laporan kasus ca recti
DESCRIPTION
readTRANSCRIPT
1
Laporan Kasus
TUMOR KOLOREKTAL
SUPERVISOR:
dr. Liberti Sirait, Sp. B-KBD
DISUSUN OLEH:
Achya Fadlin (100100002)
Gheavita Chandra Dewi (100100045)
Kevin Dillian Suganda (100100075)
Rizki Masharida Nasution (100100216)
Indah Sari Atika Sembiring (100100222)
Venusya Dharmalingam (100100422)
Thinagari Tambusamy (100100202)
Ranjeetha Namasivayam (100100271)
Nageintheree Ramaksihnan (100100379)
Archanaa Samanthan (100100201)
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Tumor
Kolorektal” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara-RSUP H. Adam Malik Medan dan
meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Tumor Kolorektal.
Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan
terima kasih kepada dr. Liberti Sirait, SpB-KBD selaku pembimbing penulisan
makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh dokter
di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara-
RSUP H. Adam Malik Medan atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi
sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Medan, 11 September 2015
Penulis
3
4
5
6
7
8
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah salah satu jenis keganasan yang cukup sering
dijumpai. Karsinoma ini merupakan penyebab kematian yang paling sering
setelah karsinoma paru pada laki laki dan karsinoma serviks serta karsinoma
mammae pada wanita.1 Di Indonesia sendiri angka kejadian keganasan ini
cenderung meningkat akhir-akhir ini.
Karsinoma ini dapat tumbuh di tiap bagian kolon dan mungkin juga
tumbuh bersamaan di beberapa tempat. Prevalensi terjadinya karsinoma kolorektal
di rektum sebesar 22%, sigmoid 25%, rektosigmoid 10%, kolon desenden 6%,
kolon transversum 13%, kolon asenden 8%, dan sekum 15%.2 Dari angka tersebut
prevalensi terbesar karsinoma kolon terletak di sekum. Resiko untuk terjadinya
karsinoma kolorektal umumnya meningkat setelah berusia 40 tahun. Karsinoma
kolon, terutama di kolon bagian proksimal lebih banyak ditemukan pada wanita.
Sedangkan karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada pria dengan
perbandingan 2:1.3
Diagnosis dini pada pasien karsinoma kolon sulit ditegakkan karena pada
stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala yang nyata. Gejala
biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut, sehingga biasanya pasien
datang dalam kondisi yang jelek seperti sudah terjadi perforasi, perdarahan,
ataupun obstruksi. Untuk itu penting mengetahui karsinoma mendiagnosis
karsinoma kolorektal baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan radiologis.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON4,5,6
Kolon terdiri atas beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid.
Kolon asenden melintasi krista iliaka naik sampai permukaan bawah hati,
kolon asenden membuat lengkung tegak lurus yakni fleksura koli dekstra (fleksura
hepatika), dan kemudian menjadi kolon transversum.
Kolon transversum dilekatkan pada kurvatura mayor lambung oleh
ligamentum gastroiliakum, dilekatkan pada pankreas oleh mesokolon
transversum. Yang melintas diatas kolon transversum adalah hati, vesika felea,
dan lambung. Kolon transversum melintas dan melekat pada bagian depan ginjal
kanan, bagian kedua duodenum, dan kaput pankreas. Sisanya tergantung kearah
bawah dan naik kembali di depan kolon desenden yang membuat lengkung tajam
pada fleksura koli sinistra ( fleksura lienalis). Fleksura koli sinistra dilekatkan
pada diafragma dibawah limpa oleh ligamentum frenikokolikum.
Kolon desenden yang melintas turun menyilang krista iliaka dan melintasi
fossa iliaka sampai tepi atas pintu panggul kemudian menjadi kolon sigmoid.
Kolon sigmoid mempunyai mesenterium yaitu mesokolon sigmoideum. Kolon
sigmoid melanjut ke dalam panggul untuk mencapai garis tengah di depan
sakrum, di mana kolon berubah menjadi rektum.4
Kolon asenden dan kolon desenden serta fleksura lienalis dan fleksura
hepatika tidak memiliki mesenterika dan bergerak bebas karena terletak
retroperitoneal. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki mesenterikum
yang komplit dan bergerak bebas. Sedangkan sekum tidak memiliki mesenterium
sebenarnya tetapi bergerak bebas sebab memiliki lipatan peritoneum yang kadang
ada kadang tidak.5
10
Kolon memiliki otot-otot sirkuler dan otot-otot longitudinal. Lapisan otot
longitudinal kolon membentuk pita yang disebut taenia, yang lebih pendek dari
kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat- lipat berbentuk sakulus yang disebut
haustra.4
Aliran limfe kolon mengikuti pembuluh mesenterika inferior untuk kolon
sebelah kiri dan mesenterika superior untuk kolon sisi kanan.5
Aliran darah untuk usus besar dari arteri mesenterika superior dan
mesenterika inferior. Vena pada kolon berjalan bersama arterinya, aliran vena
disalurkan melalui vena mesenterika superior yang bermuara vena porta dan vena
mesenterika inferior menuju vena lienalis.4
Fungsi kolon adalah absorbsi air, vitamin, dan elektrolit dari chime,
penimbunan bahan feses sampai dikeluarkan, melanjutkan pencernaan dan
mensekresi lendir. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
150- 200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.6
Gambar 1. Anatomi kolorektal2
11
Gambar 2. Vaskularisasi colon7
2.2 Etiologi
Dasar penting dari keganasan kolorektal ini adalah proses perubahan
secara genetik pada sel-sel epitel di mukosa kolon yang timbul akibat beberapa
hal. Adapun beberapa hal yang menjadi predesposisinya antara lain: 2
1. Dietik
Pola konsumsi makanan diduga berkaitan erat dengan munculnya
keganasan ini. Konsumsi makanan yang tinggi kandungan seratnya, seperti
sayuran dan buah-buahan akan menurunkan waktu transit bolus di sepanjang
perjalanannya di usus, sehingga kontak dengan zat karsinogenik pada mukosa
lebih singkat. Sebaliknya, makanan dengan kadar lemak dan protein hewani
yang tinggi berperan memacu perubahan sel-sel mukosa kolon. Hal ini dapat
dilihat dari tingginya angka kejadian karsinoma ini di negara-negara barat
dibandingkan di Indonesia. Alkohol dan rokok juga diduga memacu timbulnya
keganasan ini.
2. Adanya kelainan di kolon sebelumnya
12
Adanya kelainan dikolon seperti adenoma (terutama yang berbentuk villi),
polip, dan kolitis ulseratif dapat menjadi resiko berkembangnya karsinoma
kolon di kemudian hari.
3. Herediter
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mempunyai orang tua
yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai frekuensi 1,3x lebih banyak
menderita karsinoma kolorektal dibanding mereka yang orang tuanya sehat.
2.3 Klasifikasi
Secara makroskopik Karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu2 :
1. Nodular
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen
kolon, dengan permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan
meluas ke dinding kolon. Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus
menjadi nekrotik, tepi ulkus naik, dan mengalami indurasi. Di daerah sekum
bentuk tumor mungkin tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh
menjadi fungoid dengan permukaan ulkus mengeluarkan pus dan darah.
2. Koloid/ mukoid
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga
menghasilkan banyak mukus.
3. Scirrhous/ infiltratif
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi
konstriksi kolon dan membentuk napkin ring.
4. Papillari /polipoid/ cauli flower
Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel
atau adenoma.
13
2.3.1 Klasifikasi penderajatan kanker kolorektal
Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:1
Dukes A Terbatas di mukosa
Dukes B Menembus muskularis mukosa
Dukes C
C1
C2
Metastasis ke kelenjar getah bening
KGB didekat tumor primer
KGB jauh
Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal
Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.1
Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.2
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM
untuk karsinoma kolorektal:2
T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer.
Tx : Tumor primer sulit dinilai.
Tis : Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.
T1 : Tumor mengenai submukosa.
T2 : Tumor mengenai propia muskularis.
T3 : Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa
14
jaringan perirektal
T4 : Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.
N2 : Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai.
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh.
M1 : Ditemukan metastasis jauh.
Staging Group
Stage T N M Dukes
0 Tis No Mo -
I T1 No Mo A
T2 No Mo A
IIA T3 No Mo B
IIB T4 No Mo B
IIIA T1-T2 N1 Mo C
IIIB T3-T4 N1 Mo C
IIIC Any T N2 Mo C
IV Any T Any N M1 D
15
Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.2
Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ dapat terjadi melalui:2
Direct extension
Hematogenous metastasis
Regional lymph node metastasis
Transperitoneal metastasis
Intraluminal metastasis
Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak
yang berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai
struktur terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa
dengan inti yang hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat.
Bentuk yang kurang berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.2
Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat2:
Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%
Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%
Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%
Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%
2.4 Gambaran klinis.
Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan
berupa gangguan proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau
diare, perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah
buang air besar ( tenesmus), buang air besar berlendir( mucoid diarrhea), anemia
tanpa sebab yang jelas, dan penurunan berat badan.2,3 Adanya suatu massa yang
dapat teraba dalam perut juga dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.3
Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis
dan letak tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid)
16
menghasilkan banyak mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik,
sedangkan bentuk infiltratif (schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu
panjang dinding rektal dan bentuk ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding
lumen.
Karsinoma yang terletak di kolon asenden menimbulkan gejala perdarahan samar sedangkan tumor yang terletak di rektum
memanifestasikan perdarahan yang masih segar dan muncul gejala diare palsu. Di kolon desenden, karsinoma ini menyebabkan kolik yang
nyata karena lumennya lebih kecil dan feses sudah berbentuk solid.5
Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum
Aspek Klinis
Nyeri
Defekasi
Obstruksi
Darah pada feses
Feses
Dispepsia
Memburuknya
KU
Anemia
Kolitis
Karena
Penyusupan
Diare/diare
berkala
Jarang
Samar
Normal/diare
Sering
Hampir selalu
Hampir selalu
Obstruksi
Karena obstruksi
Konstipasi progresif
Hampir selalu
Samar atau
makroskopis
Normal
Jarang
Lambat
Lambat
Proktitis
Tenesmus
Tenesmus terus
menerus
Tidak jarang
Makroskopis
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker5
2.4 DIAGNOSIS KARSINOMA KOLON 2,5,7
Diagnosis karsinoma kolon ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratoris, radiologis,
kolonoskopi, dan histopatologis.
1. Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala
biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan
17
karsinoma kolon biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa
flatus, sampai rasa nyeri di perut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang
air besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan
lendir.2,7 Buang air besar yang disertai dengan darah dan lendir biasanya
dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal. Hal ini
disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh kanker tersebut sudah
bercampur dengan feses. Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa
kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.2
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan
diagnosis. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila
teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke
hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang
kenyal.2 Asites biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal.
Perabaan limfonodi inguinal , iliaka, dan supraklavikular penting untuk
mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut.5 Pada pasien
yang diduga menderita karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher.
Bila letak tumor ada di rektum atau rektosigmoid, akan teraba massa maligna
(keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid
teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan akan terdapat lendir dan
darah.2
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan diagnosis. Walau
demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa kadar
hemoglobin.2,7 Pemeriksaan radiologis yang dapat dikerjakan berupa foto polos
abdomen, colon in loop dengan single contrast maupun double contrast dan
foto thoraks.7
Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan
sinar horizontal. Posisi supine perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan di
18
sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi karena massa.7
Colon in loop menggunakan barium enema sebagai kontras positif. Dengan
pemeriksaan ini dapat dilihat adanya deformitas kolon yang diakibatkan
neoplasma atau abnormalitas lainnya akan ditunjukkan dengan terisinya defek
tersebut yang diperlihatkan oleh kolom barium yang radioopak.2,7 Tentang
colon in loop selanjutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.
Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya
metastasis ke paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah kolonoskopi. Pada
kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam
lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon
termasuk yang tidak terlihat pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai
untuk biopsi setiap jaringan yang mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi
misalnya polipektomi.7 Pada akhirnya diagnosis pasti karsinoma kolon adalah
dengan pemeriksaan histopatologis.2
2.4.1 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS COLON IN LOOP 8,9,10,11
Ada beberapa pemeriksaan radiologis untuk melihat adanya kelainan di
daerah kolon dan rektum. Salah satunya adalah tehnik pemeriksaan colon in loop.
Pemeriksaan ini menggunakan kontras, dimana kontras yang sering dipakai adalah
barium sulfat sebagai enema, yaitu suntikan suspensi barium ke dalam rektum.8
Bagian- bagian yang dapat dievaluasi diantaranya adalah: sekum, kolon asenden,
kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum.9
Barium yang digunakan memiliki konsentrasi yang berkisar antara 70-80
W/V % ( weight/volume). Banyaknya (ml) larutan ini sangat bergantung pada
panjang pendeknya kolon. Umumnya 600-800 ml.10
Ada 2 metode pemeriksaan colon in loop9,10:
1. Double contrast
19
Tehnik ini untuk menilai pola mukosa kolon. Dimana dapat diperoleh hasil
yang lebih jelas, mendetail, teliti mengenai kelainan patologis yang
memberikan gambaran perubahan bentuk permukaan mukosa kolon.
2. Single contrast
Tehnik ini dipakai untuk menentukan lokasi lesi dan adanya massa di kolon.
Indikasi pemeriksaan colon in loop9:
- Perubahan pola defekasi (changes in bowel habits)
- Nyeri pada abdomen
- Massa pada abdomen
- Obstruksi
- Melena/ anemia
Kontra indikasi colon in loop9:
a. Absolut
- Toksik megakolon
- Kolitis pseudomembran
- Biopsi rektal
* Minimal 5 hari sebelum pemeriksaan, menggunakan rigid
endoscopy
* Minimal 24 jam sebelum pemeriksaan, menggunakan flexible
endoscopy
b. Relatif
- persiapan yang kurang baik
- konsumsi barium meal dalam kurun waktu 7- 10 hari terakhir.
- pasien alergi dengan medium kontras
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan 9,10:
a. Makanan konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak minimal 24
jam sebelum pemeriksaan. Tujuannya untuk menghindari bongkahan-
bongkahan tinja yang keras.
20
b. Minum yang banyak. Tujuannya untuk menjaga tinja agar tetap
lembek. Minuman yang dianjurkan berupa juice, teh, kopi, cola, dan kaldu.
Susu sebaiknya dihindari.
c. Pemberian pencahar. Tujuannya untuk meningkatkan peristaltik dan
melembekkan tinja.
Tehnik pemeriksaan colon in loop10:
a. Tahap pengisian
Pengisian larutan barium ke lumen kolon. Pengisian di anggap cukup bila
sudah mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian
kolon yang belum terisi dapat terisi dengan mengubah posisi penderita dari
terlentang menjadi miring ke kanan.
b. Tahap pelapisan
Ditunggu 1-2 menit sehingga larutan barium dapat melapisi (coating) mukosa
kolon.
c. Tahap pengosongan
Setelah mukosa terlapisi, sisa larutan barium dalam kolon perlu dibuang
sebanyak yang dapat dikeluarkan. Caranya adalah dengan memiringkan
penderita ke kiri dan menegakkan meja pemeriksaan.
d. Tahap pengembangan
Dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai
distensi berlebih.
e. Tahap pemotretan
Setelah seluruh kolon mengembang,dilakukan pemotretan / exposure
radiografik. Posisi pasien tergantung bentuk kolon dan atau kelainan yang
ditemukan. Umumnya dilakukan pemotretan dengan metode lapangan terbatas
(spot view) terhadap bagian-bagian tertentu dari kolon, dan lapangan
menyeluruh (overall view) dari kolon.
2.4.2 DIAGNOSIS RADIOLOGIS KARSINOMA KOLON 2,10
21
Pada kasus karsinoma kolon pemeriksaan radiografi abdomen yang sering
digunakan adalah Foto polos abdomen yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
colon in loop.
Pada foto polos abdomen kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya
berupa dilatasi usus yang terletak lebih proksimal dari tempat tumor akibat adanya
massa di bagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan
pemeriksaan colon in loop. Foto dapat terlihat sebagai suatu filling defect.2
Karsinoma kolon secara radiologik memberikan penampilan sebagai berikut10:
a. Penonjolan ke dalam lumen (Protruded lesion)
Bentuk klasik ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak
bertangkai (sessile) dinding kolon seringkali masih baik.
b. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)
Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon
sempit dan ireguler. Kerapkali hal ini sukar dibedakan dengan kolitis Crohn.
c. Kekakuan dinding kolon (Rigidity colonic wall)
Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik, lumen kolon dapat / tidak
menyempit. Berikut ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.
2.5 PENANGANAN DAN PROGNOSIS KARSINOMA KOLON 1,2,3,5
Pembedahan merupakan pilihan utama terapi kanker kolon. Sedangkan
terapi adjuvannya berupa radioterapi dan kemoterapi.1,2,3
Pembedahan dilakukan secara radikal. Untuk kanker di sekum dan kolon
asenden biasanya dilakukan hemikolektomi dekstra dan dibuat anastomose
kolostomi ileotransversal. Untuk karsinoma di kolon transversum dan di fleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomose ileosigmoidostomi.
Pada karsinoma di kolon desenden dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan
dibuat anastomose kolorektal transversal. Untuk karsinoma di rektosigmoid dan
rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomose desending
22
kolorektal. Pada karsinoma di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan
dibuat anastomose koloanal. Reseksi dilakukan + 5 cm kearah proksimal dan
distal kolon yang terkena.2,3
Dosis radioterapi sebagai terapi adjuvan adalah 4500-5500 cGy dengan
fraksinasi 180 -200 cGy setiap kalinya.5
Kemoterapi yang biasa diberikan adalah 5-fluoro urasil (5FU). Untuk
meningkatkan efektivitas terapinya, dapat juga diberikan kombinasi 5FU dan
levamisole.1,2
Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor
pada saat didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan
tumor tersebut pada radiasi dan kemoterapi.1
Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka
harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut:1
1. Dukes’ A 5-yr survival, >80%
2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%
3. Dukes’ C 5-yr survival, 20%
4. Dukes’ D 5-yr survival, 3%
Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:1
Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.
Stage TNM classification 5-year survival
I T1-2, N0, M0 >90%
IIA T3, N0, M0 60%-85%
IIB T4, N0, M0 60%-85%
23
Stage TNM classification 5-year survival
IIIA T1-2, N1, M0 25%-65%
IIIB T3-4, N1, M0 25%-65%
IIIC T(any), N2, M0 25%-65%
IV T(any), N(any), M1 5%-7%
24
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Laporan Kasus3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Sonta Samosir
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Lumban Samosir Kel. Parsingguran I
Pekerjaan : Tidak berkerja
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tgl Masuk : 03 September 2015
Anamnesis
Keluhan Utama : BAB berdarah
Telaaah :
Hal ini dialami pasien sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, darah berwarna merah
segar, tidak disertai rasa nyeri. Riwayat BAB seperti kotoran kambing dijumpai,
penurunan berat badan disangkal pasien, nafsu makan menurun dijumpai. Riwayat
keluarga menderita penyakit yang sama disangkal pasien.
RPT : -
RPO : -
Status Prasens
VAS : 2
Sensorium : CM
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 78x/menit, kuat/cukup
RR : 20x/menit
Temp : 36,9 C
25
2.1 Pemeriksaan Fisik
2.1.1 Status Generalisata :
Kulit : kuning langsat
Kepala : Simetris
Mata : conj. palpebra inferior pucat (+/+), sclera ikterik (-/-), RC
(+/+),pupil isokor 3mm/3mm.
T/H/M : dalam batas normal
Leher : Simetris, trakea medial, TVJ R-2, pembesaran KGB tidak dijumpai
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST: (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis (-)
Inferior : edema (-) Sianosis (-)
DRE
Perianal : Normal
Spfingter : Ketat
26
Mukosa : Licin, 2 cm dari anus teraba massa di arah jam 9 dengan
konsistensi padat, immobile , nyeri dijumpai
Handschoen : Feses tidak dijumpai, darah dijumpai
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
3 September 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 9,7 13.2-17.3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 5,07 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 8,00 4.5 – 11.0
Hematokrit % 34,3 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 354 150 – 450
MCV Fl 67,7 85 – 95
MCH Pg 19,1 28 – 32
MCHC g% 28,3 33 – 35
RDW % 31,3 11.6 – 14.8
Hitung jenis
Neutrofil % 63,7 37 – 80
Limfosit % 15,4 20 – 40
Monosit % 7,4 2 – 8
Eosinofil % 13,00 1 – 6
Basofil % 0,5 0 – 1
Neutrofil Absolut 103/µl 5,1 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 1.23 1.5 – 3.7
Monosit Asolut 103/µl 0,59 0.2-0.4
27
Eosinofil Absolut 103/µl 1,04 0 – 0,10
Basofil Absolut 103/µl 0,04 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT + INR
WAKTU PROTROMBIN
Pasien Detik 21,5
Kontrol Detik 14,00
INR
APTT
Pasien detik 34,5
Kontrol detik 31,5
Waktu Trombin
Pasien detik 13,2
Kontrol detik 17,8
GINJAL
Ureum mg/ dL 26,5 <50
Kreatinin mg/ dL 0.52 0.70 – 1,20
Elektrolit
Natrium (Na) mEq/L 138 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 4,2 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) mEq/L 103 96 – 106
Calcium (Ca) mEq/L 8.4-10.4
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu mg/ dL 112,7 <200
28
Hasil Pemeriksaan Foto Thorakx ( 07 September 2015)
Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
DIAGNOSA KERJA
Suspect Ca Recti
29
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/i
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj Ranitidine 50 mg/8 jam
FOLLOW UP
Follow up Pasien (5 September 2015)
Tgl S O A P
5
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Suspec
t Ca
Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
30
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Follow up Pasien (6 September 2015)
Tgl S O A P
6
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Suspec
t Ca
Recti
Tranfusi PRC
1 bag
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
31
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Follow up Pasien (7 September 2015)
Tgl S O A P
7
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Suspec
t Ca
Recti
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
32
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Hasil Laboratorium 7 September 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
DarahLengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 9,8 13.2-17.3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4,63 4.20 – 4.87
Leukosit (WBC) 103/mm3 4,88 4.5 – 11.0
Hematokrit % 32,0 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 226 150 – 450
MCV Fl 69,1 85 – 95
MCH Pg 21,2 28 – 32
MCHC g% 30,6 33 – 35
RDW % 31,1 11.6 – 14.8
Hitung jenis
Neutrofil % 58,6 37 – 80
Limfosit % 15,0 20 – 40
Monosit % 11,5 2 – 8
Eosinofil % 14,5 1 – 6
Basofil % 0,4 0 – 1
Neutrofil Absolut 103/µl 2,86 2.7 – 6.5
Limfosit Absolut 103/µl 0,73 1.5 – 3.7
Monosit Asolut 103/µl 0,56 0.2-0.4
Eosinofil Absolut 103/µl 0,71 0 – 0,10
Basofil Absolut 103/µl 0,02 0 – 0,1
33
Follow up Pasien (8 September 2015)
Tgl S O A P
8
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Suspec
t Ca
Recti
Rencana
Tranfusi PRC
2 bag
IVFD NaCl
o,9% 20 gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
34
Follow up Pasien (9 September 2015)
Tgl S O A P
9
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Suspec
t Ca
Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
Vit K 1 amp
35
Follow up Pasien (10 September 2015)
Tgl S O A P
10
Sept
emb
er
2015
Nyeri
pada
anus
Kepala : Mata: pupil isokor
Ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva palpebra inferior pucat
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Toraks
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF: KA=KI, kesan
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP: Vesikuker, ST:
(-)
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Ekstremitas
Superior : edema (-) Sianosis
(-)
Inferior : edema (-) Sianosis
(-)
Suspec
t Ca
Recti
IVFD RL 20
gtt/i
Inj
Ceftriaxone 1
gr/12 jam
Inj Ketorolac
30 mg/8 jam
Inj Ranitidine
50 mg/8 jam
Diet MB
TKTP
Inj. Asam
Tranexamat
500 mg/8 jam
Vit K 1 amp
Rencana
Colonoskopi
Rencana CT
Scan
36
DAFTAR PUSTAKA