status pasien tetanus (finish)

Upload: reza-akbar

Post on 10-Feb-2018

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    1/48

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dapat

    larut (tetanospasmin) dari Clostridium tetani. Biasanya toksin tersebut dihasilkan oleh bentuk

    vegatatif organisme tersebut pada tempat terjadinya perlikaan selanjutnya diangkut serta

    difiksasi di dalam susunan syaraf pusat. Sedangkan Tetanus neonatorum terjadi pada

    neonatus (bayi berusia 0-28 hari) dan menyerupai tipe tetanus generalisata. Spora dari kuman

    Clostridium tetani masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu tali

    pusat. Peristiwa tersebut dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir

    maupun saat perawatannya sebelum puput (lepas tali pusat).

    Tetanus dapat mengakibatkan kesulitan menetek dan menangis berlebihan disusul

    kesulitan menelan, kekakuan tubuh dan spasme. Opstotonus dapat terjadi sangat hebat atau

    tidak timbul sama sekali. Di negara-negara berkembang angka kejadian tetanus neonatorum

    85% dengan mortalitas akibat tetanus neonatorum akan mendekati 100% terutama kasus

    dengan masa inkubasi pendek.

    Kasus tetanus banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih

    memiliki kondisi kesehatan rendah. Data organisasi kesehatan dunia WHO menununjukkan

    kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara

    maju karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses

    kelahiran. Menurut laporan kerja WHO pada bulan April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di

    dunia, sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh infeksi tetanus neonatorum, sedangkan

    angka kejadian tetanus neonatorum di Indonesia, pada tahun 1992 sebanyak 760 kasus,

    meninggal 478 dengan CFR 72,42%. Pada tahun 1995 sebanyak 806 kasus, meninggal 475

    kasus dengan CFR 58,93%. Tahun 1996 terdapat 816 kasus, meninggal 499 dengan CFR

    61,15%. Dan pada tahun 1997 terdapat 570 kasus, meninggal 106 dengan CFR 18,6%.

    Sejak tahun 1989,WHO memang mentargetkan eliminasi tetanus neonatorum.

    Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan tersebut. Tetapi,

    karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang

    lain, maka UNICEF ,WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju mengulur eliminasi

    hingga tahun 2005.

    Secara umum faktor-faktor risiko yang dipandang mempengaruhi kejadian dan

    kematian pada tetanus neonatorum adalah status imunisasi ibu dan hygiene yang kurang

    selama dan setelah persalinan.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    2/48

    2

    Adapun upaya yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

    Serang untuk menurunkan angka kejadian tetanus neonatorum, adalah:

    1. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin TT pada wanita usia subur2. Melakukan imunisasi khusus yaitu imuniasasi sweeping pada semua wanita usia subur

    (15-39) di desa/wilayah yang mempunyai risiko tinggi tetanus neonatorum

    3. Meningkatkan cakupan antenatal care(ANC) dengan pemberian imunisasi TT4. Meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan atau pendampingan

    persalinan yang dilakukan dukun oleh bidan.

    I.2 TUJUAN PENULISAN

    1. Penulisan persentasi kasus ini bertujuan agar penulis dan para pembaca mengetahui

    dan memahami teori tetanus

    2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian Ilmu

    Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    3/48

    3

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS PASIENNama : An. R

    Umur : 3 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Alamat : Desa Junjang Wetan

    Suku : Jawa

    Agama : Islam

    Tanggal MRS : 29 April 2013

    Tanggal pemeriksaan : 29 April 2013

    No. RM : 44037

    Nama Ayah : Tn T

    Umur : 35 Tahun

    Jenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Desa Junjang Wetan

    Suku : Jawa

    Agama : Islam

    Pendidikan : SMP

    Pekerjaan : Petani

    Nama Ibu : Ny. A

    Umur : 26 Tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Desa Junjang Wetan

    Suku : Jawa

    Agama : Islam

    Pendidikan : SD

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    4/48

    4

    II. ANAMNESIS(anamnesis/alloanamnesis terhadap: bapak pasien pada tanggal 30 April 2013 pukul

    07.00 WIB)

    1. Keluhan Utama:

    Mulut tidak bisa di buka lebar

    2. Riwayat Penyakit Sekarang:

    Seorang anak laki-laki berumur 3 tahun datang ke IGD RSUD Arjawinangun

    pada tanggal 29 April 2013 dengan keluhan mulut tidak bisa dibuka sejak 7 hari

    sebelum masuk rumah sakit, panas naik turun dan tidak terlalu tinggi. Selanjutnya 3

    hari sebelum masuk rumah sakit, pasien rewel, tidak bisa tidur telentang dan leher

    kaku, terdapat cairan di telinga yang menetes saat panas, kesulitan makan dan minum

    namun pasien tetap sadar. Satu hari sebelum dirawat di RSUD Arjawinangun, pasien

    kejang seluruh tubuh dengan durasi + 5 menit tiap kali kejang dan frekuensi + 4x per

    hari. Kejang merupakan kejang yang pertama kali. Saat kejang, pasien sadar, badan

    melengkung dan posisi telapak kaki lurus. Riwayat terluka, gigi berlubang, sesak

    nafas, batuk, pilek disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan.

    3. Riwayat Penyakit Dahulu:

    Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.

    4. Riwayat Penyakit Keluarga:

    Tidak ada yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    5/48

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    6/48

    6

    7. Riwayat Makanan:Menurut keterangan ayah pasien, pada saat pasien berusia nol sampai enam bulan,

    pasien hanya diberikan ASI (Air Susu Ibu) tanpa makanan tambahan lainnya. Pada saat

    pasien berusia enam sampai sepuluh bulan, pasien diberikan ASI ditambah dengan bubur

    susu dua kali mangkuk kecil sehari. Pada saat pasien berumur sepuluh sampai dua belas

    bulan, pasien diberikan ASI ditambah bubur susu tiga kali mangkuk kecil sehari. Pada

    saat pasien berusia satu sampai 3 tahun, pasien mulai diberikan PASI (SGM) sebanyak 4

    x 120cc ditambah dengan menu keluarga seperti nasi tiga kali sehari setiap kali makannya

    berupa satu piring kecil nasi, sayur (bayam/kangkung), lauk (satu potong

    telur/ayam/tempe/tahu) porsi makan dihabiskan terkadang ditambah buah yaitu pisang

    satu kali.

    8. Perkembangan:Menurut keterangan ayah pasien, pada usia 3 bulan pasien sudah dapat mengangkat

    kepala, memegang benda, tertawa, dan memegang benda. Usia 4 bulan pasien sudah mulai

    bisa tengkurap. Usia 9 bulan pasien sudah dapat berdiri sendiri. Usia 9 bulan pasien sudah

    bisa bediri sendiri dan bicara tidak jelas. Usia 11 bulan pasien sudah mulai bisa melambaikan

    tangan. Pada usia 1 tahun, pasien sudah mulai bisa berjalan sendiri, menggambar orang,

    memanggil ibu dan menirukan kata-kata. Usia 1,5 tahun pasien mulai bisa makan sendiri.

    Setelah itu saat usia 2 tahun, pasien mulai belajar melompat, bercerita dan bermain dengan

    anak seusianya. Saat umur 3 tahu, pasien telah dapat menyebut nama lengkapnya sendiri,

    berpakaian sendiri dan berani BAB/BAK sendiri. Perkembangan dan pertumbuhan pasien

    sampai saat ini sesuai dengan usianya.

    9. Imunisasi:Menurut keterangan ayah pasien, pasien hanya mendapatkan imunisasi berupa BCG

    satu kali dan polio satu kali saat usia 1 bulan di puskesmas. Imunisasi tidak lengkap

    dikarenakan ayah pasien mengaku tidak tahu jadwal imunisasi untuk anaknya. Menurut

    keterangan ayah pasien, saat hamil, ibu pasien tidak mendapatkan suntikan toksoid

    tetanus selama hamil

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    7/48

    7

    10. Sosial Ekonomi dan LingkunganMenurut keterangan ayah pasien, ayah pasien sehari-hari bekerja sebagai petani dan

    penghasilan ayah pasien sebesar lima ratus ribu rupiah per bulan. Sedangkan ibu pasien

    hanya seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal di rumah kontrakan berukuran kurang

    lebih 7 x 7 meter bersama dengan ayah, ibu, nenek dan kakak pasien. Rumah pasien

    terdiri dari ruang tamu, kamar tidur, satu buah kamar mandi dan dapur. Jarak antaa rumah

    pasien dan rumah tetangganya berdekatan. Rumah sedikit mendapatkan sinar matahari

    dan hanya terdapat satu jendela sehingga pencahayaan dan sirkulasi udara kurang baik.

    III. PEMERIKSAAN FISIS (tanggal 29 April 2013):

    A.Pemeriksaan Umum :Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos

    mentis, tanda vital pasien seperti tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 115 x/menit,

    nadi teratur dan isi cukup, pernapasan 27 x/menit dan suhu 38,20C. Berat badan 14

    kg dan tinggi badan 94 centimeter.

    Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan dibandingkan dengan umur.

    Badan terlihat kurus. Berdasarkan kurva CDC (2 to 20 years: Boys Weight for age

    percentiles) BB/U = 0. Kesimpulan status gizi pasien ini adalah gizi baik.

    B.Pemeriksaan KhususPada pemeriksaan khusus didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang,

    tidak ada sikatriks, tidak tampak nodul, petekiae dan hematom. Bentuk kepala normal,

    rambut hitam, tidak mudah dicabut. Pada wajah, terdapat recus sardonikus. Mata

    bentuk normal, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva tidak

    anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter tiga milimeter,

    refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, lapang, tampak serumen, berwarna

    hijau. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, lapang, sekret tidak ada dan

    tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Bentuk mulut tidak ada kelainan, mukosa

    bibir kering, lidah tidak kotor, kering, trismus + 1 cm dan faring tidak hiperemis.

    Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea di

    tengah dan terdapat kaku kuduk serta opistotonus. Pada pemeriksaan fisik thoraks

    pasien, dimulai dengan pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus cordistidak terlihat,

    palpasi ictus cordis teraba, perkusi terdengar redup, dan pada auskultasi terdengar

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    8/48

    8

    bunyi jantung I dan II normal reguler, tidak ada murmur maupungallop. Pemeriksaan

    dilanjutkan dengan pemeriksaan paru, pada inspeksi terlihat bentuk datar, pergerakan

    dinding dada kanan dan kiri simetris. Pada palpasi, fremitus taktil dan fremitus vokal

    sama kiri dan kanan. Pada perkusi, terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.

    Pada auskultasi, terdengar suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak

    terdapat suara tambahan seperti ronki ataupun wheezing. pemeriksaan abdomen, pada

    inspeksi terlihat permukaan dinding abdomen datar dan tegang, tidak ada sikatriks

    maupun massa dan tidak terdapat nyeri tekan. Pada auskultasi, terdengar bising usus

    normal. Pada perkusi, terdengar suara timfani pada seluruh kuadran abdomen. Pada

    palpasi, perut teraba seperti papan, supel, turgor kulit normal, tidak terdapat

    hepatomegali serta tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan eksterimitas superior maupun

    inferior, teraba akral hangat dan tidak ditemukan oedema. Pada pemeriksaan

    anogenital, tidak ditemukan adanya kelainan dan pasien belum pubertas.

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. DATA LABORATORIUM (29 April 2013)

    JENISPERIKSA

    NILAI NORMAL

    HEMATOLOGI

    Hemoglobin 11,7 11-17 gr/dL

    Lekosit 18,8 4,0-12,0

    103/ul

    Hematokrit 37,2 40-47 %

    Trombosit 829 150-400103/ul

    Limfosit 3,4 1,0-5,0 10 /ul

    Monosit 1,5 0,1-5,0 10 /ul

    Granulosit 13,8 2,0-8,0 10 /ul

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    9/48

    9

    V. RINGKASAN DATA DASARA . ANAMNESIS

    - Pasien laki-laki usia 3 tahun dengan berat badan 14 kg- Pasien mengalami panas yang naik turun dan mulut tidak bisa dibuka sejak 7 hari

    sebelum masuk rumah sakit

    - Mulut pasien tidak bisa dibuka, perut terasa datar dan kaku, punggung dan leherkaku, serta terdapat cairan yang menetes dari telinga sejak 3 hari sebelum masuk

    rumah sakit

    - Pasien mengalami kejang seluruh tubuh sebanyak 4x/hari selama + 5 menit tanpapenurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

    - Riwayat kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran kurang baik (ibu tidakmendapat suntikan toksoid tetanus)

    - Riwayat pemberian makanan baik- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan psikomotor sesuai dengan anak

    seusianya.

    - Riwayat imunisasi tidak baik- Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan tidak baik

    B. PEMERIKSAAN FISIS

    Keadaan umum : lemah, komposmentis Tanda vital : tekanan darah normal, nadi normal, pernafasan normal, suhu

    meningkat

    Mulut : terdapat trismus 1 cm dan resus sardonicus Telinga : terlihat sekret berwarna kehijauan Leher : terdapat kaku kuduk dan opistotonus Abdomen : perut teraba sepeti papan

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    10/48

    10

    C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Dari Pemeriksaan Laboratorium Hasil Leukosit meningkat 18.800, hematokritmenurun 37,2%, trombosit meningkat 842.000/mm3dan granulosit meningkat

    13.800/ul.

    VI. DIAGNOSIS KERJA

    Tetanus

    VII. DIAGNOSIS BANDING

    Meningitis Ensefalitis Mastoiditis

    VIII. RENCANA PENGELOLAANA. Rencana Pemeriksaan

    Pemeriksaan darah rutin

    Tes spatula

    B. Rencana Pengobatan dan diit1. Medikamentosa

    Ceftriaxon : 2x500 mg Antrain : 3x100 mg (bila panas) Diazepam : 3x3mg (saat kejang) ATS : 100.000 IU dibagi 50.000 secara IM dan 50.000 IV Konsul THT

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    11/48

    11

    2. Diit (Kebutuhan cairan, kalori, jenis makanan)

    o Kebutuhan cairan harian :BB 14 kg X 1001400 cc/kgBB/hari

    Jenis cairan : Ringer Laktat

    Jumlah tetes per menit = 14 tpm (makro)

    Nutrisi :

    o Kebutuhan kalori :10kg X 90 kal900 kkal/hari

    Jenis Makanan : Makanan Biasa

    C. Rencana Pemantauan- Pemantauan tanda vital- Pemantauan timbulnya penyulit- Pemantauan intake makanan dan kalori

    D. Rencana Edukasi

    - Menjelaskan tentang penyakit yang diderita anak : penyebab, perjalananpenyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta usaha pencegahan dan

    komplikasi.

    IX. PROGNOSIS

    Quo ad vitam : ad bonam

    Quo ad functionam : ad bonam

    Quo ad sanctationam : ad bonam

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    12/48

    12

    Follow Up tanggal 30 April 2013

    P : 110x/menit R : 24x/menit

    S : 37,4

    O

    C Pasien masih dalam keadaan demam tidak disertai kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 1 cm dan Wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Thoraks

    cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I = bunyi

    jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal tidak terdengar

    bunyi ronki dan wheezing. Abdomen datar lembut, bising usus + normal, teraba perut

    papan ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral

    teraba hangat ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 01 Mei 2013

    P : 120x/menit R : 24x/menit S : 37,50C Pasien masih dalam keadaan demam disertai kejang sebanyak 2 kali dalam 1 hari.

    Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 1 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Thoraks

    cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I = bunyi

    jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal tidak terdengar

    bunyi ronki dan wheezing. Abdomen datar lembut, bising usus + normal, teraba perut

    papan ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral

    teraba hangat ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah

    Follow Up tanggal 02 mei 2013

    P : 120x/menit R : 22x/menit

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    13/48

    13

    S : 370C Pasien masih dalam keadaan demam tetapi disertai kejang sebanyak 3 kali dalam 1

    hari. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Thoraks

    cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I = bunyi

    jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal terdengar bunyi

    ronki dan wheezing. Abdomen datar lembut, bising usus + normal, teraba perut papan

    ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba

    hangat ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 03 Mei 2013

    P : 108x/Menit R : 24x/menit S : 36,60C Pasien dalam keadaan tidak demam tetapi terdapat kejang sebanyak 1 kali dalam 1

    hari. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Thoraks

    cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I = bunyi

    jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal tidak terdengar

    bunyi ronki dan wheezing. Abdomen datar lembut, bising usus + normal, teraba perut

    papan ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral

    teraba hangat ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Konsul THT pkl.14.00 : OMSK Telinga KiriTerapi : - H2O2Tetes telinga 3x3 tetes

    - Kloramfenikol 3x3 mg

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    14/48

    14

    Follow Up tanggal 04 mei 2013

    P : 110x/Menit R : 22x/menit

    S : 36,7

    0

    C Pasien dalam keadaan tidak demam disertai kejang sebanyak 2 kali dalam 1 hari.

    Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Telinga

    terdapat serumen di telinga kiri pasien. Thoraks cembung normal, simetris dalam

    keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur

    dan tidak ada gallop. Pulmonal tidak terdengar bunyi ronki dan wheezing. Abdomen

    datar lembut, bising usus + normal, teraba perut papan ,tidak terdapat nyeri tekan.

    Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 05 Mei 2013

    P : 110x/Menit R : 22x/Menit S : 36,50C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opitotonus. Telinga kiri

    pasien sudah tidak ada serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan

    statis dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan

    tidak ada gallop. Pulmonal terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing.

    Abdomen datar lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak

    terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat

    ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    15/48

    15

    Follow Up tanggal 06 Mei 2013

    P : 110x/Menit

    R : 24x/Menit S : 36,50 C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Thoraks

    cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi

    jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal terdengar bunyi

    ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar lembut, bising usus + normal,

    perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia tidak ada

    kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema, ekstremitas spatis tungkai

    atas dan bawah.

    JENIS

    PERIKSA

    NILAI NORMAL

    HEMATOLOGI

    Hemoglobin 10,1 11-17 gr/dL

    Lekosit 8,0 4,0-12,0

    103/ul

    Hematokrit 31,6 40-47 %

    Trombosit 366 150-400

    103/ul

    Limfosit 40 20-40 %

    Monosit 4 2-8 %

    Segmen 56 50-70 %

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    16/48

    16

    Follow Up tanggal 07 Mei 2013

    P : 108x/Menit

    R : 24x/Menit S : 36,40C Pasien dalam keadaan tidak demam ,terdapat kejang 1 kali. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dibuka dan Wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Telinga kiri

    sudah tidak ada serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis

    dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada

    gallop. Pulmonal terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar

    lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri

    tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 08 Mei 2013

    P : 110x/Menit R : 22x/Menit S : 36,20C Pasien dalam keadaan tidak demam ,terdapat kejang 2 kali. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk dan opistotonus. Telinga kiri

    sudah tidak ada serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis

    dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada

    gallop. Pulmonal terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar

    lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri

    tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    17/48

    17

    Follow Up tanggal 09 Mei 2013

    P : 124x/Menit

    R : 22x/Menit S : 36,80C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah tidak ada

    serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi

    jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal

    tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar lembut,

    bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri tekan.

    Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 10 Mei 2013

    P : 124x/Menit R : 22x/Menit S : 36,60C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah tidak ada

    serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi

    jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal

    terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar lembut, bising

    usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri tekan. Genitalia

    tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema, ekstremitas

    spatis tungkai atas dan bawah.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    18/48

    18

    Follow Up tanggal 11 Mei 2013

    P : 120x/Menit

    R : 22x/Menit S : 36,20C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang. Keadaan umum pasien

    tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan Wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah tidak ada

    serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi

    jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal

    tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar lembut,

    bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri tekan.

    Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

    Follow Up tanggal 12 Mei 2013

    P : 120x/Menit R : 22x/Menit S : 36,70C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang, dan kesadaran

    komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan Wajah kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah tidak ada

    serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Bunyi

    jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop. Pulmonal

    tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar lembut,

    bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri tekan.

    Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    19/48

    19

    Follow Up tanggal 13 Mei 2013

    P : 110x/Menit R : 24x/Menit

    S : 36,7

    0

    C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang, dan kesadaran

    komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 2 cm dan Wajah tidak kaku. Leher tidak ada

    pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah tidak

    ada serumen. Thoraks cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis.

    Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada gallop.

    Pulmonal tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen datar

    lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat nyeri

    tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada edema,

    ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah

    Follow Up tanggal 14 Mei 2013

    P : 125x/Menit R : 23x/Menit S : 36,70C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang, dan kesadaran

    komposmentis. Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat

    konjungtiva anemis, tidak terdapat sklera ikterik. Trismus 3 cm dan wajah tidak kaku.

    Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat kaku kuduk. Telinga

    kiri sudah tidak ada serumen. Thoraks cembung normal, simetris dalam keadaan statis

    dan dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada

    gallop. Pulmonal tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen

    datar lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat

    nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada

    edema, tidak ada ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    20/48

    20

    Follow Up tanggal 15 Mei 2013

    P : 120x/Menit R : 22x/Menit

    S : 36,7

    0

    C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang, dan kesadaran

    komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,

    tidak terdapat sklera ikterik. Trismus menghilang dan wajah tidak kaku. Leher tidak

    ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah

    tidak ada serumen. Thoraks cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan

    dinamis. Bunyi jantung I = bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada

    gallop. Pulmonal tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen

    datar lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba, tidak terdapat

    nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada

    edema, tidak ada ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah

    Follow Up tanggal 16 Mei 2013

    P : 120x/Menit R : 22x/Menit S : 36,70C Pasien dalam keadaan tidak demam ,tidak terdapat kejang, dan kesadaran

    komposmentis.

    Pada pemeriksaan fisik, kepala normocephale, tidak terdapat konjungtiva anemis,

    tidak terdapat sklera ikterik. Trismus menghilang dan wajah tidak kaku. Leher tidak

    ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat kaku kuduk. Telinga kiri sudah

    tidak ada serumen. Thorakx cembung normal, simetris dalam keadaan statis dan

    dinamis. Bunyi jantung I=bunyi jantung II tidak terdengar murmur dan tidak ada

    gallop. Pulmonal tidak terdengar bunyi ronki dan tidak terdengar wheezing. Abdomen

    datar lembut, bising usus + normal, perut papan sudah tidak teraba ,tidak terdapat

    nyeri tekan. Genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas akral teraba hangat ,tidak ada

    edema, tidak ada ekstremitas spatis tungkai atas dan bawah

    Pasien pulang

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    21/48

    21

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    TETANUS

    Definisi :

    Tetanus merupakan penyakit toksemik akut yang menunjukkan diri dengan gangguan

    neuromuskular akut tanpa penurunan kesadaran berupa trismus, spasme dan kejang otot

    disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani, sejenis kuman

    gram positif yang dalam keadaan biasa berada dalam bentuk spora dan dalam suasana

    anaerob berubah menjadi bentuk vegetatif yang memproduksi eksotoksin antara lain

    neurotoksin tetanospasmin dan tetanolysin.

    Etiologi :

    Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Bakteri ini berspora,

    dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang

    terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan

    beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau

    bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang

    bernama tetanospasmin.

    Patogenesis

    Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan

    oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah dengan

    cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port dentree tak selalu dapat diketahui

    dengan pasti, namun diduga melalui :

    1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas.2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

    3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

    4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran

    binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab utama

    masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus

    neonatorum.

    Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh

    tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    22/48

    22

    menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi

    inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif

    yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan

    tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini.

    Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan

    pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis,

    (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan dosis letal

    minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat badan (satu nanogram =

    satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan berat badan 70 kg.

    Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end plate

    dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke

    susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah.

    Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus

    pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui

    proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan

    menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-

    esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang

    terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus

    otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin

    meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar

    Dampak toksin antara lain :

    1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin

    memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga

    tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku

    2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri

    diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

    3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala

    keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau

    takikardia.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    23/48

    23

    Manifestasi klinis :

    Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau

    hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat

    masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum

    semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama.

    Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian.

    Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :

    1. Generalized tetanus (Tetanus umum)

    Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka bervariasi,

    mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi

    sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya

    memiliki pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan

    kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama

    berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter

    bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia

    dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi dini ini

    merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek.

    Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat

    berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa

    bulan.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    24/48

    24

    2.Localized tetanus (Tetanus lokal)

    Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki

    derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki

    prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya

    menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan

    derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

    3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

    Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi

    telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf

    fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki

    masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.

    4. Tetanus neonatorum

    Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara

    yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab

    yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada

    ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah,

    rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi

    70%. Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus dapat

    dibagi menjadi empat (4) tingkatan (lihat Tabel 1).

    Tabel 1. Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus

    Derajat Manifestasi Klinis

    I : Ringan Trismus ringan sampai

    sedang;spastisitas umum tanpa spasme

    atau gangguan pernapasan;tanpa

    disfagia atau disfagia ringan

    II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan

    spasme ringan sampai sedang dalam

    waktu singkat; laju napas>30x/menit;

    disfagia ringan

    III : Berat Trismus berat; spastisitas umum;

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    25/48

    25

    spasmenya lama; laju

    napas>40x/menit; laju nadi >

    120x/menit, apneic spell, disfagia berat

    IV : Sangat berat (derajat III + gangguan sistem otonom

    termasuk kardiovaskular) Hipertensi

    berat dan takikardia yang dapat

    diselang-seling dengan hipotensi relatif

    dan bradikardia, dan salah satu keadaan

    tersebut dapat menetap

    Penegakan Diagnosis

    Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan

    laboratorium tidak spesifik. Jadi, penegakan diagnosis sepenuhnya didasarkan pada

    anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jangan menyingkirkan diagnosis tetanus meskipun orang

    tersebut telah diimunisasi secara lengkap. Diperkirakan terdapat 4-100 juta kasus tetanus

    pada orang yang telah divaksinasi (imunokompeten).

    Anamnesis

    Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:

    gigitan binatang?

    imunisasi yang terakhir?

    spasme yang pertama (period of onset)?

    Pemeriksaan Fisik

    Pada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan :

    1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar untuk membukamulut. Pada neonatus kekakuan mulut ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut

    ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan

    kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    26/48

    26

    2. Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga tampak dahimengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah.

    3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, ototleher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan

    tubuh melengkung seperti busur.

    4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan.5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya hanya terjadi

    setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang

    kuat. Lambat laun masa istirahat spasme makin pendek sehingga anak jatuh dalam

    status konvulsivus.

    Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan cenderung

    terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi tidak bisa menghisap dan

    sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan menjadi kaku serta terdapat spasme

    intermiten. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat spasme

    yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia

    dan kematian; pengaruh toksin pada saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi

    (gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu

    badan yang tinggi atau berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain

    sehingga terjadi retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah tulang panjang

    dan kompresi tulang belakang.

    Uji spatula dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring dengan menggunakan

    alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif, jika terjadi kontraksi rahang

    involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Dalam laporan

    singkat The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa pada

    penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan

    sensitivitas yang tinggi (94% pasien yang terinfeksi menunjukkan hasil yang positif).

    Pemeriksaan Penunjang

    Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus :

    1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus. Namundemikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak mengalami

    tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus. Biakan kuman

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    27/48

    27

    memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan

    yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus C.

    tetani yang ditemukan pada luka dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak mengalami

    tetanus.

    2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi.3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.4. Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi

    dan bukan tetanus.

    5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-menerus dan

    pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah

    potensial aksi.

    7. Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

    Diagnosis Banding

    Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit. Diagnosis

    bandingnya adalah sebagai berikut : 1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada

    ketiga diagnosis tersebut tidak dijumpai trismus, risus sardonikus. Namun dijumpai gangguan

    kesadaran dan terdapat kelainan likuor serebrospinal. 2. Tetani disebabkan oleh

    hipokalsemia. Secara klinis dijumpai adanya spasme karpopedal. 3. Keracunan striknin :

    minum tonikum terlalu banyak (pada anak). 4. Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan

    kesukaran menelan, sedangkan pada anamnesis terdapat riwayat digigit binatang pada waktu

    epidemi. 5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis media

    supuratif kronis (OMSK) dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris.

    Komplikasi Tetanus

    Tabel 6 menggambarkan beberapa komplikasi akibat tetanus.

    Sistem tubuh Komplikasi

    Jalan napas Aspirasi* Laringospasme/obstruksi*

    Sedasi dihubungkan dengan obstruksi*

    Respirasi Apnea* Hipoksia Tipe I* (ateletaksis,

    aspirasi, pneumonia) dan tipe II* gagal

    napas (spasme laring, pemanjangan

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    28/48

    28

    spasme batang tubuh, sedasi berlebihan)

    ARDS*

    Komplikasi dari pemanjangan bantuan

    ventilasi (contoh :

    Kardiovaskular Takikardia*, hipertensi*, iskemia*

    Hipotensi*, bradikardia* Takiaritmia,

    bradiaritmia* Asistol* Gagal jantung*

    Ginjal Gagal ginjal : fase oligouria dan poliuria

    Stasis urin dan infeksi

    Gastrointestinal Stasis lambung Ileus Diare Perdarahan*

    Lain-lain Status konvulsivus Dehidrasi Penurunan

    berat badan* Tromboemboli* Sepsis dan

    gagal organ multipel* Fraktur vertebra

    selama spasme Avulsi tendon selama

    spasme

    Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan pada tetanus adalah sebagai berikut :

    1. Penanganan spasme.

    2. Pencegahan komplikasi gangguan napas dan metabolik.

    3. Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum berikatan dengan sistem

    saraf. Pemberian antitoksin dilakukan secepatnya setelah diagnosis tetanus dikonfirmasi.

    Namun, tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa toksin tetanus dapat diinaktifkandengan antitoksin setelah toksin berikatan di jaringan. Bahkan pada kenyataannya, efektivitas

    antitoksin dalam dosis yang sangat besar dalam menurunkan angka kematian masih

    dipertanyakan.

    4. Jika memungkinkan, melakukan pembersihan luka di tempat masuknya kuman, untuk

    memusnahkan pabrik penghasil tetanospasmin. Pada tetanus neonatorum eksisi luas tunggul

    umbilikus tidak diindikasikan (tabel 7).

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    29/48

    29

    Tabel 7. Cairan yang digunakan untuk membersihkan luka

    Nama Cairan H2O2 (Hidrogen

    peroksida)

    NaCl 0,9% Hidrogel

    Deskripsi Cairan antiseptik

    yang dapat

    berubah menjadi

    oksigen dan air

    jika berkontak

    dengan katalase,

    suatu enzim yang

    ditemukan dalam

    darah dan sebagian

    besar jaringan.

    Cairan yang dapat

    dipergunakan

    untuk

    membersihkan

    luka karena

    isotonik terhadap

    jaringan tubuh,

    tidak toksik

    terhadap jaringan,

    tidak menghambat

    proses

    penyembuhan

    luka dan tidak

    menyebabkan

    reaksi alergi atau

    merubah flora

    bakteri pada kulit,

    dapat digunakan

    untuk mengirigasi

    rongga tubuh dan

    ekonomis. 7,8

    Jenis terapi topikal

    berupa gel, terdiri

    dari polyurethane

    carrier film dan

    lapisan hydrogel.

    Kandungan

    cairannya

    menciptakan

    lingkungan yang

    lembab pada luka.

    Kelebihan - Oksigen bebas

    yang menimbulkan

    efek berbusa dapat

    membantu

    debridement

    mekanik terhadap

    debris dari luka. -

    Mempunyai efek

    - Meningkatkan

    autolitik debride-

    ment secara alami.

    - Melunakkan dan

    menghancurkan

    jaringan nekrotik

    tanpa merusak

    jaringan sehat,

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    30/48

    30

    germicidal yang

    melawan bakteri

    anaerob karena

    adanya pelepasan

    oksigen.

    yang akan terserap

    ke dalam struktur

    gel dan terbuang

    bersama pembalut

    sekunder. -

    Sebagai analgesik

    yang mengurangi

    rasa sakit, karena

    mempunyai efek

    pendingin. -

    Menciptakan

    lingkungan yang

    tetap lembab. -

    Lembut dan

    fleksibel untuk

    segala jenis luka. -

    Transparan. -

    Tidak

    menimbulkan

    trauma dan rasa

    sakit saat

    penggantian

    balutan.

    Kekurangan -Efek berbusa dari

    H2O2 dapat

    mengangkat epitel

    yang baru

    terbentuk. -

    Memiliki efek

    sitotoksik pada

    fibroblast. -

    Dilaporkan adanya

    kasus emboli O2

    Dalam

    pemakaiannya,

    hidrogel

    memerlukan

    balutan sekunder,

    maka luka tidak

    boleh terbuka.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    31/48

    31

    dan emfisema

    pembedahan

    setelah irigasi

    dibawah tekanan

    atau irigasi dalam

    rongga tertutup

    dengan H2O2. -

    Dapat melarutkan

    bekuan dan

    menyebabkan

    perdarahan

    Catatan - Disebabkan

    karena resiko

    terjadinya emboli

    oksigen atau

    emfisema

    pembedahan,

    penggunaan H2O2

    dengan tekanan

    atau pada rongga

    tertutup/dangkal

    tidak

    direkomendasikan.

    - Batasi

    penggunaannya

    untuk

    pengangkatan

    debris dari luka. -

    Pertimbangkan

    alternatif yang

    lebih aman untuk

    mengangkat debris

    Untuk luka

    nekrotik

    permukaan dan

    dalam - Untuk

    luka permukaan

    dan dalam dengan

    cairan sedikit -

    Untuk luka

    berlubang,

    mengisi luka dan

    mengurangi area

    jaringan mati.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    32/48

    32

    misalnya kompres

    cairan normal salin

    atau autolityc

    debriding

    dressings (balutan

    yang dapat

    mengangkat debris

    secara autolitik)8

    6. Asuhan keperawatan yang sangat ketat dan terus-menerus.7. Lakukan pemantauan cairan, elektrolit dan keseimbangan kalori (karena biasanya terganggu),

    terutama pada pasien yang mengalami demam dan spasme berulang, juga pada pasien yang

    tidak mampu makan atau minum akibat trismus yang berat, disfagia atau hidrofobia.

    Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari tatalaksana umum yang terdiri dari kebutuhan

    cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan napas, oksigenasi, mengatasi spasme, perawatan

    luka atau portd entree lain yang diduga seperti karies dentis dan OMSK; sedangkan

    tatalaksana khusus terdiri dari pemberian antibiotik dan serum anti tetanus.

    Tatalaksana Umum :

    1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

    Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-

    obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan

    pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung

    untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya

    aspirasi.

    2. Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi.

    3. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker).

    4. Mengurangi spasme dan mengatasi spasme.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    33/48

    33

    Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal.

    Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4

    jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    34/48

    34

    Immunoglobuline (IVIG) mengandung antitoksin tetanus dan dapat digunakan jika HTIG

    tidak tersedia. Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas terhadap imunoglobulin

    atau komponen human immunoglobuline sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan

    koagulasi lain yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian secara IM.

    Pada keadaan tetanus berat memerlukan perawatan di perawatan intensif. Selain

    penatalaksanaan diatas, berikan tambahan penatalaksanaan berikut :

    (meningkatkan perbaikan klinis dari 4-30%).

    -4 minggu.

    otonom tetanus dapat menyulitkan untuk diatasi (hiper dan hipotensi yang berganti-

    ganti, hiperpireksia/hipotermia) dan mungkin memerlukan labetolol, magnesium, klonidin

    atau nifedipin.

    Obat-obatan seperti klorpromazin atau diazepam atau pelemas otot lain dapat

    diberikan untuk mengontrol spasme otot. Pada kasus yang ekstrim mungkin diperlukan untuk

    menimbulkan paralisis pada pasien dengan obat kurare serta menggunakan ventilator

    mekanik. Rangsangan yang sangat ringan dapat memicu spasme yang berpotensi

    menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit yang sudah menyebar. Karena alasan

    ini, semua prosedur terapeutik harus dikoordinasi dengan baik sehingga risiko menghasilkan

    tetanospasmin dapat berkurang hingga minimal. Semua prosedur paling baik dilakukan

    setelah pasien mendapatkan sedasi dan relaksasi yang optimal. Karena toksin tetanus sangat

    kuat, penyakit tetanus tidak menimbulkan kekebalan. Imunisasi aktif dengan toksoid tetanus

    harus segera dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Infeksi tetanus pada anak merupakan

    infeksi yang akut sehingga relatif tidak mengganggu tumbuh kembang anak. Sedangkan pada

    tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang akibat hipoksia yang berat.

    Selanjutnya pasien diberikan imunisasi tetanus.

    2. Antibiotika

    Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi

    pilihan yang digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol diberikan secara iv

    dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6

    jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetanibentuk

    vegetatif. Sebagai lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 U/kgBB/hari

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    35/48

    35

    selama 7-10 hari, jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50

    mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). Penisilin membunuh bentuk vegetatif

    C.tetani. Sampai saat ini, pemberian penisilin G secara parenteral dengan dosis 100.000

    U/kgBB/hari secara iv, setiap 6 jam selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus

    tetanus (tabel 8). Sebuah penelitian menyatakan bahwa penisilin mungkin berperan sebagai

    agonis terhadap tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama

    (GABA).

    Tabel 8 menggambarkan perbandingan antara penisilin dan metronidazol.

    Penisilin Metronidazol

    Spektrum Spektrum luas, bakteri

    Gram (+), anaerob

    Spektrum sempit, obligat

    anaerob (tidak dapat

    menginduksi

    superinfeksi)

    Mekanisme kerja Menghambat sintesis

    dinding sel

    Menghambat sisntesis

    DNA

    Stabilitas Tidak stabil Stabil

    Reaksi alergi Sering Jarang

    Resistensi Sering Jarang

    Struktur Strukturnya menyerupai

    GABA : menginduksi

    spasme

    Penetrasi ke abses Rendah Baik

    Akses IM Oral, rektal, IV

    Jika terjadi penyulit sepsis atau bronkopneumonia, diberikan antibiotik yang sesuai.

    Pemberian antibiotika bertujuan untuk memusnahkan klostridium di tempat luka yang dapat

    memproduksi toksin (tabel 9).

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    36/48

    36

    Tabel 9. Beberapa pilihan antibiotika yang dapat digunakan pada penatalaksanaan

    tetanus.

    Nama Obat Deskripsi Dosis Kontraindikasi/

    Perhatian

    Metronidazole Efek antibakteri

    terhadap

    klostridium. Obat

    ini tergolong

    aman, memiliki

    penetrasi yang

    efisien ke dalam

    luka dan abses

    serta eksitasi

    terhadap SSP

    dapat abaikan.

    - Neonatus < 1200

    gram: 7,5 mg/kgBB

    IV tiap 48 jam -

    Neonatus 7 hari

    dan 1200 gram:

    7,5-15

    mg/kgBB/hari IV

    dibagi tiap 12-24

    jam - Neonatus > 7

    hari dan 1200

    gram: 15-30

    mg/kgBB/hari IV

    dibagi tiap 12 jam

    15-30 mg/kg/hari

    IV dibagi tiap 8-12

    jam; tidak melebihi

    2 g/hari

    KI :

    Hipersensitivitas

    P: Hati-hati pada

    penggunaan

    dengan diskrasia

    darah atau

    gangguan fungsi

    hati; lakukan

    pemantauan

    terhadap spasme

    dan perkembangan

    neuropati perifer

    Penisilin G Antibiotik

    bakterisid.

    Berikatan dan

    menghambat

    ikatan penisilin

    dengan protein,

    dengan

    transpeptida yang

    mengadakan

    Anak :

    100 000

    U/kgBB/hari IV/IM

    dibagi tiap 4 jam,

    tidak melebihi 24

    juta U/hari

    KI: Riwayat

    hipersensitivitas

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    37/48

    37

    ikatan silang

    dengan

    peptidoglikan

    yang merupakan

    tahap akhir pada

    sintesis dinding

    bakteri.

    Menghambat

    sintesis dinding

    sel dan

    mengaktivasi

    enzim autolitik

    yang berperan

    pada kerja bakteri

    pada pembelahan

    bakteri.

    Eritromisin Agen

    bakteriostatik

    yang menghambat

    sintesis protein

    dengan berikatan

    dengan subunit

    50S ribosom

    bakteri. Bukan

    merupakan pilihan

    pada tetanus tetapi

    dapat digunakan

    pada tetanus

    karena beberapa

    alasan.

    15-50 mg/kg/hari

    IV dibagi tiap 6

    jam; tidak melebihi

    4g/hari

    Eritromisin

    Klindamisin Agen

    bakteriostatik

    yang berikatan

    - Neonatus 7 hari

    : 10-15

    mg/kgBB/hari IV

    KI : Riwayat

    hipersensitivitas;

    enteritis regional;

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    38/48

    38

    dengan subunit

    50S ribosom

    bakteri dan

    bekerja sebagai

    agen

    bakteriostatik.

    Tidak digunakan

    untuk agen

    tetanus. Dapat

    digunakan jika

    pengobatan lain

    tidak tersedia.

    dibagi tiap 8-12 jam

    - Neonatus > 7 hari

    : 10-20

    mg/kgBB/hari IV

    dibagi tiap 6-12 jam

    - 25-40

    mg/kgBB/hari IV

    dibagi tiap 6-8 jam;

    tidak melebihi 4800

    mg/hari

    kolitis ulseratif;

    gangguan hepatik;

    kolitis yang

    berkaitan dengan

    antibiotik

    Tetrasiklin Agen

    bakteriostatik

    yang menghambat

    sintesis protein.

    Tidak digunakan

    untuk agen

    tetanus. Dapat

    digunakan jika

    pengobatan lain

    tidak tersedia.

    8 tahun : 25-50

    mg/kgBB/hari per

    oral dibagi tiap 6

    jam. Tidak melebihi

    3g/hari

    KI : Riwayat

    hipersensitivitas;

    disfungsi hepatik

    berat; usia

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    39/48

    39

    jam - Neonatus 7

    hari dan >2000 g:

    10-15 mg/kgBB IV

    dibagi tiap 8-12 jam

    - Neonatus > 7 hari

    dan 7 hari

    dan 1200-2000 g :

    10-15 mg/kgBB IV

    dibagi tiap 8-12 jam

    - Neonatus > 7 hari

    dan >2000 g : 15-

    20 mg/kgBB IV

    dibagi tiap 8 jam

    10 mg/kgBB IV

    tiap 6 jam;

    lakukanpenyesuaian

    dosis terhadap

    fungsi ginjal dan

    parameter

    farmakokinetik.

    Dari penjelasan sebelumnya, penatalaksanaan tetanus dapat digambarkan secara lebih

    ringkas dan sistematis seperti pada tabel berikut ini (tabel 10).

    Tabel 10. Pengelolaan Tetanus.

    Eradikasi bakteri

    penyebab

    Pembersihan luka

    Antibiotik Metronidazol 15-30

    mg/kgBB/hari dibagi tiap

    8-12 jam; tidak melebihi

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    40/48

    40

    2 g/hari

    Antitoksin netralisasi

    terhadap luka

    Antitoksin kuda atau

    manusia

    Human tetanus immune

    globulin (3.000-6.000 IU

    /kg i.m) Antitetanus

    serum (ATS) 50.000 IU

    im dan 50.000 IU iv.

    (terlebih dahulu

    dilakukan tes kulit)

    (untuk tetanus

    neonatorum 10.000 IU

    i.v.)

    Terapi suportif selama

    fase akut

    Kontrol spasme otot Diazepam (iv bolus) 0,1-

    0,3 mg/kgBB/kali i.v.

    tiap 2-4 jam, tetanus

    neonatorum dosis awitan

    0,1-0,2 mg/kgBB iv

    untuk menghilangkan

    spasme akut, diikuti infus

    tetesan tetap 15-40

    mg/kgBB/hari Dalam

    keadaan berat diazepam

    drip 20 mg/kgBB/hari

    dirawat di PICU/NICU.

    Dosis pemeliharaan 8

    mg/kgBB/hari p.o. dibagi

    dalam 6-8 dosis

    Midazolam (iv

    infus/bolus)

    Vekuronium Bila spasme

    sangat hebat

    pankuronium bromid

    0,02 mg/kgBB iv diikuti

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    41/48

    41

    0,05 mg/kgBB/dosis

    diberikan setiap 2-3 jam

    Sedasi Diazepam (iv bolus)

    Midazolam (iv

    infus/bolus) Morfin

    (im/iv) Klorpromazin

    Pemeliharaan jalan

    napas/ventilasi

    Trakeostomi Tekanan

    positif intermiten

    Ventilasi

    Pemeliharaan

    hemodinamik

    Penggantian volum yang

    cukup

    Sedasi (seperti di atas)

    Inotropik

    Bila terjadi aktivitas

    simpatis yang berlebihan

    diberikan beta bloker

    seperti propanolol atau

    alfa dan beta bloker

    (labetolol

    Rehabilitasi Nutrisi Fisioterapi

    Imunisasi Terapi primer penuh dari

    tetanus toksoid

    Prognosis

    Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, tetapi angka

    mortalitas dapat diturunkan hingga 10-30 persen dengan perawatan kesehatan yang modern.

    Banyak faktor yang berperan penting dalam prognosis tetanus. Diantaranya adalah masa

    inkubasi, masa awitan, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien. Semakin pendek masa

    inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Semakin pendek masa awitan, semakin

    buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran dalam

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    42/48

    42

    menentukan prognosis. Jenis tetanus juga memengaruhi prognosis. Tetanus neonatorum dan

    tetanus sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis buruk.

    Sebaliknya tetanus lokal yang memiliki prognosis baik. Pemberian antitoksin profilaksis dini

    meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun terjadi tetanus. Berikut ini adalah

    skala/derajat keparahan yang menentukan prognosis tetanus menurut sistem skoring Bleck

    Sistem skoring 1 0

    Masa inkubasi < 7 hari 7 hari

    Awitan penyakit < 48 jam 48 jam

    Tempat masuk luka bakar, luka

    operasi, bagian dari

    fraktur, aborsi septik,

    tali pusat, atau

    penyuntikan

    intramuskular

    Selain tempat tersebut

    Spasme (+) (-)

    Suhu > 38,4C > 40C 38,4C 40C

    Takikardia dengan

    frekuensi lebih dari

    120x/menit (pada

    neonatus >150x/menit)

    (+) (-)

    Tetanus umum (+) (-)

    Adiksi narkotika (+) (-)

    Skor total menunjukkan derajat keparahan dan prognosis, seperti diuraikan berikut

    ini:

    Total Skor Derajat Keparahan Tingkat Mortalitas

    0-1 Ringan 50%

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    43/48

    43

    Note :

    Tetanus sefalik sealu merupakan derajat berat atau sangat berat

    Tetanus neonatorum selalu merupakan derajat sangat berat

    Pencegahan

    Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal. Untuk

    pencegahan, perlu dilakukan:

    1. Imunisasi aktifImunisasi dengan toksoid tetanus merupakan salah satu pencegahan yang

    sangat efektif. Angka kegagalannya relatif rendah. Toksoid tetanus pertama kali

    diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi toksoid tetanus digunakan secara luas pada

    militer selama Perang Dunia II. Terdapat dua jenis toksoid tetanus yang tersedia

    adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. Toksoid tetanus

    tersedia dalam kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri

    sebagai DT atau dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai DPT.

    Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat

    diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin pertusis. Jenis

    imunisasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin.

    Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan

    pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS

    yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status

    imunisasi TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan

    imunisasi TT harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali dengan jadwal sebagai berikut

    : Dosis pertama diberikan segera pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan

    atau sendini mungkin saat yang bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu

    setelah dosis pertama. Dosis ketiga dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua

    atau setiap saat pada kehamilan berikutnya. Dosis tambahan sebanyak dua dosis

    dengan interval satu tahun dapat diberikan pada saat WUS tersebut kontak dengan

    fasilitas pelayanan kesehatan atau diberikan pada saat kehamilan berikutnya. Total 5

    dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan seumur hidup. WUS

    yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 - 4 dosis DPT/DaPT pada waktu anak-

    anak, cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan pertama, ini akan memberi

    perlindungan terhadap seluruh bayi yang akan dilahirkan. Efektivitas vaksin tetanus

    tidak pernah diuji dalam penelitian. Kesimpulan bahwa kadar antitoksin bersifat

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    44/48

    44

    protektif setelah diberikan toksoid tetanus yang lengkap terlihat manfaatnya secara

    klinis hingga 100%; jarang ditemukan kasus tetanus pada orang yang telah

    diimunisasi secara lengkap dalam waktu 10 tahun setelah dosis terakhir. Pada

    beberapa orang, imunitas dapat terjadi seumur hidup atau pada sebagian besar orang

    memiliki kadar antitoksin yang minimal setelah 10 tahun. Akibatnya, diperlukan

    imunisasi ulangan (booster) yang rutin dilakukan setiap 10 tahun. Oleh karena itu,

    peranan pencegahan dengan imunisasi sangatlah penting. Pada penelitian di Amerika

    Serikat, ditemukan bahwa kasus tetanus hanya terjadi pada anak-anak yang tidak

    diimunisasi karena orang tua menolak memberikan vaksinasi.25 Ibu yang mendapat

    TT 2 atau 3 dosis ternyata memberikan proteksi yang baik terhadap bayi baru lahir

    dari tetanus neonatal. Kadar rata-rata antitoksin 0,01 AU/ml pada ibu cukup untuk

    memberi proteksi terhadap bayinya.

    2. Perawatan lukaPerawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor

    atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna

    mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing harus

    dibuang. Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada

    penghindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari

    imunisasi ibu. Pada perawatan tali pusat, penting diperhatikan hal-hal berikut ini :27 -

    Jangan membungkus punting tali pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam

    punting tali pusat - Mengoleskan alkohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi

    tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab

    3. Pemberian ATS dan HTIG profilaksisProfilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan

    harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU.

    HTIG juga dapat diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun : 4

    U/kg IM dosis tunggal, sedangkan dosis untuk anak 7 tahun : 250 U IM dosis

    tunggal. 10 Berikut ini adalah pedoman pemberian profilaksis terhadap tetanus (tabel

    14)

    .

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    45/48

    45

    Tabel. 14 Pedoman Profilaksis terhadap Tetanus

    Riwayat Pemberian

    (dosis)

    Luka Bersih dan

    Kecil

    Jenis Luka Lainnya

    Td atau

    TdaP2

    TI G Td atau

    TdaP2

    TIG

    3 Tidak Tidak Tdak Tidak

    Keterangan : Td: difteri adult-type dan vaksin tetanus toksoid: TIG: tetanus immune

    globulin; TdaP: booster tetanus toksoid, toksoid difteri dengan dosis lebih kecil dan pertusis

    aselular antara lain (tidak terbatas hanya): luka yang terkontaminasi oleh kotoran/feses, tanah,

    dan air liur; tusukan; avulsi; dan luka akibat tembakan, tabrakan, luka bakar, danfrostbite

    TdaP lebih baik dibandingkan Td untuk remaja yang belum pernah mendapat

    imunisasi TdaP. Td lebih baik dibandingkan TT untuk remaja yang telah diimunisasi TdaP

    atau TdaP memang tidak tersedia di Indonesia. Imun globulin i.v. diberikan bilamana TIG

    tidak tersedia. TIG: 250 U i.m. di sisi ekstremitas lain dari pemberian tetanus toksoid .

    Bilamana telah diberikan 3 dosis toxoid fluid, dosis keempat tetap diberikan dan sebaiknya

    berupa adsorbed toxoid

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    46/48

    46

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Diagnosis tetanus pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan

    fisik yang ditemukan pada pasien ini. Pada anamnesis didapatkan adanya trismus, kaku

    kuduk, recus sardonikus, opistotonus, dan kejang spontan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

    adanya hal-hal yang didapatkan saat anamnesis. Port dentree yang menjadi penyebabnya

    yaitu adanya otitis media supuratif kronik (OMSK) yang ditandai dengan ditemukannya

    cairan yang menetes dari dalam telinga saat terjadinya pada anamnesis. Pemeriksaan fisik

    pada telinga ditemukan adanya sekret berwarna kehijauan yang menunjang diagnosis ini

    sedangkan riwayat adanya luka atau gusi berlubang disangkal. Manifestasi yang timbul

    dengan cepat disebabkan karenaport dentreemelalui telinga memiliki jarak yang lebih dekat

    dengan sistem saraf pusat. Pada pasien ini sudah terjadi tetanus grade III dimana gejalanya

    yaitu terdapat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju napas>40x/menit; laju

    nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia berat. Terapi yang diiberikan sudah sesuai dengan

    protap yang berlaku.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    47/48

    47

    BAB V

    KESIMPULAN

    Tetanus merupakan penyakit toksemik akut yang menunjukkan diri dengan gangguan

    neuromuskular akut tanpa penurunan kesadaran berupa trismus, spasme dan kejang otot.

    Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Bakteri ini berspora,

    dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang

    terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan

    beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau

    bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang

    bernama tetanospasmin.Pada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan trismus adalah kekakuan otot mengunyah

    (otot maseter) sehingga sukar untuk membuka mulut, Opistotonus adalah kekakuan otot yang

    menunjang tubuh seperti otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan. Bila

    kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum.

    Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal.

    Untuk pencegahan, perlu dilakukan: Imunisasi aktif Imunisasi dengan toksoid tetanus

    merupakan salah satu pencegahan yang sangat efektif. Untuk mencegah tetanus neonatorum,

    salah satu pencegahan adalah dengan pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur

    (WUS). Perawatan luka segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka yang

    diduga tercemar dengan spora tetanus dan Pemberian ATS dan HTIG profilaksis. Untuk

    tetanus yang disebabkan karena OMSK diperlukan konsultasi dengan THT untuk penanganan

    lebih lanjut.

  • 7/22/2019 Status Pasien Tetanus (Finish)

    48/48

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Garna H, Sjahrodi AM, Chairulfatah A, Setiabudi D, dkk. 2012. Pedoman Diagnosis danTerapi : Ilmu Kesehatan Anak. Ed.4. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,

    Bandung, Hal. 363-367.

    2. Matondng SC, Wahidiyat I dan Sastroasmoro S. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.CV Sagung Seto, Jakarta.

    3. Behrmann RE, Kliegman R dan Arvin AM. Tetanus dalam buku Nelson : IlmuKesehatan Anak. Ed. 15. Vol. 2. EGC, Jakarta.

    4. Staf RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. 2007. Panduan Pelayanan MedisDepartemen Ilmu Kesehatan Anak. RSCM, Jakarta.

    5. Bleck TP. Clostridium tetani (tetanus). In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Man-dell, Douglas, and Bennett's principles and practice of infectious diseases . Philadelphia:

    Churchill Livingstone, 2000: 2537-43.

    6. Thwaites CL, Farrar JJ. Preventing and treating tetanus. The challenge continues in theface of neglect and lack of research.BMJ 2003;326: 117-8.

    7. World Health Organization. Vaccine-preventable diseases:monitoring system.Geneva:WHO, 2001:18-19. (WHO/V&B/01.34)

    8. World Health Organization. Progress towards the global elimination of neonataltetanus.1990-1998. Wkly Epidemiol Rec 1999;74:73-80 [Medline]

    9. Stanfield JP, Galazka A. A neonatal tetanus is the world today. Bull World HealthOrgan.1984;62:647-9 [Medline].

    10. Reid PM, Brown D, Coni N, Sama A, Waters M. Tetanus immunization in the elderlypopulation J Accid emerg Med 1996;13:184 5 {Abstract]