jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

Upload: sofinal-eightson

Post on 24-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    1/6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pola Konsumsi Makan

    Makanan merupakan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua.

    Oleh karena itu perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang

    memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, aktivitas dan tumbuh

    kembang anak psikologis, yaitu memberikan kepuasan kepada anak dan untuk

    memberikan kenikmatan yang berkaitan dengan anak serta edukatif, yaitu mendidik

    anak terampil mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku

    makan.(Karyadi, 1998)

    Kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi

    rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada kebutuhan fisiologis dan psikologis yang

    ikut mempengaruhi. Konsumsi pangan merupakan faktor yang scara serius langsung

    berpengaruh terhadap status gizi remaja. Pola konsumsi mencakup ragam jenis

    pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi serta frekuensi dan waktu makan yang

    secara kuantitas kesemuanya mentukan ukuran tinggi rendahnya pangan yang

    dikonsumsi.

    Pola konsumsi makanan merupakan hasil budaya masyarakat yang

    bersangkutan dan mengalami perubahan terus menerus dalam menyesuaikan diri

    dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. (Djaeni, 1989)

    Pada penelitian konsumsi pangan di maksud untuk mengukur keadaan

    konsumsi pangan yang kadang-kadang merupakan suatu cara ynag di gunakan untuk

    menilai status gizi. Keadaan konsumsi pangan tersebut dapat digunakan sebagai

    indikator pola pangan yang baik atau kurang baik bagi remaja. Bagi masyarakat

    negara berkembang, khususnya indonesia kebiasaan makan cukup bervariasi, dalam

    hal ini ada kaitannya dengan tingkat pendapatan dan prioritas penyediaan pangan

    berdasarkan nilai ekonomi dan nilai gizinya. Pola konsumsi dan mutu makanan akan

    mempengaruhi pertumbuhan yang baik bagi remaja.

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    2/6

    Peningkatan pendapatan merupakan faktor yang cukup menentukan kualitas

    dan kuantitas makanan yang di konsumsi proporsi pendapatan yang di keluarkan

    untuk membeli makanan berkurang dengan meningkatkan penggunaan pendapatan

    pola masyarakat makin lebih banyak dialokasi untuk makanan. (Alan Berg, 1989)

    B. Makanan Cepat Saji Bagi Remaja

    Peningkatan kemakmuran di masyarakat yang dikuti oleh peningkatan

    pendidikan dapat mengubah gaya hidup dan pola makan dari pola makan tradisional

    kepada pola makan makanan praktis dan cepat saji yang dapat menimbulkan mutu

    gizi yang tidak seimbang. Hal tersebut terutama terlihat di kota-kota besar di

    Indonesia pola makan tersebut jika tidak di konsumsi secara rasional mudah

    menyebabkan kelebihan masakan kalori yang menimbulkan obesitas.

    Pada masa remaja merupakan saat dimana seseorang mulai berinteraksi

    dengan lebih banyak pengaruh lingkungan dan mengalami pembentukan perilaku-

    perilaku gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

    kebiasaan makan mereka. Makanan cepat saji bagi remaja putri dapat beresiko

    terjadinya obesitas karena makanan cepat saji mengandung tinggi kalori, tinggi lemak

    dan rendah serat dengan terjadinya resiko obesitas pada remaja putri juga akan timbul

    masalah kesehatan di kemudian hari, tetapi juga membawa masalah bagi kehidupan

    sosial dan emosi yang cukup berarti pada remaja.

    C. Pengetahuan Tentang Konsumsi makanan

    Pengetahuan gizi yang cukup diharapkan dapat mengubah perilaku remaja

    sehingga dengan mudah dapat memilih makanan bergizi termasuk jajanan yang sesuai

    atau makan yang sesuai kebutuhan dan seleranya (Ali Khomsan, 1994).

    Pengukuran pngetahuan konsumsi makanan dapat dilakukan dengan

    menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan. Instrumen ini merupakan

    bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan, didalam menyusun instrumen ini

    diperlukan jawabanjawaban yang sudah tertera didalam tes, dan responden hanya

    memilih jawaban yang benar, Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi

    disebut jawaban, sedangkan alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    3/6

    baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban, dengan

    demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang

    benar.(Ali khomsan, 1994)

    Semakin tinggi pengetahuan konsumsi makanan seseorang akan semakin

    memperhitungkan jenis dan jumlah makan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang

    yang pengetahuan gizinya kurang akan berperilaku memilih makanan yang menarik

    panca indra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makanan.

    Sebaliknya mereka yang semakin tinggi pengetahuan gizinya lebih banyak

    mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan

    tersebut (Sediaoetama, 1989).

    Gaya hidup remaja putri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

    kebiasaan makan mereka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan di luar

    rumah, dan mendapat banyak pengaruh dalam pemilihan makanan yang akan

    dimakannya, mereka juga lebih sering mencoba-coba makanan baru. Makanan cepat

    saji antara lain kentang goreng, ayam goreng, humberger, sooft drink, pizza, hot dog,

    donat dan lain-lain, para remaja mempunyai selera makan yang berubah-ubah

    hendaknya dibiasakan makan makanan yang mnengandung banyak zat kapur dan zat

    besi, seperti telor, susu, dan sayuran (Suhardjo, 1989).

    Konsumsi makanan cepat saji dapat mempengaruhi kesehatan manusia yang

    dibagi dalam 3 kategori yaitu : 1) aspek taksikologis, kategori residu bahan makanan

    yang dapat bersifat racun terhadap organ tubuh manusia, 2) aspek microbiologis,

    mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba

    dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat

    menurunkan kekebalan tubuh (Majeed, A, 1996).

    Pendidikan baik formal maupun informal diharapkan dapat meningkatkan

    pengetahuan tentang gizi. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Demikian pula

    tentang kesadaran gizi, tidak selalu tinggi dengan tingginya pendidikan perilaku

    makan atau kebiasaan makan yang baik sangat diperlukan dalam penanggulangan

    makanan gizi. (Waridjan, 1992)

    Sikap dan perilaku manusia terhadap gizi dan kesehatan akan menjadi

    masalah apabila perilaku tersebut menyebabkan manusia kekurangan gizi

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    4/6

    yangdiperlukan. Adanya pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam

    bersikap dan berperilaku. Pengetahuan tidak hanya didapat dari buku saja tetapi juga

    dari lingkungan lainnya. Jadi seseorang yang berpendidikan tinggi belum tentu

    mempunyai pengetahuan yang baik mengenai makanan (Waridjan, 1992)

    Menurut Suhardjo, (1989) pengetahuan merupakan proses awal dan difusi

    inovasi yang berlangsung empat tahap, yaitu :

    1. Tahap pengetahuan

    Sasaran diharapkan dapat terdapat pada suatu pesan yang dianggap baru dan

    mulai memperoleh pengertian

    2. Tahap persuasif

    Sasaran diharapkan sudah membentuk sikap yang mendukung perubahan

    3.

    Tahap keputusan

    Sasaran diharapkan pada memilih / menolak

    4. Tahap konfirmasi

    Sasaran mulai mencari dukungan / keputusan yang diambilnya atau merubah

    keputusan

    Salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan gizi adalah pendidikan yang

    rendah mempengaruhi penerimaan informasi. Sehingga mempengaruhi pengetahuan

    gizi, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah akan lebih kuat mempertahankan

    tradisi-tradisi, termasuk tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit

    menerima perubahan di bidang gizi. Pengetahuan gizi yang rendah akan

    mempengaruhi konsumsinya (Suhardjo, 1989)

    D. Remaja

    1. Karakteristik remaja

    Berdasarkan angka kecukupan gizi yang termasuk remaja yaitu antara

    umur 13-15 tahun. Biasanya kecukupan gizi anak sudah dibedakan menurut jenis

    kelamin karena kecukupan gizi pria dan wanita pada usia tersebut relatif tidak

    sama (Hendriansyah, 1992)

    Masa remaja adalah masa transisi, dari masa kanak-kanak ke masa

    dewasa. Pada golongan ini di tandai dengan pertumbuhan sel, pertumbuhan sikap

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    5/6

    mental dan respon emosional. Pada remaja putri terjadi 3 macam perkembangan

    biologis yaitu pre puber, puber dan post puber (Lisdiana, 1998)

    2. Kebutuhan Gizi Remaja

    Kebutuhan gizi remaja berdasarkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan

    untuk golongan umur 10- 19 tahun dapat dilihat pada Tabel 1

    TABEL 1

    ANGKA KECUKUPAN YANG DI ANJURKAN

    Golongan Umur Berat badan Tinggi

    badan

    energi protein

    Pria

    10 -12

    13 -15

    16 19

    Perempuan

    10 12

    13 15

    16 - 19

    30

    45

    56

    35

    46

    50

    135

    150

    160

    140

    153

    154

    2000

    2400

    2500

    1900

    2100

    2000

    45

    64

    54

    54

    62

    51

    Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi IV , 1998 .Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh beratnya aktivitas fisik

    sehingga kebutuhan zat gizi anak naik pula .nafsu makan anak laki-laki sangat

    tinggi sehingga tidak akan menemukan masalah, untuk memenuhi kebutuhannya.

    Anak perempuan biasanya lebih mementingkan penampilanya, sehingga

    membatasi diri dengan memilih makanan junk,yaitu makanan yang hanya

    memenuhi kalori tetapi kurang gizi lain. Agar kebutuhan dapat terpenuhi maka

    sebaiknya makan pagi,makan siang, dan makan malam secara teratur (Lisdiana,

    1998)

  • 7/25/2019 jtptunimus-gdl-nurtinig0b-5264-3-bab2.pdf

    6/6

    E. Kerangka Teori

    - Lingkungan

    - Keluarga

    Pola konsumsi

    makanan cepat saji

    Pengetahuan

    Pendidikan

    Faktor intrinsik

    - Usia- Jenis kelamin

    - Keyakinan

    Faktor ekstrinsik

    - Ekonomi

    - Pendidikan- Pengalaman

    -

    Iklan

    Gambar.1

    Sumber : Notoatmojo, S, 2005

    F. Kerangka Konsep

    Pola konsumsi makanan cepatsaji yang meliputi jenis,frekuensi, dan jumlah

    makanan

    Pengetahuan gizi

    remaja putri

    Gambar.2

    G. Hipotesis

    1. Ada hubungan pengetahuan konsumsi makanan dengan jenis makanan cepat saji

    2.

    Ada hubungan pengetahuan konsumsi makanan dengan frekuensi makanan cepat

    saji

    3. Ada hubungan pengetahuan konsumsi makanan dengan jumlah makanan cepat

    saji.