bab ii_tinjauan pustaka proposal_edit2

Upload: rifa-anis

Post on 08-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    1/42

    2.1 Belajar dan Hasil Belajar

    2.1.1Pengertian belajarBeberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar (Suprijono, 2009)

    sebagai berikut:

    a. GagneBelajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang

    melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari

    proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

    b. TraversBelajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.

    c. CronbachLearning is shown by a change in behavior as a result of experience. (Belajar

    adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).

    d. Harold SpearsLearning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to

    listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah

    mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti

    arah tertentu).

    e. GeochLearning is change in performance as a result of practice. (Belajar adalah

    perubahan performance sebagai hasil latihan).

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    2/42

    f. MorganLearning is any relatively permanent change in behavior that is a result of

    past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen

    sebagai hasil dari pengalaman).

    Heinich dkk (dalam Rahmat, 2008) mengatakan belajar adalah

    aktivitas pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap sebagai

    interaksi seseorang dengan informasi dan lingkungannya. Dengan demikian,

    dalam proses pembelajaran diperlukan pemilihan, penyusunan dan

    penyampaian informasi dalam lingkungan yang sesuai dan melalui interaksi

    pembelajar dengan lingkungannya. Gredler (dalam Rahmat, 2008)

    mengungkapkan bahwa belajar adalah proses memperoleh berbagai

    pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan sikap melalui pengalaman,

    interaksi antara pembelajar, tutor dan lingkungannya.

    2.1.2 Hasil belajarDimyati & Mudjiono (2009) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan

    hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi

    siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

    dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

    terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

    sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

    A.J. Romizowski menyatakan hasil belajar merupakan keluaran (output)

    dari suatu sistem pemprosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    3/42

    berupa bermacammacam informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan

    atau kinerja (Performance) (Jihad & Haris, 2009).

    Hasil belajar erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar. Hasil belajar

    pada sasarannya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengetahuan dan

    keterampilan (Suprihatiningrum, 2013).

    Menurut Bloom (Arikunto, 2012) terdapat tiga tujuan pembelajaran yang

    merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil

    belajar, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.

    (1)Ranah KognitifBerkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

    pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

    (2)Ranah AfektifBerkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

    kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan

    karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

    (3)Ranah PsikomotorMeliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

    neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

    Definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

    kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

    pengalaman belajarnya. Hasil belajar tersebut merupakan tolak ukur kualitas

    dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasainya dan akan menentukan

    berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    4/42

    2.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi

    dua golongan, yaitu faktor intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu

    yang sedang belajar dan faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar individu

    (Slameto 2010).

    A. Faktor-faktor intern(1) Faktor Jasmaniah(a) Faktor Kesehatan

    Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang

    terganggu. Seseorang dapat belajar dengan baik jika mengusahakan kesehatan

    badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-

    ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi

    dan ibadah.

    (b) Cacat TubuhSiswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi,

    hendaknya bila belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat

    bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

    (2) Faktor Psikologis(a) Kecerdasan

    Kecerdasan besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar, dalam situasi

    yang sama, siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi akan lebih

    berhasil daripada yang mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    5/42

    Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingat kecerdasan yang tinggi belum

    pasti berhasil dalam belajarnya.

    (b) PerhatianSiswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya

    untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, jika bahan pelajaran tidak

    menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi

    suka belajar. Usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan

    cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.

    (c) KesiapanKesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi.

    Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika sudah ada

    kesiapan belajar pada siswa, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

    (d) MotifHaruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat

    belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif unutk berpikir dan

    memusatkan perhatian, merencanakan dan melakasanakan kegiatan yang

    berhubungan/menunjang belajar yang dapat ditanamkan kepada diri siswa

    dengan cara memberikan latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan yang kadang-

    kadang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.

    (e) Faktor KelelahanAgar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan

    sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya.

    (f) Minat

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    6/42

    Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran

    yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar

    dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran

    yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat

    menambah kegiatan belajar.

    (g) BakatBakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan

    terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Jika

    bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil

    belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia

    lebih giat lagi dalam belajarnya itu.

    (h) KematanganKematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di

    mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.

    Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi, kemajuan

    baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.

    B. Faktor-faktor ekstern(1)

    Faktor keluarga

    (a) Cara orang tua mendidik(b) Relasi antar anggota keluarga(c) Suasana rumah(d) Keadaan ekonomi keluarga(e) Pengertian keluarga

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    7/42

    (f) Latar belakang kebudayaan(2) Faktor sekolah

    Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode

    mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,

    disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan

    gedung, metode belajar dan tugas rumah.

    (3) Faktor masyarakatMasyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap

    belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat

    misalnya kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan

    bentuk kehidupan masyarakat.

    2.3Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi2.3.1 Karakteristik Pembelajaran Multipel Representasi

    Pada dasarnya belajar kimia, sesuai dengan karakteristiknya, harus dimulai

    dari mengerjakan masalah yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari peserta

    didik. Melalui menyelesaikan masalah dalam kehidupan yang nyata dengan

    menerapkan pengetahuan kimia, peserta didik diharapkan dapat membangun

    pengertian dan pemahaman konsep kimia lebih bermakna karena mereka

    membentuk sendiri struktur pengetahuan konsep kimia melalui bantuan atau

    bimbingan guru. Sehingga, dalam hal pembelajarannya, kimia memerlukan suatu

    pembelajaran yang inovatif, yang akan mampu meningkatan motivasi siswa untuk

    memperkaya pengalaman belajar dan mentransfer pengetahuannya.

    Salah satu pembelajaran yang dapat menunjang peningkatan hasil belajar

    siswa adalah pembelajaran dengan multipel representasi. Dalam kamus ilmiah

    populer multipel artinya adalah banyak unsur, banyaknya lebih dari satu, atau

    berjumlah banyak (Widodo Amd dkk, 2002). Representasi artinya gambaran atau

    perwakilan (Widodo Amd dkk, 2002). Jadi, Multipel representasi adalah

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    8/42

    perpaduan antara teks, gambar nyata, atau grafik. Sedangkan model pembelajaran

    multipel representasi adalah seseorang yang membaca/memahami teks yang

    disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya yaitu: memilih informasi yang

    relevan dari teks, membentuk representasi proporsi berdasarkan teks tersebut, dan

    kemudian mengorganisasi informasi verbal yang diperoleh ke dalam mental

    model verbal (Dabutar, J., 2007).

    Berdasarkan kamus Australian Concise Oxford Dictionary definisi dari

    kata representation berarti sesuatu yang merepresentasikan yang lain (means

    something that represents another). Kata menyajikan (represents) memiliki

    sejumlah makna termasuk: mensimbolisasikan (to symbolize); memanggil kembali

    pikiran melalui gambaran atau imajinasi (to call up in the mind by description or

    portrayal or imagination); memberikan suatu penggambaran (to depict as).

    Makna istilah-istilah tersebut memperkuat pentingnya suatu representasi untuk

    membantu mendeskripsikan dan mensimbolisasikan dalam suatu eksplanasi (Ida

    Farida, 2012).

    Multipel representasi dikembangkan oleh Waldrip dan Prain. Multipel

    representasi diartikan sebagai praktik merepresentasikan kembali (re-

    representing) konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang mencakup mode

    verbal, grafis dan numerik. Semua representasi eksternal seperti model-model,

    analogi, persamaan, grafik, diagram, gambar dan simulasi dapat memperlihatkan

    kata-kata, perhitungan matematik, visual dan/atau mode aksional-operasional (I

    Ketut Mahardika dkk, 2012).

    Demikian juga dalam pembelajaran siswa memilih informasi yang relevan

    dari gambar, lalu membentuk pemahaman, dan mengorganisasi informasi visual

    yang dipilih ke dalam mental mode visual. Tahap terakhir adalah menghubungkan

    'model' yang dibentuk dari teks dengan model yang dibentuk dari gambar. Model

    ini kemudian dapat menjelaskan mengapa gambar dalam teks dapat menunjang

    memori dan pemahaman siswa. Fitur penting lain dalam multimedia adalah

    animasi. Berbagai fungsi animasi antara lain : untuk mengarahkan perhatian

    peserta didik pada aspek penting dari materi yang sedang dipelajari namun

    animasi dapat juga mengalihkan perhatian peserta dari topik utama. Pemahaman

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    9/42

    melalui teks dan gambar dapat mendukung pembentukan mental model melalui

    berbagai cara yang juga ditunjang oleh latar belakang pengetahuan sebelumnya

    atauprior knowledge.

    Penggunaan representasi dengan berbagai cara atau mode representasi

    untuk merepresentasikan suatu fenomena disebut multipel representasi . Waldrip

    mendefinisikan multipel representasi sebagai praktik merepresentasikan kembali

    (re-representing) konsep yang sama melalui berbagai bentuk, yang mencakup

    mode-mode representasi deskriptif (verbal, grafik, tabel), experimental,

    matematis, figuratif (piktorial, analogi dan metafora), kinestetik, visual atau mode

    aksional-operasional.

    Baik sains, maupun ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang sukar

    dipahami, karena banyaknya konsep-konsep abstrak yang tidak akrab dengan

    prior knowledgeataupun model mental yang telah dimiliki pebelajar. Seringkali

    model mental pebelajar itu bertentangan dengan eksplanasi ilmiah. Belajar hafalan

    tentang rumus-rumus kimia dan fakta-fakta memang penting untuk memori

    jangka panjang, namun hanya dengan cara itu tidak dapat menjamin pebelajar

    memahami konsep. Diperlukan belajar bermakna agar pebelajar dapat

    mengkonstruksi konsep-konsep sains/kimia.

    Ainsworth menyatakan multipel representasi dapat berfungsi sebagai

    instrumen yang memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar

    bermakna (meaningful learning) atau belajar yang mendalam (deep learning)

    pada pebelajar. Multipel representasi juga merupakan tools yang memiliki

    kekuatan untuk menolong pebelajar mengembangkan pengetahuan ilmiahnya.

    Oleh karena itu dengan menggunakan representasi yang berbeda dan mode

    pembelajaran yang berbeda akan membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah

    dipahami dan menyenangkan ( intelligible , plausible dan fruitful ) bagi pebelajar.

    Hal ini, karena setiap mode representasi memiliki makna komunikasi yang

    berbeda.

    Adapun deskripsi level-level representasi kimia disarikan dari Gilbert sebagai

    berikut:

    1. Representasi makroskopik

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    10/42

    Representasi makroskopik merupakan representasi kimia yang diperoleh

    melalui pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat

    dilihat (visible) dan dipersepsi oleh panca indra (sensory level), baik secara

    langsung maupun tak langsung. Perolehan pengamatan itu dapat melalui

    pengalaman sehari-hari, penyelidikan di laboratorium secara aktual, studi di

    lapangan ataupun melalui simulasi. Contohnya: terjadinya perubahan warna,

    suhu, pH larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika

    suatu reaksi kimia berlangsung.

    2. Representasi mikroskopikRepresentasi mikroskopik merupakan representasi kimia yang

    menjelaskan dan mengeksplanasi mengenai struktur dan proses pada level

    partikel (atom/molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati.

    Penggunaan istilah mikroskopik merujuk pada level ukurannya yang

    direpresentasikan yang berukuran lebih kecil dari level nanoskopik. Level

    representasi mikroskopik yang dilandasi teori partikulat materi digunakan

    untuk mengeksplanasi fenomena makroskopik dalam term gerakan partikel-

    partikel, seperti gerakan elektron-elektron, molekul-molekul dan atom-atom.

    Entitas mikroskopik tersebut nyata (real), namun terlalu kecil untuk diamati.

    Operasi pada level mikroskopik memerlukan kemampuan berimajinasi

    dan memvisualisasikan. Mode representasi pada level ini dapat diekspresikan

    mulai dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu

    menggunakan kata-kata (verbal), diagram/gambar, model dua dimensi, model

    tiga dimensi baik diam maupun bergerak (berupa animasi).

    3. Representasi simbolikRepresentasi simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan

    kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi,

    stoikiometri dan perhitungan matematik. Taber menyatakan bahwa

    representasi simbolik bertindak sebagai bahasa persamaan kimia (the language

    of chemical equation), sehingga terdapat aturan-aturan (grammatical rules)

    yang harus diikuti. Level representasi simbolik mencakup semua abstraksi

    kualitatif yang digunakan untuk menyajikan setiap item pada level

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    11/42

    mikroskopik. Abstraksi-abstraksi itu digunakan sebagai singkatan (shorthand)

    dari entitas pada level mikroskopik dan juga digunakan untuk menunjukkan

    secara kuantitatif seberapa banyak setiap jenis item yang disajikan pada tiap

    level

    Pada umumnya pembelajaran kimia yang terjadi saat ini hanya membatasi

    pada dua level representasi, yaitu makroskopik dan simbolik. Level berpikir

    mikroskopik dipelajari terpisah dari dua tingkat berpikir lainnya, sehingga

    siswa cenderung hanya menghafalkan representasi sub mikroskopik dan

    simbolik yang bersifat abstrak (dalam bentuk deskripsi kata-kata) akibatnya

    tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan struktur dari suatu

    zat yang mengalami reaksi (Rosita Fitri Herawati dkk, 2013).

    Level mikroskopik ini menjadi kekuatan dan sekaligus kelemahan untuk

    belajar kimia. Kekuatannya, karena level mikroskopik merupakan basis

    intelektual yang penting untuk eksplanasi kimia. Kelemahan terjadi ketika

    pebelajar mulai mencoba belajar dan memahaminya. Lemahnya model mental

    pebelajar pemula nampaknya akibat diabaikan atau termarjinalisasinya level

    representasi mikroskopik dibandingkan dengan level representasi

    makroskopik dan simbolik.

    2.3.2 Fungsi Pembelajaran Berbasis Multipel RepresentasiMultirepresentasi memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai pelengkap,

    pembatas interpretasi, dan pembangun pemahaman menurut Ainsworth (1999):

    1. Fungsi pertama adalah multirepresentasi digunakan untuk memberikanrepresentasi yang berisi informasi pelengkap atau membantu melengkapi

    proses kognitif.

    2. Kedua adalah satu representasi digunakan untuk membatasi kemungkinankesalahan menginterpretasi dalam menggunakan representasi yang lain.

    3. Ketiga, multirepresentasi dapat digunakan untuk mendorong siswa membangunpemahaman terhadap situasi secara mendalam

    2.3.3 Manfaat Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    12/42

    Ada beberapa alasan manfaat menggunakan pembelajaran berbasis

    multipel representasi:

    1. Multi kecerdasan (multipel intelligences)Menurut teori multi kecerdasan orang dapat memiliki kecerdasan yang

    berbeda-beda. Oleh karena itu siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda

    sesuai dengan jenis kecerdasannya. Representasi yang berbeda-beda

    memberikan kesempatan belajar yang optimal bagi setiap jenis kecerdasan.

    2. Visualisasi bagi otakKuantitas dan konsep-konsep yang bersifat fisik seringkali dapat

    divisualisasi dan dipahami lebih baik dengan menggunakan representasi

    konkret.

    3. Membantu mengonstruksi representasi tipe lainBeberapa representasi konkret membantu dalam mengonstruksi

    representasi yang lebih abstrak.

    4. Beberapa representasi bermanfaat bagi penalaran kualitatifPenalaran kualitatif seringkali terbantu dengan menggunakan

    representasi konkret.

    5. Representasi matematik yang abstrak digunakan untuk penalaran kuantitatifRepresentasi matematik dapat digunakan untuk mencari jawaban

    kuantitatif terhadap soal.

    Penggunaan multipel representasi dapat membantu guru dalam

    mengidentifikasi tiga dimensi pembelajaran yang terjadi yakni;

    1) Representasi memberi peluang kepada guru untuk dapat menilai pemikiransiswa.

    2) Representasi memberi peluang guru untuk menggunakan teknik pedagogikbaru.

    3) Representasi memudahkan guru untuk menjembatani antara pendekatankonvensional dan pendekatan modern.

    2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    13/42

    Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil

    penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang

    berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada

    tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat pula diartikan sebagai

    pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi

    petunjuk kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas (Suprijono,

    2012).

    Sintaks (pola urut) dari suatu model pembelajaran menggambarkan

    keseluruhan urutan alur langkah, menunjukkan dengan jelas urutan kegiatan-

    kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa. Hendaknya dalam

    memilih suatu model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan

    pembelajaran sebaiknya harus memiliki banyak pertimbangan, misalnya terhadap

    materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana atau fasilitas

    yang tersedia sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan dapat

    tercapai (Suprihtiningrum, 2013).

    Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

    model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model

    pembelajaran yang mengutamakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar

    dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-6

    orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif

    dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat

    mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri dan bertujuan

    untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan memiliki

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    14/42

    keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

    Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari

    pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa

    belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan

    sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis (Majid, 2013).

    Menurut Moore (Ashyar dkk, 2008) menyatakan bahwa pembelajaran

    kooperatif lebih memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan

    kompetensi sosial dan kemampuan kognitif antara anggota kelompok belajar.

    Setiap anggota kelompok berinteraksi berdasarkan perannya sebagaimana norma

    yang mengatur perilaku anggota kelompok, dapat dipahami bahwa dalam

    pembelajaran kooperatif, siswa memiliki dua tanggug jawab, yaitu belajar untuk

    dirinya sendiri, dan membantu sesama anggota untuk belajar.

    Warsono & Hariyanto (2012) menyatakan beberapa manfaat dari model

    pembelajaran kooperatif , yaitu:

    (a) Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik.(b) Meningkatkan daya ingat siswa, karena dalam pembelajaran kooperatif, siswa

    secara langsung dapat menerapkan kegiatan mengajar siswa yang lain.

    (c)

    Meningkatkan kepuasaan siswa terhadap pengalaman belajarnya,

    meningkatkan rasa percaya diri siswa dan memotivasi siswa untuk

    mempelajari bahan pembelajaran dengan lebih baik.

    (d) Mengembangkan keterampilan sosial siswa seperti membantu siswa untukpeduli terhadap perbedaan pendapat siswa lain dan merasa bertanggung jawab

    dalam keberhasilan belajar kelompoknya.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    15/42

    Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dibagi menjadi enam fase

    seperti pada Tabel 1.

    No

    Keterangan Tingkah Laku Guru Tingkah Laku Siswa

    1 Menyampaikan tujuandan motivasi pesertadidik

    Guru menyampaikan tujuanpembelajaran danmemotivasi siswa.

    Memperhatikanpenjelasan guru.

    2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi

    melalui demonstrasi ataubuku bacaan.

    Memperhatikan

    demonstrasi ataumembaca buku.

    3 Mengorganisasikansiswa dalam kelompokbelajar

    Guru membentukkelompok belajar secaraheterogen.

    Mencari kelompokyang sesuai denganapa yang diharapkanguru.

    4 Membimbing

    kelompok bekerja danbelajar

    Guru membimbing

    kelompok belajar sesuaidengan tugas mereka.

    Bekerja secara

    kelompok.

    5 Evaluasi Guru meminta kelompokuntuk mempresentasikanhasil belajarnya.

    Mempresentasikanhasil belajar padateman di depan kelas.

    6 Memberikanpenghargaan

    Guru memberikanpenghargaan bagikelompok yangmenunjukkan kerja yangbagus dan benar.

    Mendapatkanpenguatan materipelajaran dankelompok.

    (Majid, 2013).

    Beberapa teori pembelajaran yang melandasi pembelajaran kooperatif

    adalah sebagai berikut:

    (1) Teori pembelajaran konstruktivismeTeori ini menyatakan bahwa pembelajar mengkonstruk sendiri

    realitasnya atau paling tidak menerjemahkannya berlandaskan persepsi

    tentang pengalamannya, sehingga pengetahuan individu adalah sebuah fungsi

    dari pengalaman sebelumnya, juga struktur mentalnya yang kemudian

    digunakannya untuk menerjemahkan objek-objek serta kejadian-kejadian

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    16/42

    baru. Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah

    suatu yang diperoleh dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam,

    tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi aktif manusia itu sendiri

    (Suyono & Hariyanto, 2011).

    Konstruktivisme menekankan penemuan diri, individualitas dan

    pemikiran yang independen pada pihak siswa. Peran guru berubah dari peran

    otoritas yang menyediakan informasi ke peran pendamping, yang mengajukan

    pertanyaan, menyarankan sumber-sumber, mendorong eksplorasi dan belajar

    bersama-sama dengan siswa. Konstruktivisme terhadap belajar dan mengajar

    telah menekankan beberapa prinsip penting. Pertama, pembelajaran yang

    terbaik adalah pembelajaran yang dilakukan menurut situasi; yakni belajar di

    mana siswa memecahkan soal-soal, mengerjakan tugas dan belajar materi

    baru dalam suatu konteks yang dapat mereka pahami. Prinsip lain

    konstruktivisme adalah bahwa siswa harus didukung pada sepanjang proses

    belajar dengan menggunakan penyangga. Penyangga merupakan proses di

    mana seorang guru (bahkan siswa lainnya) membantu seorang siswa dalam

    mengembangkan pemahaman baru atau keterampilan baru. Bila siswa

    tersebut telah berkembang, dukungan bisa dihilangkan sehingaa akhirnya

    siswa tersebut dapat bediri sendiri (Wiryokusumo, 2009).

    Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme ialah

    pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif, tekanan dalam proses

    belajar terletak pada siswa, mengajar adalah membantu siswa, tekanan dalam

    belajar lebih pada proses bukan hasil dan guru sebagai fasilitator.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    17/42

    (2) Teori perkembangan kognitif PiagetTrianto (2010) menyatakan bahwa teori perkembangan Piaget mewakili

    konstruktivisme, yaitu memandang perkembangan kognitif sebagai suatu

    proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman

    realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

    Menurut teori piaget setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang

    baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat

    perkembangan kognitif, yaitu:

    (a) Tahap sensorimotor (lahir sampai 2 tahun), yaitu tahap di mana terbentuknyakonsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dan perilaku reflektif

    keperilaku yang mengarah kepada tujuan.

    (b) Tahap pra-operasioanal (2 sampai 7 tahun), yaitu tahap perkembangankemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek

    dunia.

    (c)

    Operasi konkret (7 sampai 11 tahun), yaitu tahap perbaikan dalam

    kemampuan untuk berpikir secara logis.

    (d) Operasi formal (11 tahun sampai dewasa), yaitu tahap di mana pemikiranabstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan.

    Piaget menyatakan perkembangan akan berlangsung secara alami

    melalui interaksi rutin dengan lingkungan fisik dan sosial. Melalui

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    18/42

    penelitiannya Piaget menyimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak-anak

    berjalan melalui sebuah rangkaian tetap. Pola operasi yang dapat dilakukan

    anak-anak dapat dikatakan sebagai level atau tahapan. Masing-masing

    tahapan ditentukan oleh bagaimana anak-anak melihat dunia mereka.

    (3) Teori model kognitif BrunerSalah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh adalah

    model dari Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

    learning). Dasar dari teori Bruner adalah ungkapan Piget yang menyatakan

    bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas. Konsepnya

    adalah belajar dengan menemukan (discovery learning), siswa

    mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk

    akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Pendidikan pada

    hakikatnya merupakan proses penemuan personal, oleh setiap individu murid.

    Guru harus memberikan keluasan kepada siswa untuk menjadi pemecah

    masalah dan berbasis penemuan. Bruner menyatakan bahwa belajar adalah

    mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif yang

    mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi dan sebagainya (Buto,

    2010).

    Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan

    beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu akan bertahan lama atau lebih

    mudah diingat. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang

    lebih baik. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan

    penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    19/42

    belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan

    memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain (Dahar, 2011).

    Tiga tahapan perkembangan intelektual menurut Bruner meliputi:

    (1) Enaktif, seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksiterhadap suatu objek. Ketika memahami dunia sekitarnya anak menggunakan

    keterampilan dan pengetahuan motorik seperti meraba, memegang,

    mencengkeram, menyentuh, menggigit dan sebagainya.

    (2) Ikonik, pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model, gambar-gambar dan visualsasi verbal.

    (3) Simbolik, siswa sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir dalamistilah-istilah abstrak. Ketika memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar

    melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya (Buto,

    2010).

    Pelajar harus mampu mengenali solusi terhadap masalah tertentu di

    kelas sebelum ia sendiri mampu menyelesaikan masalah tersebut tanpa

    bantuan. Guru yang efektif harus membantu pembelajaran dan

    membimbingnya untuk melewati ketiga fase ini dengan suatu proses yang

    disebut scaffolding. Inilah cara siswa membangun pemahaman, melalui

    Scaffoldingsiswa dibimbing menjadi pembelajar yang mandiri. Tujuan pokok

    pendidikan Bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya

    sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan

    karena diajari melalui hafalan, sehingga proses belajar meliputi, fase

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    20/42

    penerimaan informasi/ penerimaan materi, fase transformasi dan fase

    penilaian materi (Wood & Bruner, 1976).

    (4)Teori pembelajaran sosial VygotskyVygotsky lebih suka menyatakan teori pembelajarannya sebagai

    pembelajaran kognisi sosial yaitu interaksi sosial memainkan peranan penting

    saat siswa belajar, Vygotsky mempercayai bahwa kehidupan sosial adalah hal

    utama dalam proses pembelajaran. Topik umum Vygotsky adalah Zone Of

    Proximal Development (ZPD) yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di

    atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi

    mental yang lebih tinggi, pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja

    sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke

    dalam individu tersebut. ZPD menggunakan interaksi sosial dengan orang

    lain yang lebih mampu menggerakkan pembangunan ke depan seperti guru

    atau teman yang memberikan bantuan kepada siswa agar siswa mampu

    menyelesaikannya (Blake & Paus, 2008).

    ZPD berhubungan dengan proses yang dikenal sebagai Scaffolding,

    sehingga teori Vygotsky dikenal dengan Scaffolding yang merupakan

    pendekatan untuk membantu pembelajaran dan pengembangan individu

    dalam ZPD mereka. Vygotsky menuliskan bahwa Scaffolding merupakan

    bentuk bantuan yang tepat waktu yang juga harus ditarik tepat waktu ketika

    interaksi belajar sedang terjadi. Scaffoldingmerupakan dukungan tahap demi

    tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting

    dalam pemikiran konstruktivisme modern yang sebagian besar dilakukan oleh

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    21/42

    orang dewasa atau orang yang lebih dahulu tahu tentang suatu keterampilan

    yang seharusnya dicapai seorang anak." Pengetahuan, keterampilan dan

    pengalaman sebelumnya dari individu merupakan landasan dalam

    scaffolding. Penggunaan bahasa dan pengalaman bersama merupakan hal

    penting untuk keberhasilan dalam menerapkan scaffolding pada proses

    pembelajaran. Kemampuan bahasa sangat penting untuk menciptakan makna

    dan menghubungkan ide-ide baru dengan pengalaman masa lalu atau

    pengetahuan sebelumnya (Clabaugh, 2010).

    Scaffoldingadalah memberikan kepada seorang anak sejumlah bantuan

    selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan

    tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih

    tanggung jawab yang semakin besar setelah ia mempu mengerjakan sendiri.

    Bantuan yang diberikan berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan

    masalah ke dalam bentuk lain agar siswa mampu menyelesaikan tugas secara

    mandiri dan memahami konsep secara mandiri (Fahrucah & Sugiarto, 2010).

    Tujuan pendidikan secara keseluruhan menurut Vygotsky adalah untuk

    "menghasilkan dan memimpin pengembangan yang merupakan hasil dari

    pembelajaran sosial melalui internalisasi budaya dan hubungan sosial."

    Vygotsky berulang kali menekankan pentingnya pengalaman dan

    pengetahuan masa lalu dalam membuat situasi baru atau hadir melalui

    pengalaman. Oleh karena itu, semua pengetahuan dan keterampilan baru yang

    baru diperkenalkan sangat dipengaruhi oleh budaya masing-masing siswa,

    terutama lingkungan keluarga mereka. Ringkasan dari prinsip dasar Vygotsky

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    22/42

    ialah (1) anak-anak membangun pengetahuan, (2) pembangunan pengetahuan

    tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, (3) belajar dapat memimpin

    pengembangan, (4) bahasa memiliki peranan penting dalam hal pembangunan

    pengetahuan. Konteks sosial penting dalam pengembangan proses mental dan

    pengetahuan.Vygotsky memiliki wawasan yang unik mengenai bagaimana

    anak dapat belajar melalui berbagai pengalaman dengan orang dewasa. ZPD

    Vygotsky mewujudkan konsep kesiapan belajar yang menekankan pada

    kompetensi tingkat atas (Vygotsky, 1986).

    Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat

    beberapa variasi dari model tersebut. Bentuk-bentuk dari pembelajaran

    kooperatif yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi kelompok, TGT, TPS dan NHT

    (Trianto, 2010).

    2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)

    TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis

    pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

    siswa. TPS berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.

    Pertama kali dikembangkan oleh Frag Lyman dan koleganya di Universitas

    Maryland pada 1981. TPS merupakan suatu cara yang afektif untuk membuat

    variasi suasana pola diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua resitasi atau

    diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

    keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa

    lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto,

    2010).

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    23/42

    Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran

    kooperatif sederhana yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa

    untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai

    tujuan belajar. TPS dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat

    suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta

    saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di

    depan kelas. TPS merupakan pembelajaran aktif dalam pembelajaran

    kooperatif yang mendorong siswa untuk memikirkan (think) jawaban secara

    individual atas pertanyaan yang diajukan oleh guru, kemudian guru meminta

    siswa berpasangan (in pairs) untuk mendiskusikan jawaban mereka, setelah

    diskusi pasangan dirasa cukup, guru mengundang tiap siswa atau pasangan

    siswa untuk berbagi jawaban atau komentar secara pleno di kelas terhadap

    permasalahan yang diajukan guru, tahap ini dinamakan share (Arifin &

    Setyawan, 2012).

    Struktur yang dikembangkan dalam model pembelajaran kooperatif

    tipe TPS ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok

    kecil (2 anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada

    penghargaan individual. Aktivitas pembelajaran yang berorientas TPS

    menekankan pada kesadaran siswa dalam belajar berpikir, memecahkan

    masalah, belajarmengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan serta saling

    berbagi pengetahuan, konsep dan keterampilan tersebut kepada siswa yang

    lainnya. Struktur TPS memberikan kesempatan yang sama pada semua siswa

    untuk mendiskusikan ide mereka. Hal ini penting karena siswa mulai untuk

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    24/42

    membangun pengetahuan mereka dalam diskusi ini, di samping untuk

    mengetahui apa yang mereka dapat lakukan dan belum ketahui. Proses aktif

    ini biasanya tidak tersedia bagi siswa dalam pembelajaran tradisional

    (Mahmuddin, 2009).

    Model pembelajaran kooperatif tipe TPS memperkenalkan gagasan

    tentang waktu tunggu atau berpikir (wait or think time) pada elemen

    interaksi pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi salah satu faktor

    ampuh dalam meningkatkan respon siswa terhadap pertanyaan. Model

    pembelajaran kooperatif tipe TPS memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri

    dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi siswa dan

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka

    kepada orang lain. Keterampilan yang umumnya dibutuhkan dalam model

    pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah berbagi informasi, bertanya dan

    meringkas gagasan orang lain (Huda, 2013).

    Asyhar, dkk (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran

    kooperatif tipe TPS dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa

    untuk mendorong rasa ingin tahu, ingin melakukan, ingin maju dan bersikap

    mandiri, lebih unggul pada kemampuan kerjasama tim, keterampilan

    komunikasi dan daya anlisis. Turnip (2005) menyatakan bahwa model

    pembelajaran kooperatif tipeTPSmemiliki prosedur yang diterapkan secara

    eksplisit untuk memberi siswa waktu berpikir, menjawab dan saling

    membantu satu sama lain di mana model pembelajaran ini tidak selalu

    berakibat pada nilai, tetapi bekerja sebaik-baiknya dalam sebuah tugas

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    25/42

    komperatif yang membandingkan rata-rata kinerja satu kelompok dengan

    kinerja kelompok lainnya, dengan demikian penghargaan kelompok dan

    tanggung jawab individu sesuai dari hasil belajarnya.

    Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipeTPS, guru

    hanya berperan sebagai fasilitator, sehingga kesempatan guru untuk

    memberikan suatu materi dalam waktu pembahasan relatif singkat, dalam hal

    ini terdapat peran guru untuk memancing otak siswa dengan pertanyaan-

    pertanyaan yang dilontarkan setelah itu dilanjutkan oleh siswa untuk

    memikirkan secara mendalam, sehingga siswa memiliki kesempatan lebih

    banyak untuk mempresentasikan pendapatnya dalam berbagai aspek

    komunikasi. Guru juga masih bisa membantu siswa menemukan jawaban atas

    permasalahan yang diberikan ketika siswa bekerjasama dengan teman

    sebangkunya dengan demikian dalam otak siswa akan tertanam dan tidak

    mudah lupa dengan apa yang dipelajari. Proses belajar mengajar

    menggunakan TPS cenderung lebih aktif, aktivitas belajar yang dilakukan

    siswa lebih banyak, siswa dituntut lebih keras untuk menemukan jawaban

    permasalahan secara mandiri. Hal ini terjadi pada proses think, semua siswa

    menyalurkan hasil pemikiran secara individu, dengan demikian sistem kerja

    otak tiap siswa sudah terlatih untuk menyelesaikan masalah (Nasikhah &

    Sapti 2011).

    Model pembelajaran kooperatif tipe TPS menuntut tanggung jawab

    masing-masing siswa lebih besar dan kesempatan untuk mengandalkan siswa

    lain dapat dihindari. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS akan

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    26/42

    mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam

    diskusi dan memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses

    pembelajaran dan terjadi interaksi antar siswa sehingga membentuk

    ketergantungan yang positif (Ningrum dkk, 2012).

    Model TPS digunakan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap

    isi akademik tertentu. Guru hanya memberi informasi yang mendasar saja,

    sebagai dasar pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri

    informasi lainnya. Model pembelajaran TPS yang menekankan pada belajar

    kooperatif siswa dapat mengoptimalkan perannya dalam berinteraksi sosial

    dengan siswa yang lainnya maupun dengan pengajar, berkomunikasi secara

    ilmiah dalam suatu kegiatan diskusi, memupuk kerjasama tim, membangun

    rasa tanggung jawab, memecahkan masalah dan meningkatkan pemahaman

    terhadap konsep kimia (Ibrahim, 2011).

    Hasil dari TPS adalah untuk mengembangkan partisipasi siswa

    dalam kelas dengan berdiskusi dan meningkatkan pemahaman konsep dengan

    cara siswa saling belajar satu sama lain dan mendapatkan jalan keluar dari ide

    mereka setelah berdiskusi dan membuat ide mereka untuk didiskusikan dalam

    kelas.

    TPS bisa efektif karena mengundang respon dari semua orang di

    dalam kelas dan menempatkan semua siswa ke dalam peran-peran yang aktif

    secara kognitif. Setiap anggota dari pasangan diharapkan untuk berpartisipasi

    sehingga mengurangi kecenderungan penumpang gratisan yang bisa

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    27/42

    menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok dan mudah direncanakan

    maupun diterapkan (Eggen & Kauchak, 2012).

    Lyman dkk (Majid, 2013) menjelaskan langkah-langkah TPS yaitu:

    (a)Tahap 1 : ThinkingGuru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan

    pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu

    tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Siswa sebaiknya menuliskan

    jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban

    siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban yang

    harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran.

    (b)Tahap 2 :PairingGuru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk

    mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi

    pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu

    pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi,

    sehingga dapat menghasilkan jawaban bersama.

    (c) Tahap 3 : SharingGuru meminta kepada pasangan siswa untuk berbagi dengan seluruh

    kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Efektif jika dilakukan dengan

    cara bergiliran dari satu pasangan ke pasangan lainnya.

    Huda (2013) menjelaskan langkah dari TPS ialah :

    (1)Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari4 anggota.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    28/42

    (2)Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.(3)Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-

    sendiri terlebih dahulu.

    (4)Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan, setiappasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.

    (5)Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masinguntuk berbagi hasil diskusinya.

    Manuaba (2011) menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran

    kooperatif tipe TPS, yaitu terdiri dari lima langkah. Kelima langkah

    pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS, yaitu:

    (1) Tahap pendahuluanAwal pembelajaran dimulai dengan apersepsi sekaligus memotivasi, juga

    menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap

    tahap kegiatan.

    (2) Think(berpikir secara individual)Guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan demonstrasi,

    memberikan LKS kepada seluruh siswa dan siswa mengerjakan LKS tersebut

    secara individu. Kelebihan dari tahap ini adalah dengan adanyathink time

    atau waktu berpikir dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    berpikir sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain dan siswa

    menjadi tidak pasif atau tidak ribut/ngobrol karena setiap siswa memiliki

    tugas untuk dikerjakan sendiri.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    29/42

    (3) Pair (berpasangan)Siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya kemudian siswa

    berdiskusi dengan pasangannya. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat

    menghasilkan jawaban yang bersama.

    (4) Share(berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada

    seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru, sehingga membantu semua

    kelompok dalam memahami penjelasan pemecahan masalah yang diberikan

    oleh kelompok lain dan siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan

    koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.

    (5) Tahap evaluasi dan penghargaanSiswa dievaluasi dan dinilai secara individu maupun kelompok.

    Menurut Wijiastuti (Khotimah, 2006) menyatakan bahwa langkah

    pada kegiatansharedapat berkembang dengan meminta pasangan lain untuk

    membentuk kelompok berempat dengan tujuan memperkaya pemikiran

    mereka sebelum berbagi dengan kelompok yang lebih besar. Kelompok besar

    yang dibentuk ini dapat mengurangi kompetisi antar siswa sehingga

    didapatkan hasil sebagai usaha bersama.

    Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran TPS yang dikemukakan

    beberapa ahli di atas belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif

    secara keseluruhan. Langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran

    menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir, oleh karena itu dalam

    pembelajaran ini peneliti menggunakan langkah-langakah pembelajaran TPS

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    30/42

    dengan menggabungkannya dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni

    tersaji dalam Tabel 3 berikut:

    Tabel 3 Langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS

    No Tahapan Kegiatan

    1 Kegiatan awal - Guru membuka pelajaran dan memeriksa kesiapanpeserta didik.

    - Guru memotivasi siswa dengan kegiatan apersepsi.-Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

    - Guru menginformasikan model pembelajaran TPS,yaitu menginformasikan langkah-langkahnya dan

    aturan mainnya dan batasan waktu untuk setiap

    kegiatan.

    2 Kegiatan Inti

    a. PenyajianInformasi

    - Guru menyajikan informasi singkat tentang materiyang dibahas. Informasi yang disajikan sebagian saja

    yaitu secara umum saja.

    . Think - Guru memberikan permasalahan atau pertanyaanmelalui LKS kepada setiap siswa kemudian meminta

    siswa untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan

    tersebut secara individu untuk beberapa saat.

    c.Pair - Guru mengelompokkan siswa, yaitu dengan memintasiswa membentuk kelompok secara berpasangan (2

    orang siswa).

    - Guru membimbing pasangan siswa dalammenyelesaiakan permasalahan.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    31/42

    - Guru mengoorganisir pasangan siswa untukmembetuk kelompok dengan pasangan lain.

    d. Share - Guru meminta pasangan-pasanagan tersebut untukberbagi hasil pemikiran meraka dengan seluruh kelas

    (presentasi).

    - Guru meminta kelompok lain untuk menanggapijawaban dari kelompok lain.

    e. Evaluasi danpenghargaan

    - Guru mengevaluasi jawaban siswa dan memberikanpenguatan serta memberikan tambahan terhadap

    materi yang belum diungkapkan siswa.

    - Guru memberikan penghargaan kepada kelompokterbaik berdasarkan jawaban pada tahap pair dan

    share, terutama pada saat presentasi memberikan

    penjelasan terhadap seluruh kelas.

    3 Kegiatan akhir - Guru membimbing siswa dalam menyimpulkanmateri yang telah dipelajari sesuai tujuan

    pembelajaran.

    - Guru memberkan tindak lanjut seperti pertanyaanatau PR.

    Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dilandasi oleh teori belajar

    konstruktivisme yaitu siswa harus menemukan sendiri dan

    mentransformasikan informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

    merevisinya, agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan,

    bekerja memecahkan masalah dan menemukan segala seuatu untuk dirinya

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    32/42

    serta siswa harus aktif dalam proses pembelajaran dan harus bertanggung

    jawab terhadap hasil belajarnya sedangkan guru hanya sebagai fasilitator

    (Manuaba dkk, 2011).

    Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe

    TPS ialah sebagi berikut:

    (1) Kelebihan(a) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan mengenai materi yang diajarkan serta memperoleh kesempatan

    untuk memikirkan materi yang diajarkan.

    (b) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat danpemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam

    memecahkan masalah.

    (c) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalamkelompok, di mana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang sehingga

    termotivasi untuk mendukung dan menunjukan minat terhadap apa yang

    dipelajari pasangan.

    (d) Meningkatkan kualitas kepribadian anak-anak dalam hal bekerjasama, salingmenghargai pendapat orang lain dan toleransi.

    (e) Siswa dapat lebih mudah berinteraksi.(f) Lebih cepat dan mudah membentuknya.(2) Kekurangan.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    33/42

    (a) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.(b) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.(c) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu

    pengajaran yang berharga.

    (d) Menggantungkan pada pasangan.(e) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok,

    karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.

    (f) Sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru karena ketikapembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

    (g) Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkanceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah.

    (h) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

    2.5 Penelitian yang Relevan

    Dibawah ini beberapa penelitian yang relevan :

    (1)Deskripsi Kemampuan Representasi Mikroskopik Dan Simbolik Siswa SMANegeri Di Kabupaten Sambas Materi Hidrolisis Garam. Hasil analisis data

    menunjukkan bahwa kemampuan representasi mikroskopik dan simbolik

    siswa kelas XII IPA SMA Negeri di kabupaten Sambas pada materi hidrolisis

    garam masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase rata-

    rata kemampuan representasi mikroskopik dan simbolik siswa secara

    berturut-turut yang hanya sebesar 17,1% (kategori sangat kurang) dan 38,3%

    (kategori kurang) (Jefriadi dkk, 2013).

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    34/42

    (2)Pembelajaran Kimia Berbasis Multiple Representasi Ditinjau DariKemampuan Awal Terhadap Prestasi Belajar Laju Reaksi Siswa Sma Negeri

    I Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian

    disimpulkan bahwa: (1) prestasi belajar siswa pada pembelajaran multiple

    representasi lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional pada materi

    Laju Reaksi. (2) prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih

    tinggi daripada siswa dengan kemampuan awal rendah pada materi Laju

    Reaksi. (3) tidak ada interaksi antara pembelajaran multiple representasi dan

    konvensional dengan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar

    kognitif, afektif, dan psikomotor siswa pada materi Laju Reaksi (Rosita Fitri

    Herawati dkk, 2013).

    (3)Efektivitas model pembelajaran Think-Pair- Share dalam mata pelajaransejarah pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Semarang. Rata-rata hasil belajar

    siswa pada kelompok kontrol sebesar 64,17 sedangkan Rata-rata hasil belajar

    siswa pada kelompok eksperimen sebesar 70,85 (Evi Masluhatun Nimah,

    2007)

    (4) Penelitian komparasi hasil belajar kimia bagi siswa yang mendapatpembelajaran melalui metode Think-Pair-Share dengan siswa yang

    mendapatkan pembelajaran melalui metode ekspositori pada pokok bahasan

    kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA Negeri 2 Brebes. Hasil

    analisis data menunjukkan: untuk aspek kognitif rerata hasil belajar kelompok

    eksperimen 1 (TPS) = 75,4 dan s = 8,4, dan rerata hasil belajar kelompok

    eksperimen 2 (Ekspositori) = 70,8 dan s = 6,7, melalui uji t satu pihak rerata

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    35/42

    hasil belajar kelompok 1 lebih baik dibandingkan rerata hasil belajar

    kelompok 2 ( = 5%)(Wisnu Sunarto dkk, 2008)

    (5)Perbedaan Hasil Belajar Kimia antara Metode Pembelajaran Kooperatif TPS(Think Pair Share) dan Metode Ceramah Materi Pokok Reaksi Reduksi

    Oksidasi Peserta Didik Kelas X Semester II MAN Semarang 1 Tahun

    Pelajaran 2008/2009. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Subjek

    penelitian sebanyak 2 kelas yang terdiri atas 69 siswa, menggunakan teknik

    cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan instrumen tes

    untuk mengetahui hasil belajar kimia materi pokok reaksi reduksi oksidasi.

    Pengujian hipotesis penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara

    pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dan metode ceramah

    dalam meningkatkan hasil belajar dengan ditunjukkannya kenaikan rata-rata

    hasil belajar kelompok eksperimen pre test 66,1 dan post test 77,6. Sedangkan

    kelompok kontrol pre test 62,3 dan post test 69,2 (Arif Fadholi Wahid

    Assyafii, 2009).

    2.6Karakteristik konsep hidrolisis garamHidrolisis Garam merupakan materi pelajaran yang diberikan di kelas

    XI pada semester 2. Standar kompetensi yang ingin dicapai adalah siswa

    mampu memahami sifat-sifat larutan asam basa, metode pengukuran, dan

    terapannya. Kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu siswa mampu

    menentukan jenis garam yang mengalami hidrolisis dalam air dan pH larutan

    garam tersebut. Target yang harus dicapai (indikator pencapaian hasil belajar)

    dalam kegiatan pembelajaran konsep hidrolisis garam ini adalah:

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    36/42

    1. Menentukan sifat-sifat laruttan garam berdasarkan kekuatan asam dan basapembentuknya.

    2. Menentukan sifat garam yang terhidrolisis dalam air dari persamaan reaksiionisasi.

    3. Menghitung pH larutan garam yang terhidrolisis.Karakteristik materi hidrolisis garam ini syarat konsep abstrak,

    menuntut siswa banyak menghafal, memahami konsep, menentukan reaksi-

    reaksi kimia dan perhitungan sehingga memerlukan kemampuan

    mengaplikasikan pemahaman, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan

    dalam menemukan dan menyelesaikan persoalan alamiah, kimia dan

    matematik secara sistematis. Jadi, mempelajari materi ini diperlukan banyak

    membaca sehingga pengetahuannya luas, menulis, berdiskusi dan bekerja

    secara ilmiah secara mandiri dalam mengembangkan bakat atau kecakapan

    individu dan kelompok.

    Mengingat banyaknya konsep yang dipelajari pada pokok bahasan

    materi ini diperlukan suatu kelompok siswa agar dapat saling berinteraksi

    dalam rangka penemuan dan pemecahan masalah. Karakteristik materi ini

    sesuai dengan pendekatan inkuiri yang berorientasi pada kemampuan

    pemahaman konsep dan keterampilan menemukan dan memecahkan masalah

    persoalan kimia. Mempelajari konsep materi pokok hidrolisis garam,

    mengaitkan antar konsep serta mengaplikasikan konsep dalam bentuk

    penyelesaian masalah melalui percobaan dan mengaitkan antar konsep serta

    mengaplikasikan konsep dalam bentuk penyelesaian masalah ke dalam

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    37/42

    reaksi-reaksi dan perhitungan pada materi larutan. Pembelajaran ini menuntut

    keaktifan dan interaksi siswa dalam kelompok. Siswa mengkonstruksi

    pengetahuan dan pemikirannya melalui kegiatan eksperimen dan belajar

    kelompok.

    2.7.1 Materi hidrolisis garama. Sifat larutan garam

    Garam merupakan senyawa ion, yang terdiri dari kation logam dan anion sisa

    asam. Kation garam berasal dari suatu basa, sedangkan anionnya berasal dari

    suatu asam. Jadi, setiap garam mempunyai komponen basa (kation) dan

    komponen asam (anion). Dari hasil percobaan diketahui bahwa sifat larutan

    garam bergantung pada kekuatan relatif asam-basa penyusunnya.

    (1) Garam dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral.(2) Garam dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam.(3) Garam dari asam lemah dan basa kuat bersifat basa.(4) Garam dari asam lemah dan basa lemah bergantung pada harga tetapan

    ionisasi asam dan ionisasi basanya (Kadan Kb).

    b. Konsep hidrolisisMenurut konsep ini, komponen garam (kation atau anion) yang berasal

    dari asam lemah atau basa lemah bereaksi dengan air (terhidrolisis). Hidrolisis

    kation menghasilkan ion H3O+(H+), sedangkan hidrolisis anion menghasilkan ion

    OH-.

    (1) Garam dari asam kuat dan basa kuat tidak terhidrolisis(2) Garam dari basa kuat dan asam lemah mengalamihidrolisis anion.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    38/42

    (3) Garam dari asam kuat dan basa lemah mengalamihidrolisis kation.(4) Garam dari asam lemah dan basa lemah mengalami hidrolisis total..

    c. Menghitung pH Larutan GaramTetapan kesetimbangan dari reaksi hidrolisis disebut tetapan hidrolisis

    dan dinyatakan dengan lambang Kh.

    (1) Garam dari asam kuat dan basa kuatNatrium klorida (NaCl) terdiri dari kation Na+ dan anion Cl-. Baik ion

    Na+ maupun Cl- berasal dari elektrolit kuat, sehingga keduanya tidak

    mengalami hidrolisis.

    NaCl(aq) Na+

    (aq) + Cl-(aq)

    Na+(aq) + H2O(l) (tidak ada reaksi)

    Cl-(aq) + H2O(l) (tidak ada reaksi)

    Jadi, NaCl tidak mengubah perbandingan konsentrasi ion H+dan OH-dalam air,

    dengan kata lain, larutan NaCl bersifat netral.

    (2) Garam dari asam lemah dan basa kuatNatrium asetat terdiri dari kation Na+ dan anion CH3COO

    -. Ion Na+

    berasal dari basa kuat (NaOH), sehingga tidak bereaksi dengan air. Ion CH3COO-

    berasal dari asam lemah (CH3COOH), sehingga bereaksi dengan air. Jadi,

    NaCH3COO terhidrolisis sebagian (parsial), yaitu hidrolisis anion CH3COO-.

    NaCH3COO(aq) Na+(aq) + CH3COO

    -(aq)

    CH3COO-(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq)+ OH-(aq)

    Na+(aq) + H2O(l) (tidak ada reaksi)

    Hidrolisis menghasilkan ion OH-, maka larutan bersifat basa.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    39/42

    (3) Garam dari asam kuat dan basa lemahGaram yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah mengalami

    hidrolisis parsial, yaitu hidrolisis kation. Ammonium klorida (NH4Cl) terdiri dari

    kation NH4+dan anion Cl-. Ion NH4

    +, berasal dari basa lemah NH3, mengalami

    hidrolisis, sedangkan ion Cl-, berasal dari asam kuat HCl, tidak terhidrolisis.

    NH4Cl(aq) NH4+

    (aq) + Cl-(aq)

    NH4+

    (aq) + H2O(l)

    NH3(aq)+ H3O

    +(aq)

    Cl-(aq) + H2O(l) (tidak ada reaksi)

    Hidrolisis menghasilkan ion H3O+, maka larutan bersifat asam.

    (4) Garam dari asam lemah dan basa lemahBaik kation maupun anion dari garam yang terbentuk dari asam lemah

    dan basa lemah terhidrolisis dalam air, sehingga disebut hidrolisis total.

    Ammonium asetat (NH4CH3COO) terdiri dari kation NH4+ dan anion

    CH3COO- berasal dari elektrolit lemah, keduanya terhidrolisis.

    NH4CH3COO(aq) NH4+(aq) + CH3COO-(aq)NH4

    +(aq) + H2O(l) NH3(aq) + H3O+(aq)CH3COO

    -(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq) + OH-(aq)Sifat larutan bergantung pada kekuatan relatif asam dan basa yang

    bersangkutan. Jika asam lebih lemah daripada basa (Ka< Kb), maka anion

    akan terhidrolisis lebih banyak dan larutan akan bersifat basa. Jika basa lebih

    lemah dari asam (Kb< Ka), kation yang terhidrolisis lebih banyak dan larutan

    akan bersifat asam. Jika asam sama lemahnya dengan basa (Ka=Kb), larutan

    bersifat netral.

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    40/42

    (d) Menentukan pH larutan garam(1) Garam dari asam kuat dan basa kuat

    Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak mengalami

    hidrolisis, sehingga larutannya bersifat netral (pH = 7).

    (2) Garam basa kuat dan asam lemahMisal rumus kimia garam adalah LA, maka hidrolisis anion adalah:

    A-(aq) + H2O() HA(aq) + OH-(aq)(1)

    Tetapan hidrolisis untuk reaksi diatas adalah

    [][][] Konsentrasi ion OH-sama dengan konsentrasi HA, sedangkan konsentrasi

    ion A-dianggap sama dengan konsentrasi ion A-yang berasal dari garam, maka

    persamaan diatas dapat dituliskan:

    [] Maka: [OH-] = ..(1)Selanjutnya, harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan

    ionisasi asam lemah CH3COOH (Ka) dan tetapan kesetimbangan air (Kw).

    HA(aq) A-(aq) + H+(aq) K= Ka

    A

    -

    (aq) + H2O() HA(aq) + OH

    -

    (aq) K= Kh

    H2O() H+(aq) + OH-(aq) K=Kw

    Menurut prinsip kesetimbangan, untuk reaksi-reaksi kesetimbangan diatas

    berlaku persamaan.

    Kax Kh = Kw Atau Kh=.(2)

    Penggabungan dari persamaan (1) dan (2) menghasilkan persamaan:

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    41/42

    [

    ]

    pOH =log [OH-]

    pH = 14pOH

    (3) Garam dari asam kuat dan basa lemahMisal garam yang terhidrolisis adalah BH+, maka hidrolisis kation

    adalah:

    BH+(aq) + H2O() B(aq) + H3O+(aq)(1)

    Tetapan hidrolisis untuk reaksi diatas adalah

    [][][] Konsentrasi BH+ mula-mula bergantung pada konsentrasi garam yang

    dilarutkan. Misal konsentrasi BH+

    mula-mula = M dan konsentrasi BH+

    yang

    terhidrolisis = x, maka konsentrasi kesetimbangan dari semua komponen adalah:

    BH+(aq) + H2O() B(aq) + H3O+(aq)

    Mula-mula : M - -

    Bereaksi : -x +x +x

    Setimbang : Mx +x +x

    Karena nilai x relative kecil jika dibandingkan dengan M, maka Mx =M

    dan H3O+= H+. maka dapat ditulis:

    [] Atau [H+] = ..(3)BH+(aq) + H2O() B(aq) + H3O

    +(aq) K= Kh

    BH+(aq) + H2O() BH+(aq) + OH-(aq) K=Kb

  • 7/22/2019 BAB II_Tinjauan Pustaka Proposal_edit2

    42/42

    H2O() H+

    (aq) + OH-(aq) K=Kw

    Menurut prinsip kesetimbangan, berlaku :

    Khx Kb= Kw Atau Kh= ..(4)Penggabungan dari persamaan (3) dan (4) menghasilkan persamaan berikut:

    [] pH =log [H

    +

    ]

    (4) Garam dari asam lemah dan basa lemahpH larutan yang tepat hanya dapat ditentukan melalui pengukuran. pH

    dapat diperkirakan dengan rumus:

    [] pH =log [H+]