tbc anak dan neonatus

Upload: kusnofk

Post on 11-Feb-2018

289 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    1/72

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

    Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga

    disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau

    organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru.

    Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang

    dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis,pengobatan, pencegahan serta TB dengan keadaan khusus.1,2,3

    Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan laporan

    WHO, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian TB di dunia

    setelah Cina dan India. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah

    tersendiri karena selain mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung

    atau dilahirkannya. Infeksi TB pada neonatus dapat terjadi melalui intrauterin,

    selama persalinan, maupun pasca natal oleh ibu pengidap TB aktif. Kejadian TB

    kongenital sangat jarang. Di seluruh dunia kasus TB kongenital hanya tercatat 329

    kasus. Gejala klinis TB pada neonatus sulit dibedakan dengan sepsis bakterial

    umumnya, dan hampir semua kasus meninggal karena keterlambatan diagnosis.

    Deteksi dini TB pada neonatus dan penanganan yang baik pada ibu dengan TB

    aktif akan memperkecil kemungkinan terjadinya TB kongenital atau TB pada

    neonatus di kemudian hari.3,4

    Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa

    sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,

    dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama

    TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang

    tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab

    tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di

    negara maju. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di

    Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar

    140.000 orang per tahun.4,6

    1

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    2/72

    Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas.

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit

    didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Karena sulitnya

    mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti

    overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment.

    Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa

    dengan sputum basil tahan asam positif sehingga penanggulangan TB ditekankan

    pada pengobatan pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB anak kurang

    diperhatikan.2,4,9

    1.2 Batasan Masalah

    Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan

    penatalaksanaan TB pada neonatus dan anak.

    1.3 Tujuan Penulisan

    Mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan TB pada neonatus

    dan anak.

    1.4 Metode Penulisan

    Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

    merujuk dari berbagai literatur.

    2

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    3/72

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

    Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga

    disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau

    organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB paru. Bila

    kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningitis

    TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal,

    jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau

    TB ekstrapulmoner.2,4

    Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita

    oleh anak < 15 tahun. Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki

    kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada

    tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika

    seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman

    tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid

    sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat

    granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta

    didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit

    TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran

    kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita

    tuberkulosis.2,4,5

    TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB).Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan

    kuman TB atau basil ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan

    menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil

    Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang

    lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB.

    Seseorang yang tertular dengan kuman TB belum tentu menjadi sakit TB.1,4,7

    3

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    4/72

    Kuman TB dapat menjadi tidak aktif (dormant) selama bertahun-tahun

    dengan membentuk suatu dinding sel berupa lapisan lilin yang tebal. Bila sistem

    kekebalan tubuh seseorang menurun, kemungkinan menjadi sakit TB menjadi

    lebih besar. Seseorang yang sakit TB dapat disembuhkan dengan minum obat

    secara lengkap dan teratur.1,4,5

    2.2 Epidemiologi

    Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa

    sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,

    dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama

    TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang

    tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab

    tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di

    negara maju.3,4

    Berdasarkan laporan WHO, angka kejadian kasus baru TB di dunia

    mencapai lebih dari 8 juta per tahun. Indonesia menempati urutan ketiga dengan

    angka kejadian 450.000 kasus baru per tahun dan angka kematian 175.000 kasus

    per tahun. Selama tahun 1989-1990 dari 4.300 persalinan di Rumah Sakit Cipto

    Mangunkusumo, 150 orang Ibu didiagnosis TB paru dengan prevalens 3,48%.

    Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain

    mengenai Ibu, juga dapat mengenai bayi yang dikandung atau dilahirkannya.

    Keterlambatan diagnosis TB pada neonatus sering terjadi karena keterlambatan

    diagnosis TB pada Ibu. Oleh karena itu riwayat perjalanan penyakit Ibu hamil

    sangat penting diketahui untuk mencegah keterlambatan diagnosis. Sebagian

    besar TB pada kehamilan sering kali tanpa gejala yang khas, maka sekitar 30%Ibu terdiagnosis TB setelah bayi yang dilahirkan diketahui menderita TB

    kongenital. Infeksi TB perinatal dapat terjadi secara kongenital (pranatal), pada

    saat persalinan (natal) maupun transmisi pasca natal. Pada tipe kongenital,

    transmisi terjadi karena penyebaran hematogen melalui vena umbilikalis atau

    aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Pada tipe natal transmisi dari ibu selama

    proses persalinan dan pasca natal oleh ibu atau orang dewasa lain secara infeksi

    droplet. Untuk menegakkan diagnosis TB kongenital, bayi harus terbukti

    4

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    5/72

    diagnosis TB dan memenuhi salah satu dari kriteria Beitzke yang telah di revisi

    yaitu (1) lesi pada minggu pertama kehidupan, (2) komplek primer hati atau

    granuloma hati kaseosa, (3) infeksi TB pada plasenta atau pada infeksi traktus

    genitalia, (4) kemungkinan transmisi pasca natal telah disingkirkan. Data

    mengenai TB perinatal di Departemen IKA FKUI RSCM dilaporkan oleh.

    Rahajoe N pada tahun 1996 melaporkan, 26 (16,4%) dari 171 kasus TB dengan

    biakan positif adalah anak di bawah usia 1 tahun dengan usia termuda adalah 4

    minggu. Hal ini menunjukkan bahwa sumber penularan yang paling mungkin

    adalah Ibu.3

    Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (1983-1993)

    didapatkan 171 kasus TB anak usia < 15 tahun. Diperkirakan jumlah kasus TB

    anak per tahun adalah 5-6 % dari total kasus TB. Di Negara berkembang, TB pada

    anak berusia < 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara

    maju angkanya lebih rendah yaitu 5-7%.2,4

    Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di

    Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar

    140.000 orang per tahun. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat

    Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang

    TB. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi

    < 12 bulan didapatkan 16,5%.3,4

    Gambar 1. Jumlah populasi TB berdasarkan usia.4,9

    5

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    6/72

    2.3. Faktor risiko

    Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB

    maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi

    faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko

    penyakit).4,9

    Risiko infeksi TBC

    Faktor terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan

    orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan,

    lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat

    penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain), yang

    banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak terpenting

    adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA

    positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko

    tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar

    pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang

    infeksius.4,9

    Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih

    tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infitrat luas

    atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan ecer, batuk produktif

    dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi

    udara yang tidak baik. Pasien TB anak jarang menularankan kuman pada anak

    lain atau orang dewasa disekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang

    ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang

    dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman pada TB anak biasanyasedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang

    sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer

    yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah

    paremkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga,

    tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di

    daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak.4,9

    6

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    7/72

    Risiko sakit TBC

    Anak yang telah terinfeksi T B tidak selalu akan mengalami sakit TB.

    Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi

    TB menjadi sakit TB. Faktor risiko yang pertama adalah usia. Anak berusia < 5

    tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB

    karena imunitas selularnya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi,

    risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan

    usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43 % akan menjadi sakit TB, pada anak usia

    1-4 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15 %, dan pada

    dewasa 5-10%. Anak berusia < 5 tahun memliki risiko lebih tinggi mengalami TB

    diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB), dengan angka morbiditas dan

    mortalitas tinggi. Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi

    sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan

    pertama. Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit

    TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut.4,9

    Faktor risiko berikutnya adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya

    konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.

    Faktor risiko lainnya adalah malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya

    pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi),

    diabetes militus, dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada

    epidemiologi TB adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang

    kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya

    dana untuk pelayanan masyarakat. Di negara maju, migrasi penduduk termasuk

    menjadi faktor risiko, sedangkan di Indonesia hal ini belum menjadi masalah yang

    berarti. Faktor lain yang mempunyai risiko terjadinya penyakit TB adalahvirulensi dariM. tuberculosis dan dosis infeksinya. Akan tetapi, secara klinis hal

    ini sulit untuk dibuktikan.4,9

    Seperti telah disebutkan sebelumnya, keadaan imunokompromais

    merupakan salah satu faktor risiko penyakit TB. Pada infeksi HIV, terjadi

    kerusakan sistem imun sehingga kuman TB yang dorman mengalami aktivasi.

    Pandemi infeksi HIV dan AIDS menyebabkan peningkatan pelaporan TB secara

    bermakna di beberapa negara. Di perkirakan risiko terjadinya sakit TB pada

    7

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    8/72

    pasien HIV dengan tuberkulin positif adalah 7-10% per tahun, dibandingkan

    dengan pasien non-HIV yang risiko terjadinya sakit adalah 5-10% selama

    hidupnya. Pada tahun 1990, 4,6% kematian akibat TB disebabkan oleh HIV dan

    dipekirakan akan meningkat menjadi lebih dari 14% pada tahun 2000. Angka

    kejadian TB yang telah menurun pada awal abad ke-20 kembali meningkat pada

    akhir tahun 1980. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya epidemi

    HIV dan resistensi multiobat (Multi Drug Resistance = MDR), bahkan sekarang

    sudah terjadi resistensi obat yang ekstrim (Extreme Drug Resistance = XDR).

    Secara ringkas risiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat dilihat pada

    Tabel 1.4,9

    Tabel 1. Risiko sakit tuberkulosis pada anak yang terinfeksi tuberkulosis.4,9

    Umur saat infeksi Risiko sakit

    Primer (tahun) Tidak Sakit TB ParuTB Diseminata

    (milier, meningitis)

    < 1

    1 2

    2 5

    5 10

    > 10

    50 %

    75 80 %

    95 %

    98 %

    80 90 %

    30 40 %

    10 20 %

    5 %

    2 %

    10 20 %

    10 20 %

    2 5 %

    0.5 %

    < 0.5 %

    < 0.5 %

    Terdapat beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB

    maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi

    faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor

    risiko terjadinya infeksi TB antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa

    dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan

    yang tidak sehat dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti

    perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Anak yang

    terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit. Berikut ini adalah faktor-faktor

    yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor

    risikonya adalah usia, infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji

    tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, malnutrisi,

    keadaan imunokompromais, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik.4,9

    2.4. Etiologi

    8

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    9/72

    Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang

    merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 jenis spesies dari

    Mycobacterium yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. Tuberculosis,

    M. Bovis, M. Africanum, M. Microti dan M. Canetti. Dari kelima jenis ini M.

    Tuberculosis merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada

    manusia. Ada 3 varian M. Tuberculosis yaitu varian humanus, bovinum dan

    avium. Yang paling banyak ditemukan menginfeksi manusia M. Tuberculosis

    varian humanus.5,8

    M. Tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak

    berkapsul, nonmotil, pleomorfik, dan termasuk bakteri gram positif lemah, serta

    memiliki ukuran panjang 1-10 mikrometer dan lebarnya 0,2-0,6 mikrometer. M.

    Tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-410C dan merupakan bakteri aerob

    obligat yang berkembang biak secara optimal pada jaringan yang mengandung

    banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya akan lipid menjadikan

    basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan komplemen. Sebagian

    besar dari dinding selnya terdiri atas atas lipid (80%), peptidoglikan, dan

    arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam sehingga disebut

    BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh karena

    ketahanannya terhadap asam, M. Tuberculosis dapat membentuk kompleks yang

    stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan

    golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini

    dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam

    keadaan dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali.1,5

    Gambar 2.Mycobacterium Tuberculosis.5

    9

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    10/72

    M. Tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning

    telur dan glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara

    lambat, dengan waktu generasi 12- 24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari

    media sintetik yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji

    sensitivitas terhadap obat membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara

    itu, pertumbuhan bakteri ini dapat dideteksi dalam 1- 3 minggu dengan

    menggunakan medium cair yang selektif seperti BACTEC dan uji sensitivitas

    terhadap obat hanya membutuhkan waktu tambahan 3-5 hari.5,10

    2.5. Patogenesis

    Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena

    ukurannya yang sangat kecil (< 5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang

    terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat

    dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi

    pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang

    tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit

    kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman

    TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,

    dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk

    lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.1,4

    Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

    menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran

    limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi

    disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

    fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibatadalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di

    apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus

    primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.4,5,10

    Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

    kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi

    TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat

    terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah

    10

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    11/72

    terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang

    dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu

    uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada

    sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem

    imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian

    kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler

    telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera

    dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI).4,10

    Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru

    mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

    mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya

    tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

    menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan

    gejala sakit TB.4,5,10

    Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

    terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

    primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis

    fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair

    dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

    (kavitas).4,5,10

    Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal

    pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,

    sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan

    eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme

    ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis kelenjar yang mengalamiinflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding

    bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa

    kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan

    gangguan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental

    kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler,

    dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,

    kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau

    11

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    12/72

    berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran

    hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar

    ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB

    disebut sebagai penyakit sistemik.4,7,9

    Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

    penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara

    sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.

    Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di

    organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan

    kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti

    otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut

    tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang

    di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat

    mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. Pada anak, 5 tahun

    pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama) biasanya sering terjadi

    komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak,

    yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.

    Tuberkulosis paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman

    di dalam fokus yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang

    terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.4,6

    Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi

    TB pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis

    sistem skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi

    dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis

    ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

    4,7

    Pada infeksi intra uteri (pranatal/kongenital) terjadi penyebaran

    Mycobacterium tuberculosis secara hematogen oleh Ibu TB primer yang sistemik.

    Mycobacterium tuberculosis akan menempel dan membentuk tuberkel pada

    plasenta karena adanya sawar plasenta. Bila tuberkel pecah, akan terjadi

    penyebaran melalui vena umbilikalis mencapai hati yang mengakibatkan fokus

    primer di hati serta melibatkan kelenjar getah bening periportal. M. tuberculosis

    dalam hati dapat masuk ke dalam peredaran darah kemudian mencapai paru

    12

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    13/72

    membentuk fokus primer dalam bentuk dorman. Tuberkel pada plasenta yang

    pecah tersebut dapat pula menginfeksi cairan amnion. Cairan amnion yang

    terinfeksi M. tuberculosis terhisap oleh janin selama kehamilan sehingga kuman

    dapat mencapai paru dan menyebabkan fokus primer di paru. Namun bila cairan

    amnion tersebut tertelan, kuman akan mencapai usus yang menyebabkan fokus

    primer di usus. Infeksi TB pada neonatus yang terjadi saat persalinan (natal),

    dapat terjadi karena tertelan atau terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi

    Mycobacterium tuberculosis oleh neonatus saat proses persalinan. Pada penularan

    ini kuman yang teraspirasi dapat menyebabkan fokus primer di paru atau di usus.

    Penularan infeksi TB pasca natal merupakan penularan TB pada neonatus yang

    paling sering, yaitu melalui inhalasi udara (droplet infection) oleh Ibu atau orang

    dewasa lain penderita TB aktif di sekitar neonatus. Kuman TB mencapai alveolus

    paru terutama pada lobus tengah dan lobus bawah yang kaya akan oksigen

    sehingga umumnya fokus primer akan terdapat di sini, walaupun semua lobus bisa

    saja menjadi fokus primer.3

    13

    Gambar 3. Patogenesis tuberkulosis.4,9

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    14/72

    *Catatan : 4,9

    1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

    hematogenicspread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di

    berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi

    mengalami reaktivasi di kemudian hari.

    2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan

    limfadenitis regional (3).

    3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadi penyebaran

    hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik,

    hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.

    4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya

    bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi

    (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen).

    Perjalanan alamiah

    Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang

    konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu

    kalender terjadinya TB di berbagai organ.4

    Gambar 4. Kalender perjalanan penyakit TB primer.4,9

    14

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    15/72

    Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin

    biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada

    awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema

    nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.

    Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.4,9

    Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung

    dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB.

    Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.

    Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi

    pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,

    yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB

    terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90 % kematian

    karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.4,9

    2.6. Diagnosis

    Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannyaM. tuberculosis pada

    pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura,

    atau biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan

    oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya

    pengambilan specimen (sputum). Penyebab pertama, yaitu jumlah kuman TB di

    secret bronkus pasien anak lebih sedikit dari pada dewasa, karena lokasi

    kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim

    paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat

    pasien dewasa. Basil tahan asam baru dapat dilihat dengan mikroskop bila

    jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml specimen.

    4,9

    Penyebab kedua, yaitu sulitnya melakukan pengambilan specimen/sputum.

    Pada anak. Karena lokasi kelainannya di parenkim yang tidak berhubungan

    langsung dengan bronkus, maka produksi sputum tidak ada/ minimal dan gejala

    batuk juga jarang. Sputum yang representative untuk dilakukan pemeriksaan

    mikroskopis adalah sputum yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan

    dengan volume 3 5 ml, dan ini sulit diperoleh pada anak. Walaupun batuknya

    berdahak, pada anak biasanya dahak akan ditelan, sehingga diperlukan bilas

    15

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    16/72

    lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT), dan sebaiknya dilakukan

    oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak nyaman bagi pasien.4,9

    Beberapa alasan di atas menyebabkan diagnosis TB anak terutama

    didasarkan pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak

    spesifik. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan

    pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, foto toraks, dan pemeriksaan

    laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB, dewasa BTA positif, uji

    tuberculin positif, gejala dan tanda sugestif TB, dan foto toraks yang mengarah

    pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk menyatakan anak sakit TB.4,9

    Ada beberapa jenis lesi TB dan bentuk klinis TB pada anak. Berbagai jenis

    lesi TB paru dapat dilihat pada tabel 2, sedangkan berbagai bentuk klinis TB dapat

    dilihat pada tabel 3.4,9

    Tabel 2. Lesi tuberkulosis paru.4,9

    Kelenjar limfe : hilus, paratrakeal, mediastinum.

    Parenkim : focus, primer,pneumonia,atelektasis,tuberkuloma,

    kavita.

    Saluran napas : air trapping, penyakit endobronkial,trakeobronkitis,

    stenosis bronkus, fistula bronkopleura, bronkiektasis,

    fistula bronkoesfagus.

    Pleura : efusi,fistula bronkopleura, empiema, pneumotoraks,

    hemotoraks.

    Pembuluh darah : milier, perdarahan paru.

    16

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    17/72

    Tabel 3. Bentuk klinis tuberkulosis pada anak.4,9

    Infeksi TB

    uji tuberculin positif tanpa kelainan.

    klinis radiologis.

    dan labaratorium.

    Penyakit TB

    Paru TB paru primer (pembesaran) kelenjar hilus dengan

    atau tanpa kelainan parenkim)

    TB paru progresif (pneumonia, TB endobronkial)

    TB paru kronik (kavitas,fobrosis,tuberkuloma)

    TB milier

    Efusi pleura TB

    Diluar paru Kelenjar limfe

    Otak dan selaput otak

    Tulang dan sendi

    Saluran cerna termasuk hati, kantung empedu

    Pankreas

    Saluran kemih termasuk ginjal

    Kulit

    Mata

    Telinga dan mastoidJantung

    Membran serous (peritoneum, pericardium)

    Kelenjar endokrin (adrenal)

    Saluran napas bagian atas (tonsil, laring, kelenjar

    endokrin)

    17

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    18/72

    18

    Gambar 5. Skrofuloderma4 Gambar 6. Spondilitis (Gibbus)4

    Gambar 8. Gonitis4Gambar 7. Konjungtivitis fliktenularis5

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    19/72

    Manifestasi klinis

    Patogenesis TB sangat kompleks, sehingga menifestasi klinis TB sangat

    bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah

    kuman TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung

    pada jumlah dan virulensi kuman, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia,

    dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Anak

    kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampat pembesaran

    kelenjar hilus pada foto toraks. Menifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu

    menifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ / lokal.4,9

    Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir namun

    paling sering pada minggu kedua dan ketiga kehidupan. M. tuberculosis kurang

    dapat berkembang pada lingkungan intra uterin dengan kadar oksigen yang

    rendah. Dengan bertambahnya usia bayi setelah lahir, kadar oksigen pun

    meningkat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang cepat. Gejala klinis TB

    kongenital sulit dibedakan dengan sepsis bakterial pada umumnya.3,4

    Oleh sebab itu sering terjadi keterlambatan diagnosis dan pada akhirnya

    menyebabkan kematian. Gejala yang paling sering ditemukan adalah gangguan

    distres pernapasan, hepatosplenomegali dan demam (Tabel 4). Gejala lain seperti

    prematuritas, berat lahir rendah, toleransi minum yang buruk, letargi, kejang,

    ikterus, limfadenopati, lesi kulit, dan cairan pada telinga juga dilaporkan. Pejham

    dkk melaporkan 1 kasus TB kongenital dengan facial nerve palsy karena infeksi

    pada sistem saraf pusat. Tuberkulosis yang didapat pasca natal memiliki gejala

    yang sama dengan TB pada anak, seperti berat badan turun tanpa sebab, gagal

    tumbuh, demam lama dan berulang, pembesaran kelenjar getah bening multipel,

    batuk lama, atau diare persisten.

    3,4

    Penelitian mengenai manifestasi klinis TB yang diadakan di RSCM

    Jakarta memberikan hasil, dari 115 pasien bagian anak di RSCM Jakarta yang

    berusia 6 bulan 12 tahun dengan diagnosis TB yang telah dibuktikan dengan

    pemeriksaan bakteriologik, didapatkan manifestasi klinis sebagai berikut :

    Sebanyak 108 kasus mengalami demam berulang dan batuk, 1 pasien (usia 7

    bulan) datang dengan keluhan diare kronik, 7 pasien mempunyai gejala asma, dan

    7 pasien mempunyai gejala alergi seperti prurigo, rhinitis alergika, dan urtikaria,

    19

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    20/72

    sebanyak 15 pasien meninggal pada saat pengobatan, terdiri dari 8 kasus

    meningitis, 3 kasus penyebaran bronkogenik dan malnutrisi, 2 kasus TB milier

    dan malnutrisi, dan 2 kasus korpulmonal. Jumlah pasien laki-laki lebih banyak

    daripada perempuan. Manifestasi keringat malam, dan penurunan berat badan.

    Gambaran radiologis yang banyak ditemukan adalah infiltrate primer/kompleks

    primer (49,9%) dan milier (16,5%) hepatomegali ditemukan pada 9,6% kasus,

    anemia pada 33% kasus, peningkatan LED pada 56,5% kasus, dan limfositosis

    pada 19,1% kasus. Manifestasi ekstrapulmonal yang ditemukan adalah meningitis

    (15,6%), limfadenitis (30,3%). Konjungtivitas fliktenularis (10,4%), dan TB

    tulang (1 kasus).( Rahajoe NN,dkk.1977) 3,4

    Tabel 4. Gejala klinik pada 58 kasus tuberculosis kongenital 3

    Gejala Klinik Jumlah %Distres pernapasan 44 76

    Hepatomegali dan tanpa

    splenomegali

    38 65

    Demam 33 57Limfadenopati 19 33

    Toleransi minum buruk 18 31Letargi 16 30

    Distensi Abdomen 15 26

    Gagal tumbuh 9 15Cairan pada telinga 9 15

    Ruam kulit 5 9Funduskopi abnormal 4 7

    Ikterus 4 7Kejang 3 5

    BAB berdarah 3 5Asites 3 5

    Manifestasi sistemik

    Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik

    karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagian besar

    anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama beberapa waktu.

    Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah, manifestasi klinis TB

    umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB diseminata yang dapat

    berlangsung dengan cepat dan progresif, seringkali orang tua tidak dapat

    menyebutkan secara pasti kapan berbagai gejala dan tanda klinis tersebut mulai

    muncul. Tuberkulosis yang mengenai organ manapun dapat memberikan gejala

    20

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    21/72

    dan tanda klinis sistemik yang tidak khas, terkait dengan organ yang terkena.

    Keluhan sistemik ini diduga berkaitan dengan peningkatan tumornecrosis factor-

    (TNF-).4,9

    Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam. Temuan

    demam pada pasien TB berkisar antara 40 80% kasus. Demam biasanya tidak

    tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi

    sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan (BB) tidak naik

    (turun, tetap, atau naik, tetapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh), dan malaise

    (letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait dengan

    penyakit penyerta.4,9

    Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi

    respiratorik yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB

    paru dewasa, tetapi pada anak bukan merupakan gejala utama. Pada anak, gejala

    batuk berulang lebih sering disebabkan oleh asma, sehingga jika menghadapi anak

    dengan batuk kronik berulang telusuri dahulu kemungkinan asma. Fokus primer

    TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim paru yang tidak

    mempunyai reseptor batuk.4,9

    Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila

    limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk

    secara kronik, selain itu, batuk berulang timbul karena anak dengan TB

    mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi

    respiratorik akut (IRA) berulang.4,9

    Gejala batuk kronik berulang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit

    lain, misalnya rinosinusitis, refluks gastroesofageal, pertusis, rhinitis kronik, dan

    lain-lain dapat dilihat pada tabel 5. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali padakeadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier, efusi pleura

    dan pneumonia TB.4,9

    Tabel 5. Penyebab batuk kronik berulang pada anak.4,9

    Bayi Anak Kecil Anak

    Refluks gastroesofagus Hiperreaktivitas saluran respiratori Asma

    pascainfeksi virus

    21

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    22/72

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    23/72

    Fremitus sangat jarang sangat jarang jarang

    Perkusi pekak sangat jarang sangat jarang jarang

    Suara napas berkurang sering sangat jarang jarang

    Manifestasi spesifik organ/ lokal

    Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya

    kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit.4,9

    Kelenjar limfe

    Pembesaran kelenjar limfe superfisialis sebagai manifestasi TB sering

    dijumpai. Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau

    posterior, tetapi juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan

    supraklavikula. Secara klinis, karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya

    multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat pada perabaan, mudah

    digerakkan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain. Perlekatan ini

    terjadi akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal

    inflammation). Pembesaran kelenjar superfisialis ini dapat disebabkan oleh

    penyakit lain, seperti dapat dilihat pada tabel 7.4,9

    Tabel 7. Diagnosis banding pembesaran kelenjar limfe superfisialis.4,9

    Infeksi Keganasan

    Infeksi respiratorik berulang Primer

    Demam tifoid Penyakit hodgkin

    Tuberculosis Limfoma non-hodgkin

    AIDS Kelainan histiostik

    Mononukleosis

    CMV Penyakit Autoimun

    Rubella Reumatoid artritis

    Varisela Lupus aritematosus

    23

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    24/72

    Rubeola Dermatomiositis

    Histoplasmosis

    Toksoplasmosis Reaksi Obat

    dan lain-lain.

    Lain lain

    Gangguan Penyimpanan lemak Sarkoidosis

    Penyakit Grauder Serumsickness

    Penyakit Niemann - Pick

    Susunan saraf pusat (SPP)

    Tuberkulosis pada SPP yang tersering adalah meningitis TB. Penyakit ini

    merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi.

    Gejala klinis yang terjadi berupa nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk,

    muntah proyektil, dan kejang. Proses patologi meningitis TB biasanya terbatas di

    basal otak, sehingga gejala neurologi lain berhubungan dengan gangguan saraf

    cranial. Bentuk TB SSP yang lain adalah tuberkuloma, yang manifetasi klinisnya

    lebih samar daripada miningtis TB sehingga biasanya terdeteksi secara tidak

    sengaja. Bila telah terjadi lesi yang menyebabkan proses desak ruang, maka

    manifestasi klinisnya sesuai dengan lokasi lesi.4,9

    Sistem skeletal

    Gejala yang umum ditemukan pada TB sistem skeletal adalah nyeri,

    bengkak pada sendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejala

    infeksi sistemik biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang dalam

    masa pertumbuhan, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggiyang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB sistem skeletal yang sering

    terjadi adalah spondilitis TB, koksitis TB, dan gonitis TB, Manifetasi klinis TB

    sistem skeletal biasanya muncul secara perlahan dan samar sehingga sering

    lambat terdiagnosis. Manifestasi klinis dapat muncul pascatrauma, yang berperan

    sebagai pencetus. Tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut dengan kelainan

    tulang yang sudah lanjut dan ireversibel. Gejalanya dapat berupa pembekakan

    sendi, gibbus, pincang, lumpuh dan sulit membungkuk.4,9

    24

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    25/72

    Kulit

    Mekanisme terjadinya manifestasi TB pada kulit melalui dua cara, yaitu

    inokulasi langsung (Infeksi Primer) seperti tuberculous chancre dan akibat

    limfadenitis TB yang pecah dijumpai adalah skrofuloderma (TB Pascaprimer).

    Manifestasi TB pada kulit yang paling sering dijumpai adalah bentuk kedua, yaitu

    dalam bentuk skrofuloderma.4,9

    Skrofuloderma sering ditemukan di leher dan wajah, di tempat yang

    mempunyai kelenjar getah bening (KGB), misalnya daerah parotis, submandibula,

    supraklavikula, dan lateral leher.4,9

    Rangkuman gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut :4,9

    1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di region kolli, multiple, tidak nyeri, dan

    saling melekat).

    2. Tuberkulosis otak dan saraf

    Meningitis TB

    Tuberkuloma otak

    3. Tuberkulosis sistem skeletal

    Tukang punggung (spondilitis) : gibbus

    Tulang panggul (koksitis) : pincang

    Tulang lutut (gonitis) : pincang dan / atau bengkak

    Tulang kaki dan tangan

    Spina ventosa (daktilitis)

    4. Tuberkulosis kulit : skrofulderma

    5. Tuberkulosis mata

    Konjungtivitas fliktenularis (conjungtivitis phlyctenularis)

    6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal, dll

    25

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    26/72

    Gambar 9. Skema diagnosis dan tatalaksana TB neonatus 3

    26

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    27/72

    Pemeriksaan penunjang

    Uji tuberkulin

    Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat

    antigenik yang kuat. Jika disuntikan secara intrakutan kepada seseorang yang

    telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah

    terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka terjadi reaksi berupa indurasi

    dilokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan

    fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi didaerah suntikan. Ukuran indurasi

    dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan

    beratnya proses penyakit.4,12

    Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama

    dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi

    terutama pada anak, dengan sensivitas dan spesifitas lebih dari 90%. Tuberkulin

    yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU (tuberkulin unit)

    buatan statens serum institute Denmark, dan PPD (Purified Protein Derivative)

    dari Biofarma. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntik 0,1 ml

    PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan

    bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran

    dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi

    diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan

    pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur

    transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam millimeter, jika tidak timbul indurasi

    dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula.4,12

    Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm

    dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagianbesar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh

    imunisasiBacille Calmette Guerin (BCG) atau infeksiM.bovis yang dilemahkan,

    sehingga kemampuannya dalam menyebabkan reaksi tuberkulin menjadi positif,

    tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin

    menjadi positif, tidak sekuat infeksi alamiah. Pengaruh BCG terhadap reaksi

    positif tuberkulin secara bertahap akan semakin berkurang dengan berjalan

    waktu, dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.4,12

    27

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    28/72

    Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm

    dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah,

    tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi

    15mm, hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Jika

    membaca hasil tuberkulin pada anak berusia lebih dari 5 tahun, faktor BCG dapat

    diabaikan. Apabila diameter indurasi 04 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif.

    Diameter 59 mm dinyatakan positif meragukan. Hal in dapat disebabkan oleh

    kesalahan teknis (trauma dan lain-lain) keadaan anergi, atau reaksi silang dengan

    M. atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberkulin dapat diulang

    untuk menghindari efek booster tubekulin., ulangan dilakukan 2 minggu

    kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2

    cm.4,12

    Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais),

    maka cut off point hasil positif yang digunakan adalah 5 mm. Uji tuberkulin

    sebaiknya tidak dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu setelah imunisasi morbili,

    measles, rubella (MMR) dan varisela, karena dapat terjadi anergi (negatif palsu

    karena terganggunya reaksi tuberkulin). Pada reaksi tuberkulin, uji tuberkulin

    dapat terjadi reaksi lokal yang cukup bagi individu tertentu dengan derajat

    sensifitas yang tinggi, berupa vesikel, bula, hingga ulkus di tempat suntikan juga

    pernah dilaporkan terjadinya limfangitis, limfadenopati regional, konjungtivitas

    fliktenularis, bahkan efusi pleura, yang dapat disertai demam, walaupun jarang

    terjadi. Tuberkulosis pada anak tidak selalu bermanifetasi klinis secara jelas,

    sehingga perlu dilakukan deteksi dini yaitu dengan uji tuberkulin. Pada anak yang

    tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila

    hasilnya negative dapat diulang setiap tahun.

    4,12

    Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut : 4,12

    1. Infeksi TB alamiah

    a. Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)

    b. Infeksi TB dan sakit TB

    c. TB yang telah sembuh

    2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)

    3. InfeksiMikrobakterium atipik

    28

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    29/72

    Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut :

    1. Tidak ada infeksi TB

    2. Dalam masa inkubasi infeksi TB

    3. Anergi

    Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan,

    sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun

    sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi,

    misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika,

    penyakit morbili pertusis varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian

    vaksinasi dengan vaksin virus hidup yang dimaksud dengan influenza adalah

    infeksi oleh virus influenza, bukan batuk pilek panas biasa, yang umumnya

    disebabkan oleh rhinovirus dan disebutselesma common cold. Satu hal yang perlu

    dicermati saat pembacaan uji tuberkulin adalah kemungkinan uji tuberculin

    positif/negative palsu. Uji tuberkulin positif palsu dapat juga ditemukan pada

    keadaan penyuntikan salah dan interpretasi yang salah, disamping penyimpanan

    tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun.4,12

    Tabel 8. Sebab hasil positif palsu dan negative palsu iji tuberkulin.4,12

    Positif Palsu

    Penyuntikan salah

    Interpretasi tidak betul

    Reaksi silang dengan myocbacteriumatipik

    Negatif palsu

    Masa Inkubasi

    Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah

    Interpretasi tidak betulMenderita tuberkulosis luas dan berat

    Disertai infeksi virus (campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)

    Imunoinkompetensi selular, termasuk pemakaian kortikosteroid

    Demam, leukositosis, malnutrisi, sarkoidosis

    Psoriasis, defisiensi pernisiosa, uremia

    Jejunoileal by pass

    Terkena sinar ultraviolet (matahari,solaria)

    29

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    30/72

    30

    Gambar 10. Tes tuberkulin4,9

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    31/72

    Tabel 9. Interpretasi Hasil Uji Tuberkulin.4,12

    Indurasi 5 mm diklasifikasikan positif pada:

    Orang yang memiliki riwayat kontak dekat dengan penderita TB aktif baru-

    baru ini.

    Orang dengan infeksi HIV atau faktor resiko infeksi HIV dengan status

    HIV tidak jelas.

    Orang dengan temuan radiograf dada fibrotik yang sesuai dengan TB

    tahap penyembuhan.

    Indurasi 10 mm diklasifikasikan positif pada semua orang yang tidak memenuhi

    kriteria di atas tetapi termasuk dalam satu atau lebih kelompok berikut yang memiliki

    resiko tinggi terinfeksi TB

    Pengguna obat-obatan suntik dengan HIV seronegatif

    Orang dengan kondisi medis lain yang diketahui dapat meningkatkan

    resiko progresi TB laten menjadi TB aktif, termasuk diabetes melitus,

    terapi kortikosteroid jangka panjang, terapi imunosupresif lain, gagal ginjal

    kronik, kelainan darah, beberapa jenis keganasan, silikosis, penurunan

    berat badan 10% di bawah berat badan ideal, gastrektomi, dan bypass

    jejunoileal.

    Penghuni atau karyawan pada tempat beresiko tinggi: penjara, panti

    perawatan dan panti jompo, fasilitas kesehatan dan penampungan

    tunawisma.

    Orang asing yang baru tiba (dalam jangka waktu 5 tahun) dari negara

    dengan prevalensi dan insidensi TB tinggi.

    Sejumlah populasi dengan pendapatan rendah tanpa jaminan kesehatan,

    termasuk imigran pekerja pertanian dan tunawisma.

    Ras atau etnis minoritas yang beresiko tinggi

    Anak-anak < 4 tahun atau bayi, anak, dan remaja yang terpapar orang

    dewasa yang termasuk kelompok resiko tinggi

    Indurasi 15 mm diklasifikasikan positif pada orang yang tidak memenuhi kriteria di

    atas.

    31

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    32/72

    Uji interferon

    Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen

    tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut

    telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan

    interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini

    hingga saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.4,9

    Radiologi

    Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan

    radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain.

    Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : 4,5,7

    Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, kavitas.

    Konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis.

    Efusi pleura, tuberkuloma.

    Serologi

    Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB,

    mycodot,Immuno Chromatographic Test(ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga

    saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara

    infeksi TB dan sakit TB.4,7

    32

    Gambar 11. Kalsifikasi parahiler

    kanan (Ghon kompleks)4 Gambar 12. TB Millier4

    Gambar 11. Kalsifikasi parahiler

    kanan (Ghon kompleks)4Gambar 12. TB Millier4

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    33/72

    Mikrobiologi

    Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan

    mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan

    kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan

    mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga

    harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 %

    anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika

    terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan

    untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis

    rutin.2,5,11

    Patologi Anatomik

    Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang

    ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh

    limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area

    nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel

    datia langhans. 5,6.8 Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI

    merekomendasiskan diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan

    terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai dan dapat dilihat di tabel 10. 5,7.9

    Pemeriksaan penunjang pada TB neonatus

    Uji tuberkulin pada neonatus sering negatif karena penyakit berat atau

    sistem imun neonatus yang masih imatur. Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)

    dan biakan kuman dapat menunjukkan hasil positif dari bilasan lambung, cairan

    telinga, serta biopsi hati, kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Gambaran

    foto toraks neonatus dengan TB sering menunjukkan kelainan, sebagian besar

    terdapat gambaran milier namun dapat pula ditemukan infiltrat paru dan

    pembesaran kelenjar getah bening hilus. Beberapa neonatus yang memiliki

    gambaran foto yang normal yang kemudian menjadi abnormal bersamaan dengan

    progresivitas penyakit. Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat

    ditemukan pembesaran dan lesi fokal pada hati dan limpa, ekogenisitas yang

    heterogen, pembesaran kelenjar getah bening multipel serta cairan debris

    peritoneum. Gambaran histopatologi plasenta dapat ditemukan granuloma kaseosa

    33

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    34/72

    dengan BTA. Adanya tuberkel pada plasenta belum dapat memastikan bahwa bayi

    menderita TB kongenital, karena tuberkel pada plasenta dapat utuh (tidak pecah).3

    Tabel 10. Diagnosis TB paru pada anak.4,7,9

    Catatan : 4,7,9

    34

    Parameter 0 1 2 3

    Kontak TB Tidak jelas - Laporan keluarga

    (BTA negatif atau

    tidak jelas)

    BTA(+)

    Uji Tuberkulin Negatif - - Positif ( 10 mm atau

    5 mm pada keadaan

    imunosupresi)

    Berat badan /

    Status gizi

    - BB/TB < 90%

    atau

    BB/U < 80%

    Klinis gizi buruk

    atau BB/TB 1, tidak nyeri

    - -

    Pembengkakan

    tulang / sendi

    panggul, lutut,

    falang

    - Ada

    pembengkakan

    - -

    Foto thorak Normal/kela

    inan tidak

    jelas

    Gambaran

    sugestif TB

    - -

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    35/72

    Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.

    Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.

    Berat badan dinilai saat datang.

    Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.

    Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal

    dengan atau tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan

    infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam

    skor karena diperlakukan secara khusus.

    Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak,

    maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.

    Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7

    hari) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan

    merupakan alat diagnostik. Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah

    skor 6, (skor maksimal 13).

    Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks,

    dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan

    penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas,

    pasien harus di rawat inap di RS.

    2.7. Penatalaksanaan

    35

    Gambar 13. Bagan skrining tuberkulosis.2,14

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    36/72

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    37/72

    Sebagian besar pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami

    peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan

    pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. Idealnya, perlu

    pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang

    menimbulkan hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin

    dilakukan, kecuali bila ada gejala dan tanda klinis.4,11

    Rifampisin

    Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki

    semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat

    dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem

    gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum

    puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral

    dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali

    pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin

    tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.

    Distribusinya sama dengan isoniazid.Efek samping rifampisin lebih sering terjadi

    dari isoniazid. Efek yang kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan

    warna urin, ludah, sputum, dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. Selain

    itu, efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah),

    dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya ditandai dengan

    peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. Jika rifampisin

    diberikan bersamaan isoniazid, terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas, dapat

    diperkecil dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal

    10mg/kgBB/hari. Rifampisin juga dapat menyebabkan trombositopenia, dan dapatmenyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak efektif dan dapat berinteraksi dengan

    beberapa obat, termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin, teofiin, kloramfenikol,

    kortokosteroid dan sodium warfarin. Rifampisin umumnya tersedia dalam sedian

    kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg, sehingga kurang sesuai digunakan untuk

    anak-anak dengan berbagai kisaran BB. Suspensi dapat dibuat dengan

    menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum

    37

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    38/72

    bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat menimbulkan

    malabsorpsi.4,11

    Pirazinamid

    Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan

    dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan

    diabsorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral sesuai

    dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum

    puncak 45 g/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif

    karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam., yang timbul

    akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman

    pada anak. Kira-kira 10 % orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami

    efek samping berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia, tetapi pada

    anak manifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya

    adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi

    hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam bentuk

    tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan diberikan bersamaan

    makanan.4,11

    Etambutol

    Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada

    mata. Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid

    jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,

    berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap

    obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg/kgBB/hari, maksimal 1,25gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam.

    Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. etambutol ditoleransi

    dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu

    tau dua kali sehari , tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada

    keadaan meningitis.4,11

    Eksresi utama melalui ginjal dan saluran cerna. Interaksi obat dengan

    etambutol tidak dikenal. Kemungkinan toksisitas utam adalah neuritis optok dan

    38

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    39/72

    buta warna merah-hijau sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak

    yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya.4,11

    Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB anak,

    etambutol dianjurkan penggunaanya pada anak dengan dosis 15-25

    mg/kgBB/hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan

    kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat

    digunakan.4,11

    Streptomisin

    Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman

    ekstraseluler pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk

    membunuh kuman intraseluler. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam

    pengobatan TB tetapi penggunaannya penting penting pada pengobatan fase

    intensif meningitis TB dan MDR-TB.4,11

    Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40

    mg/kgBB/hari, maksimal 1 gr/hari dan kadar puncak 40-50 g/ml dalam waktu 1-

    2 jam.5 Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi

    tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.streptomisin berdifusi baik

    pada jaringan dan cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal. Penggunaan

    utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap

    isoniazid atau jika anak menderita TB berat.4,11

    Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranialis VIII yang

    mengganggu keseimbangan dan pendengaran dengan gejala berupa telinga

    berdegung (tinismus) dan pusing. Toksisitas ginjal jarang terjadi. Streptomisin

    dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosispada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin yaitu 30% bayi

    akan menderita tuli berat.4,11

    39

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    40/72

    Tuberkulostatik

    Obat yang digunakan untuk tuberculosis digolongkan atas dua kelompok

    yaitu kelompok obat lini pertama dan kedua. Kelompok obat lini pertama, yaitu

    isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid, memperlihatkan

    efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Sebagian besar

    pasien dapat disembuhkan oleh obat obat ini. Walaupun demikian, kadang

    terpaksa digunakan obat lain yang kurang efektif karena pertimbangan resistensi

    atau kontraindikasi pada pasien. Antituberkulosis lini kedua adalah antibiotika

    golongan flurokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin,

    etionamid, kanamisin, kapreomisin, dan paraaminosalisilat.11

    Isoniazid

    Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH.

    Hanya satu derivatnya yang diketahui menghambat pembelahan kuman

    tuberculosis, yakni iproniazid, tetapi obat ini terlihat toksik untuk manusia.11

    Efek Antibakteri

    Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan

    KHM (kadar hambat minimal) sekitar 0,025 0,05 g/mL. Pembelahan kuman

    masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama sekali. Efek

    bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif.

    Mikroorganisme yang sedang istirahat mulai lagi dengan pembelahan biasa bila

    kontaknya dengan obat dihentikan. Diantara mikobakteria atipik biasanya hanya

    M. kansasii yang peka terhadap isoniazid, tetapi sensitifitasnya harus selalu diuji

    secara in vitro karena kuman ini memerlukan kadar hambat yang lebih tinggi.Pada uji hewan, teryata aktivitas isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin.

    Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.11

    Mekanisme Kerja

    Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis

    yang diajukan, diantaranya efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan

    glikolisis. Ada pendapat bahwa efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam

    40

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    41/72

    mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.

    Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat

    panjang yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid

    menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemah yang terekstraksi

    oleh methanol dari mikobakterium. Hanya kuman peka yang menyerap obat di

    dalam selnya, dan ambilan ini merupakan proses aktif.11

    Resistensi

    Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya

    resisitensi berhubungan dengan kegagalan obat mencapai kuman atau kuman

    tidak menyerap obat. Penggunaan INH juga dapat menyebabkan strain baru yang

    resisiten. Perubahan sifat dan sensitif menjadi resistens biasanya terjadi dalam

    beberapa minggu setelah pengobatan dimulai. Waktu yang diperlukan untuk

    timbulnya resistensi berbeda pada kasus yang berlainan.11

    Farmakokinetik

    Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral.

    Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati,

    isoniazid terutama mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme

    ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar

    obat dalam plasma dan masa paruhnya. Asetilator cepat di dapatkan pada orang

    orang Eskimo dan Jepang, asetilator lambat terutama pada orang Skandinavia,

    Yahudi, dan orang kaukasia Afrika utara. Asetilasi cepat merupakan fenotif yang

    dominan heterozigot atau homozigot. Pada pasien yang tergolong asetilasi cepat,

    kadar isoniazid dalam sirkulasi berkisar antara 30-50 % kadar pada pasien denganasetilasi lambat. Masa paruhnya pada keseluruhan populasi antara 1 sampai 4 jam.

    Masa paruh rata rata pada asetilator cepat hampir 70 menit, sedangkan nilai 2-5

    jam adalah khas untuk asetilator lambat. Masa paruh obat ini dapat memanjang

    bila terjadi insufisiensi hati. Perlu ditekankan bahwa perbedaan kecepatan asetilasi

    ini berpengaruh pada efektifitas dan toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan

    setiap hari. Bila pasien tergolong asetilator cepat dan mendapat isoniazid

    seminggu sekali maka penyembuhannya mungkin kurang baik.11

    41

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    42/72

    Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Obat

    terdapat dengan kadar yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Kadar

    dalam cairan serebrospinal pada radang selaput otak kira kira sama dengan

    kadar dalam cairan plasma. Isoniazid mudah mencapai material kaseos. Kadar

    obat ini pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan otot daripada dalam jaringan

    yang terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama di jaringan yang terinfeksi

    dalam jumlah yang lebih dari cukup sebagai bakteriostatik.11

    Antara 75 95% isoniazid dieksresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan

    hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Eksresi terutama dalam bentuk asetil

    isoniazid yang merupakan metabolit proses asetilasi dan asam isonikotinat yang

    merupakan metabolit proses hidrolisis. Sejumlah kecil dieksresi dalam bentuk

    isonikotinil glisin dan isonikotinil hidrazon, dan dalam jumlah yang sangat kecil

    sekali Nmetil isoniazid.11

    Efek samping

    Reaksi hipersensitifitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit

    berbentuk morbiliform, makulopapular, dan urtikaria. Reaksi hematologik dapat

    terjadi seperti agranulositosis, eosinofilia, trombositopenia dan anemia. Vaskulitisyang berhubungan dengan antibodi antinuklear dapat terjadi selama pengobatan,

    tetapi menghilang bila pemberian obat dihentikan. Gejala artritis juga dapat terjadi

    seperti sakit pinggang, sakit sendi interfalang proksimal bilateral, atralgia pada

    lutut, siku dan pergelangan tangan.11

    Neuritis perifer paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 5

    mg/kgBB/hari. Bila pasien tidak diberi piridoksin frekuensinya mendekati 2%.

    Bila diberikan dosis lebih tinggi, pada sekitar 10% sampai 20% pasien dapat

    terjadi neuritis perifer. Profilaksis dengan pemberian piridoksin mencegah

    terjadinya neuritis perifer dan juga berbagai gangguan sistem saraf yang mungkin

    terjadi termasuk akibat pengobatan yang berjangka sampai 2 tahun. Perubahan

    neuropatologik yang berhubungan dengan efek samping antara lain

    menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson

    terminal. Biasanya juga terjadi perubahan pada ganglia di daerah lumbal dan

    sakrum. Pemberian piridoksin sangat bermanfaat untuk mencegak perubahan

    42

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    43/72

    tersebut. Pada pemberian isoniazid, ekskresi piridoksin meningkat dan konsentrasi

    dalam plasma menurun sehingga memberikan gambaran seperti difisiensi

    piridoksin. Neuropati lebih sering terjadi pada pasien asetilator lambat, pasien

    dengan diabetes melitus, nutrisi buruk dan anemia. Isoniazid dapat mencetuskan

    terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat kejang. Neuritis optik dengan atropi

    juga dapat terjadi. Gamabaran lain neurotoksisitas ialah kedut otot, vertigo,

    ataksia, parestesia, stupor dan ensefalopati toksik yang dapat berakhir fatal.

    Kelainan mental juga dapat terjadi selama menggunakan obat ini diantaranya

    euforia, kurangnya daya ingat sementara, hilangnya pengendalian diri dan

    psikosis. Sedasi yang berlebihan atau inkoordinasi dapat muncul bila isoniazid

    diberikan bersama fenitoin karena isoniazid mengahambat parahidroksilasi

    antikonvulsan tersebut.11

    Efek samping ini terutama terjadi pada pasien asetilator lambat, sehingga

    perlu dilakukan monitor kadar fenitoin dalam darah dan kemudian dilakukan

    penyesuaian dosis bila diperlukan. Dosis INH tidak boleh diubah. Isoniazid dapat

    menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis

    multilobilar. Penggunaan obat ini pada pasien yang menunjukan adanya kelainan

    fungsi hati akan menyebabkan bertambah parahnya kerusakan hati. Mekanisme

    toksisitas isoniazid tidak diketahui, walaupun diketahui bahwa asetilhidrazin suatu

    metabolit isoniazid, dapat menyebaban kerusakan hati. Umur merupakan faktor

    yang sangat penting untuk memperhitungkan resiko efek toksik isoniazid pada

    hati. Kerusakan hati jarang terjadi pada pasien yang berumur di bawah 35 tahun.

    Makin tinggi umur seseorang makin sering ditemui kelainan ini. Kelainan yang

    paling banyak ditemui ialah meningkatnya enzim transaminase. Pasien yang

    mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai kemungkinan adanya gejalahepatitis, kalau perlu diperiksa aktivitas enzim serum glutamicoxalacetic

    tranaminase (SGPT). Peningkatan aktivitas enzim transaminase di hati sampai 4

    kali normal dapat terjadi pada 10 % sampai 20 % pasien, tetapi umumnya

    asimtomatik. Dalam keadaan tersebut tidak diperlukan penghentian obat. Pada

    penderita berisiko tinggi (peminum alkohol, penyakit hati dianjurkan monitor

    aktivitas aspartat-aminotransferase serum setiap satu bulan, dan bila aktivitas

    melebihi lima kali normal, maka pemberian INH diusulkan untuk dihentikan.

    43

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    44/72

    Hepatitis karena pemberian isoniazid terjadi antara 4-8 minggu setelah

    pengobatan dimulai. Pemberian isoniazid pada pasien dengan riwayat penyakit

    hati harus dilakukan hati hati.11

    Efek samping lain yang dapat terjadi adalah mulut kering, rasa tertekan

    pada ulu hati, methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin. Bila pasien

    sebelumnya telah mempunyai predisposisi defisiensi piridoksin, pemberian INH

    dapat menimbulkan anemia. Pengobatan dengan vitamin B6 dosis besar, akan

    menyebabkan gambaran darah normal kembali.11

    Dosis isoniazid yang berlebih misalnya karena usaha bunuh diri

    menyebabkan koma, kejang kejang, asidosis metabolik dan hiperglikemia.

    Piridoksin diguanakan sebagai antidotnya dengan dosis sesuai dengan besarnya

    dosis INH yang ditelan.11

    Status dalam pengobatan

    Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk

    mengobati semua tipe tuberkulosis. Efek samping dapat dicegah dengan

    pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat pada pasien. Untuk tujuan

    terapi, obat ini harus digunakan bersama obat lain, untuk tujuan pencegahan

    diberikan tunggal.11

    Sediaan dan posologi

    Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300 dan 400 mg serta sirup

    10 mg/mL. Dalam tablet kadang kadang telah ditambahkan vitamin B6.

    Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa

    5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk tuberkulosis berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti dosis demikian besar ini

    lebih efektif. Anak di bawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga

    dapat diberikan secara intermitten 2 kali seminggu dengan dosis 15

    mg/kgBB/hari. Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari.11

    44

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    45/72

    RIFAMPISIN

    Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota

    kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini

    dihasilkan oleh steptomyces mediterranei. Obat ini merupakan ion zwitter, larut

    dalam pelarut organik dan air yang pHnya asam. Derivat rifampisin lainnya ialah

    rifabutin dan rifapentin.11

    Aktivitas antibakeria

    Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman Gram-positif dan

    Gram-negatif. Terhadap kuman Gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G,

    tetapi sedikit lebih kuat dari eritromisin, linkomisin dan sefalotin. Terhadap

    kuman Gram-negatif kerjanya lebih lemah dan tetrasiklin, kloramfenikol,

    kanamisin, dan kolistin. Antibiotik ini sangat aktif terhadap N. meningitides kadar

    hambat minimalnya berkisar antara 0,1 - 0,8 g/mL. Obat ini dapat mengahambat

    pertumbuhan beberapa jenis virus.11

    In vitro, rifampisin dalam kadar 0,9 - 0,2 g/mL dapat mengahambat

    pertumbuhanM. tuberculosis. Di antara mikobakteria atipik,M. kansasi dihambat

    pertumbuhannya dengan kadar 0,25-1 g/mL, sebagian besar turunan M.

    serofuloceum dan M. intracellulare dihambat bila kadar melebihi 16 g/mL. M.

    fortuitum sangat resisten terhadap obat ini. In vivo, rifampisin meningkatkan

    aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap M. tuberculosis, tetapi tidak bersifat

    aditif terhadap etambutol.11

    Mekanisme kerja

    Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanyamenghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan

    mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)

    rantai dalam sintesis RNA. Inti RNApolymerase dari berbagai sel eukariotik tidak

    mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat

    menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang

    lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman.11

    45

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    46/72

    Farmakokinetik

    Pemberian rifampisin per oral mengahasilkan kadar pucak dalam plasma

    setelah 2-4 jam, dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7

    g/mL. Asam para-amin salisilat dapat memperlambat absorpsi rifampisin,

    sehingga kadar terapi rifampisin dalam plasma tidak tercapai. Bila rifampisin

    harus digunakan bersama asam para amino salisilat, maka pemberian kedua

    sediaan harus berjarak waktu 8-12 jam.11

    Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat dieksresi melalui empedu

    dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh

    adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada

    dalam empedu berbentuk diasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas

    antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga

    walaupun bioaviabilitas tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian berulang.

    Masa paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan akan

    memanjang bila ada kelainan fungsi hepar.11

    Pada pemberian berulang masa paruh ini memendek sampai kira kira

    40% dalam waktu 14 hari. Pada pasien asetilator lambat masa paruh memendek

    bila rifampisin diberikan bersama isoniazid. Sekitar 75% rifampisin terikat pada

    protein plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk cairan otak.

    Luasnya distribusi ini tercermin dari warna merah pada urin, tinja, sputum,

    airmata dan keringat pasien.11

    Eksresi melalui urin mencapai 30%, setengahnya merupakan rifampisin

    utuh sehingga pasien gangguan fungsi ginjal tidak memerlukan penyesuaian dosis.

    Obat ini juga dieliminasi lewat ASI. Rifampisin didistribusi keseluruh tubuh.

    Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairanotak. Luasnya distribusi rifampisin tercermin dengan warna merah jingga pada

    urin, tinja, ludah, sputum, air mata dan keringat. Pasien harus diberi tahu akan hal

    pewarnaan ini.11

    46

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    47/72

    Efek Samping

    Rifampisin jarang menimbulkan efek samping yang tidak diingini. Dengan

    dosis biasa, kurang dari 4% pasien tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang

    paling sering adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian

    berselang dengan dosis yang lebih besar sering terjadiflu like syndrome, nefritis

    interstisial, nekrosis tubular akut dan trombositopenia. Yang menjadi masalah

    adalah ikterus. Ada 16 kematian dari 500. 000 pasien yang diobati, yang

    dihubungkan dengan reaksi ini. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi

    hati normal. Pada pasien penyakit hati kronik, alkoholisme dan usia lanjut insiden

    ikterus bertambah. Pemberian rifampisin intermitten (kurang 2 kali dalam

    semingu) dihubungkan dengan timbulnya sindroma hepatorenal. SGOT dan

    aktifitas fosfatase alkali yang meningkat akan menurun kembali bila pengobatan

    dihentikan.11

    Berbagai keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa lelah,

    mengantuk, sakit kepala, pening, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit

    pada tangan dan kaki dan melemahnya otot juga dapat terjadi.11

    Reaksi hipersensitifitas dapat berupa demam, pruritus, urtikaria, berbagai

    macam kelainan kulit, eosinofilia dan rasa sakit pada mulut dan lidah. Hemolisis,

    hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi ginjal dan gagal ginjal akut juga

    merupakan reaksi hipersensitifitas, tetapi jarang terjadi.11

    Trombositopenia, leukopenia sementara, dan anemia dapat terjadi selama

    terapi berlangsung. Efek teratogenik rifampisin tidak diketahui, tetapi lebih baik

    menghindari penggunaan obat ini semasa kehamilan, karena obat ini dapat

    menembus sawar uri.11

    Interaksi obat

    Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin

    sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin merupakan pemacu

    metabolisme obat yang cukup kuat, sehingga berbagai obat hipoglikemik oral,

    kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila diberikan

    bersama rifampisin. Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama

    kontrasepsi oral. Rifampisin mungkin juga mengganggu metabolime vitamin D

    47

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    48/72

    sehingga dapat menimbulkan kelainan tulang dengan berupa osteomalasia.

    Disulfiram dan probenesid dapat menghambat eksresi rifampisin melalui ginjal.

    Rifampisin tampaknya meningkatkan hepatotoksisitas INH terutama pada

    asetilator lambat.11

    Status dalam pengobatan

    Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan

    tuberkulosis dan sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberkulosis

    jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi insidensinya rendah dan

    jarang sampai menghentikan terapi.11

    Sediaan dan posologi

    Rifampisin di Indonesia terhadap dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300

    mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang

    mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali

    sebaiknya satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk

    orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk

    berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak anak dosisnya 10-20

    mg/kgBB per hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.11

    Etambutol

    Aktifitas antibaketri

    Hampir semua galurM. tuberculosis dan M. kansasii sensitif terhadap

    etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan

    pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resistensi terhadap isoniazid danstreptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme

    sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang

    bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. Efektifitas pada hewan coba sama

    dengan isoniazid. In vivo, sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol

    timbulnya pun lambat, tetapi resistensi ini timbul bila etambutol digunakan

    tunggal.11

    48

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    49/72

    Farmakokinetik

    Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap dari saluran cerna.

    Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian.

    Dosis tunggal 15 mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5 g/mL

    pada 2 4 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam. Kadar etambutol dalam eritrosit

    1-2 kali kadar dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit dapat berperan sebagai

    depot etambutol yang kemudian melepaskan sedikit demi sedikit ke dalam

    plasma.11

    Dalam waktu 24 jam, 50% etambutol yang diberikan dieksresikan dalam

    bentuk asal melalui urin, 10% sebagai metabolit, berupa derivat aldehid dan asam

    karboksilat. Klirens ginjal untuk etambutol kira kira 8,6 mL/menit/kg

    menandakan bahwa obat ini selain mengalami filtrasi glomerulus juga disekresi

    melalui tubuli. Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, tetapi pada

    meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.11

    Efek samping

    Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15

    mg/kgBB menimbulkan efek toksik yang minimal. Pada dosis ini kurang dari 2%

    pasien akan mengalami efek samping yaitu penurunan tajam penglihatan, ruam

    kulit, dan demam. Efek samping lain ialah pruritas, nyeri sendi, gangguan saluran

    cerna, malaise, sakit kepala, pening, binggung, disorientasi, dan mungkin juga

    halusinasi. Rasa kaku dan kesemutan di jari sering terjadi. Reaksi anafilaksis dan

    leukopenia jarang dijumpai.11

    Efek samping yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya

    bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya tajampenglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang

    pandangan dan skotoma sentral dan lateral. Insidens efek samping ini makin

    tinggi sesuai dengan peningatan dosis, tetapi bersifat mampu pulih. Intensitas

    ganguan pun berhubungan dengan lamanya terapi. Dengan dosis 15 mg/kgBB

    tidak diperlukan pemeriksaan optalmologi berkala, tetapi pasien harus diingatkan

    untuk melaporkan setiap perubahan penglihatan selama penggunaan etambutol.

    Bila ada keluhan penglihatan kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap.

    49

  • 7/23/2019 TBC ANAK DAN NEONATUS

    50/72

    Bila pasien sudah menderita kelainan mata sebelum menggunakan etambutol,

    perlu dilakukan pemeriksaan cermat sebelum terapi etambutol dimulai.11

    Status dalam pengobatan

    Etambutol telah berhasil digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dan

    menggantikan asam para amino salisilat karena tidak menimbulkan efek samping

    yang berbahaya serta dapat diterima dalam terapi. Manfaatnya yang utama dalam

    dalam panduan terapi tuberkulosis ialah mencegah timbulnya resistensi kuman

    terhadap antituberkul