bab i joasvd
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
1/37
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangDi Indonesia saat ini pelayanan kesehatan dan kesejahteraan telah
meningkat, untuk itu usia harapan hidup penduduk Indonesia pun
meningkat. Peristiwa ini juga turut meningkatkan jumlah penduduk lansia di
Indonesia. Rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (laki-laki dan
perempuan) naik dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6tahun pada periode 2020-2025 (Data Statistik Indonesia 2005). Berdasarkan
sensus Badan Statistik tahun 2005 jumlah lansia di Indonesia menembus
angka 17 juta jiwa, angka ini meningkat pada tahun 2010 menjadi 18,96 juta
jiwa. Di Indonesia khususnya Sumatera Selatan jumlah lansia (45 sampai
>70 tahun) mengalami peningkatan . Pada tahun 2005 berdasarkan data
yang diperoleh dari Data Statistik Indonesia tercatat ada 867.155 orang
lansia (Data Statistik Indonesia 2005). Sedangkan pada tahun 2011 jumlah
lansia mencapai 21,6% penduduk total setempat, diperkirakan jumlahnya
mencapai 1.603.450 jiwa (Depkes 2009).
Peningkatan jumlah lansia tentu saja berhubungan dengan timbulnya
penyakit-penyakit degeneratif, yang salah satunya adalah gangguan dalam
proses berpikir atau fungsi kongnitif seperti demensia.
MenurutAlzheimers Assosiation demensia adalah istilah umum untuk
menyatakan kemunduran kemampuan berpikir seseorang yang sukup untuk
menganggu aktifitas kesehariannya. Contohnya seperti kehilangan
kemampuan untuk mengingat.
Pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik
berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan
meningkat menjadi 64,6 juta orang. Sedangkan di Indonesia prevalensi
penyakit demensia berjumlah 606.100 pada tahun 2005 dan diperkirakan
akan naik menjadi 1.016.800 orang pada tahun 2020 dan terus meningkat
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
2/37
2
menjadi 3.042.000 pada 2050 (Access Econimics 2006) . Tentu hal ini
sangat membutuhkan perhatian khusus agar, angka kejadian demensia bisa
ditekan seminimal mungkin, sehingga kualitas hidup lansia di indoneisa pun
turut meningkat.
Ada berbagai macam cara untuk mendeteksi demensia dengan mudah
salah satunya adalah menggunakan pemeriksaan MONTREAL
COGNITIVE ASSESSMENT INDONESIA (MoCA-Ina). MoCA test
pertama kali ditemukan dan dibuat oleh Dr Ziad S. Nasreddine MD FRCP
(C) dari Filipina pada tahun 2005. Seiring berjalannya waktu tes ini pun
dikembangkan dalam berbagai bahasa oleh tim beliau untuk dapat
diterapkan di Negara lainnya. MoCA tes ini pun telah diuji oleh beliau
dalam penelitiannya tentang spesivisitas dan sensitivitasnya untuk
mendeteksi penyakit Mild Cognitive Impairment (MCI) dan Alzheimers
disease (AD). Hasilnya MoCA tes memiliki sensitivitas dan spesifisitas
sebesar 90 % pada penyakit MCI dan 100% pada AD, dan terbukti lebih
unggul daripada MMSE (Ziad S. Nasreddine 2005). Selain terbukti unggul,tes ini pun mampu disesuaikan dengan tingkat pendidikan dari peserta tes.
Tes MoCA yang sudah dimodifikasi menjadi bahasa Indonesia tentu sangat
cepat dan sederhana untuk dilakukan, hanya sekitar sepuluh hingga lima
belas menit waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes ini. Sehingga
akan sangat praktis saat digunakan pada pelayanan kesehatan primer dan
juga penelitian.
Menyikapi peningkatan populasi lansia Indonesia serta prevalensi
demensia khususnya pada lansia , maka perlu dilakukan deteksi dini
gangguan kognitif pada lansia yang berada di masyarakat umumnya dan di
panti werdha khususnya, guna untuk mencegah penderita mengalami
penurunan fungsi kognitif lebih lanjut, sehingga tidak menganggu aktifitas
kesehariannya serta kesejahteraan hidup mereka. Untuk itu kita dapat
melakukan penapisan atau deteksi dini pada tempat perkumpulan para lansia
seperti panti werdha di KM 7 Palembang.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
3/37
3
1.2Rumusan MasalahBagaimana gambaran MoCA-Ina (Montreal Cognitive Assesment
Indonesia) lansia yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7
Palembang?
1.3Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran fungsi kognitif lansia yang tinggal di Panti
Werdha Dharma Bakti Km7 PalembangmelaluiSkorMoCA-Ina (Montreal
Cognitive Assesment Indonesia)
1.3.2 Tujuan Khususa. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitifpada lansia
yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang
b. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitifpada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang
berdasarkan usia
c. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang
berdasarkan jenis kelamin
d. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang
berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
e. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang
berdasarkan riwayat hipertensi
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
4/37
4
1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan mengenai
gambaran MoCA-Ina pada lansia yang tinggal di Panti Werdha
Dharma Bakti Km7 Palembang.
1.4.2 Sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisishubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi
kognitif pada lansia yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7
Palembang.
1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagipengelola Panti Werdha Dharma Bakti Km 7 Palembang untuk
menerapkan upaya peningkatan fungsi kognitif sebagai bagian dari
aktivitas lansia sehari-hari guna mencegah dan menghambat
progesifitas gangguan fungsi kognitif oma dan opa penghuni panti.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
5/37
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia di beberapa Negara dapat diartikan secara kasar sebagai
manusia yang telah mencapai usia 60 atau 65. Namun proses penuaan itu
sendiri memiliki dinamika yang tidak mampu dikontrol oleh manusia.
Namun banyak di Negara berkembang kronologi waktu hanya berperan
sedikit atau tidak sama sekali dalam mengartikan usia tua. Selain kontruksisocial mengartikan usia tua lebih cenderung mengarah kepada peran
signifikan yang diambil seseorang dalam suatu komunitas. Namun
sebaliknya ada juga yang menganggap bahwa usia tua secara kronologi
waktu akan membuat seseorang tidak memungkinkan lagi untuk melakukan
kontribusinya secara aktif (Gorman 2000).
Hasil studi yang dipublikasi pada 1980 menyediakan dasra definisi
dari usia tua pada Negara berkembang (Glascoc 1980). Pada studi
antropologi internasional ini menghasilkan definisi yang jatuh pada tiga
kategori utama 1) kronologikal; 2) perubahan peran social (perubahan pola
kerja, anak beranjak dewasa, dan menopause); 3) perubahan kapabilitas
(status yang cacat, senilitas, perubahan karakteristik fisik). Hasil yang telah
dianalisis secara cultural menyatakan bahwa peran social lebih dominan
sebagai arti dari usia tua. Walaupun nyatanya kronologi waktu lebih sering
di jadikan definisi utama dari usia tua.
2.1.2 Pengelompokan lansia
Pengelompokan lansia menurut DepKes RI menjadi tiga kelompok
antara lain : pertama pra usia lanjut atau prasenilis (45-59 tahun) merupakan
kelompok orang yang baru saja memasuki usia lanjut, kedua, kelompok usia
lanjut ( 60 tahun), ketiga,usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun). Sedangkan
WHO, mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok berbeda yang meliputi
:Middle age(usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, Elderly,
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
6/37
6
antara 60-74 tahun, Old antara 75-90 tahun, Very old lebih dari 90
tahun.Undang- undang Depatemen sosial No.12/1992 tentang kesejahteraan
pun memiliki batasan usia lansia yang berbeda yaitu seorang yang telah
mecapai usia 60 tahun ke atas.
2.1.3 Proses Penuaan
menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses hilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap trauma termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
2.1.4 Proses Menua otak
Ada berbagai macam tori mengenai proses penuaan yang terjadi pada
tubuh manusia, masing- masing memiliki perbedaan dan rangkaian
prosesnya tersendiri (Boedhi 2003).
Teori genetic clock, menurut teori ini menua telah deprogram secara
genetic untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies memiliki didalam nuclei
(inti sel)nya suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi
tertentu. Maka seseorang akan mengalami kematian bila jam berhenti
berputar. Teori ini didukung dengan fakta bahwa tiap spesies memiliki
angka harapan hidup yang berbeda dan mecolok.
Teori Error Catastrophe ( mutasi somatic), teori ini membahas
tentang lingkungan spesies tersebut yang mempengaruhi proses penuaan.
Misalnya saja paparan radiasi dan zat-zat kimia yang bersifat karsinogenik
dan toksik dapat memperpendek umur. Inti dari teori ini menjelaskan tentat
efek zat-zat toksis dan radiasi yeng menyebabkan perubahan susunan dna ,
sehingga nantinya akan terjadi kesalahan dalam trasnkripsi dst hingga
nantinya akan menganggu proses replikasi sel-sel baru dan menuju pada
penuaan.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
7/37
7
Rusaknya Sistem Imun Tubuh, dalam teori ini mengembangkan
bahasan mengenai proses pertahan tubuh yang salah mengenali
(recognition) sasaran, hal ini disebabkan oleh terjadinya mutasi yang
berulang atau perubahan protein pascatranslasi. Hasilnya permukaan antigen
sel akan mengalami mutasi dan akan dikenali sebagai se lasing yang
nantinya dihancurkan oleh system pertahanan
tubuh manusia. Proses inilah yang kita kenal dengan istilah autoimun.
Ilmuwan juga mendapatkan bukti bahwa pertambahan usia biologis
diiringi dengan pertambahan prevalensi autoimun. Namun sebaliknya
pertambahan usia juga berpengaruh pada penurunan daya pertahanan tubuh
manusia, missal daya serang terhadap benda asing
Berikutnya adalah teori menua akibat metabolism, pada tahun 1935
ahli menyatakan bahawa proses penuaan dapat diperlambat dengan cara
meurunkan intake kalori pada tubuh, hal ini disebabkan oleh penundaan
proses pembelahan sel atau pertumbuhan sel yang dipicu oleh hormone-
hormon metabolism seperti insulin dan hormone pertumbuhan. Modifikasi
gaya hidup seperti banyak bergerak juga memiliki korelasi dengan
memperpanjang usia.
Dan yang terakhir adalah teori kerusakan akibat radikal bebas yang
berhubungan dengan paparan radikal bebas yg terbentuk di luar tubuh dan di
dalam tubuh. Radikal bebeas merupakan produk sampingan dalam proses
pernafasa aerob manusia, sehingg hal yang dapat kita lakukan hannya
mencegah untuk tidak meningkatkan jumlahnya (Boedhi 2003).
Akibat proses penuaan, mau tidak mau terjadi kemunduran
kemampuan otak. Diantara kemampuan yang menurun secara linier atau
seiring dengan proses penuaan adalah (Zainuddin 2000):
Daya ingat(memori) di deskripsikan sebagai sebuah kesadarah yang
awas dalam mengingat yang dilakukan dengan mengumpulkan kembali
sesuatu dari masa lalu. Sebagai contoh, kita mungkin mampu mengingat
saat pertama kali kita masuk sekolah atau pengetahuan umum lainnya. Hal
ini tentu menyadarkan kita bahwa mungkin manusia hanya mampu
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
8/37
8
memanipulasi sedikit dari kemampuan otak kita. Selain itu memori juga
sebuah kemampuan yang dapat dilatih dan di kembangkan, terbukti dengan
kemapuan kita untuk mempelajari cara bermain alat musik, menggunakan
bahasa dengan benar dan peraturan-peraturan gramatikal lainnya secara
sadar.
Bentuk kemunduran daya ingat berupa penurunan kemampuan
penamaan (naming)dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah
tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from
memory).Dalam hal ini adalah sangat penting untuk menjaga agar memori
itu tetap eksis dan karenanya perlu digunakan secara terus-menerus dan
jangan dibuat menganggur atau diistirahatkan. Untuk itu membaca,
mendengar berbagai berita, atau ceritera melalui berbagai media sangat
penting bagi lansia. Namun bagi lansia yang "mengistirahatkan diri," atau
dipaksa untuk istirahat tanpa kegiatan apapun, tidak mau membaca Koran,
maunya ongkang-ongkang kaki, enak-enak, apalagi sambil merenungi
nasibnya diyakini akan semakin mempercepat kemunduran fungsi ingatan
dan fungsi mentalnya. Hal semacam ini menjadi bahaya bagi lansia,karena
hal-hal lain pun mengalami kemunduran secara cepat. (Zainuddin 2000)
IntelegensiaDasar (Fluid intelligence)yang berarti penurunan
fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam
komunikasi non verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang,
kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi. Untuk mengendalikan
hal ini, maka sebaiknya orang walaupun dalam kondisi lansia, juga tetap
mempertahankan cara belajar. Hal itu bukan harus mengulang-ulang belajar
seperti anak sekolah, namun perlu melakukan latihan-latihan untuk
mengasah otak, seperti memecahkan masalah yang sederhana, tetap
menggerakkan anggota tubuh secara wajar, mengenal tulisan-tulisan, angka-
angka, simbol-simbol, dan sebagainya. (Zainuddin 2000)
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
9/37
9
2.2 Gangguan Fungsi Kognitif
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Fungsi Kognitif
2.2.2.1 Kognitif
Kognitif, berbagai pengertian tentang hal ini salah satunya menurut
Benson FD, Kognisi adalah proses saat informasi (internal dan eksternal) di
manipulasi di dalam otak. Kaplan dan Sadock (1975) berpendapat bahwa
kognisi adalam proses mental untuk mengetahui dan menjadi sadar. Namun
pengertian yang lebih sesuai dengan behavior neurology dan neuropsikologi
: kognisi adalah suatu proses disaar semua masukan sensoris (visual, taktil
dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan, dan selanjutnya akan
digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu
mampu melakukan proses recognitionterhadap inputtersebut.
Menurut Hecker (1998) kognisi memmiliki sembilan modalitas yang
etrdiri atas : 1. Memori 2. Praksis 3. Bahasa 4. Visuospasial 5. atensi dan
aonsentrasi 6. Kalkulasi 7. Mengambil keputusan 8. Reasoning 9 Berpikir
abstrak.
2.2.2.2 Anatomi dan fisiologi otak yang berhubungan dengan
kognitif
Fisiologi otak nerkaitan dengan fungsi kognitif sampai saat ini
masih belum jelas dan memberikan hasil yang masih controversial.
Luria (1970) telah melakukan penelitian terhadap prajurit yang
sebelumnya sehat dan menjadi cacat pada peperangan. Luria membagi
tiga tingkat fungsional otak.
1. Tingkat pertamaTingkat pertama adalah formasio retikularis di batang otak yang
bertanggung jawab terhadap perhatian dan kewaspaadan. Formasio
retikularis mempunyai semua hubungan dengan semua bagian korteks.
Semua informasi sensorik yang masuk baik visual, taktil dan auditorik
akan masuk melalui formation retikularis di batang otak dan akan
mengaktifkan seluruh korteks otak sehingga korteks yang
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
10/37
10
ebrsangkutan akan mempersiapkan diri untuk melakukan analisa
informasi yang spesifik sesuai dengan modalitas informasi sensorik
yang masuk.
2. Tingkat keduaMerupakan tingkat kortikal yang lebih tinggi. Pada tingkat
kedua ini dibedakan atas dua bagian yanitu korteks otak posterior dan
korteks otak anterior.
A. Korteks otak posterior.Meliputi korteks lobus parietal, temporal dan oksipital, yang
berfungsi untuk penerimaan, penganalisaan, pengintegrasian dan
penyimpanan informasi yang diterima dari tingkat pertama. Disini
semua masukan sensorik dari semua modalitas (auditorik, visual dan
taktil) akan sampai pada korteks primer masing-masing modalitas.
B. Korteks otak anterior.Terdiri dari lobus frontalis sebagai korteks motorik.
3. Tingkat ketigaMerupakan hubungan dengan korteks frontal sebagai korteks
anterior. Yang berfungsi untuk pengawalan dan perkoordinasian
semua perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
Ada juga pendapat Jeremy pada tahun 2000 menjelaskan bahwa
Ajaran tradisional mengenai cerebellum adalah murni motor control
sepertinya tidak lagi valid. Terjadi peningkatan pengakuan bahwa
cerebellum yang berkontriibusi pada proses kognitif dan control emosi
selain perannya sebagai motor control. Studi anatomi dan fisiologi
menyatakan bahwa terdapat daerah sensorimotor primer di bagian
lobus anterior dari cerebellum, dan sensorimotor sekunder di bagian
medialaspek dari lobusposterior. Namun kebalikannya, area asosiasi
cerebral yang mengatur perilaku ternyata secara istimewa
berhubungan dengan lateral hemispheredari lobusposterior cerebral.
ada pula hubungan reciprocal antara cerebellum dan hypothalamus.
Jalur ini memfasilitasi penggabungan cerebellar kedalam distribusi
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
11/37
11
neural skirkuit yang mengatur intelektual, emosi dan fungsi
autonomik terlepas fungsinya sebagai kontrol sensorimotor
2.2.2 Manifestasi Ganguan Fungsi Kognitif
Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan
pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.
a. Gangguan bahasaGangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak
pada kemiskinan kosa kata. Pasien tak dapat menyebut nama benda
atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi
lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama benda dalam satu kategori
(categorical naming), misalnya disuruh menyebut nama buah atau
hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara
penamaan konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk
mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat
menyebutkan nama benda yang ditunjukkan tetapi mengalami
kesulitan kalau diminta menyebutkan nama benda dalam satu
kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun.
b. Gangguan MemoriGangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama
timbul pada demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah
memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan.
Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik
neurology fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung
lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu :
Memori segera (Immediate memory), rentang waktu antarastimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya
dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat.
Memori baru (recent memory), rentang waktunya lebih lamayaitu beberapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
12/37
12
Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seumur hidup.
c. Gangguan EmosiSekitar 15% pasien mengalami kesulitan melakukan kontrol
terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-
tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling
umum dari penyakit pada otak terhadap kepribadian adalah emosi
yang tumpul, disinhibition kecemasan yang berkurang atau euphoria
ringan, dan menurunnya sensitifitas sosial. Dapat juga terjadi
kecemasan yang berlebihan, depresi, dan hipersensitif.
d. Gangguan VisuospasialGangguan ini juga sering timbul dini pada demensia. Pasien
banyak lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah
teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat
(disorientasi waktu, tempat, dan orang). Secara objektif gangguan
visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi
gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu
e. Gangguan KognisiFungsi ini paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama
gangguan daya abstraksinya. Ia selalu berpikir kongkrit, sehingga
sukar memberi makna peribahasa. Juga daya persamaan (similarities)
mengalami penurunan.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Fungsi Kognitif
a. Usiahubungan antara usia dan fungsi kognitif telah terbukti di
banyak studi. Van Hooren e al (2007) menyatakan bahwa usia
memiliki dampak penting dalam seluruh pengukuran fungsi konitif di
studi yang telah ia lakukan dengan melibatkan 578 individual orang
tua sehat, yang berusia antara 64 hingga 81 tahun. Begitu juga Dore
telah melakukan studinya dengan sampel sebanyak 945 orang, yang
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
13/37
13
memiliki usia antara 20 sampai 79 tahun. Mereka menemukan bahwa
terjadi penurunan peforma kognitif pada usia tua.
b. Tingkat Pendidikan,Dore menyatakan dari berbagai aspek seperti tingkat pendidikan
, partisipasi sosial dan pekerjaan seseorang untuk hidup ditemukan
efek yang positif. Walaupun tingkat pendidikan berpengaruh pada
fungsi kognitif lansia, namun faktor ini tidak menjadi faktor terpenting
dalam fungsi kognitif. Hasil yang didapatkan adalah orang berusia 70
sampai 79 tahun hasil fungsi kognitifnya tidak dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan.
c. Jenis KelaminBeberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa wanita
menunjukkan fungsi kognitif yang lebih baik daripada pria, naum
beberapa studi lain menyatakan sebaliknya. Menurut Van Hooren ia
melaporkan bahwa wanita lebih baik dari pada pria dalam tugas
memori verbal. Mereka juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan
dalam pengukuran modalitas fungsi konitif lainnya. Kesimpulannya
jenis kelamin tidak begitu berpengaruh terhadap fungsi kognitif lansia.
d. Lingkungan dan AktivitasAda beberapa studi melakukan perbandingan hubungan antara
lansia yang tinggal di rumah dan lansia yang dipindahkan ke panti
werdha dengan fungsi kognitif individual tersebut. Engberg
meyatakan bawha studi mereka tentang peforma kognitif lansia yang
tinggal di rumah lebih baik daripada yang dipindahkan ke panti
werdha. Bannister melaporkan bahwa terdapat sebuah regresi dari
fungsi kognitif bagi mereka yang dipindahkan ke panti werdha dari
rumah mereka dalam jangka waktu 1 tahun. Beyza (2013)
mempercayai bahwa faktor-faktor seperti jauh dari rumah, depresi,
dan status ekonomi mempengaruhi fungsi kognitif meskipun
sepertinya terlihat bahwa dip anti werdha akan ada banyak
kesempatan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi bila sesame lansia
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
14/37
14
hidup bersama. Sebagai contoh; Gruber-Baldini menyatakan bahwa
gejala depresif pada individual lansia dengan demensia lebih sering
ditemukan pada mereka yang tinggal di rumah pensiun atau panti
werdha yangprofitdaripada yang non-profit.
e. Kebiasaan merokoksejauh ini belum ada consensus yang menyatakan bahwa
memiliki kebiasaan merokok berhubungan dengan risiko mengalami
penurunan fungsi kognitif dan demensia. Ada beberapa studi
prospektif yang mendapatkan hasil bahwa merokok meningkatkan
kemungkinan Alzheimes disease. Pada studinya Beyza(2013)
meyatakan bahwa memiliki kebiasaan merokok (masih atau sudah
berhenti) adalah faktor risiko dari gangguan fungsi kognitif.
Walaupun demikian hasil studi menunjukkan odd rasio yang rendah
(
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
15/37
15
peningkatatan tekanan sistolik ia mendapatkan bahwa terjadi
penurunan risiko gangguan kognitif sebesar 24% hingga 28% daripada
responden yang normotensi. Bagitu pula studi yang dilakukan Guo
(1997) dengan 1736 responden, ia melaporkan bahwa responden yang
ebrusia lebih dari 75 tahun dengan peningkatan tekanan sistolik
cenderung memiliki risiko mengalami gangguan kognitif lebih rendah
daripada yang normotensi, tekanan sistolik ini tertahan pada 180
mmHg. Namun responden dengan tekanan diastolik lebih dari 95
mmHg memiliki risiko mengalami gangguan kognitif lebih tinggi
dibandingkan dengan responden yang memiliki tekanan darah
diastolik normal. Sebagai kesimpulan hipertensi memiliki efek positif
dan negatif terhadap perkembangan gangguan kognitif seseorang.
h. Sindroma metabolikSindroma metabolik memiliki beberapa komplikasi seperti
gangguan system karidovaskuler yang mungkin akan menjadi salah
satu penyebab terjadinya penurunan fungsi kognitif. Tingginya tingkat
inflamasi yang meningkatkan risiko perkembangan sindroma
metabolik dan penurunan fungsi kognitif.
Peningkatan CRP dan IL-6 terkait dengan penurunan fungsi
kognitif yang cepat. Peningkatan CRP dan IL-6 memiliki risiko
mengalami diabetes, aterosklerosis, dan komplikasi lainnya. peran
mediator inflamasi lainnya seperti spesies oksigen reaktif (reactive
oxygen species, ROS), produk akhir glikasi (advanced gycation end
product, AGE) dan protein kinase C (PKC) telah terbukti dalam
beberapa literature. ROS dapat pula timbul oleh aktivasi AGE. Selain
mengaktivasi ROS, AGE juga memicu terjadinya apoptosis dan
aktivasi mitogen activated protein kinase (MAPK). Semua aktivator
inflamasi ini akan berujung pada berkurangnya suplai oksigen otak
akibat terhambatnya alirand arah ke otak oleh palk-plak yang
menyempitkan endotel pembuluh darah ke otak. Selanjutnya berbagai
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
16/37
16
efek dapat ditimbulkan sesuai dengan komplikasi yang terjadi dan
berujung pada penurunan fungsi kognitif penderita.
Peningkatan dan penurunan konsentrasi glukosa dapat
berpotensi menurunkan fungsi kognitif pad aseseorang. DM tipe 1
akut dan kronik berhubungan dengan demesia dan penurunan fungsi
intelektual seiring dengan waktu, sebaliknya hiperglikemia akut dapat
terkait dengan perbaikan memori diakibatkan oleh karena glukosa
bertindak sebagai substrat yang diperlukan dalam fungsi metabolik
agar asetilkolin dan neurotransmitter lainnya dapat berfungsi dengan
baik sehingga memori dan fungsi kognitif juga turut membaik.
Pada peningkatan glukosa kronik justru didapatkan efek yang
negative terhadap fungsi kognitif, diduga peningkatan glukosa kronik
memicu pembentukan streptozomicin yang nantinya akan menurunkan
produksi asetilkolin dan kemampuan pelepasannya di dalam otak.
Adanya penurunan transmisi kolinergik di otak akan menyebabkan
terjadinya gangguan memori.
Berdasarkan studi Saunderajen (2010), besarnya kejadia
gangguan fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolic adalah
44,3%. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahawa sindroma
metabolik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
gangguan fungsi kognitif. Semakin banyak komponen sindroma
metabolik yang positif maka risiko mengalami penurunan fungsi
kognitif juga semakin besar.
i. Pasca strokePada penderita stroke kecenderungan mengalami penurunan
fungsi kognitif semakin besar bila di bandingkan dengan yang tidak
menderita stroke sebelumnya. Menurut Andy (2010) lokasi stroke
mempengaruhi risiko mengalami kemunduran dalam fungsi kognitif,
lokasi infark yang paling berpengaruh pada kejadian demensia pasca
stroke adalah di lokasi korteks otak anterior yang melibatkan sirkuit
atau jalur frontal-subkortikal. Jalur ini melibatkan lobus frontal,
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
17/37
17
ganglia basalis, dan system limbik (talamus dan hipotalamus). Pada
penenlitiannya juga didapatkan tidak ada penderita stroke infark
tunggal yang mengalami demensia, melainkan penderita multi infark
sebanyak 56,8% yang mengalami kemunduran fungsi kognitif.
2.2.4 Tahap Penurunan fungsi Kognitif
Menurut Alzheimers association ada beberapa tahapan terjadinya
penurunan tingkat fungsi kognitif hingga sampai pada tahap akhir penyakit
Alzheimers . tahapan tersebut dibagi menjadi 7 antara lain:
1. Tidak ada gangguan (fungsi normal)Penderita tidak akan mengalami atau merasakan adanya
gangguan memori. Sebuah wawancara dengan ahli medis tidak dapat
menunjukkan adanya bukti dari gejala demensia yang penderita
sedang alami.
2. Penurunan kognitif sangat ringan (mungkin pada usia normal)Penderita mungkin merasakan jika dia memiliki gejala lupa atau
kehilangan memori, misalnya saja seperti melupakan kosa kata yang
familiar atau lokasi benda yang sehari-hari ia gunakan. Tetapi tidak
ditemukan gejala dari demensia yang bias dideteksi dengan
pemeriksaan medis oleh teman , keluarga ataupun rekan kerjanya.
3. Penurunan kognitif ringan (tahap awal Alzheimers dapatdidiagnosa di beberapa kasus)
Teman, keluarga atau rekan kerja mulai mendapati kesulitan.
Selama dilakukan wawancara medis atau anamnesis, dokter mungkin
mampu untuk mendeteksi adanya permasalahan pada konsentrasi atau
memori. 3tahap yang biasa mendapatkan kesulitan antara lain:
Masalah yang tampak dalam penggunaan kosa kata ataunama yang tepat.
Kesulitan dalam mengingat nama ketika berkenalan denganorang baru.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
18/37
18
Memiliki kesulitan yang besar dan terlihat pada aktivitassosial atau pekerjaan dalam mengingat sesuatu yang baru saja
dibacanya.
Kehilangan atau tidak meletakkan benda berharga padatempatnya.
Meningkatnya kesulitan dalam perencannan atau pengaturan.4. Penurunan kognitif sedang (Tahap awal atau ringan penyakit
Alzheimers)
Pada titik ini, anamnesis yang teliti seharusnya mampu untuk
mendeteksi beberapa gejala yang menjadi tanda penyakit ini.
Mudah lupa dengan acara yang baru saja dilalui. Penurunan kemampuan untuk melakukan tantangan
aritmatika, sebagai contoh menghitung terbalik dari 100
dengan interval 7 angka.
Kesulitan yang terlihat dalam melakukan tugas yangkompleks, seperti merencanakan makan malam dengan tamu,
membayar tagihan atau mengatur finansial.
Lupa terhadap salah satu pengalaman personalnya. Menjadi moodyatau menarik diri, terutama dalam kehidupan
sosial atau situasi yang menantang mental.
5. Penurunan kognitif sedang berat ( tahap sedang ataupertengahan penyakit Alzheimers)
Kesulitan dalam mengingat dan berpikir benar-benar terasa,
dan individu mulai membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas
dari hari ke hari. Dalam tahap ini penderita mungkin merasakan:
Menjadi tidak mampu untuk mengingat alamat atau nomortelepon mereka sendiri, serta tidak mampu mengingat sekolah
atau universitas tempat mereka lulus.
Menjadi bingung tentang lokasi dimana mereka berada atauhari apa itu.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
19/37
19
Memiliki kesulitan ddengan tatangan aritmatika yang mudah,seperti menghitung terbalik dari 40 dengan interval 4 angka
atau dari 20 dengan interval 2 angka.
Membutuhkan bantuan untuk memilih pakaian yang sesuaidengan acara yang akan di datangi olehnya.
Masih mampu mengingat secara signifikan detail tentangdirinya dan keluarganya.
Masih mampu makan dan menggunakan toilet sendiri.6. Penurunan kognitif berat (Tahap sedang berat penyakit
Alzheimers).
Memori terus bertambah buruk, perubahan kepribadian
mungkin ada dan individual membutuhkan bantuan yang ekstensif
untuk kegiatan kesehariannya. Pada tahap ini, individual mungkin:
Kehilangan kesadaran akan pengalaman yang baru saja iaalami termasuk orientasi sekelilingnya
Mengingat namanya sendiri namun kesulitan dalammengingat masa lalunya.
Mampu membedakan muka yang familiar dan yang tidakfamiliar namun sulit untuk mengingat nama dari orang yang
mengurusnya sehari-hari.
Membutuhkan bantuan dalam berpakaian dengan pantas danmungkin bila tanpa pengawasan melakukan kesalahan seperti
menggunakan piyama di siang hari dan sepatu di kaki yang
salah.
Mengalami perubahan besar dalam ola tidur, tidur di sianghari dan menjadi tidak bisa tidur saat malam.
Membutuhkan bantuan dalam melakukan hal kecil di saatbuang air ( contohnya, menyiram, cebok, dan membuang tisu
secara benar)
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
20/37
20
Mengalami peningkatan frekuensi dalam masalhnyamengontrol buang air besar.
Mengalami perubahan besar dalam kepribadian dan kebiasan,termasuk menjadi penuh curiga dan mengalami delusi (
seperti mempercayai bahwa perawatnya adalah orang lain
yang menyamar) atau menjadi kompulsif, melakukan
perilaku yang berulang-ulang seperti memeras tangannya
atau memarut tisu.
Cenderung untuk berkeliaran atau tersesat.7. Penurunan kognitif sangat berat
Pada tahap akhir dari penyakit ini, individu kehilangan
kemampuannya untuk merespon kepada lingkungannya, seperti
melakukan konversasi dan kadang mengontrol gerakannya. Mereka
mungkin masih mengucapka kata atau frase. Pada thap ini individu
membutuhkan banyak bantuan untuk melaksanakan kegiatan
kesehariannya, termasuk makan, atau menggunakan toilet. Merkan
mungkin juga kehilangan kemampuan untuk tersenyum, untuk duduk
tanpa bantuan dan untuk menahan kepal mereka. Reflex menjadi
abnormal. Otot menjadi kaku. Dan terdapat gangguan menelan.
Walaupun telah dibagi menjadi beberapa kategori atau tahapan,
gejala-gejala yang timbul masih saja sering mengalami tumpang
tindih, sehingga sedikit sulit untuk memastikan dengan pasti penderita
berada di tahap mana.
Ada pula pembagian lain menurut Suryadi (2004) tentang proses
penurunan fungsi kognitif. Terdapat tiga tahapan penurunan fungsi kognitif
pada usia lanjut, mulai dari yang masih dianggap normal sampai patologik
dan pola ini berujud sebagai spektrum mulai dari yang sangat ringan sampai
berat, yaitu : Mudah lupa (Forgetfulness), Mild Cognitif Impairment (MCI),
Demensia.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
21/37
21
a. Mudah Lupa (Forgetfulness)Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering
dialami subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai
peningkatan umur. Lebih kurang 39% pada umur 50-60 tahun dan
angka ini menjadi 85% pada umur diatas 80 tahun. Istilah yang sering
digunakan dalamm kelompok ini adalah Benign Senescent
Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Impairment (AAMI). Ciri
Kognitifnya adalah proses berfikir melambat; kurang menggunakan
strategi memori yang tepat; kesulitan memusatkan perhatian; mudah
beralih pada hal yang kurang perlu; memerlukan waktu yang lebih
lama untuk belajar sesuatu yang baru; memerlukan lebih banyak
petunjuk / isyarat untuk mengingat kembali.
Kriteria mudah lupa adalah :
Mudah lupa nama benda, nama orang Terganggunya kemampuan memanggil kembali memori (recall) Terganggunya kemampuan mengingat kembali memori
(retrieval)
Bila diberi petunjuk bisa mengenal kembali Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada
menyebutkan namanya.
b. Mild Cognitif ImpairmentMild Cognitif Impairment merupakan gejala perantara antara
gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memori
Impairment/AAMI) dan demensia. Sebagian besar pasien MCI
menyadari adanya defisit memori seperti tersesat jika berpergian, lupa
akan pembicaraan rutin dan sulit menemukan kata-kata tepat untuk
berkomunikasi, masalah dalam berkonsentrasi dan mengikuti
petunjuk. Penurunan dalam penampilan dan kualitas hidup yang
ditimbulkan dari MCI ini secara keseluruhan diakui oleh kolega atau
orang-orang sekitarnya.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
22/37
22
Penelitian menunjukka bahwa lebih dari separuh (50-80%)
orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam waktu 5-
7 tahun mendatang. Itulah sebabnya diperlukan penanganan dini untuk
mencegah fungsi kognitif. Dari rangkuman berbagai hasil penelitian di
berbagai Negara prevalensi MCI berkisar antara 6,5-30% pada
golongan usia di atas 60 tahun. Kriteria diagnostic MCI adalah adanya
gangguan daya ingat memori yang tidak sesuai dengan usianya namun
bukan demensia. Fungsi kognitif secara umum relative normal,
demikian juga aktivitas hidup sehari-hari. Bila dibandingkan dengan
orang-orang yang usianya sebaya serta orang-orang dengan
pendidikan yang setara, maka terdapat gangguan yang jelas pada
proses belajar (learning) dan delayed recall. Bila diukur dengan Mini
mental State examination skornya 26-23. Kriteria yang lebih jelas bagi
MCI adalah :
Gangguan memori yang dikeluhkan oleh pasiennya sendiri,keluarganya maupun dokter yang memeriksanya
Aktivitas sehari-hari masih normal Fungsi kognitif secara keseluruhan (global) normal Gangguan memori obyektif, atau gangguan pada salah satu
wilayah kognitif, yang dibuktikan dengan skor yang jatuh
dibawah 1,5-2,0 SD (Standar Deviasi) dari rata-rata kelompok
umur yang sesuai dengan pasien.
Skor Mini mental State examination 26-23
Tidak ada tanda demensiaBilamana dalam praktek ditemukan seorang pasien yang
mengalami gangguan memori berupa gangguan memori tertunda
(delayed recall) atau mengalami kesulitan mengingat kembali sebuah
informasi walaupun telah diberikan bantuan isyarat padahal fungsi
kognitif secara umum masih normal, maka perlu dipikirkan diagnosis
MCI. Pada umumnya pasien MCI mengalami kemunduran dalam
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
23/37
23
memori baru. Namun diagnosis MCI tidak boleh diterapkan pada
individu-individu yang mempunyai gangguan psikiatrik, kesadaran
yang berkabut atau minum obat-obatan yang mempengaruhi sistem
saraf pusat.
c. DemensiaDefinisi menurut ICD-10, DSM IV, NINCDS-ARDA,
demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional,
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi social, pekerjaan dan
aktivitas sehari-hari.
Pada early demensia (tahap penurunan kognitif moderately
severe) penderita memerlukan asisten, kesulitan me-recall aspek
mayor dalam kehidupannya (alamat dan nomor telepon), disorientasi
waktu, tidak memerlukan pendamping jika ke toilet atau makan tetapi
sulit menemukan memilih pakaian.
Pada middle demensia (tahap penurunan kognitif yang parah)
penderita lupa nama tempatnya bernaung, tidak akan peduli akan
kejadian yang baru terjadi maupun terhadap sekitarnya, tidak peduli
akan musim, cuaca. Memerlukan pendamping dalam melakukan
aktifitas sehari-harinya, hampir selalu memanggil namanya sendiri,
terganggunya siklus siang dan malam hari. Terjadinya perubahan
kepribadian dan emosional dapat disertai gejala-gejala psikiatri.
Penderita late demensia (demensia tahap lanjut) merupakan
tahap penurunan fungsi kognitif yang sangat parah, kemampuan
verbalnya semua hilang, sering tak dapat berbicara dan hanya
menggumam. Terjadi inkontinensia urin dan memerlukan bantuan
untuk makan dan kebersihan pribadi. Kehilangan kemampuan
psychomotor skills dasar seperti berjalan, sehingga dikatakan bahwa
otak tak dapat melakukan perintah kepada badan lagi. Kriteria untuk
demensia adalah :
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
24/37
24
Kemunduran memori dengan ciri : kehilangan orientasi waktu,Kehilangan memory jangka panjang dan pendek (tidak selalu
tampak jelas saat konversasi), kehilangan informasi yang
diperoleh.
Tidak dapat mengingat daftar lima item atau nomor telepon Kemunduran pemahaman Kemunduran kemampuan bicara dan xbahasa Kemunduran komunikasi sosial
2.3 Montr eal Cogni tive Assesment I ndonesia (MoCA-Ina)
Montreal Cognitive Assesment (MoCA) diciptakan pada 1996 oleh Dr.
Ziad Nasreddine (2005) di Montreal, kanada. Tes ini di validasi untuk
gangguan kognitif ringan, kemudian telah diadopsi di beberapa pengaturan
klinik lainnya.
MoCA tes ini berisi satu halam dan 30 poin tes yang diperkirakanmembutuhkan waktu selama 10 menit. Instruksi tes dan cara melakukannya
telah dapat di akses secara bebas di www.mocatest.org . tes ini tersedia
dalam 35 bahasa atau dialek.
Tes MoCA mengukur beberapa bidang kongnitif. pemanggilan
memori jangka pendek (5 poin) termasuk dua kali percobaan untuk
mengingat lima kata benda dan recall setelah sekitar 5 menit. Kemapuan
Visuospatialjuga diukur menggunakan tugas menggambar jam (3poin) dan
kubus tiga dimensi (1poin). Multiple aspek dari fungsi eksekutid adalah
untuk mengukur menggunakan tugas alternative yang diadaptasi dari
pembuatan tugas B (1poin), sebuah tugas kelancaran fonemis (1poin), dan
tugas pemisahan dua benda secara verbal. (2poin). Perhatian, konsentrasi,
dan kerja memori dievaluasi menggunakan tugas dukungan konsentrasi
(deteksi target menggunakan taping; 1poin), sebuah tugas serial substraksi
(3poin), dan digit kedepan dan kebelakang (masing-masing 1 poin). Bahasa
http://www.mocatest.org/http://www.mocatest.org/ -
7/22/2019 Bab i Joasvd
25/37
25
di ukur menggunakan tugas menentukan 3 nama hewan yang familiar
(3poin), repetisi dua kalimat kompleks (2poin). Terakhir, orientasi untuk
waktu dan tempat dievaluasi (6 poin).
Studi validasi tes MoCA (Nasreddine dkk., 2005) menunjukkan
bahwa MoCA telah menjadi instrument yang menjanjikan untuk mendeteksi
gangguan kognitif Ringan (MCI) dan tahap awal penyakit Alzheimer
dibandingkan dengan Mini-Mental State Examination (MMSE) yang telah
dikenal. Bagaimanapun , telah dinyatakan MMSE tidak cocok untuk MCI,
yang menmunculkan pertanyaan apakan MMSE memang standar dalam
perbandingan peformanya dengan MoCA. Menurut studi validasi
Nasreddine dkk (2005), sensitivitas dan spesifisitas MoCA untuk
mendeteksi MCI (n=94 subjek) adalah 90% dan 87% secara berturut-turut,
dibandingkan dengan18% dan 100% secara berurutan duntuk MMSE. Pada
studi yang sama, sensitivitas dan spesifisitas dari MoCA untuk mendeteksi
tahap awal AD (n=92 subjek) adalah 100% dan 87% berurutan,
dibandingkan dengan 78% dan 100% berurutan untuk MMSE. Normalcontrol (n=90 subjek) memiliki rata-rata usia 72,84 dan rata-rata edukasi
13,33 tahun.
MoCA telah direkomendasikan oleh The National Institutes of Health
dan the Canadian Stroke Consortium untuk mendeteksi vascular cognitive
impairment. Dan juga oleh the Canadian Consensus Guidelines fot
Diagnosis and Treatment of Dementia for detection of Mild Cognitive
Impairment and Alzheimers disease.
Nilai normative untuk MoCA berdasarkan studi yang dilakukan
Nasreddine dkk. (2005), adalah
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
26/37
26
Tabel 1. Data Normatif MoCA-Ina
Kontrol normal MCI AD
Jumlah subjek 90 94 93
Nilai MoCA
rata-rata27,4 22.1 16.2
MoCA standar
deviasi2.2 3.1 4.8
Jarak nilai
MoCA 25.2-29.6 19.0-25.2 21.0-11.4
Setelah dianalisis lebih mendalam oleh beliau,maka disimpulkanlah
bahwa nilai tes MoCA yang kurang dari 24 menunjukan responden
memiliki risiko untuk menderita gangguan kognititf ringan.
2.4 Upaya Meningkatkan fungsi kognitif
2.4.1 Stimulasi kognitif
a. TujuanMemberi rangsangan pada SSP khususnya fluid intelligence
agar daya ingat dapat dipertahankan seoptimal mungkin.
b. Persiapan alatKalender dengan angka besar, jam meja dengan angka yang besar.
c. Proses Anjurkan lansia (oma-opa penghuni Panti Werdha Dharma
Bakti Km.7 Palembang) duduk, lalu letakkan alat peraga
didepannya dengan jarak pandang yang jelas, gunakan kaca
mata bila perlu.
Minta mereka menyebutkan apa yang ditunjuk perawat untukmengulang kembali.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
27/37
27
Latih secara teratur 15-20 menit sehari agar dapatmempertahankan kemampuan daya ingat.
d. Hasil Evaluasi respon verbal dan nonverbal lansia yang dites tadi, lalu
tanyakan apa yang mereka rasakan terhadap latihan yang
diberikan.
Ulangi langkah-langkah diatas 15-20 menit setiap hari.
2.4.1 Stimulasi Perspektifa. Tujuan
Memberi rangsangan pada SSP khususnyafluid intelligence agar
tidak terjadi distorsi persepsi terhadap objek atau benda terkait dengan
kemunduran emosi dan intelektual.
b. Persiapan alatGambar pemandangan atau foto-foto keluarga yang menyenangkan
lansia yang dites tadi.
c. Proses Anjurkan lansia duduk lalu letakkan alat peraga
didepannya dengan jarak pandang yang jelas, gunakan kaca
mata bila perlu.
Minta lansia tadi, menyebutkan apa yang ditunjuk perawat untukmengulang kembali.
Minta lasia tadi untuk menceritakan kembali apa yang dilihat. Bandingkan dengan persepsi perawat atau keluarga. Apakah
ditemukan penyimpangan? Jika ya, gali apa yang
melatarbelakangi dan intervensi.
d. Hasil Evaluasi respon verbal dan non verbal lansia terhadap latihan
yang diberikan
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
28/37
28
Anjurkan keluarga atau orang disekitar klien untuk mengulangiminimal sepekan sekali.
2.5Kerangka Teori
Gangguan fungsi
kognitif
Faktor-faktor
Irevesible
Usia (prosesmenua alami)
Jenis kelamin
Faktor-faktor revesible
KebiasaanMerokok
Hipertensi Sindroma
metabolik
Aktivitas danlingkungan
Depresi
Mild Cognitive
Impairment (MCI)
Demensia
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
29/37
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Jenis PenelitianPenelitian observasional deskriptif dengan pendekatan survei.
3.2Waktu dan Tempat Penelitian3.2.1 Waktu : Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober
2013
3.2.2 Tempat : Panti Werdha Dharma Bakti Km. 7 Palembang.
3.3Populasi dan Sampel3.3.1Populasi
Semua lansia penghuni Panti Werdha Km 7 Palembang yang mampu
baca dan tulis.
3.3.2SampleSampel penelitian adalah semua individu yang termasuk dalam
populasi penelitian yang dapat ditemukan pada saat penelitian
berlangsung (populasi terjangkau)
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusia. Kriteria Inklusi
i. Pria dan wanita berusia > 60tahun yang menghuniPanti Werdha Dharma Bakti Km7 dan mampu baca
tulis (tidak buta huruf)
ii. Bersedia dengan sukarela menjadi responden
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
30/37
30
b. Kriteria Eksklusi (diamati dari rekam medic PantiWerdha Dharma Bakti Km 7 Palembang)
i. Penderita gangguan jiwa (Skizofrene)ii. Penderita dengan depresi/ansietasiii. Penderita Kecacatan fisik seperti gangguan
pendengaran (tuli), gangguan penglihatan (katarak),
tuna wicara
iv. Penderita DMv. Penderita strokevi. Penderita penyakit neurodegeneratif (Parkinson,
Alzheimer, demensia lewy bodies)
3.4Definisi Operasional3.4.1Batasan Operasional
Variabel Batasan Operasional Instrumen Kategori
1. Usia Usia kronologik Lansia>60 tahun
Kuisioner a. Elderly (60-74tahun)
b. Old (75-90tahun)
c. Very old (>90tahun)
2. JenisKelamin
Status kelamin yang
ditentukan dengan
observasi dan identitas
Kuisioner a. Laki-lakib. Perempuan
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
31/37
31
diri
3.TingkatPendidikan
lamanya pendidikan
formal yang pernah
ditempuh oleh responden
Kuisioner a. Tidak sekolahb. 12tahun (college)4. Gangguan
Kognitif
Pemeriksaan tes kognitif
dilakukan oleh peneliti
instrument
MoCA-ina
a. Normal (24- 30)b. MCI (90mmHg)
Rekam
Medik
Panti
Werdha
Km7
Numerik
6. DM Riwayat mendapat terapiDM. Kenaikan kadar
gula darah yang ditandai
dengan :
- Gula Darah Puasa>126mg/dl
- Gula darah 2 jamPP >200mg/dl
Rekam
Medik
Panti
Werdha
Km7
Eksklusi
7. PenyakitParkinson
Riwayat minum obat
penyakit Parkinson dan
Gejala klinis penyakit
Rekam
Medik
Panti
Eksklusi
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
32/37
32
Parkinson (+) Werdha
Km7
8. Stroke Riwayat stroke dandeficit neurologis fokal
(+)
Rekam
Medik
Panti
Werdha
Km7
Eksklusi
9. Depresi/ansietas
Skor skala depresi
geriatric 15, bila skor >5
didapatkan depresi
Instrumen
Geriatrik
Depression
Scale
Eksklusi
3.4.2Alat PengukuranPengukuran akan dilakukan dengan menggunakan test
kuisioner Geriatric Depression scale yang terlampir pada lampiran
3) guna mendapatkan sample yang tidak dalam keadaan depresi
kemudian sample yang tidak depresi akan dilanjutkan dengan test
pemeriksaan Montreal Cognitive Assesment Indonesia (MoCA-Ina)
untuk mengetahui fungsi kognitif.
3.4.3Cara PengukuranPertama individu yang merupakan calon subyek penelitian
diberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan saya jelaskan.
Isi penjelasan terlampir pada lampiran 1. Setelah subjek penelitian
mengerti, maka akan dilakukan penandatangan lembar persetujuan
setelah penjelasan (Inform Consent, terlampir pada lampiran 2).
Jika individu telah mengerti dan bersedia dijadikan subjek
penelitian, barulah kita lakukan pemisahan sample sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi. Sampel yang memenuhi syarat akan diukur
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
33/37
33
fungsi kognitifnya dengan menggunakan test pemeriksaanMoCA-Ina
(yang terlampir pada lampiran 4). Sampel dengan diajukan beberapa
pertanyaan yang terbagi dalam 8 sesi selama 10 menit.
3.4.4Hasil pengukuranHasil Test GDS (Geriatric Depression Scale) adalah jika dari
30 pertannyaan yang diajukan skornya 15 maka individu dinyatakan
dalam keadaan depresi dan tereksklusi dari sample penelitian.
Hasil test pemeriksaan MoCA-Ina akan diinterpretasikan
menjadi :
Skor
MoCA-
Ina
a. 24-30b.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
34/37
34
3.5Kerangka Operasional
3.6Cara Pengumpulan Data3.6.1 Peneliti mewawancara dan melakukan pemeriksaan GDS serta
MoCA-ina secara langsung pada lansia yang mampu baca dan
tulis, penghuni Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang.
3.6.2 Kemudian dilakukan pendataan hasil pemeriksaan MoCA-inaberupa data usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat
hipertensi kepada lansia yang memenuhi kriteria inklusi
penelitian serta tidak termasuk dalam criteria eksklusi penelitian.
3.6.3 Data yang terkumpul dari hasil pemeriksaan MoCA-ina diolahdengan metode manual dan disajikan secara deskriptif dalam
bentuk tabel dan narasi
Penghuni Panti Werdha
Dharma Bakti Km7 PLB
kriteria Inklusi sampel kriteria Ekslusi sampel
Surat Ijin Penelitian
Pemeriksaan GDS, MoCA-
Ina
Dekripsi Data
Hasil
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
35/37
35
3.7Anggaran1. Fotokopi kuestioner MoCA-Ina Rp 150 x 80 : Rp 12.0002. Fotokopi kuetioner GDS Rp 150 x 80 : Rp 12.0003. Makanan ringan untuk responden Rp 8000 x 80 : Rp 640.0004. Transportasi : Rp 100.000
Total : Rp 764.000
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
36/37
36
BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK
4.1 Rangkuman Karakteristik Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran fungsi konitif pada manusia lanjut usia. Penelitian
dilakukan di Panti Werdha Dharma Bakti Km. 7 Palembang. Pihak Panti akan
mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan prosedur pengambilan data. Cara
pengumpulan data akan dilakukan menggunakan beberapa instrumen berupa
kuestioner personal, GDS danMoca-Ina. Daata yang telah terkumpul akan diolah
secara manual dan deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
4.2 Kelayakan etik
Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etik dalam pengolahan
penelitian mulai dari penerapan topik hingga penyajian hasil penelitian. Prinsip-
prinsip yang menjadi dasar etika penelitian menurut Polit (2006) adalahbeneficience, respect for human dignity, and justice. Dalam pelaksanannya etika
penelitian dilaksanakan pada setiap tahap penelitian dengan menerapkan prinsip-
prinsipnya. Penelitian yang tidak dilakukan tidak memiliki unsur paksaan terkait
keterlibatan responden dalam penelitian, sehingga responden bebas dan berhak
menyetujui atau menolak keterlibatan mereka dalam penelitian ini. Setiap
responden diperlukan sama dalam penelitian ini tanpa membedakan status
responden.
4.3 Prosedur in formed concent
Dalam informed concentpeneliti menjelaskan dahulu mengenai penelitian
kepada reponden, memberikan jaminan kerahasiaan responden dengan tidak
melakukan publikasi lembar hasil penelitian serta menjelaskan keuntungan dan
kerugian bagi responden jika bersedia menjadi respon penelitian.
-
7/22/2019 Bab i Joasvd
37/37
4.4 Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan layak etik. Kelayakan etik dimintakan ke
Komite Etik FK UNSRI/RSMH.