pbl penyakit paru obtruksik kronik chenta

Upload: regina-enggeline

Post on 07-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    1/40

    Penyakit Paru Obtruktif Kronik

    Cinthya Ayu Christine*

    10.2009.068

    *Mahasiswa, Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

    Email : [email protected]

    Telephone : (021) 5694-2061

    Fax : (021) 563 1731

    PENDAHULUAN

    Dalam makalah ini saya akan membahas kasus seorang laki-laki berusia 57 tahun

    datang dengan ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas yang memberat dan terus menerus

    sejak 5 jam yang lalu. Keluhan disertai batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu.

    Keluhan seperti ini sudah beberapa kali timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa

    nafasnya terasa berat terutama jika beraktifitas berat dan bila sedang demam dan batuk.

    Riwayat merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik

    tampak sakit sedang, kesadaran : compos mentis. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh

    tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi : 100x/menit, frekuensi nafas :30x/menit, suhu : 36

    C, torak pulmo : simetris dalam keadaan statis dinamis, retraksi intercostalid (+), taktil

    fremitus simetris, perkusi : sonor pada kedua lapang paru, suara nafas whezzing +/+, ronki

    basah kasar minimal +/+.Laboraturium : Hb : 16g/dL, ht 40%, leukosit : 6500/L, trombosit

    : 300.000/L.

    Beberapa penyakit paru yang jelas secara anatomi, memberikan tanda kesulitan pernafasan

    yang mirip, yaitu terbatasnya jalan udara yang kronis, terutama bertambahnya resistensi terhadap

    jalan udara saat ekspirasi. Bronkitis dan bronkiolitis menambah resistensi pada jalan udara, karena

    proses peradangan dan sekret yang menyempitkan jalan udara, sedang pada kerusakan karena

    emfisema, pada dinding septa tidak hanya mengurangi recoil elastik dari paru, tetapi juga sering

    disertai penyakit jalan udara kecil. Seringkali sulit secara klinik (bila mungkin) membedakan keadaan

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    2/40

    ini dan lebih dari itu, mereka sering merasa bahwa klinisi lebih senang menghimpun keadaan ini

    sebagai PPOK (COPD).

    Anamnesis1

    1. Keluhan utama (KU) : sesak nafas

    2. Riwayat penyakit sekarang (RPS) :

    1.

    Berapa lama pasien merasa sesak napas?

    Kapan pasien merasa sesak napas: saat

    istirahat atau aktivitas?

    2.

    Apa yang dilakukan pasien sebelum

    merasa sulit bernapas? Berapa jauh

    pasien dapat berjalan? Apakah pasien

    mengalami keterbatasan olahraga yang

    progresif?

    3.

    Apakah pasien batuk? Jika ya, adakah

    sputum, berapa banyak, dan apa

    warnanya?

    4.

    Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan?

    5. Berapa lama pasien mengalami keadaan

    seburuk ini? Kira-kira apa pemicunya?

    6.

    Apakah pasien mengalami nyeri dada

    atau sesak napas saat berbaring?

    7. Pernahkah pasien mendapat ventilasi?

    Pernahkan pasien dirawat di rumah

    sakit? (Jika ya, berapa hasil spirometri

    dan gas darah awal?)

    8. Apakah terdapat penurunan berat badan?

    3. Keluhan tambahan (KT) : batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang

    lalu

    4. Riwayat penyakit dulu (RPD) :

    a. 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat terutama jika

    beraktifitas berat dan bila sedang demam dan batuk.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    3/40

    b. Merokok sejak usia 30 tahun sebanyak 1-2 bungkus/ hari faktor resiko

    penyakit yang diderita sekarang

    Derajat berat merokok : jumlah rata-rata batang rokok x lama rokok

    (tahun)

    1 bungkus = 12 batang

    24x30 = 720 (berat)

    Ringan : 0-199

    Sedang : 200-599

    Berat : > 600

    Kandungan rokok :

    Nikotin

    Racun, adiksi

    Mempengaruhi otak dalam waktu 10 detik

    neurotransmitter meningkat perasaan relaks, aman,

    dan lain-lain

    Carbon monoksida mengganggu ikatan O2 dengan Hb

    Tar

    Karsinogenik

    Substansi yang tebal, dan lengket

    Rokok dihisap tar menempel di silia paru

    fungsi silia menurun tar dan mukus paru menumpuk

    tempat pertumbuhan mikroorganisme yang baik dan

    mempersempit saluran respirasi menyebabkan

    penurunan elastisitas paru menyebabkan penyakit

    paru kroniks dan Ca paru

    Pemeriksaan Fisik2

    Inspeksi

    Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada,

    kelinan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.

    1. Kelainan dinding dada

    Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut

    bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena,

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    4/40

    spider nevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot

    interkostal dan lain-lain.

    2.

    Kelainan bentuk dada.

    Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar

    dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan

    yaitu:

    - Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek;

    sela iga sempit, iga lebih miring, angulus costae 900, terdapat pada

    pasien dengan bronkitis kronis, PPOK.

    - Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara

    berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila

    pemeriksaan dilakukan dari arah lateral pasien.

    - Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke

    arah lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari

    posterior.

    - Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang

    mencekung.

    - Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada

    dengan tulang sternum menonjol ke depan.

    3.

    Frekuensi pernapasan

    Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang

    dari 14 kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian

    obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per

    menit disebut takipneu, misalnya pada pneumonia, anksietas, asidosis.

    4. Jenis pernapasan

    - Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis

    umum.

    - Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.

    -

    Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat

    umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    5/40

    abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal

    lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini disebabkan

    bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-laki.

    Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu

    pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.

    Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam

    pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan adanya gangguan

    pada daerah tersebut.

    - Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti

    menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK)

    dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia.

    5.

    Pola pernapasan

    - Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara

    teratur ditandai dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang

    silih berganti.

    - Takipnea: napas cepat dan dangkal.

    - Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.

    -

    Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan

    adanya periode apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian

    disusul periode hiperpnea (pernafasan mula-mula kecil amplitudonya

    kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini

    terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak,

    hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya reseptor klinis

    medula otak terhadap pertukaran gas.

    - Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak

    teratur baik dalam hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat

    pada cedera otak. Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut,

    kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk

    (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan

    pertanda yang kurang baik.

    - Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh

    tarikan napas yang dalam.

    Palpasi

    Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    6/40

    1. Palpasi dalam keadaan statis.

    Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:

    -

    Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang

    membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk

    adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan

    kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula

    dan kedua aksila.

    - Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi

    mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea

    dan apeks jantung.

    - Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan

    dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada

    misalnya tremor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat

    emfisema subkutis, dan lain-lain.

    2.

    Palpasi dalam keadaan dinamis.

    Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi

    paru serta pemeriksaan vokal fremitus.

    -

    Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada

    harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan

    inspirasi maksimal. Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi

    menunjukan adanya kelainan pada sisi tersebut. untuk menilai

    pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan dengan

    meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada

    masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang

    sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling

    berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat ke

    atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien menarik

    napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini

    memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.

    - Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

    meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada,

    kemudian pasien diminta menyebut angka 77 atau 99, sehingga

    getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Pemeriksaan ini

    disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile fremitus

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    7/40

    secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik

    pada paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan

    kedua telapak tangan harus disilang secara bergantian. Hasil

    pemeriksaan fremitus ini dilaporkan ebagai normal, melemah, atau

    mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit

    empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi

    karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada

    pneumonia, tuberkulosis paru aktif).

    Perkusi

    Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-

    macam yaitu:

    - Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak,

    terdapat pada paru yang normal

    -

    Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi

    jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang

    letaknya superfisial, pneumotoraks, dan bula yang besar

    -

    Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara

    misalnya adanya infiltrat/konsolidasi

    Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

    Auskultasi

    Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran

    udara melalui sitem trakeobronkial.

    Suara napas pokok yang normal terdiri dari:

    - Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di

    mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi

    jeda, dengan perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua

    lapangan paru.

    -

    Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang

    sedang di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir

    menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi

    jeda. Dalam keadaan normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi

    sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    8/40

    - Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana

    fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya

    diselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti

    tiupan dalam tabung. Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah

    manubrium sterni.

    -

    Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada

    daerah trakea.

    - Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang

    letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti

    tiupan dalam botol kosong.

    Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat

    didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial

    tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut

    tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang

    terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia di mana

    alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau

    menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik

    akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat

    terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli

    yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat).

    Suara nafas tambahan terdiri dari:

    - Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat

    nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang

    melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi

    menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang

    terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus,

    sedangkannyang halus lagi berasal dari alveoli yang disebut krepitasi,

    akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat

    didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada

    infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema

    paru).

    - Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan

    frekuensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran

    napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    9/40

    Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang

    biasanya terdengar pada serangan asma.

    -

    Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal

    dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya.

    Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini

    terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.

    - Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila

    pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan

    hidropneumotoraks.

    - Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat

    kontraksi jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua

    lapisan pleura yang menyelimuti jantung.5

    Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik:

    - Pasien biasanya tampak kurus dengan barel shaped chest (diameter

    anteroposterior dada meningkat).

    - Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

    - Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih

    rendah, pekak jantung berkurang.

    -

    Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.

    Pemeriksaan Penunjang3

    Pemeriksaan Rutin

    Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP,

    VEP1/KVP

    -Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1

    prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

    Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) 20 % dan minimal

    250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat

    kenaikan faal paru setelah pemberian

    kortikosteroid

    Analisis gas darah Terutama untuk menilai :

    - Gagal napas kronik stabil

    - Gagal napas akut pada gagal napas kronik

    Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi

    -Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis

    serta derajat emfisema atau bula yang tidak

    terdeteksi oleh foto toraks polos

    - Scan ventilasi perfusi

    Mengetahui fungsi respirasi paru

    Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    12/40

    ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

    ventrikel kanan.

    Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kananBakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum

    pewarnaan Gram dan kultur resistensi

    diperlukan untuk mengetahui pola kuman

    dan untuk memilih antibiotik yang tepat.

    Infeksi saluran napas berulang merupakan

    penyebab utama eksaserbasi akut pada

    penderita PPOK di Indonesia.

    Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada

    emfisema herediter (emfisema pada usia

    muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang

    ditemukan di Indonesia.

    Bronkitis kronik

    1. Pemeriksaan analisa gas darah: hipoksia dengan hiperkapnia.

    2.

    Rontgen dada: pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar.

    3. Pemeriksaan fungsi paru: Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV),

    peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

    4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit: dapat sedikit meningkat.

    Emfisema

    1. Rontgen dada: hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal.

    2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV.

    Diagnosis Kerja

    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    13/40

    PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di

    saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

    bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.3

    Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

    minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak

    disebabkan penyakit lainnya. 3

    Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara

    distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

    Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-

    tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang

    tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

    Gambar 1. Bronkitis kronik dan emfisema

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    14/40

    Gambar 2. Perbedaan keadaan paru pada keadaan normal dan PPOK

    Klasifikasi :

    Stage Gejala Klinis Faal Paru

    Stage I : ringan Batuk kronik + produksi

    sputum ada tapi tidak selalu,

    pasien tidak menyadari

    bahwa faal paru turun

    FEV1 / FVC < 0,7

    FEV1 80 % predicted

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    15/40

    Stage II : sedang SOB saat aktivitas, batuk +

    produksi sputum kadang

    terjadi, pasien mulai mencari

    bantuan medis

    FEV1 / FVC < 0,7

    50% FEV1 80 % predicted

    Stage III : berat Sesak makin parah,

    penurunan aktivitas, fatigue,

    eksaserbasi berulang yang

    berdampak pada QOL pasien

    FEV1 / FVC < 0,7

    30%FEV150% predicted

    Stage IV : sangat berat Gejala diatas + gejala gagal

    jantung kanan, QOL pasien

    memburuk

    FEV1 / FVC < 0,7

    FEV1< 30% predicted atau

    FEV1 < 50% predicted +

    gagal nafas kronik

    Diagnosis Banding

    1. Asma Bronkial

    Asma adalah gangguan peradangan kronik di saluran napas yang menyebabkan

    serangan kronik di saluran napas yang menyebabkan serangan berulang mengi, sesak,dada terasa tertekan danbatuk terutama malam atau dini hari. Gejala-gejala ini

    biasanya disebabkan bronkokonstriksi yang luas tetapi bervariasi dan pembatasan

    aliran udara yang paling tidak sebagian bersifat reversibel, baik secara spontan

    maupun dengan pengobatan. Diduga bahwa peradangan menyebabkan peningkatan

    responsivitas saluran napas (bronkospasme) terhadap berbagai rangsangan. sebagian

    dari rangsangan tersebut tidak atau sedikit menimbulkan efek pada bukan pengidap

    asma dengan saluran napas normal. Banyak sel berperan dalam respon peradangan

    terutama: eosinofil, sel mast, makrofag, limfosit T, neutrofil an sel epitel. Macam-

    macam asma:

    Asma nonatopik. Kelompok besar kedua adalah varian asma non-atopik atau

    non-reaginik yang umumnya dipicu infeksi saluran napas. Virus (misal

    rinovirus, virus parainfluenza) merupakan provokator tersering, bukan bakteri.

    Riwayat penyakit serupa dalam keluarga jarang dijumpai, kadar IgE serum

    normal dan tidak ada alergi lainnya. Pada para pasien ini, hasil uji kulit

    biasanya negatif dan meskipun hipersensitivitas terhadap antigen mikroba

    mungkin berperan, teori-teori yang kini berlaku lebih menekankan pada

    hiperiritabilitas saluran bronkus. Diduga bahwa peradangan mukosa saluran

    napas dipicu oleh virus menurunkan ambang reseptor vagus subepitel terhadap

    iritan. Polutan udara yang terhirup, misalnya sulfur dioksida, ozon dan

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    16/40

    nitrogen dioksida juga mungkin ikut serta dalam peradangan kronik dan hiper-

    reaktivitas saluran napas yang dijumpai pada sebagian kasus.

    Asma imbas obat. Beberapa obat dapat memicu asma. Asma peka aspirin

    adalah tipe yang jarang, tetapi terjadi pada pasien dengan rinitis berulang dan

    polip hidung. Orang-orang ini sangat peka terhadap aspirin dosis rendah danmereka tidak saja mengalami serangan asma tetapi juga urtikaria. Aspirin

    mungkin memicu asma pada pasien ini dengan menghambat jalur

    siklooksigenase metabolisme asam arakidonat tanpa memengaruhi rute

    lipoksigenase sehingga keseimbangan miring ke arah pengeluaran

    bronkokonstriktor leukotrien.

    Asma akibat kerja. Bentuk asma ini dirangsang oleh uap (resin epoksi,

    plastik), debu organik dan kimiawi (kayu, katun dan platinum), gas (toluen)

    dan bahan kimia lainnya (formaldehida dan produk penisilin). Untuk memicu

    serangan hanya diperlukan sejumlah kecil bahan kimia dan serangan biasanya

    terjadi setelah pajangan berulang. Mekanisme yang mendasari bervariasi

    sesuai rangsangan dan mencakup reaksi tipe I, pembebasan langsung bahan-

    bahan bronkokonstriktif dan juga respon hipersensitivitas yang asalnya tidak

    diketahui.

    Patologi

    Jalan napas memiliki otot polos hipertrofi yang berkontraksi selama serangan,

    menyebabkan bronkokonstriksi. Di samping itu,terdapat hipertrofi kelenjar mukosa,

    edema dinding bronkial dan infiltrasi ekstensif oleh eosinofil dan limfosit. Mukus

    bertambah jumlahnya dan abnormal; menjadi kental, kenyal dan bergerak lambat.

    Pada kasus yang berat, banyak jalan napas tersumbat oleh sumbatan mukus, mungkin

    sebagian dibatukkan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih.

    Fibrosis subepitel lazim terlihat pada asma kronis dan merupakan bagian dari proses

    yang disebut remodeling. Pada asma tanpa komplikasi, tidak ada kerusakan dinding

    alveolar dan tiada sekresi bronkial purulen yang banyak. Kadang-kadang,

    berlimpahnya eosinofil dalam sputum memberi gambaran purulen, yang mungkin

    keliru di hubungkan dengan infeksi.

    Patogenesis

    Perkembangan cepat sedang dibuat dalam masalah ini dan pernyataan berikut

    pasti akan dimodifikasi. Dua gambaran yang tampaknya lazim pada semua penderita

    asma adalah hiperesponsivitas jalan napas dan inflamasi jalan napas. Penelitian

    menunjukkan bahwa hiperesponsivitas terjadi akibat inflamasi dan beberapa

    penelitian yakin bahwa inflamasi jalan napas bertanggung jawab untuk semua ciri

    yang menyertai asma, meliputi peningkatan responsivitas jalan napas, edema jalan

    napas, hipersekresi mukus dan infiltrasi sel inflamasi. Namun, mungkin ada kelainan

    fundamental pada otot polos jalan napas atau pengaturan tonus jalan napas pada

    beberapa pasien.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    17/40

    Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asma dimulai sejak masa kanak-

    kanak pada sebagian besar kasus dan diatesis alergi sering berperan penting. Namun,

    faktor lingkungan tampaknya penting dan mungkin bertanggung jawab untuk

    peningkatan prevalensi dan keparahan asma dalam 20-40 tahun terakhir di negara

    barat yang maju dan modern. Pajanan yang sering terhadap infeksi tipikal masakanak-kanak dan lingkungan terkontaminasi feses yang sering dihubungkan dengan

    insidens asma yang lebih rendah. Observasi ini dan lainnya telah menimbulkan

    hipotesis higiene yang menyatakan bahwa anak pada stadium kritis perkembangan

    respon imun yang tidak sering terpajan agen infeksi anak tipikal mungkin lebih sering

    mengalami diatesis alergi dan asma. Hipotesis lain juga telah diajukan untuk

    menjelaskan peningkatan prevalensi meliputi obesitas, latihan fisik yang buruk dan

    pajanan terhadap polutan.

    Pemicu perkembangan inflamasi jalan napas tidak selalu dapat dikenal. Pada

    beberapa kasus pemicunya dikenal baik, seperti beberapa antigen pada penderita asmaalergika. Namun, pada beberapa tipe asma yang lain seperti asma yang diinduksi

    latihan atau asma setelah infeksi viral saluran napas, pemicunya tidak dikenal. Polutan

    atmosferik, terutama partikel submikronik dalam asap knalpot kendaraan bermotor

    juga mungkin berperan.

    Tipe sel inflamasi atau mediator inflamasi tunggal saja tampaknya tidak dapat

    bertanggung jawab untuk semua manifestasi pada asm. Eosinofil, sel mast, neutrofil,

    makrofag dan basofil semuanya terlibat. Ada juga bukti bahwa sel non-inflamasi,

    temasuk sel epitel jalan napas dan sel neural terutama dari saraf peptidergik berperan

    pada inflamasi tersebut. Beberapa peneliti percaya bahwa eosinofil memiliki peranefektor utama pada kebanyakan kasus asma. Juga ada bukti bahwa limfosit terutama

    sel T ikut teribat karena mereka berespon terhadap antigen spesifik dan juga mereka

    berperan sebagai modulator fungsi sel inflamasi.

    Banyak mediator inflamasi yang telah dikenal pada asma. Sitokin mungkin

    penting, khususnya yang berhubungan dengan Th-2, pengaktifan sel T pembantu.

    Sitokin ini meliputi intraleukin IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13. Dipercaya bahwa sitokin

    ini paling tidak turut bertanggung jawab untuk membantu inflamasi dan fungsi sel

    imun dan untuk menyongkong respons inflamasi jalan napas. Mediator inflamasi lain

    yang mungkin berperan terutama pada bronkokonstriksi akut, meliputi metabolit asam

    arakidonat seperti leukotrien dan prostaglandin, faktor pengaktif-trombosit (PAF),

    neuropeptida, jenis oksigen reaktif, kinin, histamin dan adenosin. Asma juga memiliki

    komponen genetik. Penelitian populasi menunjukkan bahwa asma adalah gangguan

    genetik kompleks dengan komponen lingkungan dan genetik. Komponen genetik

    tersebut bukan merupakan ciri gen tunggal tetapi poligenik. Hubungan asma dengan

    berbagai lokus kromosom melalui analisis linkage telah ditunjukkan.

    Gambaran Klinis

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    18/40

    Asma umumnya dimulai semasa anak-anak, tetapi dapat terjadi pada usia

    berapa pun. Pasien mungkin memiliki riwayat yang menunjukkan atopi, termasuk

    rinitis alergika, eksema atau urtikaria dan mungkin menghubungkan serangan asma

    dengan alergen spesifik misalnya semacam rumput-rumputan atau kucing. Pasien

    seperti itu dikatakan menderita asma alergika. Banyak pasien seperti demikian yangmengalami peningkatan IgE serum total, peningkatan IgE spesifik dan eosinofilia

    darah tepi. Jika tidak ada riwayat umum tentang alergi dan tidak ada alergen eksternal

    yang dapat dikenal digunakan istilah asma non-alergika.

    Pada semua penderita asma, terdapat hipereakktivitas seluruh jalan napas yang

    menyebabkan gejala akibat iritan non-spesifik seperti asap, udara dingin atau

    olahraga. Hipereaktivitas (atau hiper-responsivitas) jalan napas dapat diuji dengan

    memajankan pasien terhadap inhalasi metakolin atau histamin yang konsentrasinya

    semakin bertambah dan mengukur FEV1 (atau resistensi jalan napas). Konsentrasi

    yang menghasilkan penurunan FEV1sebesar 20% dikenal sebagai PC20 (konsentrasiprovokatif 20).

    Serangan dapat terjadi setelah olahraga, terutama saat hawa dingin. Konsumsi

    aspirin adalah penyebab pada beberapa individu karena inhibisi jalur siklooksigenase.

    Hal ini mungkin memiliki komponen genetik. Di antara serangan, pasien mungkin

    tidak menunjukkan gejala walaupun inflamasi menetap. Faktor psikologis sangat

    penting

    Selama serangan, pasien mungkin mengalami dispnea, ortopnea dan ansietas

    yang berat. Otot napas tambahan menjadi aktif. Paru mengalami hiperinflasi danrongki nyaring terdengar di semua lapangan. Nadi menjadi cepat dan mungkin

    terdapat pulsus paradoksikus (tekanan sistolik dan nadi yang sangat menurun sewaktu

    inspirasi). Sputum sedikit dan kental. Foto toraks menunjukkan hiperinflasi, tetapi

    selain itu normal.

    Status asmatikus menunjukkan serangan yang terus-menerus selama berjam-

    jam atau bahkan berhari-hari tanpa remisi walaupun dengan terapi bronkodilator.

    Sering kali terdapat tanda kelelahan, dehidrasi dan takikardia yang jelas. Dada

    mungkin menjadi senyap, tetapi membahayakan dan diperlukan segera

    penatalaksanaan yang lengkap.

    Kelainan Radiologi

    Secara klinik, tanda wheezing dan gejala batuk-batuk ditemukan pada

    penderita. Tergantung pada berat ringannya penyakit, gambaran radiologi yang

    tampak merupakan kelainan akibat komplikasi yang terjadi. Gambaran tersebut antara

    lain toraks yang emfisem dengan atau tanpa adanya daerah konsolidasi, mungkin

    akibat infeksi atau oleh karena atelektasis subsegmental, kadang-kadang terjadi

    pneumomediastinum.

    Pengobatan

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    19/40

    Obat bronkoaktif: obat yang membalikkan atau mencegah bronkokonstriksi

    berperan penting dalam penatalaksanaan penderita asma. Obat ini juga berguna pada

    penderita bronkitis kronik yang mengalami beberapa obstruksi jalan napas reversibel.

    (1) Agonis -Adrenergik: reseptor -adrenergik ada dua tipe yakni reseptor 1

    terdapat di jantung dan tempat lain dan stimulasinya meningkatkan denyut jantungdan kekuatan kontraksi otot jantung. Stimulasi resptor 2 merelaksasi otot polos

    bronki, pembuluh darah dan uterus. Agonis adrenergik selektif-2 yang parsial atau

    komplet kini telah menggantikan seluruh agonis nonselektif. Obat yang tersedia

    meliputi metaproterenol, albuterol, terbutalin dan pirbuterol. Agen ini memiliki masa

    kerja yang sedang. Agen kerja lama sepertinformoterol dan salmeterol juga tersedia.

    Semua obat ini berikatan dengan reseptor 2 dalam paru dan langsung merelaksasi

    otot polos jalan napas dengan meningkatkan aktivitas adenil siklase sehingga

    meningkatkan cAMP intraseluler. Mereka juga berpengaruh pada edema jalan napas

    dan inflamasi jalan napas. Efek anti-inflamasinya diperantarai oleh inhibisi langsung

    fungsi sel inflamasi melalui ikatannya pada reseptor 2pada permukaan sel. Obat ini

    diberikan melalui aerosol, sebaiknya dengan inhaler dosis terukur atau nebulizer.

    Belum lama ini, timbul kekhawatiran mengenai kemungkinan takifilaksis, khususnya

    mengenai kemampuan obat untuk membalikkan bronkokonstriksi yang diinduksi

    ketika disgunakan secara teratur. Panduan yang ada mencadangkan bentuk kerja-cepat

    untuk penggunaan darurat. (2) Kortikosteroid: kortikosteroid tampaknya memiliki dua

    fungsi berbeda yakni menghambat respons inflamasi/imun dan menambah ekspresi

    atau fungsi reseptor . Kortikosteroid inhalasi kini semakin sering digunakan dalam

    penatalaksanaan penderita asma dan panduan yang telah ada menyarankannya untuk

    semua bentuk asma kecuali yang paling ringan. Namun, pasien dengan gejala minimalyang mudah dikendalikan dengan agonis 2 intermiten tidak memerlukan

    kortikosteroid. Tersedia kortikosteroid inhalasi (ICS) yang sangat beraneka ragam dan

    dengan pemakaian yang sesuai, menghasilkan absorpsi kortikosteroid sistemik

    minimal hampir tanpa efek samping yang serius. Kandidiasis oral dan pada tingkat

    yang lebih ringan, disfonia dapat terjadi akibat kortikosteroid inhalasi. Kortikosteroid

    oral hanya diindikasikan pada pasien yang tidak berespons baik dengan terapi agresif

    lainnya. (3) Antileukotrien: obat antileukotrien termasuk antagonis reseptor leukotrien

    dan inhibitor 5-lipoksigenase harus dipertimbangkan dala penatalaksanaan jangka

    panjang asma. Obat oral ini memberi perbaikan jangka panjang yang cukup baik pada

    spirometri, responsivitas jalan napas dan kualitas hidup. Namun, hanya sekitar 50%

    pasien yang memberi respons yang menguntungkan. Obat ini mungkin sangat efektif

    pada asma sensitif terhadap aspirin dengan leukotrien yang tampaknya berperan

    penting. (4) Methylxanthine: mekanisme kerja methylxanthine seperti teophylline dan

    aminophylline belum pasti. Mereka memiliki sifat anti-inflamasi sedang dan juga

    merupakan bronkodilator walaupun hanya seperempat potensi agonis 2. Dosis

    terapeutiknya dekat dengan dosis toksik tetapi mereka masih berguna dalam

    penatalaksanaan asma kronik. Pengukuran kadarnya dalam darah membantu mencari

    dosis yang tepat. Aminophylline kadang kala diberikan melalui intravena pada

    serangan asma berat walaupun kegunaannya masih dipertanyakan. (5) Antikolinergik:

    terdapat bukti kemungkinan peran sistem saraf parasimpatis dalam reaksi asma.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    20/40

    Namun, antikolinergik hanya memiliki efek bronkodilator sedang dan hanya pada

    sebagian penderita asma. Sebaliknya, pasien dengan penyakit paru obstruksif kronis

    dengan bronkokonstriksi reversibel berespons lebih konsisten dan antikolinergik

    bermanfaat disini. Ipratropium bromide adalah satu-satunya obat yang kini tersedia

    dan harus diberikan sebagai aerosol. (6) Cromolin dan Nedocromil: walaupun keduaobat ini tidak berhubungan menurut struktur, tampaknya mereka memiliki mekanisme

    kerja yang mirip. Awalnya mereka dikira stabilisator sel mast tetapi kini ternyata

    diketahui mereka memiliki efek yang berkisaran luas. Mereka bukan bronkodilator

    langsung tetapidiperkirakan bekerja dengan menyekat inflamasi jalan napas. Hanya

    beberapa pasien yang memberi respons, tetapi ketika obat ini efektif, mereka dapat

    menurunkan keparahan penyakit dengan hampir tanpa efek samping dan sering

    digunakan sebelum ICS pada anak.

    2. Bronkiektasis

    Definisi : pelebaran menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan

    jaringan elastic penunjang, yang disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi

    nekrotikans kronik. Pelebaran atau dilatasi bronkus local dan permanen sebagai akibat

    kerusakan struktur dinding.

    Prevalensi : pada anak-anak akibat infeksi berulang saluran pernafasan bawah.

    Faktor predisposisi: merokok, polusi udara, kelainan kongenital

    Etiologi :

    a.

    Sebagian gejala sisa infeksi paru Pertusis pada anak

    Pneumonia

    Tuberculosis paru

    b. Obstruksi bronkus oleh benda asing atau tumor atau obstruksi bronkus karena

    kelenjar limfa pada tuberculosis paru sewaktu masih anak-anak.

    c.

    Ateletaksis

    d. Kelainan kongenital

    Sindrom kartagener yang terdiri dari trias :

    Bronkiektasis

    Sinusitis

    Dekstro kardi/ situs inversus

    Klasifikasi :

    Berdasarkan kelainan anatomis :

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    21/40

    Silindris seluruh bronkus melebar

    Varicose dolatasi bersifat ireguler karena ada bagian yang mengalami

    konstriksi

    Sakuler dilatasi semakin melebar di perifer sehingga bronkiolus terminalisseperti balon.

    Pathogenesis :

    Gambaran Klinik :

    Batuk hebat persisten, semakin berat jika pasien berubah posisi.

    Pengeluaran sputum mukopurulen, berbau busuk dan 50 % penderita

    ditemukan bercak-bercak darah.

    Tampak kurus, asthenia, anoreksia.

    Panas akibat infeksi sekunder

    Sesak nafas apabila stagnasi sputum, yang luas pada saluran nafas dan

    peradangan akut.

    Foeter ex ore memberikan efek psikologi yang kurang baik.

    Tanda fisik :

    Kurang gizi

    Anemi

    Dispneu

    Kadang-kadang sinosis dan sering didapatkan jari tubuh pada tangan dan kaki

    Ronki basah persisten pada lobus inferior paru

    Laboratorium :

    Tidak khas

    Hb dapat rendah (anemia) bisa juga tinggi bila ada polisitemia sekunder akibat

    insufisiensi paru

    Leukositosis (bila ada infeksi sekunder)

    Pemeriksaan radiologi :

    1. Foto thorax PA dan lateral :

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    22/40

    Tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen yang multiple

    menyerupai sarang lebah.

    2.

    Bronkografi :

    Diagnosis pasti untuk bronkiektasis, dengan memasukan bahan kontras ke dalam

    saluran pernafasan yang nantinya akan tampak kelainan ektasis.

    Uji faal paru :

    Hampir sama dengan penyakit lain

    FVC sedikit turun

    FEV 1 / FVC bervariasi (obstruksi dengan derajat bervariasi)

    Kapasitas difusi turun

    Hipoksemi ringan

    Diagnosis :

    Tampak pelebaran bronkus pada pemeriksaan bronkografi / CT scan.

    Terapi :

    a. Konservatif :

    Mengobati penyakit dasar

    Drinase postural

    Penggunaan antibiotika yang tepat dan segera

    Mukolitik dan ekspektoran, terutama bila sputum kental sehingga sukar

    dikeluarkan/dibatukan

    b. Suportif :

    Memperbaiki keadaan umum

    Psikoterapi agar tidak menarik diri dari lingkungan

    c. Pembedahan :

    Paling ideal dilakukan reseksi pada bagian yang sakit

    Indikasi : batuk darah berulang, proses ektasis yang local/soliter

    Kontraindikasi : pada bronkoektasis yang difuse, faal paru yang

    jelek

    3. Bronkitis Kronik

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    23/40

    Bronkhitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh pembentukan lendir

    berlebihan dalam bronkhi dan dimanifestasikan oleh batuk kronis dan

    pembentukan sputum selama minimal 3 bulan per tahun untuk setidaknya 2 tahun

    yang berturut-turut. Sputum yang dihasilkan pada bronkhitis kronis mungkin

    mukoid atau mukopurulen.5

    Gambar 3. Bronkitis

    Bronkitis ini sangat erat berhubungan dengan emfisema tetapi biasanya

    didefinisikan sebagai abnormalitas yang mencakup sekresi mukus berlebihan dan

    inflamasi bronkial, sedangkan emfisema melibatkan degenerasi parenkim

    alveolar. Bronkitis dapat menimbulkan hal berikut: 1) peningkatan tahanan jalan

    napas dengan atau tanpa perubahan emfisema; 2) gagal jantung kanan (cor

    pulmonale); 3) displasia sel epitel pernapasan, yang dapat berubah menjadi

    keganasan. Manifestasi klinis mencakup sianosis, produksi sputum berlebihan,

    derajat hiperinflasi ringan, hiperkapnia nyata, dan hipoksemia berat.6

    4. Empysema

    Emfisema adalah keadaan paru yang ditandai oleh pembesaran abnormal

    menetap ruang udara di sebelah distal bronkiolus terminalis, disertai kerusakan

    dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    24/40

    Gambar 4. Emfisema

    Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik

    penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus berkurang akibat

    destruksi dinding alveolus dan pelebaran ruang distal udara ke bronkiolus

    terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, dalam hal ini

    yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus, atau dapat

    mengenai paru secara keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan

    alveolus.

    Hilangnya elastisitas paru dapat memengaruhi alveolus dan bronkus.

    Elastisitas berkurang akibat destruksi serabut elastik dan kolagen yang

    terdapat di seluruh paru dari produk yang dihasilkan dengan mengaktivasi

    makrofag alveolus. Penyebab pasti emfisema masih belum jelas, tetapi lebih

    dari 80% kasus, penyakit biasnya muncul setelah bertahun-tahun merokok. 7

    Emfisema diklasifikasikan berdasarkan distribusi anatomiknya di

    dalam lobulus. Ingat, lobulus merupakan satu kelompok asinus, unit

    pernapasan terminal yang mengandung alveolus. Terdapat empat tipe utama,

    yaitu (1) sentriasinus (2)parasinus, (3) paraseptum, dan (4) irregular. Dari

    keempatnya, hanya dua pertama yang menyebabkan hambatan saluran napas

    secara signifikan.8

    Pada emfisema ditemukan manifestasi klinis

    Dispnea dengan awitan tersembunyi

    1. Riwayat perokok kretek, batuk kronis, mengi, sesak napas, dan takipnea,

    diperburuk dengan infeksi pernapasan

    2.

    Latihan ringan menimbulkan dispnea dan keletihan

    3. Pada inspeksi, dada tong akibat udara terjebak, kehilangan massa otot,

    dan pernapasan dengan bibir.

    4. Pada auskultasi, bunyi napas hilang disertai krakles, ronki, dan

    perpanjangan ekspirasi.

    5. Hiperresonan pada perkusi, dan menurun pada fremitus.

    6.

    Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan.

    7. Hipoksemia dan hiperkapnia tahap lanjut

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    25/40

    8. Rekasi inflamasi dan infeksi akibat penumpukan sekresi.

    5. Congestive Heart Failure (CHF)9

    Definisi :

    Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah

    ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

    memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang

    mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung,

    yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang

    mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau

    degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang

    perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic

    (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan

    suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

    Etiologi

    Di negaranegara berkembang , penyebab tersering adalah :

    1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal

    yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosiskoroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.

    2.

    Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak

    berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya

    aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat

    penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya

    gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik,

    miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa

    penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).

    3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka

    beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek

    tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karenameningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas

    hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi

    gagal jantung.

    4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif gagal jantung karena

    kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan

    kontraktilitas menurun.

    5.

    Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup

    gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair),

    ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis; tamponade

    pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau

    pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatanmendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    26/40

    (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada

    hipertropi miokardial.

    6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan

    peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

    sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen

    kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolitdapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi

    dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan

    efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

    Patofisiologi

    Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada

    jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh

    karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka

    volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan

    meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,

    terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi,

    tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan

    ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan

    kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul

    edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika

    berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan

    mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem

    saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan

    vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang

    selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancanguntuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh.

    Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat

    memacu terjadinya iskemia pada pasien pasien dengan penyakit arteri koroner

    sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

    Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer

    ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital,

    tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal

    dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama

    afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan

    fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalahpenurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang

    akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin -

    aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler

    perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi

    sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin

    vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan

    penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida

    natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa

    disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    27/40

    Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot

    jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

    dipertahankan.

    Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi

    tergantung pada tiga faktor :

    1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung

    dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

    2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada

    tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung

    3.

    Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan

    untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh

    tekanan arteriole.

    Manifestasi Klinik

    1.

    Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

    2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal

    jantung

    3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari

    kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan

    sesak nafas

    4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum

    dan penambahan berat badan.

    5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan,

    intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

    6.

    Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjalmenyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume

    Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel

    kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri

    paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan

    edem paru akut.

    1. Gagal Jantung Kiri :

    Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadipeningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan

    paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3,

    cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi

    saat istirahat / aktivitas.

    Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam

    hari (paroximal nocturnal dispnu / PND)

    Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    28/40

    Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal

    dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga

    meningkatnya energi yg digunakan.

    Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

    kesakitan bernafas.

    2. Gagal Jantung Kanan :

    Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan

    dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari

    sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting

    edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan

    cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.

    Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan pahaakhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

    Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari

    Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena

    dihepar.

    Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan

    tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.

    Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga

    abdomen

    Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh

    posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah

    jantung akan membaik dg istirahat.

    Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan

    produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.

    Pemeriksaan Penunjang

    1.

    Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal

    jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsijantung lainnya

    2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal

    3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan

    dengan azotemia prerenal

    4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin

    5.

    Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi

    tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi

    6. Pemeriksaan EKG

    7. Radiografi dada

    8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan

    memungkinkan analisis gerakan dinding regional

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    29/40

    9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas

    yang terkena.

    Komplikasi

    1. Kematian

    2.

    Edema pulmoner akut

    Penatalaksanaan

    1. Koreksi sebab sebab yang dapt diperbaiki , penyebab penyebab utama

    yang dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia,

    depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output

    tinggi.

    2. Diet dan aktivitas, pasienpasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium

    atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi

    bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratu.

    3.

    Terapi diuretic4. Penggunaan penghambat sistem renninangiotensinaldosteron

    5. Terapi beta blocker

    6. Terapi glikosida digitalis

    7. Terapi vasodilator

    8. Obat inotropik positif generasi baru

    9. Penghambat kanal kalsium

    10. Atikoagulan

    11. Terapi antiaritmia

    12. Revaskularisasi korone

    13. Transplantasi jantung

    14.

    Kardoimioplasti

    Etiologi3

    Faktor resiko :

    Merokok : paling sering ; tergantung dari dosis rokok, usia mulai merokok, jumlah

    batang rokok/tahun, lamanya merokok

    Terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

    Infeksi saluran nafas bawah yang berulang

    Genetik : defisiensi antitripsin 1

    Status sosial ekonomi

    Stres oksidatif : terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan

    Epidemiologi3

    Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru

    obstruksi kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    30/40

    mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi

    gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan

    119.000 meninggal selama tahun 2000. 7

    Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit

    jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini

    mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO)memperkirakan bahwa

    menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.

    Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari

    keduabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam

    menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992,

    PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam. Merokok merupakan faktor

    risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor

    genetik dan lain-lainnya.

    Patofisiologi3

    Gambar 5. Konsep patogenesis PPOK2

    Bronkhitis kronik

    Keadaan klinis yang jelas dari bronchitis-bronkiolitis kronik adalah hipersekresi dari

    mukus. Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara

    yang lain seperti sulphur dioksida dan nitrogen dioksida dapat menyertainya. Iritan ini secara

    langsung atau melalui jalur neurohumoral dapat menyebabkan hipersekresi kelenjar mukus

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    31/40

    bronkus, diikuti oleh hiperplasia dan metaplasia, pembentukan sel-sel goblet yang

    mengeluarkan musin pada epitel permukaan kedua saluran udara besar ataupun yang kecil.

    Sekret ini apabila banyak akan menyebabkan hambatan aliran udara pada saluran

    udara yang lebih besar. Dalam saluran udara kecil bahkan dapat lebih membuntu, karena

    adanya emfisema sering menimbulkan hilangnya jaringan penyangga, dan perubahan tekanan

    udara di dalam bronkioli alveoli menyempitkan jalan udara dan membatasi aliran udara.

    Keradangan mikrobial seringkali terjadi, tetapi berperan sekunder. Organisme tuan

    rumah telah dapat diisolasi dari penderita, namun yang paling sering adalah spesies

    Klebsiella dan Staphylococcus koagulase positif. Agen virus seperti adenovirus dan

    rhinovirus sincitia dari pernafasan kadang-kadang juga dapat diidentifikasi.

    Emfisema

    Asal usul dari dua bentuk emfisema, centriacinar dan panacinar, tidak sepenuhnya

    dipahami. Terdapat opini yang menyatakan bahwa emfisema timbul sebagai konsekuensi dari

    dua ketidakseimbangan yang kritikal, yaitu ketidakseimbangan protease-antiprotease dan

    oksidan-antioksidan. Ketidakseimbangan tersebut hampir selalu berdampingan, dan pada

    kenyataannya, efek mereka aditif dalam memproduksi hasil akhir dari kerusakan jaringan.

    a.

    Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease

    menyebabkan kenaikan aktivitas elastase dalam paru, kemungkinan diikuti

    beberapa penghambat dari antielastase. Sumber elastase masih belum dapat

    ditetapkan, tetapi umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin

    banyaknya jumlah neutrofil yang kaya dengan elastase dan enzim katabolik lain,

    serta makrofag monosit yang mengandung kadar elastase rendah pada kedua paru.

    Pada perokok, jumlah sel-sel tersebut akan lebih besar dalam paru dari non-

    perokok. Walaupun makrofag dominan, kadang-kadang juga terdapat neutrofilkemoatraktan.

    b. Hipotesis ketidakseimbangan oksidan-antioksidan

    Pada keadaan normal, paru mengandung komplemen antioksidan ( superoksida

    dismutase, glutation) yang memastikan kerusakan yang diakibatkan oleh proses

    oksidasi adalah minimum. Asap rokok mengandung banyak radikal bebas yang dapat

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    32/40

    mengurangkan mekanisme kerja anti-oksidan, yang dapat memicu pada kerusakan sel.

    Merokok telah dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase karena

    mengandung oksidan.

    Manifestasi Klinis10

    Tanda COPD: batuk, produksi sputum berlebihan (pada jenis bronchitis kronik),

    dispnea, obstruksi saluran napas yang progresif. Pada pemeriksaan spirometri, FEV1 di

    bawah predicterd, FEV1/ FVC di bawah predicted, perbaikan pada tes provokasi setelah

    pemberian bronkodilator < 12%. Dispnea progresif saat olahraga; dispnea nocturnal

    paroksismal; edema kaki atau perut kembung (cor pulmonale); batuk produktif; mengi.1,3

    Gejala utama bronkitis kronik adalah batuk berdahak yang menetap. Selama bertahun-tahun,

    tidak ada gangguan pernapasan lain, tetapi akhirnya pasien mengalami sesak napas jika beraktivitas

    (berolahraga). Dengan berlalunya waktu dan biasanya dengan berlanjutnya merokok, elemen-elemen

    lain PPOK mulai muncul, termasuk hiperkapnia, hipoksemia dan sianosis ringan. Pada kasus yang

    klasik, bronkitis kronik murni dapat dibedakan dari emfisema yang menyertai, tetapi banyak pasien

    PPOK mengalami kedua penyakit ini. Bronkitis kronik berat yang telah berlangsung lam sering

    menyebabkan kor pulmonale dan gagal jantung. Kematian juga dapat disebabkan oleh semakin

    memburuknya fungsi pernapasan akibat infeksi bakteri akut berulang.

    Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-

    bertahun.Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu

    berfungsi. Pada penyakit selanjutnya, pada awalnya ditandai oleh sesak napas. Gejala lain adalah

    batuk, wheezing, berat badan menurun. Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel

    chest) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga

    alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-

    25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.

    Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas,

    hipoksemia dan perubahan spirometri.Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat

    menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

    Dalam spectrum PPOK, dikenal dua gambaran klinis yang ekstrem: tipe A dan tipe B.

    Dulu dianggap bahwa tipe ini berkolerasi dengan jumlah relatif emfisema dan bronchitis

    kronik, khususnya dalam paru, tetapi keadaannya lebih rumit. Walaupun demikian,

    penjelasan kedua pola gambaran klinis ini masih berguna karena mereka mewakili

    patofisiologi yang berbeda. Dalam praktik, kebanyakan pasien memiliki gambaran keduanya.

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    33/40

    Tipe A

    Gambaran khasnya adalah seorang laki-laki pada pertengahan usia 50-an yang

    semakin sesak napas dalam 3 atau 4 tahun terakhir. Mungkin tidak ada batuk, mungkin juga

    terdapat sedikit dahak putih. Pemeriksaan fisik menunjukkan badan kurus disertai penurunan

    berat badan. Tidak ada sianosis. Dada mengembang berlebihan dengan suara napas yang

    cukup bersih tanpa suara tambahan. Foto toraks memastikan inflasi berlebihan dengan

    diafragma yang rendah dan mendatar, mediastinum yang sempit, dan peningkatan

    translusensi retrosternal (di antara sternum dan jantung pada pandangan lateral). Selain itu,

    foto toraks menunjukkan corakan pembuluh paru perifer yang menipis dan menyempit.

    Pasien dijuluki sebagai pink puffer.

    Tipe B

    Gambaran yang khas adalah seorang laki-laki berusia 50-an dengan riwayat batuk

    kronis disertai ekspektorasi selama beberapa tahun. Ekspektorasi ini semakin bertambah

    berat, awalnya hanya terjadi sewaktu musim dingin, tetapi akhirnya terjadi hampir sepanjang

    tahun. Eksaserbasi akut dengan spututm yang jelas purulen semakin sering terjadi. Sesak

    napas saat kelelahan secara bertahap memburuk, yang semakin mengurangi toleransi

    terhadap olahraga. Pasien hampir selalu seorang perokok selama bertahun-tahun. Hal ini

    dapat ditunjukkan dengan jumlah bungkus rokok per hari dikalikan dengan jumlah tahun

    merokok untuk menyatakan bungkustahun (pack years).

    Pada pemeriksaan pasien memiliki bentuk tubuh gemuk dengan kulit wajah pletorik

    dan sedikit sianosis. Auskultasi menunjukkan rales dan ronki yang menyebar. Mungkin

    tampak peningkatan tekanan vena jugularis dan edema pergelangan kaki. Foto toraks

    menunjukkan pembesaran jantung, kongesti lapangan paru, dan peningkatan corakan akibat

    infeksi lama. Garis paralel (tram lines) dapat terlihat, mungkin disebabkan oleh penebalan

    dinding bronchi yang meradang. Pada autopsy, perubahan inflamasi kronis pada bronchi

    merupakan tanda pasien menderita bronchitis berat, tetapi mungkin juga terdapat emfisema

    berat. Pasien ini kadang-kadang disebut blue bloaters.

    Dasar patologik ti pe A dan B

    Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, awalnya diyakini bahwa pasien tie A sebagian

    besar menderita emfisema sementara pasien tipe B terutama menderita bronchitis kronis.

    Namun, pernyataan ini terlalu sederhana. Bagian yang membingungkan adalah bahwa kriteria

    yang berbeda untuk kedua tipe tersebut telah digunakan oleh dokter yang berbeda. Biasanya,

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    34/40

    jika kita membatasi klasifikasi tipe B untuk pasien batuk kronik berat dengan ekspektorasi,

    seperti pada deskripsi yang asli, pasien demikian cenderung menunjukkan gambaran

    patologik bronchitis kronk. Akan tetapi, luasnya emfisema pada paru sulit untuk diperkirakan

    selama hidup.

    Beberapa dokter yakin bahwa perbedaan terpenting antara kedua tipe adalah dalam

    pengendalian napas. Mereka menyatakan bahwa hipoksemia yang lebih berat dan dampak

    insiden kor pulmonale yang lebih tinggi pada pasoen tipe B dapat disebabkan oleh dorongan

    ventilasi yang berkurang, terutama sewaktu tidur.14

    PINK PUFFER BLUE BLOATER

    Ukuran tubuh Kurus dan ramping Obese

    Penyakit yang mendasari Emfisema Bronkhitis kroniks

    Usia 50-75 tahun 40-55 tahun

    Sputum Sedikit Banyak

    Onset Dyspnea Batuk

    PA paru Emfisema panasinar Emfisema sentrilobular

    Cor pulmonal (-) (+)

    Polisetemia sekunder (-) (+)

    Sianosis Sedikit atau (-) (+)

    Gas darah PCO2rendah PCO2meningkat

    Penatalaksanaan3

    1.Medical Mentosa

    a. Bronkodilator

    Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

    disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

    diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

    Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau

    obat berefek panjang ( longacting ).

    Macam - macam bronkodilator :

    Golongan antikolinergik

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    35/40

    Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator

    juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

    Golongan agonis beta - 2

    Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

    penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

    pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

    Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

    dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau

    drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

    Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

    Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

    karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

    penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

    Golongan xantin

    Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

    terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

    mengatasi sesak ( pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk

    mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan

    pemeriksaan kadar aminofilin darah.

    b. Antiinflamasi

    Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena

    berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

    prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

    kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator

    meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

    c. Antibiotika

    Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

    Lini I : amoksisilin, makrolid

    Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid bar

    Perawatan di Rumah Sakit :

    Amoksilin dan klavulanat

    Sefalosporin generasi II & III injeksi Kuinolon per oral

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    36/40

    ditambah dengan yang anti pseudomonas

    Aminoglikose per injeksi

    Kuinolon per injeksi

    Sefalosporin generasi IV per injeksi

    d.

    Antioksidan

    Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

    asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

    dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

    e. Mukolitik

    Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

    perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

    viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

    dianjurkan sebagai pemberian rutin.

    f. Antitusif

    Diberikan dengan hatihati

    2.Non-Medical Mentosa

    a.

    Ventilasi Mekanik

    Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal

    napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK

    derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di

    rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan

    dengan cara :

    ventilasi mekanik dengan intubasi

    ventilasi mekanik tanpa intubasi

    b. Nutrisi

    Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

    kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena

    hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

    Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

    derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah Malnutrisi

    dapat dievaluasi dengan :

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    37/40

    Penurunan berat badan

    Kadar albumin darah

    Antropometri

    Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

    Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresig tidak akan

    mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat

    mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan

    keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu

    nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa

    nasogaster.

    Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

    Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi

    semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan

    hiperkapni. Tetapi pada PPOKdengan gagal napas kelebihan pemasukan protein

    dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi

    pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat

    sekunder darigangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

    Hipofosfatemi

    Hiperkalemi

    Hipokalsemi

    Hipomagnesemi

    Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi

    dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang

    lebih sering.

    c. Rehabilitasi PPOK

    Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

    kualiti hiduppenderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program

    rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:

    Simptom pernapasan berat

    Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

    Kualiti hidup yang menurun

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    38/40

    Komplikasi11

    Kor Pulmonal.

    Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru,

    pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan

    pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.

    Eksaserbasi akut PPOK.

    Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala

    PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut

    tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan

    bahkan kematian.

    Hipertensi paru.

    Hipertensi paru terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah

    paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana

    sel-sel darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi

    paru, arteri paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui

    pembuluh darah.

    Pneumotoraks.

    Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru

    dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-

    paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-

    paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang

    memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur

    paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis

    lubang.

    Polisitemia sekunder.

    Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan

    produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang

    diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah

  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    39/40

    kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh

    mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.

    Kegagalan pernafasan.

    Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak

    oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan

    pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau

    pneumonia.9

    Prognosis

    Secara umumnya, prognosis yang didapatkan adalah buruk. PPOK merupakan penyakit yangsecara progresif mengalami perburukan, terutama jika pasien terus merokok. Pasien dengan PPOK

    mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat infeksi paru-paru yang dapat membawa kepada

    kematian pasien. Apabila terjadi kerusakan yang non-reversible pada paru, jantung juga akan ikut

    terpengaruh. Pasien dengan PPOK akhirnya mati apabila paru-paru tidak dapat berfungsi dan oksigen

    tidak bisa masuk ke organ tubuh dan jaringan, atau pada saat terjadinya komplikasi seperti infeksi

    berat. Pengobatan yang tepat pada PPOK dapat membantu mencegah komplikasi, memperpanjang

    jangka hidup selain meningkatkan kualitas hidup pasien.3

    Kesimpulan

    Hipotesis diterima, laki-laki 57 tahun sesak nafas 5 jam lalu, riwayat sesak sejak 3

    tahun lalu, diperberat dengan aktifitas, batuk dan demam dan disertai batuk berdahak putih.

    Riwayat merokok sejak 27 tahun diduga penyakit paru obtruktif kronik (PPOK).

    Daftar Pustaka

    1.

    Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku

    ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I. Jakarta: EGC; 2007. Hal 18.

    2. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5.

    Jakarta: EGC; 2008. Hal 15.

    3. Perhimpunan dokter paru indonesia. Penyakit paru obtruktif kronik. Diunduh dari :

    http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf,30 Juli 2012.4. Nugraha D I, Yosan P, Caecilia D W. Penyakit Asma. Diunduh dari :

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%2

    0ASMA.pdf,30 Juli 2012.

    http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdfhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%20ASMA.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%20ASMA.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%20ASMA.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%20ASMA.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./DEFINISI%20ASMA.pdfhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
  • 7/21/2019 PBL Penyakit Paru Obtruksik Kronik Chenta

    40/40

    5. Effendy C. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan sistem pernapasan.

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. h. 115-8

    6.

    Tambayong. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

    2000. h. 99-105.

    7. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & cotran dasar patologis penyakit. Septianti N,

    editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 736-47.

    8. Corwin EJ. Handbook of pathophysiology. 3rdEd. Yudha EK, Wahyuningsih E, Yulianti

    D, Karyuni PE, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 571-6.

    9. Tirtonegoro S. Congestive Heart Failure. Diunduh dari : http://ppni-

    klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-

    category&Itemid=66,30 Juni 2012.

    10.Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

    EGC, 2009. h. 52-125.

    11.Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diunduh

    darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009,

    30 Juli 2012.

    http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009http://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009http://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009http://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/01/06/2009http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=70:chf&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66