kti murbei
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit global yang menyebabkan
80 persen kematian di negara maju dan menjadi epidemi di negara berkembang.
Menurut data International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2012
prevalensi DM mencapai 8,3 persen dari seluruh populasi manusia di dunia, ini
berarti terdapat 371 juta orang penderita diabetes dan jumlahnya meningkat di
setiap negara. Hampir 80 persen penderita DM tinggal di negara berkembang.
DM telah menyebabkan 4,8 juta kematian dimana 50 persen usianya dibawah
60 tahun. Pada tahun 2010 di wilayah Asia tenggara, penderita diabetes
mencapai angka 58,7 juta. Indonesia menduduki peringkat 10 dengan 7,6 juta
penderita. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030
terdapat 21 juta penderita DM di Indonesia. 1
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
kondisi hiperglikemia. Penderita DM yang tidak mengontrol kadar glukosa
darahnya dengan baik dapat mengalami komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler seperti retinopati diabetik, nefropati dan neuropati. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah retinopati diabetik. Retinopati diabetik ini
menambah 10.000 kasus kebutaan setiap tahun di Amerika. 2 DM dan
komplikasi yang menyertainya akan menurunkan kualitas hidup penderita dan
menjadi penyebab mortalitas DM ini.
Terapi pada penderita DM bertujuan untuk mencegah terjadinya kondisi
hiperglikemia karena pada kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi. Banyak
obat sebagai agen hipoglikemik oral (sulfonilurea, biguanida, dll) yang dapat
menjaga kadar glukosa darah agar tetap normal, tetapi saat ini orang mulai
tertarik pada bahan alami sebagai antidiabetik, salah satunya adalah murbei. 3
Berbagai negara di Asia telah menggunakan ekstrak daun dan akar
murbei sejak dahulu sebagai obat alamiah untuk mengatasi DM. Murbei atau
2
Morus alba l berasal dari Cina dan dapat ditemukan di area tropis, subtropis di
Asia, Eropa, Amerika dan Afrika. 4 Murbei mengandung senyawa inhibitor
terhadap enzim glukosidase sehingga dapat menghambat penyerapan glukosa di
usus halus. 5 Kemampuannya meregulasi metabolisme karbohidrat ini dapat
digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Dalam makalah ini, penulis
ingin mengetahui lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak murbei dalam
menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus.
1.2. Perumusan masalah
Apakah ekstrak murbei dapat menurunkan glukosa darah post-prandial pada penderita diabetes melitus tipe 2 ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui apakah ekstrak murbei dapat menurunkan glukosa darah post-prandial pada penderita diabetes melitus tipe 2
1.3.2. Tujuan khusus
Mengetahui bagaimana ekstrak murbei mempengaruhi perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bidang akademik
Sebagai sumber informasi tentang manfaat ekstrak murbei untuk penderita diabetes melitus tipe 2
1.4.2. Masyarakat
- Menambah wawasan masyarakat tentang pentingnya mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus
- Menambah wawasan masyarakat bahwa herbal dapat digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah selain obat anti diabetes
3
1.4.3. Pengembangan penelitian
Sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dan pembanding dalam penelitian lain
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes melitus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau penggunannya tidak
efektif. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas yang berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat. Insulin memperantarai masuknya glukosa dari
makanan ke dalam sel tubuh dan dikonversi menjadi energi. Penderita DM
tidak dapat menyerap glukosa secara efektif sehingga terdapat glukosa
berlebihan di sirkulasi (hiperglikemia) dan merusak jaringan. Kerusakan yang
ditimbulkan ini menyebabkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.
Mortalitas akibat komplikasi DM ini telah menjadi penyebab kematian
terbanyak keempat di dunia. 1
2.1. Diabetes Melitus
2.1.1.Definisi dan klasifikasi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia. Menurut American Diabetes
Association (ADA), terdapat beberapa jenis diabetes. DM tipe 1
adalah keadaan hiperglikemia akibat defisiensi produksi insulin
karena proses autoimun terhadap sel beta pankreas. DM tipe 2 adalah
keadaan hiperglikemia karena insulin yang dihasilkan oleh tubuh
tidak dapat digunakan secara efektif atau tubuh tidak merespon
sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah. Diabetes
dapat terjadi karena kelainan genetik, baik dari sel beta pankreas
maupun kerja insulin dan berhubungan dengan berbagai sindrom
karena kelainan genetik. Jenis yang lain adalah gangguan eksokrin
pankreas yang disebabkan oleh pankreatitis, trauma, infeksi dan lain-
5
lain. Diabetes akibat endokrinopati terjadi akibat hormon yang
bekerja antagonis dengan insulin (Growth Hormone, kortisol,
glukagon dan epinefrin) terlalu tinggi kadarnya. Diabetes akibat obat
atau zat kimia terjadi karena toksin yang merusak sel beta pankreas.
Diabetes gestasi yaitu intoleransi glukosa yang timbul ataupun
diketahuinya saat hamil. 1,6,7 Pada artikel ini, penulis akan membahas
lebih jauh mengenai DM tipe 2.
2.2.2.Faktor Risiko
Walaupun etiologinya belum diketahui dengan jelas, terdapat
beberapa keadaan yang diduga menjadi faktor risiko DM tipe 2,
antara lain obesitas, diet, kurang olahraga, bertambahnya usia,
riwayat keluarga, etnik dan nutrisi yang buruk selama kehamilan
mempengaruhi anak. 1
2.1.2.Patofisiologi DM tipe 2
DM tipe 2 merupakan kumpulan kelainan heterogen dengan
karakteristik yang terdiri dari 3 patofisiologi yakni defek pada sekresi
insulin, resistensi insulin perifer, dan peningkatan produksi glukosa
hati. Penyebab defek sekresi insulin belum diketahui dengan jelas,
namun diduga karena defek genetik yang menyebabkan rusaknya sel
beta. Resistensi insulin perifer adalah penurunan kemampuan insulin
untuk bekerja secara efektif di jaringan target, terutama otot, hati dan
adiposa. Kondisi ini menyebabkan penurunan penggunaan glukosa
oleh jaringan-jaringan tersebut. Resistensi insulin di jaringan hati
menyebabkan naiknya produksi glukosa hati karena insulin tidak
dapat menekan proses glukoneogenesis sehingga terjadi
hiperglikemia dan menurunnya cadangan glikogen di hati. Resistensi
6
insulin yang terjadi di adiposa akan menyebabkan lipolisis dan asam
lemak dari adiposit akan disintesis di hepatosit sebagai lipid.
Pada tahap awal dari penyakit DM tipe 2, toleransi glukosa
masih mendekati keadaan normal walaupun sudah terjadi resistensi
insulin karena sel beta pankreas masih melakukan kompensasi
dengan meningkatkan sekresi insulin (hiperinsulinemia). Jika kondisi
resisten insulin dan hiperinsulinemia berlanjut, sel beta pankreas
tidak dapat lagi mengkompensasi. Toleransi glukosa akan terganggu
dan glukosa post-prandial meningkat. Semakin lama sekresi insulin
semakin menurun dan terjadilah keadaan diabetes.7
2.1.3.Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus dilakukan dengan cara pemeriksaan
kadar glukosa darah dengan cara enzimatik menggunakan sampel
darah plasma vena.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaringan
dan diagnosis DM
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
Gejala hiperglikemia dan kadar glukosa darah sewaktu
>=200 mg/dl atau
Kadar glukosa darah puasa >= 126 mg/dl
atau
A1c >=6.5%
atau
Kadar plasma glukosa selama test intoleransi glukosa >=200
mg/dl
Sumber : Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th ed. McGraw Hill. 2008. 2275-2287.
7
Dalam menegakan diagnosis DM, jika ditemukan adanya hasil di atas
nilai normal, harus dilakukan uji ulang sebelum memberikan diagnosa
definitif, kecuali terdapat gejala klinis yang jelas. Aspek yang diuji bisa
sama atau berbeda dari yang sebelumnya. 6
2.1.4. Patofisiologi komplikasi DM
Gambar 1 Hubungan hiperglikemia dan rusaknya jaringan akibat diabetes melitusSumber : Brownlee M: The Pathobiology of Diabetic Complications : A Unifying Mechanism. DIABETES, Vol. 54, June 2005
8
Hiperglikemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi
akibat rusaknya jaringan. Proses ini juga dipengaruhi oleh genetik
tiap individu dan faktor penyakit lain, seperti hipertensi dan
hiperlipidemia. Komplikasi mikrovaskular sangat khas terjadi pada
sel-sel endotel kapiler di retina, sel mesangial di glomerolus, neuron
dan sel Schwann saraf perifer, karena sel-sel tersebut tidak
mempunyai mekanisme untuk menurunkan transpor glukosa ke
dalam sel sehingga kadar glukosa di dalam sel sangat tinggi. Saat
ini terdapat 4 teori mengenai hubungan hiperglikemia dan
komplikasi kronik dari DM.
Gambar 2. Hiperglikemia meningkatkan fluks pada jalur polyol.Sumber : Brownlee M: Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820, 2001.
Teori pertama adalah meningkatnya aktivitas pada jalur
poliol. Enzim aldose reduktase berfungsi untuk mereduksi aldehid
toksik menjadi alkohol inaktif. Enzim ini juga berperan mereduksi
glukosa menjadi sorbitol jika kadar glukosa di sel tinggi. Sorbitol
9
akan dioksidasi menjadi fruktosa menggunakan NADPH, yang
merupakan kofaktor untuk regenerasi antioksidan intrasel.
Turunnya antioksidan intrasel, meningkatkan kerentanan terhadap
stress oksidatif. 8 Stress oksidatif adalah kerusakan oksidatif akibat
radikal bebas. Radikal bebas adalah spesies reaktif yang
elektronnya tidak berapasangan sehingga berusaha mengoksidasi
molekul lain agar dapat stabil. Reaksi tersebut menghasilkan radikal
bebas baru dan menjadi efek domino, dimana terjadi oksidasi DNA,
protein, lipid dan karbohidrat 8,9
Gambar 3. Peningkatan produksi prekursor AGE.Sumber : Brownlee M: Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820, 2001.
Teori kedua adalah produksi precursor advanced glycation
end product (AGE) intraseluler. Pada sel endotel, terjadi perubahan
protein intrasel, termasuk protein yang berperan dalam regulasi
10
transkripsi gen. Prekursor AGE ini akan merubah matriks ekstrasel
dan merubah sinyal sehingga terjadi disfungsi sel. Prekursor AGE
juga merubah protein yang ada pada sirkulasi sehingga melekat di
reseptor AGE dan mengaktifkannya, akibatnya terjadi peningkatan
produksi sitokin inflamasi yang menyebabkan patologi vaskular.
Gambar 4. Konsekuensi timbul akibat hiperglikemia yang mengaktifkan PKC.Sumber : Brownlee M: Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820, 2001.
Teori ketiga menjelaskan bahwa hiperglikemia di sel
meningkatkan sintesis molekul diasilgliserol dan mengaktivasi
kofaktor untuk protein kinase C. PKC (protein kinase C) yang aktif
akan menyebabkan efek buruk, seperti pada gambar 4, misalnya
terjadi penurunan produksi nitrit oksida dan peningkatan produksi
endotelin sebagai vasokonstriktor dan menyebabkan aliran darah
yang abnormal dan terjadinya oklusi vaskuler.
11
Gambar 5. Hiperglikemia meningkatkan aktivitas pada jalur heksosamin.Sumber : Brownlee M: Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications. Nature 414:813–820, 2001.
Teori keempat menjelaskan mengenai peningkatan aktivitas pada
jalur heksosamin. Ketika kadar glukosa intrasel tinggi, akan terjadi
glikolisis. Pada proses glikolisis, glukosa diubah menjadi glukosa-6-fosfat
kemudian fruktosa-6-fosfat. Sebagian dari fruktosa-6-fosfat tersebut akan
masuk ke jalur Glucose: fructose-6-phosphate amidotransferase (GFAT)
dan menghasilkan UDP N-asetil glukosamin dan mengakibatkan
perubahan genetik.
2.1.5.Komplikasi DM
Komplikasi mikrovaskular yang paling sering terjadi adalah
retinopati diabetik. Akumulasi sorbitol menyebabkan pembentukan
mikroaneurisma, penebalan membran basal dan hilangnya sel perisit.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah neuropati diabetik. Menurut
American diabetes association (ADA) neuropati diabetik adalah adalnya
gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada penderita diabetes
12
setelah eksklusi penyebab lain. Patofisiologi yang tepat belum diketahui
tapi diduga karena akumulasi polyol, AGEs dan stres oksidatif yang
merusak saraf perifer. 10
2.2. Morus alba L.
Gambar 6. Morus albaSumber : www.esacademic.com
Kingdom: Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Urticalis
Famili : Moraceae
Genus : Morus
Species : Morus sp.
Morus alba L. atau yang disebut murbei berasal dari bagian tengah
dan utara Cina, serta Korea. Tumbuhan ini banyak ditemukan karena
telah dikembang biakan di banyak negara di Asia terutama India dan
Afganistan, Eropa dan Amerika. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada variasi
temperatur hangat sampai iklim subtropik, antara 6-28 0 C hingga -290C.
13
Tumbuhan ini tumbuh pada jenis tanah yang beragam, namun paling baik
pada tanah yang well-drained .
Hampir semua bagian dari tanaman ini dapat digunakan. Buahnya
dapat dimakan langsung, dibekukan, dikeringkan ataupun diawetkan.
Daunnya dapat dimakan sebagai sayur atau lalap. Nutrisi yang terkandung
pada buah murbei antara lain asam lemak linoleat, palmitat dan oleat.
Buah murbei juga mengandung vit B dan C serta mengandung
makronutrien ( K,Ca,Mg,Na) dan mikronutrien (Fe, Zn, Ni).
Tanaman murbei mengandung berbagai phytochemical pada akar,
ranting, daun maupun buah sehingga mempunyai aktivitas antioksidan,
antikanker, antiviral, antibakteri dan antihiperglikemi. Aktivitas
antihiperglikemi ini paling tinggi pada ekstrak daun. Pada ekstrak daun
ditemukan senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ) yang dapat menurunkan
aktivitas sukrase, maltase, isomaltase, trehalase dan laktase. 11
Selain itu tanaman murbei juga mengandung beberapa senyawa aktif
yang dapat bekerja sebagai antioksidan yaitu polifenol, karotenoid dan
vitamin A, C, E dan quercetin. 12, 13
Pembuatan ekstrak murbei dimulai dengan pengkukusan, kemudian
dikeringkan dengan udara panas. Daun yang telah kering dihancurkan dan
dilarutkan dengan etanol dan air, kemudian difiltrasi dan dikonsentrasikan
sehingga menjadi bubuk. Dengan teknik ini, didapatkan 7000 mg DNJ
murbei dari 100 g daun yang telah dikeringkan.14
2.3. Pengaruh ekstrak murbei terhadap diabetes melitus
Ekstrak murbei mengandung alkaloid yang strukturnya menyerupai
monosakarida atau disebut azasugar. Pada azasugar, unsur O pada cincin
glukosa diisi oleh nitrogen. Azasugar pertama yang ditemukan adalah
antibiotik nojirimicin pada streptomyces. 14 Hingga kini lebih dari 100 jenis
azasugar telah ditemukan pada tanaman dan mikroorganisme. DNJ atau 5-
amino-1,5-dideoxy-D-glucopyranose atau D-glucose analog disintesis dari
14
reduksi nojirimicin. 15 Daun murbei mengandung berbagai azasugar seperti
DNJ, fagomine, N-methyl-DNJ, dan 2-O-R-D-galactopyranosyl-DNJ. DNJ
adalah alkaloid dominan dengan jumlah 50% dari seluruh azasugar pada
murbei. 16 Azasugar merupakan alfa glukosidase inhibitor karena
bentuknya yang menyerupai glukosa dapat mengikat reseptor glukosidase
sehingga maltosa dan sukrosa dari karbohidrat tidak dapat masuk ke brush
border usus halus. 17 DNJ mempunyai sifat glukosidase inhibitor paling
poten dari semua azasugar alami. 18
Gambar 7. Efek DNJ terhadap pencernaan karbohidrat di brush border Sumber : Toshiyuki Kimura :Development of Mulberry Leaf Extract for Suppressing Postprandial Blood Glucose Elevation, Hypoglycemia - Causes and Occurrences hal 28, 2011
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi ekstrak
murbei dapat menurunkan kadar hiperglikemia. Dari jurnal Diabetes
Care, dilakukan penelitian dengan pemberian ekstrak murbei pada orang
sehat dan penderita diabetes. Kadar glukosa darah orang sehat yang
menerima ekstrak murbei adalah 15±18 mg/dL sedangkan penerima
plasebo adalah 22±33 mg/dL, sedangkan kadar glukosa darah penderita
Diabetes melitus tipe 2 yang menerima ekstrak murbei adalah 42±28
15
mg/dL sedangkan penerima plasebo adalah 54±46 mg/dL. Dari hasil
tersebut terlihat penurunan kadar glukosa darah yang signifikan.19
Ekstrak murbei mengandung senyawa antioksidan flavonoid yang
dapat menurunkan kadar stress oksidatif. Menurut penelitian dari
Thailand, pemberian ekstrak murbei terhadap tikus diabetik memberikan
perbaikan pada morfologi sel beta pankreas. Sel beta tampak lebih normal
setelah pemberian ekstrak murbei selama 12 hari. 20
Pengaruh ekstrak murbei terhadap DM yaitu pada perbaikan
morfologi sel beta pankreas dan penurunan kadar glukosa darah.
16
BAB 3
RINGKASAN MASALAH
Prevalensi DM makin meningkat di negara maju maupun berkembang.
Perubahan pola hidup yang semakin parktis menyebabkan kurangnya gerak
sehingga terjadi obesitas, yang termasuk faktor resiko dari DM. DM merupakan
penyakit kronik dimana terjadi resistensi insulin, hiperinsulinemia, dan
peningkatan produksi glukosa hati yang berujung pada keadaan hiperglikemia.
Keadaan ini akan merusak berbagai jaringan tubuh dan akan menyebabkan
komplikasi pada jaringan tersebut. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
nefropati, retinopati diabetik. Komplikasi ini menurunkan kualitas hidup
penderita DM.
Ekstrak murbei dipercaya dapat menurunkan kadar glukosa darah. Saat
ini, telah banyak penelitian yang dilakukan yang menyatakan bahwa ekstrak
murbei dapat berperan positif dalam penyakit DM dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai manfaat
ekstrak murbei terhadap DM dan komplikasinya.
17
BAB 4
Penggunaan murbei sebagai terapi DM telah dilakukan sejak dahulu.
Saat ini studi mengenai efektivitas murbei terhadap kadar glukosa darah mulai
banyak dilakukan dan murbei telah menjadi salah satu alternatif terapi untuk
penderita DM.
Menurut jurnal dari Diabetes care, pada sebuah percobaan yang
melibatkan 20
orang yang
dibagi menjadi
2 kelompok
dengan
kelompok
pertama terdiri
dari 10 orang
sehat dan
kelompok
kedua terdiri
dari 10 orang
yang
18
menderita diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi dan menerima obat
hipoglikemik oral dimana Hba1c 7,1±0,9 % ( normal <6,2%). Subjek secara
acak diberi ekstrak murbei 1 gram + 75 gram sukrosa pada 500 ml air hangat,
ataupun plasebo. Hasilnya tampak pada grafik 1.
Grafik 1. Perubahan kadar glukosa pada 10 orang sehat (A) dan 10 orang penderita DM tipe 2 (B) setelah konsumsi 75g sukrosa dengan 1g ekstrak murbei ( ) atau placebo ( )Sumber : Mudra M,Ercan-Fang N, Zhong L, Fume J,Levitt M : Influence of Mulberry leaf extract on the blood gluoces and breath hydrogen response to ingestion of 75 g sucrose by type 2 diabetic and control subject. Diabetes care 2007; vol 30, number 5
Ekstrak murbei menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan
dengan hasil sebagai berikut : pada orang sehat yang menerima ekstrak murbei
adalah 15±18 mg/dL sedangkan penerima plasebo adalah 22±33 mg/dL
sedangkan pada penderita DM tipe 2 yang menerima ekstrak murbei adalah
42±28 mg/dL sedangkan penerima plasebo adalah 54±46 mg/dL.
Setelah 120 menit, glukosa darah penerima plasebo menunjukan
penurunan yang lebih mencolok dibandingkan dengan penerima ekstrak
murbei. Pada penerima ekstrak murbei perbedaan kadar glukosa darah dari
puncak ke titik terendah lebih kecil. 19
19
Grafik 2. Efek supresi ekstrak murbei terhadap kadar glukosa darah dan insulin pada orang sehatSumber : Nakamura M, Nakamura S, Oku T. Suppressive response of confections containing the extractive from leaves of Morus Alba on postprandial blood glucose and insulin in healthy human subjects. Nutrition & Metabolism 2009: 6:29
Dari jurnal Nutrition & Metabolism, dilakukan percobaan pada 10 orang
wanita sehat yang diberi 30 gram sukrosa sebagai kontrol, 30 gram sukrosa
dengan ekstrak murbei 1,2 gram atau 3,0 gram. Dalam 100 gram ekstrak
murbei terkandung 0,77 gram DNJ. Pada grafik 2 terlihat glukosa darah 30
menit setelah konsumsi sukrosa adalah 50,3 mg/dl. Konsumsi 30 gram sukrosa
dan 3 gram ekstrak murbei, menyebabkan kenaikan glukosa darah hanya
sebanyak 8,9 mg/dl dan dengan kadar 1,2 gram ekstrak murbei kenaikan tidak
sebesar kontrol, namun juga tidak serendah pada kadar 3 gram. Respon insulin
juga serupa dengan glukosa darah, pemberian 1,2 gram atau 3 gram ekstrak
murbei menyebabkan kenaikan kadar insulin yang sangat rendah.20
20
Grafik 3. Efek jeli berisi ekstrak murbei terhadap kadar glukosa darah dan insulin postprandial penderita DM tipe 2 pengguna sulfonylurea ataupun bukan.Sumber : Nakamura S, Hashiguchi M, Yamaguchi Y, Oku T. Hypoglycemic Effects of Morus alba Leaf Extract on Postprandial Glucose and Insulin Levels in Patients with Type 2 Diabetes Treated with Sulfonylurea Hypoglycemic Agents. J Diabetes Metab 2011, 2:158
Pada percobaan lain dari jurnal Diabetes Metabolism, 10 penderita DM
tipe 2 dan 10 orang sehat sebagai kontrol diberi jeli yang mengandung ekstrak
murbei dan jeli plasebo. Jeli mengandung 30 gram gula dan 3,3 gram ekstrak
murbei. Pada grafik 3, terlihat jeli dengan ekstrak murbei secara signifikan
menekan kenaikan glukosa darah post-prandial dan insulin pada pasien
pengguna sulfonylurea maupun bukan..
Grafik 4. Efek jeli berisi ekstrak murbei terhadap kadar glukosa darah dan insulin postprandial penderita DM Tipe 2Sumber : Nakamura S, Hashiguchi M, Yamaguchi Y, Oku T. Hypoglycemic Effects of Morus alba Leaf Extract on Postprandial Glucose and Insulin Levels in Patients with Type 2 Diabetes Treated with Sulfonylurea Hypoglycemic Agents. J Diabetes Metab 2011, 2:158
21
Dari percobaan yang sama, pada grafik 4 terlihat kenaikan glukosa
darah dan insulin post-prandial pada penderita DM tipe 2 setelah pemberian
jeli. Rata-rata glukosa darah puasa adalah 125±21 mg/dl dan setelah
mengkonsumsi jeli, glukosa darah penerima jeli yang mengandung ekstrak
murbei adalah 148±29 mg/dl dibandingkan penerima plasebo 209±28 mg/dl
pada 30 menit pertama.
Grafik 5. Efek supresi jeli dengan kandungan ekstrak murbei terhadap kadar glukosa darah dan insulin pada subjek sehat.Sumber : Nakamura S, Hashiguchi M, Yamaguchi Y, Oku T. Hypoglycemic Effects of Morus alba Leaf Extract on Postprandial Glucose and Insulin Levels in Patients with Type 2 Diabetes Treated with Sulfonylurea Hypoglycemic Agents. J Diabetes Metab 2011, 2:158
Grafik 5 memperlihatkan glukosa darah dan insulin postprandial pada
orang sehat. Kadar glukosa darah yang diukur 30 menit setelah pemberian jeli
dengan ekstrak murbei adalah 97 mg/dl dibandingan plasebo 125 mg/dL. 21
Dari penelitian-penelitian diatas, terbukti bahwa kadar glukosa darah
dan insulin post-prandial pada orang sehat dan penderita DM tipe 2 disupresi
secara signifikan dengan konsumsi ekstrak murbei. Kadar glukosa darah yang
terkontrol sangat penting bagi penderita DM tipe 2 agar tidak semakin parah.
Kadar insulin juga ditekan oleh ekstrak murbei, namun bervariasi antar
individu karena adanya efek sulfonilurea. Menurunnya kadar insulin dapat
melindungi sel beta agar tidak semakin rusak. Ekstrak murbei bekerja dengan
menginhibisi disakaridase, terutama sukrase. Ektrak murbei juga diduga dapat
memperbaiki morfologi sel beta pankreas pada penderita DM. 22
22
Efek samping yang dapat timbul berupa gejala gastrointestinal. Efek
samping terjadi karena pemecahan sukrosa dihambat, sehingga masuk ke usus
besar dan difermentasi oleh mikroba.21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit global yang menyebabkan
epidemi di banyak negara. Indonesia menduduki urutan ke-10 sebagai negara
dengan jumlah penderita DM terbanyak. DM tidak membunuh penderita secara
langsung, melainkan melalui komplikasi yang dapat ditimbulkannya seperti
retinopati, neuropati dan nefropati. Komplikasi ini akan menurunkan kualitas
hidup penderita dan menjadi penyebab mortalitas.
Timbulnya komplikasi dapat dihambat dengan mencegah terjadinya
kondisi hiperglikemia, salah satunya dengan konsumsi ekstrak murbei. Ekstrak
murbei mengandung alkaloid yang strukturnya menyerupai monosakarida atau
disebut azasugar. Azasugar merupakan alfa glukosidase inhibitor karena
bentuknya yang menyerupai glukosa sehingga dapat mengikat reseptor
glukosidase. Terikatnya reseptor glukosidase menyebabkan maltosa dan
sukrosa dari karbohidrat tidak dapat masuk ke brush border usus halus
sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah post-prandial. Ekstrak murbei
mengandung senyawa antioksidan flavonoid yang dapat menurunkan kadar
stress oksidatif dan diduga dapat memberikan perbaikan pada morfologi sel
beta pankreas. Fungsi yang dapat menurunkan kadar glukosa darah post-
prandial dan memperbaiki morfologi sel beta pankreas membuat keadaan
23
hiperglikemia dapat dicegah sehingga tidak menyebabkan perubahan
metabolisme seluler dan makromolekul.
5.2 Saran
Konsumsi ekstrak murbei untuk menurunkan kadar glukosa darah post-
prandial telah banyak diteliti dan diuji pada manusia dan hasilnya positif,
sedangkan perbaikan morfologi sel beta pankreas belum dapat dibuktikan
dengan pasti karena hanya diuji pada subjek lain yaitu tikus. Tentunya hasil
yang didapatkan pada tikus mungkin akan berbeda dibandingkan pada manusia.
Penelitian ini perlu dikembangkan dengan menggunakan subjek manusia untuk
mendapatkan hasil dan bukti yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
1. International Diabetes Federation. The Global Burden. [Online]. 2011 [cited 2012 march 20]; Available from: URL:http://www.idf.org/diabetesatlas/5e/the-global-burden
2. Fowler M. Microvascular and macrovascular complications of diabetes. Clin Diabetes. 2008 ;26(2).77-82
3. Laddha G.P, Bavaskar S.R, Mahale V, Baile S. Anti-diabetic effect of morus alba on rabbit as animal model. IRJP . 2012;3(4):334-6
4. Koidzumi G. Taxonomical discussion on Morus plants. Japan: Bull Imp Sericult Exp Stat; 1917.
5. Junge B, Matzke M, Stoltefuss J. Chemistry and structure-activity relationships of glucosidase inhibitors. In Handbook of Experimental Pharmacology. New york :Springer-Verlag; 1996.1:411–82)
6. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes melitus. [Online}. 2012 [cited 2012 march 25]; Available from : URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.extract
7. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York: McGraw Hill; 2008.
8. Machlin L, Bendich A. Free radical tissue damage : protective role of antioxidant nutrients. FASEB J.1987;1:441-5
24
9. Uddin S, Ahmad S. Dietary antioxidant protection against oxidative stress. Biochem educ. 1995; 23:2-7
10. Brownlee M. The Pathophysiology of diabetic complications : a Unifying Mechanism. Diabetes. 2005; 54:1615-25
11. Lim T. Edible Medicinal And Non Medicinal Plants. London: Springer ;2012
12. Andallu B, Vinay A.V, Varadacharyulu N. Lipid abnormalities in streptozotocin-diabetes: Amelioration by Morusindica L. cvSuguna leaves. Int J Diabetes Dev Ctries. 2009; 29(3):123-8.
13. Katsube T, Imawaka N, Kawano Y, Yamazaki Y, Shiwaku K, Yamane Y. Antioxidant flavonol glycosides in mulberry (Morus alba L.) leaves isolated based on LDL antioxidant activity. Food Chemistry. 2006;97(1):25–31.14. Inoue S, Tsuruoka T, Niida T. The structure of nojirimycin, a
piperidinose sugar antibiotic. J Antibiot. 1966;19(6):288-92.15. Inoue S, Tsuruoka T, Ito T, Niida T. Structure and synthesis of nojirimycin.
Tetrahedron. 1968;24(5):2125-44.16. Asano N, Yamashita T, Yasuda K, Ikeda K, Kizu H, Kameda Y, et al.
Polyhydroxylated alkaloids isolated from mulberry trees (Morus alba L.) and silkworms (Bombyx mori L.). J Agric Food Chem. 2001; 49(9):4208-13.
17. Junge B, Matzke M, Stltefuss J. Chemistry and structure activity relationships of glucosidase inhibitors. New York:Springer-Verlag;1996.
18. Toshiyuki K. Hypoglycemia - Causes and Occurrences: Development of mulberry Leaf Extract for Suppressing Postprandial Blood Glucose Elevation. Jepang: Intech;2011.19.Mudra M, Ercan-Fang N, Zhong L, Fume J, Levitt M. Influence of
mulberry leaf extract on the blood gluoces and breath hydrogen response to
ingestion of 75 g sucrose by type 2 diabetic and control subject. Diabetes
care. 2007;30(5):1272-4.
20. Nakamura M, Nakamura S, Oku T. Suppressive response of confections
containing the extractive from leaves of Morus alba on postprandial
blood glucose and insulin in healthy human subjects. J Nutr Metab.
2009; 6(29).
21. Nakamura S, Hashiguchi M, Yamaguchi Y, Oku T. Hypoglycemic
effects of Morus alba leaf extract on postprandial glucose and insulin
25
levels in patients with type 2 diabetes treated with sulfonylurea
hypoglycemic agents. J Diabetes Metab 2011; 2(9):158-62.
22. Saenthaweesuk S, Thuppia A, Rabintossaporn P, Ingkaninan K, Sireeratawong S. The study of hypoglycemic effects of the Morus alba L. leave extract and histology of the pancreatic islet cells in diabetic and normal rats. TIJSAT. 2009 ;9(2):148-55.