jurnal polhasains terbitan 1.pdf

Upload: robson-m-saragi

Post on 21-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    1/71

    April 2013, Volume 1, Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1

    EVALUASI KINERJA JALAN AKIBAT HAMBATAN SAMPING

    (STUDI KASUS PADA JALAN SOETOYO S BANJARMASIN)

    Ahmad RizaniStaf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banjarmasin

    e-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    Peningkatan jumlah kendaraan di daerah perkotaan menyebabkan problem terhadap

    jalan raya dan lalu lintas itu sendiri terutama pada jalan-jalan utama. Adanya aktivitas

    samping jalan sering menimbulkan masalah, dimana dampak yang ditimbulkan akan

    berpengaruh terhadap arus lalu lintas. Apalagi pada jam-jam puncak/sibuk adanya side

    friction/ hambatan samping sangat berpengaruh terhadap kapasitas jalan, hal ini akanberdampak menurunnya tingkat kinerja pada segmen jalan tersebut.

    Hambatan samping yang dimaksud adalah pejalan kaki/pedestrian, kendaraan

    parkir/berhenti, kendaraan keluar/masuk dan kendaraan lambat. Faktor hambatan samping

    yang paling besar menyebabkan kemacetan adalah yang faktor disebabkan oleh parkir

    kendaraan dan kendaraan keluar masuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

    menganalisa akibat pengaruh hambatan samping terhadap kinerja jalan pada ruas jalan

    tersebut berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

    Hasil pengamatan selama 3 hari pada jam-jam puncak pada Jalan Soetoyo S, yaitu

    pagi jam 07.00 09.00, siang jam 13.00 15.00, dan sore jam 17.00 19.00 didapat

    volume lalu lintas terbesar terjadi pada hari Rabu pada jam 17.00 18.00 yaitu sebesar

    2592,05 smp/jam, kapasitas aktual sebesar 2770,97 smp/jam dan derajat kejenuhansebesar 0,998. Sedangkan hasil dari rata rata faktor bobot hambatan samping antara 181

    283 kejadian. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hambatan samping yang terjadi masih

    relatih rendah. Namun untuk tingkat kinerja jalan secara keseluruhan dipengaruhi oleh

    arus lalu lintas yang padat khususnya pada jam puncak siang (13.00-15.00) dan jam

    puncak sore (17.00-19.00) dimana derajat kejenuhan yang terjadi antara 0,733-0,998.

    Ini berarti pada Jalan Soetoyo S merupakan daerah rawan macet karena tingkat jumlah

    volume kendaraan yang besar, walaupun faktor hambatan samping yang terjadi rendah.

    Kata kunci :Hambatan samping, kinerja jalan, dan MKJI.

    PENDAHULUAN

    Jalan merupakan sarana transportasi

    darat yang sangat penting bagi masyarakat

    untuk berhubungan antara daerah yang satu

    ke daerah yang lain, selain itu juga untuk

    memperlancar kegiatan perekonomian, dan

    aktivitas sehari-hari masyarakat. Dengan

    berkembangnya dunia transportasi dan

    banyaknya jumlah kendaraan makadiperlukan sarana dan prasarana

    transportasi yang menunjang dengan

    kebutuhan masyarakat dan untuk

    memajukan pertumbuhan pembangunan

    daerah tersebut.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    2/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur22

    Dengan bertambahnya jumlah

    kendaraan dari tahun ketahun dan jumlah

    jalan yang tidak sesuai lagi dengan

    kapasitasnya maka sering menimbulkan

    kemacetan arus lalu lintas, kemacetandalam berlalu lintas merupakan hal tidak

    asing lagi kita lihat di kota-kota besar dan

    khusus nya di Banjarmasin. Kemacetan

    juga sering menimbulkan para pengendara

    sepeda motor sering menggunakan bahu

    jalan dan trotoar sebagai jalan pintas untuk

    menghindari kemacetan, hal seperti

    demikian yang menyebabkan bahu jalan

    dan trotoar tidak berfungsi sebagaimana

    mestinya. Untuk itu kepada pihak-pihak

    terkait agar segera dapat membenahimasalah tersebut dan berupaya

    merencanakan peningkatan jalan yang

    sudah ada.

    Pada Jalan Soetoyo S yang berada

    di kota Banjarmasin merupakan jalan utama

    untuk menuju pelabuhan Trisakti yang

    mana jalan tersebut sering terjadi

    kemacetan lalu lintas yang sering

    diakibatkan oleh truk-truk pengangkut

    barang, kemacetan tersebut kadang

    membuat para kendaraan bermotor

    khususnya kendaraan roda dua yang mana

    mereka menggunakan bahu jalan atau

    trotoar sebagai jalan alternnatif dalam

    mengatasi kemacetan yang terjadi, dan

    sering kita lihat pula para pedagang kaki

    lima yang menggunakan trotoar dan bahu

    jalan dijadikan tempat untuk berjualan.

    Hal seperti diataslah yang menyebabkan

    kurang berfungsinya bahu jalan dan trotoar

    sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu dilakukan tinjauan dan evaluasi kembali

    terhadap fungsi bahu jalan dan trotoar pada

    jalan tersebut agar diketahui sejauh mana

    fungsi dari bahu jalan dan trotoar tersebut

    dan kendala-kendala apa saja yang

    menyebabkan kurang berfungsinya.

    Tujuan yang ingin dicapai dari

    penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui tingkat kinerja jalanberdasarkan MKJI.

    2. Mengetahui hambatan samping yangpaling besar dan signifikan

    mempengaruhi tingkat kinerja jalan.

    Beberapa batasan masalah dalam

    penelitian ini adalah :1. Lokasi jalan yang diteliti adalah Jalan

    Soetoyo S Kota Banjarmasin, dan

    pengamatan hambatan samping

    sepanjang 200 meter depan Pasar Teluk

    Dalam.

    2. Survei yang dilaksanakan adalah surveivolume lalu lintas jalan, hambatan

    samping dan geometrik.

    3. Waktu pengamatan survei pada pagihari jam 07.00-09.00, siang hari jam

    13.00-15.00, sore hari jam 17.00-19.00.Dilaksanakan selama 3 hari pada hari

    Senin, Rabu dan Kamis.

    4. Metode yang digunakan sesuai denganManual Kapasitas Jalan Indonesia (

    MKJI )Tahun 1997 Jalan Perkotaan

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Hambatan Samping

    Banyak aktivitas samping jalan di

    Indonesia sering menimbulkan konflik,

    Pengaruh hambatan samping terutama

    berpengaruh pada kapasitas dan kinerja

    jalan apalagi pada daerah jalan perkotaan

    Adalah hambatan samping itu terdiri

    dari :

    - Pejalan kaki- Angkutan umum dan kendaraan lain

    berhenti.- Kendaraan lambat seperti becak, keretakuda dll

    - Kendaraan masuk dan keluar dari lahandisamping jalan.

    Untuk menyederhanakan peranannya dalam

    prosedur perhitungan, tingkat hambatan

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    3/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur33

    samping telah dikelompokkan dalam lima

    kelas, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi

    dan sangat tinggi. Sedangkan penentuan

    besarannya berdasarkan bobot kejadian

    yang dikalikan dengan rekuensi kejadianhambatan samping sepanjang jalan yang

    diamati.

    2.2 Perhitungan Kapasitas Jalan

    Menurut Manual Kapasitas Jalan

    Indonesia (MKJI) bahwa kapasitas jalan

    didefinisikan sebagai arus maksimum

    melalui suatu titik di di jalan yang dapat

    dipertahankan per satuan jam pada kondisi

    tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arahkapasitas ditentukan untuk arus dua arah

    (kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan

    dengan banyak lajur, harus dipersiapkan per

    arah dan kapasitas ditentukan per jalur.

    Karena lokasi yang mempunyai arus

    mendekati kapasitas segmen jalan (sebagai

    mana terlihat dari kapasitas simpang

    sepanjang jalan), kapasitas juga telah

    diperkiraan dari analisa kondisi iringan lalu

    lintas, dan secara teoritis dengan

    mengasumsikan hubungan matematika

    antara kerapatan, kecepatan, dan arus.

    Kapasitas jalan dinyatakan satuan mobil

    penumpang (smp ).

    Persamaan dasar untuk menentukan

    kapasitas jalan adalah sebagai berikut :

    Dimana :

    C : Kapasitas Jalan ( smp / jam )

    Co : Kapasitas dasar untuk kondisi

    tertentu ( smp / jam )

    FCw : Faktor Penyesuaian lebar

    Jalur lalu lintasFCsp : Faktor Penyesuaian

    Pemisahan arah

    FCsf : Faktor Penyesuaian

    Hambatan samping

    FCcs : Faktor Penyesuaian

    Ukuran kota

    2.3 Perhitungan Derajat Kejenuhan

    ( DS )

    Derajat kejenuhan (DS)didefinisikan sebagai rasio arus terhadap

    kapasitas, digunakan sebagai faktor utama

    dalam penentuan tingkat kinerja simpang

    dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan

    apakah segmen jalan tersebut mempunyai

    masalah kapasitas atau tidak.

    DS = Q / C

    Keterangan :

    DS : Derajat kejenuhan

    Q : Kapasitas arus lalu lintas

    C : Kapasitas Jalan

    Derajat kejenuhan dihitung dengan

    perbandingan arus dan kapasitas dinyatakan

    dalam smp / jam. (sumber MKJI 1997).

    Tabel 2.1 Faktor Bobot Hambatan Samping

    Hambatan samping Simbol Faktor Bobot

    Pejalan kaki PED 0,5

    Parkir, kendaraan berhenti PSV 1

    Kendaraan keluar dan masuk EEV 0,7

    Kendaraan lambat SMV 0,4

    Sumber MKJI 1997 hal 5-82

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    4/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur44

    Tabel 2.2 Kelas Hambatan Samping

    Kelas hambatansamping Kode Jumlah bobotkejadian/jam

    (kedua sisi)

    Kondisi khusus

    Sangt rendah

    Rendah

    Sedang

    Tinggi

    Sangat tinggi

    VL

    L

    M

    H

    VH

    100

    100299

    300499

    500900

    900

    Daerah pemukiman, jalan dengan

    jalan samping.

    Daerah pemukiman, beberapa

    kendaraan umun dsb.

    Daerah industri dengan beberapa

    took disisi jalan.

    Daerah komersial dengan aktivitas

    sisi jalan yang sangat tinggi.

    Daerah komersial dan aktivitas

    pasar di samping jalan yang

    sangat tinggi.

    Sumber MKJI 1997 hal 5-68

    METODE PENELITIAN

    Metode yang digunakan dalam

    pengambilan dan pengumpulan data di

    lapangan meliputi:

    - Mengumpulkan data volume lalu lintas- Mengumpulkan data hambatan samping- Mengumpulkan data geometrik jalan

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    5/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur55

    HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA

    TABEL 4.1. RATA-RATA VOLUME ARUS LALU LINTAS

    JL. SOETOYO S BANJARMASIN

    WAKTU

    HARI PENGAMATAN HASIL DALAM SMP

    SENIN RABU KAMIS

    LV HV MC LV HV MC LV HV MC LV HV MC

    07.00-08.00

    08.00-09.00

    645

    657

    24

    115

    3987

    3194

    642

    563

    32

    69

    3570

    3438

    573

    657

    20

    53

    3200

    3332

    620

    626

    31

    95

    897

    831

    13.00-14.00

    14.00-15.00

    660

    817

    332

    372

    3638

    3958

    804

    1090

    322

    434

    3597

    3813

    940

    1023

    311

    396

    3430

    3928

    802

    977

    386

    481

    889

    975

    17.00-18.00

    18.00-19.00

    974

    767

    289

    344

    3950

    3320

    1108

    905

    404

    375

    3997

    3421

    1083

    925

    397

    374

    3982

    3861

    1055

    866

    436

    438

    995

    884

    Pengumpulan data

    Data Primer- Data Geometrik dan Bahu

    Jalan- Data Volume Lalu Lintas- Data Hambatan Samping

    Data Sekunder

    - Jumlah Penduduk- Keadaan lingkungan

    Perhitungan Volume LaluLIntas, Hambatan Samping

    & Geometrik Jalan

    Analisa dan Pembahasan

    Kesimpulan

    Selesai

    Mulai

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    6/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur66

    TABEL 4.2. HASIL PENGAMATAN HAMBATAN SAMPINGJL. SOETOYO S BANJARMASIN

    WAKTU

    DATA PENGAMATAN HASIL DARI RATA-RATA

    DI KALI FAKTOR BOBOTSENIN RABU KAMIS

    PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV PED PSV EEV SMV

    07.00-08.00

    08.00-09.00

    75

    74

    35

    37

    155

    152

    138

    125

    68

    67

    81

    43

    110

    153

    96

    124

    66

    60

    75

    53

    97

    145

    96

    121

    35

    34

    64

    44

    84

    105

    44

    49

    13.00-14.00

    14.00-15.00

    72

    65

    56

    59

    96

    81

    63

    70

    48

    60

    62

    64

    93

    77

    65

    72

    63

    60

    57

    73

    83

    82

    68

    68

    31

    31

    58

    65

    63

    56

    26

    28

    17.00-18.00

    18.00-19.00

    79

    82

    105

    134

    91

    97

    92

    102

    66

    78

    108

    111

    94

    129

    101

    105

    69

    66

    119

    108

    99

    137

    111

    110

    36

    38

    111

    118

    66

    85

    41

    42

    TABEL 4.3. HASIL PERHITUNGAN KAPASITAS JALANDAN DERAJAT KEJENUHAN AKTUAL

    Waktu CO FCw FCsp FCsf FCcs CQ

    (Total)DS= Q/C

    07.00 - 08.00 2900 1.07 1 0.99 0.94 2887.65 1547 0.54

    08.0009.00 2900 1.07 1 0.99 0.94 2887.65 1551 0.54

    13.0014.00 2900 1.07 1 0.96 0.94 2800.15 2076 0.74

    14.0015.00 2900 1.07 1 0.96 0.94 2800.15 2432 0.87

    17.0018.00 2900 1.07 1 0.92 0.94 2683.47 2485 0.93

    18.0019.00 2900 1.07 1 0.92 0.94 2683.47 2186 0.81

    TABEL 4.4. HASIL PERHITUNGAN KAPASITAS JALAN

    DAN DERAJAT KEJENUHAN TANPA HAMBATAN SAMPING

    Waktu CO FCw FCsp FCsf FCcs CQ

    (Total)DS= Q/C

    07.00 - 08.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 1547 0.53

    08.0009.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 1551 0.53

    13.0014.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2076 0.71

    14.0015.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2432 0.83

    17.0018.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2485 0.85

    18.0019.00 2900 1.07 1 1 0.94 2916.82 2186 0.75

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    7/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur77

    PEMBAHASAN

    Dari hasil perhitungan dan analisa

    selama pengamatan baik volume lalu lintas

    dan hambatan samping yang terjadi pada

    Jalan Soetoyo S Kota Banjarmasin

    menunjukkan bahwa adanya hambatan

    samping pada daerah tersebut

    mempengaruhi terhadap kinerja jalan, hal

    itu dapat dilihat dari besarnya derajat

    kejenuhan (DS) yang terjadi. Dimana

    besarnya DS pada pagi hari sampai siang

    antara jam 07.00-14.00 berkisar antara 0.54

    0.74 dan masih dibawah 0.85 (tabel 4.3).Hal ini dikarenakan kondisi pada jalan

    Soetoyo S pada jam tersebut aktivitasdisamping jalan atau sepanjang bahu jalan

    masih relative rendah. Sehingga pengaruh

    dari adanya hambatan samping terhadap

    kinerja jalan relatif kecil.

    Pada jam 14.00-18.00 menunjukkan

    peningkatan yang signifikan pada volume

    lalu lintas dan hambatan samping. Hal ini

    berdampak pada meningkatnya DS berkisar

    natara 0.97-0.93. Sehingga arus lalu lintas

    terlihat mulai mengalami hambatan

    walaupun masih relative kecil.Jika asumsi hambatan samping

    dihilangkan dan fungsi bahu jalan sesuai

    dengan peruntukannya (tabel 4.4) maka

    tingkat kinerja jalan masih relative stabil

    yang ditunjukkan dengan nilai DS antara

    0.53-0.85.

    Berdasarkan hasil penelitian dapat

    disimpulkan sebagai berikut :

    1. Volume lalu lintas yang terbesar untukkedua arah pada Jalan Soetoyo S Kota

    Banjarmasin terjadi pada jam 17.00-

    18.00 sebesar 2.485 smp/jam.

    Sedangkan volume lalu lintas yang

    terkecil pada jam-jam puncak jam 07.00

    08.00 yaitu sebesar 1547 smp/jam.2. Besarnya Derajat Kejenuhan pada pagi

    hari sampai siang antara jam 07.00-

    14.00 berkisar antara 0.54 0.74. Halini dikarenakan kondisi pada jalan

    Soetoyo S pada jam tersebut aktivitasdisamping jalan atau sepanjang bahu

    jalan masih relative rendah. Sehingga

    pengaruh dari adanya hambatan

    samping terhadap kinerja jalan relatif

    kecil.

    3. Pada jam 14.00-18.00 menunjukkanpeningkatan yang signifikan pada

    volume lalu lintas dan hambatan

    samping. Hal ini berdampak pada

    meningkatnya DS berkisar natara 0.97-

    0.93. Sehingga arus lalu lintas terlihat

    mulai mengalami hambatan walaupun

    masih relative kecil.

    4. Jika asumsi hambatan sampingdihilangkan dan fungsi bahu jalan

    sesuai dengan peruntukannya, maka

    tingkat kinerja jalan masih relativestabil yang ditunjukkan dengan nilai DS

    antara 0.53-0.85.

    5. Lebar bahu jalan efektif sangatberpengaruh terhadap penentuan nilai

    kapasitas jalan dan derajat kejenuhan

    Untuk mengurangi permasalahan

    yang terjadi pada Jalan Soetoyo S Kota

    Banjarmasin, khususnya pengaruh adanya

    hambatan samping, diantaranya dengan

    1. Mengatur para pedagang kaki lima yangyang berjualan pada bahu jalan yang

    mengakibatkan bahu jalan tidak

    berfungsi sebagaimana mestinya.

    2. Menata ulang parkir kendaraan rodadua atau roda empat yang sering

    memarkir kendaraan pada badan jalan

    yang mengurangi efektifnya badan jalan

    dan mengakibatkan kemacetan lalu

    lintas.

    Penelitian yang dilakukan ini masih banyak

    kekurangan diantaranya waktu pengamatanyang relative singkat dan lokasi penelitian

    baru satu tempat. Semoga penelitian ini

    dapat dilanjutkan untuk kondisi jalan yang

    berbeda.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Direktorat Jendral Bina Marga Dan

    Direktorat Pembinaan Jalan Kota,

    1990, Petunjuk Tertib Pemanfaatan

    Jalan, Jakarta.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    8/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur88

    [2] Sweroad, PT.Bina Karya (Persero)

    1997, Manual Kapasitas Jalan

    Indonesia.. Direktorat Jenderal Bina

    Marga Direktorat Bina Jalan Kota

    (BINKOT). Jakarta.[3] Tamin, Ofyar Z,. 2008, Perencanaan,

    Permodelan dan Rekayasa

    Transportasi : Teori, Contoh Soal dan

    Aplikasi. Penerbit ITB. Bandung.

    [4] Tyas, S.A.K., Priyanto S,. 2005,

    Pengaruh Hambatan Samping

    Terhadap Kapasitas Jalan (Studi

    Kasus di Ruas Jalan Dr. Rajiman

    depan Pasar Klewer).Simposium VIII

    FSTPT. Palembang.

    [5] Yogi Yatama Putra, 2012, PengaruhFungsi Bahu Jalan Terhadap

    Kapasitas Jalan pada Jalan Soetoyo S

    Kota Banjarmasin, Jurusan Teknik

    SIpil Politeknik Negeri Banjarmasin.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    9/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur99

    PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEREBUSAN TEKANAN TINGGI

    TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA MARNING JAGUNG

    Ari Azhar Septiawan

    Politeknik Hasnur

    ABSTRAK

    Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

    selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan

    Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk

    beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga

    menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung

    juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya

    (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena),

    dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kayaakan pentosa,yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural.Jagung yang telah

    direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Salah satu

    bentuk olahan jagung adalah marning, yaitu makanan ringan yang dibuat dari biji buah

    jagung (Zea mays L.) tua, direbus, dikeringkan dan digoreng menggunakan minyak,

    dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

    diingingkan. Dengan pengolahan ini maka akan meningkat kan nilai ekonomis dari jagung

    itu sendiri sehingga memiliki nilai jual yang tinggi dan menambah daya simpan dari

    produk tersebut. Untuk menghasilkan marning jagung yang berkualitas baik maka perlu

    dilakukan beberapa perlakuan lama perendaman dan lama perebusan dengan tekanan

    tinggi sehingga dapat dihasilkan marning jagung yang memiliki tekstur renyah dan

    mempersingkat lama perebusan biji jagung. Seperti yang kita ketahui permasalahan yang

    sering terjadi dalam pembuatan marning jagung adalah terlalu lamanya perebusan biji

    jagung, dan tekstur marning yang dihasilkan keras.

    Kata kunci: jagung, marning jagung, perebusan tekanan tinggi

    PENDAHULUANJagung (Zea mays L.) merupakan

    salah satu tanaman pangan dunia yang

    terpenting, selain gandum dan padi.

    Jagung juga menjadi alternatif sumberpangan dan sumber karbohidrat di

    Amerika Serikat, Amerika Tengah dan

    Amerika Selatan. Penduduk beberapa

    daerah di Indonesia (misalnya di Madura

    dan Nusa Tenggara) juga menggunakan

    jagung sebagai makanan tambahan. Selain

    sebagai sumber karbohidrat, jagung juga

    ditanam sebagai pakan ternak (hijauan

    maupun tongkolnya), diambil minyaknya

    (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal

    dengan istilah tepung jagung atau

    maizena), dan bahan baku industri (dari

    tepung biji dan tepung tongkolnya).

    Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang

    dipakai sebagai bahan baku pembuatan

    furfural. Jagung yang telah direkayasagenetika juga sekarang ditanam sebagai

    penghasil bahan farmasi.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Karbohidrat_utama&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandumhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Furfural&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Pentosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madurahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Karbohidrat_utama&action=edithttp://id.wikipedia.org/wiki/Padihttp://id.wikipedia.org/wiki/Gandum
  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    10/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1010

    Salah satu bentuk olahan jagung

    adalah marning, yaitu makanan ringan

    yang dibuat dari biji buah jagung (Zea

    mays) tua, direbus, dikeringkan dan

    digoreng menggunakan minyak, denganatau tanpa penambahan bahan makanan

    lain dan bahan tambahan makanan yang

    diingingkan. Pengolahan jagung menjadi

    marning akan meningkatkan nilai

    ekonomis dari jagung itu sendiri sehingga

    memiliki nilai jual yang tinggi dan

    menambah daya simpan dari produk

    tersebut

    Menghasilkan marning jagung yang

    berkualitas baik maka perlu dilakukanbeberapa perlakuan lama perendaman dan

    lama perebusan dengan tekanan tinggi

    sehingga dapat dihasilkan marning jagung

    yang memiliki tekstur renyah dan

    mempersingkat lama perebusan biji

    jagung. Umumnya permasalahan yang

    sering terjadi dalam pembuatan marning

    jagung adalah lamanya perebusan biji

    jagung yang bisa mencapai 6-7 jam , dan

    tekstur marning yang dihasilkan keras,

    sehingga dilakukanlah perendaman danperebusan tekanan tinggi dengan harapan

    akan terciptanya tekstur marning yang

    renyah

    METODE PENELITIAN

    Rancangan penelitian yang digunakan

    adalah rancangan acak kelompok (RAK)

    yang disusun secara faktorial, terdiri dari 2

    faktor dan masing-masing faktor terdiri dari

    3 level dengan 3 kali ulangan dan ulangansebagai kelompok.

    Faktor-faktor yang digunakan dalam

    penelitian adalah pengaruh lama

    perendaman (P) dan lama perebusan (L).

    Faktor I : Pengaruh lama perendaman

    larutan kapur pH 13 (P)

    P1 : 8 Jam

    P2 : 16 Jam

    P3 : 24 Jam

    Faktor II : lama perebusan tekanan

    tinggi 1,7-1,8 atm (L).

    L1 : 30 menit

    L2 : 60 menit

    L3 : 90 menit

    Pembuatan Marning Jagung

    Pembuatan marning jagung dapat

    dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan

    sebagai berikut:

    1. PencucianPencucian dilakukan dengan air

    mengalir agar segala kotoran dan debu

    yang melekat di biji jagung bisa hilang.

    2. Perendaman dalam air kapurPerendaman dalam air kapur ini

    dilakukan selama 8, 16, dan 24 jam

    3. PerebusanPerebusan menggunakan autoklaf

    dengan suhu 121 oC selama 30, 60, dan

    90 menit

    4. Pengeringan dengan cabinet drayerSetelah dingin dingin dimasukan

    kedalam cabinet dryer dengan suhu

    50oC dengan waktu 24 Jam.

    5. PenggorenganSetelah dikeringkan, jagung

    dimasukkan kedalam penggorengan

    yang telah berisi minyak panas dan

    digoreng pada suhu 180-200C+1C

    Sampai terjadi perubahan warna.

    6. PenirisanSetelah terjadi perubahan warna,diangkat dari penggorengan,

    selanjutnya ditiriskan dengan

    menggunakan spinner dengan

    kecepatan 1300 rpm, selama 1,5 menit.

    7. PengemasanMarning jagung yang telah ditiriskan

    selanjutnya dikemas dalam kemasan

    plastik sebelum dilakukan analisa.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    11/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1111

    Parameter Pengamatan

    Pengamatan dilakukan pada hasil

    akhir marning jagung, meliputi beberapa

    parameter antara lain kadar air, kadar abu,protein, kadar lemak, warna, dan tekstur.

    Hasil dan Pembahasan

    Kadar Air Produk Akhir (Marning

    Jagung)

    Berdasarkan hasil analisa ragam

    (Lampiran 5) diketahui bahwa terjadi

    interaksi yang sangat nyata antara lama

    perebusan tekanan tinggi dan lama

    perendaman dalam larutan kapur terhadapkadar air marning jagung. Rerata kadar air

    marning jagung sebagai mana tampak pada

    Tabel 1

    Tabel 1 Rerata Nilai Kadar Air Marning Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Lama

    Perendaman Larutan Kapur Dan Lama Perebusan Tekana Tinggi.

    Perlakuan Kadar Air (%)

    P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,26 a

    P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,50 a

    P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,57 b

    P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,79 b

    P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 3,72 b

    P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,48 c

    P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,41 c

    P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,50 c

    P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 4,90 d

    Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

    Duncan 5%

    Kadar Abu Produk Akhir (Marning

    Jagung)

    Berdasarkan analisa ragam

    diketahui bahwa tidak terjadi interaksi

    antara lama perebusan tekanan tinggi dan

    lama perendaman dalam larutan kapur.

    Akan tetapi perlakuan lama perebusan

    tekanan tinggi berpengaruh nyata terhadap

    kadar abu marning jagung

    Kadar Protein Produk Akhir (Marning

    Jagung)

    Berdasarkan analisa ragam

    diketahui bahwa tidak terjadi interaksiantara perlakuan lama perebusan tekanan

    tinggi dan lama perendaman dalam larutan

    kapur. Akan tetapi perlakuan lama

    perebusan tekanan tinggi memberikan

    pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar

    protein marning jagung. Rerata kadar

    protein marning jagung dapat dilihat pada

    Tabel 2.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    12/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1212

    Tabel 2. Rerata Kadar Protein Marning Jagung Akibat Pengaruh Lama Perebusan

    Tekanan Tinggi.

    Perlakuan Kadar Protein (%)

    L1 (Lama perebusan 30 menit) 9,70 b

    L2 (Lama perebusan 60 menit) 9,11 b

    L3 (Lama perebusan 90 menit) 8,18 a

    Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

    Duncan 5%

    Kadar Lemak Produk Akhir (Marning

    Jagung)

    Berdasarkan analisa ragam

    (Lampiran 8) menunjukan bahwa, terjadi

    interaksi yang sangat nyata antara lama

    perebusan tekanan tinggi dan lama

    perendaman dalam larutan kapur terhadap

    kadar lemak marning jagung. Rerata kadar

    lemak marning jagung dapat dilihat pada

    Tabel 3.

    Tabel 3. Rerata Kadar Lemak Marning Jagung Akibat Interaksi Perlakuan Lama

    Perendaman Dalam Larutan Kapur Dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi.

    Perlakuan Kadar Lemak (%)

    P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,16 a

    P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,85 a

    P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 10,49 b

    P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 10,91 b

    P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 11,89 c

    P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 13,30 d

    P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 14,79 e

    P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 16,25 f

    P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 19,93 g

    Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

    Duncan 5%

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    13/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1313

    Intensitas Warna (L, a, dan b) Tingkat

    Kecerahan (L)

    Dari analisa ragam menunjukan

    bahwa tidak terjadi interaksi yang nyataantara perlakuan lama perebusan tekanan

    tinggi dan lama perendaman dalam larutan

    kapur terhadap tingkat kecerahan (L) dan

    tingkat kekuningan (b+). Akan tetapi dari

    analisa ragam menunjukan bahwa terjadi

    interaksi yang sangat nyata antara

    perlakuan lama perebusan tekanan tinggi

    dan lama perendaman dalam larutan kapur

    terhadap tingkat kemerahan (a+). Rerata

    tingkat kemerahan marning jagung akibatperlakuan lama perebusan tekanan tinggi

    dan lama perendaman dalam larutan kapur

    dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini

    Tabel 4. Rerata Tingkat Kemerahan (a+) Marning Jagung Akibat Interaksi Lama

    Perendaman Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi.

    Perlakuan Nilai a+

    P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 9,60 bc

    P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 11,37 c

    P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 7,40 b

    P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,70 b

    P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,23 b

    P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 8,63 b

    P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 6,43 a

    P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 7,87 b

    P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 8,90 b

    Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

    Duncan 5%

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    14/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1414

    Gambar 1. Rerata Tingkat Kecerahan (L) Marning Jagung Akibat Perlakuan Lama

    Perendaman Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi

    Gambar 2. Rerata Tingkat Kekuningan (b+) Marning Jagung Akibat Perlakuan

    Lama Perendaman dalam Larutan

    Kapur dan Lama Perebusan Tekanan

    Tinggi.

    Tekstur (Marning Jagung)

    Berdasarkan hasil analisa ragam

    menunjukan bahwa, terjadi interaksi yang

    sangat nyata antara perlakuan lama

    perebusan tekanan tinggi dan lama

    perendaman dalam larutan kapur terhadaptekstur marning jagung. Rerata tekstur

    marning jagung akibat pengaruh lamaperebusan tekanan tinggi dan lama

    perendaman dalam larutan kapur sebagai

    mana tampak pada Tabel5.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    15/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1515

    Tabel 5. Rerata Tekstur Marning Jagung Akibat Interaksi Lama Perendaman

    Dalam Larutan Kapur dan Lama Perebusan Tekanan Tinggi

    Perlakuan Tekstur (N)

    P1L1 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 30 menit) 170,01 e

    P2L1 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 30 menit) 160,28 e

    P3L1 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 30 menit) 129,22 d

    P1L2 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 60 menit) 108,24 c

    P2L2 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 60 menit) 102,83 c

    P3L2 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 60 menit) 100,08 c

    P1L3 (Lama perendaman 8 jam dan lama perebusan 90 menit) 70,37 b

    P2L3 (Lama perendaman 16 jam dan lama perebusan 90 menit) 41,84 a

    P3L3 (Lama perendaman 24 jam dan lama perebusan 90 menit) 28,79 a

    Keterangan: Nilai yang diikuti oleh notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

    Duncan 5%

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Anonim. 2010. Autoklaf.

    http://wiki.org/autoklaf.htm. Dikases

    pada tanggal 16 Mei 2010.[2] Crosby, N. T. 1986. Food Peckaging

    Materials.ASP-LTD. London

    [3] Evawati, A.A., 1997. MempelajariPembuatan Kripik Ubi Kayu: Kajian

    dari Cara dan Lama Gelatinisasi sertaAnalisa finansialya. Jurusan

    Teknologi Pertanian. Fakultas

    Pertanian. Unibraw. Malang.[4] Halleygirl. 2007. Kandungan Gizi

    Jagung.

    http://haleygiri.multiply.com/journal/i

    tem/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htm.

    Diakses pada tanggal 14 Juni 2010.

    [5] Muchtadi, T. R, Purwiyatino dan A.

    Basuki. 1987. Teknologi Pemasakan

    Ekstruksi. Pusat Antar Universitas.IPB. Bogor.

    [6] Murni, M. 1991. Penelitian PembuatanKeripik Apel.Berita Litbang Industri,badan penelitian dan pengembangan

    Industri , balai penelitian danpengembangan industri. surabaya

    [7] Kataren, S.1986. Minyak dan Lemak

    Pangan.Penerbit UI Press. Jakaarta.[8] Pandoyo, S. T. 2000. Pembuatan

    Kripik Pepaya dengan Vaccum

    Frying, Kajian dari Lama Perendaman

    dalam Larutan CaCl2 dan LamaPembekuan Terhadap Sifat Fisik

    Kimia dan Organoleptik. SkripsiJurusan THP-FTP UNIBRAW,

    Malang.

    http://wiki.org/autoklaf.htmhttp://wiki.org/autoklaf.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://haleygiri.multiply.com/journal/item/116/1rst_REMINDER_MFM_8_Kandungan_Gizi_Jagung.htmhttp://wiki.org/autoklaf.htm
  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    16/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1616

    [10] Petrusi, R.H.1987. Kimia Dasar

    Prinsip dan Terapan Modern.

    Erlangga. Jakarta[11] Prihatman, Kemal. 2000. Jagung.

    BAPPENAS. Jakarta.

    [12] Saputra, Andrian. 2007. KlasifikasiTumbuhan Jagung.

    http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4. Diakses pada tanggal

    14 Juni 2010.

    [13] Setyowati, Nus Asih. 2000. PengaruhPerendaman Konsentrasi Larutan

    Kapur Tohor Terhadap Efektifitas

    Netralisasi Rasa Pahit Pada ProdukJelly Kulit Buah Manggis. Fakultas

    Teknik UNNES.

    [14] SNI No 01- 3547-1994. KembangGula Jelly. Departemen Perindustrian.

    [15] Sudarmadji, S., B. Haryono dan

    Suhardi. 2003. Analisa BahanMakanan dan Pertanian. Liberty dan

    Pusat Antar Universitas UGM.

    Yogyakarta.[16] Sukandarrumidi, 1991. Bahan Galian

    Industri. Yogyakarta : UGM Pres.[17] Susanto, T dan B, Saneto. 1987.

    Teknologi Pengolahan Hasil

    Pertanian. Bina Ilmu. Surabaya.

    [18] Winarno, F. G.1988. Kimia Pangandan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,

    Jakarta.[19] Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D.

    Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi

    Pangan. PT Gramedia. Jakarta.

    http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4http://andriansaputra.multiply.com/reviews/item/4
  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    17/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1717

    Mikroorganisme yang Berperan pada Optimasi Dekomposisi Kulit

    Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Campuran Effective

    M icroorganisms 4 (EM4) dan Kotoran Ternak

    1Linda Rahmawati dan 2Uswatun Chasanah1, 2

    Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan

    Politeknik Hasnure-mail : [email protected]

    ABSTRACT

    Wastes were unused substance and usually not interesting to use. After the kernel

    take for oil extraction, a waste from physic nut yard such as hulls was not used. To

    increasing nut hulls (Jatropha curcas L.) value, it can be used for compost. In thispresent, compost production from physic nut hulls need a long time to composting about

    2.5 months. Hence its need an biological activator to increase the composting process

    likes EM4. EM4 that contain more than 80% lactic acid bacteria populations, yeasts,photosynthetic bacteria, N fixations bacteria and actinomycetes. The Objectives of this

    research were to determine of microbe at optimum composting conditions mixing EM4and to determine microorganism medium for resulting best quality compost from physic

    nut hulls. The experiment design used Factorial Randomize Block Design. First factors

    (A) were: A1 (without EM4), A2 (EM4 1%), A3 (EM4 2%), Second factors (B) were: B1(without animal manure), B2 (chicken manure 10%), and B3 (cow manure 10%). The

    combinations of factors resulting 9 treatment with 3 times replication and obtained 27

    treatment units. Microorganisms that has important role during highest temperature oractive phase were bacteria and fungi, whereas during cooling phase were actinomycetes.

    Keywords : decomposition, Effective microorganisms, animal manure, nut hulls

    PENDAHULUAN

    Limbah merupakan sisa hasil

    produksi yang tidak digunakan lagi,namun jika dikelola dengan baik akan

    memiliki nilai lebih serta tidak mencemari

    lingkungan. Limbah yang dihasilkan daripengolahan minyak jarak pagar berupa

    kulit buah sangat melimpah pada saat

    pemanenan buah, karena setelah kulitdikupas dan biji diambil untuk diekstraksi

    minyaknya kulit buah menumpuk.

    Pemanfaatan kulit buah jarak pagar(Jatropha curcas L.) belum optimal,

    karena umumnya digunakan sebagai bahan

    dasar pewarna pakaian. Selain itu, kulitbuah jarak pagar (Jatropha curcas L.)

    dimanfaatkan sebagai mulsa pada

    perkebunan jarak pagar (Jatropha curcasL.), namun kandungan serat dan lignin

    yang terdapat pada kulit menyebabkankulit buah lambat untuk didekomposisi

    (Hisewa, 2007).

    Jarak pagar (Jatropha curcas L.)merupakan tumbuhan herba berkayu yang

    tahan hidup terhadap kekeringan.

    Tanaman ini banyak ditemukan di AfrikaTengah dan Selatan, Amerika Latin, Asia

    Tenggara dan India. Jika produksi biji

    jarak pagar (Jatropha curcasL.) adalah 5ton/ha/tahun, maka diperoleh kulit buah

    sekitar 2,1 ton/ha/tahun. Banyaknya kulit

    buah yang terbuang tersebut, dibiarkansehingga mengalami dekomposisi, namun

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    18/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1818

    karena kulit buah proses dekomposisinya

    memerlukan waktu yang lama sehingga

    perlu ditambahkan aktivator untukmempercepat proses dekomposisi. Salah

    satu aktivator yang digunakan adalah

    Effective microorganisms4 (EM4), karenaEM4 mengandung lebih dari 80% populasi

    bakteri asam laktat dan yeast dan sebagiankecil bakteri fotosintetik, bakteri

    pemfiksasi N dan aktinomisetes. Sehingga

    diharapkan dapat membantu mempercepatproses dekomposisi dari kulit buah jarak

    pagar (Jatropha curcasL.).

    Mikroorganisme memerlukannutrisi pertumbuhannnya, yang meliputi

    nitrogen, fosfor dan kalium. Oleh karena

    itu, perlu ditambahkan kotoran ternakseperti kotoran ayam dan kotoran sapi.

    Selain sebagai tambahan nutrisi, kotoran

    ayam dan kotoran sapi juga sebagai mediatumbuh mikroorganisme. Kotoran ayam

    mengandung nitrogen yang sangat tinggi

    dibandingkan kotoran ternak lain. Kotoransapi meningkatkan ketersediaan fosfor dan

    unsur-unsur mikro (Nurmawanti danSuhardianto, 2000). Dengan demikian,

    penelitian ini bertujuan untuk

    mendapatkan mikroorganisme yang

    berperan dalam optimasi dekomposisikulit buah jarak pagar (Jatropha curcas

    L.) campuran Effective microorganism-4(EM-4) dan kotoran ternak serta

    mendapatkan media pertumbuhan

    mikroorganisme yang tepat.

    METODE PENELITIAN

    Pembuatan Kompos

    Metode pengomposan yangdigunakan adalah pengomposan aerobikdengan wadah dari kayu berbentuk kotak

    dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 40

    cm dan tinggi 20 cm. Mencampurkanbahan cair (EM-4 dan air) dengan molase

    dan diaduk hingga rata adapun konsentrasi

    EM-4 disini disesuaikan dengan faktor

    perlakuan yakni (tanpa EM4, sama dengan

    dosis anjuran dan dua kali dosis anjuran).Mencampurkan bahan dasar pembuatan

    pupuk organik dalam hal ini adalah limbah

    kulit buah jarak (Jatropha curcas L.) yangsudah digiling. Mengaduk sampai semua

    bahan tercampur rata, memasukkan kedalam bak. Meletakkan bak-bak tersebut

    di tempat kering yang terlindungi lalu

    ditutup dengan plastik atau terpal.Mempertahankan suhu antara 40-50

    oC,

    suhu tersebut dikontrol setiap hari dengan

    cara mengaduk-aduk bahan tersebut agarsuhunya tidak terlalu tinggi. Pengadukan

    setiap hari ini juga berfungsi agar

    mikroorganisme yang bekerja sebagaipendekomposisi kulit buah jarak pagar

    (Jatropha curcas L.) tersebut

    mendapatkan sirkulasi udara yang baiksehingga bekerja secara optimal.

    Prosedur Pengambilan Data

    Parameter yang diamati dalam

    percobaan ini meliputi analisis C organik,N total, C/N, P, K, pH, dan kadar air untuk

    sebelum dan sesudah pengomposan. Untuk

    mengamati lama proses pengomposan,

    terlebih dahulu dilakukan pencampuranlimbah kulit buah jarak pagar, media

    tumbuh mikroorganisme yang berupakotoran ayam, sapi dan kambing, air

    secukupnya dan starter Effective

    microorganism-4 (EM-4) yang telahdiukur konsentrasinya sesuai perlakuan.

    Analisa Populasi MikroorganismeSelama proses pengomposan

    berlangsung, dilakukan pengamatan suhu.

    Suhu optimum mikroorganisme yangsedang aktif merombak pada suhu di atas55

    oC (Valentini, 2008). Pengambilan

    sampel untuk penghitungan

    mikroorganisme yaitu pada saat suhu akannaik, suhu memuncak, suhu turun dan fase

    pematangan ketika kompos sudah jadi.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    19/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur1919

    Sampel kompos dimasukkan ke

    dalam wadah sampel. Sampel kompos

    dikeringkan satu hari. Setelahdikeringanginkan, sampel kompos

    dihaluskan dan disaring. Setelah disaring,

    ditimbang sebanyak 10 gram, kemudiandisimpan dalam aluminium foil atau

    langsung digunakan. Sebanyak 10 gramkompos dimasukkan dalam 90 ml akuades

    dalam erlenmeyer, kemudian dishaker

    selama 15 menit. Sehingga dihasilkansuspensi. Ambil 1 ml suspensi,

    dimasukkan ke dalam 9 ml akuades dalam

    tabung reaksi (pengenceran 10-1

    ).Pengenceran dilakukan sampai dengan 10

    -

    5/10

    -6untuk jamur, pengenceran dilakukan

    sampai dengan 10-5/10-6untuk bakteri danpengenceran dilakukan sampai dengan 10

    -

    5/10

    -6 untuk aktinomisetes. Inkubasi pada

    suhu ruang 5 hari untuk fungi dan

    aktinomisetes dan 2 hari untuk bakteri.

    Hitung populasi cendawan dan bakteriyang tumbuh. Kemudian melakukan

    karakterisasi mikroorganisme secara

    mikroskopis.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Untuk menjaga kondisi

    pengomposan, dilakukan pengontrolan

    suhu, pH dan kelembaban. Pengukuransuhu menggunakan termometer,

    sedangkan pH dan kelembaban

    menggunakansoil tester. Pengukuran suhudilakukan setiap hari 2 kali siang dan sore

    untuk pengontrolan. Pada awal awal

    setelah pencampuran, suhu masing-masingdiukur. Suhu awal hampir sama pada

    semua perlakuan yaitu antara 2626,70C.Tabel 1. Perubahan suhu pada proses pengomposan

    No Perlakuan

    Suhu rata-rata

    Awal

    (oC)

    Puncak Akhir/stabil

    (oC)

    Hari

    ke-(oC)

    Hari

    ke-

    1 Tanpa EM4, tanpa Kotoran 26,3 38,3 2 27,6 26

    2Tanpa EM4 dengan kotoran ayam10%

    26 40,6 2 28 21

    3Tanpa EM4 dengan kotoran sapi

    10%26,3 42,7 2 28,3 21

    4 EM4 1%, tanpa kotoran 26 40,7 2 28,7 21

    5EM4 1% dengan kotoran ayam10%

    26,3 41,3 2 28 18

    6 EM4 1% dengan kotoran sapi 10% 26,7 43,3 2 28,7 19

    7 EM4 2%, tanpa kotoran 26 42 2 28,7 19

    8EM4 2% dengan kotoran ayam

    10%26,7 44,3 2 28,7 18

    9 EM4 2% dengan kotoran sapi 10% 26,7 46,3* 2 28,3 19

    Keterangan : angka dengan tanda (*) adalah suhu maksimum dari semua perlakuan

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    20/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2020

    Pada hari ke 2 saat pengukuran suhu,

    semua perlakuan mengalami kenaikanyaitu antara 38,3 46,30C. Suhu palingrendah terdapat pada kontrol A1B1 (tanpa

    EM4-tanpa kotoran), hal ini karenakurangnya nutrisi dan mikroorganisme

    untuk merombak kulit buah jarak pagar

    (Jatropha curcas L.). Sedangkan suhupaling tinggi terdapat pada perlakuan

    A3B3 (EM4 2%dengankotoran sapi 10%),

    karena nitrogen dari kotoran sapi dankarbon pada molases mencukupi nutrisimikroorganisme pada EM4, sehingga

    semakin banyak mikroorganisme yang

    merombak maka hasil respirasi selmikroorganisme berupa energi panas juga

    semakin banyak dikeluarkan.Umumnya suhu optimum

    terjadinya pengomposan yaitu 50 700C,namun pada penelitian ini, suhu optimumdicapai pada kurang dari 50

    0C yaitu suhu

    paling tinggi mencapai 46,30C. Hal ini

    terjadi karena kulit buah jarak pagar(Jatropha curcas L.) sewaktu dilakukan

    penggilingan tidak dihancurkan secara

    sempurna, sehingga banyak menyimpanudara dan suhu cepat turun. Selain itu,

    karena tumpukan terlalu rendah yaitu 20

    cm, dimana pada tinggi tersebutmerupakan syarat minimal ketinggian

    tumpukan, namun masih kurang mampumenyimpan panas dengan baik. Sejalan

    dengan penelitan yang dilakukan oleh

    Rochaeni et al (2003) di mana suhumaksimum dicapai pada 40

    0C. Menurut

    Isroi (2007) suhu antara 30-600Cmenunjukkan aktivitas pengomposan yangcepat karena jika suhu di atas 60

    0C akan

    membunuh sebagian mikroorganisme dan

    hanya mikroorganisme termofilik yangbertahan hidup. Ketika suhu puncak ini,

    dilakukan pengambilan sampel kompos

    masing-masing perlakuan untuk analisapopulasi mikroorganismenya.

    Populasi dan Karakterisasi

    Mikroorganisme

    Keberadaan mikroorganisme

    sangat penting demi berlangsungnyaproses dekomposisi. Untuk itu perlu

    diketahui mikroorganisme yang berperan

    dalam proses pengomposan kulit buahjarak pagar. Metode yang digunakan untukinokulasi dari sampel kompos adalah pour

    plate (agar tuang) Teknik ini memerlukan

    agar yang belum padat (>45oC) untukdituang bersama suspensi bakteri ke dalam

    cawan petri lalu kemudian dihomogenkandan dibiarkan memadat. Hal ini akan

    menyebarkan sel-sel bakteri tidak hanya

    pada permukaan agar saja melainkan selterendam agar (di dalam agar) sehingga

    terdapat sel yang tumbuh dipermukaan

    agar yang kaya O2 dan ada yang tumbuh didalam agar yang tidak banyak begitu

    banyak mengandung oksigen.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    21/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2121

    Tabel 2. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase aktif

    No PerlakuanBakteri

    (cfu/g)

    Aktinomisetes

    (cfu/g)

    Fungi

    (cfu/g)

    1 A1B1 108 x 10

    14,7 x 10

    21 x 10

    2 A1B2 97,3 x 10 6,3 x 10 17,7 x 10

    3 A1B3 46,3 x 10 4 x 10 38 x 10

    4 A2B1 87,3 x 10 2 x 10 41 x 10

    5 A2B2 100 x 10 1 x 10 18,4 x 10

    6 A2B3 109,3 x 10 4,3 x 10 44,7 x 10

    7 A3B1 101,7 x 10 4,7 x 10 5,1 x 10

    8 A3B2 159 x 10 2,3 x 10 8,97 x 10

    9 A3B3 120,7 x 10 3,7 x 10 12,63 x 10

    4.4.2 Populasi mikroorganisme pada fase mesoterm

    Tabel 3. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase mesoterm

    No Perlakuan Bakteri (cfu/g)Aktinomisetes

    (cfu/g)

    Fungi

    (cfu/g)

    1 A1B1 41,7 x 103

    2 x 103

    17,5 x 102

    2 A1B2 84 x 10 10,7 x 10 4,1 x 10

    3 A1B3 46,7 x 10 8 x 10 4,1 x 10

    4 A2B1 60,3 x 10 8,3 x 10 1,9 x 10

    5 A2B2 76,3 x 10 2,3 x 10 5,1 x 10

    6 A2B3 94,7 x 10 9,3 x 10 4,3 x 10

    7 A3B1 98 x 10 2 x 10 3,4 x 10

    8 A3B2 64,3 x 10 19,67 x 10 7 x 10

    9 A3B3 114,3 x 10 26 x 10 3,3 x 10

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    22/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2222

    Populasi mikroorganisme pada fase pematangan (maturation phase)

    Tabel 4. Jumlah populasi mikroorganisme pada fase pematangan

    No PerlakuanBakteri

    (cfu/g)

    Aktinomisetes

    (cfu/g)

    Fungi

    (cfu/g)1 A1B1 71 x 10

    25,3 x 10

    5,5 x 10

    2 A1B2 34,7 x 10 40,7 x 10 11 x 10

    3 A1B3 97,3 x 10 34,3 x 10 5,1 x 10

    4 A2B1 47 x 10 31x 10 5,7 x 10

    5 A2B2 20 x 10 10,7 x 10 13,1 x 10

    6 A2B3 23 x 10 4,3 x 10 8,9 x 10

    7 A3B1 11,3 x 10 8,3 x 10 8,3 x 10

    8 A3B2 30 x 10 3,3 x 10 10,9 x 10

    9 A3B3 15,3x 10 4,7 x 10 9,3 x 10

    Semua perlakuan mencapai rata-rata suhuyang stabil antara 27-29

    0C yaitu pada hari

    ke 30, sehingga semua kompos dinyatakan

    jadi karena sudah tidak terjadi kenaikansuhu lagi yang artinya perombakan

    mikroorganisme sudah selesai yang

    ditandai tidak terjadi pengembunan padapenutup kompos. Selain suhu, dilakukan

    suhu, dilakukan pula pengukuran pH padaawal pencampuran, saat suhu puncak, suhu

    turun dan stabil atau matang. Pada awal

    proses pengomposan, pH berkisar antara5,2-6,5 dimana menurut Holmer (2000)pada pH ini merupakan termasuk dalam

    kondisi yang baik bagi mikroorganismeuntuk melakukan proses pengomposan.

    Nilai pH cenderung meningkat pada

    proses pengomposan, akibat terurainyaprotein dan terjadinya pelepasan amonia

    (Supadma dan Arthagama, 2008). Pada

    suhu puncak pH berkisar antara 5,8 6,8dimana pada pH ini cocok untuk

    pertumbuhan jamur dan bakteri asidofil,seperti penelitian yang dilakukan olehArslan et.al(2008).

    Bakteri asidofil memiliki

    kemampuan membalik potensialmembran, yaitu dengan masuknya K

    +

    lebih besar daripada keluarnya proton

    (Purwoko, 2007). Menurut Austin dan

    Dopson (2007), mikroorganisme yangtoleran terhadap pH asam memiliki

    membran permeabilitasnya sangat tinggi

    terhadap proton. Ketika nilai pH eksternalmenjadi asam, proton tidak dipompa

    keluar. Proton dikonsumsi pada saat

    respirasi, ketika pH eksternal menjadiasam. Akibatnya nilai pH intrasel menjadi

    semakin alkali, tetapi dengan arusmasuknya proton eksternal dapat

    memulihkan nilai pH intrasel.

    4.4.4 Populasi BakteriPengamatan populasi bakteri pada

    fase aktif, fase mesoterm dan fasepematangan dilakukan pada masing-

    masing perlakuan dengan 2 kali

    pengambilan dan 3 ulangan kemudiandiperoleh rata-rata.

    Menurut Holmer (1997), pada saat

    aktivitas bakteri dan fungi maksimum,akan merombak senyawa organik dan

    mengeluarkan asam-asam organik. Asam-asam akan terakumulasi dan akanmenyebabkan pH menurun yang akan

    mendorong pertumbuhan fungi sehingga

    akan menghancurkan senyawa lignin danselulosa. Aktivitas mikrobia terjadi pada

    permukaan molekul organik yang akan

    memperkecil ukuran partikel sehingga

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    23/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2323

    mempermudah aktivitas mikroorganisme

    dalam merombak material.

    Untuk mengetahui populasimikroorganisme yang berperan dalam

    pengomposan ini dilakukan pengenceran.

    Sampling mikroorganisme meliputibakteri, jamur dan aktinomisetes. Bakteri

    ditumbuhkan pada media Trip Soy Agar(TSA) 100%. Setelah inkubasi selama 2

    hari, dilakukan isolasi untuk mendapatkan

    koloni tunggal dengan metode gores padamedia CPG (Casein Peptone Glucose).

    Bakteri yang muncul dikarakterisasi

    bentuk luar (morfologinya) dan secaramikroskopis.

    Mikroorganisme yang tahan hidup

    pada suhu tinggi dikelompokkan dalammikroba termofil. Mikroorganisme ini

    mempunyai membran sel yang

    mengandung lipida jenuh, sehingga titikdidihnya tinggi. Selain itu dapat

    memproduksi protein termasuk enzim

    yang tidak terdenaturasi pada suhu tinggi.Di dalam DNA-nya mengandung guanin

    dan sitosin dalam jumlah yang relatif besarkarena ikatan antara guanin dan sitosin

    sangat kuat, sehingga molekul DNA tetap

    stabil pada suhu tinggi (Suarez et al,

    2000).4.4.5 Populasi Jamur

    Jamur adalah mikroorganismeperombak dengan bentuk seperti benang,

    multiseluler, tidak berklorofil dan

    memiliki diferensial dalam jaringan. Jamurtelah banyak diketahui sebagai

    mikroorganisme perombak bahan organik

    terutama yang tersusun atas senyawakarbon seperti selulosa, hemiselulosa dan

    lignin. Kulit buah jarak pagar memilikikandungan karbon yang tinggi, dandiketahui bahwa karbon sebagian besar

    adalah penyusun lignin.

    Jamur tumbuh pada media yangmengandung karbohidrat. Pada kulit buah

    jarak pagar, karbohidrat berupa lignin dan

    selulosa menjadi nutrisi bagi jamur. Pada

    umumnya, jamur dengan sebutan white-

    root fungi adalah pendegradasi bahanorganik berupa lignin, selulosa dan

    hemiselulosa (Adegunloye et al, 2007).

    4.4.6 Populasi Aktinomisetes

    Aktinomisetes adalah mikrobiauniseluler yang membentuk miselium

    sangat halus dan bercabang-cabang,

    biasanya membentuk miselium vegetatifdan miselium udara.

    Mikroorganisme yang berperan

    dalam pengomposan pada saat fase suhurendah adalah bakteri mesofilik yang

    memecah senyawa-senyawa yang mudah

    didegradasi seperti gula dan pati.Sedangkan pada saat suhu tinggi,

    mikroorganisme yang berperan adalah

    bakteri termofilik yang memecah protein,lemak, selulosa, hemiselulosa dan lignin.

    Fungi dan aktinomisetes atau bakteri

    berfilamen menyerang senyawa yangresistant selama fase pematangan

    (Cooperband, 2000).Fase kedua pada proses

    pengomposan setelah tahap aktif yaitu fase

    pematangan yang dimulai dengan

    menurunnya suhu, hal ini karena nutrisimikrobia berkurang setelah digunakan

    pada masa aktif sehingga panas yangtinggi tidak lagi dihasilkan. Ketika suhu

    mulai turun yaitu antara 27380C, bakterimasih mendominasi walaupun jumlahnyasudah menurun. Bakteri yang masih

    bertahan merupakan bakteri mesofilik,

    dimana suhu yang diperlukan oleh bakterimesofilik antara 25 400C (Sunberg,2005). Keberadaan bakteri pada fase inimasih mendominasi karena nutrisi masihtersedia dan kondisi lingkungan yang

    mendukung seperti pH. Pada fase ini, pH

    berkisar antara 6,0-6,8 dimana padaderajat keasamaan ini mendukung bakteri

    untuk melakukan metabolisme. Sedangkan

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    24/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2424

    keberadaan jamur cenderung menurun

    karena jamur umumnya dapat bertahan

    pada pH asam atau < 5.Suhu stabil pada penelitian ini

    berkisar antara 27-29oC, dimana pada saat

    ini kompos telah matang dan terjadipenurunan populasi mikroorganisme

    terutama pada perlakuan menggunakanpenambahan EM4 dan kotoran.

    Mikroorganisme tidak melakukan aktivitas

    metabolisme lagi karena nutrisi yangdiperlukan sebagai energi sudah tidak

    tersedia.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Adegunloye, D.V., F.C. Adetuyi, F.A.Akinyosoye and M.O. Doyeni. 2007.

    Microbial Analysis of Compost UsingCowdung as Booster. Pakistan

    Journal of Nutrition6 (5): 506-510

    [2] Arslan, E. I., Erdal O., Sevda K.,Ubeyde I.,

    and Murat T. 2008.

    Determination of the Effect of

    Compost on Soil Microorganisms.International Journal of Science &

    Technology Volume 3, No 2, 151-

    159.[3] Austin, C. B. and M. Dopson. 2007.

    Life in Acid: pH homeostasis in

    acidophiles. Trends in Microbiology

    Vol. 15 No. 4

    [4] Cooperband, L. 2000. Biology ofComposting. University of Wisconsin

    Department of Soil Science.

    Department of Natural Resources andParks. 2005. Organic Fertilizer: What

    Does it Mean?.

    www.metrokc.gov/dnrp/swd/naturalyardcare/documents.asp Tanggal akses

    10 September 2008

    [6] Holmer, R.J., L.B. Gabutin, and W. H.Schnitzler. 1997. Organic Fertilizer

    Production from City Waste : A

    Model Approach in a Southeast Asian

    Urban Environment. Kasetsart J.

    (Nat. Sci.)32 : 50 - 53

    [7] Holmer, R. J. 2000. Basic Principlesfor Composting of Biodegradable

    Household Waste. ATSAF

    Tagungsband, Berlin.

    [8] Isroi. 2007. Pengomposan Limbah

    Kakao. http://www.isroi.org Tanggal

    akses 20 Agustus 2008

    [9] Nurmawanti, S., dan A. Suhardianto.

    2000. Studi PerbandinganPenggunaan Pupuk Kotoran Sapi

    dengan Pupuk Kascing terhadap

    Tanaman Selada (Lactuca sativa).Laporan Penelitian. Fakultas MIPA,

    Bogor.[11] Rochaeni, A., D. Rusmaya, dan K.

    Hartini. 2003. Pengaruh Agitasi

    Terhadap Proses Pengomposan

    Sampah Organik. Jurusan TeknikLingkungan Fakultas Teknik -

    Universitas Pasundan. Bandung[12] Sundberg, C. 2005. Improving

    Compost Process Efficiency by

    Controlling Aeration, Temperature

    and pH. Faculty of Natural

    Resources and Agricultural SciencesDepartment of Biometry andEngineering Uppsala. Swedish.

    [13] Supadma A.A.N dan D.M.

    Arthagama. 2008. Uji FormulasiKualitas Pupuk Kompos yang

    Bersumber dari Sampah Organik

    dengan Penambahan Limbah TernakAyam, Sapi, Babi dan Tanaman

    Pahitan. Jurnal Bumi Lestari, Vol. 8

    No. 2. hal. 113-121

    [14] Watanabe, T. 2001. Pictorial Atlas ofSoil and Seed Fungi:

    Morphologies of Cultured Fungiand Key to Species. CRC Press.

    New York

    http://www.isroi.org/http://www.isroi.org/http://www.isroi.org/
  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    25/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2525

    EVALUASI KELAYAKAN TEKNIS

    SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL

    DI PT. BANUA LIMASEJURUS (BALIMAS) BANJARMASIN

    Rachmat Subagyo1

    , Sigit Mujiarto2

    , Adi Muttaqin3

    1,3Prodi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin2Politeknik Hasnur Banjarmasin

    Email : [email protected]

    ABSTRACT

    Diesel power plants in PT BALIMAS has operated for more than 15 years. with the

    longer operates the system will decrease reliability. This requires an evaluation of the

    technical feasibility of diesel power in the company. Things will be evaluated on a diesel

    power plants include: the load on the system, the efficiency of diesel engines, diesel

    engines, generators, fuel systems, lubrication systems, cooling systems, and air intakesystems. The entire system must be either a diesel generator and can meet the needs of

    electric power quality, effective and efficient as needed.

    From the preparation of this final duty is taken to a conclusion based on value of the

    company's 64.95% demand factor, load factor 50%, 35.8% efficiency of diesel engines,

    diesel fuel consumption 0.2287 liters / kwh, oil consumption 0.0025 liters / kwh , radiator

    water consumption 46.9 liters / kwh, water cooling tower consumption 31.269 liters / kwh

    and the total air required 2.707 m / sec it can be concluded that the diesel power

    generation system worth to keep operating.

    Key words : diesel power plants, engine, system, feasibility.

    PENDAHULUAN

    Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

    cocok untuk lokasi dimana pengeluaran

    bahan bakar rendah, persediaan air terbatas,

    minyak sangat murah dibandingkan dengan

    batubara dan semua beban besarnya adalah

    seperti yang dapat ditangani oleh mesin

    pembangkit dalam kapasitas kecil, serta

    dapat berfungsi dalam waktu yang singkat.

    Komponen- komponen utama dariPLTD adalah sebagai berikut yaitu:

    Mesin atau rotor

    Sistem bahan bakarSistem bahan bakar pada umumnya

    memerlukan bahan bakar sebanyak 0.3

    liter/kWh.

    Sistem udara masukSistem pemasukan udara umumnya

    memerlukan udara yang masuk

    sebanyak 4 m/kWh output listrik.

    Sistem pembuangan gas

    Termasuk peredam dan penyambung

    saluran.

    Sistem pendinginSistem pendingin memerlukan air

    sebagai media pendingin, untuk Diesel

    Genset slow speed memerlukan air

    sebanyak 60 liter/kWh, untuk medium

    speed memerlukan 75 liter/kWh dan

    untuk high speedmemerlukan sebanyak

    90 liter/kWh.

    Sistem pelumasanSistem pelumasan umumnya

    memerlukan minyak sebanyak 0.005

    liter/kWh.

    Sistem penggerak mulaTermasuk aki, tangki hampa udara,

    starter sendiri dan sebagainya. Fungsi

    sistem penggerak mula adalah

    menjalankan mesin. Sistem ini

    memungkinkan mesin pada awalnya

    berputar dan berjalan sampai terjadi

    pembakaran dan unit meninggalkannya

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    26/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2626

    untuk memperoleh daya.(Lawono E,

    2004 cit Sulasno, 1992)

    Operasi Suatu system pembangkit

    tidak lepas dari Demand factor dan

    Load Factor. Faktor kebutuhan(Demand factor) merupakan perbedaan

    antara daya maksimum yang dipakai

    oleh beban dibandingkan dengan daya

    terpasang. Idealnya demand factor

    bernilai lebih kecil dari satu. Bila

    demand faktor melebihi dari satu, maka

    unit pembangkit akan overloaddan hal

    ini tidak boleh terjadi. Untuk lebih

    menjamin tingkat kontinuitas suplai

    tenaga listrik, sebelum terjadi beban

    lebih, unit pembangkit cadangan harussegera dioperasikan saat faktor

    kebutuhan > 95 %. (Palaloi S, 2009).

    Sedangkan load factor (Faktor

    beban) adalah perbandingan rata-rata

    dalam jangka waktu tertentu dan bebanmaksimum yang terjadi. Faktor beban

    biasanya digunakan untuk menentukan

    besarnya biaya pembangkitan per unit

    untuk permintaan daya maksimum yang

    sama. Load faktor dihitung dengan

    menggunakan rumus:

    Suatu sIstem pembangkit listrik

    tenaga diesel dapat dihitung

    efisiensinya dengan cara membagi

    output 1 kwh listrik yang dihasilkan

    dibandingkan dengan energy yang

    digunakan untuk menyalakan engine

    (input energy),

    =

    Efisiensi mesin diesel adalah

    antara 28-40%.( Barney L, 2008).

    METODE PENELITIAN

    Dalam melakukan kajian tentang

    analisis sistem pembangkit listrik tenaga

    diesel di PT Banua Limasejurus, akan

    digunakan metode kualitatif dengan

    pendekatan observasional. Jenis penelitian

    yang digunakan adalah Deskriftif Analitik.

    Gambar 1. Diagram alur Penelitian

    Pada penelitian ini, data yang

    dikumpulkan berasal dari berbagai sumber

    berupa catatan-catatan, data-data yang telahdirekap perusahaan, manual book dari

    mesin, name plate dari mesin generator,

    name platedari pompa, dan lainnya.

    Teknik pengolahan dan analisis data

    dilakukan dengan cara melakukan penilaian

    dengan membandingkan hasil perhitungan

    dengan studi literatur yang ada, terutama

    dengan standar dan ketentuan sistem

    pembangkit listrik tenaga diesel. Hal yang

    dinilai adalah layak atau tidaknya

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    27/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2727

    komponen dari sistem pembangkit listrik

    tenaga diesel.

    Untuk penjelasan diagram alur

    penelitian pada gambar 1 adalah sebagai

    berikut1. Penelitian Awal, dengan melakukan

    survey terdahulu ke perusahaan

    2. Studi Literatur, dengan mencari buku-

    buku literatur yang berhubungan

    dengan pembangkit listrik tenaga diesel.

    3. Pengambilan Data, meliputi

    - Data beban listrik pada perusahaan

    - Data mesin dan generator yang

    digunakan- Data Pengoperasian Genset

    - Data komponen - komponen penting

    dari PLTD seperti sistem penyediaan

    bahan bakar, sistem pendingin, sistem

    pelumasan, sistem pemasukan udara,

    dan sebagainya.

    4. Pengolahan Data, Dari data yang

    diperoleh akan dilihat dan dianalisis

    bagaimana sistem PLTD yang

    digunakan secara keseluruhan apakah

    masih layak untuk dioperasikan atau

    tidak.

    5. Pengambilan Kesimpulan, Akan

    disimpulkan dengan melihat data dan

    analisis apakah pembangkit diesel ini

    layak atau tidak.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambar 2. Grafik daya perhitungan

    dibandingkan dengan daya pengamatan

    Dari grafik tersebut data perbandingan

    antara daya hasil pengamatan dengandata hasil perhitungan. Daya hasil

    pengamatan adalah daya yang didapat

    dari pengambilan data melalui

    pembacaan panel. Dalam pembacaan

    panel daya selalu berubah tiap detik,

    untuk memastikan nilai yang sesuai,

    untuk itulah diperlukan daya dari hasil

    perhitungan.

    Gambar 3. Diagram Batang Total Kwh dan

    Pemakaian bahan bakar selama 1 tahun

    Dari data total kwh dan pemakaian

    konsumsi bahan bakar akan dapat dihitung

    efisiensi mesin diesel tersebut. Dari hasil

    perhitungan didapat efisiensinya adalah35,80 % .

    0

    200

    400

    600

    800

    1,000

    1,2001,400

    1 7 13 19

    Daya(KW)

    Jam Operasi Daya Hasil

    Perhitungan

    0

    100000

    200000

    300000

    400000

    500000

    1 3 5 7 9 11

    Jumlah

    Bulantotal

    kWh

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    28/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2828

    Gambar 4. Pemakaian Oli

    Untuk pemakaian oli, Berdasarkan

    hasil perhitungan pemakaian oli, dimana

    pemakaian oli sebanyak 0.002378

    liter/kWh. Lebih sedikit pergantian oli

    tersebut dibandingkan standar.

    Untuk pemakaian air pendingin,

    Berdasarkan hasil perhitungan, konsumsiair pendingin untuk cooling tower = 32,03

    liter/kwh. Hal ini sudah sesuai dengan

    standar untuk mesin putaran rendah yakni

    60 liter/kwh.

    Berdasarkan analisa perhitungan

    pemasukan Total udara yang diperlukan

    untuk pembakaran dalam keseluruhan

    mesin yang beroperasi adalah sebanyak

    9.496,611 m/jam atau 2,638 m/detik.

    1.Kesimpulan

    Tabel 1 Hasil Analisa Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

    No KriteriaHasil

    PerhitunganStandar

    Kesimpulan

    Memenuhi Tidak

    1 Demand Factor 64,95 % < 95% -

    2 Load Factor 50 % 20-70 %(Industri

    Menengah)

    -

    3 Efisiensi Mesin

    Diesel

    35,8% 28-40% -

    4 Konsumsi bahan

    bakar

    0,2287 liter/kwh 0,3 liter/kwh -

    5 Pemakaian Oli 0,0025 liter/kwh 0,003

    liter/kwh -

    6 Pemakaian Air

    Pendingin

    Cooling Tower

    31,269 liter/kwh 60 liter/kwh

    (mesin

    kecepatan

    rendah)

    -

    7 Total Udara yang

    diperlukan

    2,707 m/detik

    050

    100150200250300350

    PergantianOli(liter)

    Mesin

    Pemakaian Oli

    Pemakaian Oli

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    29/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur2929

    Pada PLTD PT BALIMAS, akan dicari

    nilai demand factor dan load factor.

    Berdasarkan hasil perhitungan demand

    faktor mencapai 64,95 % atau 0,6495.

    Nilai tersebut masih dibawah batasmaksimal 95%. Jadi, pengoperasian sistem

    pembangkitnya wajar dan masih layak

    pengoperasiannya.

    Untuk load factor berdasarkan hasil

    perhitungan adalah 50%. Dari Tabel

    kriteria industri menurut load factor, maka

    PT. BALIMAS termasuk dalam industri

    medium.

    Efisiensi mesin diesel adalah antara

    28-40%.( Barney L, 2008). Efisiensi Mesin

    diesel di PT BALIMAS berdasarkan hasilperhitungan adalah 35,80%, dan nilai

    tersebut diantara 28% dan 40%. Jadi, Mesin

    Diesel di PT BALIMAS masih cocok dan

    layak untuk terus dipakai.

    Konsumsi bahan bakar untuk mesin

    dari hasil perhitungan nilainya lebih kecil

    daripada standar, hal itu menyatakan bahwa

    mesin lebih sedikit mengkonsumsi bahan

    bakar dibanding standar. Begitu pula

    dengan pemakaian oli dan air pendingin

    cooling tower. Pemakaiannya juga lebih

    sedikit dibandingkan standar.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Arismunandar, Wiranto dan Koichi

    Tsuda., 1986, Motor Diesel Putaran

    Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta.

    [2] Barney L. Capehart, Wayne C. Turner,

    and William J Kennedy, 2008, Guide

    To Energy Management, Fairmont PressInc, USA.

    [3] Daywin F.J, Moeljarno Djojomartono,

    R.G Sitompul, 1991, Motor Bakar

    Internal dan Tenaga Di Bidang

    Pertanian, IPB, Bogor.

    [4] Lawono, Edwin., 2004, Studi Teknis

    Pengoperasian Diesel Genset (PLTD)

    3.000 kVA di PT. Kayan River Indah

    Plywood, Sumber Mas Group

    Samarinda, Tugas Akhir Teknik Mesin,

    UK Petra, Surabaya.

    [5] Maleev, V.L, 1954. Operasi dan

    Pemeliharaan Mesin Diesel,

    Terjemahan oleh Bambang Priambodo,

    1991, Erlangga, Jakarta.

    [6] Manga, John B., 2004, SistimPembangkit Daya dan Penggerak Mula

    (Prime Mover), UNHAS, Makassar.

    [7] Palaloi, Sudirman., 2009, TahapanMendisain Sistem Pembangkit Tenaga

    Listrik, Jurnal Ilmiah Tek Energi Vol.1 No. 8 Februari 2009 hlm 41-57.

    [8] Passini, Anthony J., 2006, Electrical

    Distribution Engineering, The Fairmont

    Press Inc, United States of America.

    [9] Raja, A.K, Amit Prakash Srivastana &

    Manish Dwivedi, 2006, Power PlantEngineering, New Age International

    Publishers, New Delhi.

    [10] Tirtoatmodjo, Rahardjo.,

    1996, Penggerak Mula, UK Petra,

    Surabaya.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    30/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3030

    TRANSFER GEN KITINASE

    PADA KALUS ABACA (Musa textili sNEE)

    DENGAN MENGGUNAKAN VEKTOR

    Agrobacteri um tumefaciens

    Gusti Rokhmaniyati IskarliaStaf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan

    Politeknik Hasnur

    e-mail :[email protected]

    ABSTRACTOne major problem in abaca plantations is the disease caused by Fusarium

    oxysporums f.sb cubense (Foc). Chemical pesticide usage to overcome this disease is not

    friendly to the environment and human health. Utilization of resistant plant disease is one

    effort to control this disease without destroying the environment. Genetic engineering of

    abaca to produce resistant plant to (Foc) fungi is one potential approach to overcome thisproblem. It could be done by chitinase gene transfer into abaca plant genome. Therefore, a

    research to produce abaca callus that contain chitinase gene which is expressing chitinase

    enzyme to increase plant resistant to fungi (Foc) infestation is needed.

    The aim of this research is to transfer chitinase gene into callus of abaca using A.

    tumefanciens as a vector

    This research were divided into 5 stages : (1) callus preparation, (2) Optimization

    of Basta herbicide and Timentin antibiotic, (3) Preparation of A. tumefecians suspension,

    (4) Chitinase gene transfer and (5) Evaluation of GUS gene expression in abaca callus

    tissue.

    This research showed that chitinase gene could be transferred into abaca callus

    using A. tumefaciens vector in selected MS medium containing 50 ppm Basta herbicide and

    100 ppm timentin antibiotic. There was a blue color in abaca callus clone Tangongon in

    the GUS gene expression test confirming th chitinase gene existence.

    Key word : calus abaca, timentin,agrobacterium

    PENDAHULUAN

    Tanaman abaca (Musa textilis Nee)

    merupakan salah satu jenis pisang yang

    termasuk dalam familia Musaceae, yang

    umumnya dikenal dengan pisang serat atauManila Hemp. Abaca memiliki bentuk dan

    ukuran daun lebih ramping, bersudut daun

    kecil dan berwarna terang bila

    dibandingkan dengan jenis pisang lain.

    Umumnya abaca memiliki buah kecil,

    banyak biji dan tidak enak dimakan (Setyo-

    Budi et al., 2001).

    . kemajuan teknologi, serat abaca semakin

    banyak digunakan pada berbagai industri

    kertas berkualitas tinggi, seperti kertas mata

    uang, kertas dokumen berharga, kertas cek.Selain itu serat abaca juga digunakan

    sebagai kain jok, pembungkus kabel,

    pembalut wanita, popok bayi (pampers) dan

    peredam suara pesawat terbang (Haroen,

    1999).

    Perbanyakan tanaman abaca dapat

    dilakukakan secara vegetatif mengunakananakan, bonggol atau belahan bonggol dan

    bibit hasil kultur jaringan. Kultur jaringan

    menawarkan peluang besar untuk

    menghasilkan jumlah bibit tanaman dalam

    jumlah yang besar, serentak dan bebas

    penyakit sehingga bibit yang dihasilkan

    lebih sehat dan seragam (Wetter dan

    Constabel, 1981).

    Kendala utama dalam pengembangan

    abaca adalah adanya serangan penyakit layu

    yang disebabkan oleh jamur Fusariumoxysporum f.sp. cubense(Anunciado et al.,

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    31/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3131

    1997) Pertanaman abaca yang

    dikembangkan secara besar-besaran

    dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah

    penyebaran penyakit dari bibit yang sakit di

    sentra-sentra produksi karena varietas yangada tidak tahan penyakit layuFusarium.

    Salah satu cara untuk meningkatkan

    ketahanan tanaman abaca terhadap

    serangan penyakit yang disebabkan oleh

    jamur patogen adalah dengan mentransfer

    gen yang mengekspresikan ketahanan

    terhadap patogen tersebut ke genom

    tanaman. Gen yang dapat

    mengekspresikan ketahanan terhadap jamur

    patogen antara lain adalah kitinase. Teknik

    transformasi dapat dibedakan atastransformasi secara tidak langsung

    menggunakan vektor Agrobacterium

    tumefaciens dan transformasi secara

    langsung, misalnya dengan mikroinjeksi,

    elektroporasi, fusi protoplas maupun

    dengan penembakan partikel (Prakash dan

    Varadarajan, 1992). Sistem transformasi

    dengan A. tumefaciens telah banyak

    digunakan karena efisien, relatif lebih

    murah, dan stabil dalam mengintroduksikan

    suatu gen (Siemens dan Schieder, 1996;

    Gama et al., 1996).

    Telah dilaporkan dari beberapa

    penelitian bahwa transfer gen tanaman

    menggunakan vektor A. tumefaciens

    berhasil dilakukan pada tanaman monokotil

    seperti padi (Raineri et al.,1990), jagung

    (Ishida et al.,1996), tebu (Arencibia et al.,

    1999). Metode ini memberikan beberapa

    keuntungan seperti tekniknya sederhana,

    tidak banyak mengubah genom tanamantransforman dan mampu mentransfer DNA

    lebih besar. Melalui rekayasa genetika

    sudah dihasilkan tanaman transgenik yang

    memiliki sifat baru seperti ketahanan

    terhadap serangan hama atau penyakit,

    ataupun peningkatan kualitas hasil.

    Menurut Yuwono (2006), transfer

    gen secara tidak langsung dilakukan dengan

    cara sel A. tumefaciens ditumbuhkan

    bersama-sama dengan sel atau jaringan

    tanaman yang akan di transfer (teknikkokultivasi). Teknik melalui vektor A.

    tumefaciens paling sering digunakan untuk

    mentransfer gen ke dalam genom tanaman

    melalui eksplan baik yang berupa potongan

    daun (leaf discs) atau bagian lain dari

    jaringan tanaman yang mempunyai potensiberegenerasi tinggi. Gen yang ditransfer

    terletak pada plasmid Ti (tumor inducing).

    Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut

    T-DNA (transfered DNA) yang berpindah

    dari bakteri ke inti sel tanaman dan

    berintegrasi ke dalam genom tanaman,

    karena A. tumefaciens merupakan patogen

    tanaman. Faktor yang menentukan

    keberhasilan untuk memperoleh tanaman

    transgenik adalah adanya sistem

    transformasi melalui A. tumefaciens yangoptimal. Sistem ini dapat dikembangkan

    apabila faktor-faktor lain yang

    mempengaruhinya dapat dikondisikan

    secara optimal. Faktor tersebut adalah jenis

    dan perkembangan jaringan yang akan

    diinfeksi, genotipe, jenis vektor, strain A.

    tumefaciens, gen marka, seleksi yang

    efisien, penambahan fitohormon selama sub

    kultur, lamanya periode kultur, penambahan

    asetosiringon dan waktu inokulasi

    (Chakrabarty et al.,2002).

    Namun sampai saat ini upaya

    perbaikan ketahanan terhadap serangan

    jamur patogen pada tanaman abaca belum

    pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan

    upaya transfer gen kitinase pada kalus

    abaca menggunakan vektor A. tumefaciens

    untuk meningkatkan ketahanan terhadap

    serangan jamur patogen.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian transfer gen kitinase pada

    kalus abaca (M. textilis Nee) dengan

    menggunakan vektor A. tumefaciens

    dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 sampai

    Mei 2008 di Laboratorium Kultur Jaringan,

    Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan

    Serat (Balittas) Malang. Persiapan suspensi

    A. tumefaciensdan pengujian ekspresi gen

    gus pada kalus abaca dilaksanakan di

    Laboratorium Bioteknologi FakultasPertanian Universitas Brawijaya Malang.

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    32/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3232

    Bahan - bahan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah : media MS (Stok A F), myo-inositol, vitamin B, Vitamin C,

    BAP, Thidiazuron (TDZ), Sukrosa, agar,

    larutan HCl, larutan NaOH 1 N dan bahanSterilisasi (kloroks, benlate, rifampicin,

    alkohol 70%, aquadest steril), media LB ;

    antibiotik rifampicin dan spectinomycin,,

    konstruksi plasmid pB2GW7 dalam A.

    tumefaciens strain Ag 4404 (milik Prof.Ir

    Liliek Sulistyowati, Ph.D), kertas filter,

    asetosiringon, herbisida basta, antibiotik

    timentin, kalus abaca klon Tangongon dan

    GUSreagent

    Kalus abaca yang digunakan pada

    penelitian ini dihasilkan dari bonggoltanaman abaca klon Tangongon, yang

    terdiri dari beberapa tahap, yaitu : sterilisasi

    eksplan. Eksplan yang baik barasal dari

    anakan tanaman yang telah beumur 2

    bulan dan tingginya telah mencapai kira-

    kira 30-50 cm. Penebangan anakan harus

    beserta bonggolnya, kemudian dipotong

    dan dikupas hingga diameternya mencapai

    5 cm. Eksplan dicuci dengan detergen

    dibawah air yang mengalir, disikat sampai

    bersih dan dikupas lagi hingga diameternya

    3 cm. Eksplan yang sudah bersih

    kemudian direndam dalam larutan Benlate

    2 g/l selama 10 menit, kemudian dengan

    Rifampicin 600 mg/l selama 30 menit,

    alkohol 70 selama 1 menit dan kloroks50 selama 10 menit. Proses sterilisasiselanjutnya dilakukan dalam LAFC yaitu

    dibilas dengan aquadest steril 3 kali

    masing-masing selama 5 menit.

    Tahap kedua yaitu penanamaneksplan. Eksplan yang telah disterilkan

    dikupas lagi di cawan petri dengan

    menggunakan skalpel dan pinset hingga

    berdiameter 1 2 cm, kemudian dibelahmenjadi 4 bagian tepat pada titik

    tumbuhnya. Masing-masing bagian eksplan

    ditanam di dalam botol kultur dengan satu

    eksplan tiap botol, selanjutnya botol kultur

    disimpan di dalam ruangan kultur. Pada

    umumnya kalus dari eksplan mulai

    terbentuk setelah berumur 3 minggu setelahtanam. Kalus yang dihasilkan digunakan

    untuk transformasi menggunakan vektor A.

    tumefaciens Media tumbuh kalus yang

    digunakan adalah media Murashige dan

    Skoog (MS), dengan penambahan 0,4 mg/l

    TDZ, 5 mg/l BAP, dan 100 mg/l Vitamin Cdengan pH 5.8.

    Suspensi biakan A. tumefaciens

    strain Ag4404 yang mengandung gen

    kitinase, gen pelapor (GUS), genbar(tahan

    terhadap herbisida basta) yang sebelumnya

    telah disimpan dalam pendingin pada suhu -

    80C diambil sedikit, kemudian ditorehkan

    ke dalam cawan petri pada media LB padat,

    diinkubasi pada suhu 28C selama 4 hari.

    Selanjutnya satu titik koloni ditumbuhkan

    kedalam media LB cair, dan diinkubasi28C selama 4 hari dalam water bath

    sambil digoyang dengan menggunakan

    shaker. Setelah 4 hari diinkubasi pada

    media LB cair, biakan A. tumefaciens

    kemudian disentrifuge selama 15 menit

    dengan kecepatan 5.000 rpm. Pelet yang

    dihasilkan disuspensikan kedalam media

    MS cair, dan siap digunakan untuk

    transformasi pada kalus abaca klon

    Tangongon.

    Media yang digunakan dalam

    optimasi herbisida Basta adalah media MS

    padat + 0,4 mg/l TDZ + 5 mg/l BAP + 100

    mg/l Vit C (Mariska dan Sukmadjaja,

    2003). Perlakuan herbisida Basta terdiri

    atas beberapa konsentrasi yaitu 0 (kontrol),

    50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm

    yang ditambahkan pada media tersebut.

    Sebelum digunakan, media disimpan atau

    diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari

    untuk menyakinkan tidak terjadikontaminasi. Kalus abaca dipotong-potong

    dengan ukuran 3x3x3 mm3, kemudian

    ditanam pada masing-masing media dengan

    tingkat konsentrasi basta yang berbeda.

    Pengamatan yang dilakukan meliputi :

    pertumbuhan kalus, perubahan warna kalus

    dan jumlah kalus yang mati. Konsentrasi

    optimum basta, dihitung berdasarkan

    jumlah kalus yang paling banyak mati pada

    konsentrasi paling rendah

    Media yang digunakan dalamoptimasi antibiotik timentin pada kalus

  • 7/24/2019 jurnal polhasains terbitan 1.pdf

    33/71

    April 2013, Volume 1 Nomor 1

    PolhaSains

    Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur3333

    abaca adalah media MS padat + 0,4 mg/l

    TDZ + 5 mg/l BAP + 100mg/l Vit C

    (Mariska dan Sukmadjaja, 2003) dengan

    penambahan antibiotik timentinkonsentrasi

    0 (kontrol), 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm,400 ppm, 500 ppm. Sebelum digunakan,

    media diinkubasi selama 3 hari pada

    suhu ruangan. Kalus abaca ditanam pada

    masing-masing media dengan tingkat

    konsentrasi timentin yang berbeda.

    Pengamatan yang dilakukan meliputi

    pertumbuhan kalus, perubahan warna kalus

    dan jumlah kalus yang mati. Konsentrasi

    optimal timentin berdasarkan jumlah kalus

    yang paling banyak hidup pada konsentrasi

    timentin paling rendah yang dapatmematikanA. tumefaciens.

    Media yang digunakan dalam

    optimasi timentin pada A. tumefaciens

    adalah media LB padat dengan penambahan

    timentin konsentrasi 0 (kontrol), 100 ppm,

    200 ppm dan 300 ppm. Sebelum

    digunakan, media diinkubasi selama 3

    hari pada suhu ruangan. A. tumefaciens

    dikulturkan pada masing-masing media

    dengan tingkat konsentrasi timentin yang

    berbeda. Pengamatan dilakukan terhadap

    pertumbuhan A. tumefaciens. Konsentrasi

    optimum timentin untuk A. tumefaciens

    ditentukan berdasarkan tidak tumbuhnya A.

    tumefaciens pada konsentrasi timentin

    tertentu setelah 3 hari dikulturkan.

    Kalus direndam dalam suspensi A.

    tumefaciens yang telah ditambah 100 ppm

    asetosiringon selama 15 menit. Setelah

    inokulasi, kalus diangkat dan ditiriskan di

    atas kertas steril di dalam cawan petri, laluditanam pada media MS padat yang

    mengandung 100 ppm asetosiringon,

    kemudian dilakukan kokultivasi dengan

    cara menginkubasikan kulltur tersebut

    selama dua hari diruang gelap dengan suhu

    28C (Fitranty et al., 2003). Setelah

    kokultivasi, kalus ditanam pada media MS

    cair ditambah timentin 100 ppm yang

    diletakan di atas kertas saring. Selama

    seminggu, setiap hari kalus dipindahkan ke

    media MS cair yang mengandung timentin100 ppm. Pada dua minggu setelah tanam

    kalus yang telah bebas dari kontaminasi A.

    tumefaciens dipindahkan ke media MS

    padat + 50 ppm herbisida Basta + 100 ppm

    antibiotik timentin. Setelah transfer gen

    dilakukan, maka kalus abaca mengalamistagnasi atau pertumbuhannya terhambat

    beberapa hari sampai beberapa bulan. Kalus

    abaca yang terinsersi dengan plasmid

    pB2GW7 yang terdapat pada A.

    tumefaciens akan tumbuh dan dapat

    dipindahkan ke media MS padat + 0,5 mg/l

    BAP + 100mg/l Vit C (media regenerasi

    atau media pertunasan). Untuk memastikan

    kalus abaca yang telah terinsersi gen

    kitinase yang terdapat pada plasmid

    pB2GW7 bersama-sama dengan gen GUSmaka dilakukan pengujian ekspresi gen

    GUSsecara histokimia.

    Untuk mengetahui keberadaan gen

    kitinase di dalam kalus abaca klon

    Tangongon hasil transformasi yang tumbuh,

    maka dilakukan pengujian ekspresi gen

    GUS atau uji Histokimia -glukoronidase.

    Jika positif maka terdapat bercak biru pada

    jaringan kalus abaca.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Salah satu tahapan yang dilakukan

    dalam transfer gen yaitu persiapan kalus