bab i - fisiologi dalam dasar anestesi

Upload: ahmadyanio

Post on 21-Feb-2018

263 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    1/27

    BAB I

    FISIOLOGI

    Respirasi adalah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dengan lingkungan

    sekitarnya. Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 di darah dengan udara

    pernapasan. Sedangkan fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,

    metabolisme hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ yang menerima

    darah dari seluruh curah jantung.

    Pusat respirasi merupakan kelompok neuron luas yang terletak di substansia retikuler

    medulla oblongata dan pons yang terdiri atas pusat apnestik, area pneumotaksis, area ekspiratori

    dan area inspiratori. Diafragma diinervasi oleh nervus phrenicus yang keluar dari akar saraf C3-

    C5 sehingga trauma diatas C5 akan mengganggu pernapasan spontan karena selain nervus

    phrenicus juga saraf intercostalis terkena. Perangsangan nervus vagus akan menyebabkan

    konstriksi dan sekresi bronkus via reseptor muskarinik. Sebaliknya perangsangan terhadap

    simpatis T1-T4 akan menyebabkan dilatasi bronkus via reseptor beta 2 dan stimulasi reseptor

    adrenergic alfa-1 akan menurunkan sekresi.

    Jalan napas dan pernapasan yang baik dapat menghasilkan sistem respirasi yang bekerja

    dengan baik. Oleh karena itu penting bagi kita untuk tetap menjaga jalan napas tetap bebas dan

    menjaga pernapasan tidak terganggu.

    1.1 JALAN NAPAS (AIRWAY)

    Secara anatomis jalan napas dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

    1. Bagian atas (Upper Airway)

    Terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi untuk

    menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan.2. Bagian bawah (Lower Airway)

    Terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli dan alveoli.

    Trakea adalah pipa fibromuscular yang pada dewasa panjangnya 10-12 cm dan diameter

    18-20 mm. Diameter cabang-cabangnya ialah bronkus utama 13 mm, bronkus lobaris 7-5 mm,

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    2/27

    bronkus segmentalis 4-3 mm, bronkus kecil 1 mm, bronkiolus utama 0,5-1 mm, bronkiolus

    terminalis 0,5 mm, bronkiolus respiratorius 0,5 mm dan duktus alveolaris 0,3 mm. Trakea terdiri

    dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat mengsekresikan lender. Setiap sel memiliki 200 silia

    yang selalu bergerak 12-20 kali permenit mendorong lendir kefaring dengan kecepatan 0,5-1,5

    cm/menit.

    Untuk menghasilkan sistem respirasi yang baik penting untuk menjaga jalan napas tetap

    bebas sehingga dibutuhkan adanya penilaian suatu jalan napas untuk mengetahui apakah jalan

    napas bebas atau mengalami sumbatan baik sumbatan parsial maupun sumbatan total. Cara yang

    digunakan untuk menilai jalan napas bebas atau mengalami sumbatan yaitu dengan cara

    LIHAT-DENGAR-RASAKAN (LOOK - LISTEN FEEL).

    LIHAT (LOOK)

    1. Deformitas dada, dan maksilofasial

    2. Debris

    Darah/Sekret

    Muntahan

    Gigi

    3. Gerak Dada Perut

    Normal : Pada inspirasi dada naik perut naik

    Pada ekspiraasi dada turun perut turun

    See saw (rocking): Pada inspirasi dada turun perut naik

    Pada ekspirasi dada naik perut turun

    Gerak dada dan perut saat bernapas, normalnya pada posisi berbaring adalah saat

    inspirasi dinding dada dan dinding perut bergerak keatas dan saat ekspirasi dinding

    dada dan dinding perut bergerak turun. Pada sumbatan jalan napas total dan parsial

    berat, waktu inspirasi dinding dada bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik

    sedangkan waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerakan napas ini disebutsee sawatau

    rocking respiration

    4. Apakah ada tanda - tanda distres napas

    Takipneu

    Retraksi intercosta, retraksi supraclavicula, retraksi subcostal

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    3/27

    Gerakan cuping hidung : Pada inspirasi cuping hidung melebar

    Pada ekspirasi cuping hidung kembali ke lebar semula

    Hal ini disebabkan tubuh pada saat inspirasi tubuh berupaya mendapatkan O2sebanyak-

    banyaknya dengan melebarkan diameter lubang cuping hidung

    5. Warna Mukosa dan Kulit

    Tanda sumbatan bila tampak warna kebiruan pada bibir kulit, membran mukosa dan

    kuku (cyanosis). Akan tetapi yang perlu diingat, tidak ada cyanosis belum tentu tidak

    ada sumbatan.

    6. Kesadaran

    Tentukan apakah penderita mengalami agitasi / gelisah. Agitasi menunjukan kesan

    adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh sumbatan jalan napas, sedangkan

    obtudansi/teler menunjukan adanya hiperkarbia yang mungkin disebabkan hipoventilasi

    akibat sumbatan jalan napas.

    DENGAR (LISTEN)

    1. Bicara Normal : berarti tidak ada sumbatan

    2. Adanya suara napas tambahan

    Didengar suara napasnya, bila terdengar suara napas tambahan berarti ada suatu

    sumbatan jalan napas parsial. Suara napas tambahan berupa :

    a. Snoring(dengkuran)

    Suara seperti mendengkur/ngorok. Kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan

    napas bagian atas yang disebabkan sumbatan pangkal lidah. Kondisi ini terjadi pada

    pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan anestesi posisi terlentang, tonus otot

    genioglossus hilang sehingga lidah akan menyumbat jalan napas.

    b. Gargling(kumuran)Suara seperti orang berkumur, kondisi ini terjadi karena ada sumbatan yang

    disebabkan oleh cairan, bisa sekret, darah atau muntahan.

    c. Stridor / crowing

    Suara dengan nada tinggi yang terjadi karena adanhya penyempitan jalan napas yang

    disebabkan karena edema, spasme dan pendesakan.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    4/27

    Sumbatan Lihat

    Gerak napas

    Dengar Suara Napas

    Tambahan

    Raba

    Hawa Ekspirasi

    Bebas Normal - +

    Parsial Ringan Normal + +

    Parsial Berat See Saw +

    Total See Saw - -

    RASAKAN (FEEL)

    1. Hembusan napas

    Diraba hembusan udara ekspirasi yang keluar dari lubang hidung atau mulut

    2. Ada tidaknya getaran dileher saat bernapas

    Adanya getaran dileher menunjukkan sumbatan parsial ringan

    3. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur didaerah maksilofacial dan

    bagaimana posisi dari trakea

    1.2 PERNAPASAN (BREATHING)

    Pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam dan keluar paru. Paru-

    paru berfungsi dalam pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada manusia dikenal 2

    macam pernapasan, yaitu:

    1. Pernapasan internal : pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan

    2. Pernapasan eksternal : pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitar

    Pada pertukaran gas-gas baik pada pernapasan internal dan eksternal meliputi beberapa proses :

    a. Ventilasi

    Proses masuknya udara sekitar dan distribusi udara tersebut ke alveoli

    b. Distribusi

    Distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner

    c. Difusi

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    5/27

    Difusi dalam hal ini ada 2 proses difusi yaitu masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-

    kapiler dan masuknya gas-gas dari kapiler jaringan ke intraselluler

    d. Perfusi

    Pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

    Proses-proses diatas berperan juga dalam transport oksigen dari udara luar (udara sekitar) hingga

    menuju ke intraselluler. Proses transport oksigen dapat dijelaskan sebagai berikut.

    Gambar 1. Gambar transport oksigen

    Oksigen dari udara luar masuk hingga ke alveoli melalui proses distribusi dan ventilasi.

    Selanjutnya oksigen yang ada di alveoli akan menembus selaput alveo-kapiler melalui proses

    difusi. Berikutnya Oksigen yang menembus selaput alveo-kapiler akan diambil oleh kapiler paru

    melalui proses perfusi dan disirkulasikan ke kapiler jaringan. Oksigen yang berada dikapiler

    jaringan akan berpindah ke dalam intraseluler melalui proses difusi.

    Oxygen Delivery

    Oxygen delivery(DO2) adalah jumlah total oksigen yang dialirkan darah ke jaringan

    setiap menit. Kadar oxygen delivery tergantung daricardiac output(CO) danoxygen content of

    the arterial blood(CaO2).

    Komponen dalamOxygen Deliveryterdiri dari

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    6/27

    1. Cardiac Output: banyaknya darah yang dipompa jantung tiap

    menitnya

    Yang dipengaruhi oleh

    a. Heart rate

    b. Stroke volume: banyaknya darah yang dipompa jantung dalam 1 kali

    kontraksi

    2. Oxygen content pada pembuluh darah arteri (CaO2) :

    kandungan oksigen pada darah arteri yang dipengaruhi oleh

    a. Saturasi oksigen dalam darah arteri (SaO2)

    b. Tekanan parsial oksigen (PaO2)

    c. Hemoglobin (Hb)

    Dari definisi diatas dapat dijabarkan sebuah rumus :

    DO2 = CO x CaO2

    CaO2 = (1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)

    DO2 = CO x [(1,34 x Hb x SaO2) + (0,003 x PaO2)]

    Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa hemoglobin dan saturasi oksigen adalah penentu utama

    pada pengaliran oksigen dalam darah ke seluruh jaringan tubuh.

    Ukuran pernapasan, Volume statistic dan Kapasitas paru

    Pada pernapasan normal, volume satu kali napas atau volume tidal (Tidal Volume) adalah

    6-8 cc/kg, bila pasien berat 60 kg berarti volume tidalnya antara 400-500 cc. Sedangkan volume

    napas dalam 1 menit (Minute Volume) ialah volume tidal (VT) dikalikan respiration rate (RR),

    jika pasien dengan berat badan 60 kg berarti minute volume-nya adalah 500 cc x 12 = 6000cc

    permenit = 6 lpm. Dalam penilaian pernapasan perlu bagi kita untuk mengetahui besarnya

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    7/27

    minute volume. Minute volume yang kurang menandakan adanya hipoventilasi yang mungkin

    disebabkan karena volume tidal yang turun atau respiration rateyang turun.

    Volume statisticdan kapasitas paru

    1. Tidal Volume(TV)

    Volume udara inspirasi dan ekspirasi pada setiap siklus napas tenang. Dewasa 500

    ml.

    2. Inspiratory Reserve Volume(IRV)

    Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir inspirasi tenang. Dewasa

    1500 ml.

    3. Ekpiratory Reserve Volume(ERV)

    Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi setelah akhir ekspirasi tenang.

    Dewasa 1200 ml.

    4. Residual Volume(RV)

    Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi maksimal. Dewasa

    2100 ml.

    5. Inspiratory Capacity(IC)

    Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi tenang

    (TV+IRV). Dewasa 2000 ml

    6. Functional Residual Capacity(FRC)

    Volume udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi tenang (ERV+RV).

    Dewasa 3300 ml.

    7. Vital Capacity(VC)

    Volume maksimal udara yang dapat diekspirasi dengan usaha maksimal setelah

    inspirasi maksimal (IRV+TV+ERV). Dewasa 3200 ml.

    8 Total Lung Capacity(TLC)

    Volume udara dalam paru setelah akhir inspirasi maksimal (IRV+TV+ERV+RV).

    Dewasa 5300 ml.

    Terapi Oksigen

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    8/27

    Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utama dengan tujuan untuk

    menghilangkan hipoksemia yang terjadi hingga dicapai oksigenasi yang maksimum sampai

    tingkat jaringan atau sel. Oleh karena itu pemberian terapi oksigen tidak boleh ditunda bila ada

    indikasi pemberian.

    Indikasi Terapi Oksigen:

    1. Henti napas

    2. Gagal napas

    3. Payah Jantung

    4. Infark myocard akut

    5. Syok apapun penyebabnya

    6. Peningkatan Kebutuhan Metabolismee

    ( Luka bakar, sepsis, multi trauma )

    7. Pasca bedah

    8. Keracunan monoksida

    Pedoman Umum

    Terapi oksigen diberikan bila 1. PaO2 < 60 mmHg

    2. SaO2< 90 %

    Alat Terapi Oksigen

    I . Fixed System( FiO2 tidak dipengaruhi faktor pasien )

    a. Sistem venturi high flow

    b.Low Flow Breathing Circuit( CPAP, Bag-mask, Jakson-Rees ,Mesin anestesi )

    II.Variable System( FiO2 tergantung pada flow oksigen)

    Alat yang digunakan :

    1. Nasal Kateter/Prong2. Simple mask

    3. Masker dan Rebreathing Bag

    Alat-Alat Bantu Pernapasan Pada Terapi Oksigen

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    9/27

    1. Nasal Prong O2 flow 2-4 lpm

    FiO2 24 40 %

    2. Simple Mask O2 flow 6-8 lpm

    FiO2 40 60 %

    3. Simple Mask dengan reservoir bag O2 flow 8-10 lpm

    FiO2 60 95 %

    4. Bag Valve Mask O2 flow 8-10 lpm

    FiO2 60 %

    5. Bag Valve Mask dengan reservoir bag O2 flow 10-12 lpm

    FiO2 80-100 %

    6. Jakson Rees O2 flow 10-12 lpm

    FiO2 100 %

    Nasal Prong

    Keuntungan : - mudah penggunaan

    - ringan

    - ekonomis

    - disposable

    - nyaman,pasien bisa mobilisasi

    Kerugian : - mudah lepas

    - maksimum FiO2 40 %

    - iritasi telinga

    Masker oksigen

    1. Simple mask ( 40 - 60 % dengan flow 6 - 8 L )

    2. Partial rebreathing ( 35 - 60 % dengan flow 6 - 10 L )

    3. Non rebreathing ( 90 % ,bila tidak ada kebocoran )

    Umum :

    o Digunakan bila perlu pemberian Oksigen secara cepat

    o untuk jangka waktu singkat

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    10/27

    o Konsentrasi Oksigen bervariasi antara 24 - 100 %

    Kerugian :

    1. Tidak nyaman,

    2. Iritasi kulit akibat pemakaian masker ketat

    3. Kontrol FiO2 sukar,( kecuali dengan sistim venturi )

    4. Kalau pasien makan harus dilepas

    Komplikasi yang dapat terjadi :

    1. Bila pasien muntah dapat terjadi aspirasi

    2. Dapat mengakibatkan retensi CO32 dan hipoventilasi

    kalau flow terlalu rendah atau lubang ekshalasi

    tersumbat.

    Monitoring terapi oksigen

    1. Klinis : Keluhan subyektif

    Pemeriksaan klinis

    2. Laboratoris: Gas darah

    3. Pulse oxymeter

    Pencegahan komplikasi akibat terapi oksigen :

    1. Pemberian sesuai indikasi

    2. Bila menggunakan Oksigen konsentrasi tinggi, lama pemberian seminimal

    mungkin,turunkan konsentrasi sesegera mungkin.

    3. Tujuan adalah mempertahankan PaO2 60 mmHg, SpO2> 96% , tanpa adanya retensi CO2

    4. Pemeriksaan BGA secara periodik,

    5. Konsentrasi Oksigen yang diberikan dapat diukur secara tepat

    6. Jangan menggunakan Oksigen konsentrasi tinggi kecuali Hipoksia dan pada keadaan

    gawat darurat

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    11/27

    1.3 SIRKULASI (CIRCULATION)

    Fisiologi Kardiovaskular

    Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan

    berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut

    jantung, sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena

    yang mengalirkan darah menuju jantung.

    Jantung

    Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan terletak

    di rongga dada sebelah kiri. Jantung manusia merupakan organ berongga yang memiliki 2 atrium

    dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai

    bagian tubuh. Ventrikel kanan dan kiri yang berfungsi sebagai ruang pompa utama. Atrium

    kanan dan kiri berfungsi untuk memompa darah dari sirkulasi menuju ke ventrikel. Dinding

    jantung terdiri dari 3 lapis:

    1. Endokardium, lapisan endotel tipis yang langsung kontak dengan darah.

    2. Miokardium, lapisan tengah terdiri dari otot.

    3. Epikardium, lapisan luar yang dibungkus oleh perikardium.

    Jantung memiliki sifat inotropik (kontraktil), dromotropik (konduktif), kronotropik

    (ritmik), lusitropik (relaksasi) dan bathmotropik (mudah terangsang). Aktifitas kontraksi jantung

    untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini

    dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan

    atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga

    menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus

    atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    12/27

    Gambar 1. Jantung manusia

    Aktifitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas membran sel,

    yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membran tersebut. Dengan masuknya ion-ion

    ini, maka muatan listrik sepanjang membran mengalami perubahan yang relatif. Terdapat 3 ion

    yang mempunyai fungsi penting dalam elektrofisiologi sel yaitu : K+, Na+, dan Ca2+.

    Kalium lebih banyak terdapat dalam sel, sedangkan Natrium dan Kalsium diluar. Perpindahan

    ion Cl- juga terjadi pada sel-sel otot jantung. Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung

    mempunyai muatan positif dibagian luar sel dan muatan negatif dibagian dalam sel. Perbedaan

    muatan antara bagian luar dan bagian dalam sel disebut resting membrane potential. Bila sel

    dirangsang akan terjadi perubahan muatan. Didalam sel menjadi positif sedangkan diluar sel

    menjadi negatif. Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan

    disebut depolarisasi. Selanjutnya sel berusaha kembali pada keadaan semula, proses ini

    dinamakan repolarisasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial. Aksi potensial

    tersebut dapat disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan termis.

    Penyebab-penyebab tersebut diatas akan mengakibatkan perubahan permeabilitas membran

    terhadap ion-ion.

    Aksi potensial dibagi atas lima fase sesuai dengan elektrofisiologi yang terjadi, yaitu:

    1. Fase Depolarisasi Cepat (Fase 0)

    Depolarisasi sel disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membran terhadap Na+

    sehingga Na+ mengalir dari luar masuk ke dalam sel dengan cepat. Akibatnya muatan di

    dalam sel menjadi positif sedangkan diluar sel menjadi negatif.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    13/27

    2. Fase Polarisasi Parsial (Fase 1)

    Segera setelah terjadi depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya Cl- ke

    dalam sel, sehingga muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.

    3. Fase Plato/keadaan stabil 1 (Fase 2)

    Fase 1 diikuti keadaan stabil yang agak lama, sesuai dengan masa refrakter absolut dari

    miokard. Selama fase ini tidak ada perubahan muatan listrik. Terdapat keseimbangan

    antara ion positif yang masuk dan keluar. Yang menyebabkan fase plato ini adalah

    masuknya Ca++ dan Na+ ke dalam sel secara perlahan-lahan, yang diimbangi dengan

    keluarnya K+ dari dalam sel.

    4. Fase Repolarisasi cepat (Fase 3)

    Pada fase ini muatan Ca+ dan Na+ secara berangsur-angsur tidak mengalir lagi, dan

    permeabilitas terhadap K+ sangat meningkat sehingga K+ keluar dari sel dengan cepat.

    akibatnya muatan positif didalam sel menjadi sangat berkurang, sehingga pada akhirnya

    muatan di dalam sel menjadi relatif negatif dan muatan diluar sel menjadi relatif positif.

    5. Fase Istirahat (Fase 4)

    Pada keadaan istirahat bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam

    bermuatan negatif. Sel tersebut kemudian mengalami polarisasi. Dalam keadaan

    polarisasi, membran sel lebih permeabel terhadap K+ daripada Na+ sehingga sebagian

    kecil K+ merembes keluar sel. Dengan hilangnya K+ maka bagian dalam sel menjadi

    relatif negatif.

    Gambar 2. Elektrofisiologi otot jantung

    Peristiwa mekanik jantung (siklus jantung) berupa kontraksi, relaksasi, dan perubahan

    aliran darah melalui jantung, terjadi akibat perubahan ritmis dari aktivitas kelistrikan jantung.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    14/27

    Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi

    dan pengisian jantung). Siklus tersebut dibagi menjadi:

    1. Kontraksi ventrikel isovolumetrik

    2. Ejeksi cepat

    3. Ejeksi lambat

    4. Relaksasi ventrikel isovolumetrik

    5. Pengisian ventrikel cepat

    6. Pengisian ventrikel lambat

    7. Sistol atrium

    Gambar 3. Siklus Jantung

    Normalnya, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya.

    Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut cardiac output (curah

    jantung). Cardiac output dihitung dengan rumus:

    CO = SV x HR

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    15/27

    dimana SV adalah stroke volume (volume yang dipompa jantung setiap kali kontraksi) dan HR

    adalah denyut jantung. Cardiac output rata-rata saat istirahat adalah 5,6 l/menit untuk laki-laki

    dan 4,9 l/menit untuk perempuan.

    Denyut jantung merupakan fungsi intrinsik dari nodus SA (depolarisasi spontan) tetapi

    dipengaruhi oleh faktor autonomik, humoral dan lokal. Denyut intrinsik normal dari nodus SA

    pada manusia dewasa muda adalah sekitar 90-100x/menit. Tetapi denyut jantung dapat bervariasi

    dari 50-60 x/menit hingga 180x/menit. Variasi ini terutama dikontrol oleh syaraf autonomik yang

    bekerja di nodus SA. Aktivitas tonus vagal memperlambat denyut jantung melalui stimulasi dari

    reseptor M2 kholinergik, sedangkan aktivitas simpatetik meningkatkan denyut jantung melalui

    reseptor 1dan 2 adrenergik. Pada saat dalam kondisi istirahat pengaruh vagal lebih dominan

    dari pada pengaruh simpatetik.

    Stroke volume normalnya dipengaruhi oleh tiga faktor mayor: preload, afterload, dan

    kontraktilitas. Preload adalah panjang otot sebelum kontraksi sedangkan afterload adalah

    tekanan yang dihadapi otot untuk berkontraksi. Kontraktilitas adalah properti intrinsik dari otot

    yang berhubungan dengan kekuatan kontraksi tetapi tidak dipengaruhi oleh preload dan afterload.

    Karena jantung adalah pompa multiruangan tiga dimensi, bentuk geometrik dan disfungsi

    valvular juga dapat mempengaruhi stroke volume.

    Preload ventricular adalah volume akhir diastolik, yang biasanya dipengaruhi oleh

    pengisian ventrikel. Hubungan antara cardiac output dan volume akhir diastolic ventrikel kiridikenal sebagai hukum Starling dari jantung (Gambar 4). Apabila denyut jantung spontan,

    cardiac output proporsional terhadap preload, hingga volume akhir diastolic yang berlebihan

    tercapai. Pada saat tersebut cardiac output tidak berubah banyak atau bahkan menurun karena

    overdistensi dari ventrikel dapat menyebabkan dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari katup

    atrioventriukuler.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    16/27

    Gambar 4. Hukum Starling JantungPengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, terutama venous

    return. Faktor-faktor lain seperti tekanan intrathoraks, postur tubuh dan tekanan perikardial, yang

    mempengaruhi kembalinya darah ke jantung juga berpengaruh terhadap pengisian ventrikel.

    Denyut jantung dan ritme jantung juga dapat mempengaruhi preload ventrikel. Peningkatan

    denyut jantung berhubungan dengan penurunan diastole yang lebih tinggi dari pada sistol,

    sehingga pengisian ventrikel menjadi terganggu pada denyut jantung yang tinggi (>120x/menit

    pada manusia dewasa. Hilangnya kontraksi atrial (fibrilasi atrial), kontraksi atrial yang tidak

    efektif (flutter atrial) atau perubahan timing dari kontraksi atrial (ritme junctional) juga dapat

    mengurangi pengisian ventrikel 20-30%.

    Volume akhir diastolic ventrikel sulit untuk diukur secara klinis Tekanan ventrikel kiri

    akhir diastole dapat digunakan untuk memperkirakan preload hanya jika hubungan antara

    volume dan tekanan ventrikel (compliance ventrikel) adalah konstan.

    Fraksi ejeksi (EF) adalah bagian dari darah yang dikeluarkan oleh ventrikel kiri selama

    kontraksi atau fase ejeksi dari siklus jantung atau sistol. EF dapat dihitung dengan rumus

    EF (%) = SV x 100EDV

    Dimana SV adalah Stroke Volume dan EDV adalah End Diastolic Pressure. Pada laki-laki sehat

    dengan berat 70 kg, SV berkisar 70 ml dan EDV ventrikel kiri adalah 120 ml, sehingga EFnya

    adalah 58%.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    17/27

    Afterload dari jantung umumnya disamakan dengan tekanan dinding ventrikel saat sistol

    atau impedansi arterial terhadap ejeksi. Tekanan sistolik interventrikuler bergantung pada

    kekuatan kontraksi ventrikel; properti viskoelastik dari aorta, cabang proksimalnya dan darah

    (viskositas dan densitas); dan systemic vascular resistance (SVR). Tonus arterial merupakan

    determinan utama dari SVR. Karena properti viskoelastik umumnya sama pada pasien, afterload

    ventrikel kiri umumnya secara klinis disamakan dengan SVR sedangkan afterload ventrikel

    kanan disamakan dengan pulmonary vascular resistance (PVR).

    Cardiac output berhubungan terbalik dengan afterload. Karena dindingnya lebih tipis,

    ventrikel kanan lebih sensitif terhadap perubahan dari afterload.

    Kontraktilitas jantung adalah kemampuan intrinsic dari myocardium untuk mempompa

    bila tidak ada perubahan dari preload dan afterload. Kontraktilitas berhubungan dengan

    kecepatan otot jantung memendek, yang berhubungan dengan konsentrasi kalsium intraseluler

    saat sistol. Hilangnya massa otot jantung (iskemia atau infark) serta pengaruh neural (saraf

    simpatetik), hormonal (catecholamine) dan farmakologikal (obat-obat simpatomimetik dan obat

    anestesi) dapat mengubah kontraktilitas jantung.

    Kelainan pergerakan dinding jantung dapat terjadi karena iskemia, jaringan parut,

    hipertrofi atau perubahan konduksi. Kelainan ini dapat dilihat dari adanya hipokinesis

    (penurunan kontraksi), akinesis (gagal untuk kontraksi) dan diskinesis saat sistol.

    Disfungsi katup dapat mengenai salah satu dari keempat katup jantung dan dapat

    menyebabkan stenosis, regurgitasi atau keduanya. Stenosis dari katup AV (tricuspid atau mitral)

    menurunkan stroke volume terutama melalui penurunan preload ventrikel. Sedangkan stenosis

    dari katup semilunar (pulmoner atau aorta) menurunkan stroke volume terutama melalui

    peningkatan afterload ventrikel. Regurgitasi ventrikel dapat menurunkan stroke volume tanpa

    perubahan dari preload, afterload, kontraktilitas dan tanpa kelainan pergerakan dinding jantung.

    Pembuluh Darah

    Pembuluh darah merupakan sistem saluran tertutup yang mengangkut darah dari jantung

    ke jaringan dan kembali ke jantung. Peredaran darah manusia terdiri dari :

    1. Peredaran darah sistemik

    Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel

    (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui aorta. Oksigen

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    18/27

    bertukar dengan karbondioksida di jaringan tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida

    dibawa melalui vena kava inferior dan superior menuju atrium kanan jantung.

    2. Peredaran darah pulmonal

    Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru dan kembali

    ke jantung. Darah yang kaya karbondioksida dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru

    melalui arteri pulmonalis, di alveolus paru-paru darah tersebut bertukar dengan darah

    yang kaya akan oksigen yang selanjutnya akan dialirkan ke atrium kiri jantung melalui

    vena pulmonalis.

    Sistem sirkulasi mendistribusikan darah mulai dari jantung (7%), sirkulasi pulmoner (9%)

    dan sirkulasi sitemik yang dibagi menjadi arteri (15%) mensuplai darah dengan tekanan tinggi,

    arteriol (2%) mengendalikan darah ke kapiler, kapiler (5%) mengirim O2 dan nutrisi ke jaringan,

    menerima hasil metabolismee dan venula-vena (64%) mengumpulkan darah dari kapiler dan

    diteruskan ke jantung. Dalam keadaan normal, aliran darah menuju suatu organ ditentukan oleh

    kebutuhan metabolic, bukan oleh tekanan perfusi (autoregulasi). Aliran darah per unit jaringan

    bervariasi luas dari organ satu ke organ lain baik dalam keadaan basal atau pada aliran

    maksimum, dimana organ seperti jantung dan otak menerima aliran darah jauh lebih banyak dari

    pada kuku atau rambut. Kecepatan aliran ditentukan oleh tekanan pendorong, yaitu perbedaan

    antara tekanan arteri rata-rata (MAP), tekanan vena rata-rata (MVP) dan tahanan terhadap aliran

    tersebut.

    Aliran = MAP MVP

    Tahanan

    Dimana MAP dihitung dengan rumus:

    MAP = Sistolik + 2 Diastolik

    3

    Hipovolemia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara volume dan kapasitas sirkulasi

    serta menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Hal ini disebabkan oleh perdarahan banyak,

    dehidrasi atau anestesi spinal tinggi. Hipovolemia menurunkan tekanan pengisian atrium dan

    menurunkan curah jantung. Hipotensi akan direspon oleh baroreseptor dengan meningkatkan

    denyut jantung serta membuat vasovenokonstriksi. Aliran darah ke otak dan jantung

    dipertahankan dengan mengurangi aliran darah ke kulit, otot dan visera. Sekresi Anti Diuretik

    Hormon (ADH) dan aldosterone akan menahan cairan dalam tubuh. Penurunan perfusi lama dan

    berat akan menyebabkan gagal organ misalnya ginjal.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    19/27

    Darah

    Cairan darah terdiri dari plasma ( 55%) dan elemen-elemen ( 45%):

    Plasma (46-63%) Air 92%

    Protein 7% Albumin 60%

    Globulin 35%

    Fibrinogen 4%

    Enzim, hormon, dll

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    20/27

    Setiap molekul hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal empat molekul O2. Ikatan O2

    tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi ion hydrogen (pH), suhu, tekanan CO2dan konsentrasi 2,3-

    diphosphoglycerate (2,3-DPG). Efek dari hal-hal tersebut dapat dinyatakan dalam kurva disosiasi

    O2 (Gambar 2). Pergeseran kurva ke kanan menurunkan afinitas O2, melepaskan O2 dari

    hemoglobin dan menyebabkan lebih banyak O2 tersedia untuk jaringan; sedangkan pergeseran

    kurva ke kiri meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap O2, menurunkan avalabilitas O2 untuk

    jaringan. Selain itu beberapa molekul seperti karbon monoksida, sianida dan asam nitrit dan

    ammonia dapat berikatan dengan hemoglobin pada tempat ikatan O2. Molekul-molekul ini akan

    menyebabkan pergeseran kurva saturasi ke kiri.

    Gambar 5. Kurva Disosiasi Oksigen

    Sebanyak 70% tubuh manusia terdiri dari air. Cairan dalam tubuh manusia dibagi

    menjadi cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan interseluler menempati 67% dari total cairan

    tubuh. Sedangkan cairan ekstraseluler dibagi menjadi cairan intersisial (25%) dan intravaskular

    (8%).

    Perubahan-perubahan sesudah perdarahan

    Setelah terjadi perdarahan, akan terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh menurut pola

    tertentu yang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

    1. Tahap Vasokonstriksi

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    21/27

    Terjadi segera setelah perdarahan, pada tahap ini perfusi organ vital (otak dan jantung)

    dipertahankan dengan mengorbankan perfusi organ-organ lain (protective redistribution).

    Rentetat kejadian yang menimbulkan vasokonstriksi ini adalah sebagai berikut :

    perdarahan terjadi, volume darah turun, cardiac output turun, tensi turun, baroreseptor

    terangsang, terjadi reflek yang menimbulkan pacuan pada susunan saraf simpatik dan

    dikeluarkannya catecholamine oleh kelenjar adrenalin, terjadilah vasokonstriksi.

    Vasokonstriksi ini tidak terjadi merata pada sistem arteri. Arteri untuk jantung dan otak

    kurang peka terhadap pengaruh saraf simpatik dan catecholamine sehingga tidak terjadi

    vasokonstriksi. Terjadinya vasokonstriksi dan naiknya kadar catecholamine menimbulkan

    tanda-tanda khas pada shock karena perdarahan. Turunnya perfusi otot dan kulit

    menyebabkan kaki dan tangan penderita dingin dan pucat. Pengaruh catecholamine pada

    jantung menyebabkan takikardi sedangkan pada kelenjar keringat menyebabkan penderita

    berkeringat. Vasokonstriksi pada vena menyebabkan vena kempis. Turunnya perfusi

    ginjal menyebabkan oliguria sampai anuria.

    2. Tahap Hemodilusi

    Pada tahap hemodilusi, volume darah menjadi normal kembali karena naiknya volume

    plasma sedangkan jumlah eritrosit masih belum pulih ke asal. Dalam hal ini akan terjadi

    pengenceran darah dan kadar hemoglobin akan turun. Hemodilusi tanpa pertolongan

    berlangsung lambat, 24-48 jam atau bahkan lebih lama diperlukan untuk mengembalikan

    volume darah menjadi normal. Tahap hemodilusi tidak mengurangi perfusi dan

    oksigenasi jaringan.

    Dua mekanisme menyebabkan volume darah kembali asal. Pertama, pada tahap

    vasokonstriksi karena kontraksi spincter ke kapiler, tekanan hidrostatik dalam kapiler

    menurun. Tekanan onkotik relative menjadi lebih kuat, cairan ekstraseluler

    ekstravaskular (ISF) ditarik masuk ke dalam kapiler. Mekanisme kedua adalah karena

    kerja ginjal. Turunnya volume darah merangsang reseptor pada atrium yang

    menyebabkan pelepasan hormone ADH dari hipofise. Disamping itu turunnya perfusi

    ginjal menimbulkan satu rantai peristiwa yang berakibat lepasnya aldosterone dari

    kelenjar adrenal. ADH menyebabkan retensi air, aldosterone menyebabkan retensi

    natrium. Kedua mekanisme ini akhirnya mengembalikan volume darah menjadi seperti

    semula.

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    22/27

    3. Tahap Produksi Eritrosit

    Produksi eritrosit membutuhkan waktu 3-4 minggu agar bisa mengembalikan jumlah

    eritrosit kembali normal.

    Bahan bacaan:

    Klabunde, R.E. Cardiovascular Physiology consepts, 2012.Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease, 2010.

    1.4 DISABILITY

    Fisiologi Sistem Saraf

    Otak manusia 98% terdiri dari jaringan otak yang beratnya pada dewasa sekitar 1400

    gram dengan volume 1200 ml. Ukuran otak pria 10% lebih besar dari wanita. Otak merupakan

    kumpulan sistem saraf kompleks dan rumit yang dapat mengatur dirinya sendiri dan organ lain.

    Sistem saraf dibagi menjadi dua sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf otonom (SSO).

    Pembagian secara anatomis sistem saraf pusat menggambarkan distribusi fungsi otak dan

    dibagi menjadi 4 kelompok.

    1. Serebrum (otak besar, korteks serebri)

    Otak dewasa dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri yang mengurus antara lain:

    Korteks serebri memproses informasi kesadaran, sensoris, motoris dan asosiasi

    Sistem limbic di bawah korteks mengatur integrasi, emosi dengan aktivitas

    motoric dan visceral.

    Diensefalon terdiri dari thalamus kiri dan kanan di pusat otak, di bawah korteks-

    ganglia basalis dan diatas hipotalamus, menyampaikan rangsang sensorik di

    antara mereka.

    Hipotalamus pada dasar diensefalon mengatur sistem saraf otonom, misalnya

    emosi, tekanan darah, suhu badan, keseimbangan air, sekresi hormone, emosi dan

    tidur.

    2. Serebelum (otak kecil)

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    23/27

    Serebelum berfungsi mengadakan koordinasi yang kompleks antara sensorik dan motoric

    dan hal ini penting untuk mengatur postur badan.

    3. Brainstem (batang otak)

    Menghubungkan korteks serebri dengan medula spinalis, berisi hampir semua inti saraf

    kranial dan sistem aktivitas retikuler yang esensial untuk mengatur tidur dan bangun.

    4. Medula spinalis (sumsum tulang belakang)

    Terletak antara medula oblongata sampai vertebra lumbal bawah.

    Substansi alba (white matters)

    Tempat jaras askendens dan desendens berada.

    Substansi grisea (gray matters)

    Tempat koreksi intersegmental dan kontak sinaptik. Informasi sensorik mengalir

    ke bagian dorsal dan motoric keluar dari bagian ventral.

    SSO mengendalikan fungsi visceral misalnya tekanan darah, peristaltic usus, sekresi

    kelenjar, pengosongan buli-buli, sekresi keringat dan suhu badan. Aktivasi SSO melalui

    hipotalamus, batang otak dan medulla spinalis. SSO dibagi menjadi sistem simpatis (torako-

    lumbal, C8-T1 sampai L2,3) dan parasimpatis (kraniosakral) yang saling berlawanan fungsinya

    untuk mengatus fungsi fisiologis badan. Serabut saraf simpatis pascaganglionic mengeluarkan

    neurotransmitter noradrenalin karenanya disebut serabut adrenergic. Serabut saraf parasimpatis

    pascaganglionik mengeluarkan neurotransmitter asetilkolin, karenanya disebut sebagai serabutkolinergik.

    Berat massa jaringan otak hanya 2-3% dari massa tubuh, namun menerima 15-20%

    cardiac output, yaitu 50-60cc/100 gram jaringan otak/menit. Dalam keadaan istirahat

    metabolismee otak kira-kira sebesar 15% dari seluruh metabolismee yang terjadi dengan

    mengkonsumsi oksigen 3,5-4 ml/100 gram/menit. Konsumsi glukosa otak 5 mg/100g/menit.

    Bila aliran darah otak menurun (pendarahan berat, shock, dan cardiac output menurun hingga 70-

    80% dari normal) akan menyebabkan perubahan biokimia dan membran sel otak menuju kearah

    kematian sel yang menyebabkan kecacatan yang menetap pada pasien. Saat keadaan cardiac

    arrest, dalam waktu 2-3 menit sumber energi otak hanya akan tersisa 10%. Tanpa bantuan

    resusitasi maka oksigen otak akan cepat menurun hingga nol (anoxia) dan sel otak hanya mampu

    bertahan sekitar 5 menit melalui metabolismee anaerob dari glukosa endogen, glikogen dan

    keton bodies. Hal ini terjadi karena laju metabolismee sel otak (neuron) yang tinggi dan jumlah

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    24/27

    glikogen yang diperlukan untuk metabolismee anaerob yang tersimpan dalam sel otak sangat

    sedikit atau dapat dikatakan tidak ada.

    Aliran darah serebral (CBF) 50 ml/100 gram/menit (dewasa 750 ml/menit). Tekanan

    perfusi serebral (CPP) ialah perbedaan antara tekanan arteri rata-rata (MAP) dan tekanan

    intracranial (ICP) 100 mmHg.

    CPP = MAP ICP

    Seperti jantung dan ginjal, otak mentolerir perubahan tekanan darah dengan regulasi

    tekanan darah. Penurunan CPP menyebabkan vasodilatasi serebral dan sebaliknya. Pembuluh

    darah otak sangat unik dan bertindak sebagai saringan atau sawat antara darah dan otak (blood

    brain barrier). Sawar otak dapat dilewati oleh air, O2, CO2dan obat larut lemak tetapi tidak dapat

    dilewati molekul besar, ion tertentu, dan protein.

    Cairan serebrospinalis (CSS) merupakan hasil ultrafiltrasi plasma yang jernih tidak

    berwarna, tidak berbau dan berada dalam ventrikel otak, sisterna otak dan ruang subarachnoid

    sekitar otak dan medulla spinalis. Volume CSS pada orang dewasa sekitar 140-150 ml dengan

    berat jenis 1.002-1.009, pH 7,32 dan 50 ml berada dalam ruang intrakranial.

    Penilaian derajat kesadaran dapat dilakukan dengan metoda AVPU maupun GCS

    1. AVPU

    Dilakukan pada waktu pemeriksaan pertama (survey primer) dengan cara tegur sapa

    kemudian dinilai respon pasien.

    Alert/awake : pada manusia normal, sehat.

    Verbal : kesadaran menurun, tampak mengantuk namun terbangun dengan

    membuka mata ketika namanya dipanggil.

    Pain : kesadaran menurun, tampak mengantuk, tidak terbangun ketika namanya

    dipanggil dan baru terbangun dengan membuka mata atau menggerakkan anggota

    tubuhnya ketika dicubit atau disakiti.

    Unresponsive : Tidak ada respon dengan rangsangan apapun.

    2. GCS (Glasgow Coma Scale)

    Pada trauma atau trauma kepala penilaian kesadaran secara teliti dapat dilakukan dengan

    menggunakan metode GCS. Pada dasarnya GCS adalah menilai derajat cedera kepala dan

    menilai GCS berulang sangat berguna untuk meramal prognosis. GCS diukur jika pasien

    tidak dibawah efek sedative, pelumpuh otot, narkotik, alcohol, tidak hipotermia, hipotensi,

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    25/27

    shock, hipoksia. GCS diukur setelah selesai survey primer. Jika akan memutuskan suatu

    tindakan pada pasien tersebut, tetapkan harga yang jika salah, tetap tidak merugikan :

    Kalau GCS rendah berakibat kita harus melakukan tindakan invasive, berikan

    nilai rendah.

    Kalau GCS tinggi membuat harapan yang lebih baik, berikan nilai tinggi agar

    upaya medis jadi maksimal dan bersemangat.

    Penilaian GCS meliputi respon mata, bicara dan gerak. Pemeriksaan dilakukan dengan

    memberi rangsang nyeri dengan menekan titik glabella atau dengan menekan keras kuku

    jari tangan pasien. Skor total maksimal adalah 15, dengan perincian E-Eye Response (4),

    V-Verbal Response (5), M-Motoric Response (6) pada sisi yang paling kuat.

    Perkecualian pada kondisi mata bengkak (E = x), intubasi (V = x), paraplegia (M = x)

    dan bedakan keadaan tidak bicara atau tidak ada kontak karena tidak sadar (general

    dysfunction) atau aphasia (local dysfunction).

    E-Score (kemampuan membuka mata)

    4 : membuka mata spontan

    3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta

    2 : membuka mata bila diberi rangsangan nyeri

    1 : tak membuka mata walaupun dirangsang

    V-Score (memberikan respon jawaban secara verbal)5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan benar

    pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur dll)

    4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung

    (confused conversation)

    3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawaban hanya berupa kata-kata

    yang tidak jelas (inappropriate words)

    2 : memberikan jawaban berupa suara yang tak jelas bukan merupakan kata

    (incomprehensible sounds)

    1 : tak memberikan jawaban berupa suara apapun

    M-Score (menilai respon motoric ekstrimitas)

    6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan

    5 : dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain)

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    26/27

    4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)

    3 : respon gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas

    2 : respon berupa gerak ekstensi

    1 : tak ada respon berupa gerak

    Bahan bacaan:

    1. G Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a Lange

    Medical Book. 2013.

    2. Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1

    Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.

    3. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar. Direktorat Jenderal

    Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000.

    4. Klabunde, R.E. Cardiovascular Physiology consepts, 2012.

    5. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease, 2010.6. C.A. Hagberg. .Benumof and Hagberg's Airway Management, 3rd Edition. 2013

  • 7/24/2019 BAB I - Fisiologi dalam Dasar Anestesi

    27/27