hasil penelitian zunarto
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
1/74
37
BAB III
GEOLOGI
Pada bab ini akan dijelaskan secara rinci dan sistematis mengenai hasil
penelitian yang dilakukan di daerah Sidamukti dan sekitarnya yang meliputi aspek
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi sejarah, dan sumberdaya dan
kebencanaan geologi.
3.1 Geomorfologi
Daerah penelitian berdasarkan kenampakan topografi secara umum, sekitar
75% termasuk ke dalam klasifikasi daerah perbukitan dengan ketinggian 150 meter
sampai dengan 750 meter di atas permukaan air laut dengan kemiringan lereng yang
relatif bergelombang hingga curam. Pada bagian selatan daerah penelitian memiliki
ketinggian yang relatif lebih tinggi dan kontur yang lebih rapat dibandingkan dengan
daerah penelitian yang ada di bagian lain.
3.1.1 Morfografi Daerah Penelitian
Morfografi merupakan salah satu aspek dalam penentuan satuan
geomorfologi, meliputi bentuk lembah, bentuk lahan dan pola pengaliran.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
2/74
38
a. Bentuk Lahan
Berdasarkan klasifikasi van Zuidam (1985), bentuk lahan pada daerah
penelitian terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pedataran dan perbukitan. Bentuk lahan
pedataran menempati wilayah bagian utara dan tengah daerah penelitian dengan luas
sekitar 20% dari total luas daerah penelitian. Sedangkan bentuk lahan perbukitan baik
itu struktural, vulkanik serta intrusi menempati 80% dari total luas daerah penelitian.
b.
Bentuk Lembah
Berdasarkan analisa topografi dan kenampakan lapangan, bentuk lembah
daerah penelitian terbagi menjadi dua jenis lembah yaitu U dan V. Lembah U berada
pada sungai-sungai utama dimana erosi didominasi oleh gaya horizontal. Bentuk
lembah U ini bsai dijumpai pada sungai Cilutng, Cipaingeun, Cijurey dan lain
sebagainya. Sedangkan bentuk lembah V berada didaerah perbukitan atau
pegunungan.
c. Pola Pengaliran Sungai
Berdasarkan hasil penelaahan, dengan cara membuat klasifikasi pola
pengaliran di daerah penelitian dengan pola-pola pengaliran dasar (Van Zuidam,
1932) dan pola pengaliran modifikasi (Howard, 1967), maka pola pengaliran daerah
penelitian dapat dibagi menjadi empat jenis (gambar 3.1), yaitu:
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
3/74
39
1. Pola pengaliran rektangular
2. Pola Pengaliran Trellis
3. Pola Pengaliran radial
4. Pola Pengaliran Anastomotik
5. Pola Pengaliran Subdendritik
Gambar 3.1 Pembagian pola aliran yang berkembang di daerah penelitian
3
1
4
5
2
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
4/74
40
Pola pengaliran rektangular
Pola aliran rektangular mempunyai induk sungai dengan anak sungai yang
memperlihatkan arah lengkungan menganan, umumnya mencerminkan adanya
pengontrol struktur sesar ataupun kekar.Pola pengaliran ini menunjukkan daerah
dengan pola pengaliran tidak menerus, dan tidak memiliki perulangan lapisan batuan.
Induk sungai ataupun anak sungai memperlihatkan bentuk perlengkunagn
denga sudut hampir tegak lurus dan umumnya arah pengalirannya mengikuti suatu
zona sesar ataupun zona kekar yang dilaluinya.pada beberapa keadaan terlihat bahwa
induk sungai melalui suatu zona sesar sedangkan anak sungainya berkembang
melalui kekar-kekar yang disebabkan karena adanya kompresi ataupun tarikan
daripada sesar utamanya. Pola pengaliran ini berada pada bagian selatan yaitu pada
Desa Kadu, Desa Cisampih, Desa Cibuyung, Desa Cimanintin, Desa Palasari, Desa
Pasir Kunci, serta berkembang pada Sungai Cilutung, CIjaweu, Citayeum. Pola
pengalirna ini menempati sekitar 35% dari total luas daerah penelitian. Bentuk lahan
pad apola ini adalah bentuk U V.
Pola Pengaliran Trellis
Pola pengaliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang
lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya.
Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sungai lurus sehingga
menyerupai bentuk pagar. Litologi yang berkembang pada pola pengaliran ini adalah
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
5/74
41
breksi vulkanik dengan bentuk lereng yang curam. Pola ini terdapat pada bagian
tengah sampai timur laut daerah penelitian atau sekitar 15% dari total luas daerah
penelitian. Pola ini terdapat pada Desa Sidamukti, Kelurahan Babakan Jawa, gunung
Padengndeung, Gunung Mangkubumi, sungai Cibalumbang, dan dusun Cibatu.
Pola Pengaliran Radial
Pola pengaliran ini mempunyai bentuk menyebar dari satu pusat, terjadi pada
kubah intrusi, kerucut vulkanik. Sistem pola pengaliran radial ini adalah sentrifugal,
yaitu menyebar keluar dari pusat. Lereng-lereng pada pola pengaliran ini sangat
curam dan menempati sekitar 10% dari total luas daerah penelitian. Pola pengaliran in
berkembang pada sekitar Gunung Walahar, dan Desa Kadu.
Pola Pengaliran Anastomotik
Pola pengaliran ini dicirikan oleh saluran sungai yang saling berkaitan,
berawa-rawa, dan kaki sungai yang umum ditemukan dalam daerah limpah banjir.
Pola ini berkembang pada bagian utara serta tengah daerah penelitian meliputi
Kelurahan Majalengka Wetan, kelurahan Majalengka Kulon, Kelurahan Tonjong,
Kelurahan Tarikolot, Desa Cijurey, Desa Pasirmuncang, sungai Cilutung, Sungai
Cijurey, Dusun Cikamarang, Dusun Depok, Dusun Ciandeu. Pola pengaliran ini
menempati sekitar 15% dari total luas daerah penelitian.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
6/74
42
Pola Pengaliran Subdendritik
Pola pengaliran ini merupakan jenis pola pengaliran modifikasi, yaitu
memiliki karateristik pola cabang-cabang sungai tributary dendritic, namun
pertemuan cabang-cabang sungai sungai tributary cenderung mengikuti suatu pola
berkelok dari sungai parenial. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah kontrol
struktur reltif kecil dan batuan sedimen yang memilik kemiringan relative landau.
Pola ini berkembang pada berkembang di bagian barat daerah penelitian yaitu
kecamatan Cadasngampar, Desa Cintajaya, dusun cilawuk, dusun Lebaksiuh, sungai
Cipaingeun, sungai Ciranca. Pola pengaliran ini menempati sekitar 20% dari total
luas daerah penelitian.
3.1.2 Morfometri
Berdasarkan perhitungan analisa mrofometri yang dilakukan untuk
meneglompokkan daerah berdasarkan penentuan kemiringan lereng, maka didapatkan
empat kemiringan lereng di daerah penelitian yaitu : datar, lereng agak curam, lereng
curam dan lereng sangat curam. Pembuatan peta kemiringan lereng menggunakan
peta dasar skala 1 : 25.000 dan dibagi menjadi 400 kotak, dengan luas setiap kotak
4cm x 4cm dimana mewakili luas 500m x 500m luas sebenarnya.
3.1.3 Morfogenetik
Morfogenetik adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
suatu bentang alam atau moroflogi. Dalam menentukan morfogenetik kita bisa
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
7/74
43
mengetahuinya dari pola pengaliran sungai yang berkembang dan hubungannya
terhdapa struktur geologi, serta litologi pada batuan di daerah tersebut. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan pola aliran tersebut antara lain : kemiringan
lereng, resistensi batuan, struktur geologi dan proses geologi kuarter.
Pada daerah penelitian sendiri faktor endogen yang dominan adalah struktural
dimana dicirikan oleh pola pengaliran rectangular dan trellis. Selain itu, tenaga
eksogen yang dominan adalah pelapukan dan erosi, terlihat dari lembahan bentuk U
serta bantuk laha pedataran.
3.1.4 Satuan Geomorfologi
Berdasarkan kondisi topografi, sifat litologi, dan struktur geologi yang
mengontrol luasan kavling tersebut, serta pola pengaliran sungai yang berkembang,
maka daerah penelitian dapat dibagi menjadi enam satuan geomorfologi (Lembar
Peta 2) , yaitu :
1. Satuan Geomorfologi Pedataran Alluvium
2. Satuan Geomorfologi Kerucut Intrusi
3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Vulkanik Agak Curam
4. Satuan Geomorfologi Vulkanik Sangat Curam
5. Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural Curam
6. Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural Sangat Curam
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
8/74
44
Satuan Geomorfologi Pedataran Aluvium
Satuan ini menempati sekitar 20% dari total luas daerah penelitian yang
terbentang dari barat laut dari Desa Cipinang, Sungai Cijurey, Sungai Cilutung
bagian utara sampai timur laut serta pada bagian tengah penelitian. Juga terdapat
satuan geomorfologi ini, yaitu pada desa Ciandeu. Wilayah dari satuan ini tersusun
atas endapan aluvium. Secara morofologi satuan ini dicirikan oleh sungai yang
berpola anostomotik dengan bentuk lembah yang umumnya U.
Secara morfometri satuan ini menempati daerah dengan ketinggian 50 150
mdpl dengan kemiringan lereng 1-20. Secara morfogenetik, proses yang dominan
mempengaruhi yakni proses eksogen berupa pelapukan dan erosi.
Gambar 3.2Kenampakan satuan geomorfologi pedataran alluvium di Sungai
Cilutung, Dusun Ciandeu
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
9/74
45
Satuan Geomorfologi Kerucut Intrusi
Satuan ini menempati sekitar 7% dari total daerah penelitian yang letaknya
tersebar. Satuan ini mempunyai litologi batuan beku berupa porfiri andesit yang
menerobos batuan lebih muda akibat adanya zona - zona lemah sepanjang bidang
patahan. Secara morofologi satuan ini dicirikan oleh pola pengaliran radial dengan
sifat sentrifugal yaitu menyebar keluar dari pusat. Satuan ini bisa dijumpai pada
Gunung Walahar, Gunung Haun, Gunung Maung, dan lain-lain. Secara morfometri,
satuan ini menempati daerah dengan ketinggian 148 548 mdpl dengan kemiringan
lereng 52-900. Secara morfogenetik, proses yang dominan mempengaruhi yakni
proses endogen berupa tektonik yang menyebabkan zona lemah.
Gambar 3.3Kenampakan satuan geomorfologi kerucut intrusi pada Gunung
Maung
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
10/74
46
Satuan Geomorfologi Perbukitan Vulkanik Agak Curam
Satuan geomorfologi perbukitan vulkanik agak curam ini di daerah penelitian
dicirikan dengan bentuk relief perbukitan. Satuan ini menempati sekitar 5% dari
total luas daerah penelitian yang terletak pada bagian timur laut yakni Gunung
Mangkubumi, Dusun Cibatu. Satuan ini diwakili oleh warna cokelta muda pada
daerah penelitian.
Secara morfologi satuan ini dicirikan oleh pola pengaliran trellis. mengalir
lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam
dari kedua sisinya. Litologi penyusun satuan ini adalah breksi vulkanik. Secara
morfometri satua ini menempati daerah dengan kemiringan lereng 10 25% serta
ketinggian 125 204 mdpl. Secara morfogenetik, proses yang dominan adalah
pelapukan dan erosi serta proses endogen berupa struktur.
Gambar 3.4 Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan vulkanik agak
curam di Dusun Cibatu
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
11/74
47
Satuan Geomorfologi Perbukitan Vulkanik Sangat Curam
Satuan geomorfologi perbukitan vulkanik agak curam ini di daerah penelitian
dicirikan dengan bentuk relief perbukitan. Satuan ini menempati sekitar 10% dari
total luas daerah penelitian yang terletak pada bagian tengah sampai timur laut yakni
Desa Sidamukti, Gunung Padengdeung dan Gunung Panten,. Satuan ini diwakili oleh
warna cokelat tua pada daerah penelitian.
Secara morfologi satuan ini dicirikan oleh pola pengaliran trellis. mengalir
lurus disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam
dari kedua sisinya. Litologi penyusun satuan ini adalah breksi vulkanik. Secara
morfometri satua ini menempati daerah dengan kemiringan lereng 57 - 900 serta
Gambar 3.5Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan vulkanik sangat
curam pada Gunung Padengdeung
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
12/74
48
ketinggian 150 453 mdpl. Secara morfogenetik, proses yang dominan adalah
pelapukan dan erosi serta proses endogen berupa struktur.
Satuan Geomorfologi Perbukitan Struktural Curam
Satuan geomorfologi perbukitan struktural curam ini menempati 38% dari
total luas daerah penelitian, dicirikan dengan bentuk relief perbukitan. Satuan yang
berupa perbukitan ini penyebarannya memanjang berarah relatif barat timur
tersusun oleh material-material sedimen, terletak pada elevasi antara 100 521 m di
atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng berkisar antara 26 54 %. Pola
pengaliran yang berkembang adalah pola pengaliran dendritikdan rektangular, dengan
penampang sungai berbentuk "U - V".
Gambar 3.6Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan struktural curam di
Dusun Pancurendang Tonggoh
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
13/74
49
Secara morfogenetik, proses yang mempengaruhi satuan geomorfologi ini
adalah proses endogen, dimana oleh kekuatan / tenaga dari dalam kerak
bumi,mempengaruhi bentuk bentang alamnya. Proses dari dalam kerak bumi tersebut
antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan (sesar), pengangkatan
(lipatan) dan kekar serta proses endogen berupa pelapukan dan erosi. Satuan ini
menempati kurang lebih 38% dari daerah penelitian yang tersusun atas litologi
batupasir dan batulempung.
Geomorfologi Perbukitan Struktural Sangat Curam
Satuan geomorfologi perbukitan structural sangat curam ini menemapati 20%
dari total luas daerah penelitian dicirikan dengan bentuk relief perbukitan. Satuan
yang berupa perbukitan ini penyebarannya memanjang berarah relatif barat timur
Gambar 3.7Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan vulkanik sangat
curam pada Gunung Jagad
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
14/74
50
tersusun oleh material-material sedimen, terletak pada elevasi antara 200 705 m di
atas permukaan laut, dengan kemiringan lereng berkisar antara 58 92 %. Pola
pengaliran yang berkembang adalah pola rektangular, dengan penampang sungai
berbentuk "U - V".
Secara morfogenetik, proses yang mempengaruhi satuan geomorfologi ini
adalah proses endogen, dimana oleh kekuatan / tenaga dari dalam kerak
bumi,mempengaruhi bentuk bentang alamnya. Proses dari dalam kerak bumi tersebut
antara lain kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan (sesar), pengangkatan
(lipatan) dan kekar serta proses endogen berupa pelapukan dan erosi. Satuan ini
menempati kurang lebih 20% dari daerah penelitian yang tersusun atas litologi
batupasir.
Tabel 3.1Karakterirstik satuan geomorfologi perbukitan daerah penelitian
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
15/74
51
3.2 Stratigrafi
Pembahasan stratigrafi dan pembagian nama satuan batuan pada daerah
penelitian dilakukan berdasarkan ciri-ciri batuan yang diamati di lapangan yang
meliputi pada kesamaan jenis batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala
litologi dan gelaja- gejala lainnya serta pembagian dan hubungan unit-unit
stratigrafinya didasarkan pada Satuan Litostratigrafi Tidak Resmi. Penamaan satuan-
satuan batuan ini bersifat tidak resmi karena tidak sepenuhnya memenuhi persyaratan
yang terdapat dalam Sandi Stratigrafi Indonesia.
Berdasarkan penelitian di lapangan maka litostratigrafi daerah penelitian
dibagi menjadi lima satuan batuan dan satu endapan permukaan yang diurutkan dari
satuan yang paling tua hingga satuan yang paling muda (Lembar Peta 4) adalah
sebagai berikut:
1. Satuan Batupasir Karbonatan
2. Satuan Batulempung
3. Satuan Batupasir
4. Intrusi Andesit
5. Satuan Breksi Vulkanik
6.
Alluvium
3.2.1 Satuan batupasir karbonatan (Tmbp)
Karakteristik Litologi
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
16/74
52
Satuan batupasir karbonatan ini terdiri dari batupasir dengan sisipan batupasir
lempung. Namun batupasir sangat dominan sehingga satuan ini dinamakan satuan
batupasir karbonatan. Secara megaskopis deskripsi batupasir karbonatan ini adalah
warna segar putih abu-abu, berwarna lapuk abu-abu kecoklatan. Ukuran butir sangat
halus sampai kasar, bentuk butir membundar tanggung sampai menyudut tanggung,
mengandung karbonat, kemas tertutup, permeabilitas sedang, terpilah baik,
kekerasan keras.
Gambar 3.8 Singkapan satuan batupasir karbonatan (A, D : batupasir sisipan
batulempung pada stasiun 45 dan 80 , B: urutan bouma sekuen pada stasiun 92, C :
batupasir pada stasiun 39
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
17/74
53
Struktur sedimen yang terdapat pada satuan batupasir karbonatan ini sebagian
besar adalah paralel laminasi dan paralel bedding serta dibeberapa tempat juga
terdapat struktur khas Bouma, cross stratificationserta wavy.
Secara mikroskopis pada sampel stasiun 39 Dusun Pasirkunci yang dianggap
mewakili, batupasir ini berwarna putih keabuan terdiri dari Fragmen (80%) dan
massa dasar (20%). Ukuran butir sangat halus-kasar, membundar tanggung-menyudut
tanggung, terpilah baik. Fragmen terdiri dari fragmen batuan (10%), fragmen kristal
(65%) serta fragmen gelas (5%). Massa dasar terdiri dari karbonat, serta
mikrokristalin plagioklas dan piroksen. Berdasarkan karateristik tersebut maka
batupasir karbonatan ini termasuk pada Feldspatic Greywacke (Pettijohn, 1955).
Luas dan Penyebaran
Satuan ini tersebar sekitar kurang lebih seluas 38% dari luas daerah penelitian
yang tersebar dari barat daya sampai tenggara dari daerah penelitian, yang mencakup
Desa Cintajay, Des kadu, Pasir Walat, Kecamatan Cadasngampar, Desa Cimanintin,
Dusun Pasirkunci, Desa Cibodas, Pancurendang Tonggoh, Desa Cengal, Pasir
Cimeong, Dusun Linggwangi, Sungai Cilutung, Citeyeum, Cijaweu, Cipaingeun .
Singkapan yang ditemukan pada satuan ini umumnya berada pada dinding dan dasar
aliran sungai Cilutung, Citayeum.
Penyebaran satuan ini umumnya menempati Satuan Geomorfologi Perbukitan
Struktural Curam serta Satuan Geomorfologi Struktural Sangat Curam. Secara umum
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
18/74
54
pola perlapisan pada satuan ini relatif barat laut tenggara dengan kemiringan lapisan
relatif tenggara dan beberapa stasiun dalam satuan ini ditemukan indikasi struktur
berupa cermin sesar serta kekar.
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur pada satuan ini dilakukan dengan analisa fosil foraminifera
plangtonik yang terkandung dalam satuan ini. Adapun sampel yang digunakan unutk
menentukan umur pada satuan ini adalah stasiun 73 yang dianggap mewakili bagian
atas dan stasiun 33 yang dianggap mewakili bagian bawah satuan. Berdasarkan
analisa fosil , umur satuan batupasir karbonatan ini diperkirakan adalah miosen
tengah. Berikut ini merupakan hasil analisa fosil foraminifera plantonik satuan
batupasir karbonatan pada stasiun 73, dimana didapatkan fosil antara lain:
1. Globigerinoides trilobus REUSS
2. Orbulina Universa DORBIGNY
3. Globigerinoides obliquus BOLLI
4. Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR
5. Globigerina praebulloides BLOW
Berdasarkan analisa pada tabel kisaran dari fosil fosil tersebut didapati
berumur antara N9 N13 (miosen tengah) (Blow, 1969).
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
19/74
55
Tabel 3.2: Hasil analisis fosil satuan batupasir bagian atas (stasiun 73)
Selanjutnya fosil-fosil foraminifera plangtonk yang ditemukan pada stasiun
33, antara lain sebagai berikut :
1. Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR
2. Orbulina universa DORBIGNY
3. Orbulina bilobata DORBIGNY
4.
Globigerinoides obliquus BOLLI
5. Globorotalia obessa BOLLI
Berdasarkan analisa pada table kisaran dari fosil fosil tersebut didapati
berumur antara N9 N13 (miosen tengah) (Blow, 1969).
Tabel 3.3: Hasil analisis fosil satuan batupasir bagian bawah (stasiun 33)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
20/74
56
Adapun penentuan lingkungan pengendapan dari satuan ini didasarkan atas
ciri batuan atau karakteristik litologi pada satuan ini. Karakteristik batuan yang
ditunjukkan diantaranya memiliki butiran pasir yang halus hingga berukuran kasar,
mengandung karbonat, terdapat fosil foraminifera, ditemukan struktur sedimen
paralel laminasi, parallel bedding wavy serta ripple menunjukkan lingkungan
pengendapan laut . Selain itu, ditemukannya urutan sekuen bouma pada stasiun 92
dimana menurut Bouma (1962) merupakan ciri khas dari endapan turbidite yang
terjadi pada kipas laut dalam.
Gambar 3.9 Interval Bouma Ta-Te (Walker 1992).
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
21/74
57
Berdasarkan model endapan khas arus turbdit pada gambar 3.10 maka pada
daea penelitian juga ditemukan ciri khas seperti model tersebut, diantaranya pada
stasiun 35 dan stasiun 92. Namun urutan khas endapan yang dtemukan tidak lengkap
dari mulai Ta-Te. Hal ini bisa dikarenakan unit Td sulit berkembang atau absen (Hsu,
p. 116, 1989 dalam Boggs 1995). Kemudian menurut Boggs (1995) hal ini bisa
terjadi dikarenakan unit Te terdiri dari material halus yang terendapkan sangat lambat
dan sebagian sudah tidak termasuk kedalam unit arus turbidit ini.
Ta (Gradded bedding )
Tb (parallel laminasi)
Tc (cross stratification )
Tb (parallel laminasi)
Tc (cross stratification )
Gambar 3.10 Kenampakan urutan khas Bouma stasiun 92 (atas) dan stasiun 35 (bawah)
Ta (Gradded bedding )
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
22/74
58
Sedangkan penentuan kisaran zona batimetri lingkungan pengendapan satuan
batupasir karbonatan ini dapat diketahui dari analisa fosil foraminifera bentonik yang
dilakukan pada stasiun 33 dan stasiun 73. Adapun fosil-fosil foraminifera bentonik
yang ditemukan pada stasiun 73 adalah sebagai berikut :
1. Nodosaria communis DORBIGNY
2. Hopkinsia victoriensis COLLINS
3. Siphogenerina striatula CUSHMAN
Berdasarkan analisa zona kumpulan yang dilakukan maka didapatkan zona
batimetri satuan batupasir bagian atas adalah lingkungan neritik tengah- batyal atas
(Barker , 1960).
Selanjutnya fosil-fosil foraminifera bentonik yang ditemukan pada stasiun 33
satuan batupasir karbonatan antara lain sebagai berikut :
1. Martinotiella bradyana CUSHMAN
Tabel 3.4: Kisaran kedalaman relatif Satuan Batupasir Karbonatan berdasarkan foraminifera bentonik.Sampel bagian atas satuan (stasiun 73)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
23/74
59
2. Lenticulina vortex FITCHELL AND MOLL
3.
Gallitelia vivans CUSHMAN
Berdasarkan analisa zona kumpulan yang dilakukan maka didapatkan zona
batimetri satuan batupasir bagian atas adalah lingkungan neritik luar- batyal atas
(Barker , 1960).
3.2.1.1.4 Hubungan Stratigrafi
Posisi stratigrafi satuan batupasir karbonatan ini merupakan yang tertua pada
daerah penelitian. Batuan yang berada dibawah satuan ini tidak teridentifikasi karena
tidak tersingkap pada daerah penelitian sehingga sulit untuk menentukan hubungan
stratigrafi satuan ini dengan satuan dibawahnya. Hubungan stratigrafi satuan
batupasir karbonatan dengan satuan batulempung yang ada diatasnya adalah selara.
Hal ini didasarkan dari rekontruksi pola jurus batuan dan umur relatif batuan yang
menunjukan jangka waktu pengendapan kedua satuan ini relatif dekat.
Tabel 3.5Kisaran kedalaman relatif Satuan Batupasir Karbonatan berdasarkan foraminifera bentonik.Sampel bagian bawah satuan (stasiun 33)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
24/74
60
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologi dan ketedapatan di daerah penelitian, satuan
batupasir karbonatan ini dapat disebandingkan dengan anggota batupasir Formasi
Cinambo (Djuri 1995), seperti tertera pada Tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6 Kesebandingan satuan batupasir karbonatan dengan anggota
batupasir Formasi Cinambo (Djuri, 1995).
Aspek
KesebandinganSatuan batupasir karbonatan (Tmbp)
Anggota batupasir Formasi
Cinambo
(Djuri, 1995)
Litologi
Satuan batupasir karbonatan ini terdiri dari
batupasir dengan sisipan batupasir
lempung. Berwarna segar putih abu-abu,
berwarna lapuk abu-abu kecoklatan.
Ukuran butir sangat halus sampai kasar,
bentuk butir membundar tanggung sampai
menyudut tanggung, karbonatan, kemas
tertutup, permeabilitas sedang, terpilah
baik, kekerasan keras. Struktur sedimen
paralel laminasi, paralel bedding, struktur
cross stratification serta wavy. Dibeberapa
tempat ditemukan urutan sekuen Bouma
khas endapan arus turbidit.
Batulempung mempunyai karakteristik
warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu
kehitaman, karbonatan, agak keras serta
dibeberapa tempat menyerpih.
Greywacke, batupsir
gampingan, lempung, lanau
kehitaman. Struktur sedimen
adalah perlapisan bersusun dan
struktur jejak yang
menunjukkan runtunan batuan
diendapkan oelh arus turbidit.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
25/74
61
Posisi Stratigrafi Ditindih selaras oleh satuan batulempungDitindih selaras oleh angggota
serpih Formasi Cinambo
Umur Miosen Tengah Atas Oligosen - Miosen Tengah
Lingkungan
PengendapanLaut dalam Laut dalam
3.2.2 Satuan batulempung (Tmbl)
Karakterisitk Litologi
Satuan ini terdiri dari batulempung dan terdapat sisipan batupasir di beberapa
tempat. Namun batulempung ini bersifat dominan sehingga dijadikan sebagai nama
satuan litostratigrafinya. Secara megaskopis deskripsi batulempung tersebut
mempunyai warna segar coklat kehitaman, warna lapuk abu-abu kecoklatan,
karbonatan, dapat dicungkil, seta menyerpih pada umumnya. Struktur sedimen yang
terdapat pada batulempung kebanyakan paralel laminasi, paralel bedding.
Kontak antar perlapisan terlihat jelas. Batupasir sebagai sisipan mempunyai
warna segar putih abu-abu, warna lapuk abu-abu, karbonatan, agak keras, terpilah
baik, membundar tanggung-menyudut tanggung, kemas tertutup, strukutr sedimen
yang dominan parallel laminasi serta dibeberapa tempat ditemukan wavydan ripple.
Secara mikroskopis, pada sampel yang mewakili satuan batulempung ini yaitu
stasiun 88 di Dusun Cisampih termasuk kedalam Mudrock (Pettijohn, 1975).
Karakteritik satuan batulempung ini berwarna abu-abu kekuningan dengan matriks
berupa mineral lempung 80% dam minera lkarbonat 5%, fragmen berupa plagioklas
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
26/74
62
3%, kuarsa 3%, piroksen 2%, serta minera opak 5%.
Luas dan Penyebaran
Satuan ini tersebar sekitar kurang lebih seluas 5% dari luas daerah penelitian
yang tersebar dari barat daya daerah penelitian, yang mencakup dusun cisampih,
desa dusun cibuyung. Singkapan yang ditemukan pada satuan ini umumnya berada
pada Sungai Cipaningeun, Sungai Cilutung, Sunga Citayeum, dan sungai-sungai
intermitten lainnya.
Gambar 3.11 Singkapan satuan batulempung (A: Stasiun 88, B: stasiun 91 (terdapatsisipan batupasir) dan C: stasiun 87 )
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
27/74
63
Penyebaran satuan ini umumnya menempati Satuan Geomorfologi Perbukitan
Struktural Curam. Secara umum pola perlapisanyang ditemukan pada satuan ini
relatif barat timur dengan kemiringan lapisan relatif kearah selatan meskipun
beberapa stasiun ada yang berbentuk masif sehingga tidak bisa ditentukan arah
perlapisannya yang dikarenakan telah terkena erosi atau pelapukan. Beberapa stasiun
dalam satuan ini ditemukan indikasi struktur berupa cermin sesar, kekar serta lipatan.
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur satuan batulempung pada daerah penelitian ini dilakukan
dengan cara analisa fosil foraminifera plangtonik yang terkandung pada satuan
batulempung ini. Analisa fosil pada satuan batulempung dilakukan pada satuan 91
yang dianggap merupakan bagian atas satuan serta stasiun 88 yang dianggap
mewakili bagian bawah stasiun. Berikut merupapakan fosil fosil foraminifera
plangtonik yang ditemukan pada stasiun 88:
1. Globorotalia menardi DORBIGNY
2. Orbulina universa DORBIGNY
3. Orbulina bilobata DORBIGNY
4. Globoquadrina dehiscens CHAPMANN, PARR, AND COLLINS
5.
Globigerina praebulloides BLOW
Berdasarkan analisa pada table kisaran dari fosil fosil tersebut didapati
berumur antara N12 N17 (miosen tengah miosen akhir) (Blow, 1969).
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
28/74
64
Selanjutnya fosil-fosil foraminifera plangtonk yang ditemukan pada stasiun
91, antara lain sebagai berikut :
1. Globigerinoides trilobus REUSS
2. Orbulina universa DORBIGNY
3. Orbulina bilobata DORBIGNY
4. Globigerina menardii DORBIGNY
5. Globigerina praebulloides BLOW
Berdasarkan analisa pada table kisaran dari fosil fosil tersebut didapati
berumur antara N12 N17 (miosen tengah miosen akhir) (Blow, 1969).
Dari data hasil analisa fosil yang dilakukan pada satuan batulempung dapat
Tabel 3.7. Kisaran lingkungan pengendapan Satuan Batulempung berdasarkan foraminifera plangtonik.
Sampel bagian bawah satuan (stasiun 88)
Tabel 3.8Kisaran lingkungan pengendapan Satuan Batulempung berdasarkan foraminifera plangtonik.
Sampel bagian atas satuan (stasiun 91)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
29/74
65
disimpulkan bahwa satuan batupasir berumur antara N12-N17 dengan kata lain dari
miosen tengan sampai miosen akhir.
Untuk menentukan lingkungan pengendapan satuan batulempung ini
dilakukan dengan cara menganalisa karakteristik batuan pada satuan ini serta analisa
berdasarkan kandungan fosil foraminifera bentonik yang terkandung didalamnya.
Dari karakteristik singkapan batuan pada satuan batulempung ini, dominan
merupakan batulempung dengan sesekali terdapat sisiapn batupasir halus, menyerpih,
karbonatan, struktur sedimen berupa parallel laminasi dan wavy, serta mengandung
fosil foraminifera. Hal ini menunjukkan bahwa satuan batulempung ini terendapkan
pada daerah laut dengan arus tenang yang diinterpretasikan kedalam lingkungan laut
dalam.
Adapun untuk menentukan kisaran kedalaman relative satuan batulempung
dilakukan analisa fosil foraminifera bentonik pada stasiun 88 dan stasiun 91. Berikut
tabel analisa fosil foraminifera bentonik . Berikut merupakan fosil foraminifera
bentonik yang ditemukan pada stasiun 88, antara lain :
1. Laevidentalia sidebottomi CUSHMANN
2. Nonion pasificum CUSHMAN
3.
Pseudoclavulina serventyi CHAPMANN AND PARR
Berdasarkan analisa zona kumpulan yang dilakukan maka didapatkan zona
batimetri satuan batupasir bagian atas adalah lingkungan neritik luar - batyal atas
(Barker , 1960).
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
30/74
66
Selanjutnya fosil foraminifera bentonik yang ditemukan pada stasiun 91, antara lain
sebagai berikut :
1. Saracenaria angularis NATLAND
2. Karrariella bradyi CUSHMAN
3. Uvigerina bradyana FORNASINI
Berdasarkan analisa zona kumpulan yang dilakukan maka didapatkan zona
batimetri satuan batupasir bagian atas adalah lingkungan neritik luar - batyal bawah
(Barker, 1960).
Tabel 3.9. Kisaran kedalaman relatif Satuan Batulempung berdasarkan foraminifera bentonik.
Sampel bagian bawah satuan (stasiun 88)
Tabel 3.10Kisaran kedalaman relatif Satuan Batulempung berdasarkan foraminifera bentonik.Sampel bagian atas satuan (stasiun 91)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
31/74
67
Tabel 3.11 Kesebandingan satuan batulempung(Tmbl) dengan anggota seprih Formasi
Cinambo (Djuri 1995)
Berdasarkan analisa zona kumpulan pada dua stasiun tersebut dapat
disimpulkan bahwa satuan batulempung ini terendapkan pada lingkungan laut dalam
atau pada zona neritik luar sampai batyal bawah.
Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan posisi stratigrafinya satuan batulempung memiliki hubungan
yang selaras dengan satuan batupasir karbonatan yang berada dibawahnya serta
memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan batupasir tuffan yang lebih
muda pada bagian atasnya.
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologinya, satuan batulempung ini dapat disebandingkan
dengan Anggota Serpih Formasi Cinambo (Djuri 1995)), seperti tertera pada Tabel
3.11 berikut :
Aspek
KesebandinganSatuan Batulempung
Anggota serpih Formasi
Cinambo (Djuri 1995)
Litologi
Terdiri dari batulempung dengan sisipan
batupasir halus. warna segar coklat
kehitaman, warna lapuk abu-abu kecoklatan,
karbonatan, dapat dicungkil, seta menyerpih
pada umumnya. Struktur sedimen yang
terdapat pada batulempung kebanyakan
Serpih dengan selingan
batupasir dan batugamping,
batupasir gampingan,
batupasir tufaan dengan tebal
400-500 m.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
32/74
68
3.2.3 Satuan batupasir (Tpbp)
Karakteristik Litologi
Satuan batupasir ini terdiri dari batupasir tuffan, batupasir sisipan
konglomerat serta dibeberapa tempat terdapat sisipan lempung. Batupasir tuffan
bersifat cukup dominan .
Secara megaskopis umumnya satuan batupasir ini menunjukkan karakteristik
warna segar abu-abu kekuningan, warna lapuk coklat kekuningan. Ukuran butir halus
sampai sangat kasar, bentuk butir membundar tanggung, kemas terbuka, terpilah
sedang, tidak karbonatan, struktur sedimen berupa paralel bedding serta reverse
bedding.
paralel laminasi, paralel bedding. Kontak
antar perlapisan terlihat jelas. Batupasir
sebagai sisipan mempunyai warna segar
putih abu-abu, warna lapuk abu-abu,
karbonatan, agak keras, terpilah baik,
membundar tanggung-menyudut tanggung,
kemas tertutup, strukutr sedimen yang
dominan parallel laminasi serta dibeberapa
tempat ditemukan wavydan ripple.
Posisi Stratigrafi
Posisi stratigrafi satuan batulempung selaras
menjemari dengan satuan
batupasirkarbonatan di bawahnya.
Menindih selaras Anngota
Batupaasir Formasi
Cinambo.
Umur Miosen tengah - Miosen atas Oligosen - Miosen
Lingkungan
PengendapanLaut dalam Laut dalam
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
33/74
69
Konglomerat yang terdapat pada sisipan batupasir ini mempunyai
karakteristik warna segar cokelat tua, warna lapuk abuabu, berukuran kerikil dengan
diameter 0,5 cm 3 cm, dengan komponen berupa batupasir dan batuan beku.
Secara mikroskopis , pada sampel yang mewakili satuan batupasir ini yaitu
pada stasiun 36 di Desa Kadu, termasuk kedalam batupasir tuffan , berwarna abu-abu
kemerahan, ukuran butir halus sampai kasar, betuk butir menyudut tanggung,
hypokritalin, subhedral anhedral, dengan matriks berupa gelas vulkanik 25%,
mineral lempung 5%, fragmen batuan 20% berupa batupasir, fragmen feldspar berupa
Gambar 3.12 Singkapan satuan batupasir ( A : stasiun 36. B : Singkapan batipasir dengan
struktur parallel laminasi pada stasiun 57C : stasiun 56. D: stasiun 63).
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
34/74
70
plagioklas 5%, fragmen kuarsa 10%, piroksen 5% serta mineral opak 5%. Menurut
analisa petrografi tersebut dinamakan batupasir tufan(Schmidt, 1981).
Luas dan Penyebaran
Satuan ini tersebar sekitar kurang lebih seluas 22% dari luas daerah penelitian
yang tersebar dari barat daerah penelitian, yang mencakup Desa Kadu, Desa
Lebaksiuh, Desan Sindangkasih, Desa Cintajaya, dusun Cisepat, Kelurahan Munjul,
Sungai Cipaingeun, Sungai Cilutung, Sungai Cibayawak, Sungai Ciranca, Sungai
Cicariu. Singkapan yang ditemukan pada satuan ini ditemukan pada sungai Cilutung,
Sungai Cipaingeun, Sungai Cicariu, dan sungai-sungai intermitten.
Penyebaran satuan ini umumnya menempati Satuan Geomorfologi Perbukitan
Struktural Curam. Secara umum pola perlapisan pada satuan ini relatif barat laut
tenggara dengan kemiringan lapisan relatif barat daya meskipun pada beberapa
singkapan dalam stasiun ini ditemukan pola perlapisan dan kemiringan yang relatif
masif dan sulit dalam penentuannya yang diakibatkan oleh adanya erosi, dan
pelapukan.
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Pada satuan ini tidak ditemukan keberadaan fosil, baik foraminifera
planktonik maupun bentonik, maka penentuan umur satuan ini lebih didasarkan pada
interpretasi posisi stratigrafinya, rekonstruksi penampang geologi dimana
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
35/74
71
memperlihatkan satuan batupasir ini berumur lebih muda dari satuan batulempung
serta lebih tua dari satuan breki serta diterobos oleh diorite sehingga dapat
diinterpretasikan satuan batupasir ini berumur Pliosen. Selain itu, penentuan umur
juga diperkuat berdasarkan kesebandingan dengan peneliti terdahulu, yaitu Djuri
tahun 1995.
Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada karakteristik satuan
batupasir dimana berukuran halus sampai sangat kasar, sisipan dengan kkonglomerat,
struktur reverse bedding, tidak karbonatan serta tidak mengandung fosil foraminifera
maka dapat diinterpretasikan satuan batupasir tuffan ini diendapkan pada lingkungan
darat.
Hubungan Stratigrafi
Posisi stratigrafi satuan batupasir ini menindih secara tidak selaras satuan
batulempung yang berumur lebih tua, diterobos oleh satuan andesit pada kala
Plistosen dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan breksi.
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologinya, satuan batupasir ini dapat disebandingkan
dengan Formasi Citalang (Djuri 1995), seperti tertera pada Tabel 3.2 berikut:
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
36/74
72
Tabel 3.12 Kesebandingan Satuan batupasir (Tpbp) dengan Formasi Citalang
(Djuri, 1995)
Aspek
KesebandinganSatuan batupasir
Formasi Citalang (Djuri
1995)
Litologi
Satuan batupasir ini menunjukkan
karakteristik warna segar abu-abu
kekuningan, warna lapuk coklat
kekuningan. Ukuran butir halus sampai
sangat kasar, bentuk butir membundar
tanggung, kemas terbuka, terpilah
sedang, tidak karbonatan, struktur
sedimen berupa paralel bedding serta
reverse bedding. Konglomerat yang
terdapat pada sisipan batupasir ini
mempunyak karakteristik warna segar
cokelat tua, warna lapuk abuabu,
berukuran kerikil dengan diameter 0,5
cm 3 cm, dengan komponen berupa
batupasir dan batuan beku.
Batupasir tufan berwana
cokelat muda, lempung tufan,
konglomerat, setempat
ditemukan lensalensa batupsir
gampingan yang keras.
Posisi StratigrafiBerada tidak selaras dengan
batulempung yang berumur lebih tua.
Menindih secara tidak selaras
dengan Formasi Cinambo
Umur Pliosen Pliosen
Lingkungan
PengendapanDarat Darat
3.2.4 Intrusi Andesit (Qia)
Karakteristik Litologi
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
37/74
73
Intrusi andesit yang ditemukan di daerah penelitian memiliki karakteristik
warna segar abu-abu dan warna lapuk abu-abu kecoklatan, terkstur porfiritik,
hypokristalin, bentuk kristal subhedral anhedral, kemas inequigranular, serta
teridentifikasi mineral plagioklas, kuarsa serta hornblende, struktur masif.
Keterdapatan dilapangan sebagai intrusi.
Secara mikroskopis pad asampel yang mewakili intrusi andesit ini yaitu pada
stasiun 31 di Gunung Haun, termasul kedalam Porfiri Andesit (Travis, 1955).
Dengan karakteristik warna warna putih keabuan terdiri dari fenokris 85% dan massa
dasar 15%. Tekstur porfiritik, inequigranular, bentuk kristal subheudral-anhedral,
hypokristalin.
Gambar 3.13Singkapan intrusi andesit ( A dan B : stasiun 31, C dan D stasiun 49)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
38/74
74
Fenokris terdiri dari mineral plagioklas, kuarsa, piroksen, K-Feldspar, amfibol
serta mineral opak. Massa dasar terdiri dari mikroklin plagioklas, ukuran kristal
massa dasar afanitik.
Luas dan Penyebaran
Intrusi ini tersebar sekitar kurang lebih seluas 3 % dari luas daerah penelitian
yang tersebar dari barat daya sampai timur laut dari daerah penelitian, dimana
menempati bentuk morfologi yang khas dapat dibedakan dengan satuan lainnya.
Satuan ini tersingkap baik di Gunung Haun, Gunung Maun, Gunung Walahar, serta
Pasir Pareang. Pada umumnya satuan ini berasosiasi dengan sesar-sesar yang berada
pada daerah penelitian. Diinterpretasikan merupakan jalur penerobosan dari satuan
bantuan ini.Penyebaran satuan ini umumnya menempati Satuan Geomorfologi
kerucut intrusi.
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Penentuan umur intrusi andesit ini dilakukan berdasarkan analisa karakteristik
serta rekonstruksi penampang geologi pada daserah penelitian. Selanjutnya dapat
diinterpretasikan bahwa intrusi andesit ini merupakan hasil terobosan magma melalui
celah batuan yang lemah sehingga sampai ke permukaan. Kegiatan ini tentunya
dikontrol oleh tektonik. Waktu persis terjadinya aktivitas penerobosan magma ini
adalah setelah terendapkannya satuan batupasir yang berumur pliosen. Dengan
menggunakan azas pemotongan pada Hukum Steno dimana batuan yang memotong
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
39/74
75
Tabel 3.13 Kesebandingan satuan intrusi andesit (Qia) dengan Andesite Hornblende (Djuri
1995)
akan berumur lebih muda dari batuan yang dipotong. Oleh karena itu, diperkirakan
umur intrusi andesit ini ialah masa Plistosen. Sedangkan lingkungannya dilihat dari
batuan termuda yang dipotong maka berada pada lingkungan darat.
Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi intrusi andesit ini adalah tidak selaras dengan satuan
batupasir tuffan, yaitu menerobos satuan batuan yang lebih tua.
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologinya, intrusi andesit ini dapat disebandingkan dengan
Andesit Hornblende (Djuri 1995), seperti tertera pada Tabel 3.13 berikut:
Aspek
KesebandinganSatuan intrusi andesit
Andesite Hornblende Djuri
1995)
Litologi
Satuan intrusi andesite ini memilik
karakteristik warna segar abu-abu
dan warna lapuk abu-abu
kecoklatan, terkstur porfiritik,
hypokristalin, bentuk kristal
subhedral anhedral, kemas
inequigranular, serta teridentifikasi
Berbentuk retas lempeng, retas
dengan lebar 20 - 30 meter.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
40/74
76
mineral plagioklas, kuarsa serta
hornblende, struktur masif.
Keterdapatan dilapangan sebagai
intrusi.
Umur Plistosen Plistosen
Lingkungan
PengendapanDarat Darat
3.2.5 Satuan Breksi Vulkanik (Qbv)
Karakteristik Litologi
Satuan breksi yang ditemukan di daerah penelitian didominasi oleh breksi
vulkanik dengan matriks yang berupa batupasir tuffan serta batupasir dengan
komponen berupa batuan beku. Komponennnya yang menyudut bersifat sangat
dominann sehingga dijadikan sebagai nama satuan litostratifrafinya. Adapun
karakteristik dari satuan breksi berwarna segar abu-abu kecoklatan dan warna lapuk
abu-abu kekuningan, pemilahan buruk, kekompakan keras.
Komponen barupa batuan beku berwarna segar abu-abu kecoklatan, warna
lapuk coklat kehitaman, berukuran dari kerikil sampai bongkah, kekerasan keras.
Matriksnya mempunyai ukuran butir halus, warna segar aku-abu, warna lapuk coklat
kekuningan, permeabilits sedang, kemas tertutup, tidak karbonatan.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
41/74
77
Secara mikroskopis dari sampel yang dianggap mewakili satuan ini yaitu pada
stasiun 64 yang terletak pada sungai Cijurey Dusun Cibatu mempunyai karakteristik
komponen berwarna abu-abu kecoklatan terdiri dari fenokris 80 % dan massa dasar
20 %. Tekstur porfiritik, ukuran kristal massa dasar afanitik, kemas inequigranular,
bentuk kristal subheudral-anhedral, hypokristalin. Fenokris terdiri dari mineral
plagioklas 45%, kuarsa 75, piroksen, K-Feldspar 5%, piroksen 15%, gelas volkanik
Gambar 3.14Singkapan satuan breksi (A dan B stasiun 64. B : stasiun 3. D :stasiun 38)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
42/74
78
3%, serta mineral opak 5%. Massa dasar terdiri dari mikroklin plagioklas.
Berdasarkan analisa tersebut maka tergolong kepada Andesit(Travis, 1955).
Adapun matriks dari satuan breksi ini tergolong kepada lithic tuff (Schmidt,
1981) berwarna putih keabuan terdiri dari Fragmen (75%) dan matriks (25%). Ukuran
butir halus-kasar, membundar tanggung-menyudut tanggung, terpilah baik. Fragmen
terdiri dari fragmen batuan (25%), fragmen kristal (50%) serta fragmen gelas.
Matriks berupa gelas vulkanik 25%. Kristal terdiri dari mineral plagioklas (15%),
kuarsa (10%), piroksen (10%), dan mineral opak (5%).
Luas dan Penyebaran
Satuan ini tersebar sekitar kurang lebih seluas 15 % dari luas daerah penelitian
yang tersebar pada timur laut dari daerah penelitian, yang mencakup Desa
Sidamukti, Gunung Padengdeng, Gunung Mangkubumi, Gunung Haur, Gunung Maju
serta Dusun Cibatu, Sungai Cibalumbang.
Penyebaran satuan ini umumnya menempati Satuan Geomorfologi Perbukitan
Vulkanik Agak Curam dan satuan geomorfologi Perbukita Vulkanik sangat Curam.
Secara umum pola perlapisan dan kemiringan yang relatif masif dan sulit dalam
penentuannya yang diakibatkan oleh adanya erosi, dan pelapukan,
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Pada satuan ini tidak ditemukan keberadaan fosil, baik foraminifera
planktonik maupun bentonik, maka penentuan umur satuan ini lebih didasarkan pada
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
43/74
79
interpretasi posisi stratigrafinya terhadap satuan batuan lain, rekonstruski penampang
geologi serta berdasarkan kesebandingan dengan peneliti terdahulu sehingga dapat
diinterpretasikan satuan breksi vulkanik ini berumur Plistosen.
Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada karateristik litologi
tarutama tekstur serta struktur sedimen breksi vulkanik ini. Bentuk butir yang kasar,
menyudut, sorting yang sedang buruk serta tidak ditemukannya keberadaan fosil
foraminifera maka diinterpretasikan bahwa satuan breksi vulkanik ini terendapkan
pada lingkungan darat.
Hubungan Stratigrafi
Posisi stratigrafi satuan breksi vulkanik ini diketahui melalui hasil
rekonstruksi penampang serta keterdapatannya didaerah penelitian serta
kesebandingan dengan peneliti terdahulu maka dapat diinterpretasikan bahwa satuan
bresi vulkanik ini diendapkan secara tidak selaras diatas satuan batupasir tuffan.
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologinya, satuan batu breksi ini dapat disebandingkan
dengan Anggota Jatigede Formasi Cinambo (Martojodjo 1984), seperti tertera pada
Tabel 3.14 berikut:
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
44/74
80
Tabel 3.14 Kesebandingan Satuan breksi vulkanik (Qbv) dengan breksi hasil gunung
api tua (Djuri 1995)
Aspek
Kesebandingan
Satuan breksi vulkanik (Qbv) Breksi hasil gunung api
tua (Djuri 1995)
Litologi
Karakteristik dari satuan breksi
berwarna segar abu-abu
kecoklatan dan warna lapuk abu-
abu kekuningan, pemilahan
buruk, kekompakan keras.
Komponen barupa batuan beku
berwarna segar abu-abu
kecoklatan, warna lapuk coklat
kehitaman, berukuran dari
kerikil sampai bongkah,
kekerasan keras. Matriksnya
berupa tuff da pasir tuffan,
mempunyai ukuran butir halus,
warna segar aku-abu, warna
lapuk coklat kekuningan,
permeabilits sedang, kemastertutup, tidak karbonatan.
Hasil gunung api tua-breksi,
breksi gunung api, endapan
lahar, komponen-
komponennya terdiri dari
betuan beku bersifat andesit
dan basalt.
Posisi StratigrafiTerletak secara tidak selaras
diatas satuan batupasir tuffan
Menindih secara tidak
selaras Formasi Citalang
Umur Plistosen Plistosen
Lingkungan
PengendapanDarat Darat
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
45/74
81
3.2.6 Alluvium (Qia)
Karakteristik Litologi
Endapan permukaan ini terdiri dari material-material lepas yang berukuran
dari kerikil sampai bongkah batuan beku, sedimen serta breksi hasil pelapukan dan
erosi batuan asalnya. Hasil pelapukan dari batuan asal ini kemudian diangkut melalui
media air dan diendapkan ditempat-tempat yang rendah dan cenderung landai.
Luas dan Penyebaran
Satuan alluvium ini tersebar sekitar 17% dari total luas daerah penelitian yang
terletak pada bagian utara dan tengah daerah penelitian. Satuan ini terdapat pada
daerahdaerah sekitar sungai, terutama Sungai Cilutung, Sungai Cijurey dann Sungai
Cibalumbang.
Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan sari satuan ini adalah lingkungai sungai atau
fluvial, material-material alluvium yang melimpah diperkirakan berasal dari zona-
zona lemah akibat struktur geologi yang mudah tererosi dan tertransportasi. Posisi
stratigrafi satuan ini berada paling atas dari seluruh satuan batuan pada daerah
penelitian dan pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa umur satuan ini adalah Kuarter.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
46/74
82
Gambar 3.15 Singkapan endapan permukaan (A : stasiun 9; B : stasiun 8
sepanjang sungai Cijurey. C : stasiun 55 ; B : Stasiun 54 sepanjang Sungai Cilutung)
Hubungan Stratigrafi
Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, didapati bahwa satuan
alluvium ini diinterpretasikan menindih secara tidak selaras satuan batupasir tuffan
dan satuan breksi vulkanik yang ada dibawahnya.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
47/74
83
Kesebandingan Regional
Dari kenampakan litologinya, satuan alluvium ini dapat disebandingkan
dengan Aluvium menurut Djuri 1995, seperti tertera pada Tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.15 Kesebandingan Satuan aluvium (Qal) dengan Aluvium (Djuri, 1995)
Aspek
KesebandinganSatuan aluvium (Qal) Aluvium (Djuri,1995)
Litologi
Endapan permukaan initerdiri dari material-material
lepas yang berukuran dari kerikil
sampai bongkah batuan beku,
sedimen serta breksi hasil
pelapukan dan erosi batuan
asalnya. Hasil pelapukan dari
batuan asal ini kemudian
diangkut melalui media air dan
diendapkan ditempat-tempat
yang rendah dan cenderunglandai.
Lempung, lanau, pasir,kerikil terutama endapan
sungai Holosen.
Posisi Stratigrafi
Terletak tidak selaras diatas
batupasir tuffan dan breksi
vulkanik.
Menindih secara tidak
selaras Formasi Citalang
Umur Holosen Holosen
Lingkungan
PengendapanDarat Darat
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
48/74
84
3.3 Struktur Geologi
Struktur geologi merupakan hasil dari aktifitas tektonik. Penentuan
keberadaan dan jenis struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian
dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan dan pengukuran indikasi struktur
geologi yang dapat diamati langsung di lapangan seperti cermin sesar (slicken side),
arah jurus dan kemiringan lapisan, offset litologi dan analisis data kekar.
Selain pengamatan indikasi struktur di lapangan, penentuan struktur geologi
yang berkembang di daerah penelitian juga dibantu dengan analisis citra DEM untuk
mengetahui kelurusan lembah dan punggungan. Kegiatan analisis ini dapat membantu
mengenali daerah-daerah yang kemungkinan terdapat struktur geologi.
Berdasarkan data dan indikasi yang diperoleh maka strutur geologi di daerah
penelitian terdiri atas struktur sesar, struktur kekar dan struktur lipatan berupa antiklin
dan sinklin.
3.3.1 Analisis DEM
Analisis DEM yang dilakukan merupakan penarikan kelurusan-kelurusan
puggungan-punggungan serta lembahan pada daerah penelitian. Pola kelurusan yang
konsisten akan membantu dalam interpretasi struktur geologi. Pola kelurusan ini
biasanya merupakan indikasi dari struktur geologi, baik berupa lipatan hingga
patahan. Pola kelurusan pada lembah mengindikasikan adanya zona-zona lemah
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
49/74
85
sehingga terlapukkan dan tererosi membentuk daerah aliran sungai. Sedangkan pola
kelurusan punggungan biasanya merupakan bidang perlapisan yang lebih resisten
terhadap erosi.
Pola kelurusan pada daerah penelitian (gambar 3.15) memperlihatkan pola
berarah dominan relative barat timur yang berarti arah tegasan utama yang
menyebabkan pola ini adalah berarah relative utara selatan. Hal ini sesuai dengan
periode tektonik pulau jawa selama periode Miosen-Pliosen serat Pliosen-pleistosenn
dimana terjadi kompresi dengan gaya utama berarah utara-selatan. Gaya kompresi ini
menyebabkan sumbu lipatan serta pahatan yang dominan berarah relatif barat-timur
seperti halnya yang juga terdapat pada daerah penelitian.
Gambar 3.16 Kelurusan-kelurusan yang terdapat pada daerah penelitian
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
50/74
86
3.3.2 Struktur Kekar
Kekar merupakan suatu struktur rekahan pada batuan yang mengalami
pergeseran relatif kecil. Hal inilah yang menyebabkan kekar menjadi suatu
struktur yang sulit diamati, sebab tidak adanya atau relatif kecilnya pergeseran
dari kekar sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk
sebelum atau sesudahnya. Kekar yang berkembang di daerah penelitian,
umumnya merupakan kekar gerus (shear joint) dan kekar tarik (extentional
joint). Sulit untuk menentukan umur kekar-kekar yang berada didaerah
penelitian karena struktur kekar dapat terjadi kapan saja, mulai dari periode
tektonik tua maupun periode tektonik resen.
Kekar tarik stasiun 88
Kekar ini terekam pada satuan batulempung pada sungai cijaweu.
Berdasarkan analisa stereonet didapat bahwa arah tegasan relative utara-selatan.
Gambar 3. 17 Kenampakan kekar tarik stasiun 88 (A). Proyeksi stereonet kekar tarik stasiun 88 (B)
A B
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
51/74
87
Kekar gerus stasiun 35
Kekar ini terekam pada satuan batupasir pada sungai cilutung, dusun
Buniasih.Berdasarkan analisa stereonet didapat bahwa arah tegasan relative tenggara-
baratlaut.
Kekar gerus stasiun 28
Kekar ini terekam pada satuan alluvium pada anak sungai cijurey, dusun
Bayuendah. Kekar ini sejatinya diukur pada singkapan jendela batulanau yang
ditemukan pada satuan aluvium. Berdasarkan analisa stereonet didapat bahwa arah
tegasan relative tenggara-baratlaut.
A B
Gambar 3.18 Kenampakan kekar gerus stasiun 35 (A). Proyeksi stereonet kekar gerus stasiun 35 (B)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
52/74
88
Kekar tarik stasiun 57
Kekar ini terekam pada satuan batupasir tuffan pada sungai cipaingeun,
dusun Lebaksiuh. Berdasarkan analisa stereonet didapat bahwa arah tegasan relative
tenggara-baratlaut.
A
Gambar 3. 19 Kenampakan kekar gerus stasiun 28 (A). Proyeksi stereonet kekar gerus stasiun 28 (B)
B
BA
Gambar 3.20 Kenampakan kekar tarik stasiun 57 (A). Proyeksi stereonet kekar tarik stasiun 57 (B)
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
53/74
89
3.3 Struktur Lipatan
Perlipatan merupakan hasil deformasi atau perubahan bentuk atau
volume dari suatu batuan yang ditunjukkan sebagai suatu lengkungan atau
himpunan lengkungan pada unsur garis atau bidang-bidang dalam batuan
tersebut yang berupa bidang perlapisan. Setelah dilakukan rekonstruksi
berdasarkan perekaman data lapangan mengindikasikan bahwa daerah
pemetaan dikenai gaya kompresional yang kuat yang menyebabkan terbentuk
struktur lipatan pada daerah penelitian. Struktur lipatan pada daerah penelitian
terdiri dari sinklin serta antiklin yang berkembang pada satuan batupasir
karbonatan, batulempung serta satuan batupasir. Struktru lipatan tersebut
antara lain :
1. Sinklin Lebaksiuh
2. Sinklin Garogol
3. Sinklin Cibuyung
4. Sinklin Cimanintin
5. Sinklin Pancurendang
6. Antiklin Ciluwuk
7. Antiklin Cibodas
8.
Antiklin Cisampih
9. Antiklin Pasirciemong
Penamaan struktur lipatan didasarkan pada lokasi terdapatnya sehingga
memudahkan pengenalan.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
54/74
90
Sinklin Lebaksiuh
Stuktur lipatan ini berada di barat laut daerah penelitian. Analisis deskriptif
dari sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa sinklin lebaksiuh melipat satuan
batupasir tuffan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Sinklin ini memiliki pola
perlapisan batuan N 110 E/40 dan N 275 E/35 dengan arah trend 283orelatif barat
laut-timur tenggara. Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa
nilai sudut interlimb 116o dan plunge dari sinklin ini adalah 6 (gambar 3.21).
Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open
Horizontal Fold.
Sinklin Garogol
Stuktur lipatan ini berada di barat laut sampai tengah daerah penelitian.
Analisis deskriptif dari sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa sinklin lebaksiuh
Gambar 3.21Proyeksi stereografi Sinklin Lebaksiuh
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
55/74
91
melipat satuan batupasir tuffan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Sinklin ini
memiliki pola perlapisan batuan N 82 E/39 dan N 280 E/20 dengan arah trend 88
o
relatif barat - timur. Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa
nilai sudut interlimb 119o dan plunge dari sinklin ini adalah 5 (gambar 3.22).
Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open
Horizontal Fold.
Sinklin Cibuyung
Stuktur lipatan ini berada di barat daya daerah penelitian. Analisis deskriptif
dari sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa sinklin cibuyung melipat satuan
batulempung dan satuan batupasir karbonatan dengan orientasi baratlaut-tenggara.
Sinklin ini memiliki pola perlapisan batuan N 100 E/66 dan N 280 E/51 dengan
arah trend 100o relatif barat laut-timur tenggara. Hasil dari analisa terhadap sayap-
sayap lipatan, diketahui bahwa nilai sudut interlimb 65o dan plunge dari sinklin ini
Gambar 3.22Proyeksi stereografi Sinklin Garogol
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
56/74
92
adalah 1 (gambar 3.23). Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini
masuk ke dalam jenis CloseHorizontal Fold.
Sinklin Cimanintin
Stuktur lipatan ini berada di barat daya daerah penelitian. Analisis deskriptif
dari sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa sinklin cimanintin melipat satuan
batupasir karbonatan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Sinklin ini memiliki pola
perlapisan batuan N 120 E/30 dan N 292 E/44 dengan arah trend 295orelatif barat
laut-timur tenggara. Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa
nilai sudut interlimb 118o dan plunge dari sinklin ini adalah 4 (gambar 3.24).
Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open
Horizontal Fold.
Gambar 3.23Proyeksi stereografi Sinklin Cibuyung
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
57/74
93
Sinklin Pancurendang
Stuktur lipatan ini berada di timur daerah penelitian. Analisis deskriptif dari
sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa sinklin cimanintin melipat satuan
batupasir karbonatan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Sinklin ini memiliki pola
perlapisan batuan N 88 E/43 dan N 280 E/63 dengan arah trend 96orelatif barat
laut-timur tenggara.
Gambar 3.24Proyeksi stereografi Sinklin Cimanintin
Gambar 3.25Proyeksi stereografi Sinklin Pancurendang
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
58/74
94
Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa nilai sudut
interlimb 73
o
dan plunge dari sinklin ini adalah 8 (gambar 3.24). Berdasarkan
klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Close Horizontal
Fold.
Antiklin Ciluwuk
Stuktur lipatan ini berada di barat daerah penelitian. Analisis deskriptif dari
sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa antilin ciluwuk melipat satuan batupasir
tuffan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Antiklin ini memiliki pola perlapisan
batuan N 275 E/35 dan N 120 E/34 dengan arah trend 287orelatif barat laut-timur
tenggara. Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa nilai sudut
interlimb 111o dan plunge dari antiklin ini adalah 9 (gambar 3.26). Berdasarkan
klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open Horizontal
Fold.
Gambar 3.26Proyeksi stereografi Antiklin Ciluwuk
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
59/74
95
Antiklin Cibodas
Stuktur lipatan ini berada di timur daerah penelitian. Analisis deskriptif dari
sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa antilin cibodas melipat satuan batupasir
karbonatan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Antiklin ini memiliki pola perlapisan
batuan N 275 E/20 dan N 88 E/43 dengan arah trend 90orelatif barat -timur. Hasil
dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa nilai sudut interlimb 115 o
dan plunge dari antiklin ini adalah 4 (gambar 3.27). Berdasarkan klasifikasi Fleuty
(1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open Horizontal Fold.
Antiklin Cisampih
Stuktur lipatan ini berada di barat daya daerah penelitian. Analisis deskriptif
dari sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa antilin cibodas melipat satuan
batupasir karbonatan dan satuan batulempung dengan orientasi baratlaut-tenggara.
Antiklin ini memiliki pola perlapisan batuan N 292 E/43 dan N 100 E/66 dengan
Gambar 3.27Proyeksi stereografi Antiklin Cibodas
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
60/74
96
arah trend 104o relatif barat -timur. Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan,
diketahui bahwa nilai sudut interlimb 72
o
dan plunge dari antiklin ini adalah 9
(gambar 3.28). Berdasarkan klasifikasi Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke
dalam jenis Open Horizontal Fold.
Antiklin Pasircimeong
Stuktur lipatan ini berada di timur daerah penelitian. Analisis deskriptif dari
sayap-sayap lipatan memperlihatkan bahwa antiklin pasircimeong melipat satuan
batupasir karbonatan dengan orientasi baratlaut-tenggara. Antiklin ini memiliki pola
perlapisan batuan N 280 E/63 dan N 90 E/25 dengan trend 98orelatif barat -timur.
Hasil dari analisa terhadap sayap-sayap lipatan, diketahui bahwa nilai sudut interlimb
93o dan plunge dari antiklin ini adalah 4 (gambar 3.29). Berdasarkan klasifikasi
Fleuty (1964), maka struktur ini masuk ke dalam jenis Open Horizontal Fold.
Gambar 3.28 Proyeksi stereografi Antiklin Cisampih
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
61/74
97
3.3.4 Struktur Sesar
Struktur sesar adalah rekahan atau kekar yang ditimbulkan karena adanya
pergeseran sehingga dalam penentuannya diperlukan indikasi-indikasi yang
menunjukkan perkembangan sesar. Struktur patahan atau sesar di daerah penelitian
dicirikan dengan adanya:
1. Tanda-tanda patahan seperti cermin sesar dan zona hancuran.
2. Secara geomorfologi yaitu melalui pola aliran dan topografi.
3. Pergeseran sumbu lipatan yang ditafsirkan melalui rekonstruksi data.
4. Kelurusan punggungan.
Dengan berpegang pada ciri tersebut di atas serta ditunjang dengan anaslisis
peta pola jurus, kemiringan perlapisan batuan serta Citra DEM (Digital Elevation
Model), maka pada daerah penelitian didapat beberapa sesar yaitu sesar naik dan
sesar mendatar. Sama halnya pada struktur lipatan, penamaan pada struktur patahan
Gambar 3.29Proyeksi stereografi Antiklin Pasircimeong
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
62/74
98
didasarkan pada lokasi terdapatnya sehingga memudahkan pengenalan. Sesar tersebut
antara lain :
1. Sesar mendatar dextralCiawi
2. Sesar mendatar sinistralBuniasih
3. Sesar naik Ciwaru
4. Sesar naik Kadu
Sesar MendatarDextral Ciawi
Sesar mendatar dextral ciwaru teletak di bagian barat daya daerah penelitian
yang berarah relatif barat laut - tenggara. Sesar ini memptong satan batulempung dan
satuan batupasir. Adanya sesar ini bisa diketahui dari indikasi yang ditemukan, antara
lain :
1. Ditemukannya cermin sesar pada stasiun 98 dengan nilai strike bidang
sesar N 1900/37
0E dan nilai pitch 18
o(Gambar 3.30 B).
2. Adanya pola kelurusan punggungan yang ditemukan pada citra DEM
(gambar 3.30 A )
3. Adanya pergesaran sumbu antiklin yang melalui sesar tersebut.
4.
Pola pengaliran sungai rectangular akibat adanya kontrol dari struktur
geologi.
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
63/74
99
Sesar Mendatar SinistralBuniasih
Sesar mendatar sinistral buniasih teletak di bagian tenggara daya daerah
penelitian yang berarah relatif barat laut - tenggara. Memanjang mulai dari dusun
Gambar 3.30Kelurusan (garis warna merah) yang diinterpretasikan sebagai sesar
mendatar dextral ciwaru (A). Slicken Side pada satsiun 98 (B)
AB
Gambar 3.31Proyeksi stereografi cermin sesar pada stasiun 98
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
64/74
100
kadumulik hingga Gunung Haun pada bagian tengah daerah peneltiian. Sesar ini
memotong satuan batupasir. Adanya sesar ini bisa diketahui dari indikasi yang
ditemukan, antara lain :
1. Adanya pergeseran sumbu lipatan (antiklin) yang melewati sesar ini.
2. Kelurusan lembahan sungai pada bagian tenggara yang dapat dilihat dari
citra DEM
3. Adanya intrusi andesit akibat zona lemah yang dibentuk disepanjang jalur
sesar ini.
4. Analisa data kekar pada stasiun 35 yang memperlihatkan arah tegasan
realtif tenggar barat laut yang diduga menyebabkan terjadinya sesar ini.
5. Kemiringan batuan pada stasiun 35 yang dilewati jalur sesar sangat besar
yaitu sekitar 850
yang diduga akibat tegasan yang membentuk sesar ini.
Gambar 3.32. Kemiringan perlapisan yang cukup tinggi hamper tegak lurus pada stasiun 35
(A). Kelurusan lembahan serta intrusi disepanjang kalur sesar mendatar buniasih (B).
A B
Intrusi
Intrusi
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
65/74
101
Sesar Naik Ciwaru
Sesar naik ciwaru teletak di bagian selatan daerah penelitian yang berarah
relatif barat laut - tenggara. Memanjang mulai dari desa Cisampih hingga dusunn
Ciwaru. Sesar ini dipotong oleh sesar mendatar dextral ciawi. Sesar ini memotong
satuan batupasir. Adanya sesar ini bisa diketahui dari indikasi yang ditemukan, antara
lain :
1.
Terdapat cermin sesar pada stasiun 75 di sungai cijaweu dengan strike dip
bidang sesar N820E/55
0 dan pitch 80
0 dengan pergerakan relative barat
laut yang menunjukkan sesar naik (Gambar 3.34).
2. Zona sesar merupakan daerah yang tertekan kuat, ditandai dengan lipatan
disekitar zona sesar berjenis close fold (Fleuty,1964), yakni sinklin
cibuyung.
3. Adanya kekar tarik pada stasiun 88. Berdasarkan proyeksi stereonet dari
data kekar tersebut, tegasan yang terdekat dengan pusat bidang
stereografis adalah sigma 3 yang menandakan pergerakan dip slip naik
(Gambar 3.30).
4. Adanya pergeseran litologi pada stasiun 92 (Gambar 3.34).
5.
Pola pengaliran sungai rectangular akibat adanya kontrol dari struktur
geologi
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
66/74
102
Sesar Naik Kadu
Sesar naik kadu teletak di bagian tengah daerah penelitian yang berarah barat-
timur. Memanjang mulai dari gunung haur hingga gunung maung. Sesar ini
memotong satuan batupasir. Adanya sesar ini bisa diketahui dari indikasi yang
ditemukan, antara lain :
Gambar 3.33. Proyeksi stereonet kekar tarik stasiun 88 (A) dan pergeseran litologi
pada stasiun 92 (B).
Gambar 3.34. Cermin sesar pada stasiun 75 (A). Proyeksi stereonet cermin sesar pada
stasiun 75 (B)
A B
A B
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
67/74
103
1. Interpretasi kelurusan DEM
2.
Adanya intrusi andesit disepanjang kelurusan interpretasi DEM akibat
zona lemah yang terbentuk dari sesar tersebut
3. Rekonstruksi penampang yang memperlihatkan posisi tidak selaras antar
satuan batupasir dan satuan batupasir tuffan. Satuan batupasir yang lebih
tua memiliki posisi yang sama dengan satuan batupasir tuffan yang lebih
muda. Hal ini duduga satua batupasir telah terangkat akibat pengaruh dari
sesar naik tersebut.
4. Zona sesar merupakan daerah yang tertekan kuat, ditandai dengan lipatan
disekitar zona sesar berjenis close fold (Fleuty,1964), yakni sinklin
Pancurendang.
5. Adanya zona hancuran pada stasiun 3
Gambar 3. 35 Kemiringan perlapisan yang cukup tinggi hamper tegak lurus pada stasiun
35 (A). Kelurusan lembahan serta intrusi disepanjang kalur sesar mendatar buniasih (B).
A B
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
68/74
104
Indikasi sesar ini dapat juga diamati melalui data foto udara yang
memperlihatkan adanya kelurusan lembah atau sungai yang memanjang dari
barat ke timur daerah penelitian.
Mengacu pada umur batuan yang tersesarkan, yaitu satuan batupasir
yang berumur Miosen Tengah, maka diperkirakan umur sesar lebih muda,
yaitu dari Miosen Akhir. Peneliti mengasumsikan bahwa sesar ini terbentuk
pada periode tektonik Miosen Pliosen.
3.4 Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dari miosen tengah dimana pada
masa ini daerah penelitian merupakan laut dalam yang merupakan bagian dari
cekungan Bogor. Pada masa ini diendapakan sedimen klastik berukuran pasir sangat
halus sampai kasar dengan sesekali perselingan dengan batulempung (Gambar
3.36A). Namun batupasir yang sangat dominan ini terlitifikasi sehingga membentuk
satuan batupasir karbonatan. Menurut fosil foraminifera plangtonik yang ditemukan
umur relative satuan batupasir ini diantara N9-N13. Satuan ini terendapkan melaui
mekanisme aliran gravitasi kipas laut dalam yang ditandai dengan ditemukannya
struktur khas Bouma pada beberapa stasiun batupasir. Kehadiran fosil foraminifera
bentonik menunjukkan satuan ini terendapkan pada zona neritikl luar batial atas.
Lalu pada Miosen akhir terjadi penaikan muka air laut (transgresi) yang
mengakibatkan terendapkannya sedimen-sedimen yang lebih halus berukuran
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
69/74
105
lempung berwarna hitam dnegan sesekali sisipan batupasir halus (Gambar 3.36B).
Sedimen sangat halus inilah yang terlitifikasi membentuk satuan batulempung yang
terendapakan secara selaras dengan satuan sebelumnya. Mekanisme pengendapan
satuan ini diduga masih sama dengan mekanisem pengendapan satuan batupasir
karbonatan. Kehadiran fosil foraminifera bentonik menunjukkan satuan ini
terendapkan pada zona neritic luar batial bawah.
Kemudian pada akhir miosen memasuki pliosen terjadi aktivitas tektonik
pulau jawa dengan gaya relatif barat daya timur laut. Gaya ini berupa kompresi
yang menyebabkan terbentuknya struktur sesar serta lipatan pada daerah peneltian,
Gambar 3. 36 Model kondisi daerah pemetaan pada kala Miosen Tengah (A) dan pada kala
Misen Akhir (B)
A
B
Miosen Tengah
Miosen Akhir
U
U
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
70/74
106
antara lain sinklin cimanintin, sinklin cibuyung, antiklin cisampih, sinklin
Pancurendang, Antiklin Cibodas, Antiklin Pasircimeong, sesar naik Ciwaru, serta
struktur penyerta sesar mendatar dextral Ciawi, dan sesar mendatar sinistral Buniasih
(Gambar 3.37 A dan Gambar 3.37B).
Setelah aktivitas tektonik ini selama beberapa waktu tidak terjadi
pengendapan pada daerah penelitian dimana pada masa ini terjadi pengangkatan
Gambar 3. 37 Model kondisi daerah pemetaan pada kala Miosen-Pliosen (A,B) dan pada
kala Pliosen Awal (C,D)
A
B
Miosen-Pliosen
Miosen-Pliosen
Pliosen Awal
Pliosen Awal
C
D
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
71/74
107
Gambar 3.38. Model kondisi daerah pemetaan
pada kala Pliosen Awal-Akhir
pulau Jawa. Pada periode ini daerah
penelitian yang awalnya lingkungan
laut berubah menjadi lingkungan darat
serta terjadi juga peningkatan aktivitas
vulkanik (Gambar 3.37C dan Gambar
3.37D). Lalu terjadi pengendapan
sedimen berukuran pasir kasar dengan
kandungan tuff dan sesekali sisipan konglomerat serta tidak ditemukannya
keberadaan fosil foraminifera. Endapan inilah yang nantinya menjadi satuan batupasir
(Gambar 3.38).
Pada akhir periode Pliosen memasuki Plistosen kembali terjadi aktivitas
tektonik aktif berupa fase deformasi rezim kompresional dengan tegasan berarah
relative barat daya timur laut yang menyebabkan pengangkatan kembali daerah
pemetaan serta terbentuknya lipatan dan sesar pada sebagian daerah penelitian.
Lipatan yang terbentuk antara lain adalah sinklin Garogol, sinklin Lebaksih, Antiklin
Ciluwuk, serta sesar naik Kadu. Adanya aktivitas tektonik pada periode plistosen ini
menyebabkan terbentuknya zona-zona lemah sepanjang jalur sesar sehingga memberi
ruang terjadinya penerobosan magma yang membentuk intrusi andesit. Andesit ini
diinterpretasikan sebagian intrusi hypabisal berdasarkan karateristik petrografi dari
batuan ini menunjukkan jenis porfiri andesit (Gambar 3.39A). Selanjutnya pada kala
Pleistosen akhir terjadi peningkatan aktivitas vulkanik yang dibuktikan dengan
Pliosen Awal-Tengah
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
72/74
108
diendapkannya satuan breksi vulkanik secara tidak selaras dengan satuan batupasir
karbonatan maupun dengan satuan batupasir . Aktivitas vulkanik ini diduga berasal
dari Gunung Ciremai pada bagian timur daerah pemelitian (gambar 3.39B).
Lalu sejak masa holosen hingga sekarang terjadi pengendapan material-
material lepas akibat pelapukan dan erosi yang diangkut oleh media air. Material
material ini berkembang pada wilayah utara dan tengah daerah penelitian. Proses-
proses eksogen yang telah terjadi hingga sekarang membentuk pegunungan,
perbukitan, dan lembahan yang ada saat ini.
Gambar 3. 39 Model kondisi daerah pemetaan pada kala Pliosen-Pleistosen (A) dan pada
kala Pleitosen tengah akhir (B)
A
B
Pliosen-Pleistosen
Pleistosen tengah-akhir
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
73/74
109
3.5 Sumberdaya dan Kebahayaan Geologi
Sumberdaya geologi yang terdapat di lokasi penelitian berupa Bahan galian
golongan C berupa batupasir dan bongkah yang dapat digunakan sebagai bahan
fondasi bangunan dan bahan untuk pembuatan jalan. Bahan galian sendiri merupakan
bahan tambang yang secara ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
rakyat, baik yang sudah diusahakan maupun yang belum diusahakan. Pada daerah
penelitian sendiri beberapa lokasi yang terdapat bahan galian ini antara lain pada
Desa Ciandeu yang berlokasi ddisebelah sungai Cilutung. Masyarakat mengambil
material-material tesebuat untuk dijadikan bahan bangunan.
Gambar 3. 40. Pengerukan pasir dari sungai Cilutung pada Dusun Ciandeu (A). Bahan
galian yang telah diambil diangkut oleh truk untuk dijual ke konsumen (B)
A B
-
7/21/2019 hasil penelitian zunarto
74/74
110
Potensi kebencanaan geologi di daerah penelitian yaitu longsor yang terjadi
pada daerah perbukitan vulkanik. Beberapa tempat bahkan telah dibangun suatu
konstruksi penahan longsor yang berlokasi pada Desa Sidamukti.
Gambar 3.41. Lokasi yang pernah terjadi longsor yang telah dibangun sebuah konstrusi
penahan longsor jika embali terjadi. Berlokas pada Desa Sidamukti