jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-bab4_110-3

Upload: fahmy-khoerul-huda

Post on 11-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    1/30

    80

    BAB IV

    ANALISIS PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG TAUBAT DAN

    IMPLIKASINYA TERHADAP KESEHATAN MENTAL

    A. Implikasi Pemikiran Al-Ghazali tentang Taubat Terhadap Kesehatan

    Mental

    Perilaku seseorang sebenarnya ditentukan oleh sifat tabiat yang apabila

    dilacak sifat tabiatnya tersebut ditentukan oleh pembawaan (heredity) sejak

    dilahirkan oleh lingkungan (environment) tempat ia hidup.

    Sifat-sifat pembawan itu terpengaruh oleh lingkungan tempat ia

    kemudian dibesarkan. Lingkungan itu akan berkembang atau tertahan

    (Effendy, 1988: 30). Sehingga lingkungan sangat perpengaruh pada diri

    manusia dalam melakukan suatu perbuatannya. Oleh karena manusia harus

    dapat membina mentalnya agar tidak terpengaruh dan tidak mencegahnya,

    maka jika suatu saat jiwanya tergoncang, salah satu cara pengobatannya

    adalah melalui bertaubat.

    Al-Ghazali memberikan makna tentang hakikat taubat itu terdiri dari 3

    (tiga) perkara, ilmu, keadaan, dan perbuatan. Jika dipahami bahwa ketiga-

    tiganya memang saling berkaitan, karena orang yang dalam keadaan stress,

    cemas, takut dan gejala gangguna jiwa lainnya itu merupakan keadaan yang

    akan mengantarkan kepada kehancuran jiwanya, dan jika jiwanya hancur

    maka seseorang tentu akan jauh dengan Allah. Keadaan seperti inilah

    seseorang perlu memikirkan bahwa di dalam dirinya memiliki kekuatan yang

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    2/30

    81

    lebih dahsyat untuk mengubah dirinya dari kejahatan, kekuatan itu adalah

    kebenaran dari hati nurani, karena hati nurani selalu mengatakan mana yang

    benar dan mana yang salah. Jika selama ini yang ia lakukan selalu melanggar

    ketentuan Allah itu bukanlah berasal dari hati nurani, sehingga dari hati nurani

    itulah kekuatan iman dan yakin akan timbul dari dirinya. Kemudian seseorang

    telah tahu bahwa ternyata yang selama ini ia lakukan adalah salah dan

    melanggar perintah Allah maka dengan diingatkan hati nurani ia akan sadar

    dan menyesal atas segala kejahatan yang telah dilakukannya, sehingga mulai

    saat itu akan melakukan perubahan untuk kembali kepada jalan yang Allah

    ridhai.

    Al-Ghazali menerangkan, bahwa bertaubat hendaklah jangan ditunda-

    tunda, namun harus dikerjakan dengan segera, hal ini karena manusia tidak

    mengetahui kapan mereka akan mati, dan tidak ada satupun yang

    mengetahuinya kecuali Allah SWT, maka kewajiban bertaubat begitu sangat

    ditekankan. Oleh karena itu seseorang dikatakan telah melaksanakan

    kewajiban bertaubat, apabila telah mengetahui dan menyadari, yang kemudian

    dengan kesadarannya itu menyebabkan dirinya menghindarkan sesuatu yang

    dilarang oleh Allah SWT. Karena jika seseorang melalaikan kewajibannya

    untuk bertaubat maka mudah sekali seseorang terkena gangguan kejiwaan.1

    Gangguan kejiwaan yang ada pada diri seseorang timbul karena

    jauhnya dengan sang Maha Pencipta. Mereka lalai bahwa tugas mereka

    diciptakan Allah dimuka bumi ini adalah untuk mengabdi dan tunduk atas

    1Keterangan tentang gangguan kejiwaan dapat dilihat pada bab III, hal

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    3/30

    82

    segala perintah-Nya, sehingga dalam hal ini al-Ghazali mengatakan jika

    seseorang jauh dari Tuhannya maka ia akan merasa cemas dan terganggu

    jiwanya.

    Sebenarnya, manusia bukan semata-mata fisik-material, tetapi di balik

    itu ia memiliki dimensi lain, yang dipandang sebagai hakekat manusia, yakni

    dimensi rohaniah (spiritual). Dimensi fisik-material dan dimensi mental-

    spiritual saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu,

    manusia tidak mungkin mampu menjalani hidup tanpa membekali kedua

    unsur yang ada pada dirinya itu. Rohaniah manusia yang menopang

    kehidupan jasmaniahnya tidak boleh diabaikan didalam kehidupan. Kalau

    dimensi fisik dapat hidup dan merasa senang dengan makanan yang bersifat

    material, maka rohaniah manusia akan hidup dan merasa tenteram dengan

    makanan yang bersifat spiritual. Iman dan keyakinan adalah makanan

    rohaniah manusia.

    Pendapat al-Ghazali tentang manusia sebagaimana yang telah

    diterangkan pada bab sebelumnya, bahwa pada hakekatnya manusia itu

    tersusun dari unsur materi dan immateri yaitu jasmani dan rohani yang

    berfungsi sebagai abdi dan khalifah di bumi. Jika dipandang dari segi jasmani

    telah jelas bahwa manusia membutuhkan sesuatu yang bisa membuat badanya

    tetap sehat dan kuat, seperti makanan, minuman dan lain sebagainya.

    Sedangkan dipandang dari segi rohani tentu manusia membutuhkan suatu

    ketenangan jiwa, sehingga manusia hidup membutuhkan keimanan dan

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    4/30

    83

    ketaqwaan untuk mencapai keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi

    jiwa (rohani) dengan jasmani.

    Sejalan dengan karakteristik manusia yang berbeda-beda, ada yang

    memiliki sifak baik dan ada juga yang memiliki sifat jelek. Hal inilah yang

    membedakan bahwa manusia membutuhkan pendorong yang bisa menuntun

    kepada asalnya yaitu dalam kondisi fitrah (suci) berserah diri pada Tuhannya.

    Al-Ghazali mengatakan bahwa struktur kejiwaan manusia terdiri dari

    kalbu, ruh, akal dan nafsu. Dari keempat unsur tersebut, nafsulah yang sangat

    mempengaruhi seseorang mempunyai akhlak tercela maupun baik, karena

    dalam diri manusia terdapat al-Nafs ammarah, yaitu jiwa yang selalu

    menginginkan kepada pemenuhan kebutuhan badan yang selalu menjurus

    kepada kesenangan yang dapat menyesatkan manusia berbuat kejahatan. Al-

    Nafs lawwamah, nafsu yang mencela kepada kemaksiatan, artinya tidak

    cenderung kepadanya dan tidak pula senang kepadanya. Al-Nafs

    muthmainnah, nafsu yang memiliki ketenangan dan ketentraman dalam

    mengemban amanat Allah SWT. dan tidak mengalami kegoncangan

    disebabkan tantangan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu. Ketiga nafsu

    tersebut nampakknya nampak al-Nafsu ammarahlah yang selalu menjurus

    kepada kesenangan yang dapat menyesatkan manusia berbuat kejahatan. Dari

    perbuatan jahat yang mereka lakukan maka al-Ghazali menyatakan bahwa

    orang tersebut hendaknya bersegera untuk melakukan taubat, yaitu kembali

    dari perbuatan jahat kepada jalan yang Allah ridhai.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    5/30

    84

    Kewajiban bertaubat sebagaimana dinyatakan al-Ghazali bukanlah

    sesuatu yang diucapkan lewat bibir saja, namun seseorang yang telah yakin

    dan mantap untuk bertaubat hendaklah istiqomah dari taubatnya itu, hal ini

    karena taubat bukanlah hal permainan yang bisa dimainkan begitu saja,

    namun taubat merupakan tuntutan dan kewajiban dari Allah kepada semua

    umat-Nya untuk tunduk dan patuh atas segala perintah-Nya. Oleh karena itu

    jika seseorang bertaubat maka sudah semestinya ia menjalankan syarat-syarat

    bertaubat. Karena jika syarat-syaratnya telah dilakukan maka sebagaimana

    yang dijelaskan pada bab sebelumnya, pasti Allah SWT. akan menerima

    taubatnya.

    Kaitannya dengan masalah dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar

    yang pernah dilakukan manusia tentu memiliki kadar ukuran tertentu. Artinya

    Allah memberikan pahala kepada umatnya juga sesuai dengan sampai tingkat

    berapa amal yang dilaksanakannya, jika amalnya banyak sudah barang tentu

    pahalanya banyak dan jika amalnya sedikit pahalanyapun akan sedikit. Begitu

    pula masalah dosa, semakin besar dosa yang diperbuat manusia maka akan

    semakin berat pula siksaan yang Allah berikan kepadanya nanti.

    Begitu tersusun rapi manajemen yang Allah buat terhadap orang yang

    berbuat kebajikan maupun kemungkaran, namun dari situ pula betapa

    kemurahan yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang melakukan perbuatan

    dosa untuk mau bertaubat. Maka dari itu betapa bodohnya orang yang tidak

    mau diberikan jalan oleh Allah untuk bertaubat dari segala dosa yang

    diperbuatnya, serta bisa mengembalikan manusia yang pada mulanya berada

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    6/30

    85

    dalam kondisi ketidaktenangan jiwa menjadi jiwa yang di ridhai oleh Allah.

    Sehingga menjadikan taubatnya bisa sempurna dan diterima oleh Allah SWT.

    Taubat yang sempurna sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab

    III adalah hendaklah memenuhi syarat-syarat taubat. Jika seseorang telah

    benar-benar bertaubat maka jauhlah ia dari penyakit-penyakit mental yang

    menyebabkan terganggu kondisi jiwanya.

    Mengobati penyakit yang disebabkan karena gangguan mental, para

    ahli biasanya menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mencari sebab-sebab

    gangguan tersebut. Misalnya tehnik hipnotis, sugesti, psikoanalisa dan lain-

    lain. Selain itu ada pula yang menggunakan cara self sugesti tanpa bantuan

    orang lain, sebagaimana dalam teori al-Ghazali dalam memberikan alternatif

    dalam mengobati diri sendiri dari gangguan kejiwaan.

    Pertama kali yang harus dilakukan adalah muhasabah. Yang dimaksud

    dengan muhasabah adalah meneliti perbuatan tingkah lakunya sendiri sehari-

    hari yang menjadi sebab dan sumber kecemasan. Yang kedua, setelah

    mengadakan muhasabah, penderita harus muraqabah. Artinya melakukan

    pekerjaan apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Muraqabah

    disini juga dapat berarti penyerahan diri kepada Allah, atas segala kuasa-Nya

    (menerima kodrat dan irodat-Nya). Muraqabah juga bisa berarti tobat kepada

    Allah

    2

    .

    2 Al-Ghazali pernah menderita gangguan kejiwaan akibat konflik yang muncul dalam

    pikirannya, yakni ketika ia diangkat menjadi guru besar Islam pada Universitas Nidzamiyah tahun484 H. disamping itu ia juga menjabat sebagai staf ahli perdana menteri. Pergolakan bathin itu

    disebabkan karena ia dihadapkan pada dua pilihan, antara kedudukan dan kemewahan yang

    diterimanya dengan ajaran sufi yang ditekuninya. Para dokter pada waktu itu tidak mampu

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    7/30

    86

    Jika diteliti lebih jauh mengenai timbulnya gangguan kejiwaan,

    sesungguhnya berpangkal pada ketidaksadaran diri, bahwa dirinya itu tidak

    mampu mengejar apa yang dicita-citakan. Mereka tetap memforsir segala

    potensi akal budinya sehingga kelelahan. Menurut anggapannya, segala

    keinginan jika diusahakan dengan pengerahan segenap potensi tenaga dan

    pikiran mesti akan tercapai. Tidak disadari bahwa kemampuan manusia itu

    terbatas dan ada kelemahan, sehingga jika kegagalan menimpanya, terjadilah

    shock, stress, depresi, frustasidan berbagai macam kekalutan mental lainnya.

    Pentingnya kesadaran diri dalam menghadapi berbagai macam tantangan

    hidup ini, karena mampu meningkatkan seseorang akan jati dirinya dan

    mampu menjadikan seseorang patuh dan tunduk kepada Allah SWT.

    Salah satu fungsi kesadardirian akan segala kelebihan dan

    kekurangannya, orang akan sampai kepada Tuhan. Ia akan merasakan betapa

    kecilnya diri ini dihadapan Yang Maha Kuasa, sehingga semua aktifitas

    pikiran maupun perbuatan akan senantiasa digantungkan kepada-Nya. Hal

    yang demikian inilah yuag senantiasa disinggung oleh Nabi Muhammad saw

    dalam sebuah term ,, barangsiapa mengenal dirinya sendiri

    maka dia akan mengenal Tuhannya.

    Memang, jika dilihat kebanyakan orang-orang yang terkena kekalutan

    mental (mental disorder), karena mereka jauh dari norma-norma religius.

    Sebaliknya, orang yang bertaubat senantiasa ingat kepada Tuhannya (dzikir)

    akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala pikiran, emosi dan

    memahami penyakitnya, akhirnya ia berusaha mengobati sendiri penyakitnya dengan jalan

    muhasabah dan muraqabah pada Allah, dan ternyata berhasil.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    8/30

    87

    perbuatannya, sehingga apabila tidak bisa meraih apa yang diinginkan tidak

    akan terganggu jiwanya. Jika dilihat secara psikologis, orang yang bertaubat

    adalah orang yang jauh dari ambivalen (kegoncangan jiwa) akibat derita

    ataupun kecukupan.

    Dalam hal yang demikian, pengaruh super ego (alam moral tidak

    berperan sama sekali). Salah satu contoh, karena lapar, perut menuntut untuk

    diberi makan. Otak memerintahkan tangan untuk mengambil makanan,

    mulutpun siap mengunyah apa saja yang masuk. Di sini tidak perlu kesadaran

    apakah makanan itu halal atau haram, melanggar hak orang lain atau tidak.

    Semua itu sama saja bagi ego manusia. Di sinilah pentingnya bertaubat dalam

    membentuk kepribadian manusia, dengan menyesal dan ingat akan keburukan

    yang dilakukan dan selalu kembali ke jalan Allah dengan selalu ingat

    (berdzikir) kepada Allah, super ego akan selalu mendapat makanan. Super

    ego akan berfungsi sebagai alat kontrol bagi perilaku manusia secara baik.

    Maka dari itu dengan bertaubat akan membentuk manusia sejahtera jiwanya,

    sehingga sejahtera pula tingkah laku individu dan sosialnya. Mereka akan

    mampu menerima kenyatan yang ada, dan dapat meletakkan hakekat

    kemanusiaan yang betul-betul insani.

    Bagi sementara orang, ketika dihadapkan kepada problema-problema

    berat yang mengakibatkan timbulnya frustasi kekalutan mental, stress, shock

    dan lain-lain, justru mencari pelarian (escape) kepada hal-hal yang dapat

    melupakan untuk sementara. Seperti perjudian, mabuk, narkotika, pelacuran

    dan sebagainya. Di saat lain, ketika semua pelampiasan telah berlalu, ia

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    9/30

    88

    kembali menghadapi berbagai persoalan yang mengelisahkan. Menurut

    anggapan mereka, dengan melakukan perbuatan-perbuatan di atas tadi semua

    problema akan terlupakan, setidaknya untuk sementara waktu.

    Sebaliknya, bagi orang yang semangat beragamanya tinggi, ia akan

    selalu berusaha mengadukan semua persoalannya kepada Tuhan, dengan

    melalui shalat, doa dan dzikir, sebagaimana telah disinyalir oleh al-Quran

    bahwa mencari pelarian dengan perjudian dan minuman keras itu, justru tidak

    akan menyelesaikan persoalan, malahan akan semakin menjauhkan diri dari

    Tuhan.

    )91(

    Artinya : Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan

    permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum

    khamr dan berjudi itu), dan menghalangi kamu dari mengingat

    Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (darimengerjakan pekerjaan itu). (Q.S. Al Maidah,5: 91).

    Dengan bertaubat seseorang akan terhindar dari penyakit mental yang

    bisa menyebabkan seseorang terkena gangguan kejiwaan. Penyakit mental

    dalam Islam telah disebutkan sebagaimana Rasulullah SAW. mengajarkan

    doa untuk memohon kepada Allah agar terhindar dari penyakit mental. Doa

    yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud itu adalah :

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    10/30

    89

    Artinya : Ya allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebimbangan dan

    kesedihan, aku berlidung kepada-Mu dari kehinaan dan

    kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat sombong dan

    bakhil dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dantekanan manusia. (HR. Abu Daud)

    Terlindungnya manusia dari delapan penyakit mental yang terdapat

    dalam doa tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting, pertama

    berlindung dari rasa bimbang atau was-was, ini merupakan penyakit mental

    yang termasuk berat. Orang yang menderita penyakit bimbang diumpamakan

    seperti orang menempuh perjalanan dengan arah yang tidak jelas sehingga ia

    hanya asal jalan, sedang bila ia bekerja disebut asal-asalan. Akibatnya ibarat

    orang yang kalah sebelum bertanding, orang yang bimbang disebut sebagai

    orang kalah sebelum bertanding. Kebimbangan membuat orang tidak cepat

    mengambil keputusan dan keputusan yang diambilpun tanpa keyakinan, ini

    membuat pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Tegasnya tak

    ada nilai positif dari kebimbangan terhadap sesuatu yang baik.

    Penyakit mental yang kedua adalah selalu merasa sedih, dalam hidup

    ini sedih dan gembira memang ada, keduanya merupakan sesuatu yang wajar

    pada jiwa manusia, tapi ia menjadi tidak wajar apabila ia selalu diselimuti

    dengan kesedihan. Hal ini karena orang yang selalu dilanda kesedihan akan

    memandang hidup dengan kacamata negatif, akibatnya tidak ada gairah dalam

    hidupnya dan amat membahayakan dalam perjalanan hidup manusia. Oleh

    karena itu kesedihan pada seseorang bisa hilang jika ia mau bertaubat, karena

    esensi taubat adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa. Jika

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    11/30

    90

    seseorang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi maka segala

    persoalan dalam hidupnya dapat dihadapi dengan mudah.

    Penyakit mental yang ketiga adalah kehinaan, ini merupakan

    gambaran dari derajat yang rendah yang dimiliki manusia, derajat yang rendah

    itu membuat orang suka menghinakan dirinya dan merupakan sesuatu yang

    tidak menyenangkan, namun yang perlu diingat bahwa kehinaan itu tidaklah

    bisa diukur dengan kemiskinan dan kemelaratan, meskipun kadangkala orang

    yang menyombongkan diri karena harta yang dimilikinya suka menghina

    orang yang melarat. Orang yang kaya bisa dilanda kehinaan manakala

    kekayaan yang berlimpah itu diperoleh dengan cara yang tidak halal. Orang

    yang berilmu juga bisa dilanda kehinaan bila dengan ilmu yang ia miliki

    diselewengkan kebenaran guna membodohi orang yang memang sudah

    bodoh, begitu juga orang yang berkuasa bisa ditimpa kehinaan manakala

    kekuasaan digunakan hanya untuk memperkaya diri, bukan untuk

    menegakkan kebenaran. Oleh karena itu bertaubat dari kehinaan dan selalu

    berlindung kepada Allah dari kehinaan merupakan sesuatu yang sangat

    penting, setelah itu berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kehormatan

    atau martabat pribadi sebagai seorang muslim.

    Penyakit mental yangkeempatadalah sifat malas, hal ini karena Islam

    adalah agama yang sangat menbenci segala macam bentuk kemalasan pada

    manusia. Islam menghendaki agar manusia bersungguh-sungguh atau

    mujahadah dalam hidupnya, apalagi ajaran Islam itu memang tidak bisa

    dilaksanakan tanpa kesungguhan. Oleh karena itu bertaubat dari kemalasan

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    12/30

    91

    untuk kembali dengan sungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah seperti

    shalat, puasa, zakat, haji dan seluruh perintah dalam Islam kesemuanya hanya

    bisa dilaksanakan dengan baik dan akan membawa hasil yang baik manakala

    dengan kesungguhan.

    Penyakit mental yang kelima adalah sombong, hal ini merupakan

    penghalang bagi manusia untuk bisa masuk ke dalam surga. Hal ini karena

    sifat sombong dimiliki oleh iblis, padahal Allah sudah memvonisnya akan

    masuk neraka. Sombong itu tidak hanya dalam bentuk merendahkan orang

    lain, tapi sombong itu juga menolak kebenaran yang datang dari Allah dan

    menghina makhluk yang diciptakan-Nya. Oleh karena itu bertaubat dari sifat

    sombong akan menjadikan seseorang menjadi mukmin yang benar-benar

    patuh dan taat dan selalu merendahkan diri pada Allah SWT.

    Penyakit mental yang keenam adalah bakhil atau kikir. Orang yang

    penyakit bakhil maka ia tidak bisa berjuang di dalam kebenaran bahkan

    menjadi pendukung perjuangan juga tidak bisa, padahal perjuangan itu

    menuntut adanya pengorbanan, baik harta, jiwa, waktu, dan segala hal yang

    dimilikinya. Sementara orang yang bakhil itu tidak mau berkorban, jangankan

    dengan harta, dengan waktu saja tidak mau. Oleh karena itu kewajiban untuk

    segera bertaubat dari kebakhilan adalah jalan yang sangat terbaik untuk

    menyelamatkan murka Allah yang akan mengambil semua harta bendanya.

    Jika memang ia telah bertaubat dari kebakhilan maka ia akan memiliki

    ketenangan hati dan ia akan selalu ikhlas memberikan hartanya demi

    perjuangan di jalan Allah SWT.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    13/30

    92

    Penyakit mental yang ketujuh adalah terkena lilitan hutang. Jika hidup

    selalu dikejar-kejar hutang maka akan membuat hidup menjadi tidak tenang,

    bahkan hidup sepertinya tidak punya harapan. Kebanyakan dari orang yang

    berhutang pada zaman sekarang ini tidak bisa dikelompokkan dalam

    mustahiq, karena dia hutang sudah mengikuti mode, bukan kebutuhan yang

    sifatnya konsumtif. Utang mobil mewah, rumah mewah, perabot rumah

    tangga mewah dan segala yang serba mewah lainnya. Oleh karena itu

    bertaubat dari hutang artinya menghindari berhutang dari kebutuhan yang

    tidak terlalu mendesak, karena bagi seorang muslim sebaiknya jangan

    dipaksakan memiliki kebutuhan-kebutuhan itu dengan cara hutang.

    Penyakit mental yang kedelapan adalah tekanan manusia. Artinya

    hidup yang tertekan tentu tidak enak rasanya, hati tidak tenang, selalu ada

    perasaan takut dan akibatnya orang yang tertekan itu menjadi gampang marah

    dan tersinggung serta gampang sedih. Wajahnya nampak gembira dan

    penampilannya bisa rapi, tapi sebenarnya jiwanya sangat sedih dan gelisah.

    Kehidupan manusia sebenarnya selalu tertekan, tetapi dengan bertaubat maka

    tekanan-tekanan itu tidak terlalu dipermasalahkan, karena orang yang

    bertaubat akan memiliki kekuatan iman, dan iman akan membuat orang

    menjadi merdeka, tenteram, dan kuat jiwanya. Karena itu berlindung kepada

    Allah dari hidup tertekan menjadi sangat penting, dan resep menghilangkan

    jiwa yang tekan hanyalah dengan iman dan mantap kepada Allah SWT.

    Dengan demikian peranan taubat dalam membentuk mental yang sehat

    dapat digambarkan sebagai berikut :

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    14/30

    93

    1. Peranan taubat dalam mengobati gangguan kejiwaan

    Melanggar larangan Tuhan atau melalaikan apa yang diwajibkan

    Tuhan adalah dosa, karena itu akan menerima siksaan. Pada suatu ketika

    manusia tersebut akan sadar atas perbuatannya dengan janjinya terhadap

    Allah SWT. ketika akan dilahirkan di muka bumi ini. Dengan demikian

    timbul perasaan berdosa dan bersalah yang menyebabkan manusia merasa

    gelisah. Akibatnya akan timbul berbagai penyakit jiwa yang dapat

    merusak dirinya sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.

    Untuk itu al-Quran membekali dengan suatu metode yang unik

    dalam menyembuhkan perasaan berdosa dan bersalah, yaitu metode

    taubat. Sebab taubat kepada Allah akan membuat diampuninya berbagai

    dosa dan kesalahan serta menguatkan dalam diri manusia harapan akan

    ridho Allah, sehingga akan meredakan kegelisahan. Kemudian taubat

    biasanya mendorong manusia untuk memperbaiki dirinya dan

    meluruskannya, agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan dosa-dosa. Ini

    akan membuat meningkatnya penghargaan dan kepercayaan terhadap diri

    sendiri, penerimaan diri akan menimbulkan perasaan tenang dan tenteram

    dalam jiwa (Najati, 1985: 328).

    Dengan demikian, orang yang bertaubat akan meningkatkan

    keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. dalam hidup bermasyarakat.

    Dan perbuatannya akan menjadi lebih baik dalam berhubungan dengan

    Tuhan, sesama manusia, alam semesta, dan dirinya sendiri. Sehingga

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    15/30

    94

    keimanan dan ketaqwaan menjadi pengontrol dan mengendalikan sikap

    dalam bertingkah laku di masyarakat.

    Selain hal tersebut di atas, ketenangan jiwa yang bisa diperoleh

    dari orang yang bertaubat adalah dengan selalu berzikir (ingat kepada

    Allah). karena dengan zikir akan menimbulkan perasaan adanya kebesaran

    Allah, kekuasaan-Nya, kehebatan-Nya, dan kebaikan-Nya. Oleh karena itu

    kemuliaan dengan mengingat Allah akan menambah memikirkan (tafakur)

    ciptaan Allah dan menimbulkan rasa hormat kepada-Nya.

    Jadi dengan ketenangan jiwa, manusia dapat hidup bahagia dalam

    dunia dan kelak di akhirat, serta akan mendapatkan panggilan Allah

    dengan panggilan yang penuh kasih dan sayang.

    2.

    Peranan taubat dalam mencegah timbulnya gangguan kejiwaan

    Setelah manusia terobati dari gangguan jiwa, maka langkah

    selanjutnya hendaklah bisa mencegahnya dari gangguan kejiwaan di masa

    lalu, yaitu dengan mengendalikan diri agar tidak terjerumus ke dalam

    perbuatan dosa dan maksiat lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan

    menerapkan sikap sabar pada diri sendiri. Bersabar tidak mudah kecuali

    dengan adanya perasaan takut, dan rasa takut tidak akan menjadi

    kenyataan kecuali dengan mengetahui adanya bahaya besar terhadap dosa

    itu. Dan dosa itu juga tidak akan berhasil, kecuali dengan membenarkan

    Allah beserta Rasul-Nya (Shonhaji, t.th: 69).

    Untuk itulah agar tidak kembali lagi ke perbuatan dosa dan maksiat

    dalam perbuatannya, hendaklah menjadikan Allah SWT. sebagai

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    16/30

    95

    pengawas dan pengontrol pada dirinya. Keberhasilan orang yang bertaubat

    akan selalu ingat kepada Allah. Dengan ingat kepada Allah akan

    membawa kepada kesegaran pada jiwanya sekalipun tidak diusahakannya,

    karena kalau cinta tentu akan senantiasa ingat kepada-Nya, dan kalau

    cintanya itu sempurna maka ia tidak akan lupa kepada Allah SWT.

    demikian juga kecintaan Allah kepada seseorang menyebabkan dosa-

    dosanya dapat diampuni. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah apabila

    ingin dicintai dan selalu mendapatkan kasih sayang-Nya, kuncinya adalah

    patuh dan taat menjalankan semua perintah-Nya secara ihlas dan menjauhi

    segala larangan-Nya. Dari sini dapat diketahui, bahwa bertaubat tidak

    hanya dilakukan sekali saja namun sekali bertaubat hendaklah dilakukan

    secara terus menerus, karena hakikat taubat adalah menyesali atas

    kejahatan yang telah dilakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

    Dengan bertaubat, maka hati nurani manusia itu menjadi tegak

    pada pendiriannya sendiri, tidak bimbang dalam melakukan suatu

    perbuatan yang baik, tidak berbuat dosa lagi bahkan menceritakanpun

    tidak, sehingga setan dan iblis dapat dilawannya dalam mempengaruhi

    jiwanya.

    Akhirnya tugas dan kewajiban manusia dalam mencegah

    timbulnya kejiwaan adalah dengan menyerah sepenuhnya kepada Allah

    SWT. mencari karunia dan berjuang di jalan-Nya, sehingga kehendak-Nya

    itu berlaku di dunia. Dan orang tidak akan berputus asa atau menjadi

    lemah hati, juga tidak boleh menyesali apa-apa. Sebab segala usahanya

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    17/30

    96

    dicatat semua dan bila sampai waktunya nanti akan dibalas oleh Allah

    SWT.

    3. Peranan taubat dalam membina kesehatan mental

    Orang yang pernah mendapatkan pendidikan agama akan

    mengetahui nilai moral yang perlu dipatuhinya dengan sukarela, dan akan

    merasakan pentingnya mematuhi nilai moral dengan ikhlas. Sehingga

    kehidupan manusia itu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya

    yang sesuai dengan norma aturan yang berlaku, baik dalam agama maupun

    masyarakat. Dengan demikian agama masuk dalam pembinaan manusia

    tersebut, maka sendirinya segala sikap, tindakan, perbuatan, dan

    perkataannya akan dikendalikan oleh pribadi yang terbina di dalam nilai

    agama yang akan menjadi pengendali bagi moralnya.

    Sebenarnya tugas dan kewajiban manusia adalah menyerah

    sepenuhnya kepada Allah, mencari karunia dan berjuang di jalan Allah.

    sehingga kehendak-Nya itu berlaku di dunia ini. Manusia tidak boleh

    berputus asa atau menjadi lemah hati, juga tidak boleh menyesali apapun

    yang telah terjadi, sebab segala usahanya di catat semua oleh Allah, dan

    bila sampai pada waktunya nanti akan dibalas oleh Allah SWT. sehingga

    orang yang bertaubat akan selalu percaya bahwa setiap apa yang

    diperintahkan Allah kepada manusia pasti mendatangkan manfaat, dan

    sebaliknya apa yang dilarang oleh Allah pasti akan mendatangkan

    madharat. Seterusnya segala sesuatu yang berhubungan dengan

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    18/30

    97

    pelanggaran hak manusia diselesaikannya secara wajar dan baik. Bagi

    manusia seperti itu terbuka pintu taubat dan diterima taubatnya.

    Jadi pandangan Islam tentang kehidupan prinsip-prinsip pendorong

    serta hukum-hukum kebutuhan rohani dan jasmani bukan saja merupakan

    perlengkapan agama manusia muslim, tetapi juga merupakan petunjuk

    dalam melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Islam

    adalah agama Allah Yang Maha Esa dan ditujukan kepada seluruh

    manusia di muka bumi ini. Untuk mencapai tujuan ini, Islam meyakinkan

    pengikutnya bahwa Allah memang sanggup menjamin keselamatan bagi

    mereka yang bertaubat. Dengan demikian mereka bisa hidup dalam

    suasana damai, makmur, dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.

    Dari penjelasan di atas, maka dengan bertaubat seseorang akan

    memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress,

    depresi dan frustasi. Ia akan memiliki jiwa muthmainnahdan kembali kepada

    fitrah Ilahiyah Tuhannya.3 Serta orang yang bertaubat akan memiliki jiwa

    radhiyah, yaitu jiwa yang tulus, bening dan lapang dada terhadap Allah,

    terhadap kebijaksanaan Qudrat dan Iradat-Nya.4 Dan bagi orang yang

    3Indikasi hadirnya jiwaMuthmainnahpada diri seseorang biasanya terlihat prilaku, sikap

    dan gerak geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang

    matang, tepat dan benar. Ia tidak terburu-buru untuk bersikap apriori (bersikap masa bodoh) danberprasangka negatif. Akan tetapi di tengah-tengah sikap itu, secara diam-diam ia menelusurihikmah-hikmah yang terkandung dari setiap peristiwa, kejadian dan eksistensi yang terjadi. Seperti

    ketika dihadapkan oleh suatu keadaan yang menyakitkan atau menyenangkan, secara otomatis ia

    dapat merasakan bahwa esensi peristiwa itu adalah belaian cinta dan tajallinya Allah Swt (Adz

    Dzaky, 2004: 558).4Jiwa inilah yang mendorong diri bersikap lapang dada, tawakal, tulus ikhlas dan sabar

    dalam mengaplikasikan seluruh perintah-Nya, menjauhi seluruh larangan-Nya dan menerima

    dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan kehidupannya.

    Biasanya dalam diri seorang hamba yang telah mencapai tingat kejiwaan atau mental radhiyah,

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    19/30

    98

    bertaubat tentu memiliki jiwa mardhiyah, yaitu jiwa yang telah memperoleh

    gelar kehormatan dari Allah.5

    Dengan demikian, melalui bertaubat seseorang akan memperoleh

    kesempurnaan jiwa yang menjadikan jiwa (mental) yang sehat, yakni

    menyatunya jiwa yang selalu ingin kembali kepada fitrah Tuhannya dengan

    penuh kemampuan bersikap tulus dan lapang dada.

    B.

    Pendekatan Dakwah Islamiyah dan Bimbingan Konseling Islam Dalam

    Membimbing Manusia Untuk Bertaubat

    Dalam menetapkan hukum Islam harus senantiasa berpijak pada nilai-

    nilai syariat secara universal. Kepastian hukum Islam terhadap dakwah adalah

    wajib, baik bagi setiap manusia secara individu maupun secara kolektif. Hal

    ini ditegaskan dalam al-Quran :

    )110(

    Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

    menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar,

    dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,

    tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang

    beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang

    fasik. (QS. Ali Imran, 3: 110).

    hampir-hampir ia tidak pernah mengeluh, merasa susah, sedih dan takut dalam menjalani

    kehidupan ini (Adz Dzaky, 2004: 458).5Dengan gelar itu keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidannya tidak akan pernah

    mengalami erosi, dekadensi dan distorsi. Akan tetapi jiwa terus mendaki dan miraj ke hadirat

    Allah Swt. dalam ruang dan waktu yang tiada berwaktu dan tiada ber-ruang.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    20/30

    99

    Islam adalah risalah diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Umat

    Islam adalah pendukung amanah, untuk meneruskan risalah dengan dakwah,

    baik sebagai umat kepada umat-umat lain maupun selaku perorangan

    dimanapun mereka berada dan menurut kemampuan masing-masing, dengan

    demikian dasar hukum berdakwah adalah wajib bagi setiap pribadi yang telah

    mengikrarkan dirinya sebagai seorang muslim.

    Sejalan dengan konsep taubat yang dikemukakan al-Ghazali dengan

    dakwah, bahwa taubat merupakan salah satu materi wajib yang perlu

    diberikan oleh para juru dakwah (dai) kepada para madunya. Hal ini karena

    seiring dengan tujuan utama dakwah yaitu terwujudnya kebahagiaan dan

    kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT. maka

    dakwah mendapatkan tempat yang terpenting demi mewujudkan manusia

    yang ingin kembali kejalan lurus kepada Allah SWT.

    Dai dalam hal ini menurut al-Ghazali adalah para alim ulama,

    karena ulama merupakan pewaris para Nabi. Para ulamaklah yang

    seharusnya bisa memperjuangkan tegaknya ukhuwah islamiyah dan tegaknya

    ajaran Islam tanpa menyelewengkan ajaran kebenaran yang disampaikan

    Rasulullah SAW. Oleh karena itu hendaklah para ulama selalu siap

    memberikan nasehat dan ajaran Islam dimanapun berada.

    Dengan demikian seorang pelaku maksiat yang menyadari

    kemaksiatannya. Wajiblah baginya mencari seorang alim agama. Andaikata

    ia tidak menyadari bahwa perbuatannya itu adalah berdosa, maka orang alim

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    21/30

    100

    itulah yang harus memberitahukan hal itu kepadanya. Hal ini dibenarkan,

    karena ulama adalah pewarisnya para Nabi, maka sudah sepantasnya jika

    para ulama menyeru kepada kebajikan dan mencegah setiap adanya

    kemungkaran.

    Sikap orang alim, baik di desa, kota, masjid ataupun dimanapun

    mereka berada, ia harus mengajarkan agama kepada penghuni tempat-tempat

    itu, menunjukkan perbedaan antara yang bermanfaat bagi mereka, serta

    menerangkan mana yang membahayakan dan mana pula yang

    membahagiakan mereka.

    Dakwah bertujuan untuk membentuk seorang muslim yang mampu

    memahami Islamnya secara kaffah, artinya menjadi muslim tidaklah cukup

    hanya sekedar pengakuan, tapi setelah itu hendaknya berusaha membuktikan

    keislamannya dalam bentuk sikap dan perilaku yang islami agar diakui

    keislamannya oleh Allah SWT. Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh

    mana bisa membuktikan keislaman, Allah telah menyatakan bahwa setiap

    orang yang mengaku beriman pasti akan diuji, baik ujian itu dalam bentuk

    hal-hal yang menyenangkan maupun hal-hal yang menyengsarakan. Jika

    keimanan tertanam pada jiwa manusia maka kesenangan tidak akan membuat

    ia menjadi lupa diri. Dari sinilah pentingnya merubah mental manusia yang

    kurang beriman.

    Hal-hal yang sebaiknya diberikan oleh para dai dalam memberikan

    dakwahnya menurut al-Ghazali hendaklah menguraikan dalil-dalil yang

    mengandung pengharapan atau mengandung ancaman, adalah dua macam

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    22/30

    101

    obat yang pemakaiannya berbeda-beda. Misalnya seseorang yang sudah

    demikian dikuasai rasa takut sehingga dia menjauhkan diri dari dunia

    samasekali. Dan membebani dirinya dengan beban yang tak terpikul serta

    menyempitkan penghidupan diri sendiri, maka memberantas ketakutan yang

    berlebih-lebihan itu adalah tepat sekali dengan menguraikan dalil-dalil yang

    mengandung pengharapan.

    Sejalan dengan materi dakwah, taubat merupakan salah satu materi

    dakwah yang berpangkal pada masalah aqidah, mengingat pentingnya materi

    ini dan sebagai dasar bagi materi yang lainnya. Aqidah atau keimanan, dalam

    Islam merupakan hakekat yang meresap ke dalam hati dan akal manusia,

    bukan sekedar semboyan yang diucapkan. Maka barangsiapa yang mengaku

    dirinya muslim, terlebih dahulu harus tumbuh dalam dirinya keimanan

    terhadap Allah dan segala ketentuan-Nya. Oleh karena itu sebagaimana dalam

    tradisi tasawuf, sebagai awal dari perjalanan yang harus dilakukan oleh

    seorang sufi ialah maqam taubah sebelum masuk dalam tingkatan wara,

    zuhud, faqr, shabr, ridha. Dengan demikian taubat yakni upaya pengosongan

    diri dari segala tindakan yang tidak baik dan mengisi dengan yang baik,

    menyesali perilaku jahat yang pernah dilakukannya serta dituntut untuk

    menjauhkan diri dari segala tindakan maksiat dan melenyapkan semua

    dorongan nafsu ammarah yang dapat mengarahkan seseorang kepada tindakan

    kejahatan.

    Jika pemikiran al-Ghazali tentang taubat dikaitkan dengan bimbingan

    dan konseling Islam, maka dapat digambarkan bahwa taubat dengan

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    23/30

    102

    bimbingan dan konseling Islam jelas berbeda dari sifatnya, namun mempunyai

    kesamaan dalam tujuannya. Artinya taubat merupakan salah satu materi dalam

    berdakwah sedangkan bimbingan dan konseling Islam merupakan salah satu

    metode yang digunakan untuk berdakwah. Jadi dengan demikian satu dengan

    yang lain sangatlah berkaitan erat karena esensi dari tujuan bimbingan

    konseling Islam dan taubat yakni mewujudkan individu menjadi manusia

    seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

    Berkaitan dengan optimalisasi fungsi bimbingan konseling Islam

    dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan seseorang, maka

    penulis akan mencoba melihat bagaimana hubungan antara optimalisasi fungsi

    bimbingan konseling Islam dengan permasalahan yang dihadapi seseorang,

    yang dalam hal ini berkaitan dengan kesehatan mental seseorang.

    Oleh karena itu, pendekatan bimbingan konseling Islam dalam

    membentuk manusia untuk bertaubat dalam skala proses, perlu diberikan

    pemahaman kepada individu tentang esensi pertaubatan, yakni

    mengembalikan seseorang kepada fitrah, menggiring dan mengantarkan

    rohaninya untuk tunduk dan bersimpuh sujud di hadapan Rabbnya. Di

    jelaskan pula fungsi dari pertaubatan yakni ia merupakan media melakukan

    takhalli, yaitu upaya melepaskan, mengosongkan, membersihkan dan

    menyucikan diri dari kotoran, dan karat yang bernajis sebagai akibat dari telah

    terlalu banyaknya melakukan perbuatan kedurhakaan (maksiat) dan

    pengingkaran terhadapRabbnya.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    24/30

    103

    Proses terapi terhadap gangguan-gangguan kejiwaan dan atau

    rohaniayah yang menggunakan tazkiyah nafsiyah (penyucian jiwa), adalah

    sebuah metode yang hanya dapat dilakukan oleh seseorang terapis yang

    memahami, mengamalkan dan mengalami pertaubatan dengan baik dan benar;

    dan iapun telah memiliki kemampuan dalam menggunakan metode propetik.

    Jika tidak maka pengawasan dan evaluasi terhadap perkembangan dari esensi

    pertaubatan itu tidak dapat diketahui secara tepat dan benar.

    Proses bimbingan pertaubatan juga harus sejalan pada prinsip-prinsip

    yang utama dalam bertaubat, yaitu :

    1.

    Niat, yaitu semata-mata pertaubatan dilakukan adalah mengharapkan

    ridha, cinta dan perjumpaan dengan-Nya.

    2.

    Itikaf, yaitu adanya prasangka dan keyakinan yang baik terhadap Allah,

    bahwa Dia pasti akan menerima pertaubatan hamba-Nya.

    3.

    Maksud dan Tujuan, yaitu pertaubatan dilakukan dalam rangka

    melepaskan diri dari gangguan syaitan, serta jin dan iblis, serta

    melenyapkan kotoran dan najis yang melekat dalam diri, hati, akal, fikiran,

    jiwa, inderawi dan jasad.

    4. Berazam, yaitu mengokohkan diri dengan sekuat tenaga dan pendirian,

    bahwa ia tidak akan pernah lagi mengulangi suatu perbuatan apapun yang

    dapat mengotori jiwa dan rohaninya.

    5. Uzlah, yaitu mengasingkan diri untuk sementara waktu dari keramaian

    manusia dan dunia, dengan maksud agar proses pertaubatan itu tidak akan

    terganggu, dan agar supaya pertaubatan itu dapat berhasil dengan baik.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    25/30

    104

    6. Adab, yaitu sikap sopan santun di hadapan Allah dalam melakukan

    pertaubatan. hendaknya proses pertaubatan dibuka dengan shalat taubat

    dua rakaat, empat rakaat atau lebih, dan selalu memlihara kesucian diri

    dari hadats atau segala sesuatu yang dapat membatalkannya dalam

    keadaan berdzikir dan istighfar.

    7. Dalam bimbingan dan pengawasan seorang ahli, proses pertaubatan yang

    dilakukan oleh seseorang harus di bawah bimbingan dan pengawasan

    ahlinya, karena jika tidak, dikhawatirkan akan dapat membahayakan

    proses pertaubatan itu, karena saat iu syaitan, jin, iblis, dan manusia yang

    berjiwa ketiganya tidak merasa senang, dan mereka sewaktu-waktu dapat

    mengacaukan proses itu, bahkan dapat menyesatkannya. Seperti sering

    terjadi, seseorang melakukan pertaubatan seorang diri tanpa pembimbing,

    padahal ia belum emmiliki referensi eksistensi taubat dan

    permasalahannya. Apa yang terjadi? Atas tipu daya syaitan, orang itu

    merasa taubatnya telah diterima oleh allah, dan ia dapat merasakan dan

    menyaksikan alam-alam kegaiban, dan akhirnya, ada suatu peristiwa yang

    sangat membahayakan; orang itu berada dalam kendali yaitan dan jin, dan

    ironisnya ia tidak dapat mengelak kan keingnan dan kemampuan syaitan

    dan jin. Jika ia menolak maka seluruh badanya digerakkan oleh syaitan itu,

    atau seluruh badanya terasa sakit, jiwanya kacau akal fikirannya menjadi

    bingung dan akhirnya bersikap seperti orang kehilangan kesadaran,

    sehingga pada akhirnya ia meninggalkan syariat Allah dan Rasul-Nya

    Muhammad SAW.;Naudzu billahi min dzalik.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    26/30

    105

    8. Evaluasi, tugas dan tanggung jawab terapis dalam melakukan tazkiyah

    nafsiyah ini adalah di samping membimbing dan mengarahkan proses

    pemahaman dan aplikasi pertaubatan, juga melakukan evaluasi. Obyek

    evaluasi adalah kualitas dari pertaubatan itu, apakah telah masuk ke dalam

    kondisi taubah, inaabahatau awbah.

    Indikasi keberhasilan awal dari pertaubatan biasanya adalah

    munculnya rasa ketenanagn dan kedamaian dalam jiwa. Hati merasa terasa

    halus dan lembut, sehingga sangat mudah tersentuh dan menangis, wajah dan

    kulit tampak mulai cerah dan bersih, jiwa dan rohani mulai merasakan dahaga

    dan lapar terhadap makanan dan minuman rohani. Maka kondisi itulah

    seseorang dapat mengembangkan tazkiyah nafsiyahnya dengan tahalli, yaitu

    mengisi diri dengan ketaatan-ketaatan dan ahklak yang terpuji, seperti

    memperbanyak mengerjakan ibadah shalat sunnat di samping yang fardhu,

    melakukan puasa sunnat, mengembangkan zikir dan doa serta memperbanyak

    berwirid dengan membaca al-Quran.

    Dari hal di atas, bahwa setelah melakukan tahapan terapi pertaubatan akan

    dapat diketahui adanya empat fungsi dalam bimbingan konseling Islam, yaitu:

    preventif, kuratif, preservatif, dan development. Dalam kerangka fungsi

    preventif, yang memiliki arti membantu individu menjaga atau mencegah

    timbulnya masalah adalah dengan cara pemberian bantuan meliputi

    pengembangan strategi dan program-program pengaktualisasian diri bagi

    seorang klien. Pengembangan program-program dan strategi-strategi ini dapat

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    27/30

    106

    digunakan sebagai sarana mengantisipasi dan mengelakkan resiko-resiko yang

    tidak perlu terjadi.

    Berkaitan dengan proses pertaubatan, bahwa taubat harus tetap

    dipertahankan (istiqomah) untuk mencapai mental yang sehat, hal ini

    dimaksudkan untuk memberikan arahan maupun pijakan kepada individu

    dalam upaya penemuan integritas dirinya. Upaya penemuan integritas diri

    dapat dilakukan oleh diri sendiri ataupun dengan bantuan orang lain, yang

    dalam hal ini adalah para alim ulama, kiyai, mubaligh, dan agamawan.

    Mereka bisa bertindak sebagai konselor dalam membantu seseorang

    menemukan identitas diri dan integritas dirinya.

    Fungsi kuratif atau pengentasan. Fungsi kuratif diartikan membantu

    individu memecahkan masalah yang dihadapinya, misalnya gangguan

    psikoneurotik6 pada umumnya merupakan masalah yang sering dihadapi

    seseorang. Oleh karena itu taubat perlu dikembangkan dan dipupuk secara

    optimal. Dengan taubat nasuha dapat membangkitkan rasa percaya diri dan

    dapat menentramkan hati yang gelisah.

    Fungsi preservatif. Fungsi ini bertujuan untuk membantu individu

    menjaga situasi dan kondisi semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi

    baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama. Dalam hal ini berorientasi

    6 JP.Chaplin memberikan pengertian mengenai psikoneurotik atau psikoneurosis dan

    orang sering menyebut neurosa, menurutnya ; Neurosa adalah bentuk kekacauan atau gangguan

    mental yang lunak atau tidak berbahaya. Ditandai oleh (1) penglihatan diri yang tidak lengkap

    terhadap kesulitan pribadi. (2) memendam banyak konflik, (3) disertai reaksi-reaksi kecemasan,(4) melemah atau memburuknya kerusakan parsial sebagian dari struktur kepribadian, (5) sering

    dihinggapi, namun tidak selalu fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif-kompulsif

    (Kartono, 2000: 94)

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    28/30

    107

    pada pemahaman individu mengenai keadaan dirinya, baik kelebihan atau

    kekurangan situasi dan kondisi yang dialaminya saat ini.

    Oleh karena itu fungsi preservatif sangat dibutuhkan dalam mambantu

    individu memahami keadaan yang dihadapi, memahami sumber masalah dan

    individu akan mampu secara mandiri menghadapi masalah yang dihadapinya.

    Dengan bertaubat secara sunguh-sungguh maka akan menimbulkan rasa

    dekat kepada Allah, selain itu dapat memahami diri sendiri, baik kelebihan

    atau kekurangan serta situasi dan kondisi yang sedang dialaminya. Sehingga

    individu dapat mamperbaiki dirinya yang kurang baik menjadi lebih baik.

    Fungsi development,merupakan fungsi bimbingan konseling Islam yang

    terfokus pada upaya pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan

    pengembangan situasi dan kondisi yang baik agar tetap menjadi baik atau

    bahkan menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab

    munculnya masalah.

    Dengan bertaubat secara istiqomah, maka emosional dan spiritual akan

    tumbuh dan berkembang sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkan

    apa yang ada pada diri kita barupa potensi-potensi dan kemampuan-

    kemampuan yang kita miliki.

    Fungsi bimbingan konseling pengembangan, berorientasi pada upaya

    pengembangan fitrah manusia, yaitu sebagai makhluk Tuhan, individu, sosial/

    kesusilaan, dan berbudaya. Sebagai makhluk beragama, individu harus taat

    kepada Allah, beribadah dan sujud kepadanya. Sebagai makhluk sosial

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    29/30

    108

    mempunyai pengertian bahwa mereka hidup di dunia ini pastilah memerlukan

    bantuan dari orang lain.

    Sebagai makhluk berbudaya mereka dituntut untuk dapat

    mengembangkanm cipta, rasa, dan karsanya dalam memanfaatkan alam

    semesta dengan sebaik-baiknya. Manusia yang hidup dalam tataran kehidupan

    yang berorientasi pada kehidupan teknologi umumnya juga mengarah pada

    berbagai penyimpangan fitrah tersebut. Dalam kondisi penyimpangan

    terhadap nilai dan fitrah keberagamaan tersebut upaya bimbingan konseling

    Islam sangat dibutuhkan terutama dalam pengembangan fitrah kemanusiaan

    dan keberagamaannya. Sehingga dengan upaya pengembangan dan

    pemahaman kembali atas fitrah manusia, mereka mampu mencapai

    kebahagiaan yang diidam-idamkan, yakni kebahagiaan hidup di dunia dan

    akhirat.

    Akhirnya dari uraian di atas dapat dicermati bahwa layanan bimbingan

    konseling Islam mempunyai peranan penting dalam upaya pengembangan

    kesehatan jiwa, terutama fungsi developmental atau pengembangan. Dengan

    demikian fungsi taubat bisa dijadikan sebagai salah satu metode bimbingan

    dan konseling Islam.

  • 7/23/2019 jtptiain-gdl-s1-2005-mohsulkhan-604-Bab4_110-3

    30/30

    109