babesia 1

Upload: ayukartika

Post on 05-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jurnal Babesia 1

TRANSCRIPT

  • PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan KAMBING DI

    LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI

    ANGGA YUKA ALTA NASUTION

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2007

  • PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan KAMBING DI

    LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI

    ANGGA YUKA ALTA NASUTION

    B04103156

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

    di Fakultas Kedokteran Hewan

    Insitut Pertanian Bogor

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2007

  • 1

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul : Parasit Darah Pada Ternak Sapi Dan Kambing Di Lima

    Kecamatan, Kota Jambi

    Nama : Angga Yuka Alta Nasution

    NRP : B04103156

    Menyetujui,

    Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS.

    Dosen Pembimbing

    Mengetahui,

    Dr. Nastiti Kusumorini

    Wakil Dekan FKH IPB

    Tanggal Lulus: //

  • 2

    ABSTRAK

    ANGGA YUKA ALTA NASUTION. Parasit Darah pada Ternak Sapi

    dan Kambing Di Lima Kecamatan, Kota Jambi. Dibawah bimbingan Sri

    Utami Handajani

    Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat

    akut, namun terkadang dapat menyebabkan kematian pada ternak yang terinfeksi.

    Sapi dan kambing yang terinfeksi parasit darah dapat menderita anemia yang

    berdampak serius bagi ternak, sehingga akan menyebabkan kerugian ekonomi

    bagi peternak akibat pertumbuhan terhambat, penurunan berat badan, penurunan

    daya kerja, dan penurunan daya reproduksi. Parasit darah yang ditemukan di lima

    kecamatan di Kota Jambi adalah jenis Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma

    sp.. Infeksi Babesia sp. ditemukan di Kecamatan Jelutung 1,365 %, Theileria sp.

    ditemukan di Kecamatan Telanaipura 2,882 %, dan Anaplasma sp. tertinggi

    ditemukan di Kecamatan Jambi Selatan 3,175 % dan ditemukan di Kecamatan

    Jelutung 0,455 %.

    Kata Kunci : Penyakit, parasit darah, sapi, kambing.

  • 3

    ABSTRACT

    ANGGA YUKA ALTA NASUTION. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan

    Kambing Di Lima Kecamatan, Kota Jambi. Under tuition Sri Utami

    Handajani

    Diseased caused by blood parasites generally acute, and could caused

    death in infection herds. Infected goats and cow could had anemia and seriously

    affected to the herds, which could cause economic lost to the farmers because of

    growth persued, decreased of body weight, work energy and reproduction abilty.

    Parasites found in five Jambis districts were Babesia sp. Theileria sp., and

    Anaplasma sp.. Babesia sp. infections were found at Jelutung for 1,365 %,

    Theileria sp., were found at Telanaipura for 2,882 %, Anaplasma sp., were found

    most at South Jambi for 3,175 % and at Jelutung for 0,455 %.

    Keyword : Disease, blood parasite, cow, goat.

  • 4

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis lahir di Jambi tanggal 29 April 1986 sebagai anak sulung dari tiga

    bersaudara pasangan bapak Ir. H. Tagor Mulia Nasution, MM. dan ibu Hj. Nurul

    Alfiya, SE. Pendidikan SD ditempuh di SD Negeri 2 Jambi dan lulus tahun 1997.

    Pendidikan SMP ditempuh di SLTP Negeri 7 Jambi dan lulus tahun 2000.

    Kemudian dilanjutkan di SMU Negeri 5 Jambi dan SMU Negeri 10 Bandung dan

    lulus tahun 2003.

    Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan

    Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2003. Selama menjadi

    mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis pernah menjadi anggota

    Himpunan Profesi (Himpro) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik dan Pengurus

    Himpro Satwa Liar 2004/2005 serta Wakil Ketua Himpro Satwa Liar masa

    jabatan 2005/2006, anggota Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia

    (IMAKAHI).

  • 5

    KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

    dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

    skripsi yang berjudul PARASIT DARAH PADA TERNAK SAPI dan

    KAMBING DI LIMA KECAMATAN, KOTA JAMBI.

    Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

    karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1 Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handajani, MS. yang telah dengan sabar

    mencurahkan waktu dan pikiran dalam membimbing untuk penelitian skripsi

    ini.

    2 Ibu Dr. Drh. Ita Djuwita, MPhil. Sebagai dosen Pembimbing Akademik yang

    telah yang telah memberikan bimbingan selama penulis melaksanakan studi.

    3. Bapak drh. Kurnia Achjadi yang telah memberikan waktu, pikiran dan

    bimbingan selama penulis melaksanakan studi.

    4 Dinas Peternakan Provinsi Jambi yang telah mengizinkan penulis untuk

    melakukan penelitian di wilayah Provinsi Jambi serta seluruh staff yang telah

    membantu.

    5 Dinas Pertanian Subdinas Peternakan Kota Jambi dan seluruh pihak yang

    telah membantu selama proses pengambilan sampel.

    6 Orang tua tercinta, bapak Ir. H. Tagor Mulia Nasution, MM. dan ibu Hj.

    Nurul Alfiya, SE., adik-adikku (Bram Satria Alta Nasution, Cahya Tri

    Prakasa Alta Nasution), eyang, Opung mbak gita dan Keluarga Besar di

    Jambi yang telah memberi dukungan, semangat, mendoakan, memperhatikan,

    dan menyayangi selama ini.

    7 Seluruh Staf dan Keluarga Besar Bagian Protozoologi FKH IPB atas semua

    bantuan yang diberikan.

    8 Sahabat-sahabatku Aziz, Brian, Putu, Reza, Umar yang telah memberikan

    kenangan selama 4 tahun, Togu, Riki, Indah, Nita, Nandi, Aisy, Vita, Adang,

  • 6

    theo, madhu, winny yang telah mewarnai hari-hari penulis. Serta teman-

    teman FKH Gymnolaemata 40.

    9 Keluarga Besar Himpunan Minat Profesi Satwa Liar Fakultas Kedokteran

    Hewan IPB.

    10 Sri Wahyuni yang telah memberikan dukungan dan semangat penulis selama

    menyelesaikan tugas akhir.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak

    kekurangannya, untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk

    menjadikan skripsi ini lebih sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

    memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

    Akhir kata semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita semua dan

    menjadikan skripsi ini bermanfaat semaksimal mungkin.

    Bogor, Februari 2008

    Penulis

  • 7

    DAFTAR ISI Halaman

    Abstrak................................................................................................ i

    Abstract............................................................................................... ii

    Riwayat Hidup.................................................................................... iii

    Kata Pengantar.................................................................................... iv

    Daftar Isi............................................................................................. vi

    Daftar Tabel........................................................................................ viii

    Daftar Gambar.................................................................................... ix

    Daftar Lampiran.................................................................................. x

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang................................................................. 1

    1.2 Tujuan.............................................................................. 2

    1.3 Manfaat............................................................................ 2

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Daerah......................................................... 3

    2.1.1 Geografi............................................................. 3

    2.1.2 Iklim.................................................................. 3

    2.2 Babesia sp........................................................................ 4

    2.3 Theileria sp...................................................................... 7

    2.4 Anaplasma sp................................................................... 11

    3 MATERI DAN METODE

    3.1 Waktu dan Tempat ........................................................... 13

    3.2 Alat dan Bahan................................................................ 13

    3.3 Metode Penelitian............................................................ 13

  • 8

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil................................................................................. 14

    4.2 Pembahasan...................................................................... 16

    5 KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan....... 23

    5.2 Saran. 23

    DAFTAR PUSTAKA...... 24

  • 9

    DAFTAR TABEL

    No Teks Halaman

    1 Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi

    dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi (n=53 ekor).. 14

    2 Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.)

    sapi dengan umur yang berbeda (n=53 ekor).. 16

    3 Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.)

    kambing dengan umur yang berbeda (n=25 ekor)....................... 16

  • 10

    DAFTAR GAMBAR

    No Teks Halaman

    1 Bentuk-bentuk Babesia sp 4

    2 Siklus hidup Babesia sp. ......... 5

    3 Bentuk-bentuk Theileria sp.. 8

    4 Diagram daur hidup Theileria sp......................... 9

    5 Anaplasma marginale.............................................................. 12

    6 Sapi berumur kurang dari 1 tahun Di Kecamatan Jambi

    Selatan.................................................. 15

    7 Kambing berumur 1 tahun Di Kecamatan Jambi Timur .......... 15

    8 Babesia sp................................................................................ 18

    9 Sapi berumur 1-2 tahun Di Kecamatan Kota Baru.................. 18

    10 Anaplasma sp........................................................................... 20

    11 Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Lebih dari 2 tahun Di

    Kecamatan Jelutung.................................................................. 20

    12 Theileria sp............................................................................... 21

  • 11

    DAFTAR LAMPIRAN

    No Teks Halaman

    1 Data jumlah ternak di Kota Jambi Tahun 2005 dan 2006... 28

    2 Data jumlah ternak berdasarkan umur di Kota Jambi

    Tahun 2005 dan 2006..... 29

    3 Jenis parasit berdasarkan umur.............. 30

    4 Grafik Rata Rata Suhu Udara Maksimum Dan Minimum

    Tahun 2006......................................................................... 31

    5 Peta Provinsi Jambi.. 32

  • 12

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perkembangan subsektor peternakan di Indonesia merupakan salah satu

    sektor yang penting untuk menunjang pembangunan di sektor pertanian yang

    menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Dalam usaha pengembangan

    peternakan, pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan

    populasi, mutu maupun diversifikasi ternak yang dipelihara oleh masyarakat

    peternak. Usaha ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas sesuai

    dengan selera dan daya beli masyarakat di Indonesia. Kebutuhan akan protein

    hewani pada saat ini sangat penting dalam meningkatkan mutu gizi dan

    kecerdasan anak bangsa.

    Sapi, kerbau dan kambing merupakan jenis ternak yang paling banyak

    dipelihara oleh peternak di wilayah kota Jambi. Pemilihan ternak ini berdasarkan

    alasan para peternak karena jenis ternak ini mudah dipelihara dan pakan yang

    dibutuhkan mudah didapatkan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang khusus.

    Konsumsi daging di Kota Jambi tahun 2005 adalah sebesar 9.393,5 ton. Bila

    dibandingkan dengan konsumsi daging pada tahun 2004 sebanyak 9.349,3 ton,

    berarti peningkatan sebesar 0,5 %. Pada tahun 2004 konsumsi perkapita pertahun

    sebesar 22,3 Kg/Kap/Th sedangkan pada tahun 2005 konsumsi perkapita pertahun

    sebesar 21,9 Kg/Kap/Th. Konsumsi perkapita daging di Kota Jambi pada tahun

    2005 mengalami penurunan sebesar 1,8 % jika dibandingkan pada tahun 2004.

    Kejadian penyakit pada ternak sapi dan kambing yang disebabkan oleh

    parasit yang terjadi di lima kecamatan di kota Jambi pada tahun 2005 mengalami

    penurunan rata-rata 80% jika dibandingkan pada tahun 2004. Kejadian penyakit

    yang terjadi pada tahun 2004 sebanyak 107 kasus sedangkan pada tahun 2005

    hanya terdapat 26 kasus. Penurunan yang terjadi merupakan usaha bersama antara

    pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian Sub Dinas Peternakan kota Jambi dan

    pihak masyarakat dalam hal ini peternak. Program pencegahan dan pemberantasan

    penyakit hewan merupakan program pengamanan lingkungan budidaya

    ternak/hewan di Kota Jambi yang keberhasilanya ditentukan dari hasil program

  • 13

    yang dilakukan tiap tahun. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai situasi

    penyakit pada suatu daerah, sehingga dapat diambil tindakan untuk menekan

    mortalitas dan morbiditas pada hewan/ternak.

    Kasus penyakit yang disebabkan oleh parasit darah umumnya bersifat

    kronis, namun terkadang dapat juga bersifat akut dan menyebabkan kematian pada

    ternak yang terinfeksi parasit dalam jumlah banyak secara sekaligus. Sapi dan

    kambing yang terinfeksi Babesia sp., Theileria sp., Anaplasma sp., dapat

    menyebabkan hewan kekurangan darah, dan menyebabkan anemia yang

    berdampak serius bagi ternak, sehingga akan menyebabkan kerugian bagi

    peternak akibat pertumbuhan terhambat, penurunan berat badan, penurunan daya

    kerja, dan penurunan daya reproduksi. Penyebaran parasit ini sangat tergantung

    dari banyaknya populasi caplak di daerah tersebut yang menjadi vektor dari

    penyebaran parasit (Soulsby, 1982) dan dipengaruhi pula oleh kondisi geografis,

    iklim, cuaca, sosial budaya dan sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo,

    1987). Penyakit parasiter paling dominan pada sapi dan kambing adalah

    Anaplasmosis, Babesiosis, dan Theileriosis sedangkan Sura muncul secara

    sporadis di Kabupaten lain (Dinas Peternakan Provinsi Jambi, 2005).

    1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui infeksi parasit darah yang

    dominan menginfeksi hewan ternak sapi dan kambing di lima kecamatan di Kota

    Jambi.

    1.3 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data awal untuk penelitian lebih

    lanjut dalam survailence infeksi parasit darah pada hewan ternak sapi dan

    kambing di lima kecamatan di Kota Jambi, sehingga dapat ditindaklanjuti baik

    dari segi pencegahan maupun penanggulangannya.

  • 14

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Daerah

    2.1.1. Geografi

    Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 45 sampai 2 45

    Lintang Selatan dan antara 101 10 sampai dengan 104 55 Bujur Timur dan

    sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah Timur berbatasan dengan

    Selat Berhala, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan,

    sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah provinsi

    Jambi 53.435 km terdiri dari 9 kabupaten dan 1 (satu) kota dengan jumlah

    penduduk tahun 2003 sebanyak 2.568.598 jiwa atau sekitar 2.155 jiwa/km (

    Badan Pusat Statistik, 2003).

    2.1.2 Iklim

    a. Temperatur

    Kota Jambi berada pada wilayah dataran dengan ketinggian 22 24 meter dari

    permukaan laut, memiliki temperatur udara rata rata 26,5 C dengan kisaran

    antara 25 C - 28 C. Sedangkan temperatur maksimum 32,8 C dan temperatur

    minimum 22,3 C ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005).

    b. Kelembaban udara

    Rata rata kelembaban udara sekitar 77 89 % dan akan semakin tinggi pada

    daerah yang lebih tinggi ( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2005).

    c. Curah hujan

    Pada bulan Agustus 2006 curah hujan di wilayah Kota Jambi mengalami

    penurunan dengan rata rata 43,7 mm3( Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi,

    2005).

  • 15

    2.2 Babesia sp.

    Klasifikasi

    Phylum III : Apicomplexa

    Subclass : Piroplasmia

    Ordo : Piroplasmida

    Family : Babesiidae

    Genus : Babesia

    Spesies : Babesia sp. (Levine 1970)

    Babesia sp. adalah parasit darah yang dapat menyebabkan babesiosis.

    Klasifikasi parasit ini menurut Levine (1970), termasuk dalam subfilum

    Apicomplexa, kelas piroplasma dan famili babesiidae.

    Jenis Babesia sp. yang menginfeksi sapi adalah Babesia bigemina,

    Babesia bovis, Babesia divergens, Babesia argentina, Babesia major. Babesia sp.

    dapat menyebabkan penyakit yang serius pada sapi, yaitu penyakit Cattle Tick

    Fever, Texas Fever, Red Water Fever, Piroplasmosis (Soulsby, 1982). Babesia sp.

    yang biasanya menginfeksi sapi-sapi yang ada di Indonesia adalah Babesia

    bigemina dan Babesia bovis.

    Morfologi

    Menurut Levine (1970), merozoit dalam eritrosit berbentuk bundar, atau

    tidak teratur. Pada Babesia bovis ditemukan bentuk cincin - signet bervakuol,

    yang mempunyai merozoit-merozoit berukuran kira kira 1,5 2,4 m dan

    terletak di bagian tengah eritrosit. Sedangakan Babesia bigemina dalam eritrosit

    berbentuk piriform, bulat, oval atau tidak teratur. Merozoit yang piriform

    ditemukan secara khas berpasang pasangan dan berbentuk bulat dengan

    diameter 2 3 m panjang 4 5 m.

    Gambar 1. Bentuk-bentuk Babesia sp. (Soulsby, 1982)

  • 16

    Siklus hidup

    Merozoit Babesia sp. terdapat dalam eritrosit sapi, parasit bekembang biak

    dengan cara membelah diri. Pada beberapa spesies dibentuk dua merozoit yang

    keluar dari eritrosit baru, sedangkan pada yang lain terbentuk tetrat yang terdiri

    dari 4 merozoit.

    Gambar 2. Siklus hidup Babesia sp. (Levine, 1992).

    Keterangan Gambar : Sp : Sporozoit, Tr : Tropozoit, Mz : Merozoit, Gm : Gamet,

    Rb : , Fusion : Penggabungan, Zg : Zigot, Ki : Kinet, Sb : Sporoblas.

    Hewan yang terinfeksi Babesia sp. dengan jumlah besar dan sekaligus,

    dapat menyebabkan kematian hewan tersebut. Sedangkan hewan yang terinfeksi

    Babesia sp. dalam jumlah sedikit dan secara bertahap, maka hewan akan memiliki

    kekebalan terhadap parasit ini. Menurut Soulsby (1982) Babesia sp. ditularkan

    oleh caplak yaitu, Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp..

    Setelah caplak menghisap darah yang mengandung eritrosit yang berisi

    gametosit Babesia sp. dari sapi maka terjadi perkembangan di dalam usus caplak

    betina kemudian parasit masuk ke dalam saluran reproduksi caplak dan

    menginfeksi telur. Kemudian telur caplak menetas, keluar larva yang kemudian

    berkembang menjadi caplak dewasa. Parasit berkembang di dalam tubuah caplak

    Caplak Sapi

    Darah Hemolim

    Ovarium/telur Kelenjar ludah

  • 17

    dan akhirnya masuk ke dalam sel kelenjar ludah caplak dalam bentuk sporozoit

    (Levine, 1992). Proses perkembangbiakan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine,

    1961).

    Parasit stadium sporozoit masuk kedalam tubuh sapi melaui gigitan caplak,

    sporozoit berkembang menjadi tropozoit, tropozoit terjadi pembelahan dan

    berkembang menjadi merozoit. Kemudian merozoit berubah menjadi gametosit

    Beberapa jenis Babesia (Levine, 1992),

    a. Babesia bigemina

    Merupakan penyebab demam Texas pada sapi. Merozoit yang berbeda di dalam

    sel darah merah berbentuk seperti buah pir, bulat, seperti telur, atau bentuk tidak

    beraturan. Jenis parasit ini mempunyai ukuran yang relatif besar, merozoit

    berbentuk buah pir panjangnya 4 5 m dan ruang bulat seperti inti berdiameter 2

    3 m. Caplak yang bertindak sebagai vektor parasit ini adalah Boophilus

    annulatus di wilayah Amerika Utara.

    b. Babesia bovis

    Merupakan parasit yang menyebabkan piroplasmosis atau babesiosis pada sapi di

    Eropa,Uni Soviet, dan Afrika. B. bovis mempunyai ukuran lebih kecil dari B.

    bigemina, merozoitnya panjang sekitar 2,4 m. Jenis caplak yang menjadi vektor

    dari parasit ini adalah Ixodes persulcatus di Uni Soviet dan Boophilus calcaratus

    dan Rhipicephalus bursa di Eropa.

    c. Babesia barbera

    Merupakan sinonim dari B. Bovis terdapat di daerah yang sama dengan B. bovis

    dan mempunyai struktur dan vektor yang sama dengan B. bovis.

    d. Babesia divergens

    Merupakan penyebab babesiosis pada sapi di Eropa. Merozoitnya hanya

    mempunyai panjang sekitar 1,5 m, dan sudut diantara merozoitnya tumpul. Jenis

    caplak yang menjadi vektor untuk parasit jenis ini adalah Ixodes ricinus.

    e. Babesia argentina

    Mempunyai morfologi yang hampir sama dengan B. bovis tetapi terdapat pada

    sapi di Amerika Selatan, Tengah, dan Australia. Caplak yang menjadi vektornya

    adalah Boophilus spp. Kemungkinan B. argentina lebih patogen daripada

    B.bigemina

  • 18

    f. Babesia motasi

    Merupakan bentuk yang besar (panjang 4 - 2,5 m) yang menyebabkan penyakit

    pada domba dan kambing di Eropa, Timur Tengah, Uni soviet, Indocina, Afrika

    dan sebagainya. Vektornya adalah caplak Rhipicephalus, Haemaphysalis, dan

    Dermacentor.

    g. Babesia ovis

    Merupakan bentuk yang kecil, mempunyai panjang sekitar 1,0 2,5 m yang

    menyebabkan penyakit pada domba dan kambing di Eropa, Uni Soviet, Timur

    Tengah, dan seluruh daerah tropis. Caplak yang menjadi vektornya adalah

    Rhipicephalus bursa dan ixodes persulcatus.

    2.3 Theileria sp.

    Klasifikasi

    Phylum III : Apicomplexa

    Subclass : Piroplasmia

    Ordo : Piroplasmida

    Family : Theileriidae

    Genus : Theileria

    Spesies : Theileria sp. (Levine 1970)

    Theileria sp. menurut derajat patogenitasnya dibagi atas Theileria sp. yang

    patogen dan Theleria sp. yang non patogen. Jenis Theleria sp. yang patogen pada

    sapi adalah Theileria annulata, Theileria bovis, Theileria laurenct dan Theileria

    parva, penyebab penyakit east coast fever, mediterran theileriosis, corridor

    disease atau rhodensian red water disease. Sedangakan jenis Theileria sp. yang

    bersifat non patogen adalah Theileria mutan, Theileria buffeli, Theileria sergenti

    dan Theileria orientalis (Levine, 1992).

    Morfologi

    Menurut Soulsby (1982) bentuk Theileria sp. dalam eritrosit yang paling

    menonjol adalah bentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira 1,5 2,0 X 0,5

    1,0 m. Bentuk lain yang umumnya dijumpai pada eritrosit adalah bundar, oval

    dan dapat juga berbentuk koma.

  • 19

    Siklus hidup

    Daur hidup Theileria sp. terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk

    semang. Mekanisme perkembangan di tubuh caplak Boophilus sp. (Levine, 1992)

    dimulai sejak larva menghisap darah inang yang berparasit dan ditemukan

    sporozoit di dalam kelenjar ludah nimfe atau pada caplak dewasa. Mekanisme

    infeksi di tubuh inang dimulai dari masuknya sporozoit yang dilepaskan oleh

    caplak dari kelenjar ludah caplak ketika menggigit tubuh inang. Kemudian di

    dalam eritrosit inang ditemukan piroplasma.

    Infeksi Theileria sp. pada larva caplak dimulai dari adanya perubahan

    bentuk piroplasma menjadi mikrogamon, mikrogamet, zigot, dan kinet di dalam

    usus caplak dan kemudian ditemukan sporozoit dalam kelanjar ludahnya. Caplak

    yang telah kenyang menghisap darah inang yang terinfeksi akan jatuh ke tanah.

    Bentuk Theileria sp. yaitu ada yang berbentuk bundar, koma, dan berbentuk

    kumparan dengan ukuran 0,5 1 m. Di dalam tubuh caplak paada selang waktu

    24 sampai 48 jam, merozoit mengalami perubahan bentuk menjadi cincin yang

    berukuran 1 2 m, dengan sitoplasma bersifat basofilik. Dalam waktu 48 sampai

    72 jam bentuk cincin berubah bentuk menjadi makrogamet, yang berbentuk

    bundar dan lonjong, berukuran 3 sampai 4 m dengan inti bersifat eosinofilik dan

    sitoplasma bersifat basofilik. Makrogamet juga mengalami perubahan bentuk

    menjadi mikrogamet, berbentuk seperti kumparan yang berukuran panjang 5 m.

    Gambar 3. Bentuk-bentuk Theileria sp. (Soulsby, 1982)

  • 20

    Pada inang (1-6) dan vektor (717).1. sporozoit yang dilepas dari kelenjar ludah caplak, 2. skizon (kochs blue bodies) di dalam limfosit (N = Nukleus), 3. merozoit, 45. membelah diri dalam eritrosit, 7a-b. Piroplasma dalam usus caplak, 8-10. pembentukan mikrogamon (9) dan mikrogamet (10), 11. makrogamet, 12. zigot, 13-15. pembentukan kinet, 15b. Pada Theileria parva pembelahan inti terjadi sebelum kinet meninggalkan sel usus caplak, 16. kinet memasuki sel kelenjar ludah, 17. pembesaran sel kelenjar ludah dan intinya, dan intinya dan di dalamnya ditemukan ribuan sporozoit (Mehlhorn and Schein, 1984).

    Tiga sampai lima hari setelah infeksi, di dalam usus nimpa akan

    ditemukan zigot yang berbentuk bundar lonjong berukuran 4 sampai 5 m dengan

    sitoplasma berwarna biru terang. Hari ke-6 setelah infeksi, jumlah zigot dalam

    usus akan mulai berkurang dan hari ke-8 zigot hilang dari dalam usus. Hari ke-9

    di dalam epitel usus nimpa akan ditemukan Theileria sp. dengan ukuran 4 sampai

    5 m dan sitoplasmanya berwarna biru gelap. Pada hari ke-13, Theileria sp.

    membentuk kelompok seperti koloni bakteri pada sitoplasma epitel usus. Ookinet

    Gambar 4. Diagram daur hidup Theileria sp. (Mehlhorn and Schein, 1984)

    skizogoni

    sporogoni

    gamogoni

  • 21

    akan terbentuk setelah terlihat bentuk zigot, dan pada hari ke-50 sporozoit

    ditemukan pada kelenjar ludah caplak (Fujisaki and Kamio, 1988).

    Setelah caplak menginfeksi inang sporozoit dilepaskan dengan proses

    yang pasif melalui kelenjar ludah (Shaw, 1999), sporozoit langsung menginfeksi

    leukosit (Morisson et al., 1995), sporozoit yang masuk ke dalam inang tergantung

    dari sel aktin cytoskeleton (Shaw, 1999). Kemudian di dalam limfosit, sporozoit

    membesar dan intinya membelah berulang-ulang sehingga membentuk skizon

    dengan banyak inti yang disebut makroskizon agamon (= kochs blue bodies)

    (Soulsby, 1982). Makroskizon ini akan melekat pada mikrotubuli sel limfosit dan

    membelah terus dengan proses mitosis. Selama memperbanyak diri, makroskizon

    akan melepaskan makromerozoit untuk menginfeksi monosit, sehingga

    makromerozoit akan berubah menjadi makroskizon baru yang akan menyebar ke

    seluruh tubuh. Setelah itu dalam waktu 2 minggu sejak makroskizon membelah

    dengan proses mitosis, maka akan ditemukan mikroskizon yang akan

    menghasilkan mikromerozoit di dalam monosit. Mikromerozoit akan langsung

    menginfeksi eritrosit dan akan berubah bentuk menjadi piroplasma yang akan

    menulari caplak (Preston, 1992).

    Beberapa jenis Theileria (Levine, 1992),

    a. Theileria parva

    Merupakan penyebab demam pantai timur pada sapi di Afrika. Merozoit di dalam

    sel darah merah lebih banyak berbentuk tongkat dan mempunyai panjang sekitar

    1,5 2,0 m. Bentuk memperbanyak diri terdapat dalam limfosit dan terkadang

    pada sel endotel, terutama pada bungkul bungkul limfe dan limpa. Parasit ini

    mempunyai ukuran diameter kurang lebih 8 m. Karena warnanya biru dengan

    pewarnaan giemsa, mereka dikenal sebagai badan biru dari Koch. Vektor yang

    paling penting adalah Rhipicephalus appendiculatus, tetapi Rhipicephalus jenis

    lain dan Hyalomma dapat menularkan parasit ini.

    b.Theileria annulata

    Menyebabkan theileriosis tropis atau Demam Pantai Mediteranian pada sapi di

    Afrika sebelah selatan, Uni Soviet sebelah selatan, dan Asia. Frekuensi kematian

    yang disebabkan parasit ini lebih rendah jika dibandingkan dengan T. parva. Jenis

  • 22

    parasit ini juga mempunyai meron (badan Koch) di dalam limfosit pada limpa dan

    bungkul limfe, mereka mirip dengan meron T. parva. Siklus hidup T. annulata

    mirip dengan T. parva dan vektornya berbagai caplak jenis Hyalomma.

    c. Theleria mutans Parasit ini terdapat pada sapi di seluruh wilayah Afrika, sebagian besar Asia dan

    beberapa bagian Uni Soviet dan Eropa sebelah selatan. Parasit ini pernah

    ditemukan dua kali di AS. Parasit ini mirip dengan T. parva tetapi tidak patogen.

    Parasit ini ditularkan oleh caplak Rhipicephalus sp..

    2.4 Anaplasma sp. Klasifikasi

    Subclass : Riketsiaeia

    Ordo : Riketsiaeida

    Famili : Riketsiae

    Genus : Anaplasma

    Spesies : Anaplasma sp. (levine, 1970)

    Anaplasmosis merupakan penyakit infeksius yang ditularkan pada hewan

    ternak yang ditandai dengan anemia. Cara penularanya melalui vektor yaitu

    caplak Boophilus microplus. Infeksi Anaplasma sp. biasanya dapat bersamaan

    dengan infeksi Babesia sp.. Anaplasma sp. telah lama digolongkan kedalam

    protozoa, yang menyebabkan Tick-Borne Disease, tapi saat ini secara taksonomi

    Anaplasma sp. telah digolongkan ke dalam Rickettsia (Seddon 1966). Gejala

    klinis yang tidak jelas pada sapi , kurang dari 1 tahun, dan kejadian fatal, per akut

    pada sapi lebih dari 3 tahun, gejala klinis yang dapat ditemukan antara lain

    pyrexia, anemia, jaundice, anoreksia, nafas cepat, penurunan produksi susu,

    abortus. Anaplasma marginale yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit High

    fever, Anemia, Bilirubinemia, Bilirubinuria lebih patogen dibandingkan dengan

    Anaplasma centrale, beberapa hewan yang dapat menjadi induk semang dari

    Anaplasma sp. kerbau, antelops, Elk, bison, unta, biri-biri, kambing (Astyawati,

    2005).

  • 23

    Morfologi

    Anaplasma sp. berukuran kecil dan berbentuk bulat seperti bola

    mempunyai diameter 0,5 m dan berukuran 1-2 m terletak di pinggir atau di tengah eritrosit dalam satu eritrosit biasanya terdapat satu Anaplasma sp., tetapi

    jika sudah dalam infeksi tingkat tinggi bisa mencapai empat Anaplasma sp. dalam

    satu eritrosit (Seddon, 1966).

    Siklus hidup

    Anaplasma sp. relatif dalam bentuk yang non-patogen (Seddon, 1966),

    infeksi Anaplasma sp. secara murni jarang terjadi, biasanya infeksi Anaplasma sp.

    akan berasamaan dengan Babesia sp. dan atau Theileria sp.. Anaplasma sp.

    mempunyai masa inkubasi yang sama dengan Theileria sp.. Anaplasma sp. ini

    diperkirakan memperbanyak diri dalam eritrosit dengan cara pembelahan ganda

    dengan pembentukan 8 badan-badan kecil initial bodies yang bulat

    (Tampubolon, 2004).

    Beberapa Jenis Anaplasma (Ashadi, 1992),

    a. Anaplasma centrale, Jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tengah

    eritrosit.

    b. Anaplasma marginale, jenis ini merupakan Anaplasma sp. yang berada di tepi

    atau pinggir dinding eritrosit.

    Gambar 5. Anaplasma marginale (Anonimus 2001)

  • 24

    BAB III

    MATERI dan METODE 3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli Agustus 2006. Pengambilan

    sampel dilakukan di kecamatan Telanaipura, kecamatan Jambi Timur, kecamatan

    Jambi Selatan, kecamatan Kota Baru, dan kecamatan Jelutung di Kota Jambi.

    3.2 Alat dan Bahan

    Mikroskop cahaya, objek glass, metanol, mikroskop, aquades, alkohol, alat

    suntik (spuit) 1 ml dan 3 ml, larutan pewarna (giemsa).

    3.3 Metode Penelitian

    Metode pengamatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

    metode tidak langsung yaitu menggunakan preparat ulas darah.

    Cara pembuatan preparat ulas darah :

    1. Pengambilan darah dilakukan melalui vena auricularis di telinga.

    2. Dibuat preparat ulas darah

    3. Setelah kering kemudian difiksasi dengan metanol selama 10-15 menit.

    4. Preparat yang telah kering diletakkan di rak pewarnaan, lalu preparat

    diwarnai dengan Giemsa, dan didiamkan selama 30 menit sampai 1 jam.

    5. Kemudian preparat dibilas dengan aquades lalu dikeringkan.

    6. Preparat siap untuk diamati di bawah mikroskop.

  • 25

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    Persentase kejadian infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan

    Anaplasma sp.) pada sapi dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi

    dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 1. Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada sapi

    dan kambing di lima wilayah kecamatan di Kota Jambi (n=53 ekor).

    Persentase kejadian kasus parasit darah di lima Wilayah Kecamatan di

    Kota Jambi adalah 7,817 %, dimana kebanyakan parasit darah yang ditemukan

    terdapat pada hewan sapi, sedangkan pada kambing yang diambil sebagai sampel

    tidak ditemukan adanya parasit darah. Parasit yang ditemukan pada sapi-sapi

    tersebut adalah Anaplasma sp., Babesia sp. dan Theileria sp.. Hewan yang

    terinfeksi Anaplasma sp. sebesar 3,630 % dari populasi sapi yang ada di lima

    KECAMATAN

    Populasi

    sapi

    (ekor)

    Populasi

    kambing

    (ekor)

    Jumlah

    sampel

    Sapi

    (ekor)

    Jumlah

    sampel

    Kambing

    (ekor)

    Persentase

    Parasit

    Pada Sapi

    (%)

    Persentase

    Parasit

    Pada

    Kambing

    (%)

    T O T A L

    Theileria

    sp.

    Anaplasma

    sp.

    Babesia

    sp.

    Telanaipura 216 1909 15 - 2,882 - -

    Jambi Timur 82 939 - 17 - - - Jambi Selatan 238 900 15 - - 3,175 - Kota Baru 415 4543 12 4 - - - Jelutung 55 401 11 4 - 0,455 1,365

    Total 1006 8692 53 25 2,822 3,630 1,365 0 7,817

  • 26

    kecamatan di Kota Jambi, persentase paling tinggi ditemukan di kecamatan Jambi

    Selatan yaitu sebesar 3,175 % dan di Kecamatan Jelutung sebesar 0,455 %.

    Jumlah sapi yang terinfeksi Theileria sp. sebesar 2,822 % ditemukan di kecamatan

    Telanaipura. Jumlah infeksi Babesia sp. sebesar 1,365 % dan hanya ditemukan

    pada Kecamatan Jelutung.

    Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi

    Anaplasma sp. terbanyak terlihat pada ternak yang berumur produktif (dewasa),

    hal ini dapat terlihat pada tabel 2. infeksi parasit darah tertinggi pada umur 1-2

    tahun. Pada umur 1-2 tahun, infeksi Anaplasma sp. sebesar 0,154 %, Babesia sp.

    sebesar 0,116 % dan infeksi Theileria sp. sebesar 0,116 %. Infeksi parasit darah

    tidak ditemukan pada sapi yang berumur kurang dari 1 tahun dan lebih dari 2

    tahun.

    Gambar 6. Sapi berumur kurang dari 1 tahun Di Kecamatan Jambi Selatan

    Gambar 7. Kambing berumur 1 tahun Di Kecamatan Jambi Timur

  • 27

    Tabel 2. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.)

    sapi dengan umur yang berbeda (n=53 ekor)

    Umur Sapi Jumlah

    (Ekor) Persentase Parasit (%)

    Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

    < 1 tahun 7 - - -

    1-2 tahun 37 0,154 0,116 0,116

    > 2 tahun 9 - - -

    Total 53 0,154 0,116 0,116

    Tabel 3. Persentase parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.)

    kambing dengan umur yang berbeda (n=25 ekor)

    Umur Kambing Jumlah

    (Ekor)

    Persentase

    Parasit (%)

    Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

    6 bulan 7 - - -

    6-12 bulan 10 - - -

    > 12 bulan 8 - - -

    Total 25 - - -

    4.2 Pembahasan

    Rata-rata kejadian infeksi parasit Babesia sp. di Indonesia sekitar 75 %

    dari populasi ternak yang terdapat di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,

    Lampung, Sulawesi Selatan, Sumba (Sukamto et al., 1988). Menurut Ashadi

    (1981) ternak yang terinfeksi parasit Theileria sp. ditemukan di daerah Aceh,

    Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan,

  • 28

    Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004 kejadian parasit

    Theileria sp. di daerah Kota Jambi dilaporkan terdapat di Kecamatan Telanaipura,

    Kota Baru, Jambi Selatan, Jelutung, Jambi Timur dan tidak adanya kasus kejadian

    parasit Anaplasma sp. pada pada tahun 2001 (Dinas Peternakan Provinsi Jambi,

    2001).

    Kota Jambi terletak di daerah dataran sedang sampai tinggi, dengan

    kelembaban yang cukup tinggi sekitar 77 89 %, dengan kondisi seperti ini

    parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak ditemukan.

    Hal ini juga ditunjang dengan pendapat De Voss dan Potgieth (1994) bahwa

    parasit darah seperti Babesia sp., Anaplasma sp. dan Theileria sp. akan banyak

    menginfeksi pada kondisi yang optimum bagi perkembangan larva vektor caplak

    dari parasit darah tersebut dengan kelembaban sekitar 87 %. Ditinjau dari letak

    geografinya, kondisi ke lima kecamatan wilayah Kota Jambi hampir sama, namun

    curah hujan dan sistem pemeliharaan ternak yang berbeda di setiap kecamatan,

    sehingga perkembangan vektor (caplak) sebagai penyebar infeksi Babesia sp.,

    Theileria sp, dan Anaplasma sp. akan berbeda di setiap kecamatan.

    Infeksi Theileria sp. yang tertinggi di kecamatan Telanaipura, kecamatan

    ini terletak di daerah dataran yang lebih tinggi dari empat kecamatan lainya

    dengan curah hujan 220 mm3 pada bulan April (Stasiun Meteorologi Sultan Thaha

    Jambi 2003). Dengan kondisi curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta

    didukung oleh letak daerah ini yang berada di daerah yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya dengan jumlah rumput yang

    tumbuh juga lebih banyak jika dibandingkan empat kecamatan lainnya dan

    tumbuhan di daerah ini masih banyak, memungkinkan perkembangan vektor

    caplak Boophilus sp. semakin tinggi. Caplak akan menggigit dan menginfeksi sapi

    dan kambing. Theileria sp. kemudian ada di dalam eritrosit sapi (Levine, 1992).

    Hal ini yang menyebabkan jumlah Theileria sp. yang menginfeksi sapi di daerah

    Telanaipura akan lebih tinggi dibandingkan kecamatan yang lain.

    Pada infeksi Babesia sp. terbanyak di kecamatan Jelutung, curah hujan di

    daerah ini sekitar 180 mm3 dan terletak di daerah dataran sedang dengan kondisi

    tanah yang banyak ditumbuhi oleh rumput (Anonimus, 2000). Dengan kondisi

    semacam ini Kecamatan Jelutung memiliki kemungkinan perkembangan vektor

  • 29

    caplak yang tinggi dimana larva caplak yang masih ada di padang penggembalaan

    dan akan menginfeksi sapi di daerah ini. Vektor caplak biologik yang menjadi

    penyebab infeksi Babesia sp. adalah Boophilus sp. dan Rhipicephalus sp.

    (Soulsby, 1982).

    Beberapa hal yang juga mempengaruhi terjadinya infeksi parasit darah

    (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) selain kondisi geografis dapat

    berupa pengaruh genetis dari sapi atau kambing, umur, dan manajemen

    pemeliharaan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan hewan yang terinfeksi

    parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) banyak terlihat pada

    ternak yang berumur produktif (dewasa) yaitu umur antara 1-2 tahun (tabel 2), hal

    Gambar 9. Sapi berumur 1-2 tahun Di Kecamatan Kota Baru

    Gambar 8. Babesia sp. Pembesaran 100 X

  • 30

    ini didukung oleh pendapat Levine (1961) yang menyatakan bahwa ternak

    produktif (dewasa) lebih peka terhadap infeksi parasit darah (Anaplasma sp.,

    Babesia sp., dan Theileria sp.). Kejadian ini dapat dipengaruhi oleh makin

    menurunnya maternal antibodi pada saat sapi berumur lebih dari 1 tahun terhadap

    parasit yang didapat dari induk, dan menyebabkan sapi akan mendapatkan

    kekebalan baru berupa kekebalan dari alam untuk melawan adanya serangan dari

    parasit darah. Sapi dewasa yang terinfeksi oleh Babesia sp. akan tetap terinfeksi

    seumur hidup dan akan kebal terhadap adanya reinfeksi oleh parasit darah

    (Anaplasma sp, Babesia sp., dan Theileria sp.) ini. Sapi berusia produktif

    (dewasa) yang terinfeksi oleh Theileria sp. akan memiliki kekebalan yang tinggi,

    namun umumnya tidak bersifat premunisi (kekebalan terhadap infeksi yang terjadi

    yang disebabkan parasit yang menginfeksi masih berada di dalam tubuh hewan)

    (Levine, 1961; Soulsby, 1982). Hal ini akan menyebabkan parasit Theileria sp.

    akan tetap ada di tubuh induk semang. Bila terjadi infeksi ulang terhadap

    Theileria sp. maka sapi akan lebih tahan. Pada ternak yang baru lahir sampai usia

    dara, biasanya lebih tahan terhadap infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria

    sp., dan Anaplasma sp.).

    Pada infeksi parasit Babesia sp. hewan muda mendapatkan maternal

    antibodi dari induknya melaui kolostrum induk yang telah terinfeksi oleh parasit

    ini dan pada hewan muda yang terinfeksi Theileria sp. tidak akan mendapatkan

    mendapatkan kekebalan dari kolostrum induk (Soulsby, 1982; dan Levine, 1961).

    Hewan yang berusia muda tapi masih terinfeksi Babesia sp. kemungkinan infeksi

    parasit datang pada saat sapih dimana terjadi peralihan pada pemberian pakan

    yaitu dari susu menjadi pakan hijauan. Kekebalan hewan muda yang terinfeksi

    Theileria sp. akan mempunyai tingkat kekebalan yang cukup terhadap adanya

    infeksi dari Theileria sp. pada daerah yang endemik dan kekebalan diperoleh

    secara alami dari induk yang telah terinfeksi parasit Theileria sp. (Soulsby, 1982).

    Hewan tidak memiliki kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit darah

    (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) pada infeksi pertama, sedangkan

    kekebalan terbentuk pada infeksi kedua.

  • 31

    Parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.) dari sampel

    yang diambil sebagian besar menyerang bangsa Bali (Bos Indicus) dan sapi

    Peranakan Ongole. Hal ini dipengaruhi oleh sistem manajemen pemeliharaan sapi

    yang dilakukan masyarakat di Kota Jambi. Kebanyakan sapi Bali sistem

    pemeliharaanya dilakukan dengan dilepaskan di ladang atau pun di halaman

    rumah yang banyak rumputnya sehingga menyebabkan caplak yang merupakan

    vektor parasit ini dapat dengan mudah menginfeksi atau menularkan ke sapi.

    Sapi-sapi ini juga terkadang dipergunakan untuk membajak sawah jika

    peternak tersebut tidak memiliki kerbau, dalam kondisi kesehatan sapi yang

    sedang menurun sapi-sapi tersebut akan dengan mudah terserang berbagai

    penyakit diantaranya penyakit yang disebabkan oleh parasit darah ini.

    Gambar 11. Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Lebih dari 2 tahun Di Kecamatan Jelutung

    Gambar 10. Anaplasma sp. Pembesaran 40 X

  • 32

    Sapi Peranakan Ongole (P.O) kebanyakan dipelihara di dalam kandang,

    sedangkan sapi bali yang di lepas di ladang atau di halaman rumah penduduk yang

    telah terinfeksi oleh parasit darah pada saat dilepas dan kemudian dikandangkan

    akan menginfeksi sapi-sapi yang kandangnya berada tidak berjauhan dan kadang-

    kadang kandang sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole sangat berdekatan jaraknya,

    bahkan berada dalam kandang yang sama, sehingga kemungkinan sapi PO yang

    berada dalam kandang dapat terinfeksi parasit ini melalui vektor.

    Menurut Bandini (2001), jenis kelamin tidak mempengaruhi tingkat infeksi

    parasit. Namun jika ditemukan jumlah parasit yang banyak pada salah satu jenis

    kelamin, kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya

    faktor stres pada sapi. Tingkat kestresan pada hewan akan mempermudah infeksi

    parasit darah, dimana dalam kondisi yang menurun akan menyebakan daya tahan

    dan kekebalan tubuh akan menurun pula, sehingga lebih rentan terhadap infeksi

    parasit darah (Direktorat Keswan,1980). Sapi yang sering mengalami stres

    biasanya ditemukan pada sapi betina dibandingkan sapi jantan.

    Infeksi yang berulang-ulang akan menyebabkan hewan lebih tahan terhadap

    adanya reinfeksi, namun jika infeksi parasit darah terjadi dalam jumlah yang

    banyak akan menyebabkan timbulnya penyakit. Pada sapi yang terinfeksi

    Theileira sp. akan menyebabkan penyakit theileriosis, pada sapi yang terinfeksi

    Babesia sp. akan menyebakan terjadinya penyakit babesiosis, dan pada sapi yang

    terinfeksi Anaplasma sp. akan menyebakan terjadinya penyakit anaplasmosis. Hal

    ini serupa dengan yang diungkapakan oleh Hall (1980).

    Pada sampel yang diambil dari kambing tidak ditemukan adanya parasit darah

    (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.). Hal ini dikarenakan sistem

    manajemen pemeliharaan kambing dilakukan dengan sistem perkandangan.

    Kambing-kambing tersebut akan selalu berada di dalam kandang, karena sistem

    Gambar 12. Theileria sp. Pembesaran 40 X

  • 33

    perkandangannya sistem panggung. Sehingga kecil kemungkinan terinfeksi . Jika

    ditemukan adanya parasit darah (Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.)

    pada kambing dapat saja disebabkan dari pakan yang berupa rumput atau hijauan

    yang dijadikan sebagai pakan terdapat vektor caplak yang dapat menginfeksi

    kambing-kambing tersebut. Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya infeksi

    pada kambing karena pemberian pakan berupa rumput dapat dipengaruhi oleh

    waktu pengambilan rumput. Waktu pengambilan rumput dilakukan pagi hari

    dimana pagi hari merupakan waktu vektor bergerak aktif. Faktor lain yang

    menunjang adanya infeksi pada kambing yaitu masuknya kambing baru yang

    telah terinfeksi oleh parasit darah ke dalam wilayah kandang tersebut sehingga

    kemungkinan kambing kambing yang telah berada di kandang dapat terinfeksi.

  • 34

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Parasit darah yang ditemukan di lima Kecamatan di Kota Jambi adalah

    jenis Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.. Babesia sp. ditemukan di

    Kecamatan Jelutung 1,365 %, Theileria sp. ditemukan di Kecamatan Telanaipura

    2,882 %, dan Anaplasma sp. tertinggi ditemukan di Kecamatan Jambi Selatan

    3,175 % dan ditemukan di Kecamatan Jelutung 0,455 %.

    5.2 Saran

    Untuk penanggulangan kasus infeksi parasit darah (Babesia sp., Theileria

    sp., dan Anaplasma sp.) di Kota Jambi perlu dilakukan program pengendalian dan

    pemberantasan vektor dan perbaikan dari sistem manajemen pemeliharaan semi

    intensif menjadi sistem pemeliharaan intensif.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonimus. 2006. Tick and Animal Disease. http:www.vet.edu/tick.htm [ 1

    Agustus 2007]

    _______. 2006. Pemeliharaan Ternak. http://www.vet.edu/parasit [1 Agustus

    2007]

    _______. 1998. Tropical Veterinary Medicine: Molecular Epidemiology,

    Hemoparasites And Their Vectors, And General Topics.

    http://www.vet.edu/parasit [1 Agustus 2007]

    Ashadi, G dan S. Partosoedjono. 1992. Penuntun Laboratorim Parasitologi I.

    Institut Pertanian Bogor. Pusat Antar Universitas Bioteknologi,

    Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan. Bogor.

    Astyawati, T. 2005. Bahan Kuliah Protozoologi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor

    Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2005. Jambi Dalam Angka. Jambi.

    Bandini, Y. 2001. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Brotowidjoyo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme,edisi pertama. Media Sarana

    Press. Jakarta.

    Carrington, M. 1995. Lymphoproliferation caused by Theileria parva and

    Theileria annulata, Molecular approaches to parasitology. Wiley Liss,

    Inc., New York.

    De Vos, A.J and F.T Potgreter. 1994. Bovine Babesiosis. Infektin Disease Of

    Livestock with Special References to Southern Africa, Chapter 1 73.

    Oxford University Press. New York.

    Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2006. Laporan Tahunan. Jambi.

  • 36

    Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2001. Laporan Tahunan. Jambi.

    Dinas Pertanian Kota Sub Dinas Peternakan Provinsi Jambi. 2006. Laporan

    Tahunan. Jambi.

    Direktorat Keswan. 1980. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid

    II. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan

    Departemen Pertanian. Jakarta.

    Fujisaki, K and T. Kamio. 1998. Effect Of Constant Temperatures Of Theileria

    Sergenti Infection In Salivary Glands Of Nymphal Haemaphysalis

    longicornis. Jpn. J. Vet Sci.,50 (2) : 529 536.

    Hall, R. P. 1980. Disease and Parasites of Livestock in the Tropics. Longman

    Group Ltd., London.

    Herwaldt BL, DH. Persing, EA. Prcigout. 1996. A fatal case of babesiosis in

    Missouri: Identification of another piroplasm that infect humans. Ann

    Intern Med.

    Higuchi, S. 1987. Development Of Theileria sergenti In the Midgut Of the Tick,

    Haemaphysalis longicornis. Jpn. J. Vet SCI, 49 (2) 341 347.

    Homer MJ, I. Aguilar-Delfin, SR. Telford, PJ. Krause and DH. Persing (2000).

    Babesiosis.

    Levine, N.D. 1961. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man. Burgess

    Publ. Co. Minneapolis, USA.

    Levine, N.D. 1970. Protozoan Parasites of Domestic Animal and of Man.

    Burgess Publ. Co. Minneapolis, USA.

    Levine, N.D. 1992. Protozoologi Veteriner (terjemahan oleh: Ashadi, G.). Gadjah

    Mada University. Press. Yogyakarta.

  • 37

    Mehlhorn, H. and E. Schein. 1984. The Piroplasma : Live Cycle and Sexual Stage.

    In J.R. Breker and R.Muller. ed. Advance in Parasitology. 23 : 37 103.

    Morisson, W. I., E. L. W. Tarracha and D. J. McKeever. 1995. Theileriosis :

    Progress Towards Vaccine Development Through Understanding

    Immune Response to the Parasite. Res. Vet. 53(2) : 230-243

    Pershing DH, BL. Herwaldt, C. Glaser. 1995. Infection with a Babesia-like

    organism in northern California. N Engl J Med.

    Preston, P. M. 1992. Tropical Theileriosis is Bos Taurus and Bos Taurus cross

    Bos indicus caves ; Response to infection with graded doses of

    sporozoites of Theileria annulata. Res. Vet. 53(2) 230-243

    Seddon, H.R. 1966. Protozoan and Virus Diseases. Australia.

    Shaw, M. K. 1999. Theileria parva ; Sporozoites Entry into bovine lymphocytes

    is not dependent on the parasitic cytoskeleton. Experimental

    Parasitology. 92, 24-31

    Soulsby, EJL. 1982. Helminths, Arthropods And Protozoa of Domesticated

    Animal. New York.

    Stasiun Meteorologi Sultan Thaha. 2003. Jambi Dalam Angka. Jambi.

    Sukamto, I. P., R. C. Payne, S. Partoutomo, R. Agustini dan F. Politely. 1988.

    Babesia bovis di Indonesia. The Application Of ELISA to Determine the

    Seroprevalence of Babesia bovis antibodies in Cattle. Paper FAVA

    CONGRESS the 6th, Denpasar. Bali.

    Swenson M. J.1997. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke 9. Cornell

    Univ. Press, London.

    Swanson, S. J., D Neitzel, K. D Reed, E. A Belongia. 2006. Coinfections Acquired

    from Ixodes Ticks. Clin. Microbiol. Rev. 19: 708-727.

  • 38

    Tampubolon, M. P. 2004. Protozoologi. Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut

    Pertanian Bogor. Bogor.

  • 39

    Lampiran 1

    Data jumlah ternak di Kota Jambi tahun 2005

    Data jumlah ternak di Kota Jambi tahun 2006

    Kecamatan Sapi Kambing

    Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah

    Telanaipura 184 341 525 568 1326 1894

    Jambi Timur 70 129 199 280 652 932

    Jambi Selatan 203 377 580 268 625 893

    Kota Baru 354 657 1011 1352 3155 4507

    Jelutung 48 88 136 120 279 399

    Kecamatan Sapi Kambing

    Jantan Betina Jumlah Jantan Betina Jumlah

    Telanaipura 76 140 216 573 1336 1909

    Jambi Timur 29 53 82 282 657 939

    Jambi Selatan 83 155 238 270 630 900

    Kota Baru 145 270 415 1363 3180 4543

    Jelutung 19 36 55 120 281 401

  • 40

    Lampiran 2

    Data jumlah ternak berdasarkan umur di kota Jambi tahun 2005

    kecamatan < 1 tahun < 6 bulan 1 2 tahun6 12

    bulan > 7 tahun > 12 bulan

    Sapi kambing sapi kambing Sapi Kambing

    Telanaipura 53 663 158 664 314 567

    Jambi Timur 20 326 60 327 119 279

    Jambi Selatan 58 313 174 312 348 268

    Kota Baru 101 1579 303 1578 607 1352

    Jelutung 14 140 41 139 81 120

    Data jumlah ternak berdasarkan umur di kota Jambi tahun 2006

    kecamatan < 1 tahun < 6 bulan 1 2 tahun6 12

    bulan > 7 tahun > 12 bulan

    Sapi kambing sapi kambing Sapi Kambing

    Telanaipura 22 668 65 669 129 572

    Jambi Timur 8 329 25 328 49 282

    Jambi Selatan 24 315 71 315 143 270

    Kota Baru 42 1590 125 1600 248 1353

    Jelutung 6 140 17 142 32 119

  • 41

    Lampiran 3

    Jenis Parasit Berdasarkan Umur.

    Umur sapi Jumlah

    (Ekor)

    Jenis Parasit

    Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

    < 1 tahun 7 - - -

    1-2 tahun 37 4 3 3

    > 2 tahun 11 - - -

    Total 55 4 3 3

    Umur Kambing Jumlah

    (Ekor)

    Jenis Parasit

    Anaplasma sp. Theileria sp. Babesia sp.

    6 bulan 5 - - -

    6-12 bulan 10 - - -

    > 12 bulan 8 - - -

    Total 23 - - -

  • 42

    Lampiran 4

    Grafik Rata Rata Suhu Udara Maksimum

    Dan Minimum Tahun 2006

    Avarage Maximum and Minimum Tempterature 2006

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    Jan Feb Mrt A pr Mei Juni Juli A gs t Sep Okt Nop Des

  • 43

    Lampiran 5

    Peta Provinsi Jambi

    Tebo

    Muaro Jambi

    KotaJambi

    Sarolangun

    Kerinci

    Tanjab Barat Tanjab Timur

    Batang Hari

    Merangin

    Bungo

    Tebo

    Muaro Jambi

    KotaJambi

    Sarolangun

    Kerinci

    Tanjab Barat Tanjab Timur

    Batang Hari

    Merangin

    Bungo