diagnostik dan tatalaksana avian influenza

Upload: davidperdana

Post on 19-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    1/6

    Tinjauan Pustaka

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    Diagnosis dan Tata LaksanaInfeksi Virus Influenza A H5N1

    I Made Setiawan

    Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

    Abstrak: Virus influenza A H5N1 adalah virus influenza A subtipe baru yang sangat patogen,

    sebelumnya menyerang unggas kemudian dapat menyerang manusia dengan gejala dan

    komplikasi yang sangat berat. Oleh karena itu, virus ini diperkirakan dapat sebagai penyebabterjadinya pandemi di kemudian hari. Pengobatan harus diberikan secepat mungkin tanpa

    menunggu hasil konfirmasi laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang jitu sangat diperlukan

    untuk memastikan diagnosis serta untuk kepentingan surveilans penyakit secara ketat. Saat

    ini WHO mengorganisasi berbagai usaha untuk mencegah agar virus influenza A H5N1 tidak

    dapat mengadakan mutasi dan mengadaptasi diri pada manusia, sehingga tidak dapat

    menimbulkan pandemi di kemudian hari. Usaha-usaha tersebut di antaranya, mengisolasi

    penderita di rumah sakit, memberikan obat antivirus, memusnahkan ternak yang terifeksi virus

    H5N1, mencegah dengan imunisasi, dan memberikan profilaksis antivirus.

    Kata kunci: diagnosis, pengobatan, virus influenza H5N1

    Diagnosis and Treatment of H5N1 A Influenza Viral Infection

    I Made Setiawan

    Prof. Dr. Sulianti Saroso Infectious Diseases Hospital

    Abstract:H5N1 A influenza virus is a very pathogenic new subtype of the A influenza virus, which

    previously infected fowls and afterwards humans with severe symptoms and complications. Treat-

    ment must be given immediately without confirmation of laboratory results. An accurate labora-

    tory result is required to confirm the diagnosis and perform tight surveillance. WHO has been

    organizing many efforts to prevent mutation of the H5N1 A influenza virus to adapt in the human

    body, thus preventing pandemic in the future. The efforts have been done are to isolate the patient

    in the hospital, antiviral therapy, chemoprophylaxis, immunization, and to kill all infected bird.

    Keywords: diagnosis,H5N1 influenza virus, treatment

    21 5

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    2/6

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    Pendahuluan

    Influenza unggas atau sering disebut flu burung

    adalah penyakit infeksius pada spesies burung yang

    menyerang saluran napas dari gejala yang paling ringansampai dengan yang paling berat. Penyakit ini disebabkan

    oleh 16 subtipe H dan 9 subtipe N virus influenza A yang

    berasal dari influenza unggas.1Saat ini ada dua subtipe vi-

    rus influenza A yang beredar pada populasi manusia di

    seluruh dunia, yaitu H1N1 dan H2N3. Juga ada subtipe lain

    yang beredar pada populasi binatang, terutama pada spesies

    burung air.2

    Karena genom virus influenza berbentuk segmen, maka

    sangat mudah terjadi gen reassortment. Adanya koinfeksi

    pada satu pejamu oleh dua virus yang berbeda meng-

    akibatkan terbentuknya virion hibrid.2 Virus dengan

    patogenisitas rendah dapat mengalami mutasi menjadi virusyang sangat patogenik. Virus hasil mutasi dapat meng-

    akibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia, di antaranya

    virus influenza subtipe H2N2 yang mengakibatkan pandemi

    di Asia tahun 1957 dan subtipe H3N2 yang mengakibatkan

    pandemi di Hongkong pada tahun 1968. Akhir-akhir ini,

    ditemukan infeksi virus influenza A subtipe baru yang

    menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dan sangat

    patogenik, yaitu virus influenza A subtipe H5N1, yang dapat

    menyebabkan penyakit yang sangat berat pada manusia.

    Virus galur H5N1 mempunyai kemampuan untuk menghindari

    sitokin dalam menghadapi mekanisme pertahanan tubuh

    (sitokin merupakan lini pertahanan pertama tubuh terhadap

    infeksi virus influenza).3

    Dengan munculnya virus subtipe baru H5N1 yang

    sangat patogen, maka timbul dugaan bahwa galur virus

    subtipe baru ini merupakan galur penyebab terjadinya

    pandemi di seluruh dunia di kemudian hari.2

    Cara Penularan pada Manusia

    Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi drop-

    let infeksius secara langsung dan mungkin juga secara tidak

    langsung dengan memegang muntah yang infeksius,

    kemudian secara tidak sengaja memegang hidung atau mata,

    sehingga terjadi infeksi. Cara penularan efisien yang lain

    sampai saat ini belum diketahui. Untuk infeksi virus influ-enza A (H5N1) pada manusia terbukti penularan dari unggas

    ke manusia, dan kemungkinan dari lingkungan ke manusia.4

    Virus influenza berkembang pada saluran napas dan

    saluran cerna unggas yang terinfeksi, sehingga virus banyak

    ditemukan pada saliva, sekret hidung atau pada feses dari

    unggas tersebut. Unggas yang rentan akan terinfeksi bila

    mengadakan kontak dengan ekskresi atau kontak langsung

    dengan unggas yang terinfeksi. Banyak ahli yakin bahwa

    sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia

    disebabkan oleh kontak dengan ternak yang terinfeksi.5

    Dari hasil penelitian kasus kontrol faktor risiko penularan

    penyakit influenza unggas H5N1 pada manusia yang

    Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

    dilakukan di Hong Kong, penularan terjadi sebagai akibat

    manusia terpajan peternakan (berkunjung ke peternakan,

    sebagai penjual ayam hasil peternakan yang masih hidup),

    dan bukan disebabkan karena melakukan perjalanan, ataumemasak ayam hasil peternakan. Dicurigai adanya penularan

    dari orang ke orang, tetapi masih belum teribukti dengan jelas.6

    Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

    paparan terhadap ternak yang masih hidup merupakan faktor

    risiko utama untuk mendapat infeksi influenza A H5N1, tetapi

    cara penularan yang pasti masih belum diketahui. Umumnya,

    cara penularan virus influenza pada manusia karena adanya

    kontak langsung atau tidak langsung dengan bebek atau

    ayam yang terinfeksi virus melalui aerosol, cairan hidung,

    dan kotoran yang mengandung banyak virus.7Virus yang

    diekskresi lewat kotoran dapat hidup beberapa hari dalam

    lingkungan udara terbuka. Secara teori beberapa cara

    penularan lain juga mungkin terjadi, misalnya menelan air

    kolam renang yang terkontaminasi virus pada saat berenang.

    Selain itu, penggunaan kotoran ternak unggas sebagai pupuk,

    juga mungkin merupakan sumber penularan terhadap

    manusia. Virus influenza A H5N1 mungkin juga menular

    dengan cara yang sama. Diperkirakan, penularan dari

    peternakan ke manusia agaknya sangat sulit untuk me-

    nimbulkan pandemi influenza, tetapi virus ini mempunyai

    potensi untuk mengadakan reassortment atau mengalami

    mutasi dan rekombinasi materi genetik dengan subtipe virus

    influenza manusia, sehingga dengan mudah dapat menular

    ke manusia, yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi

    di seluruh dunia.8Sampai saat ini belum ada bukti adanya penularan

    langsung dari orang ke orang,35walaupun ditemukan sedikit

    bukti adanya penularan dari orang ke orang berdasarkan

    penelitian yang dilakukan di Hong Kong6,9,10dan di Thai-

    land.11Berdasarkan studi serologis juga menunjukkan bahwa

    tidak ada bukti adanya penularan dari manusia ke manusia.4

    Untungnya, sampai saat ini virus H5N1 belum dapat menular

    dengan mudah dari orang ke orang, sehingga kita masih

    mempunyai kesempatan untuk mengatasi masalah yang

    mungkin akan timbul. Walaupun demikian, kita harus selalu

    waspada dengan mengadakan surveilans yang ketat agar

    virus ini tidak memiliki kemampuan untuk menular dari orangke orang.

    Tanda dan Gejala

    Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus

    influenza A H5N1 pada manusia sangat bervariasi dan pada

    umumnya sama seperti infeksi virus influenza yang lain. Masa

    inkubasi juga sangat bervariasi antara 2 hingga 17 hari.4Gejala

    yang muncul dapat berupa penyakit ringan, infeksi subklinis,

    atau dapat juga menampilkan gejala yang tidak khas, misalnya

    ensefalopati dan gastroenteritis. Pada sebagian penderita

    ditemukan gejala demam, badan lemas, nyeri otot, nyeri

    tenggorokan, batuk dan pilek. Gejala konjungtivitis sangat

    jarang ditemukan. Demam tinggi secara terus-menerus

    21 6

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    3/6

    Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    merupakan gejala yang cukup khas.3,5

    De Jong et al. 2005, melaporkan seorang anak meninggal

    karena menderita infeksi virus influenza A H5N1 tanpa adanya

    gejala kelainan sistem pernapasan.12

    Virus dapat diisolasidari spesimen cairan serebrospinal, feses, usapan teng-

    gorokan, dan serum. Penderita hanya menunjukkan gejala

    diare yang berat, kemudian diikuti kejang dan koma yang

    progresif, sehingga diagnosis yang ditegakkan adalah

    ensefalitis akut. Dua minggu sebelumnya kakak perem-

    puannya juga menderita penyakit yang sama.

    Ada yang melaporkan bahwa perjalanan penyakit

    infeksi virus H5N1 sangat progresif dan sering menimbulkan

    komplikasi yang sangat berat seperti sindrom gagal napas

    yang berat (sehingga memerlukan alat bantu napas), gagal

    ginjal, hemofagositosis, leukopeni, dan limfopeni.7 Faktor

    risiko yang memegang peranan penting terjadinya penyakit

    yang berat adalah umur yang sudah tua, terlambat mendapat

    perawatan rumah sakit, pneumonia, leukopeni, limfopeni,

    kegagalan organ multipel, dan sindrom Reye, sehingga

    penderita meninggal.3,13,14

    Gejala lain yang juga ditemukan adalah diare, muntah,

    nyeri perut, nyeri dada, perdarahan hidung dan gigi, yang

    umumnya ditemukan pada permulaan perjalanan penyakit.

    Diare berair tanpa darah lebih sering ditemukan pada subtipe

    H5N1 dibandingkan dengan infeksi virus influenza yang lain,

    dan biasanya terjadi satu munggu sebelum munculnya gejala

    kelainan saluran napas 4.

    Walaupun ditemukan adanya manifestasi gejala kelainan

    saluran pencernaan, gangguan fungsi hepar, ginjal, dankelainan hematologi yang memberi kesan bahwa tropisme

    virus H5N1 lebih luas dari pada virus influenza A H1N1 atau

    H3N2, akan tetapi tidak ada bukti yang jelas adanya replikasi

    virus di luar saluran napas.13,14

    Respons Antibodi Terhadap Virus H5N1

    Kinetik respons antibodi netralisasi serum terhadap vi-

    rus influenza A H5N1 sama dengan respons antibodi

    terhadap virus influenza A manusia yang beredar sebelumnya

    (H1N1, H3N2 dan H2N2).13Antibodi netralisasi umumnya

    dapat dideteksi 14 hari atau lebih sesudah timbulnya gejala.

    Titer antibodi yang dapat diamati pada anak-anak maupunpada orang dewasa adalah >640, 20 hari atau lebih sesudah

    munculnya gejala. Respons immunoglobulin (Ig) G dan M

    yang spesifik H5 dapat dideteksi pada sebagian besar anak

    dan orang dewasa.6 Setelah diadakan surveilans sero-

    epidemiologi pada populasi masyarakat umum di Hong Kong

    ternyata tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus

    H5N1. Antibodi hanya terdeteksi pada pekerja di peternakan.

    Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya pajanan infeksi

    virus influenza H5N1 dari peternakan.13

    Mendeteksi Kasus dan Tatalaksana Perawatan di Rumah

    Sakit

    Bila jumlah penderita infeksi virus H5N1 masih sedikit,

    penderita yang dicurigai atau sudah jelas menderita influ-

    enza A (H5N1) sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang

    isolasi untuk pengamatan perjalan klinis, melakukan tes

    laboratorium, dan pemberian obat antivirus. Jika penderitadipulangkan dengan cepat, kedua orang tua dan keluarganya

    diberikan penjelasan tentang kebersihan pribadi dan cara

    mencegah terjadinya infeksi. Penderita yang dirawat harus

    diberikan perawatan penunjang seperti oksigen dan alat

    bantu napas jika diperlukan. Penderita harus menggunakan

    masker nebulizers dengan tekanan oksigen tinggi untuk

    mencegah infeksi nosokomial.4

    Diagnosis

    Pasien dicurigai menderita influenza unggas atau flu

    burung jika mengeluh adanya penyakit saluran napas, yang

    sebelumnya pernah mengadakan kontak langsung ataupuntidak langsung, menangani atau memelihara, atau terpajan

    langsung dengan ayam atau burung yang sakit influenza.

    Selain adanya gejala klinis tersebut di atas, pemeriksaan

    foto thoraks juga sangat berguna untuk mendeteksi adanya

    pneumonia fase dini.3,15 Diagnosis dipastikan dengan

    pemeriksaan laboratorium spesimen yang berasal dari

    hapusan tenggorokan, cairan yang berasal endotrakhea, spu-

    tum, dan serum penderita yang dicurigai secara klinis.

    Diagnosis berdasarkan laboratorium

    Identifikasi infeksi virus influenza A manusia dengan

    pemeriksaan laboratorium umumnya dilakukan sesuai dengan

    anjuran WHO (2005)15, yaitu dengan mendeteksi antigen vi-

    rus secara langsung, mengisolasi virus dalam biakan sel, atau

    mendeteksi RNA spesifik-influenza dengan pemeriksaan re-

    verse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR)

    menggunakan pasanganprimeryang spesifik untuk sekuens

    HA dan NA virus influenza A/H5N1.

    Strategi tes laboratorium tahap pertama dari masing-

    masing spesimen adalah untuk mendiagnosis infeksi virus

    influenza secara cepat, serta menyingkirkan kemungkinan

    infeksi yang disebabkan oleh virus lain yang dapat

    menginfeksi saluran napas. Idealnya, hasil harus sudah

    diperoleh dalam 24 jam.

    Prosedur untuk mendiagnosis influenza

    Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis infeksi

    virus influenza A adalah:

    1. Mendeteksi antigen secara cepat (hasil dapat diperoleh

    dalam waktu 15-30 menit).

    - Tes influenza pada penderita (Near-patient test for

    influenza). Tes ini sudah tersedia secara komersial.

    - Immunofluorescence assay. Pemeriksaan ini sudah

    digunakan secara luas dan merupakan metode yang

    sangat sensitif untuk mendiagnosis infeksi virus

    influenza A dan B serta lima infeksi virus pernapasan

    yang sangat penting secara klinis.

    21 7

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    4/6

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

    - Enzyme immuno assay. Untuk pemeriksaan

    nukleoprotein (NP) influenza A.

    2. Biakan virus. Hasil didapat dalam 2-10 hari. Metode shell-

    vialdan biakan sel standar digunakan untuk mendeteksi

    virus pernapasan yang penting secara klinis. Biakan in-

    fluenza yang positif mungkin memperlihatkan efek

    sitopatik, tetapi lebih sering tidak. Untuk itu, diperlukan

    pemeriksaan immunofluorescence biakan sel atau

    haemagglutinasi inhibisi (HI) dari medium biakan sel

    untuk mengidentifikasi virus. Isolasi virus merupakan

    teknik yang sangat sensitif. Selain mempunyai ke-

    untungan dapat mengidentifikasi virus, metode ini juga

    dapat digunakan untuk menganalisis antigenik dan

    genetik virus, menguji suseptibilitas virus terhadap obat,

    serta virus yang diperoleh dapat digunakan untuk

    membuat vaksin. Sel yang paling sering digunakanadalah sel garis keturunan Madin-Daby Canine Kid-

    ney cells (MDCK).3Setiap spesimen dengan hasil virus

    influenza A yang positif dan dicurigai sebagai infeksi flu

    burung harus dites lebih lanjut untuk memastikan adanya

    infeksi H5 menggunakan referensi laboratorium H5

    WHO. Laboratorium yang tidak mempunyai kemampuan

    untuk melakukan prosedur mengidentifikasi subtipe vi-

    rus influenza diharuskan untuk mengirim spesimen atau

    isolat virus ke pusat influenza nasional.15

    3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assay.

    Merupakan teknik yang sangat kuat untuk

    mengidentifikasi genom virus influenza. Genom virus

    influenza merupakan RNA untai tunggal, dan salinan

    DNA (cDNA) harus disintesis terlebih dahulu

    menggunakan reverse transcriptase (RT) polymerase.

    Prosedur untuk amplikasi genom RNA memerlukan

    pasangan primer spesifik untuk gen hemagglutinin (HA)

    virus influenza A H5 dan neuraminidase (NA) N1. Hasil

    dapat diperoleh dalam beberapa jam setelah spesimen

    klinis atau biakan sel yang terinfeksi sudah tersedia.16,17

    PrimerHA yang digunakan14

    H5-1: GCC ATT CCA CAA CAT ACA CCC

    H5-2: CTC CCC TGC TCA TTG CTA TG

    Memberikan hasil panjangnya 219 bp.

    PrimerNA yang digunakan 18

    N1-1: TTG CTT GGT CGG CAA GTG C

    N1-2: CCA GTC CAC CCA TTT GGA TCC

    Memberikan hasil panjangnya 616 bp

    Pemeriksaan serologis untuk mengidentifikasi dilakukan

    dengan mengukur antibodi spesifik menggunakan tes

    hemagglutinasi inhibisi, pemeriksaan immuno enzim, dan tes

    neutralisasi virus, dan yang lebih spesifik adalah dengan tes

    mikro netralisasi yang juga sudah dikembangkan. Karena

    tes ini memerlukan virus hidup, maka penggunaannya untuk

    mendeteksi antibodi spesifik virus influenza burung yang

    sangat patogenik dibatasi hanya untuk laboratorium yang

    mempunyai fasilitas biosafety level.15

    Pengobatan

    Umumnya obat yang digunakan sebagai obat antivirus

    influenza adalah golongan inhibitor protein matriks M2 dan

    golongan penghambat neuramidase (NA). Golongan

    penghambat M2 adalah amantadin dan rimantadin, sedangkan

    golongan inhibitor neuraminidase adalah oseltamivir dan

    zanavir. Jika seorang pasien dicurigai menderita penyakit flu

    burung, maka pengobatan harus diberikan secepat mungkin,

    tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Pengobatan

    terhadap infeksi subtipe virus influenza A H5N1, pada

    prinsipnya adalah sama dengan infeksi yang disebabkan oleh

    virus influenza A yang lain. Sayangnya, subtipe virus influ-

    enza A H5N1 yang beredar saat ini sudah ada yang resisten

    terhadap obat amantadin dan rimantadin.19Kedua obat ini

    biasanya digunakan untuk mengobati influenza.20Tetapi, obat

    antivirus lain (oseltamivir dan zanavir) masih efektif terhadap

    virus galur H5N1.21Walaupun demikian, virus H5N1 juga

    dilaporkan sudah ada yang resisten terhadap obat osel-

    tamivir.19 Saat ini sedang diteliti tentang efektivitas obat

    oseltamivir dengan dosis dua kali lipat untuk mencegah

    terjadinya resistensi. Dosis obat antivirus oseltamivir yang

    diberikan kepada penderita H5N1 pada prinsipnya adalah

    sama dengan penderita influenza yang lain. Untuk orang

    dewasa umur lebih 13 tahun diberikan 2x75 mg sehari selama

    5 hari, sedangkan untuk anak yang berumur >1 tahun dengan

    berat 40 kg diberikan 2x75 mg sehari.

    Pengobatan diberikan selama 5 hari. Untuk penggunaan

    profilaksis pada orang dewasa yang berumur lebih 13 tahun

    yang kontak erat dengan penderita diberikan 1x75 mg sehari

    selama lebih 7 hari, dan bila terjadi wabah diberi 1x75 mg

    sehari selama 6 minggu.22-24

    Usaha untuk Pertahanan

    Usaha yang paling penting dilakukan untuk mem-

    pertahankan agar virus jangan sampai menginfeksi manusia

    adalah dengan membunuh semua ternak yang terbukti

    terserang infeksi virus influenza A H5N1. Usaha ini banyak

    dilakukan di negara maju yang kondisi ekonominya sudah

    baik, seperti, Hong Kong, Jepang, Cina, Korea Selatan, Viet-

    nam, dan Thailand.25Di Indonesia usaha ini juga sudah

    dilakukan, tetapi masih belum secara keseluruhan. Usaha lain

    yang dilakukan adalah dengan mengimunisasi ternak (ayam

    dan bebek). Tetapi imunisasi ternak masih menjadi

    perdebatan. Dengan imunisasi berarti masih memberikan

    kesempatan kepada virus untuk beredar pada peternakan,

    karena imunisasi tidak dapat mencegah infeksi virus 100%

    pada ternak. Sering kali ternak masih menderita penyakit in-

    fluenza A tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan. Hal

    ini memberikan kesempatan kepada virus untuk beradaptasi

    21 8

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    5/6

    Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    dan mengadakan mutasi, sehingga ia selalu beredar dalam

    peternakan dan mungkin dapat meloncat dan beradaptasi

    pada manusia.3 Apabila ternak diimunisasi, maka harus

    dilakukan pada daerah yang tidak terinfeksi H5N1, dan harusdilakukan monitoring secara ketat terhadap kemungkinan

    terjadinya reassortmentvirus.26

    Surveilans terhadap penderita harus dilakukan dengan

    ketat. Penderita yang dicurigai menderita influenza A H5N1

    harus diteliti kemudian dikonfirmasi dengan hasil

    laboratorium, selanjutnya dilakukan penelitian untuk

    menentukan sumber infeksi.26

    Pencegahan

    Sekarang banyak negara melarang mengimpor ayam

    hidup atau hasil ternak yang lain dari negara yang sudah

    terserang flu burung. Karena ini dianggap hal yang palingpenting dalam penyebaran virus influenza A H5N1 dari satu

    negara ke negara lain.3,27 Tahap penting lain yang harus

    diikuti adalah:3

    1. Bagi orang yang menangani ternak harus menggunakan

    masker dan sarung tangan.

    2. Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan

    sebelum dan sesudah digunakan.

    3. Ayam atau bebek harus dimasak sampai mencapai

    temperatur mendidih.

    4. Lalu lintas manusia yang keluar masuk peternakan harus

    dikontrol.

    5. Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau matitanpa diketahui penyebabnya; atau petugas peternakan

    yang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang

    berwajib.

    Imunisasi

    Usaha pencegahan lain yang sangat penting untuk

    mencegah timbulnya penyakit pada manusia adalah imunisasi

    menggunakan vaksin yang dibuat sesuai dengan antigen

    yang dimiliki oleh virus influenza A H5N1. Sampai saat ini

    belum ada vaksin virus influenza A (H5) yang tersedia untuk

    manusia secara komersial. Sebelumnya pernah dibuat vaksin

    H5, tetapi kurang imunogenik sehingga perlu diberikan duasampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan untuk

    membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1.28-31

    Kondihalli et al. (1999), membuat vaksin DNA yang

    mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan

    terhadap infeksi virus influenza A H5N1 pada mencit. Vaksin

    ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang

    mamalia.32Bresson et al.(2006) juga sudah meneliti vaksin

    virion H5N1 mati terpisah (split vaccine) sudah sampai pada

    fase I.33Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga

    harus diteliti lebih jauh.

    Profilaksis dengan memberikan obat antivirus

    (oseltamivir) juga dapat dilakukan, terutama di daerah yang

    sudah terjangkit penyakit influenza A H5N1.34

    Pengawasan di Rumah Sakit

    Influenza terkenal sebagai patogen nosokomial. Oleh

    karena itu, sangat disarankan untuk mencegah terjadinya

    penularan ke petugas kesehatan dan penderita lain dalamsituasi nonpandemi dan dalam perawatan penderita. Dalam

    menangani penderita, para perawat harus menggunakan

    masker. Perawat yang terpajan tanpa alat pelindung harus

    diberikan kemoprofilaksis oseltamivir 75 mg setiap hari selama

    7 sampai 10 hari. Pemberian profilaksis sebelum terpajan

    dibenarkan jika terbukti bahwa galur virus influenza A (H5N1)

    dapat menular dari orang ke orang secara efisien atau untuk

    seseorang yang memiliki risiko pajanan yang tinggi.4

    Kontak di dalam Rumah Tangga dan Kontak Dekat

    Seseorang yang mengadakan kontak dengan penderita

    influenza A (H5N1) di dalam rumah tangga harus mendapatprofilaksis seperti di atas. Penderita yang dicurigai

    mengadakan kontak dengan virus, maka gejala demam dan

    gejala lain yang mungkin akan muncul harus diamati.

    Walaupun sampai saat ini penularan sekunder sangat rendah,

    tetapi orang yang terpajan perlu dikarantina selama 1 minggu

    setelah mengadakan kontak dengan penderita. Jika ada bukti

    terjadi penularan dari orang ke orang, maka orang yang

    mengadakan kontak harus dikarantina. Jika seseorang tanpa

    pelindung mengadakan kontak dengan penderita atau

    dengan sumber infeksi (seperti, peternakan) yang

    diperkirakan tertular dengan virus influenza A (H5N1), maka

    disarankan untuk mendapat kemoprofilaksis.4

    Penutup

    Virus influenza A subtype H5N1 adalah virus subtipe

    baru yang sangat patogen pada manusia, diperkirakan akan

    menjadi penyebab pandemi di kemudian hari. Untuk

    mencegah agar tidak terjadi peristiwa pandemi yang tidak

    diinginkan tersebut, maka para peneliti, klinisi, ahli

    epidemiologi, dan ahli yang lain, mengadakan pemantauan

    yang ketat terhadap perkembangan dan penyebaran virus.

    Usaha-usaha yang dilakukan di antaranya dengan

    menegakkan diagnosis secepat mungkin dan dengan

    tatalaksana yang baik, di antaranya berupa perawatan dan

    isolasi di rumah sakit, pemberian obat antivirus, tindakan

    pencegahan secara umum, pencegahan dengan imunisasi,

    dan tindakan pencegahan dengan kebersihan pribadi, serta

    mengadakan survelans yang ketat. Dengan melakukan usaha

    ini diharapkan virus H5N1 tidak dapat berkembang dan tidak

    menjadi penyebab terjadinya pandemi dikemudian hari.

    Daftar Pustaka

    1. Foucher RAM, Munster V, Wallensten A, Bestebroer TM, Herfst

    S, Smith D, et al. Characterization of a novel influenza A virus

    hemagglutinin subtype (H16)) obtain from black-headed gulls. J

    Virol. 2005;79:2814-22.

    2. Cooper LA, Subbarao K. A simple restriction fragment length

    polymorphisme-based strategy that can distinguish the internal

    21 9

  • 7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza

    6/6

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009

    Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1

    genes of human H1N1, H3N2, and H5N1 influenza A viruses. J

    Clin Microbiol 2000;38:2579-83.

    3. Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra A, Mahapatra S. Avian influ-

    enza A (H5N1): A preliminary review. Ind J Med Microbiol

    2004;22:143-6.4. The writing committee of the World Health Organization (WHO)

    Consultation on Human Influenza A/H5. Avian Influenza A

    (H5N1) infection in humans. N Engl J Med. 2005;353:1374-85.

    5. CDC. Information about avian influenza (bird flu) and avian

    influenza A (H5N1) virus. Departemen of Health and Human

    Services Centers for Disease Control and Prevention; May 24,

    2005.

    6. Katz JM, Lim W, Bridges CB, Rowe T, Hu-Primmer J, Lu X, et al.

    Antibody response in individuals infected with avian influenza A

    (H5N1) viruses and detection of anti-H5 antibody among house-

    hold and social contacs. J Infect Dis. 1999;180:1763-70.

    7. Hien TT, Nguyen T, Nguyen TD. Avian influenza A (H5N1) in

    10 patients in Vietnam. N Eng J Med. 2004;350:1179-88.

    8. Mounts AW, Kwong H, Izurieta HS, Ho Y-Y, Au T-k, Lee M, et al.

    Case control study of risk factor for avian influenza A (H5N1)

    disease, Hong Kong, 1997. J Infect Dis 1999;180:505-508.9. Bridges CB, Lim W, Hu-Primmer J, Sims L, Fukuda K, Mak KH,

    et al. Risk of influenza A (H5N1) infection among poultry worker,

    Hong Kong, 1997-1998. J Infect Dis 2002;185:1005-10.

    10 . Bridges CB, Katz JM, Seto WH, Chan PKS, Tsang D, Ho W, et al.

    Risk of influenza A (H5N1) infection among health care workers

    exposed to patients with influenza A (H5N1) Hong Kong. J In-

    fect Dis 2000;181:344-8.

    11 . Ungchusak K, Auewarakul P, Dowel SF, Kitphati R, Auwanit W,

    Puthawathana W, et al. Probable person-to-person transmision

    of avian influenza A (H5N1). N Engl J Med. 2005;40:352:333-

    40.

    12 . deJong MD, Cam BV, Qui PT, Hien VM, Thanh TT, Hue NB, et

    al. Fatal avian influenza A (H5N1) in a child presenting with

    diarrhea followed by coma. N Eng J Med. 2005;352:686-91.

    13 . Subbarao K, Katz J. Avian influenza viruses infecting humans.Cell Mol Life Sci. 2000;57:1770-84.

    14 . Yuen KY, Chan PK, Peiris M, Tsang DNC, Que TL, Shortridge

    KF, et al. Clinical features and rapid viral diagnosis of human

    disease associated with avian influenza A H5N1 virus. Lancet.

    1998;351:467-1.

    15 . WHO. Recommended laboratory test to identify avian influenza

    A virus inspecimens from humans. WHO, Geneva, June 2005.

    16 . Starick E, Romer-Oberdorver A, Werner O. Type- and subtype

    RT-PCR assay for avian influenza A viruses (AIV). J Vet Med.

    2000;47:295-301.

    17 . Ender KO, Peter KC, Anita YY, Hoang TL, Lim WWL. Influ-

    enza A H5N1 detection. Emerg Infect Dis. 2005;11:1303-5.

    18 . Wright KE, Wilson GAR, Novosad D, Dimock C, Tan D, Weber

    JM. Typing and subtyping of influenza viruses in clinical samples

    by PCR. J Clin Microbiol. 1995;33:1180-4.

    19 . Hayden F, Klimov A, Tashiro M, Hay A, Monto A, McKimm-Breschkin J, et al. Neuraminidase inhibitor susceptibility net-

    work position statement: Antiviral resistance in influenza A/

    H5N1 viruses. Antiviral Therapy. 2005;10:873-7.

    20 . Ilyushina NA, Govorkova EA, Webster RG. Detection of aman-

    tadine-resistant among avian influenza viruses isolated in North

    America and Asia. Virology. 2005; www.elsevier.com/locate/yviro.

    21 . Ferraris O, Kessler N, Lina B. Sensitivity of influenza viruses to

    zanavir and oseltamivir: A study performed on viruses circulatinginfrance prior to the introduction of neuraminidase inhibitor in

    clinical practice. Antiviral Res. 2005;68:43-8.

    22 . Ward P, Small I, Smith J, Suter P, and Dutkowski R. Oseltamivir

    (Tamiflu) and its potential for use in the event of an influenza

    pandemic. J Antimicrobial Chemother. 2005; 55 Supp 1:S115-

    21 .

    23 . Hayden FG, Belshe R, Villanueva C, Lanno R, Hughes C, Small I,

    et al. Management of influenza in household: A prospective,

    randomised comparison of oseltamivir treatment with or with-

    out postexposure prophylaxis. J Infect Dis. 2004;189:440-9.

    24 . WHO: Advice on use of oseltamivir. 17 March 2006.

    25. Azis B. Avian influenza remains a cause for concern. Lancet.

    2005;366:798.

    26 . FAO. Guiding principles for highly pathogenic avian influenza

    surveillance and diagnostic networks in Asia. FAO expert meet-

    ing on surveillance and diagosis of avian influenza in Asia,Bangkok, 21-23 July 2004.

    27 . CDC/WHO. Outbreaks of avian influenza A (H5N1) in Asia and

    interim recommendation for evaluation and reporting of sus-

    pected cases. United States, 2004. MMWR Morb Mortal Wkly

    Rep Feb. 13, 2004/53(05);97-100.

    28 . Tumpey TM, Renshaw M, Clements JD, Katz JM. Mucosal de-

    livery of inactivated influenza vaccine induces B-Cell-Depen-

    dent heterosubtypic cross-protection against lethal influenza A

    H5N1 virus infection. J Virol. 2001;75:5141-50.

    29 . Govorkova EA, Webby RJ, Humbert J, Seiler JP, Webster RG.

    Immunization with reverse-genetic-produced H5N1 influenza

    vaccine protects against homologous and heterologous challenge.

    J Infect Dis. 2006;194:159-67.

    30 . Hampson AW. Ferrets and the challenges of H5N1 vaccine for-

    mulation. J Infect Dis. 2006;194:143-5.31 . Lin J, Zhang J, Dong X, Fang H, Chen J, Su N, et al. Safety and

    immunogenicity of an inactivated adjuvanted whole-virion in-

    fluenza A (H5N1) vaccine: A phase I randomized controlled trial.

    Lancet. 2006;368:991-7.

    32 . Kodihalli S, Goto H, Kobasa DL, Krauss S, Kawaoka Y, Webster

    RG. DNA vaccine encoding hemagglutinin provides protective

    immunity against H5N1 influenza virus infection in mice. J Virol.

    1999;73:2094-8.

    33 . Bresson JL, Perronne C, Launay O, Gerdil C, Saville M, Wood J,

    et al. Safety and immunogenicity of an inactivated split-virion

    influenza A/Vietnam/1194/2004 (H5N1) vaccine: Phase I ran-

    domized trial. Lancet. 2006;367:1657-64.

    34 . Ferguson NM, Cummings DAT, Cauchemez S, Fraser C, Riley S,

    Meeyai A, et al. Strategies for containing an emerging influenza

    pandemic in South East Asia. Nature. 2005;437:209-14.

    35. Liem NT, WHO team, Lim W. Lack of H5N1 transmission tohospital employees, Hanoi 2004. Emermerg Infect Dis. 2005;

    11:210-15.

    EV

    22 0