surimi_maria margareta_13.70.0161_e4_unika soegijapranata

Upload: praktikumhasillaut

Post on 22-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    1/21

    0

    SURIMI

    LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

    TEKNOLOGI HASIL LAUT

    Disusun oleh:

    Maria Margareta S.

    13.70.0161

    Kelompok E4

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

    2015

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    2/21

    1

    1. MATERI METODE

    1.1. Alat dan Bahan

    1.1.1.

    Alat

    Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, pisau, kain saring,

    penggiling daging, freezer, texture analyzer,presser, plastik dan milimeter blok.

    1.1.2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, es batu, sukrosa

    5%, garam 3,5% dan polifosfat 0,5%.

    1.2. Metode

    Ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir

    Daging ikan difillletdengan cara dibuang bagian

    kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

    Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

    Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan

    da at ditambahkan es batu untuk men a a suhu rendah.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    3/21

    2

    Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring

    dengan menggunakan kain saring.

    Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,

    2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4,

    5), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3);

    0 5% kelom ok 4 5 .

    Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

    kemudian dibekukan dalamfreezerselama 1 malam.

    Setelah dithawing, surimi diuji kualitas

    sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    4/21

    3

    Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

    menggunakan texture analyzer.

    Surimi dipressdengan menggunakanpresser.

    Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blokuntuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    5/21

    4

    2. HASIL PENGAMATAN

    Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat

    pada Tabel 1.

    Tabel 1. Pengamatan Surimi

    Kel. PerlakuanHardness

    (gf)WHC

    (mg H2O)

    Sensori

    Kekenyalan Aroma

    E1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

    + polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ + +

    E2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

    + polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ + + +

    E3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +polifosfat 0,3%

    152,62 290357,43 ++ + + +

    E4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

    polifosfat 0,5%91,879 277594,52 ++ + + +

    E5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

    polifosfat 0,5%123,41 327271,52 + + ++ +

    Keterangan :

    Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis

    + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

    Tabel 1. diatas menunjukkan nilai hardness, WHC dan sensori dari praktikum surimi.

    Nilai hardness tertinggi (152,62 gf) terdapat pada kelompok E3 yang mendapatkan

    perlakuan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,3%. Nilai hardness terendah

    (91,879 gf) terdapat pada kelompok E4 yang mendapat perlakuan pemberian sukrosa

    5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Penghitungan nilai WHC menunjukkan nilai

    WHC terbesar terdapat pada kelompok E2 yaitu sebesar 33 2457,81 mgH 2O. Perlakuan

    yang diberikan pada kelompok E2 adalah pemberian sukrosa 2,5%, garam 2,5% dan

    polifosfat 0,3%. Nilai WHC terkecil terdapat pada kelompok E1 sebesar 268087,13 mg

    H2O. Kelompok E1 mendapatkan perlakuan pemberian sukrosa 2,5%, garam 2,5% dan

    polifosfat 0,1%. Pengujian sensori terhadap kekenyalan surimi menunjukkan surimi

    kenyal terdapat pada kelompok E1,E2 dan E5, sedangkan surimi sangat kenyal terdapat

    pada kelompok E3 dan E4. Pengujian sensori terhadap aroma menunjukkan aroma amis

    terdapat pada surimi kelompok E1,E3 dan E4, sedangkan surimi sangat amis terdapat

    pada kelompok E2 dan E5.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    6/21

    5

    3. PEMBAHASAN

    Surimi adalah konsentrasi protein miofibril yang diekstrak dari pencucian daging ikan

    yang telah dihaluskan dan dipisahkan dari tulang, kulit dan isi perutnya serta

    ditambahkannya bahan cryoprotectant sebagai campurannya (Okada, 1992 dalam

    Santana et al., 2012). Protein miofibril memiliki beberapa sifat yaitu menempati

    proporsi terbesar, larut dalam garam dan memiliki peranan dalam kontraksi otot

    (Andini, 2006). Selain itu protein miofibril memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai

    pembentuk gel, kemampuan pengikatan air dan sebagai emulsifier (Seto et al., 2003

    dalam Huda et al., 2011). Dari teori yang diuraikan diatas, protein miofibril yang ada

    pada bahan baku pembuatan surimi memegang peranan penting. Selain dari ikan, surimi

    dapat dibuat dari daging kepiting, daging kerang dan daging udang (Aguilera &

    Rademaccher, 2004 dalam Santana et al., 2012). Praktikum surimi yang dilaksanakan

    oleh kloter E pada tanggal 26 Oktober 2015 menggunakan daging ikan bawal sebagai

    bahan baku pembuatan surimi.

    Kesegaran dari bahan baku ikan memegang peranan penting dari kualitas produk surimi

    (Benjakul et al., 2002 dalam Santana et al., 2012). Surimi yang dihasilkan akan semakin

    elastis dengan semakin segarnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan

    tambahan beberapa produk seperti gula, pati dan protein nabati dapat membantu

    peningkatan elastisitas dari surimi (Koswara et al., 2001). Dalam praktikum ini ikan

    bawal yang digunakan dalam bentuk segar yang terihat dari daging yang masih kompak

    dan elastis, bau yang masih segar, tidak ditemukannya lendir pada bagian kulit. Menurut

    Peranginangin et al. (1999) terdapat beberapa syarat pemilihan ikan sebagai bahan baku

    pembuatan surimi, yaitu daging bewarna putih, tidak berbau lumpur dan bau amis tidakberlebihan, serta memiliki kemampuan untuk membentuk gel. Ikan bawal merupakan

    ikan yang memiliki daging bewarna putih sehingga cocok digunakan sebagai bahan

    baku pembuatan surimi pada praktikum ini.

    Karthikeyan et al. (2006) dalam Parvathy & George (2014) mengungkapkan bahwa

    komponen lemak yang terdapat pada bahan baku juga mempengaruhi hasil surimi yang

    dihasilkan. Komponen lemak yang rendah akan memberikan hasil surimi yang baik.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    7/21

    6

    Ikan yang memiliki kadar lemak tinggi tidak disarankan sebagai bahan baku pembuatan

    surimi. Hal ini disebabkan oleh karena komponen lemak dalam surimi dapat

    menyebabkan adanya reduksi lemak melalui proses oksidasi yang juga mampu

    berinteraksi dengan protein dan menyebabkan protein terdenaturasi atau mengalami

    perubahan stuktur (Jin et al., 2007 dalam Piotrowicz & Mellado, 2015). Ikan bawal

    memiliki kadar lemak yang cukup rendah sehingga mampu menghasilkan produk surimi

    yang baik. Hal ini didukung oleh teori dari Sitanggang (2014) yang mengungkapkan

    bahwa komponen lemak dalam ikan bawal adalah 1,7% atau 1,7 gram dalam 100 gram

    ikan bawal.

    Proses pembuatan surimi meliputi pengirisan, pencucian, penyaringan, pengepresan,

    penambahan bahan cryoprotectantdan pembekuan (Park & Lin, 2005 dalam Santana et

    al., 2012). Pembuatan surimi dalam praktikum ini diawali dengan pencucian ikan bawal

    dengan air hingga bersih, kemudian daging ikan dipisahkan dari bagian kepala, sirip,

    ekor, sisik, isi perut dan kulit. Proses pencucian juga memengang peranan penting

    terhadap kualitas dari produk surimi. Pencucian dengan air dingin (5-10oC) bertujuan

    untuk menjaga kesegaran bahan baku yang digunakan (Santana et al., 2012). Proses

    pencucian akan menghilangkan komponen yang tidak diinginkan seperti darah, lemak,

    pigmen, protein sarkoplasma (Piyadhammaviboon and Yongsawatdigul, 2010 dalam

    Piotrowicz & Mellado, 2015) dan meninggalkan komponen protein miofibril. Protein

    miofibril yang diekstrak diharapkan dapat dimaksimalkan karena protein miofibril ini

    berperan dalam pembentukan gel dari produk surimi (Santana et al., 2012).

    Peningkatan kadar air setelah pencucian disebabkan oleh karena adanya hidrasi oleh

    protein miofibril (Karthikeyan et al., 2006 dalam Parvathy & George, 2014).

    Menurut Hultin & Kelleher (2000) dalam Piotrowicz & Mellado (2015), penggunaan

    laruta alkali selama pencucian dapat meningkatkan kualitas dari produk surimi

    dibandingkan dengan pencucian dengan air biasa. Penggunaan larutan buffer sodium

    choride, sodium bicarbonate dan sodium phosphate selam proses pencucian dapat

    menyebabkan penurunan warna karena sebagian pigmen menghilang, akan tetapi

    mampu meningkatkan water holding capacity (Gonalves and Passos, 2003; Ismail et

    al., 2010 dalam Piotrowicz & Mellado, 2015). Larutan sodium bicarbonate yang

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    8/21

    7

    digunakan dalam pencucian mampu memberikan hasil produk surimi yang memiliki

    warna lebih cerah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid, akan

    tetapi penggunaan larutan sodium bicarbonate memberikan kekuatan gel yang lebih

    rendah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid. Hal ini dapat

    disebabkan karena penggunaan larutan sodium bicarbonate menunjukkan komponen

    protein yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid

    (Piotrowicz & Mellado, 2015).

    Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah proses pencucian adaah pemisahan daging

    ikan sebanyak 100 gram, setelah itu daging tersebut digiling dengan halus

    menggunakan penggiling daging. Penambahan es batu selama penggilingan ditujukan

    untuk menjaga suhu tetap rendah. Daging giling yang didapatkan dicuci menggunakan

    air es sebanyak 3 kali. Andini (2006) menjelaskan bahwa air pada suhu lebih tinggi dari

    15oC dapat menyebabkan larutnya sebagian protein larut air sehingga akan

    memepengaruhi kekuatan gel. Suhu terbaik untuk mendapatkan kekuatan gel yang

    optimal yaitu pada suhu 10oC 15oC. Dari uraian teori diatas, dapat diketahui bahwa

    penambahan es batu pada saat pencucian dan penggilingan sangat penting untuk

    dilakukan untuk terus menjaga komponen protein yang berperan dalam kekuatan gel.

    Kadar protein pada bahan baku akan mempengaruhi hardness dari gel surimi,

    sedangkan kualitas dari protein akan mempengaruhi elastisitas gel surimi (Martinez,

    1989 dalam Nopianti et al., 2012).

    .

    Daging yang telah dicuci kemudian disaring dengan menggunakan kain saring. Setelah

    itu dilakukan penambahan sukrosa, garam dan polifosfat. Jumlah garam yang

    ditambahkan pada semua kelompok sama yaitu sebesar 2,5 gram, sedangkan jumlahsukrosa dan polifosfat yang ditambahkan pada masing-masing kelompok berbeda. Pada

    kelompok E1 ditambahkan 2,5 gram sukrosa dan 0,1 gram polifenol. Pada kelompok E2

    ditambahkan 2,5 gram sukrosa dan 0,3 gram polifenol. Pada kelompok E3 ditambahkan

    5 gram sukrosa dan 0,3 gam polifenol. Pada kelompok E4 dan E5 ditambahkan 5 gram

    sukrosa dan 0,5 gram polifenol. Daging yang telah dicampur dengan sukrosa, garam dan

    polifosfat kemudian dimasukkan kedalam wadah unuk dibekukan dalam freezerselama

    1 malam. Penyimpanan dengan pembekuan merupakan perlakuan terpenting dan

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    9/21

    8

    terefektif yang digunakan untuk mengawetkan surimi (Pan et al., 2010 dalam Nopianti

    et al., 2012). Proses pembekuan akan menyebabkan sebagian molekul protein

    terdehidrasi yang disebabkan oleh karena perpindahan senyawa air ke bentuk kristal es.

    Hui (2006) dalam Huda et al. (2011) mengungkapkan bahwa protein otot/urat dari ikan

    memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan dengan protein otot/urat sapi, babi,

    unggas seperti ayam dan bebek sehingga peran dari senyawa cryoprotectant sangat

    penting untuk mencegah denaturasi protein. Penggunaan senyawa cryoprotectant akan

    meningkatkan hidrasi dari molekul protein dan menurunkan penggumpalan protein

    sehingga penurunan kadar air secara signifikan dapat dicegah (Matsumoto & Noguchi,

    1992 dalam Nopianti et al., 2012).

    Beberapa jenis cryoprotectant adalah sukrosa, sorbitol dan glukosa (Niki & Igarashi.,

    1982 dalam Santana et al., 2012). Senyawa cryoprotectant yang dipilih dalam

    praktikum ini adalah sukrosa. Terdapat dua perlakuan yang diberikan, yaitu pemberian

    sukrosa sebanyak 2,5% pada kelompok E1 dan E2 serta pemberian sukrosa sebanyak

    5% pada kelompok E3,E4 dan E5. Menurut Niki & Igarashi. (1982) dalam Santana et

    al. (2012), sukrosa lebih mampu menjaga aktomiosin dari denaturasi dibandingkan

    dengan sorbitol dan glukosa. Akan tetapi sukrosa dalam jumlah tinggi yang diberikan

    pada produk surimi mampu meningkatkan rekasi maillard yang dapat menyebabkan

    produk surimi mengalami perubahan warna menjadi coklat selama penyimpangan pada

    keadaan beku (Pigott,1986 dalam Huda et al., 2011). Sebagian konsumen lebih memilih

    produk surimi yang rendah gula seperti polydextrose, lactitol, litesse, palatinit dan

    trehalose. Polydextrose memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sukrosa dan

    sorbitol, yaitu lebih tidak manis, memiliki berat molekul yang lebih besar sehingga

    mampu mengurangi penurunan titik beku, larutan yang dicampurkan denganpolydextrose memiliki viskositas yang lebiih tinggi sehingga mampu meberikan rasa

    dan tekstur yang lebih diinginkan (Roller & Jones, 1995 dalam Huda et al., 2011).

    Senyawa fosfat memiliki fungsi untuk meningkatkan moisture retention dan

    kemampuan protein untuk menyerap cairan. Selain itu fosfat juga menyebabkan

    peningkatan sedikit pH yang menyebabkan meningkatnya water holding capacity

    sehingga mampu meningkatkan kemampuan membentuk gel dan kekuatan gel (Hui,

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    10/21

    9

    2006 dalam Huda et al., 2011). Terdapat dua perlakuan pemberian polifosfat,

    pemberian polifosfat sebanyak 0,1% diberikan pada kelompok E1, pemberian polifosfat

    sebanyak 0,3% diberikan pada kelompok E2 dan E3, pemberian polifosfat sebanyak

    0,5% diberikan kepada kelompok E4 dan E5.

    Selain ditambahkan sukrosa dan polifosfat, pada proses pembuatan surimi dalam

    praktikum ini juga ditambahkan larutan garam sebanyak 2,5%. Garam yang

    ditambahkan memiliki fungsi untuk membantu pembentukan gel yang opotimal.

    Penambahan garam kurang dari 2% belum dapat melarutkan komponen miofibril,

    sedangkan penambahan garam yang lebih dari 12% akan menyebabkan komponen

    miofibril terhidrasi. Untuk membuat produk surimi yang baik, penambahan garam yang

    diberikan berkisar antara 2-3%. Berdasarkan teori tersebut, penambahan garam pada

    praktikum ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Penambahan garam ini juga

    mengindikasikan bahwa surimi yang dibuat pada praktikum ini merupakan jenis surimi

    ka-en yaitu surimi yang dibuat dengan penambahan garam, sedangkan surimi mu-en

    adalah surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (Agustiani et al., 2006).

    Hasil surimi yang didapatkan dithawing pada hari berikutnya. Potter (1978)

    menjelaskan bahwa proses thawing yang lama dapat menyebabkan penurunan mutu dari

    bahan baku ikan, oleh sebab itu, proses thawing harus dilakukan dengan cepat.

    Kemudian dilakukan pengukuran terhadap hasil surimi yang meliputi pengukuran

    hardness menggunakan texture analyzer, pengukuran WHC dimana surimi dipress dan

    digambar pada milimeter blok, serta dilakukan pengujian kualitas sensoris yang

    meliputi kekenyalan dan aroma.

    Analisa profil tekstur dari gel surimi dapat dilakukan dengan menggunakan texture

    analyzer. Profil tekstur tersebut dapat tergambarkan dalam hardness, cohesiveness,

    springiness,gumminessdan chewiness. Komponen hardnessdidefinisikan sebagai gaya

    tertinggi selama pengepresan pertama (Munizaga & Canovas, 2004 dalam Nopianti et

    al., 2012). Pada praktikum ini dilakukan pengukuran hardness. Pada hasil pengamata

    diketahui bahwa penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% memiliki nilai hardness

    sebesar 106,73 gf. Kelompok E2 mendapatkan perlakuan penambahan sukrosa

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    11/21

    10

    sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,3% memberikan hasil hardness yang lebih

    tinggi yaitu sebesar 110,22 gf. Kelompok E3 menunjukkan nilai hardnesstertinggi yaitu

    sebesar 152,62 gf. Pada kelompok E3 mendapat perlakuan pemberian sukrosa sebanyak

    5% dan pemberian polifosfat sebanyak 0,3%. Sedangkan pemberian polifosfat yang

    lebih banyak yaitu 0,5% justru akan menurunkan nilai hardnessyang didapat. Hal ini

    nampak pada kelompok E4 dan E5 dimana mendapat perlakuan pemberian sukrosa

    sebanyak 5% dan penambahan polifosfat sebanyak 0,5%. Nilai hardnesskelompok E4

    adalah 91,879 gf sedangkan nilai hardnesspada kelompok E5 adalah 123,41 gf.

    Komposisi cryoprotectantyang digunakan secara luas adalah 4% sukrosa, 4% sorbitol

    dan 0,2-0,3% polifosfat, dimana komposisi tersebut menjaga stabilitas protein surimi

    selama proses penyimpanan pada keadaan beku (Li-Chan, 2001 dalam dalam Huda et

    al., 2011). Penggunaan cryoprotectant yang semakin tinggi juga akan menghasilkan

    kekuatan gel yang lebih baik karena protein mampu terjaga selama penyimpanan beku

    (Yoon &Lee, 1990 dalam Huda et al., 2011). Apabila melihat dari hasil pengamatan

    yang didapatkan pada praktikum ini, penambahan senyawa sukrosa sebanyak 5% efektif

    diberikan dalam pembuatan surimi karena mampu memberikan nilai hardness yang

    tinggi, akan tetapi penambahan polifosfat sebanyak 0,5% tidak efektif diberikan pada

    pembuatan surimi karena akan menurunkan nilai hardness. Hal ini didukung oleh teori

    dari Toyada et al., 1992 yang menyatakan bahwa polifosfat yang ditambahkan akan

    menyebabkan tekstur dari surimi menjadi lembut sehingga akan menurunkan nilai

    hardnessdari surimi.

    Pengamatan lain yang dilakukan adalah pengukuran kadar Water Holding Capacity

    (WHC) atau daya pengikat air. Water Holding Capacity (WHC) penting dalampembentukan gel dan emulsi karena berhubungan dengan kemampuan protein untuk

    mengikat sebagian air dengan ikatan hidrogen (Fisher 2009 dalam Santana et al., 2012).

    Nilai WHC pada praktikum ini dihitung dengan mengukur luas dari produk surimi

    menggunakan milimeter blok. Miller & Groninger (1976) dalam Santana et al. (2012)

    mengungkapkan penghitungan nilai WHC juga dapat dilakukan dengan mencampur 1

    gram bubuk surimi dengan 40 ml larutan NaCl 3% pada tabung sentrifugassi, kemudian

    larutan tersebut dihomogenkan menggunakan vortex mixer selama 5 manit. Setelah itu

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    12/21

    11

    dilakukan sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 7500 rpm. Volume supernatan

    yang didapatkan dihitung sebagai ml H2O dalam 1 gram protein.

    Hasil daya ikat air pada praktikum ini menunjukkan hasil yang fluktuatif, dimana hasil

    daya ikat air terendah (268087,13 mg H2O) terdapat pada kelompok E1 yang

    mendapatkan perlakuan penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1%. Hasil daya ikat

    air tertinggi (332457,81 mgH2O) terdapat pada kelompok E2 yang mendapatkan

    perlakuan penambahan sukrosa sebanyak 2,5% dan polifosfat 0,3%. Pada kelompok E3

    nilai daya ikaat air berkurang yaitu sebesar 290357,43 mgH2O. Hal ini juga terjadi pada

    kelompok E4 dimana memiliki daya ikat air yang lebih kecil dari kelompo E3 yaitu

    sebesar 277594,52 mgH2O. Sedangkan pada kelompok E5 nilai daya ikat air justru

    meningkat kembali yaitu sebesar 327271,52 mg H2O.

    Water Holding Capacity (WHC) berhubungan dengan protein miofibril. Protein

    miofibril yang terdenaturasi mengindikasikan adanya penurunan water holding capacity

    (Fennema et al., 1973 dalam Huda et al., 2011). Water Holding Capacity juga

    dipengaruhi oleh komponen air (Shaviklo, 2006 dalam Nopianti et al., 2012). Dari

    uraian teori diatas, dapat diketahui bahwa penurunan nilai WHC pada kelompok E3

    dapat disebabkan oleh karena adanya sebagian protein yang terdenaturasi. Hal ini juga

    dapat disebabkan oleh karena kondisi bahan baku yang kurang baik. Vaclavik and

    Christian (2008) dalam Nopianti et al. (2012) mengungkapkan bahwa ketika hewan

    lapar atau mengalami stress sebelum pemotongan, maka peningkatan pH tidak dapat

    dicegah dan akan mempengaruhi water holding capacity. Pemberian senyawa

    cryoprotectantakan menjaga kelebihan proses glikolisis yang menyebabkan penurunan

    pH (Vaclavik and Christian, 2008 dalamNopianti et al., 2012). Sedangkan penurunannilai WHC pada kelompok E4 dan E5 dapat disebabkan oleh karena penambahan

    polifosfat yang semakin banyak. Penggunaan fosfat dapat meningkatkan WHC dari

    protein dan mencegah hilangnya air selama pemasakan. Senyawa fosfat mampu

    membuka sruktur dari protein dan membantu protein untuk mengikat lebih banyak air

    (Marianski, 2009 dalam Nopianti et al., 2012).

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    13/21

    12

    Penelitian penggunaan berbagai konsentrasi polydextrose pada pembuatan surimi yang

    dilakukan oleh Huda et al., (2011) menunjukkan bahwa penggunaan polydextrose

    sebanyak 9% menghasilkan kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan dengan

    penggunaan polydextrose sebanyak 6%. Dari uraian tersebut, penggunaan senyawa

    cryoprotectant seperti polydextrose memiliki batas penggunaan maksimal, begitu juga

    dengan penggunaan senyawa sukrosa pada praktikum ini. Penggunaan sukrosa

    sebanyak 2,5% sudah mampu menghasilkan nilai WHC yang tertinggi sehingga

    penggunaan sukrosa sebanyak 2,5% sudah cukup untuk pembuatan surimi pada

    praktikum ini. Selain itu Park & Lin (2005) dalam Parvathy & George (2014)

    mengungkapkan bahwa protein pada ikan tropis lebih stabil dari pada protein temperate

    water fish pada penyimpanan beku oleh sebab itu digunakan jumlah gula yang lebih

    sedikit.

    Pengamatan yang dilakukan secara sensori terhadap produk surimi meliputi pengamatan

    mengenai kekenyalan dan aroma. Pengujian sensori terhadap kekenyalan surimi

    menunjukkan surimi kenyal terdapat pada kelompok E1,E2 dan E5, sedangkan surimi

    sangat kenyal terdapat pada kelompok E3 dan E4. Kekenyalan dari produk surimi ini

    dipengaruhi oleh senyawa cryoprotectantdan senyawa polifosfat yang diberikan.

    Toyada et al., (1992) mengungkapkan bahwa penambahan polifosfat yang semakin

    banyak akan membuat tekstur dari produk surimi semakin lembut dan semakin tidak

    keras. Hal ini kurang sesuai jika dibandingkan dengan hasil pengamatan secara sensoris

    dimana pemberian polifosfat sebanyak 0,5% yang diberikan pada kelompok E5

    memiliki tingkat kekenyalan yang sama dengan E1 dan E2 yang mendapatkan

    pemberian polifosfat sebanyak 0,1% dan 0,3%. Meritt el al., (1982) menjelaskan bahwakelemahan dari metode sensori adalah sulitnya menstandaeisasi hasil yang didapatkan

    karena penilaian yang dilakukan bersifat subjektif. Faktor penting lainnya yang

    mempengaruhi elsatisitas dari gel surimi adalah pH. Penggunaan pH yang optimal yaitu

    pada pH 7-7,5 dapat memberikan kekuatan gelasi yang kuat pada daging ikan putih

    (Chung et al., 1994; Ni et al., 2001 dalamNopianti et al., 2012).

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    14/21

    13

    Reinheimer et al. (2010) menjelaskan bahwa proses pencucian yang dilakukan pada

    awal pembuatan produk surimi bertujuan juga untuk menghilangkan bau amis. Akan

    tetapi hasil pengamatan pada praktikum ini menunjukkan masih adanya bau amis pada

    produk surimi kelompok E1, E3 dan E4, sedangkan produk surimi pada kelompok E2

    dan E5 memiliki aroma yang sangat amis. Jika dibandingkan dengan teori yang ada, hal

    ini mengindikasikan bahwa proses pencucian surimi belum dilakukan dengan maksimal

    sehingga belum mampu menghilangkan bau amis.

    Bentuk pengembangan produk surimi semakin hari semakin berkembang misalnya

    produk surimi yang dapat dibuat menjadi bentuk bubuk. Bubuk surimi ini memiliki

    beberapa keuntungan dimana dapat disimpan di suhu ruang tidak harus disimpan dalam

    bentuk beku sehingga memudahkan dalam proses dan biaya distribusi, selain itu bubuk

    surimi juga mudah untuk diolah, disimpan dan dicampur dengan bahan kering lainnya

    (Green & Lanier, 1985 dalam Santana et al., 2012). Proses pengeringan produk surimi

    menjadi bubuk surimi dapat dilakukan dengan beberapa metode pengeringan seperti :

    freeze-drying, spray drying, oven drying, solar drying, mechanical drying(Saantana et

    al., 2012).

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    15/21

    14

    4. KESIMPULAN

    Surimi adalah konsentrasi protein miofibril yang diekstrak dari pencucian daging

    ikan yang telah dihaluskan dan dipisahkan dari tulang, kulit dan isi perutnya serta

    ditambahkannya bahan cryoprotectantsebagai campurannya.

    Surimi mengandung protein miofribril yang berfungsi sebagai pembentuk gel,

    kemampuan pengikatan air dan sebagai emulsifier.

    Surimi dapat dibuat dari daging ikan, kepiting, daging kerang dan daging udang.

    Proses pembuatan surimi meliputi pengirisan, pencucian, penyaringan,

    pengepresan, penambahan bahan cryoprotectantdan pembekuan.

    Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas produk surimi yang dihasilkan adalah

    kesegaran bahan baku, komposisi lemak pada bahan baku, suhu yang digunakan

    dalam proses pencucian, penambahan senyawa cryoprotectant, garam dan

    polifosfat.

    Surimi yang dihasilkan akan semakin elastis dengan semakin segarnya ikan yang

    digunakan sebagai bahan baku.

    Komponen lemak yang rendah akan memberikan hasil surimi yang baik.

    Suhu pencucian terbaik untuk mendapatkan kekuatan gel yang optimal yaitu pada

    suhu 10oC15oC.

    Senyawa cryoprotectant berfungsi untuk mencegah denaturasi protein,

    meningkatkan hidrasi molekul protein dan menurunkan penggumpalan protein.

    Garam yang ditambahkan berfungsi untuk membantu pembentukan gel ybang

    optimal pada pembuatan produk surimi.

    Seyawa polifosfat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan protein untuk

    menyerap cairan dan membuat tekstur produk surimi semakin lembut.

    Perlakuan terbaik dalam pembuatan surimi pada praktikum ini adalah perlakuan

    pemberian sukrosa sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanayk 0,3% karena pada

    kondisi ini nilai WHC yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 332457,81 gf, nilai

    hardness yang diperoleh juga tidak terlalu rendah.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    16/21

    15

    Semarang, 02 November 2015

    Praktikan, Asisten Dosen

    -Yusdhika Bayu S

    Maria Margareta S

    13.70.0161

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    17/21

    16

    5. DAFTAR PUSTAKA

    Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk

    Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

    Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan

    Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

    Huda, N., Leng, O.H., Nopianto,R. (2011). Cryoproctective Effect of Different Levels

    of Polydextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal ofFisheries and Aquatic Science 6 (4): 404-416.

    Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri.Jakarta: UI Press.

    Meriit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and

    Processing Second Edition. Her Majestys Stationery Office. Edinburgh.

    Nopianti, R., Huda, N., Fazilah,A., Ismail,N., Easa, A.M. (2012). Effect of different

    types of low sweetness sugar on physicochemical properties of threadfin bream

    surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage. International Food ResearchJournal 19(3): 1011-1021.

    Parvathy,U., George,S. (2014). Influence of cryoprotectantlevels on storage stability of

    surimi from Nemipterus japonicus and quality of surimi-based product. Journal

    Food Science Technology 51(5) : 982-987.

    Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan

    Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian

    Perikanan Laut.

    Piotrowicz,I.B.B., Mellado, M.M.S. (2015). Chemical, Technological and NutritionalQuality of Sausage Processed with Surimi. International Food Research Journal

    22(5) : 2103-2110.

    Potter, N.N. (1978).Food Science 3rd

    edition. AVI Publishing Company, Inc. USA.

    Reinheimer et al. (2010).Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo(Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition . World

    Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    18/21

    17

    Santana,P.,Huda, N., Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder

    and Potential Applications. International Food Research Journal 19 (4): 1313-1323.

    Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)

    Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane byElicitor and Suppressor from a Pea Pathogen,Mycosphaerellapinodes. Plant Cell

    Physiol. 33: 445-452.

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    19/21

    18

    6. LAMPIRAN

    6.1. Perhitungan

    Rumus :

    area basa

    Mg HOarea basah

    Kelompok E1

    area basa

    Mg HO

    Kelompok E2

    area basa

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    20/21

    19

    Mg HO

    Kelompok E3

    area basa

    Mg HO

    Kelompok E4

    area basa

    Mg HO

    Kelompok E5

  • 7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

    21/21

    20

    area basa

    Mg HO

    6.2. Laporan Sementara

    6.3. Diagram Alir

    6.4. Abstrak Jurnal