presentasi kasus ppok cisarua

39
 Presentasi Kasus PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) Oleh : Fernaldi Anggadha Iin Citra Liana H. Syukran Pembimbing : dr. Fordiastiko S, SpP Kepaniteraan Klinik Stase Paru Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta RS Paru Dr.Goenawan Partowidigdo Cisarua-Bogor 2013

Upload: syukran-ab

Post on 10-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 1/39

 

Presentasi Kasus

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

Oleh :

Fernaldi Anggadha

Iin Citra Liana H.

Syukran

Pembimbing : dr. Fordiastiko S, SpP

Kepaniteraan Klinik Stase Paru

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

RS Paru Dr.Goenawan Partowidigdo Cisarua-Bogor

2013

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 2/39

 

ii

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 3/39

 

iii

KATA PENGANTAR

 Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-

 Nya kami dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul PPOK dengan

 baik. Shalawat serta salam tak henti-hentinya mengalir kepada uswatun hasanah, Nabi

Muhammad saw., bereserta keluarga, sahabat,dan semoga kepada kita semua selaku

umatnya hingga akhir zaman, amin.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang

telah membantu.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Kami merasa

masih banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan makalah ini akan kami terima dengan hati terbuka.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya

dan bagi kami khususnya.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Jakarta, 19 Juli 2013

Penulis

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 4/39

 

iv

DAFTAR ISI

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 5/39

 

1

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

 No. Rekam Medik : 11-65-85

 Nama : Tn. O

Jenis Kelamin :Laki - laki

Usia : 53 tahun

Agama : Islam

Alamat : Purwabakti, Bogor

Pendidikan terkahir : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan : Menikah

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Juli 2013

a. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak napas semakin memberat sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSPG dengan keluhan sesak napas yang semakin

 berat sejak 1 hari SMRS. Sesak sudah dirasakan oleh pasien sejak 5 bulan

terakhir. Sesak napas memberat pada saat beraktivitas seperti berjalan >10 meter.

Sesak napas ini dirasakan menetap sepanjang hari. Sesak napas tidak dipengaruhi

cuaca dan posisi. Sesak dirasakan semakin hari semakin memberat. Terkadang

 pasien mendengar bunyi “ngik” saat bernafas. 

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 6/39

2

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak terus-menerus selama 2 bulan

dan bertambah berat. Batuk berdahak dengan dahak berwarna putih dan lengket

susah dikeluarkan tetapi tidak disertai darah. Batuk sering berulang. Cepat lelah

dan penurunan nafsu makan diakui pasien namun menyangkal adanya penurunan

 berat badan atau baju yang terasa lebih longgar. Keringat berlebih pada malam

hari (-). Pasien mengalami mual namun tidak muntah. BAK dan BAB normal.

Keluhan demam, pusing, nyeri tengkuk, nyeri perut, dan nyeri dada saat bernapas

disangkal.

Pasien sebelumnya rutin kontrol ke poliklinik RSPG Cisarua dan dibekali

Ventolin semprot yang digunakan hanya ketika sesak. Namun dari kemarin

obatnya tidak mempan lagi.

Pasien merasa keadaannya semakin memburuk dan semakin lemah

sehingga pasien pergi ke IGD RSP Goenawan. Saat di IGD pasien diinfus dan

diberi obat untuk mengurangi mual, pemantauan tanda vital dan cek darah

lengkap sebelum dibawa ke ruang rawat inap. Saat ini pasien merasakan keluhan

sesaknya semakin berkurang tapi masih mengeluhkan batuk berdahak yang sulit

dikeluarkan. Pasien merasakan lemas. Keluhan lain disangkal. Di ruang rawat pasien sudah dicoba untuk pemeriksaan dahak namun pasien tidak dapat

mengeluarkannya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

  Riwayat minum OAT (-).

  Riwayat asma (-).

  Riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi, penyakit hati, jantung dan

 penyakit kronik lainnya disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami keluhan sesak ataupun batuk lama seperti

 pasien di keluarga. Riwayat penyakit jantung, hati, asma, hipertensi, diabetes

melitus, alergi disangkal.

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 7/39

3

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien merokok kira-kira sudah 20 tahun 4 batang perhari, rokok kretek

dan 5 tahun yang lalu pasien mulai berhenti merokok. Riwayat narkoba dan

alkohol disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik di ruangan tanggal 13 Juli 2013.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran :Kompos mentis

Tanda vital

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

 Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,5°c

Kepala : Normosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

 bulat isokor +/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks

cahaya tak langsung +/+, pandangan kabur (-/-),

 berkunang-kunang (-).

Telinga : Normotia +/+, nyeri tekan tragus-/- , serumen-/-

Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-

Gigi dan Mulut : Pursed lips breathing, karies gigi (+), lidah tidak kotor.

Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Leher : Trakea lurus ditengah, tidak teraba pembesaran tiroid,

JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, otot

 bantu pernapasan sternokleidomastoideus (+).

Thoraks Depan :

Paru

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 8/39

4

Inspeksi : Bentuk dada normal, bekas luka (-), venektasi (-), spider

nevi (-), benjolan (-), perubahan warna (-), pergerakan dada simetris saat

statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan

Barrel chest (+)

Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat

nyeri tekan, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki /-,

ekspirasi memanjang. 

Jantung

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

:Pulsasi ictus cordis tidak terihat

: Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari medial dari linea

midklavikulasinistra

: Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V 2 jari medial

lineamidklavikulasinistra

Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra

: BJ I, II normal, murmur (-), gallop(-)

ThoraksBelakang :

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, bekas luka (-), venektasi (-), spidernevi (-), benjolan (-), perubahan warna (-), pergerakan dada simetris saat

statis dan dinamis, pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan

Barrel chest (+)

Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak terdapat

nyeri tekan, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru kanan dan kiri

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 9/39

5

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki /-,

ekspirasi memanjang. 

Abdomen 

Inspeksi : Datar, lemas, dinding perut sejajar dinding dada.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba. 

Perkusi : Timpani, shifting dulness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal. CRT<3 detik

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Kulit 

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium

Pemeriksaan

Hasil Satuan Nilai rujukan

HematologiHemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

4,1

15,56500

440

2,09

g/dl

%

Ribu/ul

Ribu/ul

Juta/ul

13-16

40 –  48

5,0 –  10,0

150 –  400

4,5-5,5

Fungsi HatiSGOT

SGPT10

11

U/l

U/l

0 - 37

0 - 42

Fungsi GinjalUreum darah

Kreatinin darah47

1,6

Mg/dl

Mg/dl

20 –  40

0,5 –  1,5

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 10/39

6

GDS 123 Mg/dl <200

B. Pemeriksaan rontgen thoraks

  Kualitas foto : Baik  

1.  Prosesus spinosus berjumlah lebih dari empat 

2.  Inpirasi dalam (Costae >6) 

  Tulang dan jaringan lunak dalam batas normal 

  Sinus costofrenikus tajam 

  Diafragma kiri mendatar dan kanan dalam batas normal 

  Corakan bronkovaskular meningkat 

  CRT < 50% 

  Jantung pendulum 

V. RESUME

Tn.S, 67 tahun, sesak napas sejak 2 minggu SMRS.Sesak napas memberat

 pada saat beraktivitas, menetap sepanjang hari. Sesak tidak dipengaruhi cuaca.

Sesak dirasakan semakin memberat.Pasien tidak bisa tidur.Batuk berdahak terus-

terusan dan bertambah berat.Batukdarah (-).Keringat berlebih pada malam hari (-

).Penurunan BB (-).Mual (+), muntah (-), cepat lelah, dan nafsu makan yang

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 11/39

7

menurun.Pasien merasakan 2 tahun terakhir sering sesak napas.Sesak dirasakan

semakin memberat sampai sekarang.Saat masih muda, sesak tidak pernah

dirasakan.Tiga bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk darah ± ½ gelas,

riwayat minum OAT (-), riwayat asma (-).Pasien merokok kira-kira sejak 20

tahun yang lalu, 12 batang perhari, rokok kretek.

Pada PF didapatkan pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan,

 beserta ekspirasi yang memanjang.Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil

anemia. Pemeriksaan radiologi corakan bronkovaskular meningkat, diafragma kiri

mendatar, jantung pendulum.

VI. DIAGNOSISa. Diagnosis Kerja

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

 b. Diagnosis Banding

  Asma

VII. RENCANA TATA LAKSANA

  Terapi O2 3 lpm

  Transfusi PRC

  IVFD RL 20 TPM

  Injeksi Dexamethason 2x1

  Ranitidin 2x1

  Ceftriaksone 2x ½

  Parasetamol 3x500

  Aminofilin 3x ½

  Inhalasi 3x/hari

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN :

  Spirometri 

  Uji latih kardiopulmoner (sepeda statis, treadmill, uji jalan 6 menit lebih

rendah dari normal) 

  Analisa gas darah 

  EKG 

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 12/39

8

IX. PROGNOSIS

Ad vitam  : dubia ad bonam

Ad fungsionam  : dubia ad malam

Ad sanationam  : dubia ad malam

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 13/39

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik

2.1.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat

dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversible, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru

terhadap partikel atau gas yang berbahaya disertai efek ekstraparu yang

 berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.1

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik

 berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-

turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah kelainan

anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus

terminal disertai kerusakan dinding alveoli.2

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2002, bahwa

PPOK menempati urutan ke 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. 1

Prevalensi PPOK tahun 2000 di Amerika dan Eropa berkisar 5% - 9%

 pada individu usia >45 tahun. Sedangkan prevalensi di Asia Pasifik rata-rata

6,3%, yang terendah 3,5% di Hongkong dan Singapura dan tertinggi di 6,7% di

Vietnam.3

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM &PL di

5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 14/39

10

menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma

 bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).4

2.1.3 Faktor Risiko

a. Asap rokok

Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting,

 jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai

 prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi

 paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. 

Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan

dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbiditas

dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah

 jika dibandingkan dengan perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer

di berbagai negara tidak dilaporkan. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari

dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan

lamanya merokok. Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara

klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu. Perokok pasif

atau environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga memberi kontribusi

terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi

 partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin,

mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem

imun awal.1

1. Riwayat merokok

  Perokok aktif

  Perokok pasif

  Bekas perokok

2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam

tahun :

  Ringan : 0 –  199

  Sedang : 200- 599

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 15/39

11

  Berat : >600

 b. Polusi udara

Polusi udara terbagi menjadi :

1.  Polusi di dalam ruangan

  Asap rokok

  Asap kompor

Polusi di dalam ruangan memberikan risiko lebih besar terjadinya

PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan.

Bahan bakar biomass yang digunakan untuk memasak sehingga

meningkatkan prevalens di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan

diperkirakan akan membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap

tahunnya.1

2.  Polusi di luar ruangan

  Gas buang kendaraan bermotor

  Debu jalanan

Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam

waktu lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil

 prevalensinnya jika dibandingkan dengan asap rokok. Efek relatif jangka

 pendek, puncak pajanan tertinggi dalam waktu lama, dan pajanan tingkat

rendah adalah pertanyaan yang harus di cari jawabannya.1

3.  Polusi di tempat kerja

  Bahan kimia

  Zat iritasi

  Gas beracun

c. Stres oksidatif

Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen

timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan endogen dari

 polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron

mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme  seluler signaling pathway. Sel

 paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang secara sistem

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 16/39

12

enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan

antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan

akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek

kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal

inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan

memegang peranan penting pada PPOK.1

d. Infeksi saluran napas bawah berulang

infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas

PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara

 bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan

menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat

dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab

keadaan ini. Karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab

dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada

PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat

infeksi tuberkolosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih

dari 40 tahun.1

e. Sosial Ekonomi

Pajanan polusi didalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi

yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan status sosial ekonomi kemungkinan

dapat menjelaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat

menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot

dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan status anabolik/katabolik berkembangmenjadi emfisema pada percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan

kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan gambar emfisema.1

e. Tumbuh kembang paru

 pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,

kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 17/39

13

seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa berat

lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.1

f. Asma

menurut The Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa orang

dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma

meskipun telah berhenti merokok. Peneltian 20% dari asma akan berkembang

menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan napas ireversible.1

g. Gen

faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan α-1

antitrypsin sebagai inhibitor dari  protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling

sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa utara. Ditemukan pada usia

muda dengan kelainan emfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang

terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan α-1 antitrypsin

yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya emfisema dan penurunan

fungsi paru. Meskipun kekurangan α-1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari

 populasi di dunia, hal ini menggambarkan interaksi antara gen dan pajanan

lingkungan yang menyebabkan PPOK. 1

Gambaran diatas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik

 berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara secara

genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan

timbulnya PPOK. Telah di identifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis

PPOK, termasuk TGF-1, mEPHX1, dan TNF. Gen  –   gen diatas banyak yang

 belum pasti kecuali kekurangan α-1 antitrypsin.1

2.1.4 Patogenesis

Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema rumit, tetapi penggunaan

definisi yang tepat dapat menjadikan beberapa hal menjadi teratur. Sejak awal

 perlu ditekankan bahwa definisi emfisema adalah definisi morfologik sedangkan

 bronkitis kronis didefinisikan berdasarkan gambaran klinis seperti adanya batuk

kronis rekuren disertai pengeluaran mukus yang berlebihan. Meskipun bronkitis

kronis dapat timbul tanpa disertai emfisema yang nyata, sementara emfisema yang

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 18/39

14

hampir murni juga mungkin terjadi (terutama pada pasien dengan defisiensi

herediter α-1 antitrypsin), kedua penyakit biasanya terjadi bersama-sama karena

mekanisme patogenik utama, merokok, umum ditemukan pada keduanya.5 

Terjadinya kedua bentuk umum emfisema, sentriasinar dan panasinar

masih belum sepenuhnya dipahami. Emfisema terjadi akibat dua

ketidakseimbangan penting yaitu : ketidakseimbangan protease-antiprotease dan

ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan. Ketidakseimbangan ini hampir selalu

terjadi bersamaan, dan pada kenyataannya efek keduanya saling memperkuat

dalam menyebabkan kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.5 

Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease didasarkan pada

 pengamatan bahwa pasien dengan defisiensi genetik antiprotease α-1 antitrypsin

memperlihatkan kecendrungan besar mengalami emfisema paru yang diperparah

merokok. Sekitar 1% dari pasien emfisema menderita defisiensi ini. α-1

antitrypsin yang secara normal terdapat dalam serum, cairan jaringan, dan

makrofag, merupakan inhibitor utama protease (terutama elastase) yang

dikeluarkan oleh netrofil sewaktu peradangan. Enzim tersebut dikode oleh gen

yang di ekspresikan secara kodominan di lokus inhibitor proteinase ( Pi)  pada

kromosom 14. Lokus  Pi  bersifat sangat polimorfik, dengan banyak alel yang

 berlainan. Yang tersering adalah alel normal (M) dan fenotipnya PiMM.5 

Dipostulasikan terjadi rangkaian berikut :5 

1. Neutrofil (sumber utama protease sel) secara normal mengalami sekuestrasi di

kapiler perifer, termasuk paru, dan beberapa memperoleh akses ke rongga

alveolus.

2. setiap rangsangan yang meningkatkan, baik jumlah leukosit (netrofil dan

makrofag) diparu maupun pelepasan granula yang mengandung protease,meningkatkan aktivitas proteolitik.

3. pada kadar α-1 antitrypsin serum yang rendah, destruksi jaringan elastik

menjadi tidak terkendali dan timbul emfisema.

Oleh karena itu, emfisema dipandang sebagai efek destruktif peningkatan

aktivitas protease pada orang dengan aktivitas antitripsin yang rendah. Hipotesis

ini di dukung kuat oleh penelitian pada hewan percobaan yang penetesan enzim

 proteolitik papainnya dan yang lebih penting, elastase neutrofil manusia

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 19/39

15

intratrakea menyebabkan degradasi elastin yang disertai dengan timbulnya

emfisema.5 

Hipotesis ketidakseimbangan protease-antipreotease juga membantu

menjelaskan efek merokok dalam terjadinya emfisema, terutama bentuk

sentriasinar pada orang dengan kadar α-1 antitrypsin yang normal.5 

  Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul di alveolus. Mekanisme

 peradangan masih belum jelas, tetapi mungkin melibatkan efek kemoaktraktan

langsung dari nikotin serta efek spesies oksigen reaktif yang terdapat didalam

asap rokok. Hal ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor κβ   (NF- κβ), yang

mengaktifkan gen untuk faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin -8 (IL-8).

Hal ini kemudian menarik dan mengaktifkan neutrofil.5 

   Neutrofil yang berkumpul mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya

yang kaya akan beragam protease sel (elastase neutrofil, proteinase 3, dn katepsin

G) sehingga terjadi kerusakan jaringan.5 

  Merokok juga meningkatkan aktivitas elastase di makrofag, elastase makrofag

tidak dihambat oleh α-1 antitrypsin,  bahkan dapat secara proteolitis mencerna

antiprotease ini. Kini semakin banyak bukti bahwa selain elastase,

metaloproteinase matriks yang berasal dari makrofag dan netrofil juga berperan

 pada kerusakan jaringan.5 

  Merokok juga mungkin berperan dalam memperpanjang ketidakseimbangan

oksidan-antioksidan. Dalam keadaan normal, paru mengandung sejumlah

antioksidan (superoksida dismutase, glutation) yang menekan kerusakan oksidatif

hingga tingkat minimum. Asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 20/39

16

(radikal bebas), yang menghabiskan mekanisme antioksidan ini sehingga terjadi

kerusakan jaringan. Netrofil aktif juga menambah jumlah spesies oksigen reaktif

di alveolus. Akibat sekunder cedera oksidatif ini adalah inaktivasi antiprotease

yang terdapat dalam paru sehingga terjadi defisiensi α-1 antitrypsin,  bahkan

 pasien yang tidak mengalami deffisiensi enzim.5 

Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang

dimulai di saluran napas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah

merokok, polutan udara, seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Berbagai

iritan ini memicu hipersekresi kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi

kelenjar mukosa, dan menyebabkan pembentukan metaplastis sel goblet penghasil

musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu zat tersebut juga menyebabkan

 peradangan dengan infiltasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan

asm, pada bronkitis kronik eosinofil jarang ditemukan kecuali jika pasien

ditemukan bronkitis asmatik.5 

2.1.5 Klasifikasi PPOK 6

Gold 2010

Derajat Klinis Faat Paru

Gejala Klinis

(Batuk, produksi sputum

 Normal

Derajat I :

PPOK

Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada

tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering

tidak menyadari bahwa fungsi paru mulai menurun

VEP1 / KVP < 70%

VEP1 ≥ 80% prediksi 

Derajat II :

PPOK

Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan

kadang ditemukan gejala batuk dan produksi

sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai

memeriksakan kesehatannya

VEP1 / KVP <70%

50% < VEP1< 80% prediksi

Derajat III

PPOK

Berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa

lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan

 berdampak pada kualitas hidup pasien

VEP1 / KVP < 70%

30% < VEP1< 50% prediksi

Derajat IV

PPOK

Sangat berat

Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas

atau gagal jantung kanan dan ketergantungan

oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasienmemburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam

 jiwa

VEP1 / KVP < 70%

VEP1< 30% prediksi atau

VEP1< 50% prediksi disertaigagal napas kronik

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 21/39

17

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan

gejalaringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan

sampaiditemukan kelaianan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala batuk

cenderungmeningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul dan mungkin

tidakberdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.

Batukproduktif awalnya intermitten kemudian terjadi hampir tiap hari seiring

waktu.Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal,

kuning,bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri

respiratorik.1 

Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannyawaktu).

Sesak napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaanyang berat,

sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat

istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaranudara.1 

Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.

Padainspeksi dapat ditemukan  pursed-lips breathing , barrel chest,  penggunaan

ototbantu nafas,hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi

gagaljantung kanan terlihat denyut vena jugularis dileher dan edema

tungkai ,penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada palpasi dapat

ditemukanfremitus melemah,sel iga melebar. Perkusi pada emfisema hipersonor

dan batasjantung mengecil, letak diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah.

Padaauskultasi dapat ditemukan suara nafas vesikuler normal, atau

melemah,terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau ekspirasi

 paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh.1 

2.1.7 Diagnosis1 

Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :

a. Gambaran klinis

1) Anamnesis

a) Keluhan

 b) Riwayat penyakit

c) Faktor predisposisi

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 22/39

18

2) Pemeriksaan fisik

3) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan rutin

 b) Pemeriksaan khusus

a. Gambaran Klinis

1) Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejalapernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badanlahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkunganasap rokok dan polusi udara- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2) Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

a) Inspeksi:

-  Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), yaknisikap

seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu danekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanismetubuh untuk mengeluarkan

retensi CO2 yang terjadi sebagaimekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi

CO2 yang terjadipada gagal napas kronik.

-  Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversalsebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan

edema tungkai.

- Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pink puffer merupakangambaran yang

khas pada emfisema, penderita kurus, kulitkemerahan dan pernapasan pursed –  

lips. Sedangkan blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik,

 penderita gemuksianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal

 paru,sianosis sentral dan perifer.

 b) Palpasi

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 23/39

19

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c) Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letakdiafragma rendah,

hepar terdorong ke bawah.

d) Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa ataupada ekspirasi

 paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

b. Pemeriksaan Penunjang1 

1) Pemeriksaan rutin

a) Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

  Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP

(%). Obstruksi: % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%

(VEP1/KVP) < 75 %

  VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakaiuntuk menilai

 beratnya PPOK dan memantau perjalananpenyakit.

  Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkindilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakaisebagai alternatif dengan

memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

  Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak adagunakan APE

meter.

  Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8hisapan, 15 - 20

menit kemudian dilihat perubahan nilaiVEP1 atau APE, perubahan VEP1

atau APE < 20% nilaiawal dan < 200 ml

  Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 24/39

20

 b) Darah rutin

Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit

c) Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkanpenyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye

drop appearance)

Pada bronkitis kronik:

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a) Faal paru

  Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF,

  VR/KPT meningkat

  DLCO menurun pada emfisema

  Raw meningkat pada bronkitis kronik

  Sgaw meningkat

  Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

 b) Uji latih kardiopulmoner

  Sepeda statis (ergocycle)

  Jentera (treadmill)

  Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c) Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagiankecil PPOK

terdapat hipereaktivitastas bronkus derajat ringan.

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 25/39

21

d) Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroidoral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg perhari selama 2minggu

yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada

PPOKumumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah

 pemberiankortikosteroid.

e) Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f) Radiologi

  CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajatemfisema atau bula

yang tidak terdeteksi oleh foto torakspolos

  Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

g) Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai olehPulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

h) Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

i) Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kulturresistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untukmemilih antibiotik yang

tepat. Infeksi saluran napas berulangmerupakan penyebab utama eksaserbasi

akut pada penderitaPPOK di Indonesia.

 j) Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter(emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarangditemukan di Indonesia.

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 26/39

22

2.1.8 Tata Laksana1 

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

a. Edukasi

 b. Obat - obatan

c. Terapi oksigen

d. Ventilasi mekanik

e. Nutrisi

f. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan

nonreversibel,sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan

 pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.a. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

 padaPPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma

yaitumenyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan

 perburukanfungsi paru.

Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasienPPOK,

memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasanaktivitas. Penyesuaian

aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu carauntuk meningkatkan kualiti

hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajatberat

 penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi

 penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikanadalah:

1). Pengetahuan dasar tentang PPOK

2). Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 27/39

23

3). Cara pencegahan perburukan penyakit

4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5). Penyesuaian aktivitas.

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:

1) Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

2) Pengunaan obat - obatan

- Macam obat dan jenisnya

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3) Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit:

1) Ringan

- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 28/39

24

- Segera berobat bila timbul gejala

2) Sedang

- Menggunakan obat dengan tepat

- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan

3) Berat

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

- Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan

- Penggunaan oksigen di rumah

 b. Obat - obatan

1) Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenisbronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk

obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkanpada penggunaan jangka

 panjang. Pada derajat berat diutamakanpemberian obat lepas lambat ( slow

release) atau obat berefek panjang(long acting ).1

 

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari).1 

- Golongan agonis beta-2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

 jumlahpenggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagaiobat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefekpanjang.

Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut,tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip

untuk mengatasi eksaserbasi berat.1 

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 29/39

25

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efekbronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yangberbeda. Disamping itu

 penggunaan obat kombinasi lebih sederhanadan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

 jangkapanjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasaatau

 puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikanbolus atau drip

untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangkapanjang diperlukan

 pemeriksaan kadar aminofilin darah.1 

2) Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atauinjeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilihgolongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapijangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaituterdapat perbaikan VEP1

 pascabronkodilator meningkat > 20% danminimal 250 mg.1 

3) Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin, makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid

 baru

4) Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,digunakan N-

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK denganeksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

1

 5) Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akanmempercepat

 perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronikdengan sputum yang

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOKbronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.1 

6) Antitusif

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 30/39

26

c. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan

yangmenyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi

oksigenmerupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

oksigenasiseluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-

organlainnya. Indikasi terapi oksigen yaitu bila :

- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor

Pulmonal,perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung

kanan,

 sleep apnea, penyakit paru lain.

Macam terapi oksigen:

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.Terapi

oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajatberat dengan

gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigendiberikan pada PPOK

eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawatataupun ICU.Pemberian

oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumahdibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy =

LTOT)

- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah padakeadaan

stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15jam setiap hari,

 pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapioksigen pada waktu

tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang seringterjadi bila penderita tidur.1 

Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesaknapas

dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameterdigunakan analisis gas

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 31/39

27

darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harusmencapai saturasi oksigen di

atas 90%.1 

d. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengangagal

napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasienPPOK

derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapatdigunakan di rumah

sakit di ruang ICU atau di rumah.1 

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOKdengan

kondisi sebagai berikut:

- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya

- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan

- Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

- Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik

- VAP (ventilator acquired pneumonia)

- Barotrauma

- Kesukaran weaning

e. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karenabertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yangmeningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadihipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOKkarena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahananalisis gas darah.1 

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan

- Kadar albumin darah- Antropometri

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot

 pipi)

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidakakan

mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak

dapatmengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat.

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 32/39

28

Diperlukankeseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang

dibutuhkan, bilaperlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

 feedings)dengan pipa nasogaster.1 

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendahkarbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapatmeningkatkan ventilasi

semenit oxygen comsumption dan respons ventilasiterhadap hipoksia dan

hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napaskelebihan pemasukan protein

dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi

 pada PPOK karenaberkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat

sekunder darigangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :1 

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkanpemberian

nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil denganwaktu pemberian

yang lebih sering.1 

f. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihandan

memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkanke dalam

 program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkanpengobatan optimal

yang disertai:1 

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat- Kualitas hidup yang menurun

Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisik,psikososial dan

latihan pernapasan.

1) Latihan Fisik

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas sistem

transportasioksigen dan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan.

2) Psikososial

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 33/39

29

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabiladiperlukan

dapat diberikan obat.

3) Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak

napas.Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan  pursed lips

gunamemperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dantoraks.

Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot

ekstremitas.

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukandibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkaninfeksi atau faktor

lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnyakomplikasi.1 

Gejala eksaserbasi :

- Sesak bertambah

- Produksi sputum meningkat

- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

 b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambahinfeksi saluran

napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,peningkatan batuk,

 peningkatan mengi atau peningkatan frekuensipernapasan > 20% baseline, atau

frekuensi nadi > 20% baseline. 

Penyebab eksaserbasi akutPrimer :

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)

Sekunder :

- Pnemonia

- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia

- Emboli paru

- Pneumotoraks spontan

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 34/39

30

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat

- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat

- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)

- Nutrisi buruk

- Lingkunagn memburuk/polusi udara

- Aspirasi berulang

Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)Penanganan

eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untukeksaserbasi yang ringan) atau

di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang danberat) Penatalaksanaan eksaserbasi

akut ringan dilakukan dirumah olehpenderita yang telah diedukasi dengan cara :1 

  Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk

 bronkodilator yangdigunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk

nebuliser

  Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur

  Menambahkan mukolitik

  Menambahkan ekspektoran

  Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan

secararawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :

- Poliklinik rawat jalan

Indikasi :

· Eksaserbasi ringan sampai sedang

· Gagal napas kronik

· Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik

· Sebagai evaluasi rutin meliputi:

Pemberian obat-obatan yang optimal

Evaluasi progresifiti penyakit

Edukasi

- Unit gawat darurat

Tentukan masalah yang menonjol, misalnya infeksi saluran napas,gangguan

keseimbangan asam basa, gawat napas

· Triase untuk ke ruang rawat atau ICU

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 35/39

31

- Ruang rawat inap

Indikasi rawat :

· Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi

· Infeksi saluran napas berat

· Gagal napas akut pada gagal napas kronik

· Gagal jantung kanan

Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan :

  Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas dengan

cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat

  Terapi oksigen dengan cara yang tepat

  Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dannebuliser

  Perhatikan keseimbangan asam basa

   Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang

  Rehabilitasi awal

  Edukasi untuk pasca rawat

Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat

(belummemerlukan ventilasi mekanik)

  Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser

  Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask

  Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas

  Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasimekanik

2.1.9. Komplikasi1 

a. Gagal nafas

1) Gagal nafas kronik

Ditandai dengan hasil analisi gas darah pO2 < 60 mmHg, pCO2 > 60mmHg,

dan pH normal.

2) Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 36/39

32

Ditandai dengan sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputumbertambah

dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.

 b. Kor pulmonal

Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dan dapatdisertai

gagal jantung kanan.

c. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkanterbentuk

koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang.Pada kondisi

kronik, hal ini akan menyebabkan imunitas menjadi lebihrendah yang ditandai

dengan menurunnya kadar limfosit darah.

2.1.10. Prognosis

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit

komorbid lain.7

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 37/39

33

BAB III

ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :

Sesak napas (+), batuk berdahak (+), batuk berulang, riwayat merokok selama

25tahun. Pada RPD tiga bulan yang lalu pasien pernah mengalami batuk darah ±

½ gelas, Riwayat minum OAT (-), Riwayat asma (-).Pasien merokok kira-kira

sejak 20 tahun yang lalu, 12 batang perhari, rokok kretek. Pada PF didapatkan

 pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu pernapasan, beserta ekspirasi yang

memanjang.Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil anemia. Pemeriksaan

radiologi corakan bronkovaskular meningkat, tampak infiltrat minimal pada kedua

 paru.

Penyebab dari PPOK pasien ini kemungkinan besar yaitu adanya

kebiasaanmerokok pada pasien sejak 25 tahun yang lalu dengan jumlah 12 batang

 per hari. Sepertitelah disebutkan dalam tinjauan pustaka asap rokok dapat

menekan sistem pertahansaluran napas, paralisis pada silia dan penurunan

aktivitas makrofag alveolus, danproduksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi

obstruksi saluran napas.

Pada pasien ini diberi terapi aminofilin. Aminofilin merupakan derivat

xantin yangbekerja dengan merangsang sistem saraf pusat untuk merelaksasikan

 bronkus. Dalambentuk lepas lambat aminofilin digunakan sebagai pengobatan

 pemeliharaan jangkapanjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk

tablet biasa atau puyer untukmengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan

 bolus atau drip untuk mengatasieksaserbasi akut. Pada pasien ini aminofilin

diberikan dalam bentuk drip dan bolus perlahan.

Pasien ini diberikan terapi nebulisasi berupa Ventolin : pulmicort 4x/hari

dan juga mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 3 lpm. Pasien ini mendapat

terapi oksigen karena pada PPOK dapat terjadi hipoksemiaprogresif dan

 berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberianterapi

oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 38/39

34

oksigenasiseluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ

lainnya. Selain itu,pada pasien ini diberikan kortikosteroid (deksamethason) untuk

mengurangi inflamasi,sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pada

 pasien tersebut

7/22/2019 Presentasi Kasus PPOK Cisarua

http://slidepdf.com/reader/full/presentasi-kasus-ppok-cisarua 39/39

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.  PPOK (Penyakit Paru Obstruktif

 Kronik) Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta :Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

2. Price, Sylvia A. Patofisiologi, volume 2. Edisi 6.Jakarta : EGC.2006

3. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. The Year of the lung. Deopartemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran FKUI-RS. Persahabatan. 2010.

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian

Penyakit Paru Obstruktif Kronik. 2008

5. Vinay,Kumar, Ramzi,S.Cotran, Stanley,L.Robbins.  Buku Ajar Patologi

 Robbins. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC, 2007

6. Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD). Global

strategy for diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive

 pulmonary disease. National Institute of Health. National Hearth, lung and

 blood Institute, Update 2010.

7. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

IPDFKUI, 2006.