tinjauan kebijakan belanja subsidi 2010
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
1/42
PAPER SKPDisusun oleh:
Kelas IX D
(19) Nugroho Purbo Pambudi
(20) Nurlaily Febriyuna
(21) Rio Agung Wilis
(22) Rohmad Adi Siaman(23) Rusdi Candra Prima
(24) Rusmawan Harry Marwoto
(25) Suri Warajati
(26) Viona Putri Siltavia(27) Wahyu Wisnu Utomo
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
2/42
ABSTRACT
Government expenditure is an important essential that has multiplier effect to
Global Economic Growth. The amount of Egovernment expenditures implies the amount
of Gross Domestic Product and the Economic Growth of a country. Subsidy expenditure
is one of Government expenditurs that purely describes Government current take and
policy, which takes form in numbers and expenditures. And like a double sided sword,
subsidy indeed contains positive and negative effect, depends on how government use it as
a policy tools.
The change of Macroeconomic assumption in 2010 gives a whole different view in
making Government subsidy expenditure. And we try to put the distress and the change to
evaluate change of Government Subsidy expenditure of 2010 (RAPBN-P 2010). There are
some major and minor change that wed like to describe in this paper as well. However,
there will still some minors, because as we all know, it takes both Policy and Politic to create
a good Budget.
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
3/42
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 2
C. Ruang Lingkup 2
D. Metode Pengumpulan Data 2E. Sistematika Penul isan 3
BAB II LANDASAN TEORI 4
A. Belanja Negara 4
1. Definisi Belanja 4
2 Klasi fikasi Belanja 4
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
4/42
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh pendapatan domestik bruto
(PDB) tahun yang bersangkutan dikurangi PDB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDB
tahun sebelumnya. Dalam penentuan PDB dapat dilakukan beberapa pendekatan, salah
satunya adalah pendekatan pengeluaran, yaitu menambahkan pengeluaran konsumsi
rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta, dan ekspor
neto (Sukirno, 1994). Dengan demikian, pengeluaran pemerintah atau yang sering
disebut belanja pemerintah merupakan unsur yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, besaran belanja pemerintah mencerminkan
besaran PDB dan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Belanja pemerintah merupakan belanja negara yang dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam undang-undang tersebut,
belanja diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Menurut jenisnya,
belanja terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
t b l j b idi b l j hib h b l j b t i l d b l j l i l i S l i it
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
5/42
Subsidi adalah pengeluaran yang ditetapkan Pemerinah guna menjaga stabilitas
harga dan membantu masyarakat yang kurang mampu. Kebijakan pemberian subsidi
pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional, yang
hasilnya antara lain akan terlihat dari stabilitas harga. Saat ini dari tahun ke tahun
Pemerintah selalu berusaha mengurangi besaran subsidi yang diberikan. Hal ini karena
beban subsidi yang terus meningkat akan mengganggu keberlanjutan (sustainability)
anggaran Pemerintah, yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas perekonomian dan
mengurangi kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia.
Belanja subsidi merupakan unsur sensitif dalam APBN. Kesalahan kecil yang dibuat
pemerintah dalam menentukan kebijakan akan berpengaruh besar terhadap stabilitas
ekonomi dan politik mengingat masyarakat Indonesia yang cenderung reaktif dan terlanjur
menikmati kemudahan dan kemurahan dari barang-barang yang disubsidi tersebut.
Bagaikan pisau bermata dua subsidi memiliki pengaruh positif dan negatif. Tidak selamanyasubsidi itu baik, namun terkadang subsidi masih diperlukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, melalui makalah ini, penulis akan membahas
kebijakan belanja subsidi pemerintah tahun 2010 meliputi gambaran umum subsidi dalam
sepuluh tahun terakhir, tinjauan kebijakan belanja subsidi lima tahun terakhir, serta evaluasi
t h d k bij k b l j b idi t h 2010 b d k li li
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
6/42
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini akan dibagi beberapa bagian yang setiap bagiannya akan membahas hal-hal sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang
diangkat pada makalah ini. Selain itu bagian ini juga membahas mengenai
tujuan penulisan, ruang lingkup atau pembatasan masalah, metodepengumpulan data serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai konsep belanja dan
konsep subsidi meliputi definisi, jenis dan konsep penting lainnya.
BAB III PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan menguraikan data mengenai belanja subsidi
dalam sepuluh tahun terakhir, tinjauan kebijakan belanja subsidi lima tahun
terakhir, serta evaluasi terhadap kebijakan belanja subsidi 2010.
BAB IV PENUTUP
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
7/42
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belanja Negara
1. Definis i Belanja
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, belanja
negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sejalan dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara menyebutkan bahwa belanja negara adalah semuapengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan
transfer ke daerah.
Valentino Piana (2001) menyebutkan: public expenditure is the value of goods and
services bought by the State and its articulations. Selanjutnya dijelaskan bahwa belanja
negara memiliki empat peranan penting yakni sebagai berikut:
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
8/42
1) Rincian belanja pemerintah pusat menurut organisasi
Rincian belanja ini disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga (K/L)pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku. Belanja pemerintah
pusat mengalokasikan pendanaan pada K/L sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
serta perkiraan kapasitas masing-masing K/L dalam mengimplementasikan program-
program Rencana Kerja Pemerintah. Mulai tahun 2009, 105 kementerian negara/lembaga
yang ada diminta untuk menerapkan metode perencanaan dan penganggaran berbasis
kinerja dengan Departemen Keuangan sebagai pilot project-nya. Pembangunan Nasional.
Penganggaran berbasis kinerja ini sejalan dengan pengklasifikasian anggaran menurut
program pada standar Government Finance Statistics (GFS) established by IMF, yang
membreakdown anggaran berdasarkan program dan kegiatan masing-masing K/L. Hal
tersebut dimaksudkan untuk tujuan formulasi kebijakan dan akuntabilitas kinerja instansipemerintah.
2) Rincian belanja pemerintah pusat menurut fungsi
Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi merupakan
pengelompokkan belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi-fungsi utama pemerintah
d l b ik l k d k t di i i l bih l j t k d l
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
9/42
k. Perlindungan Sosial
3) Rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja
Rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja merupakan turunan dari
pengalokasian anggaran belanja menurut program dan kegiatan yang dilakukan, baik oleh
kementerian negara/lembaga (K/L) maupun non-K/L, yang pada dasarnya merupakan
rincian dari kombinasi input (berupa biaya) dari program dan kegiatan yang diselenggarakan
dalam rangka mencapai sasaran output dan outcome tertentu. Klasifikasi anggaran belanjaini mirip dengan klasifikasi anggaran belanja menurut Government Finance Statistics (GFS)
yang ditetapkan oleh IMF menurut kategori ekonomi. Rincian belanja pemerintah pusat
menurut jenis belanja adalah sebagai berikut:
a. Belanja pegawai
Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai
kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai
Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan pejabat pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri
maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b B l j b
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
10/42
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat.
f. Belanja hibah
Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa
dari Pemerintah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, pemerintah negara lain, atau lembaga/organisasi internasional yang tidak
perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus dialokasikan.
g. Belanja bantuan sosial
Belanja bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer
uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
h. Belanja lain-lain
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka
12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (Sembilan belas), dan dana cadangan umum.
Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
11/42
b. Dana Otonomi Khusus
Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan
otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
c. Dana Penyesuaian
Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam
rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat dan membantu mendukung
percepatan pembangunan di daerah.
Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dananggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada
arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya
duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran. Menurut Anggito Abimanyu (2004),
pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
12/42
menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga
menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan
penganggaran organisasi.
3. Kebijakan Belanja
Dalam tahun 2010, tema RKP yang ditetapkan adalah Pemulihan Perekonomian
nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat . Sejalan dengan itu, pelaksanaan
pembangunan nasional dalam tahun 2010 memprioritaskan upaya-upaya:
1) Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan
sistem perlindungan sosial;
2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
3) Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
keamanan nasional;
4) Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan
energi;
5) Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan
perubahan iklim.
Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional tersebut, kebijakan alokasi
b l j P i t h t d t h 2010 di hk t t t k d k
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
13/42
4) menjaga stabilitas harga komoditas strategis;
5) melanjutkan program pengentasan kemiskinan, memberikan perlindungan kepada
masyarakat, dan meningkatkan ketahanan pangan;
6) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur; serta
7) memberikan stimulus pada perekonomian secara tepat dan terukur.
B. Belanja Subsidi
1. Definisi dan Jenis Subsidi
Berbicara mengenai subsidi, Spencer & Amos (1993, 464) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada
perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka
dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar
atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk
mengurangi harga atau menambah keluaran (output).
Sedangkan menurut Suparmoko (2003,34), Subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk
pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah
pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil
bil k k i t b li b b di b idi l h i t h
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
14/42
a. mengurangi jumlah pembelian untuk barang yang disubsidi tetapi konsumsi total
bertambah, misalkan pemerintah memberikan subsidi pangan tanpa harga dengan
syarat konsumen tidak boleh menjual kembali barang tersebut.
b. tidak mengubah konsumsi total, hal ini terjadi jika pemerintah disamping memberikan
subsidi juga menarik pajak yang sama besarnya dengan subsidi.
c. konsumsi menjadi terlalu tinggi (overconsumption), hal ini terjadi jika jumlah yang
disediakan oleh pemerintah lebih besar daripada jumlah sesungguhnya yang
tersedia untuk dibeli konsumen, misalkan suatu keluarga dengan 2 orang anak
disubsidi rumah dengan 3 kamar tidur. Padahal kalau subsidi dalam bentuk uang,
keluarga itu hanya akan menggunakan rumah dengan 2 kamar tidur.
d. konsumsi menjadi terlalu rendah (underconsumption), hal ini terjadi kalau jumlah
subsidi yang disediakan oleh pemerintah lebih kecil daripada jumlah yang
diharapkan oleh konsumen, misalkan pemerintah menyediakan rumah bersubsidi
tipe 36 dengan 2 kamar tidur saja padahal yang dibutuhkan konsumen rumah
dengan tipe 54 dengan 3 kamar tidur.
2. Kebaikan dan Keburukan Subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
15/42
Pengaruh kedua jenis subsidi ini pada kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 1 : kurva pengaruh konsumsi bersubsid i
Pada gambar 1 diatas, konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke atas menjadi
kurva permintaan D.
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
16/42
Gambar 3 : kurva pengaruh Subsidi pada Perfectly Inelastic Demand
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
17/42
1) Subsidi BBM
Menurut Nota Keuangan RAPBN-P 2010, di dalam tahun 2010 akan dilakukan langkah-
langkah kebijakan penghematan beban subsidi BBM yaitu melanjutkan program
pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tabung 3 kg, dan peningkatan
pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi.
2) Subsidi Listr ik
Menurut Handoko & Patriadi (2005, 51) Subsidi listrik masih dapat dipertahankan tetapi
dengan arah yang jelas. Misalnya, jika tujuan subsidi listrik adalah untuk membantu
golongan masyarakat yang kurang mampu, maka sasaran subsidi listrik lebih
dikhususkan untuk para pelanggan listrik yang masuk golongan sosial, rumah tangga
miskin dan usaha kecil/menengah. Di samping itu, PT PLN harus memiliki mekanisme
yang dapat mencegah pencurian listrik atau inefisiensi dalam konsumsi listrik
Dalam Nota Keuangan APBN 2003, disebutkan bahwa peningkatan/penurunan subsidi
listrik dipengaruhi oleh:
- perkembangan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,
- kebijakan tarif dasar listrik (TDL), dan
- mekanisme perhitungan subsidi listrik
Dalam rangka pengendalian beban anggaran subsidi listrik, dalam tahun 2010 akan
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
18/42
3) Subsidi Pangan
Menurut Nota Keuangan RAPBN-P 2010, subsidi pangan adalah berupa alokasi beras
bersubsidi untuk rumah tangga sasaran dan penyesuaian harga pembelian beras, serta
subsidi minyak goreng. Tujuan utama kebijakan stabilisasi harga tersebut diarahkan
agar kebutuhan barang dan jasa dapat dijaga ketersediaannya, mudah diperoleh, serta
dengan kualitas dan harga yang terjaga. Besaran alokasi anggaran subsidi pangan
dipengaruhi oleh:
- harga pokok pembelian beras (HPB), dan
- jumlah keluarga miskin yang menjadi sasaran subsidi.
Fomula yang digunakan untuk menentukan subsidi pangan adalah:
Subsidi Pangan = D x S x A x (HPB HJR)
Di mana:
- D = Durasi (bulan)
- S = Sasaran keluarga miskin (Kepala Keluarga)
- A = Alokasi per KK/bulan (Kg)
- HPB = Harga pembelian beras Bulog (Rp/kg)
- HJR = Harga jual Raskin (Rp/kg)
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
19/42
Besar beban subsidi dapat dinaikkan atau diturunkan dengan cara melakukan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut di atas. Misalkan, untuk mengurangi beban
subsidi pupuk dapat dilakukan dengan cara menaikan HET.
5) Subsidi Benih
Subsidi benih adalah subsidi untuk pengadaan benih unggul padi, kedelai, jagung
hibrida, jagung komposit, dan ikan budidaya, sehingga petani bisa mendapatkan benih
berkualitas dengan harga yang terjangkau. Sehingga diharapkan produksi dapat
meningkat (Nota Keuangan APBN 2006). Penentuan besar subsidi benih menggunakan
rumusan matematis yang hampir sama dengan subsidi pupuk yaitu :
Subsidi Benih = (Harga Pasar HET) x Volume
6) Subsidi PSO
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud
dan tujuan kegiatan BUMN.Penugasan ini disebut juga sebagai kewajiban pelayanan
umum atau public service obligation (PSO).
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
20/42
Tujuan subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga
pasar (Nota Keuangan APBN 2003).
8) Subsidi Pajak
Tujuan dari subsidi pajak (stimulus fiskal) berdasarkan Nota Keuangan APBN 2010
adalah:
- meningkatkan daya beli masyarakat;
- menjaga daya tahan dunia usaha dalam menghadapi krisis global;
- meningkatkan daya saing usaha dan industri
Stimulus fiskal 2010 yang berupa penghematan pembayaran perpajakan berupa:
- Pelaksanaan amandemen UU PPN
- Penurunan tarif PPh Badan (28% --> 25%) dan Perusahaan masuk bursa --> tarif 5%
lebih rendah
- Pembebasan fiskal bagi yang mempunyai NPWP
Sedangkan insentif pajak kepada dunia usaha berupa:
- PPh Panas Bumi
- PPh Bahan Bakar Nabati (BBN)
- PPN Minyak Goreng dan Impor Gandum/Terigu
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
21/42
BAB III
PEMBAHASAN
A. Profil Belanja Subsidi Pemerintah
Sejak tahun 1998-2004, dalam anggaran Belanja Rutin, Belanja subsidi dibagi menjadi
dua jenis, yaitu subsidi BBM dan subsidi non BBM. Subsidi BBM sendiri pada awalnyamerupakan subsidi yang diberikan Pemerintah terkait dengan produksi minyak dan
pengadaan di Indonesia. Apabila penerimaan laba bersih minyak (LBM), yang berhubungan
dengan kegiatan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, merupakan selisih
lebih dari hasil penjualan BBM di dalam negeri terhadap biaya pengadaannya. Sebaliknya,
bila hasil penjualan BBM lebih kecil dari biaya pengadaannya, maka akan diperlukan subsidi
BBM. Hasil penjualan bahan bakar di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh harga BBM dan
volume penjualannya di dalam negeri. Sedangkan biaya pengadaan BBM dipengaruhi oleh
harga minyak di pasar internasional, nilai tukar rupiah terhadap valuta asing khususnya
dolar Amerika Serikat, serta kondisi perminyakan di dalam negeri setiap tahunnya.
Saat ini Indonesia bukan merupakan negara penghasil minyak (net eksportir) lagi,
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
22/42
dan listrik. Pengalokasian anggaran subsidi tersebut oleh Pemerintah, dalam beberapa
tahun terakhir ini, sekalipun jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, namun
harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Subsidi non-energi tersebut, selain menampung alokasi anggaran untuk subsidi
pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi dalam rangka PSO, subsidi bunga kredit
program, subsidi minyak goreng, dan subsidi pajak, dan subsidi kedelai.
Sedangkan dibandingkan dengan PDB, belanja subsidi dapat digambarkan sebagai
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
23/42
melakukan langkah-langkah penyelamatan. Krisis ekonomi yang diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika telah diikuti oleh inflasi. Kondisi
tersebut diperburuk dengan turunnya pangan nasional akibat kekeringan panjang dan
berbagai bencana alam. Masyarakat juga mengalami krisis kepercayaan. Menghadapi hal
tersebut, maka Pemerintah menjalankan fungsi stabilisasi dengan pemberian subsidi untuk
komoditas vital dan strategis. Pemberian subsidi tersebut termasuk BBM, pangan, listrik dan
obat obatan.
Sedangkan pada tahun 2002, terjadi penurunan beban subsidi cukup tinggi, hal ini
terjadi karena menurunnya beban subsidi listrik karena penyesuaian TDL dan perubahan
mekanisme perhitungan listrik dari corporate cash flow subsidy menjadi targeted subsidy.
Selain itu, hal ini juga merupakan pengaruh dari kebijakan Pemerintah untuk mengaitkan
langsung antara harga BBM dengan harga Pasar Minyak Internasional (MOPS +5%)
sebagaimana ditetapkan dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2002.
Sedangkan pada tahun 2005 sampai 2008, terjadi peningkatan rasio subsidi terhadap
PDB. Alokasi anggaran subsidi yang semakin meningkat tersebut, selain sejalan dengan
perkembangan parameter yang mempengaruhi perhitungan subsidi, juga karena semakin
diperluasnya jangkauan, baik sasaran maupun jenis subsidi. Dalam subsidi BBM juga
terdapat peningkatan karena naiknya harga minyak mentah (crude oil) di pasar dunia, yang
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
24/42
Salah satu cara menilik kondisi tersebut dapat dilihat dari perbandingan pertumbuhan
ekonomi dan gap pendapatan penduduknya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
kisaran moderat yaitu sekitar 4-6% per tahun. Namun, indeks Gini yang menggambarkan
kesenjangan pendapatan berkisar pada angka 0,32-0,39 dari tahun ke tahun. Artinya,
kesenjangan pendapatan di Indonesia masih dalam kategori sedang. Dari kondisi tersebut
dapat diambil simpulan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dinikmati merata oleh
masyarakat Indonesia.
Gambaran lebih jelas mengenai timpangnya distribusi pendapatan ini dapat dilihat
pada saat tahun 2002, 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi di Indonesia menikmati
42% dari seluruh pendapatan. Sedangkan 40% masyarakat berpendapatan terbawah di
Indonesia hanya menikmati 20,92% dari seluruh pendapatan masyarakat. Lima tahun
kemudian yaitu tahun 2007, kondisi tersebut tidak jauh berubah. 20% penduduk
berpenghasilan terbesar di Indonesia masih menikmati 40% kue pendapatan nasional dan40% penduduk yang berpenghasilan rendah menikmati 20% sisanya. Komposisi rata-rata
pendapatan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
25/42
Subsidi minyak pemerintah Indonesia berkonsep pada subsidi produsen. Karena itu, di
Indonesia subsidi ini dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat baik kelas bawah,
menengah dan kelas atas. Akibatnya, subsidi ini tidak fokus pada masyarakat bawah yang
pada teorinya adalah target subsidi. Selain itu, subsidi minyak sangat dipengaruhi harga
minyak dunia yang fluktuatif dan cenderung naik. Faktor inilah yang menyebabkan besaran
subsidi sangat menekan APBN jika harga minyak melambung. Sedangkan pada skema
subsidi listrik tahun-tahun sebelumnya tampak bahwa sektor rumah tangga merupakan
pihak yang membayar listrik dengan harga tertinggi per Kwh yang dipakainya. Sedangkansektor industri dan komersial yang dalam aktifitasnya bertujuan mendapatkan keuntungan
justru memiliki kewajiban membayar yang lebih rendah, selain itu, seluruh konsumen
menikmati subsidi yang menyebabkan konsumsi listrik cenderung tidak terkendali.
Menyikapi permasalahan tersebut Pemerintah memprogramkan penurunan presentase
subsidi pemerintah dalam RPJP dan RPJM. Selain itu, pemerintah juga mencanangkan
perbaikan atas mekanisme subsidi dengan menerapkan sistem subsidi sesuai dengan
sektor masing-masing.
Berikut ini tinjauan atas kebijakan fiskal pemerintah atas subsidi dalam beberapa
tahun:
1. Presentase Terhadap APBN
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
26/42
Dilihat dari tren 5 tahun ke belakang tampak bahwa presentase subsidi terhadap
APBN cukup fluktuatif. Tren yang fluktuatif tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga minyak
dunia. Saat harga minyak dunia melonjak di atas $100/barel pada tahun 2008 maka total
subsidi juga meningkat. Namun, saat harga minyak turun tajam pada tahun 2009 maka
besaran subsidi yang dikucurkan pemerintah pun menurun.
Selain itu, pemerintah mulai mendiversifikasi jenis-jenis subsidi. Perlahan-lahan
besaran subsidi non-energi pun mulai ditingkatkan pemerintah, hal tersebut ditujukan agar
subsidi dapat efektif dan efisien. Pembahasan lebih lanjut mengenai subsidi non energi akan
disajikan pada sub pokok bahasan selanjutnya.
2. Penurunan Presentase Belanja Subsidi Energi Terhadap Belanja Pemerintah
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
27/42
3. Pengalihan ke Subsidi Non Energi
Arah kebijakan RPJP adalah menerapkan sistem subsidi sesuai dengan masing-
masing sektor. karena itu pemerintah mulai memperbaiki sistem pemberian subsidi. Subsidi
bahan bakar minyak yang dikritik kurang fokus pada msyarakat bawah mulai dikurangi
melalui berbagai kebijakan. Subsidi listrik mulai diarahkan untuk pengguna listrik menengah
ke bawah. Selain itu, pemerintah berupaya untuk mengarahkan subsidi sesuai dengan
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
28/42
C. Kebijakan Subsidi Pemerin tah Tahun 2010
Pada tahun 2010 ini pemerintah menganggarkan belanja subsidi sebesar Rp199,4triliun. Total subsidi yang dianggarkan adalah 19,30% dari total belanja. Terdapat kenaikan
belanja subsidi energi yang disebabkan perubahan asumsi makro harga minyak dari
$65/barrel menjadi $77/barrel. Kenaikan asumsi harga minyak ini meningkatkan subsidi
minyak dan listrik secara signifikan. Selain itu, subsidi listrik mengalami kenaikan akibat
kebijakan pemerintah menaikan margin Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari 2% menjadi
8%. Kebijakan penaikan margin tersebut bertujuan untuk memperbaiki performa keuangan
PLN guna mempermudah PLN mencari pembiayaan atas proyek 10.000 MW yang
diamanatkan pemerintah. Selain itu, kenaikan subsidi listrik juga disebabkan oleh
penundaan kenaikan Tarif Dasar Listrik yang semula dijadwalkan pada awal tahun 2010
kemudian ditunda menjadi pertengahan tahun 2010.
Komposisi belanja subsidi energi dengan belanja subsidi non-energi adalah 72% dan
27%. Hal tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2010 belanja energi lebih memberikan
tekanan pada APBN. Walaupun demikian, belanja subsidi non-energi pun mengalami
kenaikan. Belanja subsidi non-energi didominasi oleh subsidi yang ditujukan untuk
ketahanan pangan yaitu subsidi pangan, subsidi pupuk dan subsidi benih. Kenaikan ketiga
jenis subsidi disebabkan oleh kenaikan jumlah kilogram beras untuk rakyat miskin (raskin)
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
29/42
TOTAL BELANJA SUBSIDI 199.336,5
Belanja Pemerintah 1.009.485,7
Persentase Subsidi Energi thd Total Subsidi 72,14%Persentase Non Subsidi Energi thd TotalSubsidi 27,86%
Persentase Subsidi thd Belanja Negara 19,75%
Kebijakan utama yang dicanangkan pemerintah untuk belanja subsidi tahun ini adalah
mengarahkan alokasi subsidi menjadi lebih tepat sasaran guna meningkatkan efektifitas,akuntabilitas, dan dapat lebih terprediksi. Kebijakan tersebut ditujukan untuk meredam
tambahan tekanan belanja subsidi bagi APBN. Strategi yang dipetakan pemerintah untuk
menekan belanja subsidi pada nota keuangan 2010 adalah sebagai berikut:
1. Subsidi Minyak:
a. melakukan penyesuaian harga jual eceran BBM dalam negeri mendekati harga
keekonomian dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli
masyarakat dan kemampuan keuangan negara;
b. membatasi pengguna BBM bersubsidi, hanya pada sektor rumah tangga, usaha kecil
(termasuk petani omprongan tembakau), usaha perikanan, nelayan, transportasi dan
pelayanan umum;
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
30/42
3. Subsidi pupuk, benih dan pangan melalui penyediaan pupuk dan benih berkualitas
dengan harga terjangkau serta beras dengan harga murah untuk mendukung program
ketahanan pangan nasional.
4. Subsidi bunga diperuntukan untuk kredit usaha rakyat guna membantu usaha mikro,
kecil dan menengah. Selain itu, subsidi bunga diperuntukan perumahan sederhana dan
sehat.
5. Pemerintah mengalokasikan subsidi pajak untuk membantu sektor-sektor tertentu
supaya lebih kompetitif.
D. Evaluasi atas Alokasi Subsidi Tahun 2010
Berdasarkan alokasi anggaran subsidi pada APBN P 2010 yang telah disetujui DPR
pada April lalu, kami melakukan evaluasi atas kebijakan alokasi subsidi sebagai berikut:
Jenis Subsidi 2005 2006 2007 2008 2009APBN-P
20102010
Evaluasi
A. Energi 104.449,2 94.605,4 116.865,9 223.013,2 102.461,7 143.793,7 123.229,1
1. BBM 95.598,5 64.212,1 83.792,3 139.106,7 54.300,1 89.291,3 68.726,7
2. Listrik 8.850,6 30.393,3 33.073,5 83.906,5 48.963,7 54.502,4 54.502,4
B. Non Energi 16.316,1 12.826,5 33.348,6 52.278,3 57.489,0 55.542,8 58.333,8
1. Pangan 6.356,9 5.320,2 6.584,3 12.095,9 12.987,0 14.252,8 14.252,8`-
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
31/42
1) Distribusi subsidi bahan bakar minyak tidak fokus pada masyarakat yang sebenarnya
menjadi subsidi. Seperti yang jamak diketahui, subsidi bahan bakar minyak dinikmati
oleh semua kalangan, bahkan masyarakat miskin yang seharusnya menjadi target
subsidi tidak menikmati subsidi bahan bakar minyak karena tidak memiliki kendaraan
bermotor. Jika ada pengecualian maka kalangan masyarakat yang paling ataslah yang
tidak menikmati subsidi karena pilihan sendiri.
2) Masyarakat Indonesia sebenarnya telah dibiasakan oleh pemerintah untuk mengkaitkan
harga bahan bakar minyak khususnya premium dan solar dengan harga minyak dunia.Dalam lima tahun terakhir ini harga premium dan dolar telah naik dua kali dan turun tiga
kali. Kenaikan dan penurunan harga bahan bakar minyak tersebut terkait dengan naik
turunnya harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah untuk mengkaitkan harga bahan
bakar minyak dengan harga minyak dunia dapat diihat pada grafik di bawah ini:
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
32/42
Kebijakan tahun 2010 menunjukan adanya inkonsistensi. Pada awal tahun 2010, harga
minyak dunia mencapai lebih dari $80/barrel. Karena itu, harga keekonomisan bahan
bakar minyak jauh di atas harga subsidi yang telah ditetapkan. Namun pemerintah
bereaksi dengan menaikan jumlah subsidi bukan dengan menaikan harga bahan bakar
minyak bersubsidi. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mempertahankan harga bahan
bakar minyak bersubsidi sekarang. Reaksi pemerintah tersebut nampak bertentangan
dengan kebijakan pemerintah sebelumnya.
3) Kenaikan alokasi dana subsidi bahan bakar minyak dapat membebani anggaran danpenetapan harga bahan bakar minyak yang murah akan membentuk perilaku boros
energi di masyarakat. Sedangkan, jika alokasi dana subsidi dapat digunakan untuk
kegiatan yang lebih mengena kepada masyarakat sebagai target subsidi maka anggaran
pemerintah akan lebih produktif.
Jika pemerintah tidak menaikkan besaran subsidi atas BBM maka berdasarkanperhitungan global yang kami lakukan, pemerintah sebaiknya menaikkan harga BBM untuk
premium dan solar sebesar Rp. 564,00/liter. Perhitungan besaran kenaikan harga BBM
terlampir.
2. Listrik
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
33/42
Kelompok Pelanggan Daya List rikKonsumsi
KWh/Pelanggan/Bulan
Rumah sangat kecil 450-900 KVA 93Rumah Kecil 1300 KVA, 2.200 KVA 241Rumah Besar >2.200 KVA, 6.600 KVA 636Rumah sangat besar >6.600 KVA 1.662Sumber : Makalah Upaya Penghematan Upaya Penghematan Pemakaian Listrik dan PengendalianSubsidi Melalui Penerapan Tarif Keekonomian, PLN, 2010
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa konsumsi listrik perorangan kalangan
menengah ke atas yang digambarkan dengan kelompok pelanggan rumah besar sampai
dengan rumah sangat besar jauh lebih tinggi dari pada konsumsi perorangan masyarakat
kelas bawah. Sementara, masing-masing kalangan diberikan subsidi walaupun kalangan
menengah ke atas diberikan subsidi yang lebih kecil. Jika kondisi ini terus berlanjut maka
masyarakat akan berpola hidup boros listrik.
Untuk mengakomodasi kedua kebijakan di bidang industri listrik pemerintah dapat
mencabut subsidi bagi pelanggan dengan kategori rumah besar, dan menaikkan TDL
dengan presentase tinggi bagi pelanggan dengan kategori rumah kecil. Sedangkan untuk
rumah dengan kategori sangat kecil pemerintah dapat menaikan TDL sesuai dengan
kebijakan yaitu 15%. Jika, pemerintah mencabut subsidi listrik untuk golongan menengah ke
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
34/42
bahwa untuk Raskin untuk tiap KK akan dinaikkan menjadi 15 kg/KK/ bulan, mengalami
kenaikan 2 kg dibandingkan tahun lalu. Subsidi pangan lebih penting, karena bahan pokok
dan pangan adalah sesuatu yang langsung menyentuh kalangan ekonomi bawah dan
langsung bisa dirasakan manfaatnya. Beberapa variabel yang digunakan dalam perhitungan
APBN 2010 adalah sebagai berikut :
(i) kenaikan alokasi kuantum raskin dari 13 kg/bulan/ RTS menjadi 15
kg/bulan/RTS sejak bulan April 2010, sehingga kuantum raskin meningkat
dari 2,73 juta ton menjadi 3,15 juta ton; dan(ii) meningkatnya harga pembelian beras (HPB)Perum Bulog dari Rp5.775 per
kg menjadi Rp6.285 per kg, akibat kenaikan HPP gabah/beras.
Karena itu, menurut kelompok kami skema ini sudah tepat, dimana subsidi BBM
berkurang dan subsidi pangan bertambah, dari tahun 2009 sebesar Apabila dibandingkan
dengan realisasi anggaran subsidi pangan dalam tahun 2009 sebesar Rp12.987,0 miliar,
maka perkiraan beban anggaran subsidi pangan dalam tahun 2010 tersebut berarti lebih
tinggi Rp1.265,8 miliar atau 9,7 persen.
4. Subsidi Pupuk
Perhitungan subsidi pupuk pada APBN menggunakan HET atau Harga eceran
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
35/42
kenaikan maksimal 40% dpat diperhitungkan sebagai berikut :
Subsidi pupuk sendiri adalah sebesar (HET-Harga Pasar) x volume Produksi pupuk
HET Pupuk 2009 = HET
HET Pupuk 2010 = HET + 45 %
Untuk besaran subsidi Rp 17.537 milyar = 11,6 (HET-HP)
Untuk besaran subsidi Rp 19.176,5 milyar = 11,6 (1,45 HET-HP)
Maka didapatkan nilai koefisian HET sebesar 1291,82, dan HP sebesar -219,99
Maka nilai subsidi tahun 2010 apabila HET ingin dicapai sebesar HET+ 40 % adalah
11,6 (1,4(1291,82)+219,99) = Rp 23,531 milyar.
Namun, kenaikan besaran subsidi ini harus diimbangi dengan perbaikan penyaluran
subsidi. Subsidi input pertanian (pupuk dan benih) akan diberikan langsung kepada petani.
Ini sebagai bagian dari penataan ulang subsidi sesuai dengan hakikatnya: subsidi hanya
diberikan kepada warga yang berhak menerima.
5. Subsidi Benih
Seperti telah diketahui, jumlah subsidi benih pada tahun 2010 hanya sebesar Rp
1.563,5 milyar. Menurut kelompok kami, subsidi ini juga tidak tepat sasaran karena dari
tahun ke tahun, sering terjadi permasalah penyebaran subsidi benih yang kurang maksimal.
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
36/42
peningkatan subsidi dan bantuan PSO untuk Perum Bulog juga disebabkan adanya
tambahan anggaran subsidi beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang bersumber dari dana
kompensasi pengurangan subsidi BBM. Di bidang pangan (Raskin), relokasi dana
pengurangan subsidi BBM direncanakan untuk memperluas cakupan sasaran program
beras bagi rakyat miskin, yaitu dari kuantum 2,73ton menjadi 3,15 juta ton.
Selain itu, PSO juga masih diperlukan unutk transportasi kelas Ekonomi, salah
satunya dari PT KAI dan PT Pelni. Dalam penyalurannya, Perlu disediakan payung hukum
yang mengatur batasan-batasan kegiatan apa saja yang dapat diajukan sebagai PSO.
Berdasarkan kebijakan dalam RKP, PSO yang perlu ditampung dalam APBN adalah
penyediaan pelayanan oleh BUMN tertentu kepada masyarakat dengan harga di bawah
harga pasar, seperti subsidi untuk kereta api kelas ekonomi, subsidi pos, subsidi untuk
Pelni, dan sejenisnya. Untuk ke depannya perlu diperjelas lagi agar tidak semua kegiatan
BUMN yang melayani masyarakat dimintakan PSO ke Pemerintah. Namun demikian,
sampai saat ini kami menganggap subsidi KSO adalah perlu, mengingat transportasi adalah
aspek yang cukup vital di masyarakat.
7. Subsidi Kredit
Pemerintah menganggarkan subsidi kredit program pada APBN-P 2010 sebesar Rp.
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
37/42
Rakyat). Subsidi bunga KUR lebih berfokus pada membentuk modal dalam masyarakat
sehingga masyarakat dapat terdorong melakukan kegiatan usaha di sektor-sektor riil.
Karena itu, dengan adanya subsidi bunga KUR perekonomian yang berbasis pada sektor riil
dapat berjalan sehingga fundamental ekonomi Indonesia dapat lebih kuat.
8. Subsidi Pajak
Pada APBN P 2010 pemerintah menganggarkan subsidi pajak sebesar Rp 16,32
Trilliun. Besaran subsidi ini mengalami penurunan sebesar Rp 554,2 milyar jika
dibandingkan dengan pagu anggaran belanja subsidi pada APBN 2010. Penurunan tersebut
terutama disebabkan oleh:
1. Penurunan perkiraan Bea Masuk ditanggung pemerintah.
2. Pengurangan dan realokasi pada PPN ditanggung pemerintah atas Bahan Bakar Nabati.
3. Tambahan PPN ditanggung pemerintah atas minyak goreng.
4. Tambahan PPh ditanggung pemerintah atas transaksi pengalihan hak atas tanah danbangunan korban lumpur Sidoarjo.
5. Tambahan PPN-DTP program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Rincian alokasi subsidi pajak pada APBN P 2010 menurut jenis subsidinya adalah sebagi
berikut:
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
38/42
BAB IV
PENUTUP
Belanja pemerintah merupakan unsur yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan ekonomi. Belanja subsidi sebagai salah satu jenis dari belanja pemerintah
merupakan belanja yang dominan dipengaruhi oleh rencana dan kebijakan pemerintah saat
itu.Perubahan asumsi ekonomi makro pada tahun anggaran 2010 mengharuskan perubahan
terhadap komposisi APBN-P 2010, termasuk belanja subsidi.
Berdasarkan evaluasi penulis, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kebijakan
subsidi yang sebaiknya diambil pemerintah,yaitu:
1. Tidak menaikkan porsi subsidi BBM pada APBN sehingga untuk mengantisipasi
kenaikan harga minyak pemerintah dapat menaikkan harga BBM.
2. Tidak menaikkan porsi subsidi Listrik pada APBN dan diikuti dengan mencabut
subsidi bagi pelanggan dengan kategori rumah besar, dan menaikkan TDL dengan
presentase tinggi bagi pelanggan dengan kategori rumah kecil. Sedangkan untuk
rumah dengan kategori sangat kecil pemerintah dapat menaikan TDL sesuai
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
39/42
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2000
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2001
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2002
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2003
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2004
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2005
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2006
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2007
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2008
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2009
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
40/42
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makroekonomi, 1994, PT RajaGrafindo Persada :Jakarta.
Susilo, Y. Sri dan Budiono Sri Handoko, Jurnal Dampak Ekonomi Pengurangan SubsidiBBM, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
41/42
PERHITUNGAN KENAIKAN HARGA BBM
Uraian APBN 2010 Evaluasi 2010
Subsidi BBM (triliun rupiah) 68,3 68,3
ICP(US$/barel) 65 77Konsumsi BBM (ribu kiloliter) 36.505 36.505
>Premium (ribu kiloliter) 21.454 21.454
>Minyak Tanah (ribu kiloliter) 3.800 3.800
>Solar (ribu kiloliter) 11.251 11.251
Konversi Minyak Tanah ke LPG (ribu kiloliter) 8.710 8.710
Alpha (%) 8% Jan-Juni Rp 556/Liter Rp 556/Liter
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 10.000 9.500
harga jual
>Premium (Rp/liter) 4.500 5.064
>Minyak Tanah (Rp/liter) 2.500 2.500>Solar (Rp/liter) 4.500 5.064
Asumsi:
perubahan yang terjadi hanya perubahan nilai tukar dan harga ICP/barrel
Kenaikan harga premium = kenaikan harga solar
Pemerintah mempertahankan harga minyak tanah
Perhitungan kenaikan harga premium dan solar:
Misal (harga premium + harga solar) =2Y, maka:
-
7/23/2019 Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi 2010
42/42
PERHITUNGAN PENGEHEMATAN SUBSIDI LISTRIK
Kelompok PelangganDaya
ListrikJumlah
PelangganKonsumsi
KWh/Pelanggan/BulanHarga
KeekonomisanHarga
SubsidiPenghematan
Subsidi
sosial besar > 2.200 VA 64.698 3.029 918 621 698.437.942.488
Rumah Besar>2.200 VA,6.600 VA 482.576 636 918 621 1.093.856.949.504
Rumah sangat besar >6.600 VA 94.677 1.662 918 621 560.806.712.136
Bisnis Besar>2.200 VA,200 kVA 455.650 1.820 918 621 2.955.564.612.000
Bisnis Sangat Besar 220 kVA 4.005 212.249 918 621 3.029.604.021.180
Industri besar>2.200 VA,200 kVA 36.919 8.294 918 621 1.091.318.846.904
Industri sangat besar 220 kVA 8.363 419.544 918 621 12.504.816.026.208
Publik besar >2.200 VA 39.274 4.593 918 621 642.893.857.848
Lainnya P3, T, C, M 227.760 1.606 918 621 1.303.649.043.840Total 23.880.948.012.108
Asumsi:
Tarif subsidi tertinggi 621asumsi rata-rata hargakeekonomian listrik 1022,5
asumsi nilai tukar Rp. 9500
Perhitungan harga nonsubsidi
Harga keekonomian listrik 850
Margin 8% 68
Harga non subsidi 918