(6.354) hukum tinjauan yuridis b.+isi
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
1/82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yang merupakan salah satu persyaratan mutlak atau conditio sine qua non
dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum adalah pengadilan yang mandiri,
netral (tidak berpihak), kompeten dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa
hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan. Hanya pengadilan yang
memiliki semua kriteria tersebut yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia.
Sebagai aktor utama lembaga peradilan, posisi, dan peran hakim menjadi sangat
penting, terlebih dengan segala kewenangan yang dimilikinya.
Melalui putusannya, seorang hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan
seseorang, mencabut kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan
sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, sampai dengan memerintahkan
penghilangan hak hidup seseorang. Oleh sebab itu, semua kewenangan yang dimiliki
oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan
keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur
dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana setiap orang sama kedudukannya di
depan hukum dan hakim. Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut
tanggungjawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang diucapkan dengan
irah-irah Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti
bahwa kewajiban menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
2/82
2
dipertanggung-jawabkan secara horizontal kepada semua manusia, dan secara
vertikaldipertanggung-jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1
Seperti kita ketahui bahwa setiap profesi termasuk hakim menggunakan
sistem etika terutama untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin
tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman para
profesional untuk menyelesaikan dilema etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi
pengembanan profesinya sehari-hari. Etika merupakan norma-norma yang dianut oleh
kelompok, golongan atau masyarakat tertentu mengenai perilaku yang baik dan
buruk. Dan etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai norma-norma yang
terwujud dalam perilaku hidup manusia, baik secara pribadi atau kelompok.
Sistem etika bagi profesional dirumuskan secara konkret dalam suatu kode
etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang ditulis. Kode etik ibarat kompas
yang memberikan atau menunjukkan arah bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin
mutu moral profesi itu dalam masyarakat. Tujuan kode etik ini adalah menjunjung
tinggi martabat profesi atau seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus
dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Keberadaan suatu pedoman etika dan perilaku hakim sangat dibutuhkan dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Pedoman etika dan perilaku hakim merupakan inti yang melekat pada profesi
hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Oleh karena
1Pembukaan rancangan pedoman etika dan perilaku Hakim,
http://www.hukumonline.com/artikel/html, 24 juli 2006.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
3/82
3
itu, hakim dituntut untuk berintegritas dan professional, serta menjunjung tinggi
pedoman etika dan perilaku hakim. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya
bebas sayap (vluegel vrij) dalam arti tanpa kendali dan tanpa pengarahan.
Sebaliknya, etika tanpa profesionalisme menjadikannya lumpuh sayap (vluegel
lam) dalam arti tidak maju bahkan tidak tegak.2
Pelanggaran atas suatu pedoman etika dan perilaku hakim itu tidaklah terbatas
sebagai masalah internal badan peradilan, tetapi juga merupakan masalah masyarakat
dan pencari keadilan. Akan tetapi untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana
dikemukakan di atas tidaklah mudah karena adanya berbagai hambatan. Hambatan itu
antara lain timbul dari dalam badan peradilan sendiri terutama yang berkaitan dengan
kurang efektifnya pengawasan internal, dan cenderung meningkatnya berbagai bentuk
penyalah-gunaan wewenang oleh hakim.
Padahal sebagai pelaksana utama dari fungsi pengadilan, hakim harus
berintegritas dan profesional, serta membutuhkan kepercayaan masyarakat dan
pencari keadilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu hal
penting yang disorot masyarakat untuk mempercayai hakim, adalah perilaku dari
hakim yang bersangkutan, baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun dalam
kesehariannya. kehormatan dan keluhuran martabat berkaitan erat dengan sikap dan
perilaku yang berbudi pekerti luhur. Budi pekerti luhur adalah sikap dan perilaku
2Ibid
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
4/82
4
yang didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan norma-norma
yang berlaku di dalam masyarakat.
Orang yang berbudi pekerti luhur dalam bertindak dan berperilaku
menggunakan perasaan, pemikiran, dan dasar pertimbangan yang jelas, dalam arti ada
dasar yang mengatur dan berdasarkan akal sehat. Keluhuran menunjukkan bahwa
profesi hakim adalah suatu kemuliaan, atau profesi hakim adalah suatu officium
nobile. Bila suatu profesi terdiri dari aspek-aspek (1) organisasi profesi yang solid,
(2) standar profesi, (3) etika profesi, (4) pengakuan masyarakat, dan (5) latar
belakang pendidikan formal, maka suatu profesi officium nobile terutama
berlandaskan etika profesi dan pengakuan masyarakat. Sedangkan martabat
menunjukkan tingkat hakekat kemanusiaan, sekaligus harga diri. Sedangkan perilaku
dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan. Perilaku hakim dapat menimbulkan kepercayaan, tetapi juga
menyebabkan ketidak-percayaan masyarakat kepada putusan pengadilan3.
Sejalan dengan dengan hal tersebut, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka
menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Untuk itulah dalam struktur kekuasaan kehakiman di Indonesia di bentuk sebuah
Komisi Yudisial agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen
dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan
pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan
3Ibid.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
5/82
5
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan
kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya itu kekuasaan kehakiman
yang merdeka dan bersifat imparsial (independent and impartial judiciary) diharapkan
dapat diwujudkan, yang sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan
kehakiman, baik dari segi hukum maupun segi etika. Untuk itu diperlukan suatu
institusi pengawasan yang independen terhadap para hakim itu sendiri. Oleh karena
itu, institusi pengawasan itu dibentuk di luar struktur Mahkamah Agung, melalui
institusi tersebut aspirasi masyarakat di luar struktur resmi dapat dilibatkan dalam
proses pengangkatan para Hakim Agung serta dilibatkan pula dalam proses penilaian
terhadap etika kerja dan kemungkinan pemberhentian para hakim karena pelanggaran
terhadap etika.
Pada dasarnya Komisi Yudisial adalah sebuah lembaga yang masih tergolong
baru di Negara kita. Sebuah komisi yang bersifat mandiri yang mana kewenangannya
adalah untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan kewenangan lain yaitu
menjaga (mengawasi) dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku Hakim4( UUD 45 pasal 24B ayat (1) ). Bahwa salah satu wewenang Komisi
Yudisial sebagaimana diamanatkan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya diimplementasikan dalam Undang Undang
No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial adalah menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
4UUD 1945 Pasal 24B Ayat (1)
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
6/82
6
Untuk melaksanakan kewenangannya itu secara efektif dibutuhkan adanya
suatu pedoman etika dan perilaku hakim. Dalam menjaga dan menegakkan
kehormatan hakim, Komisi Yudisial akan memperhatikan apakah putusan yang
dibuat sesuai dengan kehormatan hakim dan rasa keadilan yang timbul dari
masyarakat. Sedangkan dalam menjaga dan menegakkan keluhuran martabat hakim
Komisi Yudisial harus mengawasi apakah profesi hakim itu telah dijalankan sesuai
pedoman etika dan perilaku hakim, dan memperoleh pengakuan masyarakat, serta
mengawasi dan menjaga agar para hakim tetap dalam hakekat kemanusiannya,
berhati nurani, sekaligus memelihara harga dirinya, dengan tidak melakukan
perbuatan tercela. Selain itu juga, yang menjadi alasan Utama Bagi Terwujudnya
Komisi Yudisial Di Dalam Suatu Negara Hukum adalah:
1. Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif
terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring internal
saja;
2. Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara
kekuasaan pemerintah (Executive Power) dan kekuasaan kehakiman (Judicial
Power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan
kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan
pemerintah.
3. Dengan adanya Komisi Yudisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan
(Judicial Power) akan semakin tinggi dalam banyak hal; baik yang
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
7/82
7
menyangkut rekruitmen dan monitoring Hakim Agung maupun pengelolaan
keuangan kekuasaan kehakiman.
4. Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan
memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga
khusus (Komisi Yudisial).
5. Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (Judicial
Power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan Hakim
Agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan
merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai
kepentingan politik5.
Akan tetapi kewenangan untuk mengawasi para hakim ini masih bersifat
terlalu umum dalam artiannya, sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran
yurisdiksi tugas pengawasan perilaku hakim. Mahkamah Agung menganggap bahwa
yang dimaksud pengawasan perilaku tidak termasuk pengawasan atas putusan hakim
(dan eksekusi putusan). Pengawasan terhadap putusan (teknis yudisial) adalah
wewenang Mahkamah Agung. Sebab, jika hal tersebut dilakukan oleh Komisi
Yudisial dapat mengancam independensi hakim6 (Rifqi S. Assegaf Mahkamah
Konstitusi VS Komisi Yudisial).
Dalam batas tertentu, alasan ini dapat dimengerti. Apalagi ada kekhawatiran
lain bahwa nantinya bisa jadi Komisi Yudisial ditempatkan selayaknya lembaga
5Latar belakang pembentukan Komisi Yudisial http://www.komisiyudisial.go.id/html, 17 april 20066Rifqi S. Assegaf, 2006 Mahkamah Konstitusi VS Komisi Yudisial,
http://www.republika.com/artikel/html, 14 september 2006.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
8/82
8
banding jika ada ketidakpuasan pencari keadilan atas suatu putusan. Pada gilirannya
hal ini akan merusak sistem dan melahirkan ketidakpastian hukum. Komisi Yudisial
memandang bahwa sudah selayaknya pengawasan terhadap putusan masuk dalam
wilayah kerja mereka. Pertimbangannya adalah, UU menyatakan bahwa hakim dapat
diberhentikan karena alasan ketidakcakapan, yakni jika kerap melakukan kesalahan
besar dalam bertugas (lihat antara lain, UU No.8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
UU No.2/1986 tentang Peradilan Umum).
Jadi independensi hakim ada batasannya. Kewenangan penting, namun cara
pelaksanaannya juga penting. Bukan mustahil Komisi Yudisial menganggap cara
mereka--misalnya untuk memanggil dan memeriksa hakim--telah sesuai dengan UU,
yakni tetap menghargai harkat dan martabat hakim serta telah merahasiakan
informasi hasil pemeriksaan (Pasal 22 UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial). Di sisi lain, Mahkamah Agung mungkin berpandangan sebaliknya. Perlu
dilakukan penyamaan frekuensi penafsiran. Misalnya, tidak boleh membuat
pernyataan ke publik yang seakan-akan telah memvonis suatu fakta yang masih
dalam tahap pemeriksaan. Pemanggilan hakim seyogyianya dilakukan di akhir masa
pengumpulan bukti.
Dan hanya jika ada bukti awal yang kuat saja seorang hakim akan dipanggil.
Tidak perlu ada publikasi nama hakim yang akan atau tengah diperiksa (kecuali jika
kasusnya sudah diketahui publik). Publikasi (demi akuntabilitas dan transparansi)
dilakukan jika sudah ada rekomendasi sanksi ke Mahkamah Agung.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
9/82
9
Kedudukan dan martabat masing-masing institusi harus dijaga. Model
pemanggilan (pengundangan) hakim agung perlu dibedakan dari hakim biasa,
mengingat kedudukannya. Dalam hal seorang hakim agung akan diminta
keterangannya sebagai saksi, sebaiknya dilakukan di Mahkamah Agung atau tempat
yang netral. Namun jika hakim agung tersebut akan diminta keterangan sebagai
terlapor (jika ada bukti yang cukup kuat), maka yang bersangkutan harus datang ke
Komisi Yudisial sebagai bentuk penegakkan prinsip persamaan di hadapan hukum.
Dari kasus tersebut diatas, membuktikan bahwa ada kesalah pahaman diantara
pihak pihak tersebut diatas. Maka berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin
mengangkat permasalahan tersebut kedalam suatu penulisan skripsi dengan judul :
Tinjauan Yuridis Terhadap Pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial Pasca
Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU No. 22 Tahun 2004.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana ketentuan yuridis wewenang pengawasan Hakim yang dilakukan
oleh Komisi Yudisial dalam UU No.22 Tahun 2004.
2. Bagaimana ketentuan yuridis wewenang pengawasan Hakim yang dilakukan
oleh Komisi Yudisial dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-
IV/2006.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
10/82
10
3. Bagaimana ketentuan yuridis wewenang pengawasan Hakim yang dilakukan
oleh Komisi Yudisial pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-
IV/2006.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan yuridis terhadap
pengawasan hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam
UU No.22 Th 2004 .
b. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan yuridis terhadap
pengawasan hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam
dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU-IV/2006.
2. Manfaat Penelitian
a. Sebagai acuan untuk menjawab dan mengetahui bagaimana
ketentuan yuridis terhadap pengawasan hakim yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial.
b. Bagi dunia pendidikan khususnya fakultas hukum dapat dijadikan
sebagai bahan referensi yang berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang masalah masalah hukum yang ada
dalam masyarakat.
c. Dan sebagai referensi bagi Perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Malang.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
11/82
11
D. Metode Penelitian
1.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan hal yang penting bagi penelitian, karena sebagai
pembatas studi agar tidak melebar dan menjadi layak sehingga informasi dan data
yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti. Untuk
menganalisa permasalahan utama tentang tinjauan yuridis terhadap pengawasan
hakim oleh Komisi Yudisial diperlukan data yang relevan dan akurat. Oleh
karenanya, penelitian ini dibatasai pada hal hal yang hanya berkaitan dengan
kewenangan Komisi Yudisial saja, sehingga pengumpulan data akan lebih terarah.
2. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana
sumber data diperoleh. Sumber data adalah benda, hal atau orang dimana peneliti
mengamati, membaca, dan bertanya tentang data. Sumber data penelitian merupakan
faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan
data.
Dalam hal ini penulis menggunakan sumber data primer yaitu data data
yang diperoleh dengan cara pengkajian terhadap peraturan perundang undangan
dalam hal ini adalah UUD 1945 dan UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Dan juga data sekunder yaitu data - data yang diperoleh dengan cara penelusuran dan
pengumpulan data pada media cetak, media elektronik, buku buku literature, dan
peraturan perundang undangan, selain itu juga opini opini atau catatan catatan
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
12/82
12
lainnya yang terkait dengan obyek penelitian, yang mana hal ini dilakukan guna
mendapatkan landasan teoritis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan penelitian, pengumpulan data merupakan suatu kegiatan
penting karena dengan metode pengumpulan data ini akan diperoleh data data yang
akan dianalisa dan hasilnya disajikan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.Untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan tugas akhir ini, maka penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Dokumentasi
Yaitu suatu metode dimana penulis akan mengumpulkan data dengan cara
membaca dan mempelajari dokumen, yaitu berupa peraturan perundang undangan
antara lain UUD 45, UU No. 22 Th. 2004 Tentang Komisi Yudisial.
b. Pengamatan
Yaitu suatu metode dimana penulis akan melakukan penelusuran dan
pengumpulan data dengan mengikuti dan mengamati berita yang terdapat pada media
cetak maupun media elektronik.
4) Analisa Data
Data yang bisa diperoleh oleh penulis didapat dari studi pustaka dan
merupakan data primer yang selanjutnya akan dianalisa dengan menggunakan metode
kualitatif deskriptif yaitu suatu analisa yang menggambarkan suatu gejala tertentu
secara tetap kemudian dimasukkan ke dalam pembahasan.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
13/82
13
E. Sistematika Penulisan
Untuk lebih dapat memahami dalam penulisan skripsi ini, maka sistematika
penulisan legal opini ini dibagi menjadi 4 (empat) bab dimana, masing masing
bab terdiri dari sub bab. Adapun bab bab tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diberikan suatu gambaran yang masih bersifat umum
yang meliputi latar belakang masalah yang juga berisi pertimbangan alasan pemilihan
judul. Disamping itu juga diberikan rumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan
tujuan dan kegunaan penelitian. Setelah itu akan dikemukakan metode penelitian.
Dan sebagai akhir dari bab ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan legal
opini ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan dikemukakan tentang pendekatan teoritik mengenai
kerangka dasar yang diangkat, yaitu mengenai perundang undangan dan juga
literatur literatur lain yang berkaitan dengan Komisi Yudisial.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan berisikan tentang penjelasan dari hasil yang telah
diperoleh untuk membahas permasalahan yang sudah ada secara sistematis.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan atas pembahasan dan saran, dimana penulis menarik
kesimpulan dari apa yang telah dikemukakan pada babbab sebelumnya serta
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
14/82
14
memberikan saran saran berdasarkan hasil penelitian yang dapat bermanfaat bagi
pihakpihak yang berkepentingan.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
15/82
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakim
Lembaga peradilan di Indonesia dari tahun ke tahun mulai menunjukkan
perkembangan yang cukup signifikan. Sebagai salah satu dari lembaga peradilan,
hakim saat ini juga mendapat sorotan yang relatif tinggi dari masyarakat dan media.
Secara yuridis, hakim merupakan bagian integral dari sistem supremasi hukum.
Tanpa adanya hakim yang memiliki integritas, sikap dan perilaku yang baik dalam
lembaga peradilan, maka jargon-jargon good government dan good governance yang
selama ini digembar-gemborkan oleh banyak pihak tidak akan dapat terealisasi, hanya
sebatas mimpi semata.
A.I. Pengertian Hakim
Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun
2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan
peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sedangkan secara etimologi atau
secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya
telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu
ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
16/82
16
boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan
Yang Maha Esa.
7
Melihat dari pengertian hakim yang dijabarkan oleh Bambang
Waluyo, S.H maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya adalah tidak
jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam UU No.22 Th 2004, bukankah hakim
agung, hakim yang berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga
merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya
telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu dapat
ditegakkan. Hal ini senada juga dengan apa yang diungkap kan oleh Al. Wisnu Broto,
pendapatnya ialah, yang dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi hukum dan
keadilan secara abstrak, Bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil
tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan.8
Kalau kita perbandingkan dari keduanya, secara normatif hakim merupakan
institusi yang mempunyai kekuasaan kehakiman, yang mencakup Mahkamah Agung
dan badan peradilan dibawahnya sampai ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
penjelasan tentang hakim secara umum, hakim haruslah seseorang yang mempunyai
tanggung jawab, integritas, dan kemampuan untuk berbuat adil dalam membuat
keputusan.
Pada dasarnya pengertian hakim, apabila kata tersebut ditafsirkan secara
generik maka dapat diartikan bahwa hakim adalah seluruh hakim disemua jenis dan
7Bambang Waluyo, S.H.Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika
Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 19912. hal 11.8Al. Wisnu BrotoHakim Dan Peradilan Di Indonesia (dalam beberapa aspek kajian), Penerbitan
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1997, hal 2
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
17/82
17
tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim pada badan peradilan di semua
lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung dan Hakim Konstitusi.
A.II. Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Hakim
Pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang bertugas untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan
membenarkan orang yang benar. Dan, didalam menjalankan tugasnya, ia tidak hanya
bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berpekara saja, dan menjadi tumpuan
harapan pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Bukankah dalam tiap - tiap amar putusan hakim selalu didahului
kalimat: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup tugasnya
harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan
UU No.35 Tahun 1999 dan disesuaikan lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman. Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya.
Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan
hukum, seperti hal nya pada pasal158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dilarang
menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan
mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah
dengan tegas mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat
(3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
18/82
18
yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum,
demikian bunyi pasal 32 UU No. 4/2004.
Profesi hakim merupakan profesi hukum, karena pada hakekatnya merupakan
pelayanan kepada manusia dan masyarakat dibidang hukum. Oleh karenanya hakim
dituntut memiliki moralitas dan tanggung jawab yang tinggi, yang kesemuanya
dituangkan dalam prinsip prinsip dasar kode etik hakim, antara lain:
a. Prinsip kebebasan.
Prinsip ini memuat kebebasan peradilan adalah suatu prasyarat terhadap
aturan hukum dan suatu jaminan mendasar atas suatu persidangan yang adil. Oleh
karena itu, seorang Hakim harus menegakkan dan memberi contoh mengenai
kebebasan peradilan baik dalam aspek perorangan maupun aspek kelembagaan.
b. Prinsip Ketidakberpihakan.
Prinsip ini sangatlah penting untuk pelaksanaan secara tepat dari peradilan.
Hal ini tidak hanya berlaku terhadap keputusan itu sendiri tetapi juga terhadap proses
dalam mana keputusan itu dibuatan.
c. Prinsip Integritas.
Prinsip integritas sangat penting untuk pelaksanaan peradilan secara tepat
mutu pengemban profesi
d. Prinsip Kesopanan.
Kesopanan dan citra dari kesopananitu sendiri sangat penting dalam
pelaksanaan segala kegiatan seorang Hakim.
e. Prinsip Kesetaraan.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
19/82
19
Prinsip ini memastikan kesetaraan perlakuan terhadap semua orang dihadapan
pengadilan sangatlah penting guna pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya.
f. Prinsip Kompetensi dan Ketaatan.
Prinsip kompetensi dan ketaatan adalah prasyarat terhadap pelaksanaan
peradilan sebagaimana mestinya.9
Kedudukan hakim telah diberikan tempat pada konstitusi Negara kita. Dalam
amandemen ketiga UUD 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Disamping itu, pada Pasal 25 amandemen UUD 1945 ditentukan bahwa
syaratsyarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai Hakim ditetapkan oleh
undangundang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan agar hakim dalam
melaksanakan tugasnya dapat dengan sungguhsungguh dan memiliki independensi,
secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah atau kekuasaan lain
dalam masyarakat.
9Disiplin F. Manao, SH,Hakim sebagai pilihan profesi, artikel, ditulis untuk workshop pembekalanprofesi hukum, diselenggarakan IKA PERMAHI (Ikatan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Hukum
Indonesia), Jakarta, 19 Juli 2003. Disiplin F. Manao, seorang Hakim, juga pengurus IKA PERMAHI.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
20/82
20
Keberadaan suatu pedoman etika dan perilaku hakim sangat dibutuhkan dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Pedoman etika dan perilaku hakim merupakan inti yang melekat pada profesi
hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral, untuk
mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana dikemukakan di atas tidaklah mudah
karena adanya berbagai hambatan. Hambatan itu antara lain timbul dari dalam badan
peradilan sendiri terutama yang berkaitan dengan kurang efektifnya pengawasan
internal, dan cenderung meningkatnya berbagai bentuk penyalah-gunaan wewenang
oleh hakim.
Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim
Mahkamah (UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Pasal 1 ayat 5).
A.II.a. Kewenangan Hakim (hak & kewajiban)
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. (UU Kekuasaan
Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 1).
Dalam hal ini ketika berada dalam masyarakat yang masih mengenal hukum
tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan. Hakim merupakan
perumus dan penggali dari nilainilai hukum yang hidup dikalangan masyarakat,
untuk itu ia harus terjun ketengah tengah masayarakat untuk mengenal, merasakan
dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
21/82
21
masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberi keputusan yang sesuai dengan
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh.1 (UU
Kekuasaan Kehakiman No. 35 th 1999 Pasal 27 ayat 2). Dalam hal ini sifat sifat
yang jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan hakim dalam
mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaankeadaan pribadi
seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal dan seadil
adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan orangorang dari
lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan sebagainya.
A.II.b. Kekuasaan Hakim.
Demi mendukung kelancaran tugas tugas yang amat mulia yang dilakukan
oleh hakim, maka diperlukan adanya suatu kemandirian bagi hakim. Asas
kemandirian hakim dalam menangani suatu perkara juga di anut oleh Indonesia, hal
ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 24 UUD 1945 yang dalam penjelasannya
disebutkan Kekuasaan hakim ialah kekuasaan yang merdekaartinya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubungan dengan itu maka harus diadakan
jaminan dalam undang undang tentang kedudukan para hakim.10
Dalam penafsiran Undang-undang dasar 1945 Bab IX pasal 24 menyebutkan :
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
10Al. Wisnu Broto, Op Cit
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
22/82
22
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkung peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah mahkamah
konstitusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dengan undang-undang.
B. Komisi Yudisial
Sebagaimana telah diperintahkan UUD 1945 hasil amandemen, khususnya
pasal 24A ayat (3), pasal 24B pasal 25, maka perlu dibentuk lembaga negara baru
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Lembaga Negara baru ini bernama Komisi Yudisial, yang dibentuk
berdasarkan UU Komisi Yudisial. Mengenai kewenangan Komisi Yudisial, pasal 13
UUKY menentukan :
a. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan
b. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
hakim.
Sedangkan tugas Komisi Yudisial ditentukan pasal 14 ayat (1) UUKY, yaitu:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
23/82
23
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
Disamping itu, Komisi Yudisial juga bertugas melakukan pengawasan
terhadap perilaku hakim (Pasal 20 UUKY). Dalam melaksanakan kewenangannya
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim,
Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada
pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 UUKY).
Penjatuhan sanksi ini diajukan kepada Mahkamah Agung untuk hakim agung dan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk hakim konstitusi.
Bagaimana pengawasan itu dilakukan. Sesuai Pasal 22 ayat (1), maka Komisi
Yudisial:
a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
b. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan
perilaku hakim;
c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
d. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode
etik perilaku hakim; dan
e. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta
tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
24/82
24
Sedangkan pasal 22 ayat (2) menegaskan, bahwa dalam melaksanakan
pengawasannya, Komisi Yudisial wajib:
a. Menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia
Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota.
Yang dimaksud dengan mentaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan semena-
mena terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau tidak
memperlakukan hakim seolah-olah tersangka atau terdakwa. Hal ini untuk menjaga
hak dan martabat hakim yang bersangkutan
Pelaksanaan tugas Komisi Yudisial tidak boleh mengurangi kebebasan hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara (pasal 22 ayat 3). Itu artinya, hakim tetap
diberikan kemandirian dalam melaksanakan tugasnya.
Hanya saja, manakala hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka pasal 22
ayat (4) menegaskan: Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan
atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku
hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal permintaan
Komisi Yudisial diterima. Yang dimaksud dengan hakim dalam ketentuan ini
termasuk hakim pelapor, hakim terlapor, atau hakim lain yang terkait. Sedangkan
yang dimaksud dengan keterangan itu dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis
(penjelasan pasal 22 ayat 4).
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
25/82
25
Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut,
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan
berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan
atau data yang diminta (Pasal 22 ayat 5).
Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan
tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan atau
hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dibidang kepegawaian (pasal 22 ayat 6). Semua keterangan dan data ini
bersifat rahasia (pasal 22 ayat 7). Sedangkan mengenai ketentuan tata cara
pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada pasal 22 ayat (1) di atur oleh Komisi
Yudisial.
Di dalam pasal 23 ayat (1) UUKY ditegaskan mengenai usul penjatuhan
sanksi yang dapat diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat
pelanggarannya, yaitu:
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara; atau
c. Pemberhentian.
Usul pemberhentian sanksi teguran tertulis ini disertai alasan kesalahannya,
bersifat mengikat, disampaikan Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat 2). Sedangkan usul penjatuhan sanksi
pemberhentian sementara dan pemberhentian ini diserahkan Komisi Yudisial kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (pasal 23 ayat 3). Untuk hakim
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
26/82
26
yang dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian diberi
kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim
(pasal 23 ayat 4). Dalam hal pembelaan ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan
oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada presiden paling
lambat 14 hari sejak pembelaan ditolak oleh Majelis Kehormatan (pasal 23 ayat 5).
Keputusan Presiden mengenai pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu
paling lama 14 hari sejak presiden menerima usul Mahkamah Agung (pasal 23 ayat 6)
Selain tugas pengawasan, Komisi Yudisial juga dapat mengusulkan kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan
kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim (pasal 24 ayat 1).
Harus diakui, dilahirkannya lembaga Komisi Yudisial ini tidak lain akibat dari
banyaknya penyimpangan perilaku hakim, bahkan sampai-sampai memunculkan
istilah mafia peradilan, sementara system yang ada untuk membersihkan
penyimpangan penyimpangan hakim, misalnya suap dan korupsi dinilai tidak mampu
menembus dinding korps hakim. Boleh jadi, jika saja hakim dinegeri ini banyak yang
berperilaku bersih, tak perlu dibentuk Komisi Yudisial.
Sekelompok orang yang ditunjuk dan atau diberi wewenang oleh pemerintah
untuk menjalankan suatu tugas tertentu yang berhubungan dengan lembaga hukum
atau lembaga yudikatif. Latar Belakang Lahirnya Komisi Yudisial dan
Kedudukannya Dalam Susunan Ketatanegaraan Indonesia. Guna pembenahan
terhadap masalah masalah dalam hal kekuasaan kehakiman yang selama ini seringkali
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
27/82
27
dimanfaatkan oleh kepentingan politik pihakpihak tertentu maka diperlukan adanya
gagasan gagasan tentang perlunya lembagalembaga khusus yang mempunyai
fungsi fungsi tertentu yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial
dibentuk dalam rangka memenuhi gagasangagasan tersebut sebagai penyeimbang
yang berjalan bukan pada rel atau koridor peradilan tetapi untuk melakukan
pengawasan atau sebagai fungsi control sehingga perwujudan konsep chek and
balance bisa tercapai dengan benar.
Kedudukan Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan di Indonesia adalah
termasuk kedalam lembaga tinggi Negara setingkat presiden dan bukan lembaga
pemerintahan bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat independent yang
dalam istilah lain disebut lembaga Negara mandiri (state auxiliaries
institution).dengan demikian status kelembagaan Komisi Yudisial tidak sama dengan,
misalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas HAM, Komnas perempuan,
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi
Hukum Nasional, Komisi Kebenaran dan Rekosiliasi, Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Konstitusi, Komisi Penyiaran
Indonesia, dan Komisi Perlindungan Anak, karena ada alasan sebagai berikut:
1. Kewenangan Komisi Yudisial diberikan langsung oleh UUD 1945, yaitu pasal
24B
2. Komisi Yudisial secara tegas dan tanpa keraguan merupakan bagian dari
kekuasaan kehakiman, karena pengaturan ada dalam bab IX kekuasaan
kehakiman yang terdapat dalam UUD 1945.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
28/82
28
Yang jelas kedudukan Komisi Yudisial disini sebagai lembaga Negara, yakni
lembaga yang kewenangannya ditentukan oleh UUD, dimana Komisi Yudisial itu
sendiri dalam pasal 24b ayat 1 dan 2 dalam hubungannya dengan lembaga Negara
yang lain seperti MK, MA, Presisen, MPR, DPR itu sejajar.
Pola hubungan yang ada diantara lembaga lembaga ini yakni pola hubungan
fungsional dan bukan structural. Yang membedakan antara pola hubungan fungsional
dengan pola hubungan structural disini adalah tidak lagi pola hubungan yang bersifat
instruktuif tetapi bersifat berjalan sesuai fungsi masing masing lembaga tersebut
yang mana konsepsi ketenegaraan sekarang yakni konstruksi check and balance yang
artinya ada fungsi control dan penyeimbang dalam lembaga Negara (Aan Eko
Widiarto.SH, MHum)11
B.I. Kewenangan Komisi Yudisial
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim (Pasal 24 B ayat
(1) UUD 1945).
B.II. Fungsi Komisi Yudisial
1. Komisi Yudisial dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif
terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
11Aan Eko Widiarto KY Merupakan Perwujudan Check and balanceAZAS Edisi
XVIII/Tahun/XIV/2006, Fakultas Hukum UMM.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
29/82
29
dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring internal
saja;
2. Komisi Yudisial menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara
kekuasaan pemerintah (Executive Power) dan kekuasaan kehakiman (Judicial
Power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan
kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan
pemerintah.
3. Dengan adanya Komisi Yudisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan
(Judicial Power) akan semakin tinggi dalam banyak hal; baik yang
menyangkut rekruitmen dan monitoring Hakim Agung maupun pengelolaan
keuangan kekuasaan kehakiman.
4. Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan
memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga
khusus (Komisi Yudisial)
5. Dengan adanya Komisi Yudisial, kemandirian kekuasaan kehakiman (Judicial
Power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan Hakim
Agung dapat diminimalisasi dengan adanya Komisi Yudisial yang bukan
merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai
kepentingan politik.
C. Pengawasan Terhadap Hakim
Banyaknya kasus kasus penyalahgunaan wewenang oleh hakim serta pejabat
peradilan lain yang banyak dipublikasikan oleh berbagai media akhir akhir ini
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
30/82
30
menjadi cerminan dari lemahnya integritas moral dan perilaku hakim serta pegawai
lembaga peradilan. Keadaan ini tidak saja terjadi dilingkungan pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi, tetapi juga telah terjadi dilingkungan Mahkamah Agung sebagai
penyelenggara kekuasaan kehakiman yang tertinggi, sehingga menimbulkan sebuah
pandangan bahwa lembaga peradilan sebagai suatu sistem dianggap sudah tidak
bersih dan kurang berwibawa.
Pada dasarnya Hakim itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari
kesalahan dan kekilafan, yang mempunyai banyak kelemahan kelemahan dan harus
selalu diingatkan akan kelemahannya, untuk itu diperlukan adanya pengawasan
terhadap para hakim agar supremasi hukum bisa terealisasi secara signifikan.
D. Komisi Yudisial Berwenang Melakukan Pengawasan Terhadap Hakim
Karena selama ini kedudukan hakim sebagai salah satu dari bagian lembaga
peradilan dirasakan tidak berjalan secara optimal maka pemerintah melakukan
pembenahan pembenahan yang salah satunya yaitu dengan melakukan
pembentukan lembaga yang independen yang berfungsi sebagai lembaga pengawasan
terhadap hakim. Seperti yang kita tahu, akhirnya dilahirkanlah suatu lembaga baru
melalui perubahan ketiga UUD 1945 yaitu Komisi Yudisial Republik Indonesia.
Yang secara legislatif salah satu kewenangan dan tugas Komisi Yudisial adalah
menegakkan kehormatan, dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim (Pasal 24B
UUD 45). Tugas dan kewenangan tersebut dilaksanakan Komisi Yudisial dengan
melakukan pengawasan terhadap hakim, yakni dengan meneliti, menguji, dan
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
31/82
31
melakukan verifikasi terhadap perilaku hakim sedemikian rupa sehingga kehormatan,
martabat dan perilaku hakim tetap tegak, luhur dan terjaga.
Tidak efektifnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung
membuat kehadiran Komisi Yudisial menjadi amat beralasan pada suatu negara yang
berlandaskan hukum seperti negara Indonesia ini.
Pada prinsipnya pelaksanaan kewenangan yang diemban oleh Komisi
Yudisial ini bertujuan untuk mendorong terbangunnya komitmen dan integritas para
hakim, agar hakim pada semua tingkat peradilan dapat menjalankan wewenang dan
tugasnya secara sungguh sungguh dengan berdasarkan kebenaran, rasa keadilan,
peraturan perundang undangan yang berlaku dan bebas dari pengaruh dan intervensi
kekuasaan serta menjunjung tinggi kode etik hakim, sehingga terciptanya kepastian
hukum dan keadilan serta terwujudnya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa
dapat tercapai.
E. Dampak Hukum
Kehadiran Komisi Yudisial sebagai pengawas terhadap hakim membawa
dampak yang begitu besar pada dunia peradilan. Kata hakim yang menjadi objek
pengawasan Komisi Yudisial yang seharusnya mencakup seluruh hakim dibantah
oleh Mahkamah Agung, karena menurut Mahkamah Agung pengertian hakim
tersebut hanya sebatas hakim yang ada di lingkup lembaga peradilan yang berada
dibawahnya saja. Disamping itu Mahkamah Agung sendiri juga mempunyai
wewenang pengawasan seperti yang tercantum dalam pasal 32 UU No.5 Th 2004
tentang Mahkamah Agung.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
32/82
32
Dengan alasan ini maka Mahkamah Agung meminta kepada Mahkamah
Konstitusi untuk melakukan peninjauan kembali terhadap UU No. 22 Th 2004
tentang Komisi Yudisial agar dilakukan revisi dan tidak mencantumkan Hakim
Agung sebagai salah satu objek kepengawasan yang di lakukan oleh Komisi Yudisial.
Akan tetapi keputusan Mahkamah Konstitusi malah mencabut pasal - pasal yang ada
didalam UU No.22 Th 2004 yang berkaitan dengan pengawasan. Hal ini
menyebabkan hilangnya fungsi pengawasan Komisi Yudisial atas hakim dan
membuat fungsi lembaga tersebut menjadi tumpul dan sistem check and balance
antarlembaga tinggi negara jadi terganggu.
F. Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Makamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sedangkanperan MK penting dalam mengharmoniskan hubungan antar
lembaga negara yang sering berbenturan. Untuk menjamin akuntabilitas putusannya,
hakim MK perlu dilengkapi kelompok ahli yang berfungsi memberikan wawasan dan
pertimbangan bagi MK. Banyaknya lembaga negara baru yang muncul pasca
reformasi menimbulkan konflik antar lembaga yang mengganggu penyelenggaraan
negara. Konflik antar lembaga negara sebenarnya dapat diarahkan menjadi sesuatu
yang konstruktif bagi perkembangan demokrasi pada masa depan12 (Gubernur
12Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, Selasa 5 Desember 2006 Resume BeritaMengenai Mahkamah Konstitusi, http://www.republika.com/artikel/html, Selasa 20 Desember 2006
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
33/82
33
Lembaga Ketahanan Nasional Muladi Resume Berita Mengenai Mahkamah
Konstitusi).
Makamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga yang berkedudukan di
Ibukota Negara Republik Indonesia. Dan mengenai susunan MK menurut UU RI No.
24 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1, 2, 3, 4, 5 Tentang Susunan MK yang berbunyi :
1. Makamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
2. Susunan Makamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim
konstitusi
3. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa
jabatan selama 3 (tiga) tahun.
4. Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Makamah Konstitusi terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan ketua dan wakil Ketua Makamah
Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.
5. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Makamah Konstitusi.
Mengenai kewenangan Makamah Konstitusi dalam hal mengadili putusannya
bersifat final pada tingkat pertama dan terakhir, untuk menguji undang-undang
terhadap UUD Negara RI Tahun 1945, kemudian memutuskan sengketa kewenangan
antar lembaga yang kewenangannya diberikan atau diatur oleh UUD Negara
Indonesia Tahun 1945, membubarkan partai politik dan memutuskan perselisihan.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
34/82
34
Aturan mengenai wewenang dan tanggung jawab MK terdapat dalam UU No. 24
Tahun 2003 BAB III Tentang Kekuasaan Makamah Konstitusi Pasal 10 yang
menyatakan :
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap
keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
35/82
35
b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dan guna mendukung pelaksanaan wewenang MK sebagaimana dimaksud
pasal 10 MK Berhak memanggil pejabat Negara, pejabat pemerintah, atau warga
masyarakat untuk memberikan keterangan. Sesuai pasal 11 UU No. 24 Tahun 2003
yang menyatakan : Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat
negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan
keterangan.13
Sedangkan mengenai tanggung jawab MK diatur dalam pasal 12, 13 ayat 1
dan 2 mengenai tanggung jawab dan akuntabilitas yang menyatakan : Mahkamah
Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan
keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. (Pasal 12 UU
No. 24 Tahun 2003). Dan pasal 13 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
13UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Makamah Konstitusi Pasal 11
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
36/82
36
1. Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada
masyarakat secara terbuka mengenai:
a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;
b. pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala
yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
G. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006
Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau
Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan
mitra dari Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim
pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah
Agung; Pasal 32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
yang berbunyi sebagai berikut :
1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam
menjalankan kekuasaan kehakiman;
2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan pada Hakim di
semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya;14
Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21jo Pasal 23
ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada
14Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
37/82
37
Mahkamah Agung dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi
kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. Di samping
itu khusus mengenai usul pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh
Ketua Mahkamah Agung dan kepada Hakim Agung yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kehormatan
Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Sedang bagi Hakim Mahkamah Konstitusi usul pemberhentiannya dilakukan
oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dan kepada Hakim Konstitusi yang bersangkutan
diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kohormatan
Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4)
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tanpa campur
tangan dari Komisi Yudisial. Hal ini berbeda dengan Hakim pada badan peradilan
dibawah Mahkamah Agung selain mensyaratkan usul penjatuhan sanksi dari Komisi
Yudisial, juga Hakim yang bersangkutan diberi kesempatan lebih dahulu untuk
membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Atas dasar tersebut maka Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat
(5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) yang mengatur tentang usul
penjatuhan sanksi terhadap Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi
oleh Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24B.
Karena pengawasan terhadap Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi
serta usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial tidak termasuk Hakim Agung
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
38/82
38
dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi, maka sepanjang mengenai pengawasan dan
usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi sebagaimana
diatur dalam Pasal-pasal: 1 butir 5, 20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), 23 ayat
(2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial serta Pasal 34 ayat (3)
Undangundang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman harus
dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan selanjutnya menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi Hakim Agung dan Hakim
Mahkamah Konstitusi. Mengingat seperti apa yang tercantum dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Yang mana isi nya adalah ;
MENGADILI
1. Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;
2. Menyatakan:
a. Pasal 1 angka 5 sepanjang mengenai kata-kata hakim Mahkamah
Konstitusi;
b. Pasal 20, yang berbunyi, Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas
melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
hakim;
c. Pasal 21, yang berbunyi, Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
39/82
39
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas
mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi;
d. Pasal 22 ayat (1) huruf e, yang berbunyi, Dalam melaksanakan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial:
membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi,
serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR;
e. Pasal 22 ayat (5), yang berbunyi, Dalam hal badan peradilan atau hakim
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk
memberikan keterangan atau data yang diminta;
f. Pasal 23 ayat (2), yang berbunyi, Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta alasan kesalahannya bersifat
mengikat, disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah
Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi;
g. Pasal 23 ayat (3), yang berbunyi, Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diserahkan oleh Komisi
Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, dan;
h. Pasal 23 ayat (5), yang berbunyi, Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul
pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
40/82
40
Mahkamah Konstitusi kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas)
hari sejak pembelaan diri ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim;
i. Pasal 24 ayat (1), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
j. Pasal 25 ayat (3), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
k. Pasal 25 ayat (4), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4415), bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
l. Pasal 34 ayat (3), yang berbunyi, Dalam rangka menjaga kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan
dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-undang,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
41/82
41
3. Menyatakan:
a.
Pasal 1 angka 5 sepanjang mengenai kata-kata hakim Mahkamah
Konstitusi,
b. Pasal 20,
c. Pasal 21,
d. Pasal 22 ayat (1) huruf e,
e. Pasal 22 ayat (5),
f. Pasal 23 ayat (2),
g. Pasal 23 ayat (3), dan
h. Pasal 23 ayat (5)
i. Pasal 24 ayat (1), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
j. Pasal 25 ayat (3), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
k. Pasal 25 ayat (4), sepanjang mengenai kata-kata dan/atau Mahkamah
Konstitusi;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4415) tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat;
l. Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
42/82
42
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4358), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah untuk memuat amar putusan ini
dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
5. Menolak permohonan untuk selebihnya.
Untuk keputusan Mahkamah Konstitusi selengkapnya bias dilihat di
lampiran No.1
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
43/82
43
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Yuridis Wewenang Pengawasan Hakim Yang Dilakukan Oleh
Komisi Yudisial Dalam UU No.22 Tahun 2004.
1. Undang undang No. 22 Tahun 2004.
Pada era seperti sekarang ini kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan
sudah mulai dipertanyakan, ketika para penegak keadilan itu sendiri sudah enggan
untuk menjaga dan memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta
perilakunya.
Menghadapi situasi semacam ini tentunya pemerintah sudah berupaya untuk
mewujudkan keseimbangan (check and balance) antara penegak keadilan itu sendiri
dengan masyarakat sehingga kebenaran dan keadilan yang berdasarkan ke Tuhanan
yang maha esa itu benar benar terwujud. Dengan membentuk suatu Komisi
Yudisial yang dalam hal ini melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam
rangka menegakan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim
yang didasari oleh UUD 1945 dan UU No 22 Tahun 2004.15
Kinerja Komisi Yudisial tentang pengawasan perilaku hakim inilah yang
kemudian menjadi salah satu hal yang diatur dalam UU No 22 Tahun 2004 BAB III
tentang wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Pasal pasal tersebut pada dasarnya
15Pembukaan rancangan pedoman etika dan perilaku Hakim, Op Cit..
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
44/82
44
mengatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Komisi Yudisial dituntut untuk
konsisten, apabila terjadi suatu penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh
Hakim. Adapun ketentuan ketentuan pengawasan yang diatur dalam UU No 22
Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial adalah :
1. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku
hakim (Pasal 13 huruf b UUKY)
2. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap
perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 20 UUKY)
3. Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan
sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau
Mahkamah Konstitusi (Pasal 21 UUKY).
4. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
Komisi Yudisial:
a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim.
b. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan
dengan perilaku Hakim.
c. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim.
d. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
45/82
45
melanggar kode etik perilaku hakim; dan
e. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR
(Pasal 22 ayat (1) UUKY).
5. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Komisi Yudisial wajib:
a. menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
b. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan
rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan kedudukannya
sebagai anggota. (Pasal 22 ayat (2 )UUKY)
6. Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau data yang
diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima (Pasal 22 ayat (4) UUKY).
7. Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan
peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta
(Pasal 22 ayat (5) UUKY).
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
46/82
46
8. Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta
alasan kesalahannya bersifat mengikat, disampaikan oleh Komisi Yudisial
kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 23
ayat (3) UUKY).
9. Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada Presiden paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak pembelaan diri ditolak oleh Majelis
Kehormatan Hakim (Pasal 23 ayat (5) UUKY).
10. Komisi Yudisial dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau
Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas
prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat
serta menjaga perilaku hakim (Pasal 24 ayat (1) UUKY) .
Untuk menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus
diimplementasikan secara konkrit dan konsisten. Konkrit dalam arti Komisi Yudisial
dalam kepengawasannya harus fokus terhadap beberapa hal yaitu, teknik yudisial
yang berkaitan dengan keputusan keputusan yang dikeluarkan oleh hakim, serta
sikap dan perilaku hakim. Sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan
hukum, kebenaran dan keadilan. Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial, diharapkan para hakim sadar akan betapa pentingnya menjaga
kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku mereka.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
47/82
47
Kehormatan adalah kemulian atau nama baik yang senantiasa harus dijaga dan
dipertahankan dengan sebaik-baiknya oleh para hakim dalam menjalankan fungsi
pengadilan. Kehormatan hakim itu terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya,
dan pertimbangan yang melandasi, atau keseluruhan proses pengambilan keputusan
yang bukan saja berlandaskan peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa
keadilan yang timbul dari masyarakat. Sebagaimana halnya kehormatan, keluhuran
martabat yang merupakan tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri yang mulia
yang sepatutnya tidak hanya dimiliki, tetapi harus dijaga dan dipertahankan melalui
sikap tindak atau perilaku yang berbudi pekerti luhur. Hanya dengan sikap tindak atau
perilaku yang berbudi pekerti luhur itulah kehormatan dan keluhuran martabat hakim
dapat dijaga dan ditegakkan.
Agar pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial bisa terlaksana,
Masyarakat diharapkan turut andil dengan cara mau melaporkan langsung ke Komisi
Yudisial jika menemukan ada hakim yang "nakal". Hal ini dimaksudkan agar warga
masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses
pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim.16
Selain itu
Komisi Yudisial juga berhak untuk mendapatkan laporan secara berkala dari badan
peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, dan juga berhak untuk memeriksa,
memanggil dan meminta keterangan (baik secara lisan maupun tertulis) langsung
dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim. Dalam melakukan
16Wawan Tunggul Alam,SH, Memahami Profesi Hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris, Advokat,
dan Konsultan Hukum Pasar Modal), Milenia Populer, Jakarta, 2004
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
48/82
48
kepengawasannya Komisi Yudisial harus menaati Norma, hukum, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan
semena-mena terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau
tidak memperlakukan hakim seolah-olah sebagai tersangka atau terdakwa. Hal ini
untuk menjaga hak dan martabat hakim yang bersangkutan.
Komisi Yudisial berhak meminta keterangan atau data kepada badan peradilan
atau hakim yang digunakan dalam rangka kepengawasannya, dan jika badan
peradilan atau hakim tidak mau memberikan keterangan atau data yang diminta oleh
Komisi Yudisial, maka Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib
memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk
memberikan keterangan atau data yang diminta
Setelah semua data itu dikumpulkan, maka Komisi yudisial harus segera
membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Memang jika dilihat hal ini akan mengancam idependensi hakim, akan tetapi
melihat dari kinerja para hakim yang selama ini banyak yang bermain dalam
memutus perkara, dan juga melihat dari UU yang menyatakan bahwa hakim dapat
diberhentikan dengan alasan ketidakcakapan, yakni jika kerap melakukan kesalahan
besar dalam bertugas (lihat antara lain, UU No.8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
UU No.2/1986 tentang Peradilan Umum). Jadi independensi hakim tetap saja ada
batasannya.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
49/82
49
Pada dasarnya pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial itu bukan
hanya dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku hakim yang notabene nya bahwa hakim selalu nakal, akan tetapi jika
dalam menjalankan kepengawasannya itu Komisi Yudisial mendapati ada hakim yang
berprestasi maka Komisi Yudisial berhak untuk mengajukan usul kepada Mahkamah
Agung atau Mahkamah Konstitusi untuk memberi penghargaan kepada hakim
tersebut.
Dari apa yang telah dijabarkan diatas maka kita dapat mengetahui bahwa
begitu mulianya tugas Komisi Yudisial yang dengan segala keterbatasan
wewenangnya bahwa hasil pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial tidak
bersifat final dalam arti Komisi Yudisial bukanlah sebagai eksekutor atas apa yang
telah dilakukannya selama ini, melainkan yang menjadi eksekutor itu adalah
Mahkamah Agung karena Komisi Yudisial hanya bisa membuat laporan hasil
pemeriksaan yang berupa rekomendasi yang selanjutnya disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi akan tetapi Komisi Yudisial
masih saja mau menjalankan tugasnya yaitu melakukan pengawasan dalam rangka
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim dan
mau memainkan peran yang selama ini diharapkan publik, yang pasti publik
menginginkan agar pihak yang berwenang berani mengambil sikap untuk
menghukum hakim yang melakukan perbuatan tercela, yang sebagian
termanifestasikan dalam putusan yang tidak adil dan bertentangan dengan hukum.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
50/82
50
2. UUD 1945 Pasal 24B Ayat (1)
Adapun kewenangan Komisi Yudisial yang diatur dalam UUD 1945 Pasal
24B ayat (1) adalah ; Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
Melihat dari hal ini maka bisa diketahui bahwa Komisi Yudisial mempunyai
dua (2) wewenang yang di atur didalam UUD 1945, yaitu mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan yang kedua adalah wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Dalam melaksanakan wewenang yang pertama, Komisi Yudisial mempunyai
tugas :
1. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
2. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
3. menetapkan calon Hakim Agung;dan
4. mengajukan calon Hakim Agung
yang dapat mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial adalah
Mahkamah Agung, Pemerintah dan Masyarakat. Setelah calon calon Hakim Agung
diterima, Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi terhadap kualitas dan
kepribadian calon Hakim Agung. Seleksi dilaksanakan secara terbuka dalam jangka
waktu paling lama 20 (dua puluh) hari. Kemudian Komisi Yudisial menetapkan dan
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
51/82
51
mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap satu
lowongan Hakim Agung.
Selain wewenang untuk melakukan rekrutisasi calon Hakim Agung, Komisi
Yudisial juga mempunyai wewenang lain, yaitu melakukan pengawasan terhadap
perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan, dan keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim.
Dalam melaksanakan pengawasan tersebut, Komisi Yudisial:
1. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
2. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan
dengan perilaku hakim;
3. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
4. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim;dan
5. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada presiden dan DPR.
Ketentuan ini menimbulkan masalah, karena tidak cukup jelas apa yang
dimaksud dengan "wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim." Masalah semakin jelas, jika
wewenang lain tersebut diartikan sebagai pengawasan, karena dalam peraturan
perundang-undangan ada lembaga lain (selain Komisi Yudisial) yang diberi
kewenangan untuk melakukan pengawasan.
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
52/82
52
Masalah lainnya adalah siapa yang dimaksud "hakim" dalam "wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Interpretasi dari pasal tersebut adalah sangat beragam, kata
wewenang lain yang tidak tegas tercantum dalam UUD 1945 menjadi peluang bagi
Komisi Yudisial untuk dapat mengambil posisi yang signifikan dalam sistem
kenegaraan di Indonesia. Terlebih Komisi Yudisial diberi amanah untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.17
Sah sah saja
bagi Komisi Yudisial mengartikan bahwa hakim adalah seluruh hakim, baik itu
Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi, dan juga
mengartikan bahwa yang dimaksud dengan wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim itu adalah
pengawasan. Karena bukankah dengan melakukan pengawasan, kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim itu baru bisa dijaga dan ditegakkan. Oleh
karena itu, sudah seharusnyalah jika setiap lembaga kehakiman itu
mempertimbangkan posisi Komisi Yudisial sebagai pengawas atas kinerja mereka.
Keberadaan Komisi Yudisial di negara Indonesia saat ini merupakan respon
terhadap tuntutan realita sosial yang telah gemas terhadap kondisi penegakkan
keadilan dan independensi pengadilan yang bermartabat. Postulat moral yang melatar
belakangi lahirnya Komisi Yudisial; tidak lepas dari beban berat institusi yang
17Majalah AZAS, edisi XVIII/Tahun XIV/2006 Laporan Utama, UMM, hal. 19
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
53/82
53
memikul tugas pembinaan dan pengawasan badan badan pengadilan.18
Sehingga
Komisi Yudisial harus didudukkan sebagai mitra dalam membangun sebuah
peradilan yang bermartabat dan mampu menjadi pemberi keadilan dinegara kita ini.
B. Ketentuan Yuridis Wewenang Pengawasan Hakim Yang Dilakukan Oleh
Komisi Yudisial Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/Puu-
IV/2006.
1. Tafsiran Mahkamah Konstitusi Terhadap Wewenang Pengawasan Hakim
Yang Dilakukan Oleh Komisi Yudisial
Didalam tafsirannya terhadap Pasal 24B ayat (1) UUD1945 Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa Hakim Agung dan Hakim Konstitusi memiliki konsep
yang berbeda dengan hakim, hal ini dikemukakan berdasarkan atas pendapat ahli
yaitu. Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. (guru besar Universitas Airlangga di
Surabaya) yang menggunakan pendekatan kontekstual dalam menganalisis Pasal 24B
ayat (1) UUD 1945. Dengan mendasarkan diri pada pendapat Jan McLeod dalam
bukunya Legal Method, dalam pendekatan contextual tersebut, menurut Ahli,
terdapat 3 (tiga) asas yang penting, yaitu (1) asas noscitur a sociis, yang berarti suatu
kata ditentukan dari konteks pengertian yang berhubungan dengannya (a thing is
known by its associates); (2) asas ejusdem generis, yang mengandung makna of the
same class; dan (3) asas expressio unius exclusio alterius yang berarti the expression
(or the inclusion) of one thing implies the exclusion of another.
18Ibid
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
54/82
54
Berdasarkan asas pertama noscitur a sociis, dalam konteksnya bahwa
dibagian depannya itu adalah mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, dan
kemudian tugas lain itu menjaga dan menegakkan kehormatan serta dan
seterusnya perilaku hakim. Oleh karenanya, mengingat bahwa Indonesia tidak
memiliki istilah yang spesifik untuk Hakim Agung, tidak seperti Amerika Serikat
memilikijudge danjustice serta Belanda memiliki rechter dan de leden van den Hoge
Raad der Nederlanden ataupun Philipina yang mengenal konsep Member of the
Supreme Court sehingga Indonesia hanya mengenal istilah Hakim Agung. Oleh
karenanya makna kata hakim tersebut tidak termasuk Hakim Agung, juga hakim pada
Mahkamah Konstitusi. Asas yang kedua yaitu asas ejusdem generis, artinya
mengandung makna of the same class, pada genus yang sama, pada kelompok yang
sama. Bahwa yang dimaksud dengan kelompok yang sama, pada genus yang sama,
yaitu Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Menurut Ahli, terdapat
perbedaan konsep antara Hakim Agung dan hakim. Asas yang ketiga yaitu asas
expressio unius exclusio alterius, mengandung makna hakim dalam konteks Pasal
24B ayat (1) tidaklah termasuk hakim agung, oleh karena itu, haruslah ditolak
ketentuan dalam undang-undang menyangkut kewenangan Komisi Yudisial
mengawasi perilaku hakim dengan mengartikan hakim agung dan hakim Mahkamah
Konstitusi termasuk pengertian hakim dalam konteks Pasal 24B ayat (1) UUD 1945.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa berdasarkan asas pertama yaitu
noscitur a sociis yang berarti bahwa suatu kata ditentukan dari konteks pengertian
yang berhubungan dengannya, maka disini dapat dikatakan bahwa kata hakim yang
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
55/82
55
berada dalam pasal 24B UUD 45 itu juga berhubungan dengan Hakim Agung, karena
bukankah Hakim Agung juga merupakan seorang hakim yang dalam pengertiannya
adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah
diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan,
baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh
ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang
Maha Esa. Seperti apa yang diungkapkan oleh Bambang Waluyo, S.H. tentang
pengertian hakim.19
Sedangkan untuk asas yang kedua yaitu pada kelompok yang
sama, penulis mengartikan bahwa disini dapat dikatakan bahwa semua jenis hakim,
baik itu Hakim Agung, Hakim Konstitusi maupun hakim pada badan peradilan di
semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung itu adalah
hakim, dalam arti bahwa sama sama mempunyai kewajiban dan tanggun jawab
dalam penegakkan hukum dan keadilan. Jadi dalam hal ini bisa dikatakan bahwa asas
asas tersebut tidak bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk mengamputasi pasal
pasal tentang pengawasan yang ada didalam UU No. 22 Tahun 2004.
Didalam keputusannya, Mahkamah Konstitusi juga sependapat dengan
seorang ahli lagi yang bernama Hobbes Sinaga, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum
Universitas Kristen Indonesia, dan mantan Anggota PAH I BP MPR-RI yang terlibat
dalam perubahan UUD 1945) yang berpendapat bahwa pada saat ini, Indonesia
memiliki dua badan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung
19Bambang Waluyo, S.H Op Cit hal 12
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
56/82
56
dan Mahkamah Konstitusi. Pengisian hakim pada kedua lembaga ini berbeda. Hakim
Konstitusi diusulkan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden, sedangkan Hakim
Agung dipilih melalui prosesfit and proper test di DPR. Untuk menjaga kemandirian
dari Mahkamah Agung tersebut, dibentuklah Komisi Yudisial yang berwenang
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung. Artinya, Komisi Yudisial hanya merekrut
calon, sedangkan kewenangan penuh untuk memilih calon tetap berada di tangan
DPR. Dengan demikian, kedudukan Komisi Yudisial tidak sama dengan DPR yang
menyetujui, juga tidak sama dengan Presiden yang menetapkan. Tugas utama dari
Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan, sedangkan kewenangan lain itu
merupakan kewenangan tambahan yang seharusnya tidak boleh lebih besar dari
kewenangan pokok. Yang menegakkan keluhuran martabat dan kehormatan hakim
bukanlah Komisi Yudisial, melainkan hakim itu sendiri. Komisi Yudisial tidak
memiliki hubungan dengan Mahkamah Konstitusi sehingga tidak relevan apabila
Komisi Yudisial juga mengawasi hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Untuk kedudukan Komisi Yudisial yang dikatakan tidak sama dengan DPR
maka penulis berpendapat bahwa, pada awalnya sebelum dilakukan perubahan yang
ketiga terhadap UUD 1945, MPR adalah lembaga tertinggi Negara, hal ini
berdasarkan atas:
1. Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR (pasal 1 ayat (2));
2. Presiden dan wakil presiden dipilih Oleh MPR dengan suara yang
terbanyak;
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
57/82
57
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi ada ditangan MPR (Penjelasan
Umum Tentang Sistem Pemerintahan Negara);
4. MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.20
Akan tetapi setelah dilakukan perubahan yang ketiga UUD 45, maka dalam
pasal 1 ayat (2) diubah menjadi kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan
menurut Undang Undang Dasar. Dengan terjadinya perubahan atas pasal ini maka
sudah tidak lagi Lembaga tertinggi Negara, atau lembaga Negara tinggi. Karena yang
ada hanyalah lembaga lembaga Negara (yang dalam hal ini adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)21
) yang masing masing kedudukannya adalah sederajat. Dengan
demikian kedudukan Komisi Yudisial dengan ketujuh lembaga Negara lainnya adalah
sama.
Sedangkan tentang masalah tugas Komisi Yudisiial, penulis berpendapat
bahwa tugas utama mengusulkan pengangkatan seperti yang disebutkan oleh
Mahkamah Konstitusi itu adalah tidak benar karena wewenang mengusulkan
pengangkatan itu adalah tugas pertama. Perlu digaris bawahi bahwa kalimat yang ada
dalam pasal 24B ayat (1) UUD 45 yang mengatakan dan wewenang lain itu
20Prof. (EM) Dr. Taufik Sri Soemantri. S.H. Kedudukan, Wewenang dan Fungsi Komisi Yudisial
Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial RepublikIndonesia, Komisi Yudisial, Jakarta 2006, hal 2521Ibid hal 24
-
7/24/2019 (6.354) hukum TINJAUAN YURIDIS B.+ISI
58/82
58
adalah tugas kedua yang dalam hal ini kedua duanya adalah sebagai tugas pokok
dari Komisi Yudisial dan bukan merupakan kewenangan tambahan seperti yang
didalilkan oleh Mahkamah Konstitusi karena kalimat yang ada dalam pasal 24B UUD
45 tersebut dihubungkan oleh kata dan (yang merupakan penghubung kata, frase
klausa dan kalimat yang sama22
) dengan demikian kalimat yang pertama adalah
mempunyai posisi yang sama dengan kalimat yang kedua.
Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau
Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena