3.bab i, ii, iii

Upload: indri070589

Post on 10-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring adanya tuntutan good coorporate governance dan reformasi pengelolaan sektor publik yang ditandai dengan munculnya era new public management, dengan tiga prinsip utamanya yang berlaku secara universal yaitu profesional, transparansi, dan akuntabilitas telah mendorong adanya usaha untuk meningkatkan kinerja dibidang pengelolaan keuangan, dengan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam penganggaran sektor publik.

Untuk menghadapi tuntutan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah menetapkan penggunaan pendekatan penganggaran berbasis prestasi kerja atau kinerja dalam proses peyusunan anggaran. Penganggaran berbasis kinerja atau performance budgeting merupakan suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang berorientasi pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai.

Anggaran berbasis kinerja dapat dikatakan merupakan hal baru karena pusat perhatian diarahkan pada upaya pencapaian hasil, sehingga menghubungkan alokasi sumber daya atau pengeluaran dana secara eksplisit dengan hasil yang ingin dicapai. Dengan demikian pengalokasian sumber daya didasarkan pada aktivitas untuk pencapaian hasil yang dapat diukur secara spesifik, melalui proses perencanaan strategis dengan mempertimbangkan isu kritis yang dihadapi lembaga, kapabilitas lembaga, dan masukan dari stakeholder.Tuntutan perubahan sistem anggaran, juga bisa diimplemantasikan pada bidang pendidikan karena dengan adanya otonomi dalam pengelolaan lembaga pendidikan, yang antara lain diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah tentang Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), penerapan manajemen berbasis sekolah, penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), serta adanya usulan tentang Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung, maka lembaga pendidikan memiliki otonomi untuk mengelola sistem anggaran.

Adanya tuntutan reformasi ini merupakan tantangan dan prospek bagi lembaga pendidikan untuk merevitalisasi manajemen pendidikan. Walaupun dalam prakteknya, penyelenggaraan otonomi pengelolaan lembaga pendidikan bagi sebagian Perguruan Tinggi malah menjadi beban tersendiri, karena otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagai BHMN tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan perguruan tinggi, dan seringkali dikaitkan dengan prinsip automoney, sehingga kemandirian perguruan tinggi dalam menyelenggarakan kewenangannya diukur dari kemampuannya menggali sumber-sumber pendapatan sendiri.

Implikasi dari penerapan prinsip automoney ini kemudian mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan pendapatan internal, antara lain melalui pengembangan model penerimaan mahasiswa baru yang tidak hanya sebatas SMPTN, tetapi juga melalui berbagai jalur khusus lainnya seperti Jalur Non Subsisi atau Kemitraan yang pada intinya adalah peningkatan penerimaan SPP dan DPP.

Meskipun kini paradigma penyelenggaraan otonomi pengelolaan lembaga pendidikan telah mengalami pergeseran, sejalan dengan adanya keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan UU tentang BHP dan cenderung bergerak kearah Badan Layanan Umum (BLU). Namun pada kenyataannya kapasitas keuangan lembaga pendidikan masih dititik beratkan pada kemampuan menggali pendapatan internal dari sektor SPP dan DPP, yang justru menimbulkan beban baru, antara lain menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan memberatkan bagi mahasiswa dan masyarakat.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong berkembangnya wacana mengenai perlunya dilakukan reformasi anggaran, karena sistem anggaran yang selama ini digunakan yaitu sistem lineitem budgeting dan zero bassed budgeting atau incremental, dalam penerapannya ternyata memiliki berbagai kelemahan, yang memberi peluang terjadinya pemborosan dan penyimpangan anggaran.

Demikian halnya traditional budget selama ini juga didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi kepada kepentingan publik.Kelemahan dari sistem anggaran tersebut antara lain: (1) Orientasi pengelolaan anggaran lebih terpusat pada pengendalian pengeluaran berdasarkan penerimaan, dengan prinsip balance budget, sehingga akuntabilitas terbatas pada pengendalian anggaran bukan pada pencapaian hasil atau outcome. (2) Adanya dikotomi antara anggaran rutin dan pembangunan yang tidak jelas. (3) Implementasi basis alokasi yang tidak jelas dan hanya terfokus pada ketaatan anggaran.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka anggaran pendidikan pada era otonomi pengelolaan lembaga pendidikan, disusun dengan pendekatan kinerja, sehingga system penganggaran mengutamakan pada pencapaian hasil atau kinerja dari perencanaan biaya aktivitas yang telah ditetapkan.

Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja, lembaga pendidikan dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan, sehingga jelas kegiatan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan apa hasil yang akan diperoleh. Klasifikasi anggaran dirinci mulai dari sasaran strategis sampai pada jenis belanja dari masing-masing kegiatan atau program kerja, sehingga memudahkan dilakukannya evaluasi kinerja. Dengan demikian, diharapkan penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi lembaga pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan prinsip ekonomis, efisiensi dan efektivitas.

Beberapa lembaga pendidikan kini telah menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja dalam penyusunan dan pengelolaan anggarannya. Salah satunya adalah Universitas Hasanuddin. Walaupun dalam implementasinya masih terpaku pada masalah pendapatan dan penerapan prinsip ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan prioritas terhadap tujuan kebijakan dan pendekatan program untuk pencapaian indikator kinerja sesuai tujuan, sasaran, visi dan misi yang ingin dicapai organisasi. Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi negeri terbesar di Indonesia Timur tentu mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terutama dalam menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal dimasa yang akan datang. Universitas Hasanuddin sebagai satuan kerja di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai unit kerja meliputi 14 fakultas, program pasca sarjana, lembaga-lembaga, rumah sakit Unhas, rumah sakit gigi dan mulut, dan kantor pusat terdiri dari unit pelaksana teknis dan biro-biro. Unhas memperoleh pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana tersebut harus dipertanggungjawabkan penggunaannya berikut pencapaian kinerja yang telah dihasilkan atas pelaksanaan anggaran.

Pada bulan September 2008, Unhas memperoleh persetujuan untuk menerapkan pola PK BLU melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 280/KMK.05/2008 tentang Penetapan Universitas Hasanuddin pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan, dengan demikian mempunyai flesibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Dengan fleksibilitas ini menuntut peningkatan kinerja maupun akuntabilitas yang lebih baik.

Seiring berjalannya waktu disadari bahwa implementasi penganggaran berbasis kinerja pada Universitas Hasanuddin belum berjalan secara optimal. Oleh karena beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyusunan anggaran antara lain, yaitu data dan informasi yang digunakan kurang tepat dan akurat serta faktor pengetahuan dan pengalaman sumber daya manusia khususnya dalam penyusunan anggaran mulai dari program dan penentuan kegiatan, klasifikasi belanja, penentuan standar biaya, penentuan indikator kinerja, dan target kinerja sampai dengan jumlah anggaran yang harus disediakan masih kurang sehingga menghambat pencapaian sasaran dan kinerja yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul IMPLEMENTASI STRATEGI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA UNIVERSITAS HASANUDDIN . Pertimbangan penelitian ini dilakukan di Universitas Hasanuddin (UNHAS) karena Unhas merupakan universitas negeri terbesar di Indonesia Timur yang mengelola sumber dana APBN yang sangat besar, sehingga diperlukan pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga. Di satu sisi, Unhas merupakan universitas pertama di Indonesia Timur yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU), dimana pola BLU ini mempunyai fleksibilitas dalam mengelola keuangannya. Dengan fleksibilitas dan tanggungjawab yang besar tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal akuntabilitas kinerja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu motivasi bagi Universitas Hasanuddin maupun Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai organisasi publik dalam menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan lebih baik.

B. Perumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini berkaitan dengan belum terwujudnya implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi sektor publik sesuai dengan yang diharapkan. Demikian juga pada satuan kerja di Universitas Hasanuddin, dari informasi pendahuluan yang diperoleh, permasalahan yang sering dihadapi yaitu seringnya revisi anggaran, serapan keuangan yang rendah, serta laporan kinerja yang belum baik. Penelitian ini mengenai implementasi Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja pada Universitas Hasanuddin.

Penelitian ini berusaha untuk mengetahui mengenai strategi penganggaran berbasis kinerja dan sejauh mana implementasi penganggaran berbasis kinerja tersebut diterapkan oleh Universitas Hasanuddin serta apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran sistem perencanaan pada tingkat Sub Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas? 2. Bagaimana proses perencanaan anggaran pada tingkat Sub Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas?

3. Bagaimana implementasi penganggaran berbasis kinerja pada tingkat Sub Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas?

4. Apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan gambaran sistem perencanaan pada tingkat Sub Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan anggaran pada tingkat Sub Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas.

3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi penganggaran berbasis kinerja pada tingkat Sub Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas.

4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah usaha persiapan terkait program pemerintah menjadikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai pilot project penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) pada tahun 2010. Penelitian ini juga sebagai usaha untuk memperbanyak khasanah penelitian dalam rangka mendukung Universitas Hasanuddin sebagai research university, dengan pendekatan yang belum banyak dilakukan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa Magister Manajemen Strategik Universitas Hasanuddin, yaitu pendekatan kualitatif.

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga mengenai pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja pada satuan kerja (satker) Universitas Hasanuddin. Penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangan konseptual berupa dalil atau prinsip-prinsip dalam pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja di lingkungan Kemendikbud.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Sebagai masukan/bahan pertimbangan bagi Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dalam mengambil keputusan/kebijakan mengenai pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja oleh Satuan Kerja (satker) Universitas Hasanuddin.

b. Sebagai masukan/bahan pertimbangan bagi Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengevaluasi lebih lanjut pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja oleh satuan kerja (satker) di lingkungannya.

c. Sebagai masukan bagi semua pihak yang memerlukan informasi mengenai pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja pada Satuan Kerja (satker) Universitas Hasanuddin.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian studi kasus (internship) ini secara keseluruhan disajikan dalam 5 bab, yaitu: Bab I Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Pembahasan; Bab II Telaah Pustaka, berisi tentang telaah teori yang digunakan dalam penelitian yaitu Konsep New Public Management (NPM), Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Tujuan Penganggaran Berbasis Kinerja, Manfaat dan Karakteristik Sistem Anggaran Berbasis Kinerja, Struktur Anggaran Berbasis Kinerja, Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja, Dasar Hukum Sistem Anggaran Berbasis Kinerja, Keunggulan Anggaran Berbasis Kinerja, Prasyarat Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja, Pengertian Kinerja Keuangan, Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan, Teknik Pengukuran Value for Money, Kerangka Pemikiran dan Telaah Penelitian Sebelumnya; Bab III Metode Penelitian, berisi tentang Desain Penelitian, Alasan Pemilihan Setting, Lokasi dan Waktu Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Narasumber/Informan, Keterbatasan Penelitian; BAB II

TELAAH PUSTAKA

Dalam setiap melakukan penelitian, tinjauan pustaka mempunyai fungsi membantu penentuan tujuan dan alat penelitian dengan memilih konsep-konsep yang tepat. Tinjauan pustaka digunakan sebagai kerangka dasar dalam melakukan analisis terhadap objek yang diteliti. Sehingga pada dasarnya, tinjauan pustaka mempunyai fungsi untuk menjelaskan hubungan yang akan dipergunakan untuk menjelaskan gejala dan permasalahan yang akan diteliti. Studi kasus tentang Implementasi Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja ini meninjau pustaka baik itu dari landasan teori yang ada maupun dari penelitian sebelumnya.

A. Landasan Teori

Untuk meninjau pustaka dari landasan teori, laporan internship ini mengkaji konsep New Public Management (NPM), konsep Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Disamping itu juga mengkaji teori implementasi kebijakan yang dapat digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam penelitian.

1. New Public Management (NPM)

Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan manajemen sektor public yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana, tetapi perubahan besar yang telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dan masyarakat (Djedje Abdul Aziz dkk, 2007). Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management (NPM).

Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma baru tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah, diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi,pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di era NPM adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1995) adalah sebagai berikut:

1. pemerintahan katalis (fokus pada pemberian arahan bukan produksi layanan publik),

2. pemerintah milik masyarakat (lebih memberdayakan masyarakat dari pada melayani),

3. pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik),

4. pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi),

5. pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan masukan),

6. pemerintah berorientasi pada pelanggan (memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi),

7. pemerintah wirausaha (mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan),

8. pemerintah yang antisipatif (berupaya mencegah daripada mengobati),

9. pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja), dan

10. pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar/sistem insentif dan bukan mekanisme administratif/sistem prosedur dan pemaksaan).

Tujuan New Public Management adalah untuk mengubah administrasi yang sedemikian rupa sehingga administasi publik sebagai penyedia jasa bagi masyarakat harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan efektif, namun tidak berorientasi kepada laba (Osborne dan Gaebler, 1995).

Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan dengan syarat didukung oleh birokrat, politisi dan masyarakat. Adapun perangkat-perangkat dari New Public Management (Djedje Abdul Aziz dkk, 2007) adalah beberapa hal berikut ini.

a. Manajemen Kontrak

Manajemen kontrak adalah penyelenggaraan administrasi melalui kesepakatan-kesepakatan tentang tujuan yang hendak dicapai. Kesepakatan ini mencakup mulai dari tujuan yang hendak diraih sampai dengan pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan tersebut.

Landasan manajemen kontrak adalah kontrak atau perjanjian antara pihak politisi (Parlemen atau DPR) dengan pihak yang akan memberikan layanan atau pemerintah sebagai pelaksana. Kontrak ini menyangkut kesepakatan tujuan yang bersifat mengikat tentang jangka waktu yang telah ditetapkan, yang mengandung unsur-unsur, yaitu ditetapkannya produk atau kinerja yang harus dilakukan berdasarkan kuantitas dan kualitas serta anggaran yang dibutuhkan. Si pemberi order menjelaskan produk yang diinginkan, tetapi tidak menentukan bagaimana proses kerja tersebut dilakukan. Artinya, bagaimana pihak pelaksana mengerjakan produk yang diinginkan oleh pemberi order merupakan urusan mereka sendiri dengan diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri cara untuk menghasilkan produk yang diminta.

Unsur lainnya yang mendukung berfungsinya manajemen kontrak adalah penerapan sistem pelaporan yang menyediakan seluruh informasi mengenai pelaksanaan kinerja kepada pihak pemberi order dengan mendokumentasikan kemajuan kinerja sedemikian rupa sehingga di dalam pembahasan didukung oleh data-data kinerja untuk kepentingan evaluasi.

b. Orientasi pada Hasil Kerja (Output)

Administrasi hanya dapat dikendalikan secara efisien apabila titik tolak di dalam penyelenggaraannya berorientasi pada hasil (output) kerja. Namun sampai dengan hari ini masih banyak negara yang pengendalian administrasi publiknya masih dilakukan melalui input, artinya melalui penjatahan sumber daya secara sentral. Rancangan anggaran belanja mengatur berapa banyak uang yang boleh dikeluarkan oleh administrasi dan bagaimana mereka harus menggunakan uang itu, namun tidak ada bagian penjelasan atau keterangan dalam anggaran itu yang menyatakan dengan jelas kinerja atau produk apa yang akan dihasilkan dengan uang itu dan apa yang benar-benar diharapkan pemerintah dari anggaran tersebut.c. Controlling

Controlling diartikan sebagai satu konsep terpadu guna mengendalikan administrasi secara efisien dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh politik. Untuk bisa berfungsi dengan baik, pengawasan harus menyediakan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat dengan tujuan mengendalikan proses. Controlling sebagai pendukung manajemen sangat tergantung pada, pertama, kalkulasi biaya dan produk kerja, dimana penerapan kalkulasi biaya kerja ini merupakan beban yang berat dalam adminstrasi publik karena itu dibutuhkan perombakan cara berpikir karena instrumen ini merupakan satu persyaratan untuk mencapai efisiensi. Kalkulasi biaya administrasi memberikan data mengenai seberapa jauh produksi yang hendak dilakukan dalam administrasi publik dan bidang apa saja yang bisa diserahkan pada pihak swasta untuk dikerjakan, untuk dapat menekan biaya.

Kedua, adanya pelaporan. Keleluasaan yang muncul dengan adanya desentralisasi dan pendelegasian wewenang harus dihubungkan oleh kewajiban membuat laporan oleh pihak yang diberikan keleluasaan dan wewenang kepada si pemberi order mengenai apa yang telah mereka lakukan dengan dana yang telah dipercayakan kepada mereka dan apakah mereka telah mencapai tujuan dan standar mutu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ketiga adalah penganggaran. Penganggaran dalam konteks new public management berangkat dari metode arus balik, di mana politik atau parlemen menetapkan kerangka acuan bagi administrasi (pemerintah) untuk menentukan anggarannya. Patokan anggaran yang ditetapkan secara top-down ini diperbandingkan dengan anggaran departemen yang dibuat secara bottom-up untuk dirundingkan suatu anggaran yang akan ditetapkan.

d. Orientasi pada Masyarakat/Pelanggan

Prinsip new public management menekankan bahwa segala sesuatu yang tidak bermanfaat bagi warga adalah pemborosan. Kalimat ini mengandung makna bahwa administrasi bukanlah tujuan akhir, mempunyai satu tugas yaitu memberikan layanan kepada rakyat yang memang berhak mendapatkannya. Di beberapa negara pernah dikembangkan apa yang disebut citizen charta (piagam warga) yang merangkum hak-hak apa saja yang dimiliki warga sebagai warga pembayar pajak kepada negara. Ini artinya, warga tidak dilihat sebagai abdi, melainkan sebagai pelanggan yang karena pajak yang dibayarkannya, mempunyai hak atas layanan dalam jumlah dan kuantitas tertentu.

Jadi, negara dilihat sebagai suatu perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tetapi di lain pihak, dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, dengan memberikan layanan dengan kualitas maksimal sejalan dengan benchmarking dan administrasi publik lainnya. Tugas admistrasi (pemerintah) adalah menciptakan transparansi dan tercapainya layanan, memberdayakan personil dalam melayani masyarakat, serta menciptakan kondisi yang berorientasi pada pelayanan.

e. Personalia

Personalia merupakan faktor kunci bagi suksesnya sebuah proses modernisasi. Modernisasi administrasi publik hanya akan berhasil apabila potensi sumber daya manusia dimanfaatkan secara maksimal dan memperbaiki jika ada kekurangan. Dalam proses modernisasi penting sekali melibatkan karyawan dengan menentukan tujuan-tujuan yang jelas dan menunjukkan keuntungan apa saja yang mereka miliki dengan tujuan yang jelas tersebut, meningkatkan kompetensi dan kualitas pegawai, di mana proses untuk menjadi karyawan dalam kantor publik harus berdasarkan kualifikasi dan reliabilitas.

f. Teknik Informasi

Prinsip-prinsip manajemen yang telah diuraikan di atas serta berbagai bentuk pengendaliannya membutuhkan suatu sistem informasi yang sempurna. Penggabungan informasi dan komunikasi yang cepat, pemadatan data untuk pengendalian dan kemungkinan mengakses kumpulan data guna memenuhi keinginan pelanggan, membutuhkan jaringan alat pengolahan data sehingga pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat, akurat dan dapat dipercaya.

g. Manajemen Mutu

Manajemen mutu di sini adalah bahwa administrasi melakukan segala sesuatu dalam rangka mengorganisir proses-proses produksi, standar dan sumber daya bersama para pegawai. Tujuannya adalah merespon kebutuhan pelanggan (dalam hal ini adalah masyarakat).

2. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM).

Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Setiap kegiatan organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut tidak dikaitkan dengan pencapaian visi dan misi organisasi.

Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh (penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai tujuan organisasi publik.

Menurut Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Bastian (2006:164), definisi anggaran (budget) adalah:

.........rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.

Sedangkan Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007). Dengan demikian, Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. Ciri utama Performance Based Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007).Sistem penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem yang saat ini berkembang pesat dan banyak dipakai oleh negara-negara maju di dunia sebagai pengganti sistem penganggaran lama yaitu sistem Line Item Budgeting (Bastian,2006:170). Dalam sistem Line Item Budgeting penekanan utama adalah terhadap input, di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara nasional.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan sistem anggaran berbasis kinerja yang ditekankan adalah berbagai segi yang akan dicapai (output), seperti pembangunan sosial ekonomi dan aspek fisik yang terukur dengan jelas. Ditekankan pula segi-segi fungsional dari masing-masing lembaga/departemen, pengelompokan setiap kegiatan proyek yang berorientasi pada pengendalian anggaran dan menekankan pula pada efisiensi pelaksanaan program. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, maka dilaksanakan pula perubahan pengelolaan keuangan daerah, melalui reformasi anggaran yaitu dari sistem anggaran tradisional (traditional budgeting) ke performance budget.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perguruan tinggi dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam penganggaran tahunan. Pada saat yang sama, harus pula dihitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah. Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis apakah perguruan tinggi perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

2. Penerapan penganggaran secara terpadu

Dengan pendekatan ini, semua kegiatan perguruan tinggi disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja. Dalam kaitan dengan menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat penting untuk mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat investasi maupun biaya yang bersifat operasional.

3. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja

Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah. Rencana kerja dan anggaran (RKA) yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan perguruan tinggi harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT).

Performance budgeting adalah teknik anggaran yang mengikuti pendekatan New Public Management, yang berfokus pada manajemen sektor publik yang berorintasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. NPM memberikan perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Anggaran kinerja adalah sebuh sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang ditetapkan. anggaran berbasis kinerja juga dapat dimengerti sebagai hasil penganggaran yang mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersbut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.

Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja dalam Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), prinsip-prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi:

1. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented)

Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumbedaya yang efisien. Dalam hal ini program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana.

2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages)

Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja (dalam hal ini Kuasa Pengguna Anggaran) dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja bertanggungjawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome).

3. Money Follow Function, Function Followed by Structure

Money Follow Function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi fungsi-fungsi.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai.

2. Tujuan.

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan tergambar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan harus menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.

3. Sasaran.

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific, measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support goal).

4. Program.

Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

5. Kegiatan.

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program. Kegiatan yang baik kriterianya adalah harus dapat mendukung pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai rencana kinerja.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI No. 102/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2009, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang efektif membutuhkan pra-kondisi sebagai berikut:

a. Telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan berorientasi pada pencapaian kinerja.

b. Sistem kontrol yang efektif, memerlukan mekanisme akuntabilitas masing-masing pimpinan kementrian/lembaga (managerial accountability).

c. Telah tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal sebelum diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (integrated financial management system).

d. Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian sumber daya yang berorientasi pada output.

e. Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja (performance audit) dilakukan.

3. Tujuan Penganggaran Berbasis KInerjaDengan anggaran berbasis kinerjea (ABK) diharapkan rencana dan program-program pembangunan yang disusun dapat mengarah kepada :

Terwujudnya sasaran yang ditetapkan,

Dicapainya hasil yang optimal dari setiap investasi yang dilakukan guna meningkatkan kualitas pelayanan public,

Tercapainya efisiensi serta meningkatkan produktivitas didalam pengelolaan sumber daya dan peningkatan kualitas produk serta jasa untuk mewujudkan kesinambungan pembangunan dan kemandirian nasional,

Mendukung Alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan yang dilaksanakan.Tujuan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja berdasarkan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009) diharapkan:

1. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget).

2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency).

3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan

4. Manfaat dan Karakteristik Sistem

Anggaran Berbasis KinerjaManfaat yang diperoleh dengan menggunakan anggaran yang berbasis kinerja, yaitu :

1. Teridentifikasinya output dan outcome yang dihasilkan dari setiap program dan pelayanan yang dilakukan,2. Diketahuinya dengan jelas target tingkat pencapaian output dan outcome,3. Terkaitnya biaya atau input yang dikorbankan dengan hasil yang diinginkan dan proses perencanaan strategis yang sebelumnya dilakukan,4. Dapat diketahuinya urutan prioritas untuk setiap jenis pengeluaran yang dilakukan oleh unit kerja,5. Setiap unit atau satuan kerja dapat diminta pertanggung-jawaban atas hasil yang dicapainya.Karakteristik anggaran berbasis kinerja, yaitu :1. Berorientasi pada aktifitas, bukan pada unit kerja sehingga menuntut koordinasi yang baik antar unit atau satuan kerja yang ada;2. Perhatian lebih terfokus pada hasil (outcome);3. Memberikan focus perhatian lebih pada kerja atau aktifitas dan bukan pada pekerja atau serta item barang atau jasa yang dibeli;4. Memiliki alat ukur (indicator) kinerja sehingga memudahkan dalam proses evaluasinya;5. Lebih sesuai diterapkan untuk memenuhi tuntutan efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas.Dapat disimpulkan bahwa anggaran kinerja (performance budget) adalah hasil penganggaran dengan pendekatan New Public Management. Anggaran kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output atau outcome. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendakatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.Beberapa tolok ukur dalam menilai pelaksanaan sistem anggaran kinerja yang membedakan dengan sistem anggaran lainnya, yaitu sebagai berikut:1. Standar Pelayanan Minimal (SPM)Undang-undang 32 tahun 2004 Pasal 11,12,13,14 (tentang pembagian urusan pemerintah), misalnya :a. perencanaan dan pendendalian pembangunan;b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;d. penyediaan sarana dan prasarana umum;e. penanganan bidang kesehatan;f. penyelenggaraan bidang pendidikan;g. penanggulangan masalah sosial;h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;j. pengendalian lingkungan hidup;k. pelayanan pertanahan;l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;m.pelayanan administrasi umum pemerintahan;n. pelayanan administrasi penanaman modal;o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; danp. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.Dalam hal yang berkaitan dengan kinerja anggaran, pemerintah daerah harus menyusun APBD berdasarkan SPM, yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kinerja yang dimaksud dalam SPM ini adalah target-target yang menjadi tolok ukur yang ditetapkan sebagai indicator-indikator keberhasilan suatu kegiatan yaitu ; indicator output, outcome, benefit, impact, dan hal ini digunakan untuk menetapkan analisis standar biaya (ASB) serta menghitung rencana anggaran kegiatan. Program dan rencan kegiatan termasuk tokol ukur kinerjanya yang merupakan pelaksanaan dari urusan wajib selanjutnya dituangkan dalam rencana kinerja instansi terkait.2. Indikator KinerjaIndikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja sebagai beikut:a. Input, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besarnya sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan.b. Output, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program sesuai dengan masukan yang digunakan.c. Outcomes, yaitu tolok ukur kinerja yang berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program yang telah dilaksanakan.d. Benefit, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan atau hasil yang dapat dirasakan.e. Impacts, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro dari manfaat yang ingin dicapai.Penerapan indikator kinerja ini berprinsip pada relevansi, komunikatif, konsisten, dapat dibandingkan, dan andal.3. Analisis Standar Biaya Analisis strandar biaya adalah standar dan pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh unit kerja dalam satu tahun anggaran. ASB juga berguna dalam menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran belanja yang memenuhi tiga prinsip, yaitu ekonomis, efisien dan efektif.Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing daerah. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi daerah yang bersangkutan. Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik berbasis kinerja ini memiliki karakteristik umum, yaitu :

1. Komprehensif/komparatif,2. Terintegrasi dan lintas departemen,3. Proses pengambilan keputusan yang rasional dan berjangka panjang,4. Spesifikasi tujuan dan perankingan prioritas,5. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)6. Berorientasi input, output dan outcome (value for money), bukan sekedar input.7. Adanya pengawasan kinerja..

5. Struktur Anggaran Berbasis KInerjaStruktur anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang dirinsi menurut organisasi, fungsi, kelompok, dan jenis belanja (mardiasmo, 2002:185). Pendapatan adalah semua penerimaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Pembiayaan adalah transaksi keuangan untuk menutup selisih antara pendapatan dengan belanja.

Menurut Robby Sirait (2008) ada beberapa struktur yang perlu diperhatikan dalam penerapan anggaran berbasis kinerja yaitu :

1. Information base

2. Analytical Techniques

3. Interaction among budget actors

4. Spending criteria

Information base merupakan suatu mekanisme menjelaskan secara detail mengenai pengeluaran pemerintah dalam anggaran, penjelasan tersebut meliputi informasi keuangan (expenditure) yang tidak hanya sekedar dokumentasi pembayaran tetapi informasi yang lebih terperinci tentang pengeluaran yang telah dilakukan pemerintah, narasi pengeluaran serta berapa persen tingkat penyelesaian dengan pengeluaran tersebut.

Analytical Techniques merupakan suatu teknik analisis proyek dengan melakukan kalkulasi yang lebih eksplisit dan tidak hanya sebatas perhitungan yang bersifat intuitif, experiental dan subjektif. Teknik ini meliputi plan of work, cost accounting dan operation research.

Interaction among budget actors menjelaskan bahwa harus terjadi interaksi antar pelaku yang berkaitan dengan penyusunan anggaran legislatif, pemerintah daerah dan pelaksana anggaran sehingga seluruh yang berkepentingan dengan anggaran tersebut dapat menilai performa anggaran. Dengan interaksi ini juga diharapkan pelaksanaan anggaran dilakukan langsung oleh daerah yang bersangkutan atau wilayah tempat pelaksana program anggaran sehingga pencapain performa dapat diicapai secara fleksibel dan optimal.Spending criteria menjelaskan bahwa dalam penganggaran harus ada pengukuran efisiensi antara input dan output, perhitungan ini tidak hanya memperhitungkan biaya saja tanpa memperhatikan benefit dari output atau sebaliknya tetapi harus kedua-duanya sehingga mekanisme control dan pencapaian program anggaran tercapai. Dari kajian beberapa pendapat, diperoleh hasil bahwa dalam kaitannya dengan struktur, anggaran berbasis kinerja harus memuat komponen tolak ukur dan target kinerja, standar biaya, dan klasifikasi anggaran. Tolak ukur dan target kinerja terdiri dari input, output, dan outcome. Standar biaya meliputi rincian perhitungan harga satuan unit biaya yang berlaku. Dengan adanya standar biaya, setiap unit kerja diharapkan mampu menyusun anggaran berdasarkan skala prioritas. Selain itu dikenal anggaran defisit dan sisa anggaran (anggaran surplus). Defisit anggaran merupakan konsekuensi logis dari belanja yang lebih besar dari pendapatannya. Sedangkan sisa anggaran (anggaran surplus) terjadi karena adanya penghematan. Dalam hal klasifikasi anggaran, anggaran disusun berdasarkan sasaran strategis dan dirinci menurut jenis belanja untuk setiap program /kegiatan.

6. Implementasi Anggaran Berbasis KinerjaMenurut Akhmad Solikin (2006) dalam mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja harus melibatkan empat tahap yaitu :

1. Tahap persiapan

2. Tahap Ratifikasi (penetapan)

3. Tahap Implementasi

4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi

Berkaitan dengan proses penyusunan, anggaran pendapatan akan disusun oleh unit kerja berdasarkan pada sasaran, target dan biaya yang rasional obyektif serta sesuai dengan jenis dan fungsi alokasinya. Sasaran dan target merupakan tolak ukur keberhasilan kinerja harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Besarnya biaya dan alokasi belanja untuk menilai apakah sasaran dan target dapat dicapai secara optimal atau tidak. Dalam pengalokasian anggaran, apakah belanja tersebut manfaatnya lebih banyak diterima oleh aparatur pemerintah atau oleh masyarakat, dan apakah alokasi tersebut ditujukan untuk administrasi umum ataukah untuk belanja modal.

Semua kegiatan penyusunan rencana anggaran menjadi tanggung jawab unit kerja, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk rencana anggaran satuan kerja (RASK). Berkaitan dengan pertanggungjawaban publik, APBD tersebut secara etis harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan secara legal kepada stakeholder.

Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus focus pada apa yang ingin dicapai Jika fokus ke Output, berarti pemikiran tentang tujuan kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah kita menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Dengan membangun suatu system penganggaran yang dapat memudahkan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlibat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan strategic (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada. Agar system dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Pengukuran kinerja (tolak ukur) yang digunakan utnuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang ditetapkan dalam mewujudkan visi dan misi suatu organisasi. Menurut Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasisi Kinerja (Deputi IV BPKP), kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.

2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.

3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,waktu dan orang).

4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.

5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektifitas dari suatu program/kegiatan. Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi terhadap pemanfaatan sumber daya (dilihat dari sisi efisiensi). Hasil dari evaluasi kinerja merupakan umpan balik (feed back) bagi suatu organisasi untuk memperbaiki kinerjanya.

7. Dasar Hukum Sistem Anggaran KInerja

Adapun dasar hukum penerapan system anggaran kinerja sebagaimana tercantum dalam Diklat PK (2003:1) adalah sebagai berikut :

1. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

2. UU No.32 dan 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,3. PP No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah,4. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 tahun 2002 tantang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut di atas merupakan dasar hukum penetapan sistem anggaran kinerja, sehingga dalam penerapan sistem anggaran kinerja pun harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan tersebut.

8. Keunggulan Anggaran Berbasis KInerja

Menurut Sjahruddin Rasul (2003:51) system anggaran kinerja memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :

1. Fokus pada hasil-hasil (Focuses on results),

2. Lebih fleksibel (Flexibility),

3. Lebih dapat dievalusi (Evaluability),

4. Mempemudah pengambilan keputusan (Easier decision making),5. Perspektif jangka panjang (Has a long-term perspektive).

Fokus pada hasil artinya adanya keterkaitan antara anggaran dengan hasil, akan mendorong perubahan arah pengambilan keputusan, termasuk pengawasan anggaran dari pengendalian masukan-masukan keuangan kearah pengendalian hasil atau outcomes. Juga akan lebih mendorong usaha-usaha untuk menciptakan good governance, dalam hal ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pengendali inputs saja, tetapi juga sebagai alat akuntabilitas publik.Lebih fleksibel dalam konteks pergeseran anggaran dari satu jenis belanja ke belanja yang lain menjadi lebih mudah, sebab instansi pengguna anggaran dapat melakukan pergeseran anggaran sepanjang berada dalam lingkup sasaran strategis yang sama (inter sasaran). Adanya fleksibilitas secara otomatis mampu mendorong menciptakan keekonomisan dan efisiensi anggaran.Lebih dapat dievalusi maksudnya adanya keterkaitan antara sasaran strategis yang ingin dicapai dengan jumlah dana yang dialokasikan akan memudahkan perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang bersifat menyeluruh, baik dari segi pencapaian sasaran,perumusan, dan implementasi program/kegiatan, maupun proses penetapan dan pengendalian anggaran serta analisis kinerja.

Mempermudah pengambilan keputusan yaitu system anggaran kinerja dapat membantu proses pengambilan keputusan menjadi lebih mudah dan efektif, sebab terdapat muatan informasi kinerja menjadi focus pertimbangan para pengambil keputusan.

Perspektif jangka panjang artinya ada perencanaan strategis yang bersifat jangka menengah (umumnya untuk periode lima tahunan),berarti mengakui adanya hubungan antara perencanaan jangka menengah dengan alokasi sumber daya, yang pada akhirnya akan member focus pada perspektif waktu yang lebih panjang dalam keputusan penganggaran.

9. Prasyarat Implementasi Anggaran Berbasis KinerjaBeberapa prasyarat mendasar yang diperlukan untuk menjamin efektivitas penerapan anggaran berbasis kinerja menurut Sjahruddin Rasul (2003:55) adalah sebagai berikut :

1. Kejelasan sasaran strategis,

2. Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja,

3. Adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dengan indikator kineja,

4. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang menekankan pada outcome,5. Perlu perencanaan lebih awal,6. Leadership untuk mempromosikan perubahan,

7. Kehati-hatian dalam implementasi

Kejelasan sasaran strategis maksudnya setiap lembaga pengguna anggaran harus mengembangkan rencana strategis dengan focus pada hal-hal yang ingin dicapainya. Rencana tersebut harus berisikan sasaran berdasarkan outcame yang akhirnya dapat dirasakan secara langsung manfaat dan dampaknya oleh masyarakat. Sasaran strategis yang jelas akan lebih memudahkan para pengambil keputusan, khususnya dalam proses alokasi anggaran sesuai prioritas yang ditetapkan dalam kerangka pengeluaran jangka menengah.

Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja maksudnya instansi pengguna anggaran harus mengembangkan indicator kinerja (khususnya outcome) secara spesifik dan sistematis, untuk menentukan seberapa baik suatu instansi mencapai sasaran strategisnya.

Adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dengan indikator kineja dapat memudahkan proses antara alokasi anggaran dengan hasil, seberapa jauh sasaran strategis dapat dicapai sebagaimana indicator kineja.

Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang menekankan pada outcome artinya dibutuhkan adanya suatu peraturan, pedoman maupun petunjuk teknis yang jelas dan tegas tentang akuntabiltas kinerja yang menekankan pada outcome. Oleh karena itu, system pengumpulan data kinerja yang komprehensif memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas (lengkap dan akurat) informasi yang terkandung dalam laporan akuntabilitas kinerja.

Perlu perencanaan lebih awal untuk membangun konsensus antar unit organisasi dan membangun kompetisi pada unit-unit organisasi tersebut untuk menghasilkan outcame terbaik dengan dana yang relative terbatas.Leadership untuk mempromosikan perubahan. Dalam hal ini diperlukan suatu kepemimpinan yang kuat yang memiliki komitmen mendorong kearah perubahan.

Kehati-hatian dalam implementasi. Hal ini berhubungan dengan ruang lingkup dan langkah-langkah penerapannya, apakah serentak atau bertahap sesuai jadwal penerapan yang ditetapkan.

Menurut Schick (2004) mengingatkan bahwa terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan dipenuhi (prakondisi) sebelum memberi kewenangan sepenuhnya kepada pengguna anggaran. Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja tersebut tidak bisa diterapkan secara sekaligus bila prakondisinya tidak memenuhi. Prakondisi ini merupakan prasyarat untuk melakukan reformasi belanja negara secara komprehensif. Kondisi tersebut adalah:

a. Sebelum penganggaran berbasis kinerja diterapkan sebaiknya telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan telah berorientasi pada kinerja.

b. Sebelum melakukan perubahan kepada kontrol terhadap output sebaiknya telah terbentuk sistem kontrol terhadap input yang kuat.

c. Sebelum merubah sistem akuntansi menjadi sistem akrual, sebaiknya telah berjalan system account for cash yang baik.

d. Sebelum merubah mekanisme kontrol menjadi sistem kontrol internal sebaiknya telah terbentuk sistem eksternal kontrol yang baik dan untuk bergeser menjadi mekanisme akuntabilitas manajerial (managerial accountability) diperlukan sistem internal kontrol yang baik.

e. Telah beroperasinya sistem akuntansi yang handal sebelum diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (intregated financial management system).

f. Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian yang berorientasi pada output sebelum difokuskan pada outcome.

g. Telah berjalannya mekanisme kontrak (formal contract) dengan baik di pasar (perekonomian) sebelum diterapkannya mekanisme kontrak kinerja (performance contracts).

h. Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja (performance audit) dilakukan.

i. Adanya budget negara yang realistis dan predictable sebelum menuntut para manajer untuk bertindak efisien dan efektif dalam menggunakan anggarannya.

10. Pengertian KInerja Keuangan

Endang Wirjatmi (2005:61) mengemukakan bahwa KInerja merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003:3) KInerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi.

Kaplan dan Norton (1995:23) mengungkapkan bahwa Berdasarkan Balance Scorecard, ukuran kinerja dapat dibedakan menjadi empat perspektif, yaitu perspektif financial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.Sedangkan menurut Mulyadi (2001), ukuran kinerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Ukuran kinerja keuangan dan ukuran kinerja non keuangan. Kinerja keuangan biasanya diukur berdasarkan anggaran yang telah dibuat, yaitu dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja actual dengan yang dianggarkan. Sedangkan kinerja non keuangan dapat dilihat dari kualitas pelayanan, kedisiplinan, kepuasan pelanggan dan sebagainya.

Lebih lanjut Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa Pengukuran kInerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria sebelumnya.

Akhmad Solikin (2006) menyatakan bahwa Kinerja keuangan yaitu kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan.

Berdasarkan definisi-definis di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam anggarannya guna mewujudkan visi dan misi perusahaan,Anggaran dan laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam menilai kinerja keuangan suatu organisasi. Dalam mengukur kinerja keuangan, Weston (2001:237) mengklasifikasikan ukuran kinerja keuangan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) Ukuran Kinerja, 2) Ukuran efisiensi operasi, 3) Ukuran kebijkan keuangan.

Ukuran-ukuran kinerja mencerminkan keputusan-keputusan strategis, operasi, dan pembiayaan. Ukuran efisiensi operasi mencerminkan pengelolaan penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya. Sedangkan ukuran keuangan mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajibannya dan mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh modal sendiri dibandingkan dengan pembiayaan kreditor.

Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan

2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan

3. Input (masukan) adalah besarnya sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan

4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan output (keluaran).

11. Tujuan Pengukuran KInerja Keuangan

Menurut Mardiasmo ( 2002:122) secara umum, tujuan pengukuran kinerja adalah:1. Untuk mengkomunikasikan strategis secara lebih baik,

2. Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manager level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

Menurut Kaplan dan Norton (2001:20) manajemen memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap informasi kinerja keuangan, yaitu untuk :

1. Mengetahui dan menilai kinerja setiap bagian yang ada dalam organisasi,

2. Memberikan pertimbangan terhadap keputusan yang diambil.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada intinya pengukuran kinerja bertujuan untuk melihat gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu target yang telah ditetapkan baik melalui alat ukur finansial maupun non finansial.

Dalam organisasi pemerintahan, pengukuran kinerja keuangan sangat penting untuk membantu memperbaiki kinerja instansi, memperbaiki pengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk memfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik oleh organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.

Larry D Stout (1993) dalam Bastian (2006:275) menyatakan bahwa:

Pengukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.

Menurut James B. Whittaker (1993) dalam Akuntansi Sektor Publik (Bastian 2006:275) diyatakan bahwa:

Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

12. Teknik Pengukuran Value for Money

Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas publik.Tujuan yang dikehendaki masyarakat yang mencakup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya, serta efektif (berhasil guna) dalam mencapai tujuan dan sasaran.

Menurut Mardiasmo (2002:127) Value for money merupakan inti pengukuran kinerja keuangan pada instansi pemerintahan. Kinerja keuangan instansi pemerintah harus dinilai dari sisi output, input dan outcome secara bersama-sama.Agar dalam menilai kinerja keuangan instansi pemerintah dapat dilakukan secara objektif, maka diperlukan indikator kinerja.Menurut Mardiasmo (2002:130) Indikator kinerja value for money dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi)

2. Indikator kualitas pelayanan (efektivitas).

Indikator value for money menekankan pada tiga elemen utama yanitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas atau lebih dikenal 3E, (Mardiasmo, 2002:4).

Ekonomi berhubungan dengan biaya pengadaan (cost of inputs). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktek pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan, mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat dan tidak ada pemborosan.

Efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya dengan keluaran yang dihasilkan. Kegiatan dikatakan efisiensi apabila output tertentu dapat dicapai sumber daya seminimal mungkin.Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannnya. Efektifitas menggambarkan kontribusi output terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Tujuan pengukuran kinerja dengan konsep value for money yaitu untuk mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam penggunaan sumber daya dengan hasil yang optimal serta efektivitas dalam penggunaan sumber daya.

Indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas harus digunakan secara bersama-sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Sedang dipihak lain, sebuah program dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi mungkin dicapai dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan efisien maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectiveness.Pengukuran value for money dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengukuran value for money

NILAI INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME TUJUAN

INPUT

EKONOMIS

EFISIENSI

EFEKTIFITAS (hemat)

(berdaya guna) (berhasil guna)

Cost-Effectiveenes

B. Kerangka Pemikiran

Reformasi bidang keuangan di Indonesia sejak tahun 2003 membawa perubahan mendasar pada sistem penganggaran yaitu menjadi berbasis kinerja. Akan tetapi, meskipun sudah diamanatkan sejak tahun 2003, pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja sampai saat ini belum sesuai dengan harapan. Universitas Hasanuddin merupakan salah satu organisasi publik yang harus mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan kinerjanya.

Penelitian yang dilakukan dalam implementasi strategi penganggaran berbasis kinerja di Universitas Hasanuddin dengan model pendekatan deskriptif kualitatif dan survey. Untuk memperoleh data dan informasi yang valid maka digunakan teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara langsung, kuesioner dari beberapa sampel dengan uji validitas menggunakan skala likert serta dokumentasi. Hasil penelitian berupa diskripsi yang menjawab atas pertanyaan penelitian. Untuk menjelaskan kerangka pemikiran pada penelitian, sebagai berikut;

Skema Kerangka Pemikiran

C. Telaah Penelitian Sebelumnya

Haoran Lu (1998) melakukan penelitian tentang hal-hal yang menghambat dalam implementasi Performance Based Budgeting, yaitu kualitas yangg buruk dalam pengukuran kinerja serta kurangnya dukungan dari pembuat keputuan anggaran. Wang (1999) dalam penelitiannya menghasilkan bahwa implementasi sistem tergantung dari beberapa factor penting: (1) dukungan legislatif secara konsisten; (2) kesepakatan ukuran kinerja; (2) komunikasi yang konsisten; (3) laporan kinerja dan praktik manajemen yang baik; (4) pemahaman tentang bagaimana input anggaran diubah menjadi outcomes; (5) evaluasi dari semua pihak. Robinson (2002) menyebutkan prakondisi yang harus dimiliki untuk memberhasilkan implementasi performance based budgeting yaitu: (1) sistem informasi kinerja yg baik; (2) penyusunan indikator kinerja yg baik; (3) sistem akuntansi manajemen yg baik; (4) evaluasi dan alat analisis.

Di Indonesia, penelitian tentang Penganggaran Berbasis Kinerja dilakukan oleh Sri Rahayu, dkk (2007) dengan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi pemahaman atas fenomena penganggaran dengan berfokus bagaimana proses penyusunan anggaran pemerintah daerah pada tingkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khususnya yang berkaitan dengan perilaku aparatur. Penelitian ini mengambil tempat di Pemda Propinsi Jambi. Hasil dari penelitian tersebut yaitu penerapan performance budgeting dalam proses penyusunan anggaran belum berjalan sebagaimana yang diinginkan. Perubahan kebijakan hanya diikuti oleh daerah pada tingkat perubahan teknis dan format, namun perubahan paradigma belum banyak terjadi.

Penelitian kualitatif yang lain dilakukan oleh Nugroho Adi Utomo (2007). Penelitian tersebut mengkaji penerapan Anggaran Berbasis Kinerja di Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Hasil dari penelitian tersebut yaitu penerapan Anggaran Berbasis Kinerja menghadapi tantangan antara lain terkait data, sumberdaya manusia dan mekanisme.Penelitian kuantitatif yang relevan dilakukan oleh Nurul Chomsiah (2007) yang meneliti tingkat kontinuitas penyediaan informasi yang mempengaruhi tingkat keefektifan implementasi anggaran berbasis kinerja. Firmansyah (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja di Propinsi DKI Jakarta.

Penelitian dilakukan di lingkungan Badan Perencana Daerah dan Biro Keuangan. Hasil penelitian menggunakan perhitungan analisis faktor dengan teknik Principal Component Analysis menunjukkan bahwa terdapat 7 faktor yang mempengaruhi perencanaan anggaran berbasis kinerja di Propinsi DKI Jakarta adalah (1) faktor ketrampilan dan keahlian; (2) faktor dokumen perencanaan; (3) faktor pengetahuan tentang anggaran; (4) faktor prosedur perencanaan anggaran; (5) faktor data; (6) faktor informasi yang valid dan mutakhir; dan (7) faktor deskripsi kerja.

BAB III

METODE PENELITIANMetode penelitian ini akan menggambarkan desain penelitian yang mengungkapkan jenis penelitian yang akan dilakukan, alasan pemilihan setting, lokasi dan waktu penelitian yang merupakan periode penelitian yang diambil datanya, serta metode pengumpulan data dan teknik analisis yang akan digunakan. Metode penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Desain Penelitian

Desain riset yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah actual dengan cara mengumpulkan data, menyusun, megklarifikasi dan menganalisis. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Metode deskriptif disini bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik mengenai keputusan melalui pengukuran. Tujuan riset dari desain deskriptif bersifat suatu paparan untuk mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam riset, seperti: siapa, yang mana, kapan, dan di mana, studi dengan desain ini dapat dilakukan secara sederhana atau rumit.Periset dituntut untuk melakukan riset dengan standar yang layak, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu riset yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan yang timbulJenis/tipe penelitian bersifat deskriptif bertujuan memberikan gambaran implementasi penganggaran berbasis kinerja pada Universitas Hasanuddin secara sistematis dan analitis tentang kondisi ideal penyusunan anggaran berbasis kinerja berdasarkan data dan informasi serta hasil wawancara dilapangan dan gambaran sistem dan proses perencanaan pada tingkat Sub Bagian/Jurusan, Fakultas/Universitas serta kendala yang dihadapi dalam implementasi penyusunan anggaran berbasis kinerja dalam kaitannya dengan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan.B. Alasan Pemilihan Setting

Penelitian tentang Implementasi Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja ini menarik karena penulis merasakan bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada satuan kerja (satker) Universitas Hasanuddin masih banyak masalah. Dari informasi pendahuluan yang diperoleh, yaitu dari Bagian Perencanaan Unhas, mengindikasikan masih banyak pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan, seringnya revisi dokumen pelaksanaan anggaran, serta lemahnya daya serap anggaran. Pertimbangan lain karena Unhas merupakan universitas negeri terbesar di Indonesia Timur yang mengelola sumber dana APBN yang sangat besar, sehingga diperlukan pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga. Di satu sisi, Unhas merupakan universitas pertama di Indonesia Timur yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU), dimana pola BLU ini mempunyai fleksibilitas dalam mengelola keuangannya. Dengan fleksibilitas dan tanggungjawab yang besar tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal akuntabilitas kinerja.

Disamping itu ada keunikan lain yaitu Unhas memiliki unit kerja yang banyak (20 unit) dengan karakteristik yang berbeda, yang terdiri dari fakultas yang mempunyai penerimaan dari dana masyarakat dan unit kerja non fakultas yang tidak mempunyai penerimaan. Unit kerja yang banyak dengan karakteristik yang berbeda ini tentu saja akan membuat Unhas mengalami kesulitan dalam mengelola anggaran dan menilai kinerjanya.

C. Obyek dan Waktu Penelitian

Obyek penelitian studi kasus ini adalah Universitas Hasanuddin sebagai satker di lingkungan pendidikan tinggi kemendikbud yang mempunyai 20 unit kerja (subsatker) di bawahnya. Waktu penelitian yaitu bulan Januari tahun 2012 s/d bulan Mei 2012, karena pada bulan-bulan tersebut sebagian besar proses penganggaran sedang berlangsung.

D. Teknik Pengumpulan Data1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara, kuesioner ,studi pustaka dan dokumentasi. a. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data yang diperlukan secara face to face dengan informan yang sesuai dengan bidang penelitian. Kerlinger (2006,p.770) menyatakan bahwa wawancara adalah situasi peran antar pribadi bersemuka (face to face) , ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai atau responden. Wawancara juga dilakukan secara informal guna menggali informasi mendalam tentang kondisi dan situasi internal. Pengumpulan data melalui pengamatan berpartisipasi dengan para informan yang dilakukan secara tidak terstruktur dan informal dalam berbagai situasi.b. Kuesioner

Yaitu proses pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan bersifat tertutup yaitu responden memberikan jawaban berdasarkan pilihan jawaban yang telah disediakan (Nur Indriyanto, 1999;254).

Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan

menyangkut fakta dan pendapat responden, sedangkan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup, dimana responden diminta menjawab berdasarkan pilihan dari sejumlah jawaban alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah diselesaikan, mudah

dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.c. Riset Kepustakaan Yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan membaca berbagai literature yang terkait dengan pembahasan penelitian sebagai landasan teori yang menuntun penelitian tetap pada jalur penelitian ilmiah, yaitu menelaah beberapa kajian ilmiah dari buku-buku, jurnal, surat kabar, e-book di internet dalam memperkaya khasanah kajian literature.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai berupa dokumen, catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi dan wawancara.

Adapun dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian Implementasi Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja ini adalah :

1. Data mengenai profil Universitas Hasanuddin mencakup : visi, misi, struktur organisasi, sumberdaya manusia, kondisi sarana dan prasarana, serta gambaran perencanaan dan penganggaran.

2. Data pengelolaan keuangan Universitas Hasanuddin khususnya perencanaan dan penganggaran yang meliputi Rencana Bisnis Strategis (RSB), rencana kinerja (renja), Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKAKL), Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kerangka Acuan Kerja atau Term of Reference (TOR), Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).2. Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Hasan (2006: 24), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut (Sudjana, 2001: 128).

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan komputasi program SPSS ( Statistical Product and Service Solution ) karena program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekriptif dan kotak-kotak dialog sederhana, sehingga mudah dipahami cara pengoperasiannya (Sugianto, 2007: 1).

Pengolahan data menurut Hasan ( 2006: 24 ) meliputi kegiatan:

1. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

2. Coding (Pengkodean)

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

3. Pemberian skor atau nilai

Dalam pemberian skor digunakan skala Likert yang merupakan salah

satu cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan dalam

lima tingkatan dengan penilaian sebagai berikut:

a. Jawaban 5, diberi skor 5b. Jawaban 4, diberi skor 4

c. Jawaban 3, diberi skor 3d. Jawaban 2, diberi skor 2e. Jawaban 1, diberi skor 1 (Sudjana, 2001: 106).

4. Tabulasi

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil Tabulasi dapat berbentuk:

a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip.b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden tertentu

dan tujuan tertentu.

c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah dianalisa (Hasan, 2006: 20)

Analisis Data menurut Hasan ( 2006: 29) adalah memperkirakan atau

dengan menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta memperkirakan/meramalkan kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai variabel. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh baik melalui hasil kuesioner dan bantuan wawancara.

Pengolahan data dilakukan melalui sistem pengkodean dan penyimpanan serta pengaksesan data agar mudah digunakan. Adapun strategi analisis data melalui langkah sebagai berikut :

Pengumpulan Transkrip Pembuatan Kategorisasi data mentah data kodina data

Penyimpulan Triangulasi Penyimpulan sementara akhir

Strategi analisis dataE. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode nonprobability sampling. Pada teknik ini, unsur populasi yang ditentukan menjadi sampel didasarkan pada tujuan penelitian. Teknik ini baru dapat digunakan jika karakteristik populasinya, yang juga menjadi objek penelitian yang dilakukan, telah diketahui. (Aritonang R., 2007, p103)Non-probability sampling merupakan teknik penarikan sampel yang memberi peluang /kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Dimana teknik sampel yang dipilih adalah Purposive Sampling, yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan untuk tujuan tertentu saja. Seperti masalah yang akan diteliti adalah tentang implementasi strategi penganggaran berbasis kinerja, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli atau yang terlibat dalam penganggaran atau pengelolaan anggaran saja.F. Operasional VariabelDalam penelitian ini penulis menganalisis pengaruh 2 variabel yaitu variabel eksogen (struktur dan implementasi penganggaran berbasis kinerja) dan variable endogen (akuntabilitas kinerja keuangan). F. Narasumber/InformanPengumpulan data dan informasi dilakukan melalui teknik wawancara dengan narasumber/informan dan survey. Adapun narasumber yang diwawawancarai adalah pejabat yang memahami perumusan konsep penganggaran berbasis kinerja dan pejabat yang berkompoten langsung terhadap perencanaan anggaran di lingkungan kantor pusat/Universitas. Adapun informan yang menjadi target yaitu wakil rektor II, kepala biro perencanaan, kasubag perencanaan dan kepala biro keuangan. Pertimbangan pemilihan narasumber dan informan adalah dengan memperhatikan kapasitas dan kompetensi masing-masing serta dengan memperhatikan kebutuhan data dan informasi yang relevan dengan obyek dan topik yang diteliti, yang umumnya adalah pejabat/pelaksana yang bersentuhan langsung dalam proses penyusunan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan di bidang penganggaran.Sedangkan untuk pengambilan data melalui kuesioner adalah sampel dari populasi dari semua unit kerja yang ada di lingkungan Universitas Hasanuddin yaitu para pembantu dekan II, ketua/sekretaris jurusan prodi/jurusan, kasubag keuangan dan bendahara di Unit kerja yang ada.G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu: pertama, penelitian hanya memfokuskan hanya pada implementasi strategi penganggaran berbasis kinerja dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Tahun 2009 merupakan tahun kedua diterapkannya system penganggaran berbasis kinerja, sedangkan tahun 2011 merupakan tahun awal pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) kedua. Kedua, narasumber dan informan yang diwawancarai jumlahnya relative terbatas.

Implementasi Anggaran

Akuntabilitas

Kinerja Keuangan

Struktur Anggaran

3 - 47