diagnostik dan tatalaksana avian influenza
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
1/6
Tinjauan Pustaka
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata LaksanaInfeksi Virus Influenza A H5N1
I Made Setiawan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
Abstrak: Virus influenza A H5N1 adalah virus influenza A subtipe baru yang sangat patogen,
sebelumnya menyerang unggas kemudian dapat menyerang manusia dengan gejala dan
komplikasi yang sangat berat. Oleh karena itu, virus ini diperkirakan dapat sebagai penyebabterjadinya pandemi di kemudian hari. Pengobatan harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil konfirmasi laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang jitu sangat diperlukan
untuk memastikan diagnosis serta untuk kepentingan surveilans penyakit secara ketat. Saat
ini WHO mengorganisasi berbagai usaha untuk mencegah agar virus influenza A H5N1 tidak
dapat mengadakan mutasi dan mengadaptasi diri pada manusia, sehingga tidak dapat
menimbulkan pandemi di kemudian hari. Usaha-usaha tersebut di antaranya, mengisolasi
penderita di rumah sakit, memberikan obat antivirus, memusnahkan ternak yang terifeksi virus
H5N1, mencegah dengan imunisasi, dan memberikan profilaksis antivirus.
Kata kunci: diagnosis, pengobatan, virus influenza H5N1
Diagnosis and Treatment of H5N1 A Influenza Viral Infection
I Made Setiawan
Prof. Dr. Sulianti Saroso Infectious Diseases Hospital
Abstract:H5N1 A influenza virus is a very pathogenic new subtype of the A influenza virus, which
previously infected fowls and afterwards humans with severe symptoms and complications. Treat-
ment must be given immediately without confirmation of laboratory results. An accurate labora-
tory result is required to confirm the diagnosis and perform tight surveillance. WHO has been
organizing many efforts to prevent mutation of the H5N1 A influenza virus to adapt in the human
body, thus preventing pandemic in the future. The efforts have been done are to isolate the patient
in the hospital, antiviral therapy, chemoprophylaxis, immunization, and to kill all infected bird.
Keywords: diagnosis,H5N1 influenza virus, treatment
21 5
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
2/6
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Pendahuluan
Influenza unggas atau sering disebut flu burung
adalah penyakit infeksius pada spesies burung yang
menyerang saluran napas dari gejala yang paling ringansampai dengan yang paling berat. Penyakit ini disebabkan
oleh 16 subtipe H dan 9 subtipe N virus influenza A yang
berasal dari influenza unggas.1Saat ini ada dua subtipe vi-
rus influenza A yang beredar pada populasi manusia di
seluruh dunia, yaitu H1N1 dan H2N3. Juga ada subtipe lain
yang beredar pada populasi binatang, terutama pada spesies
burung air.2
Karena genom virus influenza berbentuk segmen, maka
sangat mudah terjadi gen reassortment. Adanya koinfeksi
pada satu pejamu oleh dua virus yang berbeda meng-
akibatkan terbentuknya virion hibrid.2 Virus dengan
patogenisitas rendah dapat mengalami mutasi menjadi virusyang sangat patogenik. Virus hasil mutasi dapat meng-
akibatkan terjadinya pandemi di seluruh dunia, di antaranya
virus influenza subtipe H2N2 yang mengakibatkan pandemi
di Asia tahun 1957 dan subtipe H3N2 yang mengakibatkan
pandemi di Hongkong pada tahun 1968. Akhir-akhir ini,
ditemukan infeksi virus influenza A subtipe baru yang
menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) dan sangat
patogenik, yaitu virus influenza A subtipe H5N1, yang dapat
menyebabkan penyakit yang sangat berat pada manusia.
Virus galur H5N1 mempunyai kemampuan untuk menghindari
sitokin dalam menghadapi mekanisme pertahanan tubuh
(sitokin merupakan lini pertahanan pertama tubuh terhadap
infeksi virus influenza).3
Dengan munculnya virus subtipe baru H5N1 yang
sangat patogen, maka timbul dugaan bahwa galur virus
subtipe baru ini merupakan galur penyebab terjadinya
pandemi di seluruh dunia di kemudian hari.2
Cara Penularan pada Manusia
Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi drop-
let infeksius secara langsung dan mungkin juga secara tidak
langsung dengan memegang muntah yang infeksius,
kemudian secara tidak sengaja memegang hidung atau mata,
sehingga terjadi infeksi. Cara penularan efisien yang lain
sampai saat ini belum diketahui. Untuk infeksi virus influ-enza A (H5N1) pada manusia terbukti penularan dari unggas
ke manusia, dan kemungkinan dari lingkungan ke manusia.4
Virus influenza berkembang pada saluran napas dan
saluran cerna unggas yang terinfeksi, sehingga virus banyak
ditemukan pada saliva, sekret hidung atau pada feses dari
unggas tersebut. Unggas yang rentan akan terinfeksi bila
mengadakan kontak dengan ekskresi atau kontak langsung
dengan unggas yang terinfeksi. Banyak ahli yakin bahwa
sebagian besar kasus infeksi flu burung pada manusia
disebabkan oleh kontak dengan ternak yang terinfeksi.5
Dari hasil penelitian kasus kontrol faktor risiko penularan
penyakit influenza unggas H5N1 pada manusia yang
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
dilakukan di Hong Kong, penularan terjadi sebagai akibat
manusia terpajan peternakan (berkunjung ke peternakan,
sebagai penjual ayam hasil peternakan yang masih hidup),
dan bukan disebabkan karena melakukan perjalanan, ataumemasak ayam hasil peternakan. Dicurigai adanya penularan
dari orang ke orang, tetapi masih belum teribukti dengan jelas.6
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
paparan terhadap ternak yang masih hidup merupakan faktor
risiko utama untuk mendapat infeksi influenza A H5N1, tetapi
cara penularan yang pasti masih belum diketahui. Umumnya,
cara penularan virus influenza pada manusia karena adanya
kontak langsung atau tidak langsung dengan bebek atau
ayam yang terinfeksi virus melalui aerosol, cairan hidung,
dan kotoran yang mengandung banyak virus.7Virus yang
diekskresi lewat kotoran dapat hidup beberapa hari dalam
lingkungan udara terbuka. Secara teori beberapa cara
penularan lain juga mungkin terjadi, misalnya menelan air
kolam renang yang terkontaminasi virus pada saat berenang.
Selain itu, penggunaan kotoran ternak unggas sebagai pupuk,
juga mungkin merupakan sumber penularan terhadap
manusia. Virus influenza A H5N1 mungkin juga menular
dengan cara yang sama. Diperkirakan, penularan dari
peternakan ke manusia agaknya sangat sulit untuk me-
nimbulkan pandemi influenza, tetapi virus ini mempunyai
potensi untuk mengadakan reassortment atau mengalami
mutasi dan rekombinasi materi genetik dengan subtipe virus
influenza manusia, sehingga dengan mudah dapat menular
ke manusia, yang dapat mengakibatkan terjadinya pandemi
di seluruh dunia.8Sampai saat ini belum ada bukti adanya penularan
langsung dari orang ke orang,35walaupun ditemukan sedikit
bukti adanya penularan dari orang ke orang berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Hong Kong6,9,10dan di Thai-
land.11Berdasarkan studi serologis juga menunjukkan bahwa
tidak ada bukti adanya penularan dari manusia ke manusia.4
Untungnya, sampai saat ini virus H5N1 belum dapat menular
dengan mudah dari orang ke orang, sehingga kita masih
mempunyai kesempatan untuk mengatasi masalah yang
mungkin akan timbul. Walaupun demikian, kita harus selalu
waspada dengan mengadakan surveilans yang ketat agar
virus ini tidak memiliki kemampuan untuk menular dari orangke orang.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus
influenza A H5N1 pada manusia sangat bervariasi dan pada
umumnya sama seperti infeksi virus influenza yang lain. Masa
inkubasi juga sangat bervariasi antara 2 hingga 17 hari.4Gejala
yang muncul dapat berupa penyakit ringan, infeksi subklinis,
atau dapat juga menampilkan gejala yang tidak khas, misalnya
ensefalopati dan gastroenteritis. Pada sebagian penderita
ditemukan gejala demam, badan lemas, nyeri otot, nyeri
tenggorokan, batuk dan pilek. Gejala konjungtivitis sangat
jarang ditemukan. Demam tinggi secara terus-menerus
21 6
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
3/6
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
merupakan gejala yang cukup khas.3,5
De Jong et al. 2005, melaporkan seorang anak meninggal
karena menderita infeksi virus influenza A H5N1 tanpa adanya
gejala kelainan sistem pernapasan.12
Virus dapat diisolasidari spesimen cairan serebrospinal, feses, usapan teng-
gorokan, dan serum. Penderita hanya menunjukkan gejala
diare yang berat, kemudian diikuti kejang dan koma yang
progresif, sehingga diagnosis yang ditegakkan adalah
ensefalitis akut. Dua minggu sebelumnya kakak perem-
puannya juga menderita penyakit yang sama.
Ada yang melaporkan bahwa perjalanan penyakit
infeksi virus H5N1 sangat progresif dan sering menimbulkan
komplikasi yang sangat berat seperti sindrom gagal napas
yang berat (sehingga memerlukan alat bantu napas), gagal
ginjal, hemofagositosis, leukopeni, dan limfopeni.7 Faktor
risiko yang memegang peranan penting terjadinya penyakit
yang berat adalah umur yang sudah tua, terlambat mendapat
perawatan rumah sakit, pneumonia, leukopeni, limfopeni,
kegagalan organ multipel, dan sindrom Reye, sehingga
penderita meninggal.3,13,14
Gejala lain yang juga ditemukan adalah diare, muntah,
nyeri perut, nyeri dada, perdarahan hidung dan gigi, yang
umumnya ditemukan pada permulaan perjalanan penyakit.
Diare berair tanpa darah lebih sering ditemukan pada subtipe
H5N1 dibandingkan dengan infeksi virus influenza yang lain,
dan biasanya terjadi satu munggu sebelum munculnya gejala
kelainan saluran napas 4.
Walaupun ditemukan adanya manifestasi gejala kelainan
saluran pencernaan, gangguan fungsi hepar, ginjal, dankelainan hematologi yang memberi kesan bahwa tropisme
virus H5N1 lebih luas dari pada virus influenza A H1N1 atau
H3N2, akan tetapi tidak ada bukti yang jelas adanya replikasi
virus di luar saluran napas.13,14
Respons Antibodi Terhadap Virus H5N1
Kinetik respons antibodi netralisasi serum terhadap vi-
rus influenza A H5N1 sama dengan respons antibodi
terhadap virus influenza A manusia yang beredar sebelumnya
(H1N1, H3N2 dan H2N2).13Antibodi netralisasi umumnya
dapat dideteksi 14 hari atau lebih sesudah timbulnya gejala.
Titer antibodi yang dapat diamati pada anak-anak maupunpada orang dewasa adalah >640, 20 hari atau lebih sesudah
munculnya gejala. Respons immunoglobulin (Ig) G dan M
yang spesifik H5 dapat dideteksi pada sebagian besar anak
dan orang dewasa.6 Setelah diadakan surveilans sero-
epidemiologi pada populasi masyarakat umum di Hong Kong
ternyata tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus
H5N1. Antibodi hanya terdeteksi pada pekerja di peternakan.
Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya pajanan infeksi
virus influenza H5N1 dari peternakan.13
Mendeteksi Kasus dan Tatalaksana Perawatan di Rumah
Sakit
Bila jumlah penderita infeksi virus H5N1 masih sedikit,
penderita yang dicurigai atau sudah jelas menderita influ-
enza A (H5N1) sebaiknya dirawat di rumah sakit dalam ruang
isolasi untuk pengamatan perjalan klinis, melakukan tes
laboratorium, dan pemberian obat antivirus. Jika penderitadipulangkan dengan cepat, kedua orang tua dan keluarganya
diberikan penjelasan tentang kebersihan pribadi dan cara
mencegah terjadinya infeksi. Penderita yang dirawat harus
diberikan perawatan penunjang seperti oksigen dan alat
bantu napas jika diperlukan. Penderita harus menggunakan
masker nebulizers dengan tekanan oksigen tinggi untuk
mencegah infeksi nosokomial.4
Diagnosis
Pasien dicurigai menderita influenza unggas atau flu
burung jika mengeluh adanya penyakit saluran napas, yang
sebelumnya pernah mengadakan kontak langsung ataupuntidak langsung, menangani atau memelihara, atau terpajan
langsung dengan ayam atau burung yang sakit influenza.
Selain adanya gejala klinis tersebut di atas, pemeriksaan
foto thoraks juga sangat berguna untuk mendeteksi adanya
pneumonia fase dini.3,15 Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaan laboratorium spesimen yang berasal dari
hapusan tenggorokan, cairan yang berasal endotrakhea, spu-
tum, dan serum penderita yang dicurigai secara klinis.
Diagnosis berdasarkan laboratorium
Identifikasi infeksi virus influenza A manusia dengan
pemeriksaan laboratorium umumnya dilakukan sesuai dengan
anjuran WHO (2005)15, yaitu dengan mendeteksi antigen vi-
rus secara langsung, mengisolasi virus dalam biakan sel, atau
mendeteksi RNA spesifik-influenza dengan pemeriksaan re-
verse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR)
menggunakan pasanganprimeryang spesifik untuk sekuens
HA dan NA virus influenza A/H5N1.
Strategi tes laboratorium tahap pertama dari masing-
masing spesimen adalah untuk mendiagnosis infeksi virus
influenza secara cepat, serta menyingkirkan kemungkinan
infeksi yang disebabkan oleh virus lain yang dapat
menginfeksi saluran napas. Idealnya, hasil harus sudah
diperoleh dalam 24 jam.
Prosedur untuk mendiagnosis influenza
Pemeriksaan yang tersedia untuk mendiagnosis infeksi
virus influenza A adalah:
1. Mendeteksi antigen secara cepat (hasil dapat diperoleh
dalam waktu 15-30 menit).
- Tes influenza pada penderita (Near-patient test for
influenza). Tes ini sudah tersedia secara komersial.
- Immunofluorescence assay. Pemeriksaan ini sudah
digunakan secara luas dan merupakan metode yang
sangat sensitif untuk mendiagnosis infeksi virus
influenza A dan B serta lima infeksi virus pernapasan
yang sangat penting secara klinis.
21 7
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
4/6
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
- Enzyme immuno assay. Untuk pemeriksaan
nukleoprotein (NP) influenza A.
2. Biakan virus. Hasil didapat dalam 2-10 hari. Metode shell-
vialdan biakan sel standar digunakan untuk mendeteksi
virus pernapasan yang penting secara klinis. Biakan in-
fluenza yang positif mungkin memperlihatkan efek
sitopatik, tetapi lebih sering tidak. Untuk itu, diperlukan
pemeriksaan immunofluorescence biakan sel atau
haemagglutinasi inhibisi (HI) dari medium biakan sel
untuk mengidentifikasi virus. Isolasi virus merupakan
teknik yang sangat sensitif. Selain mempunyai ke-
untungan dapat mengidentifikasi virus, metode ini juga
dapat digunakan untuk menganalisis antigenik dan
genetik virus, menguji suseptibilitas virus terhadap obat,
serta virus yang diperoleh dapat digunakan untuk
membuat vaksin. Sel yang paling sering digunakanadalah sel garis keturunan Madin-Daby Canine Kid-
ney cells (MDCK).3Setiap spesimen dengan hasil virus
influenza A yang positif dan dicurigai sebagai infeksi flu
burung harus dites lebih lanjut untuk memastikan adanya
infeksi H5 menggunakan referensi laboratorium H5
WHO. Laboratorium yang tidak mempunyai kemampuan
untuk melakukan prosedur mengidentifikasi subtipe vi-
rus influenza diharuskan untuk mengirim spesimen atau
isolat virus ke pusat influenza nasional.15
3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assay.
Merupakan teknik yang sangat kuat untuk
mengidentifikasi genom virus influenza. Genom virus
influenza merupakan RNA untai tunggal, dan salinan
DNA (cDNA) harus disintesis terlebih dahulu
menggunakan reverse transcriptase (RT) polymerase.
Prosedur untuk amplikasi genom RNA memerlukan
pasangan primer spesifik untuk gen hemagglutinin (HA)
virus influenza A H5 dan neuraminidase (NA) N1. Hasil
dapat diperoleh dalam beberapa jam setelah spesimen
klinis atau biakan sel yang terinfeksi sudah tersedia.16,17
PrimerHA yang digunakan14
H5-1: GCC ATT CCA CAA CAT ACA CCC
H5-2: CTC CCC TGC TCA TTG CTA TG
Memberikan hasil panjangnya 219 bp.
PrimerNA yang digunakan 18
N1-1: TTG CTT GGT CGG CAA GTG C
N1-2: CCA GTC CAC CCA TTT GGA TCC
Memberikan hasil panjangnya 616 bp
Pemeriksaan serologis untuk mengidentifikasi dilakukan
dengan mengukur antibodi spesifik menggunakan tes
hemagglutinasi inhibisi, pemeriksaan immuno enzim, dan tes
neutralisasi virus, dan yang lebih spesifik adalah dengan tes
mikro netralisasi yang juga sudah dikembangkan. Karena
tes ini memerlukan virus hidup, maka penggunaannya untuk
mendeteksi antibodi spesifik virus influenza burung yang
sangat patogenik dibatasi hanya untuk laboratorium yang
mempunyai fasilitas biosafety level.15
Pengobatan
Umumnya obat yang digunakan sebagai obat antivirus
influenza adalah golongan inhibitor protein matriks M2 dan
golongan penghambat neuramidase (NA). Golongan
penghambat M2 adalah amantadin dan rimantadin, sedangkan
golongan inhibitor neuraminidase adalah oseltamivir dan
zanavir. Jika seorang pasien dicurigai menderita penyakit flu
burung, maka pengobatan harus diberikan secepat mungkin,
tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Pengobatan
terhadap infeksi subtipe virus influenza A H5N1, pada
prinsipnya adalah sama dengan infeksi yang disebabkan oleh
virus influenza A yang lain. Sayangnya, subtipe virus influ-
enza A H5N1 yang beredar saat ini sudah ada yang resisten
terhadap obat amantadin dan rimantadin.19Kedua obat ini
biasanya digunakan untuk mengobati influenza.20Tetapi, obat
antivirus lain (oseltamivir dan zanavir) masih efektif terhadap
virus galur H5N1.21Walaupun demikian, virus H5N1 juga
dilaporkan sudah ada yang resisten terhadap obat osel-
tamivir.19 Saat ini sedang diteliti tentang efektivitas obat
oseltamivir dengan dosis dua kali lipat untuk mencegah
terjadinya resistensi. Dosis obat antivirus oseltamivir yang
diberikan kepada penderita H5N1 pada prinsipnya adalah
sama dengan penderita influenza yang lain. Untuk orang
dewasa umur lebih 13 tahun diberikan 2x75 mg sehari selama
5 hari, sedangkan untuk anak yang berumur >1 tahun dengan
berat 40 kg diberikan 2x75 mg sehari.
Pengobatan diberikan selama 5 hari. Untuk penggunaan
profilaksis pada orang dewasa yang berumur lebih 13 tahun
yang kontak erat dengan penderita diberikan 1x75 mg sehari
selama lebih 7 hari, dan bila terjadi wabah diberi 1x75 mg
sehari selama 6 minggu.22-24
Usaha untuk Pertahanan
Usaha yang paling penting dilakukan untuk mem-
pertahankan agar virus jangan sampai menginfeksi manusia
adalah dengan membunuh semua ternak yang terbukti
terserang infeksi virus influenza A H5N1. Usaha ini banyak
dilakukan di negara maju yang kondisi ekonominya sudah
baik, seperti, Hong Kong, Jepang, Cina, Korea Selatan, Viet-
nam, dan Thailand.25Di Indonesia usaha ini juga sudah
dilakukan, tetapi masih belum secara keseluruhan. Usaha lain
yang dilakukan adalah dengan mengimunisasi ternak (ayam
dan bebek). Tetapi imunisasi ternak masih menjadi
perdebatan. Dengan imunisasi berarti masih memberikan
kesempatan kepada virus untuk beredar pada peternakan,
karena imunisasi tidak dapat mencegah infeksi virus 100%
pada ternak. Sering kali ternak masih menderita penyakit in-
fluenza A tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan. Hal
ini memberikan kesempatan kepada virus untuk beradaptasi
21 8
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
5/6
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
dan mengadakan mutasi, sehingga ia selalu beredar dalam
peternakan dan mungkin dapat meloncat dan beradaptasi
pada manusia.3 Apabila ternak diimunisasi, maka harus
dilakukan pada daerah yang tidak terinfeksi H5N1, dan harusdilakukan monitoring secara ketat terhadap kemungkinan
terjadinya reassortmentvirus.26
Surveilans terhadap penderita harus dilakukan dengan
ketat. Penderita yang dicurigai menderita influenza A H5N1
harus diteliti kemudian dikonfirmasi dengan hasil
laboratorium, selanjutnya dilakukan penelitian untuk
menentukan sumber infeksi.26
Pencegahan
Sekarang banyak negara melarang mengimpor ayam
hidup atau hasil ternak yang lain dari negara yang sudah
terserang flu burung. Karena ini dianggap hal yang palingpenting dalam penyebaran virus influenza A H5N1 dari satu
negara ke negara lain.3,27 Tahap penting lain yang harus
diikuti adalah:3
1. Bagi orang yang menangani ternak harus menggunakan
masker dan sarung tangan.
2. Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan
sebelum dan sesudah digunakan.
3. Ayam atau bebek harus dimasak sampai mencapai
temperatur mendidih.
4. Lalu lintas manusia yang keluar masuk peternakan harus
dikontrol.
5. Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau matitanpa diketahui penyebabnya; atau petugas peternakan
yang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang
berwajib.
Imunisasi
Usaha pencegahan lain yang sangat penting untuk
mencegah timbulnya penyakit pada manusia adalah imunisasi
menggunakan vaksin yang dibuat sesuai dengan antigen
yang dimiliki oleh virus influenza A H5N1. Sampai saat ini
belum ada vaksin virus influenza A (H5) yang tersedia untuk
manusia secara komersial. Sebelumnya pernah dibuat vaksin
H5, tetapi kurang imunogenik sehingga perlu diberikan duasampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan untuk
membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1.28-31
Kondihalli et al. (1999), membuat vaksin DNA yang
mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan
terhadap infeksi virus influenza A H5N1 pada mencit. Vaksin
ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang
mamalia.32Bresson et al.(2006) juga sudah meneliti vaksin
virion H5N1 mati terpisah (split vaccine) sudah sampai pada
fase I.33Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga
harus diteliti lebih jauh.
Profilaksis dengan memberikan obat antivirus
(oseltamivir) juga dapat dilakukan, terutama di daerah yang
sudah terjangkit penyakit influenza A H5N1.34
Pengawasan di Rumah Sakit
Influenza terkenal sebagai patogen nosokomial. Oleh
karena itu, sangat disarankan untuk mencegah terjadinya
penularan ke petugas kesehatan dan penderita lain dalamsituasi nonpandemi dan dalam perawatan penderita. Dalam
menangani penderita, para perawat harus menggunakan
masker. Perawat yang terpajan tanpa alat pelindung harus
diberikan kemoprofilaksis oseltamivir 75 mg setiap hari selama
7 sampai 10 hari. Pemberian profilaksis sebelum terpajan
dibenarkan jika terbukti bahwa galur virus influenza A (H5N1)
dapat menular dari orang ke orang secara efisien atau untuk
seseorang yang memiliki risiko pajanan yang tinggi.4
Kontak di dalam Rumah Tangga dan Kontak Dekat
Seseorang yang mengadakan kontak dengan penderita
influenza A (H5N1) di dalam rumah tangga harus mendapatprofilaksis seperti di atas. Penderita yang dicurigai
mengadakan kontak dengan virus, maka gejala demam dan
gejala lain yang mungkin akan muncul harus diamati.
Walaupun sampai saat ini penularan sekunder sangat rendah,
tetapi orang yang terpajan perlu dikarantina selama 1 minggu
setelah mengadakan kontak dengan penderita. Jika ada bukti
terjadi penularan dari orang ke orang, maka orang yang
mengadakan kontak harus dikarantina. Jika seseorang tanpa
pelindung mengadakan kontak dengan penderita atau
dengan sumber infeksi (seperti, peternakan) yang
diperkirakan tertular dengan virus influenza A (H5N1), maka
disarankan untuk mendapat kemoprofilaksis.4
Penutup
Virus influenza A subtype H5N1 adalah virus subtipe
baru yang sangat patogen pada manusia, diperkirakan akan
menjadi penyebab pandemi di kemudian hari. Untuk
mencegah agar tidak terjadi peristiwa pandemi yang tidak
diinginkan tersebut, maka para peneliti, klinisi, ahli
epidemiologi, dan ahli yang lain, mengadakan pemantauan
yang ketat terhadap perkembangan dan penyebaran virus.
Usaha-usaha yang dilakukan di antaranya dengan
menegakkan diagnosis secepat mungkin dan dengan
tatalaksana yang baik, di antaranya berupa perawatan dan
isolasi di rumah sakit, pemberian obat antivirus, tindakan
pencegahan secara umum, pencegahan dengan imunisasi,
dan tindakan pencegahan dengan kebersihan pribadi, serta
mengadakan survelans yang ketat. Dengan melakukan usaha
ini diharapkan virus H5N1 tidak dapat berkembang dan tidak
menjadi penyebab terjadinya pandemi dikemudian hari.
Daftar Pustaka
1. Foucher RAM, Munster V, Wallensten A, Bestebroer TM, Herfst
S, Smith D, et al. Characterization of a novel influenza A virus
hemagglutinin subtype (H16)) obtain from black-headed gulls. J
Virol. 2005;79:2814-22.
2. Cooper LA, Subbarao K. A simple restriction fragment length
polymorphisme-based strategy that can distinguish the internal
21 9
-
7/23/2019 Diagnostik Dan Tatalaksana Avian Influenza
6/6
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 5, Mei 2009
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Influenza A H5N1
genes of human H1N1, H3N2, and H5N1 influenza A viruses. J
Clin Microbiol 2000;38:2579-83.
3. Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra A, Mahapatra S. Avian influ-
enza A (H5N1): A preliminary review. Ind J Med Microbiol
2004;22:143-6.4. The writing committee of the World Health Organization (WHO)
Consultation on Human Influenza A/H5. Avian Influenza A
(H5N1) infection in humans. N Engl J Med. 2005;353:1374-85.
5. CDC. Information about avian influenza (bird flu) and avian
influenza A (H5N1) virus. Departemen of Health and Human
Services Centers for Disease Control and Prevention; May 24,
2005.
6. Katz JM, Lim W, Bridges CB, Rowe T, Hu-Primmer J, Lu X, et al.
Antibody response in individuals infected with avian influenza A
(H5N1) viruses and detection of anti-H5 antibody among house-
hold and social contacs. J Infect Dis. 1999;180:1763-70.
7. Hien TT, Nguyen T, Nguyen TD. Avian influenza A (H5N1) in
10 patients in Vietnam. N Eng J Med. 2004;350:1179-88.
8. Mounts AW, Kwong H, Izurieta HS, Ho Y-Y, Au T-k, Lee M, et al.
Case control study of risk factor for avian influenza A (H5N1)
disease, Hong Kong, 1997. J Infect Dis 1999;180:505-508.9. Bridges CB, Lim W, Hu-Primmer J, Sims L, Fukuda K, Mak KH,
et al. Risk of influenza A (H5N1) infection among poultry worker,
Hong Kong, 1997-1998. J Infect Dis 2002;185:1005-10.
10 . Bridges CB, Katz JM, Seto WH, Chan PKS, Tsang D, Ho W, et al.
Risk of influenza A (H5N1) infection among health care workers
exposed to patients with influenza A (H5N1) Hong Kong. J In-
fect Dis 2000;181:344-8.
11 . Ungchusak K, Auewarakul P, Dowel SF, Kitphati R, Auwanit W,
Puthawathana W, et al. Probable person-to-person transmision
of avian influenza A (H5N1). N Engl J Med. 2005;40:352:333-
40.
12 . deJong MD, Cam BV, Qui PT, Hien VM, Thanh TT, Hue NB, et
al. Fatal avian influenza A (H5N1) in a child presenting with
diarrhea followed by coma. N Eng J Med. 2005;352:686-91.
13 . Subbarao K, Katz J. Avian influenza viruses infecting humans.Cell Mol Life Sci. 2000;57:1770-84.
14 . Yuen KY, Chan PK, Peiris M, Tsang DNC, Que TL, Shortridge
KF, et al. Clinical features and rapid viral diagnosis of human
disease associated with avian influenza A H5N1 virus. Lancet.
1998;351:467-1.
15 . WHO. Recommended laboratory test to identify avian influenza
A virus inspecimens from humans. WHO, Geneva, June 2005.
16 . Starick E, Romer-Oberdorver A, Werner O. Type- and subtype
RT-PCR assay for avian influenza A viruses (AIV). J Vet Med.
2000;47:295-301.
17 . Ender KO, Peter KC, Anita YY, Hoang TL, Lim WWL. Influ-
enza A H5N1 detection. Emerg Infect Dis. 2005;11:1303-5.
18 . Wright KE, Wilson GAR, Novosad D, Dimock C, Tan D, Weber
JM. Typing and subtyping of influenza viruses in clinical samples
by PCR. J Clin Microbiol. 1995;33:1180-4.
19 . Hayden F, Klimov A, Tashiro M, Hay A, Monto A, McKimm-Breschkin J, et al. Neuraminidase inhibitor susceptibility net-
work position statement: Antiviral resistance in influenza A/
H5N1 viruses. Antiviral Therapy. 2005;10:873-7.
20 . Ilyushina NA, Govorkova EA, Webster RG. Detection of aman-
tadine-resistant among avian influenza viruses isolated in North
America and Asia. Virology. 2005; www.elsevier.com/locate/yviro.
21 . Ferraris O, Kessler N, Lina B. Sensitivity of influenza viruses to
zanavir and oseltamivir: A study performed on viruses circulatinginfrance prior to the introduction of neuraminidase inhibitor in
clinical practice. Antiviral Res. 2005;68:43-8.
22 . Ward P, Small I, Smith J, Suter P, and Dutkowski R. Oseltamivir
(Tamiflu) and its potential for use in the event of an influenza
pandemic. J Antimicrobial Chemother. 2005; 55 Supp 1:S115-
21 .
23 . Hayden FG, Belshe R, Villanueva C, Lanno R, Hughes C, Small I,
et al. Management of influenza in household: A prospective,
randomised comparison of oseltamivir treatment with or with-
out postexposure prophylaxis. J Infect Dis. 2004;189:440-9.
24 . WHO: Advice on use of oseltamivir. 17 March 2006.
25. Azis B. Avian influenza remains a cause for concern. Lancet.
2005;366:798.
26 . FAO. Guiding principles for highly pathogenic avian influenza
surveillance and diagnostic networks in Asia. FAO expert meet-
ing on surveillance and diagosis of avian influenza in Asia,Bangkok, 21-23 July 2004.
27 . CDC/WHO. Outbreaks of avian influenza A (H5N1) in Asia and
interim recommendation for evaluation and reporting of sus-
pected cases. United States, 2004. MMWR Morb Mortal Wkly
Rep Feb. 13, 2004/53(05);97-100.
28 . Tumpey TM, Renshaw M, Clements JD, Katz JM. Mucosal de-
livery of inactivated influenza vaccine induces B-Cell-Depen-
dent heterosubtypic cross-protection against lethal influenza A
H5N1 virus infection. J Virol. 2001;75:5141-50.
29 . Govorkova EA, Webby RJ, Humbert J, Seiler JP, Webster RG.
Immunization with reverse-genetic-produced H5N1 influenza
vaccine protects against homologous and heterologous challenge.
J Infect Dis. 2006;194:159-67.
30 . Hampson AW. Ferrets and the challenges of H5N1 vaccine for-
mulation. J Infect Dis. 2006;194:143-5.31 . Lin J, Zhang J, Dong X, Fang H, Chen J, Su N, et al. Safety and
immunogenicity of an inactivated adjuvanted whole-virion in-
fluenza A (H5N1) vaccine: A phase I randomized controlled trial.
Lancet. 2006;368:991-7.
32 . Kodihalli S, Goto H, Kobasa DL, Krauss S, Kawaoka Y, Webster
RG. DNA vaccine encoding hemagglutinin provides protective
immunity against H5N1 influenza virus infection in mice. J Virol.
1999;73:2094-8.
33 . Bresson JL, Perronne C, Launay O, Gerdil C, Saville M, Wood J,
et al. Safety and immunogenicity of an inactivated split-virion
influenza A/Vietnam/1194/2004 (H5N1) vaccine: Phase I ran-
domized trial. Lancet. 2006;367:1657-64.
34 . Ferguson NM, Cummings DAT, Cauchemez S, Fraser C, Riley S,
Meeyai A, et al. Strategies for containing an emerging influenza
pandemic in South East Asia. Nature. 2005;437:209-14.
35. Liem NT, WHO team, Lim W. Lack of H5N1 transmission tohospital employees, Hanoi 2004. Emermerg Infect Dis. 2005;
11:210-15.
EV
22 0