sop-ugd

Upload: andry-rover

Post on 18-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

  • SOP UGD

    DAFTAR ISI

    HalamanKATA PENGANTAR .............................. i

    DAFTAR ISI .. ii

    BABI PENDAHULUAN . 11. Umum 12. Maksud dan Tujuan 13. Tata Urut . 1

    BABI STANDARD OPERATING PROCEDURE UNIT GAWAT DARURAT .. 2Prinsip Penatalaksanaan Kedaruratan Medik.. 2 Sikap Penolong . 2

    1. Kedaruratan Sistem Pernapasan . 3a. Epistaksis ... 3b. Obstruksi Jalan Napas . 4c. Hemoptisis Masif 7d. Status Asmatikus .. 8e. Trauma Wet Lung . 9f. Pneumomediastinum 10g. Tamponade dan Luka Jantung ... 10

    2. Kedaruratan Sistem jantung dan Pembuluh Darah . 10Syok .. 10

    3. Trauma Sumsum Tulang Belakang dan Tulang Belakang.. 12a. Kommosio Sumsum Tulang Belakang .. 12b. Kontusio Sumsum Tulang Belakang . 12

    4. Fraktur dan Dislokasi Tulang Belakang . 13a. Daerah Servikal 13b. Daerah Torakal 13c. Daerah Lumbosakral 13 5. Kedaruratan Sistim Saluran Cerna . 14a. Hematemesis dan Melena .. 14b. Gastroenteritis Dehidrasi . 17c. Akut Abdemen .. 24d. Apendisitis . 25e. Kolestitis Akut 27f. Pankreatitis Akut .. 28g. Divertikulitis .. 29h. Perforasi Ulkus Peptikum 30i. Perforasi pada Tifus Abdominalis .. 30j. Ileus Obstruktif (Obstruksi Mekanis) .. 31k. Trauma Perut . 32

    6. Kedaruratan Sistem Saluran Kemih 34 a. Payah Ginjal Akut 34b. Retensi Urin .. 35c. Trauma Saluran Kemih 37

    7. Kedaruratan Akibat Agens Fisik . 41a. Luka Bakar 41

  • b. Heat Cramps 44c. Heat Exhaustion . 44d. Heat Hyperpyrexia . 45e. Acciddental Hypothermia . 46f. Syok Listrik .. 46g. Tenggelam .. 47

    8. Keracunan .. 48

    9. Gigitan dan Sengatan 51a. Gigitan Ular .. 51b. Gigitan Binatang Laut . 52

    10. Resusitasi 52

    BABIII PENUTUP . 57

    BAB 1

    Prinsip Penatalaksanaan Kedaruratan Medik

    Kedaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan dimana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan, atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita. Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang baik dari penolong dan sarana yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.

    PERAWATAN KEDOKTERAN KRITISCritical Care Medicine merupakan salah satu bentuk kegiatan kedokteran dari tempat kejadian dalam sistem penatalaksanaan keadaan darurat mulai dari tempat kejadian sampai di rumah sakit. Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang sekitar korban; di antaranya akan menghubungi pertugas kesehatan atau dokter terdekat. Tidak jarang bahwa anggota Hansip, Polisi dan Pemadan Kebakaran terlibat dalam hal ini. Pertolongan ini hasus diberikan secara tepat sebab penangan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh. Sudah menjadi suatu kewajaran bila terhadap anggota Hansip, Polisi dan Pemadam Kebakaran diberi pendidikan dan latihan mengenai hal tersebut. Setelah pertolongan pertama diberikan, selanjutnya penderita diangkut ke puskesmas atau rumah sakit setempat, sedapat mungkin dengan angkutan khusus, misalnya mobil ambulan yang dilengkapi dengan peralatan dan petugas kesehatan. Selama perjalanan menuju ke Puskesmas atau Rumah Sakit, penderita tetap mendapat pertolongan dan pengawasan yang ketat.Di Puskesmas atau di rumah sakit penderita mendapat pertolongan yang mantap oleh dokter dan petugas kesehatan lainnya. Dalam hal ini puskesmas harus gesit dan cakap dalam menangani penderita. Dalam keadaan di mana sarana di puskesmas tidak banyak membantu maka disalurkan ke rumah sakit. Rumah Sakit dengan Unit Penanganan Insetifnya (Intensive Care Unit) merupakan rantai akhir dari penanggunalangan penderita dalam Criticl Care Medicine.

    SIKAP PENOLONGKarena yang ditanggulangi adalah orang yang sakit berat dalam keadaan kritis maka dokter harus berlomba dengan waktu dalam menyelamatkan jiwa penderita. Dalam keadaan ini jangan bertindak panik namun bersikap tenang dan cekatan.Hal-hal penting yang harus diperhatikan terhadap korban:1. Pernafasan dan denyut jantung.

  • Bila pernafasan penderita berhenti, segera kerjakan pernafasan buatan secara efektif lakukan pernafasan mulut ke mulut dan bersamaan dengan ini diteliti apakah ada penghentian denyut jantung. Jika jantung berhenti berdenyut, lakukan external cardiac massage. Usaha-usaha mengembalikan fungsi pernafasan dan sirkulasi ini dijelaskan dalam bab resusitasi.2. Perdarahan.

    Lakukan usaha-uasha menghentikan pendarahan, terutama pendarahan dari pembuluh darah yang besar.3. Syok.

    Perhatikan tanda-tanda syok serta penanggunalangan (lihat bab tentang syok).4. Cegah aspirasi terhadap muntahan penderita dengan posisi penderita miring pada salah satu sisi tubuh atau ditelungkupkan.5. Jangan terburu-buru memindahkan korban dari tempatnya sebelum dipastikan sarana angkutan yang memadai. Terhadap penderita fraktur, terlebih dahulu dilakukan pembidaian. Penatalaksanaan selanjutnya secara terperinci akan diuraikan pada masing-masing bab.

    OBAT DAN PERALATAN Beberapa peralatan dan obat-obatan yang minimal dibutuhkan sebagai pertolongan pertama dalam penatalaksanaan kedaruratan medik ialah:

    Peralatan.1. Pembalut biasa. 2. Kasa steril. 3. Pembalut segitiga.4. Plester. 5. Kapas.6. Tourniquet.7. Alat Suntik. 8. Alat-alat bedah sederhana.9. Alat infus & transfusi.

    Obat-obatan.1. Obat-obat antiseptik.

    Obat-obat suntikan. adrenaline, 1 mg/ml aminophylline, 250 mg/ 10 ml ampicilin, 250 mg/ dan 500mg atropine sulphate, 0,6mg/ml chlorpheniramine maleate, 10 mg/ml chorpromazine, 50mg/2ml dextrose 50 %, 20ml diazepam, 10mg/2ml digoxin, 0,5mg/2ml ergometrine, 0,5mg/ml ethyinoradrenaline, 2mg/ml furosemide, 20mg/2ml hydrocortisone sodium succinate, 100mg hyoscine N-butylbromide 20mg/ml morphine sulfate, 15mg/ml penicillin G, 1mega U (600mg) pentazocine 45 mg/1,5 ml dan 60 mg/2ml pethidine HCI, 100 mg/2ml phenobarbitone sodium, 200mg/ml phytomenadione 10mg/ml salbutamol 0,5 mg/ml trifulpromazine, 20mg/,ml aquadestilata

  • 2. Obat-obat oral ampicillin, 250mg dan 500mgchlorpheniramine maleate, 4mgmetronidazole, 200mgpencillin-VK, 250mgpentazocine, 50 mgpethidine, 50mgterbutaline 0,5 mg/mltiemonium bromide, 50 mg.

    3. Obat-obat per infus Ringer lactateGlucosa 5%NaC1

    Peralatan lainnya yang minimal harus ada pada ruangan kedaruratan medik berupa: tangki oksigen dengan flow-meter-nya dan regulatornya serta alat penghisap sederhana yang bisa dijalankan dengan baterai. Untuk fasilitas perlengkapan ruangan kedaruratan medik yang lebih sempurna memang harus disediakan beberapa macam obat-obatan dan fasilitas tambahan sebagai berikut:

    Obat-obatan AgNO3 20-30%Asam trikloro asetataminofilinisuprel sedilanidklonidinmanitol 20% ureum 30%gliserin dalam air 30%asetasolamid asam cuka 2%ATS 1500 UTule, savlonSulfadiazinantidotum umumantivenom polivalenheparineterhidroklorotiasidserpasiladona AC 17ergometrinsintosinonsulfas magnesikuspentotalketalardifenhidramin

    Obat-obatan untuk infus

    cairan plasma ekspandercairan 2 Atutofuchsingliserindekstrosa 5%

    Alat-alat

  • Water seal drainageDC shockIntubator endotrakeal busi Nelaton kateter Fowley alat EMOalat bedah kebidanan matras vakumresusitator bayiElectra Convulsive TherapyDrainTanduBidai

    BAB 2Kedaruratan Sistim Pernapasan

    EpistaksisObstruksi Jalan NapasHemoptisis masifStatus asmatikusTrauma toraks

    EPISTAKSIS

    Epistaksis atau pendarahan dari rongga hidung hingga sering dijumpai dan sebagian besar akan spontan atau oleh tindakan sederhana seperti penekanan hidung. Meskipun demikian ada pula kasus-kasus berat yang memerlukan pertolongan segera agar tidak berakibat fatal.

    Menurut sumbernya, epistaksis dibagi atas:1. Epistaksis anterior:Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a. etmoidalis anterior. Terutama ditemui pada anak-anak, biasanya ringan dan mudah diatasi

    2. Epistaksis posterior:Berasal dari a. sfenopalatina dan/atau a.etmoidalis posterior. Sering terdapat pada usia lanjut akibat hipertensi atau arteriosklerosis. Biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

    Penatalaksanaan

    Mempunyai prinpsip:

  • 1. menghentikan pendarahan.2. mencegah komplokasi.3. mncegah berulang dengan mencari penyabab.

    1. Tentukan asal pendarahan dengan memasang tampon yang dibasahi dengan adrenalin 1/1000 dan pontokain 2%, dibantu dengan alat penghisap. Sedapat mungkin penderita dalam posisi duduk.Bila ternyata pendarahan berasal berasal dari anterior:2. pasang kembali tampon yang dibasahi adrenalin 1/1000 dan pontokin 2% selama 5-10 menit, dan ala nasi ditekan ke arah septum.3. setelah tampon diangkat, asal pendarahan di kaustik dengan larutan AgNO3 20-30% atau asam trikloroasetat 2-6% atau dengan elektrokauter.4. Bila masih berdarah, pasang tampon anterior yang teridiri dari kapas atau kasa yang diberi boorzalf atau bismuth iodine paraffin paste (BIPP). Tampon ini dipertahankan selama 1-2 hari (bila manggunakan boorzalf) atau 3-4 hari (bila menggunakan BIPP).Bila ternyata pendarahan berasal dari posterior:5. Coba atasi dengan kasutik dan tampon anterior (lihat di atas).6. Bila gagal, pasang tampon posterior (Bellocq); caranya:- tampon ini terdiri dari gulungan kasa yang mempunyai dua benang disatu ujung dan satu benang di ujung lain.- masukkan kateter karet dari nares anterior ke dalam sampai tampak di orofarings dan ditarik keluar melalui mulut.- pada ujung kateter diikatkan salah satu dari dua benang yang ada pada satu ujung dan kateter ditarik kembali melalu hidung. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung yang lain. - kemudian kedua benang yang telah keluar melalui lubang hidung itu ditarik, sedang telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ke arah nasofarings, sampai tepat menutup koana. - lalu kedua benang itu diikat pada tampon lain yang terletak dekat sekat rongga hidung.Benang dari ujung lain dikeluarkan melalui mulut dan dilekatkan secara longgar di pipi; benang ini berguna untuk menarik keluar tampon bila akan dilepas.- bila perlu dapat dipasang pula tampon anterior.- penderita harus dirawat dan tampon diangkat setelah 1-2 hari. Berikan antibiotik. Misalnya PS 8: 1. Bila pendarahan menetap walaupun telah dilakukan tindakan di atas, perimbangkan operasi ligasi arteri:7. Untuk pendarahan anterior dilakukan ligasi a. etmoidalis anterior dengan membuat sayatan dari bagian medial alis mata ke bawah kantus internus; setelah jaringan dipisahkan akan tampak a. etmoidalis anterior.8. Untun perdarahan posterior dilakukan ligasi a. maksilaris interna dengan membuat sayatan dilipatan gingivobukal seperti pada operasi Caldwell Luc; setelah memasuki sinus diangkat sehingga tampak a. maksilais interna dan cabang-cabangnyadi fosapterigomaksilaris.

    KOMPLIKASI:

    Dari perdarahan:- anemi.- syok. Dari pemasangan tampon:- sinusitis, otitis media, septikami.- hemotimpanum. - Laserasi palatum molle.

    OBSTRUKSI JALAN NAPAS

  • Merupakan keadaan darurat yang dapat ditimbulkan oleh berbgai sebab, antara lain:1. Edema jalan napas: dapat disebabkan infeksi (difteri), reaksi alergi atau akibat insrumentasi pemasangan pipa endoktrakeal, bronkoskopi) dan trauma tumpul.2. Benda asing3. Tumor: kista larings, papiloma larings, karsinoma larings; biasa sumbatan terjadi perlahan-lahan.4. Trauma daerah larings.5. Spasme otot larings: tetanus, reaksi emosi.6. Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abductor paralysis): terutama bila bilateral.7. Kelainan kongenital: laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan laringotrakeomalasia.

    PENATALAKSANAAN:

    Bila disebabkan oleh benda asing (misalnya tersedak makanan) usahakan dikeluarkan segera dengan Heimlich manuever:

    A. penderita dalam posisi duduk/berdiri:1. penolong duduk/berdiri di belakang penderita lingkarkan kedua tangan, mengelilingi pinggang penderita. buat kepalan dengan satu tangan, tangan lain mencekap kepalan tersebut dengan ibu jari menghadap perut dan diletakkan di epigastrium. lakukan pendorongan dengan kuat dan cepat ke arah atas. tindakan ini dapat diulang beberapa kali.2. Bila tidak berhasil, coba kait benda asing tersebut dengan jari yang dimasukkan ke dalam larings.3. Bila sulit atau benda asing terletak dalam, penderita dibungkukkan dan dilakukan penepukkan kuat di punggung di antara kedua skapula.

    B. penderita dalam posisi terlentang:

    1. penolong berlutut di atas penderita dengan kedua lutut di samping kiri dan kanan tubuh penderita. satu telapak tangan diletakkan di epigastrium penderita, telapak tangan yang lain di atasnya. lakukan penekanan dengan pangkal tlapak tangan dengan kuat dan cepat ke arah atas. tindakan ini dapat diulang beberapa kali.

    2. Bila penderita muntah, miringkan tubuhnya dan bersihkan mulutnya.

    Bila cara-cara diatas gagal atau bila tidak disebabkan oleh benda asing, siapkan segera bronkoskopi atau trakeotomi. Terhadap penderita obstruksi jalan napas stadium I dan II dilakukan tindakan konservatif dengan oksigen, obat bronkodilator (aminofilin, Bisiolvon)) dan anti edema (Papasee); dan pengawasan ketat terhadap gejala yang timbul. Obstruksi jalan napas stadium III dan IV memerlukan tindakan intubasi atau trakeotomi segera.

    Intubasi

    Merupakan tindakan memasang pipa endoktrakeal (biasanya mempunyai cuff) atau bronkoskop.

    Sulit atau tidak dapat dilakukan pada ederma larings, trauma larings berat, tumor yang menutup glotis atau parlisis n.rekurens bilateral. Cara ini relatif mudah dan cepat dilakukan, tetapi:

  • - menyebabkan trauma larings sehingga dapat timbul jaringan parut yang menyulitkan ektubasi- tidak boleh dipasang lebih dari 2 x 24 jam- sering terlepas sendiri sehingga dapat membahayakan penderita- menghalangi intake peroral.

    Trakeotomi

    Merupakan tindakan membuat jalan napas baru dengan membuat lubang (stoma) pada trakea.

    Menurut urgensinya dibagi atas:- Emergency tracheostomyDilakukan pada keadaan darurat, biasanya di daerah glotis (trakeostomi tinggi); sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi rendah.- Orderly tracheostomyMerupakan tindakan berencana, dilakukan pada cincin trakea III atau di bawahnya (trakeostomi rendah).

    Teknik- premedikasi dengan atropin sulfat 1 mg i.m.- penderita dalam posisi hiperekstensi pada leher, bila perlu tengkuk diganjal dengan bantal/kantong pasir.- setelah a & antisepsis daerah tindakan, diberikan anestasi lokal (infiltrasi) dengan prokain 1% mulai dari kartilago tiroid sampai daerah fosa suprasternal, dapat juga dilakukan anestasi umum, tetapi sebelumnya trakea harus ditandai dengan pipa endotrakeal atau bronkoskop.- insisi dibuat mulai dari bagian bawah kartilago krikoid sampai fosa suprasternal, tepat digaris tengah; cara ini lebih aman daripada insisi horisontal meskipun kosmetik lebihb buruk.- jaringan subkutis disishkan, sedapat mungkin jangan memotong pembuluh darah; fasia otot dipotong digaris tengah.- setelah cincin trakea tampak, ismus tiroid disisihkan, (bila perlu dipisahkan) sampai cincin trakea I-V terbuka; perdarahan dirawat.- dapat disuntikkan beberapa tetes kokain 5% melalui interkartilago I untuk mencegah iritasi pada pemasangan kanul.- trakea dibuka di garis tengah, sebaiknya di bawah cincin trakea III, lalu dibuat lubang atau flap yang sesuai dengan kanul yang akan dipasang.- bila ada, benda asing dapat dicari dan dikeluarkan melalui stoma dengan bantuan spekulum hidung dan pinset; bila ternyata benda asing itu terletak distal stoma dan tak dapat diambil, dorong ke salah satu satu bronkus agar jalan napas dapat terbuka sebagian dan segera kirim ke tempat yang mempunyai fasilitas bronkoskopi. - pasca tindakan tidak perlu dijahit; bila perlu dapat dibuat jahitan longgar di kedua ujung insisi.

    Beberapa hal yang harus diperhatikan:

    - insisi yang terlampau pendek mempersulit pencarian trakea dan memudahkan terjadinya emfisema subkutis.- kanul sedapat mungkin sesuai dengan diameter lumen trakea:- bila terlalu kecil akan mudah bergerak sehingga menimbulkan rangsangan.- bila terlalu besar akan menekan dinding trakea, akibatnya mudah terjadi nekrosis.- bila terlalu pendek, mudah lepas dan masuk ke subkutis.- Bila terlalu panjang ujungnya akan menggeser dinding trakea sehingga merangsang timbulnya jaringan granulasi dan stenosis.

  • Perawatan pasca trakeotomi

    - sekret sering dibersihkan dengan penghisap, setiap 15 menit.- kanul dalam dibersihkan sedikitnya sekali sehari; sedang kanul luar dapat 2-3 hari sekali. - kain alas kanul harus diganti bila basah agar tidak terjadi dermatitis.- dekanulasi dilakukan bertahap, mula-mula ditutup

    bagian, bila tak ada keluhan tutup bagian, seterusnya bagian dan akhirnya ditutp seluruhnya, setelah itu baru kanul dilepas. -Komplikasi trakeotomi:

    - pendarahan, terutama dari a. tiroidea yang terpotong.- infeksi perikondritis rawan titoid, pneumoni.- jaringan granulasi.- stenosis trakea atau larings.- fistula trakeoesofagus.- emfisema subkutis dan mediastinum.- pneumotoraks.

    HEMOPTISIS MASIF

    Ialah batuk yang disertai dengan perdarahan lebih dari 600 ml dalam waktu 24 jam (Cook). Klasifikasi perdarahan (Pursel) :

    + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis darah dalam spuktum. + + : batuk dengan perdarahan 1 30 ml. + + + : batuk dengan perdarahan 30 150 ml.+ + + + : batuk dengan perdarahan > 150 ml.

    Penting dibedakan antara hemoptisis dengan aspirasi perdarahan dari saluran cerna (hematemesis) yang dibatukkan:Biasanya disebabkan oleh tbc paru, bronkiektasis, abses paru atau neoplasma yang secara kasar dapat diduga dari sifat perdarahan:

    - bila terdapat garis-garis perdarahan pada spuktum, biasanya disebabkan bronkitis akut atau pneumoni.- bila terdapat perdarahan ringan terus-menerus biasanya disebabkan neoplasma endobronkial.- bila perdarahan terjadi dalam jumlah besar biasanya disebabkan infark paru, kavitas atau bronkiektasis.

    Penderita dapat meninggal karena:

    - asfikasi akibat sumbatan jalan napas oleh bekuan darah.- syok akibat perdarahan hebat.

    PENATALAKSANAAN

    A. Konservatif.1. Istirahat baring dengan kepala lebih rendah dan miring ke sisi sakit.2. Membersihkan jalan napas dari bekuan darah; bila perlu berikan oksigen intermiten.3. Pasang infus cairan; bila perlu lakukan transfusi darah.4. Hindarkan batuk keras dengan memberikan:- sedatif: - fenobarbital dengan dosis maksimum 250 mg/pemberian, im; atau- diazepam 10 20 mg iv/im.

  • Antitusif: - kodein 10 20 mg peroral.

    5. Obat-obatan koagulan- vitamin K 10 mg iv.- Adona AC - 17 50 100 mg/3-4 jam iv. 6. Kantong es pada dada.

    Tindakan selanjutnya, bila mungkin:

    7. Menentukan asal perdarahan dengan foto Rontgen dan brokoskopi.8. Menentukan penyebab dan mengobatinya.

    B. Pembedahan.

    Pembedahan darurat dipikirkan bila ada indikasi sebagai berikut (Busroh)1. penderita batuk darah > 600 ml 24 jam dan dalam pengamatan tidak berhenti.2. penderita batuk darah antara 250-600 ml/24 darah masih berlangsung terus.3. penderita batuk darah antara 250-600 ml.24 jam dengan, kadar Hb > 10 g% tetapi selama 48 jam perawatan konservatif, batuk darah tidak berhenti.

    Sebelum pembedahan dilakuakan, sedapat mungkin diperiksa faal paru da dipastikan asae perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.

    STATUS ASMATIKUS

    PENDAHULUAN

    Status asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberi perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan medik yang dapat beeakibat kematian, oleh karena itu:

    - Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan salurna napas. - Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperharikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran nafas, stres emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain).

    Gejala dan Tanda

    1. Penderita dalam keadaan sesak nafas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing (mengi); dapat disertai batuk dengan spuktum kental, sukar dikeluarkan.Pada pemeriksaan pemderia tampak gelisah, bernafas denganmenggunakan otot-otot tambahan, dengan tanda-tanda sianosis sentral, takikardi, pulsus paradoksus dan fase ekspirium memanjang yang disertai wheezing.2. Pemeriksaan laboratorium sputum dan darah terdapat eosinofili, khususnya pada asma alergik.

    PENATALAKSANAAN

    1. Bronkodilator. Tidak digunakan obat-obat bronkodilator secara oral, tetapi dipakai obat-obat bronkodilator secara inhalasi atau per enteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara par enteral sebab mekanisme kerja yang berlainan; d

  • emikian sebaiknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin secara oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obat bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor-B2 (orsiprenalin, salbutamol, terbutalin, isoetarin, fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif (adrenalin, efedrin, isoprenalin).- Obat-obat bronkodilator secara aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik untuk digunakan pada anak-anak ataupun pada dewasa dengan sesak napas yang berat. Mula-mula diberikan dua sedotan dari suatu metered aerosol devise (Alupent) metered aerosol). Jika pada penilaian sampai 10-15menit tidak menunjukkan perbaikan, dapat diulang tiap 2 jam. Jika pada penilaian sampai 10-15 menit tidak menunjukkan perbaikan, berikan aminofilin intravena.- Obat-obat bronkodilator simpatomitetik memberik efek samping takikardi. Penggunaan secara parenteral harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada orang dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1: 1000 secara subkutan sedangkan pada anak-anak diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg BB secara subkutan (1 mg per ml) yang dapat diulangi tiap 30 menit untuk 2-3 kali tergantung kebutuhan.- Pemberian aminofilin secara intravena dengan dosis awal 5,6 mg/kg BB, pada dewasa maupun anak-anak yang disuntikkan secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit. Selanjutnya sebagai dosis penunjang adalah 0,9 mg/kg BB/jam yang diberikan secara infus. Efek samping yang dapat timbul ialah darah tekanan darah turun, terutama bila pemberian tidak perlahan-lahan.

    2. Kortikosteroid. Jika pemberian obat-obat bronkoditator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan kortikosteroid.- 200mg hidrokortison (Solu Cortef) atau dengan dosis 3-4 mg/kg BB, diberikan secara intreavena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang tiap 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.3. Pemberian oksigen dapat melalui kanula hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban.

    Botol yang paling sederhana ialah botol I yang dapat dibuat dari bekas botol infus. Sebaiknya diisi cairan antiseptik (sublimat atau KmnO4 dan tutupnya ditembus oleh dua pipa; pipa yang panjang berhubungan dengan rongga pleura dan ujungnya harus terletak 3-5 cm dibawah permukaan cairan, ini penting diperhatikan bila dari rongga pleura mengalir cairan (darah) yang akan meninggikan permukaan cairan dalam botol; sedang pipa pendek dibiarkan berhubungan dengan udara luar. Tutup botol tak perlu kedap udara.Bila ternyata dengan botol I tekanan rongga pleura tak dapat menjadi negatif, misalya karena robekan pleura terlalu besar, harus dilakukan penghisapan terus menerus (continuous suction), untuk itu harus digunakan botol II atau rangkaian botol III.Bitol II mempunyai tiga pipa dan tutupnya harus kedap udara; pipa pertama dihubungkan kerongga pleura, sedang pipa ketiga kealat penghisap; pipa kedua berhubungan dengan udara luar, ujungnya berada kira-kira 10-15 cm dibawah permukaan cairan, gunanya agar penghisapan tak dapat melebihi -15 cm H2O.Rangkaian II lebih baik terutama bila rongga pleura masih mengeluarkan cairan sehingga jumlah pedarahan dapat lebih tepat diukur dan tak perlu setiap kali mengukur kedalaman pipa kedua. Bila penghisapan akan dihentikan, pipa yang menuju keala penghisap harus diklem.3 Bila tekanan rongga pleura telah negatif tetapi paru-paru tetap tidak mengembang, artinya terdapat sumbatan jalan nafas berikan mukolitik, agar penderita serig batuk

  • TRAUMATIC WET LUNGGejala & Tanda:

    - terutama terjadi setelah trauma tumpul- penderita mengeluh batuk-batuk, kadang-kadang disertai darah, nyeri dada, sesak nafas, tak ada demam- pada auskultasi ronki basah yang merata- penting untuk dibedakan dari bronkpneumoni karena gambaran klinik dan radiologik yang mirip.Penatalaksanaan:- istirahat baring- bebaskan jalan nafas dengan:- menganjurkan penderita sering-sering batuk- nyeri dihilangkan dengan anestesi blok saraf interkosal; sedatif ttidak dianjurkan karena menekan refleks batuk- isap lendir, bila perlu sampai ketrakea; penghisapan tetap dilakukan sekalipun penderita batuk-batuk karena justru pada saat itu lendir akan terdorong ke proksimal- bila perlu lakukan trakeostomi- obat-obatan: mukolotik dan bronkodilato, misal:- OBH 3 x 15-20 ml/hari atau- Bisolvon 3 x -2 tablet/hari

    PNEUMOMEDIASTINUMCurigai pneumomediastinum bila timbul efisema subkutis yang dimulai didaerah leher, apalagi bila disertai sesak nafas hebat dan syok. Radiologik tampak bayangan radiolusen dimediastinum dan sekitar jantung, atau retrosternal pada proyeksi lateral.Penatalaksanaan:- mediastinotomi:- sayatan sesuai dengan trrakeostomi, lalu dilanjutkan kedaerah mediastinum secara tumpul dengan jari menyusuri cincin trakea lalu dilakukan trakeostomi.- Bila disertai robekan esofagus dan/atau bronkus akan timbul pneumomediastinum yang progresif, dalam hal ini harus dilakukan toakotomi.TAMPONADE & LUKA JANTUNGDitandai oleh keadaan umum yang cepat memburuk disertai tekanan vena jagular meningkat, pekak jantung meluas, bunyi jantung terdengar jauh dan pulsus paradoksus.

    Bila perikardium ikut terobek, akan terjadi juga hemotoraks.Penatalaksanaan:- atasi syok- prikardiosentesis- posisi penderita setengah duduk (menyudut 35-400 dengan verrtikal)- jarum fungsi ditusukan didaerah paraxifoid kiri kearah bahu kiri- tindakan ini hanya bersifat sementara, harus disusul dengan torakotomi- torakotomi untuk memperbaiki robekan perikardium dan/atau dinding jantung.

    KEDARURATAN SISTIM JANTUNG DAN PEMBULUH DARAHSyok Dengue shock syndrome Payah jantung akut Krisis hipertensi Infark jantung akutSYOK

    Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah kejaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak adapat dipulihkan lagi (syok ireversibel); oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan yang dapat disertai syok, gejala dini dan penanggulangannya.Secara klinik, syok dibagi atas dua golongan besar;A. Syok hipovolemik syok dengan volume plasma berkurang.

  • 1. kehilangan plasama keluar tubuh - perdarahan gasnotroenteritis, renal (diabetes melitus, diabetes insipidus), kulit (luka bakar, keringat berlebihan).2. kehilangan cairan didalam ruang tubuh patah tulang panggul atau iga, asites, ileus obstruktif, hemotoraaks, hemoperitoneum.B. Syok norvolemik syok dengan volume plasma normal1. Kardiogenik (koroner/non koroner) infark jantung, payah jantung artimi.2. Obstruksi aliran darah-emboli paru, tension pneumotorax, tamponade jantung, aneurisma aorta dissecans, intrakardiak (milksoma ball-valve thrombus)3. Neorogonik trauma/nyeri heba (dislokasi sendi panggul, diatasi serviks uteri yang terlampau cepat, tarikan pada funikulus spermatikus, kandung empedu atau kardia lambung), obat-obatan (anistetik barbiturat, fenotiazin), hipotensi ortostatik, lesi sumsum tulang4. lain-lain infeksi/spesis (syok septik), anafilaktik, kegagalan endokrin (miksedema, Addison), Anokasi.

    GEJALA & TANDASecara umum didapatkan gambaran kegagalan perfusi jaringan yang terjadi melalui salah satu mekanisme dibawah ini:1. Berkurangnya volume sirkulasi (syok hipovolemik).2. kegagalan daya pompa jantung (syok kardiogenik)3. Perubahan resistensi pembuluh darah perifer.- penurunan tonus vasomotor (syok anfilaktik, neurogenik dan kegagalan endokrin) atau peninggalan resistensi (syok septik, obstruksi aliran darah)1. sistem jantung dan pembuluh darah:- hipotensi, sitolik < 90 mm Hg atau turun 30 mHg dari semula.- Tatikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba- Penurunan aliran darah koroner- Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisian kapiler yang lambat.2. sistim saluran nafas:- hiperventilasi akibat anoksi jaringan, penurunan venous serta peninggian physiological dead space dalam paru3. Sistim saraaaaf pusat:- akibat hipoksi terjadi peninggian permeabilitas kapiler yang menyebabkan edema serebri dengan gejala penurunan kesadaran4. Sistim sauran kemih:- oliguri (diuresis

  • - Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh perdarahan, dapat diberikan cairan:- Plasma: Plasmanate- Plasma ekspander: Plasmafusin (maksimum 20 ml/kgBB), Dextran 70. (maksimum 15 ml/kgBB), Periston, Subtosan, Hemacell plasma expander dalam jumlah besar dapat mengganggu mekanisme pembentukan darah- Cairan lain: Ringer laktat, NaCl 0,9 %. Harus dikombinasi dengan cairan lain kaena cepat keluar keruang ekstravakuler - Untuk memperoleh hasil yang optimal, letakkan botol infus setinggi mungkin dan gunakan jarum yang besar; bila perlu gunakan beberapa vena seksi.- Pengawasan yang perlu

    II. TRAUMA SUMSUM TULANG BELAKANG DAN TULANG BELAKANG

    1. KOMOSIO SUMSUM TULANG BELAKANG

    Keadaan ini jaranga terjadi.Gejala yang timbul ialah kelumpuhan sementara dari angota gerak.

    2. KONTUSIO SUMSUM TULANG BELAKANG

    Keadaan ini biasanya menyertai fraktur tulang belakang. Gejala-gejala yang timbul biasanya merupakan gangguan motorik, sensibilitas, miksi dan defekasi. Harus diingat segi perawatan khusus terhadap penderita paraplegi atau tetraplegi.

    3. FRAKTUR DAN DISLOKASI TULANG BELAKANG

    A. DAERAH SERVIKAL Trauma di daerah servikal biasanya merupakan trauma ekstensi-fleksi yaitu keadaan dimana kepala tiba-tiba bergerak ke belakang, kemudian fleksi ke depan ataupun sebaliknya (whiplash injury)

    GEJALA & TANDA Timbul rasa nyeri di daerah tengkuk. Dapat disertai tetraplegi, yaitu kelumpuhan keempat anggota gerak. Foto Ro daerah servikal dibuat antero-posterior dan lateral, foto lateral untuk melihat adanya kompresi korvus vrtebra.

    PENATALAKSANAAN - Pada saat mengangkat atau memindahkan penderita, diusahakan agar tidak banyak dilakukan gerakan, sebab dapat memperberat trauma pada sumsum tulang belakang. Usahakan supaya kepala tidak berputar dan dipertahankan dalam posisi lurus terhadap tulang belakang atau lebih baik penderita dibaringkan telungkup di usungan. Penderita dibaringkan pada alas yang datardan keras. Hal serupa dilakukan pula saat dibuat foto Ro.- Terhadap fraktur yang tidak memerlukan reposisi, dipasang gipskraag atau kapur tahu untuk fiksasi.Terhadap fraktur yang perlu reposisi, dilakukan traksi pada kepala mulai dengan beban 5 kg bila lesi pada atas, dan selanjutnya untuk tiap lesi di korpus vertebra di bawahnya diberi tambahan beban 2 kg.- Pengobatan untuk mengurangi edem dengan menggunakan kortikosteroid.B. DAERAH TORAKAL

    Fraktur di daerah torakal biasanya terjadi dalam sikap penderita membungkuk ke depan sehingga bagian ventral korvus vertebra remuk akibat tergencet oleh korvus vertebra di atas dan di bawahnya.

  • GEJALA & TANDA Dapat timbul paraplegia, yaitu kelumpuhan kedua tungkai.

    PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan istirahat di tempat tidur dalam sikap hiperektensi selama 8 minggu.

    C. DAERAH LUMBOSAKRAL Fraktur didaerah lumbosakral biasanya terjadai akibat jatuh dari tempat yang tinggi.

    GEJALA & TANDA Pada kerusakan cauda equina dijumpai gejala-gejala kerusakan saraf spinal segmen lumbal I ke bawah. Gangguan motorik berupa kelumpuhan perifer satu atau kedua tungkai. Gangguan sensorik berupa daerah hipestesi atau anestesi sesuai dengan distribusi saraf yang terganggu. Gejala-gejala pada tungkai biasanya tidak setangkup. Pada kerusakan konus medularis dijumpai gejala-gejala kerusakan segmen sakral ke bawah. Timbul vesica urinaria otonom (autonomic bladder) yaitu keadaan dimana urin menetes keluar tetapi tidak dapat keluar secara keseluruhan. Juga terdapat anestesi di daerah sekitar anus dan paha bagian dalam, mungkin pula terdapat gangguan ereksi penis.

    PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan berbaring lurus di tempat tidur yang datar. Jika terdapat fraktur di daerah lumbal dipasang korset gips.

    BAB 5Kedaruratan Sistim Saluran Cerna

    Hematemesis dan melena. Gastroenteritis dehidrasi. Akut Abdomen. Trauma perut.

    HEMATEMESIS DAN MELENA

    Hemetemesis dan melena disebabkan oleh pendarahan saluran cerna yang dapat bersifat nyata atau tersembunyi (occult) yang berlangsung lambat dalam waktu yang lama. Perdarahan nyata umumnya terjadi mendadak dan dapat menimbulkan keadaan yang gawat.

    GEJALA DAN TANDA Gambaran kliniknya berbeda-beda, tergantung pada:- letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus.- kecepatan dan jumlah perdarahan.- penyakit penyebab perdarahan.

  • - keadaan penderita sebelum perdarahan.

    Hematemesis ialah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi asam.

    Melena ialah feses berwarna hitam seperti er karena bercampur darah; umumnya terjadai akibat perdarahan saluran cerna bagian atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasnaya disertai hematemesis.

    Melena tanpa hematemesis terjadi pada perdarahan jejunum/ileum asalkan perjalananya dalam usus lambat. Biasanya melena berlangsung 1-3 hari, lalu berangsur normal meskipun darah samar mungkin menetap sampai 3-8 hari (perdarahan < 50 ml, diketahui dengan tes benzidin).

    Hematokezia ialah keluarnya darah segar dari anus, umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah. Dapat juga disebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas yang besar dan cepat disalurkan melalui usus. Gejala lain:- tergantung banyaknya perdarahan dan usia penderita, dapat timbul gejala presyok/syok (lihak bab syok hipovolemik).- dengan ringan antara 38-390 C.- mungkin ada rasa nyeri; pada ulkus peptikum rasa nyeri yang ada bahkan menghilang karena darah dalam lambung/usus menetralkan asam lambung.- hiperperistaltik akibat rangsangan darah dalam usus.- gejala lain sesuai dengan penyebab.- laboratorik:- penurunan Hb dan Ht tampak setelah beberapa jam.- lekositosis dan tombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan.- peninggian kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus; pada sirosis hepatis, yang meningkat ialah kadar amoniak darah dan dapat mencetuskan koma hepatik. Catatan: feses berwarna hitam dapat disebabkan oleh preparat besi, bismut, charcoal(Norit), sedang warna merah/ungu oleh bit atau preparat bromsulftalein intravena. Untuk membedakannya, lakukan tes benzidin.

    PENATALAKSANAAN:

    Perhatikan beberapa hal penting di bawah ini:- keadaan umum penderita, kesadaran dan tanda-tanda vital.- apakah masih ada perdarahan, dan banyaknya.- perkiraan jumlah darah yang keluar dengan melihat keadaan klinik penderita dan anamnesis tentang lama, sifat, jumlah dan frekuensi perdarahan.- singkirkan kemungkinan sumber perdarahan dari luar saluran cerna (epistaksis, hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi dan lain-lain).- Lakukan rectal toucher secaa rutin.

    Pengobatan konservatif:

    1. Pemasangan sonde karet lunak ke dalam lambung untuk aspirasi darah dan bilas lambung dengan air es; juga untuk pemberian obat-obatan per oral. 2. Pemasangan CVP (Central Venous Preassure)3. Tindakan mengatasi perdarahan dan mencegah perdarahan ulang:a. koagulan lokal diberikan topikal/oral: Thrombase 500 bubuk/dilarutkan 3 6 kali/hari, atau Topostasin 3 6 bungkus/hari (dilarukan).

  • b. Koagulan parenteral; salah satu dari preparat di bawah ini: Adona AC-17 3 4 x 100 mg/hari iv. Anaroxy1 2 x 5 10 mg/hari im/iv. Coagulen 3 4 x 10 20 ml/hari im iv. Coagumin 3 - 4 x 20 ml/hari im/iv. Hesna 3 x 2 ml/hari sk/im/iv. Thrombase 100 3 x 100 U/hari im/iv perlahan-lahan.c. Vitamin K 10 20 mg/hari im/iv.d. Vitamin B kompleks dengan asam folat.e. Jika perdarahan masih berlangsung, berikan infus pitresin 20 U dalam 200 ml glukosa 5 % selama 20 menit agar terjadi vasokonstriksi daerah splanknik. Dapat diulang tiap 4 jam meskipun efeknya akan makin berkurang. Tidak dapat diberikan pada penderita insufisiensi koroner. f. Pada perdarahan akibat pecahnya varises esofagus dapat dicoba pemasangan balon modisikasi (kondom) dalam esofagus, lalu ditiup agar menekan dinding esofagus. g. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas dapat ditambahkan:- menelan potongan es dan meletakkan balok es di atas perut.- Selama ada perdarahan sedang/banyak, hentikan makanan peroral, bila telah berkurang dapat diberikan makanan cair tidak merangsang. 4. Transfusi daraha: Diberikan bila Hb < 10 g% dan Ht < 30%; sedapat mungkin dalam bentuk darah segar yang masih mengandung faktor pembekuan. Jika perdarahan telah berhenti > 24 jam diberikan packed cell. Jumlah darah yang diberikan ialah 1

    kali jumlah taksiran perdarahan, kecuali pada kasus hipertensi portal (cukup 2/3 kalinya) karena peninggian tekanan darah di daerah portal dapat menimbulkan perdarahan ulang. 5. Perhatian khusus terhadap: a. Ensefalopati; cegah dengan:- mempertahanka keseimbangan cairan dan elektrolit.- pemberian glukosa.- pemberian neomisin 2 4 x 15 ml/hari per oral.- pemberian Duphalac 3 x 15 ml/hari pe oral.- diet rendah protein.- klisma tiap hari selama ada perdarahan. b. Infeksi sekunder; atasi dengan antibiotik spektrum luas c. Asites; cegah dengan:- diuretik, misalnya furosemid (Lasix ) 1 3 x 40 mg/hari.- suplementasi kalium, misalnya KCI 1 3 x 500 mg/hari.- diet rendah garam.

    II. Pembedahan

    Pembedahan darurat dipikirkan bila pengobatan konservatif dianggap gagal; yaitu bila:

    1. Dalam 8 jam pertama, untuk memperbaiki dan mempertahankan tekanan darah/sirkulasi diperlukan transfusi darah lebih dari 2 liter.2. Dalam 24 jam berikutnya untuk mempertahankan sirkulasi diperlukan tranfusi darah lebih dari 2 liter.3. Perdarahan belum juga berhenti setelah 3 x 24 jam sejak dirawat, walaupun hanya sedikit-sedikit. Indikasi pertama ialah yang paling mutlak, pembedahan tetap dijalankan meskipun penderita dalam keadaan koma.

    Pada perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, sementara menunggu persiapan pembedahan/transportasi, dapat dicoba pemasangan balon modifikasi atau (bila ada) pipa Sengstaken-Blakemore. Pipa ini dimasukkan melalui hidung ke dalam lambung; sebelumnya penderita dapat diberi petidin 15 20 mg im/iv. Setelah mencapai lambung, dipompokan udara

  • melalui dua lumen yang masing-masing berhubungan dengan balon retensi dalam lambung dan sebuah balon silindrik yang berfungsi menekan dinding esofagus. Lumen ketiga berfungsi untuk aspirasi isi lambung atau memasukkan obat-obatan. Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan ulang, erosi esofagus, sumbatan jalan napas dan aspirasi.

    Pembedahan darurat yang dapat dilakukan:1. Transksi esofagus atau reseksi lambung dengan/tanpa alat anastomosis Boerema.2. Shunt porto-kaval atau spleno-renal.

    GASTROENTERITIS DEHIDRASI

    Kasus gastroenteritis yang pada umumnya memberi gejala diare dan muntah dapat berakibat lanjut akibat pengeluaran cairan dan elektrolit dalam jumlah banyak, yaitu:

    1. Syok hipovolemik.2. Kekurangan elektrolit.3. Kegagalan ginjal mendadak (tipe prerenal).4. Asidosis metabolik, karena:a. Pengeluaran ion bikarbonat dalam jumlah besar.b. Akibat kegagalan gunjal mendadak.c. Pembakaran energi secara anerobik pada saat terjadi syok.

    Untuk diagnosa dan penatalaksanaannya, dibedakan atas kasus anak dan dewasa.

    I. GASTROEIN PADA DEWASA

    GEJALA DAN TANDA:

    Secara klinis dibedakan dalam dua bentuk:

    1. Gastroenteritis Chleriform Penyebabnya antara lain ialah Vibrio Parachemolitica, Vibrio Eltor, E.Coli, Clostridia, keracunan makanan. Bentuk ini tersering mengakibatkan dehidrasi. Gejala utama ialah diare dan muntah. Diare yang terjadi tanpa mules tanpa tunesmus dan tidak mual. Bentuk tinja seperti air cucian beras (rice mater stool).2. Gastroenteritis disentriform. Penyebabnya antara lain ialah Entamoeba Histolytica, Shigella, Salmonella. Bentuk ini jarang mengakibatkan dehidrasi. Gejala yang timbul ialah kolik, diare, tenesmus, kotoran mengandung darah dan lendir, yang semuanya disebut sindrom disentri.

    PENATALAKSANAAN

    Prinsip penatalaksanaan ialah:

    a. Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi syok.b. Mengganti elektrolit yang hilang.c. Mengenal dan mengatasi komplikasi yang terjadi.d. Memberantas penyebabnya.

    Urutan tindakan adalah:

    1. Menentukan nilai untuk menghitung jumlah cairan yang dibutuhkan.2. Pemberian cairan dan elektrolit. Cairan diberikan sebanyak: nilai x berat badan x 0,1 x 1 liter

  • 15yang diberikan dalam waktu 2 jam. 2 jam berikutnya diberikan cairan sebanyak pengeluaran cairan 2 jam pertama (dihitung dengan menggunakan cholera pot); demikian selanjutnya tiap 2 jam dihitung cairan yang keluar. Pemberian cairan harus lebih berhati-hati pada malnutrisi, penderita gemuk, anemia dan kelainan jantung.Cara pemberian cairan ialah:a. Per oral Diberikan bila nilai kurang dari 3. Untuk menghindari muntah, maka kadar kalium harus rendah, misalnya dengan menggunakan cairan C. O. S. (Cholera Oral Solution)b. Per infus (I. V. F. D.).Dapat diberikan bersama-sama dengan cairan per oral sehingga mengurangi kebutuhan cairan per infus. Bila terjadi syok atau penurunan kesadaran, cairan per oral tidak diberikan. Cairan per infus yang digunakan ialah Ringers Lactate atau larutan NaC1 0,9%: Na-bikar-bonat 1,5% = 2 : 1, ditambah dengan pulvus KCI 3 x 1 gram secara oral. Bila terjadi oligru atau anuri, pemberian kalium harus hati-hati. 3. Mengatasi komplikasi bila ada (lihat bab penatalaksanaan kegagalan ginjal akut).4. Terapi kausal Pada gastroenteritis choleriform, diberi tetrasik-lin-HC1 4 x 500 mg/hari selama 3 hari. Pada gastroenteritis disentriform, dibedakan:a. Yang disebabkan Entamoeba hystolitica1. Metronidazole (Flagy1)), 3 x 500 mg/hari selama 5 hari, atau 2. Tinidazole (Flasigyn), 2g/hari, diminum sekaligus, selama 3 hari, atau3. Emetine Bismuth lodide (E.B.I), 2 gram dalam 10 hari. Dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,05 gram sehari selama 2 hari, kemudian 0,1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 0,2 gram sehari.4. Tetrasiklin, 4 x 250 mg/hari selama 10 hari. Sering residif, sehingga perlu dikombinasi dengan obat-obat lain. b. Yang disebabkan Shigella, Salmonella diberikan ampisilin 100 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 4 dosis, selama 5 7 hari.

    II. GASTRONTERITIS PADA ANAK

    GEJALA & TANDA

    Gejala utama ialah timbulnya diare, sedangkan gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit maka gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi ini dibagi menurut banyaknya cairan yang hilang, menjadi:1. Dehidrasi ringan, jika kehilangan cairan 0 5% atau rata-rata 25 ml/kgBB.2. Dehidrasi sedang, jika kehilangan cairan 5 10% atau rata-rata 75 ml/kgBB.3. Dehidrasi berat, jika kehilangan cairan 10 15% atau rata-rata 125 ml/kgBB.

    PENATALAKSANAAN1. Mengatasi dehidrasi.A. Dehidrasi ringan atau sedang.Diberi garam oralit 2 5 gelas/hari selama 2 3 hari. ASI tetap diberikan. Sebaiknya pemberian oralit dengan sendok, tidak dengan botol, sebab dot pada botol dapat merangsang tenggorok sehingga menimbulkan muntah. Adanya muntah tidak merupakan kontra indikasi bagi pemberian oralit; dalam keadaan ini, pemberian sedikit-sedikit tapi sering dan bila muntah tidak dapat diatasi diberikan obat anti muntah. Secara sederhana dan praktis, garam oralit dapat dibuat dengan cara: kedal

  • am 1 liter air steril dicampurkan sendok teh peres NaC1,

    sendok teh peres KC1, sendok teh peres Natrium-bikarbonat dan 2 sendok makan peres glukosa.B. Dehidrasi berat.1. Neonatus: Cairan yang diberikan ialah cairan 4 : 1 (cairan glukosa 5 10%: natrium bikarbonat = 4 : 1). Jumlah kebutuhan cairan dalam 24 jam adalah 250 x BB (dalam cc), misalnya sama dengan x cc 4 jam pertama diberikan

    bagian dengan jumlah tetesan X/48 tetes/menit. 20 jam berikutnya sisa cairan dibagi rata, dengan jumlah tetesan X/80 tetes/menit.2. Bayi (bukan neonatus) 4 jam pertama diberikan cairan 3A dengan jumlah tetesan 6 x BB tetes/menit. 4 jam kedua diberikan cairan 3A dengan jumlah tetesan 3 x BB tetes/menit. 16 jam berikutnya diberikan cairan DG (Darrow-Glucose) dengan jumlah tetesan 3 x BB tetes/menit. Jumlah cairan sehari maksimal 1500 cc, jadi tetesan maksimal pada 4 jam pertama adalah 40 tetes/menit selanjutnya 16 tetes/menit. 3. Neonatus BBLR (berat badan lahir rendah).

    Cairan yang diberikan ialah cairan 4 : 1 Jumlah kebutuhan cairan dalam 24 jam ialah 250 x BB (dalam cc), misalnya

    sama dengan Y cc dengan jumlah tetesan Y/72 tetes/menit.4. P.C.M

    Cairan yang diberikan ialah cairan halfstrength DG (DG 1 : 1). Jumlah cairan yang diberikan ialah dari yang diperhitungkan. Misalnya berat badan 4 kg maka jumlah tetesan pada 4 jam pertama ialah x (6 x 4) tetes/menit dan 20 jam berikutnya ialah x (3 x 4) tetes/menit.Pada dehidrasi berulang yaitu bila anak sudah refeeding jatuh dalam dehidrasi kembali, maka pada dehidrasi ringan dan sedang diusahakan memperbanyak intake dengan G.O.S. sedangkan pada dehidrasi berat maka mulai lagi seperti prinsip di atas. Pada dugaan terhadap Cholera (dengan gejala buang air besar seperti air cucian beras presyok atau syok) dilakukan cara/sistem ROSE, yaitu pemberian cairan Ringers Lactate pada 1 jam pertama jumlah tetesan adalah 10 x BB tetes/menit dan 7 jam berikutnya adalah 3 x BB tetes/menit. Bila setelah 1 jam sudah teratasi, teruskan sampai 1 jam; bila setelah 1 jam belum teratasi, teruskan sampai teratasi. Berikan oksitetrasiklin 30 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Tidak perlu refeeding.

    2. Antibiotika Bila penyebab panas belum dibuktikan/ditemukan, maka pemberian antibiotika adalah sebagai berikut:a. Diatas umur neonatus:Suhu sampai 38,50 C : tidak diberikan antibiotika.38,50 C - 39,50 C prokain-penisilin 50.000 U/kg BB/hari39,50 C - 400 C prokain-penisilin dan kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis.lebih dari 400 C ampisilin 100mg/kg BB/hari, dibagi dalam 4 dosis dan gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 dosis. b. Neonatus/BBLR pemberian antibiotika harus agresif, diberi ampisilin dan gentamisin. 3. Koreksi asidosis metaboliks. Koreksi asidosis dilakukan bila terdapat gejala pernafasan Kusmaull atau secara pasti ditentukan dengan Astrup yaitu kadar HCO3 kurang dari 18 m Eq/liter. Pemberian Na-bikarbonat adalah 0,3 x BB x base excess mEq/liter yang diberikan separuh dahulu sedangkan sisanya diberikan kemudian bila masih diperlukan. Perhitungan pemberian larutan Na-bikarbonat:

  • Misalnya larutan Na-bikarbonat yang digunakan adalah 7% (Meylon), maka pemberian adalah

    8,40,3 x BB x BE x 7 ml2 Untuk larutan Na-bikarbonat 8,4%, 1 ml = 1 mEq.

    4. Koreksi elektrolit Biasanya sudah teratasi dengan pemberian cairan 3 A dan Darrow Glucose. Namun demikian bila terjadi hipokalemi (dengan gejala kembung) dapat diberikan 2 4 mEq/kg BB/24 jam atau diberi KC1 per oral 75 mg/kg BB/hari. Bila timbul kembung, anamnesa harus teliti sebab kembung yang terjadi sebelum diare dicurigai adanya gejala-gejala ileus paralitik, ileus obstruksi atau anvaginasi.

    5. Refeeding Setelah dehidrasi (tak perlu menunggu 24 jam) dapat dimulai refeeding; umumnya ialah: hari pertama : LLM 1/3 + GOS 2/3 Jumlah cairan = BB x 200cc/hari (maksimal 1500cc) diberikan 6 7 kali hari kedua : LLM 2/3 + GOS 1/3 jumlah cairan dan pemberian seperti pada hari pertama.6. Penyulit-penyulit yang mungkin terjadai: kejang, sepsis, bronkopneumonia, ensefalitis.

    AKUT ABDOMEN

    Adalah keadaan dalam rongga abdomen yang memerlukan tindakan segera.

    ETIOLOGI

    1. Proses peradangan dalam rongga perut, yang dibedakan atas:a. peradangan non perforatif, biasanya dapat ditunggu. Mis: - Pankreatitis akuta - Enteritis regional - Peritonitas primer - Infark ginjal akut. b. Peradangan perforatif, biasa segera dilakukan eksplorasi.Mis: - Apendisitas akuta - Kholesistitis akuta - Tifus abdominalis dengan perforasi - Strangulasi dan nekrosis usus - Peradangan yang disebabkan benda asing2. Obstruksi Traktus Gastro Intestinalis yang dibedakan atas:a. Obstruksi mekanis, oleh karena:- Penyempitan lumen, mis. Pada atresia duodeni- Obstruksi usus yang disebabkan perlekatan-perlekatan/lilitan yang menjerat.- Hernia (interna/eksterna).- Volvulus.- Instususepsi (invaginasi)- dan lain-ain. b. Obstruksi karena gangguan persyarafan: - ileus paralitika - iles spastika b. Obstruksi karena gangguan peredaran darah, misalnya trombosis atau embol

  • i.3. Perdarahan di dalam rongga perut. Mis: - Kehamilan ektopik perut. - Ruptura aneurisma aorta. - Ruptura lima. - Perdarahan Traktus Gastro Intestinalis.4. Trauma, yang dibedakan atas:a. Trauma tajam b. Trauma tumpul.

    Hal-hal yang diperhatikan

    1. Usia: Anak-anak dan penderita usia lanjut lebih memerlukan perhatian oleh karena daya tahan, anatomis dan vaskularisasi yang kurang baik dibandingkan dengan penderita dewasa.2. Waktu: Tidak semua penderita memerlukan tindakan pembedahan segera. Bahkan ada pula yang tidak memerlukan tindakan operatif, bila keadaan akutnya dapat diatasi (setelah observasi, biasanya selama 6 jam).3. Pemberian obat sebelumnya. Terutama obat-obat analgetik-antipiretik, antibiotik dan kortikosteroid oleh karena obat-obat ini dapat menghilangkan gejala akut abdomen sehingga diagnosis sudah ditegakkan.

    GEJALA & TANDA

    a. Anamnesa:1. Nyeri abdomen. Perhatikan onset: sifat progesivitas dan lokalisasi nyeri. Bila timbul tiba-tiba, sedangkan sebelumnya penderita tenang, biasanya disebabkan perdarahan.Bila timbulnya nyeri cepat kemudian memberat secara menetap, pikirkan pankreatitis akuta, trombosis mesenterika dan strangulasi usus. Nyeri yang timbul perlahan-lahan karakteristik untuk proses peradangan, mis. Apendisitis dan divertikulitis. Sedangkan nyeri yang hilang timbul, intermiten dan seperti diremas-remas biasanya akibat obstruksi mekanis. 2. Anoreksia, nausea dan vomitus3. Diare/konstipasi:Diare biasa menyertai apendisitisKonstipasi dan keluhan tak dapat flatus biasa pada obstruksi4. Demam.b. Pemeriksaan fisik:1. Inspeksi: kesadaran penderita, kegelisahan, kesakitan, posisi terbaring. 2. Palpasi: cari nyeri tekan, nyeri lepas, defansmuskuler, nyeri kontralateral. Juga perhatikan daerah inguinal dan femoral. 3. Perkusi: nyeri ketok, dan usahakan mencari cairan/udara bebas, pekak hati yang meninggi atau letak organ-organ yang tidak pada tempatnya. 4. Auskultasi: perhatikan perubahan suara bising usus. c. Rectal toucher, vaginal toucher.d. Laboratorium: darah: hemoglobin, lekosit hitung jenis lekosit hematokrit urin: anuria, hematuria (mikroskopik/makroskopik), lekosit, dan sedimen.e. Radiologis.

    A. APENDESITISAdalah peradangan dari Apendiks vermikularis saeki.Gejala & Tanda:a. Anamnesa:- nyeri perut yang dimulai di epigastrium dan sekitar umbilikus, kemudian

  • berpindah dan menetap di kwadran kanan bawah. - anoreksia, nausea dan vomitus- demam yang tidak begitu tinggi- diare atau obstipasi (tak spesifik)b. Pmeriksaan fisik:- sikap jalan agak terbongkok, fleksi sendi panggul kanan dan agak tertinggal pada pernafasan.- nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri ketok dan defans muskuler pada daerah Mc Burney, yang bertambah dengan peninggian tekanan intraabdominal (batuk, dsb).- bising usus sedikit meninggi di daerah Mc Burney.

    Pada anak-anak:* pemeriksaan dimulai dari bagian yang tidak sakit.* test nyeri lepas tidak perlu dilakukan.* cari fokus infeksi di tampat lain (tonsil, gigi, dll).

    c. rectal toucher: nyeri tekan sekitar 11. Cari kemungkinan cairan di cavum Douglasi Suhu rektal yang bedanya lebih 10 C dengan suhu aksila akan memperkuat diagnosis.

    d. Laboratorium: darah: lekositosis dengan pergeseran ke kiri urin: mungkin terdapat sedimen lekosit

    e. Radiologis: tidak khas, mungkin ada perkapuran atau udara bebas bila sudah terjadi perforasi.

    Perjalanan peyakit:

    1. Pada orang dewasa

    perforasi absesakut infitrat ekstraserbasi akut sembuh kronik/sembuh

    2. Pada anak-anak: karena omentum masih pendek, infiltrat jarang terjadi (infiltrat apendiks ialah tonjolan mesapendiks, usus dan omentum yang membungkus apendiks yang meradang).Jaringan apendiks masih halus dan bila terjadi trombus gangren perforasi yang tak terbungkus menyebar abses yang mudah pecah peritonitas difusa.

    Penatalaksanaan:

    1. Fase akut: apendektomi (operasi a chaud)2. Perforasi : apendektomi3. Infiltrat: konservatif:- istirahat baring dalam Posisi Fowler- antibiotik, terutama untuk bakteri Gram (-) mis kloramfenikol.- observasi:* fungsi vital, terutama suhu* ukuran/luas infiltrat* fluktuasi, perluasan peritonitis* laju endap darah (2 x seminggu)

  • * hitung lekosit Proses dianggap reda bila pada pemeriksaan 3 x berturut-turut LED dan hitung lekosit tak meninggi, infiltrat tak teraba.- apendektomi dilakukan 2 3 bulan kemudian (operasi afroid)

    Pada anak-anak, pengawasan lebih teliti. Bila ragu-ragu, lakukan observasi selama 6 jam dan bila masih ragu-ragu, lakukan operasi a chaud.Pada anak-anak di bawah 7 tahun, fase infiltrat juga langsung apendektomi, karena pembungkusnya belum kuat. 4. Abses: kecurigaan abses, bilamana: - suhu naik-turun/berfluktuasi pada kurvanya. - laju endap datah tetap tinggi. - tanda-tanda fluktuasi lokal atau peritonitas Sikap: drainase Operasi dilakukan setelah proses tenang5. Eksaserbasi akut: apendektomi6. Kronis: operasi afroid (2 3 bulan kemudian).

    Teknik apendektomi:

    - Penderita terlentang dalam narkose- Tindakan a dan antisepsis di daerah operasi dan sekitarnya.- Insisi di daerah Mc Burney sepanjang 3 5 cm, dengan sayatan tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS umbilikus. Pada wanita muda/child bearing period, insisi dapat sejajar lig. Inguinale atau paramedian/pararektal (2 3 jari di kanan garis tengah sepanjang 3 5 cm).- Kulit dan subkutis/lapisan lemak diregang dengan hak tajam atau dibuka secara tajam, perdarahan dirawat. - Fasia otot Obligus Abdominalis Eksternus dicari secara tumpul kemudian dibuka secara tajam sesuai arah serat-serat otot (kraniolateral ke mediokaudal)- Otot Obligus Abdominalis Internus dibuka secara tumpul dengan gunting repair sesuai arah serabut otot (laterokaudal ke kraniomdial), pasang hak tumpul. - Otot Transversus Abdominalis dibuka secara tumpul - Peritoneum diangkat dan dijepit memakai pinset supaya terangkat dari usus, kemudian digunting dan diperlebar.- Saekum dicari (petunjuk taenia), diluksir dan dipegang dengan kasa yang sudah dibasahi dengan NaCi fisiologis fisiologis hangat, apendiks dicari.- Apendektomi: Masapendiks dibebaskan, diklem. Kemudian dipotong dan dijahit (jahitan onticking, memakai benang seyde), Pasang jahitan (jahitan onsticking, memakai benang seyde sekitar pangka apendiks. Klem diungkit ke atas, lalu dibuka. Diikat dengan benang seyde halus, eratkan. Apendiks dipotong dengan pisau.- Puntung apendiks diberi larutan jodium/betadin, jangan sekali-kali menyentuh jaringan sekitar. Kemudian dibenamkan dalam tabac sac memakai pinset. Diperkuat dengan Z suture.- Perdarahan dirawat, alat-alat yang sudah terinfeksi segera diamankan.- Luka operasi ditutup lapis demi lapis: * peritoneum: chromic cat gut * otot-otot: cat gut * fasia dan kulit: seyde- Bila tak ada komplikas, jahitan diangkat pada hari ke 6 7 - Pada penderita dengan perforasi, pasang drain: a. intraperitoneal: dengan tube b. subfasial: drain sarung tangan Rongga peritoneum dicuci lebih dulu dengan larutan NaCi fisiologis hangat.- apendiks retrosaekal/bila ada perlengketan Apendekstomi secara retrograd (jahitan tabac sac, kemudian dipotong dari basis).- Pada waktu eksplorasi: * perikssa kelenjar-kelenjar mesenterium

  • * bila ada divertikulum Mekeli: langsung diangkat pada wanita, periksa dinding pelvis lateral, tuba dan ovarium.

    B. KOLESISTITIS AKUTA.

    Adalah peradangan kantung empedu, kadang-kadang omentum dan usus melekat pada kantong empedu yang meradang.

    Predisposisi: 4 F (female, forty, fatty, flabby)

    Gejala dan Tanda

    a. Anamnesis- nyeri epigastrium/kwadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau skapula.- anoreksia, nausea (teutama bila makan berlemak), vomitus.- demam berulang- kolik bilier- riwayat pernah sakit kuning, sakit kantong empedu. b. Pemeriksaan fisik: nyeri tekan kwadran kanan atas, yang dapat disertai hipertensi, spasme, defans muskuler dan nyeri bertambah waktu inspirasi dalam.- Nyeri tekan kwadran kanan atas, yang dapat disertaihipertensi, spasme, defans muskuler dan nyeri bertambah waktu inspirasi dalam. - Tanda Murphy (+) (waktu inspirasi pemeriksan menekan pinggir kosta dan terasa sangat nyeri pada dada bagian bawah).- Kantong empedu jarang teraba, kecuali pada kasus-kasus dengan hidrops atau empiema kantong empedu.c. Laboratorium:- lekositosis (12.000 15.000).- masa protrombin memanjang- kadar amilase serum meninggid. Pemeriksaan tambahan:- Foto polos abdomen: cari batu kantong empedu.- Kolesistografi

    Diagnosa diferensial:

    1. ulkus peptikum akuta2. apendisitis akuta 3. gastroenteritis akuta4. hepatitis.

    Penatalaksanaan:

    a. Koservatif:- istirahat baring dalam posisi fowler- beri cairan parenteral bila muntah-muntah banyak- pengawasan nadi, suhu badan dan tekanan darah - palpasi untuk observasi pembesaran kantong empedu- antibiotik, mis. Tetrasiklin 1 2 gr/hr.- spasmolitik atau petidin 50 mg. bila terdapat sakit hebat b. Operasi: kolesistektomi bila trdapat batu atau perforasi. Perforasi sering pada usia lanjut atau penderita diabetes melitus.

    PANKREATITIS AKUTA

    Ialah kelainan pada pankreas yang dapat berupa edem, eksudat, perdarahan, supurasi atas nekrosis.

  • Gejala & Tanda

    a. Anamnesa: - nyeri abdomen hebat yang tiba-tiba dan merata di seluruh epigastrium, menyebar ke punggung.- bersendawa, nausea dan vomitus yang hebat, kadang-kadang sampai muntah fekulen. - kadang-kadang didapat peningkatan suhu badan.b. Pemeriksaan fisik: - tanda-tanda peritonitis abdomen atas: nyeri spontan/tekan, defans muskuler, ileus.- kadang-kadang terdapat ikterus.- setelah penyakit berjalan beberapa hari pada sebagian penderita dapat diraba suatu tumor.- syok dan dehidrasi bila penyakit berat. c. Laboratorium:- amilase serum meningkat dan kemudian menetap dalam 24 48 jam, dapat mencapai 3.000 4.000 Somogyi unit/100 cc. - lipase serum meningkat dan menetap beberapa hari- kalsium serum menurun - hematokrit meningkat d. Pemeriksaan tambahan:- foto polos abdomen, untuk menyingkirkan kemungkinan perforasi ulkus ventrikuli.Diagnosis diferensial:

    1. kolesistitis akuta 2. perforasi ulkus ventrikuli3. trombosis koroner4. trombosis mesenterium

    Komplikasi

    a. Acute tubular necrosis, bila syok lama.b. Komplikasi paru-paru; atelektasis ringan sampai kegagalan pernafasan, pleural effusion terutama hemitoraks kiri

    Penatalaksanaan:

    Konservatif:- istirahat baring, bila perlu diberi petidin 50 mg. - pengisapan isi lambung secara intermiten- perawatan terhadap syok dan dehidrasi- antibiotik untuk mencegah/mengobati infeksi- obat-obat antikolinergik, mis. Sulfas atropin 0.25 0.50 mg 3 x sehari atau anterenil 3 x 1 tablet sehari.

    Tindakan operatif dilakukan pada:

    - keadaan umum memburuk disertai obstruksi bilier- terjadi pseudokista dengan/tanpa infeksi (tanda prograsivitas).

    D. DIVERTIKULITIS.

    Dapat dibedakan atas:

    1. DIVERTIKULITIS MECKELL:

  • Mudah terjadi peradangan karena terdapat mukosa gaster ekropik yang memproduksi HC1 sehingga mudah mengiritasi.

    Gejala & Tanda:

    - sukar dibedakan dengan apendisitis akuta - sering terdapat riwayat intussusepsi - nyeri kwadran kanan bawah, tanda-tanda peritonitis lokal. lebih mudah terjadi perforasi dibandingkan apendisitis, dan kemungkinan menjadi tumor karsinoid. Penatalaksanaan: Reseksi, lokalisasi lebih kurang 60 cm. proksimal dari Vulvula ileosaekal.

    2. DIVERTIKULITIS KOLON: Merupakan peradangan paling sering pada usus besar, biasanya pada kolon sinistra atau sigmoid dan sering berbentuk mikroabses yang dapat menjadi ganas.

    Gejala & Tanda: a. Anamnesa:- nyeri abdomen kwadran kiri bawah.- kontsipasi karena pelekatan-perlekatan- diare akibat obstruksi parsial, iritasi lokal dan hipermotilitas.- melena. b. Pemeriksaan fisik:- deman - nyeri tekan kwadran kiri bawah - kadang-kadang teraba tumor (juga pada rectal toucher) c. Laboratorium: lekositosise. Pemeriksaan tambahan: barium enema dan sigmoidoskopi.Penatalaksanaan:

    - Reseksi, primer dan anastomosis - Bila besar, lakukan kolostomi pada kolon transversum - Beri antibiotika, mis. Neomisin 4 x 500 mg/hari.

    E. PERFORASI ULKUS PEPTIKUM:

    Ialah perforasi dari lambung atau duodenum pada tempat di mana terjadi ulkus.

    Gejala dan Tanda:- riwayat penyakit ulkus peptikum.- nyeri abdomen tiba-tiba seperti disayat di daerah episgastrium yang dapat menjalar ke bahu kanan.- defans muskuler.- pekak hati menhilang- perut kembung (meteorismus)- basis usus menghilang - foto polos abdomen: udara bebas di bawah diafragma

    Penatalaksanaan:- pasang sonde lambung - pasang infus cairan - antibiotik parenteral- operasi: laparotomi.

    PERFORASI PADA TIFUS ABDOMINALISIalah perforasi usus (biasanya ileum) pada plaque peyeri pada penderita demam tifoid.

  • Gejala dan tanda:- diketahui/diduga menderita penyakit tifus abdominalis.- muntah-muntah- nyeri abdomen, terutama kwadran kanan kebawah (fossa iliaka).- defans muskuler (+)- meteorisme- pekak hati menghilang - bising usus menghilang- facies abdominalis- suhu badan turun- nadi cepat, kecil - foto polos abdomen: udara bebas di bawah diafragma

    Penatalaksanaan:- pasang infus cairan (mis. NaC1 fifiologis dan dekstran)- antibiotik diberikan dalam dosis tinggi parenteral, mis. Kloramfenikol 4 x 1 gr/hari atau Ampislin 4 x 1 g/hari. - operasi: laparotomi eksplorasi.

    G. ILEUS OBSTRUKTIF (OBTRUKSI MEKANIS)

    Ialah jalan isi usus akibat obstruksi. Paling sering disebabkan oleh hernia. Juga intussusepsi, yaitu masuknya sebagian usus kedalam bagian usus yang lebih distal.

    Intususepsi yang paling sering dijumpai adalah ileo-saekal, yang banyak didapat pada bayi dan anak-anak. Pada orang dewasa intususepsi biasanya disertai kelainan patologis usus, misalnya polip, lipoma submukosa, hematoma submukosa, karsinoma atau inverted divertikulum Meckeli.

    Hal-hal yang penting: 1. Obstruksi dapat menyebabkan proses katabolik karena intake tidak adekuat.2. Obstruksi menyebabkan keluarnya cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dan rongga peritoneum sehingga timbul vomitus, ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan metabolisme.3. Obstruksi menyebabkan suplai darah ke arah distal tidak adekuat sehingga terjadi perforasi.Gejala dan Tanda:a. Anamnesa:- sakit perut hebat yang sifatnya hilang timbul.- Anoreksia, nausea dan vomitus. Pada ileus obstruksi tinggi, muntah lebih sering terjadi.- Tidak flatus dan tidak defekasi sejak beberapa hari. b. Pemeriksaan fisik.- Penderita kesakitan/gelisah, bahkan sampai dehidrasi atau syok.- Tampak contour usus dan gerak peristaltik usus (drum contour dan drum steifung). Pada anak-anak, palpasi abdomen bimanual akan teraba tumor berbentuk sosis yang terletak di perut kanan. Tumor mengeras pada periode kesakitan.- Rectal toucher: pada sarung tangan terdapat perdarahan beserta lendir, terutama pada anak-anak.- Bising usus meninggi terdengar sampai metallic sound

    c. Pemeriksaan radiologis:- foto polos abdomen, dalam posisi supine dan left lateral decubitus terlihat gambaran usus step lateral decubitus terlihat gambaran usus step ledder pattern dan air fluid level

  • Penatalaksanaan

    - Perbaiki keadaan umum dalam waktu singkat, disertai pemberian antibiotika dalam dosis tinggi.- Operasi: laparotomi eksplorasi.- Pada kasus intususepsi, dapat dicoba dahulu tindakan sebagai berikut:

    Masukkan Barium enema dan dikontrol dengan fluoroskopi sampai tampak pengisian kembali ileum dan pada palpasi sudah tak diraba lagi suatu benjolan. Bila gagal, segera lakukan laparotomi eksplorasi. TEKNIK LAPAROTOMI EKSPLORASI:

    - Pasien telentang dalam narkose.- Tindakan a dan antisepsis daerah abdemen dan sekitarnya.- Insisi vertikal dimulai dari bawah Prosesus Sifoideus teruskan melingkari umbilikus.- Teruskan ke bawah sampai di atas simfisis tulang pubis.- Pada trauma tajam abdomen, insisi sering dibuat agak lain dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pada trauma tajam, eksisi luka dilakukan trakhir, kecuali pada luka dimana insisi dimulai.- Perdarahan segera dirawat, terutama yang berasal dari rongga abdomen atau organ yang terluka.- Usus halus diangkat, diteliti dan dibawa ke kanan sehingga tampak rongga pelvis yang kemudian dibersihkan.- Pemeriksaan diteruskan pada kolon.- Pemeriksaan lien, diafragma kiri dan fleksura lienalis.- Pemeriksaan hepar, diafragma kanan fleksura hepatika, duodenum dan gaster. Kantong di bawah gester dibuka untuk memeriksa pankreas.- Organ-organ yang terluka segera diatasi. Pencucian rongga abdomen dengan larutan NaC1 fisiologis hangat (sesuai dengan suhu tubuh).- Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

    TEKNIK KOLOSTOMIKolostomi selalu dibuat proksimal dari obstruksi/lesi.Kolon transversum (terletak intraperitoneal) dikenal dengan adanya omentum.- insisi median atau paramedian.- bebaskan perlekatan-perlekatan yang ada.- kolon ditarik keluar, pasang katete di bawahnya.- kolon dibuka - lakukan penjahitan kolon dengan dinding perut, hati-hati supaya jangan kena mesenterium jahitan kemudian dilakukan seromuskuler, dan diikat.- setelah 24 jam, kateter diangkat,- selanjutnya diberi salep asam borat untuk melindungi kulit dan cairan yang keluar tiap hari dibersihkan (spoel)Lubang distal harus dibiarkan terbuka, sebab bila tertutup akan merupakan tabung tertutup (blind loop) yang tetap bersekresi dan dapat pecah.

    TRAUMA PERUT

    Menurut penyebabnya, trauma perut dibagi atas:1. Trauma tembus, yaitu dengan penetrasi ke dalam rongga perut; dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak.2. Trauma tumpul, yaitu tanpa penetrasi ke dalam rongga perut; dapat disebabkan oleh ledakan, benturan atau pukulan. Kematian akibat trauma perut dapat dikurangi dengan diagnosis dan tindakan segera; biasanya disebabkan oleh perdarahan atau peradangan dalam rongga perut.

    GEJALA & TANDA

  • - Anamnesa yang selengkap mungkin, terutama mengenai cara terjadinya kecelakaan, arah tusukan atau tembakan.- Pada pemeriksaan fisik:1. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran.2. Jejas di daerah perut; pada luka tusuk tembak dapat ditemukan pula prolaps isi perut.3. Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga perut penting dicari, terutama pada trauma tumpul:a. tanda rangsang peritoneum: nyeri tekan, nyeri lepas, kekakuan dinding perut, tanda Kehr (referred pain di daerah bahu, terutama kiri).b. shifting dullness, pekak hati menghilang. c. Bising usus melemah/menghilang.Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari bila ada trauma pnyerta, terutama pada kepala; dalam hal ini dianjurkan melakukan levase peritoneal.- Pemeriksaan lain:1. Rectal toucher adanya darah menunjukkan kelainan usus besar.2. Kuldosentesis mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut.3. Sonde lambung mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah aspirasi bila muntah.4. Kateterisasi mencari lesi saluran kemih.- Pemeriksaan pembantu:1. Darah Hb, Ht dan lekosit; pada perdarahan Hb dan Ht akan terus menurun, sedang jumlah lekosit terus meningkat; oleh karena itu pada kasus meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala.2. Urin penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih.3. Radiologik tak perlu dilakukan bila indikasi laparotomi sudah jelas.Biasanya dilakukan foto polos perut dalam posisi tegak dan miring ke kiri untuk melihat: - keadaan tulang belakang dan panggul.- adanya benda asing (pada luka tembak).- bayangan otot psoas.- udara bebas (intra-/ekstraperitoneal).4. Parasentesis perut dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan menimbulkan kelainan dalam rongga perut.TEKNIK:- buli-buli terlebih dahulu dikosongkan.- parasentesis dilakukan dengan jarum pungsi no. 18/20, ditusukkan di kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.- bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan usus atau udara, berarti ada lesi dalam rongga perut.5. Lavase peritoneal dilakukan melalui kanula yang dimasukkan lewat insisi kecil di garis tengah di bawah pusat; bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa, dimasukkan kira-kira 1000 ml laruta NaC1 0,9% lalu dikeluarkan lagi. Hasilnya positif bila ditemukan salah satu hal berikut:- cairan yang keluar kemerahan.- terdapat empedu.- ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/mm3.- ditemukan lekosit > 500/ mm3.- ditemukan amilase > 100 U/100 ml cairan.

    PENATALAKSANAAN

    1. Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau gangguan jalan napas:- infus cairan/transfusi darah.- memelihara jalan napas.- memasang sonde lambung.2. Laparotomi dilakukan bia terdapat:a. Luka tusuk dengan:

  • - syok.- tanda rangsang peritoneal.- bising usus menghilang.- prolaps isi perut.- darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.- udara bebas intraperitoneal.- parasentesis perut/lavase peritoneal positif.- pada eksplorasi luka menembus peritoneum. b. Luka tembak. c. Trauma tumpul dengan:- syok.- tanda rangsang peritoneal.- darah dalam lambung, buli-buli atau rektum.- cairan/udara bebas intraperitoneal.- Parsentesis perut/lavase peritoneal positif.

    Selain kasus-kasus diatas, penderita diobservasi selama 24 48 jam. Laparotomi disini bertujuan mencari kerusakan organ melalui eksplorasi yang sistematik. Pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu perdarahan yang ada, baru kemudian memperbaiki kerusakan organ yang ditemukan:- kerusakan omentum direseksi- kerusakan lima diatasi dengan splenektomi.- kerusakan hati dijahit atau direksesi sebagian.- kerusakan organ berongga (lambung, usus) ditutup secara sederhana (simple closure) atau direksesi sebagian.- kerusakan mesenterium dijahit.- kerusakan pankreas juga dijahhit.- kerusakan organ saluran kemih (lihat bab trauma saluran kemih).

    BAB 6Kedaruratan Sistim Saluran Kemih

    Payah ginjal akut. Retensi urin.Trauma saluran kemih.

    PAYAH GINJAL AKUT Ialah keadaan penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak. Merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani karena dapat menimbulkan kematian, yang diakibatkan oleh1. edema pulmonum2. uremia3. hiperkalemia

  • 4. infeksi sekunderTeori sekarang mengatakan kegagalan ginjal akut disebabkan aliran darah dari korteks ginjal mengurangi sehingga terjadi iskemia korteks. Akibatnya fungsi fungsi ginjal menuru dan terjadi penimbunan air, sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit di dalam darah.

    GEJALA DAN TANDA:

    1. oliguria, volume urine 20 200 ml/hari.2. anoreksia, muntah-muntah, malaise, kesadaran menurun dan kelainan mental.3. ureum, kailum, kreatinin dan fosfat dalam darah meningkat.4. natrium, kalsium dalam darah menurun.5. proteinuria, hematuria dan isostenuria.6. bila berat dan berlangsung lama, dapat terjadi hipertensi, hepatomegali, dekompensasi kordis, edema pulmonum, anemia, asidosis dan koma uremikum.

    Pada umumnya kegagalan gunjal akut dapat dibagi dalam tiga fase1. fase oliguria2. fase poliuria3. fase penyembuhan

    PENATALAKSANAAN:1. cari etiologi dan atasi penyebab2. diet:- protein terbatas (protein terendah 20 gram/24 jam), tetapi usahakan protein nilai biologik tinggi, jika perlu boleh diberi infus asam amino esensiel (mis.:Aminofuchsin)- karbohidrat minimal 100 150 gram/hari.- atasi jumlah natrium dan kalium.3. Keseimbangan cairan:- fase oliguria: intake = output- fase poliuria: intake = 2/3 output

    4. ukur jumlah urine5. pemberian manitol atau diuretik:- Manitol 20% diberikan dengan dosis 100 ml. Perlahan-lahan selama 10 20 menit, dapat diulang tiap 2 jam sampai 3 kali.- Furosemid:Dosis lazim 500 mg/hari, maksimal 2 gram/hari untuk mencegah tinitus dan ketulian sementara sebaiknya jangan melebihi 250 mg/jam.Furosemid jangan diberi bersamaan dengan sefaloridin.- Ethacrymic acial:Dosis: 1 mg/kg. Berat badan/hari Kombinasi Manitol 20% 100 ml. Furosemid 500 mg dan Ethacrynic acid 70 mg. dapat dipergunakan.

    6. dialisa:dilakukan bilaman tindakan konservatif tidak berhasil.Indikasi dialisa:- oliguria > 5 hari- ureum darah > 200 mg%- kalium darah > 5mEq/L- pH darah < 7.10Jenis dialisa yang dapat digunakan:- dialisa peritoneal: pemasangan mudah, monitoring sukar- hemodialisa: pemasangan sukar, monitoring mudah. 7. mengatasi komplikasi yang terjadi:Hal-hal yang perlu diperhatikan:- hindari antibiotik yang menambah beban ginjal (Gentamisin, streptomisin,

  • dll, yang dikskresi oleh ginjal).- Tansfusi darah diutamakan packed cell.- Pada keadaan komaaaa, jika intake dan output sukar dinilai dapat dipasang central venous pressure dan perawatan penderita seperti merawat penderita yang koma yang lain.

    TEKNIK DIALISA PERITONEAL- Penderita berbaring telentang- Kendung kencing dikosongkan- Kulit abdomen bagian bawah dicukur dan dibersihkan secara aseptik dengan jodium dan alkohol- Anestesi lokal digaris tengah, sekitar 3 cm. Dibawah pusat- Insisi sekitar 0,5 cm. Sampai menembus subkutis- Melalui insisi, dilakukan penembusan dinding perut dengan kateter peritoneal yang mempunyai logam berujung tajam didalamnya.- Logam ditarik, kateter didorong kearah pelvis- Masukan cairan dialisa kedalam rongga abdomen antara 1 sampai 2 liter dan dibiarkan antara seperempat sampai satu jam.

    Catatan:1. bila timbul rasa sakit dirongga abdomen, dapat diberikan anestesi lokal (Xylocain 2 %) sebanyak 1- 2 cc kedalam cairan2. pemansan cairan sampai 37 40 0 C akan mengurangi rasa sakit/ mules

    RETENSI URINRetensi urin merupakan kedaruratan yang harus mendapatkan pertolongan/tindakan segera, karena retensi urin total yang berlangusng beberapa hari dapat mengakibatkan urosepsis yang dapat berakhir dengan kematian. Dalam hal seseorang tidak dapat kencing, harus dibedakan antara retensi urin dan anuri. Retensi urin ialah tak dapat/ sukarnya urin keluar dari buli-buli, sedang anuri ialah terhentinya produksi urin akibat gangguan dibagian proksimal buli-buli.GEJALA DAN TANDA1. Kencing tak lampias, sukar, nyeri, pancaran kecil dan lemah, menetas sampai tak bisa kencing2. Riwayat trauma infeksi saluran kemih3. Nyeri spontan/tekan/ketok daerah suprasimfisis4. mungkin disertai pula dengan tanda penyebab:- pembesaran prostat- teraba benda keras sepanjang uretra- fimosis5. Pemeriksaan pembantu untuk memastikan diagnosis:- kateterisasi- fungsi buli-buli

    PENATALAKSANAANPrisipnya ialah:1. Mengeluarkan urin secepatnya.2. Memperbaiki keadaan umum ingat kemungkinan infeksi, urosepsis, gangguan keseimbangan cairan3. Pengobatan kausalUrin dikeluarkan secepatnya dengan jalan:1. Kateterisasi biasanya dicoba dari no 18 20 F untuk dewasa; bila tak dapat masuk, gunakan ukuran yang lebih kecil.Bila pada saat memasukkan kateter, kateter terhenti ada beberapa kemungkinan:- salah jalan (false route) biasanya akan keluar darah; sering terjadi pada penggunaan Kateter yang terlalu kecil- spasme m, sphincter urethreae internus dapat diatasi dengan tekanan sedang dan kontinyu- batu uretra biasanya dapat diraba dari luar; bila batu terletak proksi

  • mal dapat didorong kebuli-buli, bila distal, coba keluarkan dengan pinset.- Struktur

    Bila kateter 6F tak dapat masuk, keadaan ini disebut retensi urin total.2. Bila katetrisasi gagal, gunakan busi filiform (2F 6F). - masukkan 4 6 busi ke dalam uretra, lalu manipulasi satu demi satu sampai salah satu busi masuk ke buli-buli; setelah itu busi yang lain dikeluarkan.- hubungan busi yang tinggal dengan bougie follower ukuran terkecil (6F) dan masukkan ke dalam uretra; demikian berangsur-angsur diganti dengan follower yang lebih besar.- bila follower 18F sudah dapat masuk, tinggalkan dalam uretra selama 30 menit, lalu ganti dengan kateter Nelaton 14F/16F, tinggalkan selama 2 hari.- kemudian ganti dengan kateter yang lebih besar berturut-turut setiap dua hari, sampai kateter 20F/22F dapat masuk; biasanya setelah itu penderita dapat kencing sendiri.

    3. Bila busi filiform tak tersedia atau gagal, lakukan pungsi buli-buli atau sistostomi. Pada pungsi buli-buli, cukup tusukkan jarum yang cukup besar sedekat mungkin pada pinggir atas simfisis oubis miring ke atas. Berikan pula antibiotik, misalnya PS 8: 1 atau ampisilin 4 x 250 500mg/hari. Setelah keadaan umum membaik, dapat dicoba kembali kateterisasi.

    4. Pengobatan kausal beberapa penyebab retensi urin:1. Fimosis : sirkumsisi.2. Infeksi : antibiotik yang sesuai.3. Trauma : Lihat hal. 1494. Striktur- konservatif: businasi teratur setiap minggu, kemudian dua minggu sekali, sebulan sekali dan seterusnya sampai setahun sekali seumur hidup. Hanya berhasil pada striktur yang pendek dan kecil.- Operatif:- reseksi bagian striktur, lalu dilakukan anastomosis end-to-end cara ini tak dapat dilakukan bila daerah striktur > 1 cm.- cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.stadium I daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat diproksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5 7 hari. Setelah kateter diangkat, urin akan keluar melalui hipospadi buatan tersebut. stadium II beberapa bulan kemudian bila daerah striktur melunak, dilakukan pembuatan uretra baru. - Urethral plasty dilakukan pada striktur di daerah prostat.5. Batu saluran kemih: operatif.6. Neurologik: coba fisioterapi.

    7. Tumor prostat: - hipertrifi prostat: pada rectal toucher teraba prostat yang membesar dengan indurasi pada satu/beberapa tempat, keras, tak nyeri.pengobatan merupakan kombinasi dari:- prostateknomi.- estrogen misalnya dietilstilbestrol 3 x 100 mg untuk 10 hari pertama, lalu diturunkan sampai dosis terkecil yang dapat mempertahankan kadar fosfatase asam darah dalam batas normal.- orkidektomi subkapsular.

    TRAUMA SALURAN KEMIH

    Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena pe

  • rhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas yang ada di tubuh dan anggota gerak saja; kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada. Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.

    TRAUMA GINJAL

    Dapat disebabkan oleh trauma langsung-baik tajam atau tumpul-di daerah perut bagian depan samping maupun daerah lumbal; dapat pula diakibatkan trauma tidak langsung sepeti jatuh terduduk, jatuh berdiri dan kontraksi perut yang berlebihan pada hidronefrosis.

    GEJALA DAN TANDA

    1. Jejas/luka daerah ginjal, kadang-kadang disertai terbentuknya tumor daerah pinggang.2. Hematuri.Biasanya tidak terjadi segera karena mula-mula terbentuk bekuan darah yang menyumbat kaliks atau ureter, hematuri baru timbul 24 48 jam kemudian setelah sumbatan tersebut hilang. Bekuan darah tersebut dapat menyebabkan clot colic. Derajat hematuri tak sejajar dengan beratnya trauma, bahkan pada avulsi ginjal tak ditemukan hematuri.3. Rangsang peritoneum. Timbul akibat darah dalam rongga perut, mungkin disertai ileus paralitik.4. Laboratorik.Hb dan Ht (hematokrit) menurun. Pengamatan nilai Ht secara berkala dapat digunakan untuk memperkirakan beratnya perdarahan.Urin terdapat hematuri makroskopik/mikroskopik.Pada Ro foto polos perut terdapat:- Skoliosis ringan dengan bagian cekung menghadap ginjal yang terkena trauma.- Gambaran psoas kabur.- Contour gunjal hilang.- Perhatikan juga keadaan tulang-tulang iga dan tulang belakang sekitarnya.

    Pielogram intravena perlu dilakukan secepatnya tanpa menunggu hematuri berhenti. Bertujuan menilai kedua fungsi ginjal-baik yang terkena trauma maupun yang sehat-ini penting bila nantinya dipikirkan tindakan nefrektomi. Gambaran yang tak jelas dapat pula disebabkan oleh gangguan ekskresi akibat syok.

    PENATALAKSANAAN

    1. Istirahat baring, sekurang-kurangnya sampai seminggu setelah hematuri berhenti; mobilisasi dilakukan bertahap, bila kemudian hematuri timbul lagi, penderita diistirahatkan lagi. 2. Perhatikan tanda vital dengan ketat. Amati pembesaran tumor di daerah pinggang dan nilai Ht untuk menduga perdarahan. Hematom di pinggang dapat mencapai 1 2 liter.3. Awasi hematuri dengan menampung urin tiap 3 jam dan dideretkan pada rak, bila perdarahan berhenti maka tabung-tabung akhir berwarna makin coklat; bila tetap/makin merah, perdarahan tetap berlangsung.4. Antibiotika spektrum luas selama 2 minggu, karena bekuan darah sekitar ginjal dapat merupakan tempat berkembangnya bakteri.5. Bila telah diyakini dapat ditangani secara konservatif, penderita dapat diberi minum banyak untuk meningkatkan diuresis sehingga bekuan darah dalam ginjal cepat keluar.6. Bila perdarahan terus berlangsung dan keadaan umum memburuk, pikirkan ti

  • ndakan bedah. Tergantung pada kelainan yang dijumpai dapat dilakukan penjahitan, nefrektomi parsiil atau total.

    TRAUMA URETER

    Jarang terjadi, terutama akibat kesalahan waktu pembedahan. Gejala yang timbul tidak khas, setelah beberapa saat mungkin timbul gejala rangsang peritoneum akibat ekstravasasi urin. Untuk memastikannya dapat dilakukan pielografi retrograd. Pengobatan satu-satunya ialah pembedahan mungkin dilakukan reanastomosis, anastomosis ureteroereter atau dibuat ureterostomi.

    TRAUMA BULI-BULI

    Dapat berbentuk:- Kontusio buli-buli: terdapat memar jaringan dan mukosa buli-buli- Ruptura buli-buli ekstraperitoneal: biasanya terjadi akibat trauma yang terjadi pada saat buli-buli kosong atau akibat patah tulang pelvis.- Ruptura buli-buli intraperitoneal: terjadi akibat trauma pada saat buli-buli penuh.

    KONTUSIO BULI-BULI

    Penderita mengeluh nyeri, terutama bila ditekan daerah suprapubik dan hematuri tanpa tanda rangsang peritoneum. Sulit dibedakan dengan laserasi buli-buli atau ruptura uretra intrapelvis.

    PENATALAKSANAAN

    - istirahat baring samapai hematuri makroskopik hilang.- minum banyak untuk meningkatkan diuresis. Bila penderita dapat miksi dengan lancar berarti tidak ada ruptura buli-buli ataupun uretra.- bila hematuri berat dan menetap sampai 5 6 hari pasca trauma, buat sistogram untuk mencari penyebab lain.- obat-obatan.Antibiotika: Ampisilin 4 x 250-500 mg/hari per oral.Hemastotik: Adona AC-17per oral.

    RUPTURA BULI-BULI

    Pada jenis ekstraperitoneal akan timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi di daerah suprapubik akibat masuknya urin ke kavum Retzii. Benjolan ini sukar dibedakan dari hematom akibat patah tulang pelvis yang sering menyertai. Patah tulang pelvis dapat diketahui bila terasa nyeri waktu diadakan penekanan pada kedua krista iliaka. Bila dalam 24 jam nyeri di daerah suprapublik mungkin meningkat disamping adanya anuri, diagnosa ruptura buli-buli ekstraperitoneal dapat dibuat. Pada jenis intraperitoneal, urin masuk ke rongga perut sehingga perut makin kembung dan timbul tanda rangsang peritoneum. Mungkin juga tedpat nyeri suprapubik, tetapi tak terdapat benjolan dan perkusi pekak.

    Pemeriksaan pembantu:1. Tes buli-buli.- Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu di masukkan 300 ml larutan garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli.- Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, cairan yang keluar diukur kembali. Bila selisihnya cukup besar mungkin terdapat ruptura buli-buli.Kekurangan dari tes ini ialah:- hasil negatif palsi bila daerah ruptura tertutup bekuan darah, usus atau omentum.

  • - Hasil positif palsu bila muara kateter terlalu tinggi atau kateter tersumbat bekuan darah sehingga selisih cairan tak bisa keluar.- Sukar membedakan jenis ekstraperitoneal dengan intraperitoneal.- Bahaya infeksi dan peritonitis bila ada ruptura jenis intraperitoneal.

    2. Radiologik. Uretrosistogram: mencari adanya eksravasasi urin dan lokalisasi kelainannya serta membedakan jenis ekstraperitoneal dan intraperitoneal.

    PENATALAKSANAAN

    1. Pembedahan setelah keadaan umum membaik, untuk ini dapat ditunda sampai 24 jam.2. Perhatikan pula kemungkinan patah tulang pelvis.3. Teknik operasi:- Untuk anestesi lihat bab yang berhubungan - Insisi mediana dari pusat sampai 1 jari di atas simfisis.- Aponeurosis dipotong dan m. rectus abdominis dipisahkan secara tumpul.- Bila ada ruptura buli-buli ekstrapeitoneal maka segera terlihat darah dan urin.- Setelah dibersihkan akan tampak bagian anteroposterior buli-buli dan perlekatannya dengan peritoneum- Dibuat insisi kecil di peritoneum pada puncak buli-buli untuk memeriksa adanya darah dan urin dalam rongga perut.Bila tak ada, segera tutup lagi dan perbaiki ruptura ekstraperitoneal yang ada. Bila ada, menandakan adanya ruptura intraperitoneal, insisi peritoneum segera diperlebar dan darah serta urin dibersihkan. - Ruptura intraperitoneum diperbaiki lebih dahulu dengan:Setlah membersihkan rongga perut, usus dan lemak prevesikal disisihkan ke atas; bila perlu posisi penderita dibuat Trendelenburg ringan. Buli-buli dapat ditandai dengan bentuk otot dan pembuluh vena yang besar-besar di dindingnya. Dibuat insisi menembus buli-buli di daerah suprapublik, lalu dengan telunjuk yang dimasukkan dilakukan eksplorasi seluruh buli-buli. Telunjuk tersebut dapat sekaligus berfungsi sebagai retraktor untuk menampilkan daerah ruptura ke lapangan operasi. Bagian yang ruptur dijahit dengan catgut No. 1 dengan menembus seluruh lapisan otot buli-buli, tak perlu lapis demi lapis. Perhatikan agar jangan sampai jarum menembus mukosa. Kemudian dipasang kateter Foley melalui insisi suprapublik tadi. Sekitarnya dijahit sedemikian sehingga kateter terfikasi dengan baik dan bila nantinya dicabut sisa luka pada buli-buli dapat menutup sendiri. (bila hanya ada ruptura ekstrapeitoneal, pemasangan kateter tetap harus melalui insisi yang dibuat baru dan daerah ruptur di jahit).- Setelah itu baru ruptura ekstraperitoneal dicari dan dijahi