artikel kimling

Upload: buncit-suligiyanto

Post on 21-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    1/13

    Pemanfaatan Mikro Alga Jenis Chlorella Vulgaris dengan Metode

    Fotobioreaktor untuk Mengurangi Emisi Gas CO2

    Febri Rahmawati (4311413049)

    Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Universitas Negeri Semarang

    [email protected]

    Abstrak

    Masalah pemananasan global yang disebabkan oleh peningkatan gas CO2 di udaratelah mendorong upaya aktif untuk mengatasinya. Mikroalga jenis Chlorella vulgaris

    dapat memfiksasi CO2 di udara secara efektif dengan metode fotobioreaktor. Prosespengikatan CO2 pada mikroalga terjadi saat proses fotosintesis, dimana CO2 difiksasimenjadi karbohidrat melalui penambahan electron. Fotobioreaktor adalah bioreaktor

    yang digabungkan dengan sumber cahaya tertentu untuk asupan energi cahaya ke

    dalam reactor. Teknologi fotobioreaktor sendiri diketahui mampu meningkatkan

    produktivitas alga 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Fotobioreaktoradalah tempat berlangsungnya proses biokimia dengan bantuan cahaya. Proses

    penambatan CO2 lebih banyak terjadi pada siang hari atau sore hari, pada saat cahaya

    matahari berkisar antara 2-3 kilo lux, dimana proses penambatan CO2 melalui prosesfotosintesis berlangsung. Efisiensi kemampuan penyerapan CO2 pada alga dalam

    sistem fotobioreaktor dapat mencapai 90% per hari.

    Kata kunci: mikroalga, fotobioreaktor, Chorella vulgaris, fotosintesis, fiksasi CO2.

    Pendahuluan

    Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini. Salah satu indikator

    yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah bertambahnya gas

    rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Kehadiran gas

    rumah kaca di atmosfer, terutama CO2 mendatangkan banyak dampak negatif bagi

    manusia, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi

    CO2 di udara. Sejauh ini upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi

    dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi),

    penghematan energy, penggunaan energy terbarukan, dan pemanfaatan berbagai

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    2/13

    teknologi penambatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage

    (CCS) ( Setiawan, 2008).

    Cara yang paling ramah lingkungan dan cukup efektif untuk mengurangi

    emisi CO2 di udara adalah penyerapan gas CO2 dengan menggunakan tanaman.

    Seperti yang telah kita ketahui, tanaman yang mengandung klorofil dapat mengikat

    CO2 pada proses fotosintesis. Oleh karena itulah, cara ini dapat digunakan untuk

    mengurangi emisi CO2 di udara, dan tidak akan menimbulkan efek samping bagi

    manusia, karena pada prosesnya tidak ada penambahan senyawa kimia lain,

    melainkan hanya proses pengikatan CO2 pada proses fotosintesis. Akan tetapi, masih

    diperlukan penalitian lebih lanjut mengenai jenis tanaman yang paling efektif untuk

    mnegurangi emisi CO2.Menurut Setiawan (2009) jenis tanaman yang efektif digunakan untuk

    mengurangi emisi CO2 adalah mikroalga. Selain potensinya yang besar sebagai

    sumber bahan baku bagi energi baru dan terbarukan, mikroalga juga dapat berperan

    dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer. Mikroalga sebagai tumbuhan

    mikroskopis bersel tunggal yang mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan

    memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrient anorganik

    sederhana seperti CO2, komponen nitrogen terlarut dan fosfat.

    Alasan utama penggunaan mikroalga untuk mengurangi emisi CO2 adalah

    meskipun jumlah biomassa mikroalga hanya 0.05% biomassa tumbuhan darat,

    namun jumlah C yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama dengan

    jumlah C yang difiksasi tumbuhan darat. Selain itu sistem kultur alga mampu

    mengilangkan CO2 dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan

    budidaya alga berupa fitobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat

    produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari

    kondisi normalnya. (Setiawan, 2008)

    Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa mikroalga telah

    terbukti dapat mengurangi emisi CO2 secara signifikan. Akan tetapi, jenis alga yang

    digunakan oleh setiap penelitian berbeda satu sama lain. Penelitian yang dilakukan

    oleh Daniyati,dkk (2012) dan Sehabudin (2011), Santoso (2011), dan Setiawan (2009)

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    3/13

    menggunakan mikroalga jenis Chlorella Vulgaris dengan metode Fotobioreaktor

    sebagai mitigasi emisi CO2. Sedangkan penelitian yang dikakukan oleh Purba dan

    Khairunisa (2012) menggunakan mikroalga spesies Tetraselmis Chuii.

    Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah membuktikan

    bahwa mikroalga dari spesies Chlorella Vulgaris merupakan spesies yang lebih

    efektif digunakan dalam upaya untuk mengurangi emisi CO2 jika dibandingkan

    dengan mikroalga dari spesies lain. Beberapa penelitian sebelumnya telah

    menggunakan teknologi fotobioreaktor untuk meningkatkan produktivitas alga dalam

    mengurangi emisi gas CO2.

    PembahasanEfek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida

    dan gas rumah kaca lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen monoksida dan nitrogen

    dioksida serta senyawa oraganik lainnya seperti gas metan dan kloro floro carbon

    (CFC) yang melampaui kemampuan tumbuhan darat dan laut untukmengadsorpsinya.

    Energi (cahaya matahari) yang masuk ke bumi mengalami beberapa mekanisme,

    yaitu 25% energy dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25%

    diadsorpsi oleh awan, 45% diadsorpsi permukaan bumi dan 5% dipantulkan

    kembalidalam bentuk radiasi infra merah. Namun sebagian radiasi infra merah yang

    dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas karbon dioksida serta gas rumah kaca

    lainnya, untuk dikembalikan lagi ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek

    rumah kaca diperlukan. Dengan adanya efek rumah kaca, perbedaan suhu antara

    siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda. (A. Razak, 2007)

    Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia

    yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat sesecara kovalen dengan sebuah atom

    karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperature dan tekanan standar dan hadir di

    atmosfer bumi. Kandungan karbondioksida di udara bervariasi antara 0.03% (300

    ppm) sampai dengan 0.06% (600 ppm) bergantung pada lokasi. Karbon dioksida

    adalah salah satu gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang infra

    merah dengan kuat. (Daniel, 2003).

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    4/13

    Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika

    dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di

    atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan menyengat di hidung dan tenggorokan.

    Konsentrasi yang lebih besar dari 5.00 ppm tidak baik untuk kesehatan sedangkan

    konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan (Daniel,

    2003). Telah banyak peneliti yang melakukan penelitian untuk mengurangi emisi gas

    CO2 di udara, diantaranya adalah dengan menggunakan teknologi Carbon Capture

    and Storage (CCS). Teknologi ini berupaya untuk menangkap CO2 dan menimpanya

    pada cekungan dalam di bawah permukaan bumi. Akan tetapi, metod ini mempunyai

    beberapa kelemahan diantaranya adalah risiko kebocoran, dan biaya pengoperasian

    yang cukup mahal. Beberapa peneliti lain telah menemukan bahwa emisi gas CO2dapat dikurangi dengan menggunakan tanaman.

    Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan

    mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses

    fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di atmosfer

    dengan melakukan fotosintesis, yang disebut juga dengan asimilasi karbon, yang

    menggunakan energy cahaya untuk memproduksi materi organic dengan

    mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Persamaan reaksi yang terjadi adalah:

    6 H2O(l) + 6CO2(g)+ cahayaklorofil C6H12O6(l) + 6O2(g)

    (Rober, 2005)

    Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga,

    dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energy terpakai (nutrisi) dengan

    memanfaatkan energy cahaya. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi

    karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai

    molekul penyimpan energy. (Cleon, 1995). Dalam proses fotosintesis terdapat dua

    jenis reakis yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Reaksi terang merupakan langkah-

    langkah fotosintesis yang mengubah energy matahari menjadi energy kimiawi.

    Cahaya yang diserap oleh klorofil menggerakan transfer electron dan hydrogen dari

    air ke penerima (akseptor) yang disebut NADP+ (nikotinamida adenine dinukleotida

    fosfat), yang menyimpan electron berenergi ini untuk sementara. Air terurai dalam

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    5/13

    proses ini, sehingga reaksi terang fotosintesislah yang melepas O2 sebagai produk

    samping (Cleon, 1995).

    Akseptor elektorn reaksi terang NADP+ berfungsi sebagai pembawa electron

    dalam respirasi seluler. Reaksi terang menggunakan energy matahari untuk

    mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan cara menambahkan sepasang electron

    bersama dengan nucleus hydrogen, atau H+. Reaksi terang juga mneghasilakn ATP

    dengan member energy bagi penambahan gugus fosfat pada ADP, suatu proses yang

    disebut fotofosforilasi (Hermanto, 2007).

    Reaksi gelap disebut juga sebagai siklus Calvin atau reaksi yang tidak

    bergantung kepada cahaya (Cleon, 1995). Siklus ini terjadi di dalam stroma. Siklus

    ini berawal dengan masuknya CO2 ke dalam molekul organic yang telah disiapkandalam kloroplas, yang disebut fiksasi karbon. Siklus Calvin kemudian mereduksi

    karbon terfiksasi ini menjadi karbohidrat melalui penambahan electron (Purwoko,

    2007). Secara umum reaksi pada pada siklus Calvin terdiri dari tiga fase utama, yaitu

    fase fiksasi( proses karboksilasi), fase reduksi, dan fase regenerasi. Fase fiksasi

    (karboksilasi) melibatkan penambahan CO2 dan H2O ke ribulosa bifosfat (RuBP)

    untuk membentuk dua molekul 3-fosfogliserat (3-PGA) untuk setiap CO2. Pada tahap

    pertama RuBP mengalami dehidrogenasi menjadi enolat anion. Struktur enolat inilah

    yang kemudian menerima CO2 .

    CO2 + RuBP + H2O 2 3-PGA

    CH2OPO3H- CH2OPO3H-

    C=O Mg2+

    C OH

    H C OH H+ C O-

    H C OH H C OH

    CH2OPO3H- CH2OPO3H

    -

    Ribulosa bisfosfat Enolat anion

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    6/13

    Gambar 1. Fase fiksasi (karboksilasi) (Sumber: Cleon dan Frank,1995).

    Pada fase reduksi, gugus karboksil dalam 3-PGA mengalami fosforilasi

    menjadi 1,3-bisfosfogliserat. 1,3-bisfosfogliserat dihidrogenasi dan disesfosforilasi

    menjadi 3-fosfogliseraldehid. Reaksi dikatalisis oleh triosefosfat dehidrogenase dan

    3-fosfogliserat kinase. Sebagaimana reaksi berikut:

    Gambar 2. Fase reduksi (sumber : Cleon dan Frank, 1995)

    Pada fase regenerasi, yang diregenerasi adalah RuBP, yang diperlukan untuk

    bereaksi dengan CO2 tambahan yang berdifusi secara konstan ke dalam daun melalui

    stomata. Pada reaksi terakhir daur Calvin, ATP ketiga yang diperlukan bagi tiap

    molekul CO2 yang ditambat, digunakan untuk mengubah ribulosa-5-fosfat menjadi

    RuBP, kemudian daur dimulai lagi (Purwoko, 2007).

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    7/13

    Kemampuan setiap tanaman dalam menyerap CO2 dalam upaya untuk

    mengurangi emisi gas CO2 di udara berbeda antara satu jenis tanaman dengan

    tanaman yang lain. Beberapa peneliti seperti Setiawan (2009), Daniyati (2012),

    Sehabudin (2011), dan Santoso (2011) telah melakukan penelitian mengenai

    kemampuan mikroalga dari spesies Chlorella Vulgaris dengan metode fotobioreaktor

    dalam mengurangi emisi CO2 di udara. Teknologi FBR yang diterapkan pada

    mikroalga dinilai efektif mereduksi emisi CO2 karena kemampuan mikroalga dalam

    mengabsorbsi CO2 dalam proses fotosintesisnya (Chen et al., 2006).

    Alga merupakan organisme berkloroplas yang menghasilkan oksigen melalui

    proses fotosintasis. Jumlahnya yang melimpah dan cara perkembangbiakannya yang

    mudah memungkinkan menjadikan alga sebagai sumber daya terbaharukan. Algadinilai efektif mereduksi emisi CO2 karena kemampuannya dalam mereduksi CO2

    dalam proses fotosintesis. Keuntungan penggunaan mikroalga dalam proses mitigasi

    emisi gas CO2 adalah prosesnya berjalan alami seperti prinsip ekosistem alam

    sehingga sangat ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah sekunder.

    Keunggulan lainnya adalah pada proses ini daur ulang nutrien berjalan sangat efisien

    dan menghasilkan biomass yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan

    (Santoso, 2011). Sebaliknya kelemahannya dari penggunaan mikroalga adalah

    prosesnya yang membutuhkan waktu yang relatif lama, memerlukan cahaya dan

    beberapa fisiologi yang belum diketahui secara jelas (T. Chrismandha, 2000).

    Spesies mikroalga yang digunakan dalam upaya pengurangan emisi gas CO2

    di udara adalah Chlorella vulgaris. Chlorella vulgaris merupakan kelompok

    organism protista autotrof, yakni protista yang mampu membuat makanannya sendiri.

    Karakteristik ini dimiliki Chlorella vulgaris karena organisme ini mempunyai pigmen

    klorofil, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Chlorella vulgaris termasuk salah

    satu kelompokalga hijau yang paling banyak jumlahnya diantara alga hijau lainnya.

    Sebanyak 90% Clorella hidup di air tawar dan 10% lainnya hidup di air laut (Pipit,

    2008).

    Fotobioreaktor merupakan bioreaktor yang digabungkan dengan sumber

    cahaya tertentu untuk asupan energi cahaya ke dalam reaktor. Fotobioreaktor

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    8/13

    merupakan sistem tertutup yang lebih mudah dikontrol dan disesuaikan desainnya

    dengan lokasi pemasangan, dan lebih bisa mencegah kontaminasi, mencegah

    penguapan air dan CO2, dan tidak memerlukan area yang luas. Dengan fotobioreaktor,

    produktivitas biomassa yang tinggi bisa dicapai dan kontaminasi lebih mudah

    dihindari. Beberapa model fotobioreaktor telah diteliti, diawali sejak tahun 1950an

    oleh Davis (1953) di Carnegie Institution di Washington. Fotobioreaktor tersebut

    berkapasitas satu liter, 65% nya dalam bentuk tabung gelas maupun plastik dan

    sisanya berupa ruang pengendapan (Daniyati, 2012).

    Teknologi fotobioreaktor sendiri diketahui mampu meningkatkan

    produktivitas alga 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya (Wu, 2004).

    Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat langsung disambungkanke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk pertumbuhannya melalui

    mekanisme fotosintesis. Secara umum, sebuah fotobioreaktor terdiri atas 6 subsistem,

    yaitu sumber cahaya, sistem transmisi optis, daerah reaksi, sistem pertukaran gas,

    sistem filtrasi, dan sistem pemantauan( Javanmardian,1991). Beberapa dari subsistem

    tersebut ada yang saling berinteraksi, misalnya: sistem transmisi optis dan sistem

    pertukaran gas berinteraksi melalui percampuran yang terjadi di dalam daerah reaksi,

    alga bergerak masuk dan keluar daerah yang terang melalui percampuran (Setiawan,

    2009).

    Gambar 3. Skema Desain Fotobioreaktor

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    9/13

    Pada percobaan yang dilakukan oleh Sehabudin (2011), digunakan

    fotobioreaktor yang termasuk jenis flat plate closed photobioreaktor dimana desain

    ini relatif murah dan lebih mudah dibersihkan selain itu distribusi cahaya sebagai

    sumber energinya dapat lebih merata. Fotobioreaktor yang digunakan berkapasitas

    1200 liter berbahan baja, berukuran 5 x 12 m dan tinggi 20 cm sebanyak 3 buah.

    Masing-masing wadah dilengkapi dengan aerasi dengan debit aerator sebesar 2.5

    liter/ menit.

    Media yang digunakan untuk perkembangbiakan Chlorella vulgaris adalah air

    ultra filtrasi. Air ultra filtrasi adalah air yang dibuta melalui penyaringan

    menggunakan filter berukuran 0.01 mikron dan 2 buah membrane polyethylene.

    Pupuk yang digunakan adalah pupuk Dutatonik H-16 yang memiliki komposisi nitrat,fosfat, kalium, magnesium, kalsium, besi, dan aluminium. Stok bibit Chlorella

    vulgaris tersebut diinokulasikan selama 2 minggu. Setelah itu, kantong plastik yang

    berisi Chlorella vulgaris tersebut dimasukkan ke dalam fotobioreaktor menggunakan

    gayung. Selanjutnya aerator diaktifkan.

    Kepadatan awal sel alga di dalam sistem fotobioreaktor sebesar 227,9 x 105

    sel/ mL dengan pengumpanan CO2 ke dalam fotobioreaktor tahap pertama berkisar

    antara 60-70 L CO2 per hari (5% - 6%). Untuk pengumpanan hari berikutnya

    konsentrasi CO2 dinaikkan sampai 100 L CO2/ hari (8% - 10%) agar mikroalga dapat

    beradaptasi pada kondisi yang baru. Pengukuran gas CO2 dalam sistem fotobioreaktor

    dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pukul 09.00 dan pada pukul 15.00 WIB.

    Konsentrasi CO2 yang digunakan dalam percobaan ini sebesar 40%. Titik

    pengukuran gas CO2 beradapada posisi di atas titik sampling dengan jarak 25 cm dari

    titik sampling larutan, dan jarak 1 meter dari sudut fotobioreaktor.

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sehabudin (2011) terjadi

    perubahan konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari, dimana konsentrasi O2 saat

    pagi hari akan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi O2 saat sore

    hari. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan sampel pada pagi hari, intensitas

    cahaya matahari yang diterima oleh alga tidak terlalu banyak sehingga jumlah CO2

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    10/13

    yang diikat pun tidak terlalu banyak, dan gas CO2 yang dihasilkan lebih sedikit bila

    dibandingkan saat sore hari. Sedangkan konsentrasi CO2 yang keluar saat pagi hari

    berbanding terbalik dengan nilai O2 yang keluar saat pagi hari, begitu pula yang

    trejadi pada saat sore hari.

    Proses penambatan CO2 lebih banyak terjadi pada siang hari atau sore hari,

    pada saat cahaya matahari berkisar antara 2-3 kilo lux, dimana prose penambatan CO2

    melalui prose fotosintesis berlangsung. Jumlah CO2 yang keluar pada pagi hari lebih

    besar dibandingkan CO2 pada sore hari, Karena pada saat pagi hari intensitas cahaya

    yang dibutuhkan dalam proses penambatan karbon dioksida kurang dari 2-3 kilo lux

    (Elisabeth, 1999).

    Nilai efisiensi penyerapan alga saat pagi hari dan sore hari pada hari ke-10sebesar 55,700%. Dengan menggunakan persamaan di atas, terlihat efisiensi

    kemampuan penyerapan CO2 pada alga dalam sistem fotobioreaktor dapat mencapai

    90% per hari. Tinggi rendahnya nilai efisiensi penyerapan alga dalam fotobioreaktor

    sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya cahaya matahari, jumlah

    populasi alga, dan usia alga. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Sehabudin

    juga menyimpulkan bahwa semakin banyak jumlah sel pada sistem footbioreaktor,

    maka akan semakin banyak pula jumlah CO2 yang tertambat di dalam sistem

    fotobioreaktor tersebut.

    Penelitian lain menunjukkan bahwa Chlorella vulgaris memiliki kemampuan

    yang cukup baik dalam beradaptasi terhadap injeksi gas CO2 dari emisi industri

    dengan konsentrasi sekitar 10-15% vol. Selain dapat menyerap emisi gas CO,

    Chlorella vulgarisjuga berpotensi sebagai agen pengolah air limbah di industri.

    Penutup

    Proses pengikatan CO2 oleh mikroalga spesies Chlorella Vulgaris terjadi pada

    proses fotosintesis, yang terjadi pada saat siang hari. Gas CO2 akan diikat oleh

    tanaman pada reaksi gelap (siklus Calvin), dimana CO2 akan difiksasi menjadi

    karbohidrat melalui penambahan electron. Sedangkan fotobioreaktor berfungsi

    sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dengan bantuan cahaya. Di dalam

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    11/13

    fotobioreaktor inilah nantinya akan dimasukkan alga, lalu CO2 akan disalurkan ke

    dalamnya. Atau dengan kata lain, dalam fotobioreaktor inilah nantinya akan terjadi

    reaksi pengikatan CO2 oleh alga.

    Proses penambatan CO2 lebih banyak terjadi pada siang hari atau sore hari,

    pada saat cahaya matahari berkisar antara 2-3 kilo lux, dimana prose penambatan CO2

    melalui proses fotosintesis berlangsung. Sehingga, konsentrasi O2 yang keluar pada

    sore hari lebih banyak daripada pagi hari. Efisiensi kemampuan penyerapan CO2 pada

    alga dalam sistem fotobioreaktor dapat mencapai 90% per hari. Dari penjelasan di

    atas dapat disimpulkan bahwa mikro alga jenis Chorella vulgaris dapat digunakan

    untuk mengurangi emisi CO2 di udara. Sedangkan sistem fotobioreaktor dapat

    meningkatkan produktivitas alga 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya.Selain itu, dapat dismpulkan bahwa intensitas cahaya matahari sangat berpengaruh

    terhadap kemampuan alga untuk mengikat gas CO2. Factor lain yang berpengaruh

    adalah kepadatan(populasi) alga, usia alga, dan konsentrasi CO2.

    Daftar Rujukan

    Barbosa, M.J., M. Janssen, N. Ham, J. Tramper, R.H. Wijffels. 2003. Microalgae

    cultivation in air-lift reactors: modelling biomass yield and growth rate as a

    function of mixing frequency. Biotechnol. Bioeng. 82(2), 170.

    Cheng, L.H., L.C. Zhang, H.L.Chen, and C.J. Gao. 2006. Carbon dioxide removal

    from air by microalgae in a membrane-photobioreactor. Separation and

    Purivication Technology Journal,50(3):324-329.

    Cleon dan Frank.1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 2. Bandung: ITB Bandung.

    Daniyati, Rizka. Gatut Yudoyono, dan Agus Rubiyanto. 2012. Desain Closed

    Photobioreaktor Chlorella vulgaris sebagai Mitigasi CO2. Jurnal Sains dan

    Seni ITS Vol.I ISSN: 2301-928 X.

    Hermanto, S. 2007.Diktat Perkuliahan Biokimia II. Jakarta: UIN.

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    12/13

    Javanmardian, M. dan B.O. Palsson. 1991.High-density photoautotrophic algal

    cultures: design, construction, and operation of a novel photobioreactor

    system. Biotechnology & Bioengineering 38, 1182-1189.

    Purba, Elida dan Ade Citra Khairunisa. 2012. Kajian Awal Laju Reaksi Fotosintesis

    untuk Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii.

    Jurnal Rekayasa Proses, Vol.6, No.1.

    Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.

    Razak, A. 2007. Kajian Yuridis Carbon Trade dalam Penyelesaian Efek Rumah

    Kaca. Makalah Etika dan Kebijakan Perundangan Lingkungan. UGM.

    Robert dan Kenneth. 2005. Carbon Squestration. PEW Centre Global Climate

    Change: J.U.S.

    Santoso, Arif Dwi, Rahmania A. Darmawan, dan Joko P. Susanto. 2011. MIKRO

    ALGA UNTUK PENYERAPAN EMISI CO2 DAN PENGOLAHAN

    LIMBAH CAIR DI LOKAL INDUSTRI. Jurnal Ilmu dan Teknologi

    Kelautan Tropis, Vol.3, No.2, Hal. 62-70.

    Scragg, A.H. 1991. Bioreactor in biotechnology: a practical approach. Ellis

    Horwood, England. 330pp.

    Setiawan, A. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur

    Fitoplankton pada Fotobioreaktor. Jakarta: Jurnal Pusat Teknologi

    Lingkungan-BPPT.

    Setiawan, Agus, dkk. 2009. Penerapan Teknologi Fotobioreaktor Mikroalga Jenis

    Air-Lift untuk Menyerap Emisi Gas CO2.. Jurnal Teknologi Lingkungan EdisiKhusus Hal. 49-56. ISSN 1441-318X.

    T. Chrismadha, I. D. A. Sutapa, Hidayat, Rosidah dan Y. Mardiati, Pengaruh

    Cahaya Intermitan Terhadap Fotosintesis Kultur Alga Chlorella

  • 7/24/2019 Artikel Kimling

    13/13

    vulgaris. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Biologi VIII

    Bandung (2000).