"at $ulliyah maka yang dimaksudkan

    adalah bah#a masing-masing dari keduanya tidak ter,adi. amun perbedaan $ulliy dan $ulliyah ini

    tidak berlaku dalam pengertian $ulli atau $ulliyah dalam kaidah "i2h. &ebab demikian menurut al-&yathibi penilaian $ullliyah dalam kaidah "i2h dihasilkan dari pr0ses riset atau penelitian

    !isti%ra'iyah$ sementara istilah $ulliy1$ulliyah dalam ilmu l0gika !manthi%$berasal dari pr0ses

    penalaran l0gis-rasi0nal !'a%liyah$.;Mustha"a Ahmad al-

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    7/26

    /riset

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    8/26

    p09S0,C5atau juga /A)6)/0$ q0N6/0 D '5)3/09Rs AB D0.C8

    $emikian pula, l!ntaran-l!ntaran "kebijakan" daribeberapa &ahabat sepeninggal =asulullah &aw., !nt!hnya

    apa yang diuapkan !leh 4@mar bin al-1haththab: /&( 2#B#t( $9&v/0 #5-( w(&c&/00,C>terkait putusnya hak sese!rangketika sudah dibatasi !leh syarat dari pihak lain.

    1emudian pada masa berkembangnya ilmu #h,ditenggarai terdapat kaidah-kaidah #h yang tereer dalamkitab-kitab #h, terselip di antara penjelasan runut tentangmasalah %ur#.. &eperti dalam kitab al-/harrj, karya Abu *usufal-9anay /w. CF 90, beliau menulis beberapa kaidah #h,

    terutama kaidah-kaidah yang berkaitan dengan masalahsiyasah atau p!litik-pemerintahan. 7!nt!hnya ketika munulp!lemik tentang batas maksimal tak)ir, Abu *usuf menuliskaidah yang berbunyi:C

    X9x$ 9/0 z( {# ( p(-J# ## ( 2B#|( 0 /#(9=,(?-*/0 "s#

    "$ahwasanya takir tergantung sang 0mam, berdasarkan besar dankecilnya tindakan pelanggaran"

    $an sebagaimana dikutip !leh 2a#iyyudin al 9ishniy /w.>D 90,Cdalam kitab al-*mm dan juga 0khtil% al-adts,misalnya, ketika menyinggung tentang klaim adanya ijmak,Imam al-&ya'i /w. FE5 90 menguninya dengan suatukaidah:CD

    &-J# C}~( 24# /# 5-=&g#$#"1idak bleh menisbatkan sebuah pendapat kepada rang yang diam"!

    Atau ketika berbiara masalah batasan-batasanrukhshah, beliau mengeluarkan kaidah:FE

    2#9()-f# qW( &&=#g#2B# (p#$9&* /0 qW( &&=#"2pa yang diperblehkan dalam kndisi darurat, tidakdiperblehkan dalam kndisi nrmal"

    Penantuman prinsip p!k!k ini !leh al-&ya'i hanya

    dijadikan sebagai- sisipan di antara kandungan kitab al-*mmlainnya.

    1emudian dalam kurun kedua, yaitu saat perkembangandan pembukuan, pada masa ini merupakan awal 1aidah

    1Malik bin AnnasMuwaththa' !Beirut= DGr IhyG' al-/urGts 1;:)$ ,. II h. 1). Abu Abdullah

    Muhammad Ibn Ma,ah Sunan #bn M*ah! !*alabiy= DGr IhyG' al-3utub al-Arabiyah /./h$ ,. II h.5:.1)Ahmad bin al-*asan Abu Bakr al-Bayha2iy al-Sunan al-Kubr! !Beirut= DGr al-3utub al-

    Alamiyah 966($ ,. III h. 91(. Abu al-*asan Aliy al-Daru2uthniy Sunan al-Dru%uthniy!!Beirut=

    Muassasah al-7isGlah 966$,. I h. 11.1Muhammad bin Ismail al-Bukhariy Shah)h al-Bu$hriy!!/./= DGr /h#2 al-a,ah= 199$ ,. II h.

    96. Ahmad bin al-*asan Abu Bakr al-Bayha2iy al-Sunan al-Kubr! !Beirut= DGr al-3utub al-Alamiyah 966($ ,. II h. 65.15Abu Yusu" Ya2ub bin Ibrahim al-Kharr* !3air0= al-Mathbaah al-&ala"iyah #a Maktabatuh/./h$ 1:9.1:/a2iyuddin al-*ishniyKitb al-+aw7id! !7iyad= Maktabah al-7usyd 1;;5$ ,. I h. 6.1;Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-&ya"iiy al-Umm! !Beirut= DGr al-Mari"ah 1;;6$ ,. I. *.

    15:.9623 4it. ,. I h. 155.

    :

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    9/26

    +i#hiyah menjadi sebuah disiplin ilmu yang independen,terjadi pada kisaran abad ke-5 9ijriyah. $alam rekaman Ibn

    1haldun, pada masa ini masyarakat muslim sudah terpetakanke dalam mad)hab-mad)hab #h, pintu ijtihad dan #iyasse!lah telah tersumbat, sehingga s!lusi pemeahan masalahhukum untuk kasus-kasus baru yang tidak adaketerangannya, praktis hanya menggunakan saluran al-ilhqmelalui kaidah-kaidah #hiyah mad)habnya. Hleh karenanyadalam kurun ini, mulai bermunulan kitab-kitab kaidah yangkhusus berkutat sesuai mad)hab #h yang dianutnya.

    Pi!nir pengumpul kaidah-kaidah #hiyah mad)habiyah,adalah Imam Abu 2h(hir al-$abb(s, se!rang f(#ih 9anayahyang mengumpulkan C 1aidah 1uliyah. &elanjutnya diad!psi

    !leh ulama &ya4iyah ke dalam 8 kaidah, yaitu !leh Ab &a4dal-9arawiy. &elanjutnya dalam kurun ini lahirlah banyak kitab-kitab kaidah #hiyah. $i antaranya yang paling terkenaladalah: Al-Asyb(h wa al-a)h('ir, Ibnu al-akJl al-&y(4iy

    /w. C> 90 1it(b al-3aw('id, al-u#arri al-(likiy /w. 8 90

    Al-ajm' al-uhad)d)ab y $labth 3aw(4id al-ad)hab, al-4Al('iy al-&y(4iy /w. >C 90

    Al-Asyb(h wa al-a)h('ir, 2ajjuddJn al-&ubkiy al-&y(4iy /w. C 90

    Al-Asyb(h wa al-a)h('ir, 6am(luddJn al-Isn(wiy al-&y(4iy /w. F 90

    Al-antsr y al-3aw(4id, BadruddJl al-arkasyiyal-&y(4iy /w. D5 90

    Al-3aw(4id y al-+i#h, Ibn =ajab al-9anbaliy /w.D8 90

    . Fun_i dan Manaao Kaidah Fi`hiyah&elain berguna untuk menghindari pemahaman yang

    k!ntradiktif, seperti telah disinggung pada awal tulisan ini,kaidah #h juga mengandung manfaat lain yang tak terhitungjumlahnya. Al-&uyuthi, misalnya, menyatakan bahwa denganmenguasai ilmu kaidah #h, maka kita akan mengetahuihakikat #h, dasar-dasar hukumnya, landasan pemikirannya,dan rahasia-rahasia terdalamnya. &elain itu, kita akan mudahmengingat dan menghafal sebuah kaidah, kemudian meng-ilhq-kan,FCmen-takhrj,FFserta mengetahui hukum-hukumberagam pers!alan aktual dari kaidah itu, dimana hukum-

    91#lh% se4ara sederhana bisa diartikan sebagai upaya penyamaan dan pemaduan !sintesis$ antara satupers0alan dengan pers0alan lainnya. &edangkan se4ara termin0l0gis ilh% dimaknai sebagai upaya

    sintesis antara pers0alan 4abang !al-far7u$yang tidak diterangkan hukumnya 0leh nash denganpers0alan asal !al-ashl$yang telah mempunyai kepastian hukum dari nash. Fakt0r yang mengharuskan

    sintesa antara keduanya adalah karena masing-masing memiliki sebab hukum !'illat1rati8 l9gis$yangsama. Melalui de"enisi ini ilh% terkadang disamakan dengan %iyas

    #lh% dalam ushul "i2h berbeda pengertiannya dengan ilh% dalam kaidah "i2h.#:h% dalam ushul "i2h

    diartikan sebagai met0de penyamaan hukum 4abang !al-far7u$dengan hukum asal !al-ashl$dalam

    dalam satu titik temu karena adanya kesamaan sebab hukum !'illat$ Dengan demikian ilh%ber"ungsiuntuk mengidenti"ikasi masalah 4abang yang belum di,elaskan hukumnya 0leh nash.

    ;

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    10/26

    hukum tersebut tidak disebutkan dalam kitab-kitab #hk!n%ensi!nal.rs

    $engan ungkapan sedikit berbeda, &yaikh *asin bin Isaal-+ad(niy menyatakan bahwasanya buah yang akan kitapetik dari mempelajari kaidah #h adalah diper!lehnyakemudahan mengetahui hukum-hukum k!ntemp!rer yangtidak mempunyai nash sharh /dalil pasti0 dalam al-3uranmaupun 9adits. $i samping itu, dengan menguasai banyakkaidah #h maka kita akan mampu me-manage beragampers!alan %ur#'iyah yang terus berkembang dan tak terhitung

    jumlahnya hanya dalam waktu singkat dan dengan arayang mudah, yakni melalui sebuah ungkapan yang ringkastapi padat /baa; kaidah0.

    . ^no^h^no^h Qaid alFi hiyah

    C. />(- s#qW( 9(( 23#6&/-0 ( b#-(~# (3# #6&/-0 & b#-("( 26#* /00a. Mana Kaidah"Pelaku kerusakan tidak langsung, sama tanggung jawabnyadengan pelaku langsung". Penela_an Kaidah

    Ini merupakan kaidah utama yang berkaitan denganmasalah p!k!k tanggung jawab dalam hukum Islam. *ang manasiapa pun pihak yang memiliki andil terhadap rusaknya suatubenda, baik langsung maupun tidak, maka ia wajib bertanggungjawab terhadap kerugian yang diterima !leh sang pemilikbenda. $engan atatan, jika ia bukan pelaku langsung, makatanggung jawab baru dapat dibebankan, jika terbuktibahwasanya ia melakukan keteled!ran yang berujung padarusak

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    11/26

    &ementara itu, al-3arra, ketika mengurai tiga unsur yangmenjadi kuni adanya tanggung jawab atas kerugian, yaitu:

    1esengajaan /al-.udwn0, keterlibatan /al-tasabbub0, dankelalaian /laysat bi mu'tamanah0.FG*ang menarik dalampenjelasan detail terhadap unsur keterlibatan, beliaumenyatakan, ketika sese!rang mengeluarkan kata-kata/umumnya instruktif0, kemudian ditindak lanjuti !leh !rang laindalam bentuk eksekusi yang menimbulkan kerugian bagik!rban, maka pemberi instruksi tersebut dapat dituntutpertanggungjawaban atas kerugian tersebut.

    F. /'(/#2c#/("# 2~# # -J&-6#/-0 #-?#/-0 C(#c(/#0j# (##2@# |( 0 "* s#(2#R

    -|(

    0 z&-

    &(#2@#|(

    00a. akna"Persetujuan yang diberikan atas transaksi yang ditangguhkan,maka pada saat persetujuan tersebut keluar, sama denganmelakukan transaksi itu sendiri".. Penjelasan

    $alam situasi n!rmal, i)in atau persetujuan itu hanyalahsebatas kabar /khabar0, namun ia berp!tensi untukmemunulkan muatan hukum /insy'0 seara khusus.Berdasarkan kaidah tersebut, ketika terdapat akadarrG"iyAnwr al-Bur&% fiy Anw' al-Fur&% !Beirut= DGr al-3utubal-Alamiyah 1;;:$ ,. II h. (()-((5.

    11

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    12/26

    dengan keputusan baru pada tahun berikutnya. &aatdimintai kejelasan tentang sikapnya ini, @mar

    mengatakan:F5

    25#)-# J# 2B# ## 0[##$# 25#)-# J# 2B# ## Z#/(j#"1etentuan hukum yang pernah aku etuskan itu adalah ataskeputusanku. &ementara ini /ketentuan hukum yang baru0 adalah halyang sekarang aku putuskan".

    $ari statemen ini, seara tidak langsung @mar ra.telah memberikan ketegasan bahwa segala keputusanyuridis yang sebelumnya telah diambil !lehpendahulunya, Abu Bakar ra., tetap dihukumi sahsebagaimana keputusan yang pernah diambilnya laludiubahnya sendiri. Berangkat dari perspektif inilah, para

    ulama kemudian mengambil penafsiran hukum bahwaijtihad @mar ra. tidak dapat mengubah hasil ijtihad AbuBakar. $an dari sisi ini pula,teretuslah sebuahk!nsensus (ijm') shahabat, bahwa al-0jtihd l yunqadlu bi al-0jtihd, sebagaimana dilansir !leh al-&uyuthi.F8

    $isamping landasan 0jm' yang telah dikemukakan diatas, alasan tiadanya penganuliran hasil adalah karenaijtihad kedua belum tentu lebih kuat dibandingkan ijtihadpertama, disamping karena keduanya sama-samadiper!leh dari pr!ses ijtihad yang sulit dan berbelit-belit.9al yang membedakan keduanya uma k!nteks waktu

    yang tidak bersamaan ketika diputuskan. &elain itu, jikasering terjadi penganuliran pr!duk hukum, maka yangakan timbul adalah tiadanya kepastian hukum bagimasyarakat, sebagaimana telah dijelaskan di muka. 9alini juga akan berdampak pada g!yahnya tatananlembaga peradilan yang menangani masalah-masalahyuridis.F>

    eski ijtihad merupakan elemen penting dalamk!nstruksi hukum Islam, namun harus pula diakui bahwaijtihad merupakan fakt!r utama pemiu perbedaanpendapat dan k!ntradiksi hukum (khilafyah) antar ulama.

    Pertentangan yang selama ini berlangsung di kalanganyuris Islam /fu#aha0 misalnya, adalah akibat perbedaanmet!d!l!gi ijtihad yang mereka gunakan. 2api justru darisitu lah kha)anah keilmuan Islam terlihat begitu kaya dananggun di tengah p!lemikintelektual yang %ariatif dansemarak. $an hal itu tidak perlu disesalkan, sebabperbedaan met!d!l!gi yang diakibatkan !leh perbedaanpendapat telah mendapat legitimasi syariat.

    Pers!alannya, ketika ijtihad telah mendapat legitimasi,akankah pr!duk hukum yang diapai melalui pr!ses ijtihaddapat dianulir !leh ijtihad lain? 6ika menilik k!nsep kaidahini, maka pr!duk hukum yang dihasilkan ijtihad dinilai

    9Abd al-7ahmGn alGluddJn al-&uy?thiy al-Asybh wa al-Na5h'ir!!Beirut= DGr al-3utub al-

    Ilmiyah 1;;6$ h. 161.9)#bid.9Abu al-Faydl Muhammad Yasin ibn 'Isa al-Fadani A#-Faw'id al- "aniyah! !Beirut= Dar al-Maha,,ah al-BaydlG' 966:$ h. 9;(.

    19

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    13/26

    memiliki kekuatan hukum yang bersifat k!nstan. &ekalihukum itu terbangun atas landasan ijtihad, maka iatelah

    diakui eksistensinya sehingga tidak dapat digusur !leh hasilijtihad baru.&ebagai !nt!h keil, !rang yang hendak mendirikan

    shalat huhur tapi tidak tahu arah kiblat, kemudian iaberupaya /ijtihad0 untuk mengetahui arah kiblat, selanjutnyadari upaya tersebut ia memiliki persepsi kuat (han) padasalah satu arah mata angin sebagai arah kiblat yang benar.$ari hasil ini, dalam melakukan shalat tentunya dia harusmenghadap ke arah yang sesuai dengan hasil ijtihadnya.

    amun tatkala memasuki waktu shalat Ashar, ternyatahannya berubah. Arah yang semula diasumsikan sebagai

    arah kiblat kini mulai diragukan. $alam k!ndisi demikian iadituntut melakukan ijtihad lagi. ah, jika hasil ijtihad keduaini betul-betul berubah, maka ia harus shalat Ashar sesuaidengan hasil ijtihad yang kedua. Ia tidak b!leh shalatmenghadap ke arah yang dihasilkan !leh ijtihad pertama.Akan tetapi perlu diatat, meski terjadi "perubahan arahkiblat", bukan berarti shalat )huhur yang telahdilaksanakannya menjadi batal atau tidak sah. Akan tetapi,shalat )huhurnya tetap sah, karena telah berlandaskan hasilijtihad yang pertama. amun untuk shalat Ashar ia harusmenghadap ke arah kiblat yang dihasilkan dari ijtihad yang

    kedua.$ari sini dapat disimpulkan bahwa, walaupun hasil

    ijtihad pertama seara de %act sudah tidak diberlakukan lagi/karena sudah ada hasil ijtihad yang kedua0, namun searade jure tetap diakui keabsahannya. Inilah yang dimaksuddengan" al-0jtihd l yunqadl bi al-ijtihd"!

    $ari uraian di muka mungkin akan timbul kejanggalan;kenapa ijtihad kedua tidak dapat 'merubah' hasil ijtihadpertama, padahal dari kedua pr!ses tersebut hasilnya jelasberbeda. enurut fu#aha, alasan yang paling utama adalahkarena pembatalan ijtihad akan memantik ketidakpastian

    hukurn.' 6ika setiap ijtihad bisa dihapus maka akan terjaditasalsul3 yakni mata rantai hukum yang tak berujung pangkal.9al ini tentunya akan mengakibatkan kesulitan baik bagipara pegiat hukum maupun bagi masyarakat umum untukmendapatkan hukum yang pasti. Berdasarkan premis inipula, para ulamasepakat bahwa hukum ijtihadi hasil upayase!rang hkim tidak dapat diubah dengan hasil ijtihad lain,walaupun pada hakikatnya hukum yang benar hanyalahsatu.

    5. /"(2?#6(#-=#g#"& 26

    #* /0$

    #9&@- # 00

    a. akna"@pah dan tanggung jawab tidak dapat berkumpul". Penjelasan

    1aidah ini merupakan salah satu di antara sekian banyakkaidah mad)habiah, yang mana kaidah ini hanya berlaku dalam

    1(

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    14/26

    mad)hab 9anayah saja.F$an tepatnya termasuk ke dalamkateg!ri dlbith, karena hanya berlaku dalam bab al-lamn

    /tanggung jawab0 saja. Pesan p!k!knya adalah tidak ada upahdalam masalah yang harus ada pertanggungjawabannya,demikian pula sebaliknya.

    7!nt!h kasus, jika sese!rang menyewa kendaraan,kemudian dalam pemakaian n!rmal, kendaraan tersebutmengalami kerusakkan, maka si penyewa tidak perlu menggantirugi kerusakan tersebut. amun sebaliknya, jika sese!rangmemakai kendaraan !rang lain tanpa i)in /ghashab0, makaketika terdapat kerusakan pada kendaraan tersebut, si pemakaiwajib mengganti kerugian si pemilik kendaraan.F

    8. /'27|0 / 'B9c/0 B ;$9alam 1;;:$ h. ()1.9:Muhammad Bakr IsmaJl al-+aw7id al-Fi%hiyah bayn al #shlah wa al-(aw*)h!!/./= DGral-ManGr

    /./h$h. 96;. Bandingkan dengan Ahmad bin &yaikh Muhammad al-alam 1;:;$ h. (1.9;Di,elaskan se4ara detail 0leh al->arra"iy dalam kitabnya al-Fur&%serta al-Da$h)rah! !Beirut= DGral-Kharb al-IslGmiy 1;;$ ,. I h. (;:.

    1

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    15/26

    >. /C-R#2~# 2 9-W# 2V#/(0#7-s#q- W( 2# 09#B& (-& -& 0 & 2#- s#

    b-R#$- s#0a. akna"9ukum asal sesuatu terpelihara dalam penggantinya, apakahitu fardlu maupun sunat".. Penjelasan

    9ukum asal dari sebuah ibadah adalah tetap samameskipun ibadah tersebut statusnya hanya sebagai pengganti.&alah satu !nt!hnya seperti dijelaskan !leh al-1hath(biysebagai penetus kaidah tersebut, adalah ketika udlhiyahsese!rang yang dilakukan sebelum waktunya, dihukumi tidaksah, kemudian diganti /qadl'0, maka hukum udlhiyahnya tetapsama, yaitu sunnah, tidak menjadi wajib.GE$emikian pula, puasa=amadlan yang ditinggalkan, karena hukum asalnya adalahwajib, maka ketika ia akan diganti di lain waktu, hukumnyatetap wajib sebagaimana hukum asalnya. $an tidak b!lehdibatalkan tanpa ada halangan, sebagaimana hukum puasaasalnya yang tidak b!leh dibatalkan seara sembarangan.

    . /qR2?6/ q 26R 200a. akna"Bahwasanya hukum itu menjangkau makna kalimat"

    . Penjelasan1aidah ini termasuk kaidah #h mad)hab, karena ia hanyaberlaku untuk mad)hab tertentu saja dan tidak berlaku dimad)hab lainnya. *ang menggunakan kaidah #h ini adalahulama alikiyah, sebagaimana berkali-kali diulas !leh Ibn =usyd/w. 8FE 90. aksud dari akidah ini menjelaskan bahwasanyahukum yang dikehendaki itu terletak pada makna hakikat darisebuah nash, bukan hanya redaksi luarnya saja, dan bukan pulamakna maja)i.

    &ebagai !nt!h, dalam hukum batalnya wudlu karenapersentuhan laki-laki dengan perempuan dewasa lain mahram,

    al-3ur'an /al-is(', 5G0 menggunakan redaksi lams. &earamakna, yang dimaksud dengan lams al-nis'adalah al-iltiddbihinna/mendapatkan kenikmatan dengannya0, !leh karena itudalam mad)hab (likiy, dengan persentuhan saja meskipuntanpa jimak, apa bila didapatkan indikat!r taladdud, makasudah membatalkan wudlu.GC

    . /)W Z g ))7 g g 200a. akna"9ukum suatu ibadah tidak diwajibkan keuali dengankeyakinan tanpa keraguan"

    . Penjelasan

    (6Ab? &ulaymGn *amad bin Muhammad al-3hathGbiyMa7lim al-Sunan!!*alabiy= al-Mathbaah al-

    Ilmiyah 1;(9$ ,. 9 h. 99;.(1Ab? al-HalJd Muhammad bin Ahmad bin 7usyd al-Mu%addimt al-Mumahhidt!!Beirut= DGr al-Kharb al-IslGmiy 1;::$ ,. I h. ;5-;;.

    1)

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    16/26

    6ika menilik penjelasan dari shhib al-kalmkaidah ini, yaituIbn 4Abd al-Barr dalam kitabnya al-1amhd, beliau menyatakan

    bahwa tidak b!leh puasa =amadlan di hari yang masihdiragukan apakah ia termasuk bulan =amadlan atau bukan.GFInidikarenakan, kewajiban puasa =amadlan belum munul, hinggadiper!leh keyakinan kapan mulainya bulan =amadlan.

    D. /9)x$ +0?/0 3 +0?/0 '396/0 2029)x 50a. akna"9ukum yang menjadi implikasi dari suatu kebiasaan, akanmengikuti kebiasaan tersebut, dan akan ikut berubah ketikaterjadi perubahan kebiasaan"

    . Penjelasan1aidah ini disinggung !leh al-3array ketika membahas

    tentang sumpah dengan menggunakan al-3ur'an. 1etikabersumpah dengan selain Allah adalah dilarang, maka ketikasese!rang bersumpah dengan al-3ur'an, selain hukumnyaharam, juga pada saat ia melanggar sumpah tersebut, ia tidakbisa dibebani !leh kifarat sumpah. amun jika di daerahtertentu terdapat kebiasaan kebiasaan bahwasanya yangdimaksud kalimat al-3ur'an itu adalah kalamull(h yang #adim,maka sumpah dengan al-3ur'an itu menjadi b!leh dan dapatberimplikasi terhadap kifarat.GG

    CE. /m27 qW t2)|27 >6?/0$ ')/27 [0/$s 10%23?/00a. akna"emilih berdasarkan keyakinan dan mengaplikasikannyadengan hati-hati dalam masalah ibadah adalah lebih utama". Penjelasan

    1aidah ini dikemukakan !leh al-1hath(biy ketikamemberikan penjelasan terhadap hadis yang isinya menyuruhmembasuh terlebih dahulu kedua tangan sebelum dielupkan ke

    dalam bejana berair sedikit, ketika hendak wudlu selepas tidurmalam.G5

    Ilat diharuskan membasuh terlebih dahulu karenadimungkinkan tangan tersebut telah bersentuhan dengan najis/biasanya bekas istinja0 pada saat sedang terlelap tidur, karenajika benar, maka ketika tangan dielupkan ke dalam bejanayang airnya sedikit, maka air tersebut bukannya dapatmenyuikan, malah sebaliknya berubah menjadi mutanajis.

    $alam kasus ini sebenarnya tidak bisa dipastikan kenajisantangan tersebut, namun demi kehati-hatian dalam masalahibadah yang mesti diutamakan, maka tetap saja diharuskanterlebih dahulu dibasuh sebelum dielupkan ke dalam bejana.

    (9Ab? Umar Y?su" bin Abdillah bin Muhammad bin Abdil Barr al-(amh)d lim fiy al-Muwaththa'

    min al-Ma7niy wa al-Asn)d!!Maghrib= Hi%Grah Um?m al-A#2G" #a al-&yu'?n al-IslGmiyah

    1(:5$ ,. 9 h. (;.((Abu al-'Abbas Ahmad bin Idris al-&hanha,i al->arra"i al-Fur&%.... ,. ( h. ):.(Ab? &ulaymGn *amad bin Muhammad al-3hathGbiyMa7lim ,. 1 h. :.

    1

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    17/26

    CC. /)c6/0 s t247 4 c/0 c0 0j0a. akna"6ika banyak hak menyatu, maka dengan lepas sebagianmenjadi lepas seluruhnya". Penjelasan

    2erkadang hak sese!rang berada di tangan beberapapihak. 1etika !rang yang memiliki hak tersebut membiarkanhaknya lepas dari pihak-pihak tertentu, maka seluruh haknyayang berada di pihak lain pun bisa menjadi lepas.

    7!nt!hnya seperti hak #isas bagi keluarga k!rban yangdibunuh !leh lima !rang pelaku, jika saja keluarga k!rbanmemaafkan hak #isas dari sebagian pelaku, maka seara

    !t!matis hak #isas yang ada di pelaku lainnya pun ikutterlepaskan, sehingga semua pelaku terbebas dari sanksi#isas.G8

    CF. /w2 9B0 0 0j0a. akna"1etika keadaan lapang, maka hukumnya menjadi sempit/ketat0". Penjelasan

    Berdasar kaidah ini keadaan lapang akan membuathukum menjadi sempit dan terbatas. 7!nt!hnya, ketikamelaksanakan shalat, kita tidak diperb!lehkan melakukangerakan. &ebab k!ndisi kita saat itu tidak menuntutdilakukannya suatu gerakan. Akan tetapi, jika gerakan itudilakukan untuk menghindari serangan ular berbisa,kalajengking, dan binatang berbisa lainnya, makapergerakan tersebut diperb!lehkan.$engan kata lain,shalat yang kita lakukan tanpa adanya gangguantermasuk kateg!ri keadaan lapang (ittasa'a), sehinggahukumnya menjadi sempit dan terbatas (dlqa), yakni tidakb!leh melakukan pergerakan yang berlebihan.

    CG. /- (#

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    18/26

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    19/26

    1eduanya dapat digabungkan dalam satu kalipelaksanaan. mandi. $ua ibadah ini adalah dua bentuk

    ibadah yang disyariatkan, namun karena mempunyaimaksud yang sama yaitu sama-sama bertujuanmenghilangkan hadats besar, maka dapat terjaditadkhul!

    Begitu juga !rang yang berhadats keil atau besardan terkena najis sebagian !rgan tubuhnya, hal inimenurut pendapat Imam alawawi (qawl ashab6) diukupkandengan satu kali basuhan saja. Ia tidak perlu melakukandua kali basuhan untuk menghilangkan hadats dan najisyang melekat pada angg!ta tubuhnya.G

    &ebagai atatan tambahan, selain tadkhul dapat

    terjadi pada dua kewajiban seperti di atas, tadkhuljugamasuk dalam praktek ibadah-ibadah sunah. $alam hal ini,tadkhul terperini menjadi dua bagian: pertama,jika ibadahsunah masih termasuk jenis ibadah wajib yang dilakukan,maka ibadah sunah dapat masuk di dalamnya. &epertisalat sunah tahiyah al-masjid yang dapat ber-tadkhul dalamsalat fardlu. $alam arti, dengan hanya melakukan salatfardlu saat kita masuk ke dalam masjid, salat tahiyah al-masjid yang berhukum sunah sudah dianggap ukup.GD1arena salat tahiyah al-masjid termasuk dalam jenisnya salat.

    $an jika tidak termasuk jenis ibadah yang

    dilaksanakan, maka tidak bisa masuk ke dalam ibadahdimaksud. &eperti !rang yang masuk asjidal-9ararnekah dan melakukan salat berjama' ah yang kebetulanbaru dilaksanakan, maka ia tidak mendapat keutamaantahiyahal-bayt /baa; thawa% qudum)! 1arena tahiyahal-baytbukan termasuk dalam jenisnya ibadah /shalat0 yang ialakukan.

    &ama dengan hal di atas /hukuman yang satu jenis0adalah beberapa ka%arah dan beberapapertanggungjawaban terhadap barang yang dirusak(gharamat)! &ebagai !nt!h apabila ada sese!rang yang

    berulang kali melakukan hubungan intim pada siang haribulan =amadlan, maka ka%arah yang dikenakan padanyauma satu kali. $an menurut keterangan yang diambildari mad)hab 9anbali bahwa, apabila terdapat banyakhal hal yang menuntut terhadap ka%arah, maka ka%arah yangdiwajibkan hanya satu. 9al ini agak berlainan denganpendapat kebanyakan ulama yang mengatakan bahwahal yang menuntut ka%arah hanyalah hubungan intim yangpertama, dan bukan perbuatan yang dilakukan pada saatsetelahnya.

    C5. /& 09#c#/-0 ##f# & 09#c#/-0$# & b#c#/-0 #6##@- 0 0j# 0a. akna

    (:Ini apabila na,is yang melekat adalah na,is yang tidak berbentuk tidak berbau dan tidan berasa.hu$mryyah/ atau na,is biasa .ainryyah/ yang bisa hilang dengan satu kali basuhan.(;Al-

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    20/26

    "Apabila sesuatu yang halal berkumpul dengan yang haram,maka yang menang adalah yang haram"

    . Penjelasan$isebabkan perkara yang haram itu sudah barang tentumenyimpan kerusakan, baik langsung maupun tidak langsung.Hleh karenanya sebagai langkah prefentif untuk menghindardari kerusakan tersebut, ketika barang haram berkumpuldengan barang halal, langkah yang benar adalah dengan aramenghukumi haram terhadap semua barang yang telah bersatutersebut. $engan kata lain, lebih baik melepaskan barang yanghalal, dari pada meng!nsumsi barang haram yang dianggaphalal.

    7!nt!h dari pemberlakuan kaidah ini adalah jika terdapat

    dua bejana, bejana pertama berisi daging bangkai danbejana kedua berisi daging binatang sembelihan(mudakka), sementara kita tidak mengetahui dimana yangberisi daging sembelihan dan dimana yang berisibangkai. $alam k!ndisi demikian, kita tidak b!lehmengambil salah satunya hanya dengan alasan diantaradaging itu terdapat daging yang halal. &ebab saat terjadiperampuran antara unsur halal /daging sembelihan0dengan unsur haram /daging bangkai0, maka ketentuanhukum yang mend!minasi adalah pada unsur yangharam.

    &ekedar untuk diketahui, sebenamya terdapatkebalikan ('aksantitesa0 kaidah ini, yaitu

    bc/0 9c= g 09c/0"Perkara haram tidak dapat mengharamkan perkara halal".

    Bunyi kaidah ini, sebenamya adalah petikan haditsyang diriwayatkan !leh Ibnu ajah dan al-$aru#uthniydari Ibnu @mar =a., yang berarti perkara yang haramtidak akan pemah merubah materiperkara yang halalmenjadi haram. Pada tahap awal mungkin akan ada pra-asumsi adanya k!ntradiksi antara bunyi hadits ataukaidah ini dengan redaksi kaidah pertama yang

    disebutkan dalam awal pembahasan. amun, searasubstansi dua kaidah yang telah disebutkan ini tidaklahberlawanan, sebagaimana yang diungkapkan al-&ubuki.

    &edangkan makna kaidah id ijtama'a al-hall wa al-harmghuliba al-haram adalah pemberlakuan status haram padaperkara yang halal sebagai langkah antisipatif (ihtiyth)atau dapat dikatakan makna ghuliba al-harm ini hanyasekedar "d!minasi" haram terhadap perkara yang halal.5E

    &ebagai bukti, ketika ada keraguan yang dialamisese!rang pada saat hendak menentukan dua .kepingmatauang, mana yang halal dan mana yang haram.$alam k!ndisi seperti ini, ia diperb!lehkan untukberijtihad untuk menentukan mana uang yang halal.&eumpama dikatakan perkara yang haram dapatmenjadikan perkara yang halal menjadi haram, tentutidak ada kesempatan sama sekali untuk mengambil uang

    6Muhammad Yasin al-Fadani 234it. h. (51

    96

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    21/26

    dengan ara berijtihad. $alam !nt!h ini terbukti bahwayang halal akan tetap dihukumi halal, yang haram tetap

    seperti semula.Pengeualian 1aidah::.$iperb!lehkan berijtihad untuk

    menentukan antara bejana yang sui dengan yangnajis, walaupun melakukan tayammurn sebagai upayamenghindari keraguan dianggap lebih baik, karena halini !leh para ulama dianggap tindakan yang lebih hati-hati.

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    22/26

    amun al-Lha)ali menyarankan agar kita tidakmemakannya. &ebab menurut sang 9ujjah al-Islam ini,

    tidak memakan daging atau meminum susu. kambingtersebut merupakan tindakan war',

    C8. /g 26V5B 0$ >~ "2B9cB 96/ #6##@- 0 0j# B 26Vs z= @$ p$9/0 "$7 23=0p09 26VJs$0a. akna"6ika dihadapan !rang yang terp!j!k berkumpul dua hal yangdiharamkan, kedua-duanya tidak dapat dib!lehkan keuali

    dalam k!ndisi darurat, maka wajib baginya mendahulukan salahsatunya yang lebih ringan efek kerusakannya dan lebih sedikitbahayanya".. Penjelasan

    $alam k!ndisi n!rmal, sudah barang tentu apa pun yangsifatnya dilarang mesti ditinggalkan. amun dalam k!ndisitertentu, adakalanya dihadapkan pada situasi darurat, denganharus memilih dari dua hal yang sama-sama dilarang, namunmesti dilakukan salah satunya demi menyelamatkan hal lainyang jauh lebih penting.

    $i antara !nt!hnya adalah ketika !rang yang sedang

    ihram kelaparan tidak menemukan makanan yang halal, iadihadapkan pada dua pilihan antara memakan bangkai ataudaging hewan buruan. $alam situasi ini, menurut Imam Ahmadadalah lebih baik memakan bangkai, dengan pertimbangan jikamemakan daging buruan, maka terdapat tiga delik, yaituberburu, menyembelih, dan memakannya, sedangkan jikamemakan bangkai hanya satu delik saja, yaitu memakannya.

    7!nt!h lain, jika siang hari di bulan =amadlan, suami yangberistri dua !rang, baru datang dari rantau sudah tidak tahaningin berhubungan intim, dihadapkan pada dua pilihan antaraberhubungan intim bersama istrinya yang sedang berpuasa

    /berarti harus membatalkan puasanya0 atau berhubungandengan istrinya yang tidak puasa namun sedang haid, makayang lebih utama adalah memilih istrinya yang sedang puasa,karena bisa dibatalkan dengan alasan darurat, dari pada denganistrinya yang sedang haid.5C

    C>. // zc/0 2= 36/0$ 9236/0 #6##@- 0 0j# 9236/00a. akna"6ika berkumpul antara pelaku langsung dengan penyebab tidak

    langsung, maka hukuman dikenakan kepada pelaku langsung".. Penjelasan6ika dalam satu peristiwa hanya terdapat dua latar

    belakang; sabab dan mubsyarah maka yang dianggap

    1Ab? al-Fara, AbdurrahmGn bin Ahmad bin 7a,ab al-+aw7id fiy al-Fi%h al-#slmiy !3air0=Maktabah al-3ulliyGt al-A%hariy 1;51$ h. 9)-9.

    99

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    23/26

    sebagai fakt!r utamanya adalah mubsyarah! isalnyasese!rang yang dilempar dari tempat yang tinggi, namun

    sebelum sampai ke bawah ia ditusuk dengan mengunakansebilah pedang !leh !rang lain, sehingga ia tewas seketika.$alam permasalahan ini, terdapat pergumulan sebabdanmubsyarah!*ang dimaksud dengan sebabdalam k!nteks iniadalah pelemparan dari atas tebing, sedangkan mubsyarahadalah penusukan dengan pedang.

    &esuai dengan kaidah ini, pelaku penusukan lah yangbertanggungjawab atas peristiwa pembunuhan yangsejatinya dilakukan !leh dua !rang ini. 1arena dialah yangmenjadi penyebab langsung kematian itu. 2usukan yangdilakukannya dinilai telah menutup resik! kematian yang

    diakibatkan pelemparan pelaku pertama, walaupunsebenarnya kedua !rang ini sama-sama berperan ataskematian k!rban.

    ;ubsyarah dalam kha)anah #h dianggap lebih kuat,karena mubsyarah, seperi yang terlihat dalam !nt!h ini, disamping berpredikat sebagai fakt!r munulnya peristiwa(mu'atstsirah), ia juga menjadi penyebab utama (muhashshilah)atas timbulnya kematian k!rban. Berbeda dengan sababberupa pelemparan dari tempat tinggi; ia hanya dianggapsebagai fakt!r yang tidak begitu kuat dan d!minan. 1arenaseara nalar bisa saja k!rban selamat saat sampai di

    bawah, jika tidak terjadi penusukan.Begitu juga dalam permasalahan sese!rang yang

    mengambil, makanan !rang lain dengan ara gasabkemudian makanan yang iaambil disuguhkan kepadapemiliknya dan langsung dimakan, maka seara !t!matis sipemilik sudah dianggap mengambil haknya sendiri,walaupun si pemilik tidak tahu bahwa yang ia makanadalah miliknya sendiri. $an karena telah mengambilhaknya, ia tidak dapat menuntut agar makanannyadikembalikan !leh si penggasab! 9alini juga sangatberalasan, karena pemilik adalah subjek utama habisnya

    makanan. 2indakan (mubasyarah) yang dilakukan pemilikmakanan lebih mendapatkan tekanan sebagai perbuatanyang mengakibatkan makanan itu habis, daripada tindakangasabyang menjadi penyebab (sabab) habisnya makanan.Alasan yang melatarbelakangi kurang lebih sama denganpermasalahan di atas.

    Mebih menjelaskan pembagian berkumpulnya mubsyarahdan sabab dalam pembunuhan, $r. usthafa $ib al-Bughamemilahnya dalam G /tiga0 kateg!ri:

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    24/26

    memberikan kesaksian. $alam pers!alan ini, yang harusmenanggung hukum qishas adalah !rang-!rang yang

    menjadi saksi palsu (sabab), bukan pelaku eksekusi padapihak tertuduh (qadl%hakim)! 9al ini apabila hakim betul-betul tidak tahu jika para saksi melakukan persaksianyang keliru.

    =) 1asus yang didalamnya mubsyarah lebihdimenangkan untuk mengalahkan unsur penyebab.&eperti halnya sese!rang yang menjatuhkan !rang laindari tempat yang tinggi, namun sebelum sampai ke dasarlantai ia ditusuk sebanyak dua kali yang menjadipenyebab kematiannya. $alam hal ini yang berhakmendapat qishas adalah !rang yang menusuk, sementara

    !rang yang menjatuhkan hanya layak mendapathukuman ta'ir3 hukuman yang sesuai dengan keputusanse!rang imam /pemimpin negara0.

    4) P!sisi antara mubsyarah dan sebab yangseimbang. &eperti halnya sese!rang yang memaksa-dengan anaman tertentupada !rang lain untukmembunuh. 1edua pihak, baik pemaksa dan yangdipaksa, patut mendapat hukuman qishas!Pihak pemaksadihukum karena dia pada dasarnya-seara tidaklangsung- juga melakukan hal yang dapat mem-binasakan dengan ara memaksakan hal-hal yang

    dapat menghilangkan nyawa !rang lain. &edangkanpihak yang. dipaksa adalah pelaku pembunuhandengan arahalim!

    Peneualian&ese!rang yang menggasabkambing !rang lain dan ia

    serahkan pada tukang jagal untuk disembelih, sementarasi tukang jagal tidak tahu. bahwa kambing itu adalah hasilgasaban/baa; ada gharar)! $aldm hal ini< ulama sepakatbahwa yang wajib mengganti adalah !rang yangmenggasab, bukan si tukang jagal. &emestinya, kalau kitaakan menerapkan kaidah ini tentu yang membayar denda

    adalah pelaku penyembelihan /tukang jagal>mubsyir),bukan !rang yang memberikan kambing.

    7!nt!h lainnya adalah !rang sudah layak dan mampuberfatwa? memberikan fatwa keb!lehan merusak barang,dan ternyata apa yangdiputuskannya adalah keliru,padahal barangnya sudah terlanjur dirusak !leh !rangyang menuruti fatwa mufti tersebut. $alam k!ndisisemaam ini, pihak yang harus mengganti rugi kerusakanadalah si mufti, walaupun yang melakukan perusakanadalah !rang yang meminta fatwa. Main halnya bila yangmengeluarkan fatwa adalah !rang yang belum layak

    berfatwa, maka si pemberi fatwa tidak berkewajibanmengganti barang yang telah rusak, karena !rang yangmeminta fatwa dianggap sebagai !rang er!b!h, karenaia meminta fatwa pada !rang yang bukan ahlinya.5F

    9Abdullah bin &ulaiman al-arha%i al-Mawh)b al-Saniyah !Beirut= DGr al-Fikr 1;;5$ hal. 6(.

    9

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    25/26

    C. /3/0 / p2= >0 >7 0j# 0a. akna"Apabila hukum asal telah batal, maka dialihkan ke hukumpenggantinya". Penjelasan

    6ika hukum asal telah batal atau tidak mungkin untukdipenuhi, maka tidak berarti menjadi tidak ada hukum samasekali. &ebagai !nt!hnya adalah ketika sese!rang menggasabbarang milik !rang lain, namun barang tersebut hilang di tanganpenggasab, maka ia tetap harus mengembalikan penggantinya.6ika penggantinya itu sama persis, disebut dengan istilah al-qadl' al-kmil, tapi jika penggantiannya itu dengan harganya,

    disebut dengan istilah al-qadl' al-+shir.5G2etapi jika barang yang digasab tersebut masih ada di

    tangan penggasab, maka penyerahan barang tidak b!lehdiganti dengan yang lain. &ama halnya dalam kasus tanahmenjadi pengganti air untuk menyuikan hadas, jika air masihada dan atau tidak dalam keadaan darurat, maka tanahtersebut tidak bisa menjadi pengganti air, dengan kata lainwudlu tidak bisa diganti dengan tayamum.

    C. /6*6/0 >7 66/0 >7 0j# 0

    a.akna

    "6ika telah batal sesuatu yang mengandungnya, maka batal pulaapa yang dikandungnya". Penjelasan

    *ang dikandung /mutadlamman0 adalah implikasi hukumdari yang mengandung /mutadlmmin0, !leh karenanya, jikayang mengandung tersebut dihukumi batal atau tidakmenimbulkan efek hukum, maka apa yang dikandungnya punsama-sama batal atau tidak memiliki efek hukum.

    &ebagai !nt!hnya, ketika suami isteri mengulangi akadnikah tanpa terlebih dahulu erai /dikenal dengan istilah

    tajaddud0, dalam k!ndisi seperti ini, akad nikah yang keduadinilai tidak sah, !leh karenanya tidak perlu ada mahar, sebabmahar merupakan mutadlammansebagai implikasi hukum darisahnya akad nikah yang menjadi mutadlammin-nya.55

    CD. />6V= b/0 26 p[? 0j# 0a. akna"6ika sulit memberlakukan suatu instruksi, maka ia tidak dapatdiberlakukan". Penjelasan

    6ika sebuah uapan sama sekali tidak mungkin untuk

    diartikan sesuai makna hakiki maupun makna majasnya,maka uapan itu dianggap sebagai gurauan, sehingga tidakperlu diperhitungkan keberadaannya.

    (Muhammad Bakr IsmaJl al-+aw7id....... h. 1(.

  • 7/25/2019 Sekelumit tentang Kaidah Fiqhiyah

    26/26

    7!nt!hnya, se!rang suami yang berkata kepada sangistri yang tidak ada hubungan nasab dengan sang suami,

    "anita ini adalah anakku". aka, uapan ini tidakmemberi pengaruh apapun bagi tertalaknya sang istri,walaupun dari perkataan 'anakku' seakan suami tersebutse!lah tidak menganggap dia sebagai istri. 9al ini berlakubaik sang istri lebih tua atau lebih lebih muda umurnya.Artinya, uapan itu hanya, dianggap seakan hanya kelakarsaja. 9al ini dilatarbelakangi sulitnya menangkap maknayang dikehendaki. 1arena jika kita artikan seara hakiki,rasanya mustahil sang istri adalah anaknya sendiri. Apalagirealita menunjukkan bahwa umur sang istri lebih tua.$emikian pula jika sudah sangat masyhur diketahui publik,

    bahwa wanita itu tidak senasab dengan sang suami,meskipun sang istri lebih muda.58

    FE. /R qW 9 $j 26s "b6 >72 0j# 9~$ R qW %? $j 90$ 0$ $ ?Wp$@9= 26V=W0a. akna"6ika dihadapkan pada dua pekerjaan, yang satu lebih baiktampilannya namun hanya satu, sementara yang lainnya lebihbanyak, maka mana yang lebih diunggulkan?"

    . Penjelasan1aidah ini intinya membandingkan mana yang lebih unggulantara perbuatan yang sepintas lebih baik seara kualitasdengan perbuatan lain yang sepertinya kalah baik, namundengan kuantitas yang lebih banyak. $alam hal ini, ImamAhmad enderung lebih memilih perbuatan yang kedua, yaituyang ber!rientasi kuantitas.

    &eperti !nt!h, shalat sunat dua rakaat dengan baaansurat yang panjang-panjang dibandingkan dengan shalat empatrakaat tapi baaan suratnya pendek-pendek, namun waktupengerjaannya sama. enurut pendapat yang masyhur

    enderung lebih memilih shalat sunat empat rakaat meskipunbaaannya pendek.5>

    FC. /z/$ "0p9 $s "0p{cB $s "2$9B >72 0j# 26Vs m2p0 @$ :26V5 ;$9