kti lailiati

Upload: hendri-razak

Post on 15-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhgaDGHBGAHHCA

TRANSCRIPT

UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 4-6 TAHUN MELALUI BERMAIN PUZZLE DI TK NUR ANNISA MERDUATI KECAMATAN KUTARAJA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

LAILIATI

822463277

AbstrakBermain adalah kegiatan yang sangat digemari oleh anak-anak. Dalam bermain anak-anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan menentukan cara yang paling tepat. Puzzle merupakan permainan yang bersifat edukatif serta membantu mengasah perkembangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun melalui bermain puzzle di TK Nur-Annisa Merduati. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan secara bersiklus. Pelaksanaan penelitian ini diadakan tiga siklus selama tiga hari. Subjek penelitian ini adalah 18 orang siswa kelas A TK Nur Annisa. Teknik pengumpulan data menggunakan empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus. Hasil penelitian ini menunjukkan pada siklus I persentase keberhasilan siswa masih dibawah 70%. Selanjutnya, pada siklus II terjadi peningkatan persentase keberhasilan namun masih dibawah 75%. Pada sikus III terjadi peningkatan persentase keberhasilan siswa yang melebihi target yakni > 75%. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa permainan puzzle dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun pada kelas A TK Nur Annisa Banda Aceh.Kata Kunci : Perkembangan kognitif, anak usia 4-6 tahun, bermain puzzle

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses perkembangan yang sangat pesat bagi kehidupan serta organisasi yang merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok yang unik. Anak mengalami suatu proses perkembangan yang fundamental berarti bahwa pengalaman perkembangan pada masa usia dini dapat memberikan pengaruh yang kuat dan berjangka waktu lama sehingga melandasi proses perkembangan anak selanjutnya. Setiap anak memiliki sejumlah potensi, baik potensi fisik, biologis, kognitif, maupun sosial emosional.Anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan Kasirim (Ayuningsih, 2010).

Usia prasekolah merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga yang merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia. Masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggara pendidikan.Masa anak merupakan fase yang penting bagi perkembangan individu, karena fase ini terjadi peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.

Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini yaitu belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar. Dimana kita telah mengetahui bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bermain pada anak merupakan sarana untuk belajar yang menyenangkan, sebab bagi anak bermain dan belajar merupakan suatu kesatuan dan suatu proses yang terus menerus terjadi dalam kehidupannya. Melalui bermain, anak dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan kemampuan kognitifnya dalam upaya menyusun kembali gagasan-gagasan yang indah. Dengan kata lain, bermain merupakan tahap awal dari proses belajar pada anak yang dialami semua manusia.

Pendidikan Anak Usia Dini dilaksanakan melalui bermain. Melalui bermain anak belajar tentang berbagai hal yang bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan yang telah ia miliki sejak lahir. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak-anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan diri sendiri, orang lain, maupun dengan lingkungan sekitar.

Pernyataan diatas didukung olehpendapat Mutiah (2010), menyatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses belajar pada anak.

Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi 2004, terdapat programpembelajaran yang perlu dikembangkan yaitu pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar.Pembentukan perilaku terdiri dari 4 aspek yaitu moral & nilai-nilai agama, sosial-emosional, dan kemandirian.Sedangkan pengembangan kemampuan dasar yang terdiri dari 4 aspek yaitu kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.

Pengembangan kecerdasan kognitif anak bertujuan untuk kemampuan berfikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir yang teliti. Cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam meningkatkan perkembangan kognitif dalam pembelajaran yaitu melalui metode, media yang menarik sehingga anak dapat menerima pembelajaran dengan senang dan nyaman. Apabila guru dalam menyampaikan pembelajaran dengan metode dan media yang tidak menar ik bagi anak, maka anak akan merasa bosan dalam menerima pembelajaran dan kegiatan yang disampaikan tidak akan diserap dengan baik oleh anak didik. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk menerapkan permainan edukatif berupa bermain puzzle untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak usia dini.

Puzzle dapat diimplementasikan pada pembelajaran yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak, karena pada dasarnya anak-anak sangat lah menyukai permainan-permainan, salah satunya puzzle. Melalui puzzle anak dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan berfikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan benar dan rapi.

Kognitif merupakan suatu proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, mengsimbolkan, mengkatagorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berpantasi. Perkembangan kognitif adalah perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak dan kemampuan kognitif berkaitan dengan pengetahuan kemampuan berfikir dan kemampuan memecahkan masalah.Kemampuan kognitif juga erat hubungannya dengan anak dapat berpikir, karena tanpa kemampuan kognitif mustahil anak dapat memahami kegiatan yang disajikan kepadanya. Aspek perkembangan pada anak usia dini ada banyak, salah satu dari aspek perkembangan tersebut adalah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif perlu ditingkatkan dari usia dini agar daya pikir anak sejak ini bisa mengenal bentuk, warna, mengkatagorikan, memecahkan masalah dan lain- lain. Sehingga dari bertambahnya usia anak, bisa mengikuti tahap perkembangan dalam dirinya seperti melakukan penalaran yang abstrak.

Salah satu sumber belajar yang luas dalam pembelajaran anak usia dini adalah alat permainan yang menar ik dan menyenangkan bagi anak. Dunia anak tidak terlepas dari dunia bermain dan hampir semua kegiatan anak bermain menggunakan alat permainan.Alat permainan ini tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan anak. Guru PAUD hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang alat permainan yang digunakan untuk pembelajaran di PAUD. Alat permainan ini selain untuk pembelajaran di PAUD, alat permainan ini juga untuk memenuhi kebutuhan naluri bermain anak dan sebagai sumber belajar yang sangat diperlukan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia dini. Aspek-aspek tersebut hendaknya dikembangkan secara serempak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Guru PAUD juga sebaiknya memiliki kemampuan merancang alatpermainan untuk pembelajaran di sekolah PAUD. Anak usia dini biasanya menyukai alat permainan dengan bentuk yang sederhana, tidak rumit, dan berwarna terang. Salah satu contoh permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat mengembangkan kecerdasan kognitif anak usia dini.

Sebagai bahan pertimbangan peneliti mengambil hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan menguatkan asumssi penulis melakukan penelitian ini.Hasil penelitian Alfiyanti (2010), bahwa temuan yang didapat adalah melalui permainan edukatif berupa puzzle dapat meningkatkan daya pikir anak.

Pentingnya penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini terutama pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan alat permaian edukatif. Permainan edukatif bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian, dan kecerdasan anak.Selain itu permainan edukatif ini juga dapat menopang pertumbuhan aspek fisik anak. Pendidikan Anak usia Dini yang dilaksanakan melalui metode bermain sambil belajar dipandang sangat penting apalagi anak adalah permata hati yang sangat mahal harganya. Anak merupakan generasi penerus dimasa yang akandatang sehingga pertumbuhan baik aspek fisik maupun kepribadiannya (mental) perlu di arahkan sejak dini. Oleh karena itu, penyelenggaraan Pendidikan AnakUsia Dini penting dilaksanakan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis di TK Nur Annisa, bahwa kegiatan bermain dalam belajar jarang dilakukan khusnya bermain puzzle. Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak yaitu kegiatan bermain puzzle, karena dari bermain puzzle anak mendapat pengetahuan seperti, mengenal bentuk, warna, memasangkan, melatih kesabaran dan lain-lain. Oleh sebab itu penulis melakukan penelitian dengan kegiatan bermain puzzle.Di sekolah tersebut ada tersedia alat bermain sebagai media pembelajaran.Hanya saja guru/tutor yang kurang mempergunakannya dalam pembelajaran yang berkaitan dengan perkembangan kognitif dan pada saat anak bermain atau pada saat pagi hari sebelum kegiatan belajar dimulai. Alat permainan puzzle yang ada disekolah merupakan media bermain yang di beli jadi dari toko, bukan dari hasil ciptaan guru sendiri. Seperti penjelasan diatas dikatakan bahwa seorang guru PAUD itu harus mampu merancang alat permainan untuk anak, maka dari itu selain media jadi guru juga harus mampu menciptakan puzzle sendiri untuk anak didiknya.

Selama observasi penulis melihat bahwa anak-anak memiliki kemauan bermain seperti bermain puzzle, tetapi anak merasa sulit dalam menyusun kepingan puzzle sampai selesai. Hal ini mungkin disebabkan karena jarang penggunaan permainan puzzle dalam pembelajaran disekolah. Ketika anak sedang menyusun kepingan puzzle, mereka merasa sulit dan bosan tetapi kepingan puzzle belum bisa disusun dengan benar akhirnya kepingan puzzle itu diserakkan karena sudah merasa bosan dan tidak sabar dalam menyusun kepingan puzzle tersebut. Pada saat anak menyusun kepingan puzzle, seorang guru sebaiknya mendampingi dan mengarahkan anak dalam menyusunnya agar mereka bisa menger jakan susunan puzzle dengan benar sampai selesai dan timbul rasa gembira pada diri anak.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian ini yang berjudul, Upaya Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-6 Tahun Melalui Bermain Puzzle di TK Nur Annisa Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ditemukan beberapa permasalahan diantaranya :

1. Apakah dengan permainan puzzle dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun di TK Nur Annisa Banda Aceh?

2. Bagaimanakah cara meningkatkan perkembangan kognitif anak melalui permainan puzzle pada usia 4-6 tahun di TK Nur Annisa Banda Aceh?

1.3 Tujuan Perbaikan

1. Untuk mengetahui peningkatan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun di TK Nur Annisa.

2. Untuk mengetahui cara meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun melalui permainan puzzle di TK Nur Annisa.

1.4 Perbaikan ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Anak Taman Kanak-kanak, dapat meningkatkan daya pikir dalam menyelesaikan masalah pada saat menyusun kepingan puzzle.

2. Bagi guru, sebagai bahan masukan untuk menggunakan permainan puzzledalam pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan perkembangankognitif di sekolah.

3. Bagi Kepala Sekolah, sebagai masukan untuk memfasilitasi alatpermainan-permainan bagi anak di sekolah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Bermain untuk Perkembangan Kognitif Anak

2.1.1 Pengertian Bermain

Pengertian bermain sangatlah unik dan deskriptif.Terdapat berbagai pandangan dan pengertian yang diberikan oleh kaum akademik maupun nonakademiksecara luas dan beraragam, mulai teori klasik yang dikaitkan dengan surplus energy dan hewan.Teori ini menyatakan, semakin tinggi spesies makhluk hidup semakin banyak waktu dihabiskan untuk bermain di mana pada kasus spesies yang lebih rendah energi dikeluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan utama organisme tersebut. Antara tahun 50-an hingga 70-an teori-teori tentang bermain muncul. Ada teori bermain yang dikaitkan dengan dorongan dan keperluan dasar organisme. Disamping itu ada juga teori yang menyatakan bermain sebagai komunikasi, bermain sebagai peluang menjelajah perilaku baru bahkan Heron (1971) menegaskan bermain sebagai suatu pekerjaan bagi anak-anak.. Lebih jauh Moyles (1991) menegaskan bahwa bermain adalah suatu proses yang diperlukan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran sosial dan fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan kegembiraan.Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan mengenal dunia mereka sendiri.

Menurut tokoh-tokoh pendidikan anak-anak, seperti: Plato, Aristoteles, Frobel, Hurlock dan Spencer (dalam Satya, 2006) bermain adalah suatu upaya anak untuk mencari kepuasan, melarikan diri ke alam fantasi dengan melepaskan segala keinginannya yang tidak dapat tersalurkan, seperti : keinginan untuk menjadi presiden, raja, permaisuri dan lain-lain. Bermain sebagai kegiatan mempunyai nilai praktis.Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.Sedangkan menurut Hurlock, bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan.Di samping itu bermain bagi anak adalah upaya yang menyalurkan energi yang berlebihan dan dapat menghindari halhal negatif yang diakibatkan dari tenaga yang berlebihan, salah-satu contoh akibat dari kelebihan tenaga ini adalah timbulnya perkelahian antar pelajar.Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center Book,Play is Childrens Work and Children Want to Play, dalam bermain, anak-anakmengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan berbagaicara untuk melakukan sesuatu dan menentukan pendekatan terbaik. Dalam bermainanak-anak menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan mereka, memperluas danmemperbaiki bahasa mereka sambil berbicara dengan anak lainnya. Ketika bermain,mereka belajar tentang orang lain selain dirinya dan mereka mencoba berbagaiperan dan menyesuaikan diri saat bekerjasama dengan orang lain. Bermainmembentuk perkembangan anak pada semua bagian: intelektual, sosial, emosionaldan fisik (Isbell dalam Satya, 2006).

Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat gemar bermain.Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain mematangkan perkembangan anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial ekonomi dan fisik.

Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang hari, bermainadalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak-anak tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja.Anak-anak adalah pemain alami, mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama untuk sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi interinsik bagi anak dan tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam bermain anak dapat mengembangkan mental, menumbuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam hidupnya (perkembangan sosial) dan meningkatkan kebugaran komponen motoriknya. Tidak ada satu definisi yang dapat menjelaskan arti bermain yang sebenarnya.(Mayesky, 1990; dalam Satya 2006).

Permainan anak-anak merupakan wadah dasar dan indikator pengembangan mental.Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan perkembangannya seperti sensori motor, intelegensi pada bayi, mulai dari operasional sampai operasional konkrit pada anak pra sekolah juga mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi (George W Maxim, 1992, dalam Satya 2006).Bermain merupakan kepentingan utama seorang anak dalam hidupnya, lewat bermain ia belajar keahlian untuk bertahan dan menemukan pola dalam dunia yang penuh kebingungan (Lee, 1977).

Bermain merupakan tujuan dasar dari belajar pada masa kanak-kanak. Anak-anaksecara bertahap mengembangkan konsep dari hubungan yang wajar, kemampuan untuk membedakan, untuk menilai, untuk menganalisis dan mengambil intisari, untuk membayangkan dan merumuskan.

2.1.2 Manfaat Bermain bagi AnakBermain bagi anak, selain merupakan alat belajar juga merupakan kebutuhanbagi setiap anak. Diperlukan waktu yang cukup banyak untuk bermain bagi anak, terutama pada saat di usia TK. Menurut Laurence (dalam Satya, 2006) diperlukan 4-5 jam perhari bagi anak untuk bermain, pada saat bermain anak dapat memenuhi kebutuhan geraknya. Sedangkan menurut Claparade (dalam Satya, 2006) bermain bukan hanya memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan organ tubuh anak yang disebabkan aktif bergerak tetapi bermain juga berfungsi sebagai proses sublimasi artinya suatu pelarian dari perasaan tertekan yang berlebihan menuju hal-hal positif, melalui sublimasi anak akan menuju kearah yang lebih mulia, lebih indah dan lebih kreatif. Adapun manfaat lain dari bermain bagi anak:

a. Anak dapat kesempatan untuk mengembangkan diri, baik perkembangan fisik(melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus), perkembangan psikososial (melatih pemenuhan kebutuhan emosi) serta perkembangan kognitif(melatih kecerdasan).

b. Bermain merupakan sarana bagi anak untuk bersosialisasi.

c. Bermain bagi anak adalah untuk melepaskan diri dari ketegangan.

d. Bermain merupakan dasar bagi pertumbuhan mentalnya.

e. Melalui bermain anak anak dapat mengeluarkan energi yang ada dalamdirinya kedalam aktivitas yang menyenangkan.

f. Melalui bermain anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya seluasmungkin.

g. Melalui bermain anak-anak dapat berpetualang menjelajah lingkungan danmenemukan hal-hal baru dalam kehidupan.

h. Melalui bermain anak dapat belajar bekerjasama, mengerti peraturan, saling berbagi dan belajar menolong sendiri dan orang lain serta menghargai waktu.

i. Bermain juga merupakan sarana mengembangkan kreatifitas anak.

j. Bermain dapat mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.

k. Melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian pada tugas tertentu.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang elektronik dan komunikasi berdampak pada semakin banyaknya permainan yang berbasis komputer. Beberapa permainan komputer (game) terdapat permainan edukatif yang tidak hanya memberikan kesenangan dalam bermain tetapi juga memberikan manfaat yang dapat menstimulus perkembangan anak usia dini. Alat permainan edukatif yang berbasis komputer menuntut anak bereaksi lebih cepat melalui koordinasi mata dan tangan sehingga menghasilkan reaksi menekan tombol yang dapat melatih ketangkasan. Salah satu game tersebut adalah Puzzle.2.2 Media Permainan Puzzle Pada Anak

2.2.1 Permainan Puzzle

Puzzle merupakan salah satu permainan yang lawas, tapi masih berkembang hingga saat ini. Bahkan sekarang bentuknya beraneka ragam dan semakin menarik, seperti puzzle binatang, puzzle transportasi, puzzle mengenal serangga, dan lain sebagainya. Karena unik dan mudahnya permainan puzzle ini, puzzle masih menjadi mainan edukatif paling digemari oleh anak anak, dan menjadi salah satu mainan wajib untuk lembaga pendidikan anak, seperti PAUD, TK, keompok bermain, day care, dsb.

Gambar 2.1 Mainan Edukatif

Banyak sekali manfaat yang diperoleh anak dan orang tua dalam bermain puzzle ini.Bagi orang tua, puzzle ini bisa memberikan kesempatan orang tua untuk mengerjakan/menyelesaikan keperluan atau pekerjaannya, dikala anak sedang asyik bermain puzzle ini.Di samping itu, orang tua bisa memanfaatkan puzzle ini sebagai sarana bermain bersama dengan anak. Tentunya kebersamaan ini akan mendukung perkembangan yang positif untuk tumbuh kembang anak.Bagi anak, puzzle ini memberikan keuntungan yang banyak, antara lain :

a. Dengan bermain Puzzle akan dapat mengasah perkembangan emosi dan mental anak.

b. Bermain puzzle bisa membantu mengasah kemampuan koordinasi tangan dan mata anak.

c. Melalui permainan puzle, mengajarkan anak dalam problem solving (menyelesaikan masalah).

d. Bermain puzzle bisa membantu meningkatkan daya kreatifitas anak.

e. Puzzle binatang mengajarkan anak tentang binatang, tentang warna, dsb.

f. Puzzle transportasi, mengajarkan dan mengenalkan anak tentang nama nama alat transportasi dsb sesuai dengan tema puzzle.

Permainan puzzle tersebut tentunya sangat medukung tumbuh kembang anak terutama di masa golden age-nya. Karena itu, sebagai orang tua kita harus dapat memilihkan mainan edukatif yang sesuai dengan usianya sehingga mampu mengoptimalkan perkembangan anak kita.

2.2.2 Cara Memainkan Game Puzzlea. Buka permainan game puzzle. Klik play, lalu pilih gambar yang sesuai keinginan.

b. Atur kontras warna gambar yang dipilih sesuai keinginan agar memudahkan dalam mencocokkan puzzle.

c. Cocokkan puzzle dengan urutan gambar, jika cocok akan muncul tanda bahwa itu benar.

d. Ulangi langkah di atas sampai membentuk satu gambar utuh.

e. Jika semua tersusun rapi dan benar, akan muncul tanda kemenangan (congratulation or win).

f. Untuk melatih kreativitas anak dalam bermain puzzle, pilihlah gambar yang berbeda-beda.

2.2.3 Manfaat bermain puzzle bagi anak usia dini antara lain:a. Mengasah otak

Puzzle adalah cara yang bagus untuk mengasah otak si kecil, melatih sel-sel nya dan memecahkan masalah.

b. Melatih koordinasi mata dan tangan

Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak. Mereka harus mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Permainan ini membantu anak mengenal bentuk dan ini merupakan langkah penting menuju pengembangan keterampilan membaca.

c. Melatih nalar

Puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar mereka. Mereka akan menyimpulkan di mana letak kepala, tangan, kaki dan lain-lain sesuai dengan logika.

d. Melatih kesabaran

Puzzle juga dapat melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan suatu tantangan

e. PengetahuanDari puzzle anak akan belajar, misalnya puzzle tentang warna dan bentuk. Anak dapat belajar tentang warna warna dan bentuk yang ada. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya lebih mengesankan bagi anak disbanding dengan pengetahuan yang di hafalkan. Anak juga dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, jenis buah alphabet dan lain lain. Tetapi tentunya harus dengan bantuan ibu atau orang lain yang mendampinginya bermain.

f. Meningkatkan Keterampilan KognitifKeterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan bentuk misalnya bentuk cembung harus dipasangkan dengan bentuk cekung.Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah dipasangkan dengan warna merah.Contoh usaha anak menggunakan logika, misalnya bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah.g. Meningkatkan Keterampilan Motorik HalusKeterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari tangan.Anak balita khususnya anak berusia kurang dari tiga tahun (batita) direkomendasikan banyak mendapatkan latihan keterampilan motorik halus. Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar secara aktif menggunakan jari-jari tangannya. Supaya puzzle dapat tersusun membentuk gambar maka bagian-bagian puzzle harus disusun secara hati-hati. Perhatikan cara anak-anak memegang bagian puzzle akan berbeda dengan caranya memegang boneka atau bola. Memengang dan meletakkan puzzle mungkin hanya menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan memegang boneka atau bola dapat dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa melibatkan jari tangan) atau menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus.h. Meningkatkan Keterampilan SosialKeterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzlenya, tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle.BAB III

PELAKSANAAN PERBAIKAN

Pelaksanaan pembelajaran perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun melalui permainan puzzle yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak. Pelaksanaan pembelajaran perkembangan kognitif anak melalui permainan puzzle ini dilaksanakan pada II (dua) dengan tema Alat Komunikasi .pelaksanaannya dilakukan selama tiga hari mulai tanggal 16 s/d 18 April 2013. Dalam hal ini, kepala sekolah beserta guru banyak membantu proses penelitian ini. Sehingga pembelajaran ini dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah dipersiapkan dengan menggunakan instrumen penelitian observasi, checklist perkembangan dan unjuk kerja.

3.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelas A TK Nur Annisa Kelurahan Merduati Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh yang berjumlah 18 anak, dengan rincian 4 anak laki-laki dan 14 anak perempuan dan guru pengajar ada 2 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 s/d 18 April 2013 yang terdiri dari siklus I, siklus II, dan siklus III. Setiap satu siklus atau putaran terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, aksi atau tindakan, observasi dan refleksi. Sesudah satu siklus selesai diimplementasikan, kemudian diikuti dengan perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam siklus tersendiri. Pelaksanaan penelitian bersifat kolaboratif bersama teman guru sebagai upaya untuk mewujudkan perbaikan yang diinginkan.

3.2 Deskripsi Persiklus

SIKLUS I

Siklus pertama dalam PTK ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi sebagai berikut :

a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini perencanaan tindakan pada siklus I adalah sebagai berikut : Menyusun rencana kegiatan harian (RKH)

Mempersiapkan beberapa bentuk kepingan puzzle yang akan didemonstrasikan

Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam proses belajar-mengajar

Mempersiapkan lembar observasi.

b. Tahap Pelaksanaan Menjelaskan materi dalam melakukan permainan menyusun kepingan puzzle

Menunjukkan beberapa contoh dari bentuk-bentuk kepingan puzzle

Peneliti memperlihatkan langkah-langkah dalam memanfaatkan kepingan puzzle untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak

Peneliti mendemonstrasikan bagaimana cara memanfaatkan media balok yang baik dan benar

Setelah itu peneliti menugaskan anak untuk menyusun kepingan puzzle bentuk televisi dengan menggunakan kepingan puzzle seperti yang sudah ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya. Pada tahap ini siswa dibimbing jika mengalami kesulitan dalam mengerjakannya

Diakhir pelaksanaan siklus I peneliti mengumpulkan hasil karya anak dan melakukan penelitian sesuai dengan aspek penilaian yang sudah ditentukan.

c. Tahap ObservasiObservasi dilakukan secara bersamaan dengan tahap pelaksanaan I, yaitu ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung.Observasi dilakukan oleh peneliti. Hal-hal yang akan diamati antara lain :

Kesungguhan anak dalam proses belajar

Keaktifan anak dalam proses belajar

Terlibat aktif dalam bertanya

Minat belajar anak dalam proses belajar

d. Tahap RefleksiPada tahap ini peneliti melakukan evaluasi terhadap hasil observasi yang telah dilakukan, apakah kendala dan hambatan yang dihadapi selama proses pembelajaran dalam menyusun kepingan puzzle untuk membentuk gambar televisi yang sempurna. Dari hasil pembelajaran pada siklus ini menjadi acuan untuk perbaikan pada siklus berikutnya.

SIKLUS II

a. Tahap PerencanaanPeneliti membuat rencana pembelajaran pada siklus II ini berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.

b. Tahap Pelaksanaan Guru melaksanakan pembelajaran metode demonstrasi berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus I. Adapun langkah-langkah yang dilakukan guru antara lain sebagai berikut :

Menyusun rencana kegiatan harian (RKH)

Mempersiapkan model benda/bentuk dari bermacam-macam puzzle yang akan didemonstrasikan

Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam proses belajar-mengajar

Anak memilih gambar/bentuk puzzlesesuai keinginan masing-masing

Anak menyusun kepingan puzzle sesuai dengan contoh yang sudah didemonstrasikan

Mempersiapkan lembar observasi.

c. Tahap ObservasiGuru melakukan pengamatan langsung terhadap aktivitas pembelajaran metode demonstrasi. Pengamatan ini berdasarkan pedoman pada siklus sebelumnya.

d. Tahap RefleksiPada tahap ini guru melakukan evaluasi terhadap hasil observasi yang telah dilakukan, apakah kendala dan hambatan yang dihadapi selama proses pembelajaran dalam mengerjakan tugas berhitung. Dari hasil pembelajaran pada siklus ini menjadi acuan apabila pada siklus II masih belum sesuai dengan harapan, maka perlu direncanakan perbaikan pada siklus berikutnya, namun jika telah memenuhi indikator maka tidak perlu dilakukan siklus berikutnya.BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Persiklus

SIKLUS I

a. Tahap Perencanaan Sebelum melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), peneliti membuat rencana kegiatan pembelajaran agar dalam pelaksanaannya dapat berhasil dengan baik dan sesuai harapan. Adapun rencana yang akan dilakukan antara lain: Menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH) Menyiapkan lembar observasi Menyiapkan bahan dan alat pembelajaran Menyiapkan alat peraga dan program evaluasi Setting kelas yang memungkinkan kelancaran kerja siswa dan pengamat serta menciptakan suasana kelas yang nyaman.Yang tidak kalah pentingnya adalah mengadakan pertemuan dengan teman sejawat dan siswa untuk menyamankan persepsi dalam rangka meminimalkan perbedaan.b. Tahap PelaksanaanSetelah semua komponen diatas dipersiapkan, peneliti dibantu dengan teman sejawat sebagai observer melaksanakan tindakan perbaikan pembelajaran pengembangan kognitif anak melalui permainan puzzle. Tindakan perbaikan pembelajaran meningkatkan kemampuan kognitif anak ini dilaksanakan dalam dua pertemuan.Pada akhir pertemuan peneliti memberikan review kepada siswa untuk mengetahui seberapa pemahaman dan kemampuan siswa dalam menyusun puzzle sesuai dengan proses penyusunan yang telah diajarkan. Namun apabila pada siklus ke II nilai anak juga masih dibawah target, maka peneliti berencana untuk melakukan siklus ke III.Pelaksanaan tindakan dapat diuraikan sebagai berikut:Pertemuan Pertama (RKH-1)

Kegiatan Awal:Baris berbaris, salam, berdoa, bernyanyi, shalawat, mengucapkan doa keluar rumah, bercerita fungsi televisi dan praktek langsung bergantung.

Kegiatan Inti:Menggambar bebas dengan pensil warna, menggunting gambar/bentuk televisi, dan menyusun kepingan puzzle.

Kegiatan Akhir:Menyanyikan lagu telepon, diskusi hasil kegiatan selama 1 hari, berdoa, salam dan pulang.

c. Tahap ObservasiObservasi dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung. Dalam observasi ini diungkapkan semua peristiwa yang berhubungan dengan proses pembelajaran, respon peserta didik terhadap penguasaan materi, keberanian bertanya dan menjawab pertanyaan serta aktivitas anak dalam pembelajaran.

d. Tahap RefleksiPada tahap ini dilakukan evaluasi program dan proses dalam setiap tindakan untuk menemukan kekurangan, kelemahan dan kelebihan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti, teman sejawat dan pengamat partisipan. Hasil dari refleksi ini digunakan sebagai bahan pertimbangan pada berikutnya, terutama dalam perencanaan tindakan pada siklus 2.

Hasil Penelitian Siklus I

Berdasarkan dari pelaksanaan perbaikan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus I didapatkan bahwa dari 18 siswa yang mengikuti pembelajaran didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Aspek mendengarkan penjelasan tentang kegunaan alat komunikasi belum mendapatkan nilai yang diharapkan karena dibawah nilai 70 atau keseluruhan anak belum mampu menerapkan kegunaan dari alat komunikasi.2. Aspek memahami penerapan dalam menggunakan alat komunikasi mendapatkan nilai 58 atau keseluruhan anak masih kurang paham dalam menggunakan alat komunikasi.

3. Aspek keberanian memainkan permainan menyusun kepingan puzzle mendapatkan nilai kurang dari 70 atau keseluruhan anak belum berhasil dengan baik.Namun karena hasil yang didapatkan masih belum memuaskan atau masih dibawah target yang telah ditentukan, maka penelitian ini dilanjutkan pada siklus II.

SIKLUS II

a. Tahap Perencanaan

Setelah melaksanakan tindakan perbaikan pembelajaran siklus I yang hasilnya kurang memuaskan, maka peneliti melanjutkan melakukan tindakan perbaikan pembelajaran siklus II.

Adapun rencana yang akan dilakukan pada siklus II ini adalah sebagai berikut:

Mengadakan perbaikan rencana pembelajaran sesuai tindakan yang akan dilakukan Melakukan penekanan pada respon dan keaktifan serta peran anak dalam pembelajaran Menyiapkan rencana evaluasi.b. Tahap Pelaksanaan

Masih dibantu teman sejawat sebagai observer, peneliti melaksanakan tindakan perbaikan siklus II. Selama peneliti melakukan tindakan perbaikan, peneliti berpedoman pada RKH dan melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I. Pelaksanaan tindakan dapat diuruaikan sebagai berikut :

Pertemuan kedua (RKH-2)

Kegiatan Awal:Baris berbaris, senam, salam, berdoa, bernyanyi, shalawat, mengulang mengucapkan doa keluar rumah, bercerita tentang kegunaan telepon dan menendang bola kedepan.

Kegiatan Inti:Menyebutkan urutan bilangan 1 sampai 10 dengan biji asam, melipat bentuk surat dan meronce dengan karton/kalender.

Kegiatan Akhir:Melakukan tiga perintah, seperti tolong duduk rapi.

c. Tahap Observasi

Pengamatan pada siklus 2 ini semakin memfokuskan pada kemampuan individu dan kelompok dalam pemecahan masalah atau pertanyaan. Selain itu, guru juga selalu memantau diskusi atau kerjasama peserta didik dalam kelompok, mengamati respon peserta didik terhadap pembelajaran, mengamati peran aktif peserta didik dalam kelompok dan memahami catatan atau pemahaman peserta didik.

Teman sejawat yang peneliti minta menjadi observer selama kegiatan tindakan perbaikan pembelajaran materi berhitung permulaan dengan media balok Cuisenaire memberikan hasil pengamatannya.

d. Tahap Refleksi

Kegiatan refleksi pada siklus II ini sama dengan yang dilakukan pada tahap siklus 1. Pada tahap ini dilakukan evaluasi program dan proses dalam setiap tindakan untuk menemukan kekurangan, kelemahan dan kelebihan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti, kolaborator, pengamat partisipan dan kuesioner anak.Setelah tindakan perbaikan pembelajaran selesai dilaksanakan peneliti dan teman sejawat berdiskusi membicarakan hasil tindakan perbaikan pembelajaran.

Hasil Penelitian Siklus II

Berdasarkan pelaksanaan perbaikan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II didapatkan bahwa dari 18 siswa yang mengikuti pembelajaran didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Aspek mendengarkan penjelasan tentang kegunaan alat komunikasi mendapatkan nilai 61 atau keseluruhan anak masih belum mencapai target yaitu masih dibawah 75.

2. Aspek memahami penerapan dalam menggunakan alat komunikasi mendapatkan nilai 65 atau keseluruhan anak masih kurang dalam menggunakan alat komunikasi.

3. Aspek keberanian memainkan permainan menyusun kepingan puzzle mendapatkan nilai 62 atau keseluruhan anak masih perlu perbaikan.Setelah dilakukan penelitian pada siklus II ini, namun hasilnya sama dengan siklus I, dimana hasil yang didapatkan masih dibawah target yaitu masih dibawah 75. Jadi peneliti bersama teman sejawat memutuskan untuk melanjutkan penelitian pada siklus III agar mendapatkan hasil sesuai dengan harapan sebelumnya.

SIKLUS III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti benar-benar memfokuskan anak-anak kepada materi yang diajarkan, rencana yang akan dilaksanakan akan disusun lebih konkrit lagi supaya mendapatkan hasil yang sesuai. Dalam perbaikan pembelajaran bidang perkembangan kognitif anak yaitu permainan puzzle, sesuai dengan observasi dan refleksi di siklus II maka pendidik merasa belum begitu berhasil sehingga perlu diadakan perbaikan dalam siklus ke III.

Untuk melakukan hal tersebut maka penulis melakukan perbaikan sebagai berikut:

Menggali pengetahuan awal anak Anak diberi motivasi awal sebelum pembelajaran dimulai Penyusunan skenario permainan puzzle Memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah penyusunan pada permainan puzzle Anak di minta untuk mempraktekkan penyusunan kepingan puzzle Anak diberi tes akhir siklus I, II dan III.b. Tahap Pelaksanaan

Masih dibantu teman sejawat sebagai observer, peneliti melaksanakan tindakan perbaikan siklus III.Selama peneliti melakukan tindakan perbaikan, peneliti berpedoman pada RKH dan melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I dan II. Pelaksanaan tindakan dapat diuruaikan sebagai berikut :

Pertemuan ketiga (RKH-3)

Kegiatan Awal:Baris berbaris, senam, salam, berdoa, bernyanyi, shalawat, mengucapkan surat Al-Ikhlas, Mengelompokkan kata-kata yang sejenis, seperti telepon-handphone, koran-majalah dan Melompat kedalam simpai.

Kegiatan Inti:Menyebutkan jam berapa (waktu), Membuat bentuk HP dari pleticin dan Mencetak dengan daun.Kegiatan Akhir:Menyebutkan nama-nama hari dalam 1 minggu dan Demonstrasi mengucapkan sajak ibuku sayang.

c. Tahap Observasi

Observasi dilaksanakan secara langsung bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pada tahapan ini dapat dilihat bagaimana guru sudah mulai melaksanakan pembelajaran dengan metode percakapan dan unjuk kerja, ini dapat dilihat siswa diajak untuk mendengarkan penjelasan apa kegunaan alat komunikasi dan mengajak untuk bermain puzzle.

Teman sejawat yang peneliti minta menjadi observer selama kegiatan tindakan perbaikan pembelajaran materi meningkatkan kemampuan kognitif anakmelalui permainan puzzle memberikan hasil pengamatannya.

d. Tahap Refleksi

Kegiatan refleksi pada siklus III ini sama dengan yang dilakukan pada tahap siklus 1 dan II. Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi program dan proses dalam setiap tindakan untuk menemukan kekurangan, kelemahan dan kelebihan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti, teman sejawat dan pengamat partisipan.

Hasil Penelitian Siklus III

Berdasarkan pelaksanaan perbaikan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus III ini terjadi peningkatan dari siklus I dan siklus II. Pada siklus III ini bahwa dari 18 siswa yang mengikuti pembelajaran didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Aspek mendengarkan penjelasan tentang kegunaan alat komunikasi mendapatkan nilai 83 atau keseluruhan anak sudah melebihi target yaitu diatas 75.2. Aspek memahami penerapan dalam menggunakan alat komunikasi mendapatkan nilai 80 atau keseluruhan anak sudah mampu dalam menggunakan alat komunikasi.

3. Aspek keberanian memainkan permainan menyusun kepingan puzzle mendapatkan nilai 85 atau keseluruhan anak sudah mencapai target yang ditentukan. Pada tahap ini peneliti bersama dengan teman sejawat merasa puas dengan hasil yang didapatkan oleh anak-anak jika dibandingkan dari hasil pada siklus I dan siklus II. Dimana pada siklus ini hasil yang diperoleh melebihi dari target. Jadi peneliti bersama observer memutuskan untuk melakukan penelitian ini hanya cukup pada siklus III ini.

4.2 Pembahasan Persiklus

4.2.1 Pembahasan Siklus I

Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, II dan III dapat dikatakan bahwa dalam permainan puzzledapat meningkatkan pengembangan kognitif pada anak Taman Kanak-Kanak. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap keaktifan anak pada siklus I dan II mengalami peningkatan dari siklus I, ketuntasan belajar anak juga mengalami peningkatan.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada siklus I dapat dipaparkan sebagai berikut : pada aspek kesiapan anak dalam mengikuti permainan puzzle diantaranya dalam mendengarkan penjelasan materi dari guru, kemampuan anak dalam mengikuti gerakan-gerakan yang diajarkan guru, kemampuan anak dalam melakukan bertanya ketika belum bisaserta kemampuan anak dalam menggunakan alat komunikasi.

Selama pelaksanaan siklus I ada sebagian anak yang merasa senang dengan permainan puzzle ini.Hal tersebut ditunjukkan pada aspek banyaknya anak yang antusias mengikuti kegiatan ditandai rasa senang, tertarik, tanggung jawab terhadap tugasnya meskipun tidak semua anak merasa tertarik dan senang, sehingga keinginan untuk mengikuti permainan puzzle sampai dengan jam pelajaran habis, bahkan ada yang tidak mau istirahat karena rasa sukanya terhadap kegiatan ini.Pada aspek kesiapan guru dalam memulai pelajaran (memberi apersepsi dan motivasi), menjelaskan materi yang akan dipelajari dan menjelaskan pentingnya penerapan dalam penggunaan alat komunikasi pada setiap manusia. Juga dalam membimbing anak dalam melakukan kegiatan permainan puzzle, pengelolaan kelas juga dirasa masih dalam kategori sangat kurang. Hal tersebut menunjukkan aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung masih sangat kurang.

Berdasarkan hasil kegiatan permainan puzzle anak TK Nur Annisa pada siklus I yaitu anak yang mendengarkan penjelasan tentang kegunaan alat komunikasi masih dibawah nilai target yaitu 70, anak yang mampu memahami penerapan dalam menggunakan alat komunikasi ada 58sedangkananak yang berani memainkan permainan menyusun kepingan puzzle juga masih dibawah 70. Sehinga dari hasil belajar siklus I belum dikatakan berhasil karena belum memenuhi kriteria ketuntasan yaitu 70% dari nilai rata-rata siswa.

Selama proses pembelajaran siklus I berlangsung, ditemukan beberapa hambatan atau kelemahan yaitu:

a. Diperlukannya bimbingan dari guru untuk melakukan permainan puzzle.

b. Terbatasnya waktu yang digunakan dalam melakukan permainan puzzle.

c. Kesiapan anak untuk mengikuti permainan puzzle masih sangat rendah.d. Antusiasme anak untuk permainan puzzle juga masih sangat rendah.e. Kurangnya kekompakan anak. Berdasarkan hasil observasi kegiatan guru pada siklus I belum mencapai indikator penelitian yang ditetapkan, maka perlu dilaksanakan siklus berikutnya yaitu siklus II.

4.2.2 Pembahasan Siklus II

Pelaksanaan silkus II keaktifan anak dalam permainan puzzle sudah mengalami peningkatan yang cukup baik bila dibandingkan pada siklus I. Peningkatan tersebut mencapai kriteria cukup pada peserta didik dan memperoleh nilai rata-rata 62. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang diperoleh pada saat pembelajaran siklus II berlangsung. Karena belum mencapai target yang ditentukan maka peneliti mengadakan siklus ke III.

4.2.3 Pembahasan Siklus III

Dalam pelaksanaan di siklus III anak sudah banyak mengerti dalam menggunakan alat komunikasi dan paham atas permainan puzzle, pada siklus III anak lebih tertarik bahkan semua anak merasa senang dan gembira karena mendapatkan reward atau penghargaan dari guru, sehingga suasana kelas menjadi sangat ramai dan menyenangkan.

Untuk mengetahui lebih jelas perubahan dari siklus ke siklus berikutnya

dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kegiatan Anak Pada Saat Kegiatan Belajar Mengajar Per Siklus

NoKegiatan/ Aspek yang DiamatiSiklus ISiklus IISiklus III

1Mendengarkan penjelasan guru/temanCukupBaikBaik Sekali

2Aktif dalam permainan puzzleCukupBaikBaik Sekali

3Kemampuan anak dalam melakukan permainan puzzleCukupBaikBaik Sekali

4Kemampuan anak dalam bertanya ketika belum mampu melakukan permainan puzzleCukupBaikBaik Sekali

5Kekompakan dalam kelompokCukupBaikBaik Sekali

Pada aspek kegiatan kemampuan gurudalam melakukan apersepsi dan pemberian motivasi, kemampuan guru dalam penguasaan materi, penyampaian materi secara runtut, melaksanakan pembelajaran dan melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi, kemampuan guru dalam mengkoordinir anak untuk melakukan kegiatan permainan puzzle sudah sangat baik dengan persentase hasil penilaian kegiatan guru mencapai rata-rata 85%.

Pada kegiatan permainan puzzle ternyata memang mampu meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hal ini karena dalam permainan puzzle perlu kekompakan dalam kelompok. Lewat permainan, anak bisa memperoleh berbagai manfaat dan anak juga memperoleh kedekatan dengan teman-temannya.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa didalam Permainan Puzzle dapat Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-6 tahun Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di TK Nur Annisa Kelurahan Merduati Kecamatan Kutaraja Kota Banda Aceh.

.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Melalui permainan puzzle danpemberian tugas dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak usia 4-6 tahun pada kelas A TK Nur Annisa Banda Aceh.

2. Salah satu upaya untuk meningkatkan perkembangan kognitif pada anak usia 4-6 tahun adalah dengan mengajak anak-anak untuk bermain puzzle. Sebagaimana kegiatan yang telah dilakukan

3. Penelitian dilaksanakan di TK Nur Annisa dengan tujuan untuk perbaikan pembelajaran di TK Nur Annisa Banda Aceh yang tujuan utamanya adalah meningkatkan perkembangan kognitif anak melalui tahapan-tahapan dalam PTK.4. Kemampuan anak-anak kelas A TK Nur Annisa Banda Aceh sudah cukup optimal/baik sesuai dengan yang diharapkan.5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, ada beberapa hal yang sebaiknya diterapkan oleh guru dalam meningkatkan kualitas mengajarnya, khususnya dalam pengembangan kognitif anak dengan berbagai media. Adapun saran-saran penulis sebagai berikut:

1. Di lingkungan sekolah diharapkan tenaga pendidik memberikan pelajaran yang bersangkutan dengan alat komunikasi, supaya anak mengerti tentang betapa pentingnya alat komunikasi bagi setiap manusia. Menerapkan kurikulum yang berbasis budaya lokal dan nasional mulai dari tingkat pendidikan yang paling rendah. Menentukan metode dan media pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan.2. Di lingkungan keluarga perlunya orang tua menanamkan rasa pentingnya alat komunikasi yang diliputi oleh rasa kebanggaan tehadap produk dalam negeri.3. Di lingkungan masyarakat, dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak melalui permainan puzzle diharapkan banyak melibatkan anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanti, N., 2010. Upaya Meningkatkan daya Pikir Anak Melalui Permainan Edukatif.Ayuningsih, Diah., 2010. Psikologi Perkembangan Anak. Yogyakarta: Pustaka Larasati.

Heron, 1971.Bermain dan Kretivitas Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Moyles, 1991. Psikologi Kognitif Anak Usia Dini Melalui Berbagai Macam Bentuk Permainan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mutiah, Diana., 2010. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Lee, 1977. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Grasindo.

http://etd.eprints.ums.ac.id/9837/A520085042.pdf1