cekungan jawa barat utara

Upload: abielatifsubekti

Post on 21-Feb-2018

298 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    1/65

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Telaah Kepustakaan

    2.1.1. Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

    Cekungan Jawa Barat Utara terletak di bagian baratlaut Pulau Jawa dan

    meluas kelepas pantai Laut Jawa. Meliputi daerah seluas kurang lebih 40.000

    km2, dimana 25.000 km2 di antaranya terletak di daerah lepas pantai (gambar

    2.1).

    Gambar 2.1 : Peta Lokasi Cekungan Jawa Barat Utara

    (Indonesia Basin summaries 2006)

    Pada cekungan Jawa Barat Utara terdapat sesar - sesar utama yang berpola

    utara selatan dan berumur pratersier menyebabkan cekungan ini terpisah menjadi

    tiga sub-cekungan, yaitu : Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih dan

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    2/65

    7

    Sub Cekungan Jatibarang yang merupakan blok - blok turun dari sesar utama.

    Ketiga sub cekungan tersebut di batasi tinggian yang merupakan blok naik dari

    sesar-sesar utama tersebut, yaitu : Tinggian Tangerang, Tinggian Rengasdengklok

    dan Tinggian Kendanghaur Gantar (Soejitno dan Yahya, 1984).

    Secara tektonik daerah cekungan Jawa Barat Utara merupakan bagian dari

    busur belakang dari sistem subduksi di selatan Pulau Jawa. Tetapi pada kala

    Eosen - Oligosen, daerah ini di dominasi endapan klastik kasar yang merupakan

    endapan rifting. Endapan ini di jumpai di sepanjang tepian sunda land di asia

    tenggara yang berkaitan dengan peristiwa collision antara India Eurasia yang

    dikenal sebagai model extrusiom tectonics (Taponier dkk, 1966). Pada kala

    Oligosen sekarang daerah ini di dominasi oleh endapan volkaniklastik yang

    diendapkan di laut dalam dengan mekanisme turbidit sebagai hasil subduksi dan

    endapan batu gamping di bagian tepi benua (shelf edge).

    Jawa Barat bagian utara terdiri dari dua cekungan utama : Northwest Java

    Basin (NJB) dan Asri Basin (AB). Pusat pengendapan utama di NJB adalah

    cekungan Arjuna di bagian Utara, Tengah, Selatan dan sub - cekungan Jatibarang.

    Tatanan tektonik Cekungan Jawa Barat Utara ini adalah sebagai cekungan

    belakang busur, tetapi pada kala Eosen rifting yg terjadi pada cekungan tidak

    terjadi dalam tatanan tektonik yang berbeda. Dari bukti geologi yg terlihat bahwa

    daerah ini diinterpretasikan terbentuk sebagai cekungan pull-apart sebagai akibat

    interaksi sistem sesar menganan (dextral). Buktinya adalah kenyataan observasi

    bahwa arah regangannya yaitu hampir Utara Selatan (Hamilton, 1979).

    Deformasi selanjutnya mengaktifkan sesar-sesar tua, dimana di beberapa lokasi

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    3/65

    8

    ditandai dengan perkembangan struktur inverse. Walaupun bukti inverse agak

    jarang di jumpai di North West Java Basin. Pada umumnya pada struktur rifting

    yang berarah utara - selatan seringkali di jumpai berupa positive atau negative

    flower struktur yang umumnya diinterpretasikan sebagai aktifitas akibat sesar

    geser.

    2.1.2 Tektonostratigrafi

    Secara tektonostratigrafi sedimen pengisi Cekungan Jawa Barat Utara

    dapat di bagi menjadi 3 satuan : endapan synrift, endapan postrift dan endapan

    back arc. (gresko dkk,1955).

    1. Fase Synrift

    Tahapan ini ditandai dengan berkembangnya tektonik regangan

    (extension) yang berupa bentukan graben atau setengah graben yang

    berarah utara-selatan. Di endapkan formasi Jatibarang/pre Talangakar Eq

    (V-JTB/pre TAF Eq) pada kala Eosen akhir-Oligosen awal. Kemudian di

    endapkan Formasi Talang Akar bagian bawah (Lower TAF) pada kala

    Oligosen akhir. Formasi Jatibarang yang terletak di atas batuan dasar,

    secara regional dapat dipisahkan menjadi dua kelompok : Kelompok yang

    didominasi oleh produk volkanik yang berasosiasi dengan tubuh gunung

    api. Kelompok yang tersusun oleh batuan sedimen yang bahanya tersusun

    atas material volkanik (epiklastik),serpih serta ditemukan adanya sisipan

    batugamping dan konglomerat. Kelompok di lingkungan Region Jawa

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    4/65

    9

    Cirebon (pre -TAF). Komposisi dari satuan pre-TAF mengindikasikan

    adanya provenance yang berasosiasi dengan tubuh gunung api, pada saat

    yang bersamaan juga di endapkan batuan tipis batu gamping pada interval

    ini. Selanjutnya diendapkan Formasi Talangakar bagian bawah (Lower

    TAF) yang tersusun oleh batupasir, serpih, dengan sisipan batubara dan

    batugamping. Secara umum lingkungan fluvio-deltaik sampai endapan laut

    dangkal.

    2. Fase Postrift

    Tahapan ini ditandai oleh proses kenaikan muka air laut yang dominan,

    proses tektonik mulai berkurang perannya.Secara umum sedimentasi pada

    fase ini di kontrol oleh kelurusan berarah utara-selatan (Pola Sunda) walau

    terdapat indikasi pertumbuhan batugamping Formasi Baturaja pada daerah

    tinggian di beberapa tempat juga di kontrol oleh Pola Meratus (NE-SW).

    Siklus transgresif yang dominan pada masa ini ditunjukan oleh endapan

    fluvio-deltaik Formasi Talang Akar Bagian Atas menjadi endapan

    batugamping Formasi Baturaja, dan endapan marin Cibulakan. Formasi

    Talangakar bagian atas yang mengawali siklus ini di endapkan pada kala

    Miosen awal, terdiri atas batulempung, batupasir, dengan sisipan batu

    gamping yang serta sisipan tipis batubara. Formasi Baturaja yang di

    endapkan pada kala akhir miosen awal dicirikan oleh batu gamping yang

    tumbuh di daerah tinggian dengan sisipan batupasir dan batugamping.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    5/65

    10

    Formasi Cibulakan yang dicirikan oleh batulempung yang dominan

    dengan sisipan batupasir dan batugamping.

    3. Fase Back arc

    Tahap ini merupakan emplacementdari jalur volkanik jawa,dimana untuk

    daerah Jawa Barat di tunjukan oleh endapan breksi volkanik dan lava dari

    Formasi Jampang yang teramati di daerah pegunungan selatan Jawa Barat.

    Pada saat ini cekungan berubah dari rift basin menjadi back arc basin.

    Sedimentasi di bagian selatan dari cekungan di dominasi oleh material-

    material volkanik, sedangkan di cekungan jawa barat utara sedimentasi di

    awali oleh sedimen klastik halus dan karbonat (Formasi Parigi dan

    Formasi Cisubuh bagian barat) dan di akhiri oleh endapan fluvial (Formasi

    Cisubuh bagian atas) akibat dari pengangkatan yang ada di selatan.

    Formasi Parigi yang didominasi oleh batugamping tumbuh di daerah

    tinggian dengan kontrol kelurusan berarah Barat- Timur diendapkan pada

    kala Miosen Akhir, sedangkan Formasi cisubuh yang disusun oleh

    batulempung dan batupasir diendapkan pada kala Plio-Pleistosen.

    2.1.3 Sejarah Pembentukan Cekungan Jawa Barat Utara

    Menurut titik pandang geodinamik tektonik Cekungan Jawa Barat Utara

    termasuk ke dalam tektonik global Indonesia Bagian Barat, yang elemen

    utamanya adalah lempeng Hindia, Zona Subduksi dan Magmatic Arc sehingga

    tatanan tektonik tersebut dapat di jelaskan dengan system active margin (Gambar

    2.2). Kondisi tektonik tersebut dicerminkan oleh keadaan fisiografi dari sistem

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    6/65

    11

    busur kepulauan Jawa yang di mulai dari selatan oleh palung Jawa, busur non

    Vulkanik (bawah laut), Cekungan Muka Busur, Busur Volkanik Sunda dan

    Cekungan Belakang Busur yang dimanifestasikan oleh Laut Jawa. Kondisi

    tersebut berlaku sejak Kala Neogen yang di tandai oleh Busur Volkanik Jampang

    di bagian Selatan Jawa barat, dan Busur bermigrasi ke arah Utara sepanjang kala

    Neogen sampai sekarang (Resen).

    Berawal dari Akhir Kapur hingga Awal Tersier, Jawa Barat Utara dapat di

    klasifikasikan dalamFore Arc Basindengan di jumpainya orientasi struktur yang

    berarah NE SW (N70oE) mulai dari Ciletuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang,

    Cekungan Muria dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan kontrol

    Meratus Trend.Pada waktu Paleogen (Eosen-Oligosen) Jawa Barat mengalami

    sesar geser yang akhirnya membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai Pull-

    Apart Basin. Pada fase ini dijumpai sesar-sesar bongkah (half graben system)

    yang berarah relatif Utara Selatan (N-S) yang di kenal sebagai arah Sunda.

    Endapan lakustrin dan volkanik Formasi Jatibarang menutupi rendahan-rendahan

    yang ada. Proses sedimentasi terus berlangsung dengan di jumpainya endapan

    transisi Formasi Talang Akar. Sistem ini di akhiri dengan diendapkannya Formasi

    baturaja di lingkungan laut dangkal.

    Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligo-Miosen)

    dimana jalur subduksi baru terbentuk di Selatan Jawa. Jalur volkanik periode

    Miosen Awal terletak di lepas pantai Selatan Jawa. Deretan gunung api ini

    menghasilkan endapan volkanik bawah muka laut di kenal sebagai old andesite,

    tersebar sepanjang Pulau Jawa. Pola tektonik ini merubah pola tektonik tua NE-

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    7/65

    12

    SW yang terjadi sebelumnya menjadi berarah Barat Timur (E-W) yang

    menghasilkan suatu sisitem sesar naik di mulai dari selatan (Ciletuh) bergerak ke

    utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem sesar naik belakang busur yang di kenal

    thrust foldbelt system. Pada saat Miosen Awal mulai di endapkan Formasi

    Cibulakan atas yang menunjukan lingkungan laut dangkal dan ditutup dengan di

    endapkannya Formasi Parigi yang melampar luas.

    REGIONAL TECTONIC SETTING OF WEST INDONESIA

    KATILI (1972), HAMILTON (1981)

    JAVA SEA

    SOUTHWARDSHIFTINGOFSUBDUCTION

    TERTIARYSUBDUCTIONZONE

    ACTIV

    ESUBDUCTIO

    NZO

    NE

    EARL

    YCR

    ETACEO

    USOR

    VERY

    EARLY

    TER

    TIARY

    SUBD

    UCTION

    ZON

    E

    MELANGE WEDGE OF CRETACEOUSOR VERY EARLY TERTIARY AGE

    NORTHWEST JAVA VOLCANIC ROCKS COMPRISEBOTH OF CRETACEOUS (OR OLDER) ANDTERTIARY AGES

    INDONESIA OCEAN

    SUBDUCTION MAGMATIC ARC

    CRETACEOUS

    TERTIARY

    PRESENT

    000'

    2 S

    6 S

    10 S

    14 S

    6 N

    10 N

    96 E 100 E 104 E 106 E 112 E 116 E

    2 N

    ACTIVE VOLCANOES

    CRETAC

    EOUSM

    AGMATIC

    ZO

    NE

    REGIONAL TECTONIC SETTING OF WEST INDONESIA

    KATILI (1972), HAMILTON (1981)

    JAVA SEA

    SOUTHWARDSHIFTINGOFSUBDUCTION

    TERTIARYSUBDUCTIONZONE

    ACTIV

    ESUBDUCTIO

    NZO

    NE

    EARL

    YCR

    ETACEO

    USOR

    VERY

    EARLY

    TER

    TIARY

    SUBD

    UCTION

    ZON

    E

    MELANGE WEDGE OF CRETACEOUSOR VERY EARLY TERTIARY AGE

    NORTHWEST JAVA VOLCANIC ROCKS COMPRISEBOTH OF CRETACEOUS (OR OLDER) ANDTERTIARY AGES

    INDONESIA OCEAN

    SUBDUCTION MAGMATIC ARC

    CRETACEOUS

    TERTIARY

    PRESENT

    000'

    2 S

    6 S

    10 S

    14 S

    6 N

    10 N

    96 E 100 E 104 E 106 E 112 E 116 E

    2 N

    ACTIVE VOLCANOES

    CRETAC

    EOUSM

    AGMATIC

    ZO

    NE

    Gambar 2.2Tektonik Regional Indonesia bagian Barat

    (BP MIGAS/Awang 2005)

    Fase tektonik akhir yang terjadi adalah Plio-Pleistosen yang pengaruhnya

    terlihat dengan adanya sesar-sesar naik pada jalur Selatan Cekungan Jawa Barat

    Utara, sedimen yang terbentuk adalah Formasi Cisubuh.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    8/65

    13

    Dari ketiga fase tektonik tersebut di atas dapat dilihat konfigurasi

    Cekungan Jawa Barat Utara seperti saat ini. Dari arah Barat berturut-turut tinggian

    Jatinegara - Rengasdengklok, Rendahan Ciputat, Tinggian Cilamaya, Rendahan

    Pasirbungur, Tinggian Pamanukan, Rendahan Cipunegara. Tinggian Kadanghaur -

    Gantar, Rendahan Jatibarang dan Tinggian Arjawirangun (Gambar 2.3).

    Gambar 2.3Penampang Regional Barat-Timur Cekungan Jawa Barat Utara

    (Pertamina 1990)

    Cekungan Jawa Barat Utara telah banyak diteliti dan disimpulkan bahwa

    daerah ini telah mengalami proses deformasi tektonik yang menghasilkan pola

    struktur sesar yang terekam dengan baik pada satuan batuan Paleogen Neogen

    dan ini merupakan informasi penting dalam memecahkan permasalahan

    pemerangkapan hidrokarbon. Pola struktur tersebut mempunyai tiga arah struktur

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    9/65

    14

    utama yaitu kelurusan berarah ENE WSW (arah meratus), arah N S (sunda)

    dan EW (Jawa).

    2.1.4 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

    Secara umum stratigrafi regional Jawa Barat Utara dapat dibagi dua

    (Gambar 2.5) yaitu stratigrafi Paleogen dan Neogen (Bishop 2000).

    Gambar 2.4 Peta Kontur Batuan Dasar Cekungan Jawa Barat Utara

    (R.A. Noble 1996)

    Sedimen Paleogen di endapkan dalam cekungan rift yang di kontrol oleh

    sesarsesar yang berarah relative UtaraSelatan. Batuan sedimen tersebut dapat

    dipisahkan menjadi dua bagian yaitu endapan syn-rift dan endapan post-rift.

    Endapan syn-rift diwakili oleh Formasi Talangakar bagian bawah dan Pre-

    Talangakar (Pre-TAF/Formasi Jatibarang ?), sedangkan endapan post-rift diwakili

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    10/65

    15

    oleh Formasi Talangakar bagian atas dan Formasi Baturaja. Formasi Talangakar

    berkembang dari endapan fluvial di bagian bawah berubah secara berangsur

    menjadi endapan fluvio-deltaic dan laut dangkal (shallow marine) di bagian atas,

    sedangkan Formasi Baturaja merupakan endapan laut berupa sedimen karbonat.

    Sedimen Neogen diendapkan pada lereng Utara dari Cekungan Belakang

    Busur yang mengikuti pola umum struktur Jawa. Pola struktur sunda pada periode

    ini juga masih masih berperan secara lokal. Sedimen Neogen diwakili oleh

    Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Parigi, dan Formasi Cisubuh.

    Formasi Jatibarang ( EosenAwal Oligosen )

    Formasi ini yang merupakan early synrift, terutama dijumpai di bagian

    tengah dan timur dan Cekungan Jawa Barat Utara. Untuk di bagian barat

    cekungan ini (daerah Tambun-Rengasdengklok), Formasi Jatibarang hampir tidak

    di jumpai ( sangat tipis). Formasi ini terdiri dari tufa, breksi, konglomerat alas,

    yang diendapkan pada fasies fluvial/non marinemarine(?).

    Formasi Talangakar ( Akhir OligosenAwal Miosen )

    Pada fasesynrift di endapkan Formasi Talangakar, pada awalnya berfasies

    Fluvio-Deltaiksampai fasies marin. Litologi formasi ini diawali oleh perselingan

    sedimen batupasir dengan serpih non marin dan di akhiri oleh perselingan antara

    batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies marin.

    Ketebalan formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian

    Rengasdengklok sampai 254m di tinggian Tambun-Tangerang hingga

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    11/65

    16

    diperkirakan 1500 m lebih untuk di pusat dalaman Ciputat dan dalaman Arjuna

    (offshore). Pada akhir sedimentasi Formasi Talangakar ini ditandai juga

    berakhirnya sedimentasisynrift.

    Formasi Baturaja ( Awal Miosen )

    Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang

    berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup menandai fase

    postrift yang secara regional menutupi seluruh sedimen klastik Formasi

    Talangakar fasies marine di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan

    batugamping terumbu umumnya di jumpai pada daerah tinggian, namun dari data

    pemboran terakhir, ternyata batugamping terumbu juga berkembang pada daerah

    yang pada saat sekarang di ketahui sebagai daerah dalaman di Jatibarang low.

    Formasi Cibulakan Atas ( Awal Miosen

    Tengah Miosen )

    Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan

    batugamping baik yang berupa batugamping klastik maupun secara setempat

    setempat berkembang juga batugamping terumbu yang dikenal sebagaiMid Main

    Carbonate (MMC).

    Formasi Parigi ( Tengah Miosen - Akhir Miosen )

    Formasi Parigi terdiri dari batugamping baik klastik maupun batugamping

    terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar di seluruh Cekungan Jawa

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    12/65

    17

    Barat Utara dan pada umumnya berkembang sebagai batugamping terumbu

    menumpang secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.

    Formasi Cisubuh ( PliosenKuarter )

    Di atas formasi Parigi di endapkan sedimen klastik serpih, batulempung,

    batupasir dan di tempat yang sangat terbatas diendapkan juga batugamping tipis,

    yang dikenal sebagai Formasi Cisubuh. Seri sedimentasi ini sekaligus mengakhiri

    proses sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara.

    Gambar 2.5 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk,1997)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    13/65

    18

    2.1.5 Petrol eum System

    Cekungan Jawa Barat Utara memiliki cadangan hidrokarbon yang baik,

    tentunya didukung oleh adanya petroleum systemyang menjadikan cekungan ini

    sangat potensial.Petroleum systemcekungan ini diantaranya :

    1. Batuan Induk dan Migrasi

    Berdasarkan hitungan ekspulsi hidrokarbon di Cekengan Jawa Barat Utara

    pada setiap dalaman yang dihitung dengan formula Waples (1985) di dapat total

    hidrokarbon yang terbentuk adalah 4.524.54 MMBO + 4.791,52 BCFG,

    sedangkan hidrokarbon yang ditemukan 1.264.50 MMBO + 2.872 BCFG, maka

    peluang yang harus dicari baik yang sudah berupa prospek dan lead maupun yng

    belum teridentifikasi adalah 2.725,22 MMBO + 1.1819,52 BCFG.

    Hingga kini Formasi Talangakar masih diyakini sebagai batuan induk yang

    efektif, walaupun masih terdapat kemungkinana endapan lakustrin Formasi

    Jatibarang dapat bertindak sebagai batuan induk. Generasi hidrokarbon sendiri

    terjadi mulai Miosen Atas-Resen. Distribusi Source Pod. Terlihat pada

    (Gambar 2.6).

    Secara struktur prospek besar berada diantara Tinggian Cilamaya dan Ciputat

    yang berbatasan langsung dengan Rendahan Kepuh. Berdasarkan adanya tinggian

    dan rendahan yang saat ini diketahui, memungkinkan analisa migrasi lateral

    maupun vertical dari suatu kitchen tertentu kea rah perangkap. Migrasi lateral

    pada puncak Formasi Talangakar terlihat pada (Gambar 2.7), diperkirakan

    migrasi pada prospek ini mulai terjadi padaMiddle Miocene(Noble dkk, 1997).

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    14/65

    19

    Gambar2.6Peta Penyebaran Source Pod Cekungan Jawa Barat Utara

    (R.A Noble, 1997)

    Gambar2.7Peta Migrasi Lateral Hidrokarbon pada Puncak Talangakar

    (R.A Noble, 1997)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    15/65

    20

    2. Batuan Reservoir

    Batuan reservoir yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di

    Cekungan Jawa Barat Utara adalah batupasir Formasi Talangakar, batugamping

    Formasi Baturaja, batupasir dan batugamping Formasi Cibulakan dan

    batugamping Formasi Parigi. Saat ini telah terbukti juga di sumur Tegaltaman

    dan Karangbaru untuk Formasi Jatibarang, dimana Volkanik Formasi Jatibarang

    dapat bertindak sebagai Reservoir. Lapisan konglomerat Formasi Jatibarang

    setebal 12 m dan 10 m dan pada lapisan yang bawah (12 m) telah terbukti

    menghasilkan 447,6 BOPD + 5.34 MMCFGPD pada jepitan 13 mm (Noble dkk,

    1997).

    Berdasarkan hasil pemboran sumur RMS, potensi reservoir di prospek besar

    adalah batugamping yang berkembang sebagai carbonate build uppada Formasi

    Baturaja dan batupasir pada Formasi Talangakar

    3. Perangkap dan Batuan Tudung

    Perangkap struktural berbentuk four way dips dan three way dipsumum

    dijumpai untuk reservoir batupasir Formasi Talangakar dan Cibulakan dengan

    arah sumbu lipatan pada umumnya masih mengikuti Pola Struktur Sunda. Sering

    pula dijumpai perangkap dengan reservoir batugamping Formasi Baturaja di

    daerah tinggian, dalam hal ini diduga bentuk perangkap adalah gabungan antara

    struktural dan stratigrafi. Dua jenis perangkap utama yang dapat dikenali di

    Cekungan Jawa Barat Utara ini yaitu : perangkap struktural dan perangkap

    stratigrafis

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    16/65

    21

    4. Perangkap Struktural

    Perangkap structural merupan perangkap hidrokarbon yang paling sering

    terdapat di Cekungan Jawa Barat Utara. Perangkap potensial ini sering

    berasosiasi dengan sesar naik di bagian selatan cekungan. Antiklin dan closure

    four way dip yang berasosiasi dengan sesar naik dapat teramati dengan baik

    hampir di seluruh bagian selatan cekungan. Perangkap sering hadir pada

    upthrown side dari blok sesar. Perangkap yang berhubungan dengan batuan

    karbonat hadir pada upthorwn side dari sesar dimana terdapat terumbu

    batugamping yang berkembang pada suatu daerah tinggian. Perangkap structural

    ini di jumpai hamper di seluruh formasi berumur Eosen (Pre TAF) sampai

    Pliosen (Formasi Parigi). Nampaknya, peristiwa tektonik kompresional sangat

    berkaitan dengan mekanisme hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat Utara.

    5.

    Perangkap Stratigrafi

    Perangkap stratigrafis di jumpai pada beberapa kawasan di dalam

    Cekungan Jawa Barat Utara. Secara keseluruhan, tipe jebakan ini memberikan

    kontribusi cadangan hidrokarbon potensial yang cukup besar pada bagian utara

    cekungan ini. Terumbu karang yang tumbuh bagian dari Formasi Baturaja dan

    Formasi Parigi termasuk ke dalam jenis perangkap ini. Fasies terumbu yang lain

    dapat di jumpai pula pada Cibulakan Atas (Mid Main Carbonate). Perangkap

    stratigrafis dari fasies terumbu ini di jumpai hamper di seluruh kawasan, karena

    memang di endapkan padafase postrift.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    17/65

    22

    Jebakan stratigrafi dengan geometri pembajian, pemancungan, channel fill dan

    onlapping juga ditemukan pada fasise batupasir Pre TAF, TAF dan Cibulakan

    Atas. Jenis perangkap pada prospek besar adalah kombinasi antara perangkap

    stratigrafi dan struktural.

    6. Batuan Tudung

    Lapisan batuan untuk dapat bertindak sebagai lapisan penyekat haruslah

    mempunyai kemampuan untuk kedap terhadap fluida (cair / gas). Adapun lapisan

    batuan yang mempunyai kriteria tersebut adalah lapisan serpih yang selalu di

    jumpai pada Formasi Talangakar (intraformation sealing) yang efektif untuk

    perangkap perangkap di preTAF dan TAF. Lapisan serpih Cibulakan Atas

    untuk penyekat perangkap di Formasi Baturaja dan Formasi Cibulakan Atas.

    7.

    Hidrokarbon Play

    Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari beberapa penghasil hidrokarbon

    yaitu, diantaranya : Formasi Jatibarang, Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan

    Atas, dan Formasi Parigi. Formasi Jatibarang meliputi aliran vulkanik dan tuff.

    Minyak dan gas dihasilkan dari rekahan-rekahan dengan struktur antiklin berarah

    EW dan terpotong dengan sesar normal berarah N-S. Formasi Baturaja diwakili

    oleh paparan karbonat/karbonat kompleks yang berkembang diatas palaeohighs.

    Build-ups ini merupakan tipe cebakan minyak dan gas dan bergabung dengan

    drape diatas tinggian basement. Reservoir utama berisi batugamping koral alga

    dengan porositas kedua terbentuk pelarutan oleh air. Yang lainnya adalah

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    18/65

    23

    Formasi Cibulakan Atas yang terdiri dari batupasir yang berasal dari utara, dan

    diendapkan sebagai punggukan pasir pada lingkungan shelf dengan lipatan

    antiklin dan pinch-out dari tubuh batupasir. Reservoir batupasir adalah

    menghasilkan horizon utama. Formasi Parigi tersebar luas sebagai paparan/unit

    bioherm dan diketahui dan diketahui berisi kuantitas gas dalam jumlah besar dan

    memberikan kesempatan terbaik sebagai cadangan baru yang memiliki nilai yang

    layak. Build up Formasi Parigi berkembang dengan baik didaerah onshore dan

    offshore. Reservoir berkembang pesat melaului porositas vugular, moldic, dan

    intergranular yang keluar melalui interval karbonat yang berbeda-beda.

    2.2 Geologi Daerah Penelitian

    2.2.1 Tatanan Stratigrafi

    Daerah penelitian pada studi ini difokuskan kepada formasi Talang Akar

    Bagian Bawah, Lapangan RMS, yang membahas sikuen stratigrafi dan fasies

    pengendapannya. Formasi ini berumur Oligosen akhir Miosen awal yang

    diendapkan tidak selaras di atas Pre Formasi Talangakar (Ekivalen dengan

    Formasi Jatibarang). Formasi Talangakar terdiri atas selang seling serpih,

    batupasir, batugamping, serpih dan batubara di bagian bawah. Ketebalan formasi

    ini mencapai 1670ft. dengan deskripsi sebagai berikut :

    1.

    Serpih : bewarna abu-abu sampai abu-abu gelap, kekerasan menengah

    sampai keras, kadang-kadang keras, dengan bentuk membalok tanggung

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    19/65

    24

    sampai memipih, kadang bersifat fissile sampai subfissile tidak bersifat

    karbonatan, kadang dijumpai material karbon dan pyrite.

    2.

    Batupasir : umumnya bewarna coklat terang sampai coklat muda, kadang

    transparan, mudah lepas sampai agak keras, kadang keras, dengan bentuk

    menyudut tanggung sampai membulat tanggung, berbutir halus sampai

    sedang, pemilahan sedang dan dengan porositas sedang.

    3. Batugamping : berwarna putih kotor, coklat terang, kadang putih

    kecoklatan, keras sampai agak keras, termasuk mudstone sampai

    wackestone, kadang keras dan kompak, bersifat kristalin dan

    mikrokristalin, kadang kapuran porositas buruk.

    4. Batubara : berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan terang,

    kekerasannya rapuh sampai agak keras, pecahannya membalok tanggung

    sampai memipih tanggung, dengan pecahan conchoidal dan mempunyai

    kilap lilin.

    5. Batulanau : warna coklat keabu-abuan sampai coklat tua, kekerasan lunak

    sampai sedang, bersifat rapuh, membalok tanggung sampai membalok,

    kadang bersifat serpih, tidak karbonatan.

    Secara umum Formasi Talangakar merupakan endapan transgresif dimana

    bagian atas dan bawahnya adalah hasil dari endapan pada lingkungan fluvio-

    deltaicsampai endapan laut dangkal. Siklus transgresif yang dominan pada masa

    oligosen akhir miosen awal ditunjukan oleh endapan fluvio-deltaic Formasi

    Talangakar bagian bawah sedangkan Formasi Talangakar Bagian Atas menjadi

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    20/65

    25

    endapan laut dangkal dengan sisipan Batugamping Formasi Baturaja, dan endapan

    marin Formasi Cibulakan.

    2.2.2 Struktur Geologi

    Secara fisiografi Struktur Lapangan RMS terletak dibagian selatan Sub

    cekungan Arjuna dan utara dari Tinggian Cilamaya. Tektonik yang berperan

    terhadap Struktur Lapangan RMS adalah tektonik yang terjadi pada Awal Tersier

    dan tektonik Pliosen - Plistosen. Tektonik Awal Tersier menghasilkan half -

    graben sistem Cekungan Jawa Barat Utara dengan produk pola tinggian dan

    rendahan yang berorientasi utara - selatan. Gaya kompresional dari selatan pada

    kala Pliosen - Plistosen umunya tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap

    konfigurasi strukturnya, akan tetapi cukup untuk membentuk pola antiklin di

    daerah ini. Sedangkan gaya extensionalnya berperan terhadap pembentukan dan

    pengaktifan kembali sesar-sesar normal yang berarah relative utara-selatan dan

    secara umum berperan menjadi media migrasi yang cukup efektif.

    2.3 Stratigrafi Sikuen

    2.3.1 Konsep dan Prinsip

    Sikuen stratigrafi secara sederhana dapat diartikan sebagai cabang

    Stratigrafi yang mempelajari paket-paket sedimen yang dibatasi oleh bidang

    ketidakselarasan atau bidang lain yang korelatif dengan bidang ketidakselarasan

    tersebut (Emery et al, 1996).

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    21/65

    26

    Sikuen stratigrafi merupakan bagian stratigrafi modern yang

    memanfaatkan sejumlah metoda dan konsep yang telah ada sebelumnya, terutama

    biostratigrafi, seismik stratigrafi, kronostratigrafi, dan sedimentologi (Emery et al,

    1996).

    Dalam menganalisis sikuen stratigrafi akan menghasilkan kerangka

    kronostratigrafi dari endapan yang dianalisa. Faktor-faktor yang secara langsung

    mempengaruhinya kerangka kronostratigrafi adalah turun-naiknya permukaan air

    laut, tektonik, pasokan sedimen, kondisi iklim dan geometri cekungan. Kerangka

    itu selanjutnya dapat dipakai untuk mengkorelasikan dan memetakan fasies-fasies

    yang ada dalam endapan yang dianalisis.

    2.3.1.1 Konsep Tepian Cekungan

    Hasil pengamatan seismik menunjukkan bahwa progradasi pada tepi

    cekungan sering memperlihatkan geometri yang konsisten. Topset adalah istilah

    yang digunakan untuk menamakan bagian puncak profil tepi cekungan yang

    bergradien rendah (< 1). Pada penampang seismik, topset tampak datar dan

    umumnya mengandung sistem pengendapan aluvial, delta, dan laut dangkal. Garis

    pantai merupakan suatu titik pada topset.Titik itu dapat berimpit dengan offlap

    break, namun dapat pula terletak ratusan kilometer lebih ke arah darat daripada

    offlap break. Titik-titik terminasi topsetke arah daratan disebut coastal onlap. Di

    atas coastal onlap terdapat dataran pantai atau fasies paralik. Klinoform

    (clinoform) adalah istilah yang dipakai untuk menama-kan bagian profil tepian

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    22/65

    27

    cekungan yang lebih curam (umumnya >1) serta terletak lebih ke arah cekungan

    dibanding topset. (Emery et al, 1996).

    2.3.1.2 Eustasy, Relative Sea Level, & Water Depth

    Untuk memahami faktor-faktor yang mengontrol pembentukan sikuen,

    pemahaman mengenai eustasi, muka air laut, dan kedalaman air sangat diperlukan

    (lihat Gambar 2.8).

    2.3.1.2.1 Eustasi

    Eustasi adalah permukaan laut global. Perubahan eustasi adalah suatu

    konsep yang sudah lama diketahui (Suess, 1906) untuk perubahan muka laut

    relatif terhadap pusat bumi. Perubahan eustasi berkaitan dengan suatu faktor

    kekuatan/gaya, seperti a) perubahan glasial; b) perubahan steric (thermohaline)

    dalam volume cekungan lautan; c) deformasi kulit bumi akibat plate rifting

    (pemekaran lempeng), subduksi, dan collision(tumbukan); e) sedimentasi; dan f)

    faktor astronomi (teori Milankovitch).

    Eustasi (eustasy; global eustasy; global sea-level) diukur dari muka air

    laut hingga suatu datum tetap, biasanya pusat bumi. Eustasi dapat berubah dengan

    berubahnya volume cekungan (misalnya akibat perubahan volume punggungan

    tengah samudra) atau berubahnya volume air laut (misalnya akibat glasiasi-

    deglasiasi). Hal yang perlu dicatat adalah bahwa eustasi dapat naik atau turun

    sedemikian rupa sehingga menyebabkan berubahnya posisi base-level secara

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    23/65

    28

    global. Base level sendiri didefinisikan sebagai suatu batas di atas mana proses

    yang terjadi praktis hanya berupa erosi.

    2.3.1.2.2 Muka Air Laut Relatif

    Muka air laut relatif (relative sea-level) diukur dari muka air laut hingga

    suatu datum lokal yang dapat berubah-ubah posisinya, misalnya batas atas batuan

    dasar (basement) atau sebuah bidang di dalam tumpukan sedimen dasar laut

    (Posamentier dkk, 1988). Perubahan muka air laut merupakan pengaruh

    kombinasi dari eustasi, penurunan cekungan (tektonik, muatan, dan kompaksi),

    dan pasokan sedimen. Biasanya, suatu perubahan relatif terjadi dalam skala lokal

    atau regional, tetapi tidak pernah dalam sekala global. Subsidensi, pengangkatan

    batuan dasar, kompaksi sedimen yang melibatkan bidang acuan pengukuran muka

    air laut relatif, dan perubahan tektonik, semuanya dapat menyebabkan berubahnya

    muka air laut relatif. Muka air laut relatif dapat naik karena subsidensi, kompaksi

    dan/atau turunnya eustasi; muka air laut relatif dapat turun karena adanya

    pengangkatan dan/atau penaikan eustasi.

    2.3.1.2.3 Kedalaman Air

    Kedalaman air diukur dari muka air laut hingga permukaan sedimen dasar

    laut. Titik kesetimbangan (equilibrium point) kadang-kadang digunakan untuk

    menamakan suatu titik pada profil pengendapan dimana laju perubahan muka air

    laut relatif sama dengan nol. Titik tersebut, pada suatu waktu, akan memisahkan

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    24/65

    29

    zona dimana terjadi penaikan muka air laut relatif dengan zona dimana terjadi

    penurunan muka air laut relatif.

    Gambar 2.8Eustasy, Relative sea level, & Water depth(Kendall, 2006)

    2.3.1.3 Supply Sediment

    Perubahan suplai sedimen dapat dilihat dari jumlah sedimen dan ukuran

    butir. Perubahan suplai sedimen dapat disebabkan oleh tektonik, perubahan iklim

    (terutama hujan), dan topografi, pola aliran, litologi dan vegetasi (Blum, 1990;

    Einsele, 1992; Leopold et al, 1964), perubahan suplai sedimen yang

    dikombinasikan dengan akomodasi akan berpengaruh pada arsitektur fasies

    sedimenter yang diendapkan.

    2.3.1.4 Akomodasi Sedimen

    Pengontrol penting pada pengendapan basin adalah ruang untuk

    pengendapan yang diistilahkan sediment accomodation oleh Jervey, 1998 ("The

    concept of sediment accomodation and how it controls stratigraphic patterns is

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    25/65

    30

    one of the most significant result of sequence stratigraphy). Akomodasi

    didefinisikan sebagai ruang yang tersedia untuk pengakumulasian sedimen dalam

    satuan waktu tertentu (Jervey, 1988). Akomodasi dikontrol oleh base levelkarena,

    untuk dapat terakumulasi, sedimen memerlukan ruang yang terletak di bawah

    base level.

    Posisi base level berbeda-beda, tergantung tatanan pengendapannya.

    Dalam lingkungan aluvial, base level dikontrol oleh profil sungai yang secara

    berangsur berubah mendekati base level laut atau danau, ke tempat mana sungai

    tersebut bermuara (Mackin, 1948). Dalam sistem delta dan pesisir, base level

    praktis ekivalen dengan muka air laut. Dalam lingkungan laut dangkal, base level

    juga praktis berupa muka air laut, meskipun dalam kondisi tertentu alas

    gelombang (wave base) dapat menyebabkan " graded shelf profile " berperan

    sebagai base level.

    Pada lingkungan marinedan shelf, perubahan akomodasi ditentukan oleh

    kombinasi pergerakan muka air laut atau dasar laut yang dihasilkan dari interaksi

    tektonik dengan eustasi. Sehingga tektonik dan eustasi merupakan pengontrol

    utama stratigrafi

    Gambar 2.9Akomodasi dan Faktor Pengontrolnya

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    26/65

    31

    Gambar 2.10Pola Pengendapan Hasil Kombinasi Supply Sedimentdan

    Akomodasi (Van Wagoner 1990)

    2.3.1.5 Systems Tract

    Sikuen dapat dibagi lagi kedalam suatu wilayah sistem yang disebut

    systems tract yang terdiri dari seluruh sistem-sistem pengendapan yang sama

    umurnya, yang terjadi berdekatan satu sama lain, dan diendapkan selama satu

    segmensea-level curvetertentu. Sea-level curveadalah kecepatan turunnya muka

    laut yang paling besar hingga kecepatan turunnya muka laut yang paling besar

    berikutnya. Ada tiga macamsystems tractyang dikenal, yaitu:

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    27/65

    32

    2.3.1.5.1Lowstand Systems Tract

    Lowstand systems tract membentuk susunan regresi berisi endapan

    sedimen selama penurunan muka air laut relatif, terus stilstand, dan hingga

    penaikan perlahan muka air laut relatif selama regresi padashoreline masih dapat

    dipertahankan.Lowstand systems tract terdiri atas 2 tipe endapan, yaitu :

    a) endapan regresi pantai danshelf,dan

    b) agradasi endapan fluvial dalam incised valley.

    Lowstand systems tract terletak diatas batas sekuen yang merupakan

    ketidakselarasan yang terlihat dipermukaan shelf dan correlative conformity ke

    arah laut.

    Lowstand systems tract dibagi menjadi 2 bagian fase, yaitu early (awal)

    dan late (akhir). Awal lowstand systems tract terjadi ketika penurunan muka air

    laut relatif, dan akhir lowstand systems tract terjadi ketika muka air laut relatif

    stabil dan naik perlahan. Selama awal lowstand systems tract sungai mengalami

    torehan, danshorelinemengalami gaya regresi. Sedangkan pada akhir LST sungai

    mengalami agradasi di dalam incised valleynya dan shoreline menjadi normal

    regresi. Coastal onlapbergerak ke arah laut pada awal LST, dan bergerak ke arah

    darat pada akhir low stand systems tract. Akhir low stand systems tract juga

    ditandai oleh peningkatan akomodasi yang cepat yang menyebabkan pengurangan

    perbandingan pasir-lumpur.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    28/65

    33

    2.3.1.5.2 Tr ansgressive Systems Tract

    Transgressive systems tract berisi endapan sedimen ketika muka air laut

    relatif naik dengan cepat dibandingkan dengan kecepatan pengendapan.

    Transgressive systems tract ini merupakan transgresi menyeluruh yang ditandai

    dengan landward-sleeping parasequence. Bagian atas transgressive systems tract

    dibatasi oleh maximum flooding surface yang merupakan batas transgresi,

    umumnya membentuk penghalusan ke atas dan pada well-log.

    2.3.1.5.3 Highstand Systems Tract

    Highstand systems tractmerupakan urutan endapan ketika penaikan muka

    air laut relatif berkurang sampai lebih kecil daripada kecepatan pengendapan.

    Highstand systems tractdibatasi oleh maximum flooding surfacedibawahnya dan

    batas sikuen di atasnya. Selama awal highstand systems tract akomodasi

    meningkat dengan cepat dan pengendapan lebih agradational, sedangkan pada

    akhir highstand systems tract kecepatan akomodasi berkurang seiring dengan

    penurunan muka air laut relatif dan pengendapan lebih progradational, sehingga

    pada akhir highstand systems tract lebih bersifat pasir dibandingkan pada awal

    highstand systems tract. Pada seismik, awal high stand systems tract dikenali

    dengan bentuk progradational offlap, sedangkan pada akhir highstand systems

    tract dikenali dengan bentuk oblique offlap.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    29/65

    34

    Gambar 2.11Lowstand Systems Tract(Kendall 2003)

    Gambar 2.12Trangressive Systems Tract (Kendall 2003)

    Gambar 2.13Highstand Systems Tract (Kendall 2003)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    30/65

    35

    2.3.1.6 Tipe -Tipe Sikuen

    Ada 2 tipe utama yang dikenal dalam depotional sequence, antara lain :

    1.

    Tipe 1, dibentuk ketika muka air laut relatif turun pada shoreline terhadap

    fisiografi basin (cekungan). Tipe ini dibatasi oleh batas sikuen tipe 1 yang

    berisi ketidakselarasan stratrigrafi kearah darat dari shoreline lowstand.

    Sikuen tipe 1 disusun oleh lowstand systems tract.

    2. Tipe 2, dibentuk ketika tidak terjadi turunnya muka air laut relatif,. Sikuen tipe

    2 ini merupakan siklus regresi - transgresi tanpa ada lowstand systems tract

    dan dibatasi oleh batas sikuen tipe 2 yang tidak membentuk ketidakselarasan.

    Dalam tipe 2 batas sikuen berdekatan dengan permukaan regresimaksimum

    yaitu batas antara fasies regresi dan transgresi pola stacking. Tipe 2 berada

    langsung diatashighstand systems tractdan tidak ada lowstand systems tract

    dantransgressive systems tractdalam tipe ini.

    Gambar 2.14Sikuen Pengendapan Tipe-1 pada Cekungan dengan Shelf

    (Van Wagoner, 1987)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    31/65

    36

    Gambar 2.15Sikuen Pengendapan Tipe-1 pada Cekungan yang Landai

    (Van Wagoner, 1987)

    Gambar 2.16 Sikuen Pengendapan Tipe-2 (Van Wagoner, 1987)

    2.3.1.7 Permukaan Dalam Sikuen Pengendapan

    Didalam suatu sikuen pengendapan ada tiga permukaan yang penting,

    yaitu (1)sequence boundary, (2) transgressive surface, dan (3) maximum flooding

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    32/65

    37

    surface) dan beberapa permukaan lainnya seperti (a) marine flooding surface, (b)

    basin floor fan, dan (c) top slope fan.

    1) Sequence boundary (SB) - adalah ketidakselarasan dan keselarasan

    padanannya yang terjadi selama jangka waktu penurunan relatif permukaan laut.

    Ada dua tipe 'sequence boundary' yang diketahui, yaitu Tipe 1 dan Tipe 2,

    walaupun suatu rangkaian ditemui diantara mereka.

    a. Type 1 sequence boundary - yaitu suatu ketidakselasan regional yang

    terbentuk ketika permukaan laut eustasi turun dengan kecepatan yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan penurunan cekungan, yang menyingkapkan "shelf

    ke erosi subaerial 'Sequence boundary' tipe 1 berasosiasi dengan suatu

    basinward shift of fadesdan downward shift in coastal onlapyang mendadak,

    erosi subaerial, 'stream rejuvenation', dan 'valley incision', sedimen bypassing

    didaerah-daerah 'shelf, pengembangan suatu facies discontinuity yang

    dicirikan oleh pendangkalan mendadak dan adanya butiran-butiran yang

    inakin kasar memotong batas sikuen, dan adanya pengembangan paleosols.

    b. Type 2 sequence boundary - terbentuk ketika cekungan menurun dengan

    kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan penurunan

    permukaan laut eustasi pada depositional shoreline break. 'Type 2 sequence

    boundary' ini dicirikan oleh erosi subaerial dan adanya pergeseran 'coastal

    onlap' kearah daratan dari suatu tempat atau dekat garis pantai menuju

    cekungan, mereka biasanya tidak metnpunyai ciri-ciri "Type 1 sequence

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    33/65

    38

    boundary', yang menunjukkan hiatus yang kurang jelas dan ditutupi oleh

    sedimen-sedimen 'shelf.

    1) Top basin -fl oor fan sur face- adalah batas antara basin-floor fandibawah

    nya denganslope fandanlowstandprograding wedgediatasnya. Slope-fan

    dan lowstand progradmg wedge'menunjukkan downlapkeatas top 'basin-

    floor fan surface'.

    2) Top slope fan sur face- adalah batas antaraslope -fandibawahnya dengan

    lowstand prograding wedge diatasnya. Lowstand progradmg wedge

    menunjukkan downlap keatas top slope fan surface. Top slope- fan surface

    bisa menunjukkan downlap keatas basin-floor fan atau keatas 'sequence

    boundary' kearah laut dan menunjukkan onlapkeatas top dari depositional

    sequencekearah daratan yang terletak dibawahnya.

    3) Marine fl ooding sur face - adalah permukaan pada top parasequences,

    yang biasanya dicirikan oleh suatu pendalaman mendadak ketika

    permukaan laut naik dengan cepat. Batas ini biasanya memisahkan

    lingkungan air dangkal atau lingkungan nonmarin yang terletak

    dibawahnya dengan fasies air lebih dalam yang terletak diatasnya.

    2)Tr ansgressive sur face atau Top lowstand sur face - adalah 'flooding surface'

    penting pertama yang terbentuk setelah jangka waktu regresi maksimum pada top

    dari lowstand systems tract. Dalam sekala regional, transgressive surface ini

    memisahkanparasequence progradationalatau aggradationnal lowstand systems

    tract yang terletak dibawahnya dengan parasikuen backstepping 'transgressive

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    34/65

    39

    systems tract' yang terletak diatasnya. Transgressive surface berasosiasi dengan

    suatu facies" discontinuity yang dicirikan oleh pendalaman mendadak yang

    rnemotong bidang batas. 'Transgressive surface' ini bisa berupa erosi pada 'shelf

    yang relief-nya sampai beberapa meter seperti padaravinement surface, dan bisa

    juga berasosiasi dengan 'pebble lags'dan 'burrowing'.

    3) Maximum fl ooding sur face (MFS) - adalah marine flooding surface yang

    terbentuk pada waktu transgresi maksimum. Maximum flooding surface

    membentuk top transgressive systems tract dan memisahkan backstepping

    parasequences yang terletak dibawahnya dengan progradational parasequences

    yang terletak diatasnya. Prograding clinoformsdari highstand systems tractyang

    menutupinya menunjukkan downlap keatas 'maximum flooding surface' , yang

    terjadi didalam condensed section.

    2.3.1.8 Parasequences & Parasequence Sets

    Parasikuen adalah urutan lapisan atau lapisan-lapisan yang relatif selaras

    yang berhubungan secara genetik, yang dibatasi pada bagian bawah dan atasnya

    oleh Marine Flooding Surface atau permukaan-permukaan padanannya. Secara

    umum, suatu parasikuen mendangkal kearah atas. Biasanya, bagian bawah dari

    suatu parasikuen terdiri dari suatu fasies air lebih dalam dan bagian atasnya terdiri

    dari suatu fasies air lebih dangkal.

    Parasequence setsbiasanya dibatasi oleh Marine Flooding Surfacesyang

    besar dan permukaan-permukaan padanannya. Walaupun setiap parasikuen

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    35/65

    40

    mendangkal keatas, tetapi suatu parasequence setdapat juga mendangkal keatas

    (progradational), atau menunjukkan kedalaman air yang relatif konstan

    (aggradational), atau menunjukkan makin dalam kearah atas (backsteppmg).

    Parasikuen dan 'parasequence sets'adalah pembentuk/penyanggasystems tracts.

    2.3.1.9 Stacking Patterns

    Stacking patterns adalah ragam gambaran pada mana parasequencesatau

    parasequence sets yang semakin lebih muda berlapis satu diatas lainnya. Tiga

    stacking patternsutama adalahprogradational, aggradational, dan backstepping.

    a. Progradational adalah Stacking pattern pada mana setiap parasequence

    yang progresif lebih muda diendapkan lebih jauh kedalam

    cekungan.'Stacking pattern' ini terjadi apabila kecepatan accommodation

    lebih kecil dari kecepatan pengendapan. Istilah ini sinonim dengan

    Forestepping.

    b. Aggradational adalah Stacking patternpadaparasequences yang progresif

    lebih muda sudah diendapkan satu diatas lainnya tanpa adanya pergeseran

    lateral yang berarti apakah kearah daratan atau kearah cekungan. 'Stacking

    pattern' ini terjadi apabila kecepatan accommodation kira-kira sama

    dengan kecepatan pengendapan.

    c. Retrogradational adalah Stacking pattern pada mana setiap

    parasequences yang progresif lebih muda sudah diendapkan lebih jauh

    kearah daratan. Walaupun parasikuen individu itu mem'prograde' dan

    mendangkal kearah atas, tetapi suatu backsteppmg stacking pattern'

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    36/65

    41

    secara keseluruhan lebih dalam kearah atas. Backstepping stacking

    pattern' terjadi apabila kecepatan accommodation lebih besar daripada

    kecepatan pengendapan. Istilah retrogradational biasa digunakan sebagai

    pengganti 'backstepping'; namun retrogradational menunjukkan (1)

    mundurnya garis pantai akibat erosi atau (2) progradasi kearah daratan.

    Karena itu, retrogradationaltidaklah sama dengan backstepping.

    Gambar 2.17Progradational Parasequence Set,Retrogradational Parasequence

    Set, danAggradational Parasequence Set(Van Wagoner, et.al, 1991)

    2.3.1.10 Konsep Fasies

    Fasies sedimen adalah massa dari suatu batuan yang dapat ditentukan dan

    dibedakan dengan yang lainnya berdasarkan geometri, lithologi, struktur sedimen,

    arus purba dan fosil. (R. C. Selley, 1985) Sedangkan lingkungan sedimentasi

    merupakan bagian dari roman muka bumi yang secara fisika, kimia, dan biologi

    berbeda dengan roman lainnya misalnya gurun, sungai lembah, dan delta (Selley,

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    37/65

    42

    R.C., 1985), dan dalam penentuan roman muka bumi tersebut ada beberapa faktor

    yang harus diperhatikan, yaitu : geologi, geomorfologi, iklim, cuaca, kedalaman,

    temperatur, dan salinitas serta sistem aliran termasuk juga flora dan fauna yang

    terdapat dalam lingkungan sedimentasinya. Faktor-faktor tersebut sangat

    berkaitan, sehingga apabila ada perubahan pada salah satu faktomya maka akan

    menyebabkan perubahan lainnya.

    Menurut R.G. Walker (1992) model fasies adalah perbandingan antara

    lingkungan pengendapan modern dan lingkungan pengendapan purba serta

    berusaha untuk mengetahui proses yang mengontrol perubahan fasies dan

    geometrinya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model fasies adalah

    studi lingkungan pengendapan purba yang didasarkan pada keadaan lingkungan

    modernnya, sehingga jelas bahwa lingkungan yang terbentuk saat ini terjadi pula

    pada keadaan masa lalu, atau merupakan prinsip dari unifonnitarisme yang

    menyebutkan "the present is the key to the past".

    Gambar 2.18Bagan Alir Analisis Sedimentary Rockyang Berhubungan dengan

    Fasies (O.Serra, 1978)

    Model harus bersifat normal sebagai pembanding, karena tanpa adanya

    karakter normal akan sulit untuk menentukan apakah lingkungan pengendapan

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    38/65

    43

    sama atau berbeda dengan model fasies yang sudah ada. Jika ditemukan banyak

    kesamaan maka dapat disimpulkan bahwa fasies ini tidak jauh beda, tetapi jika

    ternyata lingkungan pengendapan dengan segala karakternya berbeda dengan

    model yang sudah ada maka akan terjadi interpretasi mengenai lingkungan ini,

    mungkin bisa akan memunculkan model fasies baru. Kenyataannya bahwa

    lingkungan pengendapan tertentu akan memberikan fasies yang khusus pula.

    Model harus bisa sebagai kerangka dasar dan bisa digunakan sebagai

    penunjuk pada penyidikan lebih lanjut. Suatu model yang sudah ada merupakan

    acuan dasar terhadap pengenalan awal sebuah karakteristik fasies. Geologistakan

    dengan sedikit mudah menentukan model yang sesuai jika terdapat contoh yang

    sama ataupun hampir sama.

    Fasies model bisa berfungsi sebagai prediksi dari lingkungan secara

    keseluruhan. Misalkan telah ditemukan fasies dengan model tertentu maka akan

    diperoleh prediksi-prediksi awal guna mengetahui karakter fasies secara

    keseluruhan hingga kearah lingkungan pengendapan secara detail dan

    menyeluruh. Tanpa adanya model itu maka prediksi akan terlalu jauh sehingga

    kurang memenuhi aspek kebenaran.

    Fasies juga harus berupa integrasi dari berbagai macam data dan

    interpretasi pendukung yang kuat. Pengaruh dukungan data yang banyak serta

    pendekatan dengan percobaan di lapangan maupun di laboratorium akan banyak

    membantu kekuatan interpretasi.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    39/65

    44

    Model Fasies secara garis besar dibagi atas tiga model, yaitu Fluvial

    Deposits, Deltaic Deposits dan Non Deltaic Coastal and Shelf Deposits. Tetapi

    yang akan lebih dibahas disiniDeltaic Depositsterutama pada bagian delta plain.

    Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan

    sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan

    pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang

    merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :

    1. Geometri

    2. Litologi: dari cutting dan batuinti dikombinasi dengan log sumur

    (GR dan SP)

    3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting dan batuinti

    4. Struktur sedimen : dari batuinti

    2.3.2 Delta

    Delta menurut Elliot (1981), dalam Serra (1990) adalah suatu garis pantai

    yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki

    laut, danau atau laguna dikarenakan suplai sedimen lebih besar dari pada

    kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan

    pengendapan. Distribusi, orientasi, dan internal geologi dari endapan delta

    dikontrol oleh faktor yang bervariasi termasuk iklim, morfologi, vegetasi,

    pengisian air, banyaknya sedimen, proses mulut sungai (river-mouth), gelombang,

    pasang surut, angin, arus, kemiringanshelf, tektonik dan geometri cekungan.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    40/65

    45

    2.3.2.1 Morfologi Delta

    Menurut Serra (1990), lingkungan pengendapan delta dapat dibagi dalam

    beberapa sublingkungan berikut ini :

    1. Delta Plain

    Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri

    dari channel aktif Delta plaindan channel yang ditinggalkan Sub-lingkungan

    delta plain ini dibagi menjadi :

    a) Upper delta plain, merupakan bagian delta plainyang terletak pada bagian

    atas pengaruh pasang surut atau pengaruh marin dan biasanya dipengaruhi

    oleh proses pengendapan yang sama dengan proses pengendapan alluvial

    valley.

    b) Lower delta plain, terletak pada daerah antara pasang surut, di dalam zona

    interaksi antara sungai-laut. Di bagian ini sungai menyebar membentuk

    distributary channel.

    2. Delta F ront

    Delta frontadalah bagian delta yang terendam air dangkal. Sublingkungan

    dengan energi tinggi, dimana sedimen secara konstan dipenganihi oleh arus

    pasang surutt, arus laut sepanjang pantai, dan aksi gelombang (kedalaman 10

    meter atau kurang). Endapannya meliputi delta front sheet sand, distributary

    mouth bar, endapanriver mouth tidal range, endapan dekat pantai, sepanjang

    pantai dan endapan stream mouth bar. Ditunjukkan oleh sikuen mengkasar

    keatas dalam skala yang relatif besar yang menunjukkan perubahan fasies

    secara vertikal ke atas.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    41/65

    46

    3. Prodelta

    Prodelta merupakan bagian delta yang lebih ke arah laut terletak antara

    delta front dan marine shelf, yang berada di bawah kedalaman efektif erosi

    gelombang. Sedimen yang ditemukan pada bagian ini adalah material yang

    berukuran paling halus (Serra, 1990). Endapan prodelta didominasi oleh

    sedimen berukuran lanau dan lempung, kadang-kadang dijumpai lapisan pasir

    tipis. Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing structure. Seringkali

    dijumpai cangkang organisme bentonik yang tersebar luas, mengindikasikan

    tidak adanya pengaruh air tawar/fluvial (Davis, 1983, dalam Serra, 1990).

    Gambar 2.19Lingkungan Pengendapan Delta (Allen dan Chambers,1998)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    42/65

    47

    2.3.2.2 Jenis Jenis Delta

    Menurut Galloway (1975), dalam Serra (1990) berdasarkan proses yang

    berpegaruh, maka dapat dibagi menjadi:

    1. Delta Dominasi Pasang Surut

    Delta dominasi pasang surut memiliki tidal range yang besar dan

    berbatasan dengan selat yang sempit dimana kecepatan arus pasang surut tinggi.

    Delta tipe ini dicirikan dengan bentuk corong atau estuary dengan terdapatnya

    tidal bar. Reservoar utama pada delta dominasi pasang surut adalah endapan

    distributary channel, tidal channel, dan tidal bar. Pola log yang dijumpai pada

    delta tipe ini adalah mengkasar ke atas diikuti dengan mcnghalus ke arah atas

    tanpa batas yang jelas.

    Gambar 2.20Karakteristik Parasikuen pada Endapan Delta yang didominasi

    Pasang Surut (Galloway, 1975)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    43/65

    48

    Seperti delta pada umumnya, delta dominasi pasang-surut juga terdiri atas

    tiga lingkungan pengendapan utama yaitu : delta plain, delta front, dan prodelta

    (Alien, 1997). Tiap lingkungan pengendapan ini memiliki tipe reservoar, fasies,

    dan geometri yang berbeda. Gambar 2.21 memperlihatkan macam lingkungan

    pengendapan umum pada delta dominasi pasang surut.

    Gambar 2.21 Contoh Delta Dominasi Pasang-Surut (Monroe & Wicander,1995)

    A. Delta Plain

    Delta plain merupakan bagian dari lingkungan pengendapan delta yang

    terletak di atas permukaan laut, berupa dataran pantai yang ditutupi oleh rawa,

    tanjung dangkal, dan laguna. Dua sublingkungan utama yang berada pada delta

    plainadalah distributary channeldan interdistributary zones.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    44/65

    49

    Distributary channel adalahchannel dengan pola bercabang ke arah laut

    (distributive) dan berfungsi untuk menghantarkan sedimen fluvial menuju pantai.

    Kedalaman channel ini mencapai 10-20 m dan semakin menipis ke arah laut.

    Fasies ini dapat berperan sebagai reservoar yang sangat bagus. Jika daerah ini

    terkena pasang-surut makrotidal (kisaran pasang-surut > 4m), distributary channel

    akan cenderung berpola meandering dan membentuk point bar berkomposisi

    pasiran dengan rasio lebar/tebal yang tinggi (100-150). Penjajaran dari banyak

    point bar disebut meander belt (Allen, 1997).

    Channel pada distributary channel akan ditinggalkan saat sungai

    mengubah alurnya. Channel yang ditinggalkan tersebut kemudian akan terisi

    dengan material berukuran butir lempung lanauan dan material organik.Channel

    yang terisi material halus ini kemudian akan menghasilkan tubuh-tubuh batupasir

    yang terisolasi dan dapat menjadi perangkap yang bagus. Jika proses pasang-surut

    jauh lebih besar daripada fluvial, maka penggenangan alluvial tidak akan terjadi

    sehingga crevasse splays dan fluvial levees juga tidak akan terbentuk di

    lingkungan ini (Gambar 2.21).

    Pada delta plaindominasi pasang-surut, posisi air tertinggi akan memiliki

    arus kuat yang paling rendah sehingga material yang diendapkan pada zona

    interfluve hanya endapan yang berukuran butir halus, sedangkan pada delta plain

    dominasi fluvial, posisi air tertinggi akan memiliki kuat arus terbesar sehingga

    pasir dapat diendapkan pada zona interfluve.Interdistributary zonesadalah zona-

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    45/65

    50

    zona yang berada di antara distributary channel. Fasies utama yang berkembang

    pada sublingkungan ini adalah point bar dari distributary channel yang

    berkomposisi pasiran dengan struktur pasang-surut, tidal cahnnel, tidal flat, dan

    endapan rawa (Allen, 1997).

    Gambar 2.22Perbandingan delta plainDominasi fluvial dan delta plain

    Dominasi Pasang-Surut pada saat Terjadi PenggenanganAlluvial (Allen,1997)

    B.Delta Front

    Delta front adalah zona pantai dangkal yang mempunyai hubungan

    menjemari delta plain. Sedimen yang diangkut oleh distributary channel akan

    berakumulasi di mulut channel tersebut dan membentuk distributary mouth bar.

    Fasies mouth bar mi juga dapat bertindak sebagai reservoar yang bagus. Pada

    pantai dengan pasang-surut makrotidal, energi pasang-surut yang tinggi akan

    mengontrol sedimentasi pada delta front. Wright (1997, dalam Allen 1997)

    menyatakan bahwa delta frontdominasi pasang-surut akan dicirikan oleh mulut

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    46/65

    51

    distributary channelberbenruk corong (Gambar 2.21) yang diisi oleh tidal bars

    berkomposisi pasiran yang berbentuk elongate. Tidal bar ini memiliki pengertian

    yang sama dengan distributary mouth bar pada delta dominasi fluvial (Allen,

    1997). Contoh delta pada masa kini mengindikasikan bahwa tidal bars ini dapat

    bergabung membentuk endapan pasir yang terbentang luas dengan rasio

    lebar/tebal hampir sama dengan delta frontdominasi fluvial (>1000).

    Perbedaan utama antara delta front dominasi pasang-surut dengan delta

    front dominasi fluvial adalah kehadiran struktur pasang-surut, seperti lapisan

    silang-siur sigmoidal dan bidirectional, mud drapes, dan strukturflaser-lentikuler,

    serta jarangnya keterdapatan endapan penggenangan alluvial.

    Gambar 2.23 Tahap Pembentukan Mulut distributary channelyang Berbentuk

    Corong (Allen, 1997)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    47/65

    52

    C.Prodelta

    Prodelta adalah bagian terluar dari delta, terdiri dari material suspensi

    lempung dan lanau yang berakumulasi ke arah laut dan berada di bawah efek

    ombak, pasang-surut, dan arus sungai. Lingkungan ini umumnya membentuk

    topografl yang relatif curam. Bergantung pada kecepatan sedimentasi dan salinitas

    air, lumpurprodeltabiasanya mengandung fauna laut lepas atau lakustrin dengan

    intensitas bioturbasi yang beraneka ragam.

    2. Delta Dominasi Sungai

    Jika gelombang, arus pasang surut dan arus sepanjang pantai lemah,

    volume sedimen yang dibawa dari sungai tinggi, maka akan terjadi progradasi

    yang cepat ke arah laut dan akan berkembang suatu variasi karakteristik dari

    lingkungan pengendapan yang didominasi sungai (Gambar 2.24).

    Gambar 2.24Karakteristik Parasikuen pada Endapan Delta yang didominasi

    Sungai (Galloway,1975)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    48/65

    53

    Gambar 2.25 Karakteristik Parasikuen pada Endapan Delta yang didominasi

    Gelombang (Galloway, 1975)

    3. Delta Dominasi Gelombang

    Pada lingkungan dengan aktifitas gelombang kuat, endapan mouth bar

    secara menerus mengalami reworked menjadi suatu seri superimposed coastal

    barriers. Tubuh pasir akan cenderung paralel terhadap garis pantai berbeda

    dengan delta dominasi sungai yang mendekati tegak lurus terhadap pantai.

    (Gambar 2.25).

    2.3.3 Lingkungan Pengendapan Estuarin

    Estuarin adalah bagian yang mengarah ke laut dari status sistem

    penenggelaman lembah (drowned valley) yang menerima pasokan sedimen dari

    dua arah yaitu sungai dan laut yang terdiri dari fasies yang terbentuk akibat proses

    pasang surut (tide), gelombang (wave) dan fluvial. Estuarin berkembang mulai

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    49/65

    54

    dari batas daratan yang disebut tidal limit sebagai kepala dan batas laut suatu

    fasies coastal sebagai mulut.

    Jadi berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan

    estuarin hanya terbentuk pada saat naiknya permukaan air laut atau periode

    transgresif. Hal ini merupakan cki utama yang membedakan antara lingkungan

    estuarin, delta dan dataran pasang surut (tidal flat/strand plain) (Gambar 2.26).

    Gambar 2.26Diagram yang menunjukan evolusi endapancoastalpada saat

    progradasi dan transgresi (Dalrymple et al,1992)

    Gambar 2.27Diagram polasalinity, pergerakan sedimen, sumber energi, dan

    geomorfologi pada zona darat, transisi,dan laut.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    50/65

    55

    Gambar 2.28Mekanisme sedimentasi yang berkembang dilingkungan Estuarin

    (Dalrymple & Choi, 2007)

    Terdapat beberapa tipe batupasir di lingkungan estuarin yang potensial

    sebagai reservoar hidrokarbon yaitu:

    1. Fluvial-Tidal Channel

    Fasies ini mempunyai ciri multistorey, dengan kontak tajam berupa

    bidang erosi dan tersusun oleh beberapa lapisan setebal 3-4 kaki sampai 6-7

    kaki yang masing-masing juga rnemiliki kontak erosi di bagian bawahnya

    dengan pola menghalus ke atas. Fasies ini didominasi oleh batupasir kasar-

    sangat kasar, struktur planar cross-beddingdengan kerikil yang berjajar di tiap

    bidang lapisannya serta sedikit mengandung bioturbasi, glaukonit, serta

    cangkang.

    Fasies ini berpola fining upward secara single, namun bila

    beramalgamasi akan memperlihatkan bentuk blocky akibat gerusan dari

    lapisan yang berada di atasnya.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    51/65

    56

    Fasies ini umumnya juga dicirikan oleh perubahan log GR (Gamma Ray) yang

    tajam dari besar ke kecil karena diendapkan langsung di atas fasies shelf

    mudstone yang memiliki nilai GR kecil. Fasies ini memiliki karakteristik

    reservoar yang bagus. Batupasirnya tersortasi sedang dan porinya kadang

    terisi oleh lempung kaolinit yang berasal dari pelapukan feldspar.

    2. Tidal Channel

    Fasies ini memiliki ciri multistorey, didominasi oleh batupasir sedang-

    halus yang menunjukan pola menghalus ke atas dan memiliki intensitas

    bioturbasi yang tinggi. Struktur lapisan kurang berkembang pada fasies ini.

    Bagian atasnya dapat bertransisi secara cepat menjadi fasies shelf mudstone.

    Fasies ini memiliki karakter reservoar sedang-bagus, tergantung dari ukuran

    butiraya dengan penyebaran lateral dan vertikal yang baik. Porositas dan

    penneabilitasnya dapat berkurang akibat bioturbasi sementara porinya dapat

    terisi oleh lempung kaolin hasil pelapukan feldspar.

    3. Tidal Bars

    Ciri fasies ini adalahmultistorey, didominasi oleh batupasir berukuran

    butir halus-sedang dengan pola mengasar ke atas (coarsening upward) dengan

    log berbentuk funnel shape. Struktur yang terdapat pada fasies ini adalah

    struktur silang-siur bidirectionaltipe palung dan planar, flaser,dan lentikuler,

    serta mud drapes. Intensitas bioturbasi pada fasies ini cukup tinggi dan

    umumnya ditutupi oleh fasiesshelf mudstoneyang tipis dan menerus.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    52/65

    57

    Fasies ini memiliki karakteristik reservoar yang bagus dengan batupasir

    yang tersortasi sedang-baik. Permeabilitas horizontalnya bagus-sangat bagus

    sementara permeabilitas vertikalnya dapat berkurang oleh lanau. Penyebaran

    vertikal dan lateralnya dibatasi oleh migrasi lateral maupun gerusan oleh

    fasies yang berada di atasnya.

    2.3.4 Wir eli ne log

    Well Logging adalah suatu metoda penelitian dengan pekerjaan mencatat

    atau merekam data-data di bawah permukaan dengan menggunakan peralatan

    elekrronik secara berkesinambungan dan teratur, selaras dengan pergerakan alat

    yang dipakai, sehingga diagram yang dihasilkan akan merupakan gambaran

    hubungan antara kedalaman dengan karakter atau sifat-sifat formasi batuan

    (Harsono, Adi. 1997). Data log yang dihasilkan meliputi electric log

    (Spontaneous Potential (SP), Resistivity), Radio-active log (Log Densitas, Log

    Neutron, Log Gamma Ray) dan acoustic log (Sonic Log). Kegunaan log sumur

    (well Log) yaitu:

    a. Mengetahui Lithologi serta parameter-parameter fisika batuan

    b. Membedakan kandungan fluida dalam reservoar (gas/oil/water)

    c.

    Identifikasi Reservoar, korelasi dan menghitung cadangan hidrokarbon

    Sifat-sifat fisik batuan reservoar dapat dibagi menjadi empat bagian besar,

    yaitu sifat fisik, sifat radioaktif, resonansi magnet dan sifat rambat suara elastis

    dari gelombang reservoar. Tiap log mempunyai jangkauan yang berbeda - beda

    untuk mengetahui kondisi tiap zona. Parameter petrofisik batuan yaitu porositas,

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    53/65

    58

    permeabilitas, resistivity, Volume shale dan saturasi air, yang didapat dengan

    melakukan analisis petrofisika.

    2.3.4.1 Log Gamma Ray(GR)

    Prinsip log GR adalah perekaman sifat radioaktivitas bumi. Radioaktivitas

    GR berasal dari 3 unsur radioaktif utama yang ada dalam batuan, yaitu Uranium

    (U), Thorium (Th) dan Potasium (K) yang secara kontinyu memancarkan GR

    dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi. Log GR merekam sifat

    radioaktivitas bumi yang mampu menembus batuan dan berupa detektor sintilasi.

    Setiap gamma ray yang dideteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor.

    Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu.

    Berdasarkan sifat-sifat radioaktif, pengukuran Log GR ini dapat dilakukan pada

    kondisi lubang terbuka maupun lubang tertutup.

    Gambar 2.29Defleksi log gamma ray pada beberapa litologi (Dewan,1983)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    54/65

    59

    Log GR berguna untuk menentukan lapisan permeabel disaat SP tidak

    berfungsi karena formasi yang sangat resistif atau bila kurva SP kehilangan

    karakteniya (Rmf = Rw) atau ketika SP tidak dapat direkam karena lumpur yang

    digunakan tidak konduktif (oil-base mud). Kegunaan Log GR :

    1. Identifikasi litologi dan Korelasi antar surnur

    2. Menentukan lingkungan pengendapan

    3. Mengetahui kandungan shale pada lapisan permeable

    2.3.4.2 Log Spontaneous Potensial(SP)

    Kurva SP merupakan suatu catatan perbedaan potensial antara elektroda

    yang bergerak di dalam lubang bor pada kedalaman tertentu dengan potensial

    yang tetap dari elektroda di permukaan. Pada dasaraya alat ini berguna untuk

    membedakan zona permeabel dan zona impermeabel dengan memperlihatkan

    adanya defleksi pada kurva yang dihasilkan. Jika zona impermeabel, maka kurva

    log SP akan cenderung membentuk garis lurus yang menerus (shale base line),

    sedangkan kebalikannya disebutsandbase line.

    Gambar 2.30Spontaneous Potensial (SP)

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    55/65

    60

    Defleksi kurva bisa positif (ke kanan) dan bisa negatif (ke kiri) tergantung

    dari salinitas air formasi dan flltrat lumpur. Jika salinitas air formasi lebih besar

    dari filtrat lumpur, maka defleksi kurva akan negatif. Sedangkan bila salinitas air

    formasi lebih kecil dari filtrat lumpur, maka defleksi akan positif. Kurva SP tidak

    dapat direkam bila lumpur pemboran yang digunakan tidak konduktif.

    Kegunaan Log SP antara lain :

    1. Mendeteksi lapisan porous permeabel serta menentukan letak batas-

    batasnya.

    2. Mengestimasi harga tahanan jenis air formasi (Rw).

    3. Untuk korelasi batuan dari beberapa sumur yang berdekatan.

    2.3.4.3 Log Resistivitas

    Log Resistivitas berguna untuk mengukur besarnya daya hambat formasi

    terhadap arus listrik, yang besamya bergantung pada : jenis kandungan fluida,

    porositas baruan, kandungan mineral, dll.

    Resistivitas formasi adalah parameter utama yang diperlukan dalam

    menentukan saturasi hidrokarbon. Alat resistivitas ada dua yaitu, lateral log dan

    induksi log. Prinsipnya adalah arus listrik mengalir pada formasi batuan karena

    konduktivitas dari air yang dikandungnya. Resistivitas formasi diukur dengan cara

    mengirim arus bolak-balik langsung ke formasi (dalam log lateral) dan

    menginduksikan arus listrik kedalam formasi.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    56/65

    61

    Gambar 2.31aResistivityLaterlog, Gambar 2.31bResistivityInduction

    Alat induksi dikenal dengan alat konduktivitas, karena parameter yang

    diukur langsung dari konduktivitas yang dikonversikan ke resistivitas. Sedangkan

    alat log lateral ganda memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi

    dalam bentuk lembaran tipis, dengan cara mengukur tegangan listrik yang

    diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya tetap.

    Alat log lateral ganda memiliki dua bagian, yaitu satu bagian yang

    mempunyai elektroda yang dapat mengiikur resisitivitas log lateral dalam (LLD)

    dan elektoda yang lainnya mengukur resistivitas log lateral dangkal (LLS).

    2.3.4.4 Log Densitas (RHOB)

    Log Densitas berguna untuk mengukur densitas elektron dalam formasi

    (gram/cc) yang disebut Porositas densitas. Alat ini menggunakan energi yang

    berasal dari sinar gamma. Pada saat sinar gamma bertabrakan dengan elektron,

    maka sinar kehilangan energinya kemudian dideteksi oleh sensor. Tingkat

    peleburan sinar gamma tersebut sesuai dengan densitas elektron dan bulk density

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    57/65

    62

    electron. Jadi density log adalah log porositas yang mengukur densitas elektron

    pada formasi yang merupakan besaran Bulk Density batuan. Untuk menghitung

    porositas suatu batuan, maka density matriks (pma) harus diketahui. Harga

    densitas matriks setiap batuan berbeda-beda. Zona hidrokarbon memiliki low

    RHOB.

    2.3.4.5 Log Neutron (NPHI)

    Log ini mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam formasi. Atom hidrogen

    di dalam formasi berupa air formasi dan hidrokarbon, sehingga alat ini dapat

    mendeteksi keberadaan fluida di dalam pori-pori batuan. Untuk mengukur kadar

    atom H dalam formasi disebut Porositas Neutron. Log Neutron ini dipengaruhi

    oleh kekompakan batuan serta kandungan fluidanya. Zona hidrokarbon memiliki

    low NPHI.

    Tabel 2.1Harga Densitas Matriks beberapa Litologi

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    58/65

    63

    2.3.5 Seismik

    Suatu gambaran stratigrafi yang tepat dari data seismik sangat bergantung

    pada data yang bebas dari noise dan juga gelombang seismik benar-benar

    merefleksikan batuan sedimen sehingga keberhasilan pengambilan data dan

    pemprosesan data sangat penting. Data harus bebas dari noise sebelum dimulainya

    interpretasi. Variasi pada bentuk gelombang harus dapat menunjukkan gambaran

    kondisi bawah permukaan. Kualitas rekaman seismik dipengaruhi pula oleh

    resolusi. Resolusi merupakan kemampuan untuk memisahkan atau membedakan 2

    buah obyek atau jarak minimum dari 2 buah kenampakan atau obyek dimana saru

    dapat dbedakan dari yang lain.

    Sifat-sifat fisik batuan dan kondisi bawah permukaan sangat

    mempengaruhi kenampakan rekaman seismik yaitu akan berpengaruh terhadap

    interpretasi sfratigrafi seismik. Sifat-sifat fisik batuan yang mempengaruhi suatu

    rekaman seismik misalnya : kecepatan rambat gelombang (velocity), porositas,

    densitas, komposisi mineral, umur geologi dan tergantung pada suhu dan tekanan

    bawah permukaan.

    2.3.5.1 Stratigrafi Seismik

    Stratigrafi seismik menurut Ramsayer (1979) merupakan sebuah

    pendekatan geologi mengenai interpretasi Stratigrafi dengan menggunakan data

    seismik. Gelombang seismik utama yang direfleksikan berasal dari permukaan

    bidang yang mempunyai kontras densitas dan cepat rambat gelombang yang akan

    menghasilkan acoustic impedance (AI). Pada suatu sayatan sedimen hanya ada

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    59/65

    64

    dua tipe yang direfleksikan gelombang seismik yaitu bidang permukaan batuan

    dan ketidakselarasan.

    Stratigrafi seismik merupakan studi stratigrafi dan fasies pengendapan

    yang dihasilkan dari interpretasi data seismik. Terminasi refleksi seismik dan

    konfigurasinya yang diinterpretasikan sebagai pola - pola lapisan batuan juga

    digunakan untuk pengenalan dan korelasi sekuen pengendapan, interprerasi

    lingkungan pengendapan dan estimasi litofasies.

    Menurut Brown dan Fisher (1980), sebuah refleksi seismik merupakan

    suatu permukaan atau bidang yang isokron kecuali apabila bidang atau permukaan

    tersebut merupakan suatu ketidakselarasan yang diindentifikasikan oleh

    kenampakan toplap, baselap, onlap, atau truncation. Refleksi yang isokron

    tersebut dapat melalui bermacam-macam fasies yang akan diidentifikasikan oleh

    perubahan amplitudo, frekuensi dan lainnya. Batas fasies dapat ditunjukkan dari

    pengidetifikasian perubahan waveform. Stratigrafi seismik merupakan disiplin

    ilmu yang berkaitan dengan penentuan hubungan litologi dan stratigrafi bawah

    permukaan yang diperoleh dari data seismik refleksi.

    Hasil dari sayatan seismik menurut Vail dan Mitchum (1977) adalah

    rekaman dari kronostratigrafi (time stratigraphy) dari pengendapan dan pola -

    pola struktur geologi. Rekaman stratigrafi seismik bukan merupakan rekaman dari

    litostratigrafi (rock stratigraphy) karena gambaran dari sayatan seismik

    merupakan gambaran dari korelasi kronostratigrafi sehingga rekaman seismik

    dapat digunakan untuk menginterpretasikan keadaan pengendapan litologi

    sesudah terjadi deformasi struktural.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    60/65

    65

    2.3.5.2. Analisis Seismik Stratigrafi

    Vail dan Mitchum (1977) merekomendasikan langkah - langkah dalam

    menginterpretasikan rekaman seismik yaitu:

    1. Analisis sekuen seismik

    2. Analisis fasies seismik

    3. Analisis perubahan relatif muka air laut.

    Metode interpretasi stratigrafi seismik dibagi menjadi duabagian yaitu :

    1. Penentuan fasies seismik berdasarkan reflection configuration, contunuity, dan

    amplitude/phaseatributedan kemudian memetakan distribusi fasies ini.

    2. Penentuan batas sekuen berdasarkan konfigurasi dan terminasi refleksi.

    Interpretasi fasies seismik yaitu kumpulan refleksi seismik yang sifat -

    sifatnya (konfigurasi, amplitude, kontinuitas, frekuensi, dan internal velocity)

    berbeda dengan kumpulan refleksi seismik lain yang berdekatan dengannya dalam

    suatu rekaman seismik perlu memperhatikan beberapa elemen dimana elemen

    tersebut dapat dibedakan kelompok demi kelompok. Tiga kriteris utama yang

    digunakan dalam menentukan suatu unit fasies seismik pada data sesmik yaitu :

    1) Tipe-tipe terminasi refleksi yang diasosiasikan dengan batas unit

    (misalnya : toplap, onlap, offlap, downlap, truncation, dan internal

    convergence).

    2)

    Konfigurasi dari pola - pola refleksi dalam unit (misalnya : paralel,

    subparalel, chaotic,sigmoidal, oblique, dan divergent).

    3) Bentuk luar atau bentuk geometri unit (misalnya : sheet, wedge, lens,

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    61/65

    66

    mound atau bank).

    2.3.5.3 Terminasi Refleksi Seismik

    Beberapa terminasi Levy et al. (1991) yang menidentifikasikan hubungan

    kronostratigrafi (gambar 2.6), misalnya :

    Gambar 2.32Pola terminasi refleksi dan tipe ketidakmenerusan (Marcuda, 1998)

    1. Toplap, menunjukkan adanya strata atau refleksi seismik yang menyudut

    terhadap permukaan yang ada diatasnya, biasanya dijumpai pada

    lingkungan progradasional laut dangkal seperti delta dan laut dalam

    dimana arus laut dalam memotong depositional base level. Berbeda

    dengan erosional truncation, toplapmempunyai penyebaran yang relatif

    lokal dan tidak digunakan sebagai korelasi regional.

    2.

    Erosional truncation, menunjukkan hubungan menyudut dari permukaan

    erosional (dalam ekspresi seismik) dengan strata di atasnya. Terminasi

    ini sukar dibedakan dengan terminasi toplap.

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    62/65

    67

    3. Onlap, menunjukkan adanya depositional hiatus yang berkembang

    selama pengendapan sedimen yang lebih muda menumpuk ke atas strata

    yang lebih tua.

    4.Downlap, menunjukkan ketidaksejajaran di bagian dasar dimana strata

    yang lebih muda membentuk sinklin terhadap strata yang lebih tua.

    Downlap menunjukkan suaru hiatus yang berkembang selama

    pembentukan strata yang lebih muda di atas strata yang lebih tua.

    5. Oblique offlap, menunjukkan hubungan strata yang lebih muda

    berkembang ke arah horisontal tidak menunjukkan agradasional.

    6.Agradational offlap, menunjukkan perkembangan strata ke arah

    agradasional yang lebih dominan daripada perkembangan ke arah lateral

    (progradasional)

    7.

    Progradational offlap, menunjukkan perkembangan strata ke arah

    progradasional dimana terbentuk selama accomodation space yang

    berkurang.

    2.3.5.4 Konfigurasi Refleksi Seismik

    Tipe - tipe konfigurasi refleksi seismik (Gambar 2.34) yang berkembang

    sebagai akibat dari proses pengendapan, erosi dan paleontologi dan dapat

    diinterpretasikan melalui pola-pola seismik refleksinya menurut Levy et al.

    (1991), misalnya :

  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    63/65

    68

    Gambar 2.33Tipe-tipe konfigurasi refleksi seismik, (www.strata.geol.sc.edu,

    modifikasi dari Mitchcum, 1977)

    1.

    Paralel dan subparalel yaitu refleksi seismik yang seragam dan relatif

    seragam pada amplitude, kontinyuitas dan siklus waktu.

    2. Divergent yaitu kenampakan refleksi seismik dengan bentuk mebaji

    dengan adanya penebalan secara lateral pada satu sisinya.

    3. Prograding clionoforms yaitu refleksi seismik yang diinterpretasikan

    sebagai pengendapan strata yang signifikan dengan pengendapan yang

    berupa progradasional. Beberapa bentuk prograding clinoforms yang

    dapat dikenali misalnya : sigmoidal, tangential oblique, parallel oblique,

    complex sigmoidal oblique,shingled dan hummocky.

    4.

    Chaotic yaitu konfigurasi refleksi seismik yang menunjukkan

    ketidakmenerusan (diskontinyu) atau ketidakteraturan dari refleksi

    tersebut. Hal ini diinterpretasikan bahwa strata diendakan pada suatu

    kondisi dengan energi yang relatif kuat atau dapat berupa suatu strata

    kontinyu yang telah mengalami deformasi sehingga menghasilkan strata

    yang diskontinyu.

    http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/
  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    64/65

    69

    2.3.5.5 Karakterisasi Fasies Seismik

    Marcurda (1988) menyebutkan bahwa berbagai macam lingkungan

    pengendapan dari tipe kipas aluvial sampai endapan abisal, dari endapan

    supratidal sampai evaporit laut dalam ditemukan dalam penampang seismik.

    Kemampuan untuk mengenal dan menginterpretasikannya berhubungan dengan

    kemampuan interpreter untuk dapat membedakan berbagai macam lingkungan

    pengendapan, proses yang bekerja pada masing - masing lingkungan pengendapan

    dan asosiasi dengan fasies lainnya. Tidak ada sifat tunggal yang menyediakan

    petunjuk yang khusus dalam pengenalan fasies individual.

    Empat konfigurasi seismik dasar berupa :

    Konfigurasi refleksi paralel dan divergen

    Konfigurasi releksi progradisional

    Konfigurasi refleksi mounded and drape

    Konfigurasi refleksi onlap and fill

    Gambar 2.34Tipe-tipe konfigurasi refleksi seismik progradasional,

    (www.strata.geol.sc.edu,modifikasi dari Mitchcum, 1977)

    http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/
  • 7/24/2019 Cekungan Jawa Barat Utara

    65/65

    70

    Gambar 2.35Tipe-tipe konfigurasi refleksi seismik, (www.strata.geol.sc.edu,

    modifikasi dari Mitchcum, 1977)

    http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/http://www.strata.geol.sc.edu/