tbc anak dan neonatus
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
1/72
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau
organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru.
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang
dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis,pengobatan, pencegahan serta TB dengan keadaan khusus.1,2,3
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan laporan
WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian TB di dunia
setelah Cina dan India. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah
tersendiri karena selain mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung
atau dilahirkannya. Infeksi TB pada neonatus dapat terjadi melalui intrauterin,
selama persalinan, maupun pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif. Kejadian TB
kongenital sangat jarang. Di seluruh dunia kasus TB kongenital hanya tercatat 329
kasus. Gejala klinis TB pada neonatus sulit dibedakan dengan sepsis bakterial
umumnya, dan hampir semua kasus meninggal karena keterlambatan diagnosis.
Deteksi dini TB pada neonatus dan penanganan yang baik pada ibu dengan TB
aktif akan memperkecil kemungkinan terjadinya TB kongenital atau TB pada
neonatus di kemudian hari.3,4
Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,
dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama
TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di
Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar
140.000 orang per tahun.4,6
1
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
2/72
Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit
didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Karena sulitnya
mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti
overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment.
Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa
dengan sputum basil tahan asam positif sehingga penanggulangan TB ditekankan
pada pengobatan pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang
diperhatikan.2,4,9
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan TB pada neonatus dan anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TB pada neonatus
dan anak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
2
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
3/72
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga
disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau
organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Bila
kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningitis
TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal,
jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau
TB ekstrapulmoner.2,4
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita
oleh anak < 15 tahun. Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki
kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada
tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika
seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman
tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid
sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat
granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta
didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit
TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran
kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita
tuberkulosis.2,4,5
TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB).Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan
kuman TB atau basil ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan
menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil
Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang
lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB.
Seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi sakit TB.1,4,7
3
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
4/72
Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama bertahun-tahun
dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem
kekebalan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi
lebih besar. Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat
secara lengkap dan teratur.1,4,5
2.2 Epidemiologi
Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa
sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,
dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama
TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di
negara maju.3,4
Berdasarkan laporan WHO, angka kejadian kasus baru TB di dunia
mencapai lebih dari 8 juta per tahun. Indonesia menempati urutan ketiga dengan
angka kejadian 450.000 kasus baru per tahun dan angka kematian 175.000 kasus
per tahun. Selama tahun 1989-1990 dari 4.300 persalinan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, 150 orang Ibu didiagnosis TB paru dengan prevalens 3,48%.
Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain
mengenai Ibu, juga dapat mengenai bayi yang dikandung atau dilahirkannya.
Keterlambatan diagnosis TB pada neonatus sering terjadi karena keterlambatan
diagnosis TB pada Ibu. Oleh karena itu riwayat perjalanan penyakit Ibu hamil
sangat penting diketahui untuk mencegah keterlambatan diagnosis. Sebagian
besar TB pada kehamilan sering kali tanpa gejala yang khas, maka sekitar 30%Ibu terdiagnosis TB setelah bayi yang dilahirkan diketahui menderita TB
kongenital. Infeksi TB perinatal dapat terjadi secara kongenital (pranatal), pada
saat persalinan (natal) maupun transmisi pasca natal. Pada tipe kongenital,
transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis atau
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Pada tipe natal transmisi dari ibu selama
proses persalinan dan pasca natal oleh ibu atau orang dewasa lain secara infeksi
droplet. Untuk menegakkan diagnosis TB kongenital, bayi harus terbukti
4
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
5/72
diagnosis TB dan memenuhi salah satu dari kriteria Beitzke yang telah di revisi
yaitu (1) lesi pada minggu pertama kehidupan, (2) komplek primer hati atau
granuloma hati kaseosa, (3) infeksi TB pada plasenta atau pada infeksi traktus
genitalia, (4) kemungkinan transmisi pasca natal telah disingkirkan. Data
mengenai TB perinatal di Departemen IKA FKUI RSCM dilaporkan oleh.
Rahajoe N pada tahun 1996 melaporkan, 26 (16,4%) dari 171 kasus TB dengan
biakan positif adalah anak di bawah usia 1 tahun dengan usia termuda adalah 4
minggu. Hal ini menunjukkan bahwa sumber penularan yang paling mungkin
adalah Ibu.3
Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (1983-1993)
didapatkan 171 kasus TB anak usia < 15 tahun. Diperkirakan jumlah kasus TB
anak per tahun adalah 5-6 % dari total kasus TB. Di Negara berkembang, TB pada
anak berusia < 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara
maju angkanya lebih rendah yaitu 5-7%.2,4
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di
Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar
140.000 orang per tahun. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang
TB. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi
< 12 bulan didapatkan 16,5%.3,4
Gambar 1. Jumlah populasi TB berdasarkan usia.4,9
5
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
6/72
2.3. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB
maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi
faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko
penyakit).4,9
Risiko infeksi TBC
Faktor terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan
orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan,
lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain), yang
banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak terpenting
adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA
positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko
tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar
pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang
infeksius.4,9
Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih
tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infitrat luas
atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan ecer, batuk produktif
dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi
udara yang tidak baik. Pasien TB anak jarang menularankan kuman pada anak
lain atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang
ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang
dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman pada TB anak biasanyasedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang
sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer
yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah
paremkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga,
tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di
daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak.4,9
6
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
7/72
Risiko sakit TBC
Anak yang telah terinfeksi T B tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi
TB menjadi sakit TB. Faktor risiko yang pertama adalah usia. Anak berusia < 5
tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB
karena imunitas selularnya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi,
risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan
usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43 % akan menjadi sakit TB, pada anak usia
1-4 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15 %, dan pada
dewasa 5-10%. Anak berusia < 5 tahun memliki risiko lebih tinggi mengalami TB
diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB), dengan angka morbiditas dan
mortalitas tinggi. Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi
sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan
pertama. Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit
TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut.4,9
Faktor risiko berikutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya
konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
Faktor risiko lainnya adalah malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya
pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi),
diabetes militus, dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada
epidemiologi TB adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya
dana untuk pelayanan masyarakat. Di negara maju, migrasi penduduk termasuk
menjadi faktor risiko, sedangkan di Indonesia hal ini belum menjadi masalah yang
berarti. Faktor lain yang mempunyai risiko terjadinya penyakit TB adalahvirulensi dariM. tuberculosis dan dosis infeksinya. Akan tetapi, secara klinis hal
ini sulit untuk dibuktikan.4,9
Seperti telah disebutkan sebelumnya, keadaan imunokompromais
merupakan salah satu faktor risiko penyakit TB. Pada infeksi HIV, terjadi
kerusakan sistem imun sehingga kuman TB yang dorman mengalami aktivasi.
Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara
bermakna di beberapa negara. Di perkirakan risiko terjadinya sakit TB pada
7
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
8/72
pasien HIV dengan tuberkulin positif adalah 7-10% per tahun, dibandingkan
dengan pasien non-HIV yang risiko terjadinya sakit adalah 5-10% selama
hidupnya. Pada tahun 1990, 4,6% kematian akibat TB disebabkan oleh HIV dan
dipekirakan akan meningkat menjadi lebih dari 14% pada tahun 2000. Angka
kejadian TB yang telah menurun pada awal abad ke-20 kembali meningkat pada
akhir tahun 1980. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya epidemi
HIV dan resistensi multiobat (Multi Drug Resistance = MDR), bahkan sekarang
sudah terjadi resistensi obat yang ekstrim (Extreme Drug Resistance = XDR).
Secara ringkas risiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat dilihat pada
Tabel 1.4,9
Tabel 1. Risiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi tuberkulosis.4,9
Umur saat infeksi Risiko sakit
Primer (tahun) Tidak Sakit TB ParuTB Diseminata
(milier, meningitis)
< 1
1 2
2 5
5 10
> 10
50 %
75 80 %
95 %
98 %
80 90 %
30 40 %
10 20 %
5 %
2 %
10 20 %
10 20 %
2 5 %
0.5 %
< 0.5 %
< 0.5 %
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB
maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi
faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor
risiko terjadinya infeksi TB antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa
dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan
yang tidak sehat dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti
perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Anak yang
terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit. Berikut ini adalah faktor-faktor
yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor
risikonya adalah usia, infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji
tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, malnutrisi,
keadaan imunokompromais, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik.4,9
2.4. Etiologi
8
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
9/72
Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang
merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 jenis spesies dari
Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis,
M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari kelima jenis ini M.
Tuberculosis merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada
manusia. Ada 3 varian M. Tuberculosis yaitu varian humanus, bovinum dan
avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia M. Tuberculosis
varian humanus.5,8
M. Tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta
memiliki ukuran panjang 1-10 mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6 mikrometer. M.
Tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-410C dan merupakan bakteri aerob
obligat yang berkembang biak secara optimal pada jaringan yang mengandung
banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya akan lipid menjadikan
basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan komplemen. Sebagian
besar dari dinding selnya terdiri atas atas lipid (80%), peptidoglikan, dan
arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam sehingga disebut
BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh karena
ketahanannya terhadap asam, M. Tuberculosis dapat membentuk kompleks yang
stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan
golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini
dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam
keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali.1,5
Gambar 2.Mycobacterium Tuberculosis.5
9
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
10/72
M. Tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning
telur dan glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara
lambat, dengan waktu generasi 12- 24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari
media sintetik yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji
sensitivitas terhadap obat membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara
itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1- 3 minggu dengan
menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji sensitivitas
terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari.5,10
2.5. Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (< 5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi
pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk
lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.1,4
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibatadalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.4,5,10
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
10
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
11/72
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian
kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera
dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI).4,10
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.4,5,10
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas).4,5,10
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme
ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalamiinflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa
kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler,
dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau
11
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
12/72
berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran
hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik.4,7,9
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti
otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut
tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang
di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat
mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. Pada anak, 5 tahun
pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama) biasanya sering terjadi
komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak,
yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman
di dalam fokus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang
terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.4,6
Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi
TB pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis
sistem skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi
dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis
ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
4,7
Pada infeksi intra uteri (pranatal/kongenital) terjadi penyebaran
Mycobacterium tuberculosis secara hematogen oleh Ibu TB primer yang sistemik.
Mycobacterium tuberculosis akan menempel dan membentuk tuberkel pada
plasenta karena adanya sawar plasenta. Bila tuberkel pecah, akan terjadi
penyebaran melalui vena umbilikalis mencapai hati yang mengakibatkan fokus
primer di hati serta melibatkan kelenjar getah bening periportal. M. tuberculosis
dalam hati dapat masuk ke dalam peredaran darah kemudian mencapai paru
12
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
13/72
membentuk fokus primer dalam bentuk dorman. Tuberkel pada plasenta yang
pecah tersebut dapat pula menginfeksi cairan amnion. Cairan amnion yang
terinfeksi M. tuberculosis terhisap oleh janin selama kehamilan sehingga kuman
dapat mencapai paru dan menyebabkan fokus primer di paru. Namun bila cairan
amnion tersebut tertelan, kuman akan mencapai usus yang menyebabkan fokus
primer di usus. Infeksi TB pada neonatus yang terjadi saat persalinan (natal),
dapat terjadi karena tertelan atau terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis oleh neonatus saat proses persalinan. Pada penularan
ini kuman yang teraspirasi dapat menyebabkan fokus primer di paru atau di usus.
Penularan infeksi TB pasca natal merupakan penularan TB pada neonatus yang
paling sering, yaitu melalui inhalasi udara (droplet infection) oleh Ibu atau orang
dewasa lain penderita TB aktif di sekitar neonatus. Kuman TB mencapai alveolus
paru terutama pada lobus tengah dan lobus bawah yang kaya akan oksigen
sehingga umumnya fokus primer akan terdapat di sini, walaupun semua lobus bisa
saja menjadi fokus primer.3
13
Gambar 3. Patogenesis tuberkulosis.4,9
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
14/72
*Catatan : 4,9
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult
hematogenicspread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3).
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadi penyebaran
hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik,
hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya
bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi
(infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen).
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
kalender terjadinya TB di berbagai organ.4
Gambar 4. Kalender perjalanan penyakit TB primer.4,9
14
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
15/72
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.4,9
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,
yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB
terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90 % kematian
karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.4,9
2.6. Diagnosis
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannyaM. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura,
atau biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan
oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya
pengambilan specimen (sputum). Penyebab pertama, yaitu jumlah kuman TB di
secret bronkus pasien anak lebih sedikit dari pada dewasa, karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim
paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat
pasien dewasa. Basil tahan asam baru dapat dilihat dengan mikroskop bila
jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml specimen.
4,9
Penyebab kedua, yaitu sulitnya melakukan pengambilan specimen/sputum.
Pada anak. Karena lokasi kelainannya di parenkim yang tidak berhubungan
langsung dengan bronkus, maka produksi sputum tidak ada/ minimal dan gejala
batuk juga jarang. Sputum yang representative untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis adalah sputum yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan
dengan volume 3 5 ml, dan ini sulit diperoleh pada anak. Walaupun batuknya
berdahak, pada anak biasanya dahak akan ditelan, sehingga diperlukan bilas
15
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
16/72
lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT), dan sebaiknya dilakukan
oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak nyaman bagi pasien.4,9
Beberapa alasan di atas menyebabkan diagnosis TB anak terutama
didasarkan pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak
spesifik. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, foto toraks, dan pemeriksaan
laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB, dewasa BTA positif, uji
tuberculin positif, gejala dan tanda sugestif TB, dan foto toraks yang mengarah
pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk menyatakan anak sakit TB.4,9
Ada beberapa jenis lesi TB dan bentuk klinis TB pada anak. Berbagai jenis
lesi TB paru dapat dilihat pada tabel 2, sedangkan berbagai bentuk klinis TB dapat
dilihat pada tabel 3.4,9
Tabel 2. Lesi tuberkulosis paru.4,9
Kelenjar limfe : hilus, paratrakeal, mediastinum.
Parenkim : focus, primer,pneumonia,atelektasis,tuberkuloma,
kavita.
Saluran napas : air trapping, penyakit endobronkial,trakeobronkitis,
stenosis bronkus, fistula bronkopleura, bronkiektasis,
fistula bronkoesfagus.
Pleura : efusi,fistula bronkopleura, empiema, pneumotoraks,
hemotoraks.
Pembuluh darah : milier, perdarahan paru.
16
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
17/72
Tabel 3. Bentuk klinis tuberkulosis pada anak.4,9
Infeksi TB
uji tuberculin positif tanpa kelainan.
klinis radiologis.
dan labaratorium.
Penyakit TB
Paru TB paru primer (pembesaran) kelenjar hilus dengan
atau tanpa kelainan parenkim)
TB paru progresif (pneumonia, TB endobronkial)
TB paru kronik (kavitas,fobrosis,tuberkuloma)
TB milier
Efusi pleura TB
Diluar paru Kelenjar limfe
Otak dan selaput otak
Tulang dan sendi
Saluran cerna termasuk hati, kantung empedu
Pankreas
Saluran kemih termasuk ginjal
Kulit
Mata
Telinga dan mastoidJantung
Membran serous (peritoneum, pericardium)
Kelenjar endokrin (adrenal)
Saluran napas bagian atas (tonsil, laring, kelenjar
endokrin)
17
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
18/72
18
Gambar 5. Skrofuloderma4 Gambar 6. Spondilitis (Gibbus)4
Gambar 8. Gonitis4Gambar 7. Konjungtivitis fliktenularis5
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
19/72
Manifestasi klinis
Patogenesis TB sangat kompleks, sehingga menifestasi klinis TB sangat
bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah
kuman TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung
pada jumlah dan virulensi kuman, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia,
dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Anak
kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampat pembesaran
kelenjar hilus pada foto toraks. Menifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu
menifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ / lokal.4,9
Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir namun
paling sering pada minggu kedua dan ketiga kehidupan. M. tuberculosis kurang
dapat berkembang pada lingkungan intra uterin dengan kadar oksigen yang
rendah. Dengan bertambahnya usia bayi setelah lahir, kadar oksigen pun
meningkat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang cepat. Gejala klinis TB
kongenital sulit dibedakan dengan sepsis bakterial pada umumnya.3,4
Oleh sebab itu sering terjadi keterlambatan diagnosis dan pada akhirnya
menyebabkan kematian. Gejala yang paling sering ditemukan adalah gangguan
distres pernapasan, hepatosplenomegali dan demam (Tabel 4). Gejala lain seperti
prematuritas, berat lahir rendah, toleransi minum yang buruk, letargi, kejang,
ikterus, limfadenopati, lesi kulit, dan cairan pada telinga juga dilaporkan. Pejham
dkk melaporkan 1 kasus TB kongenital dengan facial nerve palsy karena infeksi
pada sistem saraf pusat. Tuberkulosis yang didapat pasca natal memiliki gejala
yang sama dengan TB pada anak, seperti berat badan turun tanpa sebab, gagal
tumbuh, demam lama dan berulang, pembesaran kelenjar getah bening multipel,
batuk lama, atau diare persisten.
3,4
Penelitian mengenai manifestasi klinis TB yang diadakan di RSCM
Jakarta memberikan hasil, dari 115 pasien bagian anak di RSCM Jakarta yang
berusia 6 bulan 12 tahun dengan diagnosis TB yang telah dibuktikan dengan
pemeriksaan bakteriologik, didapatkan manifestasi klinis sebagai berikut :
Sebanyak 108 kasus mengalami demam berulang dan batuk, 1 pasien (usia 7
bulan) datang dengan keluhan diare kronik, 7 pasien mempunyai gejala asma, dan
7 pasien mempunyai gejala alergi seperti prurigo, rhinitis alergika, dan urtikaria,
19
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
20/72
sebanyak 15 pasien meninggal pada saat pengobatan, terdiri dari 8 kasus
meningitis, 3 kasus penyebaran bronkogenik dan malnutrisi, 2 kasus TB milier
dan malnutrisi, dan 2 kasus korpulmonal. Jumlah pasien laki-laki lebih banyak
daripada perempuan. Manifestasi keringat malam, dan penurunan berat badan.
Gambaran radiologis yang banyak ditemukan adalah infiltrate primer/kompleks
primer (49,9%) dan milier (16,5%) hepatomegali ditemukan pada 9,6% kasus,
anemia pada 33% kasus, peningkatan LED pada 56,5% kasus, dan limfositosis
pada 19,1% kasus. Manifestasi ekstrapulmonal yang ditemukan adalah meningitis
(15,6%), limfadenitis (30,3%). Konjungtivitas fliktenularis (10,4%), dan TB
tulang (1 kasus).( Rahajoe NN,dkk.1977) 3,4
Tabel 4. Gejala klinik pada 58 kasus tuberculosis kongenital 3
Gejala Klinik Jumlah %Distres pernapasan 44 76
Hepatomegali dan tanpa
splenomegali
38 65
Demam 33 57Limfadenopati 19 33
Toleransi minum buruk 18 31Letargi 16 30
Distensi Abdomen 15 26
Gagal tumbuh 9 15Cairan pada telinga 9 15
Ruam kulit 5 9Funduskopi abnormal 4 7
Ikterus 4 7Kejang 3 5
BAB berdarah 3 5Asites 3 5
Manifestasi sistemik
Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik
karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagian besar
anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama beberapa waktu.
Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah, manifestasi klinis TB
umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB diseminata yang dapat
berlangsung dengan cepat dan progresif, seringkali orang tua tidak dapat
menyebutkan secara pasti kapan berbagai gejala dan tanda klinis tersebut mulai
muncul. Tuberkulosis yang mengenai organ manapun dapat memberikan gejala
20
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
21/72
dan tanda klinis sistemik yang tidak khas, terkait dengan organ yang terkena.
Keluhan sistemik ini diduga berkaitan dengan peningkatan tumornecrosis factor-
(TNF-).4,9
Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam. Temuan
demam pada pasien TB berkisar antara 40 80% kasus. Demam biasanya tidak
tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi
sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan (BB) tidak naik
(turun, tetap, atau naik, tetapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh), dan malaise
(letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait dengan
penyakit penyerta.4,9
Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi
respiratorik yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB
paru dewasa, tetapi pada anak bukan merupakan gejala utama. Pada anak, gejala
batuk berulang lebih sering disebabkan oleh asma, sehingga jika menghadapi anak
dengan batuk kronik berulang telusuri dahulu kemungkinan asma. Fokus primer
TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim paru yang tidak
mempunyai reseptor batuk.4,9
Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila
limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk
secara kronik, selain itu, batuk berulang timbul karena anak dengan TB
mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi
respiratorik akut (IRA) berulang.4,9
Gejala batuk kronik berulang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
lain, misalnya rinosinusitis, refluks gastroesofageal, pertusis, rhinitis kronik, dan
lain-lain dapat dilihat pada tabel 5. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali padakeadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier, efusi pleura
dan pneumonia TB.4,9
Tabel 5. Penyebab batuk kronik berulang pada anak.4,9
Bayi Anak Kecil Anak
Refluks gastroesofagus Hiperreaktivitas saluran respiratori Asma
pascainfeksi virus
21
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
22/72
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
23/72
Fremitus sangat jarang sangat jarang jarang
Perkusi pekak sangat jarang sangat jarang jarang
Suara napas berkurang sering sangat jarang jarang
Manifestasi spesifik organ/ lokal
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya
kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit.4,9
Kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis sebagai manifestasi TB sering
dijumpai. Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau
posterior, tetapi juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan
supraklavikula. Secara klinis, karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya
multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat pada perabaan, mudah
digerakkan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain. Perlekatan ini
terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal
inflammation). Pembesaran kelenjar superfisialis ini dapat disebabkan oleh
penyakit lain, seperti dapat dilihat pada tabel 7.4,9
Tabel 7. Diagnosis banding pembesaran kelenjar limfe superfisialis.4,9
Infeksi Keganasan
Infeksi respiratorik berulang Primer
Demam tifoid Penyakit hodgkin
Tuberculosis Limfoma non-hodgkin
AIDS Kelainan histiostik
Mononukleosis
CMV Penyakit Autoimun
Rubella Reumatoid artritis
Varisela Lupus aritematosus
23
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
24/72
Rubeola Dermatomiositis
Histoplasmosis
Toksoplasmosis Reaksi Obat
dan lain-lain.
Lain lain
Gangguan Penyimpanan lemak Sarkoidosis
Penyakit Grauder Serumsickness
Penyakit Niemann - Pick
Susunan saraf pusat (SPP)
Tuberkulosis pada SPP yang tersering adalah meningitis TB. Penyakit ini
merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi.
Gejala klinis yang terjadi berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk,
muntah proyektil, dan kejang. Proses patologi meningitis TB biasanya terbatas di
basal otak, sehingga gejala neurologi lain berhubungan dengan gangguan saraf
cranial. Bentuk TB SSP yang lain adalah tuberkuloma, yang manifetasi klinisnya
lebih samar daripada miningtis TB sehingga biasanya terdeteksi secara tidak
sengaja. Bila telah terjadi lesi yang menyebabkan proses desak ruang, maka
manifestasi klinisnya sesuai dengan lokasi lesi.4,9
Sistem skeletal
Gejala yang umum ditemukan pada TB sistem skeletal adalah nyeri,
bengkak pada sendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejala
infeksi sistemik biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang dalam
masa pertumbuhan, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggiyang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB sistem skeletal yang sering
terjadi adalah spondilitis TB, koksitis TB, dan gonitis TB, Manifetasi klinis TB
sistem skeletal biasanya muncul secara perlahan dan samar sehingga sering
lambat terdiagnosis. Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma, yang berperan
sebagai pencetus. Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan
tulang yang sudah lanjut dan ireversibel. Gejalanya dapat berupa pembekakan
sendi, gibbus, pincang, lumpuh dan sulit membungkuk.4,9
24
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
25/72
Kulit
Mekanisme terjadinya manifestasi TB pada kulit melalui dua cara, yaitu
inokulasi langsung (Infeksi Primer) seperti tuberculous chancre dan akibat
limfadenitis TB yang pecah dijumpai adalah skrofuloderma (TB Pascaprimer).
Manifestasi TB pada kulit yang paling sering dijumpai adalah bentuk kedua, yaitu
dalam bentuk skrofuloderma.4,9
Skrofuloderma sering ditemukan di leher dan wajah, di tempat yang
mempunyai kelenjar getah bening (KGB), misalnya daerah parotis, submandibula,
supraklavikula, dan lateral leher.4,9
Rangkuman gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut :4,9
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di region kolli, multiple, tidak nyeri, dan
saling melekat).
2. Tuberkulosis otak dan saraf
Meningitis TB
Tuberkuloma otak
3. Tuberkulosis sistem skeletal
Tukang punggung (spondilitis) : gibbus
Tulang panggul (koksitis) : pincang
Tulang lutut (gonitis) : pincang dan / atau bengkak
Tulang kaki dan tangan
Spina ventosa (daktilitis)
4. Tuberkulosis kulit : skrofulderma
5. Tuberkulosis mata
Konjungtivitas fliktenularis (conjungtivitis phlyctenularis)
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll
25
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
26/72
Gambar 9. Skema diagnosis dan tatalaksana TB neonatus 3
26
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
27/72
Pemeriksaan penunjang
Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigenik yang kuat. Jika disuntikan secara intrakutan kepada seseorang yang
telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah
terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka terjadi reaksi berupa indurasi
dilokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi didaerah suntikan. Ukuran indurasi
dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.4,12
Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama
dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
terutama pada anak, dengan sensivitas dan spesifitas lebih dari 90%. Tuberkulin
yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU (tuberkulin unit)
buatan statens serum institute Denmark, dan PPD (Purified Protein Derivative)
dari Biofarma. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntik 0,1 ml
PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran
dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi
diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan
pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur
transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam millimeter, jika tidak timbul indurasi
dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.4,12
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm
dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagianbesar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh
imunisasiBacille Calmette Guerin (BCG) atau infeksiM.bovis yang dilemahkan,
sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif,
tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin
menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi
positif tuberkulin secara bertahap akan semakin berkurang dengan berjalan
waktu, dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.4,12
27
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
28/72
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,
tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi
15mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Jika
membaca hasil tuberkulin pada anak berusia lebih dari 5 tahun, faktor BCG dapat
diabaikan. Apabila diameter indurasi 04 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif.
Diameter 59 mm dinyatakan positif meragukan. Hal in dapat disebabkan oleh
kesalahan teknis (trauma dan lain-lain) keadaan anergi, atau reaksi silang dengan
M. atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberkulin dapat diulang
untuk menghindari efek booster tubekulin., ulangan dilakukan 2 minggu
kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2
cm.4,12
Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais),
maka cut off point hasil positif yang digunakan adalah 5 mm. Uji tuberkulin
sebaiknya tidak dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu setelah imunisasi morbili,
measles, rubella (MMR) dan varisela, karena dapat terjadi anergi (negatif palsu
karena terganggunya reaksi tuberkulin). Pada reaksi tuberkulin, uji tuberkulin
dapat terjadi reaksi lokal yang cukup bagi individu tertentu dengan derajat
sensifitas yang tinggi, berupa vesikel, bula, hingga ulkus di tempat suntikan juga
pernah dilaporkan terjadinya limfangitis, limfadenopati regional, konjungtivitas
fliktenularis, bahkan efusi pleura, yang dapat disertai demam, walaupun jarang
terjadi. Tuberkulosis pada anak tidak selalu bermanifetasi klinis secara jelas,
sehingga perlu dilakukan deteksi dini yaitu dengan uji tuberkulin. Pada anak yang
tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila
hasilnya negative dapat diulang setiap tahun.
4,12
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut : 4,12
1. Infeksi TB alamiah
a. Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
b. Infeksi TB dan sakit TB
c. TB yang telah sembuh
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
3. InfeksiMikrobakterium atipik
28
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
29/72
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut :
1. Tidak ada infeksi TB
2. Dalam masa inkubasi infeksi TB
3. Anergi
Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan,
sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun
sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi,
misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika,
penyakit morbili pertusis varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian
vaksinasi dengan vaksin virus hidup yang dimaksud dengan influenza adalah
infeksi oleh virus influenza, bukan batuk pilek panas biasa, yang umumnya
disebabkan oleh rhinovirus dan disebutselesma common cold. Satu hal yang perlu
dicermati saat pembacaan uji tuberkulin adalah kemungkinan uji tuberculin
positif/negative palsu. Uji tuberkulin positif palsu dapat juga ditemukan pada
keadaan penyuntikan salah dan interpretasi yang salah, disamping penyimpanan
tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun.4,12
Tabel 8. Sebab hasil positif palsu dan negative palsu iji tuberkulin.4,12
Positif Palsu
Penyuntikan salah
Interpretasi tidak betul
Reaksi silang dengan myocbacteriumatipik
Negatif palsu
Masa Inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Interpretasi tidak betulMenderita tuberkulosis luas dan berat
Disertai infeksi virus (campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
Imunoinkompetensi selular, termasuk pemakaian kortikosteroid
Demam, leukositosis, malnutrisi, sarkoidosis
Psoriasis, defisiensi pernisiosa, uremia
Jejunoileal by pass
Terkena sinar ultraviolet (matahari,solaria)
29
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
30/72
30
Gambar 10. Tes tuberkulin4,9
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
31/72
Tabel 9. Interpretasi Hasil Uji Tuberkulin.4,12
Indurasi 5 mm diklasifikasikan positif pada:
Orang yang memiliki riwayat kontak dekat dengan penderita TB aktif baru-
baru ini.
Orang dengan infeksi HIV atau faktor resiko infeksi HIV dengan status
HIV tidak jelas.
Orang dengan temuan radiograf dada fibrotik yang sesuai dengan TB
tahap penyembuhan.
Indurasi 10 mm diklasifikasikan positif pada semua orang yang tidak memenuhi
kriteria di atas tetapi termasuk dalam satu atau lebih kelompok berikut yang memiliki
resiko tinggi terinfeksi TB
Pengguna obat-obatan suntik dengan HIV seronegatif
Orang dengan kondisi medis lain yang diketahui dapat meningkatkan
resiko progresi TB laten menjadi TB aktif, termasuk diabetes melitus,
terapi kortikosteroid jangka panjang, terapi imunosupresif lain, gagal ginjal
kronik, kelainan darah, beberapa jenis keganasan, silikosis, penurunan
berat badan 10% di bawah berat badan ideal, gastrektomi, dan bypass
jejunoileal.
Penghuni atau karyawan pada tempat beresiko tinggi: penjara, panti
perawatan dan panti jompo, fasilitas kesehatan dan penampungan
tunawisma.
Orang asing yang baru tiba (dalam jangka waktu 5 tahun) dari negara
dengan prevalensi dan insidensi TB tinggi.
Sejumlah populasi dengan pendapatan rendah tanpa jaminan kesehatan,
termasuk imigran pekerja pertanian dan tunawisma.
Ras atau etnis minoritas yang beresiko tinggi
Anak-anak < 4 tahun atau bayi, anak, dan remaja yang terpapar orang
dewasa yang termasuk kelompok resiko tinggi
Indurasi 15 mm diklasifikasikan positif pada orang yang tidak memenuhi kriteria di
atas.
31
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
32/72
Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen
tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut
telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan
interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini
hingga saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.4,9
Radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : 4,5,7
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, kavitas.
Konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis.
Efusi pleura, tuberkuloma.
Serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB,
mycodot,Immuno Chromatographic Test(ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga
saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara
infeksi TB dan sakit TB.4,7
32
Gambar 11. Kalsifikasi parahiler
kanan (Ghon kompleks)4 Gambar 12. TB Millier4
Gambar 11. Kalsifikasi parahiler
kanan (Ghon kompleks)4Gambar 12. TB Millier4
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
33/72
Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan
kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan
mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga
harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 %
anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika
terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan
untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis
rutin.2,5,11
Patologi Anatomik
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel
datia langhans. 5,6.8 Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI
merekomendasiskan diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan
terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai dan dapat dilihat di tabel 10. 5,7.9
Pemeriksaan penunjang pada TB neonatus
Uji tuberkulin pada neonatus sering negatif karena penyakit berat atau
sistem imun neonatus yang masih imatur. Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)
dan biakan kuman dapat menunjukkan hasil positif dari bilasan lambung, cairan
telinga, serta biopsi hati, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Gambaran
foto toraks neonatus dengan TB sering menunjukkan kelainan, sebagian besar
terdapat gambaran milier namun dapat pula ditemukan infiltrat paru dan
pembesaran kelenjar getah bening hilus. Beberapa neonatus yang memiliki
gambaran foto yang normal yang kemudian menjadi abnormal bersamaan dengan
progresivitas penyakit. Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat
ditemukan pembesaran dan lesi fokal pada hati dan limpa, ekogenisitas yang
heterogen, pembesaran kelenjar getah bening multipel serta cairan debris
peritoneum. Gambaran histopatologi plasenta dapat ditemukan granuloma kaseosa
33
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
34/72
dengan BTA. Adanya tuberkel pada plasenta belum dapat memastikan bahwa bayi
menderita TB kongenital, karena tuberkel pada plasenta dapat utuh (tidak pecah).3
Tabel 10. Diagnosis TB paru pada anak.4,7,9
Catatan : 4,7,9
34
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga
(BTA negatif atau
tidak jelas)
BTA(+)
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif ( 10 mm atau
5 mm pada keadaan
imunosupresi)
Berat badan /
Status gizi
- BB/TB < 90%
atau
BB/U < 80%
Klinis gizi buruk
atau BB/TB 1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang / sendi
panggul, lutut,
falang
- Ada
pembengkakan
- -
Foto thorak Normal/kela
inan tidak
jelas
Gambaran
sugestif TB
- -
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
35/72
Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan atau tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan
infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam
skor karena diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,
maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7
hari) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik. Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah
skor 6, (skor maksimal 13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,
dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan
penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas,
pasien harus di rawat inap di RS.
2.7. Penatalaksanaan
35
Gambar 13. Bagan skrining tuberkulosis.2,14
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
36/72
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
37/72
Sebagian besar pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami
peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan
pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. Idealnya, perlu
pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang
menimbulkan hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin
dilakukan, kecuali bila ada gejala dan tanda klinis.4,11
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali
pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin
tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.
Distribusinya sama dengan isoniazid.Efek samping rifampisin lebih sering terjadi
dari isoniazid. Efek yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan
warna urin, ludah, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. Selain
itu, efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah),
dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya ditandai dengan
peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. Jika rifampisin
diberikan bersamaan isoniazid, terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas, dapat
diperkecil dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal
10mg/kgBB/hari. Rifampisin juga dapat menyebabkan trombositopenia, dan dapatmenyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif dan dapat berinteraksi dengan
beberapa obat, termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin, teofiin, kloramfenikol,
kortokosteroid dan sodium warfarin. Rifampisin umumnya tersedia dalam sedian
kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg, sehingga kurang sesuai digunakan untuk
anak-anak dengan berbagai kisaran BB. Suspensi dapat dibuat dengan
menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum
37
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
38/72
bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat menimbulkan
malabsorpsi.4,11
Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan
diabsorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral sesuai
dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum
puncak 45 g/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif
karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam., yang timbul
akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman
pada anak. Kira-kira 10 % orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami
efek samping berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia, tetapi pada
anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya
adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi
hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam bentuk
tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan diberikan bersamaan
makanan.4,11
Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada
mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. etambutol ditoleransi
dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
tau dua kali sehari , tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada
keadaan meningitis.4,11
Eksresi utama melalui ginjal dan saluran cerna. Interaksi obat dengan
etambutol tidak dikenal. Kemungkinan toksisitas utam adalah neuritis optok dan
38
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
39/72
buta warna merah-hijau sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak
yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya.4,11
Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB anak,
etambutol dianjurkan penggunaanya pada anak dengan dosis 15-25
mg/kgBB/hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan
kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat
digunakan.4,11
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraseluler. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan TB tetapi penggunaannya penting penting pada pengobatan fase
intensif meningitis TB dan MDR-TB.4,11
Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari, maksimal 1 gr/hari dan kadar puncak 40-50 g/ml dalam waktu 1-
2 jam.5 Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi
tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.streptomisin berdifusi baik
pada jaringan dan cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal. Penggunaan
utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap
isoniazid atau jika anak menderita TB berat.4,11
Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranialis VIII yang
mengganggu keseimbangan dan pendengaran dengan gejala berupa telinga
berdegung (tinismus) dan pusing. Toksisitas ginjal jarang terjadi. Streptomisin
dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosispada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin yaitu 30% bayi
akan menderita tuli berat.4,11
39
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
40/72
Tuberkulostatik
Obat yang digunakan untuk tuberculosis digolongkan atas dua kelompok
yaitu kelompok obat lini pertama dan kedua. Kelompok obat lini pertama, yaitu
isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid, memperlihatkan
efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Sebagian besar
pasien dapat disembuhkan oleh obat obat ini. Walaupun demikian, kadang
terpaksa digunakan obat lain yang kurang efektif karena pertimbangan resistensi
atau kontraindikasi pada pasien. Antituberkulosis lini kedua adalah antibiotika
golongan flurokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin,
etionamid, kanamisin, kapreomisin, dan paraaminosalisilat.11
Isoniazid
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH.
Hanya satu derivatnya yang diketahui menghambat pembelahan kuman
tuberculosis, yakni iproniazid, tetapi obat ini terlihat toksik untuk manusia.11
Efek Antibakteri
Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan
KHM (kadar hambat minimal) sekitar 0,025 0,05 g/mL. Pembelahan kuman
masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama sekali. Efek
bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif.
Mikroorganisme yang sedang istirahat mulai lagi dengan pembelahan biasa bila
kontaknya dengan obat dihentikan. Diantara mikobakteria atipik biasanya hanya
M. kansasii yang peka terhadap isoniazid, tetapi sensitifitasnya harus selalu diuji
secara in vitro karena kuman ini memerlukan kadar hambat yang lebih tinggi.Pada uji hewan, teryata aktivitas isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin.
Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.11
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis
yang diajukan, diantaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan
glikolisis. Ada pendapat bahwa efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam
40
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
41/72
mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.
Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat
panjang yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid
menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemah yang terekstraksi
oleh methanol dari mikobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap obat di
dalam selnya, dan ambilan ini merupakan proses aktif.11
Resistensi
Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya
resisitensi berhubungan dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman
tidak menyerap obat. Penggunaan INH juga dapat menyebabkan strain baru yang
resisiten. Perubahan sifat dan sensitif menjadi resistens biasanya terjadi dalam
beberapa minggu setelah pengobatan dimulai. Waktu yang diperlukan untuk
timbulnya resistensi berbeda pada kasus yang berlainan.11
Farmakokinetik
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral.
Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati,
isoniazid terutama mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme
ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar
obat dalam plasma dan masa paruhnya. Asetilator cepat di dapatkan pada orang
orang Eskimo dan Jepang, asetilator lambat terutama pada orang Skandinavia,
Yahudi, dan orang kaukasia Afrika utara. Asetilasi cepat merupakan fenotif yang
dominan heterozigot atau homozigot. Pada pasien yang tergolong asetilasi cepat,
kadar isoniazid dalam sirkulasi berkisar antara 30-50 % kadar pada pasien denganasetilasi lambat. Masa paruhnya pada keseluruhan populasi antara 1 sampai 4 jam.
Masa paruh rata rata pada asetilator cepat hampir 70 menit, sedangkan nilai 2-5
jam adalah khas untuk asetilator lambat. Masa paruh obat ini dapat memanjang
bila terjadi insufisiensi hati. Perlu ditekankan bahwa perbedaan kecepatan asetilasi
ini berpengaruh pada efektifitas dan toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan
setiap hari. Bila pasien tergolong asetilator cepat dan mendapat isoniazid
seminggu sekali maka penyembuhannya mungkin kurang baik.11
41
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
42/72
Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat
terdapat dengan kadar yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar
dalam cairan serebrospinal pada radang selaput otak kira kira sama dengan
kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah mencapai material kaseos. Kadar
obat ini pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan otot daripada dalam jaringan
yang terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama di jaringan yang terinfeksi
dalam jumlah yang lebih dari cukup sebagai bakteriostatik.11
Antara 75 95% isoniazid dieksresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan
hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Eksresi terutama dalam bentuk asetil
isoniazid yang merupakan metabolit proses asetilasi dan asam isonikotinat yang
merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil dieksresi dalam bentuk
isonikotinil glisin dan isonikotinil hidrazon, dan dalam jumlah yang sangat kecil
sekali Nmetil isoniazid.11
Efek samping
Reaksi hipersensitifitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit
berbentuk morbiliform, makulopapular, dan urtikaria. Reaksi hematologik dapat
terjadi seperti agranulositosis, eosinofilia, trombositopenia dan anemia. Vaskulitisyang berhubungan dengan antibodi antinuklear dapat terjadi selama pengobatan,
tetapi menghilang bila pemberian obat dihentikan. Gejala artritis juga dapat terjadi
seperti sakit pinggang, sakit sendi interfalang proksimal bilateral, atralgia pada
lutut, siku dan pergelangan tangan.11
Neuritis perifer paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 5
mg/kgBB/hari. Bila pasien tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%.
Bila diberikan dosis lebih tinggi, pada sekitar 10% sampai 20% pasien dapat
terjadi neuritis perifer. Profilaksis dengan pemberian piridoksin mencegah
terjadinya neuritis perifer dan juga berbagai gangguan sistem saraf yang mungkin
terjadi termasuk akibat pengobatan yang berjangka sampai 2 tahun. Perubahan
neuropatologik yang berhubungan dengan efek samping antara lain
menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson
terminal. Biasanya juga terjadi perubahan pada ganglia di daerah lumbal dan
sakrum. Pemberian piridoksin sangat bermanfaat untuk mencegak perubahan
42
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
43/72
tersebut. Pada pemberian isoniazid, ekskresi piridoksin meningkat dan konsentrasi
dalam plasma menurun sehingga memberikan gambaran seperti difisiensi
piridoksin. Neuropati lebih sering terjadi pada pasien asetilator lambat, pasien
dengan diabetes melitus, nutrisi buruk dan anemia. Isoniazid dapat mencetuskan
terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat kejang. Neuritis optik dengan atropi
juga dapat terjadi. Gamabaran lain neurotoksisitas ialah kedut otot, vertigo,
ataksia, parestesia, stupor dan ensefalopati toksik yang dapat berakhir fatal.
Kelainan mental juga dapat terjadi selama menggunakan obat ini diantaranya
euforia, kurangnya daya ingat sementara, hilangnya pengendalian diri dan
psikosis. Sedasi yang berlebihan atau inkoordinasi dapat muncul bila isoniazid
diberikan bersama fenitoin karena isoniazid mengahambat parahidroksilasi
antikonvulsan tersebut.11
Efek samping ini terutama terjadi pada pasien asetilator lambat, sehingga
perlu dilakukan monitor kadar fenitoin dalam darah dan kemudian dilakukan
penyesuaian dosis bila diperlukan. Dosis INH tidak boleh diubah. Isoniazid dapat
menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis
multilobilar. Penggunaan obat ini pada pasien yang menunjukan adanya kelainan
fungsi hati akan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati. Mekanisme
toksisitas isoniazid tidak diketahui, walaupun diketahui bahwa asetilhidrazin suatu
metabolit isoniazid, dapat menyebaban kerusakan hati. Umur merupakan faktor
yang sangat penting untuk memperhitungkan resiko efek toksik isoniazid pada
hati. Kerusakan hati jarang terjadi pada pasien yang berumur di bawah 35 tahun.
Makin tinggi umur seseorang makin sering ditemui kelainan ini. Kelainan yang
paling banyak ditemui ialah meningkatnya enzim transaminase. Pasien yang
mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai kemungkinan adanya gejalahepatitis, kalau perlu diperiksa aktivitas enzim serum glutamicoxalacetic
tranaminase (SGPT). Peningkatan aktivitas enzim transaminase di hati sampai 4
kali normal dapat terjadi pada 10 % sampai 20 % pasien, tetapi umumnya
asimtomatik. Dalam keadaan tersebut tidak diperlukan penghentian obat. Pada
penderita berisiko tinggi (peminum alkohol, penyakit hati dianjurkan monitor
aktivitas aspartat-aminotransferase serum setiap satu bulan, dan bila aktivitas
melebihi lima kali normal, maka pemberian INH diusulkan untuk dihentikan.
43
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
44/72
Hepatitis karena pemberian isoniazid terjadi antara 4-8 minggu setelah
pengobatan dimulai. Pemberian isoniazid pada pasien dengan riwayat penyakit
hati harus dilakukan hati hati.11
Efek samping lain yang dapat terjadi adalah mulut kering, rasa tertekan
pada ulu hati, methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin. Bila pasien
sebelumnya telah mempunyai predisposisi defisiensi piridoksin, pemberian INH
dapat menimbulkan anemia. Pengobatan dengan vitamin B6 dosis besar, akan
menyebabkan gambaran darah normal kembali.11
Dosis isoniazid yang berlebih misalnya karena usaha bunuh diri
menyebabkan koma, kejang kejang, asidosis metabolik dan hiperglikemia.
Piridoksin diguanakan sebagai antidotnya dengan dosis sesuai dengan besarnya
dosis INH yang ditelan.11
Status dalam pengobatan
Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk
mengobati semua tipe tuberkulosis. Efek samping dapat dicegah dengan
pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat pada pasien. Untuk tujuan
terapi, obat ini harus digunakan bersama obat lain, untuk tujuan pencegahan
diberikan tunggal.11
Sediaan dan posologi
Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300 dan 400 mg serta sirup
10 mg/mL. Dalam tablet kadang kadang telah ditambahkan vitamin B6.
Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa
5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk tuberkulosis berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti dosis demikian besar ini
lebih efektif. Anak di bawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga
dapat diberikan secara intermitten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari.11
44
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
45/72
RIFAMPISIN
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini
dihasilkan oleh steptomyces mediterranei. Obat ini merupakan ion zwitter, larut
dalam pelarut organik dan air yang pHnya asam. Derivat rifampisin lainnya ialah
rifabutin dan rifapentin.11
Aktivitas antibakeria
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman Gram-positif dan
Gram-negatif. Terhadap kuman Gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G,
tetapi sedikit lebih kuat dari eritromisin, linkomisin dan sefalotin. Terhadap
kuman Gram-negatif kerjanya lebih lemah dan tetrasiklin, kloramfenikol,
kanamisin, dan kolistin. Antibiotik ini sangat aktif terhadap N. meningitides kadar
hambat minimalnya berkisar antara 0,1 - 0,8 g/mL. Obat ini dapat mengahambat
pertumbuhan beberapa jenis virus.11
In vitro, rifampisin dalam kadar 0,9 - 0,2 g/mL dapat mengahambat
pertumbuhanM. tuberculosis. Di antara mikobakteria atipik,M. kansasi dihambat
pertumbuhannya dengan kadar 0,25-1 g/mL, sebagian besar turunan M.
serofuloceum dan M. intracellulare dihambat bila kadar melebihi 16 g/mL. M.
fortuitum sangat resisten terhadap obat ini. In vivo, rifampisin meningkatkan
aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap M. tuberculosis, tetapi tidak bersifat
aditif terhadap etambutol.11
Mekanisme kerja
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanyamenghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan
mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA. Inti RNApolymerase dari berbagai sel eukariotik tidak
mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat
menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang
lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman.11
45
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
46/72
Farmakokinetik
Pemberian rifampisin per oral mengahasilkan kadar pucak dalam plasma
setelah 2-4 jam, dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7
g/mL. Asam para-amin salisilat dapat memperlambat absorpsi rifampisin,
sehingga kadar terapi rifampisin dalam plasma tidak tercapai. Bila rifampisin
harus digunakan bersama asam para amino salisilat, maka pemberian kedua
sediaan harus berjarak waktu 8-12 jam.11
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat dieksresi melalui empedu
dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh
adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada
dalam empedu berbentuk diasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas
antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga
walaupun bioaviabilitas tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian berulang.
Masa paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan akan
memanjang bila ada kelainan fungsi hepar.11
Pada pemberian berulang masa paruh ini memendek sampai kira kira
40% dalam waktu 14 hari. Pada pasien asetilator lambat masa paruh memendek
bila rifampisin diberikan bersama isoniazid. Sekitar 75% rifampisin terikat pada
protein plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk cairan otak.
Luasnya distribusi ini tercermin dari warna merah pada urin, tinja, sputum,
airmata dan keringat pasien.11
Eksresi melalui urin mencapai 30%, setengahnya merupakan rifampisin
utuh sehingga pasien gangguan fungsi ginjal tidak memerlukan penyesuaian dosis.
Obat ini juga dieliminasi lewat ASI. Rifampisin didistribusi keseluruh tubuh.
Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairanotak. Luasnya distribusi rifampisin tercermin dengan warna merah jingga pada
urin, tinja, ludah, sputum, air mata dan keringat. Pasien harus diberi tahu akan hal
pewarnaan ini.11
46
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
47/72
Efek Samping
Rifampisin jarang menimbulkan efek samping yang tidak diingini. Dengan
dosis biasa, kurang dari 4% pasien tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang
paling sering adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian
berselang dengan dosis yang lebih besar sering terjadiflu like syndrome, nefritis
interstisial, nekrosis tubular akut dan trombositopenia. Yang menjadi masalah
adalah ikterus. Ada 16 kematian dari 500. 000 pasien yang diobati, yang
dihubungkan dengan reaksi ini. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi
hati normal. Pada pasien penyakit hati kronik, alkoholisme dan usia lanjut insiden
ikterus bertambah. Pemberian rifampisin intermitten (kurang 2 kali dalam
semingu) dihubungkan dengan timbulnya sindroma hepatorenal. SGOT dan
aktifitas fosfatase alkali yang meningkat akan menurun kembali bila pengobatan
dihentikan.11
Berbagai keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa lelah,
mengantuk, sakit kepala, pening, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit
pada tangan dan kaki dan melemahnya otot juga dapat terjadi.11
Reaksi hipersensitifitas dapat berupa demam, pruritus, urtikaria, berbagai
macam kelainan kulit, eosinofilia dan rasa sakit pada mulut dan lidah. Hemolisis,
hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi ginjal dan gagal ginjal akut juga
merupakan reaksi hipersensitifitas, tetapi jarang terjadi.11
Trombositopenia, leukopenia sementara, dan anemia dapat terjadi selama
terapi berlangsung. Efek teratogenik rifampisin tidak diketahui, tetapi lebih baik
menghindari penggunaan obat ini semasa kehamilan, karena obat ini dapat
menembus sawar uri.11
Interaksi obat
Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin
sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin merupakan pemacu
metabolisme obat yang cukup kuat, sehingga berbagai obat hipoglikemik oral,
kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila diberikan
bersama rifampisin. Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama
kontrasepsi oral. Rifampisin mungkin juga mengganggu metabolime vitamin D
47
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
48/72
sehingga dapat menimbulkan kelainan tulang dengan berupa osteomalasia.
Disulfiram dan probenesid dapat menghambat eksresi rifampisin melalui ginjal.
Rifampisin tampaknya meningkatkan hepatotoksisitas INH terutama pada
asetilator lambat.11
Status dalam pengobatan
Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan
tuberkulosis dan sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberkulosis
jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi insidensinya rendah dan
jarang sampai menghentikan terapi.11
Sediaan dan posologi
Rifampisin di Indonesia terhadap dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300
mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang
mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk
orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk
berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak anak dosisnya 10-20
mg/kgBB per hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.11
Etambutol
Aktifitas antibaketri
Hampir semua galurM. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap
etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan
pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resistensi terhadap isoniazid danstreptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme
sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang
bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. Efektifitas pada hewan coba sama
dengan isoniazid. In vivo, sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol
timbulnya pun lambat, tetapi resistensi ini timbul bila etambutol digunakan
tunggal.11
48
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
49/72
Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna.
Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian.
Dosis tunggal 15 mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5 g/mL
pada 2 4 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar etambutol dalam eritrosit
1-2 kali kadar dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai
depot etambutol yang kemudian melepaskan sedikit demi sedikit ke dalam
plasma.11
Dalam waktu 24 jam, 50% etambutol yang diberikan dieksresikan dalam
bentuk asal melalui urin, 10% sebagai metabolit, berupa derivat aldehid dan asam
karboksilat. Klirens ginjal untuk etambutol kira kira 8,6 mL/menit/kg
menandakan bahwa obat ini selain mengalami filtrasi glomerulus juga disekresi
melalui tubuli. Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, tetapi pada
meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.11
Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15
mg/kgBB menimbulkan efek toksik yang minimal. Pada dosis ini kurang dari 2%
pasien akan mengalami efek samping yaitu penurunan tajam penglihatan, ruam
kulit, dan demam. Efek samping lain ialah pruritas, nyeri sendi, gangguan saluran
cerna, malaise, sakit kepala, pening, binggung, disorientasi, dan mungkin juga
halusinasi. Rasa kaku dan kesemutan di jari sering terjadi. Reaksi anafilaksis dan
leukopenia jarang dijumpai.11
Efek samping yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya
bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya tajampenglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang
pandangan dan skotoma sentral dan lateral. Insidens efek samping ini makin
tinggi sesuai dengan peningatan dosis, tetapi bersifat mampu pulih. Intensitas
ganguan pun berhubungan dengan lamanya terapi. Dengan dosis 15 mg/kgBB
tidak diperlukan pemeriksaan optalmologi berkala, tetapi pasien harus diingatkan
untuk melaporkan setiap perubahan penglihatan selama penggunaan etambutol.
Bila ada keluhan penglihatan kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap.
49
-
7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS
50/72
Bila pasien sudah menderita kelainan mata sebelum menggunakan etambutol,
perlu dilakukan pemeriksaan cermat sebelum terapi etambutol dimulai.11
Status dalam pengobatan
Etambutol telah berhasil digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dan
menggantikan asam para amino salisilat karena tidak menimbulkan efek samping
yang berbahaya serta dapat diterima dalam terapi. Manfaatnya yang utama dalam
dalam panduan terapi tuberkulosis ialah mencegah timbulnya resistensi kuman
terhadap antituberkul