surimi_maria margareta_13.70.0161_e4_unika soegijapranata
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
1/21
0
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Maria Margareta S.
13.70.0161
Kelompok E4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
2/21
1
1. MATERI METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1.
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, pisau, kain saring,
penggiling daging, freezer, texture analyzer,presser, plastik dan milimeter blok.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, es batu, sukrosa
5%, garam 3,5% dan polifosfat 0,5%.
1.2. Metode
Ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir
Daging ikan difillletdengan cara dibuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.
Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan
da at ditambahkan es batu untuk men a a suhu rendah.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
3/21
2
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring
dengan menggunakan kain saring.
Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,
2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4,
5), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3);
0 5% kelom ok 4 5 .
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk
kemudian dibekukan dalamfreezerselama 1 malam.
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas
sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
4/21
3
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan
menggunakan texture analyzer.
Surimi dipressdengan menggunakanpresser.
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blokuntuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
5/21
4
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)
Sensori
Kekenyalan Aroma
E1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1%106,73 268087,13 ++ + +
E2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3%110,22 332457,81 ++ + + +
E3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +polifosfat 0,3%
152,62 290357,43 ++ + + +
E4Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%91,879 277594,52 ++ + + +
E5Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%123,41 327271,52 + + ++ +
Keterangan :
Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis
+ + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Tabel 1. diatas menunjukkan nilai hardness, WHC dan sensori dari praktikum surimi.
Nilai hardness tertinggi (152,62 gf) terdapat pada kelompok E3 yang mendapatkan
perlakuan sukrosa 5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,3%. Nilai hardness terendah
(91,879 gf) terdapat pada kelompok E4 yang mendapat perlakuan pemberian sukrosa
5%, garam 2,5% dan polifosfat 0,5%. Penghitungan nilai WHC menunjukkan nilai
WHC terbesar terdapat pada kelompok E2 yaitu sebesar 33 2457,81 mgH 2O. Perlakuan
yang diberikan pada kelompok E2 adalah pemberian sukrosa 2,5%, garam 2,5% dan
polifosfat 0,3%. Nilai WHC terkecil terdapat pada kelompok E1 sebesar 268087,13 mg
H2O. Kelompok E1 mendapatkan perlakuan pemberian sukrosa 2,5%, garam 2,5% dan
polifosfat 0,1%. Pengujian sensori terhadap kekenyalan surimi menunjukkan surimi
kenyal terdapat pada kelompok E1,E2 dan E5, sedangkan surimi sangat kenyal terdapat
pada kelompok E3 dan E4. Pengujian sensori terhadap aroma menunjukkan aroma amis
terdapat pada surimi kelompok E1,E3 dan E4, sedangkan surimi sangat amis terdapat
pada kelompok E2 dan E5.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
6/21
5
3. PEMBAHASAN
Surimi adalah konsentrasi protein miofibril yang diekstrak dari pencucian daging ikan
yang telah dihaluskan dan dipisahkan dari tulang, kulit dan isi perutnya serta
ditambahkannya bahan cryoprotectant sebagai campurannya (Okada, 1992 dalam
Santana et al., 2012). Protein miofibril memiliki beberapa sifat yaitu menempati
proporsi terbesar, larut dalam garam dan memiliki peranan dalam kontraksi otot
(Andini, 2006). Selain itu protein miofibril memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai
pembentuk gel, kemampuan pengikatan air dan sebagai emulsifier (Seto et al., 2003
dalam Huda et al., 2011). Dari teori yang diuraikan diatas, protein miofibril yang ada
pada bahan baku pembuatan surimi memegang peranan penting. Selain dari ikan, surimi
dapat dibuat dari daging kepiting, daging kerang dan daging udang (Aguilera &
Rademaccher, 2004 dalam Santana et al., 2012). Praktikum surimi yang dilaksanakan
oleh kloter E pada tanggal 26 Oktober 2015 menggunakan daging ikan bawal sebagai
bahan baku pembuatan surimi.
Kesegaran dari bahan baku ikan memegang peranan penting dari kualitas produk surimi
(Benjakul et al., 2002 dalam Santana et al., 2012). Surimi yang dihasilkan akan semakin
elastis dengan semakin segarnya ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan
tambahan beberapa produk seperti gula, pati dan protein nabati dapat membantu
peningkatan elastisitas dari surimi (Koswara et al., 2001). Dalam praktikum ini ikan
bawal yang digunakan dalam bentuk segar yang terihat dari daging yang masih kompak
dan elastis, bau yang masih segar, tidak ditemukannya lendir pada bagian kulit. Menurut
Peranginangin et al. (1999) terdapat beberapa syarat pemilihan ikan sebagai bahan baku
pembuatan surimi, yaitu daging bewarna putih, tidak berbau lumpur dan bau amis tidakberlebihan, serta memiliki kemampuan untuk membentuk gel. Ikan bawal merupakan
ikan yang memiliki daging bewarna putih sehingga cocok digunakan sebagai bahan
baku pembuatan surimi pada praktikum ini.
Karthikeyan et al. (2006) dalam Parvathy & George (2014) mengungkapkan bahwa
komponen lemak yang terdapat pada bahan baku juga mempengaruhi hasil surimi yang
dihasilkan. Komponen lemak yang rendah akan memberikan hasil surimi yang baik.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
7/21
6
Ikan yang memiliki kadar lemak tinggi tidak disarankan sebagai bahan baku pembuatan
surimi. Hal ini disebabkan oleh karena komponen lemak dalam surimi dapat
menyebabkan adanya reduksi lemak melalui proses oksidasi yang juga mampu
berinteraksi dengan protein dan menyebabkan protein terdenaturasi atau mengalami
perubahan stuktur (Jin et al., 2007 dalam Piotrowicz & Mellado, 2015). Ikan bawal
memiliki kadar lemak yang cukup rendah sehingga mampu menghasilkan produk surimi
yang baik. Hal ini didukung oleh teori dari Sitanggang (2014) yang mengungkapkan
bahwa komponen lemak dalam ikan bawal adalah 1,7% atau 1,7 gram dalam 100 gram
ikan bawal.
Proses pembuatan surimi meliputi pengirisan, pencucian, penyaringan, pengepresan,
penambahan bahan cryoprotectantdan pembekuan (Park & Lin, 2005 dalam Santana et
al., 2012). Pembuatan surimi dalam praktikum ini diawali dengan pencucian ikan bawal
dengan air hingga bersih, kemudian daging ikan dipisahkan dari bagian kepala, sirip,
ekor, sisik, isi perut dan kulit. Proses pencucian juga memengang peranan penting
terhadap kualitas dari produk surimi. Pencucian dengan air dingin (5-10oC) bertujuan
untuk menjaga kesegaran bahan baku yang digunakan (Santana et al., 2012). Proses
pencucian akan menghilangkan komponen yang tidak diinginkan seperti darah, lemak,
pigmen, protein sarkoplasma (Piyadhammaviboon and Yongsawatdigul, 2010 dalam
Piotrowicz & Mellado, 2015) dan meninggalkan komponen protein miofibril. Protein
miofibril yang diekstrak diharapkan dapat dimaksimalkan karena protein miofibril ini
berperan dalam pembentukan gel dari produk surimi (Santana et al., 2012).
Peningkatan kadar air setelah pencucian disebabkan oleh karena adanya hidrasi oleh
protein miofibril (Karthikeyan et al., 2006 dalam Parvathy & George, 2014).
Menurut Hultin & Kelleher (2000) dalam Piotrowicz & Mellado (2015), penggunaan
laruta alkali selama pencucian dapat meningkatkan kualitas dari produk surimi
dibandingkan dengan pencucian dengan air biasa. Penggunaan larutan buffer sodium
choride, sodium bicarbonate dan sodium phosphate selam proses pencucian dapat
menyebabkan penurunan warna karena sebagian pigmen menghilang, akan tetapi
mampu meningkatkan water holding capacity (Gonalves and Passos, 2003; Ismail et
al., 2010 dalam Piotrowicz & Mellado, 2015). Larutan sodium bicarbonate yang
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
8/21
7
digunakan dalam pencucian mampu memberikan hasil produk surimi yang memiliki
warna lebih cerah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid, akan
tetapi penggunaan larutan sodium bicarbonate memberikan kekuatan gel yang lebih
rendah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid. Hal ini dapat
disebabkan karena penggunaan larutan sodium bicarbonate menunjukkan komponen
protein yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan larutan phosphoric acid
(Piotrowicz & Mellado, 2015).
Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah proses pencucian adaah pemisahan daging
ikan sebanyak 100 gram, setelah itu daging tersebut digiling dengan halus
menggunakan penggiling daging. Penambahan es batu selama penggilingan ditujukan
untuk menjaga suhu tetap rendah. Daging giling yang didapatkan dicuci menggunakan
air es sebanyak 3 kali. Andini (2006) menjelaskan bahwa air pada suhu lebih tinggi dari
15oC dapat menyebabkan larutnya sebagian protein larut air sehingga akan
memepengaruhi kekuatan gel. Suhu terbaik untuk mendapatkan kekuatan gel yang
optimal yaitu pada suhu 10oC 15oC. Dari uraian teori diatas, dapat diketahui bahwa
penambahan es batu pada saat pencucian dan penggilingan sangat penting untuk
dilakukan untuk terus menjaga komponen protein yang berperan dalam kekuatan gel.
Kadar protein pada bahan baku akan mempengaruhi hardness dari gel surimi,
sedangkan kualitas dari protein akan mempengaruhi elastisitas gel surimi (Martinez,
1989 dalam Nopianti et al., 2012).
.
Daging yang telah dicuci kemudian disaring dengan menggunakan kain saring. Setelah
itu dilakukan penambahan sukrosa, garam dan polifosfat. Jumlah garam yang
ditambahkan pada semua kelompok sama yaitu sebesar 2,5 gram, sedangkan jumlahsukrosa dan polifosfat yang ditambahkan pada masing-masing kelompok berbeda. Pada
kelompok E1 ditambahkan 2,5 gram sukrosa dan 0,1 gram polifenol. Pada kelompok E2
ditambahkan 2,5 gram sukrosa dan 0,3 gram polifenol. Pada kelompok E3 ditambahkan
5 gram sukrosa dan 0,3 gam polifenol. Pada kelompok E4 dan E5 ditambahkan 5 gram
sukrosa dan 0,5 gram polifenol. Daging yang telah dicampur dengan sukrosa, garam dan
polifosfat kemudian dimasukkan kedalam wadah unuk dibekukan dalam freezerselama
1 malam. Penyimpanan dengan pembekuan merupakan perlakuan terpenting dan
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
9/21
8
terefektif yang digunakan untuk mengawetkan surimi (Pan et al., 2010 dalam Nopianti
et al., 2012). Proses pembekuan akan menyebabkan sebagian molekul protein
terdehidrasi yang disebabkan oleh karena perpindahan senyawa air ke bentuk kristal es.
Hui (2006) dalam Huda et al. (2011) mengungkapkan bahwa protein otot/urat dari ikan
memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan dengan protein otot/urat sapi, babi,
unggas seperti ayam dan bebek sehingga peran dari senyawa cryoprotectant sangat
penting untuk mencegah denaturasi protein. Penggunaan senyawa cryoprotectant akan
meningkatkan hidrasi dari molekul protein dan menurunkan penggumpalan protein
sehingga penurunan kadar air secara signifikan dapat dicegah (Matsumoto & Noguchi,
1992 dalam Nopianti et al., 2012).
Beberapa jenis cryoprotectant adalah sukrosa, sorbitol dan glukosa (Niki & Igarashi.,
1982 dalam Santana et al., 2012). Senyawa cryoprotectant yang dipilih dalam
praktikum ini adalah sukrosa. Terdapat dua perlakuan yang diberikan, yaitu pemberian
sukrosa sebanyak 2,5% pada kelompok E1 dan E2 serta pemberian sukrosa sebanyak
5% pada kelompok E3,E4 dan E5. Menurut Niki & Igarashi. (1982) dalam Santana et
al. (2012), sukrosa lebih mampu menjaga aktomiosin dari denaturasi dibandingkan
dengan sorbitol dan glukosa. Akan tetapi sukrosa dalam jumlah tinggi yang diberikan
pada produk surimi mampu meningkatkan rekasi maillard yang dapat menyebabkan
produk surimi mengalami perubahan warna menjadi coklat selama penyimpangan pada
keadaan beku (Pigott,1986 dalam Huda et al., 2011). Sebagian konsumen lebih memilih
produk surimi yang rendah gula seperti polydextrose, lactitol, litesse, palatinit dan
trehalose. Polydextrose memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sukrosa dan
sorbitol, yaitu lebih tidak manis, memiliki berat molekul yang lebih besar sehingga
mampu mengurangi penurunan titik beku, larutan yang dicampurkan denganpolydextrose memiliki viskositas yang lebiih tinggi sehingga mampu meberikan rasa
dan tekstur yang lebih diinginkan (Roller & Jones, 1995 dalam Huda et al., 2011).
Senyawa fosfat memiliki fungsi untuk meningkatkan moisture retention dan
kemampuan protein untuk menyerap cairan. Selain itu fosfat juga menyebabkan
peningkatan sedikit pH yang menyebabkan meningkatnya water holding capacity
sehingga mampu meningkatkan kemampuan membentuk gel dan kekuatan gel (Hui,
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
10/21
9
2006 dalam Huda et al., 2011). Terdapat dua perlakuan pemberian polifosfat,
pemberian polifosfat sebanyak 0,1% diberikan pada kelompok E1, pemberian polifosfat
sebanyak 0,3% diberikan pada kelompok E2 dan E3, pemberian polifosfat sebanyak
0,5% diberikan kepada kelompok E4 dan E5.
Selain ditambahkan sukrosa dan polifosfat, pada proses pembuatan surimi dalam
praktikum ini juga ditambahkan larutan garam sebanyak 2,5%. Garam yang
ditambahkan memiliki fungsi untuk membantu pembentukan gel yang opotimal.
Penambahan garam kurang dari 2% belum dapat melarutkan komponen miofibril,
sedangkan penambahan garam yang lebih dari 12% akan menyebabkan komponen
miofibril terhidrasi. Untuk membuat produk surimi yang baik, penambahan garam yang
diberikan berkisar antara 2-3%. Berdasarkan teori tersebut, penambahan garam pada
praktikum ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Penambahan garam ini juga
mengindikasikan bahwa surimi yang dibuat pada praktikum ini merupakan jenis surimi
ka-en yaitu surimi yang dibuat dengan penambahan garam, sedangkan surimi mu-en
adalah surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (Agustiani et al., 2006).
Hasil surimi yang didapatkan dithawing pada hari berikutnya. Potter (1978)
menjelaskan bahwa proses thawing yang lama dapat menyebabkan penurunan mutu dari
bahan baku ikan, oleh sebab itu, proses thawing harus dilakukan dengan cepat.
Kemudian dilakukan pengukuran terhadap hasil surimi yang meliputi pengukuran
hardness menggunakan texture analyzer, pengukuran WHC dimana surimi dipress dan
digambar pada milimeter blok, serta dilakukan pengujian kualitas sensoris yang
meliputi kekenyalan dan aroma.
Analisa profil tekstur dari gel surimi dapat dilakukan dengan menggunakan texture
analyzer. Profil tekstur tersebut dapat tergambarkan dalam hardness, cohesiveness,
springiness,gumminessdan chewiness. Komponen hardnessdidefinisikan sebagai gaya
tertinggi selama pengepresan pertama (Munizaga & Canovas, 2004 dalam Nopianti et
al., 2012). Pada praktikum ini dilakukan pengukuran hardness. Pada hasil pengamata
diketahui bahwa penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% memiliki nilai hardness
sebesar 106,73 gf. Kelompok E2 mendapatkan perlakuan penambahan sukrosa
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
11/21
10
sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,3% memberikan hasil hardness yang lebih
tinggi yaitu sebesar 110,22 gf. Kelompok E3 menunjukkan nilai hardnesstertinggi yaitu
sebesar 152,62 gf. Pada kelompok E3 mendapat perlakuan pemberian sukrosa sebanyak
5% dan pemberian polifosfat sebanyak 0,3%. Sedangkan pemberian polifosfat yang
lebih banyak yaitu 0,5% justru akan menurunkan nilai hardnessyang didapat. Hal ini
nampak pada kelompok E4 dan E5 dimana mendapat perlakuan pemberian sukrosa
sebanyak 5% dan penambahan polifosfat sebanyak 0,5%. Nilai hardnesskelompok E4
adalah 91,879 gf sedangkan nilai hardnesspada kelompok E5 adalah 123,41 gf.
Komposisi cryoprotectantyang digunakan secara luas adalah 4% sukrosa, 4% sorbitol
dan 0,2-0,3% polifosfat, dimana komposisi tersebut menjaga stabilitas protein surimi
selama proses penyimpanan pada keadaan beku (Li-Chan, 2001 dalam dalam Huda et
al., 2011). Penggunaan cryoprotectant yang semakin tinggi juga akan menghasilkan
kekuatan gel yang lebih baik karena protein mampu terjaga selama penyimpanan beku
(Yoon &Lee, 1990 dalam Huda et al., 2011). Apabila melihat dari hasil pengamatan
yang didapatkan pada praktikum ini, penambahan senyawa sukrosa sebanyak 5% efektif
diberikan dalam pembuatan surimi karena mampu memberikan nilai hardness yang
tinggi, akan tetapi penambahan polifosfat sebanyak 0,5% tidak efektif diberikan pada
pembuatan surimi karena akan menurunkan nilai hardness. Hal ini didukung oleh teori
dari Toyada et al., 1992 yang menyatakan bahwa polifosfat yang ditambahkan akan
menyebabkan tekstur dari surimi menjadi lembut sehingga akan menurunkan nilai
hardnessdari surimi.
Pengamatan lain yang dilakukan adalah pengukuran kadar Water Holding Capacity
(WHC) atau daya pengikat air. Water Holding Capacity (WHC) penting dalampembentukan gel dan emulsi karena berhubungan dengan kemampuan protein untuk
mengikat sebagian air dengan ikatan hidrogen (Fisher 2009 dalam Santana et al., 2012).
Nilai WHC pada praktikum ini dihitung dengan mengukur luas dari produk surimi
menggunakan milimeter blok. Miller & Groninger (1976) dalam Santana et al. (2012)
mengungkapkan penghitungan nilai WHC juga dapat dilakukan dengan mencampur 1
gram bubuk surimi dengan 40 ml larutan NaCl 3% pada tabung sentrifugassi, kemudian
larutan tersebut dihomogenkan menggunakan vortex mixer selama 5 manit. Setelah itu
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
12/21
11
dilakukan sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 7500 rpm. Volume supernatan
yang didapatkan dihitung sebagai ml H2O dalam 1 gram protein.
Hasil daya ikat air pada praktikum ini menunjukkan hasil yang fluktuatif, dimana hasil
daya ikat air terendah (268087,13 mg H2O) terdapat pada kelompok E1 yang
mendapatkan perlakuan penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1%. Hasil daya ikat
air tertinggi (332457,81 mgH2O) terdapat pada kelompok E2 yang mendapatkan
perlakuan penambahan sukrosa sebanyak 2,5% dan polifosfat 0,3%. Pada kelompok E3
nilai daya ikaat air berkurang yaitu sebesar 290357,43 mgH2O. Hal ini juga terjadi pada
kelompok E4 dimana memiliki daya ikat air yang lebih kecil dari kelompo E3 yaitu
sebesar 277594,52 mgH2O. Sedangkan pada kelompok E5 nilai daya ikat air justru
meningkat kembali yaitu sebesar 327271,52 mg H2O.
Water Holding Capacity (WHC) berhubungan dengan protein miofibril. Protein
miofibril yang terdenaturasi mengindikasikan adanya penurunan water holding capacity
(Fennema et al., 1973 dalam Huda et al., 2011). Water Holding Capacity juga
dipengaruhi oleh komponen air (Shaviklo, 2006 dalam Nopianti et al., 2012). Dari
uraian teori diatas, dapat diketahui bahwa penurunan nilai WHC pada kelompok E3
dapat disebabkan oleh karena adanya sebagian protein yang terdenaturasi. Hal ini juga
dapat disebabkan oleh karena kondisi bahan baku yang kurang baik. Vaclavik and
Christian (2008) dalam Nopianti et al. (2012) mengungkapkan bahwa ketika hewan
lapar atau mengalami stress sebelum pemotongan, maka peningkatan pH tidak dapat
dicegah dan akan mempengaruhi water holding capacity. Pemberian senyawa
cryoprotectantakan menjaga kelebihan proses glikolisis yang menyebabkan penurunan
pH (Vaclavik and Christian, 2008 dalamNopianti et al., 2012). Sedangkan penurunannilai WHC pada kelompok E4 dan E5 dapat disebabkan oleh karena penambahan
polifosfat yang semakin banyak. Penggunaan fosfat dapat meningkatkan WHC dari
protein dan mencegah hilangnya air selama pemasakan. Senyawa fosfat mampu
membuka sruktur dari protein dan membantu protein untuk mengikat lebih banyak air
(Marianski, 2009 dalam Nopianti et al., 2012).
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
13/21
12
Penelitian penggunaan berbagai konsentrasi polydextrose pada pembuatan surimi yang
dilakukan oleh Huda et al., (2011) menunjukkan bahwa penggunaan polydextrose
sebanyak 9% menghasilkan kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan polydextrose sebanyak 6%. Dari uraian tersebut, penggunaan senyawa
cryoprotectant seperti polydextrose memiliki batas penggunaan maksimal, begitu juga
dengan penggunaan senyawa sukrosa pada praktikum ini. Penggunaan sukrosa
sebanyak 2,5% sudah mampu menghasilkan nilai WHC yang tertinggi sehingga
penggunaan sukrosa sebanyak 2,5% sudah cukup untuk pembuatan surimi pada
praktikum ini. Selain itu Park & Lin (2005) dalam Parvathy & George (2014)
mengungkapkan bahwa protein pada ikan tropis lebih stabil dari pada protein temperate
water fish pada penyimpanan beku oleh sebab itu digunakan jumlah gula yang lebih
sedikit.
Pengamatan yang dilakukan secara sensori terhadap produk surimi meliputi pengamatan
mengenai kekenyalan dan aroma. Pengujian sensori terhadap kekenyalan surimi
menunjukkan surimi kenyal terdapat pada kelompok E1,E2 dan E5, sedangkan surimi
sangat kenyal terdapat pada kelompok E3 dan E4. Kekenyalan dari produk surimi ini
dipengaruhi oleh senyawa cryoprotectantdan senyawa polifosfat yang diberikan.
Toyada et al., (1992) mengungkapkan bahwa penambahan polifosfat yang semakin
banyak akan membuat tekstur dari produk surimi semakin lembut dan semakin tidak
keras. Hal ini kurang sesuai jika dibandingkan dengan hasil pengamatan secara sensoris
dimana pemberian polifosfat sebanyak 0,5% yang diberikan pada kelompok E5
memiliki tingkat kekenyalan yang sama dengan E1 dan E2 yang mendapatkan
pemberian polifosfat sebanyak 0,1% dan 0,3%. Meritt el al., (1982) menjelaskan bahwakelemahan dari metode sensori adalah sulitnya menstandaeisasi hasil yang didapatkan
karena penilaian yang dilakukan bersifat subjektif. Faktor penting lainnya yang
mempengaruhi elsatisitas dari gel surimi adalah pH. Penggunaan pH yang optimal yaitu
pada pH 7-7,5 dapat memberikan kekuatan gelasi yang kuat pada daging ikan putih
(Chung et al., 1994; Ni et al., 2001 dalamNopianti et al., 2012).
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
14/21
13
Reinheimer et al. (2010) menjelaskan bahwa proses pencucian yang dilakukan pada
awal pembuatan produk surimi bertujuan juga untuk menghilangkan bau amis. Akan
tetapi hasil pengamatan pada praktikum ini menunjukkan masih adanya bau amis pada
produk surimi kelompok E1, E3 dan E4, sedangkan produk surimi pada kelompok E2
dan E5 memiliki aroma yang sangat amis. Jika dibandingkan dengan teori yang ada, hal
ini mengindikasikan bahwa proses pencucian surimi belum dilakukan dengan maksimal
sehingga belum mampu menghilangkan bau amis.
Bentuk pengembangan produk surimi semakin hari semakin berkembang misalnya
produk surimi yang dapat dibuat menjadi bentuk bubuk. Bubuk surimi ini memiliki
beberapa keuntungan dimana dapat disimpan di suhu ruang tidak harus disimpan dalam
bentuk beku sehingga memudahkan dalam proses dan biaya distribusi, selain itu bubuk
surimi juga mudah untuk diolah, disimpan dan dicampur dengan bahan kering lainnya
(Green & Lanier, 1985 dalam Santana et al., 2012). Proses pengeringan produk surimi
menjadi bubuk surimi dapat dilakukan dengan beberapa metode pengeringan seperti :
freeze-drying, spray drying, oven drying, solar drying, mechanical drying(Saantana et
al., 2012).
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
15/21
14
4. KESIMPULAN
Surimi adalah konsentrasi protein miofibril yang diekstrak dari pencucian daging
ikan yang telah dihaluskan dan dipisahkan dari tulang, kulit dan isi perutnya serta
ditambahkannya bahan cryoprotectantsebagai campurannya.
Surimi mengandung protein miofribril yang berfungsi sebagai pembentuk gel,
kemampuan pengikatan air dan sebagai emulsifier.
Surimi dapat dibuat dari daging ikan, kepiting, daging kerang dan daging udang.
Proses pembuatan surimi meliputi pengirisan, pencucian, penyaringan,
pengepresan, penambahan bahan cryoprotectantdan pembekuan.
Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas produk surimi yang dihasilkan adalah
kesegaran bahan baku, komposisi lemak pada bahan baku, suhu yang digunakan
dalam proses pencucian, penambahan senyawa cryoprotectant, garam dan
polifosfat.
Surimi yang dihasilkan akan semakin elastis dengan semakin segarnya ikan yang
digunakan sebagai bahan baku.
Komponen lemak yang rendah akan memberikan hasil surimi yang baik.
Suhu pencucian terbaik untuk mendapatkan kekuatan gel yang optimal yaitu pada
suhu 10oC15oC.
Senyawa cryoprotectant berfungsi untuk mencegah denaturasi protein,
meningkatkan hidrasi molekul protein dan menurunkan penggumpalan protein.
Garam yang ditambahkan berfungsi untuk membantu pembentukan gel ybang
optimal pada pembuatan produk surimi.
Seyawa polifosfat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan protein untuk
menyerap cairan dan membuat tekstur produk surimi semakin lembut.
Perlakuan terbaik dalam pembuatan surimi pada praktikum ini adalah perlakuan
pemberian sukrosa sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanayk 0,3% karena pada
kondisi ini nilai WHC yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 332457,81 gf, nilai
hardness yang diperoleh juga tidak terlalu rendah.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
16/21
15
Semarang, 02 November 2015
Praktikan, Asisten Dosen
-Yusdhika Bayu S
Maria Margareta S
13.70.0161
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
17/21
16
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk
Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.
Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan
Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Huda, N., Leng, O.H., Nopianto,R. (2011). Cryoproctective Effect of Different Levels
of Polydextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal ofFisheries and Aquatic Science 6 (4): 404-416.
Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri.Jakarta: UI Press.
Meriit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and
Processing Second Edition. Her Majestys Stationery Office. Edinburgh.
Nopianti, R., Huda, N., Fazilah,A., Ismail,N., Easa, A.M. (2012). Effect of different
types of low sweetness sugar on physicochemical properties of threadfin bream
surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage. International Food ResearchJournal 19(3): 1011-1021.
Parvathy,U., George,S. (2014). Influence of cryoprotectantlevels on storage stability of
surimi from Nemipterus japonicus and quality of surimi-based product. Journal
Food Science Technology 51(5) : 982-987.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan
Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian
Perikanan Laut.
Piotrowicz,I.B.B., Mellado, M.M.S. (2015). Chemical, Technological and NutritionalQuality of Sausage Processed with Surimi. International Food Research Journal
22(5) : 2103-2110.
Potter, N.N. (1978).Food Science 3rd
edition. AVI Publishing Company, Inc. USA.
Reinheimer et al. (2010).Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo(Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition . World
Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
18/21
17
Santana,P.,Huda, N., Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder
and Potential Applications. International Food Research Journal 19 (4): 1313-1323.
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)
Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane byElicitor and Suppressor from a Pea Pathogen,Mycosphaerellapinodes. Plant Cell
Physiol. 33: 445-452.
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
19/21
18
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus :
area basa
Mg HOarea basah
Kelompok E1
area basa
Mg HO
Kelompok E2
area basa
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
20/21
19
Mg HO
Kelompok E3
area basa
Mg HO
Kelompok E4
area basa
Mg HO
Kelompok E5
-
7/24/2019 Surimi_Maria Margareta_13.70.0161_E4_UNIKA SOEGIJAPRANATA
21/21
20
area basa
Mg HO
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal