skenario 6 isi

Upload: uly-aulia

Post on 18-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

efek samping terapi radiasi pada jaringan rongga mulut, penatalaksanaan sebelum dilakukan terap, penatalaksanaan kasus pada skenario dan macam terapi pada jaringan lunak rongga mulut

TRANSCRIPT

SKENARIO 6PERAWATAN LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

Bu Arifah, usia 63 tahun datang ke klinik gigi dengan keluhan sakit pada bibir bawah dan seluruh rongga mulutnya, serta rasa tebal, kering, dan terbakar pada lidah. Dari anamnesa bahwa Bu Arifah sudah sepuluh hari menjalani terapi radiasi untuk kanker nasofaring yang dideritanya. Selain itu juga terdapat riwayat Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS). Pada pemeriksaan klinis didapatkan :dorsum lidah : palk putih, batas diffuse, dapat dikerokmukosa labial bawah : ulser, single, diameter 5 mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakitbibir dan sudut mulut : fissure, multiple, kemerahan, sakitseluruh mukosa mulut : eritema, oedemaDari hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis, dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa bu Arifah menderita mukositis radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan Burning Mouth Sensation (BMS) sehingga harus segera dilakukan perawatan. Pada kunjungan pertama ini dokter memberikan terapi simptomatis.

BAB IPENDAHULUAN

STEP 1 Mengklarifikasi istilah/konsep1. RASSuatu peradangan mukosa Rongga Mulut berupa ulser bersifat kambuhan. Etiologinya belum diketahui tetapi bisa disebabkan karena defisiensi nutrisi, herediter, imunitas.2. Mukositis RadiasiInflamasi pada daerah mukosa atau submukosa karena efek samping terapi radiasi kepala dan leher. Sering kali ditandai dengan lesi eritema dan ulserasi. 3. Terapi SymptomatisSuatu terapi untuk menghilangkan gejala atau keluhan tanpa menghilangkan etiologi.4. BMSRasa terbakar yang terjadi pada bagian lidah. Gejalanya berupa nyeri, panas, terbakar pada lidah atau palatum.5. Terapi RadiasiTerapi yang biasa digunakan untuk membunuh sel kanker degan menggunakan sinar pengion. Proses ionisasi ini akan menyebabkan perubahan pada sel-sel target akibat terjadinya efek biologi dan akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel sehingga sel akan kehilangan kemampuan hidup pada siklus pembelahan berikutnya.

STEP 2. Menetapkan Permasalahan1.Apa saja efek samping terapi radiasi pada jaringan rongga mulut?2.Apa saja penatalaksanaan sebelum dilakukan terapi tersebut?3.Bagaimana penatalaksanaan kasus pada skenario?4.Apa saja macam terapi pada jaringan lunak rongga mulut?

STEP 3. Menganalisis Masalah1. Efek samping terapi radiasi pada jaringan rongga muluta. Efek Pada Mukosa Mulut Terapi radiasi yang diberikan pada penderita kanker daerah kepala dan leher memberikan reaksi pada jaringan normal, khususnya pada mukosa rongga mulut. Pertama muncul biasanya pada akhir minggu pertama setelah terapi. Gejala awal berupa gambaran mukosa keputih-putihan yang menandakan adanya keratinisasi tingkat tinggi secara tidak normal akibat mitotic yang terganggu dan retensi yang berkepanjangan dari sel epitel superficial. Hal ini diikuti atau bersamaan dengan timbulnya eritema mucosa disertai pengelupasan rasa tak nyaman dan edema di daerah yang terlibat. Keadaan ini berlanjut pada minggu-minggu selanjutnya dalam berbagai tingkatan mukositis dimulai dari kemerahan kemudian menjadi ulserasi yang biasa disebut RAS. Dysphagia dan luka pada rongga mulut terlihat setelah 2-4 minggu terapi radiasi dan mulai mereda dalam 2-3 minggu berikutnya. Perubahan yang lebih parah setelah 3 minggu terapi radiasi adalah terbentuknya pseudomembran yaitu pembentukan plak atau bercak pada mukosa. Seluruh proses perubahan ini dinamakan sebagai mukositis yaitu suatu proses reaktif berupa peradangan pada membrane mucosal orofaring. Mukositis ini dapat mengakibatkan infeksi sekunder seperti candidiasis karena berier (mukosa) yang tidak utuh lagi.Mukositis merupakan komplikasi yang tidak dapat dihindari namun umumnya ringan dan bersifat sementara secara alamiah. Tingkat mukositsi tergantung pada jenis radiasi, dosis yang diberikan dan durasi pengobatan. Bila dosis yang diberikan tidak terlalu besar maka reaksi ini akan mereda dan jaringan pun kadang-kadang cenderung menjadi normal. Namun apabila jaringan mendapat dosis penyinaran yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya perubahan degenerative yang merajalela pada periode beberapa tahun sehingga karsinoma pun bias berkembang. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri dan jamur pada membrane mukosa mulutyang menimbulkan luka bakar diperparah oleh rasa sakit dan bengkak yang terjadi selama hampir dalam masa perawatan. Keadaan ini membuat pasien mengalami kesukaran saat berbicara dan makan.b. Efek Pada Kelenjar Liur Air liur merupakan faktor penting untuk kesehatan mulut karena berperan penting sebagai remineralisasi gigi, mambantu penelanan bolus makanan, member rasa pengecapan, sebagai pelarut dan bersifat anti virus, anti bakteri serta anti jamur. Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher sering melibatkan kelenjar air liur dan menimbulkan trauma sehingga terjadi perkembangan xerostomia.Gangguan fungsi ini terjadi kecepatan resorpsi dan penguapan air mukosa lebih besar daripada kecepatan sekresi saliva. Adapun normal diproduksi 500-600 ml air tiap hari. Apabila sekresi saliva besarnya 20-90 ml per hari maka disebut sebagai hiposalia. Bila sekresi saliva kurang dari 0,06 ml per menit atau sama dengan 3 ml per jam maka akan timbul kelhan mulut kering. Tetapi bila diproduksi saliva kurang dari 20 ml per hari dan berlangsung dalam waktu yang lama maka keadaan ini disebut sebagai xerostomia.Sel-sel serous asinar dari kelenjar liur mayor dan minor sangat rentan mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi sehingga menyebabkan perubahan jumlah dan kualitas dari air liur. Ada tahap awal akan terjadi penurunan jumlah aliran saliva yang makin lama makin meningkat. Bersamaan dengan itu juga akan terjadi kenaikan kadar protein total yang cukup lebar sehingga saliva cenderung lebih kental dan pH yang menurun drastic. Kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan menelan dan berperan penting pada terjadinya karies xerostomia yaitu bentuk karies permukaan yang mengenai tepi servikal gigi. Selain itu juga akan terjadi kenaikan jumlah mikro organism terutama kandida.Selain itu, xerostomia juga dapat menyebabkan Burning Mouth Sensation (BMS). Tidaklah mengherankan bahwa mulut kering telah diusulkan sebagai faktor etiologi, mengingat insiden yang lebih tinggi dari masalah ini pada pasien dengan sindrom mulut terbakar. Namun, laju alir studi saliva paling pada pasien yang terkena telah menunjukkan tidak ada penurunan unstimulated atau merangsang aliran saliva. Penelitian telah menunjukkan perubahan di berbagai komponen saliva, seperti musin, IgA, fosfat, pH dan hambatan listrik. Hubungan dari perubahan-perubahan dalam komposisi saliva untuk sindrom mulut terbakar tidak diketahui, tetapi perubahan yang mungkin dihasilkan dari output simpatik diubah berhubungan dengan stres, atau dari perubahan dalam interaksi antara saraf kranial melayani dan nyeri sensasi rasa.c. Efek Pada GigiSaat gigi yang sedang berkembang tepat pada titik penyinaran utama terapi radiasi maka perkembangan dan erupsi gigi akan terlambat. Namun, apabila penyinaran dilakukan pada gigi yang telah erupsi maka karies radiasi akan mulai terjadi dalam beberapa bulan setelah terapi. Kondisi ini diawali dari pinggir insisal gigi-gigi anterior dan ujung cusp gigi-gigi posterior juga disepanjang permukaan lingual gigi anterior dan posterior. Gigi-gigi yang terkena radiasi menyebabkan pulpa mengalami hyperemia sehingga gigi menjadi sangat sensitive terhadap panas dan dingin.Perubahan pada saliva akan secara drastis meningkatkan kerentanan pasien terhadap karies gigi karena pH saliva yang asam tentunya memberikan tempat yang cocok untuk perkembangan bakteri-bakteri kariogenik seperti Streptoccoccus mutans dan Lactobacilus yang menunjang terjadinya demineralisasi dari gigi-gigi secara perlahan-lahan. Perkembangan karies pada pasien dengan xerostomia memiliki pola yang khas. Karies sangat cepat menyerang tepi servikis gigi. Tepi insisal anterior dan puncak tonjol gigi posterior yang biasanya resisten terhadap karies juga mengalami kerusakan karena daerah itu hanya dilapisi oleh selapis tipis email sehingga tanpa perlindungan saliva karies akan dengan cepat mencapai dentin. Selain disebabkan sedikitnya produksi saliva, karies radiasi yang terjadi dengan cepat setelah terapi juga dikarenakan perubahan diet. Makanan lunak atau makanan cair berkadar karbohidrat tinggi yang sudah menjadi menu sehari-hari bisa menyebabkan perubahan flora mulut.d. Efek Pada TulangKomplikasi yang paling ditakuti pada terapi radiasi adalah osteoradionekrosis yaitu kematian tulang rahang, khususnya rahang bawah, yang terjadi karena kekurangan suplai darah pada rahang bawah. Timbulnya osteoradionekrosis tergantung pada tiga factor penyebab yaitu dosis terapi radiasi, trauma dan infeksi. Osteoradionekrosis terlihat berkembang terutama pada pasien yang menerima lebih dari 6000 rad. Osteoradionekrosis sangat umum terjadi dalam dua tahun pertama setelah radiasi dilakukan. Gejala utamanya berupa rasa sakit yang berdenyut-denyut dan kostan.Secara klinis osteoradionekrosis ditandai dengan tulang terbuka yang telanjang. Infeksi yang meluas pada tulang menyebabkan pembentukann nanah yang terasa sakit dan berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Osteomyelitis yang berhubungan dengan terapi radiasi dapat diperhebat oleh ulserasi mukosa yang diakibatkan oleh gigi palsu. Beberapa spesialis tentunya akan menolak untuk mengizinkan pasien memakai gigi palsu, khususnya gigi palsu rahang bawah setelah penyinaran pada mukosa mulut. Pencegahan terjadinya osteoradionekrosis lebih dianjurkan mengingat tingkat yang terkena permanen sangat mudah dan sangat susah untuk ditangani apabila sudah berkembang.2. Penatalaksanaan sebelum dilakukan terapi radiasi Evaluasi jaringan gigi dan periodonsium Kontrol plak Asupan nutrisi harus diperhatikan Foto panoramik Topikal aplikasi fluor 1% sehari dua kali sebelum terapi radiasi selama minimal 2 hari Menyingkirkan seluruh faktor yang menyebabkan infeksi rongga mulut Berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok Apabila membutuhkan tindakan bedah maka harus dikerjakan dan diselesaikan minimal 2 minggu sebelum terapi karena biasanya terjadi penyembuhan jaringan telah optimal setelah 2 minggu Tidak menggunakan gigi tiruan karena dapat menyebabkan iritasi Evaluasi terhadap gigi tiruan Gigi yang karies ditumpat dahulu Periodontitis disembuhkan terlebih dahulu untuk mencegah oesteoradionekrosis Piranti ortho dilepas dahulu Instruksi untuk menjaga OH3. Penatalaksanaan kasus pada skenarioa. Penatalaksanaan mukositis (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi. (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). Obat-obatan ini dapat membuat mukosa rongga mulut selalu dalam keadaan basah. Tetrasiklin obat kumur dikumur 2-3 menit di rongga mulut sebanyak 3x sehari, klorheksidin glukonat (obat kumur yang mengandung antibiotik) dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. Pada 1 bulan pertama dapat diberikan kombinasi vitamin B1 dan B6 Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik. Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen peroksida dengan campuran air Pasien juga perlu diinstruksikan supaya RAS tidak sering kambuh kembalib. Penatalaksanaan KandidiasisSebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal dan dorsal lidah.Medikasi yang dapat diberikan adalah:a) Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).b) Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet itrakonazole).c. Penatalaksanaan BMS Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut. Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan. Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru. Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.4. Macam terapi pada jaringan lunak rongga mulut Terapi simptomatis: terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan tanpa menghilangkan etiologinya. Terapi kausatif: terapi yang ditujukan untuk menghilangkan etiologi penyakitnya. Terapi paliatif: terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pasien dengan meminimalkan perjalanan penyakitnya. Terapi suportif: terapi yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

STEP 4. Mapping

Terapi Radiasi Kepala dan Leher

Efek samping terapi pada RM

MukosaKelenjar SalivaGigiTulang

Mukositis RadiasiXerostomiaKaries RadiasiOsteoradionekrosis

Lesi Ulserasi BMS dan Infeksi

Traumatic Ulcer

RASTerapi Simptomatis

Terapi Kausatif

PenatalaksanaanTerapi Suportif

Terapi Paliatif

STEP 5. Learning Objective1. Mampu memahami dan menjelaskan macam terapi jaringan lunak rongga mulut2. Mampu memahami dan menjelaskan efek samping radiasi dalam rongga mulut3. Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan lesi jaringan lunak rongga mulut meliputi :a. Mukositis Radiasib. Xerostomiac. Ulserasi (RAS dan Traumatic Ulcer)d. Burning Mouth Sensation (BMS)e. Candidiasis

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Macam Terapi Jaringan Lunak Rongga MulutTerapi Simptomatis Terapi yang bertujuan hanya untuk mengurangi gejala-gejalanya saja. Terapi ini ditekankan untuk menghilangkan (mengurangi) rasa sakit yang diderita oleh pasien, bukan untuk menghilangkan penyakit (etiologi). Misalnya pemberian obat kortikosteroid.Terapi Causative Terapi yang bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologi dari suatu penyakit. Misalnya pemberian obat antijamur pada penderita kandidiasis.Terapi SuportifTerapi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Terapi ini merupakan penunjang terapi utama, yang berguna untuk mempercepat proses pemulihan suatu proses patologis. Misalnya pemberian vitamin C, berfungsi untuk membantu pembentukan kolagen pada jaringan yang rusak sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru, karena kolagen ini merupakan komponen yang penting untuk membentuk jaringan yang baru sehingga jaringan yang rusak karena RAS dapat cepat pulih kembali. Terapi Paliatif Terapi yang diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu penyakit dengan cara melindungi proses penyembuhan supaya tidak terganggu atau melindungi lingkungan yang menguntungkan untuk proses penyembuhan. Misalnya pemberian antibiotik topikal pada ulcer supaya tidak ada infeksi bakteri selama proses penyembuhan.2.2Efek Samping Radiasi Rongga MulutBerdasarkan Tingkat KeparahannyaEfek samping pada jaringan normal dapat dibagi menjadi efek samping akut dan efek samping kronis.a. Efek samping akutTimbul sejak minggu pertama terapi radiasi dimulai sampai minggu dua atau tiga minggu setelah terapi radiasi diakhiri. Efek samping akut biasanya bersifat sementara. (Schreiber,2003)Respon mukosa orofaring merupakan salah satu efek samping akut yang paling cepat timbul. Eritema mukosa biasa timbul pada minggu pertama terapi radiasi. Keadaan ini terus berlanjut beberapa minggu kemudian dalam berbagai tingkatan mukositis, dari mulai kemerahan sampai ulserasi yang luas. (Schreiber,2003)Mukositis tingkat lanjut dapat menimbulkan rasa sangat mengganggu, rasa sakit, dan dapat membatasi asupan makanan. Penyembuhan mukositis berlangsung selagi pasien masih menjalani terapi radiasi, tetapi proses penyembuhan ini terus berlanjut sampai beberapa minggu setelah terapi radiasi diakhiri. Setelah satu bulan terapi radiasi dihentikan sekitar 90 persen sampai 95 persen mukositis telah sembuh. (Million RR, Cassisi N.J, 1984)Hilangnya kemampuan pengecapan adalah efek samping akut lain yang biasa timbul pada pasien terapi radiasi kanker leher dan kepala. Hilangnya kemampuan pengecapan timbul pada minggu pertama dan dengan cepat bertambah buruk selama minggu kedua terapi radiasi. Efek samping akut ini muncul akibat kerusakan yang ditimbulkan radiasi pada daerah mikrofili dan sel-sel pengecapan pada lidah. Pada awalnya sensasi pahit dan rasa asam lebih sensitif dibandingkan sensasi asin dan manis. Keadaan ini dapat terus berlanjut hingga kemampuan pengecapan hilang secara total. (Rose LF, 1997)Penyembuhan kehilangan kemampuan pengecapan ini biasanya dimulai 20 hari setelah terapi radiasi berakhir. Tetapi penyembuhan lengkap membutuhkan waktu 60 sampai 120 hari kemudian. Penyembuhan biasanya mencapai keadaan atau mendekati tingkat sebelum terapi radiasi dilakukan. (Rose LF, 1997)Kelenjar ludah juga memberi respon sangat cepat terhadap terapi radiasi. Efek yang timbul adalah saliva menjadi kental dan penurunan volume saliva. Penurunan pH saliva menjadi 5,0 menyebabkan pertumbuhan yang berlebuhan dari mikroorganisme normal rongga mulut dan menjadi faktor predisposisi timbulnya karies radiasi. Penurunan produksi saliva dapat mencapai 50% dari produksi normal pada minggu pertama terapi radiasi. Keadaan ini sangat menyulitkan pasien untuk berbicara,mengecap serta menelan makanan. Efek pada kelenjar ludah ini biasanya menimbulkan xerostomia. Xerostomia ini dapat menjadi menetap bila kerusakan yang ditimbulkan radiasi sudah parah. (Rose LF, 1997)b. Efek samping kronisXerostomia yang menetap merupakan efek samping kronik yang pertama sekali muncul. Pasien dengan xerostomia menetap menjadi sangat rentan terhadap karies sepanjang hidup mereka. (Rose LF, 1997)Fibrosis otot-otot pengunyahan dan sendi temporomandibular juga merupakan efek samping kronis terapi radiasi kanker pada daerah kepala dan leher. Fibrosis otot-otot pengunyahan atau sendi temporomandibular menimbulkan trismus. Gejala ini biasa timbul tiga sampai enam bulan setelah terapi radiasi. Latihan gerak yaitu membuka dan menutup mulut selama terapi dan setelah terapi dapat menyembuhkan efek samping ini. (Rose LF, 1997)Efek samping kronis yang paling dihindari adlah osteoradionekrosis. Penyakit ini dapat timbul tiga bulan smapai bertahun-tahun setelah terapi radiasi berakhir. Biasanya dapat timbul pada radiasi 6000 sampai 6500 rad atau lebih. Efek samping ini hanya timbul pada daerah yang terkena radiasi. (Rose LF, 1997)

2.3Penatalaksanaan Lesi Jaringan Lunak Rongga MulutMukositis RadiasiMukositis oral didefinisikan sebagai suatu lesi eritem dan ulserasi di mukosa oral yang terjadi pada pasien dengan kanker yang dirawat dengan kemoterapi dan/atau radiasi di daerah yang berdekatan dengan rongga mulut. Lesi mukositis oral seringkali terasa sangat sakit dan mengganggu asupan nutrisi, kebersihan mulut sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi lokal dan sistemik. Oleh karena itu, mukositis oral merupakan komplikasi perawatan kanker yang sangat berpengaruh pada terapi kanker dan seringkali terkait dengan komplikasi yang berhubungan dengan dosis terapi. (Vera-Llonch M, Oster G, Ford CM, Lu J, Sonis S. 2007)Patogenesis mukositis oral Patogenesis dari mukositis oral dimulai dengan menurunnya kemampuan regenerasi sel pada lapisan basal epitelium sebagai akibat dari radiasi dan kemoterapi.4 Terdapat 4 fase terjadinya mukositis oral akibat kemoterapi yaitu fase initiation, messaging-signalingamplification, ulceration dan healing. Inisiasi merupakan tahap dimana radiasi atau kemoterapi menyebabkan kerusakan DNA pada sel basal epithelium sel, jaringan dan pembuluh darah, mengaktifkan reactive oxygen spesies (ROS) yang akhirnya bertanggungjawab terhadap terjadinya kerusakan sel dan pembuluh darah. Peningkatan reaksi radang terjadi lewat adanya signal-signal yang secara langsung menyebabkan kematian sel maupun mengaktifasi reseptor kematian sel yang berada di sel membran untuk aktif ke dalam sel. Hal ini menginduksi peningkatan produksi sitokin radang, kerusakan dan kematian sel. Selanjutnya, fase signaling dan amplification, sitokin radang seperti TNF alfa yang diproduksi oleh makrofag akan menyebabkan kerusakan sel dan mengaktifasi jalur signaling untuk merusak jaringan. Akibat banyaknya sel yang rusak dan aktifnya sitokin radang, terjadilah ulserasi dan peradangan pada mukosa yang merupakan penanda fase ulceration dan inflammation. Hal ini akan terlihat oleh infiltrasi sel-sel radang yang berhubungan dengan ulserasi mukosa. Keadaan ini diperberat oleh adanya kolonisasi mikroba oral yang akan lebih meningkatkan produksi sitokin radang akibat infeksi sekunder. Jika fase ulserasi dan inflamasi dapat dilalui dengan baik, maka mukositis akan memasuki fase healing (penyembuhan). Fase ini ditandai oleh adanya proliferasi sel epitel disertai diferensiasi sel dan jaringan yang mengembalikan integritas jaringan epitel seperti sedia kala. (Lalla RV, Sonis ST, Peterson DE. 2008)Beberapa faktor diketahui mempunyai peran dalam membedakan timbulnya mukositis oral pada pasien yang menjalani kemoterapi dan/atau radiasi untuk kanker di regio kepala dan leher. Faktor-faktor tersebut adalah usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, ras dan faktor spesifik yang terkait dengan jaringan. Faktor spesifik jaringan meliputi jenis jaringan epitel, kebersihan rongga mulut yang terkait dengan mikroba oral dan fungsi jaringan. (Barasch A, Peterson DE. 2003)Mukositis oral yang terjadi akibat kemoterapi biasanya terjadi pada mukosa berkeratin tipis seperti pada lateral lidah, mukosa bukal dan palatum lunak. Ulserasi biasanya muncul dalam dua minggu awal dimulainya kemoterapi. Dilaporkan bahwa jenis agen kemoterapi dapat membedakan keparahan mukositis oral yang terjadi. Kemoterapi yang menggunakan agen antimetabolit dan alkylating lebih sering menyebabkan mukositis dan mukositis yang terjadi biasanya lebih parah daripada jenis agen kemoterapi yang lain. Berbeda dengan mukositis akibat kemoterapi, mukositis oral terkait radiasi biasanya terjadi pada area yang berdekatan dengan lokasi tempat radiasi dilakukan. Mukosa berkeratin tipis juga merupakan area yang lebih sering mengalami mukositis. Mukositis oral parah terkait radiasi biasanya sering ditemukan pada pasien yang menerima radiasi diatas 5000 cGy. Tampilan klinis mukositis oral akan diperparah oleh adanya infeksi sekunder yang disebabkan oleh keadaan lingkungan lokal rongga mulut yang memang merupakan tempat hidup berbagai mikroba. Hal ini akan terjadi lebih sering pada pasien kompromis imun. Infeksi sekunder oleh fungal seperti Candida albicans ataupun virus seperti Herpes simpleks dapat memperparah keadaan klinis mukositis oral. (Lalla RV, Sonis ST, Peterson DE. 2008)Penatalaksanaan mukositis oral Sampai saat ini, terapi paliatif merupakan pilihan untuk menatalaksana pasien dengan mu-kositis oral. Beberapa upaya penatalaksanaan dengan intervensi terapi saat ini sedang dikembangkan. Berdasarkan rekomendasi dari MASCC/ISOO, penatalaksanaan klinis mu-kositis oral yang disebutkan dalam Panduan Mukositis Oral mencakup asupan nutrisi yang adekuat, kontrol rasa sakit, kontrol mik-roorganisme oral, mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan tera-khir adalah intervensi dengan upaya terapi. Panduan penatalaksanaan mukositis oral se-cara lengkap sudah telah dilakukan dengan baik oleh MASCC/ISOO. Dalam panduan ini, penggunaan LLLT juga disebut sebagai salah satu upaya menanggulangi mukositis oral dengan cara terapi intervensi jika institusi terkait telah mampu melakukannya. Hal ini disebabkan karena LLLT merupakan teknologi yang relatif baru, walaupun beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa LLT dapat mengurangi keparahan mu-kositis oral yang diinduksi oleh kemoterapi dan radiasi. Adanya urutan perubahan fisologis jaringan yang merupakan proses ter-jadinya mukositis oral, merupakan dasar pemikiran penggunaan LLLT. (Lalla RV, Sonis ST, Peterson DE. 2008)Penelitian yang menganalisis penggunaan LLLT pada lesi jaringan lunak secara in vitro dan in vivo melaporkan adanya stimulasi perbaikan jaringan yang terlihat berupa peningkatan jaringan granulasi, percepatan proses epitelisasi, peningkatan proliferasi fibroblas, peningkatan sintesis matriks dan peningkatan pembentukan vaskularisasi baru.( Maiorana C. 2003)Mekanisme kerja LLLT telah dicoba dianalisis pada beberapa penelitian in vitro. Mekanismenya dipengaruhi oleh jenis sel yang terpapar, panjang gelombang dan dosis. Tiga fungsi utama dari sinar laser adalah : (1) fungsi analgesik (=630-650nm, =780-900nm), (2) fungsi antiinflamasi (dengan pan-jang gelombang yang sama), dan (3) fungsi perbaikan jaringan (=780-805nm).24 Mekan-isme dari proses perbaikan jaringan secara molekular dan enzimatik terutama bekerja dengan mengaktifkan produksi energi pada mitokondria (ATP). (Migliorati C,2001)Mekanisme terapi LLLTDi dalam tubuh kita terdapat berbagai macam sel yang juga melakukan berbagai fungsi. Sel dalam tubuh kita mempunyai mitokondria dalam jumlah yang besar yang akan memberikan asupan energi (ATP). Mitokondria yang berada di dalam sel yang sedang mengalami tekanan atau dalam konteks pasien kanker adalah sel yang terimbas oleh kemoterapi dan/atau radiasi akan memproduksi oksida nitrat (mtNO). Oksida nitrat mitokondria ini selanjutnya akan berikatan dengan sitokrom c oksidase dan akan menggantikan oksigen. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan menghabiskan cadangan ATP dan menyebabkan inflamasi dan penurunan fungsi sel. Jika pada jaringan tersebut diaplikasikan sinar dengan panjang gelombang yang sesuai yang terdapat pada LLLT, maka sinar ini akan diabsorbsi oleh sitokrom c oksidase. Absorbsi sinar oleh sitokrom c oksidase ini akan menggantikan mtNO sehingga menurunkan stres oksidatif, mencegah penggunaan ATP dan mengurangi terjadinya inflamasi namun meningkatkan metabolisme selular. Metabolisme selular akan berlanjut dengan adanya aktifitas ion Ca2+, sekresi growth factor, aktifasi enzim dan secondary messenger yang lain.32 Hal inilah yang menyebabkan bahwa dalam beberapa jam setelah dilakukannya LLLT, dapat terlihat peningkatan aktifitas pada netrofil, makrofak, fibroblas, sel endotel dan sel keratin. Dilanjutkan dengan penurunan penanda inflamasi seperti prostaglandin E3, interleukin 1 beta dan TNF alfa. (Carroll J)Terapi pada mukositis radiasi Terapi simptomatis yaitu dengan pemberian kortikosteroid topikal seperti triamcinolon atau fluorometholon 2-3 kali sehari, orabase, dan berkumur dengan saline hangat yang dicampur lignokain. Obat-obatan ini dapat membuat mukosa mulut selalu basah. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anastesi. Terapi Paliatif yaitu dengan menjaga OH, bila memakai gigi tiruan dan gigi tiruan sudah tidak nyaman lagi maka sebaiknya dilakukan perbaikan, berkumur dengan Klorhexidin serta menghindari konsumsi rokok dan alkohol. Terapi Suportif yaitu dengan pemberian vitamin B1,B6,dan Zinc untuk membantu proses penyembuhan.Berdasarkan rekomendasi dari MASCC/ISOO, penatalaksanaan klinis mu-kositis oral yang disebutkan dalam Panduan Mukositis Oral mencakup:a. asupan nutrisi yang adekuat,b. kontrol rasa sakit, c. kontrol mikroorganisme oral, d. mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan e. tera-khir adalah intervensi dengan upaya terapi. (Tarigan, 2010)

XerostomiaHubungan antara dosis dan penyinaran dan sekresi salivaDosisGejala

40 GrayKerusakan irreversibel kelenjar

Terapi yang diberikan tergantung pada berat ringannya keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Pada keadaan berat dapat digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal,1992).Zat Perangsang Produksi SalivaObat perangsang saliva hanya dapat digunakan bila kelenjar saliva masih aktif. Obat- obatan yang dapat digunakan, antara lain:1. Permen karet atau permen isap asam. Jika pasien masih bergigi, permen itu akan membahayakan gigi, kecuali jika bebas sukrosa. Juga tidak dianjurkan untuk menggunakan tetes buah yang diperkaya dengan pemanis buatan yang biasa digunakan oleh penderita kencing manis, sebab sifat asam akan merusak enamel.2. Mouth lubricant (pH 2,0) dan lemon mucilage (pH 2,8). Kedua produk ini mengadung asam sitrat dan dapat diperoleh di apotik rumah sakit. Karena pHnya rendah sekali, tidaklah mengherankan kalau kedua larutan itu sangat merusak email dan dentin. Walaupun mungkin bisa digunakan untuk pasien yang tidak bergigi, pemakaiannya bagi pasien yang bergigi jangan sekali- kali dianjurkan.3. Salivix berbentuk tablet isap (lozenge) yang berisi asam malat, gomarab, kalsium laktat, natrium fosfat, lycasin dan sorbitol. Obat ini memiliki pH 4 namun tidak akan menyebabkan demineralisasi enamel.4. Pylocarphine hydrochloride dan asam nikotinat, merupakan obat sistemik yang terbukti dapat merangsang produksi saliva dengan baik pada beberapa kasus. Akan tetapi pemakaiannya tidak dianjurkan karena efek samping yang tidak enak (Hasibuan, 2002).Zat Pengganti SalivaZat pengganti saliva ini dibuat dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap.Cairan1. Hypromellose (pH 8,0), merupakan kombinasi antara hydroxipropilmetil selulosa buatan skharin.2. V. A Oralube (pH 7,0), merupakan zat pengganti saliva yang diformulasikan untuk merangsang viskositas dan tingkat elektrolit seluruh saliva. Isinya adalah natrium florida, ion- ion kalsium, fosfat, kalium dan magnesium, serta metil selulosa. Bahan ini didesain untuk menimbulkan remineralisasi enamel dan dentin.Spray1. Saliva Orthana (pH 7,0). Komposisinya unik, karena disamping berisi NaF, ion- ion kalsium, fosfat, natrium, magnesium dan kalium, juga berisi musin sebagai pengganti karboksimetil selulosa untuk memperoleh viskositasnya.2. Glandosan (pH 5,1). Komposisinya serupa dengan saliva orthana hanya tidak mengandung fluor dan hidroksimetil selulosa sebagai pengganti musin. pHnya dapat dikatakan rendah karena diisi karbon dioksida bagi kelancaran daya semprotnya sehingga tidak dianjurkan untuk penderita bergigi (Hasibuan, 2002)Tablet isapPlyox adalah tablet isap yang berisi oksida polietilen yang bersifat visikoelastik sama dengan saliva jika dilarutkan dalam mulut. Pasien merasa enak kalau saliva tersedia cukup banyak dalam mulut untuk melarutkannya. Satu sampai dua persen larutan ini ternyata sengat bermanfaat untuk mencekatkan gigi palsu. (Edwina A. M Kidd, 1998)Adapun penggunaan saliva tiruan untuk dapat efektif harus memnuhi berbagai syarat yaitu : (Amerongan, 1991) Rasa yang menyenangkan : kebanyakan ditambah minyak sitrun, mentol, atau zat manis. Bekerja meringankan : mukosa cepat terangsang oleh zat yang rasanya tajam. Larutan tidak boleh terasa masam atau asin sekali dan pH kurang lebih netral, gliseril dapat ditambahkan untuk mengurangi rasa sakit. Pengaruh buffer : diperoleh dengan menambahkan fosfat. Dengan menambahkan K2HPO4 dan KH2PO4 dalam perbandingan yang tepat maka pH menjadi netral. Peningkatan remineralisasi dan penghambatan demineralisasi : terlaksana dengan adanya garam kalsium, fosfat dan fluorida. Penghambatan pertumbuhan bakteri : CNS bekerjasama dengan laktoperoksidase menghambat metabolisme bakteri. Larutan agak pekat : untuk menghalangi cepatnya aliran mengalir keluar dari rongga mulut. Untuk itu ditambahkan polimer hidrofil yang mengikat air, seperti karbosimetil selulose dan musin. Pembasahan yang baik : untuk itu ditambahkan musin yang menurunkan tegangan permukaan sehigga pembasahan permukaan lebih intensif.Pengobatan yang tersedia untuk pasien Xerostomia dapat dibagi menjadi empat kategori utama: (1) terapi preventive, (2) terapi symptomatic, (3) local or topical salivary stimulation, dan (4) systemic salivary stimulation. pengobatan yang efektif dari gangguan sistemik yang mendasari terkait dengan saliva disfungsi kelenjar dapat memperbaiki keluhan ludah juga (Greenberg. M.S et al,2003).Terapi PreventivePenggunaan fluoride topikal pada pasien dengan kelenjar ludah hipofungsi adalah mutlak penting untuk mengontrol karies gigi. Frekuensi aplikasi (dari setiap hari untuk sekali per minggu) harus diubah, tergantung pada tingkat keparahan dari disfungsi saliva dan tingkat perkembangan karies.Penting bagi pasien menjaga kebersihan mulut. Pasien akan memerlukan kunjungan ke dokter gigi lebih sering (biasanya setiap 4 bulan) dan harus bekerja sama dengan dokter gigi untuk mempertahankan gigi yang baik health. Saat fungsi saliva terganggu, mungkin ada peningkatan demineralisasi, percepatan hilangnya struktur gigi (Greenberg. M.S et al,2003).Pasien dengan mulut kering juga mengalami peningkatan infeksi, kandidiasis mukosa khususnya. Ini mungkin bentuk eritematosa (tanpa mudah dikenali plak pseudomembran), adanya kemerahan dari mukosa dan keluhan dari sensasi terbakar dari jaringan lidah atau lunak lainnya intraoral. Pasien dengan disfungsi kelenjar saliva mungkin memerlukan masa pengobatan yang lama dan re-treatmen untuk membasmi infeksi jamur mulut (Greenberg. M.S et al,2003).Terapi SymptomaticPasien harus didorong untuk minum air sepanjang hari, hal ini akan membantu melembabkan rongga mulut, kekeringan mukosa, dan membersihkan debris dari mulut. Penggunaan air dengan mengunyah makanan dapat membuat dan membentuk bolus makanan lebih mudah, akan memudahkan menelan, dan akan meningkatkan rasa persepsi. Peningkatan kelembaban lingkungan sangat penting. Ada sejumlah gel yang tersedia. Pasien harus diperingatkan untuk menghindari produk yang mengandung alkohol, gula, atau perasa yang kuat yang dapat mengiritasi mukosa yang sensitive. Produk yang mengandung lidah buaya atau vitamin E harus dianjurkan. Ada banyak pengganti saliva yang tersedia secara komersial. Namun, air liur penggantian (saliva buatan) tidak diterima oleh sebagian pasien (Greenberg. M.S et al,2003).Terapi SuportifTerapi suportif yang diberikan pada penderita Xerostomia dapat dilakukan dengan stimulasi baik secara lokal maupun sistemik.a. Local or Topical Salivary StimulationBeberapa pendekatan yang tersedia untuk merangsang aliran saliva. Mengunyah akan merangsang aliran saliva secara efektif, seperti yang asam dan manis. Kombinasi mengunyah dan rasa, sebagai disediakan oleh permen karet, dapat sangat efektif dalam menghilangkan gejala. Pasien dengan mulut kering harus diberitahu untuk tidak menggunakan produk yang mengandung gula sebagai pemanis, karena peningkatan risiko untuk karies gigi. Stimulasi listrik juga telah digunakan sebagai terapi untuk hipofungsi saliva tetapi telah memadai diselidiki secara klinis. Sebuah perangkat yang memberikan muatan listrik tegangan rendah pada lidah dan palatum meskipun efeknya tampak sederhana pada pasien dengan mulut kering (Greenberg. M.S et al,2003).b. Systemic Salivary StimulationPenggunaan secretogogues sistemik untuk rangsangan saliva telah diperiksa. Lebih dari 24 agen telah diusulkan sebagai alat stimulasi saliva sistemik. Empat telah diperiksa secara luas di dikendalikan uji klinis, ini adalah bromhexine, anetholetrithione, pilokarpin hidroklorida (HCl), dan cevimeline HCl (Greenberg. M.S et al,2003).

UlserasiRecurrent Apthous Stomatitis (RAS) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling umum sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini RAS tidak lagi dianggap sebagai penyakit tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan patologis dengan manifestasi klinis yang serupa. Gangguan immunologi, defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit), hormonal dan keadaan psikologis memiliki keterkaitan dengan RAS.Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori RAS: Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikuliczs aphthae atau mild aphthous ulcers) : 80% dari total kejadian, diameter 1cm, Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitis mucosa necrotica recurrens atau Suttons disease) : 10%-15% dari total kejadian, diameter >1cm, sakit, waktu sembuh lebih lama dan sering meninggalkan jaringan parut, terkadang melibatkan kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada saat awal munculnya penyakit. Sering terdapat pada bibir, palatum lunak Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) : 5%-10% dari total kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah banyak, berbentuk bulat, sakit, mengenai hampir seluruh mukosa mulut.Etiologi Faktor herediter Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12 Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral seperti Streptococcus sanguis Trauma Stress psikologis Kecemasan (anxiety) Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu Detergen sodium lauryl sulfat yang terkandung dalam pasta gigiManifestasi KlinisLesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala seperti terbakar (prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul papul, ulserasi, dan berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari vesikel yang pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling sering terdapat ulser. Namun ulser juga dapat terjadi pada palatum dan ginggiva.Macam lesi pada RAS :Lesi minor : berdiameter 0,3-1 cm, sembuh dalam 1 minggu dan sembuh sempurna dalam 14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.Lesi major : berdiameter 1-5 cm dan berkembang lebih dalam. Lesi biasanya sangat sakit, mengganggu bicara dan makan. Lesi bisa bertahan berbulan-bulan, sembuh dalam waktu yang lama dan meninggalkan jaringan parut.Lesi herpetiform : terjadi pada orang dewasa. Berdiameter 1-3 mm, jumlahnya banyak, bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar dan melibatkan mukosa oral yang luas.Terapi (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi. (terapi simptomatis) (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). (terapi simptomatis) Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. ( terapi paliatif ) Pemberian vitamin C, berfungsi untuk membantu pembentukan kolagen pada jaringan yang rusak sehingga dapat mempercepat pembentukan jaringan baru, karena kolagen ini merupakan komponen yang penting untuk membentuk jaringan yang baru sehingga jaringan yang rusak karena RAS dapat cepat pulih kembali. (terapi suportif) Pemberian nutrisi terutama zat besi, folat, vitamin B12. Contohnya dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayur bayam. Zat besi ini merupakan komponen yang terpenting untuk pembentukan sel darah merah sehingga mengoptimalkan aliran oksigen yang dibawa sel darah merah ke jaringan yang rusak. Oksigen ini membantu dalam proses perbaikan jaringan. (terapi suportif)PencegahanDengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya stomatitis (sariawan), diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Selain itu dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu hilang timbul, dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi dengan dokter gigi dengan meminta obat yang tepat sariawannya. Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga kesehatan umum terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari kondisi stress, menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi buah dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari makanan dan obatobatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

Traumatic UlcerTraumatik ulser adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma. Traumatik ulser dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer lidah. Traumatik ulser disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000).Etiologi dan PatogenesisPenyebab traumatik dari ulserasi mulut dapat berupa trauma fisik atau trauma kimiawi. Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh permukaan tajam,seperti cengkeram atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodonti, kebiasaan menggigit bibir, atau gigi yang fraktur.Ulser dapat diakibatkan oleh kontak dengan gigi patah, cengkeram gigi tiruan sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja. Luka bakar dari makanan dan minuman yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum. Ulkus traumatik lain disebabkan oleh cedera akibat kuku jari yang mencukil-cukil mukosa mulut (Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).Ulser traumatik juga dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik. Iritasi kimiawi pada mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab umum dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krim sakit gigi yang diletakkan pada gigi-gigi yang sakit atau di bawah protesa yang tidak nyaman (Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).Gambaran KlinisPada awalnya daerah eritematous dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan menjadi muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah lesi biasanya kuning kelabu. Seringkali trauma penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat penyakit atau pemeriksaan klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya batasnya tidak jelas dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas (Bhaskar, 1973; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).Terapi dan Perawatan Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebab (trauma). Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla anatesi. Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma (Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009).

Burning Mouth Sensation (BMS)Didefinisikan sebagai kondisi nyeri kronis orofasial, yang gejalanya ditandai oleh rasa sensasi nyeri terbakar pada lidah, bibir atau dapat melibatkan seluruh rongga mulutRasa nyerinya sama seperti sensasi terbakar pada mukosa oral setelah memakan makanan pedas. (Nakazone A, Paula D. 2009)Meskipun hubungan sebab-akibat antara faktor etiologi dan BMS belum ditetapkan secara universal. Namun menurut pendapat para ahli etiologi BMS dianggap sebagai multifaktorial yaitu BMS primer yang penyebabnya masih belum diketahui dan BMS sekunder yang meliputi faktor lokal, sistemik, atau psikogenik. (Scala A, Checchi L, Montevecchi M. 2003) Contoh BMS sekunder :1. Faktor lokal :Kandidiasis pada mulutSubklinikal infeksi kandida telah menyarankan bahwa kandidiasis pada mulut merupakan salah satu etiologi dari BMS. Penelitian yang dilakukan oleh Chen and Samaranayake mengatakan bahwa pada pengumpulan saliva pasien BMS ditemukan Candida glabrata yang tumbuh baik di saliva pasien BMS daripada pasien kontrol. Selain itu pada pemeriksaan mikrobiologi memperlihatkan adanya peningkatan candida sebanyak 53% pada pasien BMS. (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)Oral parafunctional habits (clenching,bruxism, dan grinding)Aktifitas parafungsional adalah semua aktifitas diluar fungsi normal (seperti mengunyah, bicara, menelan) dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism dan kebiasaan kebiasaan lain seperti menggigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktifitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah adalah bruxism termasuk clenching dan grinding. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari. Beberapa penelitian telah mengambarkan bahwa terdapat perubahan neurologis pada BMS, sehingga kebiasaan parafungsional mungkin / dapat mengakibatkan perubahan neuropatik yang akhirnya menyebabkan gejala BMS. (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)Faktor sistemikDiabetes mellitusTelah dilaporkan bahwa diabetes melitus tipe II berperan dalam terjadinya atau kejadian dari BMS. Gibson dkk melaporkan bahwa gejala BMS pada pasien diabetes membaik setelah kontrol dari glukosa. Namun beberapa peneliti melaporkan bahwa keluhan rasa terbakar pada mulut disebabkan oleh kandidiasis oral pada pasien diabetes. (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)Perubahan hormonal pada menopausePerubahan hormonal menjadi salah satu faktor terpenting BMS, karena sebanyak 90 % wanita dengan BMS ditemukan pada wanita yang mengalami menopause. (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)Faktor psikogenikDepresi, kecemasan, dan emosional merupakan faktor psikologis yang terkait dengan BMS. Namun ada kontroversi, apakah disfungsi psikologis merupakan kejadian primer atau kejadian sekunder, karena disfungsi psikologis merupakan hal yang umum yang dirasakan oleh pasien dengan sakit kronis. Faktor ini masih menjadi kontroversi. (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)Faktor PredisposisiPada umumnya BMS lebih sering mempengaruhi wanita dari pada pria. Biasanya dimulai pada orang dewasa dengan usia dekade lima sampai dekade tujuh. Gejalanya timbul tiba-tiba dan tidak ada faktor pencetusnya, Meskipun beberapa penelitian menjelaskan ada faktor resiko yang dapat membuat individu menderita BMS. Faktor-faktor yangdapat mencakup kondisi tersebut adalah : Infeksi saluran nafas atas. Alergi makanan. Obat-obatan. Trauma. Stres. (Rhodus NL, Carlson CR, Miller CS. 2003)Gejala dan tandaGejala dan tanda yang biasa ditemukan pada pasien BMS,antara lain : rasa tidak enak (terbakar) pada kedua sisi mulut rasa nyeri yang dalam pada mukosa mulut gejala terjadi selama 4-6 bulan xerostamia dysgeusia gejala yang hampir menetap sepanjang hari (Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008)TerapiTidak ada satu cara yang pasti untuk mengobati BMS primer. Pengobatan tergantung pada tanda dan gejala tertentu, serta kondisi atau penyakit yang mendasari yang mungkin menyebabkan BMS (BMS sekunder). Itulah pentingnya untuk mencoba menentukan penyebabnya terlebih dahulu. Apabila penyebabnya diobati, gejala-gejala BMS juga akan membaik. (Navazesh M, Kumar S. 2007)Menurut penelitian Charland D dkk pengobatan BMS menunjukkan alpha lipoic acid memberikan penurunan gejala nyeri terbakar dan efek dari Clonazepam adalah mengurangi gejala BMS. Di pustaka yang lain menyebutkan bahwa sudah bertahun-tahun pengobatan BMS adalah antidepressan tricyclics dosis rendah yang berefek mengurangi rasa terbakar pada mulut. Banyak tricyclics yang sudah digunakan yaitu amitriptyline, desipramine, nortriptyline, imipramine, dan clomipramine meskipun hanya amitriptyline yang telah dievaluasi dalam percobaan klinis. Baru-baru ini, beberapa studi telah menyarankan bahwa berbagai benzodiazepin, termasuk clonazepam yaitu sebuah GABA (gamma-aminobutyricacid) reseptor agonis, yang mungkin efektif untuk berbagai gangguan nyeri dibagian wajah, termasuk BMS. Selain itu clonazepam efektif dalam mengurangi dysgeusia dan mulut kering. (Navazesh M, Kumar S. 2007)Para ahli kesehatan gigi harus menyarankan pasien untuk menggunakan produk perawatan oral yang telah diformulasikan khusus untuk gejala BMS yang lain berupa mulut kering (xerostamia) yaitu tanpa alkohol, hanya menggunakan mouth wash yang memiliki pH netral atau alkali. (Navazesh M, Kumar S. 2007)

Infeksi yang disebabkan oleh JamurWalaupun berbagai jamur dapat menimbulkan penyakit orofasial, sebagian besar kondisi tunggal disebabkan oleh spesies Candida.KandidiasisKandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 60 % dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001). Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan. (Mc Cullough 2005, Silverman 2001)Pada semua penderita kandidiasis, terapi zat besi (mungkin secara parenteral), terapi antijamur topikal serta kadang secara sistemik, dan usaha untuk meningkatkan respon kekebalan dengan melalui faktor perpindahan atau transfusi limfosit, terbukti sangat bermanfaat.Pada beberapa pasien, penurunan beban antigen dan terapi zat besi ternyata dapat mengembalikan respon kekebalan normal. (Gayford, 1991)Secara garis besar, obat-obat anti jamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu:1. Antibiotika. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycinb. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin2. Antimetabolite: Flucytosine (5 Fe)3. Azolesa. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazoleb. Triazoles (sistemik): Flukonazole, Itrakonazole4. Allylamine Terbinafine5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat. Dari beberapa golongan antijamur tersebut, yang efektif untuk kasus-kasus pada rongga mulut yang sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole.(Mc-cullough, 2005).Obat-obatan topical yang biasanya digunakan antara lain:A. Nistatin suspensi oral 4-6 ml, 4 x / hari sesudah makan Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan Dosis untuk bayi 2 ml, 4 x / hari Perlu 10-14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untukkasus kronis. (Janik MP, 2008)B. Solusio gentian violet 1-2% Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak menarik. Dapat dipertimbangkan untuk kasus sulit dankambuhan. Dioleskan 2x/hari selama 3 hari. (Rippon JW, 1998)C. Mikonazol jel oral:17Dewasa: 10 ml (2 sendok teh= 250 mg) 4x/hariAnak-anak : > 6 tahun :4 x 5 ml/hari2-6 tahun :2 x 5 ml/hari< 2 tahun :2 x 2,5 ml/hariDibiarkan di dalam mulut selama mungkin, dan pengobatan harus diteruskan sampai 2 hari sesudah gejala tidak tampak (Richardson MD, 2003)D. Kheilosis kandida Terapi topikal anti jamur kombinasi dengan steroid dan mungkin dengan anti bakteri (Richardson MD, 2003)Pengobatan candidiasis tersebut dapat pula diberikan secara sistemik apabila pada pasien granulositopenia/imunokompromais, dan pasien yang mendapat terapi imunosupresif serta dapat diberikan bila dengan terapi topikal tidak berhasil atau tidak sembuh dan bila terjadi reinfeksi. (Samaranayahe LP, 2002).Beberapa obat sistemik : Ketokonazol 200 mg 400 mg / hari selama 2-4 minggu. Untuk infeksi kronis perlu 3-5 minggu (Sobel JD, 1993) Itrakonazol 100-200 mg/hari selama 2 minggu (Janik MP, 2008) Flukonazol 100 mg/hari selama 5-14 hari atau 200 mg dosis sekali. Flukonazol efektif menurukan koloni jamur dan resiko terjadinya oral candidiasis tersedia dalam kapsul dan injeksi. Dosisnya 50 mg 400 mg perharinya untuk orang dewasa. (L. Broadfield, 2006. Janik MP, 2008) VorikonazoleAlternatif untuk kasus KO kronis dan tidak sembuh-sembuh dengan obat oral lainnya. (Hay RJ, 2010)Walaupun kandidiasis oral tergantung pada tipe kandidiasis, penting untuk memencilkan setiap factor predisposisi. Terapi dilakukan berdasarkan pada penggunaan zat polyene misalnya amfoterisin atau nistatin, keduanya tersedia dalam berbagai formulasi untuk penggunaan secara topical. Juga terdapat zat imidazole. Generasi baru dari derivate imidazole diantaranya adalah fluconazole dan itaconazole, keduanya ternyata sangat efektif. (Lewis, 1998)Bahan-bahan antijamur yang digunakan untuk pengobatan kandidiasis oral dan perioralObatFormatAmfoterisinSuspensi oral 100 mg/mlSalep 3%Tablet 100 mgNistatinKrem 100 000 unit/gramSalep 100 000 unit/gramPastiles 100 000 unit/gramSuspensi oral 100 000 unit/gramFluconazoleKapsul 50 mg dan 150 mgItraconazoleKapsul 100 mg

Kandidiasis oral sering dikelompokkann menjadi empat kelompok, yaitu :1. Pseudomembran akut ( trush )Kandidiasis oral jenis ini dikarakteristikkan oleh bercak-bercak kuning krem yang lunak, yang mengenai daerah mukosa mulut yang luas. Plak ini tidak melekat dan biasanya mudah dikelupas untuk memperlihatkan mukosa eritematus dibawahnya.Penatalaksanaan. Terapi polyenen secara topical harus membawa kesembuhan dalam 7-10 hari. Pengobatan harus dilanjutkan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis yang dalam istilah klinis berarti selama 4 minggu. (Lewis, 1998)2. Atrofik akutMukosa oral pada bentuk kandidiasis ini bersifat eritematus. Faktor predisposisi yang mengakibatkannya dalah pengobatan dengan antibiotic, pengobatan dengan streroid serta infeksi HIV. Beda dengan bentuk-bentuk kandidiasi oral lain, kandidiasis eritamtus akut seringkali menimbulkan rasa sakit.Penatalaksanaan. Terapi polyene secara topical harus diberikan selama 4 minggu. Terapi antibiotic harus dihindari. Penderita dengan terapi steroid secara inhalasi harus dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan air setelah terapi inhalasi untuk mengurangi jumlah steroid di dalam rongga mulut. (Lewis, 1998)3. Hiperplastik kronisInfeksi Candida kronis dapat menimbulkan perubahan hiperplastik dari epitel yang secar klinis berupa bercak-bercak putih.Penatalaksanaan. Terapi antijamur jangka panjang (sampai 3 bulan) harus diberikan dalam bentuk polyene secara topical. Akhir-akhir ini telah ditemukan bahan antijamur sistemik yang dapat menghasilkan kesembuhan klinis dalam 2-3 minggu. Setiap defisiensi zat besi serta penyakit yang mendasarinya harus disembuhkan. (Lewis, 1998)4. Atrofik kronisIni merupakan jenis kandidiasis yang paling sering dijumpai dan menyerang seperempat sampai dua pertiga penderita yang memakai gigi palsu.Penatalaksanaan. Pengobatan dilakukan dengan bahn polyene antijamur secar topical, diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Pada kasus ini kebersihan geligi tiruan merupakan hal yang penting. Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk merendam gigi palsunya dalam larutan hipoklorit semalaman untuk menghindari setiap kemungkinan pertumbuhan jamur. (Lewis, 1998)BAB IIIKESIMPULAN

1. Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut Terapi simptomatik = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan tanpa menghilangkan etiologinya. Terapi kausatif = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab (etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi. Terapi paliatif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu penyakit dengan cara melindungi proses penyembuhan supaya tidak terganggu atau melindungi lingkungan yang menguntungkan untuk proses penyembuhan. Terapi supportif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secara normal.2. Efek Samping Terapi Radiasi Kepala dan Leher pada Rongga MulutMenurut lokasi yang terpapar radiasi : Efek pada mukosa dapat berupa mukositis radiasi dan ulserasi Efek pada kelenjar saliva berupa xerostomia, BMS, dan infeksi Efek pada gigi berupa karies radiasi Efek pada tulang berupa osteoradionekrosisMenurut keparahannya : Efek samping akut Efek samping kronis3. Terapi pada jaringan lunak rongga mulut Mukositis radiasi meliputi terapi simptomatis,paliatif,dan suportif Xerostomia meliputi terapi simptomatis, suportif, kausatif, dan preventive RAS meliputi terapi simptomatis, paliatif, dan suportif. Untuk terapi kuratifnya tidak dilakukan dikarenakan etiologinya multifaktorial Traumatic Ulcer meliputi terapi simptomatis, suportif, kausatif, dan paliatif Burning Mouth Sensation meliputi terapi simptomatis, suportif, paliatif, dan kausatif Kandidiasis lebih ditekankan pada terapi kausatif yaitu menghilangkan etiologi yaitu jamur

DAFTAR PUSTAKA

American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.Amerongan, A.V.N. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah. Arti Bagi Kesehatan Gigi. alih bahasa Prof.drg.Rafiah Abyono. Ed. Ke-1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2-6, 194-211, 246-250. Barasch A, Peterson DE. 2003. Risk factors for ul-cerative oral mucositis in cancer patients: un-answered questions. Oral Oncol;39(2):91100. Boy M, Kvanc B, Meral U. 2008. Burning mouth syndrome. Blackwell Scientific Publication.;18(3):188-196.Carroll J .THOR Photomedicine Ltd. Low Level Laser Therapy (LLLT) for oral mucosi-tis. http://www.thorlaser.com/downloads/Low-Level-Laser-Therapy-LLLT-for-oral-mucositis-thorlaser.com.pdf. Gayford, R. Haskell. 1991. PenyakitMulut (Clinical Oral Medicine) Edisi 2.Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis & Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.Hay RJ and Ashbee HR. 2010. Mycology.Dalam : Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffith SC, editors. Rooks Texbook of Dermatology, edisike 8. Oxford : Wiley-BlackwellJanik MP, Heffernan MP. 2008. Yeas to infection : Candidiasis and Tinea (Pityriasis) versicolor. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York :McGraw Hill.Lalla RV, Sonis ST, Peterson DE. 2008. Manage-ment of oral mucositis in patients with cancer. Dent Clin North Am.;52(1):61-viii. L Broadfield , J Hamilton. 2006. Best Practice Guidelines for the Management of Oral Complications from Cancer Therapy. Nova Scotia: Cancer Care Nova Scotia.Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. 2002. Dental Management Of The Medically Compromised Patient. Edisi Ke-6. Dalam Kejadian dan Tata Laksana Mukositis pada Pasien Keganasan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta (Sri Mulatsih, Sri Astuti, YulianiPurwantika, Julie Christine).St Louis: Mosby.Lewis,Michael A.O, 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa : Elly Wiriawan.Jakarta : Widya MedikaMaiorana C. 2003. Laser in the Treatment of Soft Tissue Lesions. J Oral Laser Appl.; 3(1): 7-14. Migliorati C, Massumoto C, de Paula Eduardo F, Muller KP, Carrieri T, Haypek P, et al. 2001. Low-energy laser therapy in oral mucositis. J Oral Laser Appl.;1(2):97-101. McCullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4.Million RR, Cassisi N.J. 1984. Management of head and neck cancer a multidiciplinary approach. Philadelphia: JB Lippincott Co. Nakazone A, Paula D. 2009. Burning mouth syndrome: a discussion about possible etiological factors and treatment modalities.Brazil : Faculty Odontologi University of AraraquaraNavazesh M, Kumar S. 2007. Xerostamia : Prevaleance, Diagnosis, and Management, Compendium of Conyinuing Education in Dentistry.New Dehli : Jaypee.;3:5- 16.Rhodus NL, Carlson CR, Miller CS. 2003. Burning mouth (syndrome) disorder. Medical Oral.; 34:587-93.Rose LF, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit dalam Kedokteran Gigi jilid 1 ed 2. Alih bahasa: Kusuma W. Jakarta : EGCScala A, Checchi L, Montevecchi M. 2003. Update on burning mouth syndrome:overview and patient management. Crit Rev Oral Biol Med. ;14:275-91.Schreiber GJ. Radiation therapy, general principles. 15 Mei 2003Silverman.S.Jr at al. 2001. Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton LondonSobel JD. 1993. Genital Candidiasis. Dalam: Bodey GP, editor. Candidiasis, Pathogenesis, Diagnosis and treatment, Edisi-2. New York : Raven Press.Richardson MD, Warnock DW. 2003. Fungal infection. Edisike 3. Oxford: Blackwell PublicationRippon JW. 1998. Medical Mycology, Edisi ke-3. Philadelphia: WB Saunders CoTarigan, Ravina, dkk. 2010. Low-Level Laser Therapy for Treatment of Oral Mucositis. DalamJournal of Dentistry Indonesia 2010, Vol. 17, No. 3.Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia. p 93-100

Vera-Llonch M, Oster G, Ford CM, Lu J, Sonis S. 2007. Oral mucositis and outcomes of al-logeneic hematopoietic stem-cell transplanta-tion in patients with hematologic malignan-cies. Support Care Cancer.;15(5):4916.