bab ii hiv

Upload: annisa-lenggogeni

Post on 24-Feb-2018

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    1/27

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 DEFINISI

    Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang

    diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human

    Imunodeficiency Virus(HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap

    akhir dari infeksi HIV. (Djoerban dkk! "##$)

    2.2 EPIDEMIOLOGI

    %aporan &'AIDSH* menunjukkan bah+a AIDS telah merenggut lebih dari ", juta

    ji+a sejak pertama kali dilaporkan pada tahun -/-. 0ada tahun "##! jumlah odha

    diperkirakan men1apai 22!2 juta orang! dengan sebangian besar penderitanya adalah usia

    produktif ! -,! juta penderita adalah perempuan dan "!, juta adalah anakanak. Dengan

    jumlah kasus baru HIV sebanyak ".$ juta ji+a. Dari jumlah kasus baru tersebut! sekitar

    23# ribu di antaranya terjadi pada anakanak. 0ada tahun yang sama! lebih dari dua juta

    orang meninggal karena AIDS. (H*!"#-# )

    0eningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. 0ada tahun

    -#! jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat ini! jumlahnya

    sudah men1apai 22!" juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini! $34 diantaranya

    disumbangkan oleh odha di ka+asan sub Sahara! Afrika. (H*! "#-#)

    Sejak -/, sampai tahun -$ kasus AIDS masih jarang ditemukan di Indonesia.

    Sebagian *DHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. 5emudian jumlah

    kasus baru HIV6AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun - mulai terlihat

    peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik.

    (Djoerban dkk! "##$)

    Saat ini! perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang ter1epat di Asia.

    Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa subpopulasi berisiko tinggi

    (dengan prevalensi 7 ,4) seperti pengguna narkotika suntik (penasun)! +anita penjaja seks

    (0S)! dan +aria. Di beberapa propinsi seperti D5I 8akarta! 9iau! :ali! 8abar dan 8a+a

    5

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    2/27

    ;imur telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated

    level of epidemic). Sedang tanah 0apua sudah memasuki tingkat epidemi meluas

    (generalized epidemic). ( !$4 adalah perempuan. :erdasarkan 1ara penularan!

    dilaporkan >/4 pada heteroseksual? >"!24 pada pengguna narkotika suntik? 2!/4 pada

    homoseksual dan "!"4 pada transmisi perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran

    dari dominasi kelompok homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. 8umlah

    kasus pada kelompok penasun hingga akhir tahun "##/ men1apai -.",, orang. 5umulatif

    kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia "#@" tahun (,#!/"4)! disusul

    kelompok usia 2#@2 tahun. (Depkes 9I! "##/)

    Dari 22 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan! peringkat pertama jumlah

    kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi 8a+a :arat sebesar "./// kasus! disusul D5I

    8akarta dengan ".3/- kasus! kemudian diikuti oleh 8a+a ;imur! 0apua! dan :ali dengan

    masingmasing jumlah kasus se1ara berurutan sebesar ".,- kasus! ".2/" kasus! dan -.-33

    kasus AIDS. (Depkes 9I!"##/)

    9ate kumulatif nasional kasus AIDS per -##.### penduduk hingga akhir Desember

    "##/ adalah sebesar 3!-" per -##.### penduduk (dengan jumlah penduduk Indonesia

    ""3.-2".2,# ji+a berdasarkan data :0S tahun "##,). 0roporsi kasus yang dilaporkan

    meninggal sebesar "#!/4. %ima infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah

    ;: sebanyak /./$ kasus! diare kronis >.,>" kasus! kandidiasis orofaringeal >.>3 kasus!

    dermatitis generalisata -.->$ kasus! dan limfadenopati generalisata sebanyak $#2 kasus.

    (Depkes 9I!"##/)

    6

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    3/27

    2.3 ETIOLOGI

    AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus 9'A berbentuk sferis yang

    termasuk retrovirus dari famili %entivirus.(Bambar -). Strukturnya tersusun atas beberapa

    lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp-"# yang melekat pada

    glikoprotein gp>-. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul D> pada

    permukaan T-helper lymphositdan monosit atau makrofag. %apisan kedua di bagian dalam

    terdiri dari protein p-3. Inti HIV dibentuk oleh protein p">. Di dalam inti ini terdapat dua

    rantai 9'A dan enCim transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). (

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    4/27

    vertikal dari ibu ke janin. D pernah melaporkan adanya penularan HIV pada petugas

    kesehatan.

    Tabel 1 : R!"# $e%&lara% 'I( )ar *ara% +&b&,

    . R!"# +%-- R!"# ma!, !&l+

    )+e%+&"a%

    R!"# re%)a, !elama

    +)a" +er"#%+am%a!

    )ara,

    Darah! serum

    Semen

    Sputum

    Sekresi vagina

    airan amnion

    airan

    serebrospinal

    airan pleura

    airan peritoneal

    airan perikardial

    airan synovial

    . %imfosit D>F berfungsi

    mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi

    kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif.

    (Djoerban dkk! "##$)

    'amun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan se1ara in vitro

    dan invivo adalah megakariosit! epidermal langerhans! peripheral dendritik! folikular

    dendritik! mukosa re1tal! mukosa saluran 1erna! sel serviks! mikrogilia! astrosit! sel

    trofoblast! limfosit D/! sel retina dan epitel ginjal. (

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    5/27

    molekul adhesi pada sel dendrit. 5ompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-

    cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DSIB'). Akhir

    akhir ini diketahui bah+a selain molekul D> dan koreseptor kemokin! terdapat integrin

    >3 sebagai reseptor penting lainnya untuk HIV. Antigen gp-"# yang berada pada

    permukaan HIV akan berikatan dengan D> serta koreseptor kemokin G9> dan

    9,! dan dengan mediasi antigen gp>- virus! akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di

    dalam sel D>! sampul HIV akan terbuka dan 9'A yang mun1ul akan membuat salinan

    D'A dengan bantuan enCim transkriptase reversi. Selanjutnya salinan D'A ini akan

    berintegrasi dengan D'A pejamu dengan bantuan enCim integrase. D'A virus yang

    terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi! provirus ini akan

    melakukan transkripsi dengan bantuan enCim polimerasi sel host menjadi m9'A untuk

    selanjutnya mengadakan transkripsi dengan proteinprotein struktur sampai terbentuk

    protein. m9'A akan memproduksi semua protein virus. Benomik 9'A dan protein virus

    ini akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel.

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    6/27

    Gambar 2 : (!&al!a! !"l&! 'I(

    0ada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi

    imun! akan terlihat gambaran penurunan hitung sel D>! inverse rasio D>D/ dan

    hipergammaglobulinemia. 9espon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada

    berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p">) dan sampul virus (gp"-! gp>-). Antibodi

    mun1ul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Se1ara umum dapat dideteksi

    pertama kali sejak " minggu hingga 2 bulan setelah terinfeksi HIV.

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    7/27

    antibodi tersebut tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang

    pendek. Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi 1epat sel ;% (sel ;

    sitolitik yang sebagian besar adalah sel ; D/). alaupun jumlah dan aktivitas sel ; D/

    ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV. (Djoerban dkk!

    "##$)

    0erjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan

    progresif populasi sel ; D>. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel ; D>. Selain itu!

    terjadi juga disregulasi repsons imun sel ; D> dan proliferasi D> jarang terlihat pada

    pasien HIV yang tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban dkk! "##$)

    2./ PERJALANAN PEN0AKIT

    Dalam tubuh odha! partikel virus bergabung dengan D'A sel pasien! sehingga satu

    kali seseorang terinfeksi HIV! seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Sebagian berkembang

    masuk tahap AIDS pada 2 tahun pertama! ,#4 berkembang menjadi pasien AIDS sesudah

    -# tahun! dan sesudah -2 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan

    gejala AIDS! dan kemudian meninggal. 0erjalanan penyakit tersebut menunjukkan

    gambaran penyakit yang kronis! sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang

    juga bertahap. (Djoerban dkk! "##$)

    Dari semua orang yang terinfeksi HIV! lebih dari separuh akan menunjukkan gejala

    infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung selama "$

    minggu. Bejala yang terjadi adalah demam! nyeri menelan! pembengkakan kelenjar getah

    bening! ruam! diare! atau batuk dan gejalagejala ini akan membaik dengan atau tanpa

    pengobatan. (Djoerban dkk! "##$)

    Setelah infeksi akut! dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang

    berlangsung selama /-# tahun. ;etapi ada sekelompok ke1il orang yang perjalanan

    penyakitnya amat 1epat! dapat hanya sekitar " tahun! dan ada pula perjalanannya lambat

    (nonprogessor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan tubuh! odha mulai

    menampakkan gejalagejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun!

    demam lama! rasa lemah! pembesaran kelenjar getah bening! diare! tuberkulosis! infeksi

    jamur! herpes dan lainlainnya.

    Tabel 2. Bejala klinis infeksi primer HIV

    11

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    8/27

    Kel#m$#" Geala Ke"era$a%

    &mum Demam #

    'yeri otot ,>

    'yeri sendi

    9asa lemah . 0erubahan ini diikuti oleh gejala klinis menghilangnya gejala limfadenopati

    generalisata yang disebabkan hilangnya kemampuan respon imun seluler untuk mela+an

    turnover HIV dalam kelenjar limfe 5arena manifestasi a+al kerusakan dari system imun

    tubuh adalah kerusakan mikroarsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV

    meluas ke jaringan limfoid! yang dapat diketahui dari pemeriksaan hibridasi insitu.

    Sebagian replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening! bukan di peredaran darah tepi.

    (Djoerban dkk! "##$)

    0ada +aktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat! klinis tidak

    menunjukkan gejala! pada +aktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi! -# partikel setiap

    hari. 9eplikasi yang 1epat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi! mun1ul HIV yang

    resisten. :ersamaan dengan replikasi HIV! terjadi kehan1uran limfosit D> yang tinggi!

    untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit D> sekitar

    -# miliar sel setiap hari. (Djoerban dkk! "##$)

    12

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    9/27

    0ejalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. %ebih dari /#4

    pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis . Infeksi pada katup jantung juga adalah

    penyakit yang dijumpai pada *DHA pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan

    pada *DHA yang tertular dengan 1ara lain. %amanya pengguna jarum suntik berbanding

    lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis.

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    10/27

    Anamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV ! pemeriksaan fisik! pemeriksaan

    laboratorium! dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat kunjungan pertama kali

    ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis! diperolehnya data

    dasar mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium! memastikan pasien memahami

    tentang infeksi HIV! dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.

    Dari Anamnesis! perlu digali fa1tor resiko HIV AIDS! :erikut ini men1antumkan! daftar

    tilik ri+ayat penyakit pasien dengan tersangaka *DHA (table 2 dan table >).

    Tabel 3. Eaktor risiko infeksi HIV

    - 0enjaja seks lakilaki atau perempuan

    - 0engguna napCa suntik (dahulu atau sekarang)

    - %akilaki yang berhubungan seks dengan sesama lakilaki (%S%) dan transgender (+aria)

    - 0ernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial

    - 0ernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (I

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    11/27

    S&mber :De$"e! RI 2665

    2.5.2 Pemer"!aa% 7!"

    Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan ke1urigaan infeksi HIV dapat dilihat

    pada tabel $

    15

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    12/27

    Tabel / : Da7+ar +l" $emer"!aa% 7!"

    S&mber :De$"e! RI 2665

    Bambaran klinis yang terjadi. umumnya akibat adanya infeksi oportunistik atau kanker

    yang terkait dengan AIDS seperti sarkoma 5aposi! limfoma malignum dan karsinoma

    serviks invasif. Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan ke1urigaan infeksi HIV

    dapat dilihat pada tabel $. Di 9S Dr. ipto

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    13/27

    yang sering ditemukan pada odha umumnya berupa demam lama! batuk! adanya penurunan

    berat badan! saria+an! dan diare! seperti pada tabel , .

    Tabel . Bejala AIDS di 9S. Dr. ipto #!> 4

    0embesaran kelenjar getah bening "/!/ 4

    0enurunan kesadaran -3!2 4

    Bangguan penglihatan -,!2 4

    'europati 2!/ 4

    =nsefalopati >!, 4

    Sumber unihastuti = dkk! "##,

    2.5.3 Pemer"!aa% $e%&%a%-

    &ntuk memastikan diagnosis terinfeksi HIV! dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium

    yang tepat. 0emeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan antibodi terhadap

    HIV! deteksi virus atau komponen virus HIV (umumnya D'A atau 9'A virus) di dalam

    tubuh yakni melalui pemeriksaan 09 untuk menentukan viral load! dan tes hitung jumlah

    limfosit Sedangkan untuk kepentingan surveilans! diagnosis HIV ditegakkan apabila

    terdapat infeksi oportunistik atau limfosit D>F kurang dari "## sel6mm2 (;abel 3) .

    ( Depkes 9I! "##3)

    Tabel 5. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada odha

    ;es antibodi terhadap HIV (AI)?

    ;es Hitung jumlah sel ; D> ; (AI)?

    HIV 9'A plasma (viral load) (AI)?

    0emeriksaan darah perifer lengkap! profil kimia! SB*;! SB0;! :&' dan kreatinin! urinalisis! tes

    mantu! serologi hepatitis A! :! dan ! anti;ooplasma gondii IgB! dan pemeriksaan 0apsmear

    pada perempuan (AIII)?

    0emeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit

    kardiovaskular dan sebagai penilaian a+al sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII)?

    17

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    14/27

    Sumber ayasan Spiritia "##$.

    0emeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling prates dan biasanya

    dilakukan jika ada ri+ayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang tidak aman atau

    penggunaan narkotika suntikan). ;es HIV juga dapat dita+arkan pada mereka dengan

    infeksi menular seksual! hamil! mengalami tuberkulosis aktif! serta gejala dan tanda yang

    mengarah adanya infeksi HIV. Hasil pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan! untuk

    itu! konseling pas1a tes juga diperlukan. 8adi! pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan

    dengan memenuhi 2 yakni confidential (rahasia)! disertai dengan counselling

    !onseling"# dan hanya dilakukan dengan informed consent. (Djoerban dkk!"##$)

    ;es penyaring standar antiHIV menggunakan metode =%ISA yang memilikisensitivitas tinggi (7 4). 8ika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil yang reaktif!

    maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan

    adanya infeksi oleh HIV. &ji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini adalah dengan

    teknik estern :lot (:). Hasil tes positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi!

    penerima vaksin HIV! dan kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang

    lahir dari ibu HIV positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgB terhadap HIV

    yang berasal dari darah ibu. IgB ini dapat bertahan selama -/ bulan sehingga pada kondisi

    ini! tes perlu diulang pada usia anak 7 -/ bulan. (Djoerban dkk!"##$)

    Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah dengan tes

    konfirmasi dengan : positif. Di negaranegara berkembang termasuk Indonesia!

    pemeriksaan : masih relatif mahal sehingga tidak mungkin dilakukan se1ara rutin.

    H* menganjurkan strategi pemeriksaan dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring

    yang tidak melibatkan pemeriksaan : sebagai konfirmasi. Di Indonesia! kombinasi yang

    digunakan adalah tiga kali positif pemeriksaan penyaring dengan menggunakan strategi 2.:ila hasil tes tidak sama missal hasil tes pertama reaktif! tes kedua reaktif! dan yang ketiga

    nonreaktif atau apabila hasil tes pertama reaktif! kedua dan ketiga nonreaktif! maka

    keadaan ini disebut sebagai indeterminate dengan 1atatan orang tersebut memiliki ri+ayat

    pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. :ila orang tersebut tanpa ri+ayat pajanan atau

    tidak memiliki risiko tertular! maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif.

    (Djoerban dkk!"##$).

    ;able / Alogaritma pemeriksaan HIV

    18

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    15/27

    Sumber Depkes!"##3

    2.5.4 Pe%laa% Kl%!

    0enilaian klinis yang perlu dilakukan setelah diagnosis HIV ditegakkan meliputi penentuan

    stadium klinis infeksi HIV! mengidentifikasi penyakit yang berhubungan dengan HIV di

    masa lalu! mengidentifikasi penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkanpengobatan! mengidentifikasi kebutuhan terapi A9V dan infeksi oportunistik! serta

    mengidentifikasi pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat mempengaruhi

    pemilihan terapi. (DjauCi S dkk!"##")

    2.5. S+a)&m Kl%!

    H* membagi HIV6AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I (asimtomatik)!

    stadium II (sakit ringan)! stadium III (sakit sedang)! dan stadium IV (sakit berat atau

    AIDS)! lihat table . :ersama dengan hasil pemeriksaan jumlah sel ; D>! stadium klinis

    ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik

    dan memulai atau mengubah terapi A9V.

    AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja

    merasa sehat dan tidak 1uriga bah+a mereka penderita penyakit. 0ada stadium lanjut!

    system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi *pportunistik dan mereka

    terus menerus menderita penyakit minor dan mayor 5aren tubuhnya tidak mampu

    memberikan pelayanan.

    19

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    16/27

    Angka infeksi pada bayi sekitar - dalam $ bayi. 0ada a+al terinfeksi! memang

    tidak memperlihatkan gejalagejala khusus. 'amun beberapa minggu kemudian orang tua

    yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan seharihari seperti flu dan diare.

    0enderita AIDS dari luar tampak sehat. 0ada tahun ke 2> penderita tidak memperlihatkangejala yang khas. Sesudah tahun ke ,$ mulai timbul diare berulang! penurunan berat

    badan se1ara mendadak! sering saria+an di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah

    kelenjar getah bening. 8ika diuraikan tanpa penanganan medis! gejala 0 3,# @ -###

    Bejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama -2 bulan. Bejala yang

    timbul umumnya seperti influenCa! demam! atralgia! anereksia! malaise! gejala kulit

    (ber1akber1ak merah! urtikarta)! gejala syaraf (sakit kepada! nyeri retrobulber! gangguan

    kognitif danapektif)! gangguan gas trointestinal (nausea! diare). 0ada fase ini penyakit

    tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Bejala tersebut diatas merupakan reaksi

    tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kirakira -" minggu.

    b. Infeksi 5ronis Asimtomatik D> 7 ,##6ml

    Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahuntahun kemudian! umumnya sekitar ,

    tahun! keadaan penderita tampak baik saja! meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus

    se1ara lambat di dalam tubuh. :eberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar

    lomfe menyeluruh! disebut limfa denopatio (%=0)! meskipun ini bukanlah hal yang bersifat

    prognosti1 dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi

    penurunan jumlah sel D> sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita! tetapi

    masih pada tingkat ,##6ml.

    20

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    17/27

    1. Infeksi 5ronis Simtomatik

    Ease ini dimulai ratarata sesudah , tahun terkena infeksi HIV. :erbagai gejala penyakit

    ringan atau lebih berat timbul pada fase ini! tergantung pada tingkat imunitas pemderita.

    $" 0enurunan Imunitas sedang D> "## @ ,##0ada a+al subfase ini timbul penyakitpenyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari

    herpes Coster atau herpes simpleks. 'amun dapat sembuh total atau hanya dengan

    pengobatan biasa. 5eganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari subfase

    ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya! demikian juga yang disebut AIDS9elated

    (A9).

    %" 0enurunan Imunitas berat D> J "##

    0ada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengan1am ji+a penderita.

    5eganasan juga timbul pada sub fase ini! meskipun sering pada fase yang lebih a+al.Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan

    kekebalannya.

    Sindrom klinis stadium simptomatik yang utama

    %imfadenopati Beneralisata yang menetap

    Bejala konstutional Demam yang menetap 7 - bulan! penurunan :: involunter 7

    -#4 dari nilai basal! dan diare 7- bulan tanpa penyebab jelas.

    5elainan neurologis =nsefalopati HIV! limfoma SS0 primer! meningitis aseptik!mielopati! neuropati perifer! miopati.

    0enyakit infeksiosa sekunder pneumonia! &andida albicans#'. Tuberculosis#

    &ryptococcus neoformans# To((oplasma gondii# Virus Herpes simple!s

    'eoplasma Sekunder Sarkoma 5aposi (kulit dan viseral)! neoplasma limfoid

    5elainan lain Sindrom spesifik organ sebagai manifestasi prmer penderita ;: atau

    komplikasi

    &ntuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV! ia harus memeriksakandarahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter. 8ika dia positif mengidap

    AIDS! maka akan timbul gejalagejala yang disebut degnan A9 (AIDS 9elative

    omple) Adapun gejalagejala yang biasa nampak pada penderita AIDS adalah

    a. Di1urigai AIDS pada orang de+asa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu

    gejala minor dan tidak ada sebabsebab imunosupresi yang lain seperti kanker!malnutrisi

    berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

    -. Bejala

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    18/27

    Diare kronik lebih dari satu bulan

    Demam lebih dari satu bulan

    ". Bejala

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    19/27

    Tabel . Stadium klinis HIV

    S+a)&m 1 Asimptomatik

    ;idak ada penurunan berat badan

    ;idak ada gejala atau hanya %imfadenopati Beneralisata 0ersisten

    S+a)&m 2 Sakit ringan

    0enurunan :: ,-#4

    IS0A berulang! misalnya sinusitis atau otitis

    Herpes Coster dalam , tahun terakhir

    %uka di sekitar bibir (keilitis angularis)

    &lkus mulut berulang

    9uam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo 00=)

    Dermatitis seboroik

    Infeksi jamur kuku

    S+a)&m 3 Sakit sedang

    0enurunan berat badan 7 -#4

    Diare! Demam yang tidak diketahui penyebabnya! lebih dari - bulan

    5andidosis oral atau vaginal

    *ral hairy leukoplakia

    ;: 0aru dalam - tahun terakhir

    Infeksi bakterial yang berat (pneumoni! piomiositis! dll)

    ;: limfadenopati

    Bingivitis60eriodontitis ulseratif nekrotikan akut

    Anemia (Hb J/ g4)! netropenia (J,###6ml)! trombositopeni kronis

    (J,#.###6ml)

    S+a)&m 4 Sakit berat (AIDS)

    Sindroma +asting HIV

    0neumonia pnemosistisK! 0nemoni bakterial yang berat berulang

    Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.

    5andidosis esophageal

    ;: =traparuK

    Sarkoma kaposi

    9etinitis

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    20/27

    dengan menggunakan kombinasi beberapa obat anti HIV bermanfaat untuk menurunkan

    morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. . (Djoerban dkk!"##$)

    Se1ara umum! penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis! yaitu

    a) 0engobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral

    (A9V).

    b) 0engobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

    menyertai infeksi HIV6AIDS! seperti jamur! tuberkulosis! hepatitis!

    toksoplasmosis! sarkoma kaposi! limfoma! kanker serviks.

    1) 0engobatan suportif! yaitu makanan yang mempunyai nilai giCi yang lebih baik

    dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan

    agama serta juga tidur yang 1ukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan

    pengobatan yang lengkap tersebut! angka kematian dapat ditekan! harapan

    hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

    2.;.1Tera$ A%+re+r#

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    21/27

    gejala atau tanda klinis yang baru.Adapun terapi HIVAIDS berdasarkan stadiumnya

    seperti pada tabel -#. (Depkes 9I! "##3)

    Tabel 16.;erapi pada *DHA de+asa

    S+a)&m

    Kl%!Bla +er!e)a $emer"!aa% =D4

    J"a +)a" +er!e)a

    $emer"!aa% =D4

    -

    ;erapi antiretroviral dimulai bila D> J"##

    ;erapi A9V tidak diberikan

    ":ila jumlah total limfosit

    J-"##

    2

    8umlah D> "## @ 2,#6mm2! pertimbangkan

    terapi sebelum D> J"##6mm2.

    0ada kehamilan atau ;:

    2,# J2,# dengan ;: paru atau infeksi

    bakterial berat

    ;erapi A9V dimulai tanpa

    memandang jumlah limfosit

    total

    >;erapi A9V dimulai tanpa memandang jumlah

    D>

    Sumber Depkes 9I! "##3

    -. D> dianjurkan digunakan untuk membantu menentukan mulainya terapi. ontoh! ;:

    paru dapat mun1ul kapan saja pada nilai D> berapapun dan kondisi lain yang

    menyerupai penyakit yang bukan disebabkan oleh HIV (misal! diare kronis! demam

    berkepanjangan).". 'ilai yang tepat dari D> di atas "##6mm2di mana terapi A9V harus dimulai belum

    dapat ditentukan.

    2. 8umlah limfosit total L-"##6mm2dapat dipakai sebagai pengganti bila pemeriksaan

    D> tidak dapat dilaksanakan dan terdapat gejala yang berkaitan dengan HIV (Stadium

    II atau III). Hal ini tidak dapat dimanfaatkan pada *DHA asimtomatik. ! *DHA asimtomatik (Stadium I) tidak boleh diterapi

    karena pada saat ini belum ada petanda lain yang terper1aya di daerah dengan sumber

    daya terbatas.

    :ila terdapat tes untuk hitung D>! saat yang paling tepat untuk memulai terapi

    A9V adalah sebelum pasien jatuh sakit atau mun1ulnya I* yang pertama. 0erkembangan

    penyakit akan lebih 1epat apabila terapi Arv dimulai pada saat D> J "##6mm2

    dibandingkan bila terapi dimulai pada D> di atas jumlah tersebut. Apabila tersedia sarana

    tes D> maka terapi A9V sebaiknya dimulai sebelum D> kurang dari "##6mm2. aktu

    yang paling optimum untuk memulai terapi A9V pada tingkat D> antara "## 2,#6mm2

    masih belum diketahui! dan pasien dengan jumlah D> tersebut perlu pemantauan teratur

    se1ara klinis maupun imunologis. ;erapi A9V dianjurkan pada pasien dengan ;: paru atau

    25

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    22/27

    infeksi bakterial berat dan D> J 2,#6mm2. 8uga pada ibu hamil stadium klinis manapun

    dengan D> J 2,# 6 mm2. 5eputusan untuk memulai terapi A9V pada *DHA de+asa

    danremaja didasarkan pada pemeriksaan klinis dan imunologis. 'amun 0ada keadaan

    tertentu maka penilaian klinis saja dapat memandu keputusan memulai terapi A9V.

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    23/27

    Tabel 11 : Tera$ AR(

    Sumber Depkes 9I! "##3

    Di Indonesia! pilihan utama kombinasi obat A9V lini pertama adalah A; F 2;

    F 'V0. 0emantauan hemoglobin dianjurkan pada pemberian A; karena dapat

    menimbulkan anemia. 0ada kondisi ini! kombinasi alternatif yang bisa digunakan adalah

    d>; F 2; F 'V0. 'amun A; lebih disukai daripada stavudin (d>;) oleh karena adanya

    efek toksik d>; seperti lipodistrofi! asidosis laktat! dan neuropati perifer. 5ombinasi A;

    F 2; F =E dapat digunakan bila 'V0 tidak dapat digunakan. 'amun! perlu kehati

    hatian pada perempuan hamil karena =E tidak boleh diberikan (Depkes 9I! "##3).

    0emilihan A9V golongan '9;I tentunya dengan mempertimbangkan keuntungan dan

    kekurangan masingmasing obat. Adapun kombinasi terapi A9V yang tidak dianjurkan

    seperti pada tabel -".

    Tabel 12. 0ilihan obat A9V golongan '9

    27

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    24/27

    Sumber Depkes 9I! "##3

    ;abel -2 men1oba menampilkan ringkasan mengenai keuntungan dan kerugian obat A9V

    golongan ini.

    28

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    25/27

    Tabel 13 : K#mb%a! AR(

    S&mber : De$"e! RI> 2665

    0I tidak direkomendasikan sebagai paduan lini pertama karena penggunaa 0I pada

    a+al terapi akan menghilangkan kesempatan pilihan lini kedua di Indoneesia di mana

    sumber dayanya masih sangat terbatas. 0I hanya dapat digunakan sebagai paduan lini

    pertama (bersama kombinasi standar " '9;I) pada terapi infeksi HIV"! pada perempuan

    dengan D>7",#6 mm2 yang mendapat A9; dan tidak bisa menerima =EV! atau pasien

    dengan intoleransi ''9;I.

    2.;.4 Pe%*e-a,a% I%7e"! O$#r+&%!+"

    0en1egahan infeksi oportunistik atau profilaksis dapat dibagi dalam dua kelompok

    besar yakni (DjauCi S dkk! "##")

    29

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    26/27

    -. 0en1egahan primer! yakni upaya untuk men1egah infeksi sebelum infeksi terjadi.

    J "##6mm2 untuk

    men1egah+neumocystis carinii pneumonia (00). 0en1egahan ini dapat mengurangi

    risiko 00.

    ". 0en1egahan sekunder! yaitu pemberian obat pen1egahan setelah infeksi terjadi.

    ontohnya setelah terapi 00 dengan kotrimoksaCol diperlukan obat pen1egahan

    (dalam dosis yang lebih rendah) untuk men1egahan kekambuhan 00 yang telah

    sembuh.

    8ika kekebalan tubuh dengan indikator nilai D> meningkat maka risiko terkena infeksi

    oportunistik berkurang sehingga obat pen1egahan infeksi oportunistik dapat dihentikan.

    'amun bila kekebalan menurun kembali obat infeksi oportunistik harus diberikan lagi.

    ;abel berikut menampilkan se1ara ringkas pen1egahan terhadap beberapa bentuk infeksi

    oportunistik. :eberapa upaya profilaksis hanya dianjurkan bila penderita mampu seperti

    vaksinasi pneumokok! hepatitis : dan hepatitis A. (DjauCi S dkk! "##")

    Tabel 1;. 0en1egahan infeksi oportunistik

    Pe%9a"+ M&la Oba+ 9a%- )-&%a"a%

    00

    ;:

    ;. Bondii

    S. pneumoniae

    Hepatitis :

    Hepatitis A

    -o D> J "##! saria+an!

    pertimbangkan bila D> J ",#

    atau D> 4 J ->

    00D 7 , ml

    5ontak 0ositif

    D> J -##

    IBB ;oksoplasma aviditas rendah

    D> 7 "##

    Anti H:s ()

    H:s Ag()

    Anti HAV ()

    9isiko paparan tinggi (ID&!

    ;

  • 7/24/2019 BAB II HIV

    27/27