bab i joasvd

Upload: joasvinsensiusdavian

Post on 08-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    1/37

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar BelakangDi Indonesia saat ini pelayanan kesehatan dan kesejahteraan telah

    meningkat, untuk itu usia harapan hidup penduduk Indonesia pun

    meningkat. Peristiwa ini juga turut meningkatkan jumlah penduduk lansia di

    Indonesia. Rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (laki-laki dan

    perempuan) naik dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6tahun pada periode 2020-2025 (Data Statistik Indonesia 2005). Berdasarkan

    sensus Badan Statistik tahun 2005 jumlah lansia di Indonesia menembus

    angka 17 juta jiwa, angka ini meningkat pada tahun 2010 menjadi 18,96 juta

    jiwa. Di Indonesia khususnya Sumatera Selatan jumlah lansia (45 sampai

    >70 tahun) mengalami peningkatan . Pada tahun 2005 berdasarkan data

    yang diperoleh dari Data Statistik Indonesia tercatat ada 867.155 orang

    lansia (Data Statistik Indonesia 2005). Sedangkan pada tahun 2011 jumlah

    lansia mencapai 21,6% penduduk total setempat, diperkirakan jumlahnya

    mencapai 1.603.450 jiwa (Depkes 2009).

    Peningkatan jumlah lansia tentu saja berhubungan dengan timbulnya

    penyakit-penyakit degeneratif, yang salah satunya adalah gangguan dalam

    proses berpikir atau fungsi kongnitif seperti demensia.

    MenurutAlzheimers Assosiation demensia adalah istilah umum untuk

    menyatakan kemunduran kemampuan berpikir seseorang yang sukup untuk

    menganggu aktifitas kesehariannya. Contohnya seperti kehilangan

    kemampuan untuk mengingat.

    Pada tahun 2005 penderita demensia di kawasan Asia Pasifik

    berjumlah 13,7 juta orang dan menjelang tahun 2050 jumlah ini akan

    meningkat menjadi 64,6 juta orang. Sedangkan di Indonesia prevalensi

    penyakit demensia berjumlah 606.100 pada tahun 2005 dan diperkirakan

    akan naik menjadi 1.016.800 orang pada tahun 2020 dan terus meningkat

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    2/37

    2

    menjadi 3.042.000 pada 2050 (Access Econimics 2006) . Tentu hal ini

    sangat membutuhkan perhatian khusus agar, angka kejadian demensia bisa

    ditekan seminimal mungkin, sehingga kualitas hidup lansia di indoneisa pun

    turut meningkat.

    Ada berbagai macam cara untuk mendeteksi demensia dengan mudah

    salah satunya adalah menggunakan pemeriksaan MONTREAL

    COGNITIVE ASSESSMENT INDONESIA (MoCA-Ina). MoCA test

    pertama kali ditemukan dan dibuat oleh Dr Ziad S. Nasreddine MD FRCP

    (C) dari Filipina pada tahun 2005. Seiring berjalannya waktu tes ini pun

    dikembangkan dalam berbagai bahasa oleh tim beliau untuk dapat

    diterapkan di Negara lainnya. MoCA tes ini pun telah diuji oleh beliau

    dalam penelitiannya tentang spesivisitas dan sensitivitasnya untuk

    mendeteksi penyakit Mild Cognitive Impairment (MCI) dan Alzheimers

    disease (AD). Hasilnya MoCA tes memiliki sensitivitas dan spesifisitas

    sebesar 90 % pada penyakit MCI dan 100% pada AD, dan terbukti lebih

    unggul daripada MMSE (Ziad S. Nasreddine 2005). Selain terbukti unggul,tes ini pun mampu disesuaikan dengan tingkat pendidikan dari peserta tes.

    Tes MoCA yang sudah dimodifikasi menjadi bahasa Indonesia tentu sangat

    cepat dan sederhana untuk dilakukan, hanya sekitar sepuluh hingga lima

    belas menit waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes ini. Sehingga

    akan sangat praktis saat digunakan pada pelayanan kesehatan primer dan

    juga penelitian.

    Menyikapi peningkatan populasi lansia Indonesia serta prevalensi

    demensia khususnya pada lansia , maka perlu dilakukan deteksi dini

    gangguan kognitif pada lansia yang berada di masyarakat umumnya dan di

    panti werdha khususnya, guna untuk mencegah penderita mengalami

    penurunan fungsi kognitif lebih lanjut, sehingga tidak menganggu aktifitas

    kesehariannya serta kesejahteraan hidup mereka. Untuk itu kita dapat

    melakukan penapisan atau deteksi dini pada tempat perkumpulan para lansia

    seperti panti werdha di KM 7 Palembang.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    3/37

    3

    1.2Rumusan MasalahBagaimana gambaran MoCA-Ina (Montreal Cognitive Assesment

    Indonesia) lansia yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7

    Palembang?

    1.3Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan Umum

    Mengetahui gambaran fungsi kognitif lansia yang tinggal di Panti

    Werdha Dharma Bakti Km7 PalembangmelaluiSkorMoCA-Ina (Montreal

    Cognitive Assesment Indonesia)

    1.3.2 Tujuan Khususa. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitifpada lansia

    yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang

    b. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitifpada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang

    berdasarkan usia

    c. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang

    berdasarkan jenis kelamin

    d. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang

    berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

    e. Mengetahui persentase penderitagangguan fungsi kognitif pada lansiayang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang

    berdasarkan riwayat hipertensi

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    4/37

    4

    1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan mengenai

    gambaran MoCA-Ina pada lansia yang tinggal di Panti Werdha

    Dharma Bakti Km7 Palembang.

    1.4.2 Sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisishubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi

    kognitif pada lansia yang tinggal di Panti Werdha Dharma Bakti Km7

    Palembang.

    1.4.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagipengelola Panti Werdha Dharma Bakti Km 7 Palembang untuk

    menerapkan upaya peningkatan fungsi kognitif sebagai bagian dari

    aktivitas lansia sehari-hari guna mencegah dan menghambat

    progesifitas gangguan fungsi kognitif oma dan opa penghuni panti.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    5/37

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA2.1 Lansia

    2.1.1 Definisi Lansia

    Lansia di beberapa Negara dapat diartikan secara kasar sebagai

    manusia yang telah mencapai usia 60 atau 65. Namun proses penuaan itu

    sendiri memiliki dinamika yang tidak mampu dikontrol oleh manusia.

    Namun banyak di Negara berkembang kronologi waktu hanya berperan

    sedikit atau tidak sama sekali dalam mengartikan usia tua. Selain kontruksisocial mengartikan usia tua lebih cenderung mengarah kepada peran

    signifikan yang diambil seseorang dalam suatu komunitas. Namun

    sebaliknya ada juga yang menganggap bahwa usia tua secara kronologi

    waktu akan membuat seseorang tidak memungkinkan lagi untuk melakukan

    kontribusinya secara aktif (Gorman 2000).

    Hasil studi yang dipublikasi pada 1980 menyediakan dasra definisi

    dari usia tua pada Negara berkembang (Glascoc 1980). Pada studi

    antropologi internasional ini menghasilkan definisi yang jatuh pada tiga

    kategori utama 1) kronologikal; 2) perubahan peran social (perubahan pola

    kerja, anak beranjak dewasa, dan menopause); 3) perubahan kapabilitas

    (status yang cacat, senilitas, perubahan karakteristik fisik). Hasil yang telah

    dianalisis secara cultural menyatakan bahwa peran social lebih dominan

    sebagai arti dari usia tua. Walaupun nyatanya kronologi waktu lebih sering

    di jadikan definisi utama dari usia tua.

    2.1.2 Pengelompokan lansia

    Pengelompokan lansia menurut DepKes RI menjadi tiga kelompok

    antara lain : pertama pra usia lanjut atau prasenilis (45-59 tahun) merupakan

    kelompok orang yang baru saja memasuki usia lanjut, kedua, kelompok usia

    lanjut ( 60 tahun), ketiga,usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun). Sedangkan

    WHO, mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok berbeda yang meliputi

    :Middle age(usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, Elderly,

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    6/37

    6

    antara 60-74 tahun, Old antara 75-90 tahun, Very old lebih dari 90

    tahun.Undang- undang Depatemen sosial No.12/1992 tentang kesejahteraan

    pun memiliki batasan usia lansia yang berbeda yaitu seorang yang telah

    mecapai usia 60 tahun ke atas.

    2.1.3 Proses Penuaan

    menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses hilangnya secara

    perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

    mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat

    bertahan terhadap trauma termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan

    yang diderita.

    2.1.4 Proses Menua otak

    Ada berbagai macam tori mengenai proses penuaan yang terjadi pada

    tubuh manusia, masing- masing memiliki perbedaan dan rangkaian

    prosesnya tersendiri (Boedhi 2003).

    Teori genetic clock, menurut teori ini menua telah deprogram secara

    genetic untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies memiliki didalam nuclei

    (inti sel)nya suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi

    tertentu. Maka seseorang akan mengalami kematian bila jam berhenti

    berputar. Teori ini didukung dengan fakta bahwa tiap spesies memiliki

    angka harapan hidup yang berbeda dan mecolok.

    Teori Error Catastrophe ( mutasi somatic), teori ini membahas

    tentang lingkungan spesies tersebut yang mempengaruhi proses penuaan.

    Misalnya saja paparan radiasi dan zat-zat kimia yang bersifat karsinogenik

    dan toksik dapat memperpendek umur. Inti dari teori ini menjelaskan tentat

    efek zat-zat toksis dan radiasi yeng menyebabkan perubahan susunan dna ,

    sehingga nantinya akan terjadi kesalahan dalam trasnkripsi dst hingga

    nantinya akan menganggu proses replikasi sel-sel baru dan menuju pada

    penuaan.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    7/37

    7

    Rusaknya Sistem Imun Tubuh, dalam teori ini mengembangkan

    bahasan mengenai proses pertahan tubuh yang salah mengenali

    (recognition) sasaran, hal ini disebabkan oleh terjadinya mutasi yang

    berulang atau perubahan protein pascatranslasi. Hasilnya permukaan antigen

    sel akan mengalami mutasi dan akan dikenali sebagai se lasing yang

    nantinya dihancurkan oleh system pertahanan

    tubuh manusia. Proses inilah yang kita kenal dengan istilah autoimun.

    Ilmuwan juga mendapatkan bukti bahwa pertambahan usia biologis

    diiringi dengan pertambahan prevalensi autoimun. Namun sebaliknya

    pertambahan usia juga berpengaruh pada penurunan daya pertahanan tubuh

    manusia, missal daya serang terhadap benda asing

    Berikutnya adalah teori menua akibat metabolism, pada tahun 1935

    ahli menyatakan bahawa proses penuaan dapat diperlambat dengan cara

    meurunkan intake kalori pada tubuh, hal ini disebabkan oleh penundaan

    proses pembelahan sel atau pertumbuhan sel yang dipicu oleh hormone-

    hormon metabolism seperti insulin dan hormone pertumbuhan. Modifikasi

    gaya hidup seperti banyak bergerak juga memiliki korelasi dengan

    memperpanjang usia.

    Dan yang terakhir adalah teori kerusakan akibat radikal bebas yang

    berhubungan dengan paparan radikal bebas yg terbentuk di luar tubuh dan di

    dalam tubuh. Radikal bebeas merupakan produk sampingan dalam proses

    pernafasa aerob manusia, sehingg hal yang dapat kita lakukan hannya

    mencegah untuk tidak meningkatkan jumlahnya (Boedhi 2003).

    Akibat proses penuaan, mau tidak mau terjadi kemunduran

    kemampuan otak. Diantara kemampuan yang menurun secara linier atau

    seiring dengan proses penuaan adalah (Zainuddin 2000):

    Daya ingat(memori) di deskripsikan sebagai sebuah kesadarah yang

    awas dalam mengingat yang dilakukan dengan mengumpulkan kembali

    sesuatu dari masa lalu. Sebagai contoh, kita mungkin mampu mengingat

    saat pertama kali kita masuk sekolah atau pengetahuan umum lainnya. Hal

    ini tentu menyadarkan kita bahwa mungkin manusia hanya mampu

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    8/37

    8

    memanipulasi sedikit dari kemampuan otak kita. Selain itu memori juga

    sebuah kemampuan yang dapat dilatih dan di kembangkan, terbukti dengan

    kemapuan kita untuk mempelajari cara bermain alat musik, menggunakan

    bahasa dengan benar dan peraturan-peraturan gramatikal lainnya secara

    sadar.

    Bentuk kemunduran daya ingat berupa penurunan kemampuan

    penamaan (naming)dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah

    tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from

    memory).Dalam hal ini adalah sangat penting untuk menjaga agar memori

    itu tetap eksis dan karenanya perlu digunakan secara terus-menerus dan

    jangan dibuat menganggur atau diistirahatkan. Untuk itu membaca,

    mendengar berbagai berita, atau ceritera melalui berbagai media sangat

    penting bagi lansia. Namun bagi lansia yang "mengistirahatkan diri," atau

    dipaksa untuk istirahat tanpa kegiatan apapun, tidak mau membaca Koran,

    maunya ongkang-ongkang kaki, enak-enak, apalagi sambil merenungi

    nasibnya diyakini akan semakin mempercepat kemunduran fungsi ingatan

    dan fungsi mentalnya. Hal semacam ini menjadi bahaya bagi lansia,karena

    hal-hal lain pun mengalami kemunduran secara cepat. (Zainuddin 2000)

    IntelegensiaDasar (Fluid intelligence)yang berarti penurunan

    fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam

    komunikasi non verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang,

    kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi. Untuk mengendalikan

    hal ini, maka sebaiknya orang walaupun dalam kondisi lansia, juga tetap

    mempertahankan cara belajar. Hal itu bukan harus mengulang-ulang belajar

    seperti anak sekolah, namun perlu melakukan latihan-latihan untuk

    mengasah otak, seperti memecahkan masalah yang sederhana, tetap

    menggerakkan anggota tubuh secara wajar, mengenal tulisan-tulisan, angka-

    angka, simbol-simbol, dan sebagainya. (Zainuddin 2000)

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    9/37

    9

    2.2 Gangguan Fungsi Kognitif

    2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Fungsi Kognitif

    2.2.2.1 Kognitif

    Kognitif, berbagai pengertian tentang hal ini salah satunya menurut

    Benson FD, Kognisi adalah proses saat informasi (internal dan eksternal) di

    manipulasi di dalam otak. Kaplan dan Sadock (1975) berpendapat bahwa

    kognisi adalam proses mental untuk mengetahui dan menjadi sadar. Namun

    pengertian yang lebih sesuai dengan behavior neurology dan neuropsikologi

    : kognisi adalah suatu proses disaar semua masukan sensoris (visual, taktil

    dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan, dan selanjutnya akan

    digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu

    mampu melakukan proses recognitionterhadap inputtersebut.

    Menurut Hecker (1998) kognisi memmiliki sembilan modalitas yang

    etrdiri atas : 1. Memori 2. Praksis 3. Bahasa 4. Visuospasial 5. atensi dan

    aonsentrasi 6. Kalkulasi 7. Mengambil keputusan 8. Reasoning 9 Berpikir

    abstrak.

    2.2.2.2 Anatomi dan fisiologi otak yang berhubungan dengan

    kognitif

    Fisiologi otak nerkaitan dengan fungsi kognitif sampai saat ini

    masih belum jelas dan memberikan hasil yang masih controversial.

    Luria (1970) telah melakukan penelitian terhadap prajurit yang

    sebelumnya sehat dan menjadi cacat pada peperangan. Luria membagi

    tiga tingkat fungsional otak.

    1. Tingkat pertamaTingkat pertama adalah formasio retikularis di batang otak yang

    bertanggung jawab terhadap perhatian dan kewaspaadan. Formasio

    retikularis mempunyai semua hubungan dengan semua bagian korteks.

    Semua informasi sensorik yang masuk baik visual, taktil dan auditorik

    akan masuk melalui formation retikularis di batang otak dan akan

    mengaktifkan seluruh korteks otak sehingga korteks yang

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    10/37

    10

    ebrsangkutan akan mempersiapkan diri untuk melakukan analisa

    informasi yang spesifik sesuai dengan modalitas informasi sensorik

    yang masuk.

    2. Tingkat keduaMerupakan tingkat kortikal yang lebih tinggi. Pada tingkat

    kedua ini dibedakan atas dua bagian yanitu korteks otak posterior dan

    korteks otak anterior.

    A. Korteks otak posterior.Meliputi korteks lobus parietal, temporal dan oksipital, yang

    berfungsi untuk penerimaan, penganalisaan, pengintegrasian dan

    penyimpanan informasi yang diterima dari tingkat pertama. Disini

    semua masukan sensorik dari semua modalitas (auditorik, visual dan

    taktil) akan sampai pada korteks primer masing-masing modalitas.

    B. Korteks otak anterior.Terdiri dari lobus frontalis sebagai korteks motorik.

    3. Tingkat ketigaMerupakan hubungan dengan korteks frontal sebagai korteks

    anterior. Yang berfungsi untuk pengawalan dan perkoordinasian

    semua perbuatan yang dilakukan dengan sadar.

    Ada juga pendapat Jeremy pada tahun 2000 menjelaskan bahwa

    Ajaran tradisional mengenai cerebellum adalah murni motor control

    sepertinya tidak lagi valid. Terjadi peningkatan pengakuan bahwa

    cerebellum yang berkontriibusi pada proses kognitif dan control emosi

    selain perannya sebagai motor control. Studi anatomi dan fisiologi

    menyatakan bahwa terdapat daerah sensorimotor primer di bagian

    lobus anterior dari cerebellum, dan sensorimotor sekunder di bagian

    medialaspek dari lobusposterior. Namun kebalikannya, area asosiasi

    cerebral yang mengatur perilaku ternyata secara istimewa

    berhubungan dengan lateral hemispheredari lobusposterior cerebral.

    ada pula hubungan reciprocal antara cerebellum dan hypothalamus.

    Jalur ini memfasilitasi penggabungan cerebellar kedalam distribusi

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    11/37

    11

    neural skirkuit yang mengatur intelektual, emosi dan fungsi

    autonomik terlepas fungsinya sebagai kontrol sensorimotor

    2.2.2 Manifestasi Ganguan Fungsi Kognitif

    Manifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan

    pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi.

    a. Gangguan bahasaGangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak

    pada kemiskinan kosa kata. Pasien tak dapat menyebut nama benda

    atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi

    lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama benda dalam satu kategori

    (categorical naming), misalnya disuruh menyebut nama buah atau

    hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara

    penamaan konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk

    mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat

    menyebutkan nama benda yang ditunjukkan tetapi mengalami

    kesulitan kalau diminta menyebutkan nama benda dalam satu

    kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun.

    b. Gangguan MemoriGangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama

    timbul pada demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah

    memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan.

    Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik

    neurology fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung

    lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu :

    Memori segera (Immediate memory), rentang waktu antarastimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya

    dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat.

    Memori baru (recent memory), rentang waktunya lebih lamayaitu beberapa menit, jam, bulan, bahkan tahun.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    12/37

    12

    Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seumur hidup.

    c. Gangguan EmosiSekitar 15% pasien mengalami kesulitan melakukan kontrol

    terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-

    tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling

    umum dari penyakit pada otak terhadap kepribadian adalah emosi

    yang tumpul, disinhibition kecemasan yang berkurang atau euphoria

    ringan, dan menurunnya sensitifitas sosial. Dapat juga terjadi

    kecemasan yang berlebihan, depresi, dan hipersensitif.

    d. Gangguan VisuospasialGangguan ini juga sering timbul dini pada demensia. Pasien

    banyak lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah

    teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat

    (disorientasi waktu, tempat, dan orang). Secara objektif gangguan

    visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi

    gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu

    e. Gangguan KognisiFungsi ini paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama

    gangguan daya abstraksinya. Ia selalu berpikir kongkrit, sehingga

    sukar memberi makna peribahasa. Juga daya persamaan (similarities)

    mengalami penurunan.

    2.2.3 Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Fungsi Kognitif

    a. Usiahubungan antara usia dan fungsi kognitif telah terbukti di

    banyak studi. Van Hooren e al (2007) menyatakan bahwa usia

    memiliki dampak penting dalam seluruh pengukuran fungsi konitif di

    studi yang telah ia lakukan dengan melibatkan 578 individual orang

    tua sehat, yang berusia antara 64 hingga 81 tahun. Begitu juga Dore

    telah melakukan studinya dengan sampel sebanyak 945 orang, yang

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    13/37

    13

    memiliki usia antara 20 sampai 79 tahun. Mereka menemukan bahwa

    terjadi penurunan peforma kognitif pada usia tua.

    b. Tingkat Pendidikan,Dore menyatakan dari berbagai aspek seperti tingkat pendidikan

    , partisipasi sosial dan pekerjaan seseorang untuk hidup ditemukan

    efek yang positif. Walaupun tingkat pendidikan berpengaruh pada

    fungsi kognitif lansia, namun faktor ini tidak menjadi faktor terpenting

    dalam fungsi kognitif. Hasil yang didapatkan adalah orang berusia 70

    sampai 79 tahun hasil fungsi kognitifnya tidak dipengaruhi oleh

    tingkat pendidikan.

    c. Jenis KelaminBeberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa wanita

    menunjukkan fungsi kognitif yang lebih baik daripada pria, naum

    beberapa studi lain menyatakan sebaliknya. Menurut Van Hooren ia

    melaporkan bahwa wanita lebih baik dari pada pria dalam tugas

    memori verbal. Mereka juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan

    dalam pengukuran modalitas fungsi konitif lainnya. Kesimpulannya

    jenis kelamin tidak begitu berpengaruh terhadap fungsi kognitif lansia.

    d. Lingkungan dan AktivitasAda beberapa studi melakukan perbandingan hubungan antara

    lansia yang tinggal di rumah dan lansia yang dipindahkan ke panti

    werdha dengan fungsi kognitif individual tersebut. Engberg

    meyatakan bawha studi mereka tentang peforma kognitif lansia yang

    tinggal di rumah lebih baik daripada yang dipindahkan ke panti

    werdha. Bannister melaporkan bahwa terdapat sebuah regresi dari

    fungsi kognitif bagi mereka yang dipindahkan ke panti werdha dari

    rumah mereka dalam jangka waktu 1 tahun. Beyza (2013)

    mempercayai bahwa faktor-faktor seperti jauh dari rumah, depresi,

    dan status ekonomi mempengaruhi fungsi kognitif meskipun

    sepertinya terlihat bahwa dip anti werdha akan ada banyak

    kesempatan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi bila sesame lansia

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    14/37

    14

    hidup bersama. Sebagai contoh; Gruber-Baldini menyatakan bahwa

    gejala depresif pada individual lansia dengan demensia lebih sering

    ditemukan pada mereka yang tinggal di rumah pensiun atau panti

    werdha yangprofitdaripada yang non-profit.

    e. Kebiasaan merokoksejauh ini belum ada consensus yang menyatakan bahwa

    memiliki kebiasaan merokok berhubungan dengan risiko mengalami

    penurunan fungsi kognitif dan demensia. Ada beberapa studi

    prospektif yang mendapatkan hasil bahwa merokok meningkatkan

    kemungkinan Alzheimes disease. Pada studinya Beyza(2013)

    meyatakan bahwa memiliki kebiasaan merokok (masih atau sudah

    berhenti) adalah faktor risiko dari gangguan fungsi kognitif.

    Walaupun demikian hasil studi menunjukkan odd rasio yang rendah

    (

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    15/37

    15

    peningkatatan tekanan sistolik ia mendapatkan bahwa terjadi

    penurunan risiko gangguan kognitif sebesar 24% hingga 28% daripada

    responden yang normotensi. Bagitu pula studi yang dilakukan Guo

    (1997) dengan 1736 responden, ia melaporkan bahwa responden yang

    ebrusia lebih dari 75 tahun dengan peningkatan tekanan sistolik

    cenderung memiliki risiko mengalami gangguan kognitif lebih rendah

    daripada yang normotensi, tekanan sistolik ini tertahan pada 180

    mmHg. Namun responden dengan tekanan diastolik lebih dari 95

    mmHg memiliki risiko mengalami gangguan kognitif lebih tinggi

    dibandingkan dengan responden yang memiliki tekanan darah

    diastolik normal. Sebagai kesimpulan hipertensi memiliki efek positif

    dan negatif terhadap perkembangan gangguan kognitif seseorang.

    h. Sindroma metabolikSindroma metabolik memiliki beberapa komplikasi seperti

    gangguan system karidovaskuler yang mungkin akan menjadi salah

    satu penyebab terjadinya penurunan fungsi kognitif. Tingginya tingkat

    inflamasi yang meningkatkan risiko perkembangan sindroma

    metabolik dan penurunan fungsi kognitif.

    Peningkatan CRP dan IL-6 terkait dengan penurunan fungsi

    kognitif yang cepat. Peningkatan CRP dan IL-6 memiliki risiko

    mengalami diabetes, aterosklerosis, dan komplikasi lainnya. peran

    mediator inflamasi lainnya seperti spesies oksigen reaktif (reactive

    oxygen species, ROS), produk akhir glikasi (advanced gycation end

    product, AGE) dan protein kinase C (PKC) telah terbukti dalam

    beberapa literature. ROS dapat pula timbul oleh aktivasi AGE. Selain

    mengaktivasi ROS, AGE juga memicu terjadinya apoptosis dan

    aktivasi mitogen activated protein kinase (MAPK). Semua aktivator

    inflamasi ini akan berujung pada berkurangnya suplai oksigen otak

    akibat terhambatnya alirand arah ke otak oleh palk-plak yang

    menyempitkan endotel pembuluh darah ke otak. Selanjutnya berbagai

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    16/37

    16

    efek dapat ditimbulkan sesuai dengan komplikasi yang terjadi dan

    berujung pada penurunan fungsi kognitif penderita.

    Peningkatan dan penurunan konsentrasi glukosa dapat

    berpotensi menurunkan fungsi kognitif pad aseseorang. DM tipe 1

    akut dan kronik berhubungan dengan demesia dan penurunan fungsi

    intelektual seiring dengan waktu, sebaliknya hiperglikemia akut dapat

    terkait dengan perbaikan memori diakibatkan oleh karena glukosa

    bertindak sebagai substrat yang diperlukan dalam fungsi metabolik

    agar asetilkolin dan neurotransmitter lainnya dapat berfungsi dengan

    baik sehingga memori dan fungsi kognitif juga turut membaik.

    Pada peningkatan glukosa kronik justru didapatkan efek yang

    negative terhadap fungsi kognitif, diduga peningkatan glukosa kronik

    memicu pembentukan streptozomicin yang nantinya akan menurunkan

    produksi asetilkolin dan kemampuan pelepasannya di dalam otak.

    Adanya penurunan transmisi kolinergik di otak akan menyebabkan

    terjadinya gangguan memori.

    Berdasarkan studi Saunderajen (2010), besarnya kejadia

    gangguan fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolic adalah

    44,3%. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahawa sindroma

    metabolik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

    gangguan fungsi kognitif. Semakin banyak komponen sindroma

    metabolik yang positif maka risiko mengalami penurunan fungsi

    kognitif juga semakin besar.

    i. Pasca strokePada penderita stroke kecenderungan mengalami penurunan

    fungsi kognitif semakin besar bila di bandingkan dengan yang tidak

    menderita stroke sebelumnya. Menurut Andy (2010) lokasi stroke

    mempengaruhi risiko mengalami kemunduran dalam fungsi kognitif,

    lokasi infark yang paling berpengaruh pada kejadian demensia pasca

    stroke adalah di lokasi korteks otak anterior yang melibatkan sirkuit

    atau jalur frontal-subkortikal. Jalur ini melibatkan lobus frontal,

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    17/37

    17

    ganglia basalis, dan system limbik (talamus dan hipotalamus). Pada

    penenlitiannya juga didapatkan tidak ada penderita stroke infark

    tunggal yang mengalami demensia, melainkan penderita multi infark

    sebanyak 56,8% yang mengalami kemunduran fungsi kognitif.

    2.2.4 Tahap Penurunan fungsi Kognitif

    Menurut Alzheimers association ada beberapa tahapan terjadinya

    penurunan tingkat fungsi kognitif hingga sampai pada tahap akhir penyakit

    Alzheimers . tahapan tersebut dibagi menjadi 7 antara lain:

    1. Tidak ada gangguan (fungsi normal)Penderita tidak akan mengalami atau merasakan adanya

    gangguan memori. Sebuah wawancara dengan ahli medis tidak dapat

    menunjukkan adanya bukti dari gejala demensia yang penderita

    sedang alami.

    2. Penurunan kognitif sangat ringan (mungkin pada usia normal)Penderita mungkin merasakan jika dia memiliki gejala lupa atau

    kehilangan memori, misalnya saja seperti melupakan kosa kata yang

    familiar atau lokasi benda yang sehari-hari ia gunakan. Tetapi tidak

    ditemukan gejala dari demensia yang bias dideteksi dengan

    pemeriksaan medis oleh teman , keluarga ataupun rekan kerjanya.

    3. Penurunan kognitif ringan (tahap awal Alzheimers dapatdidiagnosa di beberapa kasus)

    Teman, keluarga atau rekan kerja mulai mendapati kesulitan.

    Selama dilakukan wawancara medis atau anamnesis, dokter mungkin

    mampu untuk mendeteksi adanya permasalahan pada konsentrasi atau

    memori. 3tahap yang biasa mendapatkan kesulitan antara lain:

    Masalah yang tampak dalam penggunaan kosa kata ataunama yang tepat.

    Kesulitan dalam mengingat nama ketika berkenalan denganorang baru.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    18/37

    18

    Memiliki kesulitan yang besar dan terlihat pada aktivitassosial atau pekerjaan dalam mengingat sesuatu yang baru saja

    dibacanya.

    Kehilangan atau tidak meletakkan benda berharga padatempatnya.

    Meningkatnya kesulitan dalam perencannan atau pengaturan.4. Penurunan kognitif sedang (Tahap awal atau ringan penyakit

    Alzheimers)

    Pada titik ini, anamnesis yang teliti seharusnya mampu untuk

    mendeteksi beberapa gejala yang menjadi tanda penyakit ini.

    Mudah lupa dengan acara yang baru saja dilalui. Penurunan kemampuan untuk melakukan tantangan

    aritmatika, sebagai contoh menghitung terbalik dari 100

    dengan interval 7 angka.

    Kesulitan yang terlihat dalam melakukan tugas yangkompleks, seperti merencanakan makan malam dengan tamu,

    membayar tagihan atau mengatur finansial.

    Lupa terhadap salah satu pengalaman personalnya. Menjadi moodyatau menarik diri, terutama dalam kehidupan

    sosial atau situasi yang menantang mental.

    5. Penurunan kognitif sedang berat ( tahap sedang ataupertengahan penyakit Alzheimers)

    Kesulitan dalam mengingat dan berpikir benar-benar terasa,

    dan individu mulai membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas

    dari hari ke hari. Dalam tahap ini penderita mungkin merasakan:

    Menjadi tidak mampu untuk mengingat alamat atau nomortelepon mereka sendiri, serta tidak mampu mengingat sekolah

    atau universitas tempat mereka lulus.

    Menjadi bingung tentang lokasi dimana mereka berada atauhari apa itu.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    19/37

    19

    Memiliki kesulitan ddengan tatangan aritmatika yang mudah,seperti menghitung terbalik dari 40 dengan interval 4 angka

    atau dari 20 dengan interval 2 angka.

    Membutuhkan bantuan untuk memilih pakaian yang sesuaidengan acara yang akan di datangi olehnya.

    Masih mampu mengingat secara signifikan detail tentangdirinya dan keluarganya.

    Masih mampu makan dan menggunakan toilet sendiri.6. Penurunan kognitif berat (Tahap sedang berat penyakit

    Alzheimers).

    Memori terus bertambah buruk, perubahan kepribadian

    mungkin ada dan individual membutuhkan bantuan yang ekstensif

    untuk kegiatan kesehariannya. Pada tahap ini, individual mungkin:

    Kehilangan kesadaran akan pengalaman yang baru saja iaalami termasuk orientasi sekelilingnya

    Mengingat namanya sendiri namun kesulitan dalammengingat masa lalunya.

    Mampu membedakan muka yang familiar dan yang tidakfamiliar namun sulit untuk mengingat nama dari orang yang

    mengurusnya sehari-hari.

    Membutuhkan bantuan dalam berpakaian dengan pantas danmungkin bila tanpa pengawasan melakukan kesalahan seperti

    menggunakan piyama di siang hari dan sepatu di kaki yang

    salah.

    Mengalami perubahan besar dalam ola tidur, tidur di sianghari dan menjadi tidak bisa tidur saat malam.

    Membutuhkan bantuan dalam melakukan hal kecil di saatbuang air ( contohnya, menyiram, cebok, dan membuang tisu

    secara benar)

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    20/37

    20

    Mengalami peningkatan frekuensi dalam masalhnyamengontrol buang air besar.

    Mengalami perubahan besar dalam kepribadian dan kebiasan,termasuk menjadi penuh curiga dan mengalami delusi (

    seperti mempercayai bahwa perawatnya adalah orang lain

    yang menyamar) atau menjadi kompulsif, melakukan

    perilaku yang berulang-ulang seperti memeras tangannya

    atau memarut tisu.

    Cenderung untuk berkeliaran atau tersesat.7. Penurunan kognitif sangat berat

    Pada tahap akhir dari penyakit ini, individu kehilangan

    kemampuannya untuk merespon kepada lingkungannya, seperti

    melakukan konversasi dan kadang mengontrol gerakannya. Mereka

    mungkin masih mengucapka kata atau frase. Pada thap ini individu

    membutuhkan banyak bantuan untuk melaksanakan kegiatan

    kesehariannya, termasuk makan, atau menggunakan toilet. Merkan

    mungkin juga kehilangan kemampuan untuk tersenyum, untuk duduk

    tanpa bantuan dan untuk menahan kepal mereka. Reflex menjadi

    abnormal. Otot menjadi kaku. Dan terdapat gangguan menelan.

    Walaupun telah dibagi menjadi beberapa kategori atau tahapan,

    gejala-gejala yang timbul masih saja sering mengalami tumpang

    tindih, sehingga sedikit sulit untuk memastikan dengan pasti penderita

    berada di tahap mana.

    Ada pula pembagian lain menurut Suryadi (2004) tentang proses

    penurunan fungsi kognitif. Terdapat tiga tahapan penurunan fungsi kognitif

    pada usia lanjut, mulai dari yang masih dianggap normal sampai patologik

    dan pola ini berujud sebagai spektrum mulai dari yang sangat ringan sampai

    berat, yaitu : Mudah lupa (Forgetfulness), Mild Cognitif Impairment (MCI),

    Demensia.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    21/37

    21

    a. Mudah Lupa (Forgetfulness)Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering

    dialami subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai

    peningkatan umur. Lebih kurang 39% pada umur 50-60 tahun dan

    angka ini menjadi 85% pada umur diatas 80 tahun. Istilah yang sering

    digunakan dalamm kelompok ini adalah Benign Senescent

    Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Impairment (AAMI). Ciri

    Kognitifnya adalah proses berfikir melambat; kurang menggunakan

    strategi memori yang tepat; kesulitan memusatkan perhatian; mudah

    beralih pada hal yang kurang perlu; memerlukan waktu yang lebih

    lama untuk belajar sesuatu yang baru; memerlukan lebih banyak

    petunjuk / isyarat untuk mengingat kembali.

    Kriteria mudah lupa adalah :

    Mudah lupa nama benda, nama orang Terganggunya kemampuan memanggil kembali memori (recall) Terganggunya kemampuan mengingat kembali memori

    (retrieval)

    Bila diberi petunjuk bisa mengenal kembali Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada

    menyebutkan namanya.

    b. Mild Cognitif ImpairmentMild Cognitif Impairment merupakan gejala perantara antara

    gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memori

    Impairment/AAMI) dan demensia. Sebagian besar pasien MCI

    menyadari adanya defisit memori seperti tersesat jika berpergian, lupa

    akan pembicaraan rutin dan sulit menemukan kata-kata tepat untuk

    berkomunikasi, masalah dalam berkonsentrasi dan mengikuti

    petunjuk. Penurunan dalam penampilan dan kualitas hidup yang

    ditimbulkan dari MCI ini secara keseluruhan diakui oleh kolega atau

    orang-orang sekitarnya.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    22/37

    22

    Penelitian menunjukka bahwa lebih dari separuh (50-80%)

    orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam waktu 5-

    7 tahun mendatang. Itulah sebabnya diperlukan penanganan dini untuk

    mencegah fungsi kognitif. Dari rangkuman berbagai hasil penelitian di

    berbagai Negara prevalensi MCI berkisar antara 6,5-30% pada

    golongan usia di atas 60 tahun. Kriteria diagnostic MCI adalah adanya

    gangguan daya ingat memori yang tidak sesuai dengan usianya namun

    bukan demensia. Fungsi kognitif secara umum relative normal,

    demikian juga aktivitas hidup sehari-hari. Bila dibandingkan dengan

    orang-orang yang usianya sebaya serta orang-orang dengan

    pendidikan yang setara, maka terdapat gangguan yang jelas pada

    proses belajar (learning) dan delayed recall. Bila diukur dengan Mini

    mental State examination skornya 26-23. Kriteria yang lebih jelas bagi

    MCI adalah :

    Gangguan memori yang dikeluhkan oleh pasiennya sendiri,keluarganya maupun dokter yang memeriksanya

    Aktivitas sehari-hari masih normal Fungsi kognitif secara keseluruhan (global) normal Gangguan memori obyektif, atau gangguan pada salah satu

    wilayah kognitif, yang dibuktikan dengan skor yang jatuh

    dibawah 1,5-2,0 SD (Standar Deviasi) dari rata-rata kelompok

    umur yang sesuai dengan pasien.

    Skor Mini mental State examination 26-23

    Tidak ada tanda demensiaBilamana dalam praktek ditemukan seorang pasien yang

    mengalami gangguan memori berupa gangguan memori tertunda

    (delayed recall) atau mengalami kesulitan mengingat kembali sebuah

    informasi walaupun telah diberikan bantuan isyarat padahal fungsi

    kognitif secara umum masih normal, maka perlu dipikirkan diagnosis

    MCI. Pada umumnya pasien MCI mengalami kemunduran dalam

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    23/37

    23

    memori baru. Namun diagnosis MCI tidak boleh diterapkan pada

    individu-individu yang mempunyai gangguan psikiatrik, kesadaran

    yang berkabut atau minum obat-obatan yang mempengaruhi sistem

    saraf pusat.

    c. DemensiaDefinisi menurut ICD-10, DSM IV, NINCDS-ARDA,

    demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual

    progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional,

    sehingga mengakibatkan gangguan fungsi social, pekerjaan dan

    aktivitas sehari-hari.

    Pada early demensia (tahap penurunan kognitif moderately

    severe) penderita memerlukan asisten, kesulitan me-recall aspek

    mayor dalam kehidupannya (alamat dan nomor telepon), disorientasi

    waktu, tidak memerlukan pendamping jika ke toilet atau makan tetapi

    sulit menemukan memilih pakaian.

    Pada middle demensia (tahap penurunan kognitif yang parah)

    penderita lupa nama tempatnya bernaung, tidak akan peduli akan

    kejadian yang baru terjadi maupun terhadap sekitarnya, tidak peduli

    akan musim, cuaca. Memerlukan pendamping dalam melakukan

    aktifitas sehari-harinya, hampir selalu memanggil namanya sendiri,

    terganggunya siklus siang dan malam hari. Terjadinya perubahan

    kepribadian dan emosional dapat disertai gejala-gejala psikiatri.

    Penderita late demensia (demensia tahap lanjut) merupakan

    tahap penurunan fungsi kognitif yang sangat parah, kemampuan

    verbalnya semua hilang, sering tak dapat berbicara dan hanya

    menggumam. Terjadi inkontinensia urin dan memerlukan bantuan

    untuk makan dan kebersihan pribadi. Kehilangan kemampuan

    psychomotor skills dasar seperti berjalan, sehingga dikatakan bahwa

    otak tak dapat melakukan perintah kepada badan lagi. Kriteria untuk

    demensia adalah :

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    24/37

    24

    Kemunduran memori dengan ciri : kehilangan orientasi waktu,Kehilangan memory jangka panjang dan pendek (tidak selalu

    tampak jelas saat konversasi), kehilangan informasi yang

    diperoleh.

    Tidak dapat mengingat daftar lima item atau nomor telepon Kemunduran pemahaman Kemunduran kemampuan bicara dan xbahasa Kemunduran komunikasi sosial

    2.3 Montr eal Cogni tive Assesment I ndonesia (MoCA-Ina)

    Montreal Cognitive Assesment (MoCA) diciptakan pada 1996 oleh Dr.

    Ziad Nasreddine (2005) di Montreal, kanada. Tes ini di validasi untuk

    gangguan kognitif ringan, kemudian telah diadopsi di beberapa pengaturan

    klinik lainnya.

    MoCA tes ini berisi satu halam dan 30 poin tes yang diperkirakanmembutuhkan waktu selama 10 menit. Instruksi tes dan cara melakukannya

    telah dapat di akses secara bebas di www.mocatest.org . tes ini tersedia

    dalam 35 bahasa atau dialek.

    Tes MoCA mengukur beberapa bidang kongnitif. pemanggilan

    memori jangka pendek (5 poin) termasuk dua kali percobaan untuk

    mengingat lima kata benda dan recall setelah sekitar 5 menit. Kemapuan

    Visuospatialjuga diukur menggunakan tugas menggambar jam (3poin) dan

    kubus tiga dimensi (1poin). Multiple aspek dari fungsi eksekutid adalah

    untuk mengukur menggunakan tugas alternative yang diadaptasi dari

    pembuatan tugas B (1poin), sebuah tugas kelancaran fonemis (1poin), dan

    tugas pemisahan dua benda secara verbal. (2poin). Perhatian, konsentrasi,

    dan kerja memori dievaluasi menggunakan tugas dukungan konsentrasi

    (deteksi target menggunakan taping; 1poin), sebuah tugas serial substraksi

    (3poin), dan digit kedepan dan kebelakang (masing-masing 1 poin). Bahasa

    http://www.mocatest.org/http://www.mocatest.org/
  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    25/37

    25

    di ukur menggunakan tugas menentukan 3 nama hewan yang familiar

    (3poin), repetisi dua kalimat kompleks (2poin). Terakhir, orientasi untuk

    waktu dan tempat dievaluasi (6 poin).

    Studi validasi tes MoCA (Nasreddine dkk., 2005) menunjukkan

    bahwa MoCA telah menjadi instrument yang menjanjikan untuk mendeteksi

    gangguan kognitif Ringan (MCI) dan tahap awal penyakit Alzheimer

    dibandingkan dengan Mini-Mental State Examination (MMSE) yang telah

    dikenal. Bagaimanapun , telah dinyatakan MMSE tidak cocok untuk MCI,

    yang menmunculkan pertanyaan apakan MMSE memang standar dalam

    perbandingan peformanya dengan MoCA. Menurut studi validasi

    Nasreddine dkk (2005), sensitivitas dan spesifisitas MoCA untuk

    mendeteksi MCI (n=94 subjek) adalah 90% dan 87% secara berturut-turut,

    dibandingkan dengan18% dan 100% secara berurutan duntuk MMSE. Pada

    studi yang sama, sensitivitas dan spesifisitas dari MoCA untuk mendeteksi

    tahap awal AD (n=92 subjek) adalah 100% dan 87% berurutan,

    dibandingkan dengan 78% dan 100% berurutan untuk MMSE. Normalcontrol (n=90 subjek) memiliki rata-rata usia 72,84 dan rata-rata edukasi

    13,33 tahun.

    MoCA telah direkomendasikan oleh The National Institutes of Health

    dan the Canadian Stroke Consortium untuk mendeteksi vascular cognitive

    impairment. Dan juga oleh the Canadian Consensus Guidelines fot

    Diagnosis and Treatment of Dementia for detection of Mild Cognitive

    Impairment and Alzheimers disease.

    Nilai normative untuk MoCA berdasarkan studi yang dilakukan

    Nasreddine dkk. (2005), adalah

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    26/37

    26

    Tabel 1. Data Normatif MoCA-Ina

    Kontrol normal MCI AD

    Jumlah subjek 90 94 93

    Nilai MoCA

    rata-rata27,4 22.1 16.2

    MoCA standar

    deviasi2.2 3.1 4.8

    Jarak nilai

    MoCA 25.2-29.6 19.0-25.2 21.0-11.4

    Setelah dianalisis lebih mendalam oleh beliau,maka disimpulkanlah

    bahwa nilai tes MoCA yang kurang dari 24 menunjukan responden

    memiliki risiko untuk menderita gangguan kognititf ringan.

    2.4 Upaya Meningkatkan fungsi kognitif

    2.4.1 Stimulasi kognitif

    a. TujuanMemberi rangsangan pada SSP khususnya fluid intelligence

    agar daya ingat dapat dipertahankan seoptimal mungkin.

    b. Persiapan alatKalender dengan angka besar, jam meja dengan angka yang besar.

    c. Proses Anjurkan lansia (oma-opa penghuni Panti Werdha Dharma

    Bakti Km.7 Palembang) duduk, lalu letakkan alat peraga

    didepannya dengan jarak pandang yang jelas, gunakan kaca

    mata bila perlu.

    Minta mereka menyebutkan apa yang ditunjuk perawat untukmengulang kembali.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    27/37

    27

    Latih secara teratur 15-20 menit sehari agar dapatmempertahankan kemampuan daya ingat.

    d. Hasil Evaluasi respon verbal dan nonverbal lansia yang dites tadi, lalu

    tanyakan apa yang mereka rasakan terhadap latihan yang

    diberikan.

    Ulangi langkah-langkah diatas 15-20 menit setiap hari.

    2.4.1 Stimulasi Perspektifa. Tujuan

    Memberi rangsangan pada SSP khususnyafluid intelligence agar

    tidak terjadi distorsi persepsi terhadap objek atau benda terkait dengan

    kemunduran emosi dan intelektual.

    b. Persiapan alatGambar pemandangan atau foto-foto keluarga yang menyenangkan

    lansia yang dites tadi.

    c. Proses Anjurkan lansia duduk lalu letakkan alat peraga

    didepannya dengan jarak pandang yang jelas, gunakan kaca

    mata bila perlu.

    Minta lansia tadi, menyebutkan apa yang ditunjuk perawat untukmengulang kembali.

    Minta lasia tadi untuk menceritakan kembali apa yang dilihat. Bandingkan dengan persepsi perawat atau keluarga. Apakah

    ditemukan penyimpangan? Jika ya, gali apa yang

    melatarbelakangi dan intervensi.

    d. Hasil Evaluasi respon verbal dan non verbal lansia terhadap latihan

    yang diberikan

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    28/37

    28

    Anjurkan keluarga atau orang disekitar klien untuk mengulangiminimal sepekan sekali.

    2.5Kerangka Teori

    Gangguan fungsi

    kognitif

    Faktor-faktor

    Irevesible

    Usia (prosesmenua alami)

    Jenis kelamin

    Faktor-faktor revesible

    KebiasaanMerokok

    Hipertensi Sindroma

    metabolik

    Aktivitas danlingkungan

    Depresi

    Mild Cognitive

    Impairment (MCI)

    Demensia

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    29/37

    29

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1Jenis PenelitianPenelitian observasional deskriptif dengan pendekatan survei.

    3.2Waktu dan Tempat Penelitian3.2.1 Waktu : Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober

    2013

    3.2.2 Tempat : Panti Werdha Dharma Bakti Km. 7 Palembang.

    3.3Populasi dan Sampel3.3.1Populasi

    Semua lansia penghuni Panti Werdha Km 7 Palembang yang mampu

    baca dan tulis.

    3.3.2SampleSampel penelitian adalah semua individu yang termasuk dalam

    populasi penelitian yang dapat ditemukan pada saat penelitian

    berlangsung (populasi terjangkau)

    3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusia. Kriteria Inklusi

    i. Pria dan wanita berusia > 60tahun yang menghuniPanti Werdha Dharma Bakti Km7 dan mampu baca

    tulis (tidak buta huruf)

    ii. Bersedia dengan sukarela menjadi responden

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    30/37

    30

    b. Kriteria Eksklusi (diamati dari rekam medic PantiWerdha Dharma Bakti Km 7 Palembang)

    i. Penderita gangguan jiwa (Skizofrene)ii. Penderita dengan depresi/ansietasiii. Penderita Kecacatan fisik seperti gangguan

    pendengaran (tuli), gangguan penglihatan (katarak),

    tuna wicara

    iv. Penderita DMv. Penderita strokevi. Penderita penyakit neurodegeneratif (Parkinson,

    Alzheimer, demensia lewy bodies)

    3.4Definisi Operasional3.4.1Batasan Operasional

    Variabel Batasan Operasional Instrumen Kategori

    1. Usia Usia kronologik Lansia>60 tahun

    Kuisioner a. Elderly (60-74tahun)

    b. Old (75-90tahun)

    c. Very old (>90tahun)

    2. JenisKelamin

    Status kelamin yang

    ditentukan dengan

    observasi dan identitas

    Kuisioner a. Laki-lakib. Perempuan

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    31/37

    31

    diri

    3.TingkatPendidikan

    lamanya pendidikan

    formal yang pernah

    ditempuh oleh responden

    Kuisioner a. Tidak sekolahb. 12tahun (college)4. Gangguan

    Kognitif

    Pemeriksaan tes kognitif

    dilakukan oleh peneliti

    instrument

    MoCA-ina

    a. Normal (24- 30)b. MCI (90mmHg)

    Rekam

    Medik

    Panti

    Werdha

    Km7

    Numerik

    6. DM Riwayat mendapat terapiDM. Kenaikan kadar

    gula darah yang ditandai

    dengan :

    - Gula Darah Puasa>126mg/dl

    - Gula darah 2 jamPP >200mg/dl

    Rekam

    Medik

    Panti

    Werdha

    Km7

    Eksklusi

    7. PenyakitParkinson

    Riwayat minum obat

    penyakit Parkinson dan

    Gejala klinis penyakit

    Rekam

    Medik

    Panti

    Eksklusi

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    32/37

    32

    Parkinson (+) Werdha

    Km7

    8. Stroke Riwayat stroke dandeficit neurologis fokal

    (+)

    Rekam

    Medik

    Panti

    Werdha

    Km7

    Eksklusi

    9. Depresi/ansietas

    Skor skala depresi

    geriatric 15, bila skor >5

    didapatkan depresi

    Instrumen

    Geriatrik

    Depression

    Scale

    Eksklusi

    3.4.2Alat PengukuranPengukuran akan dilakukan dengan menggunakan test

    kuisioner Geriatric Depression scale yang terlampir pada lampiran

    3) guna mendapatkan sample yang tidak dalam keadaan depresi

    kemudian sample yang tidak depresi akan dilanjutkan dengan test

    pemeriksaan Montreal Cognitive Assesment Indonesia (MoCA-Ina)

    untuk mengetahui fungsi kognitif.

    3.4.3Cara PengukuranPertama individu yang merupakan calon subyek penelitian

    diberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan saya jelaskan.

    Isi penjelasan terlampir pada lampiran 1. Setelah subjek penelitian

    mengerti, maka akan dilakukan penandatangan lembar persetujuan

    setelah penjelasan (Inform Consent, terlampir pada lampiran 2).

    Jika individu telah mengerti dan bersedia dijadikan subjek

    penelitian, barulah kita lakukan pemisahan sample sesuai kriteria

    inklusi dan eksklusi. Sampel yang memenuhi syarat akan diukur

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    33/37

    33

    fungsi kognitifnya dengan menggunakan test pemeriksaanMoCA-Ina

    (yang terlampir pada lampiran 4). Sampel dengan diajukan beberapa

    pertanyaan yang terbagi dalam 8 sesi selama 10 menit.

    3.4.4Hasil pengukuranHasil Test GDS (Geriatric Depression Scale) adalah jika dari

    30 pertannyaan yang diajukan skornya 15 maka individu dinyatakan

    dalam keadaan depresi dan tereksklusi dari sample penelitian.

    Hasil test pemeriksaan MoCA-Ina akan diinterpretasikan

    menjadi :

    Skor

    MoCA-

    Ina

    a. 24-30b.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    34/37

    34

    3.5Kerangka Operasional

    3.6Cara Pengumpulan Data3.6.1 Peneliti mewawancara dan melakukan pemeriksaan GDS serta

    MoCA-ina secara langsung pada lansia yang mampu baca dan

    tulis, penghuni Panti Werdha Dharma Bakti Km7 Palembang.

    3.6.2 Kemudian dilakukan pendataan hasil pemeriksaan MoCA-inaberupa data usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat

    hipertensi kepada lansia yang memenuhi kriteria inklusi

    penelitian serta tidak termasuk dalam criteria eksklusi penelitian.

    3.6.3 Data yang terkumpul dari hasil pemeriksaan MoCA-ina diolahdengan metode manual dan disajikan secara deskriptif dalam

    bentuk tabel dan narasi

    Penghuni Panti Werdha

    Dharma Bakti Km7 PLB

    kriteria Inklusi sampel kriteria Ekslusi sampel

    Surat Ijin Penelitian

    Pemeriksaan GDS, MoCA-

    Ina

    Dekripsi Data

    Hasil

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    35/37

    35

    3.7Anggaran1. Fotokopi kuestioner MoCA-Ina Rp 150 x 80 : Rp 12.0002. Fotokopi kuetioner GDS Rp 150 x 80 : Rp 12.0003. Makanan ringan untuk responden Rp 8000 x 80 : Rp 640.0004. Transportasi : Rp 100.000

    Total : Rp 764.000

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    36/37

    36

    BAB IV

    JUSTIFIKASI ETIK

    4.1 Rangkuman Karakteristik Penelitian

    Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

    mengetahui gambaran fungsi konitif pada manusia lanjut usia. Penelitian

    dilakukan di Panti Werdha Dharma Bakti Km. 7 Palembang. Pihak Panti akan

    mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan prosedur pengambilan data. Cara

    pengumpulan data akan dilakukan menggunakan beberapa instrumen berupa

    kuestioner personal, GDS danMoca-Ina. Daata yang telah terkumpul akan diolah

    secara manual dan deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

    4.2 Kelayakan etik

    Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etik dalam pengolahan

    penelitian mulai dari penerapan topik hingga penyajian hasil penelitian. Prinsip-

    prinsip yang menjadi dasar etika penelitian menurut Polit (2006) adalahbeneficience, respect for human dignity, and justice. Dalam pelaksanannya etika

    penelitian dilaksanakan pada setiap tahap penelitian dengan menerapkan prinsip-

    prinsipnya. Penelitian yang tidak dilakukan tidak memiliki unsur paksaan terkait

    keterlibatan responden dalam penelitian, sehingga responden bebas dan berhak

    menyetujui atau menolak keterlibatan mereka dalam penelitian ini. Setiap

    responden diperlukan sama dalam penelitian ini tanpa membedakan status

    responden.

    4.3 Prosedur in formed concent

    Dalam informed concentpeneliti menjelaskan dahulu mengenai penelitian

    kepada reponden, memberikan jaminan kerahasiaan responden dengan tidak

    melakukan publikasi lembar hasil penelitian serta menjelaskan keuntungan dan

    kerugian bagi responden jika bersedia menjadi respon penelitian.

  • 7/22/2019 Bab i Joasvd

    37/37

    4.4 Kesimpulan

    Penelitian yang dilakukan layak etik. Kelayakan etik dimintakan ke

    Komite Etik FK UNSRI/RSMH.